Efusi pleura
-
Upload
rahma-nizar -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of Efusi pleura
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan
melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis
dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,
keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru,
serta gagal jantung kongestif. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia
bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia,
lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1
Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan
pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker
payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5%
kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.2,3
Tumor paru merupakan salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Untuk menegakkan diagnosis
dari tumor paru, dibutuhkan keterampilan dan juga sarana yang tidak sederhana
serta melibatkan berbagai pendekatan multidisiplin kedokteran. Dalam
menegakkan diagnosis tumor paru, dibutuhkan kerjasama antara ahli paru dengan
ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks
serta berbagai bidang disiplin ilmu lainnya.4
Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh
kanker, baik pada pria maupun wanita yang ada di dunia.Prevalensi kanker paru
menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara
pada wanita. Belakangan ini kanker paru telah melebihi penyakit jantung sebagai
penyebab utama mortalitas oleh akibat merokok.Kebanyakan kanker paru
didiagnosa pada stadium lanjut sehingga memperburuk prognosisnya.Setiap tahun
1
ada lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan angka kematian
1,1 juta setiap tahunnya. Kanker paru menjadi penyebab utama kematian dalam
penyakit-penyakit golongan kanker. Bahkan kanker jenis ini bertanggung jawab
atas 18,7% kematian oleh akibat kanker.5
2
BAB IILAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 47 tahun
Alamat : Garot Durung, Aceh Besar
Agama : Islam
Status : Menikah
CM : 0-97-23-70
Tanggal Masuk : 26 Oktober 2015
Tanggal Pemeriksaan : 12 November 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit umum zainal Abidin dengan keluhan
sesak napas yang dialami sejak 2 bulan yang lalu dan keluhan ini memberat 3 hari
SMRS. Keluhan sesak napas ini memberat dengan aktivitas. Pasien juga
mengalami keluhan batuk tidak berdahak sejak 2 bulan SMRS, riwayat batuk
darah tidak ada. Pasien juga mengalami nyeri pada dada kanan sejak 1 bulan
SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke punggung. Riwayat
penurunan berat badan yang progresif dan penurunan nafsu makan. Riwayat
demam tidak ada. Riwayat OAT tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Penyakit yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini disangkal.
Riwayat Diabetes Melitus, penyakit jantung, dan asma disangkal.
Riwayat Penggunaan Obat :
Riwayat OAT disangkal
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien.
Riwayat DM dan hipertensi disangkal.
3.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit sedangKesadaran : Kompos mentisTekanan darah : 90/60 mmHgFrekuensi nadi : 98 kali/menit, regular,kuat angkat, isi penuhFrekuensi nafas : 26 kali/menit, regular
Suhu : 36,8° C
3.4 Pemeriksaan Fisik
Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-),
Kepala : rambut hitam,distribusi merata, sukar dicabut
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupilisokor
Φ3 mm/3 mm
Telinga : kesan normotia
Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut :mukosa kering (-),sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-),
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-).
4
Thorak anterior
Pemeriksaa
n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Normochest
Palpasi
Atas
Tengah
Bawah
Fremitus taktil menurun,nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil menurun , nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil menurun nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil normal, nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil normal, nyeri
tekan (-)
Fremitus taktil normal, nyeri
tekan (-)
Perkusi
Atas
Tengah
Bawah
Sonor
Redup
Redup
sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Atas
Tengah
Bawah
Vesikuler (+), rhonki
(-),wheezing (-)
Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler melemah(+), rhonki
(+), wheezing (-)
Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-)
5
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Normochest
Palpasi
Atas
Tengah
Bawah
Fremitus taktil/vocal: normal,
nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal: normal,
nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal:
menurun, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal:
normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
Atas
Tengah
Bawah
Sonor
Redup
Redup
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Atas
Tengan
Bawah
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (+),
wheezing (-)
Vesikuler melemah (+), rhonki
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
6
(+),
wheezing (-)
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (4 x dalam 1 menit)
Ekstremitas :
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2”
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2”
7
3.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
26 Oktober 2015
Hemoglobin 14 12-15g/dlHematokrit 41 37-47 %
Eritrosit 4,8 4,2-5,4. 103/mm3
Leukosit 5,3 4,5-10,5. 103/mm3
Trombosit 270 150-450. 103/mm3
EosinofilBasofil
N. BatangN. SegmenLimfositMonosit
000*57329
0-6 %0-2%2-6%
50-70%20-40%2-8%
Waktu PerdarahanWaktu Pembekuan
27
1-7 menit5-15 menit
Natrium
Kalium
Clorida
142
3,1*
100
35-145 mmol/L
3,5-4,5 mmol/L
90-110 mmol/L
Glukosa Darah Sewaktu 91 <200 mg/dl
Ureum
Creatinin
15
0,50
13-43 mg/dl
0,51-0,95 mg/dl
8
b) Foto Thorax
c) Sputum BTA
2/11/2015
Hasil Pemeriksaan BTA sputum
Sewaktu Negatif
Pagi Negatif
Sewaktu Negatif
9
Foto thorax 9 Oktober 2015 Efusi pleura kanan Paru kiri normal Trakea di midline Jantung tidak
membesar Aorta dan hilus
normal
Foto thorax 28 Oktober 2015 Cor: Batas jantung kanan tertutup perselubunganPulmo: Tak tampak infiltrat. Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tajam. Tampak terpasang WSD pada hemitoraks kanan.Kesimpulan:Efusi pleura kanan
