EKONOMI SYARIAH - fsi-febui.comfsi-febui.com/wp-content/uploads/2016/03/Eksyar-UTS-2014-2015.pdf ·...
Transcript of EKONOMI SYARIAH - fsi-febui.comfsi-febui.com/wp-content/uploads/2016/03/Eksyar-UTS-2014-2015.pdf ·...
1
SUNSHINE
JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
EKONOMI SYARIAH
No. 1
a.
Aspek Islamic World View Secular World View
Islamic Worldview (ru’yat al-Islam
li al-wujud) berbasis pada
pandangan hidup bahwa Tuhan
menciptakan manusia hanya
untuk beribadah pada-Nya,
mencakup seluruh tujuan dan
aktivitas manusia sebagai bagian
dari bentuk ibadah
(penghambaan diri).
Perspektif dunia yang sekuler
berbasis pada scientific
worldview yang memandang
alam semesta sebagai mesin
yang bekerja secara otomatis
mengikuti hukum alam
(deterministik) bahkan ketika
Tuhan tetap dipertahankan
sebagai Sang Pencipta.
Tujuan utama aktivitas
ekonomi
Mengejar tujuan spiritual;
ketaatan kepada aturan Tuhan
sebagai bentuk penghambaan
tertinggi (falah)
Mengejar self-interest dengan
rasionalitas sempurna sebagai
kondisi dan kriteria yang tidak
dapat diganggu gugat.
Penggerak utama Kerjasama dan semangat
persaudaraan
Individualisme
Perhatian utama Kesejahteraan seluruh umat
manusia
Maksimisasi keuntungan
personal
b. Dalam perspektif Islam, kesejahteraan manusia tidak dipandang sebagai sesuatu yang
sepenuhnya bergantung pada maksimisasi kekayaan, namun dibutuhkan kepuasan yang seimbang
antara kebutuhan material dan spiritual dari manusia. Ekonomi Islam berbasis pada paradigma
dimana keadilan ekonomi-sosial menjadi tujuan utama. Semua sumber daya ekonomi pada
hakikatnya adalah titipan dari Sang Pencipta yang penggunaannya harus dipertanggungjawabkan
di akhirat nanti. Nilai moral Islam menghubungkan antara individu dengan masyarakat, dengan
menyeimbangkan antara kebebasan individual dan tanggungjawab sosial. Self-interest dan
sacrifice keduanya dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Institusi terpenting
dalam kehidupan umat manusia, (pasar, keluarga, masyarakat dan pemerintah), tidak dapat
dijalankan hanya dengan self-interest, sacrifice adalah keniscayaan untuk menjalankan institusi-
institusi ini.
No. 2
2
a. Tujuan utama dari syarî‟ah Islam (maqâshid al-syarî’ah) adalah merealisasikan
kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-’ibâd) baik urusan dunia maupun urusan
akhirat mereka. Mashlahah dapat diwujudkan apabila lima unsur pokok kehidupan (ushûl
al-khamsah) dapat diwujudkan dan dipelihara, yaitu agama (dîn), jiwa (nafs), akal (‘aql),
keturunan (nasl), dan harta (mâl). b. Peran penting dan dampak maqashid syariah dalam alokasi sumber daya dan struktur
perekonomian adalah melindungi lima perkara yang disebutkan sebelumnya (agama, jiwa, akal,
keturunan, harta) di mana apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini berarti
melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki. Seluruh barang dan jasa yang
mempromosikan mashlahah maka dikatakan sebagai kebutuhan manusia.
No. 3
a. Maslahah bersifat subyektif dalam arti masing-masing individu yang menentukan apakah
sebuah barang/jasa memiliki maslahah untuk-nya. Namun kriteria maslahah ditentukan
secara obyektif oleh syariah. Sedangkan utility tidak memiliki kriteria yang jelas, sepenuhnya
subyektif. Konsep maslahah mendasari seluruh aktivitas ekonomi, tidak hanya konsumsi
namun juga produksi dan perdagangan. Utility hanya tujuan konsumsi, sedangkan tujuan
produksi adalah laba.
b.
Ekonomi Konvensional Ekonomi Syariah
Konsumsi ditentukan oleh keinginan (want),
dan keinginan ditentukan oleh Utility
Konsumsi ditentukan oleh kebutuhan (need),
dan kebutuhan ditentukan oleh Maslahah.
