EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang...

64
EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL (Aonyx cinereus) DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN TESIS Oleh : AADREAN 0921208003 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011

Transcript of EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang...

Page 1: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL (Aonyx cinereus)

DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

TESIS

Oleh :

AADREAN

0921208003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2011

Page 2: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

i

RINGKASAN

Ekologi Makan Berang-berang Cakar Kecil (Aonyx cinereus) di Area Persawahan Kabupaten Padang Pariaman

oleh: Aadrean

(di bawah bimbingan Dr. Wilson Novarino, M. Si dan Dr. Jabang, M. Si)

Indonesia memiliki empat dari 13 jenis berang-berang yang ada di dunia yaitu

Lutra lutra, Lutra sumatrana, Lutrogale perspicillata, dan Aonyx cinereus.

Keempat jenis berang-berang ini telah masuk ke dalam daftar IUCN Redlist dan

Appendix CITES.

Sawah merupakan ekosistem perairan tergenang yang fungsi dan

manfaatnya tidak hanya terbatas pada penghasil bahan pangan (khususnya beras),

namun sawah juga memiliki fungsi dan manfaat baik secara ekologis. Area

persawahan merupakan sebuah habitat yang penting bagi berang-berang.

Makanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu

hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji ekologi

makan. Jenis makanan berang-berang telah banyak dipelajari. Komposisi diet

berang-berang cakar kecil pada lahan basah alami didominasi oleh kepiting,

sedangkan untuk di lahan basah buatan seperti sawah belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik lokasi makan

dan lokasi kotoran berang-berang cakar kecil di area persawahan, mengetahui

komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan, serta

menginventarisasi potensi hewan mangsa berang-berang yang tersedia di area

persawahan.

Page 3: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

ii

Penelitian ini telah dilakukan di area persawahan Kabupaten Padang

Pariaman yang diairi oleh saluran irigasi Bendungan Anai. Kotoran berang-

berang dikoleksi dari bulan April sampai Oktober 2010, sedangkan untuk

inventarisasi hewan mangsa serta identifikasi dan analisa data dilakukan sampai

Februari 2011. Metode penelitian yang dilakukan yaitu pengamatan tanda-tanda

keberadaan, analisa diet, dan survei inventarisasi hewan mangsa berang-berang.

Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa karakteristik lokasi

kotoran berang-berang di area persawahan adalah berada pada jarak kurang dari

5 m dari saluran irigasi yang memiliki kisaran lebar 30-210 cm. Lokasi kotoran

berada pada kisaran ketinggian 5-170 cm dari permukaan air irigasi yang

memiliki kisaran kedalaman 2-50 cm, pada daerah yang datar dan umumnya dekat

dengan fitur tertentu. Kotoran berang-berang dapat ditemukan pada semua musim

tanam dan kondisi pengairan, namun kotoran lebih mudah dijumpai pada musim

pengolahan dan tanam, dan pada kondisi pengairan yang rendah.

Komposisi diet berang-berang cakar kecil yaitu ikan sebagai makanan

utama, moluska dan serangga sebagai makanan kedua, dan katak dengan crustacea

sebagai makanan pelengkap. Hewan mangsa berang-berang di area persawahan

ada delapan jenis serangga air, lima jenis moluska, 10 jenis ikan, lima jenis katak,

empat jenis reptil, delapan jenis burung air, dan satu jenis mamalia kecil.

Didapatkan juga satu lokasi makan dengan sisa cangkang keong mas

(Pomacea canaliculata) yang diduga sebagai sisa makanan berang-berang cakar

kecil pada pematang sawah dekat dengan saluran irigasi dan lokasi kotoran, pada

musim tanam dan kondisi pengairan yang rendah.

Page 4: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

iii

EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL (Aonyx cinereus)

DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Oleh :

AADREAN

0921208003

Tesis

Sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Pascasarjana Universitas Andalas

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2011

Page 5: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

iv

Judul Penelitian : EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR

KECIL (Aonyx cinereus) DI AREA PERSAWAHAN

KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Nama Mahasiswa : AADREAN

Nomor Buku Pokok : 0921208003

Program Studi : BIOLOGI

Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian Magister sains

pada Program Pascasarjana Universitas Andalas dan dinyatakan lulus pada

tanggal 14 Juli 2011

Menyetujui:

1. Komisi pembimbing

Dr. Wilson Novarino, M. Si Dr. Jabang, M. SiNIP. 197111031998021001 NIP. 197007051999031001

2. Ketua Program Studi Biologi 3. Direktur Program Pascasarjana Unand

Prof. Dr. Syamsuardi, MS, M. Sc Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M. ScNIP. 196109101989011001 195511061980031001

Page 6: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

v

Segala puji bagi Allah SWT

tuhan semesta alam

dengan segala keanekaragaman hayatinya

Page 7: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Februari 1986 di Padang, sebagai anak

pertama dari ayah Syafrial dan ibu Nurhayati Manan. Penulis menyelesaikan SD

pada tahun 1998 di Kayutanam, kemudian melanjutkan sekolah ke MTsN Kepala

Hilalang dan menamatkannya pada tahun 2001. Pendidikan SMA penulis

dapatkan di Lubuk Alung dan tamat pada tahun 2004. Setelah menyelesaikan

SMA penulis melanjutkan pendidikan kuliah di biologi Universitas Andalas dan

menyelesaikan studi pada tahun 2009.

Penulis selama ini aktif dalam berbagai kegiatan penelitian lapangan di

bidang hewan dan konservasi. Penulis juga telah tergabung ke dalam IUCN Otter

Specialist Group sebagai student member.

Page 8: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

”Ekologi makan berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) di area persawahan

kabupaten Padang Pariaman”.

Selama penyelesaian tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada Dr. Wilson Novarino, M. Si dan Dr. Jabang, M. Si. selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis sampai

selesainya tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M. Sc selaku Direktur Pascasarjana

Universitas Andalas.

2. Prof. Dr. Syamsuardi, MS, M. Sc selaku ketua program studi Biologi

Pascasarjana Universitas Andalas.

3. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar program studi Biologi Pascasarjana

Universitas Andalas yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Teristimewa kepada ayahanda Syafrial dan ibunda Nurhayati Manan serta

seluruh keluarga atas do’a kasih sayang dan perhatian yang telah

diberikan.

5. Bapak M. Nazri Janra, M. Si yang telah memberikan bantuan baik secara

moril maupun materil bagi penulis.

Page 9: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

viii

6. Rekan-rekan Biologi angkatan 2004 dan Pascasarjana 2009 atas dukungan,

bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis dalam

perjuangan bersama menjalani perkuliahan di Biologi ini.

7. IUCN Otter Specialist Group yang telah memberikan dukungan dalam

penelitian berang-berang ini dalam bentuk berbagai fasilitas yang

diberikan kepada penulis sebagai ”student member”.

8. The Rufford Small Grants Foundation yang telah memberikan bantuan

dana dalam penelitian berang-berang.

9. Semua pihak yang telah membantu sampai selesainya tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan

terlaksana dengan baik sehingga bisa memberikan kontribusi perkembangan ilmu

Biologi dan ikut serta dalam usaha konservasi sumber daya hayati.

Padang, Juli 2011

Penulis

Page 10: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1. 1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1. 2. Rumusan masalah ........................................................................................ 3

1. 3. Tujuan .......................................................................................................... 4

1. 4. Manfaat ........................................................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5

2. 1. Berang-Berang (Lutrinae) ........................................................................... 5

2. 2. Berang-berang cakar kecil ........................................................................... 6

2. 3. Ekologi Makan .......................................................................................... 10

III. BAHAN DAN METODE ................................................................................ 13

3. 1. Waktu dan Tempat ..................................................................................... 13

3. 2. Metode Penelitian ...................................................................................... 13

3. 3. Alat dan Bahan .......................................................................................... 13

3. 4. Cara Kerja .................................................................................................. 14

3. 4. 1. Pencarian lokasi makan dan lokasi kotoran ...................................... 14

3. 4. 2. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran ................................. 14

3. 4. 3. Komposisi diet .................................................................................. 15

3. 4. 4. Inventarisasi hewan mangsa berang-berang ..................................... 16

3. 5. Analisis data ............................................................................................... 17

3. 5. 1. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran ................................. 17

3. 5. 2. Komposisi diet .................................................................................. 18

3. 5. 3. Hewan mangsa .................................................................................. 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 20

4. 1. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran ......................................... 20

4. 1. 1. Karakteristik lokasi makan ............................................................... 21

4. 1. 2. Karakteristik lokasi kotoran .............................................................. 23

4. 2. Komposisi diet berang-berang cakar kecil ................................................ 31

Page 11: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

x

4. 3. Potensi hewan mangsa berang-berang ....................................................... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 37

5. 1. Kesimpulan ................................................................................................ 37

5. 2. Saran .......................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 39

Lampiran 1. Lembaran data survei ekologi makan berang-berang cakar kecil di

area persawahan kabupaten Padang Pariaman .................................. 43

Lampiran 2. Foto lokasi-lokasi kotoran berang-berang cakar kecil di area

persawahan kabupaten Padang Pariaman .......................................... 44

Lampiran 3. Tabel pengamatan keberadaan lokasi kotoran pada musim tanam dan

pengairan ........................................................................................... 47

Lampiran 4. Data koleksi dan hasil analisa kotoran berang-berang cakar kecil di

area persawahan kabupaten Padang Pariaman .................................. 48

Lampiran 5. Tabel jenis hewan mangsa berang-berang di area persawahan

kabupaten Padang Pariaman .............................................................. 49

Lampiran 6. Jenis-jenis burung di area persawahan dalam daftar tabel MacKinnon

........................................................................................................... 51

Page 12: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel metoda survei hewan mangsa dan buku panduan identifikasi........17

Tabel 2. Fitur-fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil.......................27

Tabel 3. Analisa vegetasi pohon pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil. .28

Tabel 4. Analisa vegetasi semak pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil..29

Tabel 5. Komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan (n=28)....34

Tabel 6. Perbandingan komposisi diet berang-berang cakar kecil di area

persawahan dengan di sungai Thailand (Kruuk et al., 1994) dan Kamboja

(Hon et al., 2010).....................................................................................34

Page 13: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Foto Aonyx cinereus © John White (Sumber: Postanowicz, 2008).......6

Gambar 2. Peta sebaran lokasi kotoran berang-berang cakar kecil........................20

Gambar 3. Sisa cangkang keong mas yang diduga dimakan oleh berang-berang. 21

Gambar 4. Grafik rata-rata dan standar deviasi jarak lokasi kotoran dari saluran

irigasi serta tinggi, lebar, dan dalamnya saluran irigasi berdasarkan

vegetasi dominan..................................................................................23

Gambar 5. Grafik persentase keberadaan lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

berdasarkan vegetasi dominan.............................................................24

Gambar 6. Kotoran berang-berang cakar kecil di pematang sawah.......................24

Gambar 7. Grafik histogram sebaran jumlah lokasi kotoran berdasarkan jaraknya

dari saluran pengairan..........................................................................25

Gambar 8. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan

kecepatan arus saluran irigasi...............................................................26

Gambar 9. Grafik keberadaan fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

..............................................................................................................26

Gambar 10. Fitur-fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil.................27

Gambar 11. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan

musim tanam........................................................................................30

Gambar 12. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan

kondisi pengairan sawah......................................................................30

Gambar 13. Foto bagian-bagian hewan mangsa yang ditemukan di dalam kotoran

berang-berang cakar kecil....................................................................32

Gambar 14. Grafik jumlah jenis hewan mangsa berang-berang............................36

Page 14: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Indonesia memiliki empat jenis berang-berang yaitu Lutra lutra (Linnaeus, 1758),

Lutra sumatrana (Gray, 1865), Lutrogale perspicillata (Geofroy Saint-Hilaire,

1826), dan Aonyx cinereus (Illiger, 1815) (Corbet and Hill, 1992). Convention on

International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)

telah memasukkan jenis berang-berang di Indonesia ini ke dalam daftar Appendix.

