Efisiensi pencetakan dokumen di perkantoran dengan six sigma

30
1 EFISIENSI PENCETAKAN DOKUMEN DI PERKANTORAN DENGAN SIX SIGMA Cahyani Windarto,ST Instruktur Pertama Departemen Otomotif BBLKI Surakarta Abstrak Kegiatan administrasi berupa pencetakan dokumen memberikan peluang cukup besar terjadinya kecacatan akubat kesalahan yang terjadi ketika proses pencetakan dokumen. Oleh karena itu optimalisasi kertas dalam rangka efisiensi dengan penerapan metoda six sigma berusaha untuk menghilangkan pemborosan dan kesalahan yang terjadi yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan bisa menghemat anggaran. Makalah ini bertujuan untuk menerapkan metoda six sigma yang dapat diaplikasikan di perkantoran Balai Latihan Kerja dengan mengukur tingkat cacat (defect rate) yang timbil akibat kesalahan pengguna maupun yang terjadi akibat kesalahan alat yang digunakan untuk melakukan pencetakan dokumen. Kapabilitas awal kegiatan pencetakan dokumen di sebuah Balai Latihan Kerja berdasarkan analisa six sigma berada di level 2,809 sigma yang berada pada area A pada diagram 4-Blok. Ini berarti fongsi control dan penggunaan teknologi masih jelek. Dengan metode DMAIC ditentukan CTQ yang peling mempengaruhi proses pencetakan dokumen. Untuk selanjutnya dilakukan upaya perbaikan pada proses pencetakan dokumen berupa target control yang dijadikan sasaran perbaikan pada kegiatan pencetakan yang bersifat teknis dan human error. Setelah dilakukan perbaikan didapat kapabilitas proses berada pada level 4,525 yang berarti fungsi control proses dan penerapan teknologi sudah bagus. Kata Kunci : Tingkat Cacat, Six Sigma, Titik Kritis Permasalahan (CTQ), DMAIC,Efisiensi A. PENGENALAN SIX SIGMA SEBAGAI ALAT BANTU PERBAIKAN KINERJA Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan proses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis. 1. Pengertian Six sigma juga disebut sistem komprehensif karena memiliki strategi, disiplin ilmu, dan alat untuk mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis. Six Sigma disebut strategi

description

Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran dengan Six Sigma

Transcript of Efisiensi pencetakan dokumen di perkantoran dengan six sigma

1

EFISIENSI PENCETAKAN DOKUMEN DI PERKANTORAN DENGAN SIX SIGMA

Cahyani Windarto,ST Instruktur Pertama Departemen Otomotif BBLKI Surakarta

Abstrak

Kegiatan administrasi berupa pencetakan dokumen memberikan peluang cukup besar

terjadinya kecacatan akubat kesalahan yang terjadi ketika proses pencetakan dokumen. Oleh

karena itu optimalisasi kertas dalam rangka efisiensi dengan penerapan metoda six sigma

berusaha untuk menghilangkan pemborosan dan kesalahan yang terjadi yang pada akhirnya

akan meningkatkan efisiensi dan bisa menghemat anggaran.

Makalah ini bertujuan untuk menerapkan metoda six sigma yang dapat diaplikasikan

di perkantoran Balai Latihan Kerja dengan mengukur tingkat cacat (defect rate) yang timbil

akibat kesalahan pengguna maupun yang terjadi akibat kesalahan alat yang digunakan untuk

melakukan pencetakan dokumen.

Kapabilitas awal kegiatan pencetakan dokumen di sebuah Balai Latihan Kerja

berdasarkan analisa six sigma berada di level 2,809 sigma yang berada pada area A pada

diagram 4-Blok. Ini berarti fongsi control dan penggunaan teknologi masih jelek. Dengan

metode DMAIC ditentukan CTQ yang peling mempengaruhi proses pencetakan dokumen.

Untuk selanjutnya dilakukan upaya perbaikan pada proses pencetakan dokumen berupa

target control yang dijadikan sasaran perbaikan pada kegiatan pencetakan yang bersifat

teknis dan human error. Setelah dilakukan perbaikan didapat kapabilitas proses berada pada

level 4,525 yang berarti fungsi control proses dan penerapan teknologi sudah bagus.

Kata Kunci : Tingkat Cacat, Six Sigma, Titik Kritis Permasalahan (CTQ), DMAIC,Efisiensi

A. PENGENALAN SIX SIGMA SEBAGAI ALAT BANTU PERBAIKAN KINERJA

Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,

mempertahankan, dan memaksimalkan proses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan

oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin

terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola,

memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis.

1. Pengertian

Six sigma juga disebut sistem komprehensif karena memiliki strategi, disiplin ilmu,

dan alat untuk mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis. Six Sigma disebut strategi

2 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena

mengikuti model formal,yaitu DMAIC ( Define, Measure, Analyze, Improve, Control ) dan

alat karena digunakan bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto (Pareto

Chart) dan Minitab sebagai alat hitung statistik. Kesuksesan peningkatan kualitas dan

kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan

masalah. Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma yang dapat

dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif metodologi.

a. Perspektif statistik, Six sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang

menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik

apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki

batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL

(Lower Specification Limit) proses yang terjadi di luar rentang disebut cacat. Proses

Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion

opportunity).

b. Perspektif metodologi, Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk

menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define,

Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan jantung analisis six sigma

yang menjamin voice of costumer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga

produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan.

Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan

pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality).

Measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan (Y).

Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).

Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor

penyebab cacat.

Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul.

Six Sigma pun merupakan falsafah manajemen yang berfokus untuk menghapus

cacat dengan cara menekankan pemahaman, pengukuran, dan perbaikan proses. Cacat

(defect) ialah ciri yang dapat diukur dari suatu proses atau outputnya yang tidak berada

di dalam batas-batas yang dapat diterima pelanggan, yakni tidak sesuai dengan

spesifikasi. Enam sigma adalah praktik-praktik yang membantu perusahaan

menghilangkan cacat dan selalu menghasilkan produk dan jasa yang memenuhi

3

spesifikasi pelanggan. Level sigma dari suatu proses dikalkulasi berkaitan dengan

jumlah cacat dalam rasio jumlah peluang untuk cacat.

Hal mendasar bagi Six Sigma adalah menentukan dengan jelas apa yang diinginkan

oleh para pelanggan sebagai suatu kebutuhan eksplisit. Kebutuhan ini sering disebut

Critical To Quality (CTQ). Kemudian perusahaan diharuskan menghitung jumlah defect

yang terjadi sehingga akan diperoleh hasil proses persentase item tanpa defect dan

menggunakan sebuah tabel untuk menentukan level sigma. Level sigma ini sering

disebut kesalahan per sejuta peluang (Defects Per Million Opportunities / DPMO). DPMO

mengindikasikan berapa banyak kesalahan yang akan muncul jika sebuah aktivitas

diulang hingga satu juta kali. DPMO juga merupakan cara sederhana untuk

menggambarkan kualitas dan kapabilitas dari sebuah proses seperti yang tertera dalam

Tabel 1.

