EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi...

35
EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Transcript of EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi...

Page 1: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT

DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR

HERWIN GOTAWA

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 2: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

ABSTRAK HERWIN GOTAWA. Ekstraksi Krom Heksavalen Sebagai Tetrabutil Amonium Kromat dan Aplikasinya pada Air Sungai Ciluar Di Bogor. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan DEDEN SAPRUDIN.

Pengukuran krom dalam kadar yang sangat kecil memerlukan metode yang peka. Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk pengukuran kadar krom yang sangat kecil ini berdasarkan pada ekstraksi kuantitatif Cr6+ sebagai pasangan tetrabutil amonium kromat dalam metil isobutil keton, yang kemudian diekstraksi kembali ke dalam larutan difenilkarbazida asam sehingga terbentuk kompleks CrVI-DPC. Cara ini dapat meningkatkan sensitivitas sebesar 20 kali dibandingkan pembentukan kompleks CrVI-DPC secara langsung. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum pengukuran krom heksavalen dan krom total dengan metode ekstraksi dan menerapkannya untuk pengukuran contoh air Sungai Ciluar sehingga dapat diketahui tingkat pencemaran pada sungai tersebut.

Kondisi optimum pengukuran krom diperoleh pada panjang gelombang maksimum 544 nm dengan volume HNO3 5.0 ml, konsentrasi tetrabutil amonium bromida 0.08 M, dan satu kali pengocokan selama 5 menit. Metode ekstraksi krom heksavalen ini memiliki limit deteksi 1.624×10-3 ppm. Konsentrasi krom heksavalen di Sungai Ciluar masih berada di bawah baku mutu dengan nilai rerata sebesar 0.023 ppm, demikian juga parameter pH, suhu, dan daya hantar listrik. Akan tetapi, parameter kebutuhan oksigen kimiawi dan kekeruhan yang diperoleh telah melebihi baku mutu yang ditetapkan dengan nilai rerata berturut-turut sebesar 159.94 mg/l dan 31.1 NTU.

ABSTRACT

HERWIN GOTAWA. Hexavalent Chromium Extraction as Tetrabutyl Ammonium Chromate and Its Application to Ciluar River Water in Bogor. Supervised by ETI ROHAETI and DEDEN SAPRUDIN.

Measurement of trace amount chromium needs more sensitive methods. One of method was developed for determination of chromium with trace concentration based on the quantitative extraction of Cr6+ as a tetrabutyl ammonium chromate ion-pair in methyl isobutyl ketone, and then back extraction into diphenylcarbazide solution to formed CrVI-DPC complex. This method would increased sensitivity of 20 times, in comparison with formed CrVI-DPC complex directly. Purpose of this research was to determine optimum condition measurement of hexavalent chromium with extraction methods and applied this method to measure Ciluar River water and to knows the contamination level in Ciluar River.

Optimum condition for chromium measurement was observed at 544 nm in maximum wavelength, 5.0 ml addition of HNO3, 0.08 M tetrabutyl ammonium bromide, and once shaking for 5 minute. Detection limit of extraction method was obtained at 1.624×10-3 ppm. Concentration of hexavalent chromium in Ciluar River was still below quality standard of water with average value of 0.023 ppm, and also with pH, temperature, and conductivity parameters. But, the chemical oxygen demand and turbidity parameters were higher than quality standard of water, with average value were 159.94 mg/l and 31.1 NTU, respectively.

Page 3: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT

DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR

HERWIN GOTAWA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Kimia

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 4: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

Judul : Ekstraksi Krom Heksavalen Sebagai Tetrabutil Amonium Kromat dan Aplikasinya pada Air Sungai Ciluar Di Bogor

Nama : Herwin Gotawa NIM : G44203016

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Eti Rohaeti, M.S. Deden Saprudin, S.Si. M.Si NIP 131 663 015 NIP 132 126 040

Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806

Tanggal Lulus:

Page 5: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah berjudul Ekstraksi Krom heksavalen Sebagai Tetrabutil Amonium Kromat dan Aplikasinya pada Air Sungai Ciluar di Bogor merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai April 2008 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S. dan Bapak Drs. Deden Saprudin, M.Si. selaku pembimbing yang memberikan masukan, pengarahan, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Papa dan Umi tercinta, Teny, Iya dan J. Sendri atas segala cinta, kasih sayang, semangat, kesabaran, dan doa yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Era Meiwanti dari PT Eli yang telah memberikan pelatihan AMDAL. Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik, Om Em, Pak Syawal, seluruh laboran Kimia Analitik dan Anorganik, serta Mas Heri atas kemudahan yang diberikan kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Toyota dan Astra yang telah memberikan beasiswa selama masa studi di IPB, juga kepada teman-teman Kimia Angkatan 39 dan 40 (Romi, Fhilo, Ihsan, Iqo, Dicky, Nita, Otong) yang telah membantu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

Herwin Gotawa

Page 6: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 September 1984 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Moh. No’it dan Kasiah. Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 5 Bogor. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Analisis Intrumental tahun ajaran 2005/2006, Kimia Analitik II tahun ajaran 2006/2007, Kimia Analitik I tahun ajaran 2007/2008, Manajemen Laboratorium Diploma tahun ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran 2007/2008, dan Kuliah Lapang Diploma tahun ajaran 2007/2008. Selain itu, penulis juga merupakan staf pengajar bimbingan belajar Al Fattah. Tahun 2006 Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Mikrobiologi, Bogor.

Page 7: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... vii

PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Krom ................................................................................................................. 1 Penyamakan Kulit ............................................................................................. 2 Analisis Krom dengan Spektrofotometri Absorpsi ........................................... 2 Pencemaran Air Sungai ..................................................................................... 3 Derajat Kemasaman (pH) .................................................................................. 3 Daya Hantar Listrik (DHL) ............................................................................... 4 Kekeruhan ......................................................................................................... 4 Chemical Oxygen Demand (COD) .................................................................... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat .................................................................................................. 4 Langkah Kerja ................................................................................................... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Panjang Gelombang Maksimum ....................................................................... 7 Pengaruh Volume HNO3 ................................................................................... 7 Pengaruh Konsentrasi TBAB ............................................................................ 8 Pengaruh Waktu Pengocokan ........................................................................... 8 Pengaruh Banyaknya Pengocokan .................................................................... 9 Limit Deteksi ..................................................................................................... 9 Krom Heksavalen .............................................................................................. 10 Krom Total ........................................................................................................ 10 Parameter Fisik dan Kimia Air Sungai Ciluar .................................................. 11 Derajat Kemasaman (pH) .................................................................................. 11 Suhu .................................................................................................................. 11 Daya Hantar Listrik (DHL) ............................................................................... 12 Kekeruhan ......................................................................................................... 12 Kandungan Bahan Organik (COD) ................................................................... 12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ........................................................................................................... 13 Saran .................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13

LAMPIRAN ................................................................................................................ 16

Page 8: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Reaksi krom heksavalen dengan 1,5-difenilkarbazida ........................................... 3 2 Hubungan serapan larutan dengan panjang gelombang ......................................... 7 3 Hubungan volume asam nitrat dengan serapan larutan ......................................... 7 4 Hubungan konsentrasi TBAB dengan serapan larutan .......................................... 8 5 Hubungan waktu pengocokan dengan serapan larutan .......................................... 9 6 Konsentrasi krom heksavalen pada beberapa lokasi pengambilan contoh ............ 10 7 Konsentrasi krom total pada beberapa lokasi pengambilan contoh ....................... 11 8 Nilai derajat kemasaman (pH) pada beberapa lokasi pengambilan contoh ........... 11 9 Nilai daya hantar listrik (DHL) pada beberapa lokasi pengambilan contoh .......... 12 10 Nilai kekeruhan pada beberapa lokasi pengambilan contoh .................................. 12 11 Nilai COD pada beberapa lokasi pengambilan contoh .......................................... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kriteria mutu air berdasarkan Lampiran PP RI Nomor 82 tahun 2001 ................. 17 2 Diagram alir penelitian ......................................................................................... 18 3 Peta pengambilan contoh air Sungai Ciluar ........................................................... 19 4 Serapan larutan Cr6+ pada panjang gelombang 400–700 nm ................................. 20 5 Data hasil penentuan volume HNO3 optimum ....................................................... 20 6 Data hasil penentuan konsentrasi TBAB optimum ................................................ 21 7 Hasil analisis kualitatif anion dalam air sungai dengan metode Dames ................ 21 8 Data hasil penentuan waktu pengocokan optimum ............................................... 22 9 Data hasil penentuan banyaknya pengocokan optimum ........................................ 22 10 Perbandingan hasil pengukuran serapan krom heksavalen dengan kondisi

optimum air deionisasi dan air sungai ................................................................... 22 11 Data hasil pengukuran absorbansi larutan blanko ................................................. 23 12 Data penentuan konsentrasi krom heksavalen dalam air Sungai Ciluar ................ 24 13 Data penentuan konsentrasi krom total dalam air Sungai Ciluar ........................... 25 14 Kondisi pengambilan contoh air ............................................................................ 26 15 Data penentuan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) ...................................... 27

Page 9: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

1

PENDAHULUAN

Krom heksavalen merupakan krom yang memiliki tingkat toksisitas yang paling tinggi dibandingkan bentuk krom lain. Asupan krom di atas 200 μg per hari dapat menimbulkan akumulasi sehingga mengakibatkan kerusakan hati dan ginjal, kerusakan saluran pernapasan, gangguan saluran pencernaan, kerusakan embrio, dan kanker paru-paru, bahkan kontak langsung krom heksavalen dengan kulit dapat menyebabkan reaksi alergi kulit yang umumnya ditandai dengan munculnya warna kekeruhan pada kulit dan bisul-bisul. Sehingga keberadaan krom dalam limbah perlu mendapat penanganan khusus (EPA 1998). Sumber pencemar krom dapat berasal dari limbah industri pelapisan logam, penghambat korosi besi, penyamakan kulit, cat, tekstil, dan bahan pengawet kayu (Kusnoputranto 1996).

