Efusi Pleura

45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang melebihi batas normal.Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan. 1 Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura , yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura . 2 Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/d l. 1,2 Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi 1,2 a. Hidrotoraks Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain yang 1

description

porto inship

Transcript of Efusi Pleura

Page 1: Efusi Pleura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang

melebihi batas normal.Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.1

Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura adalah

suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam

rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan

pengeluaran cairan pleura.2

Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga

selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan

pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat

berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura

sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada

cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2

Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain

darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi1,2

a. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini

penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain

yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta

sebagai salah satu trias meig syndrom (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).

b. Hemotoraks 

Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi

karena trauma toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dasyat di dekat penderita, atau

trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar

25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku

beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan

fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka

biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya

hemotoraks adalah: 

1

Page 2: Efusi Pleura

Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke

dalam rongga pleura.

Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang

kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak

membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui

sebuah jarum atau selang. 

c. Empiema 

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis in

iakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada

setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah

satu komplikasinya. Empiema bisa merupakan komplikasi dari: 

Pneumonia 

Infeksi pada cedera di dada 

Pembedahan dada 

d. Chylotoraks 

Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening

pada rongga pleura.Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain :

Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat

fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau

pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur).Yang berasal dari efek operasi daerah

torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi

kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.

Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum,

granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap

duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis

vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan

menyebabkan kilotoraks.1,2

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

2

Page 3: Efusi Pleura

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan

parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan

dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang

membungkus parenkim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang

melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura

terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini

berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus

paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya : 1,2,3

1. Pleura Visceralis

Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm. Diantara

celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat

endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah

berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan

interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a.

Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe.Menempel kuat pada jaringan

paru.Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.

2. Pleura parietalis

Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan

elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis

dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang

peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n.

Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah

menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya. Fungsinya untuk memproduksi

cairan pleura

3

Page 4: Efusi Pleura

Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya

FISIOLOGI

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan

pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru

yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.

Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit

dipisahkan.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura

parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-masing

dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah

kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang

pleura.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada

selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis

lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa

mililiter cairan di dalam rongga pleura. (1)

4

Page 5: Efusi Pleura

Gambar2 memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter

yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa jumlah cairan pleura sebanyak 12-

15 ml(1). Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura,

maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara

langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan

permukaan lateral pleural parietalis(3). Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura

parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu

sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3

2.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara

industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.

Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun,

penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas

terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan

payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga

lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. 2

2.4 Etiologi

Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini memperlihatkan

adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh darah

5

Page 6: Efusi Pleura

pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil dari

ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.2

Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non paru, dapat

bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura

sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru.

Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura:

1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli

paru)

2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis)

3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya,

trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia,

pankreatitis)

4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru-

paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)

5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya,

atelektasis yang luas, mesothelioma)

6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus

toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui limfatik atau

cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral

9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten menyebabkan

adanaya akumulasi cairan di pleura

10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis, pneumonia,

virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura),

karena tumor dan trauma

2.5 Klasifikasi

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan

kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari

ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat

6

Page 7: Efusi Pleura

adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa

kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3

1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.

Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik

dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi

reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a. Gagal jantung kiri (terbanyak)

b. Sindrom nefrotik

c. Obstruksi vena cava superior

d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk

melalui saluran getah bening)

b. Exusadat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang

permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein

transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah

pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan

terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa

yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura

kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening

ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi

protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)

7

Page 8: Efusi Pleura

b. Tumor pada pleura

c. Iinfark paru,

d. Karsinoma bronkogenik

e. Radiasi,

f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

2.6 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui

kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga

terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat

meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang

(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat

sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan

tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel

mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh

limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi

karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan

diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler

pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah

terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.1,2,3,4

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila

proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi

empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4

penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

8

Page 9: Efusi Pleura

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan

pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal

jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik

karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.

3. Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan

masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi

cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada

vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat

pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar

getah bening.

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.

Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya

perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan

yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal

nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen

(Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui

pemeriksaan analisa gas darah.

9

Page 10: Efusi Pleura

2.7 Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.

Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi

malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan

gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam,

ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5

Dari anamnesa didapatkan :

a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis

disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,

terutama kalau cairannya penuh

b. Rasa berat pada dada

c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan

proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau

metastasis

d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

b. Vokal fremitus menurun

c. Perkusi dull sampal flat

d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada trakhea

Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh

bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura

parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya

dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis

intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus

menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura antara

lain :4,5,6

10

Page 11: Efusi Pleura

1. Rontgen dada

Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis

efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.Foto dada juga dapat

menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang

membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan,

dan adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

2. USG Dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan. Jumlahnya sedikit

dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu

melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan

CT Scan dada.

3. CT Scan Dada

CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan

sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura.

Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya

saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.

Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan

diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam

dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk.

Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris

media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan

pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah

lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus

yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme

sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra

11

Page 12: Efusi Pleura

pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui

permeabilitas kapiler yang abnormal.

5. Biopsi Pleura

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka dilakukan biopsi

dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi

satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis

kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi

pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar

20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari

efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain

pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

6. Analisa cairan pleura

Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-ctrorne. Bila

agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,

keganasan.adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak

purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini

menunjukkan adanya abses karena ameba.

2.9 Diagnosa

1. Anamnesis dan gejala klinis

Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi

pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit.

Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk

12

Page 13: Efusi Pleura

dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah

cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain

melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup

sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan

mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat

mungkin disebabkan oleh keganasan

3. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi

pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara

radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas

bila jumlah cairan di atras 300 ml.

Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan

adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan

pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.

4. Torakosentensi

Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai

terapeutik.

13

Page 14: Efusi Pleura

2.10 Penatalaksanaan

Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura

akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau

tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut :1,2,3,4,5,6

1. Obati penyakit yang mendasarinya

a. Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleurahempotoraks biasanya dikeluarkan melalui sebuah

selang.Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu

memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).Jika

perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,

maka perlu dilakukan tindakan pembedahan

b. Kilotoraks

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah

bening.Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor

yang menyumbat aliran getah bening.

c. Empiema

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika nanahnya

sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran

nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat

sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar.Kadang perlu dilakukan

pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).

d. Pleuritis TB.

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan

cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini

menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan

eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.Umumnya cairan

diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid

secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis

diturunkan). (2)

2. Torakosentesis

Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-

1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih

14

Page 15: Efusi Pleura

1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan

pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat

dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis

dilakukan atas beberapa indikasi.

a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan

pada dada.

b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan

menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan

kematian secara tiba-tiba.

c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa

3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi

pyotoraks.

d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu,

namun cairan masih tetap banyak.

Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:

1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas

bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam

posisi tidur terlentang.

2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah

sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara

sonor dan redup.

3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum

berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena

penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam

sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh

karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

15

Page 16: Efusi Pleura

Gambar 2. Metode torakosentesis

4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap

aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara

mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak

menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.

3. Pleurodesis

Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan

mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi

pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan

pleurodesiis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam

keadaan mengembang

Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke

dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk

menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat

dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin,

Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium

parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan

pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada

lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah

dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura,

selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian

selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan

memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian

kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama

16

Page 17: Efusi Pleura

itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura.

Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.

4. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :

a. Hematoraks terutama setelah trauma

b. Empiema

c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan

kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat

tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita

dengan prognosis yang buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak

diobati

d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan

rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke

rongga peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis

maupun pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor

atau trauma pada kelenjar getah bening. 2

2.11 Komplikasi

1. Infeksi.

Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan

infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah

tindakan torasentesis (empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus

didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika

awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan

diketahui. 2

2. Fibrosis

Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan

membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber

infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksipleura lewat

pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksidan mengembalikan fungsi

paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis

empiema ditegakkan, karena selamajangka waktu ini lapisan pleura masih belum

terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.1,3,5

17

Page 18: Efusi Pleura

2.12 Prognosis

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi

itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini akan lebih jauh

terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.

Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup

rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun.Efusi dari kanker yang

lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin

untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan

mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma.

Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan

tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonikyang tidakterobati atau tidak

tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.4,5

3. Syok

3.1 Definisi

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke

jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok terjadi

bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan

memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. 9,10,11

Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis

sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga

sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan

non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-

paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang

mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel. 9,10

3.2 Klasifikasi10

Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Syok Hipovolemik

Syok yang disebabkan karena tubuh :

18

Page 19: Efusi Pleura

- Kehilangan darah/syok hemoragik

· Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

· Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

- Kehilangan plasma : luka bakar

- Kehilangan cairan dan elektrolit

· Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

· Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok Kardiogenik

Kegagalan kerja jantungnya sendiri. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena

disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).