Hasil Proses

(Persentase Item Tanpa Defect)

Defects per Million

Opportunities (DPMO)

Level Sigma

(Kemampuan Proses)

30,90 % 690.000,0 1

69,20 % 308.000,0 2

93,30 % 66.800,0 3

99,40 % 6.210,0 4

99,98 % 320,0 5

99,99 % 3,4 6

Tabel 1. Konversi Sigma yang di sederhanakan

Tabel 1 menunjukkan jika perusahaan beroperasi kurang dari enam sigma maka

perusahaan tersebut berpeluang besar menghasilkan barang atau jasa yang cacat. Jika

ada 66.800 item yang cacat dari sejuta peluang, hal ini menandakan bahwa 933.200

item berjalan dengan baik_93,3% sempurna. Namun, jika perusahaan merasa sudah

cukup senang pada perhitungan tersebut, maka sebaiknya perusahaan

mempertimbangkan level tiga sigma dari perspektif yang lain.

2. Sejarah

Carl Frederick Gauss (1777-1885) adalah orang yang pertama kali memperkenalkan

konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh

Walter Shewhart di tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata

(mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalam sebuah proses. Pada akhir tahun

1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola's Government Electronics

Group memulai percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan

4 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

analisa statistik. Dengan menggunakan cara tsb, Motorola mulai menunjukkan

peningkatan yang dramatis: produk didesain dan diproduksi lebih cepat dengan biaya

yg lebih murah. Metode tersebut kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul

"The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola" Dr. Mikel Harry

kemudian dibantu oleh Richard Schroeder, mantan exekutive Motorola, menyusun

suatu konsep perubahan manajemen ( change management ) yang didasarkan pada

data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat pengukuran kualitas yg

sederhana yg kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis, yg dikenal dengan nama Six

Sigma.

3. Perbedaan Six Sigma dan Total Quality Management (TQM)

Thomas Pyzdek, seorang konsultan implementasi Six Sigma dan penyusun buku "The

Six Sigma Handbook", pada bulan Februari 2001, menjelaskan adanya perbedaan

penting antara Six Sigma dan TQM yaitu, TQM hanya memberikan petunjuk secara

umum (sesuai dengan istilah manajemen yang digunakan dalam TQM). Petunjuk untuk

TQM begitu umumnya sehingga hanya seorang pemimpin bisnis yang berbakat yang

mampu menterjemahkan TQM dalam operasional sehari-hari. Secara singkat, TQM

hanya memberikan petunjuk filosofis tentang menjaga dan meningkatkan kualitas,

tetapi sukar untuk membuktikan keberhasilan pencapaian peningkatan kualitas.

Kemudian konsep Total Quality Control, di tahun 1950, menunjukkan bahwa kualitas

produk bisa ditingkatkan dengan cara memperpanjang jangkauan standar kualitas ke

arah hulu, yaitu di area engineering dan purchasing. Akan tetapi ada beberapa

kelemahan yang muncul pada pelaksanaan Total Quality Control yaitu :

a. Terlalu fokus pada kualitas dan tidak memperhatikan isu bisnis kritis lainnya.

b. Implementasi Total Quality Control menciptakan pemahaman bahwa masalah

kualitas adalah masalahnya departemen Quality Control, padahal masalah kualitas

biasanya berasal dari ketidakmampuan departemen lain dalam perusahaan yg sama.

c. Penekanan umumnya pada standar minimum kualitas produk, bukan pada

bagaimana meningkatkan kinerja produk.

Six Sigma dalam pelaksanaannya menunjukkan hal-hal menjadi solusi permasalahan

di atas :

a. Menggunakan isu biaya, cycle time dan isu bisnis lainnya sebagai bagian yg harus

diperbaiki.

b. Six sigma fokus pada penggunaan alat untuk mencapai hasil yg terukur.

5

c. Six sigma memadukan semua tujuan organisasi dalam satu kesatuan. Kualitas

hanyalah salah satu tujuan, dan tidak berdiri sendiri atau lepas dari tujuan bisnis

lainnya.

d. Six sigma menciptakan agen perubahan (change agent) yg bukan bekerja di Quality

Department. Ban hijau (Green Belt) adalah para operator yg bekerja pada proyek Six

Sigma sambil mengerjakan tugasnya.

4. Proses dalam Six Sigma

a. Fase menentukan masalah (Define)

Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan

pelanggan, dan membangun tim. fase ini tidak banyak menggunakan statistik, alat-

alat (tools) statistik yang sering dipakai pada fase ini adalah diagram sebab-akibat

(Cause and Effect Chart) dan diagram pareto (Pareto Chart). Kedua alat (tool)statistik

tersebut digunakan untuk melakukan identifikasi masalah dan menentukan prioritas

permasalahan.

b. Menentukan masalah

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menentukan masalah adalah :

i. Spesifik, menjelaskan secara tepat apa yang salah, bagian proses mana yang salah

dan apa salahnya.

ii. Dapat diamati, menjelaskan bukti-bukti nyata suatu masalah. bukti-bukti tersebut

dapat diperoleh baik melalui laporan internal maupun umpan balik pelanggan

iii. Dapat menunjukkan lingkup masalah dalam suatu ukuran.

iv. Dapat dikendalikan, masalah harus dapat diselesaikan dalam rentang waktu

tertentu. Apabila masalah terlalu besar maka dapat dipecah-pecah sehingga dapat

lebih dikendalikan.

c. Pengukuran (Measure)

Measure adalah fase mengukur tingkat kinerja saat ini, sebelum mengukur tingkat

kinerja biasanya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap sistem pengukuran

yang digunakan.

d. Analisis Sistem Pengukuran

Masalah yang muncul dalam pengukuran adalah variabilitas pengukuran yang

dinyatakan dalam varian( variance ). Varian total suatu pengukuran berasal dari

varian yang ditimbulkan oleh produk (part to part) dan varian akibat kesalahan

pengukuran (gage).

6 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

e. Analisis Kapabilitas Proses

Kapabilitas suatu proses menggambarkan seberapa pas (uniform) proses tersebut.

Analisis kapablitas proses dilakukan dengan memperbandingkan kinerja suatu

proses dengan spesifikasinya, suatu proses memiliki kapabilitas bila semua nilai

variabel yang mungkin, berada dalam batas spesifikasi. Fase analisis (analyze)

merupakan fase mencari dan menentukan akar atau penyebab dari suatu masalah.

Masalah-masalah yang timbul kadang-kadang sangat kompleks sehingga

membingungkan antara mana yang akan dan tidak kita selesaikan.