Industri penyamakan kulit adalah agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Bahan baku utama yang digunakan adalah krom sulfat (krom trivalen) karena memberikan banyak keuntungan yaitu murah, proses penyamakan cepat, dan kulit yang dihasilkan bermutu tinggi. Limbah yang dihasilkan dari proses tersebut dapat membahayakan lingkungan karena krom trivalen dapat teroksidasi menjadi krom heksavalen yang sangat berbahaya dan beracun bagi makhluk hidup (Potter et al. 1994).

Sungai Ciluar merupakan salah satu sungai yang mengalir melintasi kota Bogor. Sungai ini sering menjadi tempat buangan limbah cair industri, salah satunya adalah industri penyamakan kulit. Bila industri ini tidak mengolah limbahnya dengan baik dapat menimbulkan pencemaran krom yang berasal dari buangan proses pra penyamakan (bahan sangat asam) atau proses pasca penyamakan (bahan sangat basa), atau pencemaran buangan organik dari sisa bahan baku kulit.

Beberapa metode untuk menentukan kandungan krom telah dilakukan, diantaranya adalah dengan metode pengendapan menggunakan NaOH dan Ca(OH)2 (Mariana et al. 2006), pengendapan dengan pertukaran ion (Juang & Shiau 1998), ekstraksi pelarut dan absorpsi (Siddiqui et al. 1999), ekstraksi cair-cair dengan tributil fosfat (Ouejhani et al. 2003), dan teknik osmosis terbalik (Hanra dan Prabhakar 1996). Shemirani et al. (2003) melakukan prekonsentrasi krom dan spesiasi dengan spektroskopi serapan atom setelah proses ekstraksi titik jenuh dengan limit

deteksi sebesar 1.7x10-4 ppm. Wang dan Xue (2006) juga melakukan analisis krom heksavalen secara spektrofotometri refleksi dengan permukaan yang diperbaharui dan menghasilkan limit deteksi sebesar 2.4x10-6 ppm.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kandungan krom heksavalen dan krom total dalam sampel air adalah metode spektrofotometri sinar tampak dengan pewarnaan 1,5-difenilkarbazida (Noroozifar & Khorasani-Motlagh 2003). Selain sederhana, metode ini lebih murah dan cepat dibandingkan dengan metode lain seperti AAS dan kromatografi ion. Metode ini dapat digunakan untuk pengukuran krom dalam kisaran yang cukup besar yaitu antara 3.3x10-3 sampai 2.1 ppm (Martha 2004). Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) telah melakukan ekstraksi krom sebagai tetrabutil amonium kromat dengan limit deteksi sebesar 2.22x10-6 ppm. Metode ekstraksi krom ini telah dilakukan oleh Wijayanti (2005), namun hanya diperoleh limit deteksi sebesar 1.721x10-3 ppm, lebih tinggi dari yang dilaporkan Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) dengan kata lain sensitivitas tidak meningkat, sehingga diperlukan pengkajian ulang metode tersebut. Metode ini telah diterapkan pada air deionisasi oleh Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) dan Wijayanti (2005). Namun metode ini belum diterapkan pada air sungai yang memiliki matriks lebih kompleks, sehingga penerapan metode ini pada air sungai perlu dilakukan.

Penelitian bertujuan menentukan kondisi terbaik penetapan krom heksavalen dan krom total dengan metode ekstraksi tetrabutil amonium kromat serta menerapkannya untuk menentukan tingkat pencemaran air Sungai Ciluar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas air Sungai Ciluar di Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Krom

Krom merupakan salah satu logam berat

yang termasuk dalam unsur transisi golongan VI-B periode 4. Krom mempunyai nomor atom 24 dan nomor massa 51,996 sma, berwarna putih dengan massa jenis 7,9 g/cm3 dan memiliki titik didih 2658°C dan titk leleh 1875°C (Kusnoputranto 1996). Krom dapat membentuk tiga macam senyawa yang masing-masing berasal dari proses oksidasi CrO (krom oksida), yaitu +2 disebut krom

Page 10: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

2

divalen, +3 disebut krom trivalen, dan +6 disebut krom heksavalen (Kikuchi et al. 2005).

Krom trivalen dalam sistem biologis termasuk logam esensial bagi manusia. Krom dalam dosis 20-50 μg per 100 g bobot badan memiliki fungsi yang baik dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, sintesis protein dan metabolisme asam nukleat. Krom dalam metabolisme karbohidrat memiliki fungsi biokimia yang memengaruhi kemampuan reseptor insulin sehingga insulin dapat aktif bekerja mengatur kadar gula darah. Kekurangan krom trivalen dalam tubuh menyebabkan penurunan kerja hormon insulin yang kemudian dapat menimbulkan penyakit diabetis melitus, hiperglisemia, dan glukosaria, menyebabkan penurunan berat badan, kadar asam lemak tinggi, gangguan proses pernapasan, dan kelainan dalam metabolisme nitrogen (King 1994).

Selain sebagai logam esensial, krom juga digolongkan sebagai logam berat dengan sifat beracun yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan juga bersifat karsinogenik terhadap manusia. Krom heksavalen merupakan krom yang memiliki tingkat toksisitas yang paling tinggi. Asupan krom di atas 200 μg per hari dapat menyebabkan akumulasi sehingga mengakibatkan kerusakan hati dan ginjal, kerusakan saluran pernapasan, gangguan saluran pencernaan, kerusakan embrio, dan kanker paru-paru, bahkan kontak langsung krom heksavalen dengan kulit dapat menyebabkan reaksi alergi kulit yang umumnya ditandai dengan munculnya warna kekeruhan pada kulit dan bisul-bisul (EPA 1998).

Penyamakan Kulit

Industri penyamakan kulit merupakan

agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi melalui beberapa proses sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimiawi, fisik, dan hayati menjadi stabil dan tahan lama. Bahan baku utama adalah kulit mentah dan bahan penyamak yang umum digunakan adalah krom (III) sulfat (Cr2(SO4)3). Krom dipilih karena memberikan banyak keuntungan, yaitu harga murah, proses penyamakan cepat, dan kulit yang dihasilkan bermutu tinggi. Bahan-bahan tambahan lain yang digunakan dalam proses penyamakan kulit adalah Ca(OH)2, MgO, asam sulfat, asam format, Na2S, Na2CO3, dan Na2SO4 (Potter et al. 1994).

Industri penyamakan kulit secara garis besar menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Ketiga limbah tersebut dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi dalam pra penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan. Limbah yang mengandung krom trivalen membahayakan lingkungan karena krom trivalen dapat teroksidasi menjadi krom heksavalen yang bersifat toksik (EPA 1998).

Limbah yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit sangat mengganggu, sehingga diperlukan pengolahan limbah krom untuk mengurangi konsentrasi krom buangan dan memperoleh krom sehingga krom dapat digunakan kembali dalam proses penyamakan kulit. Limbah cair yang mengandung krom tinggi (wet blue) diolah dengan cara diendapkan menggunakan NaOH. Hasil penelitian Barros et al. (2002) menunjukkan bahwa pengendapan limbah penyamakan kulit dengan penambahan NaOH pada pH 8 menyisakan konsentrasi krom 18 ppm, sedangkan menurut Erdem dan Tumen (2004) pengendapan krom lebih baik dilakukan pada pH 9. Konsentrasi krom setelah pengendapan ± 18 ppm masih di atas ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEP-51/MENLH/10/1995), yaitu 0.6 ppm. Hal ini mengakibatkan berpeluangnya sungai ikut tercemar oleh limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, konsentrasi krom heksavalen yang diperbolehkan untuk golongan A, B, dan C tidak boleh lebih dari 0.05 ppm. Sedangkan air golongan D harus mengandung maksimum 0.1 ppm (Lampiran 1).

Analisis Krom dengan Spektrofotometri

Absorpsi

Metode spektrofotometri sinar tampak dapat digunakan untuk mengukur krom heksavalen dan krom total (Ndung’u et al. 1999). Metode ini didasarkan pada pengukuran senyawa berwarna dengan pembentukan senyawa kompleks yang berwarna ungu kemerahan yang intensif. Reaksi pembentukan kompleks CrVI dengan DPC ditampilkan pada Gambar 1. Reaksi DPC dan krom cukup sensitif dengan nilai absorptivitas molar kira-kira 40.000 mol-1 cm-1 pada 540 nm (Clesceri et al. 1998).

Senyawa difenilkarbazida hanya bereaksi dengan krom heksavalen dan tidak bereaksi

Page 11: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

3

dengan krom trivalen (Matsuoka et al. 2006). Senyawa 1,5-difenilkarbazida yang dikenal juga dengan nama 1,5-difenilkarbohidrazida atau S-difenilkarbazida adalah senyawa yang tidak berwarna dengan rumus molekul (C6H5NHNH)2CO (Borges et al. 2002). Krom total diukur dengan oksidasi contoh terlebih dahulu menggunakan pengoksidasi kuat sebelum ditambahkan difenilkarbazida (DPC). Menurut Clesceri et al. (1998) oksidator yang dapat digunakan diantaranya KMnO4, K2S2O8, dan HClO4. Selain itu, Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) melaporkan bahwa serium juga dapat digunakan untuk mengoksidasi krom trivalen menjadi krom heksavalen. Kemampuan serium (CeIV) dalam mengkonversi krom trivalen menjadi krom heksavalen sebesar 100.00% (Wijayanti 2005), nilai ini lebih baik bila dibandingkan dengan KMnO4 yang mampu mengkonversi 91.00% (Martha 2004).