Lutra lutra termasuk Appendix I, sedangkan L. sumatrana, L. perspicillata dan A.

cinereus termasuk Appendix II (UNEP-WCMC, 2008). IUCN Redlist telah

memasukkan A. cinereus ke dalam daftar rentan (Vulnerable) dengan

kecenderungan populasi yang terus menurun (IUCN, 2010).

Berang-berang merupakan indikator lingkungan perairan yang sehat.

Sebagai hewan yang berada di puncak rantai makanan, berang-berang termasuk

jenis yang pertama kali akan hilang ketika lingkungannya terkontaminasi oleh

polutan. Penggunaan pestisida di pertanian, pembuangan limbah industri, sampah

rumah tangga dan deterjen dari pemukiman dapat mengakibatkan terjadinya

kontaminasi di sungai-sungai dan lingkungan perairan. Hal tersebut merupakan

ancaman serius terhadap kehidupan berang-berang (Foster-Turley and Santiapillai,

1990).

Sawah merupakan ekosistem perairan tergenang yang fungsi dan

manfaatnya tidak hanya terbatas pada penghasil bahan pangan (khususnya beras),

namun sawah juga memiliki fungsi dan manfaat baik secara ekologis maupun

sosial budaya (Puspita et al., 2005). Sawah yang memiliki kombinasi antara

Page 15: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

2

habitat perairan dan daratan merupakan tempat yang memiliki keanekaragaman

hayati yang kaya. Berbagai mamalia kecil dan berbagai jenis ikan menggunakan

sawah, terutama sebagai lokasi makan. Konsentrasi hewan mangsa tersebut

menarik keberadaan mamalia karnivora berukuran sedang termasuk berang-

berang (Bambaradeniya and Amarasinghe, 2003).

Area persawahan merupakan sebuah habitat yang penting bagi berang-

berang Aonyx cinereus dan Lutrogale perspicillata. Daerah saluran yang bersemak

dan pematang sawah menyediakan tempat bersarang bagi kedua jenis berang-

berang tersebut. Berang-berang juga menggunakan tumpukan jerami dan sekam

yang terdapat di sepanjang tepi jalan sebagai medium yang kering bagi kulit

mereka, dan mencari makan di sekitar daerah yang berlumpur (Foster-Turley,

1992).

Makanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu

hewan. Pengetahuan tentang makanan memungkinkan kita untuk

membandingkannya dengan apa yang tersedia, dan untuk mengevaluasi hubungan

antara predator-mangsa. Hal ini dibutuhkan untuk memahami faktor-faktor yang

membatasi populasi, memperkirakan kompetisi serta untuk merancang strategi

dalam manajemen konservasi (Kruuk, 2006).

Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji ekologi

makan. Umapathy and Durairaj (1995) mengkaji ekologi makan dalam aspek jenis

makanan dan tingkat kesuksesan dalam tingkah laku mencari makan. Silver et al.

(1998) mengkaji ekologi makan dalam aspek jenis makanan, kondisi habitat

lokasi makan, tingkah laku makan, serta hubungannya dengan musim dan cuaca.

Page 16: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

3

Rosas et al (1999) mengkaji ekologi makan dalam aspek jenis makanan, serta

ketersediaan makanan di alam.

Jenis makanan berang-berang sebagai aspek ekologinya telah banyak

dipelajari. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berang-berang mengkonsumsi

berbagai jenis hewan terdiri dari ikan, kepiting, moluska, amphibia, serangga,

burung, reptilia dan mamalia. Namun masing-masing jenis berang-berang

memiliki pemilihan jenis makanan yang berbeda-beda (Rosas et al., 1999; Anoop

and Hussain, 2005; Kasper et al., 2008). Diet berang-berang cakar kecil (Aonyx

cinereus) pada lahan basah alami telah diteliti sebelumnya dengan komposisi diet

yang didominasi oleh kepiting (Kruuk et al., 1994; Hon et al., 2010), sedangkan

untuk di lahan basah buatan seperti sawah belum diketahui.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya (Aadrean,

2009; Aadrean et al., 2010) yang telah menemukan keberadaan berang-berang

cakar kecil serta telah mendeskripsikan tanda-tanda keberadaannya di area

persawahan kabupaten Padang Pariaman. Selain itu, beberapa sebaran titik lokasi

kotoran juga telah diketahui sebelumnya. Namun, data mengenai karakter lokasi,

komposisi diet dan hewan mangsa berang-berang yang tersedia di sawah belum

diketahui.

1. 2. Rumusan masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalahnya adalah:

a) Bagaimanakah karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran berang-

berang di area persawahan?

b) Bagaimana komposisi diet berang-berang di area persawahan?

Page 17: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

4

c) Apa saja hewan mangsa berang-berang yang tersedia di area persawahan?

1. 3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a) mendeskripsikan karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran berang-

berang cakar kecil di area persawahan

b) mengetahui komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan

c) menginventarisasi potensi hewan mangsa berang-berang yang tersedia di

area persawahan

1. 4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi ekologi berang-berang di

Sumatera khususnya di area persawahan serta dapat menjadi data dasar untuk

penelitian berang-berang selanjutnya.

Page 18: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Berang-Berang (Lutrinae)

Berang-berang (Lutrinae) merupakan anggota dari suku Mustelidae yang mampu

beradaptasi untuk beraktifitas di dalam air. Berang-berang memiliki tubuh yang

panjang dan ramping. Tubuh ditutupi oleh rambut yang kedap air, tungkai pendek

dan jari memiliki selaput renang. Kaki depan lebih pendek dari kaki belakang,

ekor tertutup rambut, tebal pada bagian pangkal dan meruncing ke ujung, bagian

bawah ekor pipih, dan pada beberapa jenis bagian atas ekor juga pipih. Terdapat

banyak rambut kaku disekitar hidung dan moncong, yang sensitif terhadap

turbulensi air yang digunakan untuk mendeteksi mangsa. Memiliki telinga kecil

dan bulat. Telinga dan nostril dapat menutup ketika di dalam air. Kebanyakan

memiliki cakar kecuali pada beberapa jenis. (Macdonald, 1984).

Berang-berang hampir tersebar di seluruh dunia kecuali pada daerah

Australasia. Dari 13 jenis berang-berang di seluruh dunia, Indonesia memiliki

empat jenis berang-berang yaitu Lutra lutra (Linnaeus, 1758), Lutra sumatrana

(Gray, 1865), Lutrogale perspicillata (Geofroy Saint-Hilaire, 1826), dan Aonyx

cinereus (Illiger, 1815) (Corbet and Hill, 1992).

Dua dari empat jenis Berang-berang yang ada di Indonesia, yaitu L. lutra

dan L. sumatrana termasuk ke dalam hewan yang dilindungi oleh Peraturan

Pemerintah no 7 tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto, 2001). CITES telah

memasukkan jenis berang-berang di Indonesia ini ke dalam daftar Appendix-nya.

Lutra lutra termasuk Appendix I, sedangkan L. sumatrana, L. perspicillata dan

A. cinereus termasuk Appendix II (UNEP-WCMC, 2008). IUCN Redlist telah

Page 19: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

6

memasukkan L. lutra ke dalam status hampir terancam (Near Threatened),

L. Perspicillata dan A. cinereus ke dalam status rentan (Vulnerable) sedangkan

L. sumatrana termasuk status genting (Endangered) (IUCN, 2010).

2. 2. Berang-berang cakar kecil

Klasifikasi berang-berang cakar kecil:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

SubFilum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

SubKelas : Theria

InfraKelas : Eutheria

Ordo : Carnivora

SubOrdo : Caniformia

Famili : Mustelidae

SubFamili : Lutrinae

Genus : Aonyx (Sumber : Myers et al, 2008)

Gambar 1. Foto Aonyx cinereus © John White (Sumber: Postanowicz, 2008)

Berang-berang Aonyx cinereus memiliki beberapa sinonim yaitu Lutra

cinerea Illiger, 1815; Lutra leptonyx Horsfield, 1823; Amblonyx concolor

Page 20: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

7

Rafinesque, 1832; Lutra indigitatus Hodgson, 1839; Leptonyx barang Lesson,

1842; Aonyx horsfieldii Gray, 1843; Aonyx sikimensis Horsfield, 1855; Lutra

(Hydrogale) swinhoei Gray, 1867; Amblonyx cinereus Pocock, 1921; Amblonyx

cinerea: Pocock, 1921; Amblyocix sernaria Nelson, 1983 (Larivière, 2003).

Berang-berang cakar kecil dikenal sebagai Amblonyx cinereus, dan

sebelumnya sebagai Aonyx cinerea. Analisa DNA mengindikasikan bahwa jenis

ini memiliki hubungan yang dekat dengan Aonyx capensis dan Aonyx congicus,

sehingga berang-berang cakar kecil sekarang bernama Aonyx cinereus (IUCN,

2009).

Payne et al. (2000) menyatakan bahwa nama A. cinereus ini dalam bahasa

Indonesia adalah sero ambrang. Namun, simposium berang-berang pertama di

Indonesia pada tanggal 7 April 1994 telah mengusulkan ke LIPI nama baku untuk

berang-berang yang ada di Indonesia, yaitu berang-berang utara (Lutra lutra),

berang-berang hidung berbulu (Lutra sumatrana), berang-berang bulu licin

(Lutrogale perspicillata), dan berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus)

(Melisch et al., 1994).

Aonyx cinereus dapat dibedakan dari berang-berang jenis lain dengan

ukurannya. Berang-berang cakar kecil ini memiliki ukuran paling kecil dengan

berat ± 3,5 Kg, dan panjang tengkorak < 90 mm, serta cakar yang mereduksi

(Larivière, 2003). Warna tubuh bagian atas biasanya coklat (Gambar 1) namun

kadang-kadang berwarna krem dan kemerahan (Foster-Turley, 1992). Jenis ini

yang memiliki warna ujung rambut yang keabu-abuan jarang ditemukan. Bagian

bawah tubuh coklat pucat, dan pada pinggir bibir bagian atas, dagu, leher dan

Page 21: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

8

wajah berwarna putih keabu-abuan. Di India Selatan, memiliki warna tubuh yang

lebih gelap dibandingkan dengan daerah lain (Corbet and Hill, 1992).

Jejak dan kotoran A. cinereus di lapangan dapat dibedakan dari jenis

berang-berang lainnya. Jejak A. cinereus memiliki ukuran yang lebih kecil (lebar

< 4,5 cm), tidak adanya tanda cakar, selaput renang yang tidak menutupi penuh

antara jari, jari tengah yang lebih panjang dan memiliki jari yang relatif panjang

(Larivière, 2003). Kotoran A. cinereus umumnya berbentuk menyebar yang

disebarkannya sendiri, sebuah tingkah laku yang sering terlihat di penangkaran

(Foster-Turley, 1992)

IUCN (2009) menyatakan bahwa A. cinereus merupakan berang-berang

terkecil di dunia, panjang kira-kira 0,9 m dan berat sekitar 5 kg. Berang-berang

yang paling sosial, hidup berkelompok dapat mencapai lebih 20 individu dalam

satu kelompok. Mereka menggunakan tangan untuk merasakan adanya moluska

dan crustacea di bebatuan, vegetasi dan lumpur. Jika dibandingkan dengan

berang-berang jenis lain, hewan ini merupakan berang-berang yang paling kurang

sifat hidup di perairannya.

