EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · ii persetujuan eksperimentasi model pembelajaran...

101
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika Diajukan Oleh: M. WAHID SYAIFUDDIN S850908114 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF · ii persetujuan eksperimentasi model pembelajaran...

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK

BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika

Diajukan Oleh:

M. WAHID SYAIFUDDIN S850908114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

ii

PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK

BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Disusun oleh :

M. WAHID SYAIFUDDIN

S850908114

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal : ……………….

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP 19630826 198803 1 002 NIP 19680517 199303 1 002

Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si NIP 19660225 199302 1 002

iii

PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK

BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN

AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Disusun oleh :

M. WAHID SYAIFUDDIN

S850908114

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada tanggal : ……………….

Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua : Dr. Mardiyana, M. Si ………………….

Sekretaris : Dr. Riyadi, M. Si ………………….

Anggota Penguji:

1. Drs. Tri Atmojo K, M. Sc, Ph. D ............................

2. Drs. Budi Usodo, M. Pd ............................

Mengetahui,

Direktur PPS UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M. Sc, Ph. D Dr. Mardiyana, M. Si NIP 19570820 198503 1 004 NIP 19660225 199302 1 002

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : M. Wahid Syaifuddin

NIM : S850908114

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul

”EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA

POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI

KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN

KLATEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010” adalah karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam

daftar pustaka. Apabila dalam kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Klaten, Januari 2010

Yang membuat pernyataan

M. Wahid Syaifuddin

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang besar

penulis panjatkan atas rahmat, taufik, hidayah dan pertolongan-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Eksperimentasi Metode Pembelajaran

Matematika Teams Assisted Individualization (TAI) Pada Pokok Bahasa Relasi dan

Fungsi Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten

Tahun Pelajaran 2009/2010” dengan baik.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,

dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terimakasih kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Penddidikan Matematika Program

Pascasarjana yang selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis ini.

3. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D, Dosen Pembimbing I yang penuh dengan

kearifan telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis demi

kesempurnaan dan terselesaikannya tesis ini.

4. Drs. Budi Usodo, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang penuh keikhlasan

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan suport maksimal yang sangat

berarti kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik .

vi

5. Bapak ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

6. Bapak Sudaryono, M. Pd dan Bapak Edi Supraptana, S.Pd selaku validator

instrumen tes kemampuan awal siswa dan tes prestasi belajar.

7. Kepala MTs Muhammadiyah Trucuk dan stafnya yang telah memberikan ijin

untuk pengambilan data uji coba instrumen penelitian yang diperlukan dalam

penyusunan tesis ini.

8. Kepala MTs Negeri Pedan, MTs Negeri Gantiwarno, dan MTs Negeri Mlinjon

Filial Trucuk beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai

kemudahan, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan dengan baik

9. Rekan-rekan guru MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk atas dukungan dan

pengertiannya.

10. Istriku tercinta, anakku tersayang atas dukungan dan motivasinya.

11. Ibu dan Bapak tersayang atas doa – doanya, serta adik-adikku yang selalu

memberikan motivasi.

12. Rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2008 Program Studi Pendidikan Matematika

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik.

13. Semua pihak yang telah mendukung Penulis dalam menyusun tesis ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

vii

Semoga amal kebaikan dari semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari

Allah SWT.

Demikianlah tesis ini disusun dan kami yakin masih banyak kekurangan

didalamnya, untuk itu demi lebih baiknya karya ini, mohon saran, ide, dan masukan

yang membangun dari semua pihak.

Penulis berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi peningkatan kualitas

pendidikan matematika khususnya dan pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Klaten, Januari 2010

Penulis

viii

MOTTO

“......Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu

mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Ali Imran: 173)

” Barang sispa ingin bahagia di dunia harus dengan ilmu, barang siapa ingin bahagia

di akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang siapa ingin bahagia keduanya (dunia

dan akhirat) juga harus dengan ilmu.”

( Al-Hadits)

“Carilah kehidupan akhirat, tanpa melalaikan kehidupan dunia. ( Kalau kita mencari

kehidupan akhirat insa Allah dunia akan ikut, tapi kalau kita mencari kehidupan

dunia, dunia belum tentu dapat, akhirat pun melayang)

(Al-Hadits)

ix

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

Ø Ibu dan Bapak tercinta, terimakasih atas doa-doanya

Ø Tantrie Rosariningtyas, istriku tercinta, terimakasih

atas segala dukungan dan motivasinya, semangat!!!

Ø Putriku yang sholehah Zahwa Nafisa Al-Hafiza

Ø Adik-adikku Drh. Hanif Farchani, dan M. Khusni

Fajar, S.S.T beserta istri masing-masing, semoga

menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

Ø Rekan-rekanku mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika Pascasarjana UNS

Ø Almamaterku

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... ........ i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ........ ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ........ iii

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ ........ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................... ........ v

MOTTO ................................................................................................. ........ viii

PERSEMBAHAN .................................................................................. ........ ix

DAFTAR ISI .......................................................................................... ........ x

DAFTAR TABEL .................................................................................. ........ xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ........ xiii

ABSTRAK........................................................................................................ xiv

ABSTRACT ........................................................................................... ........ xvi

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... ........ 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. ........ 1

B. Identifikasi Masalah.................................................................... ........ 7

C. Pembatasan Masalah ................................................................... ........ 8

D. Rumusan Masalah ....................................................................... ........ 9

E. Tujuan Penelitian ........................................................................ ........ 9

F. Manfaat Penelitian ...................................................................... ........ 10

BAB II LANDASAN TEORI................................................................. ........ 11

A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... ........ 11

1. Hakekat Belajar..................................................................... ........ 11

2. Hakekat Matematika ............................................................. ........ 13

3. Belajar Matematika ............................................................... ........ 15

4. Prestasi Belajar Matematika.................................................. ........ 18

5. Pendekatan Konstruktivisme…………………………………….... 18

6. Pembelajaran Kooperatif……………………...…………...……… 20

7. Team Assisted Individualization........................................... ........ 26

xi

8. Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI…………................. 30

9. Pembelajaran Konvensional.................................................. ........ 32

10. Kemampuan Awal................................................................. ........ 35

11. Materi Pembelajaran Matematika ......................................... ........ 36

B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... ........ 37

C. Kerangka Berpikir....................................................................... ........ 40

D. Hipotesis...................................................................................... ........ 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... ........ 44

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... ........ 44

B. Jenis Penelitian............................................................................ ........ 45

C. Populasi dan Sampel ................................................................... ........ 47

D. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... ........ 48

E. Teknik Analisis Data................................................................... ........ 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 71

A. Hasil Uji Coba Instrumen ..........………………………………............ 71

B. Deskripsi Data ........................................................................................ 74

C. Hasil Analisis Uji Keseimbangan .......................................................... 76

D. Hasil Analisis Uji Prasyarat ..…………………………………….…... 76

E. Hasil Analisis Uji Hipotesis Penelitian …………………..…………… 78

F. Hasil Uji Lanjut Hipotesis .................................................................... 81

G. Pembahasan Hipotesis Penelitian ……………………………….…..... 81

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................... 84

A Kesimpulan ………………………………………………………..….. 84

B. Implikasi …….……………………………………………………….. 85

C. Saran ……………………………………………………..………….. 86

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 87

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................. 44

Tabel 3.2 Desain Penelitian ............................................................................. 46

Tabel 3.3 Sampel Penelitian ............................................................................. 48

Tabel 3.4 Tata Letak Penelitian ....................................................................... 62

Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ........................................ 67

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 71

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas ..................................................................... 77

Tabel 4.3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ......................... 78

Tabel 4.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ......................................... 79

Tabel 4.5 Rataan dan Rataan Marginal ............................................................ 81

xiii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Silabus ………………………………………………………….. 90

Lampiran 2 : RPP ....………………………………………………………….. 92

Lampiran 3 : Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal ...…………………………….. 143

Lampiran 4 : Soal Tes Kemampuan Awal ………………………………….… 144

Lampiran 5 : Lembar Validasi Tes Kemampuan Awal ………………………. 152

Lampiran 6 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar ....................................................... 156

Lampiran 7 : Soal Tes Prestasi Relajar ….......................................................... 158

Lampiran 8 : Lembar Validasi Tes Prestasi Relajar .......................................... 165

Lampiran 9 : Uji Reliabilitas, Derajad Kesukaran, dan Daya Beda

Tes Kemampuan Awal ................................................................. 167

Lampiran 10 : Uji Reliabilitas, Derajad Kesukaran, dan Daya Beda

Tes Prestasi Relajar ...................................................................... 171

Lampiran 11 : Data Induk Penelitian ..................................... ............................. 172

Lampiran 12 : Data Kemampuan Awal …............................................................ 175

Lampiran 13 : Uji Keseimbangan ........................................................................ 178

Lampiran 14 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Rendah .................................. 183

Lampiran 15 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Sedang .................................. 189

Lampiran 16 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Tinggi .................................... 195

Lampiran 17 : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ......................................... 198

Lampiran 18 : Uji Normalitas Kelompok Kontrol ................................................ 202

Lampiran 19 : Uji Homogenitas Kemampuan Awal .......... .................................. 206

Lampiran 20 : Uji Homogenitas Model Pembelajaran....... .................................. 211

Lampiran 21 : Uji Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama....... ......... 216

xiv

ABSTRAK

M. Wahid Syaifuddin, NIM. S850908114, Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada pokok Bahasan Relasi dan Fungsi ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis, Surakarta, Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. (2) Apakah kemampuan awal siswa berpengaruh memberikan prestasi belajar matematika (3) Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Madrasah Tsanawiyah kelas VIII semester I tahun pelajaran 2009/2010 yang berada di Kabupaten Klaten. Sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling. Dalam pengambilan sampel dengan cara ini, kluster-kluster yang ada dianggap homogen. Dari 11 Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri dipilih secara acak 3 MTs yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya pada tiap-tiap MTs yang terpilih, secara acak melalui pengundian dipilih dua kelas untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kontrol, yaitu siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Gantiwarno, dan kelas VIII B pada MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok eksperimen, serta siswa kelas VIII B pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII C pada MTs Negeri Gantiwarno, dan siswa kelas VIII C MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok kontrol. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 227 siswa.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) pemberian tes kemampuan awal

siswa; (2) memberikan tes untuk pengambilan data prestasi belajar. Sebelum tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika digunakan sebagai penelitian, terlebih dahulu instrumen tersebut dilakukan uji coba. Pada uji coba tes dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan adalah nilai ujian mata pelajaran matematika semester genap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat siswa kelas VII tahun ajaran 2009/2010. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan penelitian dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t dan sebagai persyaratan analisis data dilakukan uji normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan metode Bartlet

xv

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan analisis bahwa Fa = 17,477 > 3,84 = Ftab dengan rata-rata 18,29 pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan 16,13 rerata pada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional; (2) kemampuan awal tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dengan hasil analisis Fb= 0,106 < 3,00 = Ftab; (3) diantara pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah, dengan hasil analisis Fab = 0,114 < 3,00 = Ftab.

xvi

ABSTRACT M. Wahid Syaifuddin, NIM. S850908114, Experimentation of Teams Assisted Individualization (TAI) type of Cooperative Learning in the Subject Matter of Relation and Function viewed from the Prior Competency of VIII Graders of MTs Regency Klaten in the School Year of 2009/2010. Thesis. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. Surakarta,.2010 This research aims to find out : (1) whether or not the TAI type of cooperative learning model gives better performance compared with the conventional learning model, (2) wheather or not the students prior capability give better learning achievement, and (3) which one giving better mathematics learning achievement, the TAI type of cooperative learning model or the conventional learning model, in the students with high, intermediate, and low prior capability. This research is to a quasi-experimental research with 2 x 3 factorial design. The population of research were all VIII graders of semester I of Madrasah Tsanawiyah in the school year of 2009/2010 in Klaten Regency. Meanwhile, the sampling technique used was cluster random sampling. In this way, The clusters are regarded homogen. Three of eleven of Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri was choosen at random. It will be the location of research. Next, each MTs were selected, at random to raffle of classes. Then, choose two classes for control an experiment group. They are The students of VIII A grade on MTsN Pedan, VIII A grade on MTsN Gantiwarno, and VIII B grade on MTsN Mlinjon Filial Trucuk as experiments group, and the students of VIII B grade on MTsN Pedan, VIII C grade on MTsN Gantiwarno and VIII C grade on MTsN Mlinjon Filial Trucuk as controls group. The numbers of samples are 227 students. The data collection was done by (1) administering the test of students prior capability; (2) administering the test of learning achievement data. Before the test of students prior capability and the test of mathematics learning achievement, used as the research, previously. It is carried out a try out, at the try out of test, it is done and validity test, reability ang differences way the level difficulties. The data that is used for vbalancing test in examination mark of mathematic subject if experimental group and control group when they were at 7th grade year in 2009/2010. The used data of analysis technique is unbalanced two ways analysis of variance. As the cndition of research. It is carried out a balancing examination with T-test and as the condition data analisis is carried a normality examination using Lilliefors method and homogenity examination using Bartledt method. The result of research show that (1) the use of TAI type of cooperative learning model gives better performance compared with the conventional learning model ; it is indicated by the result of analysis calculation that Fa = 17.477 > 3.84 = Ftab with the means of 18.29 in the students exposed to the TAI type of cooperative learning model

xvii

and 16.13 in the students exposed to the conventional learning model ; (2) prior capability does not affect the students learning achievement, with the result of analysis Fb = 0.106 < 3.00 = Ftab, (3) between the TAI type of cooperative learning model does produce gives better math learning achievement than conventional learning model. It well for the student which having high, intermediate, and low prior capability, with analysis result Fabs = 0,114 < 3.00 = Ftab.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan yang

berkualitas pula. Pendidikan yang berkualitas disesuaikan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

mencakup peningkatan ilmu terapan dan ilmu pengetahuan dasar. Salah satu

upaya meningkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dasar adalah

dengan meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika.