Gambar 1 Reaksi krom heksavalen dengan

1,5-difenilkarbazida (Vogel 1985) Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003)

melaporkan bahwa pengukuran krom dengan metode ekstraksi didasarkan pada pengikatan krom dengan tetrabutil amonium bromida (TBAB) dan difenilkarbazida. Tetrabutil amonium bromida dapat bereaksi sangat kuat dengan logam sianida, alkil sulfonat, sulfur oksida, anion anorganik, dan oksianion seperti CrO4

2-. Reaksi antara ion tetrabutil amonium dengan krom heksavalen adalah sebagai berikut:

2R4N+ + CrO42- → CrO4

2-( R4N+)2 Kompleks pasangan ion krom heksavalen

dan TBAB mudah larut dalam metil isobutil keton (MIBK), sehingga pasangan ini dapat diekstraksi ke dalam MIBK. Kekuatan mengkompleks TBAB lebih rendah dibandingkan dengan DPC sehingga kompleks CrVI-TBAB dapat diubah menjadi CrVI-DPC. Warna merah violet yang terbentuk digunakan untuk pengukuran krom heksavalen secara spektrofotometri.

Gangguan pengukuran krom heksavalen dengan pewarna 1,5-difenilkarbazida dapat terjadi karena adanya logam-logam lain dalam larutan contoh, seperti molibdenum, merkuri, vanadium, dan besi yang dapat membentuk larutan berwarna jika logam tersebut berada bersamaan dengan krom dalam analat (Harjadi 1986). Oleh karena itu, kondisi pH harus diatur dengan tepat dan dipilih panjang gelombang yang spesifik untuk menghindari terjadinya gangguan pada pengukuran.

Pencemaran Air Sungai

Peningkatan beban pencemaran terhadap

sungai yang terus menerus menjadi penyebab utama turunnya kualitas air sungai. Berbagai kasus pencemaran logam berat pernah dilaporkan baik di negara maju maupun di negara berkembang, begitu pula akibat buruk terhadap penduduk yang tinggal di sekitarnya (Darmono 1995). Contohnya adalah kasus pencemaran air yang terjadi di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 oleh logam raksa yang menelan banyak korban.

Menurut Suryana (1988), tercemarnya bahan pangan oleh logam berat dapat berawal dari tercemarnya air sungai, danau, atau muara oleh limbah yang berasal dari pemukiman dan industri. Air sungai yang telah tercemar limbah industri dan limbah penduduk yang mengandung logam berat kemudian digunakan untuk mengairi pertanaman sayur, tentunya akan menyebabkan tanaman juga mengandung logam berat sehingga secara tidak langsung, logam berat akan masuk ke dalam tubuh manusia. Kriteria kualitas air menurut Lampiran Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditampilkan dalam Lampiran 1.

Derajat Kemasaman (pH)

Nilai derajat kemasaman (pH) dapat didefinisikan sebagai negatif logaritma

Page 12: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

4

aktivitas ion hidrogen (H+) yang menunjukkan suasana asam atau basa dalam air (Alaerts dan Santika 1987). Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion dalam larutan (Saeni 1989). Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam (Boyd 1990). Perairan yang baik adalah yang mempunyai pH normal, yaitu 7.0 atau mendekati basa karena pH yang tinggi (pH 7.0-9.0) merupakan perairan yang produktif dan berperan dalam mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton.

Daya Hantar Listrik (DHL)

Menurut Saeni (1989), Daya Hantar

Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Oleh karena itu, kenaikan padatan terlarut akan memengaruhi kenaikan DHL. Suatu perairan alami mempunyai kisaran DHL 50 – 1500 µmhos/cm. Daerah aliran sungai yang limpasan permukaannya tinggi akan memberikan bahan terlarut ke dalam air. Padatan terlarut juga berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan dari daerah pertanian, dan masuknya bahan aerosol ke dalam air.

Daya Hantar Listrik adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Asam kuat, basa kuat, dan garam adalah penghantar listrik (konduktor) yang baik, sedangkan bahan organik seperti sukrosa, benzena yang tidak dapat mengalami disosiasi adalah penghantar listrik yang buruk (Saeni 1989).

Kekeruhan

Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air

dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut. Kekeruhan disebabkan oleh bahan-bahan organik dan anorganik baik yang tersuspensi maupun yang terlarut, seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (Saeni 1989).

Chemical Oxygen Demand (COD)

Salah satu parameter pencemar bahan organik yang diukur adalah nilai kebutuhan oksigen kimiawi (COD). Parameter ini menurut APHA (1992) merupakan salah satu cara untuk menghitung kandungan bahan organik total. Berbagai metode pengukuran COD telah dikembangkan oleh para ahli, diantaranya metode open reflux (titrimetri) dan metode closed reflux (titrimetri dan spektrofotometri). Metode yang paling umum digunakan adalah open reflux karena sederhana, tingkat akurasi yang tinggi, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal.

Jumlah bahan organik yang dapat teroksidasi dapat ditentukan melalui COD atau secara tidak langsung melalui jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimiawi yang disebut COD. Menurut Fresenius (1998), nilai COD ditentukan dengan menambahkan sejumlah tertentu oksigen dalam bentuk zat pengoksidasi kepada sejumlah tertentu contoh, kemudian dihitung jumlah zat pengoksidasi yang terpakai. Zat pengoksidasi yang biasa digunakan yaitu KMnO4 dan K2Cr2O7.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan ialah

K2CrO4 (Wako Pure Chemical Industries Ltd) sebagai sumber krom heksavalen, tetrabutil amonium bromida (TBAB) dari Merck, metil isobutil keton (MIBK), etanol, H2SO4, larutan 1,5-difenilkarbazida, perak sulfat, K2Cr2O7, larutan ferro amonium sulfat, indikator ferroin, HNO3, serium (CeIV), air deionisasi dan contoh air didapat dari Sungai Ciluar.

Alat-alat yang digunakan antara lain, spektrofotometer SPECTRONIC® 20 D+, konduktometer, turbidimeter, termometer, pH meter, dan alat-alat kaca.

Langkah Kerja

Penelitian ini terbagi atas dua bagian

(Lampiran 2), yaitu penentuan kondisi optimum dan aplikasi metode pada air sungai. Penentuan kondisi optimum meliputi: pengujian pengaruh volume HNO3, pengujian pengaruh konsentrasi TBAB, pengujian pengaruh waktu pengocokan, dan pengujian pengaruh banyaknya pengocokan. Penentuan kondisi optimum ini dilakukan terhadap dua contoh yaitu air deionisasi dan air sungai.

Page 13: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

5

Aplikasi metode terbagi menjadi dua tahap: pengambilan contoh dan analisis contoh. Pengambilan contoh dilakukan berturut-turut sebanyak tiga kali pada lokasi yang berbeda, yaitu satu titik sebelum limbah dibuang (kontrol) dan lima titik (titik 1 – titik 5) setelah limbah dibuang dari sumber (industri penyamakan kulit). Peta pengambilan contoh ditampilkan pada Lampiran 3. Air contoh diambil dari Sungai Ciluar di Bogor pada tanggal 26 Maret 2008 pukul 01.00 WIB. Contoh air kemudian dianalisis krom heksavalen dan krom total. Selain itu, ditentukan juga nilai pH, suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, dan nilai kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dari air sungai tersebut.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Sebanyak 1.0 ml larutan Cr6+ 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai atau air deionisasi sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan 5 ml HNO3 65% dan 10 ml larutan TBAB dalam MIBK 0.02 M kemudian larutan dikocok selama 5 menit. Setelah kedua fase terpisah, fase organiknya diambil dan ditambahkan 5 ml larutan DPC asam (0.1163 g difenilkarbazida dalam 150 ml etanol dan dilarutkan dalam 250 ml larutan HNO3 2.5 M). Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 400-700 nm, dengan interval 10 nm untuk panjang gelombang 400-500 nm dan 600-700 nm. Sedangkan pada panjang gelombang 500-600 nm digunakan interval 4 nm. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap panjang gelombang dan ditetapkan panjang gelombang dengan serapan maksimum (λmaks).

Pengujian Pengaruh Volume HNO3

Sebanyak 1.0 ml larutan Cr6+ 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai atau air deionisasi sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan HNO3 65% dengan volume yang bervariasi (0, 1, 3, 5, 7, 10, 15 ml) dan 10 ml larutan TBAB 0.02 M kemudian diukur pH-nya dan dikocok selama 5 menit. Prosedur selanjutnya sama

dengan prosedur penentuan panjang gelombang maksimum tetapi pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang dihasilkan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran blanko. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap volume HNO3 65%.

Pengujian Pengaruh Konsentrasi TBAB

Sebanyak 1.0 ml larutan Cr6+ 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai atau air deionisasi sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan 5 ml HNO3 65% dan 10 ml larutan TBAB dengan konsentrasi yang bervariasi (0.00, 0.02, 0.04, 0.06, 0.08, 0.10 dan 0.20 M), kemudian dikocok selama 5 menit. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur pengaruh volume HNO3. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap konsentrasi TBAB.

Pengujian Pengaruh Waktu Pengocokan

Sebanyak 1.0 ml larutan Cr6+ 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai atau air deionisasi sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan 5 ml HNO3 65% dan 10 ml larutan TBAB 0.02 M kemudian dikocok dengan waktu yang bervariasi (0, 3, 5, 7, 10, dan 15 menit). Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur pengaruh volume HNO3. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap waktu pengocokan.

Pengujian Pengaruh Banyaknya

Pengocokan

Sebanyak 1.0 ml larutan Cr6+ 10 ppm dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai atau air deionisasi sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan HNO3 65% dengan volume terbaik dan 10 ml larutan TBAB dengan konsentrasi terbaik kemudian dikocok dengan waktu pengocokan terbaik. Setelah dikocok, larutan dibiarkan agar kedua fasenya terpisah. Setelah terpisah, fase airnya ditampung dan diekstraksi kembali. Fase organik diambil dan ditambahkan 5 ml larutan DPC asam untuk pembentukan warna. Fase

Page 14: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

6

air awal yang telah ditampung diekstraksi ulang seperti prosedur di atas. Prosedur ini diulang sampai serapan larutan menunjukkan nilai nol atau mendekati nol. Nilai konsentrasi CrVI terukur diperoleh dengan mensubstitusikan serapan larutan terukur ke dalam persamaan kurva standar.

