Ekonomi Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka · Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka Perayaan lima...

1
Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka Perayaan lima abad hadirnya patung Bunda Maria di Flores Timur meriah. Warga Islam, Kristen, dan Hindu memberi dukungan. Fokus Nusantara, hlm 22-23 HALAMAN 17 RABU, 13 OKTOBER 2010 Ekonomi MI/PALCE AMALO UPAYA Bank Indonesia (BI) menahan laju penguatan mata uang rupiah dinilai akan mem- buat modal bank sentral terge- rus. Pasalnya, BI membutuhkan modal yang besar untuk mela- kukan intervensi. Hal tersebut dikatakan eko- nom Standard Chartered Fauzi Ichsan, kemarin. Ia menjelaskan, untuk me- lakukan intervensi, BI harus menyebar rupiah dan membeli dolar AS di pasar mata uang. Kebijakan tersebut membuat cadangan devisa BI meningkat tajam dari US$66,1 miliar pada akhir 2009 menjadi US$86,6 mi- liar pada September 2010. Sekarang, masalahnya bukan terletak pada kemampuan BI membeli dolar AS saja. Na- mun, langkah BI itu, apalagi secara besar-besaran, akan membuat pasar kelebihan pa- sokan rupiah. Hal tersebut bisa memicu ekspektasi inasi. “Pertumbuhan money supply bisa memicu tekanan inflasi selama 6-9 bulan ke depan,” kata Fauzi. Langkah yang harus di- lakukan BI berikutnya adalah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)untuk menye- rap ekses likuiditas rupiah. Namun, BI harus membayar biaya bunga sekitar 6,5% per tahun. Walaupun BI memakai ca- dangan devisa untuk membeli surat utang AS dan mendapat- kan bunga sekitar 2%, BI tetap merugi karena harus mem- bayar selisih bunga 4,5%. Agar tidak merugi terus- menerus, Fauzi mengusulkan BI menghentikan intervensi penguatan rupiah. Menurutnya rupiah dibiarkan menguat saja karena tidak terlalu merugikan pengusaha yang mengandal- kan ekspor. Pendapat Fauzi itu berbeda dengan ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyan- tono yang menyarankan BI membatasi nilai tukar di level 9.000-9.300 per dolar AS. Pasal- nya, rupiah kini terlampau kuat dan dapat membahayakan ki- nerja ekspor nasional. Bahkan, ekonom Sustainable Development Indonesia, Drad- jad H Wibowo meminta peme- rintah bersama BI mengambil langkah depresiasi rupiah (Me- dia Indonesia, 12/10). Kemarin, rupiah ditutup pada 8.932 per dolar AS, sedikit melemah dari hari sebelumnya 8.923. Sepanjang Januari-Sep- tember 2010, BI mencatat nilai tukar rupiah menguat 5,01%. Penguatan ini tergolong ren- dah jika dibandingkan bath Thailand (10,25%), ringgit Ma- laysia (9,04%), dolar Singapura (7,02%), serta peso Filipina yang menguat 6,04%. (*/E-2) PEMERINTAH masih mem- punyai kewajiban membayar subsidi kepada lima badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp10,51 triliun. Selain itu terdapat kelebihan dalam membayarkan subsidi senilai Rp116,63 miliar dari yang telah ditetapkan. Hal itu terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Se mester I 2010 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tunggakan terbesar yakni ter- hadap PT PLN (persero) senilai Rp8,58 triliun. Anggota VI BPK Ali Masykur Musa di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, kemarin mengatakan pemerintah juga menunggak pembayaran subsidi kepada sejumlah BUMN dengan nilai total Rp1,85 triliun. Tunggakan itu terhadap PT Pupuk Iskan- dar Muda (PIM) senilai Rp50,88 miliar, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Rp227,78 miliar, PT PG Rp1,29 triliun dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) senilai Rp369,56 miliar. Adapun untuk kelebihan pembayaran subsidi, di anta- ranya, kepada PT Pelni (per- sero) tahun anggaran (TA) 2008 sebesar Rp5,05 miliar untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (KPU). Pengembalian juga harus dilakukan PT Kereta Api In- donesia (KAI) sebesar Rp1,06 miliar. Namun PT KAI juga menanggung dana KPU sebe- sar Rp170,64 miliar. Pasalnya pemerintah hanya menetapkan anggaran subsidi senilai Rp544,66 miliar. Pada- hal subsidi yang diperlukan Rp715,30 miliar. Kelebihan subsidi juga di- temukan pada hasil pemerik- saan atas subsidi pupuk pada PT PKT Rp110,49 miliar. Mengenai keterlambatan pembayaran subsidi tersebut, Plt Tortama KN VII BPK, Ilya Avianti