EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI … · lebih tinggi pada karsinoma adenum asinus...
Transcript of EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI … · lebih tinggi pada karsinoma adenum asinus...
1
TESIS
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM
ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI
DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH
NI MADE MAHASTUTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
TESIS
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM
ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI
DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH
NI MADE MAHASTUTI
NIM 1114098201
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM
ASINUS DERAJAT TINGGI DIBANDINGKAN
DENGAN DERAJAT RENDAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI MADE MAHASTUTI
NIM 1114098201
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 AGUSTUS 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. AAAN. Susraini, Sp.PA (K) dr. Herman Saputra, Sp.PA (K)
NIP. 195903131989012001 NIP. 197303112002121002
Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi
FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)
NIP. 196502011996012001
iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji
Tesis Ini Telah Diuji
pada 5 Agustus 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor 1969/UN 14.4/HK/2015, tanggal 1 Juli 2015
Ketua : dr. AAAN. Susraini, SpPA (K)
Anggota :
1. dr. Herman Saputra, Sp.PA (K)
2. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)
3. dr. I Ketut Mulyadi, Sp.PA (K)
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat, rahmat dan
anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis
sangat menyadari bahwa penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan tesis
ini tanpa bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini, perkenankanlah
penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan kepada dr. AAAN. Susraini, Sp.PA (K) selaku pembimbing I
dan Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Periode 2014-2018,
dr. Herman Saputra, Sp.PA (K) selaku pembimbing II dan dosen pengajar
Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana yang telah memberikan bimbingan, masukan dan pengarahan dan
koreksi selama menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam
penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang
tidak terhingga dan penghargaan kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra
Dewi, SpPA (K) sebagai Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana periode 2014-2018 sekaligus
tim penguji yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
pendidikan spesialisasi, memberikan bimbingan, masukan dan pengarahan
selama menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam penyelesaian tesis
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk dr. I Ketut
vii
Mulyadi, Sp.PA (K) dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD sebagai
tim penguji yang telah banyak sekali membantu penulis dengan
memberikan bimbingan, dorongan, semangat, masukan, saran dan koreksi
dari awal pendidikan hingga selesainya tesis ini. Selain itu penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD,
FINASIM dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr.
dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes yang memberikan kesempatan dan
fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister
Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas
Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A.
Raka Sudewi, Sp.S (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc,Sp.GK selaku Ketua Program
Studi Ilmu Biomedik (Combined Degree) Program Pascasarjana
Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti
program pendidikan Combined Degree.
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di
Bagian Ilmu Patologi Anatomi dan melakukan penelitian di RSUP
Sanglah Denpasar.
viii
5. dr. Moestikaningsih, Sp.PA (K) sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana periode
2009-2014 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
pendidikan spesialisasi, memberikan petunjuk, nasehat serta dukungan
yang luar biasa selama menjalani pendidikan spesialisasi.
6. dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K) selaku Kepala Instalasi
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, yang
telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi,
memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat selama menjalani pendidikan
spesialisasi dan memberikan fasilitas dan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian ini.
7. dr. Ni Wayan Winarti, Sp.PA, sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar periode 2009-2014 yang telah memberikan kesempatan
mengikuti program pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan
selama menjalani pendidikan spesialisasi.
8. Seluruh staf dosen/pengajar di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan seluruh dosen
Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang
telah membimbing, memberikan masukan, nasehat, petunjuk dan bekal
pendidikan dari awal pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.
ix
9. dr. Kadek Pramesti Dewi, Sp.PA dan dr. Maharini Rahayu, Sp.PA dan dr.
Ni Wayan Armerinayanti yang telah banyak memberikan masukan dan
saran serta dorongan semangat selama penulis menyelesaikan tesis ini.
10. Drs. I Ketut Tunas, Msi, yang telah membantu dan memberi masukan
saran dalam pengolahan data dan statistik mulai dari awal hingga akhir
penulisan tesis ini.
11. Seluruh rekan-rekan sejawat residen dan senior residen Patologi Anatomi
Universitas Udayana atas bantuan, bimbingan dan kerjasamanya selama
ini serta kepada seluruh staf karyawan di Bagian/SMF Patologi Anatomi
FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan kerjasamanya selama
ini.
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila selama
menjalankan pendidikan spesialisasi dan selama proses penyelesaian tesis ini
penulis banyak membuat kesalahan yang membuat pembimbing, tim penguji dan
seluruh staf dosen merasa tidak nyaman.
Ungkapan terima kasih yang sebesar besarnya penulis sampaikan
kepada suami tercinta drg. Gd Indra Sucipta Maker, SpProst serta anak-anakku
tercinta Putu Shintadewi Indrastuti dan Made Satyadharma Indraswara atas
pengertian dan dukungannya selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi ini.
Terimakasih yang besar juga penulis sampaikan kepada orang tua Drs . I Ketut
Medan dan ibu Wayan Karniadi, SE serta dr. Made Maker, SpF dan
dr. Moestikaningsih, SpPA(K) , begitupula seluruh keluarga besar atas doa serta
dukungan dan dorongan semangatnya. Kakak dan adik tercinta Ni Putu Maharani
x
dan I Nyoman Mahardika, ST atas dukungan dan bantuannya, serta semua pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Denpasar, Agustus 2015
Penulis
xi
ABSTRAK
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA ADENUM ASINUS PROSTAT DERAJAT TINGGI
DIBANDINGKAN DENGAN DERAJAT RENDAH Agresivitas karsinoma adenum asinus prostat salah satunya ditentukan oleh peningkatan derajat diferensiasi yang dinilai berdasarkan skor Gleason. Peningkatan agresivitas ini diiringi oleh peningkatan kemampuan invasi dan metastasis yang merupakan salah satu penyebab kematian karena kanker. Matriks metalloproteinase-9 merupakan salah satu enzim proteolitik yang terlibat pada proses invasi dan metastasis karsinoma prostat. Beberapa penelitian yang menghubungkan MMP-9 dengan agresivitas karsinoma prostat yang dinilai berdasarkan skor Gleason tampaknya masih menunjukkan ketidaksesuaian hasil. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa ekspresi matriks metalloproteinase-9 lebih tinggi pada adenokarsinoma tipe asinus derajat tinggi dibandingkan dengan derajat rendah pada prostat.
Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Sampel penelitian adalah sediaan blok parafin dari penderita karsinoma adenum prostat derajat tinggi dan derajat rendah yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar dari tanggal 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2014. Dilakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 pada masing-masing 18 sampel karsinoma adenum prostat derajat tinggi dan rendah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Mann-Whitney dengan kemaknaan α=0,05.
Ekspresi MMP-9 pada kelompok derajat tinggi lebih tinggi dibandingkan derajat rendah (U=13,5 dan p= 0,001) dengan median ekspresi MMP-9 kelompok derajat tinggi adalah 7,5 (6,0-9,0) dan derajat rendah adalah 4,0 (2,0-6,0). Distribusi kasus karsinoma adenum asinus prostat menunjukkan jumlah kasus terbanyak berada pada kelompok umur 60-69 tahun (55,55%).
Pemeriksaan ekspresi MMP-9 penting dilakukan untuk menentukan tingkat agresivitas tumor yang didasarkan pada derajat diferensasi tumor sehingga dapat direncanakan terapi yang lebih efektif.
Kata kunci: karsinoma adenum asinus prostat, derajat tinggi, derajat rendah, ekspresi MMP-9.
xii
ABSTRACT
EXPRESSION OF MATRIX METALLOPROTEINASE-9 WAS HIGHER IN HIGH GRADE COMPARED WITH LOW GRADE ACINAR
ADENOCARCINOMA OF PROSTATE
The aggressiveness of acinar adenocarcinoma prostate determined by an increase in the degree of differentiation assessed by Gleason score. Increased aggressiveness is accompanied by an increase in the ability of invasion and metastasis, which is one cause of cancer death. MMP-9 is one of the proteolytic enzymes involved in the process of invasion and metastize of prostate carcinoma.Some studies linking MMP-9 with aggressiveness of acinar adenocarcinoma prostate that based on Gleason score still show conflicting result. This study aimed to prove that the expression of MMP-9 in high grade was higher compared with low grade acinar adenocarcinoma of prostate.
This study was performed using a cross sectional analytical method. Samples of this study were parafin blocks supply gathered from high grade and low grade acinar adenocarcinoma prostate that had been studied histophatologically at Pathology Anatomy Department Udayana University/ RSUP Sanglah Denpasar and private laboratory, Prima Medika in Denpasar from 1st January 2012 to 31st December 2014. Immunohistochemical staining of MMP-9 was performed in each of the 18 samples of high and low degree adenocarcinoma that met the inclusion and exclusion criteria. The study result was then analyzed by Mann-Whitney test with significancy level at α=0.05.
MMP-9 immunoreactivity was significantly higher in high grade than low grade (p=0.001), with the MMP-9 expression median of 7.5 (6.0-9.0) on high grade and 4.0 (2.0- 6.0) on low grade. The highest number of cases was in the 60-69 years age group (55.55%).
MMP-9 expression was an important examination to determine the level of tumour aggresiveness that were predetermined by its grade for more effective therapies.
Keywords: acinar adenocarcinoma prostate, high grade, low grade, MMP-9 expression.
xiii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ...................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................ iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................... xi
ABSTRACT ................................................................................. xii
DAFTAR ISI ................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................ xviii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... xix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................. xxii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ xxv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 5
xiv
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 5
1.4.1 Manfaat Akademik ................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................. 7
2.1 Struktur Normal dan Fungsi Prostat .................................. 7
2.1.1 Anatomi Makroskopik Prostat ................................. 7
2.1.2 Anatomi Mikroskopik Prostat Dewasa ..................... 9
2.1.3 Fungsi Prostat .......................................................... 10
2.2 Adenokarsinoma Asinar Prostat ......................................... 10
2.2.1 Epidemiologi ........................................................... 10
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko ....................................... 13
2.2.3 Gambaran Klinik ..................................................... 15
2.2.4 Patogenesis Adenokarsinoma Prostat ........................ 15
2.2.5 Morfologi dan Grading Karsinoma Invasif ............... 21
2.2.6 Marka Biologi Adenokarsinoma Asinar Prostat ........ 29
2.3 Matriks Metalloproteinase .................................................... 32
2.3.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum MMP ................... 32
2.3.2 Peranan MMPs pada Karsinoma Prostat ................... 37
2.3.3 MMP-9 dan Peranannya pada Karsinoma Prostat ..... 39
xv
2.3.4 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Prostat ................ 49
2.4 Imunohistokimia .................................................................. 50
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ............................................................................. 53
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................... 53
3.2 Konsep Penelitian ............................................................... 56
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................. 56
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................... 57
4.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 57
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 58
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 58
4.4 Penentuan Sumber Data ....................................................... 58
4.4.1 Populasi ................................................................... 58
4.4.1.1 Populasi Target ............................................. 58
4.4.1.2 Populasi Terjangkau...................................... 58
4.4.2 Sampel ..................................................................... 59
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................... 59
4.4.3.1 Kriteria Inklusi .............................................. 59
4,4.3.2 Kriteria Ekslusi ............................................. 59
xvi
4.4.4 Besar Sampel ........................................................... 59
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel .................................... 60
4.5 Variabel Penelitian .............................................................. 61
4.5.1 Klasifikasi Variabel ................................................. 61
4.5.2 Definisi Operasional Variabel .................................. 61
4.6 Bahan Penelitian ................................................................. 64
4.7 Instrumen Penelitian ........................................................... 65
4.8 Prosedur Penelitian ............................................................. 65
4.8.1 Cara Pengumpulan .................................................. 65
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan .................................... 67
4.8.3 Alur Penelitian ......................................................... 70
4.9 Analisis Data ....................................................................... 72
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................... 73
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ........................................... 73
5.2 Ekspresi MMP-9 .................................................................. 75
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................. 78
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ........................................... 78
6.2 Hubungan Ekspresi MMP-9 pada adenokarsinoma Asinar Prostat
Derajat Tinggi dan Rendah ........................................................ 79
xvii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................... 84
7.1 Simpulan .................................................................. 84
7.2 Saran ........................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 85
DAFTAR LAMPIRAN................................................................. 90
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria untuk Gleason Grading .................................... 23
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Ekspresi MMP-9 .................. 74
Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan umur dan diagnosis histopatologi
.................................................................................... 74
Tabel 5.3 Perbandingan ekspresi MMP-9 antar kelompok ............. 75
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Zona pada Prostat ..................................................................... 8
Gambar 2.2 Kelenjar Prostat Normal dengan Lapisan Sel Sekretori dan Sel Basal
................................................................................................. 10
Gambar 2.3 Mekanisme androgen-dependent progression dan androgen-
independent progression pada karsinogenesis adenokarsinoma asinar
prostat ....................................................................................... 17
Gambar 2.4 a. Fokus kecil adenokarsinoma asinar prostat diantara kelenjar jinak
berukuran besar ......................................................................... 22
Gambar 2.4 b. Kelenjar ganas berukuran kecil dengan inti besar, anak inti
menonjol dan sitoplasma gelap, bila dibandingkan dengan kelenjar
jinak besar .................................................................................. 22
Gambar 2.5 Gambar skematik Gleason Grading System ............................... 24
Gambar 2.6 Adenokarsinoma asinar prostat Gleason pattern 1 .................... 26
Gambar 2.7 Adenokarsinoma asinar prostat Gleason pattern 2 .................... 26
Gambar 2.8 Adenokarsinoma asinar prostat Gleason pattern 3 .................... 27
Gambar 2.9 Adenokarsinoma asinar prostat Gleason pattern 4 .................... 27
Gambar 2.10 Adenokarsinoma asinar prostat Gleason pattern 5 .................. 28
xx
Gambar 2.11 Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal
................................................................................................. 36
Gambar 2.12 Peranan MMP pada progresi kanker prostat............................. 38
Gambar 2.13 Interaksi antara MMP-2, -7, -9 dan -14 pada perkembangan kanker
prostat ....................................................................................... 39
Gambar 2.14 Struktur MMP-9 (Gelatinase B) .............................................. 40
Gambar 2.15 Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel
radang PMN sel tumor dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas
genetik. melalui degradasi matriks ekstraseluler (ECM), pelepasan
dan aktivasi kemokin, sitokin dan growth factor ....................... 42
Gambar 2.16 Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9
................................................................................................. 44
Gambar 2.17 Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/
stroma onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis
................................................................................................. 45
Gambar 2.18 Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor .............. 46
Gambar 2.19 a. Pulasan positif lemah MMP-9 pada hyperplasia kelenjar prostat
................................................................................................. 50
Gambar 2.19 b. Pulasan positif kuat MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel
stroma ..................................................................................... 50
xxi
Gambar 2.20 Pengecatan imunohistokimia metode langsung ......................... 52
Gambar 2.21 Pengecatan imunohistokimia metode tidak langsung ................ 52
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian ........................................................... 56
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ...................................................... 57
Gambar 5.1 MMP-9 pada Adenokarsinoma Asinar Prostat Derajat Rendah ...
................................................................................................ 76
Gambar 5.2 MMP-9 pada Adenokarsinoma Asinar Prostat Derajat Rendah ...