Penentuan Limit Deteksi

Penentuan limit deteksi dilakukan menurut

metode IUPAC. Sebanyak tujuh larutan blanko diukur serapannya masing-masing 4 kali menggunakan spektrofotometer SPECTRONIC® 20 D+ pada panjang gelombang dengan serapan maksimum. Larutan blanko adalah air sungai yang ditambahkan pereaksi berupa HNO3 65%, larutan TBAB dan larutan 1,5-difenilkarbazida, tanpa penambahan K2CrO4, dengan prosedur kerja serupa untuk pengukuran Cr6+. Dari data yang didapat ditentukan simpangan baku pengukuran blanko (SB). Nilai limit deteksi kemudian dihitung menurut metode IUPAC dengan menggunakan persamaan:

LOD = b

3SB

dengan LOD adalah limit deteksi, SB adalah simpangan baku, dan b adalah kemiringan kurva standar (Long & Winefordner 1983; Miller & Miller 1991).

Pembuatan Kurva Standar

Kurva standar penetapan krom heksavalen

dan krom total dibuat dengan prosedur kerja sebagai berikut: sejumlah volume (0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, 1.2, 1.4, dan 1.6 ml) larutan standar Cr6+ 10 ppm dipipet ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan air sungai sampai tanda batas. Larutan blanko adalah air sungai tanpa penambahan standar. Masing-masing larutan tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan HNO3 65% dengan volume terbaik dan 10 ml larutan TBAB dengan konsentrasi terbaik kemudian dikocok dengan waktu pengocokan terbaik. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur pengaruh volume HNO3. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva standar hubungan serapan larutan terhadap konsentrasi krom heksavalen dalam satuan part per million (ppm).

Penentuan Krom Heksavalen

Sebanyak 100 ml larutan contoh dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan HNO3 65% dengan volume terbaik dan 10 ml larutan TBAB dengan konsentrasi terbaik kemudian dikocok dengan waktu pengocokan terbaik. Setelah 5 menit, larutan dibiarkan agar kedua fasenya terpisah. Setelah terpisah, fase organiknya diambil dan ditambahkan 5 ml larutan DPC asam. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada λmaks yang diperoleh. Konsentrasi krom heksavalen ditentukan dengan kurva standar. Pengukuran dilakukan triplo.

Penentuan Krom Total

Sebanyak 100 ml larutan contoh

dimasukkan ke dalam corong pisah 150 ml lalu ditambahkan 10 ml larutan Ce(IV). Larutan Ce(IV) dibuat dengan cara melarutkan 0.4 g Ce(NH4)2(SO4)3 dalam 100 ml HNO3 0.5 M. Larutan kemudian ditambahkan HNO3 65% dengan volume terbaik dan 10 ml larutan TBAB dengan konsentrasi terbaik kemudian dikocok dengan waktu pengocokan terbaik. Setelah 5 menit, larutan dibiarkan agar kedua fasenya terpisah, fase organiknya diambil dan ditambahkan 5 ml larutan DPC asam. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada λmaks yang diperoleh. Konsentrasi krom ditentukan dengan kurva standar. Pengukuran dilakukan triplo.

Perlakuan Contoh Air Sungai

Penetapan pH dan Suhu

Penetapan pH dilakukan secara in situ. Contoh air diukur pH-nya dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4.0 dan 7.0. Selain itu, suhu air juga ditentukan dengan termometer. Pengukuran dilakukan triplo.

Pengukuran daya hantar listrik

Sebanyak 100 ml contoh air dimasukkan ke dalam gelas piala dan elektroda dicelupkan. Kemudian konduktivitas larutan diukur dengan konduktometer yang telah dikalibrasi. Pengukuran dilakukan triplo.

Page 15: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

7

Pengukuran kekeruhan Kekeruhan contoh air dianalisis dengan

alat turbidimeter. Kurva standar kekeruhan dibuat dengan larutan SiO2 sebagai standar. Larutan SiO2 100 ppm dibuat konsentrasinya menjadi 2.0, 5.0, 10.0, 20.0, 50.0, dan 70.0 ppm. Larutan tersebut diukur turbiditasnya dengan turbidimeter. Selain itu, blanko dan contoh air juga diukur turbiditasnya. Pengukuran contoh air dilakukan triplo.

Penentuan chemical oxygen demand (COD)

Air contoh sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam labu bulat dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,025 N dan dimasukkan beberapa butir batu didih. Larutan dikocok agar merata, dan ditambahkan 25 ml asam sulfat-perak sulfat. Larutan dididihkan selama 90 menit. Setelah itu, larutan didinginkan dan diencerkan dengan air destilata sampai 100 ml. Larutan ditambahkan indikator feroin dan dititrasi dengan FAS (ferro amonium sulfat) yang telah distandardisasi. Pengukuran dilakukan triplo. Nilai COD ditentukan dengan persamaan (Fardiaz 1992):

contohVolume

10002OBEFASNFAScontoh)vol.blanko(Vol.COD

×××−=

HASIL DAN PEMBAHASAN

Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan

dari reaksi kompleks yang terjadi antara krom heksavalen dan 1,5-difenilkarbazida (DPC). Larutan kompleks ini berwarna ungu kemerahan dan dapat diukur pada panjang gelombang sinar tampak. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa senyawa kompleks CrVI-DPC menunjukkan serapan maksimum pada 544 nm (Gambar 2 dan Lampiran 5), sehingga pengukuran selanjutnya hanya dilakukan pada λmaks tersebut.

0.00000.02000.04000.06000.08000.10000.12000.14000.16000.18000.2000

400 450 500 550 600 650 700

Panjang Gelombang (nm)

Abs

orba

ns

Gambar 2 Hubungan serapan larutan dengan

panjang gelombang

Pengaruh Volume HNO3

Reaksi pembentukan kompleks pasangan ion kromat dengan tetrabutil amonium bromida (TBAB) memerlukan kondisi optimum agar reaksi dapat terjadi secara sempurna. Salah satu kondisi yang diperlukan adalah pH. Kompleks pasangan ion ini stabil dalam larutan asam. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan volume HNO3 pekat mulai dari 0.0 ml sampai 15.0 ml. Pengaruh volume HNO3 ini diujikan pada dua contoh yang berbeda matriksnya yaitu air sungai dan air deionisasi (Gambar 3).

Gambar 3 menunjukkan hubungan volume asam nitrat dengan serapan larutan. Gambar tersebut memperlihatkan serapan krom heksavalen air deionisasi lebih tinggi daripada air sungai. Hal ini disebabkan karena air deionisasi memiliki matriks yang lebih sederhana dibandingkan dengan air sungai, sehingga gangguan proses pembentukan kompleks antara ion kromat dengan TBAB dalam air deionisasi lebih kecil dibandingkan dengan air sungai dan menyebabkan serapan yang terukur menjadi lebih besar. Faktor matriks air sungai yang memengaruhi konsentrasi krom heksavalen antara lain suhu, komposisi zat, kandungan bahan organik, dan kekeruhan air sungai. Kekeruhan air sungai yang tinggi dapat menyebabkan gangguan dalam pengukuran dan mengurangi serapan krom heksavalen (Allen 1995).

Gambar 3 Hubungan volume asam nitrat

dengan serapan larutan Serapan maksimum air deionisasi berbeda

dengan air sungai (Gambar 3). Serapan maksimum air deionisasi diperoleh pada volume asam nitrat 3.0 ml, sedangkan serapan maksimum air sungai diperoleh pada volume asam nitrat 5.0 ml. Hal ini disebabkan karena pH air deionisasi sebelum ditambahkan asam nitrat lebih rendah dibandingkan dengan pH air sungai (Lampiran 6), sehingga volume asam nitrat yang dibutuhkan air deionisasi untuk reaksi pembentukan kompleks antara ion kromat dengan TBAB lebih sedikit dibandingkan dengan air sungai.

544 nm

Page 16: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

8

Serapan yang dihasilkan pada volume asam nitrat di atas 3.0 ml (air deionisasi) dan 5.0 ml (air sungai), memiliki serapan yang lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi pH memengaruhi proses pembentukan kompleks CrVI-TBAB sehingga serapan berubah bergantung pada kondisi pH larutan. Pola grafik yang diperoleh berbeda dengan Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) yaitu nilai serapan maksimum yang diperoleh adalah pada volume asam nitrat 5.0 ml, dan penambahan volume asam nitrat yang lebih tinggi dari 5.0 ml tidak merubah nilai serapan secara signifikan.

Pengaruh Konsentrasi TBAB

Kompleks pasangan ion CrVI-TBAB

terbentuk melalui reaksi antara anion CrO42-

dengan kation 2R4N+ membentuk pasangan ion yang tidak bermuatan sehingga mudah larut dalam pelarut organik. Hasil ekstraksi dilarutkan kembali dengan mengubah CrVI-TBAB menjadi CrVI-DPC. Kompleks pasangan ion CrVI-TBAB yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh konsentrasi TBAB, sehingga perlu dilakukan pengujian konsentrasi TBAB terhadap pembentukan kompleks CrVI-TBAB. Konsentrasi TBAB divariasikan mulai dari konsentrasi 0.00 sampai 0.20 M (Gambar 4).

Gambar 4 Hubungan konsentrasi TBAB

dengan serapan larutan

Gambar 4 menunjukkan hubungan konsentrasi TBAB dengan serapan larutan. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa serapan krom heksavalen dalam air deionisasi lebih tinggi daripada serapan air sungai. Perbedaan serapan ini disebabkan karena air deionisasi memiliki matriks yang lebih sederhana dibandingkan dengan air sungai, sehingga gangguan pada air deionisasi lebih kecil dan menyebabkan serapan krom heksavalen menjadi lebih besar.