No. 4
a. Transaksi yang dilarang dalam Islam
Riba: Tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang
dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Maysir: Salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain (zero sum game)
Risywah: Memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan
hak-nya
Taghrir (gharar): Adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi
(unknown to both parties)
Ikhtikar : Seorang produsen/penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal
dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.
Bai’ Najasy: Seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada
banyak permintaan sehingga harga jual produk akan naik.
b. Ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah surah ar-Ruum: 39, turun pada periode
Makkah. Ayat-ayat riba lainnya turun pada periode Madinah yaitu surah an-Nisaa: 160-161,
surah Ali Imraan: 130, dan surah alBaqarah: 273-280. Terlihat bahwa pelarangan riba datang
secara bertahap.
No. 5
a. Teori perilaku konsumen dalam Islam menganalisis empat tingkatan pilihan konsumsi.
3
Tingkatan pilihan ke-1, seberapa besar konsumsi untuk kebutuhan dunia dan kebutuhan
akhirat.
Tingkatan pilihan ke-2, untuk kebutuhan dunia, berapa yang dikonsumsi sekarang dan
berapa untuk masa depan.
Tingkatan pilihan ke-3, untuk kebutuhan sekarang, ditentukan prioritas-nya. Prioritas
tertinggi adalah pemenuhan 5 kebutuhan pokok (dharuriyyat), kemudian yang
melengkapi-nya (hajiyyat) dan yang memperbaiki-nya (tahsiniyat).
Tingkatan pilihan ke-4, pilihan di masing-masing kelompok.
b.
Determinan Konsumsi Konvensional Determinan Konsumsi Islam
Dalam teori konsumsi Keynesian tradisional,
konsumsi semata-mata ditentukan oleh
tingkat pendapatan saat ini (“absolute
income hypothesis”).
Islam memiliki jawaban berbeda terkait
penentuan alokasi pendapatan untuk
konsumsi saat ini dan untuk konsumsi masa
depan, yang tidak berbasis positive time
preference theory.
Dalam teori konsumsi modern, konsumen
dianggap rasional penuh dan akan menjaga
pola konsumsi yang relatif stabil sepanjang
hidup mereka.
Perbedaan konsumsi dalam perekonomian
konvensional dan Islam antara lain
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
– Penerapan Zakat – Ajaran moderasi konsumsi yang
sangat kuat dalam Islam – Larangan Riba
Dalam menentukan berapa pendapatan yang
dialokasikan untuk konsumsi saat ini dan
berapa yang ditabung untuk konsumsi masa
depan, teori konvensional menjelaskannya
dalam perspektif positive time preference
theory.
Dalam perekonomian Islam dimana terdapat
larangan israf (berlebih-lebihan) dan tabdhir
(pemborosan), maka MPC dan APC akan lebih
rendah dibandingkan dengan perekonomian
konvensional. Lebih jauh lagi, Islam melarang
konsumsi barangbarang tertentu.
No. 6
a.
Konsep Produksi Konvensional Konsep Produksi Islam
Profit maximization assumption
Dalam ekonomi konvensional, laba adalah
motif tunggal dari kegiatan produksi. Motif
laba maksimum secara alamiah akan
membuat laba normal.
Dalam pasar persaingan sempurna akan
terakumulasi melalui proses profit
multiplication sehingga perusahaan menjadi
Aktivitas ekonomi termasuk bagian dari
ibadah dan menjadi tugas manusia di muka
Bumi.
4
besar dan akan mentransformasi pasar
persaingan sempurna menjadi monopoli.
Terdapat hubungan yang kuat antara profit
maximization dengan propensity to
monopolize, baik di pasar barang maupun di
pasar faktor
Given Demand Hypotesis
Ekonomi konvensional implisit
mengasumsikan bahwa produsen akan dan
harus selalu merespon permintaan pasar.
Dalam perekonomian dengan distribusi
pendapatan yang tidak merata dimana
sebagian besar masyarakat adalah miskin,
kebutuhan riil masyarakat sering tidak
tercermin dalam permintaan pasar.
Permintaan pasar juga tidak selalu
mencerminkan permintaan masyarakat yang
sesungguhnya.