Untuk menganalisa bisa menggunakan alat-alat sebagai berikut :

i. Diagram Pareto (Pareto Chart)

Merupakan suatu grafik balok yang memecah suatu masalah menjadi kontribusi-

kontribusi yang berhubungan dengan komponen-komponennya. Nama Pareto

diambil dari nama penemunya yaitu seorang Ekonom Italia bernama Vilfredo

Pareto yang dikenal dengan konsep 80/20, yang berasumsi bahwa beberapa

unsur vital yang merupakan masalah 80% disebabkan oleh hanya 20% penyebab

masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data kedalam

kelompok-kelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dengan

bentuknya berupa diagram batang. Diagram Pareto membantu perusahaan

mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah secara umum.

Berkaitan dengan Six Sigma, Diagram Pareto dapat digunakan dalam

mengidentifikasi faktor-faktor dalam suatu proses yang mempunyai efek

akumulatif terbesar, sehingga perusahaan dapat berfokus pada beberapa faktor

vital. Setiap faktor yang ada dapat di plot dari yang paling penting sampai yang

kurang penting dalam bentuk urutan menurun berdasarkan frekuensi relatif.

Diagram pareto digunakan untuk melakukan prioritas terhadap masalah-masalah

yang harus ditangani.

ii. Diagram sebab-akibat ( Cause & Effect Chart )

Diagram sebab-akibat (Cause & Effect Chart)digunakan untuk mengorganisasi

hasil informasibrainstorming dari sebab-sebab suatu masalah. Diagram ini sering

disebut juga dengan diagram fishbone karena bentuknya yang mirip dengan

tulang ikan, atau diagram Ishikawa untuk menghormati sang penemu.

iii. Uji hipotesis rata-rata

7

Umumnya uji hipotesis rata-rata digunakan untuk menetapkan faktor kausatif (x)

dengan cara menginformasikan sumber-sumber variasi. Disamping itu,

digunakan juga untuk menunjukan perbedaan yang signifikan antara data awal

(baseline) dengan data yang diambil setelah perubahan (improvement),

dilakukan.

f. Pengembangan (Improve)

Adalah fase meningkatkan proses(x) dan menghilangkan sebab-sebab cacat. Pada

fase pengukuran (measure) telah dinetapkan variabel faktor (x) dan untuk masing-

masing variabel respons(y). Sedangkan pada fase pengembangan i(improve) banyak

melibatkan uji perancangan percobaan (Design of Experiment) atau disingkat DoE.

DoE merupakan suatu pengujian dengan mengubah variabel faktor sehingga

penyebab perubahan pada variabel respon diketahui.

g. Pengendalian ( Control )

Pengendalian terhadap proses akan membantu mengurangi variabilitas, memonitor

kinerja setiap saat dan memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan.

B. PENDEFINISIAN MASALAH (DEFINE)

1. Menentukan Voice of Customer (VOC)

Dalam melakukan proses pendefinisian yang harus diketahui terlebih dahulu adalah

keinginan customer (pelanggan). Customer di sini merujuk pada customer eksternal dan

customer internal. Keinginan customer tersebut disebut dengan Voice of Customer

(VOC). Namun dari sekian banyak keinginan customer tidak mungkin dapat dipenuhi

semua, dan pasti ada keinginan yang kritikal di mata customer, itu yang disebut Critical

Customer Requirement (CCR). Ada beberapa peralatan untuk mengetahui CCR ini

diantaranya yang paling mudah adalah dengan menanyakan langsung kepada customer,

baik dengan survey maupun dengan angket. Untuk sisi proses/bisnis sendiri juga perlu

mendefinisikan Critical Business Requirement (CBR). Setelah CCR dan CBR diketahui

langkah selanjutnya adalah mengkuantifikasinya, artinya membuat CCR dan CBR

tersebut menjadi sesuatu yang terukur, itu yang disebut Critical to Quality ato CTQ.

Mengumpulkan Voice of Customer & Voice of Business adalah mengumpulkan

persyaratan utama dari proses dari sudut pandang pelanggan dan Process Owner.

Menentukan CCR dan CBR, finalisasi dan menentukan prioritaskan suara pelanggan

8 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

atau bisnis yang paling kritikal. Langkah selanjutnya adalah bagaimana menuangkan

permintaan pelanggan tersebut ke dalam suatu metrik yang terukur.

Dalam Gambar 1 Voice of Business merujuk pada Instruksi Presiden melalui Inpres

No. 7 Tahun 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga yang

mengambil isu penghematan anggaran minima 10% pada Biaya Operasional

Perkantoran yang masih memungkinkan untuk dilakukan karena dampaknya tidak

akan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Gambar 1. Matrik Voice of Business dan pendefinisian Critical Busines Requirement

Memahami kebutuhan serta perilaku pelanggan merupakan titik awal dari mana

perusahaan dapat mulai membangun petunjuk-petunjuk yang jelas bagi kinerja dan

kepuasan pelanggan. Dengan persyaratan yang telah ditentukan dengan konkret,

perusahaan/lembaga dapat mengukur kinerja aktual perusahaan dan menilai strategi

serta pasar perusahaan untuk berfokus pada permintaan dan ekspetasi pelanggan.

Dalam Gambar 2 Voice of Customer menggambarkan kurangnya minat masyarakat

untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja. Salah satu

sebab utamanya adalah banyak alternatif pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan

lembaga lain dengan fasilitas yang memadai. Sehingga menjadi tantangan bagi Balai

Latihan Kerja untuk memberikan kualitas pelatihan dengan harga yang lebih murah

bahkan gratis.

Gambar 2. Matrik Voice of Customer dan pendefinisian Critical Customer Requirement

9

2. Menentukan Critical to Quality (VOC)

Setelah semua varibel yang dipandang penting oleh pelanggan didapatkan selanjutnya

dipilih variabel kritikal yang diberi nilai terukur (varibel terukur tersebut disebut CTQ).

Dengan kata lain, CTQ adalah sebuah karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang

memenuhi kebutuhan pelanggan ( internal ataupun eksternal). Titik kritis kualitas atau

CTQ pada makalah ini merupakan unsur yang secara signifikan mempengaruhi proses

bisnis Balai Latihan Kerja dan keinginan masyarakat. Di dapat CTQ berupa “Efisiensi

Biaya Operasional Perkantoran”.

3. Menentukan fokus kegiatan prioritas.

Seperti yang sudah kita ketahui, metodologi Six Sigma punya berbagai macam

perangkat untuk melakukan process improvement. SIPOC Diagram adalah sebuah

perangkat yang digunakan dalam metodologi Six Sigma, yakni suatu gambar visual yang

mendeskripsikan tentang bagaimana proses dapat memberikan pelayanan kepada

pelanggan. Perangkat SIPOC ini bermanfaat ketika terdapat ketidakjelasan dalam hal :

a. Siapa yang menyediakan input untuk proses?

b. Spesifikasi apa yang ditetapkan untuk input?

c. Siapa yang menjadi pelanggan dalam proses?

d. Apa persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan?

