Efusi pleura

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. 1 Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. 2,3 1

description

efusi pleura ec tumor paru

Transcript of Efusi pleura

Page 1: Efusi pleura

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan

melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis

dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura

hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat

menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,

keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru,

serta gagal jantung kongestif. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama

disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia

bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia,

lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1

Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan

pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker

payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada

sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5%

kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan

sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.2,3

Tumor paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan

penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Untuk menegakkan diagnosis

dari tumor paru, dibutuhkan keterampilan dan juga sarana yang tidak sederhana

serta melibatkan berbagai pendekatan multidisiplin kedokteran. Dalam

menegakkan diagnosis tumor paru, dibutuhkan kerjasama antara ahli paru dengan

ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks

serta berbagai bidang disiplin ilmu lainnya.4

Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh

kanker, baik pada pria maupun wanita yang ada di dunia.Prevalensi kanker paru

menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara

pada wanita. Belakangan ini kanker paru telah melebihi penyakit jantung sebagai

penyebab utama mortalitas oleh akibat merokok.Kebanyakan kanker paru

didiagnosa pada stadium lanjut sehingga memperburuk prognosisnya.Setiap tahun

1

Page 2: Efusi pleura

ada lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan angka kematian

1,1 juta setiap tahunnya. Kanker paru menjadi penyebab utama kematian dalam

penyakit-penyakit golongan kanker. Bahkan kanker jenis ini bertanggung jawab

atas 18,7% kematian oleh akibat kanker.5

2

Page 3: Efusi pleura

BAB IILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. H

Umur : 47 tahun

Alamat : Garot Durung, Aceh Besar

Agama : Islam

Status : Menikah

CM : 0-97-23-70

Tanggal Masuk : 26 Oktober 2015

Tanggal Pemeriksaan : 12 November 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD rumah sakit umum zainal Abidin dengan keluhan

sesak napas yang dialami sejak 2 bulan yang lalu dan keluhan ini memberat 3 hari

SMRS. Keluhan sesak napas ini memberat dengan aktivitas. Pasien juga

mengalami keluhan batuk tidak berdahak sejak 2 bulan SMRS, riwayat batuk

darah tidak ada. Pasien juga mengalami nyeri pada dada kanan sejak 1 bulan

SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke punggung. Riwayat

penurunan berat badan yang progresif dan penurunan nafsu makan. Riwayat

demam tidak ada. Riwayat OAT tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Penyakit yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini disangkal.

Riwayat Diabetes Melitus, penyakit jantung, dan asma disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat :

Riwayat OAT disangkal

3

Page 4: Efusi pleura

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien.

Riwayat DM dan hipertensi disangkal.

3.3 Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Sakit sedangKesadaran : Kompos mentisTekanan darah : 90/60 mmHgFrekuensi nadi : 98 kali/menit, regular,kuat angkat, isi penuhFrekuensi nafas : 26 kali/menit, regular

Suhu : 36,8° C

3.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-),

Kepala : rambut hitam,distribusi merata, sukar dicabut

Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya

langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupilisokor

Φ3 mm/3 mm

Telinga : kesan normotia

Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut :mukosa kering (-),sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil

hiperemis (-/-),

Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-).

4

Page 5: Efusi pleura

Thorak anterior

Pemeriksaa

n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : Normochest

Dinamis : Normochest

Palpasi

Atas

Tengah

Bawah

Fremitus taktil menurun,nyeri

tekan (-)

Fremitus taktil menurun , nyeri

tekan (-)

Fremitus taktil menurun nyeri

tekan (-)

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

Fremitus taktil normal, nyeri

tekan (-)

Perkusi

Atas

Tengah

Bawah

Sonor

Redup

Redup

sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengah

Bawah

Vesikuler (+), rhonki

(-),wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler melemah(+), rhonki

(+), wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki (-),

wheezing (-)

5

Page 6: Efusi pleura

Thoraks posterior

Pemeriksaan

Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : Normochest

Dinamis : Normochest

Palpasi

Atas

Tengah

Bawah

Fremitus taktil/vocal: normal,

nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: normal,

nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal:

menurun, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal:

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal:

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal:

normal, nyeri tekan (-)

Perkusi

Atas

Tengah

Bawah

Sonor

Redup

Redup

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (+),

wheezing (-)

