Eka, Denden Sari Sumbawa.

10
1. MENYEMBUHKAN DENDEN SARI DI SUMBAWA - Sang Penghulu meminta Dang Hyang Nirartha mengobati Denden Sari. - Dang Hyang Nirartha membawa Denden Sari kembali ke Desa Mas. - Dang Hyang Nirartha menikahkannya Denden Sari dengan cucu beliau yang bernama Ida Ketut Buruan Manuaba. Diceritakan di Sumbawa ada seorang penghulu kaya . Ada salah satu putrinya yang baru berumur 6 tahun, dalam keadaan sakit. Ia sejak kecil tidak dihiraukan lantaran orangtuanya sibuk dengan kekayaan mereka. Sang penghulu mendengar bahwa Dang Hyang Nirartha yang bisa mengobati orang sakit ketika berada di Sumbawa. Tergerak hatinya untuk meminta pertolongan kepada sang pendeta. Setelah mendarat di pelabuhan beriktunya Dang Hyang Nirartha, setelah dari Tambora, Danghyang di jemput sang penghulu. Beliau diminta untuk menyembuhkan anak itu yang telah lama sakit. Beliau menyanggupi permintaan dari sang penghulu, dan mereka berangkat menuju rumah sang Penghulu. Beliau melihat dan memperhatikan anak itu dalam keadaan mengkhawatirkan sekali, nafasnya terengah- engah dan mukanya pucat pasi seperti mayat, tetapi rupanya amatlah cantik. Kemudian beliau menyentuh

Transcript of Eka, Denden Sari Sumbawa.

Page 1: Eka, Denden Sari Sumbawa.

1. MENYEMBUHKAN DENDEN SARI DI SUMBAWA

- Sang Penghulu meminta Dang Hyang Nirartha mengobati Denden Sari.

- Dang Hyang Nirartha membawa Denden Sari kembali ke Desa Mas.

- Dang Hyang Nirartha menikahkannya Denden Sari dengan cucu beliau yang

bernama Ida Ketut Buruan Manuaba.

Diceritakan di Sumbawa ada seorang penghulu kaya . Ada salah satu

putrinya yang baru berumur 6 tahun, dalam keadaan sakit. Ia sejak kecil tidak

dihiraukan lantaran orangtuanya sibuk dengan kekayaan mereka. Sang penghulu

mendengar bahwa Dang Hyang Nirartha yang bisa mengobati orang sakit ketika

berada di Sumbawa. Tergerak hatinya untuk meminta pertolongan kepada sang

pendeta.

Setelah mendarat di pelabuhan beriktunya Dang Hyang Nirartha, setelah

dari Tambora, Danghyang di jemput sang penghulu. Beliau diminta untuk

menyembuhkan anak itu yang telah lama sakit. Beliau menyanggupi permintaan

dari sang penghulu, dan mereka berangkat menuju rumah sang Penghulu.

Beliau melihat dan memperhatikan anak itu dalam keadaan

mengkhawatirkan sekali, nafasnya terengah-engah dan mukanya pucat pasi

seperti mayat, tetapi rupanya amatlah cantik. Kemudian beliau menyentuh

kening anak itu seraya diberikan bebayon (kekuatan gaib). Beberapa detik

kemudian anak itu tersenyum dengan wajah cerah,dan tampak sehat kembali.

Sang penghulu sangat senang dan mengabulkan permintaan dang hyang

untuk membawa anak itu ke Bali. Akhirnya Dang Hyang Nirartha membawa

anak tersebut kemudian di beri nama Denden Sari ke desa Mas. Setelah Denden

Sari meningkat gadis, Dang Hyang Dwijendra menikahkannya dengan cucu

beliau yang bernama Ida Ketut Buruan Manuaba. Yang kemudian melahirkan

putra- putra yang membentuk klan Manuaba.

Page 2: Eka, Denden Sari Sumbawa.

2.3 SETIBANYA DI BALI SETELAH DARI LOMBOK DAN SUMBAWA.

1. PENDIKSAAN ANAK-ANAKNYA DANGHYANG NIRARTHA

- Danghyang Nirartha berpamitan kepada Dalem Waturenggong untuk kembali

ke desa mas guna melakukan upacara pediksan kepada anak-anaknya.