mengatakan memang ada regulasi di pemerintah yang mengharuskan pemba- yaran kekurangan subsidi sete- lah adanya post audit dari BPK. (ST/E-2) EKONOMIKA Penjualan Patra Seizin Menteri BUMN PT Pertamina (persero) telah memasukkan rencana penjualan anak usaha PT Patra Jasa dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2010 yang dilaporkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aksi korporasi itu ditujukan untuk memperkuat kinerja keuangan perusahaan dan mencapai laba bersih yang ditargetkan. “Mereka ingin kembali ke dalam core business mereka. Perolehan dari situ dapat dipakai untuk me- nguatkan permodalan mereka,” ungkap Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Jakarta, kemarin. Patra Jasa memang bukan anak usaha yang merugi, tapi bisnisnya tidak sejalan dengan bisnis inti perusahaan. Pertamina siap melego 66,67% dari total 99,8% saham di Patra Jasa. Target hasil penjualan aset diharapkan bisa mencapai lebih dari Rp2,38 triliun. (*/E-6) Kontrak Gas Nusantara Regas Diteken MENTERI ESDM Darwin Saleh mengungkapkan PT Nusantara Regas bisa segera memulai pembangunan unit penampungan regasikasi terapung (oating storage regasication unit/FSRU) yang akan dibangun di Teluk Jakarta. “Kami harapkan FSRU da- pat beroperasi pada kuartal keempat 2011,” kata Darwin seusai menyaksikan penandatanganan dua pokok perjanjian (head of agreement/HoA) di Jakarta, kemarin. Kedua HoA tersebut mene- gaskan komitmen jual beli gas alam cair (liqueed natural gas/LNG) antara Total Indonesie, Inpex Corporation, dan Nusantara Regas, sebagai operator pembangunan unit penampungan. Adapun HoA kedua antara Nusantara Regas dan PT PLN (persero) sebagai pembeli. Nusantara Regas merupakan perusahaan patungan an- tara PT Pertamina (persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Alokasi pasokan gas FSRU sebesar 11,75 juta metrik ton selama 10 tahun pada 2012-2022. (Ant/E-6) 6 Koridor Ekonomi Dijajakan ke Jepang JEPANG mengincar investasi di pembangunan enam kawasan ekonomi sebagai koridor untuk mendorong investasi di Indo- nesia. Hal itu menjadi topik pertemuan pemerintah dengan pe- merintahan Jepang 14-16 Oktober 2010. “Jadi begitu pentingnya pertemuan ini, Jepang nanti dihadiri empat sampai lima menteri. Kita dihadiri empat menteri dengan isu yang diangkat itu dimu- lai dari create dan investasi, kemudian Jepang akan membangun enam koridor ekonomi,” ungkap Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, kemarin. Menurutnya, pemerintah akan menawarkan konsep kawasan ekonomi khusus tersebut dengan langkah nyata pembangunan infrastruktur. Pem- bangunan infrastruktur yang dimaksud dapat dimulai dengan pengerjaan sistem transportasi massal (mass rapid transportation/ MRT) di wilayah Jabodetabek. (Ant/E-6) PTDI Tuntaskan Kontrak US$90 Juta PT Dirgantara Indonesia (PTDI) siap menyelesaikan sebagian pesanan pembuatan pesawat pada 2010, dari kontrak yang diraih perseroan senilai US$90 juta. “Tahun ini sebagian pesanan pesawat akan kita deliver (serahkan), sisanya akan dituntaskan pada 2011,” kata Direktur Utama PTDI Budi Santoso di Jakarta, kemarin. Menurutnya, kontrak ini berasal dari Korea Selatan untuk empat unit pesawat jenis patroli maritim (coast safeguard). Dua unit di antaranya akan selesai tahun ini dan sisanya tahun depan. Selain pembuatan pesawat, ia mengutarakan, perseroan juga memperoleh kontrak penyediaan komponen untuk pabrikan pesawat Airbus A-320, A321, A330, dan A340, termasuk A350 yang akan diluncurkan pada 2013. Di samping itu, PTDI sejak tahun lalu juga menjalin kerja sama dengan Bell Textronic Inc, Amerika Serikat, untuk merakit helikopter. (Ant/E-6) P EMERINTAH jangan gentar menghadapi sejumlah kasus pela- rangan atau penolakan produk RI di pasar luar negeri. Selain dapat memanfaatkan forum Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Orga- nization/WTO), pemerintah pun bisa melakukan tindakan balasan atau membawa kasus terkait ke forum arbitrase in- ternasional. Dalam kacamata ekonom Unika Atma Jaya A Prasetyan- toko, perubahan orientasi per- dagangan negara maju pas- cakrisis nansial 2008 memicu benih-benih proteksionisme dan perang dagang. Ia menu- turkan, sebelumnya negara-ne- gara Uni