................................................................................................ 76
Gambar 5.3 MMP-9 pada Adenokarsinoma Asinar Prostat Derajat Tinggi
................................................................................................ 77
xxii
DAFTAR SINGKATAN
ACT = α-1-Anti-Chymotrypsin
AMACR = Alpha-Methylacyl-CoA Racemase
AMG = α-2-Macroglobulin
APC = Adenomatous Polyposis Colli
AR = Androgen Receptor
BPH = Benign Prostatic Hyperplasia
BRCA2 = Breast Cancer Antigen 2
BS = Buffer Saline
CAG = Cytosine Adenine Guanine
CSMD 1 = CUB and Sushi Multiple Domain 1
DHT = Dihydrotestosterone
DNA = Deoxyribonucleic Acid
DRE = Digital Rectal Examination
ECM = Extra Cellular Matrix
EGFR = Epidermal growth factor receptor
EMT = Epithelial to Mesenchymal Transition
ETS = E26 Transformation-Specific
xxiii
EZH-2 = Enhancer of Zeste-2
FGF = Fibroblast Growth Factor
GSTP1 = Glutathione S-Transferase 1
H&E = Hematoksilin dan Eosin
IL = Interleukin
ISH = In situ Hybridization
MLH1 = MutL Homolog 1
MMP = Matrix Metalloproteinase
MT-1 MMP = Membrane Type-1 Matrix Metalloproteinase
PBS = Phosphate Buffer Saline
PCA = Prostate Cancer Gene
PCR = Polymerase Chain Reaction
PDEF = Prostate Derived ETS Factor
PI-3K = Phosphatidylinositol-3-Kinase
PIN = Prostatic Intraepithelial Neoplasia
PSA = Prostate Spesific Antigen
PSAD = Prostate-Spesific Antigen Density
PSMA = Prostate Spesific Membrane Antigen
PTEN = Phospatase and Tensin Homolog
xxiv
RB = Retinoblastoma
RNA = Ribonucleic Acid
SDF = Stroma Derived Factor
SRD5A2 = Steroid 5-Alpha Reductase Type II
TGFβ = Transforming Growth Factor β
TIMP = Tissue Inhibitors of Matrix Metalloproteinases
TMPRSS2 = Transmembrane Protease Serine 2
TURP = Transurethral Resection of the Prostate
uPA = urokinase-type Plasminogen Activator
VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Karakteristik ekspresi MMP dan TIMP pada kanker prostat ..... 90
Lampiran 2. Keterangan Kelaikan Etik ......................................................... 93
Lampiran 3. Amandemen Keterangan Kelaikan Etik ..................................... 94
Lampiran 4. Surat Ijin .................................................................................. 95
Lampiran 5. Amandemen Surat Ijin ............................................................... 96
Lampiran 6. Data Subyek Penelitian ............................................................. 97
Lampiran 7. Uji Normalitas Data Umur dan MMP-9 ..................................... 98
Lampiran 8. Uji Mann-Whitney Data MMP-9 antar Derajat Tumor ............... 98
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular
semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola
hidup dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini.
Salah satu kanker yang peningkatannya cukup signifikan beberapa tahun terakhir
ini adalah kanker prostat.
Karsinoma prostat khususnya karsinoma adenum asinus prostat merupakan
keganasan yang paling sering ditemukan pada laki-laki dan penyebab kematian
karena kanker kedua di dunia barat (Eipstein et al., 2011). Setiap tahunnya tercatat
10.000 pasien meninggal dunia akibat kanker prostat di Inggris (Jemal et al.,
2008; Bickers dan Aukim-Hastie, 2009;). Sementara di Amerika Serikat tercatat
28.600 kematian dari 186.000 kasus baru pada tahun 2008. Peningkatan jumlah
kematian karena karsinoma prostat di dunia terjadi pada tahun 1990 hingga 2010
dimana jumlah kematian meningkat dari 156.000 hingga 256.000 (Lozano et al.,
2012). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2009, karsinoma adenum asinus prostat
berada di peringkat ke sepuluh dari seluruh keganasan dan merupakan peringkat
pertama dari keganasan yang paling sering terjadi pada laki-laki. Berdasarkan data
registrasi kanker berbasis patologi pada tahun 2009 di Denpasar, karsinoma
2
adenum asinus prostat berada pada peringkat ketujuh dan merupakan peringkat
pertama keganasan pada laki-laki (Anonim, 2009).
Karsinoma prostat merupakan keganasan yang cukup menakutkan karena
gejala awalnya seringkali tidak spesifik sehingga penderita cenderung datang
untuk berobat pada stadium yang sudah lanjut. Dikatakan 75% penderita dapat
hidup dalam 10 tahun bila saat didiagnosis ditemukan kanker yang terbatas pada
organ prostat, 55% bila mengalami perluasan regional dan 15% bila telah
mengalami metastasis jauh (Raphael, 2010).
Kemampuan invasi dan metastasis suatu karsinoma sangat penting pada
progresivitas dan agresivitas sel ganasnya karena merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian akibat kanker (Xu et al., 2010). Pada karsinoma prostat
khususnya adenokarsinoma asinar, agresivitas ini ditentukan oleh derajat tumor
yang dinilai berdasarkan skor Gleason. Semakin besar nilai skor Gleason maka
semakin buruk dan agresif sifat tumor tersebut. Perubahan fenotip sel kanker
menjadi agresif umumnya berhubungan dengan perilaku invasif dan melibatkan
peningkatan ekspresi proteinase yang mampu merusak komponen matriks
ekstraselular sehingga memudahkan penyebaran sel kanker (Gong et al., 2014).
Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kelompok endopeptidase yang
tergantung pada zinc dan terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular baik pada
proses fisiologis maupun patologis. Pada keadaan fisiologis MMP membantu
proses morfogenesis, angiogenesis, dan perbaikan jaringan. Sementara pada
proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, arthritis dan kanker.
Berdasarkan struktur, MMP diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu
3
archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable MMPs. Diantara
semua kelompok MMP, MMP-9 (Gelatinase B) lebih banyak mendapat perhatian
karena aktivitas dan regulasinya lebih kompleks dibandingkan MMP yang lain
(Gong et al., 2014).
Pada karsinoma prostat MMP-9 mengalami regulasi melalui interaksi antara
sel tumor dengan lingkungan mikro di sekitarnya seperti sel stroma, sel endotel,
dan sel radang. Peranan sel radang seperti makrofag, netrofil, sel mast sel
dendritik dan sel T pada inisiasi dan progresi tumor sudah sangat diakui. Sel
tumor mampu menghasilkan faktor-faktor pro-inflamasi dan MMP yang berperan
pada agresivitas tumor (Deryugina dan Quigley, 2006). Co-culture sel tumor
dengan sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di
sel tumor dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Selain itu, co-
culture sel tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9
dan kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel
endotel dimana aktivasinya dilakukan melalui jalur TGF-β. CXC chemokin
receptor-4 (CXCCR4) adalah sitokin lain yang berperan penting pada metastasis
karsinoma prostat melalui peningkatan regulasi VEGF dan MMP-9 baik secara in
vitro maupun in vivo. Hal ini semakin menguatkan bukti bahwa sitokin dan faktor
pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel tumor, endotel dan sel radang di
lingkungan mikro tumor bersama-sama meregulasi ekspresi MMP-9 melalui jalur
autokrin maupun parakrin (Gong et al., 2014).
Matriks metalloproteinase-9 pada karsinoma prostat terlibat pada semua
tahap progresivitas sel kanker mulai dari proliferasi, angiogenesis, apoptosis,
4
epithelial-mesenchymal transition (EMT) dan metastasis (Gong et al., 2014).
MMP-9 mampu mendegradasi matriks ekstraselular dari stem cell niche yang
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk stem cell niche menjadi bentuk
bebas yang selanjutnya meningkatkan promosi c-KIT terkait proliferasi sel. Proses
angiogenesis pada karsinoma prostat dipicu melalui mobilisasi dan aktivasi
mitogen angiogenik dari matriks penyimpanannya. Proses ini difasilitasi oleh
MMP-9 yang tidak terikat TIMP-1 yang sekaligus mampu melepaskan faktor
pertumbuhan FGF dan VEGF dari matriks. Proses metastasis dimudahkan oleh
kemampuan sel tumor untuk berubah dari bentuk sel epitel yang tidak mampu
bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak (EMT). MMP-9
dikatakan juga terlibat pada proses ini (Farina dan Mackay, 2014).
Beberapa penelitian yang menghubungkan ekspresi MMP-9 dengan derajat
diferensiasi berdasarkan skor Gleason sudah pernah dilakukan, diantaranya
penelitian oleh Castellano, et al (2008) dan Trudel, et al (2010) menemukan
bahwa ekspresi kuat MMP-9 erat hubungannya dengan skor Gleason yang tinggi.
Penelitian lain yang menilai tingkat ekspresi MMP-9 pada sel kanker prostat
menemukan terjadi peningkatan ekspresi MMP-9 seiring dengan meningkatnya
skor Gleason namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara tumor dengan skor
Gleason 2 hingga 6 dan kanker derajat tinggi dengan skor Gleason 7 hingga 10
(Oguic et al., 2014). Penelitian lain juga menunjukkan tidak tampak hubungan
yang signifikan antara kadar MMP-9 serum dengan skor Gleason (Incorvaia et
al., 2007; Gonzales et al., 2010).
5
Meskipun penelitian yang menghubungkan MMP-9 dengan derajat
diferensiasi sudah pernah dilakukan namun masih terdapat ketidaksesuaian hasil.
Di samping itu, penelitian yang menghubungkan antara agresivitas karsinoma
adenum asinus prostat yang ditentukan berdasarkan skor Gleason dengan MMP-9
sampai saat ini belum pernah dilakukan di Bali, sehingga sangat menarik untuk
dilakukan penelitian tersebut agar dapat memahami mekanisme molekular dan
keterlibatan MMP-9 pada agresivitas karsinoma tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekspresi matriks metalloproteinase-9 lebih tinggi pada karsinoma adenum
asinus prostat derajat tinggi dibandingkan dengan derajat rendah?
1.3 Tujuan Penelitian
Membuktikan bahwa ekspresi matriks metalloproteinase-9 lebih tinggi pada
karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dibandingkan dengan derajat
rendah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
1. Memberikan informasi data epidemiologi mengenai tingkat
ekspresi MMP-9 pada karsinoma adenum asinus prostat derajat
tinggi dan rendah.
6
2. Mengetahui peranan MMP-9 sebagai marka biologi prediktif
agresivitas karsinoma adenum asinus prostat.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penentuan tingkat ekspresi MMP-9 pada karsinoma adenum asinus prostat
derajat tinggi dan derajat rendah diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
penemuan target terapi.
2. Parameter prediktif biologi MMP-9 diharapkan dapat dipakai sebagai
pegangan oleh klinisi untuk dapat memberikan penjelasan kepada pasien
karsinoma adenum asinus prostat tentang kemungkinan kekambuhan dan
metastasis.
7
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur Normal Prostat
2.1.1 Anatomi Makroskopik Prostat
Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan
bentuk menyerupai corong dan posisi melingkari kandung kemih serta uretra.
Bagian apeksnya terletak di atas diafragma urogenital sementara bagian basal
prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Pada bagian posterior, prostat
dipisahkan dengan rektum oleh selapis jaringan ikat tipis yang disebut sebagai
Denonvilliers fascia. Uretra pars prostatika berjalan secara vertikal pada bagian
tengah prostat yang kemudian berbelok ke anterior setingkat verumontanum
(Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011).
Parenkim prostat dewasa dibagi menjadi empat zona anatomi dan biologi
yang berbeda yaitu zona perifer, sentral, transisional dan area stroma
fibromuskular anterior (Gambar 2.1). Perbedaan zona ini mempengaruhi jenis lesi
pada prostat. Lesi hiperplasia paling sering terjadi di zona transisional sedangkan
keganasan lebih sering terjadi di zona perifer (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein
et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015).
Aliran darah pada prostat berasal dari arteri vesika inferior yang merupakan
cabang dari arteri iliaka interna dan berakhir pada arteri uretral dan kapsular
(Eipstein et al., 2011).
8
Aliran limfatik pada prostat terdiri dari jaringan limfatik intraprostatika yang
mengalir menuju kelenjar getah bening obturator kemudian ke kelenjar getah
bening iliaka interna. Sejumlah kecil drainase limfatik mengalir ke kelenjar getah
bening presakral dan kelenjar getah bening iliaka eksterna. Pada 4% kasus
prostatektomi radikal ditemukan adanya aliran limfatik yang tidak umum yang
menuju ke kelenjar getah bening periprostatika maupun ke kelenjar getah bening
perivesikula seminalis (Eipstein et al., 2011).
Gambar 2.1 Zona pada prostat (PZ: peripheral zone/zona perifer;TZ: transisional zone/zona
transisional; CZ: central zone/zona sentral) (Eipstein et al., 2011)
Prostat memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis yang berasal dari
pleksus pelvis. Nervus-nervus ini berjalan bersama-sama dengan arteri kapsularis
yang kemudian menembus prostat. Serat parasimpatis berjalan menuju asini dan
menstimulasi sekresi sedangkan serat simpatis menyebabkan terjadinya kontraksi
dari outer band capsular dan otot polos intraprostatika (Eipstein et al., 2011).
9
2.1.2 Anatomi Mikroskopik Prostat Dewasa
Prostat terdiri dari epitel kelenjar dan stroma fibromuskular. Sistim duktus dan
kelenjar prostat tersusun dalam pola arsitektur yang kompleks. Duktus terdiri dari
struktur tubular bercabang yang memanjang yang kemudian berakhir pada asini.
Duktus pada potongan melintang tidak dapat dibedakan dengan asini. Permukaan
luminal dari kelenjar prostat yang jinak memiliki kontur yang bergelombang
dengan papillary infolding (Gambar 2.2) (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et
al., 2011).
Epitel normal kelenjar prostat memiliki dua lapis sel yaitu lapisan sel luminal
atau sel sekretori dan lapisan sel basal. Pada epitel normal kelenjar prostat juga
terdapat tipe sel lainnya yaitu sel neuroendokrin, namun sel ini jarang ditemukan
dan biasanya hanya dapat ditemukan dengan pewarnaan khusus dan
imunohistokimia. Sel sekretori berbentuk kolumnar yang menghadap ke lumen
kelenjar dan memiliki sitoplasma yang jernih karena mengandung vakuola
sekretori yang jernih serta memiliki inti berukuran kecil berbentuk bulat dengan
kromatin halus yang tesebar dan biasanya tidak terlihat memiliki anak inti. Sel
basal terletak di bagian tepi dari kelenjar diantara sel sekretori dan membrana
basalis, biasanya berbentuk bulat namun dapat pula berbentuk flat, kuboid,
triangular atau menyerupai cerutu (cigar-shaped) dengan aksis panjangnya paralel
dengan membrana basalis. Sel basal memiliki sitoplasma yang sedikit dan
memiliki inti yang hiperkromatik dan berukuran kecil (Eipstein dan Netto, 2010;
Eipstein et al, 2011).
10
Gambar 2.2 Kelenjar prostat normal dengan lapisan sel sekretori dan sel basal
(Eipstein dan Lotan, 2015) 2.1.3 Fungsi Prostat
Fungsi utama kelenjar prostat adalah membentuk sekret yang menyusun setengah
dari volume cairan ejakulasi. Manfaat biologis yang pasti dari substansi biokimia
yang disekresikan ke dalam plasma seminal masih belum diketahui dengan jelas
(Eipstein et al., 2011).
