Efusi Pleura

24
PORTFOLIO KASUS NON BEDAH EFUSI PLEURA OLEH : dr. Ivon Darmanto PEMBIMBING : dr. Fauzijah Sri Rahmawati Sp.P PENDAMPING : dr. Yuliawati Soetio dr. Sofie Giantari RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN

description

Portfolio internsip

Transcript of Efusi Pleura

PORTFOLIO KASUS NON BEDAHEFUSI PLEURA

OLEH :dr. Ivon Darmanto

PEMBIMBING :dr. Fauzijah Sri Rahmawati Sp.P

PENDAMPING :dr. Yuliawati Soetiodr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAANKABUPATEN PROBOLINGGO2015

Nama Peserta: Ivon Darmanto

Nama Wahana : RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo

Topik : Efusi Pleura

Pendamping : dr. Yuliawaty Soetio & dr. Sofie GiantariPembimbing : dr. Fauzijah Sri R, Sp.P

Tanggal Presentasi : 29 Juli 2015Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan

Objektif Presentasi :

Keilmuan Ketrampilan PenyegaranTinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Menbahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien :Nama : Tn. ZNo. Registrasi : 262653

Nama Klinik : RSUD Waluyo JatiTelp : -Terdaftar: -

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Tn. Z, 26 tahun mengeluh sesak

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : -

4. Riwayat Keluarga : -

5. Riwayat Pekerjaan : bekerja kantoran di perusahaan percetakan

6. Lain Lain :

Daftar Pustaka :

1. Judson MA, Sahn SA (1995) Pulmonary physiologic abnormalities caused by pleural disease. Semin Respir Crit Care Med, 16: 34653.

2. Scheurich JW, Keuer SP, Graham DY (1989) Pleural effusion: comparison of clinical judgment and Lights criteria in determining the cause. South Med J, 82: 148791

3. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum. [Internet]. Available from: http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf Diakses pada 29 Juni 2015, pk. 09.17 WIB.

4. ORahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A regional study of human strucutre. [Internet]. Available from: http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html Diakses pada 29 Juni 2015, pk. 09.17 WIB.

5. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover. Eur Respir J, 1991; 10:219-25

6. Light RW, MacGregor MI, Luchsinger PC, Ball WC, Jr (1972) Pleural effusions: the diagnostic separation of transudates and exudates. Ann Intern Med, 77: 50713

7. Porcel JM, Light RW. Diagnostic approach to pleural effusion. Am Fam Physician. 2006; 73(7):1211-20

8. Maher GG, Berger HW (1972) Massive pleural effusion: malignant and nonmalignant causes in 46 patients. Am Rev Respir Dis, 105: 45860

9. Valdes L, Pose A, San Jose E, Martinez Vazquez JM (2003) Tuberculous pleural effusions. Eur J Intern Med, 14: 7788

10. Valdes L, Alvarez D, San Jose E, et al. (1995) Value of adenosine deaminase in the diagnosis of tuberculous pleural effusions in young patients in a region of high prevalence of tuberculosis. Thorax, 50: 6003

Hasil Pembelajaran :

1. Mendiagnosis awal pasien dengan efusi pleura2. Memberikan penanganan dan rujukan yang tepat

Catatan:

SubyektifTanggal 22 Juni 2015, Tn. Z, 26 tahun datang ke poli paru RSUD Waluyo Jati Kraksaan rujukan dari Surabaya dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 6 hari yang lalu setiap malam hari saat pasien beristirahat. Sesak memberat jika pasien tidur telentang atau miring ke kiri, dan sebaliknya sesak berkurang jika pasien tidur miring ke kanan.Selain sesak, pasien juga mengeluh batuk. Batuk kurang lebih sejak 1 bulan ini, dahak kuning kental tanpa darah. Batuk terjadi sepanjang hari, namun, intensitas batuk meningkat saat malam hari. Pasien juga mengeluh demam dan menggigil di malam hari. Nafsu makan pasien juga menurun sejak 1 bulan terakhir, berat badan pasien menurun dari 75 kg menjadi 63 kg.