Suka atau tidak, seseorang akan selalu bertemu dengan matematika dalam

kehidupan sehari-hari. Pertemuan itu bisa terjadi dalam situasi formal, misalnya

dalam pembelajaran disekolah atau dalam situasi informal di dalam kehidupan

dirumah dan masyarakat. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan juga

pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, karena matematika bukan pengetahuan yang

menyendiri tetapi matematika membantu manusia dalam memahami dan

memecahkan masalah sosial, ekonomi, dan alam. Prinsip-prinsip matematika

banyak digunakan dalam beberapa alat yang dapat membantu manusia dalam

kehidupan sehari-harinya, seperti kalkulator, komputer, dan lain-lain.

xviii

Menurut Herman Hudoyo (1990: 4) materi matematika sangat berkenaan

dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan

penalaran yang deduktif. Sehingga materi atau ide-ide/konsep-konsep matematika

pada tingkatan/jenjang sebelumnya sangat berkaitan dengan pemahaman konsep

matematika pada jenjang/tingkatan selanjutnya. Sehingga mempelajari

matematika membawa konsekuensi pada proses belajar dan pembelajaran yang

membutuhkan pemikiran yang lebih serius dan mendalam dalam mempelajari

matematika.

Pada umumnya kemampuan matematika siswa SMP/MTs berdasarkan

nilai matematika masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai bidang studi yang

lain, apalagi kemampuan matematika negara kita dibandingkan dengan negara

lain.

Jumlah jam pembelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak

dibandingkan di negara Malaysia dan Singapura dalam satu tahun. Dalam satu

tahun pembelajaran, peserta didik kelas VIII di negara kita rata-rata mendapat 169

jam pembelajaran matematika. Sementara di Malaysia peserta didik hanya

mendapat 120 jam dan di Singapura 112 jam pembelajaran matematika tiap

tahunnya.

Dengan jumlah jam yang banyak prestasi matematika Indonesia malah

tertinggal jauh dari kedua negara tersebut. Untuk pelajaran matematika kelas dari

48 negara peserta survei, Indonesia berada pada posisi ke-36 dengan nilai rata-

rata 397. Posisi indonesia ternyata sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-

negara asia tenggara lainnya seperti singapura yang berada pada peringkat 3

1

xix

dengan nilai rata-rata 593, Malaysia yang berada pada peringkat 20 dengan nilai

rata-rata 474, Thailand yang berada pada peringkat 39 dengan nilai rata-rata 441

(TIMSS, 9 Desember 2008).

Untuk itu pengajar matematika harus mengetahui seberapa besar tingkat

kemampuan setiap siswanya yang diajar. Hal ini perlu dilakukan karena guru

dalam mengajar menyampaikan materi pelajaran matematika sering terhambat

karena kurangnya kemampuan penguasaan materi oleh siswa meskipun konsep

matematika yang sedang diajarkan sudah pernah diajarkan sebelumnya oleh guru.

Hal ini menimbulkan dilemma bagi guru apakah harus mengulangi pengajaran

tentang topik yang belum dikuasai oleh siswa meskipun kurangnya waktu untuk

menjelaskan kembali atau dibiarkan saja dengan menyuruh siswa belajar sendiri

dan guru melanjutkan pengajaran tentang topik baru.

Disisi lain sebagaian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran

matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit dan rumit, sehingga siswa

malas untuk mempelajarinya. Sikap siswa tersebut disebabkan oleh pengalaman

siswa sebelumnya. Pengalaman siswa tersebut diantaranya persepsi siswa

terhadap pelajaran matematika maupun guru matematikanya. Mereka

beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, bahkan guru yang

mengajar pelit jika memberikan nilai, pemarah, selera humor rendah. Adanya

persepsi siswa yang negatif baik terhadap pelajarannya maupun gurunya

membawa dampak pada prestasi belajar matematika siswa.

Selain itu banyak siswa yang merasa bosan, sama sekali tidak tertarik dan

bahkan merasa benci terhadap matematika karena diajarkan secara salah.

xx

Matematika hanya diajarkan sebagai kumpulan angka-angka, rumus-rumus, atau

langkah-langkah yang harus dihafalkan dan siap pakai untuk menyelesaikan soal.

Hal tersebut berdasarkan pembelajaran matematika yang cenderung menekankan

aspek hafalan dan sangat kurang pada perkembangan nilai. Pembelajaran

matematika cenderung pada pencapaian target kurikulum dan buku pegangan,

bukan pada pemahaman bahan yang dipelajari. Peserta didik cenderung

menghafalkan konsep-konsep matematika yang diberikan pendidik dan yang

sesuai dalam buku, tanpa memahami maksud dan isinya.

Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan

mengembangkan berbagai metode keterampilan dalam pengajaran matematika.

Dalam hal ini hendaknya guru harus kreatif dan inovatif dalam memilih metode

pembelajaran, sehingga dapat membuat proses belajar mengajar matematika

menjadi menarik dan dapat membangkitkan semangat (motivasi) siswa serta

membuat siswa ikut berperan secara aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan

demikian pemahaman terhadap konsep-konsep matematika akan lebih mantap dan

akan mengubah anggapan siswa bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit

dan membosankan.

Pada kenyataannya banyak dijumpai guru dalam mengajar matematika

masih menggunakan cara konvensional (tradisional). Dalam pembelajaran

matematika dengan cara konvensional kegiatan belajar mengajar banyak

didominasi oleh guru, sehingga yang aktif adalah guru. Dengan demikian peserta

didik cenderung pasif, hanya mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat apa

yang telah diterangkan oleh guru. Hal ini menyebabkan peserta didik cenderung

xxi

malas berfikir untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dan tidak

sedikit peserta didik yang merasa jenuh dalam mengikuti pelajaran matematika.

Seharusnya semua guru mampu menciptakan kondisi belajar mengajar

yang menyenangkan. Untuk dapat berprestasi dengan baik, maka kegiatan

pembelajaran harus dilakukan secara menarik dan dapat dinikmati oleh peserta

didik dan guru. Pengembangan iklim belajar yang menggairahkan bagi peserta

didik, hubungan guru dan murid yang lebih informal dengan penuh kerjasama,

saling membantu, dan saling menghormati, serta pendidikan yang lebih

berorientasi pada kehidupan bukan buku dan mata pelajaran yang mungkin akan

banyak menolong memecahkan masalah dasar pendidikan itu.

Menurut Anita Lie (2008:11) perlu ada perubahan paradigma dalam

menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah

seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.

Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan

informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar

tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar

dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan

kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas

yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong royong atau

cooperative learning (pembelajaran kooperatif).

Sejalan dengan Anita Lie, Terry Wood (1999:171) menyatakan bahwa

”beberapa peneliti seperti Confrey dan Labinowicz telah memperoleh pandangan

yang membangun dan berpendapat bahwa siswa akan memahami matematika

xxii

dengan baik jika siswa dengan aktif terlibat dalam proses pembelajaran

matematika.”

Untuk menarik keaktifan dan minat belajar siswa maka guru harus

menggunakan model pembelajaran selain model pembelajaran konvensional,

salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted

Individualization (TAI). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dirasa sangat

dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran karena dengan adanya kerjasama antar

peserta didik dan juga ada monitoring dari guru terhadap individu dapat membuat

pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan dapat mempercepat hubungan

antara peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru. Karena

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, peserta didik tidak hanya

dituntut pertanggungjawaban secara kelompok tetapi juga pertanggungjawaban

secara individu, sehingga diharapkan peserta didik dapat memanfaatkan

kelompok belajarnya untuk memperdalam materi yang sedang dipelajari agar

dapat memperoleh prestasi belajar yang maksimal.

Untuk mengatasi kenyataan tersebut di atas sebagai seorang guru mencoba

bereksperimentasi tentang pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Selain model pembelajaran, dalam pembelajaran matematika juga harus

memperhatikan salah satu faktor internal dari siswa yaitu kemampuan awal.

Pembelajaran akan berhasil dengan baik bila dimulai dari apa yang telah diketahui

oleh siswa, baik pengetahuan dan tingkah laku dalam arti luas prasyarat bagi

bahan pembelajaran berikutnya. Apabila siswa mempunyai kemampuan awal

xxiii

mengenai materi yang disampaikan, maka ia akan lebih cepat memahami konsep-

konsepnya dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal

tentang materi tersebut, karena didalam pelajaran terutama matematika terdapat

prasyarat tertentu yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengikuti materi tertentu

dengan mudah. Dengan demikian, dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI

siswa yang memiliki kemampuan awalnya tinggi akan lebih mudah memahami

matematika sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena adanya kesan

siswa terhadap pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan

membosankan. Hal ini disebabkan pelajaran matematika banyak memuat

konsep-konsep dan prinsi-prinsip yang sukar dipelajari.

2. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena kurangnya

minat siswa terhadap matematika.

3. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena siswa kurang

motivasi dalam belajar matematika.

4. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena masih banyak

guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam

menyampaikan materi pelajaran matematika sehingga pembelajaran

cenderung berpusat pada guru, sedangkan siswa pasif.

xxiv

5. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena

kurang optimalnya penggunaan model pembelajaran terutama model

pembelajaran kooperatif (cooperative learning) semisal TAI.

6. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena kemampuan

awal siswa yang masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti serta agar

penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka penelitian ini

hanya dibatasi dalam:

1. Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan

pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan awal siswa dalam penelitian ini dibatasi pada tes kemampuan

awal sebagai prasarat pada pokok bahasan himpunan, operasi hitung bilangan

bulat, dan persamaan linear dengan satu variabel yang telah dipelajari

sebelumnya akan menjadi dasar dalam mempelajari materi relasi dan fungsi

3. Prestasi belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar matematika

siswa pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi yang telah dicapai pada akhir

penelitian ini.

D. Rumusan Masalah

xxv

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan maalah tersebut maka

dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan model kooperatif tipe TAI lebih baik dari siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan model konvensional ?

2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang

mempunyai kemampuan awal tinggi, kemampuan awal sedang ataupun yang

berkemampuan rendah ?

3. Manakah di antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan

pembelajaran konvensional yang menghasilkan prestasi belajar matematika

yang lebih baik jika ditinjau dari kemampuan awal siswa?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian

ini mempunyai tujuan:

1. Mengetahui prestasi matematika pada siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, apakah lebih baik dari pada

yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai nilai

kemampuan awal tinggi, apakah lebih baik dari pada siswa yang mempunyai

kemampuan awal sedang ataupun rendah.

xxvi

3. Mengetahui diantara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan

pembelajaran konvensional manakah yang memberikan prestasi belajar

matematika lebih baik jika ditinjau dari kemampuan awal siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai

berikut:

1. Memberikan salah satu alternatif model pembelajaran matematika kepada

guru untuk dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI

dalam menyampaikan pelajaran matematika.

2. Memberikan informasi tentang perbedaan prestasi belajar pada siswa yang

mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah

3. Sebagai masukan kepada kepala sekolah dalam upaya mengefektifkan

pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika,

karena banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar matematika,

misalnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru dan kemampuan

awal siswa, sehingga pihak sekolah dapat memfasilitasi sarana dan prasarana

yang mendukung keberhasilan pembelajaran matematika.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

xxvii

1. Hakekat Belajar

Seseorang dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah terjadi

suatu perubahan, baik secara lahiriah ataupun bukan lahiriah. Seperti

dikatakan oleh Nana Sudjana (1996:5) yang menyatakan bahwa “ belajar

adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang ”.

Cronbach dalam Sumadi Suryabrata (2002:231) menyatakan bahwa,

“belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam

mengalami itu pelajar menggunakan panca inderanya”. Menurut Biggs dalam

Juliette D. G. Goldman (2002) mengatakan bahwa : “Pembelajaran adalah....

suatu cara saling berinteraksi dengan dunia”. Sedangkan Oemar Hamalik

(2000:60) menyatakan bahwa, “belajar (learning) merupakan proses

perubahan tingkah laku sebagai hasil daripada pengalaman dan latihan”.

Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (1990:84) juga menyatakan

bahwa “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang

terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang

berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak

dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan

atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”.