Eropa, Amerika Utara, dan Jepang lebih berorientasi pada sektor nansial. Pascakri- sis, mereka mengubah orientasi dengan memenuhi sendiri ke- butuhan domestik dan memak- simalkan ekspor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi pemulihan, setiap negara berupaya me- maksimalkan perlindungan terhadap pasar masing-masing sembari terus membuka celah pasar ekspor. Alhasil, muncul gejala praktik proteksionisme. “Meski ada aturan WTO, me- reka akan cari cara untuk me- lindungi pasar. Jadi, mulai dari kasus larangan rokok keretek di AS sampai kasus mi instan kita di Taiwan, adalah bagian dari upaya proteksionisme,” ujarnya di Jakarta, kemarin. Pernyataan Prasetyantoko merujuk pada sederet kasus yang menimpa produk-produk Indonesia di mancanegara. Misalnya, larangan penjualan rokok beraroma--termasuk keretek--di AS yang dinilai RI diskriminatif karena menge- cualikan rokok mentol. Sebagai eksportir rokok keretek terbesar di AS, RI akhirnya membawa kasus itu ke WTO. Lalu, penolakan sejumlah korporasi multinasional ter- hadap produk minyak kelapa sawit (CPO) dan produk kertas dari Indonesia lantaran tu- dingan perusakan lingkungan yang masih perlu dibuktikan kesahihannya. Kasus terbaru, Taiwan menuding produk mi instan Indonesia mengandung zat kimia yang berbahaya un- tuk dikonsumsi manusia. “Pemerintah harus bisa memberikan perlindungan pada produk dalam negeri ter- kait praktik (proteksionisme) itu. Aturan itu harus tertuang dalam UU Perdagangan atau UU Perindustrian yang masih digodok,” ujar Prasetyantoko. Sebelumnya, Menteri Per- dagangan Mari Elka Pangestu menegaskan hal serupa. Menu- rutnya, kebijakan perlindung- an pasar dalam negeri dan proteksionisme itu merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam perdagangan internasio- nal yang kian tanpa batas ini. “Kita tentu menunggu per- soalan seperti ini (pelarangan edar) sampai jelas (clear). Kalau tidak sesuai aturan internasio- nal, akan kami protes secara resmi melalui perwakilan me- reka di sini atau melalui forum seperti WTO,” ujar Mari. Pembatasan Sementara itu, sejumlah pro- dusen lokal di dalam negeri tengah ketir-ketir menyikapi deregulasi impor barang jadi. Dengan terbitnya Peraturan Men teri Perdagangan (Per- mendag) No 39/2010 pada 4 Oktober lalu, produsen boleh mengimpor barang jadi yang tidak diproduksi di Indonesia. Di satu sisi, permendag itu memungkinkan produsen me- nambah variasi produknya di Indonesia. Di sisi lain, per- mendag itu bisa membuat pro- dusen malas memacu kapasitas produksi di Indonesia sehingga memicu deindustrialisasi. Untuk itu, Kementerian Per- industrian meminta Permen- dag 39/2010 disertai dengan prosedur operasi standar (stan- dard operation procedure/SOP) yang mengatur tentang batasan produk jadi yang boleh diimpor dan waktu pelaksanaan. “SOP untuk menjamin agar permendag itu tidak menggi- ring deindustrialisasi di Indo- nesia,” ujar Menteri Perindus- trian MS Hidayat. Menurutnya, permendag itu pada dasarnya telah mengako- modasi kepentingan industri untuk importasi produk jadi dalam rangka penetrasi pasar awal atau uji coba. Juga, adanya intra-trade antara produk dalam negeri dan luar negeri. Adapun Kemenperin beren- cana meningkatkan daya saing 11 sektor industri unggulan dan menetapkan tiga sektor indus- tri prioritas khusus. Kesebelas sektor itu dibagi menjadi lima kelompok, yaitu industri padat karya, industri kecil dan menengah, industri barang modal, industri ber- basis sumber daya alam, dan industri pertumbuhan tinggi. (Ant/E-4) [email protected] Lawan Proteksionisme Perlindungan pasar dalam negeri dan proteksionisme merupakan tantangan dalam era perdagangan bebas. Jajang Sumantri Pertumbuhan money supply bisa memicu tekanan inflasi selama 6-9 bulan ke depan.” Fauzi Ichsan Ekonom Standard Chartered Tahan Laju Rupiah Modal BI akan Tergerus Pemerintah Utang Subsidi Rp10,51 T TUNGGAKAN PEMERINTAH: Petugas melintas di depan gardu induk PLTU Suralaya di Merak, Banten, beberapa waktu lalu. Pemerintah masih mempunyai kewajiban membayar subsidi kepada lima badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp10,51 triliun. Tunggakan terbesar terhadap PT PLN (persero) senilai Rp8,58 triliun. MI/ROMMY PUJIANTO

