EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU TERHADAP INTERAKSI SOSIAL …etheses.uinmataram.ac.id/71/1/Kuni...
Transcript of EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU TERHADAP INTERAKSI SOSIAL …etheses.uinmataram.ac.id/71/1/Kuni...
ii
EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI GRAHA AUTIS MATARAM
Oleh KUNI AFIFA
NIM. 15.3.13.4.117
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI) FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2017
iii
EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI GRAHA AUTIS MATARAM
Skripsi diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram
untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
KUNI AFIFA NIM. 15.3.13.4.117
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2017
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh: KUNI AFIFA, NIM: 15.3.13.4.117 dengan judul ” Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis Di Graha Autis Mataram” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk dimunaqasyahkan.
Disetujui pada tanggal 19 Juni 2017.
KEMENTRIAN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
Jln. Pendidikan No. 35 Telp. (0370) 623819-621298 Fax.623819 Mataram NTB
ii
Mataram, 19 Juni 2017 Hal: Ujian Skripsi Yang Terhormat
Rektor UIN Mataram
di Mataram
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan,
arahan, dan koreksi kepada pembimbing dan penulisan sesuai dengan
pedoman penulisan skripsi, kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama Mahasiswa :KUNI AFIFA NIM :15.3.13.4.117 Jurusan/Prodi :Bimbingan Konseling Islam Judul :Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi
Sosial Anak Autis di Graha Autis Mataram telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Mataram. Oleh karena itu, kami
berharap agar skripsi ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Demikian, atas perhatian Bapak Rektor disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
KEMENTRIAN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Jl.Pendidikan No.35 Mataram telp. (0370) 62078-620784 Fax.620784
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : KUNI AFIFA
NIM : 15.3.12.4.032
Program Studi : Bimbingan Dan Konseling Islam
Fakultas : Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi dengan judul
“Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di Graha
Autis Mataram” ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/ karya saya
sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Apabila dikemudian
hari ternyata dan terbukti Skripsi ini tidak asli atau merupakan plagiat, maka saya
bersedia dikenakan sanksi, baik sanksi akademisi berupa pencabutan atas
pemakaian gelar kelulusan maupun sanksi lain yang telah ditentukan oleh
lembaga.
KEMENTRIAN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
Jln. Pendidikan No. 35 Telp. (0370) 623819-621298 Fax.623819 Mataram NTB
KEMENTRIAN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI (FDK) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
Jln. Pendidikan No. 35 Telp. (0370) 623819-621298 Fax.623819 Mataram NTB
iv
PENGESAHAN
Skripsi oleh: Kuni Afifa, NIM: 15.3.13.4.117 dengan judul ”Efektivitas Terapi
Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di Graha Autis Mataram” telah
dipertahankan di depan dewan penguji Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Mataram pada tanggal 24 Juli 2017
v
Motto :
هم للن اس"اس إلى هللا أنف "أحب الن ع
“Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang
lain”1
1Abi Alqosim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Atthobrany, Al-Mu’jam As-shogir
Litthobrany, jilid 2 (Baerut : Darul Kutubil Ilmiah 1983), h. 106.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada :
1. Kedua Orang tuaku yang tiada henti memberikan cinta kasih, merawatku, memberi motivasi,
do’a, maupun materi dalam keadaan susah maupun senang. Yang terkasih Aby Mustahap
Hasbullah, Lc dan yang tersayang Ummy Rusniah Ruslan. Terimakasih tetap menjadi pelita
dalam hidupku
2. Kakak dan adik-adik tercinta Inayatul Bary, Arinil Huda, Najahittuqo, Wa’yul Haqqi, dan Robbi
zidni Rodhia. Semangat serta senyum ceria kalian membuatku tetap melangkah untuk
mengusahakan yang terbaik. Terimakasih selalu memberi hidup yang indah untukku.
3. Buat sahabat-sahabatku yang senantiasa menyemagati dan menemani perjuangan ini. Wiwin
Apriyanditra, Ely Ernawati, Siti Nur Isnaini, Yulfarida Rokhmawati, Baiq Yuliani Ayani, Yuliati,
Fitriani Rahayu, Neni Noviana, Nurhasanah, Erna Yuliani dan sahabat-sahabat lainnya yang tak
cukup bila kutuliskan di kertas ini. Terimakasih tetap mendukung saat tawa ataupun sedih,
kisah kita akan tetap abadi.
4. Kepada para Relawan/I KSR-PMI Unit 02 UIN Mataram yang telah ku angap seperti keluarga
sendiri, terimakasih tetap memberi semangat dan do’a. Walau kita berbeda tapi kita tetap
bersaudara, cerita kita tak akan pernah usai.
5. Teruntuk yang telah membangkitkan semangatku kembali. Kanda Lalu Setiaji, S.Sos yang selalu
memberi motivasi dan do’a hingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terimakasih selalu mewarnai
dan menjadi yang berarti dalam hidupku
6. Keluarga besar Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam angkatan 2013 khususnya BKI D.
terimakasih canda tawa kalian akan kurindukan selalu.
7. Almamater kebanggaan Universitas Islam Negeri Mataram yang telah menjadi saksi bisu dalam
proses dan pengalaman yang telah kutempuh selama ini.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah
memberikan berbagai macam nikmat, baik nikmat umur, rizki, dan terlebih lagi
nikmat iman dan ihsan bagi kita semua. Sholawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Nabi yang senantiasa
menjadi figur dan menjadi contoh suri tauladan yang baik bagi seluruh umat Islam
dan semoga kelak nanti kita mendapatkan syafa’atnya. Aamiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, dorongan, dan motivasi dari semua pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:
1. Dr. H. Fahrurrozi, MA selaku dosen pembimbing I dan Rendra Khaldun,
M.Ag selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan koreksi
mendetail tanpa bosan di tengah kesibukannya dalam proses penyusunan
skripsi ini hingga skripsi ini selesai.
2. Dr. Muhammad Thohri, M.Pd sebagai penguji I dan H. Masruri, Lc., M.A
sebagai penguji II yang telah memberikan saran konstruktif bagi
penyempurnaan skripsi ini.
3. Rendra Khaldun, M.Ag dan H. Masruri, Lc, MA selaku Ketua dan
sekertaris Jurusan bimbingan dan konseling islam
viii
4. Dr. Faizah, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Mataram
5. Dr. H. Mutawali, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Mataram.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bimbingan selama penulis
melaksanakan studi di UIN Mataram.
7. Segenap pegawai dan pengasuh serta anak-anak penyandang autis di
Graha Autis Mataram yang telah memberikan banyak pelajaran berharga
bagi peneliti. Peneliti mengucapkan terimakasih banyak atas ilmu,
kesempatan dan kesediaan yang diberikan selama proses penelitian
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada pihak
yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik, karena kemampuan penulis yang
terbatas. Oleh karenanya, saran dan kritikan yang sifatnya membangun,
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kalam,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Mataram 19 Juni 2017
Penulis,
KUNI AFIFA
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN SAMPUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... i
NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................. iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian ....................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 4
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ......................................................... 5
E. Telaah Pustaka ............................................................................................. 7
F. Kerangka Teori............................................................................................. 9
G. Metodologi Penelitian ................................................................................ 26
x
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 34
B. Pola Interaksi Sosial Anak Autis di Graha Autis Mataram........................ 54
C. Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di
Graha Autis Mataram ................................................................................. 59
D. Kendala yang Terjadi dalam Proses Terapi Anak Autis ............................ 69
BAB III PEMBAHASAN
A. Analisis Pola Interaksi Sosial Anak Autis di Graha Autis ......................... 73
B. Analisis Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak
Autis di Graha Autis Mataram ................................................................... 77
C. Analisis kendala yang Terjadi dalam Proses Terapi Anak Autis di
Graha Autis Mataram ................................................................................. 82
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan ................................................................................................ 86
B. Saran .......................................................................................................... 87
Daftar Pustaka
Lampiran
xi
EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU TERHADAP INTERAKSI
SOSIAL ANAK AUTIS DI GRAHA AUTIS MATARAM
Oleh:
KUNI AFIFA NIM: 15.3.13.4.117
ABSTRAK
Anak autis merupakan anak yang ingin berinteraksi dengan anak normal lain.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pola interaksi sosial anak autis, untuk mengetahui efektivitas serta kendala terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis Penelitian tentang efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data diawali dengan pengumpulan data, penyederhanaan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sementara kredibilitas data melalui triangulasi.
Berdasarkan analisis data dan temuan yang dipaparkan sehingga bisa menjawab fokus penelitian, penelitian ini menyimpulkan bahwa efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis dilaksanakan dengan program kepatuhan yang berlangsung optimal dengan metode kontak mata, instruksi, prompt, dan imbalan. Pola interaksi anak autis meliputi pola interaksi satu arah, interaksi dengan teman sebaya, dan pengasuh. Sementara kendala yang terjadi dalam proses terapi adalah faktor makanan dan kurang kerjasama antara orang tua dan pengasuh. Kata Kunci: Efektivitas, Terapi Perilaku, Interaksi Sosial, Anak Autis.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Anak merupakan anugrah terindah sekaligus titipan yang diberikan Allah
SWT kepada orang tua bagaimanapun situasi dan kondisinya tidak terkecuali pada
anak yang terlahir dengan kondisi autis. Ketika mereka tumbuh dalam kondisi
yang berbeda dan bertingkah laku yang tidak lazim, bahkan tak jarang mereka di
anggap gila oleh orang-orang di sekitar dikarenakan mereka tak sama seperti anak
normal lainnya yang menikmati masa kecil yang indah dan menyenangkan. Anak
autis kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, mereka umumnya
lebih suka menyendiri.1
Dalam interaksi sosial autis percakapan timbal-balik seringkali terhambat.
Bahkan, bagi seorang yang mempunyai ahli verbal, gestur, kontak mata dan
bahasa tubuh masih tetap merupakan tantangan yang besar. Apalagi bagi individu
autis yang sering kali kurang mampu untuk menyimpulkan, memahami dan
menindaklanjuti emosi orang lain dan kondisi internalnya sendiri2.
Setiap orang tua yang mempunyai anak penyandang autis pasti
menginginkan kesembuhan bagi anaknya agar bisa berinteraksi dengan teman-
teman dan lingkungannya. Oleh karena itu diperlukan penanganan-penanganan
untuk anak autis melalui metode ataupun terapi tertentu. Dalam hal ini, selain
orang tua tentu diperlukan dukungan dan bantuan dari pengasuh, dokter, maupun
1 Andriana S Ginanjar, Menjadi Orang Tua Istimewa (Jakarta : PT. Dian Rakyat 2008), h.
24. 2Anjali Sastry dan Blaise Aguirre, MD, Parenting Anak dengan Autisme, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h.37.
1
2
seorang terapis untuk membantu menangani anak autis tersebut. Pada dasarnya,
ada cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan beberapa keganjalan yang
sering dilakukan oleh penderita autis, yaitu dengan menggunakan empat macam
terapi. Saat ini, sudah terdapat beberapa terapi bagi penderita autis, baik itu terapi
perilaku, ABA (applied behavior analysis), terapi sensori integrasi, terapi
okupasi, terapi wicara, maupun terapi tambahan seperti terapi musik, dolphin
assited therapy3.
Tidak semua metode terapi yang dilakukan para terapis berjalan sesuai
keinginan karena seringkali terapi yang dilakukan kurang mendapatkan dukungan
dari orangtua, kerabat anak, dan lain sebagainya. Hal ini sama seperti apa yang
peneliti temukan di Graha Autis (Lembaga Pendidikan Autisme dan Anak
Berkebutuhan Khusus). Pada hari Jum‟at, tanggal 27 November 2015 peneliti
sudah melakukan observasi dan menemukan beberapa permasalahan yang terjadi
di Graha Autis (Lembaga Pendidikan Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus)
diantaranya adalah kurang berjalannya proses terapi dan juga kurang kerja sama
antara para pengasuh, orang tua dalam menjaga hal-hal yang bisa menghambat
perkembangan proses terapi dan lain sebagainya.
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia. Dalam interaksi tersebut kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya4.
Tentu saja hal ini berbeda dengan anak penyandang autis karena autisme disebut
juga dengan ASD (autistic spectrum disorder) yang merupakan suatu gangguan 3Sri Mulyati, Penanganan Terhadap Anak Autis, (Semarang: PT. Sindur Press, 2010), h. 28. 4W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, Juli 2004), h. 62.
3
perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum).
Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi
sosial dan kemampuan berimajinasi5.
Seringkali anak-anak autis tersebut di tolak oleh anak-anak ataupun
orangtua anak normal lainnya sehingga membuat stres orang tua yang memiliki
anak autis. Sementara ia juga tentu ingin melihat anaknya diterima oleh
masyarakat sekitar. Pada dasarnya, menangani anak autis merupakan suatu bentuk
perjuangan jangka panjang6.
Oleh karena itulah sangat diperlukan penanganan melalui terapi terbaik
bagi anak-anak penyandang autis. Mereka juga merupakan anak-anak penerus
bangsa yang ingin diakui di masyarakat sekitar dan juga ingin menjadi lebih baik
di dalam lingkungan sosialnya
Menurut salah satu pengasuh anak autis di Graha Autis (Lembaga
Pendidikan Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus) yakni Ibu Maria yang
peneliti wawancarai saat observasi beberapa waktu lalu mengatakan bahwa “Kami
tahu kemungkinan kesembuhan bagi anak-anak di sini mungkin sangat kecil tetapi
sesungguhnya tujuan kami merawat mereka di sini adalah agar mereka bisa lebih
baik dari sebelumnya”7. Karena dengan memberikan penanganan terbaik melalui
terapi dan pengajaran tersebut para anak penyandang autis bisa lebih manis dari
sebelumnya.
Dari konteks penelitian di atas peneliti tertarik untuk meneliti persoalan
dimaksud dengan judul “Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial 5Sri Mulyati, Penanganan..., h. 08-09. 6Ibid, h. 03. 7 Maria, Wawancara, Graha Autis, 28 Maret 2016.
4
Anak Autis di Graha Autis (Lembaga Pendidikan Autisme dan Anak Berkebutuhan
Khusus) Mataram”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka penulis merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pola interaksi sosial anak autis di Graha Autis Mataram?
2. Bagaimanakah efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis di
Graha Autis Mataram?
3. Apa sajakah kendala dalam proses terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak
autis di Graha Autis Mataram?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian yang
diharapkan oleh penulis adalah :
a. Untuk mengetahui pola interaksi sosial anak autis di Graha Autis
Mataram.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi
sosial anak autis di Graha Autis Mataram.
c. Untuk mengetahui kendala yang terjadi di dalam proses terapi perilaku
terhadap interaksi sosial anak autis di Graha Autis Mataram.
5
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
menjembatani atau mengintegrasikan antara konsep teoritis dengan praktis
dari keilmuan-keilmuan yang dipelajari mahasiswa di Jurusan Bimbingan
Konseling Islam khususnya di bidang Mata Kuliah Psikologi Sosial dan
Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Juga sebagai bahan pelajaran dan
refrensi bagi mahasiswa selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penilitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi
Jurusan Bimbingan Konseling Islam. Bermanfaat bagi lembaga-lembaga
yang terkait seperti Dinas sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
khususnya bagi Graha Autis (lembaga pendidikan autisme dan anak
berkebutuhan khusus). Adapun yang dirasakan oleh peneliti, peneliti dapat
melihat, dan mengalami secara lebih jelas tentang situasi dan permasalahan-
permasalahan yang kerap terjadi, sehingga peneliti menjadi lebih peka untuk
menghadapi atau mengatasinya.
D. Ruang Lingkup dan Setting
Graha Autis ini pada awal terbentuknya bernama Yard Therapy and
Learning – Anak Lombok Mataram pada 18 Agustus 2002 berkedudukan di Jalan
Barito IV/28 Perumnas Tanjung Karang Ampenan – Mataram, pada tahap ini
belum memiliki tempat terapi, tenaga terapis yang mengunjungi rumah anak
6
pendertia autis dan berkebutuhan khusus. Pada tahun 2003 s/d 2009 YTAL –
Anak Lombok Mataram meminjam ruang kelas TK Aisiyah 3 sebagai tempat
terapi, dan pada Oktober 2009 sampai Juli 2010 terapi kembali dilakukan di
rumah Jl. Barito IV/28 Perumnas. Pada periode ini, belum YTAL – Anak Lombok
Mataram belum memiliki badan hukum dan pengelolaannya masih sederhana
berdasarkan kepercayaan orang tua siswa dan bedasarkan kekeluargaan.
Pada 28 Juni 2010 YTAL – Anak Lombok Mataram dinyatakan berdiri
sebagai badan hukum dan mulai berkegiatan sebagai Lembaga Swadaya
Masyarakat berdasarkan Akta Notaris Eka Nugraha, SH., M.Kn. Pada tahun 2010
lembaga ini juga mendapatkan dukungan pembangunan ruang kelas dari PT.