Berang-berang cakar kecil sangat beradaptasi terhadap iklim tropis di Asia

selatan dan Asia tenggara, terdapat dari daerah pesisir sampai ke sungai

pegunungan mencapai 2000 m (Melisch et al. 1994). Jenis ini dapat dijumpai pada

hutan rawa air tawar dan rawa air payau, persawahan, danau, sungai kecil, waduk,

saluran air, mangrove dan di sepanjang pesisir (Sivasothi and Nor, 1994). Mereka

juga sering terlihat berada dekat dengan aktifitas manusia (Foster-Turley, 1992).

Berang-berang cakar kecil memiliki penyebaran yang luas, namun akhir-

akhir ini penyebarannya berkurang khususnya di wilayah Barat, jika dibandingkan

Page 22: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

9

dengan catatan terdahulu. Mereka sekarang ditemukan dari kaki gunung Himalaya

Himachal Pradesh, sampai ke Asia Selatan, melebar sampai ke Filipina dan terus

ke Indonesia. Dulu ditemukan di Sri Lanka namun statusnya sekarang tidak

diketahui (IUCN, 2009), dan kemungkinan telah punah di Singapura dan di

Hongkong (Foster-Turley and Santiapillai, 1990).

Berang-berang cakar kecil hidup pada lokasi yang sama dengan L. lutra,

L. sumatrana, dan L. perspicillata di banyak lokasi, termasuk di beberapa sistem

sungai di Thailand dan Malaysia (Foster-Turley, 1992). Walaupun simpatrik

dengan tiga jenis lainnya L. lutra, L. sumatrana, dan L. perspicillata, terdapat

pemisahan relung yang jelas antar jenis (IUCN, 2009). Aonyx cinereus merupakan

pemakan kepiting, sedangkan jenis lain umumnya memakan ikan (Kruuk et al.,

1994). Sifat simpatrik ini dimungkinkan oleh perbedaan pemilihan makan dan

habitat.

Pada semenanjung Malaysia, terdapat preferensi pemilihan habitat. Aonyx

cinereus lebih memilih habitat sungai kecil, sedangkan L. perspicillata lebih

melimpah pada waduk dan danau. Di Asia Tenggara pada umumnya, A. cinereus

juga melimpah di lahan basah kecil khususnya pada sawah, sedangkan

L. sumatrana tidak terdapat (Larivière, 2003).

Berdasarkan dari hasil analisa kotoran, makanan primer dari A. cinereus

adalah kepiting, kerang-kerangan, ikan, ular, dan serangga (Foster-Turley, 1992).

Dari 20 lokasi kotoran di Thailand, 95% kotoran mengandung kepiting Potamon

smithianus, 40% mengandung amphibi dan ikan, 15% mengandung mamalia

kecil, dan 5% mengandung arthropoda (Kruuk et al., 1994).

Page 23: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

10

Pengeluaran kotoran pada berang-berang berasosiasi dengan penandaan

daerah teritori dan komunikasi antar jenis kelamin. Berang-berang diketahui

memilih tempat yang khas sebagai tempat kotorannya, dan selalu membuang

kotoran di tempat tersebut. Pengeluaran kotoran biasanya terjadi sebelum, selama

dan sesudah mencari makan, dan selama menelisik dan interaksi sosial lainnya.

Hampir seluruh aktifitas dilakukan pada sekitar lokasi kotoran. Kotoran biasanya

diletakkan pada lokasi tempat menelisik, di sepanjang rute perjalanannya, di

sekitar lubang sarang atau dekat dengan lokasi makan. (Shenoy et al., 2006). Di

area persawahan, berang-berang cakar kecil biasanya memilih lokasi kotoran yang

dekat dengan pohon, di dekat pondok sawah dan di percabangan saluran irigasi

(Aadrean, 2009; Aadrean et al., 2010)

Di seluruh Asia, ancaman yang potensial bagi kelangsungan hidup berang-

berang cakar kecil adalah perusakan habitatnya karena pola perubahan

penggunaan lahan. Habitat berkurang karena reklamasi hutan rawa gambut dan

hutan bakau, aktivitas perikanan dan hilangnya sungai-sungai di perbukitan.

Ancaman lainnya yaitu berkurangnya biomassa mangsa karena eksploitasi

berlebihan. Polusi merupakan faktor yang menyebabkan berkurangnya jenis ikan

dan hewan mangsa berang-berang (Hussain and de Silva, 2008).

2. 3. Ekologi Makan

Semua organisme membutuhkan sumber energi dan nutrisi untuk tumbuh,

perawatan, aktifitas, reproduksi dan kelangsungan hidup. Organisme harus makan

agar tetap bertahan. Makanan yang potensial dapat dijumpai dimana-mana, namun

apa yang dieksploitasi oleh jenis tertentu tergantung dari jenis organisme tersebut.

Page 24: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

11

Struktur dan ukuran membatasi apa yang bisa digunakan sebagai makanan.

Makanan dari hewan juga tergantung dari dan dimana tempat tinggalnya.

Walaupun kelompok makanan yang potensial sangat banyak, tetapi kadang-

kadang tidak dieksploitasi oleh hewan tersebut. Hubungan organisme dengan

mangsa hampir tidak bisa disamaratakan hewan satu dengan yang lain. Masing-

masing hewan memiliki hubungan yang khas (Owen, 1980).

Faktor utama dalam kebutuhan energi pada konsumen khususnya predator,

adalah energi yang dikeluarkan untuk mendapatkan makanan. Banyak predator

mengejar dan menerkam mangsanya terlebih dahulu sebelum mendapatkan

makanan. Semua proses mencari makan membutuhkan energi. Hal inilah yang

mungkin dapat menjelaskan bagaimana pemilihan makanan suatu hewan dalam

memenuhi kebutuhan energinya. Ada yang memilih untuk mendapatkan banyak

makanan dengan sedikit usaha, ada juga yang memilih makanan yang

menghasilkan energi dan nutrisi yang lebih banyak (Owen, 1980).

Hewan mangsa umumnya terdapat mengelompok pada suatu lokasi. Oleh

karena itu, hewan predator tidak akan mementingkan lokasi dimana hewan

mangsa yang paling melimpah tetapi akan lebih memilih area yang lebih

menguntungkan dalam alokasi waktu dengan relatif energi bersih yang didapatkan

sama (Smith, 1990).

Smith (1990) menjelaskan bahwa di dalam aturan pemilihan makanan,

konsumen harus (1) memilih mangsa yang lebih menguntungkan; (2) memakan

secara lebih selektif jika mangsa yang menguntungkan atau jenis makanan

tersedia melimpah; (3) akan memasukkan ke dalam diet jenis yang kurang

menguntungkan jika jenis yang menguntungkan relatif jarang; (4) akan

Page 25: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

12

mengabaikan jenis yang tidak menguntungkan walaupun umum terdapat, jika

mangsa yang menguntungkan tersedia melimpah.

Di dalam hal pemilihan lokasi makan, konsumen harus melakukan hal

berikut ini: (1) memusatkan aktifitas pencarian makan pada lokasi yang paling

produktif; (2) akan tetap tinggal pada lokasi tersebut sampai ketersediaan sama

dengan rata-rata area lain sekitarnya; (3) akan meninggalkan lokasi tersebut jika

produktifitasnya berkurang menjadi rata-rata; (4) akan mengabaikan daerah yang

produktifitas rendah (Smith, 1990).

Page 26: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

III. BAHAN DAN METODE

3. 1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilakukan di area persawahan Kabupaten Padang Pariaman.

Lokasi yang diamati adalah area persawahan yang diairi oleh saluran irigasi

Bendungan Anai, yang mengairi 13.640 Ha persawahan di empat kecamatan,

yaitu: Lubuk Alung, Sintuk Toboh Gadang, Batang Anai, dan Ulakan Tapakis.

Pada penelitian ini kotoran berang-berang dikoleksi dari bulan April

sampai Oktober 2010, sedangkan untuk inventarisasi hewan mangsa serta

identifikasi dan analisa data dilakukan sampai Februari 2011. Identifikasi dan

pengolahan data dilakukan di Museum Zoologi dan Laboratorium Ekologi

Perairan jurusan Biologi Universitas Andalas.

3. 2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu pengamatan

tanda-tanda keberadaan, analisa diet, dan survei inventarisasi hewan mangsa

berang-berang.

3. 3. Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini alat dan bahan yang digunakan adalah kamera digital, GPS,

plastik koleksi, botol koleksi, karet gelang, label gantung, label tempel, alkohol

70%, formalin 4% dan 10%, mikroskop binokuler, meteran, tali rafia, pinset, kuas

kecil, kertas koran, petridish, Dip net, saringan, sentrum listrik, jaring ikan,

senter, teropong binokuler, perangkap mamalia kecil, lembaran data dan alat tulis.

Page 27: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

14

3. 4. Cara Kerja

3. 4. 1. Pencarian lokasi makan dan lokasi kotoran

Pencarian lokasi makan dan lokasi kotoran dilakukan dengan menggunakan

metode yang telah pernah digunakan sebelumnya yaitu dengan cara transek garis

menyusuri pematang sawah dan saluran irigasi (Aadrean et al., 2010). Lokasi

makan adalah lokasi ditemukan sisa makanan berang-berang cakar kecil,

sedangkan lokasi kotoran adalah lokasi dimana ditemukan kotoran berang-berang

cakar kecil. Lokasi tersebut ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS.

Sisa makanan yang ditemukan di lokasi makan tersebut, dikoleksi di dalam

alkohol 70% untuk selanjutnya dilakukan pengidentifikasian jenis. Kotoran yang

ditemukan dikoleksi untuk analisa komposisi diet berang-berang.

3. 4. 2. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran

Pada lokasi makan dan lokasi kotoran yang ditemukan, dilakukan analisa vegetasi

dengan menggunakan petak tunggal plot berukuran 10x10m² untuk pohon dan

5x5m² untuk semak dengan titik kotoran atau sisa makanan yang menjadi titik

pusatnya. Analisa vegetasi dilakukan untuk pohon dan semak. Data yang dicatat

adalah jenis, jumlah individu, dan luas tutupan tajuk.

Kemudian pada lokasi tersebut dilakukan pencatatan karakter-karakter

sebagai berikut:

• vegetasi dominan : (1. kosong, 2. rumput, 3. semak, 4. pohon)

• Jarak titik kotoran atau sisa makanan dari air,

• ketinggian titik kotoran atau sisa makanan dari permukaan air

Page 28: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

15

• lebar saluran irigasi

• kedalaman saluran irigasi

• kecepatan arus air saluran irigasi (1. sangat lambat <10cm/detik, 2. lambat

10-25cm/detik, 3. sedang 25-50cm/detik, 4. cepat 50-100cm/detik,

5. sangat cepat >100cm/detik)

• kemiringan lahan (1. datar <20°, 2. landai 20°-45°, 3. curam >45°)

• kondisi pengairan sawah (1. kering, 2. lembab, 3. sedang, 4. dalam)

• musim tanam (1. pengolahan 2. tanam, 3. menyiang, 4. padi bunting,

5.terbit bunga, 6. berbuah, 7. panen, 8. pasca panen)

• fitur khusus ada atau tidak; pohon, percabangan irigasi, pondok sawah,

kolam, jembatan dll.

• jarak dari pohon, atau jarak dari fitur khusus.