Menurut Ngalim Purwanto (1900: 85) ciri-ciri belajar adalah :

a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.

b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau

pengalaman.

11

xxviii

c) Untuk belajar, maka perubahan itu harus relatif baik.

d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut

berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis.

Dari uraian dan pendapat di atas, pada penelitian ini belajar adalah

suatu proses perubahan tingkah laku yang dialami seseorang malalui

serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan dan lain

sebagainya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dalam pengertian,

pemecahan masalah, keterampilan, kebiasaan ataupun sikap seseorang. Toeti

Soekamto (1997:8) menyatakan bahwa, “apabila seseorang telah belajar

sesuatu, maka ia akan berubah kesiapannya dalam hal menghadapi

lingkungannya”. Dengan demikian belajar adalah usaha untuk merubah

tingkah laku seseorang dari tidak yahu menjadi tahu, dari tidak mengerti

menjadi mengerti dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak hanya berupa

perubahan ilmu pengetahuan belaka, namun dapat juga berupa kecakapan,

pengertian, keterampilan sikap, harga diri dan sebagainya yang menyangkut

segala aspek kehidupan seseorang termasuk pribadinya.

2. Hakekat Matematika

Terdapat banyak dijumpai definisi atau ungkapan pengertian

matematika, bahkan mungkin sebanyak tokoh yang mendefinisikan

matematika tersebut. Ada tokoh yang tertarik dengan perilaku bilangan, maka

ia melihat matematika dari sudut bilangan. Tokoh lain lebih mencurahkan

perhatian pada struktur-struktur, ia melihat matematika dari sudut pandang

xxix

struktur-struktur itu. Dengan kata lain tidak terdapat satu definisi tentang

matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar

matematika.

Menurut Rotman dalam Brent Davis (2003) bahwa "Matematika

adalah suatu aktivitas, suatu praktek . Sedang Ebbutt dan Straker dalam

Depdiknas (2006:3-6) mendefinisikan matematika sebagai berikut :

a) Matematika sebagai pola penelusuran pola dan bilangan

b) Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan

penemuan.

c) Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

d) Matematika sebagai alat berkomunikasi.

Sedangkan materi pelajaran matematika diklasifikasikan sebagai

berikut: (a) fakta (facts), (b) pengertian (concepts), (c) keterampilan

penalaran, (d) keterampilan algoritmik, (e) keterampilan menyelesaikan

masalah matematika (problem solving) dan (f) keterampilan melakukan

penyelidikan (investigation).

Menurut Soehardjo (1992:12) matematika dapat digambarkan sebagai

suatu kumpulan sistem yang tiap-tiap sistem itu mempunyai struktur atau

urutan, interelasi dari pengetahuan atau operasi-operasi sendiri yang tersusun

secara deduktif. Matematika berkenaan dengan pikiran berstruktur yang

relasi-relasi operasinya maupun hubungan-hubungannya diatur secara logis.

xxx

Hal ini berarti matematika bersifat sangat abstrak yaitu berkenaan dengan

konsep, prinsip abstrak dan penalaran.

Gagne dalam Soehardjo (1992:12) menyatakan bahwa obyek

penelaahan matematika adalah fakta, keterampilan (operasi matematika),

konsep dan prinsip atau aturan-aturan. Obyek penelaahan ini menggunakan

simbol-simbol sebagai sarana untuk melakukan penalaran. Di bagian lain

Soehardjo (1992:13) juga berpendapat bahwa sistem matematika adalah

sistem deduktif yang dimulai dari memilih beberapa unsur yang tidak

didefinisikan yang disebut unsur-unsur penduhulu yang diperlukan sebagai

dasar komunikasi, kemudian ke unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan

unsur-unsur yang didefinisikan tadi. Dengan demikian, matematika adalah

ilmu tentang pola keteraturan dan ilmu tentang struktur yang terorganisasi.

Menurut Herman Hudoyo (1988:3) simbolisasi dalam matematika

menjamin adanya komunikasi dam mampu memberikan keterangan untuk

membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya

pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-

konsepnya tersusun secara hierarkis.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika

berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara

hierarkis dan penalarannya menggunakan sistem deduktif serta konsisten

dalam sistemnya.

3. Belajar Matematika

xxxi

Belajar matematika pada dasarnya merupakan proses yang diarahkan

pada suatu tujuan. Tujuan belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan

seseorang memfungsionalkan materi matematika yang dipelajari, baik secara

konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual dimaksudkan dapat

mempelajari matematika lebih lanjut, sedangkan secara praktis dimaksudkan

menerapkan matematika pada bidang-bidang lain.

Perubahan yang diakibatkan oleh proses belajar dapat ditunjukkan

dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pemahaman, perubahan

pengetahuan, sikap dan tingkah lak, keterampilan lain dan aspek-aspek lain

yang ada pada diri orangyang belajar. Seseorang belajar matematika jika pada

diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan

matematika. Misal, orang yang telah belajar matematika akan terjadi

perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan mampu menerapkannya dalam

kehidupan nyata.

Robert M Gagne (Bell, 1981:108-109) mengungkapkan dalam belajar

matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, objek langsung dan objek

tidak langsung. Objek tidak langsung antara lain, kemampuan menyelidiki dan

memecahkan matematika, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap

positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.

Objek langsung ialah fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

1) Fakta

Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti

lambang bilangan, lambang sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya.

xxxii

2) Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar

dan cepat. Misalnya, membagi sebuah ruas garis menjadi dua buah ruas garis

yang sama panjang, melakukan pembagian cara singkat, membagi bilangan

dengan pecahan, menjumlahkan pecahan, membagi pecahan desimal.

3) Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan

benda-benda (objek) ke dalam contoh dan noncontoh. Ambil contoh suatu

konsep ialah garis lurus. Dengan adanya konsep itu memungkinkan kita

memisahkan objek-objek; apakah objek itu garis lurus atau bukan.

4) Aturan

Aturan adalah objek yang paling abstrak. Aturan ini dapat berupa sifat,

dalil, dan teori. Contoh aturan ialah “Dua segitiga sama dan sebangun bila dua

sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen.

Menurut Jerome Bruner (Erman dkk, 2001:44-48) dalam teorinya

menyatakan bahwa belajar matematika akan berhasil jika proses pengajaran

diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam

pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara

konsep-konsep dan struktur-struktur.

Michael J. Lawson (2000:26) menyatakan bahwa “ tujuan utama dari

pendidikan matematika adalah untuk menemukan jalan yang memberikan

harapan siswa untuk melakukan banyak peranan dengan kecakapan,

xxxiii

mengadakan percobaan dengan atau menggunakan ide-ide secara matematis

dan prosedural yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah.”

Sementara itu menurut Herman Hudojo (1988:6) seseorang dikatakan

belajar matematika bila dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku berkaitan dengan matematika

yang didapat dari usaha orang tersebut, dimana tingkah laku itu dapat diamati.

Dengan demikian pada penelitian ini belajar matematika adalah proses

yang dilakukan siswa untuk memperoleh pengetahuan matematika dimana

perlu diperhatikan objek-objek yang dipelajari dan penekanannya pada

pemahaman konsep dan struktur-struktur.

4. Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah melakukan

usaha untuk mendapatkan pengalaman atau kecakapan baru. Dengan demikian

maka prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai

oleh siswa (dapat berupa penguasaan atau ketrampilan) pada mata pelajaran

matematika. Prestasi belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan evaluasi

belajar atau penilaian. Penilaian dalam hal ini tidak hanya dimaksudkan untuk

mengukur keberhasilan belajar tetapi juga untuk mengetahui seberapa jauh

pemahaman dan penguasaan terhadap materi atau pelajaran yang telah

dipelajari oleh siswa.

xxxiv

Dalam penelitian ini prestasi belajar matematika siswa diukur dengan

tes pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi. Tes akan diberikan setelah materi

pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi sudah diberikan kepada siswa.

5. Pendekatan Kontruktivisme

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu

bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktivis. Konstruktivisme

adalah suatu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau

konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada.

Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima

dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru.

Menurut Sushkin (Isjoni, 2009:32) dalam teori konstruktivisme,

penekanan diberikan kepada siswa lebih daripada guru. Ini disebabkan

siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh

kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru itu siswa membina

sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah. Oleh karena itu,

pembelajaran secara konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berpusat

pada siswa. Guru berperanan sebagai fasilitator yang membantu siswa

membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah.

Prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran menurut Driver

dan Bell (Isjoni, 2009:34) yaitu: (a) hasil pembelajaran tidak hanya tergantung

dari pengalaman pembelajaran di ruangan kelas, tetapi tergantung pula pada

pengetahuan siswa sebelumnya, (b) pembelajaran adalah mengkonstruksi

konsep-konsep, (c) mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri

xxxv

siswa, (d) konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi yang

selanjutnya konsep tersebut diterima atau ditolak, (e) siswalah yang

sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil pembelajaran

mereka, dan (f) adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang

dikontruksi pelajar dalam struktur kognitifnya.

Dalam membentuk kepahaman siswa, pembelajaran secara

cooperative learning dapat digunakan untuk siswa paham tentang sesuatu

konsep dan ide yang lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam

pembinaan pengetahuan baru. Proses mengingat akan lebih bermakna setelah

memahami sesuatu konsep, siswa akan dapat mengingat lebih lama konsep

tersebut, karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan

yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan

yang baru.

6. Pembelajaran Kooperatif

Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia

dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson

(Isjoni, 2009:17) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di

dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama

dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama

lain dalam kelompok tersebut.

Anita lie (2008:12) menyatakan bahwa sistem pengajaran yang

memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur di sebut sebagai sistem

xxxvi

pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Lebih jauh dikatakan,

cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok

atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai

tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada

umumnya terdiri dari empat orang sampai enam orang saja.

Sedangkan menurut Robert E. Slavin (2008:4) pembelajaran

kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para

siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif

diharapkan siswa dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu

dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Beberapa ciri dari cooperative learning (Isjoni, 2009:20) adalah: (a)

setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di

antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya

dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan

keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya

berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Ada dua teori dalam pembelajaran kooperatif yang dapat menjelaskan

keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu teori motivasi dan teori kognitif

(Slavin, 2008:34).

a. Teori motivasi

xxxvii

Dalam kegiatan belajar motivasi sangat penting, karena motivasi

belajar tidak hanya mendorong atau membangkitkan individu untuk giat

dalam belajar tetapi dapat juga menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar

itu. Teori motivasi dalam pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan

pada penghargaan atau struktur di mana para siswa bekerja. Deutsch (Slavin,

2008:34) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan, yaitu:

1) Kooperatif, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap anggota untuk

memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.

2) Kompetitif, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap anggota

menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.

3) Individualistik, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak

memiliki konsekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.

Dari teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah

situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan

pribadi mereka adalah jika mereka bisa berhasil. Oleh karena itu, untuk

mencapai tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman

satu timnya untuk melakukan apapun guna membuat kelompok mereka

berhasil, dan mungkin yang lebih penting mendorong anggota satu

kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal. Dengan kata lain,

penghargaan kelompok yang didasarkan pada kinerja kelompok menciptakan

struktur penghargaan interpersonal di mana anggota kelompok akan

memberikan atau menghalangi pemicu-pemicu sosial (seperti pujian dan

xxxviii

dorongan) dalam merespon usaha-usaha yang berhubungan dengan tugas

kelompok.

b. Teori kognitif

Menurut Slavin (2008:36), teori kognitif menekankan pada pengaruh

dari kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut mencoba meraih tujuan

kelompok ataupun tidak). Terdapat dua kategori dalam teori kognitif, yaitu

teori perkembangan dan teori elaborasi kognitif.

1) Teori perkembangan

Asumsi dasar dari teori perkembangan adalah bahwa interaksi diantara

para siswa pada setiap kegiatan/tugas-tugas yang sesuai dapat meningkatkan

penguasaan konsep mereka. Vygotsky (Slavin, 2008:36) mendefinisikan

wilayah perkembangan paling dekat sebagai “jarak antara level perkembangan

aktual seperti yang ditentukan oleh penyelesaian masalah secara independen

dan level perkembangan potensial seperti yang ditentukan melalui

penyelesaian masalah dengan bantuan dari orang dewasa atau dalam

kolaborasi dengan teman yang lebih mampu”. Kegiatan kolaboratif di antara

anak-anak yang usianya sebaya lebih suka belajar di dalam wilayah

perkembangan paling dekat satu sama lain. Perilaku yang diperlihatkan di

dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka

tunjukkan sebagai individu.

Sementara menurut Piaget (Slavin, 2008:37), pengetahuan tentang

perangkat sosial-bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol

(seperti membaca dan matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi

xxxix

dengan orang lain. Banyak penganut paham Piaget menyerukan untuk

meningkatkan penggunaan aktivitas kooperatif di sekolah. Karena interaksi di

antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya

untuk mengembangkan pencapaian prestasi siswa. Para siswa akan saling

belajar satu sama lain karena dalam diskusi mereka mengenai materi

pelajaran, konflik kognitif akan timbul, alasan yang kurang pas juga akan

keluar, dan pemahaman dengan kualitas yang lebih tinggi akan muncul.

