efusi pleura word.docx
-
Upload
wiriana-ana -
Category
Documents
-
view
48 -
download
4
Transcript of efusi pleura word.docx
RSU Dr. Pirngadi Medan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pleura adalah membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
viseralis dan pleura parietalis. Rongga pleura dalam keadaan normal berisi
sekitar 10 – 20 ml cairan yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak
dengan leluasa saat bernapas. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan
menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan
viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi
kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di
paru atau organ luar paru. Hal pathogenesis seperti inilah yang disebut dengan
efusi pleura, yang bisa berupa hidrothoraks, pleuritis eksudativa, kilothoraks,
piothoraks atau empiema1.
Efusi pleura berupa eksudat atau transudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif.
Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati
dan ginjal atu penekanan tumor pada vena kava.Sedangkan eksudat terjadi
sekunder dari peradangan atau keganasan pleura dan peningkatan permeabilitas
kapiler atau gangguan absorpsi getah bening2.
Menurut WHO pada tahun 2008, efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat
terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Menurut Depkes RI pada tahun 2006, kasus efusi pleura mencapai 2,7%
dari penyakit infeksi saluran nafas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura
1 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini
dan angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan faktor resiko
terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang tidak
baik.4 Di Indonesia, tuberculosis paru adalah penyebab utama efusi pleura,
disusul dengan keganasan. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura
didapatkan lebih banyak pada wanita daripada pria.
2 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Pleura adalah
membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Dimana antara
pleura yg membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dr interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :
• Pleura Visceralis/ Pulmonis
Pleura yg langsung melekat pd permukaan pulmo, terletak di sebelah dalam
• Pleura Parietalis
Bagian pleura yg berbatasan dg dinding thorax, terletak di sebelah luar
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh
darah dan limfe. Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus
menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal.
Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh
limfe dan kembali kedarah. Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura
parietalis melampau batas pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.
3 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm,
berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5
gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah
kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah
merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/mL, terdiri atas makrofag
(75%), limfosit (23%), eritrosit dan mesotel bebas. Cairan pleura normal
mengandung protein sebanyak 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan
pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar
protein serum, tetapi kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih
tinggi di dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25%
lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium
lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9% sehingga pH cairan
pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur
melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara
dengan plasma.
Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler
di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal.
4 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Senyawa-senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga
pleura melalui penyaliran limfatik ini. Menurut Stewart (1963), nilai rerata aliran
limfatik dari satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat badan/jam pada tujuh
orang normal. Dalam kedua penelitian ini, variabilitas yang mencolok dijumpai
antar-pasien. Peningkatan volume tidal maupun frekuensi napas meningkatkan
eliminasi limfatik pleura. Kapasitas eliminasi limfatik pleura secara umum 20 – 28
kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan pleura.
2.2. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah adanya cairan patologis dalam rongga pleura. Perlu
diingat bahwa pada orang normal, rongga pleura juga selalu berisi cairan yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis,
sehingga gerakan paru (menggembang dan mengecil) dapat berjalan mulus.
Cairan fisiologis ini di sekresi oleh pleura parietalis dan di absorbsi oleh pleura
viseralis. Dalam keadaan normal, cairan fisiologis dalam rongga pleura ini
berkisar antara kurang dari 1 ml – 20 ml.
2.3. Epidemiologi
Efusi pleura cukup banyak dijumpai. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
tahun 1984 efusi pleura menduduki peringkat ke 3 dari 10 penyakit terbanyak . di
indonesia, tuberkulosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura didapatkan lebih
banyak pada wanita dari pada pria. Efusi pleura didapatkan oleh tuberkulosis
paru lebih banyak dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur terbanyak untuk
efusi pleura karena tuberkulosis adalah 21 – 30 tahun (rerata 30,26%).
5 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
2.4. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat, dan hemoragi.
1. Transudat dapat disebabkan oleh
a. kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
b. sindrom nefrotik,
c. asistes (oleh karena sirosis hepatic),
d. sindrom vena cava superior,
e. sindrom meigs
2. Eksudat disebabkan oleh
a. Infeksi, TB, Pneumonia,
b. Tumor
c. Infark paru,
d. Radiasi
e. Penyakit kolagen.