3. 4. 3. Komposisi diet

3. 4. 3. 1. Pengkoleksian kotoran berang-berang

Kotoran dikoleksi selama survei tanda-tanda keberadaan berang-berang. Kotoran

yang ditemukan dibungkus dengan kertas koran, kemudian ditulis nomor koleksi,

tanggal, dan lokasi ditemukan.

3. 4. 3. 2. Pembuatan materi referensi

Materi referensi berguna untuk pengidentifikasian bagian-bagian hewan mangsa

terdapat pada kotoran. Pembuatannya dilakukan dengan cara merebus hewan

mangsa tersebut selama 15 menit, dan dicuci dengan air mengalir di atas saringan

berukuran jaring 1 mm. Rangka yang tersisa seperti vertebrae, tulang-tulang

tengkorak, sisik dan lainnya dipisahkan, dikeringanginkan dan disimpan di dalam

Page 29: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

16

plastik koleksi. Materi referensi ini kemudian digunakan sebagai pembanding

untuk identifikasi dalam analisa diet.

3. 4. 3. 3. Analisa kotoran berang-berang

Kotoran yang telah dikoleksi dari lapangan, dicuci di atas saringan 1mm pada air

mengalir sampai bersih dan hanya tinggal materi dari sisa hewan mangsa yang

tidak tercerna. Kemudian materi sisa hewan mangsa tersebut dikeringanginkan.

Setelah kering, ditimbang sebanyak maksimal 3,5 g kemudian diidentifikasi dan

dianalisa (Anoop and Hussain, 2005). Materi sisa hewan mangsa diidentifikasi

dengan panduan materi referensi yang telah dibuat. Hasil identifikasi

dikelompokkan ke dalam delapan kategori hewan mangsa; ikan, katak, reptil,

burung, mamalia, krustasea, moluska, dan serangga. Besarnya onggokan masing-

masing kategori pada tiap koleksi kotoran dinilai secara visual. Masing-masing

kategori diberi nilai proporsi visual dengan kisaran 1 sampai 10 berdasarkan

besaran onggokan, sehingga total nilai visual untuk satu sampel kotoran adalah

10.

3. 4. 4. Inventarisasi hewan mangsa berang-berang

Untuk mengetahui jenis-jenis hewan mangsa berang-berang yang tersedia di area

persawahan dilakukan dengan cara inventarisasi jenis hewan mangsa yang

terdapat di lokasi penelitian. Inventarisasi dilakukan dengan metode-metode yang

telah umum untuk masing-masing kelompok hewan tersebut (Tabel 1).

Pengkoleksian ikan dilakukan dengan cara sentrum listrik. Untuk herpetofauna,

pengkoleksian dilakukan dengan metode visual encounter survey. Burung yang

terdapat di lokasi tersebut diinventarisasi dengan metode MacKinnon.

Page 30: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

17

Pengkoleksian mamalia kecil dikoleksi dengan perangkap mamalia kecil.

Serangga yang dikoleksi adalah serangga air yang dikoleksi dengan menggunakan

dip net. Untuk Crustacea, dan moluska dikoleksi dengan metode tangkap langsung

dengan hand sorting method.

Tabel 1. Tabel metoda survei hewan mangsa dan buku panduan identifikasi

No. Kategori Metoda UsahaPanduan

identifikasi

1Serangga air

Dip Net20 cm x 500 cm, 10 titik

Merrit and Cummin,1984

2 Crustacea Hand shorting methodSepanjang survei penelitian

Pennak,1978

3 MoluskaDip net dan Hand shorting method

20 cm x 500 cm, 10 titik

Pennak,1978, Djajasasmita, 1999

4 Ikan Sentrum 200m sentrumKottelat, et al., 1993

5 Amphibia Visual encounter survey2 malam, transek 1450 m x 3 m

Inger and Stuebing, 2005

6 Reptilia Visual encounter surveySepanjang survei penelitian

Cox, et al., 1998

7 Aves MacKinnon method11 tabel MacKinnon

MacKinnon, et al., 2000

8 mamalia Perangkap mamalia kecil50 perangkap malam

Payne, et al. 2000

3. 5. Analisis data

3. 5. 1. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran

Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran dianalisa secara statistik deskriptif.

Vegetasi dianalisa dengan menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi,

frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif serta nilai penting (Smith, 1990)

dengan rumus:

Kerapatan jenis=jumlah individu suatu jenis

luas plot

Page 31: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

18

Kerapatan relatif Kr =kerapatansuatu jenis

kerapatan seluruh jenis

Frekuensi=jumlah kehadiran suatu jenis

jumlah plot keseluruhan

Frekuensi relatif Fr =frekuensisuatu jenis

frekuensi seluruh jenis

Dominansi=luas tutupanarea suatu jenis

luas plot

Dominansi relatif Dr=dominansisuatu jenis

dominansi seluruh jenis

Nilai Penting=KrFrDr

3. 5. 2. Komposisi diet

Komposisi diet dianalisa dengan beberapa metode yang berbeda, frekuensi

kehadiran, score bulk estimate (Fonseca et al., 2008) dan frekuensi kehadiran

relatif (Anoop and Hussain, 2005) dengan rumus:

frekuensi kehadiran=jumlah kehadiran suatu kategori

jumlah sampel×100%

frekuensi kehadiran relatif =frekuensi kehadiransuatu kategori

frekuensi kehadiran seluruh kategori×100%

score bulk estimate=jumlah skor suatu kategoritotal skor seluruh kategori

×100%

dimana skor didapatkan dari perkalian berat kering kotoran dengan nilai proporsi

visual masing-masing kategori hewan mangsa

skor=nilai proporsi visual kategori×berat kering sampel

Kemudian untuk menyimpulkan komposisi diet yang digunakan oleh

berang-berang maka digunakan indeks yang diusulkan oleh Fonseca, et al. (2008)

yaitu Rescaled Important Index (RII) dengan mempertimbangkan frekuensi

kehadiran dan besar Score Bulk Estimate (SBE).

Page 32: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

19

RII=SBEi×FOi

∑SBE×FO×100 %

dimana RII= Rescaled Important Index, SBEi = score bulk estimate makanan ke-i,

FOi = Frekuensi kehadiran makanan ke-i.

Kemudian urutan makanan dibedakan atas: makanan utama bila RII>25%,

makanan kedua bila RII 4-25%, makanan pelengkap RII>4% (Efendie,1997 cit

Jabang, 2000).

3. 5. 3. Hewan mangsa

Jenis-jenis hewan mangsa berang-berang dikelompokkan sesuai dengan taksanya.

Data akan disajikan dalam bentuk daftar hewan mangsa berang-berang yang

terdapat di area persawahan kabupaten Padang Pariaman.

Penghitungan data kuantitatif terhadap hewan mangsa dilakukan dengan

menghitung kepadatan, frekuensi kehadiran atau kelimpahan jenis. Penghitungan

kepadatan dilakukan untuk serangga air, moluska, dan amphibia. Untuk burung

dilakukan penghitungan frekuensi kehadiran pada tabel daftar Mackinnon,

Penghitungan kelimpahan jenis dilakukan untuk jenis-jenis ikan.

Kepadatan, frekuensi kehadiran, dan kelimpahan jenis dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Kepadatan=jumlah individusuatu jenisluas daerah yang disurvei

Frekuensi kehadiran=jumlah tabel ditemukan suatu jenis

jumlahseluruh tabel

Kelimpahan jenis=jumlah individu suatu jenis

jumlah total individuseluruh jenis

Page 33: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Karakteristik lokasi makan dan lokasi kotoran

Selama 24 hari jumlah total survei transek garis, telah ditemukan satu lokasi

makan dengan sisa keong mas yang diduga dikonsumsi oleh berang-berang cakar

kecil. Lokasi kotoran berang-berang cakar kecil telah ditemukan sebanyak 17 titik

lokasi. Sebaran lokasi kotoran berang-berang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta sebaran lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

Page 34: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

21

4. 1. 1. Karakteristik lokasi makan

Selama penelitian hanya ditemukan satu lokasi yang diduga sebagai lokasi makan.

Pada lokasi ini ditemukan sisa cangkang keong mas (Pomacea canaliculata) yang

diduga merupakan sisa makanan dari berang-berang cakar kecil. Sisa cangkang

keong mas yang ditemukan dalam keadaan kosong, dengan bekas gigitan yang

rapi mengikuti alur putaran cangkang (Gambar 3). Hal ini juga diperkuat dengan

ditemukannya pecahan operculum dan cangkang di dalam kotoran berang-berang

yang dikoleksi.

Cangkang keong mas ini ditemukan pada pematang sawah dengan tinggi

dari air 30 cm dan jarak 25 cm dari saluran irigasi dengan lebar 70 cm serta

kedalaman air 30 cm. Sisa cangkang ditemukan pada empat kelompok yang berisi

Gambar 3. Sisa cangkang keong mas yang diduga dimakan oleh berang-berang(tanda panah). Sisipan kanan bawah: memperlihatkan morfologi dan ukuran sisa cangkang

Page 35: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

22

4-7 cangkang per kelompok dengan jarak antar kelompok sekitar 50 cm. Hal ini

sesuai dengan Kruuk (2006) yang menjelaskan bahwa berang-berang dalam

mencari makan biasanya membawa hewan hasil tangkapan ke luar dari sungai dan

memakannya pada daratan di pinggir sungai.

Sisa cangkang keong mas ini ditemukan pada lokasi yang berjarak sekitar

50 m dari lokasi kotoran nomor 07 pada pematang sawah dengan saluran irigasi

yang sama. Cangkang ini ditemukan ketika musim tanam dengan kondisi

pengairan yang rendah. Selama penelitian, sisa cangkang keong mas juga

ditemukan di pematang sawah sepanjang saluran irigasi kecil, dan terletak secara

tidak teratur.

Tumpukan cangkang keong mas biasanya juga ditemukan di pinggir

pematang sebagai usaha dari petani untuk membuang hama keong mas dari

sawah. Namun bentuk dan karakteristiknya berbeda dengan sisa keong mas yang

ditemukan dalam penelitian ini. Tumpukan keong mas yang diletakkan oleh petani

di pematang sawah memiliki ciri-ciri dalam keadaan berisi, dengan cangkang

yang utuh dan selalu pecah dalam keadaan remuk kalau terinjak.

Makanan berang-berang cakar kecil adalah kepiting sebagai makanan

dominan dan juga ikan (Kruuk et al., 1994; Hon et al., 2010). Namun sisa

kepiting tidak ditemukan selama penelitian ini, karena tidak terdapatnya

keberadaan kepiting di area persawahan ini. Hal ini juga diperkuat dari hasil

survei hewan mangsa dan wawancara dengan petani. Sisa ikan yang dimakan oleh

berang-berang juga tidak ditemukan selama penelitian. Kruuk (2006) menjelaskan

bahwa berang-berang lebih memilih untuk memakan ikan yang lebih kecil. Sisa

Page 36: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

23

ikan akan ditemukan jika berang-berang memakan ikan yang lebih besar dan

melebihi kebutuhan makannya.

Tidak ditemukannya sisa ikan mungkin disebabkan oleh ketersediaan

ukuran hewan mangsa yang berada di persawahan dengan ukuran yang tidak

terlalu besar. Kebutuhan makan berang-berang cakar kecil yang cukup besar yaitu

350 g per hari per ekor atau sekitar 20% berat badannya (Heap et al., 2010), serta

kebiasan mencari makan dalam berkoloni juga memungkinkan tidak

ditemukannya sisa makanan yang ditinggalkan oleh hewan ini.