Transcript of Ekonomi Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka · Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka Perayaan lima...

Page 1: Ekonomi Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka · Tuan Ma Menyatukan Umat di Larantuka Perayaan lima abad hadirnya patung Bunda Maria di Flores Timur meriah. Warga Islam, Kristen, dan

Tuan Ma Menyatukan Umat di LarantukaPerayaan lima abad hadirnya patung Bunda Maria di Flores Timur meriah. Warga Islam,

Kristen, dan Hindu memberi dukungan.Fokus Nusantara, hlm 22-23

HALAMAN 17RABU, 13 OKTOBER 2010Ekonomi

MI/PALCE AMALO

UPAYA Bank Indonesia (BI) menahan laju penguatan mata uang rupiah dinilai akan mem-buat modal bank sentral terge-rus. Pasalnya, BI membutuhkan modal yang besar untuk mela-kukan intervensi.

Hal tersebut dikatakan eko-nom Standard Chartered Fauzi Ichsan, kemarin.

Ia menjelaskan, untuk me-lakukan intervensi, BI harus menyebar rupiah dan membeli dolar AS di pasar mata uang. Kebijakan tersebut membuat cadangan devisa BI meningkat tajam dari US$66,1 miliar pada akhir 2009 menjadi US$86,6 mi-liar pada September 2010.

Sekarang, masa lahnya bukan terletak pada ke mampuan BI membeli dolar AS saja. Na-mun, langkah BI itu, apalagi secara besar-besaran, akan mem buat pasar kelebihan pa-sokan rupiah. Hal tersebut bisa memicu ekspektasi infl asi. “Pertumbuhan money supply bisa memicu tekanan inflasi selama 6-9 bulan ke depan,” kata Fauzi.

Langkah yang harus di-

lakukan BI berikutnya adalah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)untuk menye-rap ekses likuiditas rupiah. N a mun, BI harus membayar biaya bunga sekitar 6,5% per tahun.

Walaupun BI memakai ca -dang an devisa untuk membeli surat utang AS dan mendapat-kan bunga sekitar 2%, BI tetap merugi karena harus mem-bayar selisih bunga 4,5%.

Agar tidak merugi terus-me nerus, Fauzi mengusulkan BI menghentikan intervensi

penguatan rupiah. Menurutnya rupiah dibiarkan menguat saja karena tidak terlalu merugikan pengusaha yang mengandal-kan ekspor.