Obyektif

Pemeriksaan Fisik:a) Keadaan Umum : pasien tampak sakit, keadaan gizi kurang, kesadaran compos mentis.b) Tanda-tanda vital : HR: 110/70 mmHg; suhu 38,20 C; RR 20 x/ menit; nadi 84 x/menit,c) BB : 63 kg; TB 170 cm BMI : 21.79 ( Normal )d) Keadaan Tubuh Kepala : mesosefal Kulit : turgor baik, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-) Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterik (-/-) Hidung : sekret (-/-) Telinga : discharge (-/-) Mulut : kering (-), sianosis (-) Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-) Thoraks Paru-paruPemeriksaanDepanBelakang

KananKiriKananKiri

INSPEKSI

BentukSimetris++++

PergerakanSimetris++++

PALPASI

PergerakanSimetris++++

ICSSimetris++++

PERKUSI

Suara KetokSonorSonorSonorSonor

SonorSonorSonorSonor

RedupSonorRedupSonor

RedupSonorRedupSonor

AUSKULTASI

Suara NafasVesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

Ronkhi----

----

----

----

Wheezing----

----

----

----

JantungInspeksi : ictus cordis tidak tampakPalpasi : ictus cordis tidak terabaPerkusi : batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra batas pinggang jantung: ICS II midclavicularis sinistra batas kanan bawah jantung : ICS IV linea sternalis dextra batas kiri jantung : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis sinistraAuskultasi : bunyi jantung I-II reguler, frekuensi 84 x/menit, bising (-), gallop (-) AbdomenInspeksi : permukaan cembung, dinding perut sejajar dinding dadaAuskultasi : bising usus (+) 11x/menitPerkusi : timpaniPalpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar & lien sulit teraba

Sistema Genitalia : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-). EkstremitasAkral dingin - - Oedem - - - - -

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16 Juni 2015Hemoglobin :11,4 g/dl WBC : 8000/mm3Hematokrit :37%Plt : 437.500/mm3LED : 80 mm/jam (Nn: 0-10 mm/jam)Eosinofil : 5; Basofil : 1; Stab : 0; Segmen : 38; Limfosit : 42; Monosit : 14NN: 0-7 0-2 0-2 37-80 10-50 0-12SGOT: 20 UI/LSGPT: 15 UI/L

Pemeriksaan penunjangThorax Foto 16 Juni 2015

Kesimpulan foto: efusi pleura dextra dan adanya perselubungan aktif di hilus dextra

Diagnosis : Efusi pleura dextraDifferential diagnosis : Efusi pleura dextra e.c tuberkulosisEfusi pleura dextra e.c pneumonia

Planning:1. Planning diagnosis:a) Monitor keluhanb) Analisa cairan pleurac) Pemeriksaan sputum2. Planning terapi:a) KIE mengenai penyakitb) Rawat jalan dengan terapi farmakologis sebagi berikut:Paracetamol 3x500mgCefixime 2x100mgCodein 3x10mgCurcuma 3x1 tabletNeurodex 1x1 tablet

FOLLOW UP:Subyektif:Tanggal 29 Juni 2015, Tn. Z kontrol ke poli paru RSUD Waluyo JatiBatuk dan sesak masih dirasakan tetap, nafsu makan membaik, sudah tidak demam.Pemeriksaan penunjang:Hasil pemeriksaan cairan pleura 17 Juni 2015Leukosit 2700PMN (%) 15MN (%) 85Glukosa 91Total Protein 11.2Albumin 3.1Globulin 8.1MAKROSWarna Kuning mudaKejernihan Agak keruhBuih NegatifBJ / Berat Jenis 1.005PH 8.0Hasil Pemeriksaan sputum : + / - / +Diagnosis : Efusi pleura e.c tuberkulosisPlanning :1. Planning diagnosis : Pemeriksaan laboratorium : LFT 2. Planning terapi:a. Rimstar (RHZE) 1 dd 4 tabletb. Neurodex 1 dd 1 tabletc. Curcuma 3 dd 1 tablet

TINJAUAN PUSTAKAEFUSI PLEURA

1. Anatomi dan Fisiologi PleuraPleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.3Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antar membran maupun yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor yang mendukung kontak antar membran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2) elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).

Gambar 1 Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura.

