Eklampsia HD

36
BAB1 PENDAHULUAN Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan merupakan masalah di bidang obstetri. Angka Kematian Maternal (AKM) dan Angka Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter keberhasilan dalam pelayanan obstetri. Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia, impending eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. 1 Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa waspada agar dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus Preeklampsia. Oleh karena itu, diagnosa dini dari Preeklampsia maupun Impending Eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan Eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. 1 Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theoriesini, masih sulit untuk ditanggulangi. Insidens yang terjadi bervariasi tergantung populasi yang diteliti dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. 1,2,3 Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah 1

description

Eklampsia

Transcript of Eklampsia HD

BAB1

PENDAHULUAN

Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan

merupakan masalah di bidang obstetri. Angka Kematian Maternal (AKM) dan Angka

Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter keberhasilan dalam pelayanan obstetri.

Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia, impending eklampsia serta eklampsia

merupakan penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di

negara berkembang.1

Keadaan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita untuk senantiasa waspada agar

dapat mendeteksi secara dini kasus-kasus Preeklampsia. Oleh karena itu, diagnosa dini

dari Preeklampsia maupun Impending Eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan

Eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka

kematian ibu dan anak.1

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan

bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theories“ ini,

masih sulit untuk ditanggulangi. Insidens yang terjadi bervariasi tergantung populasi

yang diteliti dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. 1,2,3

Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme,

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Umumnya

terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya

pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk: eklampsia, HELLP Syndrome,

edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta

kortikal. 1,4

Preeklampsia, Impending Eklampsia dan Eklampsia merupakan suatu perjalanan

penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun proses terjadinya

penyakit ini masih belum pasti. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada

kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi, proteinuria,

dan edema. Disebut Impending Eklampsia jika pada kasus preeklampsia berat dijumpai

tanda-tanda dan gejala-gejala seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus dan serebral,

muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. 1

1

Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang lainnya.

Hipertensi merupakan timbulnya desakan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90

mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat. 1,4

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, diketahuinya dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan

wajah. Kenaikan berat badan ½ kg/minggu dalam kehamilan masih dianggap normal,

tetapi bila kenaikan 1 kg/minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan

terhadap timbulnya preeklampsia. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria

hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka. 1,4

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/liter dalam

air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g liter

atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua

kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada

hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang

serius. 1,4,5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Eklampsia

2.1.2 Definisi

Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas 20

minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi dan

2

proteinuria. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria

preeklampsia dan disertai dengan kejang-kejang (yang bukan disebabkan oleh penyakit

neurologis seperti epilepsi) dan atau koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda

kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya. 1,4,6

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut

dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului

oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang

tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan kasus akut dari penderita

preeclampsia yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan

preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum. Eklampsia

postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya

gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat,

nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklamsia yang diikuti dengan tanda-tanda ini

disebut dengan impending eklampsia. 4

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di

bawah ini:

a. Desakan darah dalam keadaan istirahat sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110

mmHg.

b. Proteinuria ≥ 5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick + 4

c. Oligouria: produksi urine 400 – 500 cc / 24 jam.

d. Kenaikan kreatinin serum.

e. Edema paru dan sianosis.

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen .

g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan

pandangan kabur.

h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino transferase.

3

i. Hemolisis mikroangiopati.

j. Trombositopenia < 100.000/mm3

k. Sindroma HELLP 5

2.1.2 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia atau eklampsia belum diketahui

secara pasti. Pengetahuan mengenai etiologi dan patogenesis pada tahun-tahun

belakangan initelah berubah secara dramatis. Semula preeklampsia hanya dianggap

sebagai kelaian kejang saja, kemudian berkembang menjadi penyakit yang berhubungan

dengan gangguan ginjal dan hipertensi. Dewasa ini preeklampsia dipandang sebagai

kelainan multisistem yang berpusat pada disfungsi vaskuler. Ada beberapa teori mencoba

menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering

dikenal sebagai the disease of theory.4

Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut: 4

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan

mola hidatidosa.

2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam

uterus.

