ekonomi islam(full).doc

58
EKONOMI ISLAM MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Disusun oleh : AYU NURPITRIANI (141411005) CITHA AMELIA (141411006) SEPTI INTAN SOLICHAH (1414110) PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 1

Transcript of ekonomi islam(full).doc

Page 1: ekonomi islam(full).doc

EKONOMI ISLAM

MAKALAHDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama

Disusun oleh :

AYU NURPITRIANI (141411005)

CITHA AMELIA (141411006)

SEPTI INTAN SOLICHAH (1414110)

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2014

1

Page 2: ekonomi islam(full).doc

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta

karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ekonomi Islam”

untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan Dosen

Pembimbing Dr. Waway Qodratullah.

Dalam menyusun makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan

makalah ini.

Penulis berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun,

penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Bandung, Maret 2015

Penulis

2

Page 3: ekonomi islam(full).doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekonomi islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari perintah dan pengaturan

syariah untuk menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumber daya

material agar memberikan kepuasan kepada manusia sehingga memungkinkan manusia

melaksanakan tanggung jawabnya kepada Allah SWT dan masyarakat. Ilmu ekonomi

islam merupakan suatu kajian yang senantiasa memperhatikan rambu-rambu metodologi

ilmiah. Sistem ekonomi islam merupakan salah satu aspek dalam sistem nilai islam bagi

seorang muslim.

Kegiatan ekonomi dalam pandangan islam merupakan tuntutan kehidupan. Di

samping itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah,.hal ini dapat di

buktikan dengan ungkapan, “Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di

muka bumi ini dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat

sedikitlah kamu bersyukur.” (QS.Al-A’raf;10). Pada kesempatan lain dikatakan, “Dialah

yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalan lah (mencari rezeki

kehidupanlah) di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. Hanya

kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15). Untuk itulah

Allah berfirman, “Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.”(QS. An-Naba’:11).

Tujuan dari sebuah sistem ekonomi pada prinsipnya di tentukan oleh pandangan

masyarakat pendukungnya tentang dunia, jika manusia berpandangan bahwa alam

semesta ini terjadi dengan sendirinya, maka mereka tidak akan bertanggung jawab

atasnya kepada siapapun, dan mereka akan bebas hidup sesukanya. Tujuan hidup mereka

hanya untuk mencapai kepuasan maksimum, dengan mengabaikan hal itu di peroleh dan

bagaimana hal itu berpengaruh pada orang lain atau alam sekitar.

Ekonomi merupakan bagian dari kehidupan dan tidak bisa dipisahkan dari

kehidupan. Tetapi ekonomi bukanlah fondasi bangunan nya dan bukan tujuan risalah

islam (Qardhawi,1997:33). Fondasi (asas) dalam islam, sebagaimana telah disebutkan,

adalah akidah. Akidah ini merupakan dasar keseluruhan tatanan kehidupan dalam islam,

tarmasuk tatanan ekonomi. Ekonomi islam adalah ekonomi yang berlandaskan akidah

3

Page 4: ekonomi islam(full).doc

Ketuhanan Yang Maha Esa (tauhid). Akidah yang diturunkan Allah SWT dengan sengaja

kepada Rasul-Nya untuk umat islam.

Tujuan ekonomi, membantu manusia untuk menyembah Tuhannya yang telah

memberi rizki, dan untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa

mengkafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Oleh karena itu, rumusan

sistem islam berbeda sama sekali dari sistem-sistem yang lain nya. Sebagai sistem

ekonomi, ia memiliki akar dalam syari’ah yang menjadi sumber pandangan dunia,

sekaligus tujuan dan strategi nya (Zainul Bahar, 1999; Qardhawi, 1997:72).

Oleh karena itu, semua aktifitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi,

perdagangan, tidak lepas dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir kepada Tuhan.

Kalau seorang muslim bekerja di bidang produksi, maka pekerjaan itu dilakukan tidak

lain karena ingin memenuhi perintah Allah (Q. S al-mulk (67):15). Ketika menanam,

membajak, atau melakukan pekerjaan lain nya, seorang muslim merasa bahwa ia bekerja

dalam rangka beribadah kepada Allah. Makin tekun ia bekerja, makin takwa ia kepada

Allah. Bertambah rapi pekerjaan nya, bertambah dekat kepada Allah, tertanam dalam hati

nya bahwa semua itu adalah rizki dari Allah, maka patutlah bersyukur (Q.S al baqoroh (2)

: 172)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dibuat perumusan

masalah sebagai berikut.

1. Apa saja landasan ekonomi dalam Islam?

2. Apa saja bentuk tata niaga yang ada dalam Islam?

3. Apa hukum utang piutang, riba dan asuransi?

4. Apa saja etika bisnis di dalam Islam?

5. Apa saja kewajiban pengusaha dan pegawai?

4

Page 5: ekonomi islam(full).doc

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan ilmiah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui landasan ekonomi apa saja yang terdapat di dalam Islam dan aspek

ekonomi dalam Islam dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari.

2. Untuk mengetahui macam- macam tata niaga dalam Islam.

3. Untuk mengetahui hukum riba, utang piutang dan asuransi

4. Untuk mengetahui etika bisnis dalam Islam.

5. Untuk mengetahui kewajiban sebagai pengusaha dan pegawai

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan laporan ilmiah ini

adalah sebagai berikut.

1. Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai landasan ekonomi dalam islam,

aspek ekonomi islam, tata niaga dalam islam, utang piutang, asuransi, riba, etika

bisnis, kewajiban pengusaha, serta kewajiban pegawai.

2. Pembaca

Pembaca dapat menambah referensi tentang ekonomi di dalam islam.

1.5 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka

dengan mengambil referensi-referensi dari berbagai rujukan yaitu internet.

5

Page 6: ekonomi islam(full).doc

BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Ekonomi dalam Islam

1. Landasan Akidah

Dalam sistem ekonomi islam kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang

berfungsi mengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan kelak di

kemudian hari akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat Allah tersebut. Sementara

itu, sebagai pengemban amanat manusia dibekali kemampuan untuk menguasai,

mengolah, dan memanfaatkan potensi alam.

Al Quran surat Al Baqarah ayat 30: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman pada

malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.

Begitu juga dalam surat Lukman ayat 20 : “tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya

Allah telah menunjukkan untukmu apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi dan

menyempurnakan untukmu nikmat lahir dan batin”.

Didalam Al Quran banyak ayat ayat yang memerintahkan agar manusia bekerja

dan berusaha mencari anugrah Allah untuk kepentingan hidupnya. Misalnya dalam Al

Quran surat Al Jum’ah ayat 10 ; “Apabila sudah ditunaikan sholat maka beterbaranlah

kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah dengan sebanyak

banyaknya”.

Bekerja mencari nafkah dan memanfaatkan potensi alam untuk mencukupi

kebutuhan hidup menurut pandangan Islam bukan merupakan tujuan, tetapi merupakan

sarana yang harus ditempuh, yang menjadi tujuan adalah mencari keridlaan Allah dengan

cara berbuat kebajikan, bersyukur atas nikmatNya.