Nilai serapan maksimum yang diperoleh dari air deionisasi berbeda dengan air sungai. Serapan maksimum air deionisasi diperoleh

pada konsentrasi TBAB 0.06 M sedangkan serapan maksimum air sungai diperoleh pada konsentrasi TBAB 0.08 M (Lampiran 7). Lebih besarnya keperluan konsentrasi TBAB air sungai dapat disebabkan karena dalam air sungai terdapat anion-anion lain yang dapat bereaksi dengan TBAB, sehingga bukan hanya ion kromat yang terekstrak, tetapi anion-anion lain dalam contoh juga ikut terekstrak, sehingga menyebabkan konsentrasi TBAB yang dibutuhkan oleh air sungai menjadi lebih besar dibandingkan dengan air deionisasi. Anion-anion tersebut adalah SO4

2-, Cl-, dan PO4

3- (Lampiran 8). TBAB dapat bereaksi sangat kuat dengan logam sianida, alkil sulfonat, sulfur oksida, anion anorganik, dan oksianion seperti CrO4

2- (Noroozifar & Khorasani-Motlagh 2003). Kedua konsentrasi TBAB yang diperoleh dari penelitian berbeda dengan yang diperoleh oleh Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) yaitu 0.02 M. Hal ini disebabkan karena perbedaan matriks dalam larutan contoh dan alat pengocokan. Pengocokan pada penelitian dilakukan dengan cara manual sedangkan Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) menggunakan rotator sebagai alat pengocok.

Pola grafik hasil penelitian juga berbeda dengan yang diperoleh oleh Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003), yaitu konsentrasi TBAB yang lebih tinggi tidak merubah serapan secara signifikan. Serapan larutan mengalami kenaikan sampai konsentrasi 0.06 M untuk air deionisasi dan 0.08 M untuk air sungai, kemudian serapan larutan turun kembali sampai konsentrasi 0.20 M. Pola grafik hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shemirani et al. (2003) yaitu serapan larutan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi ligan dan menurun setelah mencapai nilai serapan maksimum. Pengukuran selanjutnya digunakan konsentrasi TBAB 0.06 M untuk air deionisasi dan 0.08 M untuk air sungai.

Pengaruh Waktu Pengocokan

Kompleks pasangan ion krom heksavalen

dengan TBAB terbentuk melalui reaksi dua arah atau kesetimbangan. Hal ini berarti setelah kompleks terbentuk kesetimbangan, reaksi akan bergeser ke arah penguraian kompleks. Kondisi reaksi ini dipengaruhi oleh keceparan reaksi dan kestabilan hasil reaksi. Jika terjadi ketidakstabilan pada hasil reaksi, maka kompleks yang terbentuk akan mengalami penguraian kembali. Untuk mencegah hal tersebut, kompleks yang

Page 17: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

9

terbentuk diekstraksi menggunakan pelarut organik, yaitu metil isobutil keton (MIBK). Menurut Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003), kompleks pasangan ion krom heksavalen dengan TBAB lebih stabil dalam pelarut organik dibandingkan dengan air. MIBK merupakan pelarut yang baik untuk mengekstrak CrVI-TBAB sehingga dalam MIBK kompleks CrVI-TBAB tidak akan mengalami penguraian kembali. Kesetimbangan reaksi antara krom heksavalen dengan TBAB akan memerlukan waktu. Pengujian pengaruh waktu dilakukan dengan memvariasikan waktu pengocokan mulai dari 0 menit sampai 20 menit pada contoh yang berbeda yaitu air deionisasi dan air sungai (Gambar 5).

Gambar 5 menunjukkan hubungan pengaruh waktu pengocokan terhadap serapan larutan. Serapan krom heksavalen pada air deionisasi mencapai serapan maksimum pada waktu pengocokan 10 menit, sedangkan pada air sungai memberikan serapan maksimum pada waktu pengocokan 5 menit (Lampiran 9). Waktu pengocokan air deionisasi dua kali lebih lama dibandingkan dengan air sungai. Hal ini disebabkan karena konsentrasi TBAB yang digunakan air sungai lebih besar dibandingkan dengan air deionisasi, sehingga waktu yang diperlukan untuk reaksi pembentukan kompleks antara ion kromat dengan TBAB menjadi lebih singkat. Pengukuran selanjutnya digunakan waktu pengocokan 10 menit untuk air deionisasi dan 5 menit untuk air sungai.

Gambar 5 Hubungan waktu pengocokan

dengan serapan larutan Waktu ekstraksi yang semakin lama dapat

membuat frekuensi interaksi yang lebih besar antara fase air dan fase organik yaitu berupa tumbukan yang dialami oleh kompleks saat ekstraksi. Kompleks CrVI-TBAB akan terekstrak ke dalam MIBK, tetapi dengan lamanya waktu ekstraksi, kompleks yang terbentuk akan terurai kembali ke dalam fase air karena adanya tumbukan antara fase air dan fase organik. Akibatnya, semakin lama

waktu ekstraksi maka penguraian dalam fase air akan semakin besar dan menyebabkan serapan semakin berkurang. Waktu ekstraksi yang lama akan mengganggu proses pembentukan kompleks.

Pengaruh Banyaknya Pengocokan

Ekstraksi krom heksavalen dilakukan pada

dua contoh yang berbeda, yaitu air sungai dan air deionisasi. Ekstraksi krom heksavalen dalam air deionisasi dilakukan pada kondisi optimum yang telah diperoleh yaitu volume asam nitrat 3.0 ml, konsentrasi TBAB 0.06 M, dan waktu pengocokan 10 menit, sedangkan ekstraksi krom heksavalen dalam air sungai dilakukan pada volume asam nitrat 5.0 ml, konsentrasi TBAB 0.08 M, dan waktu pengocokan 5 menit. Pengujian banyaknya pengocokan dilakukan untuk melihat apakah krom heksavalen dalam contoh dapat terekstrak dengan sekali ekstraksi.

Ekstraksi dilakukan dengan mengekstrak krom heksavalen yang terdapat dalam fase air ke dalam fase organik melalui pembentukan kompleks CrVI-TBAB. Fase air hasil ekstraksi ditampung dan diekstraksi kembali. Ekstraksi dilakukan sampai nilai serapan yang terukur sangat kecil. Nilai serapan air deionisasi dan air sungai menunjukkan serapan yang sangat kecil setelah diekstraksi sebanyak tiga kali (Lampiran 10). Akan tetapi, diputuskan bahwa pengocokan dilakukan hanya sekali karena nilai serapan yang terukur pada pengocokan pertama sangat besar dan menunjukkan bahwa sebagian besar krom heksavalen telah terekstrak.

Kedua kondisi optimum yang diperoleh dari air deionisasi dan air sungai diujikan pada air Sungai Ciluar. Nilai serapan hasil pengukuran dari masing-masing kondisi optimum tertera pada Lampiran 11. Terlihat bahwa serapan hasil pengukuran dengan memakai kondisi optimum air sungai lebih besar dibandingkan dengan air deionisasi, sehingga dalam pengukuran selanjutnya digunakan kondisi optimum air sungai. Kondisi optimum yang digunakan adalah volume asam nitrat 5.0 ml, konsentrasi TBAB 0.08 M, waktu pengocokan 5 menit, dan satu kali pengocokan.

Limit Deteksi

Limit deteksi merupakan batas terkecil

yang masih dapat terdeteksi dan menghasilkan respon yang bermakna dan dapat dibedakan dari blanko. Limit deteksi hasil percobaan

Page 18: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

10

diperoleh sebesar 1.624x10-3 ppm (Lampiran 12), yang menunjukkan bahwa metode ekstraksi krom heksavalen sebagai tetrabutil amonium kromat dan pengukurannya secara spektrofotometri sinar tampak mampu mengukur kadar krom heksavalen lebih besar dari 1.624x10-3 ppm.

Limit deteksi hasil penelitian lebih tinggi dengan yang diperoleh Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003), yaitu sebesar 2.22x10-6 ppm. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan cara pengocokan. Pengocokan pada penelitian dilakukan dengan cara manual sedangkan Noroozifar & Khorasani-Motlagh (2003) menggunakan rotator sebagai alat pengocok. Perbedaan pengocokan ini akan memengaruhi interaksi antara ion kromat dengan TBAB dan memengaruhi jumlah krom heksavalen yang terekstrak. Limit deteksi yang diperoleh juga lebih tinggi dari Shemirani et al. (2003), yaitu sebesar 1.7x10-4 ppm. Namun hasil ini lebih rendah dari Martha (2004) yang melakukan pengukuran tanpa ekstraksi yaitu sebesar 3.3x10-3 ppm dan yang diperoleh oleh Wijayanti (2005) yang melakukan pengukuran dengan ekstraksi, yaitu sebesar 1.721×10-3 ppm. Limit deteksi hasil percobaan juga lebih rendah daripada limit deteksi spektroskopi serapan atom yang diperoleh oleh Li & Zou (1999) yaitu sebesar 0.4 ppm dan limit deteksi kromatografi ion sebesar 0.035 ppm (Padarauskas & Schwedt 1995).

Berdasarkan nilai limit deteksi yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa metode ini lebih baik jika dibandingkan dengan metode biasa tanpa ekstraksi, metode spekstroskopi serapan atom, dan metode kromatografi ion karena mampu menganalisis kadar krom heksavalen pada konsentrasi yang lebih kecil.

Krom Heksavalen

Krom heksavalen dalam air sungai

ditentukan dengan metode ekstraksi yang didasarkan pada pengikatan krom heksavalen dengan TBAB. Kompleks pasangan ion CrVI-TBAB mudah larut dalam MIBK, sehingga pasangan ini dapat diekstraksi ke dalam MIBK. Kekuatan mengkompleks TBAB lebih rendah dibandingkan dengan DPC sehingga kompleks CrVI-TBAB dapat diubah menjadi CrVI-DPC. Warna ungu kemerahan yang terbentuk digunakan untuk pengukuran krom heksavalen secara spektrofotometri. Besarnya konsentrasi krom heksavalen dalam air sungai Ciluar disajikan pada Gambar 6. Konsentrasi

ini diperoleh dari persamaan garis y = 2.8371x + 0.0045 dengan nilai r2 sebesar 99.52% pada kisaran pengukuran dari 0.01–0.16 ppm (Lampiran 13).

