EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT PADA...
Transcript of EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT PADA...
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Yaumil Syiam Fikri
NIM 11150510000120
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT PADA
TAYANGAN PROGRAM TV DEBAT CAPRES DAN
CAWAPRES 2019 BAGI KOMUNITAS GERAKAN
KESEJAHTERAAN TUNA RUNGU INDONESIA KOTA
BOGOR
i
ABSTRAK
Yaumil Syiam Fikri (11150510000120)
Efektivitas Penggunaan Bahasa Isyarat Pada Tayangan
Program TV Debat Capres dan Cawapres 2019 Bagi
Komunitas Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia
Kota Bogor
Allah melalui firman nya pada Al-Qur’an surah Ibrahim:4
memerintahkan Rasul Nya untuk berdakwah menggunakan
bahasa kaumnya. Surah tersebut juga secara implisit mengajarkan
umat islam untuk mempertimbangkan bahasa yang digunakan
oleh orang yang diajak berkomunikasi. Sejak 2014, KPU telah
menggunakan bahasa isyarat untuk memudahkan khalayak Tuli
mendapatkan informasi terkait pemilu namun khalayak Tuli
masih belum mengetahui dan merasakan dampaknya. Kemudian,
pada pemilu tahun 2019 ini setelah teknologi informasi dan
komunikasi berkembang, bagaimanakah efektivitas penggunaan
bahasa isyarat tersebut?
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti
tertarik untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penggunaan
bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan
teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner, telaah
pustaka, dan observasi.
Penelitian ini menggunakan konsep komunikasi efektif
oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa efektivitas dari penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 mencapai
skor rata-rata 76.33 pada aspek adanya pengertian, 77.67 pada
aspek menimbulkan kesenangan, 76.33 pada aspek pengaruh pada
sikap, 73.75 pada aspek hubungan sosial yang semakin baik, dan
skor rata-rata 67.25 pada aspek tindakan.
Kata Kunci : Bahasa Isyarat, Tayangan Debat, Komunikasi
Efektif, Tuna Rungu
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur
penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemilik semesta alam
dengan lautan ilmu-Nya, yang selalu tercurah kepada semua
makhluk-Nya, yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-
baik bentuk penciptaan untuk bisa berpikir dan berkarya.
Shalawat serta salam, tercurah kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga serta sahabatnya, yang telah
membawa umat manusia dari zaman jahiliyah, menuju zaman
yang penuh cahaya seperti saat ini. Sehingga dengan ini, penulis
bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Bahasa Isyarat Pada Tayangan Debat Capres dan
Cawapres 2019 Bagi Komunitas Gerakan Kesejahteraan Tuna
Rungu Indonesia Kota Bogor”.
Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di
Universitas Islam Negeri Syahid Hidayatullah Jakarta. Proses
penyelesaian skripsi ini tentunya mendapat dukungan dari
berbagai pihak berupa moril maupun materi. Oleh karena itu,
dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan demi terselesaikannya
penelitian skripsi ini. Maka peneliti ucapkan terima kasih kepada:
iii
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A,
selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag,
MSW, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabudin
Noor, MA, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
Drs. Cecep Castrawijaya, MA, Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama.
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si, dan Dr. H. Edi Amin, MA,
sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi sebagai Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak
arahan, saran, kritik, dan semangat untuk peneliti selama
proses penelitian. Peneliti mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga, semoga Allah SWT senantiasa memberikan
kesehatan, kebaikan, dan keberkahan kepada beliau dan
keluarga.
5. Drs. Wahidin Saputra, M.Ag., sebagai Dosen Penasihat
Akademik yang telah membantu proses akademik KPI C
2015 selama masa perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
iv
7. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
melayani peminjaman buku-buku literatur dan referensi
penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh teman Tuli di Indonesia khususnya keluarga besar
Komunitas Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia
Kota Bogor yang telah banyak membantu peneliti,
memberikan saran, arahan, waktu, serta motivasi. Semoga
teman-teman tetap dapat selalu menginspirasi dan
mendapatkan banyak keberkahan hidup dari Allah SWT.