4. 1. 2. Karakteristik lokasi kotoran

Hasil pengamatan ditemukan 17 lokasi kotoran berang-berang cakar kecil. Hasil

pengukuran karakteristiknya berdasarkan vegetasi dominan, jarak dari saluran

irigasi, tinggi, lebar, dan dalamnya saluran irigasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik rata-rata dan standar deviasi jarak lokasi kotoran dari saluran irigasi serta tinggi, lebar, dan dalamnya saluran irigasi berdasarkan vegetasi dominan

Page 37: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

24

Gambar 5. Grafik persentase keberadaan lokasi kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan vegetasi dominan

Lokasi kotoran berang-berang yang didominasi oleh vegetasi rumput

ditemukan sebanyak 52,94%, kemudian disusul oleh lokasi dominan pohon

sebesar 35,29% dan semak 11,76% (Gambar 5). Hal ini menandakan bahwa

berang-berang lebih memilih daerah yang terbuka sebagai tempat kotorannya.

Pengamatan di lapangan didapatkan bahwa secara spesifiknya, walaupun kotoran

berada pada lokasi yang vegetasi dominan semak dan pohon, seluruh titik yang

berada tepat pada letak kotoran tersebut merupakan daerah yang tidak bervegetasi

Gambar 6. Kotoran berang-berang cakar kecil di pematang sawah

52,94%

11,76%

35,29%

RumputSemakPohon

Page 38: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

25

atau hanya dengan sedikit rumput yang sudah mulai mati karena terkena kotoran

(Gambar 6).

Kotoran berang-berang cakar kecil ditemukan pada lokasi dekat saluran

irigasi dengan jarak 5-490 cm, rata-rata 141,47±133,60 cm. Grafik histogram titik

lokasi kotoran berdasarkan jarak dari saluran pengairan, memberikan

kecenderungan jumlah lokasi kotoran akan semakin berkurang seiring dengan

bertambahnya jarak dari saluran irigasi (Gambar 7). Berang-berang akan buang

kotoran pada lokasi yang berjarak kurang dari 5 m dari saluran pengairan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Hon et al. (2010) yang melaporkan

bahwa pada habitat sungai berang-berang cakar kecil memiliki lokasi kotoran

dengan jarak rata-rata 178±88 cm dari pinggir sungai (n=11). Hal ini menjelaskan

bahwa lokasi kotoran berang-berang cakar kecil selalu berada dekat dengan badan

perairan.

Lokasi kotoran berang-berang cakar kecil berada pada saluran irigasi yang

memiliki lebar 30-210 cm ( x =87,35 ±46,94 cm), dengan kedalaman air 2-50 cm

rata-rata ( x =24,82 ±13,98 cm). Keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil

Gambar 7. Grafik histogram sebaran jumlah lokasi kotoran berdasarkan jaraknya dari saluran pengairan

Page 39: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

26

lebih banyak ditemukan pada saluran pengairan dengan kecepatan arus lambat

yaitu sebesar 41,18% (Gambar 8). Hon et al. (2010) menemukan bahwa pada

habitat sungai, berang-berang cakar kecil memiliki lokasi kotoran yang berada

pada sungai kecil dengan lebar rata-rata 5,72m, kedalaman 51,18 cm dan berarus

lambat.

Gambar 8. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan kecepatan arus saluran irigasi

Hampir seluruh lokasi kotoran (94,12%) ditemukan pada lokasi yang datar.

Hanya satu lokasi (5,88%) yang ditemukan pada kemiringan landai (n=17). Hal

tersebut menggambarkan bahwa umumnya berang-berang mengeluarkan

kotorannya pada lokasi bidang yang datar.

Gambar 9. Grafik keberadaan fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

Keberadaan kotoran berang-berang memiliki keterkaitan dengan adanya

fitur-fitur tertentu pada lokasi kotoran. Penelitian ini menemukan 71% lokasi

kotoran memiliki fitur tertentu (Gambar 9). Fitur-fitur pada lokasi kotoran yaitu

29%

71%KosongAda

23,53%

41,18%

35,29%

sangat lambatlambatsedang

Page 40: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

27

pohon, jembatan, pondok, saluran berbelok, dan kolam (Gambar 10). Keberadaan

pohon merupakan fitur dominan pada lokasi kotoran yang ditemukan yaitu

sebesar 50% dari seluruh lokasi yang berfitur (Tabel 2). Selain itu, ditemukan

17,65% lokasi kotoran dengan kombinasi fitur yaitu kombinasi antara pohon

dengan jembatan, pohon dengan pondok dan pohon dengan kolam.

Tabel 2. Fitur-fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

Fitur jumlah lokasi% dari total lokasi

(n=17)% dari lokasi

berfitur (n=12)pohon 6 35,29 50,00Jembatan 4 23,53 33,33Pondok 2 11,76 16,67Saluran berbelok 2 11,76 16,67Kolam 1 5,88 8,33Kombinasi fitur 3 17,65 25,00

Reuther et al., (2000) menyatakan bahwa berang-berang utara (Lutra

lutra) juga lebih memilih lokasi kotoran yang memiliki fitur-fitur tertentu. Hewan

ini biasanya meletakkan kotoran pada percabangan sungai, semenanjung, pada

pohon, batu, jembatan, bendungan, dan pinggiran sungai berpasir yang datar dan

terbuka.

Gambar 10. Fitur-fitur pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecilA. Tidak berfitur, B. Pohon, C. Jembatan, D. Pondok, E. Saluran berbelok, F. Kolam. Lingkaran hitam menunjukkan posisi kotoran berang-berang

Page 41: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

28

Adanya keterkaitan fitur tertentu dengan keberadaan kotoran berang-

berang ini sesuai dengan Kruuk (2006) yang menjelaskan bahwa kotoran

merupakan sebagai alat penanda daerah teritori bagi kebanyakan hewan

Carnivora. Peletakan kotoran biasanya disukai pada lokasi yang memiliki fitur

yang jelas dan dapat diketahui dengan mudah.

Tabel 3. Analisa vegetasi pohon pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

Jenis F FR (%) K KR (%) D DR (%) NP (%)

Cocos nucifera 0,35 60,00 0,006 62,50 0,24 53,83 176,33Durio zibethinus 0,06 10,00 0,001 6,25 0,12 28,23 44,48Tectona grandis 0,06 10,00 0,002 18,75 0,06 14,56 43,31Areca catechu 0,06 10,00 0,001 6,25 0,01 1,69 17,94Mangifera sp. 0,06 10,00 0,001 6,25 0,01 1,69 17,94

Jumlah 0,59 100 0,009 100 0,44 100 300Keterangan:F = FrekuensiFR = Frekuensi RelatifK = Kerapatan jenisKR = Kerapatan Relatif

D = DominansiDR = Dominansi RelatifNP = Nilai Penting

Hasil analisa vegetasi memperlihatkan bahwa jenis yang dominan pada

lokasi kotoran untuk kategori pohon adalah kelapa (Cocos nucifera) (Tabel 3).

Jika dilihat dari frekuensi kehadiran pada lokasi kotoran, keberadaan pohon

kelapa (F=0,35) pada lokasi kotoran merupakan hal yang cukup mempengaruhi

terhadap pemilihan lokasi kotoran. Sedangkan untuk jenis pohon lainnya (F=0,06)

tidak mempengaruhi pemilihan lokasi kotoran oleh berang-berang.

Jenis yang dominan untuk kategori semak pada lokasi kotoran adalah

Melastoma malabathricum (Tabel 4). Namun, keberadaan Melastoma

malabathricum dengan frekuensi kehadiran yang kecil (0,12) sepertinya tidak

terlalu mempengaruhi pemilihan lokasi kotoran oleh berang-berang. Hal ini juga

didukung dengan sedikitnya persentase lokasi kotoran yang bervegetasi dominan

semak yaitu sebesar 11,76% (Gambar 5).

Page 42: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

29

Tabel 4. Analisa vegetasi semak pada lokasi kotoran berang-berang cakar kecil

Jenis F FR (%) K KR (%) D DR (%) NP (%)

Melastoma malabathricum 0,12 20 0,09 49,37 0,014 49,48 118,85Mimosa pigra 0,06 10 0,01 7,59 0,008 29,84 47,43Hyptis capitata 0,06 10 0,03 15,19 0,001 3,19 28,38Ludwigia peruviana 0,06 10 0,01 3,80 0,004 13,38 27,18Stachytarpeta indica 0,06 10 0,02 10,13 0,000 0,85 20,98Sida acuta 0,06 10 0,01 6,33 0,000 0,72 17,05Piper aduncum 0,06 10 0,01 3,80 0,000 0,85 14,65Elephantopus scaber 0,06 10 0,00 2,53 0,000 0,34 12,87Ludwigia sp. 0,06 10 0,00 1,27 0,000 1,36 12,62

Jumlah 0,59 100 0,19 100 0,03 100 300Keterangan:F = FrekuensiFR = Frekuensi RelatifK = Kerapatan jenisKR = Kerapatan Relatif

D = DominansiDR = Dominansi RelatifNP = Nilai Penting

Data vegetasi habitat untuk jenis berang-berang cakar kecil masih sedikit

tersedia. Hon et al. (2010) melaporkan habitat berang-berang cakar kecil di sungai

di timur laut Kamboja didominasi oleh Bridelia ovata (16%), Homonoia riparia

(10%) dan Barringtonia acuiangula (8%). Namun, untuk data vegetasi lokasi

kotoran pada area persawahan belum pernah dilaporkan.

Prenda and Granado-Lorencio (1996) menyatakan bahwa pada habitat

berang-berang utara (Lutra lutra), terdapat hubungan yang positif antara struktur

komposisi vegetasi pinggir sungai dengan keberadaan lokasi kotoran. Hewan ini

akan lebih memilih habitat dengan tutupan kanopi yang rapat, namun untuk lokasi

kotoran akan lebih banyak pada daerah terbuka dan lahan pertanian.

Hasil pengamatan keberadaan kotoran didapatkan data persentase

keberadaan kotoran berang-berang pada musim tanam dan kondisi pengairan

tertentu (Lampiran 3). Keberadaan kotoran berang-berang dapat ditemukan pada

seluruh musim tanam namun peluang penemuan kotoran yang lebih besar yaitu

pada musim pengolahan dan musim menanam (Gambar 11). Terdapatnya

Page 43: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

30

pemilihan preferensi musim tanam itu, berkaitan dengan kondisi ketersediaan dan

kelimpahan hewan mangsa yang terdapat di sawah.

Kondisi dan siklus pengairan merupakan faktor yang utama dalam

mempengaruhi keberadaan organisme akuatik di area persawahan. Keteraturan

ketersediaan air berhubungan positif dengan struktur organisme akuatik seperti

larva capung, berbagai jenis moluska dan hewan akuatik lainnya (Bambaradeniya

and Amarasinghe, 2004).

Gambar 11. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan musim tanam

pengolahan tanam menyiang bunting terbit bunga berbuah pasca panen

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Musim tanam sawah

Pe

rse

nta

se k

eb

era

da

an

fese

s (%

)

Gambar 12. Grafik keberadaan kotoran berang-berang cakar kecil berdasarkan kondisi pengairan sawah

kering lembab rendah sedang

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kondisi pengairan sawah

Pe

rse

nta

se

ke

be

rad

aa

n f

es

es

(%

)

Page 44: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

31

Peningkatan struktur dan biomassa organisme di lahan basah juga akan

berhubungan dengan pemilihan lokasi oleh berang-berang. Sebagaimana Prenda

and Granado-Lorencio (1996) menyatakan bahwa kepadatan lokasi kotoran akan

meningkat seiring dengan meningkatnya biomasa ukuran rata-rata ikan.