2) Teori elaborasi kognitif

Penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa jika

informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan

informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat

dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi

(Slavin, 2008:38). Sebagai contoh, menulis rangkuman atau ringkasan dari

pelajaran yang disampaikan guru adalah pelajaran tambahan yang lebih baik

daripada sekedar menyalin catatan, karena rangkuman atau ringkasan

menuntut para siswa untuk mengatur kembali materinya dan memilih bagian

yang penting dari pelajaran tersebut.

Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan

materinya kepada orang lain. Dalam hal ini ada yang menjadi pembicara dan

pendengar, antara pembicara dan pendengar akan lebih banyak belajar.

Roger dan David dalam Anita lie (2008:31) mengatakan bahwa tidak

semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai

hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus

xl

diterapkan yaitu: (a) saling ketergantungan positif, (b) tanggung jawab

perseorangan, (c) tatap muka, (d) komunikasi antar anggota, dan (e) evaluasi

proses kelompok.

Pada dasarnya metode cooperative learning dikembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum

Ibrahim, et al (Isjoni, 2009:27), yaitu:

a) Hasil belajar akademik

Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan

sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting

lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa metode ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang metode

ini telah menunjukkan, metode struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang

berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi

keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang

bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain metode cooperative learning adalah penerimaan secara

luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,

kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi

peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja

xli

dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur

penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c) Pengembangan ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan

kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan-

ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda

masih kurang dalam ketrampilan sosial.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan suatu bentuk pembelajaran yang di dalam pelaksanaan siswa

dibentuk tim kelompok-kelompok kecil yang merupakan percampuran

menurut latar belakang yang berbeda serta memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu

masalah melalui aktif mengemukakan pendapat, mendengarkan kelompok

lain, dan menerima perbedaan pendapat.

7. Team Assisted Individualization (TAI)

Menurut Slavin dan Cyntia Lake (2007: 26) model pembelajaran TAI

digunakan untuk mempelajari matematika pada siswa kelas 3 sampai kelas 6.

Tetapi Caroll Hall (2007: 6) menyatakan bahwa model pembelaran ini tidak

menutup kemungkinan digunakan pada kelas yang lebih tinggi. Seperti yang

dilakukan oleh Nichols dan Miller pada tahun 1994 pernah membandingkan

efek model pembelajaran TAI dengan model pembelajaran tradisional pada

siswa yang berumur 16 sampai 18 tahun.

xlii

Erman Suherman (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran ini

memiliki karakteristik tanggung jawab belajar berada pada siswa. Sehingga,

siswa harus membangun pengetahuan sendiri dan tidak hanya menerima

bentuk jadi dari guru. Selain itu pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi

dan bukan imposisi-intruksi.

Hal senada diungkapkan oleh Slavin (2008: 186), tujuan dari model

pembelajaran TAI adalah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan

individu yang berkaitan dengan kemampuan awal siswa maupun pencapaian

prestasi siswa.

Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran atau materi kepada siswa

yang sangat heterogen sangat dimungkinkan ada sebagian siswa yang tidak

mempunyai syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaram tersebut, dan

yang pasti siswa yang tidak mempunyai syarat kemampuan tersebut akan

gagal dalam memperoleh prestasi belajar yang maksimal. Sehingga hal ini

akan mengakibatkan pembelajaran tidak efisien dalam memanfaatkan waktu

mengajar.

Menurut Slavin (2008: 195 – 200), dalam pembelajaran TAI prinsip

yang harus diketahui dalam pengajarannya yaitu sebagai berikut:

1. Pengelompokan (Tim)

Peserta didik dibagi menjadi 4 sampai 5 anggota untuk tiap kelompok.

Tiap-tiap tim terdiri dari campuran antara siswa yang memiliki prestasi

tinggi, sedang, dan rendah; laki-laki dan perempuan dan siswa yang

xliii

memiliki perbedaan etnik. Kelompok siswa tersebut saling membantu

untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru.

2. Tes Penempatan

Siswa diuji dengan diberi tes pada awal pengajaran. Mereka

dikelompokkaan sesuai dengan poin yang mereka peroleh.

3. Bahan Kurikulum

Kebanyakan pengajaran dilakukan untuk memecahkan permasalahan

sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Adapun materi-materi tersebut

telah dibagi menjadi beberapa sub bagian yaitu:

a) Lembar kerja pengajaran menjelaskan kemampuan yang menjadi

induk dan memberikan langkah-langkah metode pemecahan masalah.

b) Tiap lembar kerja kemampuan terdiri dari 20 masalah, yang tiap-tiap

lembarnya mengenalkan bagian-bagian kemampuan yang akan

menunjukkan ke arah induk terakhir pada seluruh kemampuan.

c) Pengecekan yang terdiri dari 2 kelompok paralel yang terdiri dari 10

soal.

d) Tes akhir.

e) Lembar jawaban untuk lembar kemampuan, pengecekan, dan tes akhir.

4. Model kelompok belajar. Berdasarkan tes penempatan awal, siswa

dikelompokkan dalam kelompoknya dan mereka bekerja dalam

kelompknya dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Siswa dibentuk berpasangan dua atau tiga orang dalam satu kelompok

untuk mengerjakan lembar soal yang diberikan

xliv

b) Dalam pasangan tersebut siswa saling menukarkan lembar jawaban

dengan temannya.

c) Setiap siswa membaca lembar pengajarannya, dan bertanya pada teman

satu tim yang lebih mampu jika ada permasalahan atau meminta

bantuan guru jika perlu.

d) Siswa saling memeriksa lembar jawaban pasangannya.

e) Apabila ada permasalahan dalam mengerjakan lembar kemampuan,

siswa boleh bertanya kepada guru, apabila siswa masih belum bisa

menyelesaikan seluruh soal yang ada, siswa tidak diperbolehkan

melanjutkan ke tingkat soal berikutnya.

f) Setelah diperiksa oleh satu tim, siswa memonitor dari tim lain untuk

mendapatkan tes akhir.

5. Nilai Tim dan Pengenalan Tim

Pada ujung tiap-tiap minggu, guru menghitung nilai masing-masing tim.

Nilai ini didasarkan pada jumlah rata-rata dari masing-masing anggota tim

pada tes akhir. Kriteria yang dimunculkan untuk setiap pertunjukan dari

tim : kriteria tinggi ditujukan untuk tim yang menjadi superteam, kriteria

menengah diberikan untuk tim yang menjadi tim besar (greatteam),

kriteria rendah ditujukan untuk tim yang menjadi tim baik (goodteam).

Bagi tim yang menjadi superteam dan greatteam akan menerima

sertifikat.

6. Pengajaran Kelompok

xlv

Setiap hari, guru bekerja selama 5 sampai 15 menit dengan kelompok

kecil dari siswa, ketika guru bekerja dengan pengajaran kelompok, siswa

yang lain malanjutkan untuk bekerja pada timnya dengan individual.

7. Pekerjaan Kelompok

Pekerjaan rumah diberikan berdasarkan pada pengajaran kelompok yang

diajarkan

8. Tes Fakta

Peserta didik diberi tes fakta selama 3 menit, sebelumnya peserta didik

diberi lembar fakta untuk belajar dirumah guna persiapan tes selanjutnya.

9. Guru sekali-kali menghentikan pembelajaran individu dan mengajar

pelajaran yang diikuti oleh seluruh siswa.

10. Tim atau kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi mendapatkan

hadiah.

8. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Langkah-langkah yang dilakukan guru dan siswa dalam pembelajaran

kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

1) Pengelompokkan (tim)

Tim dibagi menjadi 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari

kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan

etnisitas.

2) Tes Penempatan

Siswa diberikan tes pra-program ( Dalam hal ini mengambil nilai

tes kemampuan awal ). Mereka ditempatkan pada tingkat yang

xlvi

sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka

dalam tes ini.

3) Kelompok Pengajaran

§ Guru memberikan pengajaran kepada 2 atau 3 kelompok

kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim berbeda

yang tingkat pencapaian kurikulumnya sama.

§ Siswa menerima pengenalan konsep-konsepnya dalam

kelompok pengajaran sebelum mereka mengerjakan soal-

soalnya dalam unit-unit individual

§ Siswa yang lain mengerjakan soal-soalnya dalam unit-unit

individual.

4) Belajar Kelompok

§ Guru memberikan kepada para siswa untuk memulai

dalam unit matematika individual.

§ Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 2 atau 3

orang dalam tim mereka untuk melakukan pengecekan.

§ Para siswa membaca materi pembelajaran dan meminta

teman satu tim atau guru untuk membantu bila

diperlukan, selanjutnya memulai latihan kemampuan

dalam unit mereka.

§ Tiap siswa mengerjakan soal dalam latihan kemampuan

dan di cek oleh teman satu timnya, apabila menghadapi

xlvii

masalah untuk meminta bantuan dari timnya sebelum

meminta bantuan dari guru.

§ Apabila soal dalam latihan kemampuan sudah benar,

kemudian mengerjakan tes Formatif dan harus bekerja

sendiri sampai selesai. Seorang teman satu timnya akan

menghitung skor tesnya. Apabila skornya kurang dari 80,

maka guru akan dipanggil untuk membantunya.

§ Setelah tes Formatif ditandatangani oleh siswa pemeriksa

dari tim lain, selanjutnya siswa tersebut menyelesaikan tes

Unit.

§ Guru membantu siswa apabila diperlukan.

5) Nilai tim dan Pengenalan Tim

Guru menghitung nilai masing-masing tim. Nilai ini didasarkan

pada jumlah rata-rata dari masing-masing anggota tim pada tes

Unit. Kriteria tinggi (superteam, menengah (greatteam), rendah

(goodteam). Bagi tim yang menjadi superteam dan greatteam akan

menerima sertifikat.

9. Pembelajaran Konvensional

Konvensional sama artinya dengan tradisional. Tradisional berarti

sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada

norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.

Menurut Dimyati dan Mujiono (1999:77) metode pembelajaran

konvensional adalah suatu metode mengajar yang telah lama dan biasa

xlviii

digunakan oleh guru, misalnya dengan metode ceramah. Metode

pembelajaran konvensional adalah pembelajaran secara klasikal dengan

menggunakan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam

menyampaikan materi pelajaran pada siswa. Pembelajaran secara klasikal

adalah pembelajaran yang disampaikan guru kepada sejumlah siswa

tertentu secara serentak pada waktu dan tempat yang sama. Dalam sistem

pembelajaran klasikal, siswa cenderung pasif, kurang mempunyai

kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif, karena proses

pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru.

Dalam pembelajaran konvensional, pada awal pembelajaran

digunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi pelajaran,

dilanjutkan metode tanya jawab dan pada akhir pembelajaran, guru

memberi tugas untuk diselesaikan siswa.

Metode konvensional lebih banyak menuntut keaktifan guru

daripada anak didik. Dalam metode mengajar yang tradisional, guru

mendominasi kegiatan belajar mengajar. Dalam mengajar guru langsung

membuktikan dalil dan menurunkan rumus. Guru memberikan contoh soal

dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Sementara itu siswa duduk dengan

rapi dan mengikuti guru dengan teliti. Proses belajar mengajar bersifat

monoton dan tidak variatif sehingga membosankan bagi siswa.

Dalam pembelajaran matematika metode konvensional disebut

metode ekspositori. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoto (1997:75) yang

menyatakan “… cara mengajar matematika pada umumnya yang digunakan

xlix

guru adalah metode ekspositori…”. Russefendi (1980) menyatakan bahwa

metode ekspositori sama dengan metode ceramah, yaitu sifatnya sama-sama

memberikan informasi dan pembelajaran berpusat pada guru.

Menurut Nasution (2002:209) pembelajaran konvensional

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai

keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,

dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah

mendengarkan uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Keberhasilan belajar siswa umumnya dinilai guru secara subyektif.

6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau

sebagai sumber informasi/ pengetahuan.

Pembelajaran konvensional mempunyai kelebihan dan kelemahan

sebagai berikut:

1. Kelebihan

a. Dapat menampung kelas besar

b. Kemajuan anak berjalan teratur menurut tingkatan kelas.

c. Dapat disampaikan kepada siswa yang usia dalam satu kelas agak

bersamaan.

l

d. Buku-buku pelajaran dapat disesuaikan dengan taraf kesanggupan

kelas.

2. Kelemahan

a. Belajar sangat tidak efisien.

b. Siswa tidak dapat memilih apa yang dipelajari. Hal ini dikarenakan

siswa tidak dapat menemukan sendiri konsep yang diajarkan dan

siswa hanya aktif mencatat.

c. Siswa tidak dapat menggunakan teknik matematis atau ilmiah karena

siswa enderung belajar menghafal saja sehingga tidak

mengakibatkan timbulnya pengertian.

d. Siswa tidak dapat menyusun fakta dan mengambil keputusan.

e. Siswa tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal karena

pengetahuan yang diperoleh cenderung lebih mudah terlupakan.