Hubungan ekonomi Islam dengan aqidah Islam tampak jelas dalam banyak hal,

seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk

kepentingaan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan aqidah dan syari’ah tersebut

memungkinkan aktifitas ekonomi dalam islam menjadi ibadah.

6

Page 7: ekonomi islam(full).doc

Dalam sistem ekonomi Islam kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang

berfungsi mengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan kelak di

kemudian hari akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat Allah tersebut. Sementara

itu, sebagai pengemban amanat manusia dibekali kemampuan untuk menguasai,

mengolah, dan memanfaatkan potensi alam Al-Qur’an surat al-Baqarah: 30.

2. Landasan Moral

Al Quran dan hadist Nabi memberikan landasan yang terkait dengan akhlak atau

moral dalam ekonomi sebagai berikut:

1) Islam mewajibkan kaum muslimin untuk berusaha mencari kecukupan nafkah hidup

untuk dirinya, keluarga, dan mereka yang menjadi tanggung jawabnya dengan

kekuatan sendiri dan tidak menggantungkan kepada pertolongan orang lain. Islam

mengajarkan pada manusia bahwa makanan seseorang yang terbaik adalah dari jeri

payahnya sendiri. Islam juga mengajarkan bahwa orang yang memberi lebih baik dari

orang yang meminta atau menerima.

2) Islam mendorong manusia untuk memberikan jasa kepada masyarakat. Hadist riwayat

Ahmad, Bukhori, muslim dan Turmudzi mengatakan bahwa muslim yang menanam

tanaman, kemudian sebagian dimakan manusia, binatang merayap atau burung,

semuanya itu dipandang sebagai sedekah.

3) Hasil dari rizki yang kita peroleh harus disyukuri, hal ini dinyatakan dalam surat Al

Baqarah ayat 172; “ hai orang orang yang beriman makanlah diantara rizki yang baik

baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika engkau benar

benar hanya beribadah kepadanya”.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis Islam dalam bidang ekonomi meliputi Al Quran, Hadist dan

Ijtihad (ra”yu). Al Quran dalam bidang ekonomi memberikan pedoman yang bersifat

garis besar seperti pedoman untuk memperoleh rizki dengan jalan berniaga, melarang

melakukan riba, menghambur hamburkan harta, memakan harta milik orang lain, perintah

bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan sebagainya.

Sunnah Rasul memberikan penjelasan rinciannya seperti bagaimana cara berniaga yang

halal dan yang haram, menerangkan bentuk bentuk riba yang dilarang, bentuk bentuk

pemborosan dan sebagainya.

7

Page 8: ekonomi islam(full).doc

Ijtihad mengembangkan penerapan pedoman-pedoman Al Quran dan sunnah

Rasul dalam berbagai aspek perekonomian yang belum pernah disinggung secara jelas

oleh Al Quran dan hadist sesuai dengan perkembangan zaman, misalnya masalah bunga

bank, asuransi, koperasi, dan sebagainya.

Ketika Nabi akan mengutus Mu’adz ke Yaman, Beliau bertanya sebelum Muadz

berangkat: “Bagaimana kamu akan memutuskan, jika kepadamu dihadapkan suatu

masalah?”. Muadz menjawab “saya akan memutuskan dengan ketentuan Al Quran”. Nabi

bertanya lagi , “Jika kamu tidak mendapatkanya dalam Al Quran?”. Muadz menjawab

“saya akan memutuskan dengan sunnah Rasulnya”. Nabi bertanya lebih lanjut, “Jika

dalam sunnah Rasulnya juga tidak kamu jumpai?” Muadz menjawab “saya akan berijtihad

dengan pikiranku, saya tidak akan membiarkan suatu masalah tidak berkeputusan.

Mendengar jawaban Muadz, Nabi mengatakan: “Alhamdulillah yang telah memberikan

taufik kepada utusan rasulnya dengan sesuatu yang melegakan utusan Allah”. (H. R.

Muadz).

B. Aspek Ekonomi Islam

Ekonomi Islam dalam beberapa aspek dikatakan mirip dengan sistem pengaturan

ekonomi campuran. Tapi aspek tambahannya adalah pada mekanisme sistemnya yang

melibatkan peran pelaku ekonomi termasuk negara. Di lain pihak, secara filosofis pada

tataran para pelaku ekonomi secara individual dilandasi oleh pertanggungjawabannya

kepada Allah secara vertikal selain secara sosial dan horizontal.

Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim

(kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara

keduanya. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Sedang

hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut diperoleh

ketentuannya dengan jalan ijtihad.

Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem

ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan nilai

ibadah dalam setiap kegiatannya.

Prinsip ekonomi Islam adalah:

- Kebebasan individu.

8

Page 9: ekonomi islam(full).doc

- Hak terhadap harta.

- Kesamaan sosial.

- Keselamatan sosial.

- Larangan menumpuk kekayaan.

- Larangan terhadap institusi anti-sosial.

- Kebajikan individu dalam masyarakat.

Dasar-dasar Ekonomi Islam:

- Keseimbangan antara dunia akherat, jasmani dan rokhani, perorangan dan masyarakat

keseimbangan dan kelestarian.

- Pengakuan hak milik perorangan.

- Larangan menimbun harta.

- Kewajiban zakat.

- Diperbolehkannya perniagaan dan larangan riba.

- Tidak adanya pembatasan suku, keturunan dalam bekerjasama.

C. Tata Niaga dalam Islam

Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang

menyerahkan atau menjual barang dengan pembeli sebagai pihak yang membayar atau

membeli barang yang dijual.. Jual beli sebagai sarana tolong-menolong sesama manusia,

di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist.

a. Rukun dan Syarat Jual Beli

Dalam Islam terdapat rukun syarat-syarat yang harus terpenuhi agar jual belinya sah

menurut syara’ (hukum Islam). Adapun rukun jual beli dan syarat-syaratnya yaitu:

1) Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli)

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:

a) Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.

b) Balig, jual belinya anak kecil yang belum balig tidak sah, akan tetapi jika anak

itu sudah mamayyiz (mampu membedakan baik buruk), dibolehkan melakukan

jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah, seperti permen, kue,

dan kerupuk.

9

Page 10: ekonomi islam(full).doc

c) Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan

(membelanjakan) hartanya karena tuna grahita tidak sah jual belinya, harta

milik orang tuna grahita diurus oleh walinya yang balig dan berakal sehat serta

jujur.

2) Sigat atau ucapan ijab dan kabul

Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara

penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan

melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli).

3) Barang yang diperjualbelikan

Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan,

yaitu antara lain:

a) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal.

b) Barang itu ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada

manfaatnya.

c) Barang itu benar-benar ada di tempat atau tidak ada tetapi sudah tersedia di

tempat lain, misalnya di gudang dan penjual bersedia mengambilnya bila

transaksi jual beli berlangsung.

d) Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaannya. Rasulullah

SAW bersabda: Tidak sah jual beli, kecuali pada suatu yang dimiliki (H.R Abu

Daud dan At-Tirmidzi).

e) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas

baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya. Sesuatu yang

belum diketahui zat, bentuk, dan kadarnya dianggap tidak sah

b. Nilai tukar barang yang dijual

Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:

1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.

1) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun

secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek atau kartu kredit.

Jika harga barang dibayar dengan cara utang atau kredit, waktu pembayarannya

harus jelas.

10

Page 11: ekonomi islam(full).doc

2) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya

tidak boleh dengan barang haram misalnya dengan babi dan khamar.

c. Macam-macam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain tinjau dari segi

sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.

1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan

syarat-syaratnya.

2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau

seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak

disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam). Contoh jual beli jenis ini seperti:

a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.

b) Jual beli air mani hewan ternak, seperti kambing. Kalau menjual air mani hewan

jantan milik penjual kepada pemilik hewan betina dilarang, tetapi meminjamkan

hewan jantannya untuk dikawinkan dengan hewan betina milik orang lain

dibolehkan bahkan dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,

“Barangsiapa mengawinkan hewan jantan dengan betina, lalu mendapatkan anak,

baginya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan.” (H.R Ibnu Hibban)

c) Jual beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).

Hadist dari Ibnu Umar menyebutkan: “Bahwa Rasulullah SAW telah melarang

menjual anak (hewan) yang masih berada dalam perut induknya.” (H.R Bukhari

dan Muslim)

d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan, misalnya mengurangi

timbangan dan memalsukan kualitas barang yang dijual.

3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid). Ada beberapa contoh jual beli yang

hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena

sebab-sebab lain misalnya:

a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.

b) Mempersulit peredaran barang.

c) Merugikan kepentingan umum.

11

Page 12: ekonomi islam(full).doc

4) Najsyi yaitu menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk mempengaruhi

orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang

menawar barang tersebut adalah teman si penjual.

5) Monopoli, yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan

melampaui harga pasaran. Rasulullah SAW melarang jual beli seperti ini,karena akan

merugikan kepentingan umum.

D. Utang Piutang

a. Pengertian Utang Piutang

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada yang menerima utang.

Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan akan dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati. Meberikan utang merupakan kebajikan yang membawa kemudahan kepada muslim yang mengalami kesulitan dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.

Dasar dari al-Qur’an adalah firman allah swt:

ة� �ر� �ي �ث �ض�ع�اف�ا ك �ه� أ ق�ه� ل �ض�اع� �ا ف�ي ن ض�اح�س� �ق�ر�ض� الله� ق�ر� م�ن� ذ�ا ال ذ�ي يArtinya:“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan allah), maka allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Q.S Al-Baqarah :245)

b. Hukum Utang Piutang

Hukum qardh (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi: terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib, dan terkadang haram. Semua itu sesuai dengan cara mempraktekannya karena hukum wasilah itu mengikuti hukum tujuan.- Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan sangat

mendesak, sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka orang yang kaya itu wajib memberinya hutang.

- Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang akan menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan yang makruh, maka hukum memberi hutang juga haram atau makruh sesuai dengan kondisinya.

- Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan yang mendesak, tetapi untuk menambah modal perdagangannya karena berambisi mendapat keuntungan yang besar, maka hukum memberi hutang kepadanya adalah mubah.

12

Page 13: ekonomi islam(full).doc

Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar, seperti jika ia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada pada diri penghutang. Maka ia tidak boleh berhutang. Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli makanan agar dirinya tertolong dari kelaparan.

Rasulullah SAW bersabda :

: ضا قر مسلما ض يقر مسلم من ما ل قا سلم و عليه لله ا صلي لنبي ا ان مسعود بن ا عنة مر قتها كصد ن كا ال ا تين جه   مر ما ابن رواه

Dari Ibnu Mas’ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda

“Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali“.(HR. Ibnu Majah)

c. Rukun dan Syarat Al-Qardh

1. Muqridh (yang memberikan pinjaman).

2. Muqtaridh (peminjam).

3. Qardh (barang yang dipinjamkan)

4. Ijab qabul

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah:

1. Orang yang melakukan akad harus baligh, dan berakal.

2. Qardh harus berupa harta yang menurut syara’ boleh digunakan/dikonsumsi.

3. Ijab qabul harus dilakukan dengan jelas.

d. Adab-adab Islam Tentang Qardh

1. Qardh harus dituliskan dan dipersaksikan

Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh)

13

Page 14: ekonomi islam(full).doc

seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282)

Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “ini merupakan petunjuk dari-Nya untuk para hamba-Nya yang mukmin. Jika mereka bermu’amalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih terjaga jumlahnya dan waktunya dan lebih menguatkan saksi. Dan di ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan salah satu ayat: “Hal itu lebih adil di sisi Allah dan memperkuat persaksian dan agar tidak mendatangkan keraguan”.

2. Pemberi hutang atau pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang

Kaidah fiqih berbunyi: “Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba”. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. Dengan kata lain, bahwa pinjaman yang berbunga atau mendatangkan manfaat apapun adalah haram berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama. Keharaman itu meliputi segala macam bunga atau manfaat yang dijadikan syarat oleh orang yang memberikan pinjaman kepada si peminjam. Karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si peminjam dan menolongnya. Tujuannya bukan mencari kompensasi atau keuntungan. Dengan dasar itu, berarti pinjaman berbunga yang diterapkan oleh bank-bank maupun rentenir di masa sekarang ini jelas-jelas merupakan riba yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. sehingga bisa terkena ancaman keras baik di dunia maupun di akhirat dari Allah SWT.

3. Melunasi hutang dengan cara yang baik

Hal ini sebagaimana hadis Nabi SAW: Dari Abu Hurairah R.A, ia berkata: “Nabi SAW mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata: “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah SWT membalas dengan setimpal”. Maka Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang)”. (HR. Bukhari, II/843, bab Husnul Qadha’ no. 2263.) Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang adalah melunasinya

14

Page 15: ekonomi islam(full).doc

tepat pada waktu pelunasan yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak (pemberi dan penerima hutang), melunasi hutang di rumah atau tempat tinggal pemberi hutang, dan semisalnya.

4. Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinya

Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah berbuat zhalim dan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti: a). Berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar b). Berhutang untuk sekedar bersenang-senang c). Berhutang dengan niat meminta. Karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi. d). Berhutang dengan niat tidak akan melunasinya.

5. Berupaya untuk berhutang dari orang sholih yang memiliki profesi dan penghasilan yang halal.

Sehingga dengan meminjam harta atau uang dari orang sholih dapat menenangkan jiwa dan menjauhkannnya dari hal-hal yang kotor dan haram. Sehingga harta pinjaman tersebut ketika kita gunakan untuk suatu hajat menjadi berkah dan mendatangkan ridho Allah. Sedangkan orang yang jahat atau buruk tidak dapat menjamin penghasilannya bersih dan bebas dari hal-hal yang haram.

6. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman.

7. Menggunakan uang pinjaman dengan sebaik mungkin

Menyadari, bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus dia kembalikan.