Newmont Nusa Tenggara di atas tanah hibah murni seluas 12 acre di Jl. Gili Air I,
Blok A2, No. 18, Kelurahan Taman Sari, Ampenan Selatan. Dan akhirnya
merubah nama lembaga ini menjadi Graha Autis (Lembaga pendidikan autisme
dan anak berkebutuhan khusus) oleh pendiri dan para pegiat lembaga ini dengan
harapan semakin berkembangnya berbagai macam pelayanan untuk anak autis dan
anak berkebutuhan khusus.
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu lembaga swadaya masyarakat
yakni Graha Autis (lembaga pendidikan autisme dan anak berkebutuhan khusus)
Mataram yang beralamat di Jl. Gili Air I, Blok A2, No. 18, Kelurahan Taman
Sari, Ampenan Selatan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai tempat
penelitian, karena Graha Autis sebagai lembaga pendidikan autisme dan anak
berkebutuhan khusus merupakan tempat pelayanan, pengasuhan dan pendidikan
anak-anak penyandang autisme dan anak-anak berkebutuhan khusus sebagai
7
wadah solusi kepada para orang tua untuk mengantarkan putra putri mereka ke
jenjang pendidikan lanjutan formal melalui sekolah umum.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka adalah upaya untuk memadukan penelitian yang telah
dilakukan dengan penelitian terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi,
plagiasi, repetisi, serta menjamin keaslian dan keabsahan penelitian yang
dilaksanakan peneliti untuk mendapatkan atau menemukan beberapa pendapat.
Hasil yang relevan dengan tema penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah :
1. Penelitian yang ditulis oleh Lilik Kusumawati pada tahun 2015 dengan judul
skripsi : Pengaruh Penggunaan Media Gambar Terhadap Kemampuan
Komunikasi Verbal Anak Autis di SDLB Dharma Wanita Mataram Tahun
Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kolerasional dengan pendekatan kuantitatif dengan instrument tes hasil belajar
dan lembar observasi, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji t-
tes. Adapun populasi penelitian ini adalah siswa autis yang berada SDLB
Dharma Wanita Provinsi Mataram yang berjumlah 12 orang anak. Hasil
penelitian ini adalah ada pengaruh media gambar dalam meningkatkan
komunikasi verbal anak autis di SDLB Dharma Wanita Mataram tahun
pelajaran 2015/20168.
Terdapat persamaan di dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya
yakni sama-sama meneliti tentang anak autis. Namun, perbedaannya adalah
penelitian sebelumnya terfokus pada pengaruh media gambar terhadap
8 Lilik Kusumawati, Pengaruh Media Gambar Terhadap Komunikasi Verbal Anak Autis di SDLB Dharma Wanita Mataram Tahun Pelajaran 2015/2016, (Skripsi, IAIN Mataram :Mataram, 2015)
8
komunikasi verbal anak autis dan menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif.
2. Penelitian yang ditulis oleh Siti Nur Khotimah pada tahun 2013 dengan judul
skripsi :Upaya Penanganan Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Yayasan
Autistik Fajar Nugraha Yogyakarta9. Penelitian ini merupakan penelitian
lapangan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan mengambil subjek
guru (terapis), pengurus dan atau Ketua Autism Centre Yayasan Autistik Fajar
Nugraha Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara,
observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan
problem interaksi sosial anak autis di Fajar Nugraha Yogyakarta dilakukan
dengan penanganan dini yaitu dengan melatih pemberian salam, berjalan-jalan
di sekeliling lingkungan luar sekolah, senam, makan, bermain bersama,
kegiatan berenang, terapi musik, dan kegiatan lain yang lebih komplek dan
penanganan terpadu meliputi terapi okupasi, terapi wicara, metode lovaas,
metode driil, metode sunrise serta metode one by one.
Terdapat persamaan di dalam penelitian ini yakni sama-sama
membahas tentang interaksi sosial anak autis. Namun, perbedaan penelitian ini
terdapat di dalam subjek penelitiannya yang terfokus pada guru atau terapi
anak penyandang autis
9http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3359. di akses tanggal 03 Mei 2016 pukul 09.30 WITA.
9
3. Penelitian yang ditulis oleh Sri Rachmayanti pada tahun 2009 dengan judul
skripsi “Penerimaan Diri Orangtua Anak Autisme dan Peranannya Dalam
Terapi Autisme”10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan
ketiga subjek dapat menerima sepenuhnya kondisi anak mereka yang
didiagnosis menyandang autisme. Adanya penerimaan dipengaruhi faktor
dukungan dari keluarga besar, kemampuan keuangan keluarga, latar belakang
agama, tingkat pendidikan, status perkawinan, usia serta dukungan para ahli
dan masyarakat umum. Ketiga subjek cukup berperan serta dalam penanganan
anak mereka mulai dari memastikan diagnosis dokter, membina komunikasi
dengan dokter, mencari dokter lain apabila dokter yang bersangkutan dinilai
kurang kooperatif, berkata jujur saat melakukan konsultasi mengenai
perkembangan anaknya, memperkaya pengetahuan, dan mendampingi anak
saat melakukan terapi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif.
Perbedaan penelitian ini terdapat pada fokus penelitian yang
membahas tentang penerimaan diri orang tua dari anak-anak penyandang autis.
F. Kerangka Teori
1. Efektivitas
a. Pengertian Efektivitas
Efektivitas adalah akibat atau hasil dari sebuah kegiatan atau
rutinitas yang telah dilaksanakan. Efektivitas adalah sebuah tolok ukur atas
keberhasilan suatu lembaga atas pembinaan terhadap pelaksanaan program
yang sudah maupun yang sedang berjalan. Efektivitas pembinaan dalam
10 Sri Rachmayanti,Penerimaan Diri Orangtua Anak Autisme dan Peranannya dalam Terapi Autisme (Skripsi, Universitas Gunadarma, Bali: 2009)
10
sebuah lembaga atau panti merupakan faktor yang sangat menentukan pada
berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
berkaitan erat dengan program-program suatu lembaga.
Efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki
dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien tentu juga berarti
efektif, karena dilihat dari segi hasil, tujuan, atau akibat yang dikehendaki
dari perbuatan itu telah dicapai secara maksimal (mutu atau jumlahnya ).
Sebaliknya dilihat dari segi usaha efek yang diharapkan juga telah tercapai
dan bahkan dengan penggunaan unsur usaha secara maksimal11.
2. Terapi Perilaku
a. Pengertian Terapi Perilaku
Terapi perilaku ABA (applied behavior analysis) merupakan terapi
gentak untuk memperbaiki perilaku anak autis yang sering menyimpang.
Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah bersuara keras saat memberikan
perintah pada anak yang autis12. Terapi perilaku ini bertujuan agar anak
autis dapat mengurangi perilaku tidak wajar dan menggantinya dengan
perilaku yang di terima di masyarakat13.
Terapi ini dikembangkan oleh Ivar Lovaas, seorang psikolog anak
dari Amerika Serikat. Penerapan ABA awalnya digunakan untuk menangani
tingkah laku menyakiti diri sendiri pada anak-anak dengan gangguan
perkembangan yang berat. Ternyata teknik ini berhasil mengatasi tingkah
11Ahmad Muharrar, Efektivitas Rehabilitasi Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di LPA NTB (Skripsi, IAIN Mataram, Mataram 2015) h. 10-11. 12Sri Mulyati, Penanganan…, h. 28. 13Bonny Danuatmaja,Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), h. 08.
11
laku yang merugikan tersebut. Selanjutnya Lovaas mengembangkan
kurikulum standar bagi penanganan anak berkebutuhan khusus. Penggunaan
terapi perilaku dapat dianggap sebagai program kesiapan belajar karena
tingkah laku target yang diajarkan pada awal program merupakan
keterampilan awal, seperti pemahaman terhadap sebab-akibat,
memperhatikan, mematuhi intruksi dan meniru14. Melalui metode ini, anak
dilatih melakukan berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup
bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa.
Namun, yang perlu diterapkan pertama adalah latihan kepatuhan. Hal ini
sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku seenaknya sendiri
menjadi perilaku yang lazim dan diterima masyarakat. Bila latihan ini tidak
dijalankan secara konsisten, maka perilaku itu akan sulit diubah15.
b. Perilaku Autistik
Perilaku autistik berbeda dari perilaku normal. Autistik memiliki
perilaku yang berlebihan (excessive) atau perilaku yang berkekurangan
(deficient), sampai ke tingkat tidak ada perilaku. Perilaku yang berlebihan,
misalnya mengamuk dan perilaku stimulasi diri. Perilaku ini bisa
mengganggu orang lain baik di rumah maupun di tempat umum karena
frekuensi dan intensitasnya berlebihan.
Perilaku yang berkekurangan adalah gangguan bicara. Ada anak
autis yang berbicara nonverbal, sedikit suara, sedikit kata-kata, dan ada
pula yang ekolalia (mem-beo). Perilaku yang berkekurangan lainnya adalah 14 Andriana S Ginanjar, Menjadi Orang Tua.., h. 32-33. 15 E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 54.
12
perilaku sosial yang tidak tepat. Mereka kerap mengganggap orang lain
benda. Anak juga sering menunjukkan emosi yang tidak stabil. Terkadang
ada yang menjerit atau tertawa sangat sedikit, ada yang hampir tidak
menunjukkan perilaku emosional, misalnya anak yang hanya menatap
kosong saat digelitik. Dengan mengetahui ciri perilaku anak autism maka
terapi perilaku dapat dilakukan untuk memperbaiki16.
c. Teknik Terapi Perilaku
1) Kontak Mata
Pintu masuk ke terapi perilaku adalah kontak mata karena anak
tidak mungkin belajar jika tidak memandang atau memberi perhatian. Untuk
menimbulkan dan meningkatkan kontak mata dapat diupayakan cara berikut
:
a) Membangkitkan kontak mata anak dengan memberi perintah “lihat”
bersamaan dengan menempatkan benda-benda yang menarik
perhatiannya setinggi mata terapis.
b) Mendudukkan anak di bangku berhadapan dan sama tinggi dengan
terapis, kemudian kedua sisi kepala/pipi anak dipegang oleh kedua
tangan terapis secara erat (kepala terfiksasi).
c) Fiksasikan kepala anak (tetap pada posisinya), kemudian wajah terapis
bergerak kesana-kemari sesuai dengan arah pandang anak, sambil
berkata “lihat” sehingga menghalangi pandangan mata anak dengan
16 Bonny Danuatmaja, Terapi…, h. 25-26.
13
tujuan terjadi kontak mata secara terus-menerus antara anak dengan
terapis.
d) Ucapan intruksi “lihat” setiap 5-10 detik. Berikan hadiah kepada anak,
seperti makanan, minuman, dan pujian jika anak memandang terapis
paling tidak selama satu detik dan memandang dua detik setelah intruksi
diberikan.
e) Halangi pandangan anak dengan wajah terapis agar terjadi kontak mata,
sambil mengatakan “lihat”, dilakukan ketika anak duduk atau
berbaringan. Kemungkinan besar anak akan memalingkan wajah, karena
itu wajah terapis bergerak ke sana ke mari untuk terus menghalangi
pandangan mata anak dan mengadakan kontak mata terus-menerus17.
2) Instruksi
Instruski yang diberikan sangat singkat, jelas dan konsisten, dan
hanya diberikan sekali, jangan di ulang-ulang. Jadi, hanya ucapkan satu
kata kuncinya saja dari apa yang terapis intruksikan. Berikan dengan
suara netral, cukup keras, dan tegas, tetapi tidak membentak-bentak. Saat
belajar, anak mungkin akan meloncat-loncat di sekitar kursinya, menarik
rambut terapis, dan menjerit. Tidak ada gunanya memberikan instruksi
jika anak tidak perhatian. Semua perilaku ketidak perhatian dan lepas
tugas harus dihilangkan sebelum instruksi target diberikan18.
17 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa swara, 2003), h. 33-36. 18 Ibid., h. 37.
14
3) Respon
Dalam merespon intruksi terapis, anak mungkin melakukannya
dengan benar, setengah benar, salah atau tidak merespon sama sekali,
yang juga dinilai salah. Respon yang benar segera beri imbalan. Respon
yang setengah benar segera lakukan prompt, lalu beri imbalan. Setelah
memberikan imbalan tersebut (pada respon benar atau setenga benar +
promt), hitungan kembali ke intruksi pertama, tidak melanjutkan ke
hitungan berikutnya. Akhirnya, anak akan berespon segera setelah
intruksi yang pertama dengan instruksi cukup satu kali19.
4) Prompt (bantuan, dorongan, dan arahan)
Prompt adalah setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk
menghasilkan respon yang benar. Prompt merupakan tambahan, jadi
tidak selalu digunakan jika memang tidak diperlukan, bahkan saat
pertama latihan pun. Prompt dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu prompt
lisan, prompt contoh, prompt fisik, prompt dengan menunjuk, prompt
visual, prompt posisi, dan prompt dengan ukuran benda20.
5) Imbalan
Terapis harus memiliki pengetahuan yang cukup dari perilaku
dengan imbalan bagi anak autis. Pengetahuan ini terutama penting karena
bentuk umum dari “hadiah dan hukuman” yang efektif bagi anak-anak
lain mungkin tidak efektif bagi anak autis. Imbalan mempunyai aspek
tergantung jenis dan bagaimana cara memberikannya. Ciri umum
19 Bonny Danuatmaja, Terapi…, h. 38. 20 Ibid., h. 41.
15
imbalan adalah benda atau aktivitas positif, missal makanan, pelukan,
ciuman, dan pujian. Imbalan mempunyai aspek terpenting, yaitu : a) jenis
imbalan, b) pemadaman, c) hukuman, d) time out, e) cara memberikan
imbalan21.
6) Selang waktu uji coba
Selang waktu uji coba berarti waktu antara imbalan satu uji coba
dan mulainya suatu intruksi untuk uji-coba berikutnya. Anak yang
memperlihatkan banyak perilaku lepas tugas (off-task) memerlukan
selang waktu uji-coba yang pendek agar dapat mengurangi kesempatan
untuk terjadinya perilaku tersebut. Umumnya, selang waktu uji coba
berkisar antara 3-5 detik. Hal ini akan membantu anak mengetahui bahwa
anda telah mengakhiri suatu uji coba dan akan memberikan uji coba yang
baru lagi. Gunakan tenggang waktu untuk mencatat respon anak terhadap
uji coba terakhir pada lembar penialian, persiapkan intruksi dan bahan
yang diperlukan untuk tugas berikutnya22.
d. Pelaksanaan Terapi Perilaku
Terapi perilaku mempelajari cara seorang individu bereaksi terhadap
suatu rangsangan, Terapi perilaku merupakan suatu metode untuk
membangun kemampuan yang secara sosial bermanfaat dan mengurangi
atau menghilangkan hal-hal kebalikannya yang merupakan masalah. Metode
ini dapat melatih setiap keterampilan yang tidak dimiliki anak, mulai dari
respon sederhana, misalnya memandang orang lain atau kontak mata,
21 Bonny Danuatmaja, Terapi …, h. 46. 22 Ibid., h. 50.
16
sampai keterampilan kompleks misalnya komunikasi spontan dan interaksi
sosial. Metode ini diajarkan secara sistematik, terstruktur dan terukur.
Dimulai system one on one (satu guru satu murid), dengan memberikan
intruksi spesifik yang singkat, jelas, dan konsisten. Biasanya diperlukan
suatu prompt (bimbingan, model, bantuan, dan arahan) di awal terapi.
Respon yang benar, dengan atau tanpa prompt, akan diberikan imbalan23.
Latihan dilakukan berulang-ulang sampai anak berespon sendiri
tanpa prompt. Respon anak dicatat dan dievaluasi sesuai kriteria yang sudah
dibuat. Selanjutnya, dilakukan perluasan dan generalisasi terhadap
kemampuan dan keterampilan yang sudah dikuasai pada situasi yang kurang
terstruktur, misalnya kesempatan yang alamiah. Secara bertahap, dialihkan
dari intruksi satu guru-satu murid ke kelompok kecil, kemudian kelompok
besar. Terapi perilaku juga bertujuan untuk mengajarkan anak bagaimana
belajar dari lingkungan normal, bagaimana berespon terhadap lingkungan
dan mengajarkan perilaku yang sesuai agar anak dapat membedakan
berbagai hal tertentu dari berbagai macam rangsangan. Jadi, yang terpenting
adalah mengajarkan anak belajar untuk belajar.24
Adapun program yang biasanya diberikan dalam terapi ini adalah
kepatuhan (kontak mata dan dapat duduk saat belajar), bahasa reseptif,
bahasa ekspresif, preakademik, dan bantu diri. Program ini disesuaikan
dengan keadaan anak. Untuk itu, anak yang akan mengikuti terapi harus
diobservasi terlebih dahulu dan dari hasil observasi itu akan ditentukan
23Bonny Danuatmaja, Terapi…, h. 28-29. 24Ibid,, h. 29.
17
program untuk anak tersebut. Dalam metode terapi ini disarankan waktu
terapi adalah 40 jam per minggu. Keberhasilan terapi ini dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu berat atau ringannya derajat autisme, usia anak saat
pertama kali ditangani, intensitas terapi, metode terapi, IQ anak,
kemampuan berbahasa, masalah perilaku, dan peran serta orangtua dan
lingkungan25.
3. Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk
memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap
dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain26. Menurut Theodore M.
Newcomb dalam bukunya Slamet Santoso “Teori-teori Psikologi sosial”
interaksi sosial adalah peristiwa yang kompleks, termasuk tingkah laku yang
berupa rangsangan dan reaksi keduanya, dan mungkin mempunyai satu arti
sebagai rangsangan dan yang lain sebagai reaksi.27
Secara teoritis, sekurang-kurangnya ada dua syarat bagi terjadinya
suatu ineraksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial dan komunikasi.
Terjadinya kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan,
tetapi juga tergantung kepada adanya tanggapan terhadap tindakan tersebut.
25 Tati Nurhayati, “Terapi Perilaku Anak Autis”, dalam www.Kompas.com.htm/artikel, diambil tanggal 05 Mei 2017, pukul 11.34 WITA. 26Slamet Santoso, Teori-teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h. 157. 27Ibid., h. 163.
18
Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila seseorang
memberikan tafsiran pada sesuatu atau kelakuan orang lain.28
b. Dasar-dasar Interaksi Sosial
1) Faktor Imitasi
Imitasi merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang
menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam
pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak. Dengan cara imitasi,
pandangan dan tingkah laku sesorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide,
dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok masyarakat. Dengan
demikian seseorang dapat lebih melebarkan dan meluaskan hubungannya
dengan orang lain29.
2) Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi
sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam suatu imitasi itu orang
yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya. Sedangkan pada sugesti,
seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat
kita rumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima
suatu cara pengelihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang
lain tanpa kritik terlebih dahulu.30
28J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Prenada Media Grup, 2004), h.16. 29 W.A. Gerungan, Psikologi …, h. 64. 30 Ibid., h. 65.
19
3) Faktor Identifikasi
Identifikasi merupakan proses yang dilakukan oleh individu tanpa
adanya kesadaran dari individu tersebut. Tujuan dari proses identifikasi
yang dilakukan oleh individu adalah individu tersebut ingin mempelajari
tingkah laku individu lain walaupun mungkin secara rasional ia kurang
mampu dan kurang disadari.31
4) Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang
terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi32.
4. Anak Autis
a. Pengertian Anak Autisme
Autisme sebetulnya berasal dari kata auto yang berarti sendiri.
Untuk itulah mengapa penyandang autisme seakan akan hidup di dunianya
sendiri. Beberapa ahli mengartikan autisme berbeda beda, diantaranya :
Menurut Kartono dalam bukunya Sri Mulyati “Penanganan
Terhadap Anak Autis” autisme diartikan sebagai gejala menutup diri sendiri
secara total dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar karena
keasyikannya yang ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri. Autisme
merupakan gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang
berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama.
31 Slamet Santoso, Teori-teori…, h. 176. 32W.A. Gerungan, Psikologi…, h. 74.
20
Ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak
penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain33.
Sedangkan Yuniar dalam bukunya Sri Mulyati “Penanganan
Terhadap Anak Autis”menambahkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan yang kompleks, dan memengaruhi perilaku, yang akibatnya
membuat penderita menjadi kekurangan kemampuan berkomunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota
masyarakat34.
Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autisme
adalah gejala menutup diri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi
dengan dunia luar, serta merupakan gangguan perkembangan yang
kompleks, memengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.35
b. Ciri-ciri Gangguan Autistme
Definisi gangguan autistik dalam DSM-IV (diagnostic statistical
manual, edisi ke-4).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling
sedikit dua diantaranya :
a) Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku
nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, gesture, dan gerak
isyarat untuk melakukan interaksi sosial 33 Sri Mulyati, Penanganan…, h. 09. 34 Sri Mulyati, Penanganan…, h. 10 35 Ibid., h. 11.
21
b) Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya
c) Ketidakmampuan merasakan kegembiraan orang lain
d) Kekurangmapuan dalam berhubungan emosional secara timbal balik
dengan orang lain
2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling
sedikit salah satu dari yang berikut ini :
a) Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa
lisan
b) Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau
melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam
percakapan sederhana.
c) Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotip
(meniru-niru) atau bersifat idiosinkratik (aneh)
d) Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau
meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya
e) Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotip seperti
yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini:
f) Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas
atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun
fokus.
22
g) Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik
(kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak berhubungan dengan
fungsi)
h) Perilaku gerakan repetitife dan stereotip (seperti terus-menerus
membuka-tutup genggaman, memuntir jari atau tangan atau
menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks)
i) Keasikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah
benda36.
Tidak seperti kondisi medis yang lain, autisme tidak bisa
dideteksi lewat tes darah atau pemindaian otak. Para spesialis pun
mencari perilaku spesifik di tiga aspek tersebut untuk menemukan
apakah seseorang memiliki autisme atau tidak, Anak autis dalam
berinteraksi sosial menggunakan kontak mata, ekspresi wajah dan gestur
untuk menunjukkan minat mereka, dan berusaha terlibat dalam
pembicaraan. Anak autis tidak memiliki kemampuan untuk menghayati
lingkungan dan membentuk pemahaman yang kompleks mengenai
lingkungan37.
Autisme merupakan cacat yang terjadi selama perkembangan anak
yang ditandai dengan lemahnya kemampuan berkomunikasi, berinteraksi
sosial, dan berperilaku secara normal dan umumnya tampak sebelum anak
berumur dua atau tiga tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi
36 Theo Peeters, Panduan Autisme Terlengkap, ter. Oscar. H Simbolon (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2009) , h. 01-02. 37 Ibid., h. 125.
23
dan adanya campur tangan dini adalah hal paling penting untuk
mempersempit dampak autisme yang melumpuhkan38.
Menurut Leo Kanner, gejala-gejala autisme yang utama adalah :
1. Ketidakmampuan anak untuk berhubungan secara normal dengan
orang lain dan situasi sejak lahir.
2. Perkembangan niat dan perilaku repetitif yang rumit
3. Keinginan yang kompulsif (memaksa) untuk mempertahankan
kesamaan.
Anak-anak yang dikelompokkan sebagai anak-anak penyendiri
memiliki masalah perilaku yang menunjukkan sedikit kesadaran. Masalah
mereka meliputi perilaku buruk seperti mengamuk, secara tidak terduga
menggigit, memukul atau mencakar, melukai diri-sendiri, berkeliaran
tanpa tujuan jelas, berteriak, meludah atau mencoret-coret. Perilaku
stereotip itu biasanya sederhana dan diatur sendiri, seperti melihat gerakan
jari, melambai-lambaikan tangan atau mengayunkan badan kedepan dan
belakang. Anak-anak yang “pasif” biasanya berperilaku paling baik selama
mereka dapat mengikuti rutinitas harian yang dapat dipercaya. Permainan
imajinatif mereka biasanya tidak ada atau hanya terdiri dari perilaku
meniru aktivitas anak-anak lain, sebagai contoh memberi makan atau
memandikan boneka39.
38Tara Delaney, 101 Permainan dan Aktivitas untuk Anak-anak Penderita Autisme, Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik (ANDI: Yogyakarta, 2000), h. 254. 39 Tara Delaney, 101 Permainan…, h. 121.
24
c. Interaksi Sosial Anak Autis
Salah satu kelemahan utama anak autis adalah dalam kemampuan
menjalin interaksi dua arah dengan orang lain. Mereka umumnya tampak
lebih suka berkutat dengan dunianya sendiri daripada ikut serta dalam
interaksi dengan teman sebaya. Keengganan ini seringkali diinterpretasikan
sebagai tidak adanya keinginan, padahal dalam kenyataannya bukan karena
mereka tak ingin, melainkan karena banyaknya hambatan yang mereka
miliki40.
Bahasa tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial, dan individu autis
biasanya bermasalah dengan bahasa. Putra-putri anda mungkin lulus saat
membaca kata-kata (dekoding) namun berjuang keras untuk bisa
menafsirkan bahkan cerita yang paling sederhana. Beberapa individu autis
adalah pengeja yang sempurna beberapa dari mereka bahkan bisa belajar
bahasa asing dengan mudah. Sedangkan yang lain terus menghadapi
tantangan untuk bisa menghasilkan ujaran atau ungkapan yang benar
gramatikanya, atau memahami materi yang diucapkan dan ditulis41.
Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial dan
imajinasi sering saling berkaitan sehingga semuanya dapat digambarkan
sebagai tiga serangkai. Anak-anak yang menderita tiga serangkai ini
mungkin mendapati keseluruhan pola minat mereka didominasi oleh
40 Andriana S Ginanjar, Menjadi…, h. 110. 41 Anjali Sastry dan Blaise Aguirre MD, Parenting…, h. 36.
25
aktivitas-aktivitas stereotip yang repetitif, yang dapat bertahan selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun42.
Adapun tahapan perkembangan interaksi sosial anak autis sebagai
berikut:
1) Interaksi satu arah dengan objek
Interaksi awal anak-anak autistik lebih banyak pada objek karena
tidak menyebabkan sensasi yang berlebihan. Objek memiliki tingkat
intimidasi yang sangat rendah karena objek biasanya tidak bergerak,
tidak mengeluarkan suara, dan berada pada tempat tertentu. Fokus utama
mereka selalu pada benda-benda sekeliling, bukan orang lain.
2) Kedekatan emosional dengan binatang peliharaan
Anak autis juga amat menikmati dengan binatang peliharaan
karena lebih mudah dimengerti dan tidak banyak menuntut. Untuk
menjalin hubungan dengan binatang peliharaan, misalnya kucing, mereka
akan meniru tingkah laku si kucing dan dapat bermain bersama selam
berjam-jam.
3) Ibu sebagai tokoh sentral
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi sebagian besar
anak autis. Di dalam keluarga mereka belajar menjalin hubungan antar
pribadi yang dilandasi oleh keintiman emosional. Hubungan terdekat
biasanya terjalin dengan ibu atau pengasuh karena dengan merekalah
42 Theo Peeters, Panduan…, h. 120.
26
paling banyak anak menghabiskan waktu seperti makan, minum, mandi,
tidur, belajar, bermain, sampai dengan bertengkar dan menangis bersama.
4) Interaksi dengan teman sebaya
Interaksi dengan teman sebaya di sekolah merupakan salah satu
sumber stress dan pengalaman traumatik. Banyak orang tua yang
menceritakan bahwa anak-anak mereka menjadi korban bullying dari
teman-teman di sekolahnya. Tetapi, tidak menutup kemungkinan mereka
juga memperoleh pengalaman positif dari teman dekat yang bisa menjadi
pendamping setia saat mereka mempunyai problem yang berat43.
G. Metodologi Penelitian
Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap
berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab
data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek
penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah44.
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode kualitatif
deskriptif untuk mengumpulkan dan memaparkan data mengenai tingkat 43 Andriana S Ginanjar, Menjadi…, h. 114-116. 44 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 6.
27
efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis di Graha Autis
(Lembaga Pendidikan Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus) Mataram.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai human instrumen, yaitu
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan.45 Sedangkan instrument pengumpulan data
yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa
dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan
hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena
itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolok ukur
keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan
peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data
lainnya di sini mutlak diperlukan.
Peneliti sebagai instrument tunggal (human instrument) dengan cara
terjun langsung ke lapangan atau observasi partisipasif. Adapun unsur
informan terdiri dari kepala lembaga, para pengasuh, para orang tua anak
penyandang autisme, dan anak-anak penyandang autisme.
3. Sumber Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini
harus dicari melalui narasumber yaitu orang yang kita jadikan objek
45 Ibid…, h. 168.
28
penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai sarana mendapatkan
informasi ataupun data.46 Adapun yang menjadi sumber data primer dari
penelitian ini adalah ibu Rita Susanti, S.Pd. selaku Kepala Lembaga Graha
Autis sekaligus menjadi pengasuh anak-anak penyandang autis. Dan data
lain juga peneliti dapatkan dari pengasuh lain dan orang tua anak
penyandang autisme.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder adalah
data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber
lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat
perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi
pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi
dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti
kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories,
dan sebagainya47.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian yang terpenting dalam penelitian,
bahkan merupakan keharusan bagi seorang peneliti dalam penelitian. Adapun
dalam memperoleh data yang di perlukan dalam penelitian ini di antaranya:
46 Umi Narimawati, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 98. 47 Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2008), h. 402.
29
1. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik
pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan
dan dicatat secara sistematis, dan dapat dikontrol realibilitas dan
validitasnya. Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting adalah
mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti.48
Macam-macam Observasi adalah sebagai berikut :
a) Observasi Partisipan
Merupakan observasi yang dilakukan oleh peneliti yang berperan
sebagai anggota yang berperan serta dalam kehidupan masyarakat topik
penelitian. Biasanya peneliti tinggal atau hidup bersama anggota
masyarakat dan ikut terlibat dalam semua aktivitas dan perasaan mereka.
Selanjutnya peneliti memainkan dua peran, yaitu pertama berperan
sebagai peserta dalam kehidupan masyarakat, dan kedua sebagai peneliti
yang mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat dan perilaku
individunya49.
b) Observasi Non-partisipan
Adalah observasi yang menjadikan peneliti sebagai penonton atau
penyaksi terhadap gejala atau kejadian yang menjadi topik penelitian.
48 Husaini Usman dan Purnomo Seiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. l 54.
30
Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau mendengarkan pada
situasi sosial tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya.50
2. Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi atau data dari responden dengan cara bertanya
langsung secara bertatap muka (face to face). Kualitas hasil wawancara
banyak dipengaruhi oleh kemampuan pewawancara dalam membangun dan
mengembangakan interaksinya dengan responden.
Selain faktor pewawancara dan responden, kualitas data hasil
wawancara juga dipengaruhi oleh situasi wawancara dan topik penelitian
yang biasanya tertuang dalam bentuk kuesioner (daftar pertanyaan). Dari
keempat faktor ini, posisi pewawancara sangatlah menentukan. Artinya,
pewawancara dituntut mampu mengadakan pendekatan kepada responden,
menjelaskan topik penelitian dengan baik kepada responden sehingga dapat
membangun dan menciptakan situasi yang kondusif terhadap kelancaran
wawancara.51
a) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan oleh peneliti bila dia
mengetahui secara jelas dan terperinci apa informasi yang dibutuhkan
dan memiliki satu daftar pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya
yang akan disampaikan kepada responden.
50Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 39-40. 51Bagong Suyatno dan Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 69-70.
31
b) Wawancara Tak Terstruktur
Disebut wawancara tak terstruktur sebab pewawancara tidak
memiliki setting wawancara dengan sekuensi pertanyaan yang
direncanakan yang akan ditanyakan kepada responden. Dengan kata
lain, pewawancara dalam wawancara tak terstruktur secara khas hanya
mempunyai satu daftar tentang topik atau isu, sering dinamakan
sebagai suatu interview guide, yang secara khas dicakup.52
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi
partisipan maupun non-partisipan dan juga teknik wawancara tak
terstruktur sebagai bahan untuk mengumpulkan data-data karena
teknik inilah yang cocok dan sesuai dengan masalah yang diteliti oleh
peneliti juga mempermudah peneliti dalam proses penelitiannya.
5. Teknik Analisa Data
a. Pengertian Analisis Data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat di
temukan tema dan dapat di rumuskan hipotesis kerja seperti yang di
sarankan oleh data. Dari data-data seperti catatan lapangan dan tanggapan
peneliti, gambar, foto, dokumentasi berupa laporan, biografi, artikel, dan
sebagainya. Pekerjaan analisis dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkatagorisasikannya.
52Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h. 313.
32
Pengorganisasian dan pengelolahan data tersebut bertujuan menemukan
tema dan hipotesis kerja yang akhirnya di angkat menjadi teori substansif53.
Analisis data mempunyai dua tujuan, yakni meringkas dan
menggambarkan data dan membuat inferensi dari data untuk populasi dari
mana sampel ditarik. Analisis berarti kategorisasi, penataan, manipulasi, dan
peringkatan data untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian.
Kegunaan analisis ialah mereduksikan data menjadi perwujudan yang dapat
dipahami dan ditafsir dengan cara tertentu hingga relasi masalah penelitian
dapat ditelaah serta diuji54.
b. Analisis Kualitatif
Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang
diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori
atau unsur klasifikasi. Data mungkin telah dikumpulkan dalam aneka
macam cara seperti observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman,
dan biasanya diproses sebelum siap digunakan melalui pencatatan,
pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis. Tetapi analisis kualitatif tetap
menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang
diperluas, dan tidak menggunakan perhitungan matematis atau statistika
sebagai alat bantu analisis55.
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan teknik analisis
kualitatif dalam penelitiannya untuk menganalisis data. Karena peneliti 53Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian…, h. 190-191. 54 Ulber Silalahi, Metode…, h. 332. 55 Ibid., h. 339.
