Eksekusi dan permasalahannya.ppt

37
EKSEKUSI PUTUSAN PERDATA DAN MASALAHNYA Oleh Sugeng Riyono

Transcript of Eksekusi dan permasalahannya.ppt

EKSEKUSI PUTUSAN PERDATA DAN MASALAHNYA

OlehSugeng Riyono

Pengertian

• Eksekusi putusan perdata adalah melaksanakan putusan dalam perkara perdata secara paksa ,apabila perlu dengan bantuan alat negara,karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakannya secara sukarela;

• Dasar hukum : Pasal 195 s/d pasal 208 dan pasal 224 HIR serta 225 HIR/Pasal 206 s/d 240 dan pasal 258 RBG serta pasal 259 RBG;

Macam Eksekusi

• Eksekusi untuk membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR);

• Eksekusi untuk melakukan sesuatu perbuatan (Pasal 225 HIR);

• Eksekusi Riil ( Pasal 200 ayat 11 HIR Jo pasal 1033 RV);

Permasalahan dalam eksekusi

• Perlawanan pihak ketiga (derden verset) dan perlawanan pihak tereksekusi;

• Permohonan PK;• Eksekusi delegasi;• Amar putusan kurang jelas;• Putusan Non eksekutabel;• Perampasan kembali obyek yang telah dieksekusi;• Terjadinya perdamaian antara kedua belah pihak setelah

putusan berkekuatan hukum tetap;

Lanjutan…..

• Obyek eksekusi barang milik negara;

• Eksekusi Gross Akta Pengakuan Hutang dan Eksekusi Hak Tanggungan;

• Eksekusi putusan yang belum berkekuatan hukum tetap berupa eksekusi putusan serta merta dan eksekusi putusan provisionil;

• Eksekusi putusan Arbitrase Nasional;

Perlawanan eksekusi

-Dasar hukum pasal 195 ayat(6) HIR/pasal 206 ayat(6) RBG yang mengatur dasar perlawanan karena barang yang akan dieksekusi diakui sebagai miliknya;

- Tata cara pengajuan perlawanan pihak ketiga diatur dalam pasal 207 dan pasal 208 HIR atau pasal 225 RBG, perlawanan pihak ketiga harus diajukan sebelum eksekusi di jalankan, sebab apabila eksekusi sudah terlanjur dilakukan mk perlawanan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima dan yang bersangkutan hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Tergugat yang semula telah merugikan pihak ketiga tersebut;

Lanjutan……

• Pada asasnya perlawanan pihak ketiga tidak menangguhkan eksekusi ,kecuali apabila Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan memerintahkan untuk menangguhkan eksekusi tersebut dengan suatu penetapan penangguhan;

• Dalam praktek KPN menangguhkan sampai pada putusan perlawanan di tingkat pertama,apabila Perlawanan dikabulkan maka penangguhan eksekusi sampai putusan perlawanan tersebut berkekuatan hukum tetap,tetapi apabila di tingkat pertama perlawanan tersebut ditolak maka KPN dapat langsung melanjutkan eksekusi meskipun Perlawanan tersebut diajukan upaya hukum;

Lanjutan….

• Perlawanan pihak tereksekusi menurut pasal 207 ayat(3) HIR pada dasarnya tidak menunda eksekusi,kecuali apabila KPN memerintahkan supaya eksekusi tersebut ditunda;

• Perlawanan pihak tereksekusi berdasarkan alasan putusan yang akan dieksekusi telah dipenuhi seluruhnya atau penetapan eksekutorial bertentangan dengan putusan yang akan dieksekusi;

Pengajuan PK

• Pada asasnya PK yang merupakan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi;

• Apabila permohonan PK dikabulkan,padahal eksekusi sudah terlanjur dilaksanakan, bagaimana memulihkan kembali kerugian yang telah dialami oleh tereksekusi tersebut?

• Tereksekusi mengajukan gugatan ganti rugi terhadap Pemohon eksekusi dengan petitum serta merta atau KPN dapat minta Pemohon eksekusi membuat surat pernyataan apabila kelak permohonan PK dikabulkan maka Pemohon eksekusi bersedia mengganti kerugian akibat dijalankannya eksekusi tersebut;

Eksekusi delegasi

• Dasar hukum pasal 195 ayat(2) HIR/206 ayat(2) RBG;• Apabila barang tereksekusi berada diwilayah hukum PN lain

maka KPN dapat minta bantuan kepada KPN di wilayah hukum barang tersebut berada;

• KPN yang dimintai bantuan wajib memberi bantuan dan tidak dibenarkan menilai surat perintah penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri yang minta bantuan ,melainkan harus melaksanakan sepenuhnya dan segera memberi jawaban atas pekerjaan bantuan tersebut ,tetapi apabila ternyata penetapan tersebut cacat hukum maka sebaiknya minta penjelasan dari KPN yang minta bantuan;

Lanjutan…..