Kerja merupakan unsur produksi terpenting,
dengannya Bumi diolah dan dikeluarkan
segala kebaikan dan kemanfaatan hidup.
Pareto Optimality
Di definisikan sebagai kondisi pencapaian
efisiensi (efisiensi alokatif) yang terwujud
ketika “no one can be made better off
without making someone else worse off”
Secara teoritis hal ini berimplikasi pada
pengabaian masalah distribusi pendapatan.
Kriteria pareto tidak dapat di terapkan untuk
setiap rencana menaikkan output diatas level
laba maksimum yang akan menguntungkan
orang miskin diatas beban orang kaya.
Kerja merupakan unsur produksi terpenting,
dengannya Bumi diolah dan dikeluarkan
segala kebaikan dan kemanfaatan hidup.
b. Prinsip bekerja dalam Islam
bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sendiri
bekerja untuk kemashlahatan keluarga
bekerja untuk kemashlahatan masyarakat
bekerja untuk kehidupan dan untuk semua yang hidup
bekerja untuk memakmurkan Bumi
bekerja untuk pekerjaan itu sendiri
5
Motivasi produksi dalam Islam dimana profit maximization sebagai motivasi tunggal produksi,
sulit diterima, tidak rasional dan tidak realistis. Keuntungan hanya salah satu motivasi, yang
lebih dominan adalah motivasi untuk melayani masyarakat dan Tuhan dengan memproduksi
barang dan jasa yang mengandung mashlahah. Semakin tinggi mashlahah yang dikandung,
semakin tinggi motivasi produksi. Tingkat keuntungan yang lebih rendah yang dikombinasikan
dengan serangkaian tujuan sosial yang disepakati (maqashid), adalah dimungkinkan.
No. 7
a. Alternatif Mekanisme Pasar Islami: perpaduan konsep effective need based demand dan
potential capacity based supply (Mannan 1992)
– effective need based demand dibentuk dari:
effective demand (sebagaimana dikenal pada sistem pasar konvensional), dan;
basic need dari masyarakat miskin.
– potential capacity based supply bersumber dari:
penawaran produsen sebagaimana dalam sistem pasar konvensional, ditambah
dengan
supply yang harus diadakan terkait dengan tujuan-tujuan produksi islami.
b. Permintaan dan Penawaran dalam Islam adalah semua barang dan jasa yang merupakan
kondisi penting bagi terpenuhinya tujuan akhir kehidupan manusia di dunia dan akhirat, yang
berakar pada konsep Islam tentang keadilan sosial dan pemerataan (Maqashid Syari‟ah).
Keseimbangan pasar terjadi ketika permintaan bertemu penawaran secara bebas („antaradin
minkum). Ibn Taymiyyah selalu membedakan dua jenis harga keseimbangan, yaitu : [i] harga
yang tidak adil dan terlarang; [ii] harga yang adil dan disukai
No. 8
a. Basis filosofi pemikiran ekonomi Islam yang terpenting adalah konsep: (i) tauhid; (ii) risalah;
(iii) akhirat; dan (iv) kesejahteraan hidup.
Setidaknya terdapat lima bentuk pemikiran ekonomi Islam.
– Pertama, pembahasan hal-hal ekonomi dalam disiplin Ilmu Tafsir
– Kedua, pembahasan isu-isu ekonomi dalam disiplin Ilmu Fiqh.
– Ketiga, pemikiran ekonomi dalam konteks sistem etika Islam untuk pembangunan.
– Keempat, pemikiran ilmuwan Islam tentang ekonomi sebagai respon dari kebutuhan
dalam pembuatan kebijakan publik.
– Kelima, analisa obyektif dari perekonomian nyata
b. Fase pembentukan (11-100 H/632-718 M)
pemikiran-pemikiran awal ekonomi yang berbasis langsung dari sumber internal Islam,
yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Fase translasi (abad 2-5 H/ 8-11 M)
ketika ide-ide dari luar di terjemahkan ke dalam bahasa Arab dan ilmuwan Muslim
mendapatkan manfaat dari karya-karya intelektual negara-negara lain.
Fase re-translasi & transmisi (abad 6-9 H/12-15 M)
ketika pemikiran Yunani dan Muslim-Arab masuk ke Eropa melalui penterjemahan dan
jalur-jalur kontak lainnya.