9. Kepada kedua orang tua tersayang, Bapak Suwoto dan Ibu
Siti Aminah yang telah ikhlas merawat dan mendidik
peneliti, senantiasa mendoakan, memberikan banyak cinta
dan dukungan baik moril maupun materiil kepada peneliti.
10. Kepada kakak dan adik peneliti, Mas Awaludin Badar,
Mas Muhammad Daru Prihambodo, Adik Titis
Choirunnisa, dan Adik Mutia Zaroh sebagai orang-orang
yang selalu mendukung, memberi bantuan, berbagi cerita,
dan semangat kepada peneliti.
11. Teman-teman KPI C 2015, khususnya sahabat-sahabat
Intinya, Alfiah Khoiri Asyir, Nurul Hilyatul Aulia,
Fatimah Hilwah, dan Laila Baroah, yang selalu menemani
peneliti, memberikan bantuan, semangat, berbagi cerita
selama masa perkuliahan kepada peneliti.
12. Keluarga Besar RDK FM yang telah memberikan wadah
untuk belajar dan mengasah kemampuan peneliti.
v
13. Kepada Colenak Family dan 1Rules Organizer yang
selalu menemani dan memberikan support kepada
peneliti.
14. Semua teman-teman KKN 195 Gemilang yang selalu
menyenangkan dan menghibur peneliti.
15. Kepada Aya, Kak Atina, Shafna, Ica, Aisyah, dan Muti
yang selalu mengizinkan peneliti berada di rumah kos
yang nyaman.
Dengan hamparan kedua tangan dan ketulusan,
peneliti mendoakan semoga bantuan, dukungan,
bimbingan, arahan, inspirasi, dan motivasi yang diberikan
oleh semua pihak kepada peneliti mendapat kebaikan dan
ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai
limpahan keberkahan, rahmat, dan hidayah-Nya.
Akhirnya peneliti menyadari bahwa skripsi ini
jauh dari kata sempurna, untuk itu peneliti sangat
berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan
kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan, serta
menambah khazanah perpustakaan.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 19 Desember 2019
Yaumil Syiam Fikri
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................ viii
DAFTAR TABEL ...................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................ 10
C. Batasan Masalah .............................................................. 11
D. Rumusan Masalah ........................................................... 12
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 12
F Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................. 13
G. Sistematika Penulisan ...................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... 18
A. Efektivitas Komunikasi ................................................... 18
B. Komunikasi Massa .......................................................... 22
C. Bahasa Isyarat Sebagai Bahasa Kaum Tuli ..................... 27
D. Kerangka Pemikiran ........................................................ 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................... 34
A. Populasi dan Sampel ....................................................... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 36
C. Sumber Data .................................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 37
E. Instrumen Penelitian ........................................................ 39
F. Teknik Pengolahan Data .................................................. 48
vii
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Temuan Hasil Penelitian .................................................. 53
B. Pembahasan Efektivitas Penggunaan Bahasa Isyarat Pada
Tayangan Debat Capres dan Cawapres 2019 bagi Komunitas
GERKATIN Kota Bogor............................................................. 69
BAB V PENUTUP ..................................................................... 82
A. Kesimpulan ................................................................. 82
B. Saran ............................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 86
LAMPIRAN ............................................................................... 90
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Tampilan kolom penerjemah bahasa isyarat ……..50