3. Efusi Hemoragi dapat disebabkan oleh
a. Tumor
b. Trauma
c. infark paru
d. tuberculosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral
dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral seringkali ditemukan pada:
1. kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik
2. asites,
3. infrak paru,
6 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
4. lupus eritematosus sistemis,
5. tumor
6. tuberkulosis
2.5. Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1 – 20 ml. cairan
dirongga pleura jamlahnya tatep karena ada kseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
perietelis sebesar 9 mg H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viseralis 10 cm
H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila :
1. Tekanan osmotic koloid menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi.
2. Terjadi peningkatan :
pemeabilitas kapiler (keradangan neoplasma)
tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / Vena
pulmonalis (kegagalan jantung kiri)
tekanan negatif intra pleura (atelektasis).
7 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
GAMBAR: TERJADINYA CAIRAN PLEURA
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi jika:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum
Starling.Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung
kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
8 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe
2.6. Diagnosis
1. Anamnesa
Keluhan utama penderita adalah timbulnya nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring
ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang
sehat disertai batuk-batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak
napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani, semakin banyak cairan, paru disisi yang sakit
semakin tampak tertinggal pada pernapasan (perlu diperhatikan bahwa keadaan
ini juga dapat disebabkan oleh timbulnya rasa nyeri). Fremitus akan melemah
(semakin banyak cairan, fremitus semakin lemah), bahkan pada efusi yang berat
fremitus mungkin sama sekali tak terasa. Bila banyak seklai cairan di rongga
pleura, akan tampak sela-selan iga menonjol atau konveks. Pada perkusi, di
daerah yang ada cairannya akan terdengar suara redup sampai pekak, semakin
banyak cairan, semakin pekaklah bunyi perfusi. Sebagaimana dapat diperkirakan,
suara napas akan melemah (cairan sedikit) sampai menghilang sama sekali
(cairan banyak), karena paru sama sekali tidak dapat berekspansi lagi. Pada efusi
murni suara tambahan (ronkhi dan sebagainya) tidak ada, karena parenkim paru
sendiri tetap normal. Adanya ronkhi menunjukan bahwa, disamping ada cairan,
paru sendiri juga mengalami perubahan patologis. Kalaupun ada ronkhi hanya
akan terdengar dengan intensitas suara yang rendah karena adanya bantalan
cairan. Tentunya semakin banyak cairan, ronkhi yang bagaimanapun juga
kasarnya tak akan terdengar lagi.
9 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Foto Toraks (X-Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam
paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan
bebas dlam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan
foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi
gravitas.
Cairan dalan pleura bisa juga tidak membentuk kurva, kerna
terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah
paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini
dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus
sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan
udara dalam lambung, ini cenderung menunjukan efusi subpulmonik. Begitu juga
dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terluhat sebagai
bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk
jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran
perubahan efusi tersebut menjadi nyata.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru
(biasanya lubus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus, bisa juga mnegumpul didaerah paramediastinal dan terlihat
dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapar secara paralel dengan
sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.
Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat
adalah sebagai bayangan dengan densitas keras diatas diagfragma, keadaan ini
sulit dibedakan dengan tumor paru.
10 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Hal lain yang dapat dilihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorong ke mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping
itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yaitu bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya
densitas perenkim yang lebih keras pada [neumonia atau abses paru.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sngat membantu sebagai
menuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang
terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan/ dada dapat membantu. Adanya perbedaan
densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena
biayanya masih mahal.
B. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500cc pada setiap kali
aspirasi. Aspirasi sebaiknya dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dpat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru
akut. Edema paru dapar terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebelumnya belum diketahui betul, tetapi diperkirakan karena
adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotorak (ini yang paling sering
udara masuk melalui jarum), hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi.
Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara
11 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk
mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher,
sehingga udara tersebut dapat terperangkap diatrium kanan. Menegakan
diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan :
Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan.
Bila agak kemerahh-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini
menunjukan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukan adanya abses
karena amuba.
1. Analisa cairan pleura :
-Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : Kuning, kuning kehijauan
- Kilothoraks : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : Berbau busuk
- Mesotelioma maligna : Sangat kental dan berdarah
2. Biokimia.
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksan juga cairan
pleura :
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
artritis reumatoid dan neoplasma.
Kadar glukosa < 30 mg /100cc : pleuritis rheumatoid
< 60 mg / 100cc : TB, keganasan atau pada empiema.