Pendapat Fauzi itu berbeda dengan ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyan-tono yang menyarankan BI membatasi nilai tukar di level 9.000-9.300 per dolar AS. Pasal-nya, rupiah kini terlampau kuat dan dapat membahayakan ki-nerja ekspor nasional.

Bahkan, ekonom Sustaina ble Development Indonesia, Drad-jad H Wibowo meminta peme-rintah bersama BI mengambil langkah depresiasi rupiah (Me-dia Indonesia, 12/10).

Kemarin, rupiah ditutup pada 8.932 per dolar AS, sedikit melemah dari hari sebelumnya 8.923. Sepanjang Januari-Sep-tember 2010, BI mencatat nilai tukar rupiah menguat 5,01%.

Penguatan ini tergolong ren-dah jika dibandingkan bath Thailand (10,25%), ringgit Ma-laysia (9,04%), dolar Singapura (7,02%), serta peso Filipina yang menguat 6,04%. (*/E-2)

PEMERINTAH masih mem-punyai kewajiban membayar subsidi kepada lima badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp10,51 triliun. Selain itu terdapat kelebihan dalam membayarkan subsidi senilai Rp116,63 miliar dari yang telah ditetapkan.

Hal itu terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Se mester I 2010 oleh Badan Pe meriksa Keuangan (BPK). Tung gakan terbesar yakni ter-hadap PT PLN (persero) senilai Rp8,58 triliun.

Anggota VI BPK Ali Masykur Musa di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, kemarin mengatakan pemerintah juga menunggak pembayaran subsidi kepada sejumlah BUMN dengan nilai total Rp1,85 triliun. Tunggakan itu terhadap PT Pupuk Iskan-dar Muda (PIM) senilai Rp50,88 miliar, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Rp227,78 miliar, PT PG Rp1,29 triliun dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) senilai Rp369,56 miliar.

Adapun untuk kelebihan pembayaran subsidi, di anta-ranya, kepada PT Pelni (per-sero) tahun anggaran (TA) 2008

sebesar Rp5,05 miliar untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (KPU).

Pengembalian juga harus dilakukan PT Kereta Api In-donesia (KAI) sebesar Rp1,06 miliar. Namun PT KAI juga menanggung dana KPU sebe-sar Rp170,64 miliar.

Pasalnya pemerintah hanya menetapkan anggaran subsidi senilai Rp544,66 miliar. Pada-hal subsidi yang diperlukan Rp715,30 miliar.

Kelebihan subsidi juga di-temukan pada hasil pemerik-saan atas subsidi pupuk pada PT PKT Rp110,49 miliar.

Mengenai keterlambatan pembayaran subsidi tersebut, Plt Tortama KN VII BPK, Ilya Avianti mengatakan memang ada regulasi di pemerintah yang mengharuskan pemba-yaran kekurangan subsidi sete-lah adanya post audit dari BPK. (ST/E-2)

EKONOMIKA

Penjualan Patra Seizin Menteri BUMN

PT Pertamina (persero) telah memasukkan rencana penjualan anak usaha PT Patra Jasa dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2010 yang dilaporkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aksi korporasi itu ditujukan untuk memperkuat kinerja keuangan perusahaan dan mencapai laba bersih yang ditargetkan. “Mereka ingin kembali ke dalam core business mereka. Perolehan dari situ dapat dipakai untuk me-nguatkan permodalan mereka,” ungkap Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Jakarta, kemarin. Patra Jasa memang bukan anak usaha yang merugi, tapi bisnisnya tidak sejalan dengan bisnis inti perusahaan. Pertamina siap melego 66,67% dari total 99,8% saham di Patra Jasa. Target hasil penjualan aset diharapkan bisa mencapai lebih dari Rp2,38 triliun. (*/E-6)

