Eklampsia HD
-
Upload
harun-al-fauzan-nasution -
Category
Documents
-
view
244 -
download
0
description
Transcript of Eklampsia HD
BAB1
PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan
merupakan masalah di bidang obstetri. Angka Kematian Maternal (AKM) dan Angka
Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter keberhasilan dalam pelayanan obstetri.
Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia, impending eklampsia serta eklampsia
merupakan penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di
negara berkembang.1
Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa waspada agar
dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus Preeklampsia. Oleh karena itu, diagnosa dini
dari Preeklampsia maupun Impending Eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
Eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan anak.1
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan
bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theories“ ini,
masih sulit untuk ditanggulangi. Insidens yang terjadi bervariasi tergantung populasi
yang diteliti dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. 1,2,3
Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme,
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Umumnya
terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya
pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk: eklampsia, HELLP Syndrome,
edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta
kortikal. 1,4
Preeklampsia, Impending Eklampsia dan Eklampsia merupakan suatu perjalanan
penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun proses terjadinya
penyakit ini masih belum pasti. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada
kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi, proteinuria,
dan edema. Disebut Impending Eklampsia jika pada kasus preeklampsia berat dijumpai
tanda-tanda dan gejala-gejala seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus dan serebral,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. 1
1
Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang lainnya.
Hipertensi merupakan timbulnya desakan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90
mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat. 1,4
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh, diketahuinya dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
wajah. Kenaikan berat badan ½ kg/minggu dalam kehamilan masih dianggap normal,
tetapi bila kenaikan 1 kg/minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan
terhadap timbulnya preeklampsia. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria
hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka. 1,4
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/liter dalam
air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g liter
atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua
kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada
hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang
serius. 1,4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Eklampsia
2.1.2 Definisi
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas 20
minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi dan
2
proteinuria. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria
preeklampsia dan disertai dengan kejang-kejang (yang bukan disebabkan oleh penyakit
neurologis seperti epilepsi) dan atau koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya. 1,4,6
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang
tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan kasus akut dari penderita
preeclampsia yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan
preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum. Eklampsia
postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat,
nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklamsia yang diikuti dengan tanda-tanda ini
disebut dengan impending eklampsia. 4
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di
bawah ini:
a. Desakan darah dalam keadaan istirahat sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110
mmHg.
b. Proteinuria ≥ 5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick + 4
c. Oligouria: produksi urine 400 – 500 cc / 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum.
e. Edema paru dan sianosis.
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen .
g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan
pandangan kabur.
h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino transferase.
3
i. Hemolisis mikroangiopati.
j. Trombositopenia < 100.000/mm3
k. Sindroma HELLP 5
2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia atau eklampsia belum diketahui
secara pasti. Pengetahuan mengenai etiologi dan patogenesis pada tahun-tahun
belakangan initelah berubah secara dramatis. Semula preeklampsia hanya dianggap
sebagai kelaian kejang saja, kemudian berkembang menjadi penyakit yang berhubungan
dengan gangguan ginjal dan hipertensi. Dewasa ini preeklampsia dipandang sebagai
kelainan multisistem yang berpusat pada disfungsi vaskuler. Ada beberapa teori mencoba
menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering
dikenal sebagai the disease of theory.4
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut: 4
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4. Sebab jarangnya kejadian-kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat hipotesis
mengenai etiologi preeklampsia: 1
1. Iskemia plasenta; invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi
iskemia plasenta4
2. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel
sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan
pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
3. Genetik
Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta. Banyak
faktor yang menyebabkan preeklampsia, di antara faktor-faktor itu yang ditemukan
seringkali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. 1,4
2.1.3 Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia
Preeklampsia terjadi pada primigravida sebanyak 5,8% dan 0,4% gravida kedua.
