Ekin Kelompok 3

15
ANALISIS SUMBER DAYA DAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA MENURUT MODEL HECKSCHER-OHLIN Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Internasional Oleh Kelompok 3 : Kinanthi K. Setiawan ( 140910101042 ) Rahmat Wibowo ( 120910101061 ) Adhytia Pahlawan ( 1209 10101041 ) Rizka Kalista Farazona ( 120910101045 ) Aad Rifqy ( 120910101055 ) Maharani Soebroto ( 120910101058 )

description

teori perbandingan ekonomi internasional

Transcript of Ekin Kelompok 3

Page 1: Ekin Kelompok 3

ANALISIS SUMBER DAYA DAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN

AUSTRALIA MENURUT MODEL HECKSCHER-OHLIN

Tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Internasional

Oleh Kelompok 3 :

Kinanthi K. Setiawan ( 140910101042 )

Rahmat Wibowo ( 120910101061 )

Adhytia Pahlawan ( 120910101041 )

Rizka Kalista Farazona ( 120910101045 )

Aad Rifqy ( 120910101055 )

Maharani Soebroto ( 120910101058 )

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JEMBER2015

Page 2: Ekin Kelompok 3

1. Latar Belakang

Indonesia dan Australia merupakan mitra kerja sama yang sangat dekat bahkan

pada masa awal kemerdekaan dahulu. Seiring perkembangan zaman, hubungan

bilateral kedua negara juga semakin mengalami peningkatan terutama dari segi

ekonomi. Kedua negara memiliki sejarah panjang dalam hubungan diplomatiknya.

Menurut Collin Brown, seorang pakar Indonesia di Australia menyebutkan bahwa

hubungan Indonesia dan Australia seperti roller coaster.1 Itu artinya bahwa hubungan

kedua negara tidak lepas dari konflik selayaknya hubungan dengan negara-negara

lain. dalam beberapa bidang, Australia merupakan rekan kerja sama yang sangat erat

tetapi dalam beberapa hal Indonesia dengan Australia bisa menempati posisi yang

berseberangan.

Indonesia dan Australia sepakat untuk membuka lebar hubungan kerja sama

bilateral kedua negara, baik dalam bidang politik, keamanan, ekonomi, dan

pembangunan. Dengan terbentuknya Free Trade Agreement (FTA) antara ASEAN

dengan Australia dan New Zealand menjadikan landasan bagi peningkatan dan

penajaman hubungan bilateral perdagangan antara Indonesia dan Australia dalam

kerangka FTA bilateral. Dengan adanya FTA bilateral Indonesia-Australia

meningkatkan peluang kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara, baik

melalui peningkatan proyek kerja sama ekonomi maupun untuk membuka pasar

potensial kedua negara. Keberadaan FTA bilateral Indonesia dan Australia diharapkan

dapat meningkatkan perdagangan dan investasi bilateral mengingat komplementaritas

kedua negara dan jarak yang berdekatan. Selain itu, pada tahun 2010 Australia dan

Indonesia juga menyepakati kerjasama Economic Partnership agreement.2

Pada tahun 2012, Indonesia dan Australia memasuki tahap penting dalam

peningkatan ekonomi kedua negara dengan dimulainya perundingan putaran pertama

dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive

Economic Partnership Agreement/CEPA.3 Kerjasama bilateral ini membukalebih luas

kerjasama perdagangan antar kedua negara sehingga dapat meningkatkan taraf

perekonomian untuk kedua negara.

1 https://www.academia.edu/8413615/HUBUNGAN_BILATERAL_INDONESIA_DENGAN_AUSTRALIA [diakses pada 1 April 2015]2 Anonim, Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Bilateral Indonesia – Australia Dalam Kerangka Economic Partnership, Buletin Kerjasama Perdagangan Internasional, Edisi 3, 2010, hal. 14-153 http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_content_id=1091

Page 3: Ekin Kelompok 3

2. Rumusan Masalah

2.1. Bagaimana keadaan perdagangan antara Indonesia dan Australia dalam

konteks kajian Heckscher-Ohlin?

3. Kerangka Teori

3.1. Model perdagangan Heckscher-Ohlin

Model perdagangan Heckscher-Ohlin ini mencoba untuk mengulas

mengenai penyebab adanya perbedaan produktivitas karena adanya perbedaan

productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan)

antar negara. Dalam model Ricardian sebelumnya dijelaskan jika tenaga kerja

merupakan satu-satunya faktor produksi maka di dalam model Heckscher-Ohlin

ini jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh

masing-masing negara inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga

barang yang dihasilkan. Dalam kajian ini, adanya sumber daya alam merupakan

faktor yang dapat membedakan tingkat produktivitas dan distribusi pendapatan

suatu negara.