8. Bersegera melunasi hutang

9. Memberikan Penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.

e. Hikmah disyariatkan Al-Qardh

Hikmah disyariatkannya Al-Qardh dapat dilihat dari dua sisi, sisi pertama dari orang yang berhutang (muqtaridh) yaitu membantu mereka yang membutuhkan, dan sisi kedua adalah dari orang yang yang memberi hutang (muqridh) yaitu dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan perasaan sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh orang lain.

15

Page 16: ekonomi islam(full).doc

E. Asuransi

Sesuai dengan prinsip Islam yang menghindari bentuk-bentuk bunga, dalam akad

asuransi tidak ada riba di dalamnya. Asuransi merupakan produk ekonomi Islam yang

tergolong baru dalam khazanah hukum Islam. Berbagai perbedaan pendapat muncul di

kalangan umat Islam terkait apakah akad asuransi ini dibenarkan dalam islam atau tidak.

1. Pengertian Asuransi

Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at

Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan

istilah at-Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang.

Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al

Munir, hlm : 21 )  Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini

(khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya

yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.

2. Dasar Hukum Asuransi

Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang

yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah.

Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-

Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang

memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)

“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?

Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)

“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan

(kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan

pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan

segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai

khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang.

Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk

mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak

16

Page 17: ekonomi islam(full).doc

dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah

ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan

pendapat sukar dihindari.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam.

Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania),

Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang

mereka kemukakan ialah:

Asuransi sama dengan judi

Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak

bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar

atau di kurangi.

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan

mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

17

Page 18: ekonomi islam(full).doc

Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.

3. Macam-macam Asuransi

Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :

I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta

1.    Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial

2.    Asuransi Sosial ( Ta’min  Ijtima’i ) , yaitu asuransi ( jaminan )  yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat.

II. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.

Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :

1. Asuransi Konvensional

Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:

-Akad asuransi konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.

- Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

18

Page 19: ekonomi islam(full).doc

- Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

-Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,

2. Asuransi Syariah

adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator. 

F. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

G. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

H. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

I. Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.

J. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]

Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi

19

Page 20: ekonomi islam(full).doc

kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.

Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah.

F. Riba

1. Pengertian dan Dasar Hukum Riba

Kata riba (ar riba) menurut bahasa, yaitu tambahn (az ziyadah) atau kelebihan.

Riba menurut istilah adalah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar

sesuatu barang yang tidak diketahui sama sekali menurut syarak, atau dalam tukar-

menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat. Syekh

Muhammad Abduh mendefinisikan, riba adalah penambahan-penambahan yang

diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada prang yang meminjam hartanya

atau uangnya karena janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah

ditentukan.

Hukum melakukan riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunah dan ijmak

menurut ulama. Keharaman riba terkait dengan sistem bunga dalam jual beli yang

bersifat komersial. Di dalam melakukan transaksi atau jual beli, terdapat keuntungan

atau bunga tinggi melebihi keumuman atau batas kewajaran, sehingga merugikan

pihak-pihak tertentu. Fuad Moch. Fahruddin berpendapat bahwa riba adalah sebuah

transaksi pemerasan.

Dasar hukum pengharaman riba menurut Al-Qur’an, sunah dan ijmak para ulama

adalah sebagai berikut:

1) Al-Qur’an

ب�وا . . . } . . . الر� م� ر� و�ح� ال�ب�ي�ع� الل�ه� ل� ح�أ� و� ب�وا الر� ث�ل� م� ال�ب�ي�ع� ا �ن�م� {275إ

“...Sesumgguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275)

{ �ث�يم� أ �ار ك�ف� ك�ل� ب" ي�ح� ال� الل�ه� و� د�ق�ت� الص� ب�ى ي�ر� و� ب�وا الر� الل�ه� ق� {276ي�م�ح�

20

Page 21: ekonomi islam(full).doc

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai

setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-

Baqarah: 276)

ل�ع�ل�ك�م� الل�ه� وا وات�ق� ة1 ع�ف� م"ض� ا ع�ف1 أ5ض� ب�وا الر� ك�ل�واال�ت�أ� ن�وا ء�ام� ال�ذ�ي�ن� ا ي"ه�

ي�أ�

ون� } ل�ح� {130ت�ف�

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat

ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya  kamu mendapat

keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130)

2) Sunah Rasulullah saw.

: ا�ك�ل� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� الل�ه� و�ل� س� ر� ل�ع�ن� ال� ق� ع�ن�ه� الل�ه� ي� ض� ر� �اب�ر ج� ع�ن�

} عليه : } متفق اء� و� س� ه�م� ال� و�ق� د�ي�ه� اه� و�ش� ك�ات�ب�ه� و� ك�ل�ه� و� ب�او�م� الر�

“Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang

memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil

riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya),

Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.” (H.R. Muslim)

: : : ، ب�الل�ه� ك� ر� الش� ال� ق� اه�ن� و�م� الل�ه� و�ل� س� ي�ار� ا ال�و� ق� ات� ال�م�وب�ق� ب�ع� الس� ا ت�ن�ب�و� إ�ح�

ال� م� ا�ك�ل� و� ، ب�ا الر� ا�ك�ل� و� ق� ب�ال�ح� ا�ال� الل�ه� م� ر� ح� ال�ت�ي� الن�ف�س� ت�ل� ق� و� ، ر� ح� و�الس�

} عليه } متفق ال�غ�اف�ال�ت� ن�ات� ؤ�م� ال�م� ن�ات� ص� ال�م�ح� د�ف� و�ق� ح�ف� الز� ال�ي�ت�ي�م�

“Jauhilah tujuh hal yang membinasakan”. Para sahabat bertanya,”Apakah tujuh

hal tersebut ya Rasulullah?” Rasulullah saw. bersabda, “Syirik kepada Allah,

sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar,

memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat perang, dan

menuduh berzina wanita yang suci, beriman, dan lupa (lupa dari maksiat).” (H.R.

Bukhari dan Muslim)

3) Ijmak para ulama

Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan

mengharamkan riba. Riba adalah salah satu usaha mencari rizeki dengan cara yang

tidak benar dan dibenci Allah swt.. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan

diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan hidup

21

Page 22: ekonomi islam(full).doc

manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan, menimbulkan

kesenjangan sosial yang semakin besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat

mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam

mengharamkan riba.

2. Macam-macam Riba

Para ulama fiqih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:

1) Riba Fadl( ل� ص� الف� (ر�ب�ا

Riba fadl adalah tukar-menukar atau jual beli dua buah barang yang sama

jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang

menukatnya. Atau jual beli yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis

dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Sebagai contohnya adalah

tukar-menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang

disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu disebit riba

fadl.

Supaya tuka-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka arus ada tiga syarat

yaitu:

a. Barang yang ditukarkan tersebut harus sama.

b. Timbangan atau takarannya harus sama.

c. Serah terima pada saat itu juga.