Kontrak Gas Nusantara Regas DitekenMENTERI ESDM Darwin Saleh mengungkapkan PT Nusantara Regas bisa segera memulai pembangunan unit penampungan regasifi kasi terapung (fl oating storage regasifi cation unit/FSRU) yang akan dibangun di Teluk Jakarta. “Kami harapkan FSRU da-pat beroperasi pada kuartal keempat 2011,” kata Darwin seusai menyaksikan penandatanganan dua pokok perjanjian (head of agreement/HoA) di Jakarta, kemarin. Kedua HoA tersebut mene-gaskan komitmen jual beli gas alam cair (liquefi ed natural gas/LNG) antara Total Indonesie, Inpex Corporation, dan Nusantara Regas, sebagai operator pembangunan unit penampungan. Adapun HoA kedua antara Nusantara Regas dan PT PLN (persero) sebagai pembeli. Nusantara Regas merupakan perusahaan patungan an-tara PT Pertamina (persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Alokasi pasokan gas FSRU sebesar 11,75 juta metrik ton selama 10 tahun pada 2012-2022. (Ant/E-6)

6 Koridor Ekonomi Dijajakan ke JepangJEPANG mengincar investasi di pembangunan enam kawasan ekonomi sebagai koridor untuk mendorong investasi di Indo-nesia. Hal itu menjadi topik pertemuan pemerintah dengan pe-merintahan Jepang 14-16 Oktober 2010. “Jadi begitu pentingnya pertemuan ini, Jepang nanti dihadiri empat sampai lima menteri. Kita dihadiri empat menteri dengan isu yang diangkat itu dimu-lai dari create dan investasi, kemudian Jepang akan membangun enam koridor ekonomi,” ungkap Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, kemarin. Menurutnya, pemerintah akan menawarkan konsep kawasan ekonomi khusus tersebut dengan langkah nyata pembangunan infrastruktur. Pem-bangunan infrastruktur yang dimaksud dapat dimulai dengan pengerjaan sistem transportasi massal (mass rapid transportation/MRT) di wilayah Jabodetabek. (Ant/E-6)

PTDI Tuntaskan Kontrak US$90 JutaPT Dirgantara Indonesia (PTDI) siap menyelesaikan sebagian pesanan pembuatan pesawat pada 2010, dari kontrak yang diraih perseroan senilai US$90 juta. “Tahun ini sebagian pesanan pesawat akan kita deliver (serahkan), sisanya akan dituntaskan pada 2011,” kata Direktur Utama PTDI Budi Santoso di Jakarta, kemarin. Menurutnya, kontrak ini berasal dari Korea Selatan untuk empat unit pesawat jenis patroli maritim (coast safeguard). Dua unit di antaranya akan selesai tahun ini dan sisanya tahun depan. Selain pembuatan pesawat, ia mengutarakan, perseroan juga memperoleh kontrak penyediaan komponen untuk pabrikan pesawat Airbus A-320, A321, A330, dan A340, termasuk A350 yang akan diluncurkan pada 2013. Di samping itu, PTDI sejak tahun lalu juga menjalin kerja sama dengan Bell Textronic Inc, Amerika Serikat, untuk merakit helikopter. (Ant/E-6)

PEMERINTAH jangan gentar menghadapi sejumlah kasus pela-rang an atau penolakan

produk RI di pasar luar negeri. Selain dapat memanfaatkan forum Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Orga-nization/WTO), pemerintah pun bisa melakukan tindakan balasan atau membawa kasus terkait ke forum arbitrase in-ternasional.

Dalam kacamata ekonom Unika Atma Jaya A Prasetyan-toko, perubahan orientasi per-dagangan negara maju pas-cakrisis fi nansial 2008 memicu benih-benih proteksionisme dan perang dagang. Ia menu-turkan, sebelumnya negara-ne-gara Uni Eropa, Amerika Utara, dan Jepang lebih berorientasi pada sektor fi nansial. Pascakri-sis, mereka mengubah orientasi dengan memenuhi sendiri ke-butuhan domestik dan memak-simalkan ekspor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.

Dalam kondisi pemulihan, setiap negara berupaya me-maksimalkan perlindungan terhadap pasar masing-masing sembari terus membuka celah pasar ekspor. Alhasil, muncul gejala praktik proteksionisme.