Eklampsia adalah komplikasi yang jarang namun serius dari preeclampsia serta merupakan
penyulit. Menurut WHO pada tahun 1987 insiden preeklampsia dan eklampsia berkisar antara
0,5 % - 38,4 %. Di Amerika Serikat sekitar 3 – 5 % dari seluruh kehamilan. Satu dari 2000
kehamilan di Eropa, dan antara 1:100 sampai 1:1700 kehamilan di Negara berkembang. Di
Inggris penyakit hipertensi dalam kehamilan menyebabkan 18,6% kematian ibu, di mana
eklampsia menyebabkan 10% kematian tersebut.Insidensi dari preeklampsia dan eklampsia
lebih tinggi di negara-negara berkembang, dengan angka kejadian preeklampsia tertinggi di
Zimbabwe yaitu 7,1% dari seluruh kelahiran dan eklampsia di Colombia sebesar 0,81 % dari
kelahiran. 1
Di RSUD Pirngadi Medan insiden Preeklampsia dan Eklampsia tahun 1990 adalah
6,94 % dan tahun 1991 adalah 6,35 %. Di RSCM pada tahun 1993 – 1994 adalah 14,3 %. 1
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal
yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan preeklampsia yang
sempurna. Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%. 4
Faktor-faktor resiko preeklampsia / eklampsia adalah: 1,2,4
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja dan
umur 35 tahun ke atas.5
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik .
c) Penyakit-penyakit ginjal.
d) Hidrops fetalis
3. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
4. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
5. Hiperplasentosis: Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis
6. Faktor Genetik
2.1.4 Patofisiologi
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara
pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab
meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan
bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin,
sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. 4
Teori – teori yang sekarang banyak dianut adalah :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblast
kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi trofoblast juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik.Proses ini dinamakan “ remodeling arteri
spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblast pada 6
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga aliran darah
utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampka
iskemik plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
pathogenesis HDK selanjutnya.4
2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelskan pada teori invasi trofoblast, pada HDK terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksik , khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel juga
akan merusak nucleus dari protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan yang
sangat toksis akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah yang akan merusak
membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel , bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yang
disebut dengan “disfungsi endotel”, yang akan mengakibatkan terjadinya : gangguan
metabolism prostaglandin, agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan, perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor dan
peningkatan faktor koagulasi.4
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imunologik tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu
tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
7
trofoblast janin dari lisis oleh sel natural killer ibu. Selain itu adanya HLA-G akan
mempermudah infasi sel trofoblast kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-
G di desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke dalam desidua.4
4. Teori adaptasi kardiovascular genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor
atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi. Pada hipertensi dalam
kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata
kepekaan terhadap bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.4
5. Teori Defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.4
6. Teori Inflamasi.
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan
nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksdatif dimana jumlahnya masih dalam batas
wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeclampsia dimana terjadi peningkatan stress oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblast meningkat.Hal ini
menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pada hamil
normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel makrofag,
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan
gejala-gejala preeclampsia.4
8
2.1.5 Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,
merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan
seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan
tersebut biasanya sudah berat. 1,4
Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik
yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg
atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. 1,4
Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia,
dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama
preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah
normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka
kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang
mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti kelopak
mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. 1,4
Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin
hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat,
proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu
timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan
daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 1,4
Nyeri kepala
9
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus
yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan
tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami
serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang
pertama. 1,4
Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan preeklampsia berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi.
Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau
perdarahan. 1,4
Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.
Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital. 1,4
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni : 4
1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan kecil
pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -mata dan tangan bergetar.
Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini
berlangsung selama sekitar 30 detik.
2). Stadium kejang tonik
Tanda- tanda kejang tonik ialah seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.
3). Stadium kejang klonik
Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo
yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit.
10
Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik. Kejang klonik ini dapat
demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah
berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik
nafas seperti mendengkur.
4). Stadium koma
Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara perlahan-
lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang tersebut
atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu,
ingatan ini akan pulih. 4,7
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang
jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau
lebih pada kasus berat yang tidak diobati. 4
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang
bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu
sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Laju pernafasan
setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali permenit,
mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat
hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah.
Demam 39°C atau lebih adalah tanda yang buruk karena dapat merupakan akibat
perdarahan susunan saraf pusat. 1,4,8
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat dua
mekanisme penyebab :
1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang
disertai oleh muntah.
2). Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat
dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi bersamaan
11
dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif. Perdarahan subletal
dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinannya pada wanita
yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin
disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada
sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan
juga dapat timbul spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa :
1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi
2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis
Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya
tuntas dalam seminggu. 1,4,6
2.1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka
diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari:
1). Epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil
muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
2). Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke dalam vena,
dapat timbul kejang.
3). Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-
lain. 3,7,9
2.1.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia. Komplikasi yang tersebut di
bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau lebih sering
terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta
disertai preeklampsia.12
2). Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka
dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3). Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis hemolisis
yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
4). Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5). Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda
gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6). Edema paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
7). Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat vasospasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8). Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet.
9). Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang. 4,10
2.1.8 PROGNOSIS
13
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8% - 25,5% sedangkan
kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya kematian ibu dan janin di
negara maju lebih kecil. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak,
dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke
dalam jalan pernafasan sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine
dan prematuritas. 3,4,11
2.1.9 PENCEGAHAN
Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali
ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada umumnya timbulnya
eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan
frekuensi eklampsia terdiri dari :
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia bukanlah
penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap pemeriksaan tanda-
tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin bila dijumpai
4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas, apabila
setelah dirawat; tanda-tanda tidak dapat menghilang. 3,4
2.1.10 PENANGANAN
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat. Dengan tujuan
utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya
dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab eklampsia belum
diketahui dengan pasti.
14
Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa dan
obstetrik.
Prinsip penanganan eklampsia adalah :
1) Menghentikan dan mencegah kejang
2) Mengatasi hipertensi dan penyulit
3) Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis
4) Terminasi kehamilan
Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam 2005 : 5
A). Terapi supportive untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas atas tetap tebruka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acedemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
B). Perawatan kejang :
- Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
- trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi
- Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
- mencegah aspirasi pneumonia
- Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
15
- Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.
C). Perawatan koma :
- Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"
- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
- Hindari dekubitus
- Perhatikan nutrisi
D). Pengobatan Medisinal 2,5
1. MgSO4
a. Loading dose
- MgSO4 20% (4 gr) dalam larutan 10 cc iv/bolus selama 5-10 menit
- MgSO4 40% (4 gr) dalam larutan 10 cc iv/bolus selama 5-10 menit
b. Maintenance dose
- IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc 14 gtt/i
c. Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram iv
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah
diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Phenobarbital 3-5
mg/kgBB iv perlahan-lahan
2. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian disambung
dengan Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam sekitar 2000 cc.
3. Antibiotika dengan dosis yang cukup
4. Perawatan pada serangan kejang
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
b. Masukkan tongue spatel ke mulut penderita
c. Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur
16
e. Pemberian oksigen
f. Pasang kateter menetap
5. Perawatan pada penderita koma :
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow Pittsburg Coma
Scale” Skor Tanda Vital (STV)
b. Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus
c. Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso gastric tube
(NGT) – sonde feeding
6.Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal jantung dan
edema anasarka. Antihipertensi bila setelah pemberian MgSO4 TD sistol 180
mmHg atau diastol 120 mmHg
7.Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi
8.Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan seksio sesarea 5,12
2.1.11 Tindakan Obstetrik (5)
Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam 2005 :
1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bilsa sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah salah satu atau
keadaan dibawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)
17
STV = 10 : boleh terminasi
STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi
3. Persalinan
– Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.
Cara persalinan :
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih
cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan
atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps. Bila janin mati
embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih tinggi; atau ada
kesan disproporsi sefalopelvik, atau ada indikasi obstetrik lainnya; sebaiknya dilakukan
seksio sesaria (bila janin hidup).
2.2. Sindroma HELLP
2.2.1 Defenisi
Sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets
counts) pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pads penderita
preeklampsia berat, yang merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). 13
2.2.2. Diagnosis
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, mual muntah, nyeri kepala,
18
lemah mirip tanda dan gejala infeksi virus.
- adanya tanda dan gejala preeklampsi
- adanya tanda hemolisis intravaskular khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubin
indirect.
Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit hepar berupa kenaikan ALT AST dan LDH.
-trombositopenia, trombosit < 150.000/mL.
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi missisippi
Klas 1 : Kadar trombosit : < 50.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT > 40 IU/l
Klas 2 : Kadar trombosit : > 50.000/ml < 100.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT >
40 IU/l
Klas 3 : Kadar trombosit : > 100.000/ml < 150.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT
> 40 IU/l. 14
2.2.3. Penanganan
1. Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsi- eklampsi
2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam
3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka harus diperiksa
4. Pemberian dexamethasone rescue .
a. Antepartum diberikan “double strength dexamethasone” (double dose). Jika didapatkan
trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan ekslampsia, hipertensi
berat , nyeri epigastrium, gejala fulminan maka diberikan dexamethasone 10mg IV tiap 12
jam.
b. Postpartum diberikan dexamethasone 10mg IV tiap 12 jam 2 kali kemudian diikuti 5 mg
IV tiap 12 jam 2 kali.
c. Terapi dexamethasone diberhentikan jika : Perbaikan laboratorium trombosit >100.000/ml,
19
penurunan LDH. Perbaikan tanda dan gejala klinik preeklampsi-eklampsia.