0.013

0.0210.023

0.0210.024 0.024

0.000

0.005

0.010

0.015

0.020

0.025

0.030

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

Kro

m H

eksa

vale

n (p

pm)

Gambar 6 Konsentrasi krom heksavalen pada

beberapa lokasi pengambilan contoh

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

terdapat variasi kandungan krom heksavalen dari tempat pengambilan sampel terhadap sumber (industri penyamakan kulit). Data analisis krom heksavalen secara terinci terdapat pada lampiran 10. Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa konsentrasi krom heksavalen di Sungai Ciluar dari titik 1 sampai titik 5 cenderung mengalami peningkatan, walaupun tidak signifikan. Peningkatan ini dapat disebabkan karena adanya mikroba yang dapat mengoksidasi krom trivalen menjadi krom heksavalen. Konsentrasi krom heksavalen pada titik 1 sampai 5 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (titik sebelum limbah dibuang), namun konsentrasi ini masih berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001, yaitu sebesar 0.05 ppm, sehingga Sungai Ciluar belum dikatakan tercemar. Menurut Clesceri et al. (1998), kelimpahan rata-rata krom dalam air sungai adalah 0.001 ppm dan di dalam air tanah pada umumnya sebesar 0.1 ppm, sedangkan konsentrasi krom di atas 0.003 ppm menunjukkan kemungkinan terdapat pencemaran dari limbah industri ke dalam sumber air (Water Analysis Handbook 1997). Konsentrasi krom heksavalen dalam air Sungai Ciluar pada setiap lokasi pengambilan telah melebihi nilai tersebut sehingga kemungkinan besar telah terjadi pencemaran oleh limbah industri.

Krom Total

Krom total dalam air sungai ditentukan

dengan cara contoh dioksidasi terlebih dahulu sebelum diekstraksi menggunakan serium

Page 19: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

11

(IV) sebagai oksidator. Serium (IV) dapat mengkonversi krom yang bervalensi rendah menjadi krom heksavalen. Kemampuan serium (IV) dalam mengkonversi krom sebesar 100,00% (Wijayanti 2005). Besarnya konsentrasi krom total dalam air Sungai Ciluar ditunjukkan pada Gambar 7. Konsentrasi ini diperoleh dari persamaan garis y = 3.0821x + 0.0067 dengan nilai r2 sebesar 99.32% pada kisaran pengukuran dari 0.01–0.16 ppm (Lampiran 14).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa krom total cenderung mengalami penurunan mulai dari titik 1 sampai titik 5 (Gambar 7). Penurunan ini disebabkan karena terjadinya pengenceran dan pencampuran dengan air sungai sehingga konsentrasi krom total buangan limbah industri penyamakan kulit semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Razo (2004) yang menyatakan bahwa konsentrasi logam berat akan menurun dengan semakin jauhnya jarak dari sumber (industri penyamakan kulit).

0.023

0.075

0.066

0.0510.046 0.047

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

Kro

m T

otal

(ppm

)

Gambar 7 Konsentrasi krom total pada

beberapa lokasi pengambilan contoh

Konsentrasi krom total yang terukur pada

setiap titik pengambilan sangat rendah (< 0.1 ppm). Ini terjadi karena lokasi pengambilan contoh dari sumber cukup jauh (± 400 m), sehingga banyak krom yang terbuang dan membuat konsentrasinya menjadi rendah. Selain itu, waktu pengambilan contoh terjadi pada musim hujan sehingga menyebabkan pengenceran yang sangat berarti.

Parameter Fisik dan Kimia

Air Sungai Ciluar

Pengukuran parameter fisik dan kimia air Sungai Ciluar di wilayah Bogor menunjukkan bahwa buangan limbah industri penyamakan kulit berpengaruh pada kualitas air dengan terjadinya perubahan pH, suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, dan chemical oxygen demand (COD) jika dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 15).

Derajat Kemasaman (pH)

Nilai derajat kemasaman (pH) yang diperoleh selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa pH air Sungai Ciluar berada pada kisaran 6,9–7,6.

Nilai kisaran pH pada tiap-tiap titik pengambilan sampel cenderung hampir sama. Semakin jauh dari sumber, nilai pH cenderung menurun karena pengaruh dari air sungai. Menurut pemilik industri penyamakan kulit (Zaki 15 Mei 2007, industri penyamakan ini menggunakan pH 8 untuk mengendapkan krom yang terdapat dalam limbah) sehingga buangan limbahnya menyebabkan pH air sungai meningkat. Namun, semakin menjauhi sumber, pH perairan menurun. Penurunan pH ini disebabkan karena adanya pengaruh pengenceran dari air sungai sehingga pH perairan semakin menurun.

6.9

7.97.8

7.67.5 7.5

6.46.66.8

77.27.47.67.8

8

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

pH

Gambar 8 Nilai derajat kemasaman (pH)

pada beberapa lokasi pengambilan contoh

Berdasarkan nilai pH rerata pada Gambar

8 terlihat bahwa pH air Sungai Ciluar dari semua lokasi pengambilan masih memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001, yaitu berkisar dari 6–9. Keberadaan pH di perairan penting untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-senyawa toksik. Sebagian besar zat beracun akan meningkat toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Palar 2004).

Suhu

Suhu merupakan salah satu parameter

kualitas air yang penting bagi ikan. Selain itu, suhu juga mempunyai efek yang besar terhadap toksisitas, sebab suhu akan memengaruhi kelarutan, peningkatan zat tercemar, dan pertumbuhan mikroorganisme (Sutrisno dan Suciastuti 1991).

Suhu perairan Sungai Ciluar selama pengamatan berkisar 25–26°C (Lampiran 15).

Page 20: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

12

Hasil tersebut secara umum menunjukkan bahwa perairan Sungai Ciluar masih berada dalam batas-batas yang normal untuk perairan. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20–30°C (Achmad 2004).

Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listrik dalam perairan

menunjukkan kemampuan air menghantarkan arus listrik. Konduktivitas air bergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Kenaikan padatan terlarut juga akan memengaruhi kenaikan DHL. Padatan terlarut dapat berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan dari daerah pertanian dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air. Nilai DHL air Sungai Ciluar ditunjukkan pada Gambar 9.

71.6

117.1 109.7

81.6 81.0 74.1

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

DHL

( μm

hos/

cm)

Gambar 9 Nilai daya hantar listrik (DHL)

pada beberapa lokasi pengambilan contoh

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa nilai

DHL menurun semakin menjauhi sumber. Penurunan ini disebabkan karena semakin menjauhi sumber, garam-garam dan ion-ion terlarut hasil buangan limbah semakin menurun konsentrasinya akibat adanya pengenceran dari air sungai dan menurunkan nilai DHL. Nilai DHL yang tinggi menunjukkan besarnya kemampuan perairan dalam menghantarkan listrik. Nilai DHL air Sungai Ciluar masih mencerminkan perairan yang alami, karena masih berada dalam kisaran DHL 50 – 1500 µmhos/cm (Saeni 1989).

Kekeruhan

Kekeruhan merupakan gambaran sifat

optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air. Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut seperti

lumpur dan pasir-pasir halus (Davis & Cornwell 1991). Nilai kekeruhan air Sungai Ciluar ditunjukkan pada Gambar 10.

25.1 26.029.2

35.733.1 31.6

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

Kek

eruh

an (N

TU)

Gambar 10 Nilai kekeruhan pada beberapa

lokasi pengambilan contoh

Berdasarkan Gambar 10, kekeruhan pada titik 3 jauh lebih besar dibandingkan titik lain. Besarnya kekeruhan ini karena dipengaruhi oleh kondisi laju aliran sungai. Laju aliran sungai pada titik 3 lebih tinggi dibandingkan dengan titik lain sehingga meningkatkan kekeruhan. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga akan menyebabkan laju aliran sungai menjadi tinggi dan meningkatkan kekeruhan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, kekeruhan air Sungai Ciluar telah melebihi nilai baku mutu perairan (>5 NTU).

Kandungan Bahan Organik (COD)

COD merupakan gambaran secara tidak

langsung tentang konsentrasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai COD ini biasa digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran akibat berlimpahnya bahan organik dalam perairan. Nilai COD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Hasil pengamatan nilai COD dapat dilihat pada Gambar 11.

87.36

215.04

174.72 168.00

134.40107.52

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

Kontrol Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

Contoh

CO

D (m

g/L)

Gambar 11 Nilai COD pada beberapa lokasi

pengambilan contoh

Page 21: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

13

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai COD menurun semakin menjauhi sumber (Lampiran 16). Penurunan ini disebabkan karena terjadinya pengenceran dari air sungai sehingga konsentrasi bahan organik dari pembuangan limbah menjadi semakin kecil. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, nilai COD di Sungai Ciluar sudah melebihi baku mutunya (> 100 mg/l). Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran di Sungai Ciluar cukup tinggi. Sumber bahan organik yang berperan pada Sungai Ciluar adalah pembusukan sisa kulit hasil penyamakan, limbah industri, sampah-sampah bahan makanan dan limbah rumah tangga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Metode ekstraksi krom heksavalen sebagai

tetrabutil amonium kromat dan pengukurannya secara spektrofotometri baik digunakan untuk menganalisis krom heksavalen dan krom total dalam air sungai. Metode ini mampu mengukur dengan baik kadar krom heksavalen di atas 1.624x10-3 ppm. Kondisi ekstraksi terbaik diperoleh pada volume HNO3 5.0 ml, konsentrasi TBAB 0.08 M, waktu pengocokan 5 menit dan sekali pengocokan.

Kurva standar krom heksavalen memiliki persamaan regresi linear y = 2.8371x + 0.0045 dengan nilai r2 sebesar 99.52%. Kurva standar krom total memiliki persamaan regresi linear y = 3.0821x + 0.0067 dengan nilai r2 sebesar 99.32%.

Konsentrasi krom heksavalen di Sungai Ciluar masih berada di bawah ambang batas, demikian juga parameter pH, suhu, dan daya hantar listrik. Konsentrasi rerata krom heksavalen di Sungai Ciluar sebesar 0.023 ppm (<0.05 ppm). Akan tetapi, parameter kekeruhan dan COD yang diperoleh telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dengan nilai rerata berturut-turut sebesar 31.1 NTU (>5 NTU) dan 159.94 mg/l (>100 mg/l).