Penurunan kadar glukosa disebabkan oleh :
- Glikolisis ekstraseluler
- Ganguan difusi karena kerusakan pleura
12 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastisis
adenokarsinoma.
Enzim lain :
- Kadar LDH 200 IU dijumpai pada eksudat
- Kadar ADA (Adenosin Diaminase) > 50 IU oleh karena tuberkulosis
pH dan PCO2
Apabila pada analisis cairan pleura didapatkan pH rendah dan PCO2 tinggi
biasanya disebabkan tuberculosis. Apabila pH 7,29 keganasan dapat
disingkirkan.
Transudat.
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainya.
Biasanya hal ini tedapat pada :
a) meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) sindrom nefrotik
c) obstruksi vena cava superior
d) asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek daifragma atau
masuk melalui saluran getah bening)
e) sindrom meig ( asites denga tumor ovarium )
f) efek tindakan dialisis peritoneal
g) Ex vacuo effusion, karena ada pneumotoraks, tekanan intra pleura
menjadi sub-atmosfir sehingga terdapat pembentukan transudat.
13 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Eksudat.
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadi perubahan permeabilitas membran adlah karena
adanya peradangan pada pleura : infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein
yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakn berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi proten cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Tabel 1. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
Jenis Pemeriksaan Transudat Eksudat
Rivalta -/ + -
Berat Jenis <1,016 >1,016
Protein <3gr/100cc >3gr/100cc
Ratio protein pleura
dan protein serum
<0,5 >0,5
LDH <200IU >200IU
Rasio LDH Cairan pleura
dengan LDH Serum
< 0,6 0,6
Leukosit <1000/mm3 >1000/mm3
3. Sitologi
Pemeriksan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu.
Sel Leukosit 25.000/mm3 : Empiema
Sel neurofil : menunjukan adanya infeksi akut seperti pneumonia, infark
paru, pankreatitis, tuberkulosis
14 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Sel limfosit : menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma maligma.
Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
Sel mesotel maligma : pada mesotelioma.
Sel-sel besar dengan banyak inti : pada atritis reumatoid.
Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik.
Sel maligna : pada paru/metastase
Sel Eritrosit
Bila eritrosit di dalam cairan pleura meningkat antara 5.000-10.000
/mm3 , cairan tampak hemoragis. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan,
pankreatitis, atau pneumonia. Bila eritrosit lebih dari 100.000 /mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
4. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering
ditemukan dalam cairab pleura adalah : pneumokokokus, E. Coli, klebsiela,
pseudomonas, enterobakter. Pleuritis tuberkulosa, biarkan cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukan yang positif sampai 20%-30%.
C. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menujukan 50%-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor
pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumonia, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
15 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Pendekatan Pada Efusi Yang Tidak Terdiagnosis
Analisa terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang
tidak dapat menegakan diagnosis. Dianjukan aspirasi dan analaisisnya diulang
kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dlam waktu 4
minggu dan kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang
kebali.
Jika fasilitas memungkinkan dpat dilakukan pemeriksaan tambahan.
Torakoskopi , pada kasus-kasus neoplasma atau tuberkulosis pleura.
Cara : Dilakukan sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil
terjadinya pneumotoraks) cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan
supaya dapat melihat kedua pleura.
2.7. Diagnosis Banding
1. Tumor paru
2. Schwarte atau penebalan pleura
3. Atelektasis lobus bawah
4. Diafragma letak tinggi
2.8. Penatalaksanaan
Pengelolaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (Torakosentesis)
Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah :
a) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga plera.
b) Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c) Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
16 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Kerugian :
a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) Dapat terjadi pneumothoraks
Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan
udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a) Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b) Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca
bedah toraks
c) Torakotomi
d) Efusi pleura
e) Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
a) Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b) Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c) Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
d) Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
Pleurodesis
a. Dilakukan pada efusi pleura maligna yang tidak dapat di kontrol atau
pada efusi yang terus menerus terjadi setelah dilakukan thorakosintesis
berulang.
b. Obat-obatan yang dipakai untuk pleurodesis antara lain tetrasiklin HCL
(derivat-derivatnya yang berreaksi asam (HCL) misalnya : teramisin HCL
17 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
doksisiklin HCL), bleomisin, fluorourasil dan talk, larutan glukosa 40 %.