d) Kultur mikroorganisme cairan pleura
Tanggal: 2/11/2015
Hasil: Tidak ada pertumbuhan bakteri
e) Analisis Cairan Pleura
Makroskopis: kuning, encer
Mikroskopis: hapusan cairan yang telah disentrifuse tampak sebaran dan
kelompok sel-sel berbentuk bulat, pleomorfik, inti hiperkromatik dan N/C
ratio bertambah sebagian membentuk asiner. Latar belakang smear sel-sel
darah merah.
Kesimpulan: suatu metastasis adenocarcinoma
3.6.1 Diagnosis Banding
Efusi pleura masif ec dd 1) keganasan
2) pleuropneumonia
3) susp. TB paru
3.7 Diagnosis
Efusi pleura masif ec adenocarcinoma paru kanan T3NM1a stage IV PS 2
3.8 Tatalaksana
IVFD RL 20 gtt/ menit
Inj. Cefotaxime 1 gram / 12 jam
Coditam 3x1 tab
Ketorolac 3% /8 jam
3.9 Tindakan
Pemasangan WSD
3.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
10
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 Efusi Pleura
3.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga
dada yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura
viseral menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal
melekat di dinding dada bagian dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh rongga kedap udara yang berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan
pleura bersatu didaerah hilus dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama
bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara
histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh
darah kapiler dan pembuluh getah bening.(6)
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan.
Luas permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan
berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura
kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik,
pleura servikal sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di
belakang otot-otot sternokleidomastoideus, dan pleura mediastinal yang
membungkus organ-organ mediastinum.(7)
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
11
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui
stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.(7)
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan
napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Rongga pleura terisi
cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru, saluran limfatik
intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum. Jumlah cairan
pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di pleura
parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawa-
senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura
melalui penyaliran limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan
memiliki nilai aliran limfatik dari masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20
mL/jam atau 500 mL/hari.(7)
3.1.2. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di
dalam rongga pleura. (8)
3.1.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara
laki-laki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan
seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada perempuan.Efusi pleura
ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara dan ginekologi.
Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering
terjadi pada wanita dibanding pria.(8)
3.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko (8)
Gagal jantung kongestif
Sirosis hati
Sindrom nefrotik
12
Dialisis peritoneum
Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
Perikarditis konstriktiva
Keganasan
Atelektasis paru
Pneumotoraks.
TB paru
3.4.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura
dapat berupa transudat atau eksudat.(8)
Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses
radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi
empiema / piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemotoraks. Efusi cairan yang berupa transudat terjadi
apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan
melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada : (8)
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intrapleura
Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal
jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan,
atelektasis paru dan pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses
peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
13
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, jamur,
pneumonia atipik, keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus,
pleuritis reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis,
pleuritis uremia dan akibat radiasi. (8)
Patofisiologi terjadinya efusi pleura akibat keganasan masih belum jelas
tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme tersebut.
Efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui:
1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.
2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.
3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.
4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura
meningkat.
5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.
3.4.6 Klasifikasi (8)
1. Transudat
Filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh terjadi
jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural
terganggu à ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.
Biasanya hal ini terdapat pada:
Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
– Gagal jantung kiri (terbanyak) Sindrom nefrotik
– Obstruksi vena cava superior
– Asites pada sirosis hati
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran
14
kapiler yang permeabel abnormal dan berisi protein transudat à akibat inflamasi
oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural. Penyakit yang
menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada
pleura,infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan
ikat/kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
3.4.7 Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri
dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis
pleura, dan mencegah kekambuhan. (8)
a) Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di
atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam posisi
tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada
sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu
kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau
edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang
terlalu cepat.