Gambar 4.2 Tampilan penerjemah bahasa isyarat …………….50
Gambar 4.3 Komunitas Gerkatin Kota Bogor menyampaikan
aspirasi terkait proses Pilkada kepada pemerintah Bogor …….51
Gambar 4.4 Komunitas Gerkatin Kota Bogor mengikuti
sosialisasi Pemilu yang diselenggarakan oleh KPU …………..51
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Mapping Tinjauan Kajian Terdahulu ……………….14
Tabel 2.1 Kerangka Pemikiran ………………………………...33
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian …………...35
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas …………………………………..41
Tabel 3. 3 Hasil Uji Reliabilitas ……………………………….44
Tabel 3.4 Rentang Skala ……………………………………….48
Tabel 4.1 Skor Rata-Rata Dimensi Adanya Pengertian ………..53
Tabel 4.2 Analisis Indikator Pada Dimensi Adanya Pengertian .53
Tabel 4.3 Skor Rata-Rata Dimensi Meimbulkan Kesenangan ...56
Tabel 4.4 Analisis Indikator Pada Dimensi Menimbulkan
Kesenangan …………………………………………………….56
Tabel 4.5 Skor Rata-Rata Dimensi Pengaruh Pada Sikap ……..58
Tabel 4.6 Analisis Indikator Pada Dimensi Pengaruh Pada Sikap
………………………………………………………………….58
Tabel 4.7 Skor Rata-Rata Dimensi Hubungan Sosial Yang
Semakin Baik …………………………………………………..60
Tabel 4.8 Analisis Indikator Pada Dimensi Hubungan Sosial
Yang Semakin Baik ……………………………………………61
x
Tabel 4.9 Skor Rata-Rata Dimensi Tindakan ………………….62
Tabel 4.10 Analisis Indikator Pada Dimensi Tindakan …..........63
Tabel 4.11 Analisis Efektivitas Penggunaan Bahasa Isyarat pada
Tayangan Debat Capres dan Cawapres bagi Komunitas
GERKATIN Bogor …………………………………………….74
11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi
manusia. Komunikasi manusia adalah proses melalui
mana individu dalam hubungan, kelompok, organisasi,
dan masyarakat membuat dan menggunakan informasi
untuk berhubungan satu sama lain dengan lingkungan. .
Komunikasi menciptakan informasi yang dibutuhkan
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
harinya. Informasi menjadi perangkat dasar yang
digunakan seseorang untuk mengetahui segala sesuatu
dalam hal pengembangan potensi dirinya dalam segala
aspek kehidupan.1 Saat ini, informasi dapat dengan mudah
didapatkan mulai dari media cetak, elektronik, hingga
media daring. Namun, televisi tetap menjadi media
penyedia informasi yang sering digunakan di Indonesia.
Televisi merupakan media yang paling efektif dan
efisien dalam penyampaian pesan-pesan atau ide-ide
karena media televisi tidak hanya mengeluarkan suara saja
tetapi juga disertai gambar dan warna.2 Televisi menjadi
alat komunikasi massa sekaligus penyedia informasi besar
1 Nadia Wasta Utami, Gelapnya Akses Informasi bagi Difabel dalam
Gemerlapnya era Digitalisasi Jurnal Penelitian, 2015, hal. 41-49 2 Dewi Juni Artha, Jurnal EduTech Vol.2 : Pengaruh Pemilihan Tayangan
Televisi Terhadap Perkembangan Sosialisasi Anak, (Sumatera Utara :
Universitas Muhammadiyah, 2016), hal. 20
2
dengan sifatnya yang dapat menyebarkan informasi secara
serentak ke seluruh penjuru negeri menuntutnya berperan
aktif dalam perkembangan dan sikap masyarakat bagi
banyak hal, mulai dari menentukan jenis air mineral apa
yang akan diminum, baju seperti apa yang bagus, profesi
apa yang paling menyenangkan, hingga siapa tokoh yang
cocok menjadi presiden.
Televisi juga merupakan media yang mudah
diakses karena saat ini rata-rata masyarakat Indonesia
pasti memiliki televisi di setiap rumahnya. Penggunaan
televisi yang tak memerlukan banyak biaya juga menjadi
faktor selanjutnya masyarakat menjadikan televisi sebagai
media informasi favorit mereka. Televisi yang selalu
diasumsikan dapat memengaruhi khalayak lewat tayangan
programnya selalu dijadikan media pertama bagi banyak
pihak yang berkepentingan untuk menyebarkan
informasinya.
Seperti pada tahun 2019 ini, dimana Indonesia
menggelar pesta demokrasi terbesar dengan melakukan
pemilihan umum serenntak dari pemilihan anggota
legislatif hingga pemilihan presiden periode 2019-2024.