Penelitian ini menemukan bahwa keberadaan kotoran pada sawah lebih

banyak ditemukan pada kondisi pengairan yang rendah (Gambar 12). Hal ini

berkaitan dengan kemudahan dalam penangkapan mangsa oleh berang-berang

Dalam keadaan pengairan rendah, air pada badan sawah mengumpul pada

beberapa titik yang lebih rendah dan organisme air akan berkumpul pada titik

tersebut sehingga berang-berang lebih mudah menangkap mangsa. Sesuai dengan

Smith (1990) yang menyatakan bahwa di dalam hal pemilihan lokasi makan,

hewan akan mencari dan memusatkan perhatiannya pada lokasi yang paling

produktif dan alokasi waktu yang lebih menguntungkan.

4. 2. Komposisi diet berang-berang cakar kecil

Penelitian ini menemukan bahwa berang-berang cakar kecil mengkonsumsi lima

kategori hewan mangsa yaitu ikan, moluska, serangga, katak, dan crustacea (Tabel

5 dan Lampiran 4). Reptil, burung dan mamalia tidak ditemukan di dalam

komposisi diet hewan ini. Bagian-bagian hewan mangsa yang ditemukan pada

kotoran berang-berang dapat dilihat pada Gambar 13.

Komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan yang

terbesar adalah ikan dengan nilai RII sebesar 78,23% dan menjadi makanan

utama. Untuk makanan kedua adalah moluska (14,37%) dan serangga (5,60%).

Page 45: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

32

A B

C D

E F

G H

Gambar 13. Foto bagian-bagian hewan mangsa yang ditemukan di dalam kotoran berang-berang cakar kecil

Keterangan:A = Sayap seranggaB = Kaki seranggaC = Kaki seranggaD = Kulit serangga

E = Kulit dan elitra kumbangF = Karapaks kepiting G = Pecahan cangkang keongH = Operculum keong

Page 46: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

33

I J

K L

M N

O P

Gambar 13 (lanjutan).

Keterangan:I = Sisik ikanJ = Vertebrae ikanK = Tulang rusuk ikanL = Tulang-tulang tengkorak ikan

M = Otholith ikanN = Bola mata ikanO = Palatum ikanP = Ruas-ruas tulang katak

Page 47: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

34

Nilai RII untuk serangga 5,60%, jauh lebih kecil dari moluska, namun frekuensi

kehadiran serangga dalam diet berang-berang cukup tinggi yaitu sebesar 64,29%.

Tabel 5. Komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan (n=28)

No. Kategori F (%) FR (%)SBE (%)

RII

(%) Keterangan

1 Ikan 96,43 36,99 68,09 78,23 Makanan utama

2 Moluska 60,71 23,29 19,86 14,37 Makanan kedua

3 Serangga 64,29 24,66 7,30 5,60 Makanan kedua

4 Katak 35,71 13,70 4,18 1,78 Makanan pelengkap

5 Crustacea 3,57 1,37 0,57 0,02 Makanan pelengkapKeterangan:F = Frekuensi KehadiranFR = Frekuensi Kehadiran Relatif

SBE = Score Bulk EstimateRII = Rescale Important Indeks

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Kruuk et

al. (1994) di sungai Thailand dan Hon et al. (2010) di sungai di timur laut

Kamboja yang mendapatkan berang-berang cakar kecil mengkonsumsi kepiting

sebagai makanan dominannya (Tabel 6).

Tabel 6. Perbandingan komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan dengan di sungai Thailand (Kruuk et al., 1994) dan Kamboja (Hon et al., 2010).

No. Kategori Penelitian ini Kruuk et al., (1994) Hon et al., (2010)

F (%) FR (%) F (%) FR (%) %berat (%)1 Kepiting 3,57 1,37 95 90 852 Katak 35,71 13,70 40 5 -3 Ikan 96,43 36,99 40 5 104 Mamalia kecil - - 15 0 -5 Arthropoda 64,29 24,66 5 0 -6 Moluska 60,71 23,29 - - -7 Tak teridentifikasi - - - - 5

Pada penelitian ini, berang-berang cakar kecil hanya menggunakan

kepiting (Crustacea) 0,02% sebagai komposisi dietnya. Hal ini dikarenakan

ketidaktersediaan kepiting di sawah. Dari survei dan wawancara dengan

masyarakat, tidak ditemukan keberadaan kepiting di area persawahan ini.

Page 48: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

35

Penemuan adanya kepiting pada analisa diet, mungkin berasal dari sisa kepiting

yang dimakan oleh berang-berang pada sungai yang berada dekat dengan area

persawahan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa komposisi diet berang-berang cakar

kecil dengan kategori moluska, berasal dari jenis keong mas (Pomacea

canaliculata). Hal ini berdasarkan kesesuaian pecahan cangkang dan bentuk

lingkaran tumbuh operculum pada kotoran dengan keong mas yang ditemukan di

lokasi penelitian.

Keong mas adalah hewan invasif yang berasal dari Amerika Selatan. Jenis

ini diintroduksikan ke Indonesia sebagai hewan akuarium pada tahun 1981,

namun berkembang menjadi hama utama bagi pertanian padi di Jawa dan

Sumatera (Suharto, 2002). IUCN Invasive Species Specialist Group (ISSG) telah

memasukkan jenis keong ini ke dalam 100 jenis yang paling invasif sedunia

(Lowe et al., 2000).

Adanya keong mas sebagai salah satu diet berang-berang di area

persawahan diharapkan dapat memberikan informasi tentang fungsi ekologis

berang-berang sebagai pengendali hama. Informasi berang-berang sebagai

predator bagi jenis invasif lainnya juga telah dilaporkan untuk kepiting (Weber,

2008) dan ikan (Blanco-Garrido et al., 2008; Porciuncula & Quintela, 2010).

4. 3. Potensi hewan mangsa berang-berang

Hasil inventarisasi hewan mangsa berang-berang, didapatkan delapan jenis

serangga air, tujuh jenis moluska, 10 jenis ikan, lima jenis katak, empat jenis

reptil, delapan jenis burung air dan satu jenis mamalia kecil (Gambar 14). Hewan

Page 49: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

36

mangsa yang paling banyak jenisnya adalah ikan sebanyak 10 jenis, sedangkan

kategori hewan mangsa yang paling sedikit jenisnya adalah Crustacea yang tidak

ditemukan pada survei ini

Jenis dan kuantitas hewan mangsa cukup bervariasi (Lampiran 5). Jenis

serangga yang paling umum terdapat di area persawahan adalah nimfa capung

(Pantala sp.). Jenis moluska yang umum terdapat adalah Melanoides tuberculata,

selain itu juga ditemukan keberadaan keong mas (Pomacea canaliculata) yang

merupakan hewan yang menjadi hama padi dan bersifat invasif. Jenis ikan yang

paling umum terdapat adalah ikan puyu (Anabas testudineus). Jenis katak yang

paling banyak ditemukan adalah Fejervarya cancrivora. Jenis reptil yang paling

umum ditemukan adalah kadal (Mabuya multifasciata). Jenis burung air yang

paling umum ditemukan adalah kuntul kerbau (Bubulcus ibis) (Lampiran 6). Jenis

mamalia kecil yang ditemukan yaitu tikus sawah (Rattus argentiventer)

Keberadaan hewan mangsa berang-berang ini tidak dikonsumsi seluruhnya

oleh berang-berang cakar kecil. Pada analisa diet yang dilakukan, berang-berang

cakar kecil di area persawahan hanya memakan ikan, moluska, serangga, katak

dan crustacea. Tidak ditemukan adanya pengkonsumsian reptil, burung dan

mamalia.

Gambar 14. Grafik jumlah jenis hewan mangsa berang-berang

Serangga airCrustacea

MoluskaIkan

KatakReptil

Burung airMammalia

0

2

4

6

8

10

12

Kategori hewan mangsa

Jum

lah

jen

is

Page 50: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik lokasi kotoran berang-berang di area persawahan adalah berada

pada jarak kurang dari 5 m dari saluran irigasi yang memiliki lebar kisaran

30-210 cm. Lokasi kotoran berada pada ketinggian kisaran 5-170 cm dari

permukaan air irigasi yang memiliki kedalaman kisaran 2-50 cm, pada

daerah yang datar dan umumnya dekat dengan fitur tertentu. Kotoran berang-

berang dapat ditemukan pada semua musim tanam dan kondisi pengairan,

namun kotoran lebih mudah dijumpai pada musim pengolahan dan tanam,

dan pada kondisi pengairan yang rendah.

2. Komposisi diet berang-berang cakar kecil di area persawahan yaitu ikan

sebagai makanan utama, moluska dan serangga sebagai makanan kedua, dan

katak dan crustacea sebagai makanan pelengkap.

3. Hewan mangsa berang-berang yang terdapat di area persawahan ada delapan

jenis serangga air, lima jenis moluska, 10 jenis ikan, lima jenis katak, empat

jenis reptil, delapan jenis burung air, dan satu jenis mamalia kecil.

4. Didapatkan juga satu lokasi makan dengan sisa cangkang keong mas

(Pomacea canaliculata) yang diduga sebagai sisa makanan berang-berang

cakar kecil pada pematang sawah dekat dengan saluran irigasi dan lokasi

kotoran, pada musim tanam dan kondisi pengairan yang rendah.

Page 51: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

38

5. 2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang ekologi makan berang-berang cakar kecil

(Aonyx cinereus) dengan kajian yang lebih spesifik dan mendalam terutama untuk

menjelaskan hubungan antara ketersediaan hewan mangsa dengan komposisi diet

berang-berang.

Page 52: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

DAFTAR PUSTAKA

Aadrean. 2009. Identifikasi jejak dan tanda-tanda keberadaan berang-berang di area persawahan kecamatan Lubuk Alung, kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Skripsi Sarjana Biologi Universitas Andalas. Padang.

Aadrean, Salmah, S., Salsabila, A., Rizaldi, and Janra, M. N. 2010. Tracks and other signs of otters in rice fields in Padang Pariaman, West Sumatra: a preliminary study. IUCN Otter Spec. Group Bull. 27: 6-11.

Anoop, K. R., and Hussain, S. A. 2005. Food and feeding habits of smooth-coated otters (Lutra perspicillata) and their significance to the fish population of Kerala, India . J. Zool., Lond. 266: 15–23.

Bambaradeniya, C. N., and Amarasinghe, F. P. 2003. Biodiversity associated with the rice field agro-ecosystem in Asian countries: a brief review. International Water Management Institute. Colombo, Sri Lanka.

Blanco-Garrido, F., Prenda, J., Narvaez, M. 2008. Eurasian otter (Lutra lutra) diet and prey selection in Mediterranean streams invaded by centrarchid fishes. Biol. Invasions. 10:641-648.

Corbet, G. B., and Hill, J. E. 1992. The Mammals of The Indomalayan Region, A Systematic Review. Natural History Museum Publications. Oxford University Press. New York.

Cox, M. J., van Dijk, P. P., Nabhitabhata, J., and Thirakhupt, K. 1998. A Photographic Guide to Snake and other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. New Holland Publisher (UK) Ltd. London.

Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Puslitbang Biologi – LIPI. Jakarta.

Fonseca, V. C., Rheingantz, M. L., and Fernandez, F. A. 2008. A comparison of two different methods for estimating the diet of the neotropical otter, Lontra longicaudis, with the proposal of a new index for dietary studies. IUCN Otter Spec. Group Bull. 25: 6-12.

Foster-Turley, P., and Santiapillai, C. 1990. Action plan for Asian otters,. In Foster-Turley, P., Macdonald, S., and Mason, C. , Otters: An Action Plan for Their Conservation. Gland, Switzerland: IUCN/SSC Otter Specialist Group.