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD). Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih
dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru
secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-
tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang
15
berat, dan hipotensi.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
namun aman dan sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang.
Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto toraks. Selang toraks
dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah
mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat
pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi
maksimum.
Indikasi pemasangan WSD:
- Hemotoraks, efusi pleura
- Pneumotoraks > 25 %
- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi pemasangan WSD:
- Infeksi pada tempat pemasangan
- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
i. Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam
rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis
merupakan penanganan terpilih pada efusi keganasan. Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan
selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD.
Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan
rongga pleura sehingga mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga
tersebut. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin.
16
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena
efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu
keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang
lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua
pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma
atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan
pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.
3.2 Tumor Paru
3.2.1 Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas
atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang
tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses
keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan
pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang
ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.(9)
3.2.2 Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar
20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13
orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1
dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun.
Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat
adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker.(5)
Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa
insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada
usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72
pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga
dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang
bervariasi di seluruh dunia.(5)
Di Indonesia data epidemiologi belum ada.Di Rumah Sakit Persahabatan
jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan.Kekerapan kanker
17
paru di rumah sakit itu merupakan 0.06% dari jumlah seluruh penderita rawat
jalan dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap. (10)
3.2.3 Etiologi dan faktor risiko
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
A. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus.Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian
kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti
merokok. (11)
B. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap
dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.(11)
C. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang
paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen
yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren. (4)
18
D. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (11).Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh
kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik akibat kontak
dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.(11)
E. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.(11)
F. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)
dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
G. Penyakit Paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika
efek dari merokok dihilangkan.(11)
3.2.4 Klasifikasi tumor paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer,
NSCLC).Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi.Termasuk didalam
golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe
sel besar, atau campuran dari ketiganya.(11)
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru
yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor.Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak
19
sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor
jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung
ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.Karsinoma ini
lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.(11)
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus.Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik.Lesi sering kali meluas ke
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.(4)
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.Karsinoma ini adalah sel-sel
ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besardan ukuran inti bermacam-macam.Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-
tempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin
granular.Gambaran mitotik sering ditemukan.Biasanya ditemukan nekrosis dan
mungkin luas.Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan
“crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil,
yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat
letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.(5)
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam.Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
20
3.2.5 Stadium Klinis(3)
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer
(AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus
berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang
disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama
pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral;
kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1a: Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi
21
perikardium.
M1b: Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
3.2.6 Tampilan(3)
Skala
Karnofsky
Skala
WHOKeterangan
90-100 0 Aktivitas normal
70-80 1 Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri
50-60 2 Cukup aktif namun kadang memerlukan bantuan
30-40 3 Kurang aktif, perlu perawatan
10-20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat di RS
0-10 - Tidak sadar
3.2.7 Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor tumbuh setempat) :
• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
• Hemoptisis
• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
• Ateletaksis
Invasi lokal :
• Nyeri dada
• Dispnea karena efusi pleura
• Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
22
• Sindrom vena cava superior
• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis
servikalis
Gejala Penyakit Metastasis :
• Pada otak, tulang, hati, adrenal
• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :
• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
• Hipertrofi osteoartropati
• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
• Neuromiopati
• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
• Asimtomatik dengan kelainan radiologis
• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.
• Kelainan berupa nodul soliter
3.2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara
total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2
N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC.Luas reseksi atau pembedahan
tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga
dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan
paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan
23
demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi
tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini
dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu
paru.
2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru
dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru.Radioterapi dapat dilakukan pada
NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan
pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik
pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk
dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel
kanker.Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi
ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa
radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam
atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi
dengan pembedahan atau kemoterapi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum
diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat
digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan
mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi
diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk
membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu
seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih.
24
BAB IVANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien efusi pleura dengan tumor paru dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan pasien perempuan berusia 47 tahun datang dengan keluhan
sesak nafas, batuk yang berlangsung lama dan disertai dengan nyeri dada. Sesuai
dengan teori didapatkan bahwa gejala klinis dari seorang penderita kanker paru
dapat menimbulkan gejala yang sangat bervariasi. Manifestasi awal dari kanker
paru dapat bersifat asimtomatis namun pada keadaan yang lebih lanjut kanker
paru dapat menunjukkan gejala lokal. Gejala yang paling sering adalah batuk
kronis dengan/tanpa produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan
suatu gejala karsinoma selbronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma).Nyeri
dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau
nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau
mediastinum.Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering
dikeluhkan oleh pasien kanker paru.Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia
segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas.Mengi
unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial
obstruksi.Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan yang progresif
selama beberapa bulan terakhir. Sesuai dengan teori, penurunan berat badan yang
progresif merupakan salah satu sindrom paraneoplastik, yang terdapat pada 10%
pasien dengan kanker paru yang salah satu gejalanya adalah terjadinya penurunan
berat badan, anoreksia dan demam.