2) Riba Nasi’ah( ء�ة ي� الن�س� (ر�ب�ا

Riba nasi’ah yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis yang maupun tidak

sejenis atau jual beli yang pembayarnnya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu

yang dilambatkan. Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan

kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada

benda dibanding untung pada benda yang ditakar atau yang ditimbang yang berbeda

jenis atau selain yang ditakarda ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya adalah

menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan pembayaran

diakhirkan, seperti menjual saru kilogram dengan satu setengah kilogram beras ayng

dibayarkan setelah dua bulan kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan

inilah yang disebut riba nasi’ah.

22

Page 23: ekonomi islam(full).doc

3) Riba Qardi( ض� ر� الق� (ر�ب�ا

Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntunga

atau tambahan dari orang yang meminjam. Misalnya Ali meminjam uang kepada

Abbas sebesar Rp. 10.000,00. Kemudian Abbas mengharuskan kepada Ali untuk

mengembalikan uang itu sebesar Rp. 11.000,00. Tambahan Rp. 1.000,00 inilah yang

disebut riba qardi.

4) Riba Yad( الي�د� ب�ا (ر�

Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima.

Contohnya, orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut

dari penjual, penjual dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang

itu. Jual beli ini dinamakan riba yad. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa riba yad

adalah jual beli yang mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai berai

antara dua orang yang berakad sebelum serah terima, seperti menganggap sempurna

jual beli antara gandum dan syair tanpa harus saling menyerahkan dan menerima

ditempat akad.

Ada syarat-syarat agar jual beli tidak menjadi riba, yaitu:

1.    Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:

a. Serupa timbangan dan banyaknya.

b. Tunai.

c. Timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis

akad.

2.    Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:

a. Tunai.

b. Timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis

akad.

d. Bahaya riba

1.    Dapat menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis semangat

kerja sama atau saling tolong-menolong, membenci orang yang mengutamakan

kepentingan diri sendiri, serta yang mengeksploitasi.

23

Page 24: ekonomi islam(full).doc

2.    Dapat menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau bekerja

keras, dan penimbunan harta di salah satu pihak. Islam menghargai kerja sama

sebagai sarana pencarian nafkah.

3.    Sifat riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka

mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya membutuhkan

harta.

e. Hikmah Pelarangan Riba

Diharamkan hikmah diharamkannya riba yaitu:

a.    Menghindari tipu daya diantara sesama manusia.

b.    Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.

c.    Memotifasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang

bersih dari penipuan, jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan

kemarahan diantara kaum muslimin.

d.   Menutup seluruh pintu bagi orang muslim.

e.    Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena

pemakan riba adalah orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.

f.     Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar  ia mancari bekal

untuk akhirat.

G. Etika Bisnis

1. Etika bisnis secara umum

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti sikap, cara berpikir,

kebiasaan, adat, akhlak, perasaan dan watak kesusilaan. Istilah etika telah dipakai

Aristoteles, filsuf Yunani, untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi etika berarti prinsip,

norma dan standar perilaku yang mengatur individu maupun kelompok yang

membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Kohlbeng mengatakan bahwa prinsip-

prinsip etika di dalam bisnis dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu, prinsip

manfaat, prinsip hak asasi, dan prinsip keadilan. Sedangkan mengenai istilah “bisnis”

yang dimaksud adalah suatu urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang

dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan

uang dari para enterpreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif

24

Page 25: ekonomi islam(full).doc

untuk mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang

menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara

pihak-pihak yang terlibat.

Etika bisnis (business ethic) berusaha untuk melarang perilaku bisnis, manajer perusahaan

dan pekerja yang seharusnya tidak dilakukan. Etika bisnis mempengaruhi bagaimana

perusahaan berhubungan dengan para pekerjanya, bagaimana pekerja berhubungan

dengan perusahaan dan bagaimana perusahaan berhubungan dengan agen atau pelaku

ekonomi lain.

25

Page 26: ekonomi islam(full).doc

2. Etika bisnis secara Islam

Islam menempatkan nilai etika di tempat yang paling tinggi. Pada dasarnya, Islam

diturunkan sebagai kode perilaku moral dan etika bagi kehidupan manusia, seperti yang

disebutkan dalam hadis, “ Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.

Terminologi paling dekat dengan pengertian etika dalam Islam adalah akhlak. Dalam

Islam, etika (akhlak) sebagai cerminan kepercayaan Islam (iman). Etika Islam memberi

sangsi internal yang kuat serta otoritas pelaksana dalam menjalankan standar etika.

Konsep etika dalam Islam tidak utilitarian dan relatif, akan tetapi mutlak dan abadi. Jadi,

Islam menjadi sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara

menyeluruh, termasuk dalam dunia bisnis. Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam

bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:

29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi

dalam transaksi kredit (QS. 2 : 282). Syed Nawab Haidar Naqvi dalam buku “Etika dan

Ilmu Ekonomi : Suatu Sintesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu,

tauhid, keseimbangan (keadilan), kebebasan dan tanggung jawab.

Mempelajari etika ekonomi menurut Al-Qur’an adalah bahagian normatif dari ilmu

ekonomi, bahagian ilmu positifnya akan lahir apabila telah dilakukan penyelidikan-

penyelidikan empiris mengenai yang sesungguhnya terjadi, sesuai atau tidak sesuai

dengan garis Islam. Ekonomi merupakan bagian dari kehiupan. Namun, ia bukan pondasi

bangunannya dan bukan tujuan risalah Islam. Ekonomi juga bukan lambang peradaban

suatu umat. Ekonomi Islam adalah bertitik tolak dari Tuhan dan memiliki tujuan akhir

pada Tuhan. Tujuan ekonomi ini membantu manusia untuk menyembah Tuhannya yang

telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar serta mengamankan

mereka dari ketakutan. Juga untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa

mengkafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Juga untuk merendahkan

suara orang zalim di atas suara orang-orang beriman.

Manusia muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis, di satu

sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun di sisi lain, ia

terikat dengan iman dan etika (moral) sehingga ia tidak bebas mutlak dalam

menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Ia harus melakukan kegiatan

26

Page 27: ekonomi islam(full).doc

usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran,

serta kemanfaatan bagi usahanya. Di samping itu, ia harus mepedomani norma-norma,

kaidah-kaidah yang berlaku dan terdapat dalam sistem hukum Islam secara umum.

3. Ketentuan etika bisnis dalam Islam

1. Unity (Kesatuan)

Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan seluruh aspek kehidupan baik

ekonomi, sosial, politik budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan

teratur. Adanya dimensi vertikal (manusia dengan penciptanya) dan horizontal (sesama

manusia). Prakteknya dalam bisnis :

a) Tidak ada diskriminasi baik terhadap pekerja, penjual, pembeli, serta mitra kerja

lainnya (QS. 49:13).

b) Terpaksa atau dipaksa untuk menaati Allah SWT (QS. 6:163)

c) Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika dan mendorong setiap individu untuk

bersikap amanah karena kekayaan yang ada merupakan amanah Allah (QS. 18:46)

2. Equilibrium (Keseimbangan)

Keseimbangan, kebersamaan, dan kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus

diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis (QS. 2:195; QS. 25:67-68, 72-73;

QS.17:35;QS.54:49; QS. 25:67). Prakteknya dalam bisnis :

a) Tidak ada kecurangan dalam takaran dan timbangan

b) Penentuan harga berdasarkan mekanis mepasar yang normal.