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai pengaruh suhu dan kekeruhan contoh yang dapat mengganggu pembentukan kompleks pasangan ion CrVI-TBAB dalam proses ekstraksi krom heksavalen. Perlu digunakan alat pengocok rotator yang

memiliki kecepatan pengocokan yang konstan sehingga proses ekstraksi menjadi lebih sempurna. Selain itu, perlu juga diteliti kandungan krom heksavalen dan krom total di tempat lain dan sumur warga di sekitar Sungai Ciluar.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts G, Santika SS. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

Allen HE. 1995. Contaminated Aquatic Sediments. New York: Ann Arbor Press.

APHA. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th edition. Washington DC: APHA, AWWA & WEF.

Barros MASD, Arroyo PA, Sousa-Aguiar EF, Tavares CRG, Zola AS. 2002. Equilibrium and dinamics ion exchange studies of Cr3+ on zeolites NaA and NaX. Maringa 24:1619-1625

Borges SDS, Korn M, Lima JLF. 2002. Chromium (III) determination with 1,5-diphenylcarbazide based on the oxidative effect of chlorine radicals generated from CCl4 sonolysis in aqueous solution. Anal Sci 18:1361-1366

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. New York: Elsevier Sci.

Clesceri LS, Greenberg AE, Eaton AD. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th Edition, Washington DC.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI-Press.

Davis ML, Cornwell DA. 1991. Introduction to Environmental Engineering. 2nd Edition. New York: Mc-Graw-Hill, Inc.

[EPA] Environmental Protection Agency. 1998. Toxicological Review of Hexavalen Chromium: In Support of Summary Information on the Integrated Risk Information System (IRIS). Washington DC: Environmental Protection Agency

Erdem M, Tumen F. 2004. Chromium removal from aqueous solution by the ferrite process. J. Hazard. Mater 109:71-77

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius

Page 22: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

14

Fresenius S. 1992. Water Analysis. Berlin: Springer Verlag

Hanra AM, Prabhakar S. 1996. Studies on removal of cadmium from effluent by reverse osmosis. Ind J. Environ Prot 1:35-40

Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia

Juang RS, Shiau LD. 1998. Ion exchange-equilibria of metal chelate of ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) with amberlite IRA-68. Ind Eng Chem Res 37:555-560

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. KEP-S1/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, Indonesia

Kikuchi S, Kawauchi K, Kurosawa M, Honjo H, Yagishita T. 2005. Non-destructive rapid analysis discriminating between chromium (VI) and chromium (III) oxides in electrical and electronic equipment using raman spectroscopy. Analytical Sciences 21:197-198

King RB. 1994. Encyclopedia of Inorganic Chemistry. New York: John Wiley

Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B-3. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan, UI

Li ZH, Zou YQ. 1999. A comparison of chromate analyses by AA, UV-VIS spectrophotometric, and HPLC methods. Adv Environ Res 3:125-131

Long GL, Winefordner JD. 1983. Limit of detection a closer look at the IUPAC definition. Anal Chem 55:712-724

Mariana, Sanada C, Hasegawa M, Maezawa A, Uchida S. 2006. Cr (III) removal from aqueous solution by alkaline solution. J Chem Eng Japan 39:724-730

Martha F. 2004. Penetapan limit deteksi dan limit respon linear serta pengaruh oksidasi terhadap pengukuran krom dengan spektrofotometri sinar tampak. [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Matsuoka S, Nakatsu Y, Takehara K, Saputro S, Yoshimura K. 2006. On-line electrochemical oxidation of Cr(III) for the determination of total Cr by flow

injection-solid phase spectrophotometry. Anal Sci 22:1519-1524

Miller JC, Miller JN. 1991. Statistika untuk Kimia Analitik. Ed ke-2. Suroso, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB

Ndung’u K, Djane NK, Malcus F, Mathiasson L. 1999. Ultrasonic extraction of hexavalent in solid samples followed by automated anlysis using a combination of supported liquid membrane extraction and UV detection in a flow system. Analyst 124:1367-1372

Noroozifar M, Khorasani-Motlagh M. 2003. Spesific extraction of chromium as tetrabutylammonium-chromate and spectrophotometric determination by diphenylcarbazide: speciation of chromium in effluent streams. Anal Sci 19:705-708

Ouejhani A, Dachraoui M, Lalleve G, Fauvarque JF. 2003. Hexavalent chromium recovery by liquid-liquid extraction with tributylphosphate from acidic chloride media. Anal Sci 19: 1499-1504

Padarauskas A, Schwedt G. 1995. Speciation of Cr(III) and Cr(VI) and separation of common anions by ion pair chromatography with trans-1,2-diaminecyclohexane-N,N,N’,N’ tetraacetic acid. Talanta 42:693-699

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia

Potter C, Soeparwadi M, Gani A. 1994. Limbah Ragam Industri di Indonesia, Sumber, Pengendalian, dan Baku Mutu. Jakarta: EMDI-Bapedal

Razo I et al. 2004. Arsenic and heavy metal pollution of soil, water, and sediments in a semi-arid climate mining area in Mexico. Water, Air, Soil Pollut 152:129-152

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: IPB

Shemirani F, Abkenar SD, Mirroshandel AA, Niasari MS, Kozania RR. 2003.

Page 23: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

15

Preconcentration and Speciation of chromium in water samples by atomic absorption spectrometry after cloud-point extraction. Anal Sci 19: 1453-1456

Siddiqui BA. Sharma PP, Sultan M. 1999. Adsorption studies on phosphate treated saw-dust: separation of Cr(VI) from Zn2+, Ni2+ and Cu2+ and their removal and recovery from electroplating waste. Ind. J. Environ. Prot 19:846-852

Suryana A. 1988. Pentingnya kegiatan pemantauan kontaminasi dalam rangka foods safety. Makalah pada lokakarya pemantauan kontaminasi makanan. Jawa Barat: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ciloto

Sutrisno CT, Suciastuti E. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Setiono L, penerjemah. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka

Wang J, Xue B. 2006. Sequential Injection Analysis for Cr(VI) and Cr(III) with renewable surface reflection spectrophotometry. Anal Sci 22:1233-1236

Water Analysis Handbook. 1997. 3rd Edition. Colorado: HACH

Wijayanti E. 2005. Ekstraksi krom heksavalen sebagai tetrabutil amonium-kromat dan pengukuran secara spektrofotometri sinar tampak [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Page 24: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

L A M P I R A N

Page 25: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

17

Lampiran 1 Beberapa parameter baku mutu air

Parameter Satuan Golongan

A B C D

Residu terlarut ppm 1000 1000 1000 2000

Residu tersuspensi ppm 50 50 400 400

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

COD mg/l 10 25 50 100

Krom (VI) mg/l 0.05 0.05 0.05 0.1

Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001

Keterangan:

- Golongan A, air yang peruntukannya dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa

pengolahan terlebih dahulu

- Golongan B, air yang peruntukannya dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum

- Golongan C, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan

- Golongan D, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat

dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan pembangkit tenaga air

Page 26: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

18

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

Aplikasi metode

Pengambilan contoh Pengukuran parameter fisik kimia (pH, suhu, DHL, kekeruhan, dan COD)

Analisis konsentrasi krom heksavalen dan krom total

Aplikasi metode

Penentuan kondisi optimum air sungai dan air deionisasi

Pengaruh volume HNO3

Pengaruh konsentrasi TBAB

Pengaruh waktu pengocokan

Pengaruh banyaknya pengocokan

Penentuan panjang gelombang maksimum

Penentuan limit deteksi

Page 27: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

19

Lampiran 3 Peta pangambilan contoh air Sungai Ciluar

Titik 5

Titik 4

Titik 3

Titik 2

Titik 1

Kontrol

Page 28: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

20

Lampiran 4 Serapan larutan Cr6+ pada panjang gelombang 400-700 nm

Panjang gelombang Absorbans Panjang gelombang Absorbans (nm) (nm) 400 0.0006 552 0.1760 410 0.0050 556 0.1711 420 0.0101 560 0.1652 430 0.0151 564 0.1577 440 0.0204 568 0.1497 450 0.0252 572 0.1411 460 0.0298 576 0.1318 470 0.0367 580 0.1220 480 0.0496 584 0.1116 490 0.0686 588 0.1001 500 0.0934 592 0.0879 504 0.1041 596 0.0757 508 0.1149 600 0.0636 512 0.1256 610 0.0372 516 0.1361 620 0.0190 520 0.1459 630 0.0090 524 0.1545 640 0.0050 528 0.1628 650 0.0034 532 0.1697 660 0.0028 536 0.1751 670 0.0020 540 0.1782 680 0.0012 544 0.1797 690 0.0012 548 0.1790 700 0.0013

Lampiran 5 Data hasil penentuan volume HNO3 optimum

Air deionisasi

Volume HNO3 (ml) pH %T Serapan 0.0 5.16 98.6 0.0061 1.0 1.52 78.8 0.1035 3.0 1.01 75.6 0.1215 5.0 0.93 79.2 0.1013 7.0 0.76 81.6 0.0883

10.0 0.64 82.6 0.0830 15.0 0.48 91.8 0.0372

Air sungai

Volume HNO3 (ml) pH %T Serapan 0.0 6.79 96.4 0.0159 1.0 1.74 86.8 0.0615 3.0 1.22 85.6 0.0675 5.0 1.02 85.4 0.0685 7.0 0.95 89.8 0.0467

10.0 0.80 94.4 0.0250 15.0 0.69 98.3 0.0074

Page 29: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

21

Lampiran 6 Data hasil penentuan konsentrasi TBAB optimum

Air deionisasi

Konsentrasi TBAB (M) %T Serapan 0.00 100.0 0.0000 0.02 80.2 0.0958 0.04 65.6 0.1831 0.06 54.4 0.2644 0.08 62.0 0.2076 0.10 69.7 0.1568