Adanya SIPOC diagram dapat membantu tim yang menjalankan proses Six Sigma dalam

memahami tujuan dan ruang lingkup proses. SIPOC diawali dengan cara

mengidentifikasi suara pelanggan (voice of customer), kemudian memberikan gambaran

kepada proses input (variabel X) yang kemudian menghasilkan dampak kepada output

(variabel Y).Selanjutnya mengidentifikasi output, input, customer dan supplier.

Pembuatan map ini dilakukan oleh tim yang telah ditunjuk untuk melakukan perbaikan

berdasarkan brainstorming yang mendetail mengenai keseluruhan proses. Selama

proses berlangsung, supplier (S) menyediakan input (I) untuk proses (P). Proses yang

dilakukan ini berusaha untuk meningkatkan value added (nilai tambah), dan

menghasilkan output (O) yang memenuhi bahkan melampaui ekspektasi dari

customer/pelanggan (C).

10 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Sumber :http://www.bblkiserang.com/forumadmin/upload/rencana%20umum%20pengadaan.pdf

Gambar 3. Proses Brainstorminguntuk menentukan variabel X yang berpengaruh pada Y

Proses brainstorming yang ditunjukkan pada Gambar 3 merupakan brainstorming

sederhana yang efektif dengan mengikuti pilihan Do (Lakukan) dan Don’t (Tidak

Lakukan). Sesi seperti ini akan menghasilkan banyak ide-ide atau solusi yang kreatif

dan menampung banyak aspirasi. Seperti ide untuk melakukan efisiensi pada

Penyelenggaraan Operasinal dan Pemeliharaan Perkantoran, dimana hal ini cukup

memungkinkan karena efisiensi biaya yang dilakukan tidak akan bedampak secara

langsung pada masyarakat. Ada beberapa sektor yang memungkinkan untuk dilakukan

efisiensi, diantaranya :

a. Efisiensi pemeliharaan fasilitas gedung dan lingkungan

b. Efisiensi pemeliharaan gedung kantor

c. Efisiensi pemeliharaaan kendaraan operasional

d. Efisiensi administrasi perkantoran

Penulis memilih untuk mengambil permasalahan “Efisiensi Pencetakan Dokumen di

Perkantoran dengan Six Sigma” karena dianggap paling mudah untuk dilakukan dengan

cara efisiensi pada Belanja Keperluan Sehari-hari Perkantoran.

C. PENGUKURAN (MEASURE)

1. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data sangatlah rumit. Banyak orang berpikir data dapat didapat dengan

mudah dan bahkan dimanipulasi. Namun dengan six sigma akan dapat diketahui

apakah data yang diambil dengan pengukuan yang valid, dengan alat ukur yang valid

11

dan cara pengukuran yang valid pula. Dalam pengumpulan data ada 5 (lima) langkah

yang perlu diperhatian, yaitu :

a. Mengklarifikasi tujuan pengumpulan data,

b. Mengembangkan definisi operasional dan prosedur,

c. Validasi sistem pengukuran,

d. Mulai pengumpulan data,

e. Lanjutkan sistem pengukuran untuk meningkatkan dan memastikan orang

mengikuti panduan pengumpulan data.

Masalah yang muncul dalam pengukuran adalah variabilitas pengukuran yang

dinyatakan dalam varian (variance). Varian total suatu pengukuran berasal dari varian

yang ditimbulkan oleh produk (part to part) dan varian akibat kesalahan pengukuran

(gage).

Dari rencana efisiensi untuk efisiensi pada belanja keperluan sehari-hari pada

perkantoran difokuskan pada efisiensi penggunaan kertas untuk mencetak dokumen di

perkantoran dengan asumsi tingkat cacat (Deffect Rate) sebesar 10%. Dan penerapan

Paper Less Office bisa mengurangi 50% konsumsi kertas.

Berikut perhitungan yang bisa dikumpulkan yang bisa memberikan gambaran besarnya

dampak efisiensi yang terjadi dengan mengurangi jumlah kertas yang cacat pada saat

mencetak dokumen di perkantoran.

• Gaji Pegawai (Staff) : Rp.2.000.000.

• Gaji Karyawan Rp. 3.02/Detik (23 Hari kerja/bulan, 8 jam/hari)

• Harga Tinta Refill HP LJ P1102 / Lembar :Rp. 150.000/2500 lbr = Rp. 60

• Harga Kertas / Lembar : Rp. 35000/500 = Rp. 70

• Waktu Pencetakan Dokumen/lembar: 5 Detik (Tidak Termasuk waktu Checking)

• Waktu Kerja Pegawai : 8 Jam / Hari

Biaya Pencetakan / Lembar = Harga Kertas + (Gaji Karyawan per Detik * Lama

Print)+Harga Tinta per Lembar.

Biaya Pencetakan / Lembar = 70+(3.02x5)+70 = Rp. 155

Konsumsi Kertas per Bulan : 15 Rim (7500 Lembar)

Total Cacat per bulan sebesar 10%x7500 lembar = 750 lembar (1.5 Rim Kertas).

Sehingga biaya :

a. Yang Timbul akibat Defect 10%

Biaya : Rp. 155 x (10%x7500) = Rp. 116.250 per Bulan = Rp. 1.395.000 per Tahun

12 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

b. Yang bisa di hemat dengan Paper Less Office 50%

Biaya : Rp. 155 x (50%x7500) = Rp. 581.250 per Bulan = Rp. 6.975.000 per Tahun

TOTAL PENGHEMATAN PER BULAN : Rp 116.250 + Rp. 581.250 = Rp. 697.500

TOTAL PENGHEMATAN PER TAHUN : Rp. 697.500 x 12= Rp. 8.370.000/Tahun

2. Diagram Pareto

Apakah Pareto Chart dan bagaimana digunakan dalam Six Sigma? Ini adalah

pertanyaan yang sangat bagus. Hal ini juga diketahui bahwa Six Sigma adalah salah satu

pilihan paling baik digunakan untuk bisnis produksi manufaktur dan yang lainnya untuk

bekerja secara ramping dalam proses produksi atau pelayanan jasa. Dan dengan proses

Six Sigma, ada banyak langkah dan banyak tool yang disertakan dalam rangka untuk

mencapai tingkat efisiensi usaha tertinggi. Salah satu alat dalam Six Sigma adalah Pareto

Chart. Pareto Chart digunakan untuk menentukan penyebab yang cenderung menjadi

masalah mayoritas keluhan yang berhubungan dengan produk atau jasa. Pareto Chart

diciptakan sama untuk sebagian besar grafik lainnya. Bahkan mereka dapat dengan

mudah dibuat di Excel.