Televisi sekali lagi dipercaya guna menyebarkan segala
bentuk informasi mengenai pemilihan umum serentak
tersebut mulai dari profil calon hingga pemaparan visi-
misi termasuk dengan menghadirkan tayangan program
debat capres/cawapres.
3
Namun, bagaimanakah jika media nomor satu di
Indonesia tidak dapat menjangkau setiap audiens yang
menggunakannya? Informasi yang disediakan oleh televisi
dalam penelitian ini dimaksudkan kepada segala informasi
terkait pemilihan presiden akan sangat mudah dipahami
oleh audiens dengan pendengaran dan penglihatan
normal, akan tetapi akan sulit bagi teman-teman dengan
kebutuhan khusus seperti teman-teman Tuli. Ketidak
mampuan televisi pada umumnya ini dikhawatirkan akan
berdampak pada tidak efektifnya komunikasi.
Islam telah menjelaskan betapa pentingnya
berkomunikasi dengan efektif seperti yang tertera dalam
surah:
QS. An Nisa ayat 63
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan
Baligha-perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”(QS
An-Nissa:63)
Kata Baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas
maknanya. Qaulan Baligha dimaksudkan berkomunikasi
menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran,
komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok
4
masalah (to the point), dan tidak berbelit-belit atau
bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara
dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan
dengan kadar intelektualitas komunikan dan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.3
Kemudian pada surah Ibrahim:4, dijelaskan bahwa
Allah mengutus Rasul sesuai dengan bahasa yang
dimengerti oleh kaumnya, bahasa yang akan membuat
komunikasi menjadi efektif.
“Kami tidak mengutus seorang Rasulpun,
melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka
Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan dialah
Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”(Q.S
Ibrahim : 4)
Ayat tersebut paling tidak mengandung tiga hal
penting, yakni yang pertama adalah setiap kaum memiliki
langue (lisan) masing-masing sebagai sistem isyarat
verbal yang digunakan bersama untuk komunikasi antar
sesama anggota masyarakat. Kedua, seorang Rasul yang
diutus untuk suatu kaum merupakan penutur bahasa kaum
tersebut, dan yang ketiga adalah pengutusan Rasul
3 Faisal Wibowo, “Komunikasi dalam Perspektif Islam”(
https://www.kompasiana.com/faisalwibowo/550fdacc813311ae33bc61a2/kom
unikasi-dalam-perspektif-islam?page=all diakses pada tanggal 22 Juli 2019)
5
berpenutur bahasa kaum itu bertujuan agar terjadi
komunikasi linguistik yang efektif dalam rangka dakwah.
Ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam
konteks penyampaian informasi, teman-teman Tuli
menjadikan bahasa isyarat sebagai bahasa kaumnya. Oleh
karena itu, penggunaan akan bahasa isyarat bagi teman-
teman Tuli menjadi sangat penting untuk mendapatkan
informasi yang mereka butuhkan. Kemudian pada surah
Maryam: 29,
“Maka dia (Maryam) menunjuk kepada
(anak)nya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih dalam
ayunan?”(Q.S. Maryam : 29)
Ayat tersebut menceritakan tentang bagaimana
Maryam menjawab semua pertanyaan dari kaum nya
menggunakan bahasa isyarat dengan menunjuk Nabi Isa
yang kemudian terjadi mukjizat Nabi Isa yang dapat
berbicara saat masih balita.
Isyarat tersebut digunakan atas perintah Allah agar
Maryam berpuasa berkata-kata. Hal tersebut dipahami
peneliti bahwa isyarat merupakan bahasa yang dapat
digunakan bagi siapapun dan merupakan bahasa yang baik
untuk digunakan.
6
Undang-undang Negara Republik Indonesia 1945
pada pasal 28F pun menyatakan bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan undang-undang tersebut setiap Warga
Negara Indonesia berhak mendapatkan informasi yang
benar dan sama apa adanya tanpa membedakan individu
satu dengan lainnya termasuk penyandang disabilitas
tunarungu wicara. Penyebaran informasi yang dimaksud
dapat berupa gambar, suara atau bahkan gambar sekaligus
suara seperti pada program televisi.