Sumber daya alam (resource) merupakan salah satu faktor penting dalam

membangun perekonomian yang kuat, karena bagaimanapun juga sumber daya

alam merupakan bahan utama dalam industri-industri di suatu negara. Dalam

beberapa kasus, sumber daya alam menjadi unsur sentral dalam perdagangan

internasional. Contoh yang paling umum adalah bahan bakar minyak, gas alam,

dan mineral. Negara-negara yang memiliki sumber-sumber daya tersebut

kemudian dapat membangun perekonomiannya dengan kuat.

Dalam model perdagangan Heckscher-Ohlin ini, ada perbedaan pendapatan

antara negara-negara yang kaya kapital ( modal) dengan negara kaya tenaga kerja.

Kebanyakan negara dengan modal yang tinggi yang kurang tenaga kerja akan

dengan mudah meproduksi barang-barang yang tepat guna dengan biaya produksi

rendah tetapi harga jualnya yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dengan modal

yang besar, mereka dapat menentukan kualitas bahan produksi serta membayar

tenaga kerja dengan kemampuan tinggi sehingga barang yang dihasilkan juga

berkualitas tinggi meskipun mendatangkan bahan produksi dari negara lain.

Berbeda dengan negara yang kaya akan tenaga kerja tetapi sedikit sumber modal.

Keterbatasan modal ini menyebabkan proses produksi terhambat sehingga barang

yang dihasilkan kuantitasnya sedikit sedangkan pekerja yang harus dibayar

Page 4: Ekin Kelompok 3

banyak. Meskipun negara yang memiliki banyak tenaga kerja ini memiliki sumber

daya yang besar, tetapi keterbatasan biaya untuk mengelola ini yang menjadi

kendala besar bagi suatu negara.

Sedangkan dalam perdagangan internasional, harga barang ditentukan dari

kualitas bukan hanya dari kuantitasnya saja. Misalkan saja suatu negara memiliki

cadangan minyak yang besar tetapi mempunyai keterbatasan modal untuk

mengalola tetapi memiliki tenaga kerja yang besar untuk mengilang minyak.

Maka negara tersebut hanya dapat mengekspor bahan mentahnya saja sehingga

keuntungan pun tidak sebesar jika sudah menjadi komoditi siap pakai. Sedangkan

bagi negara yang punya kemampuan pengelolaan dan modal yang besar (dalam

pengadaan fasilitas pengolahan) sehingga berang tersebut dapat menjadi barang

siap pakai, maka mereka akan memiliki keuntungan yang lebih besar karena

tenaga kerja dapat diganti dengan teknologi sedangkan minyak mentah yang

didapatkan dari negara lain akan cenderung lebih murah. Oleh karena itu, selain

tenaga kerja, modal dan adanya sumber daya alam cukup berpengaruh dalam

perdagangan.

4. Pembahasan

4.1. Perdagangan internasional yang terjadi antara Indonesia dengan Australia

Indonesia dan Australia merupakan dua negara saling bertetangga yang

mempunyai perbedaan yang mencolok terkait kebudayaan, tingkat kemajuan

pembangunan, serta orientasi politik yang mengakibatkan perbedaan prioritas

kepentingan. Hubungan antara kedua negara dalam berbagai bidang telah terjalin

cukup erat, seperti dalam bidang pendidikan, budaya, dan perdagangan. Hal

tersebut merupakan aset penting dalam hubungan kedua negara yang perlu terus

dipupuk dan dikembangkan.

Persetujuan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area

(AANZFTA) merupakan dasar bagi hubungan Indonesia-Australia, terutama

dalam peningkatan perdagangan, ekonomi dan investasi. Melalui perjanjian

tersebut, ekspor barang Australia ke Indonesia akan mendapatkan bebas bea

masuk dari sebesar 56% menjadi 92%, dari seluruh jenis komoditi barang yang

diekspor Australia ke Indonesia, sedangkan 5% lainnya akan mendapatkan tarif

bea masuk tidak lebih dari 5%. Bagi Indonesia, 99% ekspornya ke Australia akan

menikmati bebas bea masuk, dan akan menjadi 100% bebas bea masuk pada

Page 5: Ekin Kelompok 3

saat perjanjian secara penuh diimplementasikan. AANZFTA ini mencakup

barang, jasa, investasi dan kekayaan intelektual.

Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia dari

Australia lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor Indonesia ke Australia.

Grafik 1. Nilai Ekspor Impor Indonesia Australia

Sumber : diolah berdasarkan Fact Sheet Department of Foreign Affairs

and Trade Australia 2013

Komoditi impor utama Indonesia dari Australia pada periode yang sama

adalah : wheat and meslin; live bovine animals; cotton, not carded or combed;

unwrought aluminium; refined copper and copper alloys, unwrought; cane or beef

sugar and chemically pure sucrose, in solid form; aluminium oxide (incl artificial

corundum), aluminium hydroxide; milk and cream, concentrated or sweetened;

meat of bovine animals, frozen; minerals or chemical fertilizers, nitrogenous.

Tabel 1. Komoditas Ekspor Utama Australia ke Indonesia

No Jenis Produk Nilai perdagangan

(USD, Thousand)

1 Wheat and Meslin 861,194

2 Live Bovine Animals 285,928

3 Cotton, not carded or combed 183,763

4 Unrought Aluminium 182,589

5 Refined Copper and copper

Alloys, Unrought

144,907

Page 6: Ekin Kelompok 3

Sumber : Trademap Kementerian Perdagangan RI 2013

Komoditi utama ekspor Indonesia ke Australia adalah crude petroleum oils;

structures (rods, angle, plates) of iron & steel nes; gold unwrought or in semi-

manufacture forms; petroleum oils, not crude; wood continuously shaped along any

edges; new pneumatic tires, of rubber; television receivers (including video monitors

& video projectors); video recording or reproducing apparatus, mineral or chemical

fertilizers, nitrogenous; other furniture and parts there of.

Tabel. 2. Komoditi Ekspor Utama Indonesia ke Australia

No Jenis Produk Ekspor Indonesia ke Australia

(USD, Thousand) 2010

1 Crude Petroleum Oils 2,334,283

2 Gold Unwrought or in semi-manuf

forms

415,380

3 Commodities not elsewhere

specified

122,498

4 Televison receivers (incl video

monitors

and video projectors)

109,068

5 Wood continuously shaped along

any

edges

96,989

Sumber : Trademap Kementerian Perdagangan RI 2013

4.2. Produksi komoditi yang sama antara kedua negara (Daging Sapi)

Daging sapi menjadi komoditi perdagangan antara Indonesia dengan Australia

akhir-akhir ini sering diperbincangkan. Di Indonesia, kemampuan produksi masih

kurang kuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri, sehingga harus

mengimpor daging sapi dari Australia. Sebenarnya jika ditinjau dari geografisnya,

seharusnya Indonesia juga dapat mengekspor daging sapi sendiri. Akan tetapi

keterbatasan modal dan teknologi sering kali menjadi kendala untuk

meningkatkan produktivitas di negara-negara yang kaya tenaga kerja akan tetapi

kurang modal seperti Indonesia. Meskipun investor saat ini sudah mulai banyak

melirik potensi produksi indonesia. Tetapi sulitnya perizinan dan birokrasi untuk

Page 7: Ekin Kelompok 3

berinvestasi di Indonesia seringkali menjadi faktor penghambat bagi para investor

menanamkan modalnya. Selain itu, meskipun banyak tenaga kerja, tetapi

kemampuan dan pengetahuan teknologinya kurang, sehingga dalam beternak sapi

kebanyakan tenaga kerja di Indonesia masih menggunakan cara tradisional.

Di Indonesia, lebih dari 98% ternak dikuasai oleh 6.5 juta peternak kecil

dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per peternak. Ternak dipelihara di belakang

rumah dan peternak memberi makan di sisa waktunya setelah usaha pokoknya

selesai. Hanya kurang dari 2% sapi ternakan dikuasai perusahan ternak besar di

Indonesia. Yang dipeliharapun sapi bakalan dari Australia.

Di Australia, sapi ternakan dikuasai hanya ratusan peternak besar dengan skala

kepemilikan puluhan ribu ekor per peternak. Ternak dipelihara di lahan pastura

puluhan ribuan hektar. Ini satu beda pokok.  Masih banyak beda lain yang

semuanya mengarah pada dayasaing peternakan sapi di Australia jauh lebih tinggi

daripada di Indonesia.

Di Australia pada bulan Juni 2013 harga daging sapi Rp 37.830 per kg, lebih

rendah ketimbang harga pada Desember 2012: Rp 42.195 per kg. Mungkin salah

satu penyebab penurunan harga itu dipicu kebijakan pemerintah Indonesia

membatasi impor daging sapi dan impor sapi.