3. Syok Distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)

- Syok Septik

Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang

berakibat vasodilatasi.

- Syok Anafilaktif

Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan

histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi

arteriola sehingga venous return menurun.

Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa

- Syok Neurogenik

Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi

sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.

19

Page 20: Efusi Pleura

Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.

3.3 Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu : 9,10,11

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul

gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.

Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke

jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor

humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan

konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di

daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot

jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki

ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara

regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah

menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.

Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga

terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran

darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme

terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.

Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti

dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat

menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas

(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). 9,10,11

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan

respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia

20

Page 21: Efusi Pleura

menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin)

yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan

anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi

bakteri usus ke sirkulasi. 9,10,11

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas

mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari

aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam

laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan. 9,10,11

3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat

diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem

kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,

timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 9,10,11

3.4 Manifestasi Klinis10,11

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang

meliputi :

1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah,

tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.

3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi tergantung derajat

syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar.

4. Sistem pencernaan : mual, muntah

5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

21

Page 22: Efusi Pleura

7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang

normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.

3.5 Diagnosis9,10,11

1. Syok ringan; kehilangan volume darah dibawah 20% dari volume total. Hipoperfusi

hanya terjadi pada organ non vital seperti kulit, jaringan lemak, otot rangka, dan

tulang. Gambaran klinik perasaan dingin, hipotensi postural, takikardi, pucat, kulit

lembab, kolaps vena-vena leher, dan urin yang pekat. Kesadaran masih normal,

diuresis mungkin berkurang sedikit dan belum terjadi asidosis metabolik.

2. Syok sedang; kehilangan 20% sampai 40% dari volume darah total. Hipoperfusi

merambat ke organ non vital seperti hati, usus dan ginjal, kecuali jantung dan otak.

Gambaran klinik haus, hipotensi telentang, takikardi, liguria atau anuria, dan asidosis

metabolik. Kesadaran relatif normal.

3. Syok berat; kehilangan lebih dari 40% dari volem darah total. Hipoperfusi terjadi juga

pada janberattung atau otak. Gambaran klinik; penurunan kesadaran (agitasi atau

delirium), hipotensi, takikardia, nafas cepat dan dalam, oliguria, asidosis metabolik.

3.6 Terapi umum9

1. Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak maksimal.

Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.

2. Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala

menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas buatan.

3. Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanukl yang besar (18, 16)

4. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila tekanan

darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba periksa dengan posisi duduk

atau berdiri.

5. Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium : darah lengkap,

penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil

sebelum terapi cairan dilakukan.

Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada v.safena magna atau v.basilika

dengan kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi. Dengan memakai kateter yang

panjang untuk kanulasi v.basilika dapat sekaligus untuk mengukur tekanan vena

sentral (TVS).

22

Page 23: Efusi Pleura

Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah satu vena

ekstrimitas atas atau vena besar leher dilakukan dengan kateter nomor 18-20.

6. Perubahan nilai PaCO2, PaO2, HCO3, dan PH oada analisis gas darah dapat dipakai

sebagai indikator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik,

dan hipoperfusi jaringan.

7. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka dan sesuaikan

kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.

8. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit untuk

mempertahankan nilai Ph tetap di atas 7,1, walaupn koreksi asidosis metabolik yang terbaik

pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.

9. Terapi medikamentosa segera

Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat (tensi/nadi hampir

tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000 intra muskuler atau 0,1-0,2 mg

larutan 1 : 1000 dalam pengenceran denan 9 ml NaCl 0,9 % intra vena. Adrenalin

jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan

inaktivasi larutan basa.

Infus cepat dengan Ringer’s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok hipovolemik.

Dapat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).

Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan

dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5 Ug/kg/menit

(larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan

mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan

hingga 10-20 Ug/kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai

berat tidak bermanfaat.

10. Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah

salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan elektrolit,

asam dan basa.

11. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin.

12. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan

syok.

Borang Portofolio Kasus kematian

23

Page 24: Efusi Pleura

No. ID dan Nama Peserta dr. Luki Ertandri

No. ID dan Nama Wahana RSUD Solok

Topik Syok berulang dengan Efusi Pleura Bilateral

Tanggal (kasus) 4 September 2015

Nama Pasien Ny. NN No. RM 093110

Tanggal Presentasi Agustus 2015 Preseptor dr. Elsis Mareta

Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Solok

Objektif Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus□

Bayi

Anak□ Remaja

□ Dewasa□ Lansia □ Bumil

□ DeskripsiPasien wanita, usia 66 tahun, datang dengan sesak nafas sejak

satu hari yang lalu.