• Pasal 195 ayat(6) HIR/pasal 206 ayat (6) RBG menentukan perlawanan yang demikian diajukan kepada PN yang dalam daerah hukumnya terjadi hal menjalankan putusan itu,yang berarti kepada PN yang diminta bantuannya;

• PN mana yang berwenang menangguhkan eksekusi ?.Dalam hal seperti ini maka KPN yang berwenang menangguhkan eksekusi delegasi adalah KPN yang meminta bantuan karena alasan-alasan penangguhan itu diketahui dari laporan secara kontinyu oleh KPN yang dimintai bantuan setiap 2 kali 24 jam;

Lanjutan…..

• Eksekusi berupa pelaksanaan lelang maka hasil lelang tersebut oleh KPN yang dimintai bantuan harus diserahkan kepada KPN yang minta bantuan;

• Apabila eksekusi berupa penyerahan dalam keadaan kosong tanah atau rumah sengketa maka dapat dilakukan sendiri oleh KPN yang dimintai bantuan;

Masalah amar putusan tidak jelas

• Apabila amar putusan tidak jelas,maka KPN harus meneliti pertimbangan putusan tersebut,karena amar dan pertimbangan putusan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dan apabila pertimbangan juga tidak jelas KPN berusaha menanyakan pada majelis Hakim ,jika juga tidak jelas maka dapat dikeluarkan penetapan non eksekutabel;

Lanjutan….

• Apabila luas tanah melebihi yang tercantum dalam amar putusan,maka yang dilaksanakan hanya seluas amar putusan;

• Apabila luas tanah kurang dari amar putusan maka eksekusi dilaksanakan apa adanya dan kekurangannya dicatat dalam berita acara eksekusi;

• Apabila ukuran dan batas-batas tidak jelas supaya dilakukan pemeriksaan setempat (konsitering) dengan dihadiri para pihak,Kepala Desa kalau diperlukan Camat serta pihak Agraria;

Lanjutan……..

• Apabila eksekusi melibatkan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara, maka sepanjang pihak ketiga tersebut mempunyai alas hak yang sah maka eksekusi tidak dapat menjangkau pihak ketiga tersebut,asalkan hak tersebut diperoleh sebelum penyitaan dilakukan dan didaftarkan sesuai ketentuan yang berlaku;

• Apabila pihak ketiga menguasai obyek sengketa karena mendapat hak dari orang lain,maka sebaiknya pihak ketiga tersebut mengajukan perlawanan terhadap eksekusi dan selanjutnya dapat mohon penundaan eksekusi;

Perampasan Kembali obyek yang telah dieksekusi

• Apabila obyek yang telah dieksekusi dirampas kembali maka ada ancaman pidananya,sedangkan untuk mengembalikan obyek eksekusi kepada pemohon eksekusi tersebut dengan jalan mengajukan gugatan baru dengan petitum serta merta ;

• Keliru apabila PN melakukan eksekusi ulang;

Perdamaian setelah putusan BHT

• Apabila terdapat dading setelah putusan BHT maka harus diberitahukan kepada PN agar PN tidak melaksanakan putusan BHT tersebut,kemudian dibuatkan berita acara eksekusi yang isinya sama dengan isi perdamaian tersebut dan selanjutnya berita acara tersebut dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan dan salinannya diberikan kepada kedua pihak ;

Obyek Eksekusi Barang Milik Negara

• Obyek eksekusi merupakan barang milik negara mengakibatkan eksekusi noneksekutabel;

• Apabila barang-barang milik negara tersebut adalah obyek BUMN yang bersifat mencari keuntungan maka dapat dilakukan sita;

• Eksekusi secara riil mungkin dilakukan apabila dalam putusan dinyatakan obyek eksekusi menjadi hak orang lain;

Lanjutan……

• Apabila Pemerintah dihukum untuk membayar sejumlah uang maka tidak mungkin dilakukan sita atas barang milik negara ,maka yang dapat dilakukan adalah dimintakan untuk dianggarkan dalam anggaran DIPA tahun-tahun berikutnya;