4. Sebab jarangnya kejadian-kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan

berikutnya.

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat hipotesis

mengenai etiologi preeklampsia: 1

1. Iskemia plasenta; invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis

menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi

iskemia plasenta4

2. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel

sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan

pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.

3. Genetik

Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta. Banyak

faktor yang menyebabkan preeklampsia, di antara faktor-faktor itu yang ditemukan

seringkali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. 1,4

2.1.3 Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

Preeklampsia terjadi pada primigravida sebanyak 5,8% dan 0,4% gravida kedua.

Eklampsia adalah komplikasi yang jarang namun serius dari preeclampsia serta merupakan

penyulit. Menurut WHO pada tahun 1987 insiden preeklampsia dan eklampsia berkisar antara

0,5 % - 38,4 %. Di Amerika Serikat sekitar 3 – 5 % dari seluruh kehamilan. Satu dari 2000

kehamilan di Eropa, dan antara 1:100 sampai 1:1700 kehamilan di Negara berkembang. Di

Inggris penyakit hipertensi dalam kehamilan menyebabkan 18,6% kematian ibu, di mana

eklampsia menyebabkan 10% kematian tersebut.Insidensi dari preeklampsia dan eklampsia

lebih tinggi di negara-negara berkembang, dengan angka kejadian preeklampsia tertinggi di

Zimbabwe yaitu 7,1% dari seluruh kelahiran dan eklampsia di Colombia sebesar 0,81 % dari

kelahiran. 1

Di RSUD Pirngadi Medan insiden Preeklampsia dan Eklampsia tahun 1990 adalah

6,94 % dan tahun 1991 adalah 6,35 %. Di RSCM pada tahun 1993 – 1994 adalah 14,3 %. 1

Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.

Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal

yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan preeklampsia yang

sempurna. Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -

0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%. 4

Faktor-faktor resiko preeklampsia / eklampsia adalah: 1,2,4

1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu remaja dan

umur 35 tahun ke atas.5

2. Multigravida dengan kondisi klinis :

a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.

b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik .

c) Penyakit-penyakit ginjal.

d) Hidrops fetalis

3. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia

4. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Hiperplasentosis: Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis

6. Faktor Genetik

2.1.4 Patofisiologi

Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara

pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab

meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan

bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin,

sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. 4

Teori – teori yang sekarang banyak dianut adalah :

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblast

kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Infasi trofoblast juga memasuki jaringan

sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan

lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen

arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi

vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran

darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat

menjamin pertumbuhan janin dengan baik.Proses ini dinamakan “ remodeling arteri

spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblast pada 6

lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis

menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan

mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami

vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga aliran darah

utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampka

iskemik plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan

pathogenesis HDK selanjutnya.4

2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Sebagaimana dijelskan pada teori invasi trofoblast, pada HDK terjadi kegagalan

“remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah

satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang

sangat toksik , khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Radikal

hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak

jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel juga

akan merusak nucleus dari protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan yang

sangat toksis akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah yang akan merusak

membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel , bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yang

disebut dengan “disfungsi endotel”, yang akan mengakibatkan terjadinya : gangguan

metabolism prostaglandin, agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami

kerusakan, perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan

permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor dan

peningkatan faktor koagulasi.4

3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imunologik tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen

protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu

tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi

7

trofoblast janin dari lisis oleh sel natural killer ibu. Selain itu adanya HLA-G akan

mempermudah infasi sel trofoblast kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta

hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-

G di desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke dalam desidua.4

4. Teori adaptasi kardiovascular genetik

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.

Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor

atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi. Pada hipertensi dalam

kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata

kepekaan terhadap bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan

terjadinya hipertensi dalam kehamilan.4

5. Teori Defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan

dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa

konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.4

6. Teori Inflamasi.

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal

plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan

nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksdatif dimana jumlahnya masih dalam batas

wajar sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan

proses apoptosis pada preeclampsia dimana terjadi peningkatan stress oksidatif,

sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblast meningkat.Hal ini

menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pada hamil

normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel makrofag,

yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan

gejala-gejala preeclampsia.4

8

2.1.5 Manifestasi Klinis

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,

merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan

seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan

tersebut biasanya sudah berat. 1,4

Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah

peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik

yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg

atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. 1,4

Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia,

dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama

preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah

normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka

kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang

mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat

ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti kelopak

mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. 1,4

Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional

(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin

hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat,

proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu

timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan

daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. 1,4

Nyeri kepala

9

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus

yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan

tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami

serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang

pertama. 1,4

Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering

ditemukan preeklampsia berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi.

Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau

perdarahan. 1,4

Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.

Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital. 1,4

Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni : 4

1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)

Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan kecil

pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -mata dan tangan bergetar.

Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini

berlangsung selama sekitar 30 detik.

2). Stadium kejang tonik

Tanda- tanda kejang tonik ialah seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan

menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai

kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.

Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.

3). Stadium kejang klonik

Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo

yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit.

10

Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik. Kejang klonik ini dapat

demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah

berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik

nafas seperti mendengkur.

4). Stadium koma

Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara perlahan-

lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan

baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang tersebut

atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu,

ingatan ini akan pulih. 4,7

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang

jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau

lebih pada kasus berat yang tidak diobati. 4

Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang

bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu

sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Laju pernafasan

setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali permenit,

mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat

hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah.

Demam 39°C atau lebih adalah tanda yang buruk karena dapat merupakan akibat

perdarahan susunan saraf pusat. 1,4,8

Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat dua

mekanisme penyebab :

1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang

disertai oleh muntah.

2). Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat

dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.

Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi bersamaan

11

dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif. Perdarahan subletal

dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinannya pada wanita

yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin

disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada

sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan

juga dapat timbul spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua kausa :

1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi

2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis

Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya

tuntas dalam seminggu. 1,4,6

2.1.6 DIAGNOSIS

Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda

dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka

diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari:

1). Epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil

muda dan tanda preeklampsia tidak ada.

2). Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke dalam vena,

dapat timbul kejang.

3). Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-

lain. 3,7,9

2.1.7 KOMPLIKASI

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan

bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia. Komplikasi yang tersebut di

bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia

1) Solusio plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau lebih sering

terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta

disertai preeklampsia.12

2). Hipofibrinogenemia

Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka

dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3). Hemolisis

Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis hemolisis

yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan

kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang

sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus

tersebut.

4). Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

5). Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat

terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6). Edema paru

Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal ini

disebabkan karena payah jantung.

7). Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat vasospasmus

arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga

ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8). Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet.

9). Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang. 4,10

2.1.8 PROGNOSIS

13

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan meminta

korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8% - 25,5% sedangkan

kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya kematian ibu dan janin di

negara maju lebih kecil. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak,

dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke

dalam jalan pernafasan sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine

dan prematuritas. 3,4,11

2.1.9 PENCEGAHAN

Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali

ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada umumnya timbulnya

eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan

frekuensi eklampsia terdiri dari :

1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia bukanlah

penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka masyarakat awam.

2. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar

semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.

3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap pemeriksaan tanda-

tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin bila dijumpai

4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas, apabila

setelah dirawat; tanda-tanda tidak dapat menghilang. 3,4

2.1.10 PENANGANAN

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat. Dengan tujuan

utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya

dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab eklampsia belum

diketahui dengan pasti.

14

Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa dan

obstetrik.

Prinsip penanganan eklampsia adalah :

1) Menghentikan dan mencegah kejang

2) Mengatasi hipertensi dan penyulit

3) Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis

4) Terminasi kehamilan

Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam 2005 : 5

A). Terapi supportive untuk stabilisasi pada ibu

- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)

- Pastikan jalan nafas atas tetap tebruka

- Mengatasi dan mencegah kejang

- Koreksi hipoksemia dan acedemia

- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis

- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.

B). Perawatan kejang :

- Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang

- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi

- trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi

- Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna

- mencegah aspirasi pneumonia

- Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas

- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur

15

- Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.