Dari beberapa data – data diatas, maka diklasifikasikan permasalahan yang bisa

menyebabkan cacat ketika pencetakan dokumen di perkantoran yaitu :

No Penyebab Jumlah Cacat

1 Perubahan Konsep 202

2 Printer Error 143

3 Salah Tanggal 108

4 Tinta Habis 90

5 Salah Ukuran Kertas 86

6 Salah Setting 63

7 Margin Error 42

8 Salah Nama 25

9 Salah Gelar 17

Jumlah 776

Tabel 2. Klasifikasi Masalah

Pengukuran / Measure dilakukan dengan Pareto Chart di dalam aplikasi Minitab,

seperti terlihat pada Grafik 1 di bawah ini, bahwa perubahan konsep dan printer error

mendapat porsi 44,5% lebih dari total penyebab kesalahan, sehingga yang menjadi

prioritas utama dalam perbaikan adalah pada proses tersebut. Sedangkan untuk

13

penyebab yang lainnya (7 penyebab) tidak jadi prioritas perbaikan, namun akan

dilaksanakan setelah kedua prioritas utama selesai diperbaiki.

Grafik 1. Diagram Pareto penyebab kesalahan cetak dokuman

3. Menentukan Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses yang ditunjukkan dengan besarnya nilai sigma akan menentukan

arah analisa dan improvement yang akan dilakukan. Untuk menentukan nilai

kapabilitas proses menggunakan alat berupa software Minitab. Data realisasi besarnya

jumlah kertas yang cacat pada pencetakan dokumen selama sebulan akan disimulasikan

untuk mengetahui nilai Defect per Unit (DPU), Defect per Opportunity (DPO), Defect per

Million Opportunity (DPMO), Yield (Yrt) dan Level Sigma, sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 3 berikut ini :

Nama Rumus Hasil Defect Def 750

Unit U 7500 DPU Def/U 0,1 DPO (Def/U)*Opportunity 0,01

DPMO DPO*1.000.00 10.000 Yrt 2,718(-DPU) 0,904837 Zlt Zinverse(Yrt) 1,30962

Zshift 1,5 1,5 Sigma Level (Zst) Zst=Zlt + Zshift 2,80962

Tabel 3. Menentukan Kapabilitas Proses

Setelah mendapatkan Sigma Level kemudian di gunakan pada 4-Blok Diagram yang

menunjukkan tingkat Kontrol (Zshift) dan pengaruh Teknologi (Zst). terdiri atas :

14 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

a. Area A, menunjukkan area dengan kontrol jelek dan teknologi jelek (Bad Control

& Bad Technology)

b. Area B, menunjukkan area dengan kontrol bagus dan pengaruh teknologi cukup

(Good Control & Proper Technology)

c. Area C, menunjukkan area dengan kontrol bagus namun penggunaan teknologi

jelek (Good Control & Bad Techology)

d. Area D, menunjukkan area dengan kontrol bagus dan teknologi bagus (Good

Control & Good Technology)

Gambar 4 menunjukkan letak kapabilitas poses awal berada pada area A (kontrol jelek

dan penggunaan teknologi kurang), sehingga harus didorong dengan improvement

positif agar menuju area D.

Gambar 4. Kapabilitas Proses Awal

D. ANALISA (ANALYZE)

1. Diagram Sebab Akibat (Cause Effect Diagram)

Cause Effect Diagram akan membantu menampilkan banyak penyebab potensial

suatu masalah atau efek. Ketika berusaha untuk memecahkan masalah, sering ada

banyak pendapat mengenai akar penyebab masalah itu. Salah satu cara untuk

menangkap ide-ide yang berbeda dan merangsang pegawai melakukan brainstorming

tentang akar penyebab adalah diagram sebab dan akibat (cause effect), yang biasa

disebut sebuah Fishbone atau tulang ikan. Cause Effect Diagram akan membantu secara

visual untuk menampilkan banyak penyebab potensial terjadinya suatu masalah

tertentu. Hal ini sangat berguna dalam pengaturan kelompok masalah dan untuk situasi

di mana sedikit data kuantitatif yang mungkin tersedia untuk bisa dilakukan analisis.

Cause Effect memiliki manfaat tambahan agar orang-orang dengan alam pikirannya bisa

mendapatkan hak untuk menentukan apa yang harus dilakukan tentang masalah, ini

15

dapat membantu mengeksplorasi secara lebih menyeluruh dari isu dibalik masalah

tersebut - yang akan mengarah pada solusi yang lebih kuat.

2. Diagram Sebab Akibat dari 2 Penyebab yang Menjadi Prioritas

a. Diagram sebab akibat dari “Perubahan Konsep”

Perubahan konsep yang terjadi akan menimbulkan cacat pencetakan dokumen. Ada

2 faktor yang bisa menyebabkan perubahan konsep, yaitu orang dan metode.

Dalam Gambar 5 dijelaskan penyebab yang berkaitan dengan faktor orang, yaitu

pengalaman dan pendidikan. Sedangkan pengecekan dokumen merupakan penyebab

yang berkaitan dengan faktor metode.

Gambar 5. Diagram sebab akibat dari “Perubahan Konsep”

Langkah selanjutnya adalah memberikan nilai dari kemungkinan penyebab dengan

ketentuan ;

i. Nilai 10 untuk penyebab yang memiliki efek tinggi dan penerapan mudah

ii. Nilai 20 untuk penyebab yang memiliki efek rendah dan penerapan mudah

iii. Nilai 30 untuk penyebab yang memiliki efek tinggi dan penerapan sulit

iv. Nilai 40 untuk penyebab yang memiliki efek rendan dan penerapan sulit.

No Potensial X Nilai 1 Pengalaman 10 2 Pendidikan 10 3 Pengecekan dokumen 10

Tabel 4. Skoring penyebab ptensial (X) dari “Perubahan Konsep” b. Diagram sebab akibat dari “Printer Error”

Printer error akan menimbulkan cacat/kerusakan pada pencetakan dokumen. Ada 3

faktor yang bisa menyebabkan printer error yaitu orang, mesin dan metode. Dalam

Gambar 6 dijelaskan beberapa penyebab yang berkaitan dengan faktor tersebut.

16 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Gambar 6. Diagram sebab akibat dari “Printer Error”

Langkah selanjutnya adalah memberikan nilai dari kemungkinan penyebab dengan

ketentuan ;

i. Nilai 10 untuk penyebab yang memiliki efek tinggi dan penerapan mudah

ii. Nilai 20 untuk penyebab yang memiliki efek rendah dan penerapan mudah

iii. Nilai 30 untuk penyebab yang memiliki efek tinggi dan penerapan sulit

iv. Nilai 40 untuk penyebab yang memiliki efek rendan dan penerapan sulit.

No Potensial X Nilai 1 Kemampuan TI 10 2 Perawatan 10 3 Sistem Jaringan 10

Tabel 5. Skoring penyebab ptensial (X) dari “Printer Error”

3. Menentukan Faktor Vital yang benar-benar merupakan penyebab

Permasalahan (Uji Hipotesis)

Sebelum melakukan uji hipotesis untuk menentukan faktor vital, perlu diketahui

bahwa data ada 2 macam, yaitu data kontinyu (merupakan hasil pengukuran) dan data

diskrit (merupakan hasil penghitungan). Uji hipotesis untuk data kontinyu dilakukan

dengan metode average (t-test & ANOVA), metode dispersion (F-test), metode

correlation (correlation analyze). Sedangkan untuk data diskrit dilakukan dengan

metode ratio (proportion & chi-square)

Data yang diperoleh dari penyebab yang mungkin timbul adalah data hasil

penghitungan merupakan data diskrit, sehingga uji hipotesis yang dilakukan dengan

metode ratio dengan menggunakan 2-proportion test, yaitu membandingkan rasio dari

dua group.