33
menggunakan pendekatan penelitain kualitatif dan mengumpulkan data
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi yang
kemudian akan ditulis, dikelompokkan, dan di analisis sesuai dengan data
yang diperoleh dilapangan.
c. Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang valid peneliti menggunakan beberapa
teknik antara lain :
1) Memperpanjang kehadiran peneliti
Untuk mendapatkan data yang valid, maka salah satu cara yang
digunakan yaitu memperpanjang kehadiran peneliti di lapangan dengan
cara mencari data yang memiliki kredibilitas tinggi dari orang-orang
yang dianggap mempunyai nilai informasi paling akurat, dalam hal ini
adalah orang yang terlibat secara langsung dengan objek peneliti.
2) Pemeriksaan dengan teman sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspose sementara hasil
akhir yang diperoleh dalam diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.
Teknik ini mengandung beberapa maksud yaitu: Untuk membuat agar
peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran.
3) Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, dalam hal ini bertujuan
untuk mengecek kebenaran hasil penelitian dengan membandingkan serta
34
memanfaatkan sesuatu yang lebih atau kunci informasi dalam
pengecekan ini dapat dilakukan dengan :
a) Membandingkan hasil wawancara dengan pengamatan.
b) Membandingkan pernyataan yang dilakukan di tempat umum dengan
yang digunakan secara pribadi.
c) Membandingkan sesuatu yang diungkapkan di dalam situasi penelitian
dengan situasi lain.56
56Lexy. J. Moelong, Metodologi…, h. 30.
35
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Graha Autis
Lembaga ini pada awal terbentuknya bernama Yard Therapy and
Learning – Anak Lombok Mataram pada 18 Agustus 2002 berkedudukan di
Jalan Barito IV/28 Perumnas Tanjung Karang Ampenan – Mataram, pada
tahap ini belum memiliki tempat terapi, tenaga terapis yang mengunjungi
rumah anak pendertia autis dan berkebutuhan khusus. Pada tahun 2003 s/d
2009 YTAL – Anak Lombok Mataram meminjam ruang kelas TK Aisiyah 3
sebagai tempat terapi, dan pada Oktober 2009 sampai Juli 2010 terapi kembali
dilakukan di rumah Jl. Barito IV/28 Perumnas. Pada periode ini, belum YTAL
– Anak Lombok Mataram belum memiliki badan hukum dan pengelolaannya
masih sederhana berdasarkan kepercayaan orang tua siswa dan bedasarkan
kekeluargaan57.
Seiring perjalanan waktu, jumlah orang tua anak autis dan
berkebutuhan khusus yang mempercayakan anaknya untuk terapi di YTAL –
Anak Lombok Mataram pun semakin bertambah, kondisi tersebut mendorong
lembaga ini untuk mengembangkan diri, maka pada 28 Juni 2010 YTAL –
Anak Lombok Mataram dinyatakan berdiri sebagai badan hukum dan mulai
berkegiatan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat berdasarkan Akta Notaris
Eka Nugraha, SH., M.Kn. Pada tahun 2010 lembaga ini juga mendapatkan
dukungan pembangunan ruang kelas dari PT. Newmont Nusa Tenggara di atas
57 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017.
35
36
tanah hibah murni seluas 12 are di Jl. Gili Air I, Blok A2, No. 18, Kelurahan
Taman Sari, Ampenan Selatan. Mulai dari tanggal 30 Juli 2010 aktivitas terapi
telah dilakukan dibangunan yang baru tersebut, program asrama secara
sederhana pun dijalankan serta proses bimbingan belajar maupun klinik
kesehatan sebatas tentang konsultasi anak autis telah dilaksanakan. Harapan
dan cita-cita dari pendiri dan pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat YTAL –
Anak Lombok Mataram untuk melayani berbagai macam keperluan anak autis
dan berkebutuhan khusus semakin berkembang58.
Program kerja dan kegiatan-kegiatan semakin beragam dan bertambah
luas jangkuan sasarannya. Hal tersebut merupakan dasar pemikiran pendiri dan
para pegiat di YTAL – Anak Lombok Mataram untuk merubah nama lembaga
menjadi “GRAHA AUTIS”, diharapkan mampu menjadi pusat dunia autis dan
anak berkebutuhan khusus di Pulau Lombok pada khususnya dan di Indonesia
pada umumnya. Program kerja pun semakin luas sasarannya, bukan hanya
melibatkan anak-anak penderita saja, namun orang tua dan masyarakat luas.
Pelayanan terhadap anak-anak pun diharapkan mampu menjadi semakin baik.
Graha Autis berdiri bukan hanya karena kehebatan dari para pengelolanya
namun dukungan dari masyarakat dan instansi terkait. Graha Autis akan selalu
terbuka dengan berbagai pihak selama tidak mengikat untuk menjalain kerja
sama dan kemitraan. Semoga Graha Autis dapat selalu memberikan yang
58 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017.
37
terbaik bagi anak-anak, dunia autis dan anak berkebutuhan khusus, serta
melakukan yang terbaik bagi nusa dan bangsa59.
2. Letak Geografis Graha Autis
Letak geografis Graha Autis yang terletak di tengah-tengah pemukiman
masyarakat dan batas wilayah lembaga adalah :
Sebelah utara berbatas dengan : Perumahan masyarakat kelurahan
Ampenan selatan
Sebelah selatan berbatas dengan : Tanah kosong milik Graha Autis
Sebelah timur berbatas dengan : Jln. Gili Air 1. Taman sari,
Kelurahan Ampenan selatan
Sebelah barat berbatas dengan : Perumahan masyarakat kelurahan
Ampenan
Melihat letak geografis Lembaga Graha Autis yang berada di tengah-
tengah masyarakat sehingga mempermudah akses dan kegiatan-kegiatan yang
ada di dalam lembaga, baik itu kegiatan pendidikan, terapi, keagamaan dan
kegiatan lainnya. Menurut persepsi peneliti sekalipun graha autis merupakan
tempat yang nyaman serta aman bagi anak-anak autisme dan anak
berkebutuhan khusus yang bisa dirasakan seperti berada di rumah sendiri
bersama keluarga sendiri karena di graham autis memang diterapkan sistem
pengasuhan yang berdasarkan dengan cinta dan kasih sayang layaknya
keluarga sendiri60.
3. Identitas Lembaga
59 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017. 60 Observasi, Graha Autis, 15 Desember 2016
38
Pada umumnya setiap lembaga mempunyai identitas dan akta notaris.
Begitupula dengan lembaga swadaya masyarakat Graha Autis (Lembaga
pendidikan anak autis dan anak berkebutuhan khusus) Mataram yang didirikan
berdasarkan akta notaris dan identitas sebagai berikut :
Nama Lembaga : Graha Autis
Alamat : Jln. Gili Air 1. Blok A2 No. 18, Taman Sari, Kelurahan
Ampenan Selatan
Telp/Faks : 081999555731
e-mail : [email protected]
4. Sarana dan Prasarana
Graha Autis beralamat di Jl. Gili Air I, Blok A2, No. 18, Taman Sari,
Ampenan Selatan, Mataram Nusa Tenggara Barat memiliki luas areal sebanyak
±12 are yakni ±10 are lahan tanah masih kosong dan ±2 are lahan tanah aktif
dengan rincian sebagai berikut :
a. 6 Lokal ruang kelas
b. 1 Lokal perpustakaan
c. 4 Lokal kamar asrama
d. 1 Unit Aula
e. 1 Unit Dapur
f. 2 Unit Kamar mandi
g. 3 Buah TV
h. Taman bermain anak62
61 Observasi, Graha Autis, 15 Desember 2016
39
Selain itu Graha Autis telah mengikuti standar sarana dan prasarana
yang diwajibkan di setiap sekolah untuk memiliki sarana yang mencakup
perabotan, peralatan pendidikan seperti meja dan kursi, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, alat administrasi, belajar-mengajar dan
penelitian serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan63.
5. Visi dan Misi Graha Autis
a. Visi
Mendidik anak autisme dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk
dapat berkarya dan berguna bagi lingkungan dengan kemandirian penuh.
b. Misi
1) Mengembangkan dan mengoptimalkan bakat dan minat anak autisme dan
anak kebutuhan lainnya.
2) Dapat berkarya untuk masa depanya.
3) Memberikan kesempatan anak autisme untuk dapat dididik secara formal.
4) Memberikan kesempatan pada semua pihak untuk mensosialisasikan
autisme.
5) Menjadi sumber informasi bagi masyarakat dan instansi-instansi terkait64.
6. Tenaga Pengajar Graha Autis
1. Maria, S.Pd.
2. Febriana Hariyanti, S.Pd.
3. Muliana Amanatun Aini, S.Pd.
62 Observasi, Graha Autis, 23 Maret 2017 63 Dokumentasi, Graha Autis, 17 Maret 2017 64 Ibid., 17 Maret 2017
40
4. Rahayu Hikmayanti, A.Md.
5. Rita Susanti, S.Pd (Owner LSM)
6. Nia Kurnianti, A.Md.Tw. (Terapis Wicara).
7. Tara Vergianto (Brain Gym)
8. Irawan Mathuriadi (Seni Rupa).
9. Bambang Ibnu Sina, S.Pd (Seni Musik).
10. Fathoni Nurkholis, SE. (Komputer & Desain Grafis)65.
7. Maksud dan Tujuan Graha Autis
a. Maksud
Graha Autis hadir ditengah masyarakat dengan maksud
memberikan pelayanan terbaik kepada berbagai pihak yang terkait dengan
dunia autis dan anak berkebutuhan khusus. Graha autis tidak hanya
melibatkan anak-anak penderita autisme dan anak berkebutuhan khusus,
namun melibatkan pula orang tua, masyarakat, lembaga / instansi lainnya
yang memiliki kepedulian terhadap dunia autisme dan anak berkebutuhan
khusus. Graha autis pun berharap dapat meringankan beban orang tua
penderita autis dan orang tua anak berkebutuhan khusus yang tidak mampu
(secara ekonomi) untuk melaksanakan terapi dan latihan menjalani
kemandirian hidup bagi anak-anak mereka, serta Graha Autis sebagai
solusi bagi orang tua dalam memecahkan masalah dan mencari solusi bagi
mereka yang ingin mengantarkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan
lanjutan formal melalui sekolah umum66.
65 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 66 Ibid., 23 Maret 2017
41
b. Tujuan
1) Graha Autis sebagai pusat kegiatan dunia autisme dan anak
berkebutuhan khusus. Melibatkan anak-anak autis, anak-anak
berkebetuhan khusus, orang tua, masyarakat dan lembaga / instansi
terkait lainnya.
2) Membantu orang tua mencari alternatif-alternatif efektifitas
pembelajaran anak autis dan anak berkebutuhan khusus dalam
mempersiapkan memasuki sekolah formal.
3) Mewujudkan anak autis dan anak berkebutuhan khusus agar
mendapatkan pendidikan yang layak. Mempersiapkan mereka untuk
mengikuti sekolah formal dengan melibatkan shadow teacher atau guru
pendamping serta melakukan pendekatan inquiry kepada sekolah-
sekolah umum dan masyarakat agar mereka memahami dunia anak
autis dan anak berkebutuhan khusus dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka.
4) Memberikan harapan anak autis dan anak berkebutuhan khusus masa
depan yang layak. Graha autis berusaha mempersiapkan anak autis dan
anak berkebutuhan khusus untuk mampu menghadapi masa depan
secara mandiri.
5) Mempersiapkan masa depan anak autis dan berkebutuhan khusus untuk
mampu ikut berkarya dan berkreasi sebagai mata pencaharian mereka.
Selain itu melibatkan orang tua anak autis dan anak berkebutuhan
42
khusus yang tidak mampu (secara ekonomi) agar mampu hidup secara
layak.
6) Mewujudkan komunitas peduli autisme dan anak berkebutuhan khusus,
sebagai wadah kepedulian masyarakat terhadap dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus dengan membentuk satu perkumpulan masyarakat
peduli anak autis dan anak berkebutuhan khusus.
7) Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk melaksakan program
kerja sebagai solusi terbaik bagi dunia autisme dan anak berkebutuhan
khusus67.
8. Program Kerja LSM-Graha Autis
a) Therapy
Secara umum anak autis memiliki ciri-ciri autis dominan yaitu
kurangnya inisiatif untuk berkomunikasi, mengalami kesulitan verbalisme,
selalu berbicara tidak jelas, mengulang-mengulang kata yang didengarnya
atau sama sekali tidak berkomunikasi, adanya perilaku yang tidak terarah
dan tidak wajar yang cenderung agresif. Disamping itu gangguan motorik
kerap menyertai anak autis. Graha Autis melayani terapai bertujuan untuk
lebih fokus melayani pada gangguan autis atau kelainan yang telah di
diagnosis seperti gangguan komunikasi, gangguan perilaku, gangguan
motorik, gangguan sosialisasi atau interaksi social, dan gangguan
intelegensi.68
b) Klinik kesehatan
67 Ibid., 23 Maret 2017 68 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017
43
Graha Autis bermaksud akan membuka klinik kesehatan bertujuan
untuk melayani masalah kesehatan pada penderita autis secara khusus, dan
masyarakat pada umumnya. Selain itu, klinik ini memberikan pelayanan
konsultasi menjaga kesehatan anak autis termasuk pola makan yang tepat.
Klinik Kesehatan ini juga berharap dapat membantu masalah kesehatan bagi
masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi69.
c) Pengobatan Herbal (Apotek)
Graha Autis bermaksud untuk memberikan pelayanan pengobatan
secara herbal bagi anak penderita autis. Pengobatan herbal yang diolah
secara alami dinilai lebih ekonomis bagi orang tua pendertia anak autis
karena bahan-bahannya mudah didapatkan dilingkungan sekitar, terutama di
Pulau Lombok lokasi Graha Autis70.
d) PAUD Inklusi
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat,
namun keberadaan sekolah inklusi atau sekolah yang memberi perlakuan
sama pada anak normal dan berkebutuhan khusus masih sedikit, apalagi
pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD). Meskipun anak
berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi seperti anak lain, tetapi
mengikuti PAUD bisa menjadi ajang sosialisasi dengan teman sebayanya.
Anak autis dan anak berkebutuhan khusus selayaknya diberi perhatian
penuh untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya baik melalui
program inklusi maupun program taman kanak-kanak luar biasa. Hal ini
69 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017 70 Ibid., 23 Maret 2017
44
sangat penting untuk menghindari diskriminasi pendidikan. Oleh sebab
itulah, Graha Autis akan mendirikan PAUD Inklusi untuk autis dan anak
berkebutuhan khusus, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana
menunjang PAUD Inklusi ini belum bisa dilaksanakan sesuai rencana71.
e) Bimbingan Belajar
Persiapan belajar materi akademik bagi anak-anak autis dan anak
berkebutuhan khusus yang sudah mampu berkomunikasi secara verbalisasi
dan mampu bersosialisasi agar mereka bisa menempuh sekolah formal
sesuai usianya72.
f) Asrama Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks
pada anak. Penanganan yang tepat anak dengan autisme untuk dapat
mencapai kemajuan dan mengatasi ketertinggalan, dibutuhkan diagnosis
akurat, pendidikan yang tepat, dan dukungan yang kuat agar anak dengan
autisme tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berhasil. Anak dengan
autis membutuhkan layanan pendidikan yang khusus, dan memerlukan jenis
terapi yang khusus. Untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal anak autis
dan anak berkebutuhan khusus sebaiknya diasramakan, karena akan
membantu dalam pelayanan selama 24 jam, agar dapat memantau
kebutuhan anak tersebut dan memberikan perlakuan, pelayanan serta terapi
yang layak bagi anak autis dan anak berkebutuhan khusus. Untuk itulah,
Graha Autis berharap bantuan untuk membangun asrama bagi anak autis
71 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 72 Ibid., 23 Maret 2017
45
dan anak berkebutuhan khusus. Saat ini Graha Autis, telah menjalankan
program asrama untuk beberapa orang anak penderita autisme dengan
sarana dan prasaranaya seadanya73.
g) Tempat Penitipan Anak
Graha Autis bermaksud untuk meringankan beban orang tua anak
pada umumnya dan termasuk orang tua anak penderita autis. Anak-anak
membutuhkan perhatian yang pelayanan yang layak, bila orang tua
mengalami permasalahan mengasuh anak ketika ada keperluan atau tidak
memiliki kesempatan, maka Graha Autis adalah orang tua kedua bagi anak-
anak normol, anak autis dan anak berkebutuhan khusus. Graha Autis
bertujuan untuk melayani Tempat Penitipan Anak Autis, baik dalam jangka
waktu beberapa jam maupun dalam beberapa hari74.
h) Kejar Paket A, B, C
Anak-anak autis dan anak berkebutuhan khusus tetap berhak
mendapatkan pendidikan, mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk
mengejar ketertinggalan dibandingkan anak normal. Bagi anak autis dan
anak berkebutuhan khusus yang telah “pulih” untuk mengejar ketertinggalan
di dunia akademi formal, Graha Autis memfasilitasi untuk meraih dunia
pendidikan (SD, SLTP, SLTA) melalui Kejar Paket A, B dan C, bertujuan
agar masa depan mereka lebih baik dan dapat merasakan seperti apa
dirasakan oleh manusia normal lainnya75.