Bleomisin dan fluorourasil dipakai pada efusi pleura maligna.
Efusi pleura transudat
Cairan tidak begitu banyak.
Terapinya :
a) Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang meningkat, pemberian
diuretika dapat menolong.
b) Bila disebabkan oleh tekanan osmotik yang menurun sebaiknya diberikan
protein.
c) Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan
berulang dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.
Efusi pleura eksudat
Efusi Parapneumonik yaitu efusi yang terjadi setelah keradangan paru
(pneumonia).
a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia.
b. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang
adekuat untuk penyakit dasarnya.
c. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD
d. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi
(jaringan fibrotik yang menempel pada pleura diambil /dikupas).
Efusi pleura maligna
a. Pengobatan ditujuakan pada penyebab utama atau pada penyakit primer
dengan cara radiasi atau kemoterapi.
b. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter toraks dengan
WSD.
18 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Kilotoraks
Cairan pleura berupa kilus yang terjadi karena kebocoran akibat
penyumbatan saluaran limfe duktus torasikus di rongga dada. Tindakan yang
dilakukan bersifat konsevatif :
a. Torakosintesis 2-3 kali. Bila tidak berhasil, dipasang kateter toraks
dengan WSD.
b. Tindakan yang paling baik
2.9 Prognosis
Dengan semakin majunya ilmu kedokteran, dunia farmasi dan teknologi
kedokteran pada umumnya prognosis efusi pleura adalah baik, tentunya, kecuali
bila penyakit dasarnya adalah keganasan.
2.10 Pencegahan
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang
dapat menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita kerumah sakit yang lebih
lengkap bila diagnosis kausal belum dapat di tegakkan. Tindakan yang dapat di
lakukan untuk menentukan dan mengobati penyakit dasarnya misalnya, biopsi
pleura, bronkoskopi, thorakotomi, thorakoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
19 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
- Sudoyo, W.Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid
III,Interna Publishing, Jakarta, 2009
- Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. 2012, hal 281-295
- Alsagaf, Hood,dkk. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya. 2009, hal 143-160.
- Porcel,Jose. 2006. Diagnostic Approach to Pleural Effusion in Adults.
American Family Physician volume 73, 1212-1220
BAB 3
LAPORAN KASUS
20 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
Anamnesa Pribadi
Nama : Asnahyati Lubis
MR : 86.45.96
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/ Agama : Islam
Alamat : Jl. Bersama Gg. Karya NO 09, Tembung, Medan
Suku : Batak
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
- Hal ini telah dialami Os sejak ± 1 bulan SMRS. Sesak memberat dalam 1
minggu ini. Hal ini timbul secara perlahan dan dirasakan semakin lama
semakin sesak. Sesak bersifat hilang timbul, sesak nafas tidak berhubungan
dengan aktivitas dan cuaca, riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal tidak
dijumpai, riwayat terbangun tengah malam karena sesak tidak dijumpai. Os
merasa nyaman tidur miring ke kiri.
- Riwayat kaki bengkak tidak dijumpai.
- Demam dialami Os ± 2 minggu ini, demam bersifat tidak tinggi, menggigil
tidak dijumpai.
- Os juga mengeluh Batuk. Batuk dialami os sejak 1 bulan ini, batuk dirasakan
hilang timbul, batuk berdahak, volume dahak ± ¼ sendok makan per kali
batuk, warna hijau kekuningan, riwayat batuk darah tidak dijumpai. Riwayat
merokok tidak dijumpai, Riwayat sering berkeringat malam tidak jelas.
- Nafsu makan os juga turun. Selama 6 bulan ini os merasakan berat badan os
turun hingga ± 10 kg.
21 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
- Muka pucat dijumpai pada os sejak ± 1 bulan ini. Riwayat perdarahan tidak
dijumpai, keluhan ini disertai rasa lemas dan hoyong. Riwayat transfusi darah
sebelumnya tidak dijumpai.
- BAB (+) normal BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
- Os menderita TB Paru pada tahun 2012 dan mengkonsumsi OAT selama 2
bulan namun tidak tuntas.
- Riwayat penyakit kencing manis dijumpai ± 5 tahun yang lalu dengan nilai
tertinggi 400mg/dl.