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca

yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. Al-Isra’:

35).

3. Free Will ( Kebebasan Berkehendak)

Kebebasan disini adalah bebas memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya, “ Dan

katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa yang

menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman dan barang siapa menghendaki (kafir)

27

Page 28: ekonomi islam(full).doc

biarlah ia kafir” (QS. 18:29). Jadi, jika seseorang menjadi muslim maka ia harus

menyerahkan kehendaknya kepada Allah. Aplikasinya dalam bisnis :

a) Konsep kebebasan dalam Islam lebih mengarah pada kerja sama, bukan

persaingan apalagi sampai mematikan usaha satu sama lain. Kalaupun ada

persaingan dalam usaha maka, itu berarti persaingan dalam berbuat kebaikan atau

fastabiq al-khairat (berlombalomba dalam kebajikan).

b) Menepati kontrak, baik kontrak kerja sama bisnis maupun kontrak kerja dengan

pekerja. “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji” (QS. 5:1).

4. Responsibility (Tanggung Jawab)

Merupakan bentuk pertanggungjawaban atas setiap tindakan. Prinsip pertanggungjawaban

menurut Sayid Quthb adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan

ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan

masyarakat serta antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Aplikasinya dalam

bisnis :

a) Upah harus disesuaikan dengan UMR (upah minimum regional).

b) Economic return bagi pemebri pinajam modal harus dihitung berdasarkan

perolehan keuntungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya dan tidak bisa

ditetapkan terlebih dahulu seperti dalam sisitem bunga.

c) Islam melarang semua transaksi alegotoris seperti gharar, system ijon, dan

sebagainya.

5. Benevolence (Kebenaran)

Kebenaran disini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Maksud dari kebenaran adalah

niat, sikap dan perilaku benar dalam melakukan berbagai proses baik itu proses transaksi,

proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk maupun proses perolehan

keuntungan. Aplikasinya dalam bisnis menurut Al-Ghazali :

a) Memberikan zakat dan sedekah.

b) Memberikan kelonggaran waktu pada pihak terutang dan bila perlu mengurangi

bebanutangnya.

c) Menerima pengembalian barang yang telah dibeli.

d) Membayar utang sebelum penagihan datang.

28

Page 29: ekonomi islam(full).doc

e) Adanya sikap kesukarelaan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja

sama atau perjanjian bisnis.

f) Adanya sikap ramah, toleran, baik dalam menjual, membeli dan menagih utang.

g) Jujur dalam setiap proses transaksi bisnis.

h) Memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis

H. Kewajiban Pengusaha

“Kelompok pekerja harus bekerja sama dengan para majikan untuk menciptakan

lingkungan kerja yang saling enguntungkan.” (Lech Walesa, penerima Hadiah Nobel

Perdamaian pada 1983) Kerja adalah aktivitas yang sama tuanya dengan kehadiran manusia

di muka bumi. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhanpaling

pokok hingga kebutuhan pelengkap. Mula-mula manusia bergantung kepada kemurahan

Allah Subhanahu wata’ala yang tersedia di alam bebas berupa tumbuh-tumbuhan dengan

buah-buahan dan binatang untuk mencukupi kebutuhan akan makanan. Mereka pun

mengandalkan ketersedian bahan makanan itu di suatu tempat tertentu. Bilamana persediaan

makanan di suatu tempat telah habis, maka mereka pindah ke tempat lain. Mereka berpindah-

pindah dari satu tempat ke tempat lain secara bergerombol untuk memenuhi kebutuhan

makanan mereka dengan mengambil hasil bumi dan dengan berburu binatang. Kemudian

manusia mengembangkan keterampilan untuk memperoleh makanan di tempat tertentu,

sekaligus membuat tempat tinggal untuk menetap di sana.Manakala seseorang tidak cukup

mampu mengerjakan semua pekerjaannya secara mandiri, maka ia mempekerjakan orang

lain untuk melakukan aktivitas tersebut dengan mengupahnya.

Kerja adalah ibadah. Orang yang memberikan peluang kerja niscaya mendapat pahala

berlipat ganda. Mensyukuri anugerah kemampuan berusaha dapat dilakukan dengan

mengajarkan keterampilan dan meningkatkan kemampuan karyaannya. Hal itu menambah

pahala untuk dirinya. Salim, orang terkaya di planet bumi saat ini, melebihi Bill Gates,

menyatakan, “Pebisnis itu lebih baik berbuat kebaikan dengan menciptakan lapangan kerja

dan kekayaan melalui investasi, bukan bertindak seperti Santa Claus. Kekayaan itu harus

dilihat sebagai tanggung jawab, bukan keistimewaan. Tanggung jawab itu untuk

menciptakan kekayaan yang lebih baik lagi. Ini seperti memelihara anggrek, kita harus

memberikan hasilnya kepada orang lain, tetapi bukan pohonnya.

29

Page 30: ekonomi islam(full).doc

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan

hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.Perusahaan adalah setiap bentuk

usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau

milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja

dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Hubungan pekerja dengan pengusaha adalah kerjasama saling menguntungkan dan

saling ketergantungan. Tidak mungkin pengusaha bertindak sendiri tanpa bersama pekerja,

dan tidak mungkin pekerja bekerja tanpa kehadiran pengusaha. Kewajiban pengusaha dan

majikan kepada karyawan atau pekerja antara lain memberi upah yang layak, menyediakan

tempat kerja, memberikan kenyamanan, jaminan keselamatan dan keamanan, meningkatkan

kecakapan dan keterampilan pekerja, mengembangkan kepribadian pekerja, membantu

karyawan untuk sukses dan memberi penghargaan atas prestasi serta tunjangan sosial dan

pesangon.

a. Memberikan upah

Kosakata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna upah adalah ajr, dari akar kata

ajara-ya‘jur-ajr-ujrah, yang artinya imbalan perbuataan/ kerja, apa yang kembali dari

imbalan kerja, duniawi maupun ukhrawi, atas dasar kontrak atau perjanjian dan selalu

digunakan dalam arti positif, yakni bermanfaat, seperti tertera dalam Al-Quran berikut ini,

“Jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta upah sedikit pun dari kamu.

Upahku hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya menjadi golongan orang yang

berserah diri kepada- Nya”. (Yunus [10]: 72)

Ayat di atas menegaskan bahwa para Nabi Allah bekerja suka rela tanpa mengharapkan

dan meminta upah sedikit pun kepada umatnya. Upahnya hanyalah dari Allah subhanahu

wata’ala belaka. Dan dia berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada

kamu sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-kali tidak

akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sungguh mereka akan bertemu dengan

Tuhannya; aku memandangmu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud [11]: 29)

30

Page 31: ekonomi islam(full).doc

Para Rasul berdakwah sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan harta benda apa pun

sebagai upah seruannya. Allah lah yang memberikan upah kepadanya. Dan Kami

anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab

pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya

dia di kan perbuatan buruk menimbulkan respons negative dari sesama. 