Vesikuler melemah (+), rhonki

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

6

Page 7: Efusi pleura

(+),

wheezing (-)

Jantung

Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik (4 x dalam 1 menit)

Ekstremitas :

Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), akral dingin (-/-), CRT

<2”

Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), akral dingin (-/-), CRT

<2”

7

Page 8: Efusi pleura

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

26 Oktober 2015

Hemoglobin 14 12-15g/dlHematokrit 41 37-47 %

Eritrosit 4,8 4,2-5,4. 103/mm3

Leukosit 5,3 4,5-10,5. 103/mm3

Trombosit 270 150-450. 103/mm3

EosinofilBasofil

N. BatangN. SegmenLimfositMonosit

000*57329

0-6 %0-2%2-6%

50-70%20-40%2-8%

Waktu PerdarahanWaktu Pembekuan

27

1-7 menit5-15 menit

Natrium

Kalium

Clorida

142

3,1*

100

35-145 mmol/L

3,5-4,5 mmol/L

90-110 mmol/L

Glukosa Darah Sewaktu 91 <200 mg/dl

Ureum

Creatinin

15

0,50

13-43 mg/dl

0,51-0,95 mg/dl

8

Page 9: Efusi pleura

b) Foto Thorax

c) Sputum BTA

2/11/2015

Hasil Pemeriksaan BTA sputum

Sewaktu Negatif

Pagi Negatif

Sewaktu Negatif

9

Foto thorax 9 Oktober 2015 Efusi pleura kanan Paru kiri normal Trakea di midline Jantung tidak

membesar Aorta dan hilus

normal

Foto thorax 28 Oktober 2015 Cor: Batas jantung kanan tertutup perselubunganPulmo: Tak tampak infiltrat. Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tajam. Tampak terpasang WSD pada hemitoraks kanan.Kesimpulan:Efusi pleura kanan

Page 10: Efusi pleura

d) Kultur mikroorganisme cairan pleura

Tanggal: 2/11/2015

Hasil: Tidak ada pertumbuhan bakteri

e) Analisis Cairan Pleura

Makroskopis: kuning, encer

Mikroskopis: hapusan cairan yang telah disentrifuse tampak sebaran dan

kelompok sel-sel berbentuk bulat, pleomorfik, inti hiperkromatik dan N/C

ratio bertambah sebagian membentuk asiner. Latar belakang smear sel-sel

darah merah.

Kesimpulan: suatu metastasis adenocarcinoma

3.6.1 Diagnosis Banding

Efusi pleura masif ec dd 1) keganasan

2) pleuropneumonia

3) susp. TB paru

3.7 Diagnosis

Efusi pleura masif ec adenocarcinoma paru kanan T3NM1a stage IV PS 2

3.8 Tatalaksana

IVFD RL 20 gtt/ menit

Inj. Cefotaxime 1 gram / 12 jam

Coditam 3x1 tab

Ketorolac 3% /8 jam

3.9 Tindakan

Pemasangan WSD

3.10 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

10

Page 11: Efusi pleura

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Efusi Pleura

3.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga

dada yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura

viseral menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal

melekat di dinding dada bagian dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini

dipisahkan oleh rongga kedap udara yang berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan

pleura bersatu didaerah hilus dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama

bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara

histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh

darah kapiler dan pembuluh getah bening.(6)

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan.

Luas permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan

berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura

kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik,

pleura servikal sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di

belakang otot-otot sternokleidomastoideus, dan pleura mediastinal yang

membungkus organ-organ mediastinum.(7)

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik

11

Page 12: Efusi pleura

sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol

interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui

stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.(7)

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan

napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan

mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Rongga pleura terisi

cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru, saluran limfatik

intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum. Jumlah cairan

pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di pleura

parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawa-

senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura

melalui penyaliran limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan

memiliki nilai aliran limfatik dari masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20

mL/jam atau 500 mL/hari.(7)

3.1.2. Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di

dalam rongga pleura. (8)

3.1.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di

negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi

penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara

laki-laki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan

seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada perempuan.Efusi pleura

ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara dan ginekologi.

Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering

terjadi pada wanita dibanding pria.(8)

3.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko (8)

Gagal jantung kongestif

Sirosis hati

Sindrom nefrotik

12

Page 13: Efusi pleura

Dialisis peritoneum

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan

Perikarditis konstriktiva

Keganasan

Atelektasis paru

Pneumotoraks.

TB paru

3.4.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara

cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura

dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini

terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial

submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.

Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura

dapat berupa transudat atau eksudat.(8)

Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses

radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi

empiema / piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura

dapat menyebabkan hemotoraks. Efusi cairan yang berupa transudat terjadi

apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik

menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan

melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada : (8)

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intrapleura

Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal

jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,

hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan,

atelektasis paru dan pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses

peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura

meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan

13

Page 14: Efusi pleura

terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa

yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, jamur,

pneumonia atipik, keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus,

pleuritis reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis,

pleuritis uremia dan akibat radiasi. (8)

Patofisiologi terjadinya efusi pleura akibat keganasan masih belum jelas

tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme tersebut.

Efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui:

1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.

2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.

3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.

4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura

meningkat.

5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.

3.4.6 Klasifikasi (8)

1. Transudat

Filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh terjadi

jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural

terganggu à ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.

Biasanya hal ini terdapat pada:

Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

– Gagal jantung kiri (terbanyak)  Sindrom nefrotik

– Obstruksi vena cava superior

– Asites pada sirosis hati

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran

14

Page 15: Efusi pleura

kapiler yang permeabel abnormal dan berisi protein transudat à akibat inflamasi

oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural. Penyakit yang

menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada

pleura,infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan

ikat/kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

3.4.7 Tatalaksana

Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri

dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis

pleura, dan mencegah kekambuhan. (8)

a) Aspirasi cairan pleura

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun terapeutik. Berikut ini cara melakukan torakosentesis :

Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di

atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam posisi

tidur terlentang.

Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di

daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di

bawah batas suara sonor dan redup.

Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan

jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada

sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu

kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau

edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang

terlalu cepat.

Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan

pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage

(WSD). Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih

dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru

secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-

tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang

15

Page 16: Efusi pleura

berat, dan hipotensi.

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat

namun aman dan sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:

WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang.

Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto toraks. Selang toraks

dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah

mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat

pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi

maksimum.

Indikasi pemasangan WSD:

- Hemotoraks, efusi pleura

- Pneumotoraks > 25 %

- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontraindikasi pemasangan WSD:

- Infeksi pada tempat pemasangan

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

i. Pleurodesis

Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura

parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam

rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis

merupakan penanganan terpilih pada efusi keganasan. Bahan kimia yang lazim

digunakan adalah sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-

fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan

sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan

selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD.

Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan

rongga pleura sehingga mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga

tersebut. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin.

16

Page 17: Efusi pleura

Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena

efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu

keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang

lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua

pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma

atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan

pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.

3.2 Tumor Paru

3.2.1 Definisi

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas

atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang

tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses

keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan

pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang

ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.(9)

3.2.2 Epidemiologi

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar

20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13

orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1

dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun.

Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat

adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker.(5)

Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki

dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa

insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada

usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72

pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga

dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang

bervariasi di seluruh dunia.(5)

Di Indonesia data epidemiologi belum ada.Di Rumah Sakit Persahabatan

jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan.Kekerapan kanker

17

Page 18: Efusi pleura

paru di rumah sakit itu merupakan 0.06% dari jumlah seluruh penderita rawat

jalan dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap. (10)

3.2.3 Etiologi dan faktor risiko

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru

belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain

seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.

A. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling

penting, yaitu 85% dari seluruh kasus.Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan

kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian

kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang

rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti

merokok. (11)

B. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,

atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang

tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap

dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.(11)

C. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi

pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian akibat

kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih

sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang

paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini,

sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang

lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,

tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen

yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4

benzpiren. (4)

18

Page 19: Efusi pleura

D. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,

nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (11).Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh

kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik akibat kontak

dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.(11)

E. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap

betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena

kanker paru.(11)

F. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih

besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler

memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor

memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan

khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)

dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)

G. Penyakit Paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga

dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif

kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika

efek dari merokok dihilangkan.(11)

3.2.4 Klasifikasi tumor paru

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,

SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer,

NSCLC).Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi.Termasuk didalam

golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe

sel besar, atau campuran dari ketiganya.(11)

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru

yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.Perubahan

epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara

khas mendahului timbulnya tumor.Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak

19

Page 20: Efusi pleura

sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor

jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung

ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.Karsinoma ini

lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.(11)

Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus

dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian

perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut

lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik.Lesi sering kali meluas ke

pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh

sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.(4)

Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma

dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.Karsinoma ini adalah sel-sel

ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang

besardan ukuran inti bermacam-macam.Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan

paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-

tempat yang jauh.