10. Kemampuan Awal

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kesanggupan,

kecakapan atau kekuatan melakukan sesuatu (Poerwodarminto, 1984: 628).

Sedangkan awal dapat diartikan mula-mula atau permulaan

(Poerwodarminto, 1984: 66). Jadi kemampuan awal dapat diartikan

kesanggupan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari permulaan.

Sedangkan menurut Winkel (2007: 52), keadaan awal dapat diartikan

sebagai kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional

(kemampuan awal/kemampuan prasyarat).

li

Menurut Winkel (2007: 149), pada awal proses belajar mengajar

siswa belum mempunyai kemampuan yang dapat dijadikan sebagai tujuan

dari interaksi antara guru dan siswa. Bahkan terdapat jarak pemisah antara

tingkah laku di awal kegiatan belajar mengajar dan di akhir kegiatan

belajar mengajar. Tetapi dengan adanya proses belajar mengajar dari guru

dapat menjembatani jurang pemisah tingkah laku tersebut.

Kemampuan awal sangat berpengaruh terhadap penguasaan materi.

Karena kemampuan awal merupakan suatu tolok ukur siswa untuk

mengetahui, memahami materi yang telah diajarkan dan dipelajari

sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh Widiastuti (2003:10), salah satu

penyebab rendahnya prestasi belajar diantaranya adalah ada bagian-bagian

dalam tata urutan belajar yang belum dipahami oleh siswa sehingga ada

konsep matematika yang hilang.

11. Materi Pembelajaran Matematika

Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Relasi dan Fungsi

untuk kelas VIII SMP/MTs semester gasal.

a) Standar Kompetensi : Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan

persamaan garis lurus.

b) Kompetensi Dasar : Memahami konsep relasi dan fungsi serta

menentukan nilai fungsinya

c) Materi Pembelajaran : Relasi dan fungsi

lii

1) Menyatakan suatu relasi dengan kata-kata dan menyatakan masalah

sehari-hari yang berkaitan dengan relasi dan Menyatakan relasi

dengan diagram panah, diagram Cartesius, himpunan pasangan

berurutan

2) Menyatakan suatu masalah yang berkaitan dengan fungsi.

3) Menyatakan suatu fungsi yang berkaitan dengan masalah

korespondensi satu-satu

4) Menyatakan suatu fungsi dengan notasi dan Menghitung nilai fungsi

5) Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui

6) Menyusun tabel pasangan nilai peubah dengan nilai fungsi dan

Menggambar grafik fungsi pada koordinat Cartesius

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Rokhana Setyaningrum, 2007. Dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Terhadap Hasil

Belajar Matematika Ditinjau Dari Minat Belajar Peserta Didik,

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berpengaruh

pada peserta didik, artinya peserta didik yang mengikuti

pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI mempunyai hasil

belajar yang berbeda dari peserta didik yang mengikuti

pembelajaran secara konvensional.

liii

b. Minat belajar berpengaruh pada peserta didik, artinya peserta didik

dengan minat belajar tinggi mempunyai hasil belajar yang berbeda

dengan peserta didik dengan minat belajar sedang, dan rendah.

c. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe

TAI dan minat belajar peserta didik terhadap hasil belajar peserta

didik.

Persamaan hasil penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan

penelitian yang telah disebutkan di atas adalah: penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti dan penelitian yang telah disebutkan di atas

merupakan penelitian yang berjenis kuantitatif yang menitikberatkan pada

pengaruh penggunaaan model pembelajaran terhadap hasil belajar peserta

didik. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian diatas ditinjau dari Minat

Belajar peserta didik, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

ditinjau dari Kemampuan Awal siswa

2. Tri Unggul Suwarsi, 2008. Dalam tesisnya yang berjudul Eksperimentasi

Pembelajaran Kooperatif Teams Assisted Individualization dan Small-

Group Work Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Peserta Didik, diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik

yang mengikuti pembelajaran peta konsep dengan menggunakan

kooperatif tipe TAI dengan peserta didik yang mengikuti

pembelajaran peta konsep dengan menggunakan Small-Group Work.

Pembelajaran melalui peta konsep dengan menggunakan kooperatif

liv

tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik

jika dibandingkan dengan pembelajaran peta konsep dengan

menggunakan Small-Group Work.

b. Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik dengan

aktivitas belajar tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan uji anava

dua jalan sel tak sama, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat

perbedaan pengaruh aktivitas belajar peserta didik terhadap prestasi

belajar matematika peserta didik.

c. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas

belajar matematika peserta didik. Hal ini berarti bahwa

pembelajaran peta konsep dengan menggunakan kooperatif tipe TAI

menghasilkan prestasi yang tidak lebih baik daripada peserta didik

yang mengikuti pembelajaran peta konsep dengan menggunakan

Small-Group Work baik untuk peserta didik yang mempunyai

aktivitas belajar tinggi, sedang, dan rendah.

Persamaan hasil penelitian dengan penelitian yang akan dilakukan

terletak pada penelitian yang berjenis kuantitatif yang menitikberatkan

pada Eksperimentasi penggunaaan model pembelajaran terhadap hasil

belajar peserta didik. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian diatas

ditinjau dari Aktivitas Belajar peserta didik dan membandingkan dua model

pembelajaran, yaitu model pembelajaran peta konsep dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe TAI dan Small-Group Work, sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditinjau dari Kemampuan Awal

lv

siswa dan membandingkan model pembelajaran TAI dengan model

pembelajaran konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pada kajian teori yang telah diuraikan di atas maka

dapat dilihat bahwa prestasi belajar siswa merupakan indikasi keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa yang memperoleh prestasi

belajar tinggi menunjukkan bahwa siswa tersebut mampu mencapai tujuan

belajarnya, Sedangkan siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah

menunjukkan bahwa siswa tersebut belum dapat mencapai tujuan belajar

yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar,

diantaranya adalah model pembelajaran dan kemampuan awal siswa.

1. Kaitan pembelajaran dengan model TAI terhadap prestasi belajar

matematika siswa

Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap

keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan model pembelajaran

yang tidak tepat dapat menghambat tujuan pembelajaran. Agar model

pembelajaran tepat maka guru harus mengetahui macam-macam model

pembelajaran dan dapat memilih salah satu model pembelajaran yang sesuai

dengan materi pada pokok bahasan yang diajarkan. Karena tidak ada

satupun model pembelajaran yang cocok untuk segala situasi maka dalam

menggunakan model pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa hal,

lvi

diantaranya adalah kondisi siswa, tujuan pembelajaran, sarana dan

prasarana penunjang pembelajaran serta kemampuan guru.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI di dalam

proses pembelajaran diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif

dalam memehami materi yang ada, karena dengan belajar secara

berkelompok siswa dituntut untuk bekerja sama dan bertanggung jawab

pada kelompoknya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang

diberikan.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dikelompokkan

berdasarkan hasil tes penempatan, mereka dikelompokkan sesuai dengan

poin yang mereka peroleh. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI

pembelajaran dilakukan dengan kelompok-kelompok belajar dimana

kelompok tersebut merupakan kesatuan tim yang mempunyai tujuan yang

sama. Dengan pembentukan kelompok memudahkan siswa untuk belajar

bersama dan memecahkan permasalahan kelompok secara bersama. Dengan

kata lain, siswa yang memiliki prestasi rendah bisa diajari oleh siswa lain

yang mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dan antar anggota kelompok

saling menguatkan kelompoknya, sehingga dengan pembelajaran seperti itu

memungkinkan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik

daripada pembelajaran secara konvensional.

2. Kaitan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa

Pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan awal siswa

berarti memanfaatkan kemampuan awal tersebut sebagai potensi yang

lvii

memang harus didayagunakan dalam proses pembelajaran. Proses berpikir

yang dilakukan siswa dalam mempelajari matematika yang ditunjang

dengan kemampuan awal yang tinggi, sedang, dan rendah akan berbeda

dalam pelaksanaan proses belajar. Dengan ditunjang kemampuan awal yang

tinggi, keaktifan siswa dalam belajar akan tetap tinggi dibanding dengan

yang sedang atau yang rendah. Maka hasil prestasi belajarpun bagi yang

memiliki kemampuan awal lebih tinggi akan lebih baik dibanding dengan

yang punya kemampuan awal sedang, atau rendah.

3. Kaitan model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi

belajar matematika siswa

Pembelajaran matematika dengan model TAI dan kemampuan awal

siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Pembelajaran

dengan model TAI memudahkan siswa untuk belajar bersama dan

memecahkan permasalahan kelompok secara bersama sehingga dapat

memantapkan pemahaman siswa pada materi pelajaran matematika yang

nantinya berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar matematika. Siswa

yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam pembelajaran matematika

dengan model TAI akan memperoleh prestasi belajar yang sama baiknya

dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam pembelajaran

konvensional. Sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang

dan rendah dalam pembelajaran model TAI, akan memperoleh prestasi

belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal

lviii

sedang dan rendah dalam pembelajaran matematika dengan model

konvensional.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh model

pembelajaran menggunakan model TAI lebih baik daripada siswa yang

memperoleh model konvensional.

2. Prestasi belajar matematika pada siswa yang mempunyai kemampuan

awal tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal

sedang dan rendah.

3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam

pembelajaran matematika dengan model TAI akan memperoleh prestasi

belajar yang sama baiknya dengan siswa yang mempunyai kemampuan

awal tinggi dalam pembelajaran konvensional. Sedangkan siswa yang

mempunyai kemampuan awal sedang dan rendah dalam pembelajaran

model TAI, akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada

siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang dan rendah dalam

pembelajaran matematika dengan model konvensional.

lix

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Madrasa Tsanawiyah ( MTs ) Kabupaten

Klaten dengan subyek penelitiannya siswa kelas VIII semester gasal tahun

pelajaran 2009-2010. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal,

mulai bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Januari tahun 2010. Adapun jadwal

penelitiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

Bulan No Kegiatan

Juli’09 Agt’09 Sept’09 Okt’09 Nop’09 Des’09 Jan’10

1. Penyusunan Proposal V - - - - - -

2. Seminar Proposal - V - - - - -

3. Sosialisasi Penelitian - V - - - - -

4. Pelaksanaan Penelitian - - V V V - -

5. Analisis data - - - - V V -

6. Penyusunan laporan - - - - - V V

7. Ujian - - - - - - V

B. Jenis Penelitian

lx

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan

penelitian ekperimental semu adalah peneliti tidak mungkin mengontrol semua

variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan oleh Budiyono (2003:82),

“Tujuan ekperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan

perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang

sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau

memanipulasi semua variabel yang relevan”. Langkah dalam penelitian ini adalah

dengan cara mengusahakan timbulnya variabel-variabel dan selanjutnya dikontrol

untuk dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika sebagai variabel

terikat. Sedangkan variabel bebas dimaksudkan yaitu model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa.

Sebelum memulai perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan

dengan mengunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang

atau tidak. Data yang digunakan untuk menguji keseimbangan adalah nilai Ujian

akhir semester gasal kelas VII.

Pada akhir penelitian, kedua kelompok tersebut diukur dengan

mengunakan alat ukur yang sama yaitu soal-soal tes prestasi belajar matematika.

Hasil pengukuran tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan tabel uji statistik

yang digunakan.

Penelitian ini mengunakan desain faktorial 2 x 3 dengan teknik analisis

varian (ANAVA), yaitu suatu desain penelitian yang digunakan untuk meneliti

pengaruh dari perlakuan pendekatan pembelajaran yang berbeda dari dua

lxi

kelompok yang dihubungkan dengan tinggi rendahnya kemampuan awal siswa

terhadap prestasi belajar matematika. Desain yang digunakan digambarkan dalam

bagan berikut:

Tabel 3.2. Desain Penelitian

Kemampuan Awal (B) Faktor B

Faktor A

Model Pembelajaran

Tinggi ( b1) Sedang ( b2 ) Rendah ( b3 )

TAI (a1) ab11 ab12 ab13

Konvensional (a2 ) ab21 ab22 ab23

Desain penelitian tersebut terbentuk matrik yang terdiri atas enam sel.

Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Model

Pembelajaran (A) dan Kemampuan Awal (B). Indek a1 menunjukkan Model

Pembelajaran TAI dan a2 Menunjukkan Model Pembelajaran konvensional,

sedang b1,b2, dan b3, menunjukkan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah.

ab11 menunjukkan kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran TAI. ab12 menunjukkan

kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang yang diberi

perlakuakn dengan menerapkan model pembelajaran TAI. ab13 menunjukkan

kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah yang diberi

perlakukan dengan menerapkan model pembelajaran TAI, ab21 menunjukkan

kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi diberi perlakuan

dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. ab22 menunjukkan

lxii

kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang yang diberi

perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. ab23 menunjukkan

kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah yang diberi

perlakukan dengan model pembelajaran konvensional.