17

a. 2-proportion test “Pengalaman Pegawai Terhadap Perubahan Konsep”

Jenis Pegawai OK NG TOTAL

Belum Pengalaman 6 12 18

Pengalaman 2 16 18 Tabel 6. Data cacat akibat pengalaman pegawai

Data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas apakah data mengikuti distribusi

normal atau tidak. Apabila P-Value (tingkat signifikasi) lebih besar dari 0,05 maka

kesimpulannya data mengikuti distribusi normal. Sebaliknya apabila P-Value lebih

kecil dari 0,05 maka kesimpulannya data tidak terdistribusi secara normal. Dengan

menggunaka Minitab akan diperoleh hasil seperti dalam Grafik 2, P-Value sebesar

0,100 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data pengalaman pegawai terdistribusi

secara normal.

Grafik 2. Uji Normalitas terhadap data Pengalaman Pegawai

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1

(Hipotesis Alternatif).

i. Ho : Perubahan Konsep dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman pegawai

ii. H1 : Perubahan Konsep tidak dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman

pegawai

Gambar 7. 2-Proportion test terhadap Pengalaman Pegawai

18 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Dari Gambar 7 didapat P-Value sebesar 0,228. Karena P-Value > 0,05 maka Ho

DITERIMA, artinya faktor “Pengalaman Pegawai” merupakan FAKTOR VITAL.

b. 2-proportion test “Pendidikan Terhadap Perubahan Konsep”

Jenis Pendidikan OK NG TOTAL

Non Teknik 2 8 10

Teknik 1 9 10 Tabel 7. Data cacat akibat pendidikan pegawai

Dengan menggunaka Minitab diperoleh hasil seperti dalam Grafik 3, P-Value sebesar

0,197 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data pengalaman pegawai terdistribusi

secara normal.

Grafik 3. Uji Normalitas terhadap data Pendidikan Pegawai

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1

(Hipotesis Alternatif).

i. Ho : Perubahan Konsep yang terjadi antara Pegawai dengan Pendidikan Teknik

dan Pendidikan Non Teknik Sama

ii. H1 : yang terjadi antara Pegawai dengan Pendidikan Teknik dan Pendidikan Non

Teknik Tidak Sama

Gambar 8. 2-Proportion test terhadap Pendidikan Pegawai

19

Dari Gambar 8 didapat P-Value sebesar 0,531. Karena P-Value > 0,05 maka Ho

DITERIMA, artinya faktor “Pendidikan Pegawai” BUKAN merupakan FAKTOR

VITAL.

c. 2 proportion test “Pengecekan Dokumen Terhadap Perubahan Konsep”

Pengecekan OK NG TOTAL

Tanpa Pengecekan 6 9 10

Dengan Pengecekan 1 14 10 Tabel 8. Data cacat akibat pengecekan dokumen

Dengan menggunaka Minitab diperoleh hasil seperti dalam Grafik 4, P-Value sebesar

0,865 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data pengecekan dokumen terdistribusi

secara normal.

Grafik 4. Uji Normalitas terhadap data Pengecekan Dokumen

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1.

i. Ho : Perubahan Konsep yang terjadi antara Dokumen Tanpa Pengecekan dan

Dengan Pengecekan Sama

ii. H1 : Perubahan Konsep yang terjadi antara Dokumen Tanpa Pengecekan dan

Dengan Pengecekan Tidak Sama

Dari Gambar 9 didapat P-Value sebesar 0,031. Karena P-Value < 0,05 maka Ho

DITOLAK, artinya faktor “Pengecekan Dokumen” merupakan FAKTOR VITAL.

Gambar 9. 2-Proportion test terhadap Pengecekan Dokumen

20 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

d. 2 proportion test “Kemampuan Teknologi Informasi (TI)”

Pegawai OK NG TOTAL

Belum memahami TI 12 13 25

Sudah memahami TI 3 22 25 Tabel 9. Data cacat akibat kemampuan TI pegawai

Dengan menggunaka Minitab diperoleh hasil seperti dalam Grafik 5, P-Value sebesar

0,542 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data kemampuan TI terdistribusi secara

normal.

Grafik 5. Uji Normalitas terhadap data Kemampuan TI

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1

(Hipotesis Alternatif).

i. Ho : Tidak ada perbedaan antara pegawai yang belum memahami TI dan yang

sudah Memahami TI

ii. H1 : Ada perbedaan antara pegawai yang belum memahami TI dan yang sudah

Memahami TI

Dari Gambar 10 didapat P-Value sebesar 0,005. Karena P-Value < 0,05 maka Ho

DITOLAK, artinya faktor “Kemampuan TI” merupakan FAKTOR VITAL.

Gambar 10. 2-Proportion test terhadap Kemampuan TI

21

e. 2 proportion test “Kondisi Printer terhadap Printer Error”

Kondisi Printer OK NG TOTAL

Terawat 2 13 15

Tak Terawat 11 4 15 Tabel 10. Data cacat akibat kondisi printer

Dengan menggunaka Minitab diperoleh hasil seperti dalam Grafik 6, P-Value sebesar

0,359 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data kondisi printer terdistribusi secara

normal.

Grafik 6. Uji Normalitas terhadap kondisi printer

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1

(Hipotesis Alternatif).

i. Ho : Tidak ada perbedaan antara Printer yang terawat dan yang terawat

ii. H1 : Ada perbedaan antara Printer yang terawat dan yang terawat

Dari Gambar 11 didapat P-Value sebesar 0,001. Karena P-Value < 0,05 maka Ho

DITOLAK, artinya faktor “Kondisi Printer” merupakan FAKTOR VITAL.

Gambar 11. 2-Proportion test terhadap Kondisi Printer

22 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

f. 2 proportion test “Sistem Jaringan terhadap Printer Error”

Jaringan OK NG TOTAL

LAN 3 12 15

Single 4 11 15 Tabel 11. Data cacat akibat sistem jaringan

Dengan menggunaka Minitab diperoleh hasil seperti dalam Grafik 7, P-Value sebesar

0,147 (P-Value > 0,05). Kesimpulannya data kondisi printer terdistribusi secara

normal.

Grafik 7. Uji Normalitas terhadap sistem jaringan

Selanjutnya dilakukan 2-proportion test terhadap data pengalaman pegawai. Dimana

ditentukan terlebih dahulu 2 macam hipotesis, yaitu Ho (Hipotesis Nol) dan H1

(Hipotesis Alternatif).

i. Ho : Tidak ada perbedaan antara Sistem Jaringan dan Single

ii. H1 : Ada perbedaan antara Sistem Jaringan dan Single

Dari Gambar 12 didapat P-Value sebesar 0,666. Karena P-Value > 0,05 maka Ho

DITERIMA, artinya faktor “Sistem Jaringan” BUKAN merupakan FAKTOR VITAL.