"Cepat-cepatlah dalam berlomba mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga 

seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang bertakwa. Mereka yang menafkahkan

hartanya di waktu lapang atau dalam  kesempitan; dapat menahan amarah dan dapat

memaafkan orang. Allah mencintai orang yang berbuat baik. Dan mereka yang  bila

melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera mengingat Allah dan

memohon ampunan atas segala dosanya; dan siapa yang dapat  mengampuni dosa selain

Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa demikian padahal mereka tahu.

Balasan bagi  mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya

mengalir sungai-sungai, tempat mereka tinggal  selamanya dan itulah pahala terbaik bagi

orang yang beramal". (Q.S. Ali Imran : 133-136)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan balasan surga bagi orangorang yang suka

membelanjakan hartanya untuk keperluan di  jalan Allah, orang-orang yang menahan

amarah dan orang-orang yang suka memaaf kan pihak lain serta orang-orang yang suka 

melakukan introspeksi diri.

Tidak sepatutnya penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di

sekitar mereka tidak turut menyertai  Rasulullah berperang, dan tidak patut bagi mereka

lebih mencintai diri mereka daripada mencintai rasul. Yang demikian itu karena mereka

tidak mengalami kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula)

menginjakkan kaki di  tempat yang membangkitkan amarah orangorang kafir, dan tidak

menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka suatu amal

shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.  (At-

Taubah [9]: 120)

Allah Subhanahu wata’ala menjanjikan imbalan tak terhingga bagi mereka yang berbuat

baik dan menanggung penderitaan  dalam berjihad di jalan Alah sampai hari kiamat.8

Sistem upah dan pengupahan untuk sebuah pekerjaan juga telah dikenal pada masa Nabi

Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

31

Page 32: ekonomi islam(full).doc

"Dan bila ia sampai di sebuah mata air di Madyan,  didapatinya ada sekelompok orang

sedang mengambil air untuk ternak, dan di belakang mereka ada dua orang perempuan

sedang memagari ternak itu. Musa berkata, “Ada apa dengan kamu berdua?” Mereka

menjawab, “Kami tak dapat memberi  minum ternak kami sebelum gembala-gembala itu

selesai, sedang ayah kami sudah tua sekali.” Maka Musa memberi minum untuk ternak itu

kedua mereka, kemudian ia pun kembali ke tempat semula berteduh, dan berdoa,

“Tuhanku! Sungguh aku  memerlukan anugerah yang Engkau turunkan kepadaku!”

Kemudian salah seorang dari kedua gadis itu datang kembali kepadanya, berjalan tersipu-

sipu sambil berkata, “Ayahku mengundang kau untuk dapat membalas jasamu karena

telah  memberi minum ternak kami”. Maka setelah Musa berkunjung kepadanya dan

menceritakan kisah pengalamannya, Syu’- aib  berkata, “Janganlah takut; kau telah lepas

dari kaum yang zalim.” Salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Ayah! ambillah ia 

sebagai pekerja upahan; sebenarnya yang terbaik dalam mengupah orang ialah yang kuat

dan jujur.” Ia berkata, “Aku  bermaksud menikahkan kaudengan salah seorang puteriku

ini, dengan ketentuan kau bekerja padakuselama delapan tahun; tapi kalau kau

sempurnakan sampai sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan dari pihakmu. Aku tidak

bermaksud menyusahkan kau;  insya Allah akan kaulihat bahwa aku termasuk orang yang

shalih.” Musa berkata, “Demikianlah perjanjian antara kita berdua;  yang mana saja

antara kedua waktu yang ditentukan itu akan kulaksanakan; aku tidak akan menyalahi

janji; atas apa yang kita ucapkan Allah juga Yang menjadi Saksi.” (Q.S. Al-Qashash : 23-

28).

b. Tidak boleh mempraktekkan diskriminasi

Islam tidak mengenal sistem kelas atau kasta di masyarakat, begitu juga berlaku dalam

memandang dunia ketenagakerjaan. Dalam sistem perbudakan, seorang pekerja  atau budak

dipandang sebagai kelas kedua di bawah majikannya. Hal ini dilawan oleh Islam karena

ajaran Islam menjamin setiap orang yang bekerja memiliki hak yang setara dengan orang

lain, termasuk atasan atau pimpinannya. Bahkan hingga hal-hal kecil dan sepele, Islam

mengajarkan umatnya agar selalu menghargai orang yang bekerja.

Misalnya dalam hal pemanggilan atau penyebutan, Islam melarang manusia memanggil

pekerjanya dengan panggilan yang tidak baik atau merendahkan. Sebaliknya, Islam

32

Page 33: ekonomi islam(full).doc

menganjurkan pemanggilan kepada orang yang bekerja dengan kata-kata yang baik seperti

“Wahai pemudaku” untuk laki-laki atau “Wahai pemudiku” untuk perempuan.

Dalam sejarahnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memiliki budak dan

pembantu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan para budak dan

pembantunya dengan adil dan penuh penghormatan. Beliau pernah mempunyai pembantu

seorang Yahudi yang melayani keperluan beliau, namun beliau tidak pernah memaksakan

agama kepadanya. Isteri beliau, Aisyah Radhiyallahu anha, juga memiliki pembantu yang

bernama Barirah yang diperlakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan

isterinya dengan lemah lembut dan tanpa kekerasan.

Tidak mempraktekan diskriminasi di antara pegawai juga memnunjukkan bahwa

pemimpin tersebut merupakan pemimpin yang adil dan termasuk 7 orang yang akan

dilindungi Allah SWT di hari kiamat nanti sesuai hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

sallam, "Tujuh orang yang Allah lindungi dalam naungan ArsyNya pada hari kiamat yang

tidak ada perlindungan selain perlindungannya yaitu: pemimpin yang adil ....". (HR. Muslim)

c. Tidak boleh memberhentikan pegawai dengan sewenang-wenang

Hal yang bisa dijadikan alasan bagi pemberhentian pegawai ada bermacam-macam, bisa

penyebabnya internal (restrukturisasi, otomatisasi, merger dengan perusahaan lain) atau

alasan ekternal (konyungtur, resesi ekonomi) dan kesalahan pegawai. Cara menangani

masalah ini bisa menunjukkan mutu etis seorang majikan karena itu majikan hanya boleh

memberhentikan pegawai karena alasan yang tepat, harus berpegang pada prosedur yang

semestinya, dan juga harus membatasi akibat negatif bagi pegawai sampai seminimal

mungkin.

I. Kewajiban Pegawai

a. Kuat dan terpercaya

"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai

orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang

kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan

salah satu dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan

tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun itu adalah (suatu lebaikan) dari kamu,

33

Page 34: ekonomi islam(full).doc

maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku

termasuk orang-orang yang baik". (Al-Qashash [28]:26-27)

Dari ayat diatas kita melihat dua hal penting. Pertama, bahwa ada perjanjian kerja

antara Musa sebagai pekerja dan Nabi Syu'aib sebagai majikan/pemilik perusahaan.