73 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 74 Ibid., 23 Maret 2017 75 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017
46
i) Taman Bacaan/Perpustakaan Graha Autis
Graha Autis berharap dalam melayani kebutuhan pengetahuan dan
edukasi (pendidikan) masyarakat secara umum dan anak-anak pada
khususnya. Pelayanan ini dalam bentuk menyediakan buku-buku tentang
autis dan anak berkebutuhan khusus, perkembangan mental anak-anak
maupun jurnal-jurnal tentang anak-anak. Selain itu, buku-buku tentang
keilmuan dan pendidikan untuk orang tua dan masyarakat umum juga
disediakan untuk mengisi perpustakaan76.
j) Laboratorium Bahasa Graha Autis
Anak autis umumnya mengalami gangguan komunikasi (berbahasa)
untuk itulah Graha Autis berharap dapat memfasilitasi anak autis untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. pilihan laboratorium bahasa
bagi anak autis yaitu laboratorium bahasa multimedia berupa perangkat
elektronik audio maupun video yang terdiri dari instructor console sebagai
mesin utama. Selain itu juga dilengkapi dengan perangkat multimedia
lainnya seperti tape recorder, VCD/ DVD Player, monitor atau ada juga
repeater language learning machine. Selain itu ada pula komponen
komputer multimedia sebagai komponen tambahan yang dapat
dikombinasikan dengan kesemuanya itu. Artinya, peralatan lab bahasa itu
mencakup berbagai jenis media dengan fungsi masing-masing yang
bervariasi. Dengan laboratorium bahasa multimedia, terapis kreatif dapat
memanfaatkan aneka jenis program pelajaran bahasa baik yang dikemas
76 Ibid., 23 Maret 2017
47
dalam bentuk kaset audio, video, maupun CD interaktif. Bahkan, dengan
alat lab bahasa dan software lab bahasa ini terapis juga dapat memanfaatkan
kemampuan dirinya dalam memfasilitasi anak autis agar terlibat dalam
proses komunikasi secara aktif melalui headset dan microphone yang
tersedia pada masing-masing meja77.
k) Taman Seni Graha Autis
Graha Autis berusaha memberikan kesempatan bagi anak autis dan
anak berkebutuhan khusus untuk bisa berkarya. Seni merupakan media yang
tepat sebagai sarana terapi dan melatih perkembangan mental anak autis dan
anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itulah, Graha Autis berhadap dapat
mewujudkan wadah berkarya melalui seni anak autis dan berkebutuhan
khusus maupun anak-anak normal lainnya dalam wadah bernama Taman
Seni Graha Autis78.
l) Penyelenggaraan Kegiatan (Event Organizer)
Upaya untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
khususnya terkait dengan dunia autis, Graha Autis bermaksud
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di luar dari program kerja, yaitu
berupa mengadakan kegiatan seminar, jambore anak autis, pameran karya
anak autis dan berkebutuhan khusus, musyawarah anak autis, dan kegiatan
lain-lain yang mendukung perkembangan dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus. Kegiatan-kegiatan ini tentu butuh dukungan dari
77 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 78 Ibid., 23 Maret 2017
48
berbagai pihak, Graha Autis membutuhkan mitra agar dapat menjalankan
kegaitan dengan lancar79.
m) Pusat Pelatihan Volunteer Autism
Graha Autis akan tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi anak
autis dan anak berkebuthan khusus. Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan pula para terapis yang memiliki keahlian kemampuan memadai.
Graha Autis ikut berperan aktif dalam upaya menciptakan terapis yang
handal, oleh sebab itulah, peluang dibuka selebar mungkin bagi masyarakat
awam untuk menjadi volunteer terapis dan memberikan pembinaan di Pusat
Pelatihan Volunteer Autism yang diselenggarakan oleh Graha Autis.
Semakin banyak banyak masyarakat yang bersedia menjadi volunteer
autism, semakin banyak yang peduli terhadap dunia autis dan anak
berkebutuhan khusus, diharapkan anak-anak autis dan berkebutuhan khusus
semakin banyak mendapatkan perhatian dan pelayanan yang layak di tengah
masyarakat umum80.
n) Pusat Penelitian Autis
Dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus sangat kompleks dan
rumit. Graha Autis merasakan sangat perlu ada pengembangan metode
ilmiah untuk percepatan penanganan penderita autisme dan anak
berkebutuhan khusus. Karena alasan inilah, Graha Autis berusaha untuk
menghimbau agar berbagai pihak yang peduli terhadap anak-anak pada
umumnya dan anak autis dan berkebutuhan khusus untuk terus mengadakan
79 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 80 Ibid., 23 Maret 2017
49
penelitian demi memberikan yang terbaik bagi anak-anak penderita autis
dan berkebutuhan khusus, sehingga Graha Autis berharap dapat
mewujudkan pusat penelitan autism, tentunya membutuhkan dukungan
materil dan moral dari berbagai pihak81.
o) Life Skill (Wirausaha)
Salah satu bagian terpenting dari kehidupan adalah memiliki masa
depan yang cerah. Anak autis dan berkebutuhan khusus juga berhak
mendapatakan masa depan cerah. Setelah mereka pulih, tentu kita perlu ikut
memikirkan bagaimana mereka dapat merail masa depan cerah. Untuk
itulah, Graha Autis berusaha memberikan kemampuan life skill atau
kecakapan hidup dalam bentuk wirausaha bagi anak-anak yang telah pulih
dari derita autisme dan berkebutuhan khusus, minimal mereka bisa hidup
mandiri dan mampu ikut berperan aktif mensejahterakan kehidupan
masyarakat di lingkungan mereka, terutama keluarga dan kerabat dekat
lainnya82.
p) Workshop Graha Autis
Anak autis dan berkebutuhan khusus membutuhkan tempat untuk
melatih kemampuan kecakapan hidup (life skill) terutama di bidang
wirausaha. Graha Autis menyadari hal ini, untuk itulah berusaha
menyediakan bengkel kerja bagi anak autis dan berkebutuhan khusus untuk
81 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 82 Ibid., 23 Maret 2017
50
mengembangkan kemampuan di bidang wirausahan dengan membuka
Workshop Graha Autis83.
q) Koprasi Graha Autis
Anak-anak selepas dari derita autis dan berkebutuhan khusus, akan
beranjak dewasa dan mengalami kehidupan yang normal, mereka harus
memiliki penghasilan untuk mempertahankan hidup di era kekinian. Atas
dasar tersebut, Graha Autis menyediakan Koperasi Graha Autis bagi mereka
yang telah memiliki kemampuan life skill dan berhasil dalam program
workshop84.
r) Penerbitan Jurnal Autisme (Media Cetak)
Aktivitas dunia autis dan anak berkebutuhan khusus membutuhkan
dukungan positif dan masyarakat umum. Namun kenyataan berkata lain,
karena keterbatasan pengetahuan masyarakat awam tentang anak autis dan
berkebutuhan khusus mengakibatkan anak autis dan berkebutuhan khusus
kerap mendapatkan perlakukan yang tidak semestinya. Graha Autis
berusaha mengajak masyarakat secara luas ikut serta memperhatikan dan
memberikan perlakuan yang selayaknya, oleh sebab itulah Penerbitan Jurnal
(media cetak) seputar dunia autis dan anak berkebutuhan khusus dirasakan
penting kehadirannya di kehidupan sehari-hari masyarakat luas. Penerbitan
Jurnal ini diharapakan sebagai media publikasi hasil-hasil penelitian tentang
anak-anak pada umumnya dan dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus
pada umumnya. Selain itu, Jurnal Autisme juga menyiarkan berita-berita
83 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 84 Ibid., 23 Maret 2017
51
dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pelaku di dunia autisme dan
anak berkebutuhan khusus85.
s) Media Informasi
Perkembangan teknologi informasi di era kekinian, menarik
perhatian Graha Autis untuk ikut serta membangun silaturahmi kepada
masyarakat luas untuk memberikan informasi-informasi seputar aktivitas
dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus. Setidaknya sebagai wadah
komunikasi secara luas dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus dan
diharapkan ada imbal balik sebagai alat untuk pendataan anak autis dan
berkebutuhan khusus86.
t) Komunitas Peduli Autis
Graha Autis berharap setelah terjalin komunikasi yang baik dengan
masyrakat luas melalui jaringan Penerbitan Jurnal Autisme dan situs media
informasi jaringan internet, akan mewujudkan Komunitas Peduli Autis.
Komunitas ini bersifat terbuka dan kumpulan orang-orang yang peduli
terhadap dunia autisme dan anak berkebutuhan khusus untuk mendukung
agar anak-anak tersebut mendapatkan perlakukan yang layak di masyarakat
umum. Semakin banyak orang yang peduli terhadap dunia autisme dan anak
berkebutuhan khusus, diharapkan semakin cepat pula prose pemulihan
menjadi manusia yang normal.
85 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 86 Ibid., 23 Maret 2017
52
u) Advokasi Graha Autis
Perlindungan terhadap anak perlu makin ditegakkan, termasuk pula
pelindungan bagi anak autis dan berkebutuhan khusus. Tindakan pelecahan
akan memperburuk kondisi anak penderita autis dan berkebutuhan khusus.
Graha Autis bermaksud untuk ikut berperan aktif dalam pembelaan hak
anak-anak maupun anak autis dan berkebutuhan khusus. Tentunya Graha
Autis membutuhkan dukungan praktisi hukum, kepolisian dan pihak lainnya
untuk proses Advokasi87.
v) Travel Graha Autis
Graha Autis berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi berbagai
pihak, termasuk orang tua yang anaknya menderta autis dan berkebutuhan
khusus. Untuk itulah, Travel Graha Autis akan diwujudkan, melayani antar-
jemput anak-anak penderita autisme dan berkebutuhan khusus88.
9. Potensi LSM Graha Autis
a) Graha Autis didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki yang
berkualifikasi akademik S1 dan berlatar belakang pendidikan khusus. Graha
Autis bekerja sama dengan tenaga terapis sebanyak 10 orang. Graha autis
pun memiliki sumber daya manusia untuk mengelola administrasi lembaga
sebanyak 3 orang untuk mendukung kelancaran jalannya
lembaga/organisasi.
87 Dokumentasi, Graha Autis 23 Maret 2017 88 Ibid., 23 Maret 2017.
53
b) Kepercayaan orang tua menyerahkan anaknya untuk dididik dan diterapi di
Graha Autis telah mencapai 60 orang anak mulai ketika nama lembaga
masih YTAL - Anak Lombok Mataram.
c) Memiliki sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan pendidikan khusus.
Graha Autis memliki ruang kelas dan alat-alat yang digunakan untuk
administrasi, kegiatan belajar mengajar, penelitian dan sebagainya. Graha
Autis telah mengikuti standar sarana dan prasarana yang diwajibkan setiap
sekolah untuk memiliki sarana yang mencakup perabotan, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sarana dan prasarana
tersebut masih sederhana membutuhkan dukungan materil dan moril dari
berbagai pihak untuk menjalin kerja sama agar sarana dan prasarana
tersebut menjadi lebih ideal dan optimal.
d) Graha Autis memiliki lahan kosong yang akan digunakan untuk
pembangunan sarana dan prasana memperlancar jalannya program kerja.
Dukungan dari donatur tidak mengikat sangat dibutuhkan untuk
pembangunan aula, asrama dan area bermain agar program kerja dapat
segera dilaksanakan dengan sebagaimana yang telah diharapkan.
e) Graha Autis dipercayakan untuk mengelola dana dari donatur tidak
mengikat dan partisipasi masyarakat terutama orang tua anak penderita
autisme dan anak berkebutuhan khusus sebagai sumber finansial
menjalankan operasional lembaga. Graha Autis telah diberikan kepercayaan
54
dari donatur tidak mengikat berupa bantuan pembangunan ruang kelas oleh
PT. Newmont Nusa Tenggara.
f) Kemitraan yang telah dibangun oleh Graha Autis dengan lembaga-lembaga
lain baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Graha Autis
membuka lebar peluang kerja sama dengan pihak lainnya selama bersifat
tidak mengikat untuk kepentingan pelayanan terhadap dunia autime dan
anak berkebutuhan khusus.
g) Program kerja Graha Autis dari 22 program kerja telah melaksanakan 4
program kerja yaitu, 1) Terapi anak autisme dan berkebutuhan khusus, 2)
Bimbingan Belajar Anak Autisme, 3) Asrama bagi anak autisme dan
berkebutuhan khusus, 4) Klinik Autime berupa kolsultasi orang tua tentang
perkembangan anak autisme dan berkebutuhan khusus. Graha Autis
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk dapat melaksanakan 18
program kerja yang belum berjalan secara ideal dan optimal89.
10. Keadaan Anak Program Terapi Graha Autis
Sejauh ini kepercayaan orang tua menitipkan anaknya untuk dididik
dan diterapi di Graha Autis telah mencapai 60 orang sejak nama lembaga ini
YTAL Anak Lombok Mataram baik yang sudah masuk sekolah formal dan
yang masih menjalankan proses terapi dan pendidikan sampai sekarang, baik
itu yang menjalan terapi bolak-balik dari rumah dan juga anak yang
89 Dokumentasi, Graha Autis, 23 Maret 2017
55
mengikuti program asrama. Adapun daftar nama anak yang masih menjalan
terapi saat ini adalah sebagai berikut90.
Tabel No. 1.1
Daftar nama anak peserta terapi
90 Dokumentasi, Graha Autis, 17 Maret 2017
NO
Nama Anak Tempat dan Tanggal Lahir
Jenis kelamin
Mulai Terapi
1 Theolifus Yudha Goid So‟e
22 Juli 2002 L 08 Juli 2010
2 Ananda Rafiq Mataram, 12 Juni 2004 L 08 Juli 2010 3 Happy Adinda Putri Narmada, 19 Juni 2015 P 10 Juni 2009 4 Andhika Pratama Sweta, 01 November
2005 L 08 Juli 2010
5 A‟an Mataram, 30 Agustus 2003
L 08 Juli 2010
6 Rofi Mataram, 02 Desember 2005
L 08 Juli 2010
7 Safitri Amalia Tristanto Midang, 08 April 2002 P 12 September 2009
8 Tristan Mataram, 01 Maret 2008 L 09 April 2011 9 Latifa Mataram, 10 Agustus
2008 P 25 Maret 2011
10 Tara Sabda Nugraha Sumbawa, 24 Mei 2007 L 12 Mei 2012 11 Desi Aulia Utari Mataram, 01 Mei 2003 P 06 Februari
2011 12 I Gusti Agung Ayu
Liana P. Mataram, 18 Mei 2009 P 19 Juni 2012
13 Mussafaqqul Fikri Mataram, 13 Mei 2008 L 21 September 2012
14 Abdul Malik Mataram, 19 Mei 1997 L 22 Desember 2003
15 Mutia Padini Mataram, 18 Agustus 2002
P 30 Agustus 2007
16 Rian Wira Setia Bakti Mataram, 20 Oktober 1999
L 11 Desember 2006
17 Ahmad Bagus Rizaldi Mataram, 01 November 2000
L 04 Desember 2006
18 Regina Aprilianna Mataram, 17 April 2000 P 09 September 2004
19 Nafira Mutmainnah Mataram, 13 Oktober P 11 September
56
Tabel No. 1.2
Daftar nama anak yang mengikuti program Asrama91.
NO NAMA Umur Jenis Kelamin
Tahun Masuk
1 Alya Najwa 10 Tahun P 08 Juli 2010 2 Muhammad
Rahman 12 Tahun L 05 Januari 2013
3 Adinda Putri 11 Tahun P 19 Oktober 2013
4 Lalu Adrian 10 Tahun L 04 Maret 2013 5 Kezia 11 Tahun P 05 Januari 2013 6 Kalia Yuliandani 09 Tahun P 22 Maret 2013 7 Ribat 7 Tahun L 7 Februari 2015 8 Arya 7 Tahun L 30 Agustus
2015 9 Kadek 8 Tahun L 21 Juli 2015
B. Pola Interaksi Sosial Anak Autis di Graha Autis Mataram
1. Pola interaksi satu arah
Salah satu pola interaksi anak autis yang sering terjadi adalah
melakukan interaksi satu arah, terutama pada anak autis yang belum
melakukan terapi atau anak yang tingkat autisnya tinggi. Contohnya
echolalia yakni pengulangan dari apa yang dikatakan orang lain. Anak
dengan ekolalia akan meniru perkataan yang mereka dengar dari orang
lain dalam kehidupan sehari-hari atau mengulang-ulang kalimat yang
91 Dokumentasi, Graha Autis, 17 Maret 2017
1993 2003 20 Taufiq Rahman
Hasyim Mataram, 05 Februari 2000
L 22 Januari 2007
21 I Gede Martadinata Mataram, 11 Maret 1999 L 18 September 2007
22 I Gusti Devi Ayuning P.
Pemenang, 08 Agustus 2002
P 30 Agustus 2010
57
di dengar dari sebuah film kartun, dan lain sebagainya tanpa mereka
mengerti atau menggunakannya dengan tepat.