Gambar 12. 2-Proportion test terhadap Sistem Jaringan

23

4. Rangkuman Vital Faktor dari Uji Hipotesis terhadap penyebab

Dari uji hipotesis dengan 2-proportion test didapat rangkuman X yang menjadi faktor

vital yang berpotensi menyebabkan cacat ketika pencetakan dokumen adalah :

No X yang mungkin Uji Hipotesis Kesimpulan 1 Pengalaman Pegawai 2-proportion test Faktor Vital 2 Pendidikan Pegawai 2-proportion test Bukan Faktor Vital 3 Pengecekan Dokumen 2-proportion test Faktor Vital 4 Kemampuan TI 2-proportion test Faktor Vital 5 Perawatan Printer 2-proportion test Faktor Vital 6 Sistem Jaringan 2-proportion test Bukan Faktor Vital

Tabel 12. Skoring penyebab ptensial (X) dari “Printer Error”

E. PERBAIKAN (IMPROVEMENT)

1. Menentukan Pemecahan Masalah

Tahap Improve menjadi yang paling menyenangkan dan pada saat yang sama

menjadi yang paling sulit. Setelah menemukan penyebab masalah yang ditentukan

dalam tahap analisa, tim yang telah ditunjuk akan menemukan solusi kreatif perbaikan

dan mengidentifikasi apa yang akan terjadi jika perbaikan yang dibutuhkan tidak dibuat

dan apa yang akan terjadi jika perbaikan memakan waktu terlalu lama. Berdasarkan

hasil analisa akan ditentukan pemecahan masalah yang bisa diimplementasikan. Salah

satu alat yang digunakan adalah Quick Win. Quick Win adalah ide solusi yang

dikembangkan terkait dengan akar penyebab sudah diketahui. sehingga, hal itu

memungkinkan untuk melakukan implementasi/eksekusi karena telah diberikan

wewenang untuk melakukan perubahan.

Kriteria Quick Win untuk improve, diantaranya :

a. Quick Wins memiliki minimal atau tidak ada belanja modal

b. Low Risk (rendah resiko)

c. Sempit dan ruang lingkup terfokus (mereka tidak berusaha untuk memperbaiki

seluruh proses, hanya sebagian kecil)

d. Buy-in untuk semua Stakeholder (solusi diterima semua pihak)

e. Kepastian (sekitar 70-80 kepercayaan%) bahwa perubahan akan menghasilkan

dampak positif

f. Perbaikan dalam waktu cepat

g. Memiliki wewenang untuk melakukan perubahan yang diinginkan

h. Akar penyebabnya diketahui dan solusi yang jelas untuk semua.

24 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Berdasarkan kriteria Quick Win, maka dalam maklah ini ada 3 (tiga) solusi yang

merupakan Quick Win yang disetujui untuk bisa diimplementasikan dalam rangka

efisiensi penggunaan kertas di perkantoran, yaitu :

a. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan pengalaman pegawai

b. Melakukan standar pengecekan dokumen sebelum dicetak

c. Peawatan printer secara berkala.

No Solusi Mudah Cepat Murah Wewenang

penuh Kesimpulan

1 Tugas dan tanggung jawab sesuai dengan pengalaman

√ √ √ √ OK

2 Melakukan standar pengecekan dokumen

√ √ √ √ OK

3 Pelatihan Teknologi Informasi untuk pegawai

√ X X √ Not OK

4 Perawatan printer secara rutin √ √ √ √ OK Tabel 13. Matrik pemecahan masalah dengan Quick Win

2. Melakukan desain kombinasi pemecahan masalah yang paling efektif

Untuk mendesain kombinasi pemecahan masalah dilakukan dengan Design of

Experimental (DoE), yaitu metode penentan awal mengenal pengambilan dat dari

proses eksperimen dan analisa data sehingga didapat informasi yang akurat melalui

eksperimen. Dalam Minitab, DoE dilakukan dengan desain faktorial untuk mencari

kombinasi terbaik yg menimbulkan cacat pencetakan terkecil, seperti yang terlihat

pada Gambar dibawah ini.

Gambar 13. Kombinasi dalam DoE untuk mengatasi cacat percetakan dokumen

25

Gambar 14 dibawah ini menunjukkan cobe plot dengan Minitab terhadap 3 solusi yang

dihasilkan.

Gambar 14. Cube Plot desain faktorial terhadap kombinasi pengalaman. Pengecekan dan perawatan

Apabila di transformasikan ke dalam bentuk tabel akan menjadi seperti tabel 14.

No Pengalaman Pengecekan Perawatan Nilai 1 Pengalaman < 1 Thn 2 Kali 1 Bulan 26,5 2 Pengalaman > 3 Thn 2 Kali 1 Bulan 15,5 3 Pengalaman < 1 Thn 3 Kali 1 Bulan 28,5 4 Pengalaman > 3 Thn 3 Kali 1 Bulan 21,0 5 Pengalaman < 1 Thn 2 Kali 3 Bulan 13,5 6 Pengalaman > 3 Thn 2 Kali 3 Bulan 11,5 7 Pengalaman < 1 Thn 3 Kali 3 Bulan 14,0 8 Pengalaman > 3 Thn 3 Kali 3 Bulan 12,0

Tabel 14. Matrik kombinasi pemecahan masalah dengan Quick Win

Kombinasi antara Pengalaman Pegawai, jumlah pengecekan dan Frekuensi Perawatan

Printer yang digunakan untuk menghasilkan jumlah salah cetak paling minimal adalah :

a. Pengalaman Operator >3 Tahun

b. Pengecekan 2 Kali

c. Perawatan Printer 3 Bulan Sekali

Kombinasi tersebut akan mengasilkan prosentase pemecahan masalah yaitu

pengurangan cacat pada pencetakan dokumen sebesar 80 % sebagaimana yang

ditunjukkan oleh perhitungan Minitab pada Gambar 15 berikut ini :

26 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Gambar 15. Besarnya dampak pemecahan masalah yang timbul

F. PROSES KONTROL

1. Melakukan Kontrol Kualitas, Standarisasi dan Pengendalian

Tahap terakhir dari DMAIC adalah kontrol, yang merupakan tahap untuk

memastikan bahwa proses terus bekerja dengan baik, menghasilkan efisiensi seperti

yang diinginkan, dan menjaga tingkat kualitas. Terdapat empat aspek yang harus

diperhatikan, yaitu:

a. Kontrol Kualitas

Tujuan utama dalam kontrol adalah jaminan keseluruhan bahwa standar kualitas yang

tinggi terpenuhi. Harapan pelanggan tergantung pada ini, jadi kontrol secara

menyeluruh berkaitan dengan kualitas. Karena tujuan Six Sigma adalah

meningkatkan proses secara keseluruhan dengan mengurangi cacat. Oleh karena itu

pengendalian kualitas adalah metode penting untuk menjaga seluruh proses berada

pada jalurnya, karena memungkinkan siapa saja untuk menemukan masalah dan

memperbaikinya, dan menilai seberapa efektif perbaikan dilaksanakan. Kualitas

adalah core (inti) filosofi Six Sigma. Mengurangi cacat dilakukan secara menyeluruh

dan didukung semua pihak untuk mencapai kualitas tebaik seperti yang diinginkan

pelanggan.