Air sungai

Konsentrasi TBAB (M) %T Serapan 0.00 99.7 0.0013 0.02 80.6 0.0937 0.04 76.4 0.1169 0.06 67.2 0.1726 0.08 63.8 0.1952 0.10 68.2 0.1662 0.20 70.5 0.1518

Lampiran 7 Hasil analisis kualitatif anion dalam air sungai dengan metode Dames

Anion Keterangan SO4

2- + Cl- +

NO3- -

PO43- +

Keterangan: (+) : Terdapat anion yang ditandai dengan terbentuknya endapan (-) : Tidak terbentuk endapan atau cincin yang menandai anion

Page 30: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

22

Lampiran 8 Data hasil penentuan waktu pengocokan optimum

Air deionisasi

Waktu pengocokan (menit) %T Serapan 0 99.8 0.0009 3 79.8 0.0980 5 76.8 0.1146 7 73.2 0.1355

10 71.4 0.1463 15 75.8 0.1203

Air sungai

Waktu pengocokan (menit) %T Serapan 0 98.5 0.0066 3 72.4 0.1403 5 63.8 0.1952 7 72.5 0.1397

10 73.4 0.1343 15 80.4 0.0947

Lampiran 9 Data hasil penentuan banyaknya pengocokan optimum

Air deionisasi

Banyaknya pengocokan %T Serapan 1 77.0 0.1135 2 91.3 0.0395 3 98.6 0.0061

Air sungai

Banyaknya pengocokan %T Serapan 1 81.2 0.0904 2 96.8 0.0141 3 99.3 0.0031

Lampiran 10 Perbandingan hasil pengukuran serapan krom heksavalen dengan kondisi optimum

air deionisasi dan air sungai

Ulangan Serapan Air sungai Air deionisasi

1 0.1688 0.1051 2 0.1637 0.1152 3 0.1713 0.1113

Page 31: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

23

Lampiran 12 Data hasil pengukuran absorbansi larutan blanko

Ulangan %T Absorbans Ulangan %T Absorbans Blanko 1 98.6 0.0061 Blanko 5 98.6 0.0061

98.4 0.0070 98.8 0.0052 98.6 0.0061 99.0 0.0044 98.6 0.0061 98.2 0.0079

Blanko 2 98.0 0.0088 Blanko 6 98.6 0.0061 98.2 0.0079 98.8 0.0052 98.8 0.0052 99.2 0.0035 98.2 0.0079 98.4 0.0070

Blanko 3 98.4 0.0070 Blanko 7 99.3 0.0031 99.0 0.0044 98.8 0.0052 98.2 0.0079 98.4 0.0070 98.4 0.0070 98.2 0.0079

Blanko 4 99.2 0.0035 98.4 0.0070 98.8 0.0052

98.2 0.0079

Nilai limit deteksi dihitung dengan menggunakan persamaan:

mS3

C BL =

ppm10624.12.8371

101.53553C 3-3

L−×=

××=

Page 32: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

24

Lampiran 13 Data penentuan konsentrasi krom heksavalen dalam air Sungai Ciluar

Kurva standar Krom Heksavalen

No Konsentrasi standar %T Absorbans (ppm)

1 0.00 100 0.0000 2 0.01 89.2 0.0496 3 0.02 84.5 0.0731 4 0.04 78.4 0.1057 5 0.06 67.7 0.1694 6 0.08 59.6 0.2248 7 0.10 53.2 0.2741 8 0.12 45.8 0.3391 9 0.14 39.0 0.4089

10 0.16 33.8 0.4711

y = 2.8371x + 0.0045R2 = 0.9952

0.00000.05000.10000.15000.20000.25000.30000.35000.40000.45000.5000

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

Konsentrasi Cr6+ (ppm)

Abs

orba

ns

Krom Heksavalen

No. Sampel %T Absorbans Konsentrasi Krom Heksavalen (ppm)

1 Kontrol 90.8 0.0419 0.013 90.4 0.0438 0.014 91.0 0.0410 0.013

Rerata 0.013 2 Titik 1 86.3 0.0640 0.021

86.1 0.0650 0.021 86.0 0.0655 0.022

Rerata 0.021 3 Titik 2 85.2 0.0696 0.023

85.6 0.0675 0.022 85.3 0.0691 0.023

Rerata 0.023 4 Titik 3 86.4 0.0635 0.021

86.8 0.0615 0.020 86.3 0.0640 0.021

Rerata 0.021

Page 33: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

25

Lanjutan Lampiran 13 Data penentuan konsentrasi krom heksavalen dalam air Sungai Ciluar

5 Titik 4 84.6 0.0726 0.024 84.4 0.0737 0.024 84.1 0.0752 0.025

Rerata 0.024 6 Titik 5 84.8 0.0716 0.024

84.0 0.0757 0.025 84.5 0.0731 0.024

Rerata 0.024 Lampiran 14 Data penentuan konsentrasi krom total dalam air Sungai Ciluar

Kurva standar krom total

No. Konsentrasi standar %T Absorbans (ppm)

1 0.00 100 0.0000 2 0.01 87.3 0.0590 3 0.02 82.8 0.0820 4 0.04 75.6 0.1215 5 0.06 66.2 0.1791 6 0.08 57.8 0.2381 7 0.10 50.3 0.2984 8 0.12 41.9 0.3778 9 0.14 34.8 0.4584

10 0.16 31.4 0.5031

y = 3.0821x + 0.0067R2 = 0.9932

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.4000

0.5000

0.6000

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

Konsentrasi Krom Total (ppm)

Abs

orba

ns

Krom total

No. Sampel %T Absorbans Konsentrasi Krom Total (ppm)

1 Kontrol 83.0 0.0809 0.024 83.8 0.0768 0.023 83.5 0.0783 0.023

Rerata 0.023

Page 34: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

26

Lanjutan Lampiran 14 Data penentuan konsentrasi krom total dalam air Sungai Ciluar 2 Titik 1 57.8 0.2381 0.075

58.0 0.2366 0.075 57.5 0.2403 0.076

Rerata 0.075 3 Titik 2 61.8 0.2090 0.066

61.6 0.2104 0.066 61.6 0.2104 0.066

Rerata 0.066 4 Titik 3 68.2 0.1662 0.052

68.6 0.1637 0.051 68.4 0.1649 0.051

Rerata 0.051 5 Titik 4 71.0 0.1487 0.046

70.8 0.1500 0.046 70.6 0.1512 0.047

Rerata 0.046 6 Titik 5 70.6 0.1512 0.047

70.8 0.1500 0.046 70.6 0.1512 0.047

Rerata 0.047

Lampiran 15 Kondisi pengambilan contoh air

Parameter Ulangan Kontrol Titik 1

Titik 2

Titik 3

Titik 4

Titik 5

Derajat kemasaman (pH) 1 6.9 7.9 7.7 7.7 7.5 7.5 2 6.9 7.9 7.8 7.5 7.5 7.6 3 6.9 7.9 7.8 7.5 7.5 7.5

Rerata 6.9 7.9 7.8 7.6 7.5 7.5 Suhu air (°C) 1 25.0 26.0 26.0 25.5 26.0 26.0

2 25.5 26.0 26.0 26.0 26.0 25.5 3 25.0 26.0 25.5 25.5 25.5 25.5

Rerata 25.2 26.0 25.8 25.7 25.8 25.7 Suhu udara (°C) 1 27.0 26.5 26.0 27.0 27.0 26.5

2 27.0 26.5 26.0 27.0 27.0 26.5 3 27.0 26.5 26.0 27.0 27.0 26.5

Rerata 27.0 26.5 26.0 27.0 27.0 26.5 DHL (µmhos/cm) 1 71.7 115.1 109.1 81.7 80.5 74.0

2 71.5 118.2 110.8 81.5 81.0 74.1 3 71.6 117.9 109.2 81.6 81.4 74.3

Rerata 71.6 117.1 109.7 81.6 81.0 74.1 Kekeruhan (NTU) 1 25.1 26.9 28.6 35.7 33.1 31.3

2 26.0 25.1 29.5 36.6 33.9 32.2 3 24.2 26.0 29.5 34.8 32.2 31.3

Rerata 25.1 26.0 29.2 35.7 33.1 31.6

Page 35: EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL … · ajaran 2007/2008, asisten praktikum matrikulasi Kimia Dasar Diploma tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan Diploma tahun ajaran

27

Lampiran 16 Data penentuan nilai Chemical Oxygen Demand (COD)

Standardisasi larutan FAS

Ulangan Volume FAS (ml) N FAS awal akhir terpakai

1 0.00 6.20 6.20 0.2016 2 6.20 12.40 6.20 0.2016 3 12.40 18.60 6.20 0.2016

Rerata 0.2016 Nilai COD

Sampel Ulangan Volume FAS (ml) COD Awal Akhir Terpakai (mg/l)

Blanko 1 30.00 31.20 1.20 - 2 31.20 32.40 1.20 -

3 32.40 33.60 1.20 - Kontrol 1 20.00 21.00 1.00 80.64

2 21.00 21.95 0.95 100.80 3 21.95 22.95 1.00 80.64

Rerata 87.36 Titik 1 1 3.40 4.10 0.70 201.60

2 4.10 4.70 0.60 241.92 3 4.70 5.40 0.70 201.60

Rerata 215.04 Titik 2 1 5.50 6.30 0.80 161.28

2 6.30 7.10 0.80 161.28 3 7.10 7.80 0.70 201.60

Rerata 174.72 Titik 3 1 8.00 8.80 0.80 161.28

2 8.80 9.50 0.70 201.60 3 9.50 10.35 0.85 141.12

Rerata 168.00 Titik 4 1 11.00 11.90 0.90 120.96

2 11.90 12.70 0.80 161.28 3 12.70 13.60 0.90 120.96

Rerata 134.40 Titik 5 1 13.80 14.75 0.95 100.80

2 14.75 15.65 0.90 120.96 3 15.65 16.60 0.95 100.80

Rerata 107.52