Foster-Turley, P. 1992. Conservation aspects of the ecology of Asian small-clawed and smooth otters on Malay peninsula. IUCN Otter Spec. Group Bull. 7: 26 - 29.

Page 53: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

40

Heap, C. J., Wright, L., Andrews, L. 2010. Ringkasan Panduan Pemeliharaan Berang-berang Cakar Kecil (Aonyx cinereus) di Dalam Penangkaran. IUCN/SSC Otter Specialist Group, Otters in Captivity Task Force.

Hon, N., Neak, P., Khov, V., and Cheat, V. 2010. Food and habitat of asian small-clawed otter in northeastern Cambodia. IUCN Otter Spec. Group Bull. 21: 12-23.

Hussain, S.A. and de Silva, P.K. 2008. Aonyx cinerea. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.1. http://www.iucnredlist.org. 25 Maret 2010.

Inger, R. F., and Stuebing. 2005. A field guide to the Frogs of Borneo. Natural History Publications (Borneo). Sdn. Bhd. Kota Kinabalu.

IUCN. 2009. Aonyx cinereus (Illiger, 1815), the Asian Small-Clawed Otter. Http://www.otterspecialistgroup.org/Species/Aonyx_cinereus.html. 25 Maret 2010.

IUCN. 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.1. http://www.iucnredlist.org. 25 Maret 2010.

Jabang. 2000. Kepadatan, penyebaran dan perilaku makan kerang lokan Batissa violacea Lamarck di Estuaria Batang Masang Tiku, Sumatera Barat, serta laju pertumbuhannya di laboratorium. Tesis Magister Biologi, Institut Teknologi Bandung.

Kasper, C. B., Bastazini, V. A. G., Salvi, J., and Grillo, H. C. Z. 2008. Trophic ecology and the use of shelters and latrines by the Neotropical otter (Lontra longicaudis) in the Taquari Valley, Southern Brazil. Iheringia, Sér. Zool., Porto Alegre. 98(4):469-474.

Kottelat, M., Whitten, A. J., Kartikasari, S. N., and Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Jakarta.

Kruuk, H., Kanchanasaka, B., O'Sullivan, S., and Wanghongsa, S. 1993. Identification of tracks and other sign of three species of otter, Lutra lutra, Lutra perspicillata and Aonyx cinerea in Thailand. Nat. Hist. Bull. of the Siam Soc. 41:23–30.

Kruuk, H., Kanchanasaka, B., O'Sullivan, S., and Wanghongsa, S. 1994. Niche separation in three sympatric otters Lutra perspicillata, L. lutra and Aonyx cinereus in Huai Kha Khaeng, Thailand. Biol. Conserv. 69: 115-120.

Kruuk, H. 2006. Otters: Ecology, Behaviour, and Conservation. Oxford University Press. New York.

Page 54: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

41

Larivière, S. 2003. Amblonyx cinereus. Mammalian Species. 720: 1-5.

Lowe, S., Browne, M., Boudjelas, S., De Poorter, M. 2000. 100 of the World’s Worst Invasive Alien Species A selection from the Global Invasive Species Database. IUCN Invasive Species Specialist Group (ISSG).

Macdonald. 1984. The Encyclopedia of Mammals. Facts on File, Inc. New York.

MacKinnon, J., Phillips, K., van Ballen, B. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi. Jakarta.

Melisch, R., Asmoro, P. B., and Kusumawardhami, L. 1994. Major Steps Taken Towards Otter Conservation in Indonesia. IUCN Otter Spec. Group Bull. 10: 21–24.

Merrit, R. W., and Cummin, K. W., 1984. An Introduction to the Aquatic Insects. Second Edition. Kendall/Hunt Publishing Company. Iowa.

Myers, P., Espinosa, R., Parr, C. S., Jones, T., Hammond, G. S., and Dewey, T. A. 2008. The Animal Diversity Web (online). http://animaldiversity.org. 2 Agustus 2008.

Noerdjito, M., dan Maryanto, I. 2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi LIPI & The Nature Conservasi. Cibinong.

Owen, J. 1980. Feeding strategy. Oxford University Press. London.

Payne, J., Francis, C. M., Phillipps, K., dan Kartikasari, S. N. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. The Sabah Society dan Wildlife Conservation Society. Jakarta.

Pennak, R. W. 1978. Fresh-water Invertebrates of the United States. Second. Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Porciuncula, R. A., Quintela, F. M. 2010. A record of invasive black catfish (Trachelyopterus lucenai) predation by the neotropical river otter (Lontra longicaudis) in Restinga of Rio Grande, southern Brazil. IUCN Otter Spec. Group Bull. 27(1): 50-53.

Postanowicz, R. 2008. Asian Clawless Otter (Amblonyx cinereus). Lioncrusher’s Domain--Carnivora Species Information. http://www.lioncrusher.com/ animal.asp?animal=162. 11 Januari 2009.

Puspita, L., Ratnawati, E., Suryadiputra, I. N., dan Meutia, A. A. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetland International-Indonesia Programme.

Page 55: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

42

Prenda, J., and Granado-Lorencio, C. 1996. The relative influence of riparian habitat structure and fish availability on otter Lutra lutra sprainting activity in a small Mediterranean catchment. Biol. Conserv. 76:9-15

Reuther C., Dolch D., Green R., Jahrl J., Jefferies D.J., Krekemeyer A., Kucerova M., Madsen A.B., Romanowski J., Roche K., Ruiz-Olmo J., Teubner J. and Trindade A. 2000. Surveying and monitoring distribution and population trends of the Eurasian otter (Lutra lutra). Guidelines and evaluation of the Standard Method for surveys as recommended by the European section of the IUCN/SSC Otter Specialist Group. Habitat. 12: 1-152.

Rosas, F. C. W., Zuanon, J. A. S., and Carter, S. K. 1999. Feeding Ecology of the Giant Otter, Pteronura brasiliensis. Biotrop. 31 (3): 502-506.

Shenoy, K., Varma, S, and Prasad, K. V. D. 2006. Factors determining habitat choice of the smooth-coated otter, Lutra perspicillata in a South Indian river system. Curr. Sci. 91(5): 637-643.

Silver, S. C., Ostro, L. E. T., Yeager, C. P, Horwich, R. 1998. Feeding Ecology of the Black Howler Monkey (Alouatta pigra) in Northern Belize American J. of Primat. 45:263-279.

Sivasothi, N. and Nor, B. H. M. 1994. A review of otters (Carnivora: Mustelidae: Lutrinae) in Malaysia and Singapore. Hydrobiol. 285: 151-170.

Smith, R. L. 1990. Ecology and Field Biology, fourth edition. Harper Collins Publishers Inc. New York.

Suharto, H. (2002). Golden Apple Snail, Pomacea canaliculata (Lamarck) in Indonesia. In: Wada, T., Yusa, Y., Joshi, R. C., Ghesquiere, S. 2002. Proceedings of the special working group on the golden apple snail (Pomacea spp.). The Seventh International Congress on Medical and Applied Malacology (7th ICMAM).

Umapathy, G. and Durairaj, G. 1995. Preliminary studies on the feeding ecology of the otter Lutra lutra at Pitchavaram, East coast of India. IUCN Otter Spec. Group Bull. 11:31-33.

UNEP-WCMC. 2008. UNEP-WCMC Species Database: CITES-Listed Species. http://www.unep-wcmc.org/isdb/CITES/Taxonomy/tax-species-result.cfm/isdb/CITES/Taxonomy/tax-species-result.cfm. 2 Agusts 2008.

Weber, A. 2008. Predation of invasive species Chinese mitten crab (Eriocheir sinensis) by Eurasian otter (Lutra lutra) in the Drömling Nature Reserve, Saxony-Anhalt, Germany. IUCN Otter Spec. Group Bull. 25(2):104-107.

Page 56: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

Lampiran 1. Lembaran data survei ekologi makan berang-berang cakar kecil di area persawahan kabupaten Padang Pariaman

43

No. Tgl No. lokasi Titik koordinat No. koleksi vegetasi jarak tinggi lebar dalam arus miring fitur jarak fitur pengairan musim keterangan

1 5 Apr 2010 01 019 rumput 25 15 85 50 sedang datar - - sedang pengolahan

2 5 Apr 2010 02 020 pohon 80 100 100 20 lambat datar kolam; pohon 70;80 sedang pengolahan

3 22 Apr 2010 03 022 pohon 60 75 80 35 lambat datar pohon 80 sedang pengolahan

4 1 Mei 2010 04 023 pohon 490 50 70 15 sedang datar pohon 130 sedang tanam

5 24 Jun 2010 05 039 rumput 250 65 110 20 sangat lambat datar - - rendah menyiang

6 27 Jun 2010 06 041 pohon 90 75 135 35 sedang datar pohon; pondok 90; 275 sedang bunting

7 23 Jul 2010 07 044 pohon 135 75 145 30 lambat datar pohon; jembatan 220; 135 rendah tanam

8 13 Agu 2010 08 052 semak 120 35 120 20 lambat datar jembatan 130 kering terbit bunga

9 22 Agu 2010 09 053 rumput 300 35 80 40 lambat datar - - lembab tanam

10 24 Agu 2010 10 055 rumput 190 55 75 40 sedang datar saluran berbelok 260 kering pasca panen

11 27 Agu 2010 11 060 rumput 280 35 45 40 sedang datar pondok 0 sedang bunting

12 28 Agu 2010 12 056 pohon 50 100 30 2 sangat lambat landai pohon 165 kering berbuah

13 3 Sep 2010 13 058 semak 250 170 210 30 sedang datar jembatan 220 sedang menyiang

14 3 Sep 2010 14 059 rumput 15 25 40 10 sangat lambat datar saluran berbelok 130 rendah menyiang

15 19 Sep 2010 15 061 rumput 30 30 85 20 lambat datar - - kering pasca panen

16 19 Sep 2010 16 062 rumput 5 5 35 5 sangat lambat datar jembatan 0 kering berbuah

17 19 Sep 2010 17 063 rumput 35 30 40 10 lambat datar - - kering bunting

Keterangan: ukuran jarak, tinggi, lebar dan dalam menggunakan satuan cm

100.289983° -0.670883°

100.291283° -0.669600°

100.291267° -0.670750°

100.292110° -0.668624°

100.300839° -0.647564°

100.320517° -0.641967°

100.290333° -0.705649°

100.270033° -0.717083°

100.292533° -0.716250°

100.291583° -0.665033°

100.295050° -0.660416°

100.293600° -0.665750°

100.275217° -0.690267°

100.273033° -0.692150°

100.256433° -0.722817°

100.254967° -0.716967°

100.263850° -0.722600°

Page 57: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

44

Lampiran 2. Foto lokasi-lokasi kotoran berang-berang cakar kecil di area persawahan kabupaten Padang Pariaman

Lokasi nomor 01 Lokasi nomor 02

Lokasi nomor 03 Lokasi nomor 04

Lokasi nomor 05 Lokasi nomor 06

Keterangan:Lingkaran hitam menunjukkan posisi kotoran berang-berang cakar kecil

Page 58: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

45

Lampiran 2 (lanjutan).

Lokasi nomor 07 Lokasi nomor 08

Lokasi nomor 09 Lokasi nomor 10

Lokasi nomor 11 Lokasi nomor 12

Keterangan:Lingkaran hitam menunjukkan posisi kotoran berang-berang cakar kecil

Page 59: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

46

Lampiran 2 (lanjutan).