- Setibanya didesa mas,pangeran mas dititahkan untuk mempersiapkan upacara

pediksan.

- Sri Aji Dalem Waturenggong datang diiring oleh para punggawa.

- Danghyang Nirartha memberi petuah kepada anak-anaknya setelah pediksan.

Pada Waisaka di bualn gelap, isaka 1455 kira-kira bulan april 1533

masehi. Nirartha kembali dari Sumbawa, dan mendarat di pelabuhan Kusamba

dan langsung menuju ibukota Gelgel ( perjalanan Danghyang Nirartha, hal

178,Dr. Soegianto Sastrodiwiryo).

Dalem Waturenggong pun datang menjeput Dang guru di pelabuhan

Kusamba. Dalem dan Dauh Bale Agung ketika itu berencana untuk menahan

Dang Hyang untuk tinggal di Gelgel. Karena masih “haus” akan pelajaran

agama, sehingga beliau harus tinggal lebih lama di Gelgel. Hampir setiap malam,

Dalem Waturenggong dan Dauh Bale Agung kemabali menerima pelajaran

tentang wacana dan Kalpasastra. Sampai suatu ketika Dang Hyang Nirartha

meminta keduanya untuk datang ke asrama beliau.

Dang Hyang Nirartha mempermaklumkan pada Dalem Waturenggong

bahwa beliau ingin kembali ke desa Mas. Terutama keinginan beliauutnuk

mempersiapkan kepergiannya kembali ke Siwa Loka. ” Hari pediksan itu akan

dilaksanakan pada tilem sasih kalima nanti. Jangan anak kecewa sepeninggalku.

Pilih antara empat anakku untuk menjadi pendeta kerajaan!” demikian nasihat

Mpu Dang Hyang. Dalem menyembah dengan khidmad. Setibanya Dang Hyang

di desa Mas, dititahkan Pangeran Mas mempersiapkan segala upakara untuk

upacara pediksan nanti. Diceritakan tepat pada hari pediksan itu Sri Aji Dalem

Waturenggong datang diiring oleh para punggawa, turut mempersaksikan upacara

suci itu. Sesudah upacara itu selesai, maka Mpu Dang Hyang memberikan nasihat

kepada putra-putranya, antara lain tentang kewajiban pendeta.

- 1. Tidak boleh minum tuak atau segala minuman beralkohol;

Page 3: Eka, Denden Sari Sumbawa.

- 2. Menghindari segala hal yang menyebabkan mabuk;

- 3. Tidak boleh makan daging sapi, karena ia sebagai ibu yang

memberikan susu kepada kita.

- 4. Tidak makan daging babi rumahan (peliharaan);

- 5. Tidak memakan daging ayam peliharaan;

- 6. Menghindari segala hal kotor, baik sekala maupun niskala;

- 7. Tidak boleh iri hati;

- 8. Tidak boleh mengambil istri orang lain dan berzina.

Demikianlah nasihat Mpu Dang Hyang kepada putra-putranya.

Selanjutnya beliau mengeluarkan seluruh harta kekayaan beliau, dan akan

dibagikan kepada semua putranya. Dalem Waturenggong turut

mempersaksikan peristiwa itu, diiringi oleh Sri Arya Kenceng, Pangeran Dauh

Baleagung beserta rakyatnya, dan Ki Pan Geleng pelayannya Ida Kidul.

Adapun harta yang dibagi yaitu : emas, perak, uang kepeng, permata mirah,

cincin, tegal sawah, lontar-lontar pustaka, alat pawedan (pemujaan

kependetaan), rakyat (panjak), dan lain sebagainya. Tempat membagi harta

beliau itu dilakukan di luar gria asramanya di Mas. Harta benda itu dibagi lima

(5) untuk enam orang putranya. Di luar gria itu diletakkan 5 buah balai

amanca desa (5 arah). Kemudian, Dalem mempersilakan keenam putra Dang

Hyang untuk mengambil warisan itu sesuai kehendak mereka.