Keterbatasan yang dimiliki oleh teman-teman Tuli
membuat mereka sulit menikmati informasi yang
disajikan oleh televisi. Terlebih, berdasarkan data pada
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum 2019 milik
KPU, terdapat 1,2 juta pemilih penyandang disabilitas
dengan 637.535 diantaranya merupakan penyandang
disabilitas tuna rungu atau tuna wicara atau tuna rungu
wicara4 merupakan jumlah yang tidak sedikit yang
tentunya dapat memengaruhi pemilihan Calon Pemimpin
Negeri.
Hak mendapatkan informasi bagi disabilitas
kembali diuraikan pada Undang-Undang No.8 tahun 2016
pasal 123, yaitu pemerintah dan pemerrintah daerah wajib
menjamin akses atas informasi untuk penyandang
4 https://news.detik.com/berita/d-4345289/kpu-pemilih-disabilitas-di-pemilu-
2019-sebanyak-12-juta-orang diakses pada 11 april 2019
7
disabilitas. Kemudian pada Undang-Undang No. 32
Tahun 2002 Pasal 39 ayat (3) yang berbunyi : “bahasa
isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu untuk
khalayak tertentu”. Bunyi pasal diatas menandakan bahwa
bahasa isyarat atau SIBI (Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia) yang merupakan bahasa legal keluaran
pemerintah maupun Bisindo (bahasa isyarat yang
digunakan sehari-hari) dapat digunakan pada program
siaran televisi.
Oleh karena itu, untuk memenuhi isi pasal yang
dimaksud, Komisi Pemilihan Umum atau KPU
menyediakan fasilitas yang memungkinkan penyandang
disabilitas tuna rungu wicara tetap mendapatkan informasi
yang sama pada waktu yang sama pula dengan
menghadirkan tayangan tambahan berupa interpreter
(penerjemah) bahasa isyarat. Tayangan interpreter sendiri
berupa kotak kecil biru yang di letakan pada pojok kanan
bawah tayangan program siaran debat.
Tayangan interpreter bahasa isyarat sebenarnya
telah biasa telihat di beberapa program berita di stasiun
televisi Indonesia walaupun masih minim namun
tayangan interpreter bahasa isyarat tersebut dirasa cukup
membantu dibandingkan dengan tidak adanya tayangan
tambahan tersebut. Namun, penggunaan tayangan
tambahan tersebut dirasa belum cukup bagi khalayak Tuli.
8
Salah satu penyandang tuna rungu wicara dalam
komunitas sepakbola tuli tentang adanya interpreter
bahasa isyarat pada TV menuturkan:
“TV penerjemah bahasa isyarat sedikit jelas yang
ada paham atau ga jelas, lebih baik ketik-ketik (running
text) jelas cepat paham”.5
Penuturan salah satu penyandang tuna rungu
wicara tersebut mengidentifikasikan bahwa tayangan
interpreter bahasa isyarat pada program TV belumlah
dapat ditangkap dengan jelas. Gerakan tubuh yang
dianggap terlalu cepat dan ukuran kotak yang dinilai
terlalu kecil diakui menjadi salah satu penyebab.
Penuturan tersebut juga mengidentifikasikan rasa
kekhawatiran apakah nantinya tayangan interpreter
bahasa isyarat akan mudah dipahami? Akankah informasi
pokok dari hasil debat akan dimengerti?
Terdapat perbedaan proses translasi bahasa isyarat
antara program berita TV pada umumnya dan program
TV khusus debat capres dan cawapres. Tayangan program
TV debat capres dan cawapres merupakan tayangan
langsung dan memiliki batas waktu pada setiap sesi nya
serta tidak ada naskah yang dapat dipelajari terlebih
dahulu oleh juru bahasa isyarat seperti ketika
menerjemahkan program berita biasa di televisi. Hal
tersebut mengidentifikasikan bahwa tak tersedianya waktu
5 Hasil wawancara pribadi peneliti melalui pesan whatsapp pada tanggal 5
maret 2019
9
yang cukup untuk sekadar mencari atau menentukan
gerakan yang tepat untuk suatu kosa kata yang tidak
familiar bagi teman Tuli.