Lokasi nomor 13 Lokasi nomor 14

Lokasi nomor 15 Lokasi nomor 16

Lokasi nomor 17

Keterangan:Lingkaran hitam menunjukkan posisi kotoran berang-berang cakar kecil

Page 60: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

47

Lampiran 3. Tabel pengamatan keberadaan lokasi kotoran pada musim tanam dan pengairan

No. Tanggal Lokasi sawah kotoran Musim tanam Pengairan1. 5 Apr 2010 Balah Hilie ada pengolahan sedang2. 22 Apr 2010 Balah Hilie ada pengolahan sedang3. 1 Mei 2010 Balah Hilie ada tanam sedang4. 19 Jun 2010 Singguliang tidak ada pasca panen kering5. 23 Jun 2010 Padang Galapuang ada tanam rendah6. 24 Jun 2010 Padang Galapuang ada tanam rendah7. 27 Jul 2010 Pasie laweh tidak ada terbit bunga lembab8. 27 Jul 2010 Pasie laweh ada bunting sedang9. 27 Jul 2010 Padang Galapuang ada menyiang sedang

10. 27 Jul 2010 Balah Hilie ada ? rendah11. 23 Jul 2010 Kampuang sabalah ada tanam rendah12. 13 Agu 2010 Jambak-Aie Tajun ada terbit bunga ?13. 15 Agu 2010 Pungguang Kasiak tidak ada menyiang lembab14. 21 Agu 2010 Kampuang Sabalah? ada tanam sedang15. 24 Agu 2010 Balah Hilie ada pasca panen rendah16. 24 Agu 2010 Sungai Abang ada pasca panen kering17. 26 Agu 2010 Singguliang tidak ada bunting sedang18. 27 Agu 2010 Singguliang ada bunting sedang19. 28 Agu 2010 Sungai Abang ada berbuah kering20. 29 Agu 2010 Singguliang tidak ada berbuah lembab21. 30 Agu 2010 Sungai Abang tidak ada berbuah lembab22. 1 Sep 2010 Sungai Abang ada berbuah lembab23. 1 Sep 2010 Pasie Laweh tidak ada pasca panen kering24. 3 Sep 2010 pungguang kasiak ada menyiang sedang25. 19 Sep 2010 Katapiang ada berbuah lembab26. 19 Sep 2010 Katapiang ada berbuah lembab27. 19 Sep 2010 Katapiang ada terbit bunga lembab28. 13 Okt 2010 Sintuak tidak ada pasca panen kering29. 14 Okt 2010 Ulakan tidak ada pasca panen lembab30. 17 Okt 2010 Toboh tidak ada berbuah lembab31. 23 Okt 2010 Kampuang Sabalah ada berbuah rendah

Keterangan:? = Data tidak tercatat

Page 61: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

Lampiran 4. Data koleksi dan hasil analisa kotoran berang-berang cakar kecil di area persawahan kabupaten Padang Pariaman

48

Avesvisual SBE visual SBE visual SBE visual SBE visual SBE visual SBE visual SBE visual SBE

001 11 Jul 08 - 3,5 0 0 0 0 2 7 8 28 0 0 0 0 0 0 0 0002 18 Nov 08 - 3 2 6 0 0 1 3 7 21 0 0 0 0 0 0 0 0003 Nov 2008 - 3 1 3 0 0 0 0 9 27 0 0 0 0 0 0 0 0004 30 Nov 08 - 3,5 1 3,5 0 0 1 3,5 8 28 0 0 0 0 0 0 0 0019 3 Apr 10 01 2 1 2 0 0 1 2 8 16 0 0 0 0 0 0 0 0020 3 Apr 10 02 2 0 0 2 4 1 2 6 12 1 2 0 0 0 0 0 0022 22 Apr 10 03 1 0 0 0 0 0 0 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0023 1 Mei 10 04 1 1 1 0 0 0 0 9 9 0 0 0 0 0 0 0 0024 1 Mei 10 02 2 0 0 0 0 0 0 10 20 0 0 0 0 0 0 0 0039 23 Jun 10 05 3 1 3 0 0 0 0 9 27 0 0 0 0 0 0 0 0040 24 Jun 10 05 2 1 2 0 0 0 0 9 18 0 0 0 0 0 0 0 0041 27 Jun 10 06 1 2 2 0 0 0 0 7 7 1 1 0 0 0 0 0 0042 27 Jun 10 05 2 2 4 0 0 0 0 8 16 0 0 0 0 0 0 0 0043 27 Jun 10 02 3,5 0 0 0 0 0 0 10 35 0 0 0 0 0 0 0 0044 23 Jul 10 07 1 0 0 0 0 1 1 9 9 0 0 0 0 0 0 0 0052 13 Agu 10 08 3 2 6 0 0 0 0 7 21 1 3 0 0 0 0 0 0053 21 Agu 10 09 3,5 0 0 0 0 8 28 1 3,5 1 3,5 0 0 0 0 0 0054 24 Agu 10 04 2 1 2 0 0 1 2 7 14 1 2 0 0 0 0 0 0055 24 Agu 10 10 2 1 2 0 0 1 2 6 12 2 4 0 0 0 0 0 0056 28 Agu 10 12 1 0 0 0 0 2 2 8 8 0 0 0 0 0 0 0 0057 1 Sep 10 12 1 1 1 0 0 0 0 9 9 0 0 0 0 0 0 0 0058 3 Sep 10 13 3,5 1 3,5 0 0 4 14 4 14 1 3,5 0 0 0 0 0 0059 3 Sep 10 14 3,5 1 3,5 0 0 5 17,5 2 7 2 7 0 0 0 0 0 0060 1 Sep 10 11 3,5 1 3,5 0 0 0 0 9 31,5 0 0 0 0 0 0 0 0061 19 Sep 10 15 3,5 0 0 0 0 0 0 10 35 0 0 0 0 0 0 0 0062 19 Sep 10 16 3,5 1 3,5 0 0 6 21 2 7 1 3,5 0 0 0 0 0 0063 19 Sep 10 17 3,5 0 0 0 0 10 35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0069 07 3,5 0 0 0 0 0 0 10 35 0 0 0 0 0 0 0 0

Σ 21 51,5 2 4 44 140 202 480 11 29,5 0 0 0 0 0 0n 18 1 17 27 10F 64,29% 3,57% 60,71% 96,43% 35,71%FR 24,66% 1,37% 23,29% 36,99% 13,70%%SBE 7,30% 0,57% 19,86% 68,09% 4,18%RII 5,60% 0,02% 14,37% 78,23% 1,78%

No. Koleksi Tanggal No. Lokasi BeratSerangga Crustacea Moluska Ikan Amphibia Reptilia Mammalia

Page 62: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

49

Lampiran 5. Tabel jenis hewan mangsa berang-berang di area persawahan kabupaten Padang Pariaman

No. Jenis Individu Kuantitas KeteranganSerangga air Kepadatan (ind/m2)Odonata

Plathemis sp. 10 1,0Pantala sp. 9 0,9Orthemis sp. 5 0,5Dromogomphus sp. 2 0,2Sympetrum sp. 2 0,2

DipteraTipulidae 2 0,2

ColeopteraDisticidae 1 0,1Hydrophilidae 1 0,1

Crustacea- - Tidak ditemukan

Moluska Kepadatan (ind/m2)Melanoides tuberculata 1700 170Tryonia clathrata 151 15,1Pomacea canaliculata 138 13,8Emericiopsis sp. 88 8,8Melanoides granifera 81 8,1Thiara sp. 6 0,6Corbicula sp. 6 0,6Achatina fulica - Di luar plot sampelRectreden Sumatrensis - Di luar plot sampel

Ikan Kelimpahan jenis (%)Anabas testudineus 15 34,09Puntius binotatus 8 18,19Clarias batrachus 6 13,64Aplocheilus sp. 6 13,64Rasbora sp. 4 9,09Channa striata 2 4,55Monopterus albus 2 4,55Trichogaster trichopterus 1 2,27Tilapia nilotica - - Ikan budidayaCyprinus carpio - - Ikan budidaya

Amphibia Kepadatan (ind/m2)Bufo asper 2 0,0000Bufo melanostictus 9 0,0021Fejervarya cancrivora 34 0,0078Fejervarya limnocharis 18 0,0041Rana erythraea 6 0,0014

ReptilMabuya multifasciata - -Varanus salvator - -Ptyas sp. - -Dendrelaphis sp. - -

Page 63: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

50

Lampiran 5 (lanjutan).

No. Jenis Kuantitas KeteranganBurung air Frekuensi kehadiran

(%) Bubulcus ibis 90,91Ixobrychus cinnamomeus 36,36Ardea purpurea 27,27Amaurornis phoenicurus 27,27Tringa sp1 18,18Anas domestica 18,18Tringa sp2 9,09Porzana cinerea 9,09

Mamalia kecilRattus argentiventer - Terlihat visual

Page 64: EKOLOGI MAKAN BERANG-BERANG CAKAR KECIL · PDF fileMakanan bisa memberikan gambaran tentang relung ekologi dari suatu hewan. Berbagai aspek kajian digunakan oleh peneliti dalam mengkaji

51

Lampiran 6. Jenis-jenis burung di area persawahan dalam daftar tabel MacKinnon

1 2 3Lonchura striata Halcyon smyrnensis Pycnonotus goiavierLonchura punctulata Pycnonotus goiavier Lonchura striataLonchura maja Ixobrychus cinnamomeus* Passer montanusPloceus philippinus Elanus caeruleus Streptopelia sinensisPasser montanus Turnix sp. Merops viridisStreptopelia sinensis Tringa sp1.* Lonchura punctulataPrinia familiaris Lanius schach Prinia familiarisBubulcus ibis* Artamus leucorhynchus Anas domestica*Ardea purpurea* Treron vernans Halcyon smyrnensisAmaurornis phoenicurus* Anthus novaeseelandiae Bubulcus ibis*

4 5 6Artamus leucorhynchus Collocalia esculenta Delichon dasypusAnas domestica* Lonchura striata Dinopium javanensePrinia familiaris Columba livia Tringa sp1.*Lonchura striata Ixobrychus cinnamomeus* Bubulcus ibis*Hirundo rustica Bubulcus ibis* Ardea purpurea*Artamus leucorhynchus Todirhampus chloris Prinia familiarisCollocalia esculenta Lonchura punctulata Streptopelia sinensisPloceus philippinus Ploceus philippinus Lonchura striataBubulcus ibis* Streptopelia sinensis Lonchura punctulataHalcyon smyrnensis Turnix sp. Dicaeum sp.

7 8 9Amaurornis phoenicurus* Bubulcus ibis* Ixobrychus cinnamomeus*Ixobrychus cinnamomeus* Passer montanus Todirhampus chlorisPasser montanus Lonchura punctulata Prinia familiarisHalcyon smyrnensis Todirhampus chloris Ploceus philippinusLanius schach Collocalia esculenta Lonchura punctulataBubulcus ibis* Prinia familiaris Centropus bengalensisLonchura punctulata Haliastur indus Bubulcus ibis*Ardea purpurea* Lanius schach Hirundo rusticaPloceus philippinus Ploceus philippinus Streptopelia sinensisLonchura striata Elanus caeruleus Lonchura punctulata

10 11Halcyon smyrnensis Porzana cinerea*Collocalia esculenta Hirundo rusticaPrinia familiaris Anthus novaeseelandiaeBubulcus ibis* Tringa sp2*Elanus caeruleus Ploceus philippinusLonchura punctulata Bubulcus ibis*Amaurornis phoenicurus* Streptopelia sinensisLonchura striata Artamus leucorhynchusPloceus philippinus Lonchura punctulataHirundo rustica Lonchura striata

Keterangan:Jenis yang bertanda (*) adalah jenis burung air