Seperti ungkapan Ibu Febriana Hariyanti salah satu pengasuh di
Graha Autis sebagai berikut :
“Mengajarkan anak autis itu membutuhkan kesabaran yang full bahkan sabar yang jika ada tingkatan kesabaran maka itu akan berada pada titik kesabaran yang paling tinggi. Contohnya saat kita ingin memberitahukan sesuatu kepada mereka dan mereka tidak mengerti sama sekali justru mengulang kata atau perintah yang kita berikan berulang kali hingga anak lelah dan kita harus mengulang untuk membertitahukannya berkali-kali hingga akhirnya menuntunnya untuk melakukan sesuatu dengan gerakan fisik. Anak juga lebih tertarik pada objek atau benda-benda tertentu, seperti si kezia yang selalu tertarik dengan tali, arya yang selalu dengan buku dan alat tulisnya92”
Hal ini juga dipaparkan oleh Bapak Irawan Mathuriadi
salah satu pengajar bidang seni di Graha Autis, Ia mengatakan :
“Anak-anak disini mempunyai ciri khasnya masing-masing, dalam interaksi dan komunikasi juga seperti itu mereka memilih berinteraksi dengan mainan kesukaan atau binatang peliharaan. Ada anak yang bahkan sampai sekarang tidak ada perubahan sedikitpun dalam interaksi sosial dan yang dia kerjakan hanya bengong sendiri, tertawa tanpa kita tahu sebabnya sampai-sampai kita yang setiap hari bersama itu penasaran apa sih yang ada di fikiran mereka. Contohnya si Rahman. Rahman itu sudah bertahun-tahun terapi disini tapi yaa sampai sekarang interaksinya masih kurang, dari segi mandiri dia memang sudah terbilang sangat mandiri. Kalau waktunya makan, dia makan sendiri, taruh piring dan gelasnya sendiri, mandi, ganti baju sendiri, dan sebagainya. Tapi ya itu setelah kegiatannya selesai dia duduk senyum atau ketawa sendiri hingga dia bosan baru mengerjakan hal yang lain93”
Jadi pola interaksi satu arah yang dilakukan anak autis
berbagai macam yakni dengan ekolalia atau mengulang-ulang kata
92Febriana Hariyanti, Wawancara, Graha Autis, 23 Maret 2017.
93 Irawan Mathuriadi, Wawancara , Graha Autis, 18 maret 2017.
58
yang di dengar atau diperintahkan kepadanya, tersenyum atau tertawa
sendiri, melakukan gerakan yang berulang-ulang, berinteraksi dengan
objek tertentu dan lain-lain.
2. Interaksi dengan teman sebaya
Pola interaksi sosial anak autis dengan teman sebaya mampu
mengembangkan pertemanan sebaya yang sesuai dengan tingkat
perkembangan. Dapat berinteraksi sosial dengan mengucapkan
terimakasih ketika diberikan kue, dapat merespon dengan baik ketika
di sapa oleh seseorang dengan catatan seseorang itu harus menyapa
dengan suara yang jelas dan besar, merespon dengan senyuman dan
dapat melakukan kontak mata yang baik walaupun hanya sebentar.
Anak-anak autis juga berinteraski dengan cara bercanda dan terkadang
usil dengan temannya walaupun feedback dari teman yang lain hanya
tertawa bila dia senang atau akan menghindar jika dia kesal dengan
tingkah anak yang lainnya. Anak autis dengan teman sebaya juga dapat
saling melempar bola ataupun mainan lainnya, bisa dikatakan anak
autis mampu dalam berhubungan emosional secara timbal balik
dengan teman sebaya baik itu dengan teman sesama autis maupun anak
normal lainnya 94.
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Bapak Irawan Mathuriadi
selaku pengasuh anak autis di Graha Autis
“Beberapa dari anak-anak disini terutama yang sudah masuk sekolah di sekolah-sekolah inklusi maupun
94 Obsevasi, Graha Autis, 25 Maret 2017.
59
sekolah formal lainnya melakukan intraksi sosial dengan teman sebayanya baik itu anak normal ataupun dengan sesama penyandang autis, mereka ikut bermain, saling tegur sapa, tersenyum dan melakukan kontak mata yang baik dengan lawan bicaranya. Namun, tentu saja tetap dalam pengawasan kami sebagai guru pendamping anak yang bertujuan untuk mengantisipasi hal-hal yang memungkinkan terjadi pada anak95”
3. Interaksi dengan Guru atau Pengasuh
Pengasuh adalah orang yang paling sering berkomunikasi dan
berinteraksi dengan anak, karena memang keseharian waktu mereka
bersama pengasuh terutama bagi anak-anak yang tinggal di asrama
dari bangun tidur hingga tidur lagi seperti keluarga sendiri. Anak dapat
melakukan kontak mata dengan tepat dan cepat memberikan respon
balik ketika diajak bicara terutama pada saat mood anak sedang baik.
Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu Rita susanti salah satu pengasuh
anak di Graha Autis sebagai berikut :
“Jangan kira anak-anak autis tidak bisa melakukan interaksi dengan orang lain, terutama pada pengasuhnya sendiri ketika di ajak berbicara anak akan merespon dan melakukan kontak mata dengan baik, terutama saat emosi atau mood anak sedang baik, hal itu akan sangat membantu proses terapi mereka terutama ketika kegiatan belajar sedang berlangsung96”
Interaksi antara anak dengan pengasuh ini juga berlangsung ketika
kegiatan belajar-mengajar, sebelum mulai belajar anak akan menjabat
tangan guru dan mendengarkan intruksi guru dengan baik. Walupun
kontak mata dan konsentrasi berserta mood anak akan cepat sekali
buyar apalagi jika ada hal lain yang membuat anak tertarik sehingga
95 Irawan Mathuriadi, Wawancara, Graha Autis, 18 Maret 2017.
96 Rita Susanti, Wawancara, Graha Autis 15 Maret 2017.
60
memerlukan kesabaran bagi seorang guru untuk mengulangi dan
memberikan intruksi yang berulang kali kepada anak97.
Ibu Mulyana Amanatun Aini juga memberikan ungkapan sebagai
berikut :
”Anak-anak biasanya patuh jika disuruh oleh pengasuh, misalkan ketika gurunya minta tolong untuk mengambilkan tas temannya ia akan langsung mengambilkan, ketika diminta duduk dengan sopan ia akan menurut. Tetapi anak-anak akan salah tingkah jika bertemu dengan orang-orang baru karena mereka sangat mengenal secara detail siapa guru atau pengasuh mereka bahkan sampai suara motor mereka hafal itu siapa yang datang dan pada waktu itu dia akan belajar dengan guru yang mana, dan lain sebagainya. Ketika bertemu dengan orang baru biasanya anak akan lebih susah diberitahu kecuali oleh salah satu guru yang paling ia takuti, contohnya ini si Gede dia akan langsung patuh jika saya datang, anak lain pun seperti itu98”.
Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan anak autis juga
melakukan interaksi yang baik dengan guru dan pengasuhnya contohnya
ketika diperintahkan untuk mengambilkan benda, bertingkahlaku sopan di
depan tamu, dan tertarik untuk berinteraksi dengan guru ataupun orang
lain yang datang mengunjunginya.
C. Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di
Graha Autis Mataram
Terapi perilaku merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum
patuh sepeti melakukan kontak mata dan duduk sendiri, karena program
dasar dari terapi perilaku adalah melatih kepatuhan. Metode ini dapat
melatih keterampilan diri yang tidak dimiliki anak, mulai dari respon
97 Observasi, Graha Autis 23 Maret 2017. 98 Mulyana Amanatun Aini, Wawancara, Graha Autis, 23 Maret 2017.
61
sederhana misalnya melakukan kontak mata, komunikasi yang spontan
dan interaksi sosial.
Anak autis mempunyai masalah perilaku seperti tantrum atau
mengamuk, bergerak kesana kemari, melukai diri sendiri, melakukan
sesuatu secara berulang-ulang,dan lain sebagainya. Jika perilaku-perilaku
ini belum bisa di atasi maka proses terapi yang lain terutama proses
bimbingan dalam belajar-mengajar belum bisa terlaksana dengan baik.
Hal ini diungkapkan oleh Pak Irawan Mathuriadi salah satu
pengasuh di Graha Autis sebagai berikut :
“Anak-anak autis memiliki gangguan perilaku yang sangat sulit di atasi seperti mengamuk, bergerak kesana-kemari, berputar-putar di dalam ruangan, bahkan sampai melukai diri sendiri. Jika sudah seperti ini kita sampai menghukum anak dengan mengikat tangannya agar dia berhenti, karena jika anak-anak masih mengamuk, dan melakukan gangguan perilaku lainnya maka kegiatan yang lainnya tidak bisa berlangsung terutama bimbingan belajar yang akan membimbing mereka untuk keamandirian mereka, intelenjensi, dan lain sebagainya99”
Ketika anak masih mengalami gangguan perilaku yang tidak wajar
dan sulit diterima oleh masyarakat normal di sekitarnya, maka disanalah
mereka memerlukan intervensi autisme seperti terapi perilaku, terapi
wicara, dan terapi-terapi lainnya. Terapi perilaku merupakan terapi
sederhana yang diberikan kepada anak agar dapat mengurangi gangguan
perilaku anak dan juga membantu anak melakukan perilaku yang lebih
baik dan bisa diterima oleh masyarakat.
99 Irawan Mathuriadi, Wawancara, Graha Autis, 18 Maret 2017.
62
Hal ini diungkapkan oleh Ibu Rita Susanti selaku pengasuh anak di
Graha Autis sebagai berikut :
”Terapi, bimbingan belajar, dan pendidikan khusus yang kami berikan kepada anak autis ini bertujuan supaya mereka dapat mengurangi perilaku yang tidak wajar dan menggantinya dengan perilaku yang lebih baik dan bisa diterima di masyarakat. Terapi perilaku merupakan terapi sederhana yang diberikan kepada anak setidaknya untuk memberikan reaksi supaya anak memberikan respon sederhana ketika di ajak berbicara oleh orang lain, misalkan kontak mata, komunikasi spontan dan interaksi sosial100”
Terapi perilaku ini melatih keterampilan yang tidak dimiliki anak
untuk bekal anak menghadapi masyarakat laiinnya. Mulai dari respon
sederhana seperti memandang orang lain ketika bicara atau kontak mata,
hingga keterampilan yang kompleks seperti komunikasi spontan dan
interaksi sosial. Metode terapi perilaku membutuhkan banyak waktu,
tenaga, usaha, dan biaya. Oleh karena itu dibutuhkan kesabaran ekstra
tetapi kesabaran itu tentu membuahkan hasil yang baik.
Hal ini diungkapkan oleh Pak Irawan Mathuriadi salah satu
pengasuh di Graha Autis.
“Waktu untuk melatih anak-anak sangat banyak bahkan membutuhkan waktu sampai bertahun-tahun, tidak hanya waktu tapi juga tenaga dan biaya yang tidak sedikit dan tentunya dengan kesabaran yang ekstra, namun setiap kesabaran dan usaha itu tidak pernah berkhianant dan memberikan hasil yang kami inginkan101”
Untuk mencapai hasil yang diinginkan diperlukan waktu, tenaga,
dan biaya yang banyak. Selain itu tentu dibutuhkan proses dan cara terapi
yang tepat yang diberikan kepada anak-anak. Pada pelaksanaan terapi
100 Rita Susanti, Wawancara, Graha Autis, 15 Maret 2017.
101 Irawan Mathuriadi, Wawancara, Graha Autis, 14 maret 2017.
63
perilaku terdapat berbagai hal yang bisa saja terjadi pada anak terutama
pada saat awal terapi dilakukan seperti melawan dengan menangis,
tantrum, melukai, bahkan sampai meninggalkan ruangan dan
menunjukkan agresivitas.
Untuk mencegah dan meminimalisir kejadian-kejadian tersebut
dapat dilakukan dengan memilih ruangan yang sunyi, memberikan anak
imbalan yang paling disukai, mengatur letak peralatan dengan baik agar
anak tidak mudah keluar, menggunakan waktu belajar yang singkat dan
jadwal yang tetap, dan bimbing anak agar tetap meningkatkan kepatuhan
dengan memberikan imbalan positif102.
Adapun pelaksanaan terapi perilaku sebagai berikut :
1. Kontak Mata
Kontak mata merupakan perilaku awal yang harus dilakukan ketika
akan menjalani terapi, karena anak tidak mungkin belajar jika tidak
memandang atau memberi perhatian. Oleh karena itu perlu dilakukan
beberapa upaya agar menimbulkan dan meningkatkan kontak mata.
Bapak Irawan Mathuriadi salah satu guru di Graha Autis mengatakan :
“Hal pertama yang perlu dilakukan adalah berusaha meningkatkan kontak mata anak karena anak autis memang mempunyai kontak mata yang sedikit, mereka beranggapan bahwa kontak mata itu menakutkan dan tidak menyenangkan. Kita melatih kontak mata atas perintah dengan kata “lihat” sambil mengarahkan anak supaya anak dapat melakukan kontak mata dengan terapis, kemudian segera memberikan anak benda yang sudah kita persiapkan sebelumnya. Ketika melatih juga perlu bantuan dengan memegang dagu anak dengan kuat karena biasanya anak
102 Observasi, Graha Autis, 17 Maret 2017.
64
hanya dapat melakukan kontak mata dalam waktu beberapa detik saja. Dan itu kami lakukan berulang-ulang tentunya103”
Beberapa cara untuk meningkatkan kontak mata yakni dengan
melatih kontak mata atas perintah seperti kata “lihat” bukan kontak
mata spontan, membantu memfokuskan anak dengan memegang
dagunya, menghalangi pandangan anak dengan tubuh terapis sesuai
dengan pandangan anak, kemudian berikan anak suatu benda sebagai
hadiah, bisa juga disesuaikan dengan bahan ajar pada saat itu.
2. Instruksi
Terapis memberi suatu stimulus berupa instruksi kepada anak,
instruksi yang diberikan singkat, jelas, konsisten, dan hanya diberikan
sekali, jangan diulang-ulang. Instruksi ini juga hanya diberikan dengan
satu kata dan tidak menggunakan kalimat panjang atau berbunga-
bunga. Karena jika menggunakan kalimat yang panjang anak hanya
akan menangkap sebagian dari kalimat tersebut, kalimat yang jelas ini
agar anak mengerti instruksi dari seorang terapis, instruksi yang jelas
ini juga diikuti dengan mimik muka yang jelas serta suara hentakan
yang keras.
Ibu Febriana Hariyanti mengungkapkan penjelasannya sebagai
berikut :
“Instruksi yang diberikan harus dengan suara yang jelas dan keras, keras disini bukan berarti kita membentak anak, melainkan memang seperti itulah tekniknya supaya anak mengerti dan mendengar instruksi dari seseorang, mimik juga berpengaruh dalam hal ini, jadi dari kata per
103 Irawan Mathuriadi, Wawancara, Graha Autis, 24 Maret 2017.
65
kata itu juga harus diikuti dengan mimik atau gesture mulut yang jelas104”
3. Respon
Seorang anak penyandang autis bisa saja merespon, sedikit
merespon, atau bahkan tidak merespon sama sekali instruksi dari
terapis. Jika anak salah merespon berikan umpan balik lisan ringan
“tidak” untuk memberitahukan anak jika itu respon yang salah,
kemudian berikan instruksi sekali lagi. Jika masih salah atau tidak
merespon barulah terapis harus mengulang instruksinya lagi dengan
melakukan promt kepada anak agar bisa melanjutkan teknik
berikutnya. Namun teknik uji coba respon ini harus diulang-ulang
terlebih dahulu hingga respon benar, jika anak merespon dengan benar
barulah diberikan imbalan105.
4. Prompt
Prompt merupakan bantuan atau arahan yang diberikan terapis
kepada anak untuk mendapatkan respon yang benar. Terdapat berbagai
macam jenis prompt yang dapat diberikan kepada anak. Diantaranya
prompt fisik, prompt lisan, prompt visual, prompt dengan ukuran
benda, dan lain sebagainya. Ketika anak merespon hanya sedikit atau
kurang benar maka disinilah prompt digunakan. Terapis akan
mengarahkan anak agar melakukan instruksi yang ditunjukkan.
Hal ini diungkapakan oleh salah satu Pengasuh di Graha Autis
yakni Ibu Rahayu Hikmayanti :
104 Febriana Hariyanti, Wawancara, Graha Autis, 23 Maret 2017. 105 Observasi, Graha Autis, 23 Maret 2017.
66
“Ketika diinstruksikan anak juga perlu diberikan arahan agar perintah atau instruksi yang diberikan dapat dilakukan dengan benar, misalkan ketika kita menginstruksikan agar anak menunjukkan suatu gambar binatang yang disebutkan terapis, maka terapis bisa mengarahkan tangan anak menuju letak gambar tersebut. Namun terapis harus mengurangi secara perlahan bantuan ataupun imbalan yang diberikan agar anak terbiasa melakukannya tanpa bantuan dan imbalan106”
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa prompt adalah
teknik dari terapi perilaku yang bisa memudahkan anak untuk
melakukan instruksi yang diberikan terapis. Namun, prompt harus
dikurangi secara perlahan hingga anak dapat melakukan instruksi
secara mandiri dengan tidak diberikan bantuan dan imbalan.