2.2 Karsinoma adenum asinus prostat
2.2.1 Epidemiologi
Karsinoma adenum asinus prostat merupakan tumor ganas epithelial yang
mengandung sel sekretori (Sakr et al., 2004). Karsinoma ini paling sering terjadi
pada laki-laki dan merupakan peringkat kedua penyebab kematian yang
disebabkan karena karsinoma pada laki-laki. Setiap tahunnya tercatat 10.000
pasien meninggal dunia akibat karsinoma adenum asinus prostat di Inggris
(Bickers dan Aukim-Hastie, 2009). Diperkirakan terdapat 28.600 kematian yang
disebabkan oleh karsinoma adenum asinus prostat di Amerika Serikat pada tahun
11
2008. Pada tahun 2007, karsinoma adenum asinus prostat menempati urutan
pertama dari seluruh keganasan pada laki-laki yaitu sebanyak 29% di Amerika
Serikat (Eipstein dan Netto, 2010). Di seluruh dunia, karsinoma adenum asinus
prostat berada pada peringkat keenam penyebab kematian karena keganasan pada
laki-laki (Eipstein et al., 2011). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2009,
karsinoma adenum asinus prostat berada di peringkat ke sepuluh dari seluruh
keganasan dan merupakan peringkat pertama dari keganasan yang paling sering
terjadi pada laki-laki. Berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologi pada
tahun 2009 di Denpasar, karsinoma adenum asinus prostat berada pada peringkat
ketujuh dan merupakan peringkat pertama keganasan pada laki-laki (Anonim,
2009).
Insiden karsinoma adenum asinus prostat sangat berubah pada dua abad
terakhir terutama dua puluh tahun terakhir. Pada pertengahan abad kedua puluh,
terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus prostat di Amerika
Serikat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya lama hidup individu,
penggunaan digital rectal examination (DRE) untuk mendeteksi karsinoma
adenum asinus prostat , dan penggunaan mikroskop cahaya untuk mendiagnosis
keganasan pada jaringan biopsi prostat atau jaringan prostat yang didapatkan dari
transurethral resection of the prostate (TURP) dan open prostatectomy sebagai
tatalaksana untuk BPH. Pada akhir abad kedua puluh jumlah pasien karsinoma
adenum asinus prostat di Amerika Serikat meningkat secara drastis dimana
insidennya meningkat sebanyak 85% yang kemudian diikuti penurunan sebanyak
12
28%. Hal ini disebabkan karena adanya pentapisan menggunakan prostate-
spesific antigen (PSA). Penurunan insiden dianggap dikarenakan deteksi
karsinoma pada stadium awal (Eipstein et al., 2011).
Secara keseluruhan terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus
prostat di seluruh dunia. Peningkatan yang paling menonjol terjadi pada negara-
negara dengan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang tinggi seperti
Amerika Serikat, namun peningkatan juga terjadi pada negara-negara dengan
insiden rendah seperti Cina dan Jepang (Eipstein et al., 2011).
Terdapat perbedaan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang sangat
bermakna diantara negara-negara dan wilayah di dunia. Insiden tertinggi terjadi di
Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, Eropa dan Karibia. Insiden tertinggi
terjadi pada laki-laki Jamaika dengan angka kejadian 300/100.000 laki-laki.
Angka kejadian karsinoma adenum asinus prostat jauh lebih rendah di Asia
dengan perbedaan insiden di Amerika Utara dengan Cina lebih dari 80 kali lipat.
Faktor genetik dan lingkungan memiliki peranan pada perbedaan ini (Eipstein et
al., 2011).
Tingginya prevalensi karsinoma adenum asinus prostat terutama pada laki-
laki berusia lanjut menimbulkan anggapan bahwa karsinoma adenum asinus
prostat merupakan suatu fenomena normal yang berkaitan dengan peningkatan
usia (Hughes et al., 2005).
Karsinoma adenum asinus prostat sebagian besar terdapat pada zona perifer
di bagian posterolateral atau posterior yaitu sebanyak 70%. Tujuh persen kasus
karsinoma adenum asinus prostat terjadi pada zona perifer bagian anterior dan
13
hanya lima persen terletak pada zona sentral. Fokus-fokus karsinoma adenum
asinus prostat juga dapat dijumpai pada zona transisional dan perifer (Eipstein et
al., 2011).
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Karsinoma adenum asinus prostat merupakan keganasan multifaktorial dengan
penyebab yang masih belum diketahui sampai saat ini. Faktor risiko yang telah
diakui selama ini antara lain usia, ras, dan riwayat keluarga penderita kanker.
Sementara kemungkinan faktor risiko yang lain berupa diet dan hormonal
(Eipstein et al., 2011).
Risiko karsinoma adenum asinus prostat meningkat seiring usia. Karsinoma
adenum asinus prostat paling sering terjadi pada usia diatas 64 tahun dan jarang
pada usia dibawah 50 tahun. Tercatat sekitar lima kasus terjadi pada usia dibawah
10 tahun dan 21 kasus terjadi pada usia antara 10 dan 21 tahun (Eipstein et al.,
2011). Perubahan gaya hidup termasuk pola diet juga memiliki implikasi terhadap
perkembangan karsinoma adenum asinus prostat . Terdapat banyak sekali faktor
lingkungan yang diduga terlibat dalam peningkatan insiden karsinoma adenum
asinus prostat namun belum satupun terbukti. Diet tinggi protein hewani terutama
daging merah dikatakan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma adenum
asinus prostat . Beberapa penelitian menduga pria yang mengkonsumsi makanan
atau suplemen kaya kalsium mungkin memiliki risiko menderita karsinoma
adenum asinus prostat lebih tinggi. Bahan makanan lain yang diduga dapat
mencegah atau memperlambat perkembangan karsinoma adenum asinus prostat
antara lain lycopenes di dalam buah tomat, selenium, produk olahan dari kedelai
14
dan vitamin D (Eipstein dan Lotan, 2015). Namun faktor diet ini tidak mampu
menjelaskan perbedaan tingginya risiko karsinoma adenum asinus prostat antara
pria kulit hitam dan kulit putih (Anonim, 2015).
Faktor genetik dan ras tampaknya memainkan peranan penting pada insiden
karsinoma adenum asinus prostat . Terjadi 5 hingga 11 kali peningkatan risiko
karsinoma adenum asinus prostat pada pria dengan riwayat karsinoma adenum
asinus prostat pada keturunan pertamanya. Penelitian yang membandingkan
karsinoma adenum asinus prostat pada pria kulit putih, kulit hitam dan asia
menemukan prevalensi riwayat keluarga menderita karsinoma adenum asinus
prostat lebih rendah pada pria Asia dibandingkan kulit hitam. Hal ini sepertinya
berkaitan dengan faktor pengulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG)
yang lebih sedikit pada pria kulit hitam dimana semakin sedikit pengulangannya
maka semakin besar risiko menderita karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein
et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015)
Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan
pertumbuhan kanker prostat. Testosteron meresap ke dalam kelenjar dan diubah
menjadi metabolit aktif berupa dihydrotestosterone ( DHT ) oleh enzim steroid 5-
alpha reductase type II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone berikatan
dengan reseptor androgen (AR) yang selanjutnya masuk ke dalam inti dan
mengaktifkan gen yang mengatur pembelahan sel (Eipstein dan Lotan, 2015).
15
2.2.3 Gambaran Klinik
Karsinoma adenum asinus prostat biasanya asimptomatik pada stadium awal dan
baru memberikan gejala klinis apabila telah mencapai stadium lanjut. Di Amerika
Serikat pasien yang didiagnosis memiliki karsinoma adenum asinus prostat
sebagian besar tidak memberikan gejala dimana karsinoma adenum asinus prostat
tersebut terdeteksi karena adanya abnormalitas pada serum PSA atau melalui
pemeriksaan colok dubur (digital rectal examination/DRE) (Eipstein et al., 2011).
Gejala lokal yang timbul menyerupai BPH berupa peningkatan frekuensi dan
sulit buang air kecil. Retensi urin akut dan hematuria merupakan gejala yang tidak
umum terjadi dan merupakan gambaran yang nonspesifik. Gejala lain dapat
berupa hematospermia dan impotensi namun hal ini jarang terjadi. Invasi ke
rektum, priapism, dan uremia sangat jarang terjadi dan merupakan manifestasi
lanjut dari karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein et al., 2011).
Gejala klinis pertama yang timbul pada karsinoma adenum asinus prostat
biasanya merupakan akibat dari metastasis. Kelenjar getah bening regional dan
tulang merupakan tempat yang paling sering menjadi tujuan metastasis namun
hanya metastasis tumor ke tulang yang menghasilkan gejala klinis yang jelas.
Pasien akan merasa nyeri pinggang, dada, punggung, kaki dan bahu bergantung
pada letak tulang yang terlibat (Eipstein et al., 2011).
2.2.4 Patogenesis Karsinoma adenum asinus prostat
Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan
pertumbuhan kanker prostat. Testosteron didalam kelenjar prostat dikonversi
menjadi dihydrotestosteron (DHT), suatu metabolit yang lebih aktif, oleh enzim
16
steroid 5-alpha reductase tipe II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone
berikatan dengan reseptor androgen (AR) . Gen AR berlokasi di kromosom X
lengan panjang. Gen ini mengandung highly polymorphic region yang terdiri dari
ulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG) di exon 1 dengan rentang
normal antara 6-39 pengulangan. Beberapa penelitian mendapatkan pria dengan
pengulangan yang rendah memiliki risiko kanker prostat lebih tinggi ( Eipstein et
al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015).
Reseptor androgen berperan pada pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme
androgen-dependent progression dan androgen-independent progression
(Gambar 2.3). Mekanisme yang pertama diawali dengan terlepasnya ikatan heat
shock protein dengan reseptor androgen inaktif. Terlepasnya ikatan ini karena
adanya androgen dihydrotestosteron (DHT) yang berikatan dengan reseptor
androgen di sitoplasma. Lalu ikatan reseptor androgen ini akan masuk ke dalam
inti dan berikatan dengan elemen respon androgen yang kemudian mengaktivasi
gen-gen yang terlibat pada pertumbuhan sel. Sementara pada mekanisme
berikutnya, pertumbuhan sel kanker bisa melalui jalur selular yang bervariasi,
beberapa masih melibatkan reseptor androgen sedangkan yang lain tanpa
melibatkan reseptor androgen (bypassing androgen receptor). Pada jalur yang
melibatkan reseptor androgen terjadi mutasi reseptor androgen sehingga dapat
diaktifkan oleh ligan non-androgen. Di samping itu deregulasi faktor
pertumbuhan dan sitokin serta koaktivator reseptor androgen dapat pula
mengaktifkan reseptor androgen. Reseptor androgen dapat mengalami amplifikasi
sehingga menjadi hipersensitif terhadap kadar androgen yang rendah sekalipun
17
(De Torres, 2007; Hsu et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Pada jalur yang
tidak melibatkan reseptor androgen, hilangnya PTEN menghalangi inhibisi
phosphatidylinositol 3-kinase (PI3-K)-akt yang menyebabkan aktivasi Akt ke
phosphorylate bad. Setelah itu akan terjadi pelepasan Bcl-2 yang berperan pada
pertahanan hidup sel. Androgen-independent cell dapat meningkatkan ekspresi
Bcl-2 (Hsu et al., 2011).
Sel kanker prostat dapat pula memiliki perilaku seperti sel neuroendokrin yang
dapat mengeluarkan neuropeptide yang merangsang pertumbuhan sel disekitarnya
sehingga kanker prostat menjadi kebal terhadap terapi (Hsu et al., 2011).
Gambar 2.3 Mekanisme androgen-dependent progression dan androgen-independent
progression pada karsinogenesis karsinoma adenum asinus prostat (Tindall dan Lonergan, 2011)
Pentingnya keterlibatan androgen dalam pertumbuhan dan pertahan hidup sel
karsinoma prostat tampak pada efek terapi kastrasi dengan menggunakan anti-
androgen yang umumnya menekan progresi tumor. Namun sayangnya, sebagian
18
besar tumor kadang-kadang menjadi kebal terhadap androgen blockade dan
berkembang melalui jalur androgen-independent seperti yang dijelaskan
sebelumnya (Eipstein dan Lotan, 2015).
Penelitian terkini yang menggunakan metode pemeriksaan microarrays
jaringan radikal prostatektomi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi
hormonal awal menunjukkan bahwa tingginya ekspresi reseptor androgen
berhubungan secara signifikan dengan berkurangnya biochemical relapse-free
survival dan parameter klinikopatologi yang mengindikasikan peningkatan
agresivitas tumor (De Torres et al., 2007; Bjartell et al., 2011).
Selain itu, ada pula peranan tumor-spesific acquired somatic mutation dan
perubahan genetik dalam perkembangan karsinoma adenum asinus prostat. Salah
satu somatic mutation yang umumnya terjadi adalah chromosomal
rearrangements yang mensejajarkan coding sequence dari E26 transformation
specific (ETS) family transcription factor gene bersebelahan dengan Androgen-
Regulated Transmembrane Protease Serine 2 (TMPRSS2) promoter dengan hasil
berupa peningkatan ekspresi ETS pada karsinoma adenum asinus prostat (Tindall
dan Lonergan, 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Peningkatan ekspresi ETS
transcription factor membuat sel normal prostat berubah menjadi invasif yang
mungkin disebabkan karena peningkatan regulasi matriks metalloprotease
(Yabluchanskiy et al., 2013; Eipstein dan Lotan, 2015).
Matriks metalloproteinase (MMP) yang telah dikenal peranannya sebagai
suatu molekul penting dalam proses metastasis salah satunya adalah MMP-9.
Protein ini mendapat perhatian besar pada karsinoma adenum asinus prostat
19
karena kemampuannya merusak kolagen tipe IV dari sel epitel dan membran basal
vaskular serta merangsang pelepasan VEGF (Kumar et al., 2015).
Hilangnya kromosom 8p23 pada region CUB dan Sushi multiple domains 1
gene (CSMD1) dihubungkan dengan karsinoma adenum asinus prostat stadium
lanjut. Gen Retinoblastoma yang merupakan suatu tumor suppressor gene dan
berada di dalam lokus kromosom 13q juga mengalami delesi. Kromosom lokus
10q yang mengandung tumor suppressor gene MX11 dan PTEN ikut hilang pada
45% kanker prostat. Perubahan molekuler ini selanjutnya akan berdampak
terhadap perubahan morfologi sel prostat normal hingga menjadi karsinoma
invasif dan berakhir pada metastasis sel-sel ganas (Eipstein dan Lotan, 2015).
Perubahan epigenetik berupa hipermetilasi gen gluthatione S-transferase
(GSTP1) paling sering terjadi pada kanker prostat. Hipermetilasi ini menyebabkan
down-regulation gen GSTP 1 yang penting untuk mencegah kerusakan luas akibat
karsinogen. Gen-gen lain yang mengalami silencing akibat modifikasi histon pada
karsinoma adenum asinus prostat adalah sejumlah tumor suppressor gene seperti
PTEN, RB, p16/INK, MLH1 dan adenomatous polyposis coli (APC) (Eipstein dan
Lotan, 2015).
Perkembangan karsinoma adenum asinus prostat juga dipengaruhi oleh
peranan inherited polymorphism. Laki-laki dengan riwayat keluarga karsinoma
adenum asinus prostat berisiko mengalami karsinoma adenum asinus prostat
lebih tinggi dan cenderung timbul pada usia yang lebih muda. Germline mutation
pada tumor suppressor gene Breast Cancer Antigen 2 (BRCA2) meningkatkan
risiko seseorang sebanyak 20 kali lipat untuk mengalami karsinoma adenum
20
asinus prostat namun peningkatan risiko karsinoma adenum asinus prostat
familial sebagian besar terjadi karena adanya variasi pada lokus-lokus gen
tertentu. Beberapa penelitian juga mengidentifikasi sejumlah lokus yang berkaitan
dengan peningkatan risiko terjadinya karsinoma adenum asinus prostat seperti
8q24. Sejumlah kandidat gen pada region ini terlibat pada innate immunity
sehingga menimbulkan pemikiran bahwa inflamasi memiliki peranan dalam
perkembangan karsinoma adenum asinus prostat seperti pada proses keganasan
lainnya (Eipstein dan Lotan, 2015).