b. Standarisasi

Salah satu cara untuk memastikan proses berjalan dengan kontrol yang baik adalah

memberikan standarisasi proses. Dalam lingkungan industri ditetapkan nilai

27

standarisasi yang menjadi acuan bagi sebuah proses untuk berjalan sesuai standar

tersebut. Oleh karena itu perlu perlu diberikan nilai standar kontrol untuk proses

sehingga sebagian besar pekerjaan sebisa mungkin dikelola secara standar.

c. Metode Pengendalian & Alternatif

Pengembangan proses baru dari setiap perubahan proses yang ada memerlukan

pengembangan prosedur untuk mengendalikan alur kerja. Ketika proses tidak dapat

dikelola dengan cara biasa, maka perlu dengan alternatif yang bisa diterima semua

pihak tanpa mengganggu standar yang telah ditetapkan.

d. Menanggapi ketika kerusakan terjadi

Langkah terakhir dalam proses kontrol adalah mengetahui bagaimana merespon

ketika cacat ditemukan. Dalam sistem terbaik yang dirancang, cacat dapat dikurangi

menjadi mendekati nol, sehingga dapat benar-benar percaya bahwa Six Sigma dapat

dicapai. Sehingga perlu untuk mengendalikan proses yang baru diperbaiki dan

membuat rencana tindakan untuk memastikan proses baru mempertahankan kinerja

sigma ditingkatkan.

2. Kapabilitas Proses setelah Dilakukan Perbaikan untuk Mengurangi Cacat

Akibat Kesalahan dalam Mencetak Dokumen

Kapabilitas proses yang setelah dilakukan perbaikan untuk mengurangi cacat akibat

kesalahan dalam mencetak dokumen ditunjukkan pada Tabel 15 berikut ini :

Nama Rumus Hasil Defect Def 17 Unit U 220 DPU Def/U 0,08 DPO (Def/U)*Opportunity 0,008 DPMO DPO*1.000.00 8000 Yrt 2,718(-DPU) 0,9987 Zlt Zinverse(Yrt) 3,0245 Zshift 1,5 1,5 Sigma Level (Zst) Zst=Zlt + Zshift 4,5245

Tabel 15. Kapabilitas Proses setelah Perbaikan

Setelah mendapatkan Sigma Level kemudian di gunakan pada 4-Blok Diagram yang

menunjukkan tingkat Kontrol (Zshift) dan pengaruh Teknologi (Zst). Gambar 16

menunjukkan letak kapabilitas poses setelah pebaikan berada pada area D (kontrol

bagus dan penggunaan teknologi bagus).

28 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

Target

Gambar 16. 4-Blok Diagram Kapabilitas Poses setelah Perbaikan

G. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Institusi Balai Latihan Kerja perlu melakukan efisiensi dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan kepada masyarakat.

b. Penerapan dan penggunaan metode six sigma dapat dilakukan dalam konteks

peningkatan efisiensi dan kualitas proses dan kinerja. kegiatan yang berlangsung di

lingkungan perkantoran. Peningkatan kualitas kinerja pada salah satu perkantoran

berdasarkan perspektif six sigma berada di level 4,52. Ini berarti efisiensi dengan

mengurangi cacat akibat kesalahan cetak dokumen cukup tinggi.

c. Efisiensi yang cukup tinggi ini terjadi karena fungsi kontrol yang bagus dan didukung

penguasaan teknologi yang baik.

d. Selain itu penerapan teknologi informasi yang mendukung paper less office akan

memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan efisiensi penggunaan kertas

sebagai media cetak dokumen. Diantara best practices penerapan teknologi informasi

yang mendukung paper less office adalah :

2. Saran

a. Semua pegawai di Kemenakertrans melalui Balai Latihan Kerja harus memberikan

kontribusi dalam penghematan anggaran sesuai Inpres No. 7 tahun 2011 melalui

efisiensi dalam kegiatan administrasi pencetakan dokumen di perkantoran.

b. Balai Latihan Kerja mengkampanyekan best practices yang bias dilakukan dalam

lingkungan perkantoran seperti :

29

i. Pemberian tugas dan wewenang pembuatan dokumen kepada pegawai yang sudah

berpengalaman. Apabila ada pegawai baru hendaknya mendapatkan bimbingan

dalam pembuatan dokumen.

ii. Fungsi kontrol terhadap dokumen dengan melakukan pengecekan minimal 2 kali

sebelum dokumen dicetak.

iii. Perawatan kepada perangkat cetak dokumen seperti printer untuk menjamin

kehandalan kerja perangkat tersebut.

iv. Penggunaan electronic mail (e-mail) sebagai pengganti surat formal maupun non

formal. Untuk surat formal yang memerlukan kepala surat bisa dilakukan dengan

menyetting e-mail agar tampak seperti surat resmi.

v. Penggunaan electronic fax (i-fax) sebagai pengganti mesin faksimil konvensional.

vi. Penggunaan laporan electronik (e-reporting) yang terintegrasi dengan sistem tata

kelola kelembagaan.

30 Efisiensi Pencetakan Dokumen di Perkantoran Dengan Six Sigma

DAFTAR PUSTAKA

1. BBLKI Serang, Rencana Umum Pengadaan BBLKI Serang,

http://www.bblkiserang.com/forumadmin/upload/rencana%20umum%20pengada

an.pdf

2. LG Electronics Indonesia. Modul Training Six Sixma untuk Green Belt, Jakarta :

Penerbit Training Center LGEIN

3. Wikipedia, Six Sigma, Mei 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Six_Sigma

4. TP, Six Sigma Tutorial, http://www.tutorialspoint.com/six_sigma

5. http://www.brighthub.com/office/project-management

6. SSCX, Six Sigma, http://www.sixsigmaindonesia.com/six-sigma/

7. Gaspersz V. 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : Penerbit

PT Gramedia Pustaka Utama

8. Deliveri. 2005. Total Quality Management. www.deliveri.org

9. Inpres No. 7 Tahun 2011. Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Tahun

Anggaran 2011

10. Setiawan,Hendra, Metode Six Sigma dan Kepuasan

Pelanggan,www.materikuliah.com

11. Anonim, Six Sigma Quality:Six Sigma,TQM,Balance Scorecard

12. Anonim, Manajemen Kualitas Proyek

13. Rahmat Taufiq Sigit, Efisiensi Surat Menyurat di Perumnas, HRD PT Perumnas,

Jakarta, 2012