5. Imbalan
Imbalan yang diberikan pada anak autis tergantung respon anak
terhadap instruksi terapis, jika anak benar maka berikan imbalan sesuai
dengan kesukaan anak. Jenis imbalan yang paling alamiah dan
menyenangkan adalah berupa pujian, biasanya terapis lebih memilih
memberikan imbalan sesuai dengan hal yang ingin diajarkan kepada
anak seperti gambar binatang. Namun, apabila anak salah terhadap
instruksi maka anak akan diberikan hukuman, hukuman disini agar
anak tidak mengulangi hal tersebut. Terapis akan memberitahu anak
dengan mengatakan “tidak” kepada anak jika anak melakukan
kesalahan atau instruksi yang diberikan tidak dilakukan dengan
benar107.
106 Rahayu Hikmayanti, Wawancara, Graha Autis, 22 Maret 2017. 107 Observasi, Graha Autis, 23 Maret 2017.
67
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di Graha
Autis terapi perilaku ini lebih efektif jika dilakukan dengan metode
one by one atau metode satu guru satu anak yang akan mempermudah
jalannya terapi, hal ini juga akan mempermudah terapis untuk menilai
dan melihat perkembangan yang dilakukan anak setiap harinya. Waktu
terapi anak juga harus ditentukan terlebih dahulu, di Graha Autis
waktu belajar efektif anak di mulai dari jam 08 pagi hingga jam 03
siang. Di dalam waktu belajar ini diterapkan terapi perilaku, dan juga
terapi-terapi lainnya seperti terapi wicara dan metode demonstrasi.
Tingkat efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak
autis di Graha Autis Mataram sudah terlihat dari beberapa anak yang
bisa melakukan interaksi sosial dan bisa melanjutkan pendidikan ke
sekolah formal walaupun tetap masih ada yang pergi dengan guru
pendamping. Namun efektifnya terapi ini tentu harus diiringi dengan
terapi-terapi yang lain yang dapat meningkatkan perkembangan anak
autis menjadi lebih baik dari sebelumnya. Anak autis sebenarnya tidak
bisa sembuh total seperti anak normal lainnya, jadi tujuan dari semua
terapi yang diberikan di lembaga ini adalah supaya dapat membimbing
anak menjadi lebih baik dan dapat diterima oleh masyarakat sosial di
sekitarnya.
Hal ini diungkapkan oleh Ibu Maria salah satu pengasuh di
Graha Autis :
“Kami tahu kesembuhan bagi anak autis itu tidak mungkin, tetapi setidaknya dengan terapi dan pendidikan
68
serta bimbingan yang kami berikan kepada mereka dapat menjadikan mereka lebih baik dari sebelumnya dan dapat diterima di masyarakat108”
Tingkat perkembangan dan keberhasilan suatu penanganan terapi
tidak tergantung dari seberapa lama anak menjalani pendidikan dan
tidak seberapa banyak waktu dan usaha yang telah dicapainya.
Perkembangan anak autis tergantung pada tingkat ringan atau berat
tingkat gangguan autisnya, tingkat intelegenji seorang anak, dan juga
usia anak memulai terapinya. Perbedaan perkembangan anak ini juga
terlihat dari keunggulan yang berbeda-beda dari setiap anak, ada anak
yang hanya unggul pada sisi kemandirian saja namun tidak pada sisi
akademik dan sosialnya, begitupula sebaliknya. Jadi setiap anak
memiliki keunggulan masing-masing pada setiap sisi, yakni akademik,
kemandirian, dan interaksi sosial.
Hal ini diungkapkan oleh Ibu kepala lembaga Graha Autis yakni
Ibu Rita Susanti berikut ini :
“Perkembangan anak autis tergantung pada tingkat gangguan autisme seorang anak, seberapa berat atau ringan tingkat autisnya menurut diagnosa dokter, tingkat intelegensi anak, dan juga pada usia berapa anak mulai melakukan terapi. Semakin dini anak menjalankan proses terapi akan lebih baik. Hal ini tidak tergantung dari seberapa lama anak menjalani terapi ataupun usaha anak lebih banyak dan sebagainya, masing-masing anak mempunyai keunggulan yang berbeda pada sisi kemandirian, akademik dan juga interaksi sosialnya109”
108 Maria, Wawancara, Graha Autis, 27 Maret 2017. 109 Rita Susanti, Wawancara, Graha Autis, 23 Maret 2017.
69
D. Kendala yang Terjadi dalam Proses Terapi Anak Autis
Adapun kendala yang sering terjadi di dalam proses terapi anak
autis di Graha Autis Mataram dari hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan peneliti antara lain :
1. Faktor Makanan
Makanan juga merupakan salah satu kendala dalam proses terapi
anak autis, karena beberapa asupan makanan tidak boleh di konsumsi
oleh anak autis karena bisa berpengaruh kepada tingkah laku anak dan
menyebabkan tidak teraturnya waktu buang air kecil maupun buang air
besar karena kebanyakan makan ataupun karena mengkonsumsi
makanan yang tidak diperbolehkan. Contoh makanan yang tidak
diperbolehakan antara lain yaitu, coklat, snack, tepung terigu, dll.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Rahayu Hikmayanti salah satu
pengasuh di Graha Autis:
“Seringkali anak-anak ini dimanjakan oleh orang tua mereka dengan memberikan mereka makanan dan minuman sepuasnya. Entah itu coklat, biskuit dan makanan yang mengandung banyak gluten juga minuman-minuman yang terkadang mengandung alkohol, soda, dan sebagainya. Apalagi saat sang anak dikunjungi biasanya mereka akan mengajak anak jalan-jalan seharian keliling entah itu ke mall atau tempat wisata lainnya dan memberikan anak makanan sepuasnya. Hal itulah yang membuat mereka kembali ke awal seperti tidak bisa berdiam diri di satu tempat, sebaliknya akan kesana-kemari, buang air besar dan kecil di sembarang tempat, dan lain sebagainya110”
Makanan-makanan yang mengandung casein dan gluten tidak bisa
diterima oleh tubuh anak autis karena tubuh anak autis tidak bisa
110 Rahayu Hikmayanti, Wawancara tanggal 15 Maret 2017.
70
mencerna kasein dan gluten secara sempurna. uraian senyawa yang
tidak sempurna tersebut masuk ke pembuluh darah sampai ke otak
sebagai morfin. Keberadaan morfin jelas mempengaruhi kerja otak dan
pusat-pusat saraf, sehingga anak autis berperilaku aneh dan sulit
berinteraksi dengan lingkungannya111.
Hal ini juga diperjelas oleh Ibu Maria sebagai berikut :
“Ketika anak-anak mengkonsumsi makanan yang mengandung gluten dan kasein seperti kue, tepung terigu, keju, sereal gandum, dan lainnya maka ketika anak kembali ke lembaga sudah pasti perilaku anak akan kembali seperti semula, yang saya maksudkan disini adalah anak akan berperilaku aneh, tantrum, dan sulit berinteraksi. Itu tentu akan sangat menghambat terapi dan pendidikan yang akan anak jalankan selanjutnya112”
Seringkali anak akan dimanjakan oleh orangtua dengan memberikan
anak cemilan atau snack yang dilarang. Karena orangtua berfikir hal
itu tidak akan berpengaruh kepada anak mereka karena mereka
memberikannya hanya sesekali saja.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu orang tua anak auis sebagai
berikut :
“saya kira dengan memanjakan anak saya dengan memberikan cemilan donat, atau makanan lainnya akan memberinya kesenangan dan dia sangat menikmatinya, orangtua mana saja pasti suka melihat anaknya makan dengan baik, itu yang membuat saya berfikir untuk memberinya kesenangan sesekali113”
Karena anak-anak tentunya juga ingin memakan makanan ringan
maka para pengasuh di lembaga berinisiatif untuk sering membuatkan
111 Modul pelatihan tenaga pendidik dan petugas PAUD regional IV, 2008. 112 Maria, Wawancara, Graha Autis, 27 Maret 2017 113 Ibu Yuliawan (salah satu orang tua anak penyandang autisme), Wawancara, Graha Autis, 27 Maret 2017.
71
sendiri anak-anak cemilan bebas gluten dan kasein. Walaupun menurut
kita akan terasa agak hambar namun ini demi kelancaran proses terapi
dan tingkat perkembangan anak autis menuju masa depan yang lebih
baik. Para pengasuh kebetulan lebih banyak yang perempuan oleh karena
itu anak-anak sering mendapatkan cemilan buatan pengasuhnya sendiri
seperti makanan-makan tradisional yang terbuat dari tepung beras,
maizena, dan juga tepung jagung114.
2. Kurang kerjasama antara Orang Tua dan Pengasuh
Kerjasama antara orang tua dan pengasuh anak autis di dalam
proses pelaksanaan terapi sangat diperlukan, hal ini berkaitan dengan
pengaruh lingkungan yang sangat besar terhadap perkembangan
perilaku, akademik dan kemandirian anak. Rumah merupakan tempat
belajar anak untuk pertama kali, begitu pula halnya anak auits. Namun,
kurang kerjasama antara orang tua dan pengasuh ini kerap kali terjadi
dan menjadi penghambat perkembangan anak autis yang sedang terapi.
Orang tua seringkali tidak menjalankan arahan pengasuh tentang
bagaimana seharusnya anak-anak diperlakukan dirumah.
Dalam hal ini Ibu Rita Susanti mengatakan :
“Ketika anak menjalani terapi dan kebetulan diizinkan untuk pulang dalam waktu tertentu tak jarang orangtua tidak mendengarkan arahan para pengasuh. Mereka menganggap remeh hal-hal sepele yang padahal bisa menganggu proses terapi pada anak. Contohnya seperti memberikan anak bermain playstation dalam jangka waktu yang lama dan tidak membatasi anak dalam menonton tayangan-tayangan yang kurang baik bagi anak. Karena anak autis mempunyai batasan
114 Observasi, Graha Autis, 18 Maret 2017
72
dan aturan tertentu, beberapa anak bahkan akan sangat cepat merekam dan meniru hal yang ditontonya115”
Oleh karena itulah seorang anak autis juga sangat memerlukan
perhatian yang lebih dari orang-orang yang ada di sekelilingnya,
terutama orang tua, pengasuh, dan kerabat terdekat anak penyandang
autisme.
Seperti ungkapan salah satu pengasuh anak autis di Graha Autis
yakni Pak Irawan Mathuriadi selaku pengasuh dan guru pada bidang
pengembangan seni ini mengatakan :
“Hal yang sangat dibutuhkan oleh anak autis adalah perhatian, terutama perhatian dari orang tua dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Contoh perhatian tersebut antara lain di ajak berbicara, bermain, dan interaksi sosial lainnya, Namun banyak diantara mereka yang hanya sibuk dengan diri sendiri, pekerjaan, dan lain sebagainya bahkan menganggap anak autis justru menjadi parasit dalam hidup mereka sehingga tidak terlalu menghiraukan keadaan anak dan hanya menitipkan anak kepada baby siter atau sekolah autis seperti Graha Autis ini sehingga mereka tinggal mentransfer biaya perawatan anak mereka dan mempercayakan anak pada para pengasuh”116
Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa kurangnya
kerjasama serta kurangnya perhatian orangtua ataupun pengasuh dapat
menjadi kendala dalam proses terapi yang dijalankan oleh anak autis.
Banyak orang tua yang memilih sibuk dengan pekerjaan mereka
sendiri dan hanya menitipkan anak mereka kepada baby siter atau
pengasuh dan asrama seperti Graha Autis. Anak autis juga seringkali
dianggap sebagai pengganggu di dalam rumah mereka sendiri, karena
perilaku mereka yang aneh dan sering mengamuk. Untuk membuat
115 Rita Susanti, Wawancara, Graha Autis, 14 Maret 2017.
116Irawan Mathuriadi, Wawancara, Graha Autis, 18 Maret 2017.
73
anak berhenti menangis terkadang cukup dengan memberikan hal yang
mereka inginkan atau cukup dengan mengonci dan mengisolasi anak di
dalam kamar. Karena hal itulah banyak orangtua yang lebih baik
mengirim anaknya ke dalam lembaga-lembaga pendidikan khusus dan
orangtua tinggal mentransfer biaya perawatan anak.
74
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Pola Interaksi Sosial Anak Autis di Graha Autis Mataram
Interaksi sosial anak autis tidak semudah interaksi sosial yang
dilakukan anak-anak normal. Mereka umumnya tampak lebih suka
berkutat dengan dunia mereka sendiri daripada ikut serta dalam interaksi
sosial dengan yang lainnya. Karena anak autisme memang memilki
hambatan dalam interaksi sosial, mereka tidak memiliki insting sosial,
kesulitan dalam berkomunikasi verbal, memiliki kontak mata yang
terbatas, kesulitan membaca ekspresi wajah, dan mengikuti aturan secara
kaku. Perkembangan interaksi pada individu autis berbeda dengan tahapan
yang dilalui oleh anak-anak lain pada umumnya.
Adapun pola-pola interaksi sosial yang terdapat pada anak-anak
autis di Graha Autis dari hasil analisis peneliti adalah sebagai berikut :
1. Pola interaksi satu arah.
Setiap anak mempunyai ciri khas masing-masing dan memiliki
objek kesayangan yang berbeda dengan selera kebanyakan anak lain.
Mereka bahkan hanya berinteraksi dengan diri mereka sendiri, seperti
mereka hidup dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri dan tidak
suka jika dunia mereka di ganggu oleh orang lain kecuali jika mereka
menginginkan sesuatu dan berinteraksi menggunakan tangisan. Anak-
anak autis lebih sering berinteraksi satu arah dengan melakukan
ekolalia yakni mengulang-ulang kata atau kalimat yang sama hingga ia
lelah atau diberikan instruksi larangan oleh pengasuh atau orang lain.
74
75
Interaksi satu arah anak autis juga sering terjadi dengan objek.
Uniknya setiap anak mempunya objek kesayangan yang berbeda. Ada
anak yang amat tertarik pada tali, botol, dedaunan, batu, mainan,
kemasan oli, dan lain sebagainya. Mereka biasanya membawa kemana-
mana benda tersebut untuk memberi rasa aman. Bahkan salah satu
anak di Graha Autis ada yang sangat terobsesi pada garam, sehingga ia
akan terus mencari garam sampai dapat, jika tidak maka ia akan
menangis.
Objek biasanya jauh lebih menarik daripada manusia sehingga
kemanapun mereka pergi, fokus utama mereka selalu pada benda-
benda di sekeliling, bukan pada orang lain. Hal ini karena objek
memiliki tingkat intimidasi yang sangat rendah karena objek biasanya
tidak bergerak, tidak mengeluarkan suara, dan berada pada tempat
tertentu117. Sedangkan manusia menurut anak autis memilki banyak
perubahan pada setiap tingkah laku yang sulit dimengerti oleh mereka.
2. Interaksi dengan teman sebaya
Interaksi sosial anak autis dengan teman sebaya seringkali menjadi
keluhan orangtua yang menceritakan anak mereka menjadi korban
bullying dari teman-teman sebaya di sekolahnya. Seperti diejek dan
tidak diikutsertakan dalam kegiatan kelompok. Walaupun interaksi
dengan teman sebaya sering menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan, tetapi tidak menutup kemungkinan mereka juga
117 Andriana S Ginanjar, Menjadi…, h. 114.
76
memperoleh pengalaman positif dari teman-teman dekat. Teman dekat
merupakan pendamping yang setia saat mereka memiliki problem yang
berat118.
Di Graha Autis beberapa anak sudah bisa berinteraksi dengan
teman sebayanya sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
pendidikan formal seperti TK atau SD inklusi yang terletak tidak jauh
dari lembaga. Namun anak-anak tersebut tentunya tetap didampingi
oleh guru pendamping yang tidak lain adalah pengasuh anak di dalam
lembaga Graha Autis. Bisa dikatakan anak autis telah mampu dalam
membangun hubungan emosional secara timbal balik dengan teman
sebayanya baik itu dengan sesame autis ataupun dengan anak normal.
Anak autis dapat melakukan interaksi berbentuk ikut campur dalam
permainan di dalam kelas, saling lempar bola dengan teman, walaupun
hal itu dilakukannya hanya sebentar saja.
Interaksi anak autis dengan temannya juga dilakukan dengan
interaksi sederhana seperti saling menanyakan kabar, memberikan
perhatian apakah temannya sudah makan atau belum, bahkan sampai
mengulang-ulang kata „kadek sakit‟ sepanjang jalan sebagai ungkapan
rasa khawatir anak terhadap temannya. Anak autis yang telah lancar
dalam interaksinya juga bisa berkomunikasi dengan tamu yang
berkunjung ke lembaga hal ini ditunjukkan dengan memberikan respon
cepat ketika diajak berbicara diiringi dengan kontak mata yang benar.