Seperti halnya kanker solid ditempat lain, karsinoma adenum asinus prostat
juga memiliki perilaku agresif seperti invasi dan metastasis ke organ lain terutama
metastasis ke tulang. Sebuah penelitian menunjukkan sekitar 80% pria yang
meninggal karena karsinoma adenum asinus prostat mengalami metastasis ke
tulang. Selain ke tulang, karsinoma adenum asinus prostat juga bisa mengalami
metastasis ke hepar, paru dan otak. Metastasis karsinoma adenum asinus prostat
melibatkan beberapa tahap diantaranya angiogenesis, migrasi lokal, invasi,
intravasasi, sirkulasi dan ekstravasasi sel tumor kemudian kolonisasi dan
angiogenesis di organ yang lain (Jin et al., 2011).
Secara umum proses invasi dan metastasis membutuhkan interaksi antara sel
kanker dengan tiga lingkungan mikro yang berbeda yaitu organ primer, sirkulasi
dan organ target dimana sel kanker metastasis dapat berkembang. Keberhasilan
sel kanker untuk metastasis tergantung pada beberapa tahap salah satunya adalah
degradasi matriks ekstraselular (ECM) (Kumar et al., 2015). Kelompok proteinase
yang sangat berhubungan dengan proses degradasi ini adalah urokinase-type
21
plasminogen activator (uPA) dan matriks metalloproteinase seperti MMP-9.
Enzim ini berada dalam bentuk inaktif dan dapat diaktifkan oleh MMP-2 (Jin et
al., 2012)
Sebuah penelitian mendapatkan, pada karsinoma adenum asinus prostat ,
kadar MMP-9 dan rasio MMP-2/MMP-9 terhadap inhibitornya (TIMP-1) relatif
meningkat dibandingkan epitel prostat normal. Sejauh ini kadar dan rasio tersebut
berhubungan dengan tingginya skor Gleason dan kelangsungan hidup penderita
yang buruk. Sehingga baik MMP-9 maupun MMP-2 dikatakan dapat berfungsi
sebagai marka prognosis pada karsinoma adenum asinus prostat (Jin et al.,
2012).
2.2.5 Morfologi dan Grading Karsinoma Invasif
Secara histologis sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma. Terdapat
beberapa temuan histologis yang mendasari diagnosis karsinoma adenum asinus
prostat diantaranya arsitektur kelenjar, gambaran inti dan temuan histologis lain
seperti invasi perineural. Arsitektur kelenjar tampak berukuran lebih kecil
dibandingkan kelenjar normal dan dilapisi oleh selapis epitel kuboid atau
kolumnar rendah tanpa lapisan sel basal. Kelenjar tampak kehilangan struktur
branching dan papillary infolding serta tersusun lebih padat dan bertumpuk.
Sitoplasma sel tumor berwarna jernih pucat hingga amphophilic. Inti sel
berukuran besar dan mengandung satu hingga lebih anak inti yang juga berukuran
besar. Bentuk dan ukuran inti dapat bervariasi tapi secara umum pleomorfia inti
pada sel tumor tidak tampak jelas. Mitosis juga jarang ditemukan (Gambar 2.4)
(Eipstein dan Lotan., 2015).
22
Gambar 2.4 a. Fokus kecil karsinoma adenum asinus prostat diantara kelenjar jinak berukuran besar. b. Kelenjar ganas berukuran kecil dengan inti besar, anak inti menonjol dan
sitoplasma gelap, bila dibandingkan dengan kelenjar jinak besar (kiri atas) (Eipstein dan Lotan, 2015)
Derajat diferensiasi karsinoma adenum asinus prostat dinilai menggunakan
Gleason Grading System. Sistim ini menilai karsinoma adenum asinus prostat
berdasarkan pola arsitektur dari tumor (Tabel 2.1). Arsitektur primer (pola
arsitektur terbanyak dalam tumor) maupun sekunder (pola arsitektur kedua
terbanyak dalam tumor) dibagi menjadi 5 pattern yaitu pattern 1 hingga 5, dimana
pattern 1 menunjukkaan diferensiasi paling baik sedangkan 5 menunjukkan
diferensiasi paling buruk (Gambar 2.5). Grading tumor ditentukan dengan
menjumlahkan dua pola yang terbanyak dan dilaporkan dalam bentuk Gleason
score. Bila tumor memiliki satu pola arsitektur saja maka pola primer maupun
sekunder diberikan pattern yang sama (Eipstein et al., 2011).
23
Tabel 2.1 Kriteria untuk Gleason Grading (Eipstein et al., 2011)
Pattern 1:
Nodul berbatas tegas dari asini berukuran sedang (lebih besar dari kelenjar
di pattern 3), berbentuk bulat oval, uniform, terpisah namun tersusun rapat
Pattern 2:
Menyerupai pattern 1, masih berbatas tegas namun pada tepi nodul dapat
ditemukan infiltrasi yang minimal
Kelenjar-kelenjar tersusun lebih longgar dan tidak uniform seperti Gleason
pattern 1
Pattern 3:
Discrete glandular unit
Kelenjar-kelenjar berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1 dan Gleason
pattern 2
Menginfiltrasi ke dalam dan diantara asini prostat yang non-neoplastik
Ukuran dan bentuk kelenjar yang sangat bervariasi
Pattern 4:
Kelenjar mikroasinar yang berfusi
Kelenjar-kelenjar tidak berbatas tegas dengan lumen kelenjar yang tidak
terbentuk dengan baik
Kelenjar-kelenjar berbentuk kribiform
Hipernefromatoid
Pattern 5:
Tidak ada diferensiasi glandular, terdiri dari lembaran solid, cord, atau sel-
sel tunggal
Komedokarsinoma dengan nekrosis sentral dikelilingi oleh massa berbentuk
papiler, kribiform atau solid
24
Gambar 2.5
Gambar skematik Gleason Grading System (Kiri: Gleason grading original; kanan: Gleason grading modifikasi)
(Brimo et al., 2013) Gleason pattern 1 terdiri dari nodulus-nodulus yang berbatas tegas yang
tersusun dari kelenjar-kelenjar prostat neoplastik yang uniform, single, terpisah-
pisah, dan tersusun padat (Gambar 2.6) (Eipstein et al., 2011).
Gleason pattern 2 memiliki gambaran mikroskopis yang hampir menyerupai
Gleason pattern 1 dan masih berbatas tegas namun terdapat infiltrasi minimal dari
kelenjar-kelenjar prostat neoplastik pada tepi-tepi tumor ke jaringan sekitar.
Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tersebut tersusun lebih longgar dan dengan
ukuran sedikit lebih bervariasi apabila dibandingkan dengan Gleason pattern 1
(Gambar 2.7) (Eipstein et al., 2011).
Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 3 terdiri dari
kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tunggal, terpisah-pisah dengan ukuran dan
25
bentuk yang sangat bervariasi dan berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1
dan 2. Kelenjar-kelenjar neoplastik tersebut infiltratif diantara kelenjar prostat
normal (Gambar 2.8) (Eipstein et al., 2011).
Gleason pattern 4 sebelumnya hanya terdiri dari kelenjar dengan bentukan
hypernefromatoid saja. Namun saat ini ditambahkan pula kelenjar-kelenjar
berbentuk kribiform, fused gland atau kelenjar dengan batas yang tidak jelas
dengan lumen kelenjar yang tidak teratur. Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik
pada Gleason pattern 4 tidak lagi single dan terpisah-pisah seperti pada Gleason
pattern 1 hingga 3 (Gambar 2.9) (Eipstein et al., 2011).
Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 5 hanya
memperlihatkan sedikit sekali bentukan kelenjar dan lebih banyak mengandung
struktur lembaran solid, cords, sarang-sarang, atau sel-sel single. Tumor dengan
sarang-sarang solid dan kelenjar kribiform dengan komedo nekrosis sentral
diklasifikasikan ke dalam Gleason pattern 5. Sarang-sarang solid dengan
mikroasinar yang samar atau dengan beberapa bentukan kelenjar juga dianggap
masih merupakan bagian dari Gleason pattern 5 (Gambar 2.10) (Eipstein et al.,
2011)
26
Gambar 2.6 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 1 (Eipstein et al., 2011)
Gambar 2.7. Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 2 (Eipstein et al., 2011)
27
Gambar 2.8 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 3 (Eipstein et al., 2011)
Gambar 2.9 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 4 (Eipstein et al., 2011)
28
Gambar 2.10 Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 5 (Eipstein et al., 2011)
Gleason grading system merupakan salah satu indikator prognostik kuat pad
karsinoma adenum asinus prostat . Skor Gleason berhubungan dengan semua
parameter patologis pada sediaan prostatektomi radikal, prognosis setelah
prostatektomi radikal dan keluaran setelah radioterapi. Derajat diferensiasi juga
sangat mempengaruhi pilihan terapi definitif, penanganan dan terapi spesifik
yang akan diberikan (Eipstein et al., 2011)
Derajat diferensiasi histopatologi menurut WHO dikelompokkan menjadi
empat sesuai dengan skor Gleason yaitu tumor dengan derajat yang tidak dapat
ditentukan (GX), tumor berdiferensiasi baik dengan skor Gleason 2-4 (G1), tumor
diferensiasi sedang dengan skor Gleason 5-6 (G2), dan tumor dengan diferensiasi
buruk/tidak berdiferensiasi dengan skor Gleason 7-10 (Sakr et al., 2004).
Adapula yang mengelompokkan menjadi lima kelompok yaitu skor Gleason
2-6 (diferensiasi baik), skor Gleason 3+4=7 (diferensiasi sedang), skor Gleason
29
4+3=7 (diferensiasi sedang-buruk), skor Gleason 8 (diferensiasi buruk) dan skor
Gleason 9-10 (tidak berdiferensiasi). Skor Gleason 7 dikatakan memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan skor Gleason 5-6, namun memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan skor Gleason 8-10. Dikatakan pula skor
Gleason 2-4, 5 atau 6 dapat diberikan terapi yang sama (Eipstein et al., 2011).
Sementara European Urological Association menggunakan Gleason score
bersama-sama dengan klasifikasi TNM dan PSA untuk menentukan prognosis
pada karsinoma adenum asinus prostat (Heidenreich et al., 2012).
2.2.6 Marka Biologi Karsinoma adenum asinus prostat
Prostatic specific antigen (PSA) adalah petanda biologi penting dan sering
digunakan pada kanker prostat, baik sebagai screening maupun untuk
memperkirakan kekambuhan penyakit. Petanda biologi penting lainnya seperti
EZH-2(enhancer of zeste-2) yang berkaitan dengan hilangnya E-cadherin; alpha-
methlyacyl-CoA racemase (AMACR) dan PCA (Eipstein dan Lotan, 2015). PSA
dihasilkan oleh sel epitel pelapis duktus dan asini prostat dan secara normal
disekresikan ke dalam sistem duktal (Bjartell et al., 2011). Gen PSA atau dengan
nama lain Human Kallikrein 3 (KLK3) berlokasi pada kromosom 19q 13-4 dan
androgen regulated transcription-nya dihasilkan melalui sintesa prekursor PSA
asam amino 26 (Bjartell et al., 2011). Prekursor menjadi aktif karena pelepasan
proteolitik dari a small amino-terminal fragment. Perubahan dari pro PSA menjadi
PSA aktif membutuhkan exogenous prostatic protease seperti hK2, prostin
(hK15), protease (hK4) atau trypsin (Sakr et al., 2004).
30
Fungsi PSA adalah untuk mencairkan cairan semen pada saat ejakulasi. PSA
dapat dideteksi pada serum maupun sampel darah pasien. Pada pria normal, PSA
yang beredar didalam serum hanya sedikit, dengan cut off point sebesar 4ng/ml
(Eipstein dan Lotan, 2015). PSA ini berbentuk komplek PSA yang mengandung
PSA bebas dan 2 kelompok utama protease inhibitor ekstraselular yang disintesis
di dalam hepar. PSA merupakan suatu serin protease yang berikatan dengan α-1-
anti-chymotrypsin (ACT) dan α-2-macroglobulin (AMG) di dalam serum (Bickers
et al., 2009). Ikatan PSA dan ACT dapat dideteksi di dalam serum dengan
menggunakan antibodi monoklonal. Selain pada kanker prostat, kadar PSA juga
dapat meningkat pada kondisi prostatitis, infark dan saat ejakulasi (Eipstein et al.,
2011).
Secara umum serum PSA berhubungan dengan besarnya ukuran tumor,
stadium patologi yang sudah lanjut dan derajat tumor yang lebih tinggi. Meskipun
sel tumor dengan derajat yang lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit serum PSA
dibandingkan tumor dengan derajat lebih rendah, secara keseluruhan , tumor
dengan diferensiasi buruk memiliki tingkat serum PSA yang lebih tinggi karena
ukuran tumor tersebut cenderung lebih besar (Eipstein et al., 2011). Namun pada
tumor dengan derajat yang sangat tinggi dan diferensiasi buruk justru
menunjukkan serum PSA yang sangat rendah sehingga diperlukan pemeriksaan
tambahan terbaru seperti antibody anti-PSMA dan P501S (Bickers et al., 2009;
Eipstein et al., 2011).
Metode yang dapat diterapkan dalam menginterpretasi nilai PSA antara lain :
menghitung rasio serum PSA dan volume kelenjar (PSA density), rasio PSA bebas
31
dan terikat di dalam serum, menentukan tingkat perubahan PSA dalam hitungan
waktu (PSA velocity), dan menentukan nilai PSA yang disesuaikan dengan usia
(Age Specific PSA). PSA density (PSAD) dikatakan lebih berguna dalam
menetukan adanya kanker dibandingkan PSA saja. Hal ini dikarenakan sel-sel
kanker menghasilkan lebih banyak PSA per gram jaringan(Eipstein dan Netto,
2010). Nilai PSAD normal sebesar ≤ 0,050 ng/ml/cm3, intermediate 0,051-0,099
ng/ml/cm3, dan patologis sebesar ≥ 0,1 ng/ml/cm3 . PSA velocity mengalami
peningkatan pada kanker prostat dibandingkan prostat normal. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat serum PSA velocity harus dihitung paling tidak
sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 18 bulan (Sakr et al., 2004). Age Specific
PSA dapat digunakan sebagai metode screening pada kanker prostat (Eipstein dan
Netto, 2010). Kadar PSA usia 40-49 tahun nilai maksimalnya sebesar 2,5ng/ml,
50-59 tahun sebesar 3,5ng/ml, 60-69 tahun sebesar 4,5ng/ml dan 6,5ng/ml untuk
usia 70-79 tahun. Peningkatan PSA sebanyak 0,75ng/ml pertahun menunjukkan
perubahan yang signifikan antara pria tanpa kanker prostat dan pria dengan kanker
prostat. Pemeriksaan dikatakan valid apabila pemeriksaan dilakukan paling tidak
sebanyak tiga kali selama periode 1,5 hingga 2 tahun (Eipstein dan Lotan, 2015).
PSMA (Prostat Spesific Membrane Antigen) adalah suatu membrane-bound
glycoprotein yang memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya sel epitel
prostat jinak maupun ganas. Antigen ini spesifik untuk mendiagnosis dan
menentukan terapi kanker prostat karena terekspresi pada semua stadium tumor
(Bjartell et al., 2011). Pemeriksaan PSMA dilakukan dengan menggunakan
32
antibodi monoklonal dimana peningkatan konsentrasinya berhubungan dengan
kanker prostat (Sakr et al., 2004).