• Proses eksekusi dimulai dengan proses anmaning dan selanjutnya KPN minta agar dianggarkan dalam DIPA Instansi yang bersangkutan untuk tahun berikutnya;

Eksekusi Grose Akta Pengakuan hutang dan eksekusi Hak Tanggungan

• Dipersamakan dengan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial adalah grose akta pengakuan hutang dan grose akta hipotek;

• Dengan berlakunya UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan maka hipotek terhadap tanah pengaturannya telah dikelauarkan dari buku II KUHPerdata,tetapi Hipotek terhadap Kapal laut yang berisi kotor 20 M3 dan pesawat terbang masih tetap mengacu pada buku II KUHPerdata;

• Grose adalah salinan pertama dari akta otentik yang diberikan pada kreditur,sehingga salinan pertama dari akta pengakuan hutang yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan eksekusi maka salinan tersebut sengaja diberi irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,sedangkan salinan lainnya diberikan pada Debetur tidak memakai irah-irah;

Lanjutan….

• Akta aslinya yang disebut minit disimpan oleh Notaris yang bersangkutan dalam arsip juga tidak memakai irah-irah;

• Grose pengakuan hutang ini digunakan khusus untuk kredit bank yang kecil jumlahnya dan apabila debetur sewaktu dianmanning membenarkan jumlah hutangnya tersebut maka eksekusi dapat dilaksanakan,tetapi jika membantah maka besarnya hutang tidak fixed sehingga eksekusi tidak dapat dilanjutkan ,pihak Bank dapat mengajukan tagihannya melalui gugatan biasa;

• Apabila debetur ingkar janji maka kreditur langsung mohon eksekusi kepada KPN,selanjutnya debetur dianmanning dan prosedur seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang;

Eksekusi Hak Tanggungan

• Obyek hipotik atas pesawat Udara diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan dan hipotik atas kapal diatur dalam UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran;

• Eksekusi Hak Tanggungan sama dengan eksekusi putusan BHT yaitu dimulai dengan permohonan eksekusi kepada KPN yang dilengkapi dengan sertifikat hak tanggungan ,kemudian Termohon di anmanning dan jikalau tetap tidak memenuhi kewajiban maka pemohon mengajukan sita eksekusi selanjutnya dilakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan setelah dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

Eksekusi putusan yang belum BHT

• Eksekusi Putusan serta merta :

• Pasal 180 ayat(1) HIR menegaskan Pengadilan Negeri dapat memerintahkan pelaksanaan terlebih dahulu dan seterusnya,dengan demikian kewenangan untuk menjatuhkan putusan serta merta hanya diberikan kepada Pengadilan Tingkat pertama;

• Permasalahannya jikalau sudah dilaksanakan eksekusi,ternyata putusannya dibatalkan di tingkat banding atau Kasasi,maka akan menimbulkan kerugian dan sulit untuk dikembalikan seperti semula;

Lanjutan….

• Apabila Tergugat tetap menghendaki pemulihan secara fisik dan barang yang sudah terlanjur dieksekusi masih berada ditangan Penggugat/Pemohon eksekusi maka pemulihannya dapat langsung dan segera tanpa memerlukan gugatan dari pihak Tergugat,jikalau Penggugat tidak bersedia sukarela mengembalikan maka dapat dieksekusi secara paksa seperti eksekusi putusan BHT;

• Jikalau barang-barang telah terlanjur dialihkan kepada pihak ketiga dengan alas hak yang sah maka pemulihannya melalui gugatan biasa;

Lanjutan…..

• Apabila Tergugat mau menerima pemulihan dengan ganti rugi dan sebelumnya Penggugat telah menyerahkan jaminan barang atau uang maka penyelesaiannya tidak terlalu rumit sebab KPN dengan segera dapat menyerahkan jaminan tersebut kepada Tergugat;

• Apabila jaminan berupa uang supaya disimpan di Bank Pemerintah dan tidak dibenarkan menerima penjamin orang guna menghindari masuknya pihak ketiga dalam proses;

• Dalam eksekusi serta merta harus memperhatikan ketentuan SEMA No.4 Tahun 2001 yang mensyaratkan agar majelis yang akan mengabulkan putusan serta merta harus memberitahukan/berkonsultasi dengan KPN ;

Lanjutan….