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang

terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini

kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor

dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin

granular.Gambaran mitotik sering ditemukan.Biasanya ditemukan nekrosis dan

mungkin luas.Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan

“crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil,

yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat

letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.(5)

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-

macam.Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat

dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan

mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat

menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

20

Page 21: Efusi pleura

3.2.5 Stadium Klinis(3)

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut

International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer

(AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak

terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang

pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus

berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,

pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang

terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai

jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh

darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang

disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama

pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;

kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1a: Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi

21

Page 22: Efusi pleura

perikardium.

M1b: Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

3.2.6 Tampilan(3)

Skala

Karnofsky

Skala

WHOKeterangan

90-100 0 Aktivitas normal

70-80 1 Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri

50-60 2 Cukup aktif namun kadang memerlukan bantuan

30-40 3 Kurang aktif, perlu perawatan

10-20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat di RS

0-10 - Tidak sadar

3.2.7 Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala

klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.

Gejala-gejala dapat bersifat :

Lokal (tumor tumbuh setempat) :

• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

• Hemoptisis

• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas

• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

• Ateletaksis

Invasi lokal :

• Nyeri dada

• Dispnea karena efusi pleura

• Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia

22

Page 23: Efusi pleura

• Sindrom vena cava superior

• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis

servikalis

Gejala Penyakit Metastasis :

• Pada otak, tulang, hati, adrenal

• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :

• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

• Hipertrofi osteoartropati

• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

• Neuromiopati

• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

• Asimtomatik dengan kelainan radiologis

• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.

• Kelainan berupa nodul soliter

3.2.8 Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara

total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada

kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2

N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC.Luas reseksi atau pembedahan

tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga

dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan

paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan

23

Page 24: Efusi pleura

demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.

Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :

a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi

tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.

b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.

c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini

dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu

paru.

2. Radioterapi

Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru

dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru.Radioterapi dapat dilakukan pada

NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan

pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik

pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk

dilakukan pembedahan.

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel

kanker.Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi

ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa

radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam

atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi

dengan pembedahan atau kemoterapi.

3. Kemoterapi

Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum

diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah

bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat

digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan

mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi

diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.

Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk

membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu

seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau

berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih.

24

Page 25: Efusi pleura

BAB IVANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien efusi pleura dengan tumor paru dapat ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari

anamnesis didapatkan pasien perempuan berusia 47 tahun datang dengan keluhan

sesak nafas, batuk yang berlangsung lama dan disertai dengan nyeri dada. Sesuai

dengan teori didapatkan bahwa gejala klinis dari seorang penderita kanker paru

dapat menimbulkan gejala yang sangat bervariasi. Manifestasi awal dari kanker

paru dapat bersifat asimtomatis namun pada keadaan yang lebih lanjut kanker

paru dapat menunjukkan gejala lokal. Gejala yang paling sering adalah batuk

kronis dengan/tanpa produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan

suatu gejala karsinoma selbronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma).Nyeri

dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau

nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau

mediastinum.Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering

dikeluhkan oleh pasien kanker paru.Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia

segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas.Mengi

unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial

obstruksi.Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.

Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan yang progresif

selama beberapa bulan terakhir. Sesuai dengan teori, penurunan berat badan yang

progresif merupakan salah satu sindrom paraneoplastik, yang terdapat pada 10%

pasien dengan kanker paru yang salah satu gejalanya adalah terjadinya penurunan

berat badan, anoreksia dan demam.