C. Populasi, dan Sampel

1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:115), ”Populasi adalah

keseluruhan subjek yang akan diteliti”. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri di Kabupaten Klaten kelas

VIII semester gasal tahun pelajaran 2009/2010. Banyaknya Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Negeri di Kabupaten Klaten adalah 11 MTs.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik yang

digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik cluster random sampling.

Menurut Budiyono ( 2003:37) sampling random kluster adalah sampling

random yang dikenakan berturut-turut terhadap sub-sub populasi. Sub-sub

populasi ini disebut kluster. Dalam pengambilan sampel dengan cara ini,

kluster-kluster yang ada dianggap homogen. Dari 11 Madrasah Tsanawiyah

(MTs) Negeri dipilih secara acak 3 MTs yang akan dijadikan tempat

penelitian. Selanjutnya pada tiap-tiap MTs yang terpilih, secara acak melalui

pengundian dipilih dua kelas untuk dijadikan kelompok eksperimen dan

kontrol, yaitu siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII A

lxiii

pada MTs Negeri Gantiwarno, dan kelas VIII B pada MTs Negeri Mlinjon

Filial Trucuk sebagai kelompok eksperimen, serta siswa kelas VIII B pada

MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII C pada MTs Negeri Gantiwarno, dan

siswa kelas VIII C MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok

kontrol.

Tabel 3.3. Sampel Penelitian

No Sekolah Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

1. MTsN Pedan VIII A VIII B

2. MTsN Gantiwarno VIII A VIII C

3. MTsN Mlinjon Filial Trucuk VIII B VIII C

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk keperluan pengumpulan data, dalam penelitian ini terdapat tiga

variabel yaitu, dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel

itu adalah sebagai berikut :

a. Variabel Bebas

1) Model Pembelajaran

a) Definisi operasional : Model pembelajaran adalah cara

penyampaian bahan pelajaran pokok bahasan relasi dan fungsi

b) Indikator : Model pembelajaran TAI sebagai kelompok eksperimen

dan model pembelajaran konvensional sebagai kelompok control.

c) Skala pengukuran : Nominal

lxiv

d) Simbol : A

2) Kemampuan Awal

a) Definisi operasional : Kemampuan awal adalah keammpuan yang

di miliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran matematika

pokok bahasan relasi dan fungsi berlangsung

b) Indikator : kemampuan awal siswa yang diukur menggunakan nilai

tes kemampuan awal sebagai prasyarat pada pokok bahasan

himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear

dengan satu variabel sebelum mempelajari materi relasi dan fungsi.

c) Skala pengukuran : skala interval yang diubah dalam skala ordinal

dengan klasifikasi : tinggi, sedang, dan rendah. Pembagiannya

sebagai berikut :

1) Kelompok tinggi dengan skor ≥ X + ½ s.

2) Kelompok sedang dengan skor X – ½ s < skor < X + ½ s.

3) Kelompok rendah dengan skor ≤ X – ½ s.

d) Simbol : B

b. Variabel Terikat

Variabel terikatnya dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa.

1) Definisi operasional : prestasi belajar siswa yaitu prestasi yang berupa

kemampuan hasil belajar yang berupa skor atau angka yang diperoleh

siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika pada pokok

bahasan Relasi dan Fungsi.

lxv

2) Indikator : berupa nilai tes prestasi belajar setelah memperoleh

perlakuan/pembelajaran.

3) Skala pengukuran : interval

4) Simbol : ABij (i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3)

2. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Dokumentasi

Budiyono (2003:54) berpendapat bahwa “metode dokumentasi

adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-

dokumen yang telah ada.” Metode dokumentasi digunakan untuk

mengetahui kemampuan awal siswa, karena pokok bahasan relasi dan

pemetaan merupakan materi baru bagi siswa kelas VIII semester gasal.

Selain itu data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah kelas

eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak.

Data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yaitu tes

kemampuan awal sebagai prasyarat sebelum mempelajari materi relasi dan

fungsi sedangkan untuk menguji keseimbangan sebelum penelitian

dilakukan yaitu nilai Hasil Ujian Akhir Semester genap kelas VII, data

tersebut diambil dari lembar dokumen di sekolah.

b. Metode Tes

Menurut Budiyono (2003:54) metode tes adalah cara pengumpulan

data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-

suruhan kepada subyek penelitian.

lxvi

Tes dalam penelitian ini memuat tes kemampuan awal dan tes

prestasi belajar. Tes kemampuan awal sebagai prasarat pada pokok

bahasan himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear

dengan satu variabel diberikan sebelum pokok bahasan relasi dan fungsi

disampaikan, sedangkan tes prestasi belajar beberapa pertanyaan yang

berisi materi-materi pokok bahasan relasi dan fungsi, diberikan setelah

selesai pokok bahasan relasi dan fungsi sebagai tes prestasi belajar siswa.

Tes-tes tersebut berupa tes objektif/ pilihan ganda, setiap soal objektif

tersedia empat alternatif jawaban. Sebelumnya tes diuji cobakan di MTs

Muhammadiyah Trucuk.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar mempermudah pekerjaannya dan hasilnya cermat,

lengkap, sistematis sehingga akan mempermudah dalam pengolahan data.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara

memberikan soal-soal tes pelajaran matematika pada pokok bahasan

himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear dengan satu

variabel untuk tes kemampuan awal siswa, sedangkan pokok bahasan relasi

dan fungsi untuk tes prestasi belajar. Instrumen tes kemampuan awal dan tes

prestasi belajar berupa tes objektif pilihan ganda. Tes kemampuan awal siswa

digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi pokok

bahasan himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear

dengan satu variabel sedangkan tes prestasi belajar siswa dalam hal ini

lxvii

diberikan kepada siswa setelah siswa mendapatkan materi pelajaran tentang

pokok bahasan relasi dan fungsi.

Sebelum tes dibuat maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan, tujuan harus sesuai dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasarnya.

2) Menyusun kisi-kisi, di dalam penyusunan kisi-kisi perlu

memperhatikan indikator dan harus terpenuhinya kompetensi

dasarnya.

3) Melakukan validasi isi

Menurut Budiyono (2003 : 58) suatu instrumen valid menurut

validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel

yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur. Uji

validitas isi dalam penelitian ini dengan melakukan uji validitas

terhadap soal tes yang dibuat dengan substansi materi Peluang

serta kesesuaian dengan kisi-kisi yang dibuat untuk menguji

apakah isi tes sudah sesuai dengan isi kurikulum yang hendak

diukur. Agar tes hasil belajar mempunyai validitas isi, perlu

diperhatikan hal-hal berikut (Budiyono, 2003:58) :

a). Bahan uji harus dapat mengukur seberapa jauh tujuan

pembelajaran tercapai baik ditinjau dari materi maupun proses

belajar.

b) Titik berat bahan yang diujikan harus seimbang dengan titik

berat bahan yang diajarkan.

lxviii

c). Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak diajarkan untuk

menjawab pertanyaan tes dengan benar.

Untuk menilai apakah instrumen tes mempunnyai validitas isi yang

tinggi, biasanya penilaian dilakukan oleh para pakar (experts

judgment). Dalam hal ini, para pakar menilai apakah kisi-kisi yang

dibuat oleh pembuat tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi kisi-

kisi telah mewakili isi yang akan diukur. Langkah selanjutnya,

para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah

disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang

ditentukan.

4) Uji Coba

a) Uji Tingkat kesukaran butir soal

Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran

yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu

sukar. Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes

digunakan rumus:

sJB

P =

dengan :

P : Indeks kesukaran

B : Banyak peserta tes yang menjawab soal benar

Js : Jumlah seluruh peserta tes

(Suharsimi Arikunto,2005:208)

lxix

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang

diperoleh, maka soal semakin sulit. Sebaliknya, makin besar

indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria

indeks kesukaran soal itu adalah sebagai berikut :

(1) 0 – 0,30 = soal kategori sukar

(2) 0,31 - 0,70 = soal kategori sedang

(3) 0,71 – 1,00 = soal kategori mudah

Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika 0, 30 £ P < 0, 70.

b) Uji Daya Beda Butir Soal

Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika

kelompok siswa yang pandai menjawab benar lebih banyak

dari kelompok siswa yang kurang pandai.

Untuk mengetahui daya beda suatu butir soal digunakan

rumus:

N

BBD ba

21

-=

Keterangan :

D : indeks daya pembeda untuk butir ke-i

Ba : 27 % responsi betul kelompok atas ( pandai )

Bb : 27 % responsi betul kelompok bawah ( bodoh )

N : Jumlah kelompok atas dan kelompok bawah

(Joesmani, 1988: 120)

Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0,3

maka butir tersebut harus dibuang.

lxx

c) Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas instrumen digunakan untuk menentukan bahwa tes

mempunyai keajegan atau keterandalan instrumen tes yang

akan digunakan dalam mengambil data kemampuan awal

ataupun data tentang hasil prestasi belajar siswa pada pokok

bahasan Peluang. Reliabilitas instrumen menggunakan rumus

dari Kuder-Richardson (KR-20) sebagai berikut:

÷÷ø

öççè

æ -÷øö

çèæ

-= å

2t

ii2

t11

s

qps

1nn

r

dengan :

11r : indeks reliabilitas instrumen

n : cacah butir instrumen

ip : proporsi cacah subjek yang menjawab benar pada butir

ke-i

iq : n2,...,1,i,p1 i =-

2ts : variansi total

(Budiyono, 2003:69)

Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas

yang diperoleh telah melebihi 0, 70 (r11 > 0, 70).

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Keseimbangan

lxxi

Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak sebelum

dikenai perlakuan. Untuk menguji keseimbangan antara kelompok kontrol dengan

eksperimen digunakan data kemampuan awal siswa yang berupa hasil Nilai Ujian

Semester Genap Kelas VII mata pelajaran matematika. Untuk mengetahuai uji

keseimbangan dengan menggunakan uji-t. Sedangkan prasyarat uji-t adalah sub-

sub populasi yang berdistribusi normal dan sub-sub populasi tersebut mempunyai

variansi yang sama (homogen). Prosedur uji-t adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis

H0 : µ1 = µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang berkemampuan awal

sama)

H1 : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok tidak berasal dari populasi yang berkemampuan

awal sama)

b. Taraf signifikasi : ά = 0,05

c. Statistik uji

( )

)2nt(n~11

s

t 21

21p

21 -++

-=

nn

XX

dengan :

t : t hitung

: X1 rata-rata dari sampel kelompok eksperimen

lxxii

: X 2 rata-rata dari sampel kelompok kontrol

n1 : ukuran sampel kelompok eksperimen

n2 : ukuran sampel kelompok eksperimen

sp2 : Variansi : sp

2 = 2n

)1()1(

21

222

211

-+-+-

nsnsn

d. Kriteria Uji

Daerah kritiknya adalah DK = ïþ

ïýü

ïî

ïíì

>-<÷øö

çèæ

÷øö

çèæ vv

ttatauttt;

2;

2

aa

e. Keputusan Uji

H0 diterima jika nilai statistik uji amatan t tidak berada pada daerah kritik

dan H0 akan ditolak jika nilai statistik uji amatan t berada pada daerah

kritik

(Budiyono, 2004:150)

2. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari

distribusi normal atau tidak. Karena data tidak dalam frekuensi data bergolong

maka digunakan metode Lilliefors, dengan prosedur uji sebagai berikut:

1. Hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berditribusi normal

2. Taraf Signifikansi ( ) 05,0=a

3. Statistik Uji

lxxiii

L = Maks |F(zi) – S(zi)|

dengan :

F(zi) : P(Z≤zi) ; Z ~ N(0,1)

zi : skor standar

iz = s

xx i - , (s adalah standar deviasi)

S(zi) : proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi

xi : skor item

4. Daerah Kritik (DK)

DK = { L| L > L α ; n }

Dengan n adalah ukuran sampel pada masing-masing kelompok yaitu 115

untuk kelompok ekperimen, 112 untuk kelompok kontrol, 75 untuk

kelompok kelompok kemampuan awal rendah, 77 untuk kelompok

kemampuan awal sedang dan 77 untuk kelompok kemampuan awal tinggi.

5. Keputusan Uji

H0 ditolak jika Lhitung terletak di daerah kritik

6. Kesimpulan

a). Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 diterima

b). Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0

ditolak.

(Budiyono, 2004:170-173)

b. Uji Homogenitas

lxxiv

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai

variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan uji

Bartlett dengan prosedur uji sebagai berikut:

1) Hipotesis

H0 : σ12 = σ 2

2 = … = σ k2 (variansi populasi homogen/sama)

H1 : Tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)

2) Taraf signifikasi : ά = 0,05

3) Ststistik uji

( )å-= 2jj

2 slogfRKG log fc

2,203 χ

dengan )1(~ 22 -kcc

dengan :

k = Banyaknya sampel

N = Banyaknya seluruh nilai

nj = ukuran sampel ke-j

fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2 ; j = 1, 2, …, k

f = N – k = derajat kebebasan untuk RKG

c = 1 + ÷÷ø

öççè

æ-å ff j

111)-3(k

1;

RKG = rataan kuadrat galat = ;åå

i

i

f

SS

( )j

2

j2jj n

XXSS åå -=

4) Daerah kritiknya adalah DK = { })1;(222

-> kaccc , dengan k adalah banyaknya

populasi pada masing-masing uji.