PSA merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan. Nilai total
PSA(tPSA), PSA bebas (fPSA) dan PSA kompleks dengan ACT adalah faktor
prognostik independent untuk menentukan rata-rata lamanya hidup pasien. Kadar
serum PSA merupakan prognostik kuat pada pasein yang mendapatkan radioterapi
dan dapat memberikan nilai tambahan pada faktor prognostik independent lain
seperti stadium dan derajat tumor. Peningkatan kadar PSA setelah prostatektomi
radikal mengindikasikan adanya kemungkinan kekambuhan penyakit. Penelitian
yang dilakukan oleh Kuriyama et al menemukan kadar serum PSA sebelum
operasi memiliki kemampuan prediksi yang tinggi untuk menilai kekambuhan
setelah dilakukan radikal prostatektomi (Buhmeida et al., 2006).
2.3 Matriks Metalloproteinase (MMP)
2.3.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum MMP
Matriks metalloproteinase adalah kelompok endopeptidase yang tergantung pada
zinc. Protein ini terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular, serta berperan
penting pada proses fisiologis maupun patologis.Pada keadaan fisiologis MMP
membantu proses morfogenesis, angiogenesis, dan perbaikan jaringan. Sementara
pada proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, arthritis dan kanker
(Yabluchanskiy et al., 2013; Gong et al, 2014). Jerome Gross dan Charles
Lapiere adalah orang yang pertama kali menemukan MMP pada metamorphosis
ekor kecebong di tahun 1962. Triple helix kolagen didegradasi jika ekor kecebong
33
ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang bermetamorfosis (Loffek et al.,
2011Ansari et al., 2013).
Matriks metalloproteinase mengandung beberapa komponen dengan fungsi
yang berbeda-beda berupa :
1) Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif.
Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan
selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat
aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara
intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler.
2) Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion
Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini
berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan
berikatan dengan substrat.
3) Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur
atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi
untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-C.
Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim.
4) Domain terminal-C yang menyerupai hemopexin
( hemopexin like-domain ) merupakan domain yang rangkaiannya
menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida domain ini
tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan datar yang
disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi antar protein
34
dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya: TIMP berinteraksi
pada area ini (Nagase et al., 2005; Ansari et al., 2013).
Berdasarkan struktur tersebut, MMP diklasifikasikan menjadi empat
kelompok yaitu archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable
MMPs. Archetypal MMPs terbagi lagi menjadi tiga kelompok kecil sesuai dengan
kandungan subsrat spesifiknya yaitu kolagenase, stromelysin dan kelompok
lainnya. Matrilysins merupakan kelompok MMP yang tidak memiliki hemopexin
domain.Sementara gelatinases mengandung struktur fibronectin berulang didalam
catalytic domain-nya dimana MMP-2 (Gelatinase A) dan MMP-9 ( Gelatinase B )
termasuk didalamnya. Kelompok furin-activatable mengandung furin recognition
motif termasuk diantaranya secreted, membrane type dan type II transmembrane
(Nagase et al., 2005; Gong et al., 2014).
Aktivitas MMP megalami regulasi ketat pada berbagai tingkat sebelum
menjadi bentuk aktif. Regulasi ini terjadi baik pada tingkat mRNA maupun
aktivasi protein melalui aktivator dan inhibitornya serta berbagai sel di lingkunagn
sekitar tumor. Seperti misalnya MMP-9 pada karsinoma prostat mengalami
regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan lingkungan mikro disekitarnya
seperti sel stroma, sel endotel, makrofag maupun sel radang netrofil. Peranan sel
radang seperti makrofag, netrofil, sel mast sel dendritik dan sel T pada inisiasi dan
progresi tumor sudah sangat diakui. Sel tumor mampu menghasilkan faktor-faktor
pro-inflamasi dan MMP yang berperan pada agresivitas tumor (Deryugina dan
Quigley, 2006). Sedangkan inhibitor alami utama untuk MMP adalah TIMP
(tissue inhibitors of matrix metalloproteinases). Keseimbangan antara aktivasi dan
35
inhibisi MMP sangat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis dan patologisnya
Kondisi patologis akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan tingkat MMP dan
TIMP (Gong et al., 2014). Beberapa faktor transkripsi yang berperan pada
karsinogenesis karsinoma prostat juga terlibat dalam regulasi MMP, antara lain
PTEN dan ETS (Chakrabarti et al., 2006; Yabluchanskiy et al., 2013). Hilangnya
aktivitas faktor tersebut selama progresi tumor menyebabkan peningkatan
aktivitas proteolitik MMP (Ansari et al.,2013).
Fungsi fisiologis MMP tampak signifikan selama perkembangan embriogenik
dimana MMP memegang peranan penting pada proses remodeling matriks
ekstraseluler (ECM) yang merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan
morfogenesis jaringan. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama
perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (sesuai gambar 2.11) (Ansari et al,
2013):
1) Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM
2) Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM
3) Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan
langsung, pelepasan dari simpanan, atau memodulasi aktivitas
penghambatnya.
36
Gambar 2.11 Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal
(Ansari et al., 2013)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketidakseimbangan antara aktivasi
dan inhibisi mengarahkan MMP pada kondisi patologis seperti misalnya
keganasan. Pada kondisi ini MMP dihasilkan langsung oleh sel tumor maupun sel
fibroblast pada stroma dan sel makrofag melalui rangsangan sel tumor (Gialeli et
al., 2010; Kumar et al., 2015). Selanjutnya MMP akan menyebabkan degradasi
komponen ECM pada membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun
atas kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Proses metastasis suatu karsinoma
diawali oleh interaksi antara sel tumor dengan ECM. Pertama-tama sel tumor
harus menembus membran basalis dibawahnya, kemudian melintasi jaringan ikat,
dan secara cepat mencapai sirkulasi dengan cara menembus membran basalis
pembuluh darah. Proses ini berulang lagi jika emboli sel tumor mengalami
ekstravasasi ke tempat jauh. Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis
37
dan merupakan proses aktif yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya
perubahan interaksi sel tumor , degradasi ECM, perlekatan ke komponen ECM,
dan migrasi sel tumor (Kumar et al., 2015).
Tahap pertama proses invasi yaitu disosiasi sel terjadi karena kelainan
molekul adhesi interseluler seperti E-cadherins yang menyebabkan perlekatan
antar sel berkurang sehingga sel mudah terlepas dari tumor peimer dan meluas ke
jaringan sekitarnya. Tahap kedua berupa proses degradasi lokal membran basalis
dan jaringan ikat interstisial. Proses ini melibatkan enzim proteolitik seperti MMP
yang dapat disekresikan langsung dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel
stroma seperti fibroblast dan sel inflamasi. Protease lain yang juga disekresikan
yaitu cathepsin D dan urokinase plasminogen activator. Untuk mengatur invasi
tumor, MMP bukan hanya mengubah komponen yang tidak larut pada membran
basalis dan matriks interstisial, tetapi juga melepaskan growth factor yang
disimpan ECM seperti misalnya VEGF (Deryugina dan Quigley, 2006; Bouchet
et al., 2014; Kumar et al., 2015)
2.3.2 Peranan MMP pada Karsinoma Adenum Asinus Prostat
Pada karsinoma adenum asinus prostat terdapat ketidakseimbangan ekspresi MMP
dan TIMP dengan manifestasi berupa hilangnya ekspresi TIMP dan meningkatnya
ekspresi MMP. Peningkatan aktivitas ini bukan hanya memudahkan terjadinya
metastasis namun berperan pula pada proses karsinogenesis seperti proliferasi sel,
apoptosis, angiogenesis dan transisi epitel menjadi jaringan mesenkimal (EMT)
(seperti terlihat pada gambar 2.12) ( Gong et al., 2014).
38
Gambar 2.12 Peranan MMP pada progresi kanker prostat ( Gong et al., 2014)
Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, MMP lebih aktif pada kanker
prostat stadium lanjut yang dibuktikan oleh peningkatan ekpresi MMP seiring
peningkatan skor Gleason ( Lampiran 1). Analisis MMP mRNA, protein serum
dan jaringan kanker prostat menunjukkan peningkatan ekspresi MMP-2, -3, -7, -9,
13, -14, -15 dan -26 berhubungan dengan kanker stadium lanjut atau metastasis,
sementara ekspresi MMP-1 berhubungan dengan tumor derajat rendah dan
sedikitnya insiden invasi ( Gong et al., 2014 ).
Interaksi antara MMP-2,-7,-9 dan -14 memainkan peranan penting pada
progresifitas kanker prostat. MMP-2 dan MMP-9 disekresikan dalam bentuk
proenzim baik oleh sel tumor maupun sel fibroblas di dalam lingkungan mikro
tumor. MT1-MMP(MMP-14) yang terekspresi pada membran sel tumor secara
spesifik mengaktifkan proMMP-2 laten pada permukaan sel tumor dengan
membentuk komplek bersama TIMP-2. Aktivasi MMP-2 dapat mengaktifkan
39
proMMP lainnya seperti MMP-9 melalui pemecahan enzimatik. MMP-7 yang
dikeluarkan oleh sel tumor dan osteoklas bersama dengan MMP-14 mampu
memecah reseptor aktivator ligan NF-κB di permukaan osteoblas dan meghasilkan
RANKL terlarut. Hal ini menyebabkan aktivasi osteoklas pada dan disekitar tulang
yang berdekatan dengan tumor dan menimbulkan degradasi tulang (Gambar 2.13)
( Gong et al., 2014 ).
Gambar 2.13 Interaksi antara MMP-2, -7, -9 dan -14 pada perkembangan kanker prostat ( Gong
et al, 2014 )
2.3.3 Matriks Metalloproteinase 9 (MMP-9/Gelatinase) dan Peranannya
pada Karsinoma Prostat
Matriks metalloproteinase-9 dikenal sebagai enzim metallo-multidomain yang
mampu mendegradasi matriks ekstraselular selama proses invasi dan metastasis.
40
Secara struktural MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic
site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh
ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin
dan penghancuran kolagen (Patil dan Kundu, 2006). Dalam regio ini, asam amino
Asp309, Asn319, Asp232, Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin.
Catalytic site tetap dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal
pro-peptide PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+.
Ujung terminal COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang
mengatur ikatan dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu
ikatan ke permukaan sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas
molekuler, mengatur spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9,
interaksi dengan TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu
pergerakan MMP-9 sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan
kolagen sebelum dipecahkan oleh enzim lainnya (Farina dan Mackay, 2014; Gong
et al., 2014).
Gambar 2.14
Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Gong et al., 2014)
Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel
disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel endotelial, sel
polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel (Verma
dan Hansch, 2006; Gong et al., 2014). Akibatnya aktivasi dan produksi MMP-9/
41
gelatinase B sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas. Selain
fungsinya dalam proses metastasis, MMP 9 juga memainkan peran penting pada
proses fisiologis seperti penyembuhan luka. Inhibisi terhadap aktivitas enzimatik
MMP-9 dilakukan oleh inhibitor protease sistemik α2-makroglobulin, anggota
famili TIMP dan antagonis terhadap domain hemopexinnya sendiri (Vempati et
al., 2007; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). Mekanisme yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara MMP-9 dan TIMP terutama TIMP-1
mengarahkan MMP-9 untuk terlibat dalam proses patologis tumor (Gialeli et al.,
2010; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). . Kegagalan pertumbuhan
karsinoma adenum asinus prostat pada tulang kalvaria seekor tikus percobaan
membuktikan pengaruh enzim tersebut terhadap progresifitas sel tumor (Farina
dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014).
Saat ini diketahui MMP-9 bukan hanya memiliki kemampuan dalam
mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan
vaskuler; fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses
invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain
transformasi neoplastik, inisiasi tumor dan instabilitas genetik. MMP-9 dapat
menempati inti sel, meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah
dan aktivitas gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA.
Gelatinase inti ini mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-
ribose-polymerase) dan menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gialeli et
al., 2010; Farina dan Mackay, 2014).
42
Matriks metalloproteinase-9 dan TIMP-1 terekspresi dalam jumlah besar di
dalam berbagai tipe sel dan disekresikan dalam bentuk komplek pro-MMP-9/TIMP-1.
Lingkungan tumor yang mengandung sel tumor, stroma, dan elemen radang
memberikan kontribusi dalam menjaga stabilitas kompleks tersebut. Infiltrasi netrofil
pada tumor menyebabkan keluarnya MMP-9 yang tidak terikat TIMP dan
memfasilitasi perubahan sifat sel tumor (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay,
2014; Vandooren et al., 2013). Pada kanker prostat peningkatan ekspresi MMP-9 in
vitro terjadi akibat pengaruh kemokin (Farina dan Mackay, 2014).
Gambar 2.15 Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel tumor dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik. melalui degradasi
matriks ekstraseluler (ECM), pelepasan dan aktivasi kemokin, sitokin dan growth
factor ( Farina dan Mackay, 2014)
Peranan MMP-9 yang berasal dari sel radang netrofil juga tampak pada inisiasi
adenoma intestinal. Ini dibuktikan oleh penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada
heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9.
Pada tumor hepar MMP-9 dilaporkan menginisiasi sel tumor melalui pelepasan
proteolitik dan aktivasi TGFβ dan VEGF. Sementara pada epitel payudara manusia,
43
MMP-9 meningkatkan ekspresi onkoprotein HER2/Neu, menghambat apoptosis, dan
menyebabkan transformasi fenotip sel normal dimana ekspansi klonal sel ini
merupakan langkah penting proses progresifitas tumor (Farina dan Mackay, 2014).
Stem cell niche merupakan lokasi spesifik dan unik yang mengatur jumlah, self-
renewal dan pembelahan stem cell baik pada sel normal maupun sel tumor. Pada sel
tumor stem cell niche ini mempengaruhi heterogenitas tumor, metastasis dan
resistensi terapi yang diregulasi oleh kondisi-kondisi di dalam tumor dan didukung
oleh stress yang berhubungan dengan tumor seperti misalnya hipoksia. MMP-9
dikatakan berimplikasi terhadap perubahan perilaku stem cell niche dan sumsum
tulang. MMP-9 mendegradasi matriks ekstraselular stem cell niche sehingga
menyebabkan aktivasi dan mobilisasi stem cell hemopoetik. Hal ini difasilitasi oleh
perubahan bentuk stem cell terikat membran menjadi stem cell bebas yang mampu
meningkatkan promosi c-KIT terkait proliferasi sel. MMP-9 juga melepaskan stem
cell prekursor sel endothelial dari sumsum tulang yang berkontribusi dalam
angiogenesis. Interaksi antara stroma-derived factor (SDF)-1 dan reseptor kemokin
CXCR4 penting dalam fungsi sel progenitor dan induksi ekspresi MMP-9 (Gong et
al, 2014 ).
Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai gen penting yang
berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus
menjadi penyebab EMT (Gialeli et al., 2010). Ini merupakan proses perubahan sel
epitel yang tidak dapat bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak.
Proses ini penting pada pertumbuhan (tipe 1), penyembuhan luka normal atau fibrosis
patologis (tipe 2) dan proses metastasis sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 fundamental
untuk progresi tumor menjadi metastasis, dan baik reaktivasinya dalam dediferensiasi
44
sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell, mampu menginduksi fenotip dan
motilitas sel kanker menjadi invasif (Farina dan Mackay, 2014).
Gambar 2.16 Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan
Mackay, 2014)
Pembentukan pembuluh darah baru adalah suatu proses terstruktur dan
tergantung pada faktor angiogenik mitogenik dan non-mitogenik serta melibatkan
perubahan matriks, migrasi sel, regulasi interaksi antara sel vaskular dengan matriks.