Riwayat Pemakaian Obat:
- Os sudah pernah makan OAT Tahun 2012 selama 2 bulan dan berhenti
karena sakit kepala dan telinga berdenging. Saat ini Os sedang
mengkonsumsi OAT jalan 4 bulan.
- Os juga mengkonsumsi metformin dalam 5 tahun ini. Namun os tidak
teratur dalam minum obat dan jarang kontrol ke dokter.
VITAL SIGN (STATUS PRESENS)
Keadaan Umum : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernapasan : 32 x/i
Suhu : 37,6 C⁰
Ikterus : (-/-)
Anemis : (+/+)
Sianosis : (-/-)
Dyspnoe : (+/+)
Oedema : (-/-)
BB : 40 kg
22 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
TB : 157 kg
IMT : 16,2 kg/m2
Kesan : Underweight
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
- Mata : Konjungtiva palperbra inferior anemis (+/+), Sklera
ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+), Pupil isokor
- T/H/M : Dalam batas normal
- Leher : Trakea medial, pembesaran KGB (-), TVJ R-2 cmH2O
Thoraks Depan
o Inspeksi : Simetris fusiformis
o Palpasi : Stem fremitus dekstra > sinistra. Kesan : Stem
fremitus melemah pada lapangan paru sinistra
o Perkusi : Sonor memendek pada lapangan atas paru dekstra
dan redup sampai menghilang pada lapangan paru sinistra
o Auskultasi : SP: Bronkial pada lapangan atas paru dekstra dan
melemah pada lapangan paru sinistra ; ST: ronkhi basah pada
lapangan paru dekstra
- Batas Paru Hati
o Batas paru hepar relative: ICR V
o Batas paru hepar absolute: ICR IV
- Batas Jantung
o Batas jantung atas: ICR III Sinistra
o Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
o Batas jantung kiri: sulit dinilai
- Jantung : HR: 100 x/i, regular, gallop (-), murmur (-), suara katup
M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>P2
Thoraks Belakang
- Inspeksi : Simetris fusiformis
23 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
- Palpasi : Stem fremitus dekstra > sinistra. Kesan : Stem fremitus
melemah pada lapangan paru sinistra
- Perkusi : Sonor memendek pada lapangan atas paru dekstra dan
redup sampai menghilang pada lapangan paru sinistra
- Auskultasi : SP: Bronkial pada lapangan atas paru dekstra dan
melemah pada lapangan paru sinistra ; ST: ronkhi basah pada lapangan
paru dekstra
Abdomen
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tidak teraba pembesaran, Nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Tymphani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Genitalia : Tidak dijumpai kelainan
Ekstremitas Superior : Oedema (-)
Ekstremitas Inferior : Oedema (-)
PEMERIKSAAN LAB DARI IGD RSP MEDAN (07/04/2015)
Darah Lengkap:
Hb: 6,20 g/dl (13,2-17,7); Leukosit: 15.700/mm3 (4.500-11.000),
Ht: 15,80% (43-49); Trombosit: 530.000/mm3 (150.000-450.000), MCV: 58,10 fL
(85-95); MCH: 14,30ρg (28-32); MCHC: 24,70 (33-35)g/dl;
Kesan : Anemia hipokrom mikrositer
KGD Ad random : 256 mg dl
FOTO THORAX:
Tampak perselubungan homogen pada lap atas paru kiri, infiltrat paru kanan
Kesimpulan : TB paru dengan effusi masif pleura kiri
24 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
DIAGNOSIS BANDING:
Efusi pleura ec TB Paru dd Fibrosis Paru dd Tumor paru + TB Paru dengan
infeksi sekunder + Anemia ec Penyakit kronis dd Def. Besi dd Perdarahan + DM
Tipe II
DIAGNOSIS SEMENTARA:
Efusi pleura ec TB Paru + TB Paru dengan infeksi sekunder + Anemia ec
Penyakit kronis + DM Tipe II
TERAPI:
- Bed Rest
- Diet MB
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj Streptomisin 750 mg/24jam/IM
- Rifampisin 450 mg tab 1 x 1
- Isoniazid 300 mg tab 1 x 1
- Pyrazinamid 500 mg tab 2 x 1
- Etambutol 750 mg tab 1 x 1
- GG tab 3 x 1
- Vit B6 1 x 1
- Transfusi 4 kantong PRC @ 125 cc
25 | E f u s i P l e u r a
RSU Dr. Pirngadi Medan
26 | E f u s i P l e u r a