118 Andriana S Ginanjar, Menjadi…, h. 116.
77
3. Interaksi dengan Guru atau Pengasuh
Di Graha Autis anak dan pengasuh sudah layaknya anak dengan
orang tua, para pengasuh menerapkan azas kekeluargaan di dalam
asrama, mereka sudah menganggap anak autis adalah anak titipan dari
Allah sebagai anak istimewa yang sudah mereka anggap seperti anak
sendiri. Begitupula yang terjadi dengan anak-anak, banyak dari mereka
bahkan memanggil salah satu pengasuh dengan panggilan „mama‟ dan
melakukan interaksi selayaknya dengan orang tua sendiri. Karena
dengan pengasuh mereka menghabiskan kegiatan sehari-hari dari
bangun hingga tidur lagi, namun tentu saja anak-anak sangat mengenal
dan bisa membedakan orang tua kandung mereka secara detail.
Anak autis melakukan interaksi dengan guru ketika kegiatan
belajar-mengajar seperti menjabat tangan guru sebelum dan sesudah
belajar, melakukan kontak mata yang cepat dan tepat ketika diberikan
intruksi, memberikan respon komunikasi spontan ketika diberikan
imbalan, seperti langsung mengucapkan terimakasih ketika diberikan
sepotong kue, patuh ketika guru minta tolong untuk mengambilkan tas
temannya, dan melakukan interaksi lainnya pada saat anak menginkan
sesuatu dan ketika waktu makan telah datang.
Guru atau pengasuh merupakan orang yang memberikan
pendidikan dan bimbingan khusus kepada anak salah satunya sebagai
pendamping anak dari melakukan interaksi satu arah hingga bisa
berinteraksi dengan teman sebaya dalam bimbingan. Oleh karena itu
78
sebelum bisa berinteraksi dengan teman atau orang lain bahkan orang
tua, dengan guru dan pengasuhlah seorang anak autis melakukan
interaksi terlebih dahulu.
Namun tentu saja anak autis tidak bisa berinteraksi sosial dengan
cepat, karena anak perlu melewati tahap-tahap di dalam terapi dan
pendidikan khusus yang diberikan dalam waktu yang tidak sedikit. Hal
ini juga tergantung pada perkembangan setiap anak yang memiliki
tingkat autisme dan intelegensi yang berbeda-beda. Segala kegiatan
termasuk interaksi sosial juga tergantung pada mood dan minat anak.
Jika mood anak sedang baik, maka semuanya akan berjalan dengan
lebih baik. Akan tetapi, jika mood anak sedang tidak baik maka yang
terjadi justru sebaliknya. Disinilah kesabaran dari para pengasuh harus
ditingkatkan.
B. Analisis Efektivitas Terapi Perilaku Terhadap Interaksi Sosial Anak
Autis di Graha Autis Mataram
Terapi perilaku merupakan suatu metode untuk membangun
kemampuan yang secara sosial bermanfaat dan mengurangi atau
menghilangkan hal-hal kebalikannya yang merupakan masalah. Metode ini
dapat melatih setiap keterampilan yang tidak dimiliki anak, mulai dari
respon sederhana, misalnya memandang orang lain atau kontak mata,
sampai keterampilan kompleks misalnya komunikasi spontan dan interaksi
sosial.119
119 Bonny Danuatmaja,Terapi…, h. 28.
79
Terapi perilaku merupakan terapi sederhana yang diberikan kepada
anak agar dapat mengurangi gangguan perilaku anak dan juga membantu
anak melakukan perilaku yang lebih baik dan bisa diterima oleh
masyarakat. Anak-anak autis memiliki gangguan perilaku seperti tantrum,
melakukan kegiatan motorik yang berulanga-ulang, hingga melukai diri
sendiri. Gangguan perilaku ini harus diminimalisir atau bahkan harus
dihilangkan terlebih dahulu agar anak bisa melanjutkan ke terapi dan
pendidikan selanjutnya.
Dalam hal ini analisis yang peneliti lakukan mengenai teknik
pelaksanaan terapi perilaku beserta efektivitas terapi perilaku terhadap
interaksi sosial anak di Graha Autis Mataram. Di Graha Autis, terapi
perilaku ini merupakan terapi yang pertama diterapkan agar membentuk
kepatuhan yang akan membantu para pengasuh untuk melakukan kegiatan
terapi maupun pendidikan selanjutnya. Terapi sederhana ini dapat melatih
anak melakukan perilaku yang lebih baik dan melatih anak agar bisa
memberikan respon sederhana yang bisa mempermudah komunikasi dan
interaksi sosialnya.
Terapi ini memerlukan waktu dan usaha yang tidak mudah, perlu
kesabaran yang tinggi untuk melatih anak hingga memberikan respon yang
diinginkan. terapi perilaku membutuhkan kegiatan yang konsisten dan
dianjurkan dalam waktu 4 sampai 8 jam sehari. Terapi ini juga dilakukan
dengan metode satu guru satu murid di dalam tempat yang sunyi dan tidak
banyak perabotan. Terapis bisa memilih ruangan yang sempit dan
80
memerlukan satu meja dan satu kursi serta beberapa peralatan belajar
lainnya. Adapun pelaksanaan terapi perilaku untuk mengoptimalkan
program kepatuhan adalah sebagai berikut :
1. Kontak Mata
Kontak mata merupakan pintu masuk dan perilaku awal untuk
berkomuniasi dan melakukan interaksi sosial oleh karea itu perlakuan
awal yang diberikan kepada anak adalah menimbulkan dan
meningkatkan kontak mata. Beberapa cara untuk meningkatkan kontak
mata yakni dengan melatih kontak mata atas perintah seperti kata
“lihat” bukan kontak mata spontan, membantu memfokuskan anak
dengan memegang dagunya, menghalangi pandangan anak dengan
tubuh terapis sesuai dengan pandangan anak agar anak melakukan
kontak mata dengan terapis.
Karena itu wajah terapis harus bergerak kesana-kemari
untuk menghalangi pandangan mata anak dan mengadakan kontak
mata terus-menerus. Pada saat itu, terapis juga terus-menerus
menghadiahkan anak wajah dan suara yang menyenangkan pada
anak120. Latihan kontak mata ini perlu dilakukan berulang-ulang agar
anak terbiasa dan bisa melanjutkan ke teknik terapi selanjutnya.
2. Instruksi
Instruksi merupakan kata-kata perintah yang diberikan
kepada anak dengan satu atau dua kata yang jelas, tegas dan 120 Bonny Danuatmaja, Terapi…, h. 36.
81
menggunakan nada suara yang keras, menyarakan instruksi dengan
hentakan dan tidak menggunakan kata yang panjang atau kata-kata
yang berbunga-bunga, nada suara disesuaikan dengan respon anak.
Instruksi diberikan ketika anak sudah memusatkan perhatian atau
kontak mata kepada terapis, karena tidak mungkin melakukan instruksi
ketika anak sedang melakukan stimulasi diri.
3. Respon, Prompt, dan imbalan
Ketika anak sudah mendengar dan melihat instruksi dari
terapis. Anak akan memberikan respon. Ketika anak tidak merespon
maka instruksi yang diberikan selanjutnya dengan menggunakan
bantuan atau arahan dari terapis atau biasa di sebut prompt. Ketika
anak merespn dengan benar maka anak akan diberikan imbalan.
Imbalan alamiah yang biasa diberikan yakni berupa pujian. namun jika
respon dari anak tidak sesuai dengan hukuman terapis akan mencoba
memperbaikinya dengan arahan atau memberikan hukuman.
Ada saatnya terapis menghilangkan imbalan yang diberikan
kepada anak agar anak bisa merespon tanpa prompt maupun imbalan.
Karena proses program ini merupakan proses yang membentuk
kepatuhan anak sebagai bekal terapi selanjutnya. Metode kepatuhan ini
juga tetap digunakan pengasuh dalam proses belajar dan bimbingan
lainnya dengan kata yang lebih panjang atau intruksi yang sudah dapat
berupa kalimat. Hal ini dilakukan pada anak yang sudah bisa
82
meningkatkan ontak mata dengan baik, dengan tetap dalam
pengawasan pengasuh.
Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi mendalam
efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis di Graha
Autis dapat dilihat dari beberapa anak autis yang kini sudah banyak
melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya, orang tua, ataupun
pengasuhnya sendiri. Banyak anak-anak yang sedang terapi juga sudah
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan formal di sekitar
lembaga dengan tetap di dampingi oleh pengasuh. Akan tetapi, tidak
semua anak memperlihatkan perkembangan seperti itu. Ada anak yang
hanya unggul di bidang akademik tetapi tidak pada bidang sosial, ada
juga anak yang unggul dalam berinteraksi namun lemah pada
kemandiriannya, begitupula sebaliknya.
Pada dasarnya anak autis tidak bisa sembuh total seperti anak
normal lainnya melainkan sembuh dalam artian mengalami
perkembangan yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat diterima
oleh masyarakat disekitarnya. Pernyataan “sembuh dari autisme” atau
“menyembuhkan autisme” sebenarnya tidak tepat. Secara medis,
masalah pada otak tidak bisa disembuhkan tetapi hanya dapat
diminimalkan efeknya dengan berbagai pelatihan dan obat-obatan. Jadi
penanganan autisme ditujukan untuk mengurangi gejalanya sehingga
anak mampu beradaptasi lebih baik dengan lingkungannya dan
83
mengembangkan cara-cara sebagai kompensasi lebih baik dengan
lingkungannya121.
Perkembangan anak autis dan tingkat efektifnya suatu terapi
termasuk terapi perilaku tergantung dari seberapa tinggi tingkat
gangguan autisme seorang anak, tingkat kecerdasan atau IQ seorang
anak, usia anak memulai terapi. Semakin dini anak mengikuti program
terapi dan pendidikan khusus semakin cepat anak akan mengalami
perkembangan yang lebih baik, intensitas penanganan dan juga
penangan yang benar dan tepat sesuai hasil tes dan observasi tingkat
gangguan autisme anak.
C. Analisis Kendala yang Terjadi dalam Proses Terapi Anak Autis di
Graha Autis Mataram
1. Faktor Makanan
Makanan merupakan salah satu kendala yang sering terjadi di
dalam proses terapi yang sedang dijalankan oleh anak autis. Karena
tidak semua makanan bisa dikonsumsi oleh anak autis. Ada beberapa
jenis makanan dan obat-obatan yang harus diperhatikan oleh pengasuh
ataupun orangtua sebelum memberikannya kepada anak penyandang
autisme, karena tidak sembarang makanan yang bisa diterima di dalam
tubuh anak. bahkan dianjurkan juga agar anak autis melakukan terapi
yang dilakukan dari dalam tubuh, seperti terapi biomedis dan terapi
121 Andriana S Ginanjar, Menjadi.., h. 32.
84
medikamentosa atau intervensi diet untuk mengoptimalkan
perkembangan anak autis.
Beberapa makanan yang tidak diperbolehkan bagi anak autis
diantaranya adalah makanan-makanan yang mengandung casein dan
gluten, karena tubuh anak autis tidak bisa mencerna kasein dan gluten
secara sempurna. Uraian senyawa yang tidak sempurna tersebut masuk
ke pembuluh darah sampai ke otak sebagai morfin. Keberadaan morfin
jelas mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf, sehingga anak
autis berperilaku aneh dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya.
Makanan yang termasuk kasein adalah protein dari susu yang brasal
dari olahan hewan seperti keju, mentega, dan lain-lain. Sedangkan
gluten adalah protein dari tepung terigu dan hasilnya seperti kue, roti,
sereal gandum, kue kering dan lain sebagainya122.
Beberapa anak di Graha Autis ketika berada dirumah atau saat
kunjungan orangtua mereka akan dimanjakan dengan makanan-
makanan yang banyak mengandung gluten dan kasein seperti coklat,
roti, keju, sereal gandum dan lain sebagainya, baik itu diberikan pada
saat anak diajak jalan-jalan ataupun di dalam lembaga. Padahal itu
akan mempengaruhi perilaku dan interaksi anak sehingga menghambat
proses terapi yang akan dijalankan selanjutnya. Di Graha Autis para
pengasuh sering membuatkan anak cemilan pengganti dengan
menggunakan bahan-bahan yang diperbolehkan dan bisa dikonsumsi
122 E. Kosasih, Cara Bijak…, h. 59.
85
oleh anak autis seperti makanan tradisional yang terbuat dari bahan
tepung beras, maizena, tepung jagung dan lain sebagainya.
2. Kurang kerjasama antara Orang Tua dan Pengasuh
Kerjasama antara orang tua dan pengasuh seringkali tidak sesuai
dengan keinginan, padahal hal ini sangat mendukung efektifnya proses
terapi dan perkembangan anak autis. Para orang tua tidak jarang
mengabaikan arahan dari pengasuh ketika anak berada dirumah
ataupun ketika anak diajak pergi ke suatu tempat tanpa didampingi
oleh pengasuh. Orangtua cenderung memanjakan anak dalam setiap
hal. Contohnya memberikan anak memakan makanan sepuasnya tanpa
memperdulikan pantangan, membiarkan anak bermain playstation
dalam waktu yang lama. Orangtua seringkali mengabaikan hal-hal
sepele seperti itu dan lupa bahwa anak autis mempunyai batasan dan
aturan-aturan tertentu.
Anak autis juga sangat mudah mengalami kecemasan berlebih dan
memberikan efek yang besar yang disebabkan oleh trauma akibat
perubahan. Jika sudah mengalami tingkat kecemasan berlebih maka
akan lebih sulit untuk menunggu mood baik seorang anak autis. Anak
autis sangat hafal secara detail setiap benda yang ada di dalam
kamarnya ataupun benda-benda kesukaannya. Dan akan mengamuk
jika mendapati semuanya berbeda dari biasanya, hal ini karena mereka
sangat benci dengan perubahan. Orang tua dan pengasuh juga
seringkali lengah di dalam mengatur kamar dan letak benda-benda di
86
dalam kamar sehingga memberikan efek traumatik pada anak. Hal ini
merupakan salah satu contoh kurangnya perhatian terhadap anak.
Anak-anak autis banyak mengalami hal-hal traumatik sepanjang
kehidupannya, terutama dalam usaha mereka untuk memahami dan
beradaptasi dalam lingkungan.untuk mengurangi kecemasan, mereka
perlu diberi penjelasan bila akan terjadi perubahan di lingkungan
rumah dan sekolah atau akan mengunjungi teman atau tempat baru123.
Anak autis juga membutuhkan perhatian yang lebih dari orang-
orang yang berada di sekitar mereka. Baik itu orang tua, saudara
kandung, pengasuh ataupun kerabat lainnya. Karena seperti halnya
anak-anak normal lainnya anak autis juga membutuhkan kasih sayang
dan penerimaan tanpa syarat. Kurangnya perhatian dan kasih sayang
orangtua akan mengurangi tingkat keberhasilan di dalam
perkembangan kepribadian anak, pembentukan konsep diri, dan
perkembangan interaksi sosial yang lebih luas.
123 Andriana S Ginanjar, Menjadi…, h. 107.
87
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan dari pembahasan tentang efektivitas terapi
perilaku terhadap interaksi sosial anak autis di Graha Autis Mataram yang
telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola interaksi sosial anak autis di Graha Autis Mataram, yaitu : pola
interaksi satu arah, interaksi dengan teman sebaya, dan interaksi
dengan guru atau pengasuh.
2. Efektivitas terapi perilaku terhadap interaksi sosial anak autis di Graha
Autis Mataram terbilang efektif karena sebagian besar anak autis yang
terapi sudah bisa melakukan interaksi sosial dengan orang lain dan
juga sebagian anak sudah bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah
formal dengan tetap didampingi oleh pengasuh
3. Kendala yang terjadi di dalam proses terapi yang dilaksanakan di
Graha Autis Mataram yakni kurang kerjasama antara orang tua dan
pengasuh.
B. Saran
1. Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan lebih peduli dengan anak autis dan
mengembangkan ilmu terkait dengan penyebab dan intervensi bagi
penyandang autisme dan anak berkebutuhan khusus. Karena anak autis
juga merupakan anak anugrah dari Tuhan anak penerus bangsa yang
87
88
ingin hidup normal seperti anak-anak lainnya yang melakukan
komunikasi dan ineraksi dengan pelaku sosial dalam masyarakat.
2. LSM Graha Autis Mataram
Bagi para pengasuh anak-anak di Graha Autis Mataram agar terus
berjuang dan meningkatkan kesabaran atas rasa kepedulian untuk
penyembuhan anak penyandang autisme dan anak berkebutuhan
khusus. Dan juga membangun kerjasama dengan pihak-pihak yang
terkait agar program-program yang telah direncanakan dapat terlaksana
demi kebaikan anak-anak dan masyarakat.
3. Masyarakat dan Orang Tua
Untuk para orang tua dan masyarakat diharapkan berperan secara
aktif dalam membantu proses terapi untuk kesembuhan anak autis di
Graha Autis Mataram dan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia pada
umumnya dan di Nusa Tenggara Barat pada khususnya. Diharapkan
juga bagi para orangtua agar tidak mudah putus asa dan tetap berjuang
memberikan yang terbaik untuk anak autis dan berkebutuhan khusus
agar siap bersosialisasi di lingkungan masyarakat.
LAMPIRAN