Perjanjian itu harus seimbang, sama-sama menguntungkan dan menyenangkan,

tidakberat sebelah. Allah berfirman, "Dia (Musa) berkata: Ïtulah (perjanjian) antara aku

dan kamu. mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka

tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). dan Allah adalah saksi atas apa yang

kita ucapkan". (al-Qashash [28]:28).

Kedua bahwa persyaratan seorang pekerja adalah Al-Qowiyyul Amin", yakni kuat

fisiknya, tenaganya, pikirannya, semangatnya, kemauannya dan kreatifitasnya. Adalah

integritas pribadi yang menuntut adanya sifat amanah sehingga tidakmerasa bahwa apa

yang ada dalam genggamannya merupakan milik pribadi, tetapi milik pemberi amanat,

yang harus dipelihara dan bila diminta kembali, maka harus dengan suka rela

mengembalikannya.

Sifat amanah, kepercayaan, lurus dan setia mutlak harus dimiliki oleh siapapun

termasuk para pekerja. Dalam Al-Qurán dan Hadist Nabi saw amanah ini diterangkan

sangat erat hubungannya dengan keimanan seseorang. Seperti firman Allah swt, "Dan

orang-orang yang memelihara amanahnya". (QS. Al-Mukminun[21]:8). Rasulullah

saw bersabda, "Tidaklah sempurna keimanan seseorang tanpa ia mempunyai sifat

amanah dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menepati janji". )HR.

Ahmad). Dan salah satu daritanda-tanda kemunafikan adalah ketiadaan amanah,

sebagaimana sabda Nabi saw, "Tanda-tanda munafik itu ada tiga, apabila ia berkata

suka dusta, apabila berjanji suka mungkir, dan bila dipercaya suka khianat". (HR.

Muttafaqun Álaih)

b. Semangat bekerja

"Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-

sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu

berharap". )Al-Insyirah[94]:7-8).

Ayat ini membimbing kita agar senantiasa bersikap dinamis, bekerja keras tanpa

lelah. Bila telah berakhir suatu pekerjaan, maka harus memulai lagi dengan pekerjaan

34

Page 35: ekonomi islam(full).doc

yang lain. Umar bin Khattab berkata, Äku benci melihat kalian tidak melakukan

aktifitas yang menyangkut kehidupan dunia, tidak pula untuk kehidupan akhirat".

c. Skill and knowledge (keahlian dan pengetahuan)

Setiap pekerja wajib mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu dan profesi yang

digelutinya, harus paham tentang tugas-tugas dan terampil mengerjakannya. Jangan

mudah puas dengan apa yang sudah dimiliki. Sebagaimana kata Umar, berkaitan

dengan dunia perdagangan, "Tidak memasuki pasar kita kecuali orang yang paham".

Maksudnya, seorang pedagang wajib mengetahui hukum-hukum asasi yang berkaitan

dengan perdagangan.

Hal ini bisa kita lihat dalam riwayat Nabi Yusuf a.s., ketika beliau akan diangkat

oleh pengusaha Mesir untuk menjadi bendahara negeri tersebut, dikatakan, "Dan raja

berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat

kepadaku". Maka tatkala raja bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya

kamu mulai hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi

kami". Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya

aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan" (QS. Yusuf [12]:54-55).

Hal ini disabdakan oleh Rasulullah saw., Äpabila suatu urusan diserahkan kepada

orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki skill and knowledge), maka tunggulah

kehancurannya". (Al-Bukhari).

d. Muklhish

Yakni senantiasa ikhlas karena Allah semata dalam menunaikan tugas dan

kewajibannya. Berhati bersih, jauh dari penyakit hati yang akan merusak amalnya,

seperti riya dan sombong. Secara umum Rasulullah saw menyatakan, "Allah tidak akan

menerima suatu perbuatan, melainkan yang dikerjakan dengan ikhlas dan hanya

berharap ridha-Nya". (HR. an-Nasai).

e. Memiliki rasa "Sense of Participation”

Yakni rasa ikut berpartisipasi dan saling membantu dalam tugas dan dalam

memajukan perusahaan. Firman Allah, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan

perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang

lain..." (QS. at-Taubah [9]:71).

35

Page 36: ekonomi islam(full).doc

Selain itu, dapat pula ditambahkan "Sense of Brotherhood" yakni "rasa

persaudaraan" antar pekerja. Firman-Nya, "Orang-orang beriman itu sesungguhnya

bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu

dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat". (QS. al-Hujurat [49]:10).

Untuk terwujudnya rasa persaudaraan itu hendaklah menjauhi hal-hal berikut:

1. Tidak merendahkan pekerjaan orang lain

Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-

laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik

dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan

lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik". (QS. al-Hujurat [49]:11).

2. Jauhi saling mencurigai dan gosip

Firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan purba-sangka

(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-

cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah

seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?

Maka tentulan kamu mersa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang". (QS. al-

Hujurat[49]:12).

Derajat seseorang di dunia dan di akhirat ditentukan oleh kerjanya. Firman-Nya

"Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang mereka kerjakan dan

agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka

sedang mereka tiada dirugikan". (QS. al-Ajqaf [46]:19).

36

Page 37: ekonomi islam(full).doc

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Ekonomi Islam didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan

kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan

dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan

ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.

Prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:

1.      Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua

yang ada

2.      Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.

3.      Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizin Allah,

4.      Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.

5.      Kekayaan harus diputar.

6.      Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.

7.      Menjauhkan segala praktik riba

4.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan, Ekonomi Islam merupakan racikan resep ekonomi yang

digali dari Al-Qur’an dan Hadits. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh meragukan

kandungan ajaran Al-Qur’an. Namun, kita perlu merumuskan praktik-praktik ekonomi yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tidak menyalahi prinsip-prinsip yang terkandung

dalam Al-Qur’an dan melakukan segala kegiatan eknomi sesuai dengan syariat Islam yang

terkandung dalam Al- Qur’an dan As- Sunnah.

37

Page 38: ekonomi islam(full).doc

DAFTAR PUSTAKA

Dahwal, Sirman. ETIKA BISNIS MENURUT HUKUM ISLAM (Suatu Kajian Normatif). [online].http://repository.unib.ac.id/483/1/1JUDUL%20ETIKA%20BISNIS%20DALAM%20ISLAM.pdf. 8 Maret 2015.

Hasan, Ahmad. PARADIGMA EKONOMI ISLAM. [online]. www.fshuinsgd.ac.id/2012/03/23/paradigma-ekonomi-islam-oleh-ahmad-hasan-ridwan. 8 Maret 2015

Idah. MAKALAH ISLAM DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK. [online]. https://idahceris.files.wordpress.cpm/2011/12/makalah-islam-ditinjau-dari-berbagai-aspek-pdf. 8 Maret 2015

2014. ARTIKEL EKONOMI ISLAM. [online]. smalldorantl.newsvine.com/_news/2014/06/23/2445489-artikel-ekonomi-islam. 8 Maret 2015.

38