• Untuk menjatuhkan putusan serta merta tidak bersifat imperatif,tetapi dapat artinya dibolehkan seperti ditentukan dalam pasal 180 ayat (1) HIR;

• SEMA No 3 tahun 2000 isinya antara lain mensyaratkan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi ,sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama;

• SEMA No 4 Tahun 2001 menekankan bahwa setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta harus disertai penetapan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dng obyek eksekusi;

Eksekusi Putusan Provisionil

• Putusan provisi sama dengan putusan serta merta ,keduanya diatur dalam pasal 180 ayat(1) HIR /pasal 191 ayat(1) RBG dan keduanya dapat dilaksanakaan terlebih dahulu meskipun putusan belum BHT;

• Perbedaannya karena putusan provisi merupakan tindakan sementara dari Hakim yang tidak bole mengenai pokok perkara atau mengenai hal yang tidak ada hubungannya dengan pokok perkara;

• Putusan provisi hanya dapat diajukan banding dan kasasi bersama-sama dengan pokok perkara ,sedangkan lembaga lembaga putusan serta merta iputus bersama-sama dengan pokok perkara;

Lanjutan….

• Tindakan sementara tersebut bersifat mendesak dan segera diperlukan selama pemeriksaan pokok perkara belum diputus;

• SEMA No 3 Tahun 2000 ,maka apabila dijatuhkan putusan provisi atau terhadap putusan verstek diajukan verset,juga terhadap perkara dalam tahap banding ijin eksekusinya diminta dari KPT ,sedangkan untuk perkara dalam tahap kasasi ijin diminta dari KMA;

• Apabila PT mengijinkan suatu putusan provisi dijalankan maka KPN minta pemohon eksekusi memberikan jaminan yang nilainya sama dengan nilai obyek eksekusi sesuai SEMA No 3 Tahun 2000;

Eksekusi putusan Arbitrase

• Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,yang dimaksud dengan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa;

• Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa clausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (pasal 1 angka (3) UU Nomor 30 Tahun 1999);

Lanjutan……

• Dengan berlakunya UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa maka pasal 615 s/d 651 RV serta pasal 377 HIR dan pasal 705 RBG yang mengatur masalah Arbitrase dinyatakan tidak berlaku lagi (pasal 81 UU No.30 tahun 1999);

• Sebelum putusan Arbitrase dapat dilaksanakan maka terlebih dahulu putusan tersebut didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat;

Lanjutan…..

• 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan diucapkan ,Arbiter atau Kuasanya menyerahkan dan mendaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri putusan asli atau salinan otentik Arbitrase;

• Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat putusan Arbitrase tidak dapat dilaksanakan (Pasal 59 ayat(4) UU Nomor 30 tahun 1999);

• Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (final and binding)( Pasal 60 UU nomor 30 Tahun 1999);

Proses Pengajuan eksekusi putusan arbitrase

• Apabila para pihak tidak melaksanakan putusan Arbitrase tersebut secara sukarela maka salah satu pihak mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar putusan Arbitrase dapat dilaksanakan;

• Pelaksanaan putusan Arbitrase didasarkan atas perintah KPN;

• Perintah pelaksanaan diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan pada Panitera PN;

Lanjutan…..

• Sebelum KPN mengeluarkan surat perintah terlebih dahulu mempelajari putusan Arbitrase tersebut dengan maksud apakah putusan Arbitrase tersebut telah memenuhi ketentuan pasal 4 dan pasal 5 serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum;

• Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui Arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang,maka Arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak ,jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka (pasal 4 ayat(1) UU no 30 tahun 1999);

Lanjutan…..

• Persetujuan untuk menyelesian sengketa melalui Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak ( pasal 4 ayat (2) UU no 30 tahun 1999);

• Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui Arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat,maka pengiriman teleks telegram,faksimili,e-mail atau dalam bentuk sarana lainnya,wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak ( pasal 4 ayat (3) UU No 30 tahun 1999);

Lanjutan….

• Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa ( pasal 5 ayat(1) UU No 30 tahun 1999);

• Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui Arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian ( pasal 5 ayat(2) UU No.30 tahun 1999);

Lanjutan….

• Apabila KPN setelah memeriksa putusan Arbitrase yang berkaitan dengan pasal 4 dan pasal 5 ternyata tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 4 dan pasal 5 maka KPN menolak melaksanakan putusan Arbitrase tersebut;

• Apabila telah memenuhi ketentuan pasal 4 dan pasal 5 maka perintah KPN tersebut ditulis pada lembar asli dan salinan otentik putusan Arbitrase yang dikelauarkan;

• Selanjutnya proses pelaksanaannya sama seperti proses pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

SEKIAN DAN TERIMAKASIH SEMOGA BERMANFAAT

MALANG, 30 MEI 2014