□ Tujan Memahami syok, efusi pleura

Bahan Bahasan □Tinjauan

Pustaka□ Riset

□ Kasus□ Audit

Cara Membahas□ Diskusi

□ Presentasi dan

Diskusi□ E-mail □ Pos

Data Pasien Nama : Ny. NN No. Registrasi : 093110

Nama RS : RSUD Solok Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Syok berulang dengan Efusi Pleura Bilateral

2. Riwayat Pengobatan : Pasien telah dikenal DM tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak menderita hipertensi

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini

5. Riwayat Pekerjaan : Pedagang

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama anak, rumah permanen

7. Riwayat Imunisasi : -

8. Lain-lain : -

24

Page 25: Efusi Pleura

DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.

2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, edisi ke-3,

Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38

4. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary

medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.

5. Rofiqahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview diakses

tanggal 20 Juni 2014

6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI

7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI

8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm. diakses tanggal

20 Juni 2014.

10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.

Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis Syok berulang dengan Efusi Pleura Bilateral

2. Tatalaksana awal pasien Syok berulang dengan Efusi Pleura Bilateral

3. Prosedur monitor dan evaluasi Syok berulang dengan Efusi Pleura Bilateral

4. Edukasi dan Rehabilitasi pasien

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

25

Page 26: Efusi Pleura

Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, bertambah sejak 2 jam yang lalu. Sesak terus-

menerus, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, pasien lebih nyaman duduk, sesak

bertambah bila beraktivitas

Jantung terasa berdebar-debar sejak 5 jam yang lalu, nyeri dada tidak ada

Badan terasa dingin di ujung-ujung tangan dan kaki, berkeringat dingin sejak 5 jam

yang lalu

Mual ada, muntah ada >8x, kurang lebih seperempat gelas, isi cairan sisa makanan

Riwayat demam disangkal

Batuk tidak ada, flu tidak ada

Bab encer ada >5x, konsistensi cair, lender tidak ada, darah tidak ada

Perut rasa tidak nyaman, nafsu makan menurun sudah seminggu ini

Pasien sering BAK malam, sering haus, nafsu makan biasa

Riwayat menderita DM tipe dua sejak lama sekitar 10 tahun, kontrol ke puskesmas

namun akhir akhir ini tidak teratur

Riwayat tekanan darah tinggi ada, jantung disangkal

Riwayat makan obat enam bulan tidak ada

Riwayat anggota keluarga sakit yang sama tidak ada

Pasien rujukan dari Pukesmas Tanah Garam dikirim dengan sesak 1 jam yang lalu,

Cek GDR 300. Pasien sudah diberi RL, Oksigen 4 L/menit

Riwayat kebiasaan merokok (-), narkoba (-),

2. Objektif :

a. Vital sign

KU : lemah

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 60/ palpasi mmHg

Frekuensi nadi : 138 x/menit, teratur, lemah, tidak kuat angkat

Frekuensi nafas : 28 x /menit

Suhu : 35,5 0C

sianosis(-), pucat (-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik

Kepala : Bentuk normal, rambut hitam,

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

26

Page 27: Efusi Pleura

Telinga: Kelainan bawaan (-), sekret (-), serumen (-), nyeri tekan (-), bengkak

daerah mastoid (-)

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Mulut : Mukosa mulut normal

Tenggorok : Tonsil T1 – T1 tidak hiperemis

Faring : tidak hiperemis

Leher : Kaku kuduk (-)

JVP 5+2 cmH2O

Thoraks

Paru : Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan saat inspirasi,

ekspirasi

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan, menurun

Perkusi : redup di basal paru +

Auskultasi : vesikuler, suara nafas menurun di basal Paru, ronkhi ada dibasal paru

+/+, wheezing tidak ada

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, M1>M2, A2<P2, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Alat kelamin : tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral dingin, refilling kapiler kembali lambat, sianosis (+), tremor (-)

refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-,

Motorik: 555 555

555 555

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap :

27

Page 28: Efusi Pleura

Hb : 14 gr/dl

Leukosit : 6.700/mm3

Ht : 41,6 gr%

Trombosit : 339.000/mm3

GDR : 228 mg/dl

Ur/Kr : 35,7/ 1,22 mg/dl

EKG: Sinus takhicardi

Kesan : Abnormal EKG

Ro thorax

Ks/ efusi pleura massif bilateral

3. Assesment (penalaran klinis)

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien wanita usia 66 tahun dengan diagnosis kerja:

Syok cardiogenic ec dekomp cordis, efusi pleura masif bilateral dengan Susp CHF fungsional

3-4. Dasar diagnosis pada pasien adalah dari anamnesis didapatkan sesak nafas sejak satu hari

SMRS, bertambah sesak sejak bertambah sejak 2 jam yang lalu. Sesak terus-menerus, pasien

lebih nyaman duduk, sesak bertambah bila beraktivitas. Badan terasa dingin di ujung-ujung

tangan dan kaki, berkeringat dingin sejak 5 jam yang lalu, mual muntah ada >8x, kurang

28

Page 29: Efusi Pleura

lebih seperempat gelas, isi cairan sisa makanan. Bab encer ada >5x, konsistensi cair. Perut

rasa tidak nyaman, nafsu makan menurun sudah seminggu ini. Pasien sering BAK malam,

sering haus. Riwayat menderita DM tipe dua, riwayat tekanan darah tinggi ada. Pasien

rujukan dari Pukesmas Tanah Garam dikirim dengan sesak 1 jam yang lalu, Cek GDR 300.

Pasien sudah diberi RL, Oksigen 4 L/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD

60/palpasi mmHg, nadi 138 x/menit tidak kuat angkat, akral dingin, CRT kembali lambat.

Pemeriksaan thorax, perkusi redup di basal paru kiri kanan, auskultasi suara nafas menurun di

basal Paru, ronkhi ada dibasal paru +/+, wheezing tidak ada. Dari pemeriksaan EKG

didapatkan kesan sinus tachicardi.

Dilakukan penatalaksaan awal upaya peningkatan kualitas hidup, pencegahan

mortalitas. Masalah yang ditemukan adalah pasien mengalami gejala klinis mengarah ke

syok. Menurut AHA 2010 protap pasien syok dilakukan fluid challenge larutan isotonic 200

cc selama 10 menit, nilai V/S bila masih abnormal dilakukan fluid challenge 200 cc lagi. Bila

V/S masih abnormal terapi dilanjutkan dengan pemberian epinefrin, pada kasus ini diberikan

epinefrin. Pemberian oksigen sungkup diberikan guna meningkatkan saturasi > 96%. pasien

dilakukan DC balance cairan. Diberikan obat anti emetic, diuretic.

Pada pasien dan keluarga juga dilakukan edukasi tatalaksan secara holistik, upaya

preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif untuk mengontrol penyakit. Pasien dianjurkan

dirujuk ke senter yang lebih lengkap namun menolak. Pasien acc rawat bangsal Paru.

29

Page 30: Efusi Pleura

4. Plan :

Diagnosis klinis : Syok kardiogenik ec dekomp cordis

Efusi Pleura bilateral

Congestif heart Failure f 3-4

Diagnosis banding : -

Th/

Pasang monitor, NRM Mask 10 L/ menit

Fluid calance IVFD RL 200 cc 10 menit, 2x.

dopamin dalam RL 10 tts/menit. Nacl 0,9 % 12 jam/kolf

Ranitidine 2 x 1 amp iv

Ondansetron 2x1 amp iv

Furosemide 1 x 40 mg po

Metformin 3x 500 mg po

Follow up

20-6-2015. Pukul 14.30

Sesak +, berdebar-debar +, keringat dingin +

Pem fisik:

KU : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Frekuensi nadi : 90 x/menit

Frekuensi nafas : 28 x /menit

Suhu : 35,5 0C

sianosis(-), pucat (-), ikterik(-)

Th/

IVFD 2 line RL+dopamine 10 tts/menit dan D10% 12 jam/kolf

NRM 10 L/menit

30

Page 31: Efusi Pleura

Follow up

21-6-2015. pukul 04.00

Sesak + berkurang, berdebar-debar +, keringat dingin -

Pem fisik:

KU : lemah

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 80/palp mmHg

Frekuensi nadi : 139 x/menit lemah

Frekuensi nafas : 37 x /menit

Suhu : 35,5 0C

sianosis(-), pucat (-), ikterik(-)

Th/

IVFD 2 line RL+dopamine 15 tts/menit dan Nacl 0,9% 12 jam/kolf

Oxygen NRM 10 L/menit

Ranitidine 2 x 1 amp iv

Ondansetron 2x1 amp iv

Furosemide 1 x 40 mg po

Follow up

Pukul 04.30

Pasien dilaporkan apneu,

Dilakukan pemeriksaan EKG, flat

Pasien dinyatakan meninggal

31