- 1. Mpu Kulon mengambil emas, perak, uang kepeng, permata, surat

tegalan dan rakyat, akibatnya akan mempunyai keturunan banyak tapi

kurang pandai.

- 2. Mpu Lor mengambil surat tegal sawah, emas, perak, uang kepeng,

permata perhiasan, dan rakyat, akibatnya mempunyai keturunan banyak

tapi kurang pandai.

Page 4: Eka, Denden Sari Sumbawa.

- 3. Mpu Wetan mengambil surat tegal sawah, emas, perak, uang kepeng,

permata perhiasan, dan rakyat, akibatnya mempunyai keturunan banyak

tapi kurang pandai.

- 4. Ida Putu Sangsi dan Ida Putu Bindu mengambil satu bagian untuk

mereka berdua berupa sawah dan ladang, maknanya kepandaian kurang,

tapi banyak anak. Mpu Kidul tetap diam tak mengambil satupun.

Akhirnya setelah diperingatkan oleh Dalem, barulan beliau mengambil :

lontar pustaka, alat pawedan, 2 buah genta bernama Ki Brahmana dan Ki

Samprangan, pisau pengrupak bernama Ki Tamlang, keris bernama Ki

Sepak. Maknanya penuh kepandaian dan bakat, tapi sayang

keturunannya sedikit. Beliau mengangkat Bendesa Mas sebagai

pelayannya. Masih ada rakyat, seekor ayam kurungan, dan sebatang

pisau pengrupak. Mpu Kulon mengambil rakyat, Mpu Lor mengambil

ayam kurungan, dan Mpu Kidul mengambil pisau pengrupak. Setelah

selesai semuanya maka Dang Hyang berpamitan pada semuanya, sebab

beliau akan berangkat mencari tempat yang suci untuk kembali ke

Siwaloka. Putra-putranya semua menyembah dengan khusuk, demikian

pula Sri Aji Dalem Waturenggong dan Pangeran Dauh Baleagung, para

Arya dan rakyat yang hadir.

Demikianlah akhirnya Dang Hyang Dwijendra berjalan ke arah selatan

seorang diri, hanya membawa tempat pacanangan (tempat sirih). Beliau

mengembara seorang diri, namun pasti mengunjungi tempat-tempat suci tanpa

ada seorang pun yang tahu. Tapi pada suatu hari ada orang yang memberitahu

Pangeran Mas bahwa Dang Hyang sedang ada di penghulu sawah antara desa

Sumampan dengan Tengkulak, dilihat sedang menulis lontar. Beberapa hari

kemudian kebetulan hari Penampahan Kuningan. Bendesa Mas bersama

istrinya pergi ke tempat Dang Hyang dengan membawa makanan yang akan

dihaturkan kepada Mpu Dang Hyang.

Mpu Dang Hyang menerimanya dengan senang hati, lalu menyuruh

pangeran Mas untuk mencarikan bungkak untuk menyucikan makanan itu.

Setelah Dang Hyang meninggalkan tempat itu, maka tempat bekas beliau

bersantap setiap malam mengeluarkan sinar dan berbau harum, karena itu di

Page 5: Eka, Denden Sari Sumbawa.

sana didirikan pelinggih bernama Pura Pangajengan (pangajengan = tempat

makan).

2. PEMBICARAAN SPIRITUAL DENGAN BHATARA MASCETI DAN

PENYUNGSUNGNYA.

- Terjadi perbincangan antara Danghyang Nirartha dengan Bhatara Masceti,

yang mengusulkan membuat candi yang akan disungsung oleg jagat dan

sebuah gedong pelinggih Bhatara Masceti,

- Tepi laut Krobokan dan disana beliau melihat roh halus yang disebut Buto

Ijo.

- Buto Ijo kemudian diperintahkan oleh Dang Hyang untuk menjaga

pecanangannya di sana, dan daerah itu diberi nama Tegal Peti Tenget

- Oleh kepala desa juga dibangun pelinggih Bhatara Masceti. Pecanangan milik

beliau juga diperintahkan untuk disungsung agar memperoleh kesejahteraan

desa.