Dari pemeriksaan fisik pada palpasi didapatkan vokal fremitus yang

menurun pada lapangan paru 2/3 distal, saat pemeriksaan perkusi juga didapatkan

suara redup pada lapangan paru bagian distal. Saat pemeriksaan auskultasi suara

nafas vesikular terdengar melemah pada paru kanan dan disertai suara nafas

tambahan berupa rhonki. Berdasarkan teori pada pemeriksaan fisik penderita

dengan efusi pleura paru dapat ditemukan adanya kelainan yang merupakan akibat

25

Page 26: Efusi pleura

dari penambahan cairan dalam kavum pleura. Cairan menyebabkan menurunnya

fremitus serta bunyi redup. Selanjutnya, suara nafas tambahan berupa rhonki

dapat terdengar akibat adanya udara yang melewati cairan saat bernapas.

Pada foto thoraks pasien ditemukan sinus costophrenicus kanan yang

menghilang akibat tertutupi oleh perselubungan. Hal ini sesuai dengan teori,

dimana Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral pasien dengan efusi pleura, sinus

costophrenicus menjadi tumpul.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaaan penunjang lainnya

berupapemeriksaan sputum dan CT-Scan. Hal ini didasari oleh teori dimana

Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks, oleh karena sel-sel

tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-eksfoliatif ke dalam sputum

lebih banyak dibandingkan sel-sel tumor yang berada di perifer. Dasar dari

gambaran sitologi sel-sel epitel bronkus mengalami eksfoliatif ke dalam sputum

dapat memprediksikan risiko terjadinya kanker paru yaitu dari pemikiran bahwa

perubahan sitologi sel epitel bronkus karena sel-sel mengalami progresi melalui

tahapan-tahapan dari inflamasi menjadi kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan

sering ditemukannya gambaran metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik

pada kanker paru yang invasif, dan penemuan dari beberapa kasus bahwa pasien-

pasien dengan sitologi sputum yang jelek atau atipik sedang memiliki risiko yang

tinggi untuk menderita kanker paru.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan kultur cairan

pleura untuk menyingkirkan kecurigaan TB paru dan mengetahui apakah ada

infeksi oleh bakteri yang menyertai penyakit pasien. Hasil kultur menunjukkan

tidak ada pertumbuhan bakteri. Pada pasien ini juga dilakukan analisis cairan

pleura yang menunjukkan gambaran sebaran dan kelompok sel-sel berbentuk

bulat, pleomorfik, inti hiperkromatik dan N/C ratio bertambah sebagian

membentuk asiner yang menunjukkan suatu metastasis adenocarcinoma.

26

Page 27: Efusi pleura

BAB VKESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. H, umur 47 tahun dengan

diagnosis efusi pleura kanan et causa tumor paru kanan. Dari anamnesis

didapatkan keluhan sesak nafas, batuk lama, serta nyeri dada yang diserti dengan

penurunan berat badan yang progresif selama beberapa bulan terakhir.

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran

napas atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel

yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.

Meskipun patofisiologinya masih belum jelas, terdapat beberapa teori

tentang timbulnya efusi pleura akibat tumor yaitu: infiltrasi sel-sel tumor akan

meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor

mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening

sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein, dan adanya

tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul

hipoproteinemia yang menyebabkan penumpukan cairan di dalam rongga pleura.

Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit

kanker paru. Batuk disertai/tidak disertai dahak, sesak nyeri dada, lemah, berat

badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa

faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor

usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat

menyebabkan nodul soliter paru.

27

Page 28: Efusi pleura

DAFTAR PUSTAKA

1. Halim, Hadi. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI; 2007. hal. 1056-60.

2. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am

J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino bukan

sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2011.

4. Price, S. A., & Wilson, L. M. Pathophysiology : Clinical concept of disease processes. Philadelphia: Elsevier Science. 2006

5. Boyle, p., Gandini, S., & Gray, N. Epidemiology of lung cancer : A century of great success and ignominious failure. United state: Informa Healthcare. 2008

6. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura.

Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007

7. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.

8. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2006, Hal

988-1000, 1063-1068

9. Senby, C. Neoplastic disease : Respiratory Medicine. New York: Churchill livingstone. 2008

10. Alsagaff, H., Wibisono, Y., & Winariani. Buku ajar : Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008

11. Amin, Z. Kanker Paru. Dalam P. D. Indonesia, Ilmu Penyakit Dalam (hal. 2254-2272). Jakarta: Interna Publishing. 2008

28