C). Perawatan koma :

- Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"

- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka

- Hindari dekubitus

- Perhatikan nutrisi

D). Pengobatan Medisinal 2,5

1. MgSO4

a. Loading dose

- MgSO4 20% (4 gr) dalam larutan 10 cc iv/bolus selama 5-10 menit

- MgSO4 40% (4 gr) dalam larutan 10 cc iv/bolus selama 5-10 menit

b. Maintenance dose

- IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc 14 gtt/i

c. Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20% 2 gram iv

Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah

diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Phenobarbital 3-5

mg/kgBB iv perlahan-lahan

2. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian disambung

dengan Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam sekitar 2000 cc.

3. Antibiotika dengan dosis yang cukup

4. Perawatan pada serangan kejang

a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang

b. Masukkan tongue spatel ke mulut penderita

c. Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring

d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur

16

e. Pemberian oksigen

f. Pasang kateter menetap

5. Perawatan pada penderita koma :

a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai ”Glasgow Pittsburg Coma

Scale” Skor Tanda Vital (STV)

b. Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus

c. Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso gastric tube

(NGT) – sonde feeding

6.Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal jantung dan

edema anasarka. Antihipertensi bila setelah pemberian MgSO4 TD sistol 180

mmHg atau diastol 120 mmHg

7.Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi

8.Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan seksio sesarea 5,12

2.1.11 Tindakan Obstetrik (5)

Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam 2005 :

1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur

kehamilan dan keadaan janin

2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bilsa sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah salah satu atau

keadaan dibawah ini :

a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir

b. Setelah kejang terakhir

c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir

d. Penderita mulai sadar

e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)

17

STV = 10 : boleh terminasi

STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi

3. Persalinan

– Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.

Cara persalinan :

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih

cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan

atau tanpa amniotomi

2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps. Bila janin mati

embriotomi.

3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih tinggi; atau ada

kesan disproporsi sefalopelvik, atau ada indikasi obstetrik lainnya; sebaiknya dilakukan

seksio sesaria (bila janin hidup).

2.2. Sindroma HELLP

2.2.1 Defenisi

Sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets

counts) pertama kali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pads penderita

preeklampsia berat, yang merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita

preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,

peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). 13

2.2.2. Diagnosis

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, mual muntah, nyeri kepala,

18

lemah mirip tanda dan gejala infeksi virus.

- adanya tanda dan gejala preeklampsi

- adanya tanda hemolisis intravaskular khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubin

indirect.

Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit hepar berupa kenaikan ALT AST dan LDH.

-trombositopenia, trombosit < 150.000/mL.

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi missisippi

Klas 1 : Kadar trombosit : < 50.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT > 40 IU/l

Klas 2 : Kadar trombosit : > 50.000/ml < 100.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT >

40 IU/l

Klas 3 : Kadar trombosit : > 100.000/ml < 150.000/ml, LDH > 600IU/l , AST dan atau ALT

> 40 IU/l. 14

2.2.3. Penanganan

1. Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsi- eklampsi

2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam

3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka harus diperiksa

4. Pemberian dexamethasone rescue .

a. Antepartum diberikan “double strength dexamethasone” (double dose). Jika didapatkan

trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan ekslampsia, hipertensi

berat , nyeri epigastrium, gejala fulminan maka diberikan dexamethasone 10mg IV tiap 12

jam.

b. Postpartum diberikan dexamethasone 10mg IV tiap 12 jam 2 kali kemudian diikuti 5 mg

IV tiap 12 jam 2 kali.

c. Terapi dexamethasone diberhentikan jika : Perbaikan laboratorium trombosit >100.000/ml,

19

penurunan LDH. Perbaikan tanda dan gejala klinik preeklampsi-eklampsia.

5. Dapat dipertimbangkan pemberian : Transfusi trombosit <50.000. 14

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st ed.

Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001. 653 - 694.

2. Lange. Hypertension in Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &

Gynecology, 10th ed. The McGraw-Hill Companies. 2006. 1-14.

