Efusi Pleura

18
EFUSI PLEURA Oleh : Okky Rizka Sesarina, S.Ked NIM : 702010049 Dosen Pembimbing: Dr. Joni, Sp. P FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2014

description

Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi normal.

Transcript of Efusi Pleura

Page 1: Efusi Pleura

EFUSI PLEURA

Oleh :Okky Rizka Sesarina, S.Ked

NIM : 702010049

Dosen Pembimbing:

Dr. Joni, Sp. P

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2014

I. Pendahuluan

Page 2: Efusi Pleura

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura

visceralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri

dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena

bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan

ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan

pembuluh getah bening.

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi

cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,

hemotoraks jika rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks

atau empiema thoracis bila berisi nanah, dan pneumotoraks bila berisi udara.

Akumulasi cairan didalam rongga pleura dikenal dengan efusi pleura.

Efusi pleura cukup banyak dijumpai. Di negara-negara barat, efusi pleura

terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan

pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang berkembang,

seperti Indonesia, tuberkulosis paru adalah penyebab utama efusi pleura,

disusul oleh keganasan.

II. Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang

melapisi paru serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam.

Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus,

yang secara anatomis disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan

parietal saling bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan,

sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk

saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang

bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian,

yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.3

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak

antarmembran maupun yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor

yang mendukung kontak antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar

dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung

Page 3: Efusi Pleura

dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang

mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding

toraks serta (2) elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga

iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di

regio dinding torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih

daerah bahu (melalui n. frenikus).

Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps

(Kiri)

Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang

terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung

cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga

rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan

cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1. Drainase cairan

pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu

mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga

pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi

cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang

menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul

efusi pleura.

Page 4: Efusi Pleura

Gambar 2 – Desain Morfofungsional Rongga Pleura

(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)

Gambar 2. adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang

tersimplifikasi. Terdapat lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik

parietal, ruang interstisial parietal, rongga pleura, intestisium paru, dan

mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah kapiler

endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang

selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari

rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga

pleura yang disebut sebagai stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik

tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh

terdapat 100 stomata cm-2 di pleura parietal interkostal, sedangkan terdapat

8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi

dengan rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m)4.

Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum

Starling untuk menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen.

Hukum ini secara matematis dinyatakan sebagai berikut5:

Jv = Kf [(PH1 – PH2) - (1 - 2)]

Page 5: Efusi Pleura

Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori

membran pemisah antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah

tekanan hidrostatik dan koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi

(=1 menggambarkan radius dari zat terlarut lebih besar dari pori sehingga zat

terlarut tak akan mampu melewati pori, sebaliknya =0 menggambarkan

seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang mengakibatkan aliran

zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 3 – Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang

menggambarkan hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura.

Hipotesis ini terlalu sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan

limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan teori yang saat ini diterima

berdasarkan percobaan terhadap kelinci.

Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler

Sistemik) ke rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil

mendorong cairan ini ke rongga pleura.3 Nilai antara intersitisium parietal

Page 6: Efusi Pleura

dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3), sehingga pergerakan protein

terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif rendah (1 g

dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.

Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura

visceral (sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada

sebagian besar keadaan rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan

dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan.

Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal,

sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran

limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10

cmH2O.

III. Definisi

Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan

yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan

pleura ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi

normal.

IV. Epidemiologi

Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan

menjadi masalah utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi

pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan terdapat 1,3 juta orang

setiap tahunnya yang menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal

jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sedangkan di Indonesia, kasus TB

paru adalah penyebab utama efusi pleura.

Page 7: Efusi Pleura

V. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan

antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, jumlah

cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml, berfungsi untuk melicinkan

permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena

pernapasan. Cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui

pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik

plasma dan jaringan interstitial submesotelial. Cairan masuk ke dalam rongga

melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di

pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe

dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.

Akumulasi cairan melebihi volume normal dapat mengganggu

pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Cairan pleura

terakumulasi jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietalis dan visceralis

tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura

visceral atau produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain

bukan primer paru. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang

Page 8: Efusi Pleura

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami

perubahan. Adanya proses peradangan dapat menyebabkan permeabilitas

kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesothelial berubah

menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga

pleura.

IV. Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi

transudat dan eksudat.

a. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang sedikit itu adalah transudat.

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler

hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya

cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya.

Biasanya hal ini terdapat pada:

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

i. Gangguan Kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan

penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena

kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan

tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi

peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan

tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi

pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun

Page 9: Efusi Pleura

(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru

meningkat.

ii. Sindroma nefrotik

iii. Sirosis hepatis

iv. Dialisis peritoneum

v. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan

vi. Keganasan

vi. Emboli Pulmonal

b. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang

permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi

dibandingkan protein transudat.

Efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel

mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran

cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling

sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa

tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,

paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,

legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus

(karena Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis,

radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan

akibat radiasi.

V. Diagnosis

Diagnosis efusi pleura ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi torak, analisis cairan pleura dan

biopsi pleura.

1. Gejala Klinis

Page 10: Efusi Pleura

Pada seseorang yang mengalami efusi pleura, gejala klinis dapat

berupa keluhan sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat

efusi yang banyak berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang

terlokalisir, pada beberapa penderita dapat timbul batuk-batuk kering.

Keluhan berat badan menurun dapat dikaitkan dengan neoplasma dan

tuberkulosis, batuk berdarah dikaitkan dengan neoplasma, emboli paru dan

tuberkulosa yang berat. Demam subfebris pada tuberkulosis, demam

menggigil pada empiema dan ascites pada sirosis hepatis.

Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak memberi tanda-tanda

fisik yang nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan pada

pemeriksaan fisik seperti penurunan pergerakan hemitoraks yang sakit,

stem fremitus dan suara napas melemah. Cairan pleura yang lebih dari

1000 cc dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni. Cairan yang lebih

dari 2000 cc, suara napas melemah, atau menurun, mungkin menghilang

sama sekali dan mediastinum terdorong kearah paru yang sehat.

Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-

ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark

paru, keganasan. Dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning

kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila

merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena amuba.

b. Biokimia

Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter

cairan pleura. Efusi pleura dibedakan antara transudat (yang umumnya

terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal).

Page 11: Efusi Pleura

Tabel 1. Analisis Biokimia Cairan Pleura

2. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-

sel tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi

akut, sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis

tuberkulosa atau limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark

paru, biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna

biasanya pada mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis

rheumatoid dan sel L.E pada lupus eritematosus sistemik.

3. Foto Thorals

5. Bakteriologi

6. Biopsi Pleura

Page 12: Efusi Pleura

VI. Penatalaksanaan

1. Pengelolaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar

2. Pengosongan cairan (Torakosentesis).

Torakosentesis berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.

Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga axilaris posterior dengan

memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pelaksanaan torakosentesis

sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Pengeluaran cairan

pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc setiap kali aspirasi. Aspirasi

lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang

dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.

Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah:

a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga

pleura

b. Jika terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.

c. Jika terjadi reakumulasi cairan.

3. Pleurodesis

Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan

menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium,

parfum, talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat

banyak dan selalu terakumulasi kembali.

4. Pencegahan Efusi Pleura

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat

menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap

bila diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.

Page 13: Efusi Pleura

VII. Komplikasi

1. Empiema Torasis

2. Schwarte

3. Kegagalan Pernapasan