Neovaskularisasi tumor sangat fundamental dalam ekspansi tumor primer, menjadi
metastasis. Tidak seperti pembuluh darah di jaringan normal, pembuluh darah pada
tumor cenderung imatur. MMP-9 merupakan molekul pro-angiogenik dan memicu
aktivitas angiogenik pada pembuluh darah yang pasif (Patil dan Kundu, 2006; Farina
dan Mackay, 2014).
Matriks metalloproteinase-9 yang berasal dari netrofil meregulasi proliferasi
perisit, apoptosis, pengambilan dan mobilisasi sumsum tulang yang mengandung
prekursor angiogenik ke stroma tumor sehingga meningkatkan proses angiogenik dan
vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9 juga
45
memicu tombol angiogenik melalui mobilisasi dan aktivasi mitogen angiogenik dari
matriks penyimpanannya. Proses ini difasilitasi oleh pelepasan MMP-9 yang tidak
terikat TIMP-1 dari netrofil yang bertindak bukan hanya sebagai faktor angiogenik
nanomolar poten namun mampu pula melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan
VEGF dari matriks (Patil dan Kundu, 2006; Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay,
2014).
Gambar 2.17 Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma
onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis (Farina dan Mackay, 2014)
Limfangiogenesis merupakan komponen penting pada perkembangan dan
metastasis tumor. pembuluh limfe menyediakan jalur untuk penyebaran sel tumor ke
tempat yang lebih jauh. Pada kanker di lambung, MMP-9 dilaporkan terlibat dalam
induksi limfangiogenesis dan menyebabkan penyebaran sel tumor melalui jalur
limfatik. Bahkan MMP-9 yang berasal netrofil mampu meningkatkan bioavailibilitas
dan biaktivitas dari VEGF-A serta bersama-sama dengan VEGF-C memberikan
46
implikasi pada limfangiogenesis dan metastasis melalui jalur limfatik pada kanker
payudara (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014)
Progresi tumor primer hingga menjadi tumor metastasis merupakan suatu proses
yang kompleks. MMP-9 memegang peranan penting pada hampir setiap tahap proses
progresifitas tersebut.
Gambar 2.18 Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay, 2014)
Ekspresi dan lokalisasi MMP-9 pada kanker prostat dikatakan berbeda-beda
pada berbagai literatur. Beberapa penelitian mendeteksi mRNA MMP-9 hanya di
dalam sel makrofag di area inflamasi maupun di area yang mangandung sel tumor
derajat tinggi. Sebaliknya, Trudel et al melaporkan MMP-9 terekspresi
intraselular dan di dalam sitosol pada 94,1% sel kanker prostat. Ekspresi ini
berkaitan langsung dengan skor Gleason namun tidak dengan prognosis.
Perbedaan ekspresi ini sebagian dapat disebabkan karena perbedaan derajat invasi
sel kanker pada sampel yang digunakan dalam penelitian atau karena sensitivitas
metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian pada jaringan prostat segar dari 22
47
prostatektomi radikal menemukan aktivitas kolagenolitik dan gelatinolotikyang relatif
lebih rendah dibandingkan keganasan di tempat lain seperti misalnya pada karsinoma
sel basal (Gong et al.,2014).
Ekpresi abnormal MMP-9 bebas di permukaan sel diperkirakan berkontribusi
pada peningkatan pertumbuhan kanker prostat, metastasis dan angiogenesis. LNCaP,
DU-145 dan PC-3 adalah jalur sel pada kanker prostat yang secara berurutan
menunjukkan potensial metastasis yang rendah, sedang dan tinggi pada penelitian
kemampuan invasi Matrigel. Ekspresi MMP-9 pada sel PC-3 menunjukkan
peningkatan bila dibandingkan dengan sel LNCaP dan DU-145 dan ini berhubungan
dengan aktivitas invasi sel tersebut. Ekspresi stabil MMP-9 pada sel LNCaP
metastasis menghasilkan peningkatan aktivitas MMP-9 dan berhubungan dengan
peningkatan kemampuan metastasis. Silencing MMP-9 yang dimediasi oleh SiRNA
menghambat invasi Matrigel, angiogenesis in vitro dan menginduksi apoptosis pada
sel DU-145 dan PC-3 (Jin et al., 2011).
Keterlibatan MMP-9 pada regulasi angiogenesis terbukti dengan adanya
hambatan ekspresi gen faktor proangiogenik seperti VEGF dan intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1) pada ablasi antisense MMP-9 dalam sel DU-145 dan PC-3.
Defisiensi MMP-9 juga meningkatkan pelepasan angiostatin, suatu protein yang
menekan angiogenesis dan menurunkan seksresi VEGF pada sel PC-3. MMP-9 juga
dapat mengaktifkan urokinase plasminogen activator (uPA), serpin protease nexin-1
(PN-1) dan protein lain yang berkaitan dengan proses invasi dan angiogenesis. Kultur
sel kanker prostat dengan sel endothelial secara signifikan meningkatkan ekspresi
MMP-9 yang berdampak pada invasi sel kanker melalui peningkatan sekresi IL-6
oleh sel endothelial. Hal ini diduga karena adanya efek autokrin dan parakrin dari
48
faktor pertumbuhan atau sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, sel stroma dan sel
radang dilingkungan sekitar tumor (Gong et al., 2014). Sel PC-3P metastatik dengan
ekspresi IL-8 tinggi menggambarkan peningkatan regulasi mRNA MMP-9 dan
aktivitas kolagenase in vitro menyebabkan peningkatan invasi melalui jalur Matrigel.
Bombesin, suatu hormone neuropeptide yang ada pada kanker prostat merangsang
sekresi MMP-9 pada sel kanker prostat. Pada jaringan tumor ekspresi MMP-9 dan
bombesin ditemukan hampir pada populasi sel kanker yang sama dan berhubungan
dengan derajat tumor yang tinggi. Fibroblast growth factor-inducible 14 (Fn14),
suatu reseptor transmembran yang berikatan dengan TWEAK, menyokong progresi
kanker prostat yang tidak tergantung androgen melalui MMP-9 dan dihubungkan
dengan hasil pengobatan yang buruk. Hilangnya prostate derived ETS factor (PDEF),
suatu tumor suppressor, dikatakan berhubungan dengan peningkatan ekspresi MMP-9
pada kanker prostat yang agresif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PDEF
mampu menekan ekspresi mRNA MMP-9 sehingga mengurangi kemampuan invasi
sel kanker prostat (Gong et al., 2014).
Matriks metalloproteinase-9 mengalami regulasi negatif dimana suplementasi
androgen signifikan mengurangi sekresi dan aktivitas MMP-9 pada sel kanker prostat
dengan reseptor androgen positif yang tumbuh pada media tanpa androgen.
Sebaliknya, pemberian flutamide justru meningkatkan ekspresi MMP-9 pada tikus
percobaan. Penelitian in vitro dan in vivo yang membandingkan efek terapi deprivasi
androgen pada kanker prostat metastasis menunjukkan bahwa anti androgen bukan
hanya mampu menekan pertumbuhan sel kanker namun dapat meningkatkan invasi
sel kanker prostat melalui jalur TGF-β1/Smad3/MMP-9. Sementara penelitian sel
kultur dan in vivo dengan anti-AR compound terbaru, ASC-J9 dan cryptotanshinone
49
menunjukkan penekanan pertumbuhan dan invasi melalui regulasi negatif ekspresi
MMP-9 (Gong et al., 2014).
2.3.4 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Prostat
Matriks metalloproteinase-9 terekspresi pada sitoplasma sel tumor, sementara pada
sel stroma hanya terpulas lemah. Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan meningkat
seiring peningkatan skor Gleason namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara
tumor dengan skor Gleason < 7 dan kanker derajat tinggi dengan skor Gleason ≥ 7
(Oguic et al., 2014). Pulasan MMP-9 ditemukan pada semua sel tumor dan sebagian
matriks ekstraselular dan ini berkaitan dengan tingginya level MMP-9 di plasma yang
sebanding dengan tingginya skor Gleason (Castellano et al., 2008). Penelitian lain
juga mendapatkan hubungan yang siginifikan antara MMP-9 dan derajat tumor
(Incorvaia et al., 2007).
Sel yang mengekspresikan MMP-9 akan tampak berwarna coklat pada
sitoplasma sel epitel ganas maupun stroma (Gambar 2.19). Penilaian ekspresi
MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan perkalian skor
persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya (Oguic et al.,
2014).
50
Gambar 2.19 a. Pulasan positif lemah MMP-9 pada hyperplasia kelenjar prostat. b. Pulasan
positif kuat MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma (Oguic et al.,2014)
2.4 Imunohistokimia
Penentuan ekspresi MMP-9 dilakukan melalui teknik pengecatan
imunohistokimi. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi
keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan
prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup
(Anonim, t.t (a)).
Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi
dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi
secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat
berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi :
fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal,
microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish
Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase (Anonim, t.t (a)).
51
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan
imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung
(indirect method). Metode langsung (direct method) merupakan metode
pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi. Metode ini
cepat dan mudah dilakukan namun kurang sensitif karena amplifikasi sinyalnya
rendah. Sedangkan metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua
macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder
(berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada
jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi
primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan
antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.
Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat
membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Disamping
kedua metode di atas, analisis imunohistokimia juga dapat dilakukan
melalui metode Peroxidase-anti-Peroxidase dan metode Avidin-Biotin-Complex
(ABC) (Anonim, t.t (a)).
Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) adalah analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Sedangkan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode
analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin
oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul
avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang
disampaikan oleh antigen target (Anonim, t.t (a)).
52
Gambar 2.20 Pengecatan imunohistokimia metode langsung (Anonim, t.t (b))
Gambar 2.21 Pengecatan imunohistokimia metode tidak langsung (Magub, 2011)
53
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Agresivitas sel karsinoma erat kaitannya dengan kemampuan proliferasi, invasi
serta metastasis. Pada karsinoma adenum asinus prostat agresivitas sel kanker
secara histopatologis ditentukan berdasarkan skor Gleason dan dibagi menjadi
karsinoma adenum asinus prostatderajat rendah (skor Gleason 2 hingga 6) dan
karsinoma adenum asinus prostatderajat tinggi (skor Gleason 7 hingga10).
Semakin tinggi derajat tumor maka kemampuan untuk proliferasi, invasi serta
metastasis akan semakin meningkat.
Proses invasi serta metastasis melibatkan beberapa tahap salah satunya adalah
degradasi komponen matriks ekstraselular (ECM). Proses ini melibatkan suatu
protease utama yaitu matriks metalloproteinase (MMP), salah satunya adalah
MMP-9. Secara struktural MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan
catalytic site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site
oleh ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi kolagen tipe IV.
Matriks metalloproteinase -9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel
disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblas di stroma, sel endotel, sel
polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel sehingga
aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut
diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma,
dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat meningkatkan
54
ekspresi MMP-9 melalui jalur autokrin dan parakrin. Co-culture sel tumor dengan
sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di sel tumor
dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Selain itu, co-culture
sel tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9 dan
kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel endotel
dimana aktivasinya dilakukan melalui jalur TGF-β. CXC chemokin receptor-4
(CXCCR4) adalah sitokin lain yang berperan penting pada metatstasis karsinoma
prostat melalui peningkatan regulasi VEGF dan MMP-9 baik secara in vitro
maupun in vivo.
Matriks metalloproteinase-9 bukan hanya memiliki kemampuan dalam
mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan
vaskuler; fibronectin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses
invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain
transformasi neoplastik, inisiasi tumor dan instabilitas genetik. Matriks
metalloproteinase -9 juga dikenal sebagai gen penting yang berhubungan dengan
proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus menjadi penyebab
EMT. Proses transisi epitel menjadi mesenkimal tipe 3 fundamental untuk
progresi tumor menjadi metastasis melalui reaktivasi dediferensiasi sel kanker
maupun aktivasi dalam stem cell yang menginduksi fenotip dan motilitas sel
kanker menjadi invasif.
Selanjutnya MMP-9 yang berasal dari netrofil meregulasi penarikan perisit,
apoptosis, pengambilan dan mobilisasi sumsum tulang yang mengandung
prekursor angiogenik ke stroma tumor sehingga meningkatkan proses angiogenik
55
dan vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9
juga memicu tombol angiogenik melalui mobilisasi dan aktivasi mitogen
angiogenik dari matriks penyimpanannya. Selain itu MMP-9 mampu melepaskan
faktor pertumbuhan FGF dan VEGF, urokinase plasminogen activator (uPA),
serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada proses invasi dan angiogenesis.
Progresi tumor primer hingga menjadi tumor metastasis merupakan suatu
proses yang kompleks. MMP-9 memegang peranan penting pada hampir setiap
tahap proses progresifitas tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai marka penting
agresivitas karsinoma adenum asinus prostat. Ekspresi MMP-9 diduga berkaitan
dengan derajat karsinoma adenum asinus prostat berdasarkan skor Gleason yang
ditelusuri pada penelitian ini.
56
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian dijabarkan seperti
bagan berikut:
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian
Sesuai dengan bagan konsep penelitian tersebut maka variabel yang diteliti
adalah karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan rendah serta ekspresi
matriks metalloproteinase-9.
3.3 Hipotesis Penelitian
Ekspresi matriks metalloproteinase-9 lebih tinggi pada karsinoma adenum asinus
prostat derajat tinggi dibandingkan dengan derajat rendah.
Karsinoma adenum asinus
prostat
Karsinoma adenum asinus
prostatderajat tinggi
Karsinoma adenum asinus prostatderajat rendah
Faktor risiko internal :
Hormonal, usia, genetik/ras
Faktor risiko eksternal :
Lingkungan dan diet
Matriks Metalloproteinase-9
57
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode analitik
observasional potong lintang, dengan bagan rancangan penelitian sesuai gambar
4.1.
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
Karsinoma Adenum Asinus
Prostat Derajat Tinggi
Karsinoma Adenum Asinus
Prostat
Karsinoma Adenum Asinus Prostat Derajat
Rendah
Ekspresi Matriks
Ekspresi Matriks
58
4.2 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar dari Maret hingga Juni 2015.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pulasan HE dari bahan operasi atau TUR
penderita karsinoma adenum asinus prostat yang diperiksa gambaran
histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi
Anatomi RS Prima Medika di Denpasar, didiagnosis ulang untuk mendapatkan
sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan pulasan
imunohistokimia untuk menilai ekspresi MMP-9.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
4.4.1.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah semua blok parafin dari bahan operasi atau
TUR penderita karsinoma prostat yang diperiksa secara histopatologi di Bali.
4.4.1.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua blok parafin dari bahan operasi
atau TUR penderita karsinoma adenum asinus prostat yang diperiksa secara
histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Fakultas Kedokteran
59
Universitas Udayana /RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi
Anatomi RS Prima Medika di Denpasar.
4.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah blok parafin dari bahan operasi atau TUR penderita
karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan derajat rendah yang diperiksa
secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember
2014.
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.3.1 Kriteria inklusi
Blok paraffin yang mengandung cukup massa tumor yang didiagnosis sebagai
karsinoma adenum asinus prostat
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
1. Blok paraffin yang rusak dan berjamur
2. Blok paraffin banyak mengandung jaringan nekrosis, perdarahan dan
peradangan supuratif..
4.4.4 Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
rumus (Araoye , 2003) :
60
n=
Keterangan :
n = besar sampel
P = prevalensi karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi di populasi
yaitu sebesar 78%
Q = 1-P
d = deviasi di populasi
α = tingkat kemaknaan
Berdasarkan perhitungan jumlah sampel di atas maka didapatkan jumlah
sampel sebesar 29,33. Untuk mengantisipasi adanya sampel yang dropout maka
ditambah 20%, sehingga sampel menjadi 35,19 yang dibulatkan menjadi 36. Jadi
besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 36
sediaan
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi atau
TUR penderita karsinoma adenum asinus prostatyang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi yang ditetapkan peneliti. Sampel dipilih dengan cara simple random
sampling.