20

3. Reece, EA and Hobbins, JC. Hypertensive diseases in pregnancy.Clinical Obstetrics, The

Fetus & Mother, 3rd ed. Blackwell publishing. Victoria. 2007. 683 – 695.

4. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008. 281-308.

5. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam

Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.

6. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi 5; 1995;

Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218-230.

7. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi berat

dan Eklampsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.

8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity; Second

edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.

9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and Gynaecology

; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ; 75 - 79.

10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal;

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.

11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic.Diagnosis and

Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8

12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High Pregnancy and

Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210.

13. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet

counts : A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet

Gynecol. 1982 ; 142: 159 – 67.

14. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Hipertensi Dalam Kehamilan. 2008. 530-561

21

22

ANALISA KASUS

Telah dilaporkan satu kasus Ny. E. 18 tahun, G1P0000, datang ke IGD RSUPM tgl

05-11-10 pukul 17.00 WIB dengan keluhan utama kejang. Hal ini dialami os sejak tanggal

05-10-11 pukul 12.00 WIB dengan frekuensi 3x kejang, dengan lamanya kejang ±1-2 menit

( ketika os berada di RS Sinar Husni dan selama perjalanan ke RSPM ). Riw. Kejang

sebelumnya (-). Riw.pandangan kabur (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) sejak tanggal

04-11-10 pukul 21.00 wib. Kemudian tgl 05-11-10 pukul 10.00 WIB os berobat ke bidan dan

kemudian is dirujuk ke RS Sinar Husni karena tekanan darah tinggi. Kemudian os mengalami

kejang saat di RS Sinar Husni dan dirujuk ke RSPM dengan Dx : Eklampsia + PG + KDR

(?) + AH. Mules-mules mau melahirkan (-), Riw. Keluar lendir darah (-), Riw keluar air

banyak dari kemaluan (-).

Pada pemeriksaan fisik dijumpai tanda-tanda preeklampsia berat (TD 180/120 mmHg,

proteinuria (+) 4 dengan disertai adanya kejang. Tidak dijumpai kelainan edema paru dan

tanda-tanda Hellp syndrome. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin baik

dengan menggunakan Dophtone dimana denyut jantung janin 160 x/i. Dari pemeriksaan USG

didapatkan janin tunggal, Plasenta Fundal dan air ketuban cukup, dengan kesimpulan : IUP

(25-26) mgg + AH. Dilakukan pemeriksaan dalam (setelah pemberian MgSO4) dan didapati

Cx Ø Tertutup. Pasien ini didiagnosis dengan Eklampsia + PG + KDR (24-26 mgg) + PB +

AH, maka dilakukan terminasi kehamilan dengan SCLC a/i Eklampsia.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah :

1. Penatalaksanaan Preeklampsia berat

Dengan pemberian Magnesium sulfat loading dose 40% (4gr) 10 cc bolus 10 menit

dan maintenance dose IVFD RL + MgSO4 40% (12gr) 30 cc 14 gtt/i dan nifedipine

10 mg / 30 menit bila TD > 180/110 mmHg dengan dosis maksimal 120 mg/ 24 jam dan

dosis maintenance 3 x 10 mg,

2. Evaluasi keadaan janin

23

Dengan dophtone dan USG didapati denyut jantung janin mengarah ke Fetal

Tachycardia.

3. Terminasi kehamilan

Setelah operasi lahir bayi ♀, BB 850 gr, PB 32 cm, A/S 4/5, anus (+), kemudian pasien

dirawat di ruangan untuk perawatan selanjutnya. Selama dirawat di ruangan keadaan

pasien stabil dengan tekanan darah dibawah 150-160/90-100 mmHg dan tidak

didapatkan proteinuria setelah nifas hari kedua. Dari pemeriksaan laboratorium tidak

didapatkan tanda-tanda Hellp syndrome. Setelah dirawat selama 4 hari pascaoperasi

maka pasien dipulangkan dan dianjurkan untuk kontrol ke Poli Obgyn RSUD Pirngadi

Medan 3 hari kemudian.

Permasalahan:

1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah penanganan pada pasien ini sudah tepat?

24