Dari pemeriksaan fisik pada palpasi didapatkan vokal fremitus yang
menurun pada lapangan paru 2/3 distal, saat pemeriksaan perkusi juga didapatkan
suara redup pada lapangan paru bagian distal. Saat pemeriksaan auskultasi suara
nafas vesikular terdengar melemah pada paru kanan dan disertai suara nafas
tambahan berupa rhonki. Berdasarkan teori pada pemeriksaan fisik penderita
dengan efusi pleura paru dapat ditemukan adanya kelainan yang merupakan akibat
25
dari penambahan cairan dalam kavum pleura. Cairan menyebabkan menurunnya
fremitus serta bunyi redup. Selanjutnya, suara nafas tambahan berupa rhonki
dapat terdengar akibat adanya udara yang melewati cairan saat bernapas.
Pada foto thoraks pasien ditemukan sinus costophrenicus kanan yang
menghilang akibat tertutupi oleh perselubungan. Hal ini sesuai dengan teori,
dimana Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral pasien dengan efusi pleura, sinus
costophrenicus menjadi tumpul.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaaan penunjang lainnya
berupapemeriksaan sputum dan CT-Scan. Hal ini didasari oleh teori dimana
Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks, oleh karena sel-sel
tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-eksfoliatif ke dalam sputum
lebih banyak dibandingkan sel-sel tumor yang berada di perifer. Dasar dari
gambaran sitologi sel-sel epitel bronkus mengalami eksfoliatif ke dalam sputum
dapat memprediksikan risiko terjadinya kanker paru yaitu dari pemikiran bahwa
perubahan sitologi sel epitel bronkus karena sel-sel mengalami progresi melalui
tahapan-tahapan dari inflamasi menjadi kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan
sering ditemukannya gambaran metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik
pada kanker paru yang invasif, dan penemuan dari beberapa kasus bahwa pasien-
pasien dengan sitologi sputum yang jelek atau atipik sedang memiliki risiko yang
tinggi untuk menderita kanker paru.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan kultur cairan
pleura untuk menyingkirkan kecurigaan TB paru dan mengetahui apakah ada
infeksi oleh bakteri yang menyertai penyakit pasien. Hasil kultur menunjukkan
tidak ada pertumbuhan bakteri. Pada pasien ini juga dilakukan analisis cairan
pleura yang menunjukkan gambaran sebaran dan kelompok sel-sel berbentuk
bulat, pleomorfik, inti hiperkromatik dan N/C ratio bertambah sebagian
membentuk asiner yang menunjukkan suatu metastasis adenocarcinoma.
26
BAB VKESIMPULAN
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. H, umur 47 tahun dengan
diagnosis efusi pleura kanan et causa tumor paru kanan. Dari anamnesis
didapatkan keluhan sesak nafas, batuk lama, serta nyeri dada yang diserti dengan
penurunan berat badan yang progresif selama beberapa bulan terakhir.
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Meskipun patofisiologinya masih belum jelas, terdapat beberapa teori
tentang timbulnya efusi pleura akibat tumor yaitu: infiltrasi sel-sel tumor akan
meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor
mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening
sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein, dan adanya
tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia yang menyebabkan penumpukan cairan di dalam rongga pleura.
Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit
kanker paru. Batuk disertai/tidak disertai dahak, sesak nyeri dada, lemah, berat
badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor
usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat
menyebabkan nodul soliter paru.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Halim, Hadi. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI; 2007. hal. 1056-60.
2. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am
J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino bukan
sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2011.
4. Price, S. A., & Wilson, L. M. Pathophysiology : Clinical concept of disease processes. Philadelphia: Elsevier Science. 2006
5. Boyle, p., Gandini, S., & Gray, N. Epidemiology of lung cancer : A century of great success and ignominious failure. United state: Informa Healthcare. 2008
6. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura.
Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007
7. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
8. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2006, Hal
988-1000, 1063-1068
9. Senby, C. Neoplastic disease : Respiratory Medicine. New York: Churchill livingstone. 2008
10. Alsagaff, H., Wibisono, Y., & Winariani. Buku ajar : Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008
11. Amin, Z. Kanker Paru. Dalam P. D. Indonesia, Ilmu Penyakit Dalam (hal. 2254-2272). Jakarta: Interna Publishing. 2008
28