Diceritakan setelah itu Dang Hyang pergi ke pantai selatan Bali,

berjalan menuju desa Rangkung mendekati pelabuhan Masceti. Tiba di sana,

beliau merasakan dewa sedang mendekati beliau, maka timbullah semangat

untuk melakukan pemujaan di dalam pura Masceti. Ketika beliau

mengucapkan Weda Matram, tangan beliau dipegang oleh Betara

Masceti.“Tidak patut Dang Hyang menyembah seperti ini, karena sudah suci

menunggal kepada Sang Hyang Widhi. Apa sebab Dang Hyang masih di

dunia?” tanya Bhatara Masceti. “Saya masih menunggu saat turunnya

perintah dari Tuhan,” jawab Dang Hyang. “Kalau begitu,” ujar Bhatara

Masceti. “Marilah kita bersama-sama bercengkrama di daerah pinggir laut.”

Kemudian, karena kesaktian Bhatara Masceti, akhirnya mereka tiba di

pulau Serangan bagian barat laut. Seseorang melihat mereka serupa cahaya

merah dan kuning, lalu memberanikan diri mendekat. Dilihatnya Mpu Dang

Hyang sedang bercakap-cakap dengan Bhatara Masceti, lalu dia berkata. “Mpu

Dang Hyang, tinggallah dulu di sini, sebab hamba akan memuja Sesuhunan.”

“Baiklah,” jawab Mpu Dang Hyang. “Buatlah di sini sebuah candi yang akan

disungsung oleg jagat dan buat pula sebuah gedong pelinggih Bhatara

Page 6: Eka, Denden Sari Sumbawa.

Masceti, karena beliau iring Bapak sampai ke sini!” Dang Hyang

melanjutkan pembicaraannya dengan Bhatara Masceti, tiba-tiba telah sampai

mereka di tepi laut Krobokan.

Dari sana Mpu Dang Hyang melihat tanjung Uluwatu sebagai perahu

hendak berlayar memuat orang-orang suci menuju surga. “Dang Hyang,

maafkan saya. Saya mohon diri di sini,” demikian kata Bhatara Masceti lalu

menggaib. Dang Hyang Dwijendra berjalan menuju Uluwatu, pecanangannya

diletakkan. Ketika itu beliau melihat ada orang halus bersembunyi di semak-

semak karena takut melihat perbawa Dang Hyang yang suci itu. Makhluk

halus itu adalah Buto Ijo. Buto Ijo kemudian diperintahkan oleh Dang Hyang

untuk menjaga pecanangannya di sana, kalau ada yang hendak merusak daerah

itu, Buto Ijo ditugaskan untuk melawan dan daerah itu diberi nama Tegal Peti

Tenget.

Dang Hyang Nirartha terus menuju Uluwatu. Setelah tiba di sana,

tidak terperikan senang hati beliau, karena tempat itu sunyi dan hening, di sana

beliau mengheningkan cipta, menunggu panggilan Tuhan untuk ngeluhur.

Pada suatu hari datang kepala desa Krobokan bersama beberapa orang

menghadap Mpu Dang Hyang. Ia bercerita mengenai orang-orang yang sakit

dan tidak bisa diobati setelah datang ke tegal (Peti tenget) tersebut. Lalu Dang

Hyang memberitahu bahwa pecanangan beliau ada di sana karena beliau tidak

memerlukannya lagi, dan dijaga ketat oleh Buto Ijo. Dang Hyang kemudian

memerintahkan agar di sana dibangun sebuah kahyangan pelinggih Bhatara

Masceti. Pecanangan milik beliau juga diperintahkan untuk disungsung agar

memperoleh kesejahteraan desa.

Pada hari pujawali, Buto Ijo harus diberi cecaruan, berupa nasi

segehan atanding, ikannya jejeron, babi mentah, segehan agung, lengkap

dengan tetabuh tuak arak. Kelihan Krobokan berpamitan, kemudian di Tegal

Peti Tenget kemudian dibangun sebuah pura bernama Pura Peti Tenget.