61
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:
I. Variabel bebas : ekspresi MMP-9.
II. Variabel tergantung : karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi
dan derajat rendah
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
1. Karsinoma adenum asinus prostat adalah tumor epitel ganas invasif yang
terdiri dari sel-sel sekretori (Sakr et al.,2004). Arsitektur kelenjar yang
terbentuk dari sel tumor tampak berukuran lebih kecil dibandingkan kelenjar
normal dan dilapisi oleh selapis epitel kuboid atau kolumnar rendah tanpa
lapisan sel basal. Kelenjar tampak kehilangan struktur branching dan
papillary infolding serta tersusun lebih padat dan bertumpuk. Sitoplasma sel
tumor berwarna jernih pucat hingga amphophilic. Inti sel berukuran besar dan
mengandung satu hingga lebih anak inti yang juga berukuran besar (Eipstein
dan Lotan., 2015). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan
Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler
Olympus CX21. Interpretasi diawali dengan pembesaran lemah 4 kali untuk
melihat arsitektur kelenjar kemudian dengan pembesaran kuat 40 kali untuk
melihat morfologi inti.
2. Karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi adalah tumor epitel ganas
invasif yang terdiri dari sel-sel sekretori dengan jumlah skor Gleason 7 hingga
62
10 (Oguic et al., 2014). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan
Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler
Olympus CX21.
3. Karsinoma adenum asinus prostatderajat rendah adalah tumor epitel ganas
invasif yang terdiri dari sel-sel sekretori dengan jumlah skor Gleason 2 hingga
6 (Oguic et al., 2014). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan
Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler
Olympus CX21.
4. Skor Gleason adalah penjumlahan pattern primer dan sekunder yang
dibentuk oleh sel tumor. Pattern primer (pola arsitektur terbanyak dalam
tumor) maupun sekunder (pola arsitektur kedua terbanyak dalam tumor)
dibagi menjadi pattern 1 hingga 5. Pattern 1 menunjukkan pola nodul
berbatas tegas dari asini berukuran sedang (lebih besar dari kelenjar di pattern
3), berbentuk bulat oval, uniform, terpisah namun tersusun rapat. Pattern 2
menyerupai pattern 1, masih berbatas tegas namun pada tepi nodul dapat
ditemukan infiltrasi yang minimal. Kelenjar-kelenjar tersusun lebih longgar
dan tidak uniform seperti pattern 1. Pattern 3 menunjukkan ukuran dan bentuk
kelenjar yang sangat bervariasi, lebih kecil dari pattern 1 dan 2, menginfiltrasi
ke dalam dan diantara asini prostat yang normal. Pattern 4 terdiri dari kelenjar
dengan bentukan hypernefromatoid ,kelenjar-kelenjar berbentuk kribiform,
fused gland atau kelenjar dengan batas yang tidak jelas dengan lumen kelenjar
yang tidak teratur. Pattern 5 hanya memperlihatkan sedikit sekali bentukan
63
kelenjar dan lebih banyak mengandung struktur lembaran solid, cords, sarang-
sarang, atau sel-sel single (Eipstein et al., 2011).
5. Ekspresi MMP-9 adalah penilaian protein MMP-9 secara imunohistokimia
menggunakan Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam
kemudian secara semikuantitatif diamati dengan mikroskop cahaya binokuler
merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali untuk melihat
persentase sel tumor yang terpulas positif sampai pembesaran kuat 400 kali
untuk menilai intesitas pewarnaan pada sel yang terpulas positif. Sel yang
mengekspresikan MMP-9 akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel
epitel ganas maupun stroma. Penilaian ekspresi MMP-9 dibuat berdasarkan
perkalian skor persentase sel yang terpulas positif dan intensitas
pewarnaannya (Oguic et al., 2014). Berdasarkan persentase sel yang terpulas
positif oleh MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (tidak terwarnai),
1+ (< 25% sel terpulas), 2+ (25-75% sel terpulas) dan 3+ (> 75% sel terpulas).
Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel ganas yang menunjukkan
pulasan positif MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (negatif), 1
(lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat). Skor persentase dari sel yang terpulas positif
kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya, sehingga didapatkan hasil
perkalian 0-9 dan dibagi menjadi skor 0-3 yaitu: Negatif : 0, Positif ringan :
+1 (1-2), Positif sedang : +2 (3-4) dan Positif kuat : +3 (5-9). Pemeriksaan
imunohistokimia MMP-9 dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
Universitas Udayana. Interpretasi ekspresi MMP-9 dilakukan oleh peneliti dan
2 orang dosen pembimbing tanpa mengetahui data kliniko-patologi pasien.
64
4.6 Bahan Penelitian
Bahan penelitian berupa :
1. Blok paraffin dari bahan operasi atau TUR penderita karsinoma adenum
asinus prostatderajat tinggi dan rendah yang diperiksa gambaran
histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di
Denpasar.
2. Pulasan Harris’s hematoksilin dan eosin.
3. Phosphate buffer saline (PBS)
4. Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam
5. DAB (3,3'-diaminobenzidine).
6. Streptavidin Peroxidase.
7. Pulasan Mayer hematoksilin.
8. Alkohol 50% hingga alkohol absolut.
9. Xylol.
4.7 Instrumen / Alat Penelitian
Instrumen/alat penelitian yang digunakan adalah :
1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima
Medika di Denpasar tahun 2012 hingga 2014.
2. Mikroskop binokuler Olympus CX21.
3. Mikrotom Leica 2125 RM , waterbath, hot plate.
65
4. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar satu inchi, panjang
tiga inchi dan tebal 1,2mm.
5. Pipet mikro.
6. Staining jar.dan neraca digital
7. Inkubator dan aluminium chamber
8. Rotator.
9. Oven microwave.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Peneliti mencari sediaan pasien karsinoma adenum asinus prostatdari bahan
biopsi atau operasi yang diperiksa secara histopatologi dari tanggal 1 Januari
2012 sampai 31 Desember 2014 pada Laboratorium Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS
Prima Medika di Denpasar
2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan,
dievaluasi ulang dan dilakukan diagnosis ulang, supaya memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sehingga didapat dua kelompok data yaitu karsinoma
adenum asinus prostatderajat tinggi dan derajat rendah.
3. Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai,
misalnya karena warna mulai kabur (dilakukan proses pewarnaan kembali).
Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok
parafin.
66
4. Peneliti menentukan slide mana yang akan dipakai untuk pemeriksaan
imuno-histokimia (IHK)
5. Peneliti mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
6. Blok parafin dipotong setebal 4 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan
IHK MMP-9.
7. Melakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 dengan Monoclonal Rabbit
Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam, menggunakan metode streptavidin
biotin kompleks.
8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia MMP-9 dilakukan oleh peneliti dan
dua orang ahli Patologi Anatomi.
9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di
Denpasar.
10. Pencatatan dan pengumpulan data.
11. Analisis data.
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan
1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan
Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar,
yaitu :
67
a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalan empat µm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk
Sail Brand dengan ukuran lebar satu inchi, panjang tiga inchi, dan
tebal 1,2 mm.
b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xylol sebanyak empat kali
masing-masing celupan selama lima menit.
c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun
mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol
50%, masing-masing celupan selama dua menit.
d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit.
e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.
f. Cuci dengan air selama 10 menit.
g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan
sitoplasma tidak berwarna.
h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu
menit.
i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat
mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol
absolut, masing-masing celupan selama dua menit.
j. Penjernihan dengan xylol sebanyak empat kali celupan, lama masing-
masing celupan selama lima menit.
k. Tutup dengan cover glass.
l. Interpretasi hasil pulasan HE.
68
2. Prosedur pulasan imunohistokimia MMP-9, yaitu :
a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
jketebalam empat µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang
telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar
satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm.
b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama satu malam.
c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol
sebanyak tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit.
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua
kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing
selama tiga menit.
e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh
permukaan jaringan selama 15 menit.
g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-
masing selama 10 menit.
i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di
dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan
pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan
pemanasan sedang (50oC) selama lima menit.
j. Dinginkan pada suhu kamar.
k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
69
l. Teteskan 100 µl antibodi primer menggunakan Monoclonal Rabbit
Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam, yang telah diencerkan
(pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam
pada suhu 40C.
m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.
o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10
menit.
p. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.
q. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
r. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit.
s. Cuci dengan air mengalir.
t. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama dua menit.
u. Cuci dengan air mengalir.
v. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing
selama tiga menit.
w. Celupkan ke dalam xylol sebanyak tiga kali, masing-masing selama
tiga menit.
x. Tutup dengan cover glass.
y. Interpretasi pulasan IHK MMP-9.
70
4.8.3 Alur Penelitian
Bahan operasi dari pasien yang menderita karsinoma adenum asinus
prostatdiperiksa secara histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin dan Eosin
di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima
Medika di Denpasar. Sediaan mikroskopis pulasan Hematoksilin dan Eosin dari
karsinoma adenum asinus prostatkemudian dikumpulkan dan dilakukan
rediagnosis oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi. Sediaan yang telah
diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih
sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk pulasan IHK MMP-9. Blok
parafin dari sediaan karsinoma adenum asinus prostatkemudian dicari dan
dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan IHK untuk mengetahui ekspresi
MMP-9, dan interpretasi dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi
Anatomi secara blind tanpa mengetahui diagnosis histopatologi sebelumnya. Data
hasil pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis
statistik
71
Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian.
Simpulan
Pengumpulan sediaan pulasan HE
Seleksi, restaining bila warna pudar, rediagnosis sediaan
Memilih preparat sebagai dasar memilih blok parafin untuk pulasan MMP-9
Mencari dan mengumpulkan blok parafin
Blok parafin dipotong 4 µm
Pengecatan imunohistokimia
Pemeriksaan hasil pulasan
Pencatatan dan pengumpulan data
Analisis
Mencari sediaan adenokarsinoma asinar prostat dari 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi
72
4.9 Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan Program SPSS 16.0 for Windows dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif yang meliputi karakteristik sampel.
2. Uji normalitas dengan Shapiro – Wilk untuk mengetahui distribusi data
3. Uji komparatif
Ekspresi MMP-9 tidak berdistribusi normal sehingga digunakan uji Mann-
Whitney untuk mengetahui perbedaan tingkat ekspresi MMP-9 antara
karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan rendah.
73
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan selama periode bulan Maret hingga Juni 2015. Selama
periode 1 Januari 2012 dan 31 Desember 2014, berdasarkan data pasien yang
diperiksa di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah dan
Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar, didapatkan
jumlah kasus adenokarsinoma prostat sebanyak 120 kasus. Setelah dilakukan
diagnosis ulang secara histopatologi dan dilakukan pemilihan sampel
menggunakan metode simple random sampling, didapatkan jumlah sampel yang
sesuai perhitungan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak masing-
masing 18 kasus karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan 18 kasus
derajat rendah. Sampel tersebut kemudian dipulas dengan pengecatan
imunohistokimia MMP-9.
Pada penelitian ini data MMP-9 terlebih dahulu diuji normalitas datanya.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Shapiro-Wilk didapatkan data MMP-9 tidak
berdistribusi normal (p<0,05) sehingga digunakan uji nonparametrik yaitu uji
Mann-Whitney dan hasil disajikan dalam Tabel 5.1.
74
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Ekspresi MMP-9
Kelompok Subjek n p Keterangan
MMP-9 kelompok derajat rendah 18 0,009 Tidak Normal
MMP-9 kelompok derajat tinggi 18 0,001 Tidak Normal
Distribusi sampel berdasarkan umur pada penelitian ini menunjukkan jumlah
kasus karsinoma adenum asinus prostat terbanyak berada pada kelompok usia 60
hingga 69 tahun, masing-masing 44,44% pada derajat rendah dan 66,67% pada
derajat tinggi (Tabel 5.2)
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur dan Diagnosis Histopatologi
Umur (tahun)
Adenokarsinoma Asinar Prostat
Derajat rendah
n (%)
Derajat tinggi
n (%)
40-49 1 (5,56%) 0 (0%)
50-59 2 (11,11%) 2 (11,11%)
60-69 8 (44,44%) 12 (66,67%)
70-79 5 (27,78%) 2 (11,11%)
80-89 2 (11,11%) 2 (11,11%)
75
5.2 Ekspresi MMP-9
Analisis komparabilitas diuji berdasarkan median ekspresi MMP-9 antara
kelompok derajat rendah dan derajat tinggi. Hasil analisis kemaknaan dengan uji
Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Perbandingan Ekspresi MMP-9 antar Kelompok
Kelompok Subjek N Median MMP-9
U p
Rendah Tinggi
18
18
4,0 (2,0-6,0)
7,5 (6,0-9,0) 13,50 0,001
Matriks metalloproteinase-9 terekspresi pada seluruh sel tumor dengan
distribusi dan intensitas yang bervariasi (Gambar 5.1-5.3). Pada Tabel 5.3 tampak
skor hasil perkalian ekspresi MMP-9 pada kelompok derajat rendah memiliki
rentang antara 2 hingga 6 dengan median 4,0 sedangkan kelompok derajat tinggi
memiliki rentang antara 6 hingga 9 dengan median 7,5. Analisis kemaknaan
dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 13,5 dan nilai p = 0,001.
Hal ini berarti bahwa ekspresi MMP-9 lebih tinggi pada kelompok karsinoma
adenum asinus prostat derajat tinggi dibandingkan derajat rendah (p<0,05).
76
Kasus sampel 14 pulasan MMP-9 pada adekarsinoma asinar prostat derajat rendah, MMP-9 terpulas pada 25-75% sel ganas dengan intensitas lemah (inset)
Gambar 5.2 Kasus sampel 17 pulasan MMP-9 pada adekarsinoma asinar prostat derajat
rendah, MMP-9 terpulas pada 25-75% sel ganas dengan intensitas sedang (inset)
77
Gambar 5.3. Kasus sampel 31 pulasan MMP-9 pada adekarsinoma asinar prostat derajat tinggi, MMP-9 terpulas pada >75% sel ganas dengan intensitas kuat (inset)
78
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Karsinoma adenum asinus prostat paling sering terjadi pada usia diatas 64 tahun
dan jarang pada usia dibawah 50 tahun. Meskipun demikian, pernah pula
dilaporkan kejadian karsinoma prostat pada anak usia dibawah 10 tahun dan usia
antara 10 hingga 21 tahun (Eipstein et al., 2011). Penelitian ini menggunakan
sampel blok paraffin yang diambil dari bahan biopsi dan operasi dengan jumlah
kasus karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan rendah terbanyak pada
usia antara 60 hingga 69 tahun. Tingginya kejadian pada usia lanjut disebabkan
karena adanya paparan terhadap hormon androgen dalam waktu yang lama, dimana
hormon tersebut berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
karsinoma prostat (Eipstein dan Lotan, 2015). Disamping itu, akumulasi mutasi
somatik selama proses penuaan juga memudahkan terjadinya transformasi ganas
pada usia tua. Dikatakan bahwa sekitar 80% dari keseluruhan kanker dapat baru
terdeteksi saat usia diatas 50 tahun dan dikaitkan dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan terjadi akumulasi perubahan genetik maupun epigenetik, akumulasi
radikal bebas akibat tekanan oksidatif serta kerusakan progresif mekanisme
perbaikan DNA, kontrol siklus sel dan perbaharuan stem cell yang terlibat dalam
karsinogenesis (Anisimov, 2009; Bassi dan Sacco, 2009; Gunduz dan Fiskin,
2014).