Di Indonesia sebaliknya. Sejak November 2012, harga daging sapi naik hingga

menembus angka di atas Rp.100.000 per kg pada Juni 2013. Padahal, harga yang

wajar menurut beberapa peternak adalah Rp 75.000 per kg. Berdasarkan harga

itu, sangat jelas konsumen di Indonesia paling dirugikan. Idealnya konsumen

membeli daging dengan harga murah, tetapi peternak tetap untung. Kalau

membuat harga daging murah dengan bebas membuka keran impor daging dari

Australia, peternak yang buntung seperti kejadian pada tahun 2009 dan 2010. Jadi

itu cara yang tidak pas. Perlu dicari solusi agar terjadi keseimbangan yang

menguntungkan peternak sebagai produsen dan konsumen.

4.3. Faktor produksi

Produksi sapi di Indonesia memerlukan biaya yang lebih mahal daripada di

Australia. Jika di Indonesia peternak sapi cenderung menggunakan metode

tradisional dari mulai pencarian atau pembuatan pakan ternak semuanya

memerlukan tenaga kerja yang relatif banyak. Setidaknya jika akan menernakkan

100 ekor sapi di Indonesia memerlukan sekitar lebih dari 10 orang untuk dapat

Page 8: Ekin Kelompok 3

menghandle mulai dari pakan, pembersihan kandang, pembersihan sapi itu sendiri

dan lain sebagainya. Sehingga biaya produksi cenderung mahal tetapi harga

daging sapi lokal cenderung lebih mahal daripada daging impor yang

menyebabkan daging sapi lokal ini kurang laku dipasaran.

Sedangkan di Australia meskipun dapat dikatakan memiliki lahan yang

sama-sama besar dengan di Indonesia, akan tetapi teknologi yang digunakan lebih

canggih dengan yang ada di Indonesia. Faktor Produksi dengan minim kost

namun tinggi modal menyebabkan daging sapi Australia dijual lebih murah

bahkan ketika diimpor ke Indonesia, perbandingan harga dengan sapi lokal

Indonesia terbilang cukup signifikan, daging sapi Australia pada bulan Juni 2013

harga daging sapi Rp 37.830 per kg, lebih rendah ketimbang harga pada

Desember 2012: Rp 42.195 per kg. Sedangkan di Indonesia mencapai angka Rp.

100.000 per kg

5. Kesimpulan

Model perdagangan Heckscher-Ohlin menganalisa penyebab adanya

perbedaan produktivitas karena adanya perbedaan productivity of labor antar negara,

dan ditemukan bahwa tingginya biaya dalam faktor produksi namun dengan

kepimilikan modal yang rendah menyebabkan Produksi dengan kualitas dan kuantitas

yang tidak seimbang dengan harga yang ditetapkan, ketimpangan harga dengan

barang produksi tampak sangat nyata. Sebaliknya negara dengan kepemilikan modal

yang tinggi memiliki kemampuan untuk mengolah sumber daya dengan faktor

produksi yang memadai antara lain dengan teknologi dan rendah tenaga kerja,

sehingga biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak besar dan penetapan

harga pun sesuai dengan barang produksi yang dihasilkan bahkan cenderung lebih

murah dari harga rata – rata pasar. Analisa ini dapat dilihat secara empirik melalui

kasus pengimporan sapi yang dilakukan oleh Indonesia ke Australia, dimana

fenomena ini timbul karena harga sapi lokal melambung tinggi dan sulit untuk dicapai

masyarakat menengah yang membutuhkan, sementara sapi yang diimpor dari

Australia memiliki harga yang lebih murah sekaligus kualitas yang kurang lebih sama,

hal ini dikarenakan perbedaan faktor produksi yang dimiliki kedua negara antara

Indonesia dan Australia, yang mana proses produksi Indonesia masih menggunakan

teknik pengolahan yang Tradisional karena kepemilikan modal usaha dan anggaran

Page 9: Ekin Kelompok 3

pemerintah untuk komoditi sapi ini cenderung rendah, berbeda dengan Australia yang

memiliki kepimilikan modal yang tinggi yang didukung pemerintah baik dari pihak

swasta itu sendiri, maka dari itu biaya produksi yang dikeluarkan cenderung rendah

dan harga yang ditetapkan pun terjangkau.

Page 10: Ekin Kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1981. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE

h. Lindert, Peter dan Charles P. Kindleberger. 1995. Jakarta: Erlangga.

http://cybex.ipb.ac.id/index.php/artikel/detail/komoditas/123