5. Dapat dipertimbangkan pemberian : Transfusi trombosit <50.000. 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st ed.
Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001. 653 - 694.
2. Lange. Hypertension in Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10th ed. The McGraw-Hill Companies. 2006. 1-14.
20
3. Reece, EA and Hobbins, JC. Hypertensive diseases in pregnancy.Clinical Obstetrics, The
Fetus & Mother, 3rd ed. Blackwell publishing. Victoria. 2007. 683 – 695.
4. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008. 281-308.
5. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.
6. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi 5; 1995;
Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.
7. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi berat
dan Eklampsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity; Second
edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.
9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and Gynaecology
; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ; 75 - 79.
10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal;
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.
11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic.Diagnosis and
Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8
12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High Pregnancy and
Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210.
13. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet
counts : A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet
Gynecol. 1982 ; 142: 159 – 67.
14. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Hipertensi Dalam Kehamilan. 2008. 530-561
21
ANALISA KASUS
Telah dilaporkan satu kasus Ny. E. 18 tahun, G1P0000, datang ke IGD RSUPM tgl
05-11-10 pukul 17.00 WIB dengan keluhan utama kejang. Hal ini dialami os sejak tanggal
05-10-11 pukul 12.00 WIB dengan frekuensi 3x kejang, dengan lamanya kejang ±1-2 menit
( ketika os berada di RS Sinar Husni dan selama perjalanan ke RSPM ). Riw. Kejang
sebelumnya (-). Riw.pandangan kabur (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) sejak tanggal
04-11-10 pukul 21.00 wib. Kemudian tgl 05-11-10 pukul 10.00 WIB os berobat ke bidan dan
kemudian is dirujuk ke RS Sinar Husni karena tekanan darah tinggi. Kemudian os mengalami
kejang saat di RS Sinar Husni dan dirujuk ke RSPM dengan Dx : Eklampsia + PG + KDR
(?) + AH. Mules-mules mau melahirkan (-), Riw. Keluar lendir darah (-), Riw keluar air
banyak dari kemaluan (-).
Pada pemeriksaan fisik dijumpai tanda-tanda preeklampsia berat (TD 180/120 mmHg,
proteinuria (+) 4 dengan disertai adanya kejang. Tidak dijumpai kelainan edema paru dan
tanda-tanda Hellp syndrome. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin baik
dengan menggunakan Dophtone dimana denyut jantung janin 160 x/i. Dari pemeriksaan USG
didapatkan janin tunggal, Plasenta Fundal dan air ketuban cukup, dengan kesimpulan : IUP
(25-26) mgg + AH. Dilakukan pemeriksaan dalam (setelah pemberian MgSO4) dan didapati
Cx Ø Tertutup. Pasien ini didiagnosis dengan Eklampsia + PG + KDR (24-26 mgg) + PB +
AH, maka dilakukan terminasi kehamilan dengan SCLC a/i Eklampsia.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah :
1. Penatalaksanaan Preeklampsia berat
Dengan pemberian Magnesium sulfat loading dose 40% (4gr) 10 cc bolus 10 menit
dan maintenance dose IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc 14 gtt/i dan nifedipine
10 mg / 30 menit bila TD > 180/110 mmHg dengan dosis maksimal 120 mg/ 24 jam dan
dosis maintenance 3 x 10 mg,
2. Evaluasi keadaan janin
23
Dengan dophtone dan USG didapati denyut jantung janin mengarah ke Fetal
Tachycardia.
3. Terminasi kehamilan
Setelah operasi lahir bayi ♀, BB 850 gr, PB 32 cm, A/S 4/5, anus (+), kemudian pasien
dirawat di ruangan untuk perawatan selanjutnya. Selama dirawat di ruangan keadaan
pasien stabil dengan tekanan darah dibawah 150-160/90-100 mmHg dan tidak
didapatkan proteinuria setelah nifas hari kedua. Dari pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan tanda-tanda Hellp syndrome. Setelah dirawat selama 4 hari pascaoperasi
maka pasien dipulangkan dan dianjurkan untuk kontrol ke Poli Obgyn RSUD Pirngadi
Medan 3 hari kemudian.
Permasalahan:
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penanganan pada pasien ini sudah tepat?
24