5) Keputusan Uji

lxxv

H0 akan diterima jika nilai statistik uji amatan 2c tidak berada pada daerah

kritik dan H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan 2c berada pada daerah

kritik

(Budiyono, 2004:176-178)

3. Uji Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 2 x 3

dengan sel tak sama, dengan model sebagai berikut :

ijkijjiijk eabbam ++++= )(X

dengan :

ijkX = data ( nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j

µ = rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)

ia = efek baris ke-i pada variabel terikat

jb = efek kolom ke-j pada variabel terikat

( )ijab = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat

ijke = deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya ( )ijµ yang berdistribusi

normal

i = 1, 2 dengan 1 = Pembelajaran model TAI

2 = Pembelajaran model konvensional.

j = 1, 2, 3 dengan 1 = kemampuan awal siswa tinggi

2 = kemampuan awal siswa sedang

3 = kemampuan awal siswa rendah

k = 1, 2 ,..., n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel

lxxvi

(Budiyono, 2004:207)

Untuk Notasi dan Tata Letak adalak sebagai berikut :

Tabel 3.4. Tata Letak Penelitian

Kemampuan Awal Faktor B

Faktor A

Model Pembelajaran

b1 b2 b3

a1 ab11 ab12 ab13

a2 ab21 ab22 ab23

Keterangan :

A : Model Pembelajaran

B : Kemampuan Awal

a1 : Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

a2 : Model Pembelajaran Konvensional

b1 : Kemampuan Awal Tinggi

b2 : Kemampuan Awal Sedang

b3 : Kemampuan Awal Rendah

Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua

jalan dengan jalan sel tak sama, yaitu :

a. Hipotesis

Hipotesis-hipotesis yang diajukan pada bab II dapat

dikelompokkan menjadi tiga pasang hipotesis yang akan diuji

menggunakan analisis variansi dua jalan. Ketiga pasang hipotesis tersebut

adalah:

lxxvii

1) Hipotesis antar baris

H0A : αi = 0, untuk setiap i = 1, 2

(tidak ada perbedaan efek antara model pembelajaran

terhadap prestasi belajar matematika)

H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak 0, dengan i = 1, 2

(ada perbedaan efek antara model pembelajaran terhadap

prestasi belajar matematika)

2) Antar kolom

H0B : βj = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3

(tidak ada perbedaan efek antara kemampuan awal siswa

terhadap prestasi belajar matematika)

H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak 0 untuk j = 1, 2, 3

(ada perbedaan efek antara kemampuan awal siswa

terhadap prestasi belajar matematika)

3) Hipotesis Interaksi antar baris dan kolom

H0AB : (αβ)ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3

(Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar

matematika )

H1AB: paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak 0, dengan i = 1,

2 dan j = 1, 2, 3

(ada interaksi antara model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar

lxxviii

matematika)

b. Taraf siginifkansi yang dipakai adalah α = 5%

c. Komputasi

1) Komponen jumlah kuadrat

( )n

XC

2å=

CXSS -= å 2

å=

i

ijy

h

n

pqn

Sedangkan untuk mencari komponen jumlah kuadrat adalah:

a) pqG 2

b) ( )å å å -=ij

ijij CXSS 2

c) q

Ai

iå 2

d) p

Bj

jå 2

e) ( )åij

ijAB 2

Keterangan:

G2 = Kuadrat jumlah rerata pengamatan semua sel.

Ai2 = Jumlah kuadrat rerata pangamatan pada baris ke i.

Bj2 = Jumlah kuadrat rerata pangamatan pada baris ke j.

lxxix

ABij2 = Kuadrat rerata pengamatan pada sel abij.

N = Jumlah cacah pengamatan semua sel.

2) Jumlah kuadrat

JKA = nh{c) – a)}

JKB = nh{d) – a)}

JKAB = nh{a) + e) – c) – d)}

JKG = b)

JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG

3) Derajat kebebasan

dkA = p – 1

dkB = q – 1

dkAB = (p – 1) (q – 1)

dkG = N – pq

dkT = N – 1

4) Rerata kuadrat

RKA dkAJKA

=

RKB dkBJKB

=

RKAB dkABJKAB

=

RKG dkGJKG

=

d. Statistik uji

lxxx

Fa RKGRKA

=

Fb RKGRKB

=

Fab RKG

RKAB=

e. Daerah kritik

1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = {Fa │ Fa > Fα;(p–1),N–pq}

2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = {Fb │ Fb > Fα;(q–1),N–pq}

3) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = {Fab │ Fab > Fα;(p–1)(q–1),N–pq}

f. Rangkuman analisis variansi

Tabel 3.5: Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan

Sumber JK Dk RK Fobs P

Baris (A) JKA p – 1 RKA Fa < α atau > α

Kolom (B) JKB q – 1 RKB Fb < α atau > α

Interaksi (AB) JKAB (p – 1) (q – 1) RKAB Fab < α atau > α

Galat JKG N – pq RKG - -

Total - N – 1 - - -

g. Keputusan uji

1) H0A akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fa kurang atau sama

dengan dari Fα;(p–1),N–pq.

2) H0B akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fb kurang atau sama

dengan dari Fα;(q–1),N–pq.

3) H0AB akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fab kurang atau sama

dengan dari Fα;(p–1)(q–1),N–pq.

lxxxi

(Budiyono, 2004: 211-213).

4. Uji Komparasi Ganda

Untuk uji lanjut pasca anava, digunakan metode scheffe’ untuk anava dua jalan.

Langkah-langkah dalam menggunakan Metode Scheffe’ adalah sebagai berikut.

a) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata.

b) Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.

c) Menentukan taraf signifikansi ( )a = 0,05.

d) Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut :

1) Komparasi rataan antar kolom

Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar kolom adalah:

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

.j.i

2.j.i

.j.i

n1

n1

RKG

XXF

dengan:

.j.iF - = nilai Fobs pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j

.iX = rataan pada baris ke-i

.jX = rataan pada baris ke-j

RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan

analisis variansi

.in = ukuran sampel baris ke-i

.jn = ukuran sampel baris ke-j

Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (p – 1)Fα; p – 1, N – pq }

2) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama

lxxxii

Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama

adalah sebagai berikut.

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

kjij

2kjij

kjij

n1

n1

RKG

XXF

dengan:

kjijF - = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan

pada sel kj

ijX = rataan pada sel ij

kjX = rataan pada sel kj

RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis

variansi

ijn = ukuran sel ij

kjn = ukuran sel kj

Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq }

3) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama

Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama

adalah sebagai berikut.

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

ikij

2ikij

ikij

n1

n1

RKG

XXF

Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq}.

e) Menentukan keputusan uji untuk masing komparasi ganda.

lxxxiii

d) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang sudah ada.

(Budiyono, 2004:214-221)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Coba Instrumen

Berikut ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di

MTs N Pedan, MTs N Gantiwarno dan MTs N Mlinjon filial Trucuk kelas VIII

semester gasal tahun ajaran 2009/2010. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini berupa tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika

pokok bahasan relasi dan fungsi. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu

dilakukan penelaahan instrumen dengan menguji cobakan terlebih dahulu

kemudian dilakukan analisis. Adapun hasil penelaahan dan analisis instrumen

adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Tes Kemampuan Awal

a. Validitas isi

Sebelum diujicobakan, instrumen tes kemampuan awal terlebih dahulu

diuji validasi isi oleh validator untuk mengetahui apakah isi instrumen tersebut

telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang diukur.

Uji validasi pada tes prestasi belajar dilakukan oleh dua orang validator yaitu

Sudaryono, M. Pd yang merupakan pengurus MGMP SMP Kabupaten Klaten, dan

Edi Supraptana, S.Pd guru senior MTs N Pedan. Berdasarkan uji validasi isi yang

lxxxiv

dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal pada instrumen tes

kemampuan awal adalah valid. (lihat pada Lampiran 5)

b. Reliabilitas

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes

kemampuan awal yang terdiri dari 40 butir soal yang diujicobakan menunjukkan

bahwa soal tes tersebut memiliki indeks reliabilitas r11= 0,72 yang berarti

instrumen tes kemampuan awal reliabel.(lihat pada Lampiran 9)

c. Daya Pembeda

Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor

butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-

i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 40 butir soal tes

kemampuan awal yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 10

butir soal yaitu nomor 2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38. Sehingga ada 30 butir soal

yang dipakai. (lihat pada Lampiran 9)

d. Tingkat Kesukaran

Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 40 butir diperoleh

sebanyak 5 soal dengan tingkat kesukaran tinggi, 30 soal dengan tingkat kesukaran

sedang, dan 5 soal dengan tingkat kesukaran rendah (lihat pada Lampiran 9)

Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 40 butir soal yang diujicobakan

ada 10 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks p ≥ 0,30 (tingkat

kesukarannya tinggi) yaitu nomor 15,17,33,36,38 dan p > 0,70 (tingkat

kesukarannya terlalu mudah) yaitu nomor 2,4,5,19,27. Jadi butir soal nomor :

2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38 tidak dipakai untuk tes kemampuan awal.

lxxxv

Sehingga instrumen tes kemampuan awal siswa terdiri dari 30 butir soal. (lihat

pada Lampiran 4)

2. Instrumen Tes Prestasi Belajar

a. Validitas isi

Sebelum diujicobakan, instrumen tes prestasi belajar matematika terlebih

dahulu diuji validasi isi oleh validator untuk mengetahui apakah isi instrumen

tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang

diukur. Uji validasi pada tes prestasi belajar dilakukan oleh dua orang validator

yaitu Sudaryono, M. Pd yang merupakan pengurus MGMP SMP Kabupaten

Klaten, dan Edi Supraptana, S.Pd guru senior MTs N Pedan. Berdasarkan uji

validasi isi yang dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal

pada instrumen tes prestasi belajar adalah valid. (lihat pada Lampiran 8)

b. Reliabilitas

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes prestasi

yang terdiri dari 30 butir soal yang diujicobakan menunjukkan bahwa soal tes

tersebut memiliki indeks reliabilitas r11= 0,78 yang berarti instrumen tes prestasi

belajar matematika reliabel.(lihat pada Lampiran 10)

c. Daya Pembeda

Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor

butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-

i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 30 butir soal tes

prestasi belajar yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 5

lxxxvi

butir soal yaitu nomor 1, 6, 12, 23, dan 28. Sehingga ada 25 butir soal yang

dipakai. (lihat pada Lampiran 10)

d. Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran digunakan rumus dari Suharsimi Arikunto.

Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 30 butir diperoleh sebanyak 4 soal

dengan tingkat kesukaran tinggi, 25 soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan 1

soal dengan tingkat kesukaran rendah (lihat pada Lampiran 6)

Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 30 butir soal yang diujicobakan ada

5 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks daya beda < 0,3 (harus

dibuang) yaitu nomor 1, 6, 12, 23 dan 28, p ≥ 0,30 (tingkat kesukarannya tinggi)

yaitu nomor 1, 12, 23, 28, dan p > 0,70 (tingkat kesukarannya terlalu mudah)

yaitu nomor 6. Jadi butir soal nomor : 1, 6, 12, 23 dan 25 tidak dipakai untuk tes

prestasi belajar matematika. Sehingga instrumen prestasi belajar siswa terdiri dari

25 butir soal. (lihat pada Lampiran 7)

B. Deskripsi Data

Data dalam penelitian ini meliputi data skor kemampuan awal siswa dan

tes prestasi belajar siswa. Berikut ini akan diberikan uraian tentang data-data yang

diperoleh.

1. Data Skor Kemampuan Awal Siswa

Data tentang kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil tes kemampuan

awal dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata dan standar deviasi

gabungan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil perhitungan rata-rata

lxxxvii

sama dengan 19,39 ; standar deviasi sama dengan 5, 76 dan ½ s sama dengan

2,88. Untuk skor yang dikategorikan tinggi adalah skor yang lebih dari 22,27 serta

skor yang dikategorikan sedang adalah skor dari 16,51 sampai 22,27 serta skor

yang dikategorikan rendah adalah skor yang kurang dari 16,51. Untuk kelompok

eksperimen terdapat 41 siswa termasuk kategori tinggi, 42 siswa termasuk

kategori sedang, dan 32 siswa termasuk kategori rendah; sedang untuk keompok

kontrol terdapat 34 siswa termasuk kategori tinggi, 35 siswa termasuk kategori

sedang dan 43 siswa termasuk kategori rendah. (Data selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 12).

2. Data Skor Tes Prestasi Belajar

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh deskripsi data sebagai berikut:

a) Pada kelompok eksperimen diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama

dengan 25; terendah sama dengan 8; rata-rata sama dengan18,29 dan standar

deviasi sama dengan 3,52

b) Pada kelompok kontrol diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama

dengan 29; terendah sama dengan 10; rata-rata sama dengan 16,13 dan

standar deviasi sama dengan 4,07.

(Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11)

C. Hasil Analisis Uji Keseimbangan

lxxxviii

Uji keseimbangan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol menggunakan uji t dengan α = 0,05. Adapun hasil perhitungannya dapat

dilihat bahwa tobs = 0,068 sedangkan untuk ttabel = 1,960. Hal ini menyatakan

bahwa sampel pada kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang seimbang

dengan kelas eksperimen, karena tobs < ttabel.( Perhitungan terperinci pada

Lampiran 13)

D. Hasil Analisis Uji Prasyarat

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Lilliefors

dengan taraf signifikansi 0,05. Rangkuman hasil uji normalitas tersebut

disajikan pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1

Hasil Uji Normalitas

No Kelompok Lmaks L0,05;n Keputusan Uji

1 Eksperimen 0,055 0,083 H0 diterima

2 Kontrol 0,074 0,084 H0 diterima

3 Kemampuan Awal Tinggi 0,053 0,102 H0 diterima

4 Kemampuan Awal Sedang 0,080 0,101 H0 diterima

5 Kemampuan Awal Rendah 0,079 0,102 H0 diterima

Dari hasil uji normalitas yang terangkum dalam Tabel 4.1 diatas,

tampak Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n berarti pada taraf

lxxxix

signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima. Dengan

demikian disimpulkan bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi

yang berdistribusi normal. (Perhitungan selengkapnya dapat dapat dilihat

pada Lampiran 14-18).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett

dengan taraf signifikansi 0,05. Uji homogenitas variansi dilakukan antara dua

kelompok data yaitu: (1) kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, (2)

kelompok kemampuan awal tinggi, kelompok kemampuan awal sedang

dengan kelompok kemampuan awal rendah. Rangkuman hasil uji

homogenitas tersebut disajikan pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2

Hasil Uji Homogenitas Variansi Data

No Kelompok X2obs X2

0,05;(k-1) Keputusan Uji

1 Eksperimen vs Kontrol 0,265 3,841 H0 diterima

2

Kemampuan Awal Tinggi vs

Kemampuan Awal sedang vs

Kemampuan Awal Rendah

4,928 5,991 H0 diterima

Dari hasil uji homogenitas variansi data tes prestasi belajar siswa yang

terangkum dalam Tabel 4.2 diatas, tampak X2abs untuk setiap kelompok

kurang dari X20,05;(k-1) berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk

setiap pasangan kelompok diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa

xc

variansi data pada setiap pasangan kelompok berasal dari populasi yang

variansinya sama (homogen). (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 19,20).

E. Hasil Analisis Uji Hipotesis Penelitian

Prosedur uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi

dua jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05. Tampilan hasil

pengolahan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Rangkuman

hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama tersebut disajikan pada

Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.3

Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi

KA Rendah KA Sedang KA Tinggi

N 32 42 41

Σ X 583 771 749

X 18,22 18,36 18,27

Σ X2 11043 14679 14151

C 10621,53 14153,36 13682,95

Mod

el P

embe

laja

ran

TA

I

SS 421,47 525,64 468,05

N 43 35 34

Σ X 686 560 560

Mod

el

Pem

bela

jara

n

Kon

vens

iona

l

X 15,95 16,00 16,47

xci

Σ X2 11862 9554 9540

C 10944,09 8960,00 9223,53

SS 917,91 594,00 316,47

Dimana ( )

n

XC

2å= dan CXSS -= å 2

Tabel 4.4

Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan

Sumber JK dk RK Fobs Ftabel

Model Pembelajaran (A) 256,51 1 256,51 17,477 3.840

Kemampuan Awal (B) 3,12 2 1,56 0,106 3.000

Interaksi (AB) 3,361 2 1,68 0,114 3.000

Galat 3243,54 221 14,68 - -

total 3506,52 226 - - -

Berdasarkan hasil analisis variansi pada tabel rangkuman analisis variansi

diatas tampak bahwa:

a. Pada efek utama A (model pembelajaran), harga statistik uji Fa = 17,477 >

F(0,05;1;221) = 3,840, maka H0A ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan

pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran TAI dan

model konvensional terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan

relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten

xcii

b. Pada efek B (kemampuan awal siswa), harga statistik uji Fb = 0,106 < F

(0,05;2;221) = 3,000, maka H0B diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan

pengaruh yang signifikan antara tingkat siswa yang memiliki kemampuan

awal tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar matematika pada

pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten.

c. Pada efek AB (Model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa),

harga statistik uji Fab = 0,114 < F(0,05;2;221) = 3,000, maka H0AB diterima. Hal

ini berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model

pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar

matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs

kabupaten Klaten.

F. Hasil Uji lanjut Hipotesis

Uji pasca anava antar baris tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan

variabel pada model pembelajaran hanya ada dua nilai yaitu model

pembelajaran TAI dan Model Pembelajaran Konvensional. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dari pada siswa-

siswa yang diberi model konvensional. Hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai

berikut:

Tabel 4.5

xciii

Rataan dan Rataan Marginal

Kemampuan Awal Model

Pembelajaran Tinggi Sedang Rendah

Rataan

Marginal

TAI 18,27 18,36 18,22 18,29

Konvensional 16,47 16,00 15,95 16,13

Rataan Marginal 17,37 17,18 17,09

G. Pembahasan Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Pertama

Berdasarkan uji anava dua jalan sel tak sama yang telah dilakukan

diperoleh bahwa Fa = 14,477 > 3,840 = Ftab. sehingga Fa terletak pada Daerah

Kritik atau dengan kata lain Fa merupakan anggota dari Daerah Kritik. Karena

Fa merupakan anggota Daerah Kritik maka H0A ditolak, hal ini berarti bahwa

terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi perlakuan dengan

model pembelajaran TAI dan siswa yang menggunakan Model Pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan rataan marginal pada siswa yang diberi perlakuan dengan

model pembelajaran TAI adalah 18,29 sedangkan pada siswa yang diberi

perlakuan model konvensional adalah 16,13 sehingga dapat disimpulkan

bahwa prestasi belajar siswa-siswa yang menggunakan model pembelajaran

TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa-siswa

yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

xciv

2. Hipotesis Kedua

Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan α =0,05

diperoleh Fb= 0,106 < Ftabel = 3,000 sehingga Fb bukan anggota daerah kritik.

Akibatnya H0B diterima yang berarti kemampuan awal siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan efek yang sama

terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi.

Diterimanya H0B mengandung pengertian bahwa siswa dengan

kategori kemampuan awal tinggi akan memiliki prestasi belajar yang sama

dengan siswa yang memiliki kemampuan awal sedang maupun rendah.

Hal tersebut dimungkinkan karena ketidakseriusan siswa pada saat

mengerjakan tes kemampuan awal atau bahkan siswa sudah lupa dengan

pelajaran kelas sebelumnya. Atau mungkin faktor guru yang kurang

menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana yang kurang

mendukung.

3. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan α =0,05

diperoleh Fab= 0,114 < Ftabel = 3,000 sehingga Fab bukan merupakan anggota

Daerah Kritik. Akibatnya H0AB diterima yang berarti tidak ada interaksi antara

model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar.

Hal ini berarti model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan

xcv

model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal

tinggi, sedang, maupun rendah.

Hal ini dikarenakan siswa kurang disiplin dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, siswa tidak bersungguh-sungguh bahkan kurang serius dalam

mengerjakan tes kemampuan awal maupun tes prestasi. Atau mungkin faktor

guru yang kurang menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana

yang kurang mendukung.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori, dan hasil analisis serta mengacu pada perumusan

masalah yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pembelajaran melalui Model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi

belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan model

pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas

VIII MTs Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.

2. Prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi tidak lebih baik dari siswa

berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang berkemampuan awal

xcvi

rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs

Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.

3. Pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan

model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal

tinggi, siswa yang berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang

berkemampuan awal rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa

Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.

B. Implikasi

Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini, maka

penulis menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara

praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.

1. Implikasi Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian , ternyata pembelajaran dengan menggunakan

model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik daripada model

konvensional. Hal tersebut berkenaan dengan beberapa hal diantaranya :

a. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki kelebihan yaitu

adanya interaksi antara siswa melalui diskusi kelompok untuk

menyelesaikan masalah yang akan meningkatkan kemampuan siswa

baik yang berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.

xcvii

b. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI juga menekankan tugas

individu, sehingga siswa akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya

sendiri.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon

guru untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar dan membenahi dirinya

sehubungan dengan pembelajaran yang telah dilakukan dan prestasi belajar yang

telah dicapai. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa

untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi

siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten dapat dilakukan melalui pembelajaran

dengan menggunakan model TAI dan meningkatkan kemampuan awal yang

dimiliki siswa. Model pembelajaran TAI dapat menjadi salah satu alternatif

dalam proses pemecahan masalah dan membantu meningkatkan kemampuan awal

serta pengembangan kreativitas belajar siswa.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan Impilkasi di atas maka ada beberapa saran

yang perlu untuk disampaikan, diantaranya :

1. Kepada guru matematika dan calon guru matematika hendaknya dapat

memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang

akan dipelajari sehingga dapat diperoleh peningkatan hasil prestasi belajar

yang signifikan dan menarik untuk dipelajari siswa yang mempunyai

kemampuan awal berbeda.

xcviii

2. Kepada guru matematika dan calon guru matematika penulis menyarankan

agar model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dijadikan salah satu

alternatif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Untuk peneliti lain yang berminat menjadikan penelitian ini sebagai acuan

dalam penelitiannya maka dapat untuk memperluas kategori variabel

bebasnya sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo

Bell, Frederick. H. 1981. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School)

Second Edition Duboque. Lowa : Wn. C Brown Company Publioners Brent Davis, et al., 2003. Understanding Learning System : Mathematics Education

and Complexity Science, Journal for Research in Mathematics Education,Volume 34, Nomor. 2, Page 137-167.

Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. ________. 2004. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika.

Jakarta: Depdiknas – Dirjen Dikdasmen. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Erman Suherman. 27 Mei 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi

Kompetensi Siswa. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya. Diunduh dari http://educare.e-fkipunla.net tanggal 25 Mei 2009.

Hall, Caroll. 2007. Case Study 2: An Evidence-Based Practice Review Report, A

Systematic Review Of The Effectiveness Of Cooperative Learning Approaches In Improving The Mathematics Achievement Of Students In Mainstream Secondary Schools. Journal UCL Doctorate in Educational & Child Psychology. Diunduh dari http://www.ucl.ac.uk pada tanggal 29 September 2009.

xcix

Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud LPTK. Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemempuan Belajar

Berkelompok. Bandung: Alfabeta. Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Juliette D. G. Goldman, et al., 2002. Contructivist Pedagogies Of Interactivity On A

Cd-Rom To Enhance Academic Learning At A Tertiary Institution, International Journal of Education Technology,Volume 3, Number 1, Page 102-115.

Michael J. Lawson. 2000. Knowledge Connectedness in Geometry Problem Solving.

Journal for Research in Mathematics Education, Volume 31, Number 1, page 26-43

Nana Sudjana. 1996. CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo. Nasution. 1989. Didaklik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jermaas. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Oemar Purwanto. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo. Purwoto. 1997. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta. UNS Press. Robinson, Ann. 1991. Cooperative Learning and the Academically Talented Student.

Journal The National Research Center On The Gifted And Talented (NRCTG/T) Volume 1, No 9106, Page 1-14, Desember 1991. Diunduh dari http://www.gifted.uconn.edu. tanggal 29 September 2009.

Rokhana Setyaningrum. 2007. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik. Tesis. UNS, Surakarta.

Rusefendi. 1998. Pengantar Kepada Guru Membantu Mengembangkan

Kompetensinya untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Slavin, R. dan Cyntia Lake. 2007. Effective Programs In Elementary Mathematics: A

Best-Evidence Synthesis Version 1.2. John Hopkins: Best Evidence

c

Encyclopedia (BEE). Diunduh dari http://www.beeevidence.org pada tanggal 29 September 2009.

Slavin, R. 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa

Media. Soehardjo. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta UNS Press.

Makalah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Pendidikan III IPA FKIP Universitas Sebelas Maret.

Suharsimi Arikunto. 2005. Prosedur Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara. Sumardi Suryabrata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Terry Wood. 1999. Creating a Context for Argument in Mathematics Class. Journal

for Research in Mathematics Education,Volume 30, Number 2, page 171-180

TIMSS. 9 Desember 2009. TIMSS 2007: International Mathematics Report. Diunduh

dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007 tanggal 25 Mei 2009. Toeti Sukamto dan Udin Sarifudin Winata Putra. 1997. Teori Belajar dan Model-

Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka. Tri Unggul Suwarsi. 2008. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Teams Assisted

Individualization dan Small Group Work Ditinjau dari Aktivitas Belajar Peserta Didik Kelas VIII SMP Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis.UNS, Surakarta.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

ci