Gambar 2 Desain Morfofungsional Rongga Pleura (s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal, rongga pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang disebut sebagai stomata limfatik. Kepadatan stomata limfatik tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm-2 di pleura parietal interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 40 m)4.Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling untuk menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara matematis dinyatakan sebagai berikut5:Jv = Kf [(PH1 PH2) - (1 - 2)]Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran pemisah antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah tekanan hidrostatik dan koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius dari zat terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori, sebaliknya =0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang mengakibatkan aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 3 Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.Filtrasi cairan pleura terjadi di pleura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga pleura.3 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3), sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral (sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH2O.2. Efusi PleuraCairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampaui absoprsi (drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal, dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan pleura serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara transudat (yang umumnya terjadi akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat dicirikan dengan Lights criteria6:1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,52. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,63. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serumPerlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi mikrobiologis, dan sitologi.6

Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan kecurigaan ke arah:1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat kegagalan pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular paru. NT-proBNP >1500 pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal jantung kongestif. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang.Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites.Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.3. Emboli paru4. Sindroma nefrotikEfusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.5. Dialisis peritoneal lavageEfusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.6. Obstruksi sindroma kava superior7. Meigs SyndromSindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.Sebaliknya efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis tuberkulosis dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90% sel darah putih), serta marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura (yakni adenosin deaminase/ADA> 40 IU/L atau interferon gamma lebih dari 140 pg/mL) dapat digunakan untuk deteksi awal tuberkulosis9. Di area dimana prevalensi tuberkulosis sangat tinggi, peningkatan nilai ADA, dianggap sangat sensitif dan spesifik, terutama pada pasien muda, sehingga terapi tanpa biopsi pleura dapat dipertimbangkan10. Cairan pleura dapat pula dikultur, biopsi jarum pleura, atau torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel darah merah menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru. Selain tuberkulosis, exudat disebabkan oleh pleuritis akibat virus dan mikoplasma, bakteri piogenik, fungi. Efusi parapneumonik dikaitkan dengan pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah: 1. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura2. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura3. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.Manifestasi Klinik Efusi Pleura pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. Keluhan umum dan tidak spesifik dari efusi pleura adalah sesak, yang disebabkan oleh berbagai faktor yaitu penurunan volume pengembangan paru, penurunan elastisitas dinding dada dan penekanan pada diafragma. 75% pasien dengan efusi sekunder akibat emboli paru, mengeluh nyeri yang bersifat pleuritik yaitu nyeri saat mengambil nafas dalam. Batuk juga merupakan simptom yang tidak spesifik meskipun sputum yang purulen merupakan tanda adanya infeksi1. Gejala penurunan berat badan, keringat malam, anoreksia dan malaise dapat terjadi pada infeksi pleura, pleuritis tuberkulosa atau keganasan pleura. Adanya gejala kulit, mata atau sendi dapat mengarah penyakit jaringan ikat seperti reumatoid arthritis dimana pada beberapa kasus gejala yang pertama kali muncul adalah efusi pleura. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan asbes. Kombinasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik dapat mengindentifikasi penyebab efusi pleura yang bersifat transudat2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal Vokal fremitus menurun Perkusi dull sampal flat Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada trakea

Gambar 5 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan algoritma pemeriksaan tertentu.

Gambar 5 Algoritma Diagnosis Efusi Pleura7Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan efusi, diperlukan apencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan8, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor.7

Gambar 6 Kiri : Foto PA yang Menggambarkan Efusi Pleura Masif;Tengah : Foto PA yang Menggambarkan Efusi Pleura Minimal.Kanan : Foto LLD yang Menggambarkan Efusi Pleura MinimalTerapi efusi pleura difokuskan pada penyebab / kausanya / penyakit yang mendasari terjadinya efusi tersebut. Efusi pleura transudatif akan membaik dengan terapi pada penyakit yang mendasari, sebaliknya efusi eksudatif sering kali diperlukan mengambil cairan pleura untuk memperbaiki kondisi pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan torakosintesis sederhana. Insersi intercostal chest drain sering digunakan pada kasus efusi parapneumonik dan empiema. Selain itu bila terjadi efusi masif berulang pada kasus keganasan dapat dilakukan pleurodesis dengan talk.

8