Efusi Pleura
-
Upload
hendri6780 -
Category
Documents
-
view
224 -
download
3
Transcript of Efusi Pleura
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura (adanya cairan di ruang pleura) yang muncul lebih sedikit
pada anak-anak dibandingkan orang dewasa dapat disebabkan oleh beragam
infeksi dan penyakit bukan infeksi. Kebanyakan informasi yang ada tentang efusi
pleura berasal dari penelitian orang dewasa. Penyebab dari efusi pleura pada anak-
anak berbeda secara nyata dibandingkan orang dewasa tersebut. Pada orang
dewasa, kebanyakan penyebab efusi pleura adalah gagal jantung kongestif
(transudat), dan bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan
sering untuk eksudat.
Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu
hendaknya dicari penyebabnya. Dengan sarana yang ada, sangat sulit untuk
menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan
bahwa penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi
pleuranya dianggap efusi pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan
tuberkulosis paru yang menderita efusi pleura, efusi pleuranya dianggap bukan
disebabkan tuberkulosis. Hal ini tidak selalu benar, karena tuberkulosis paru dapat
disertai efusi pleura yang bukan karena tuberkulosis dan sebaliknya non
tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena tuberkulosis. Gambaran klinik
dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi pleura
tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu
pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting
1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat .,dimana kondisi ini jika dibiarkan
akan membahayakan jiwa penderitanya. Penyebab efusi pleura bisa bermacam-
macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan
akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark
paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. 5
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral
dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik
dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan
pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan
tuberkulosis.
2
2.2. Anatomi dan fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler
limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel
(terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis
mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus
dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini
mengandung kolagen dan jaringan elastis.5
Gambar 1a. Anatomi Rongga Pleura Gambar 1b. Anatomi Rongga Pleura
(Mikro)
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya
terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm).
3
Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A.
Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini
menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.5
Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari
sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik).
Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A.
Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf
sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem
persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari
dinding dada di atasnya.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
4
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal
cairan pleura adalah 10-20 cc.5
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang
pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan
karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada
pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura.5
2.3 Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma
meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.4
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga
5
pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.4
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :4
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Gagal Jantung
Kadar protein yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
6
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
2.4.Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka
pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara
penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi
sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang
ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan
keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering
lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah
maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. 7
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah
bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar
getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri
dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi
dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa
membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami
7
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga
dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer
paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain
paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan
dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan
ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.7
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
8
tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas
dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan
drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan
kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan
transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya
tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang
berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan
pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara
cepat
9
10
2.5 Manifestasi Klinis
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas. Pada anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering
dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia maka
gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak nafas, menggigil. Apabila
penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak ditemukan
sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan gejala sesak nafas
atau kesulitan bernafas.4,5
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.4
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).5
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.4
11
2.6 Diagnosis
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan
dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum. 4
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil
radang).4
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk
sel-sel malignan, dan pH.4
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya
penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan berikut:
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
12
Gambar 2. Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan
CT-Scan dada : CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
Gambar 3. CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan
(dikutip dari kepustakaan 1)
USG dada : USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Gambar 4. USG Efusi pleura dengan celah yang multiple Torakosentesis
13
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).7
Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap
pasien dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-anak tidak
semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi
parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul
minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.6
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage)
dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas,
organism tertentu (misalnya S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura,
kesulitan dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan pernafasan yang
membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera dilakukan apabila dari
hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2 kadar glukosa <
40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.6
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.6
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa
dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak namun
14
memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan.
Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.7
Analisa cairan pleura
Tabel 2. Perbedaan Transudat dan Eksudat
Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
Pemeriksaan laboratorium
(1) Darah : Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif.
(2) Sputum : Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi
hari.
(3) Test Tuberkulosis : Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang
dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan
yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan
dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap
bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam
tuberkulosis disuntikkan.
15
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
16
c. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 %.
2.7. Penatalaksanaan Efusi Pleura
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat
dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis.
Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
17
5. Water seal drainage (WSD) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.
TORAKOSENTESIS Pada Efusi Pleura
18
2.8. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
19
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya.
2. Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya.
3. Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
4. Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
5. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta, EGC, 1997.
6. Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo, Nirwan Arief, Efusi Pleura Ganas
Pada Kanker Paru, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan,
Jakarta
7. Dr Samsul Harun A, Efusi Pleura Tuberkulosis, Laboratorium/UPF
Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr
Soetomo, Surabaya. Sumber : cerminkedokteran no.62.tahun1990
20