79
6.2 Hubungan Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma adenum asinus
prostatDerajat Tinggi dan Rendah.
Penelitian ini menggunakan 36 sampel yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi dan rendah. Mengingat
penelitian ini dilakukan di Denpasar, maka kemungkinan sampel yang digunakan
berasal dari karsinoma adenum asinus prostat dari ras non-caucasian. Hasil analisis
statistik yang membandingkan tingkat ekspresi MMP-9 pada kedua kelompok
menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna dimana ekspresi pada karsinoma
adenum asinus prostatderajat tinggi lebih tinggi dibandingkan derajat rendah
(p<0,05).
Perbedaan ini membuktikan bahwa pada ras non-caucasian, sel-sel tumor
dengan derajat yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak MMP-9. Pada
karsinoma adenum asinus prostat, derajat diferensiasi tumor sebanding dengan
agresivitasnya. Derajat diferensiasi ditentukan melalui skor Gleason yang didapat
melalui penjumlahan gleason pattern terbanyak pertama dan kedua. Pada
penelitian ini skor Gleason untuk derajat diferensiasi tinggi umumnya mengandung
komponen gleason pattern 3 atau lebih yang menunjukan pola lebih infiltratif
dibandingkan gleason pattern yang lebih rendah. Pola infiltratif ini menyebabkan
lebih banyak sel tumor dapat berinteraksi dengan lingkungan mikro disekitarnya
seperti stroma, pembuluh darah maupun sel radang polimorfonuklear dan
makrofag.
Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor itu sendiri maupun
interaksi antara sel tumor dengan lingkungan sekitarnya seperti sel fibroblast di
80
stroma, sel endotelial, sel polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan
beberapa sel epitel sehingga aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh
interaksi komponen tersebut diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang
disekresikan oleh sel tumor, stroma, dan sel radang di lingkungan mikro tumor
bersama-sama dapat meningkatkan ekspresi MMP-9 melalui jalur autokrin dan
parakrin. Interaksi sel tumor dengan sel stroma mampu meningkatkan ekspresi pro-
MMP-9 di sel tumor dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma
sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP-9 dan TIMPs. Selain itu,
peningkatan sekresi IL-6 melalui jalur TGF-β yang terjadi akibat interaksi sel
tumor dan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9. Sitokin lain
yang berperan penting pada metastasis karsinoma prostat melalui peningkatan
regulasi VEGF dan MMP-9 baik secara in vitro maupun in vivo adalah CXC
chemokin receptor-4 (CXCCR4) (Gong et al., 2014).
Matriks metalloproteinase-9 tampak terpulas pada sebagian besar sel tumor
dan sel stroma baik yang berdiferensiasi tinggi maupun rendah. Ini membuktikan
bahwa MMP-9 dihasilkan baik oleh sel tumor itu sendiri maupun melalui interaksi
dengan lingkungan mikronya (Oguic et al., 2014). Intensitas kuat sebagian besar
didapatkan pada sel tumor dan sel stroma dengan derajat diferensiasi tinggi karena
pola infiltratifnya menyebabkan interaksi sel tumor dengan stroma menjadi lebih
luas. Disamping itu proliferasi sel yang tinggi juga berperan pada produksi MMP-
9. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mendapatkan adanya
hubungan bermakna antara ekspresi MMP-9 dengan derajat diferensiasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Castellano, et al (2008) ini menggabungkan
81
ekspresi osteopontin dan MMP-9 serta membandingkannya dengan derajat
diferensiasi adenokarsinoma prostat. Penelitian lain yang menelusuri tentang
kemampuan MMP-9 sebagai faktor prognosis menemukan adanya peningkatan
bermakna ekspresi MMP-9 pada karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi
namun tidak dapat dijadikan sebagai salah satu faktor prognostik karsinoma prostat
(Trudel et al., 2008). Tidak sejalan dengan penelitian ini, Oguic, et al (2014)
menemukan perbedaan tidak bermakna ekspresi MMP-9 pada karsinoma adenum
asinus prostat derajat tinggi dan rendah. Perbedaan bermakna justru ditemukan
pada jaringan tumor dengan batas reseksi yang mengandung sel tumor.
Pada penelitian ini ditemukan pula satu kasus karsinoma adenum asinus
prostat derajat rendah yang memiliki skor lebih tinggi dibandingkan skor maksimal
kelompok derajat rendah. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspresi MMP-9, diantaranya keseimbangan antara jumlah
enzim dan penghambatnya (TIMP-1), lokalisasi periseluler dan perubahan bentuk
laten MMP-9 menjadi bentuk aktifnya. Sebuah studi yang menggunakan sampel
karsinoma tiroid papiler membuktikan bahwa bentuk aktif MMP-9 tidak dapat
menggambarkan keseluruhan aktivitas MMP-9. Pada studi tersebut didapatkan
bahwa ekspresi MMP-9 aktif tidak berkorelasi dengan beberapa faktor
klinikopatologik seperti luasnya invasi dan metastasis, sementara yang berkorelasi
secara signifikan adalah ekspresi MMP-9 total (Marecko et al., 2014).
Disamping itu interaksi tumor dan lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi
ekspresi MMP-9 dimana semakin banyak sel tumor berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya maka semakin kuat ekspresinya. Pada kasus tersebut tampak
82
sel tumor tersusun membentuk pola kelenjar kecil yang infiltratif diantara stroma
dan kelenjar normal.
Pada proses keganasan, MMP-9 bukan hanya memiliki kemampuan dalam
mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan
vaskuler; fibronectin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses
invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain
transformasi neoplastik, inisiasi tumor dan instabilitas genetik. MMP-9 juga
dikenal sebagai gen penting yang berhubungan dengan proses transisi epitel
menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus menjadi penyebab EMT. EMT tipe 3
fundamental untuk progresi tumor menjadi metastasis melalui reaktivasi
dediferensiasi sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell yang menginduksi
fenotip dan motilitas sel kanker menjadi invasif (Gialeli et al., 2010; Farina dan
Mackay, 2014).
Selanjutnya MMP-9 yang berasal dari netrofil meregulasi penarikan perisit,
apoptosis, pengambilan dan mobilisasi sumsum tulang yang mengandung
prekursor angiogenik ke stroma tumor sehingga meningkatkan proses angiogenik
dan vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9
juga memicu tombol angiogenik melalui mobilisasi dan aktivasi mitogen
angiogenik dari matriks penyimpanannya. Selain itu MMP-9 mampu melepaskan
faktor pertumbuhan FGF dan VEGF, urokinase plasminogen activator (uPA),
serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada proses invasi dan angiogenesis
(Patil dan Kundu, 2006; Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014).
83
Tingginya ekspresi MMP-9 yang sejalan dengan peningkatan derajat tumor
pada penelitian ini menunjukkan peranan penting MMP-9 pada setiap tahap
progresifitas tumor sehingga dapat dijadikan sebagai marka penting agresivitas
karsinoma adenum asinus prostat. Namun sayangnya sampai saat ini belum
terdapat kesepakatan tentang nilai cut off point ekpresi MMP-9 pada karsinoma
adenum asinus prostat sehingga masih banyak dijumpai keberagaman cara
pelaporan dan menyulitkan dalam aplikasi klinis.
84
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ekspresi MMP-9 pada karsinoma adenum asinus prostat derajat tinggi lebih tinggi
dibandingkan dengan derajat rendah.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan cut off point ekspresi
MMP-9 pada karsinoma adenum asinus prostat sehingga didapatkan
keseragamn pelaporan tingkat ekspresinya untuk kepentingan aplikasi klinis.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan ekspresi MMP-9 pada
jaringan karsinoma adenum asinus prostat dengan kadar MMP-9 di serum,
sehingga dapat dikembangkan kemungkinan MMP-9 sebagai marka penanda
agresivitas tumor secara serologi.
3. Perlu ditelaah adanya faktor biologik lain seperti CXCCR4 yang ikut
mempengaruhi agresivitas karsinoma adenum asinus prostat melalui
peningkatan VEGF dan MMP-9 pada ras non-caucasian.
85
DAFTAR PUSTAKA
Anisimov, V.N. 2009. Carcinogenesis and aging 20 years after : escaping horizon. Mech Ageing Dev, 130:105-121. Anonim. 2009. Registrasi Kanker di Denpasar. Dalam: Kanker di Indonesia
Tahun 2007 Data Histopatologik. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia. Anonim. 2015. Prostate Cancer Detection and Early Prevention. USA: American Cancer Society. Anonim. t.t. (a) Introduction to imunohistochemistry. Available at :www.ihcworld.com. Accessed on 2015 Feb.24 Anonim. t.t. (b) Immunohistochemistry Protocol for Frozen Section. Leinco Technologies, Inc. Ansari, M.A., Shaikh, S., Muteeb, G., Rizvi, D., Shakil, S., Alam, A.,Tripathi, R., Ghazal, F., Rehman, A., Ali, S.Z., Pandey, A.K., Ashraf, G.M., 2013. Role of Matrix Metalloproteinases in Cancer. In : Ashraf, G.M., Sheikh, I.A., editors. Advanced in Protein Chemistry. USA: OMICS group ebook. p. 4-10. Bassi, P.F., Sacco, E. 2009. Cancer and aging: the molecular pathway. Urol Oncol; 27:620-627 Bickers, B., Aukim-Hastie, C. 2009. Review: New Molecular Biomarkers for the Prognosis and Management of Prostate Cancer-The Post PSA Era. Anticancer
Research 29:3289-3298. Bjartel,l A., Montironi, R., Berney D.M., Egevad L. 2011. Review Article : Tumour Markers in Prostat Cancer II : Diagnostic and Prognostic Cellular Biomarkers. Acta Oncologia; 50 (Suppl 1): 76-84. Bouchet, S., Bauvois, B. 2014. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL), Pro-Matrix Metalloproteinase-9 (pro-MMP-9) and Their Complex Pro-MMP-9/NGAL in Leukaemias. Cancers, 6: 796-812. Brimo, F., Montironi, R., Egevad, L., Erbersdobler, A., Lin, D.W., Nelson, J.B., van der Kwast, T., Amin, M., Eipstein, J.I. 2013. Contemporary Grading for Prostate Cancer: Implications for Patient Care. Eur Urol, 6:892-901.
86
Buhmeida, A., Pyrhonen, S., Laato, M., Collan Y. 2006. Review: Prognostic factor in prostate cancer. Diagnostic Pathology Available from: http://www.diagnosticpathology.org/content/1/1/4. Accessed on 2014 Nov. 6. Castellano, G., Malaponte, G., Mazzarino, M.C., Figini, M., Marchese, F., Gangemi, P., Travali, S., Stivala, F., Canevari, S., Libra, M. Activation of the Osteopontin/Matrix Metalloproteinase-9 Pathway Correlates with Prostate Cancer Progression. 2008. Clin Cancer Res; 14: 7470-7480. Chakrabarti, S., Zee, J M., Patel, K D. 2006. Regulation of matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) in TNF-stimulated neutrophils: novel pathways for tertiary granule release. J. Leukoc. Biol; 79: 214-222. De Torres- Ramirez, I. 2007. Prognostic and Predictive Factors of Prostat Carcinoma in Prostate Biopsy.Service of Pathology. Val d’Hebron Hospital. Barcelona Spain, Actas Urol Esp; 31(9): 1025-1044. Deryugina, E.I dan Quigley, P.J. 2006. Matrix metalloproteinases and tumor metastasis. Cancer Metastasis Rev; 25: 9-34. Eipstein, J.I dan Lotan, T.L. 2015. Prostate. In: Kumar F., Abbas A.K., Fausto N., Aster J.C., editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease Ninth
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 980-990. Eipstein, J.I dan Netto, G.J. 2010. The Prostate and Seminal Vesicles. In: Mills S.E., editor. Sternberg's Diagnostic Surgical Pathology Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. p. 1870-1913. Eipstein, J.I., Cubilla, A.L., Humphrey, P.A. 2011. The Normal Prostate Gland. In: Silverberg S.G., Gardner Jr. W.A., Sobin L.H., editors. Afip Atlas of Tumor
Pathology, Tumor of The Prostate Gland, Seminal Vesicles, Penis and Scrotum
Fourth Series Fasicle 14. Washington DC: American Registry of Pathology, Armed Forces Institute of Pathology. p.1-21, p. 77-213. Farina, A.R., Mackay, A.R.. 2014. Gelatinase B/MMP-9 in Tumour Pathogenesis and Progression. Cancers, 6: 240-296. Gialeli, C., Theocharisand, A.D., Karamanos, N K. 2010. Roles of matrix metalloproteinases in cancer progression and their pharmacological targeting. FEBS Journal; 278: 16-27. Gong, Y., Chippada-venkata. U.D., William, K. 2014. Review : Roles of Matrix Metalloproteinases and their natural Inhibitors in Prostate Cancer Progression. Cancers, 6: 1298-1327. Gonzales, R., M-Fresno, R., R-Ugarteburu, G., Ariaga, G.P., Cima, L., Samoana-A, F., Fernandez-V, M., Garcia-I, F., Perez-Carol, J.R., Tardon-A. 2010.
87
Expression of matrix metalloproteinase-9 in prostate cancer. Preliminary experience. Arch Esp Urol; 63 (2): 119-24. Gunduz, G., Fiskin, K. 2014. Aging and cancer: molecular facts and awareness for Turkey. Turk J Biomol; 38: 708-719. Heidenrich, A., Bastian, P.J., Bellmunt J., Bolla, M., Joniau, S., Mason, M.D., Matveev V., Mottet, N., van de Kwast, T.H., Wiegel, T., Zattoni, F. 2012. Guidelines on Prostate Cancer. European Association of Urology. p.7-12. Hsu, F-N., Chen, M-C., Chiang, M-C., Lin, E., Lee, Y-T., Huang, P-H., Lee, G-S., Lin, H. 2011.Regulation of Androgen Receptor and Prostate Cancer Growth by Cyclin-dependent Kinase 5. The Journal of Biological Chemistry.286.No.38.p. 33141-33149. Hughes, C., Murphy, A., Martin, C., Sheils, O., O’Leary, J. 2005. Review: Molecular Pathology of Prostate Cancer. J Clin Pathol 58:673-684. Incorvaia, L., Badalementi, G., Rini, G., Arcara, C., Fricano, S., Sferrazza, C., Di-Trapani, D., Gebbia, N., Leto, G. 2007. MMP-2, MMP-9 and Actin A Blodd Levels in Patient with Breast Cancer or Prostate Cancer Metastatic to the Bone. ANTICANCER RESEARCH, 27: 1519-1526. Jemal, A., Siegel, R., Ward, E., Hao, Y., Xu, J., Murray, T., Thun, M.J .2008. Cancer Statistics, 2008. CA Cancer J Clin; 58 (2): 71–96. Jin,J-K., Dayyani, F., Gallick, G.E. 2011. Steps in Prostate Cancer Progression that Lead to Bone Metastasis. Int J Cancer; 128 (11); 2545-2561. Kumar, F., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C.2015. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Ninth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 306-310. Loffek, S., Schilling, O., Franzke, C-W. 2011. Biological role of matrix metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J, 38: 191–208. Lozano, R., Naghavi, M., Foreman, K., Lim, S., Shibuya, K., Aboyans, V., Abraham, J., Adair, T., Aggarwal, R., Ahn, S.Y, et al. 2012. Global and regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet ;380 (9859): 2095–128. Magub, S. 2011. Immunohistochemistry : Getting The Stain You Want. Dalam : Microscopy and Imaging.Available from : www.bitesizebio.com. Accessed on 2015. Feb 5.