“Meski ada aturan WTO, me-reka akan cari cara untuk me-lindungi pasar. Jadi, mulai dari kasus larangan rokok keretek di AS sampai kasus mi instan kita di Taiwan, adalah bagian dari upaya proteksionisme,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Pernyataan Prasetyantoko merujuk pada sederet kasus yang menimpa produk-produk Indonesia di mancanegara. Misalnya, larangan penjualan rokok beraroma--termasuk ke retek--di AS yang dinilai RI diskriminatif karena menge-cualikan rokok mentol. Sebagai eksportir rokok keretek terbesar di AS, RI akhirnya membawa kasus itu ke WTO.

Lalu, penolakan sejumlah

korporasi multinasional ter-hadap produk minyak kelapa sawit (CPO) dan produk kertas dari Indonesia lantaran tu-dingan perusakan lingkungan yang masih perlu dibuktikan kesahihannya. Kasus terbaru, Taiwan menuding produk mi instan Indonesia mengandung zat kimia yang berbahaya un-tuk dikonsumsi manusia.

“Pemerintah harus bisa mem berikan perlindungan pa da produk dalam negeri ter-kait praktik (proteksionisme) itu. Aturan itu harus tertuang dalam UU Perdagangan atau UU Perindustrian yang ma sih digodok,” ujar Pra setyantoko.

Sebelumnya, Menteri Per-dagangan Mari Elka Pangestu menegaskan hal serupa. Menu-rutnya, kebijakan perlindung-

an pasar dalam negeri dan proteksionisme itu merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam perdagangan internasio-nal yang kian tanpa batas ini.

“Kita tentu menunggu per-soalan seperti ini (pelarangan edar) sampai jelas (clear). Kalau tidak sesuai aturan internasio-nal, akan kami protes secara resmi melalui perwakilan me-reka di sini atau melalui forum seperti WTO,” ujar Mari.

PembatasanSementara itu, sejumlah pro-

dusen lokal di dalam negeri tengah ketir-ketir menyikapi de regulasi impor barang jadi. Dengan terbitnya Peraturan Men teri Perdagangan (Per-mendag) No 39/2010 pada 4 Oktober lalu, produsen boleh

mengimpor barang jadi yang tidak diproduksi di Indonesia.

Di satu sisi, permendag itu memungkinkan produsen me-nambah variasi produknya di Indonesia. Di sisi lain, per-mendag itu bisa membuat pro-dusen malas memacu kapasitas produksi di Indonesia sehingga memicu deindustriali sasi.

Untuk itu, Kementerian Per-industrian meminta Permen-dag 39/2010 disertai dengan prosedur operasi standar (stan-dard operation procedure/SOP) yang mengatur tentang batasan produk jadi yang boleh diimpor dan waktu pelaksanaan.

“SOP untuk menjamin agar permendag itu tidak menggi-ring deindustrialisasi di Indo-nesia,” ujar Menteri Perindus-trian MS Hidayat.

Menurutnya, permendag itu pada dasarnya telah mengako-modasi kepentingan industri untuk importasi produk jadi dalam rangka penetrasi pasar awal atau uji coba. Juga, adanya intra-trade antara produk dalam negeri dan luar negeri.

Adapun Kemenperin beren-cana meningkatkan daya saing 11 sektor industri unggulan dan menetapkan tiga sektor indus-tri prioritas khusus.

Kesebelas sektor itu dibagi menjadi lima kelompok, yaitu industri padat karya, industri kecil dan menengah, industri barang modal, industri ber-basis sumber daya alam, dan industri pertumbuhan tinggi. (Ant/E-4)

[email protected]

Lawan ProteksionismePerlindungan pasar dalam negeri dan proteksionisme merupakan

tantangan dalam era perdagangan bebas.

Jajang Sumantri

Pertumbuhan money supply bisa memicu tekanan inflasi selama 6-9 bulan ke depan.”Fauzi IchsanEkonom Standard Chartered

Tahan Laju RupiahModal BI akan Tergerus

Pemerintah Utang Subsidi Rp10,51 T

TUNGGAKAN PEMERINTAH: Petugas melintas di depan gardu induk PLTU Suralaya di Merak, Banten, beberapa waktu lalu. Pemerintah masih mempunyai kewajiban membayar subsidi kepada lima badan usaha milik negara (BUMN) senilai Rp10,51 triliun. Tunggakan terbesar terhadap PT PLN (persero) senilai Rp8,58 triliun.

MI/ROMMY PUJIANTO