Terlebih, pada program TV debat capres dan
cawapres 2019 jenis bahasa isyarat yang digunakan
merupakan BISINDO. BISINDO merupakan sebuah
dialek atau variasi bahasa. 6 Dialek merupakan sistem
kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu masyarakat
untuk membedakannya dari masyarakat lain yang
bertetangga yang mempergunakan sistem yang berlainan
walaupun erat kaitannya (Mulatsih, 2016). Maka dari itu,
seperti banyaknya bahasa daerah di Indonesia, BISINDO
pun memiliki variasi gerakan yang berbeda di setiap
daerah.
“JBI (Juru Bahasa Isyarat) sebenernya kurang
membantu, apalagi kalo JBI itu kebanyakan Jakarta kan
bukan Bogor, bukan Bandung gitukan, nah kalo Bogor
sama Bandung itu Jawa Barat itu beda banget sama
Jakarta, karena perbedaan budaya”. 7
Memang tidak semua gerakan tubuh berbeda antar
daerah tetapi hal tersebut bisa saja mempengaruhi
penafsiran dan pemahaman teman Tuli.
6 Ida Ayu Made Gayatri, Skripsi : Analisis Wacana Kritis Kebhinekaan Bahasa
Isyarat dalan Pendidikan Bahasa Indonesia pada Komunitas Tuli dan SLB,
Universitas Ngurah Rai, Denpasar tahun 2018/2019. 7 Wawancara dengan salah satu teman Tuli Nadya Paramitha dari Gerkatin
Kota Bogor. wawancara di dapat dari skripsi milik Hafiza Rana Dalilah tahun
2018
10
Seperti pada pernyataan salah satu anggota
GERKATIN Kota Bogor di bawah ini:
“kalau kosa kata itu ga semuanya ngerti mungkin
kalo dari, balik lagi ke budaya ya, kalo dari Bogor sama
Jakarta itukan beda, tapi ga semuanya beda, tapi tetep
aja ada yang beda gitu”. 8
Hal tersebut menarik peneliti untuk mengkaji
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT
PADA TAYANGAN PROGRAM TV DEBAT
CAPRES DAN CAWAPRES 2019 BAGI
KOMUNITAS GERAKAN KESEJEHATERAAN
TUNA RUNGU INDONESIA KOTA BOGOR.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bahasa isyarat mulai sering digunakan di televisi sejak
tahun 2014.
2. Sebagian dari teman-teman Tuli merasa belum
memahami informasi yang disampaikan oleh penerjemah
bahasa isyarat.
3. Gerakan isyarat yang terlalu cepat dan kotak penerjemah
bahasa isyarat yang terlalu kecil dianggap menjadi salah
8 Wawancara Nadya Paramitha
11
satu faktor tidak efektif nya penggunaan bahasa isyarat di
televisi selama ini.
4. Sebagai program khusus lima tahun sekali dan semakin
berkembang nya teknologi, KPU disarankan memperbaiki
fasilitas untuk teman Tuli salah satunya dengan
menyediakan running text.
5. Proses translasi bahasa isyarat pada debat capres dan
cawapres berbeda dengan program berita pada umumnya.
6. Program TV khusus debat capres dan cawapres 2019
menggunakan jenis bahasa isyarat BISINDO.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan guna mencegah
pembahasan yang terlalu jauh. Maka, peneliti
memfokuskan penelitian ini pada penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019.
Batasan masalah pada penelitian ini meliputi:
1. Sistem bahasa isyarat yang digunakan pada
program TV khusus debat capres dan cawapres
2019 yaitu bahasa isyarat BISINDO umum atau
yang biasa dikenal dengan BISINDO daerah
Jakarta.
2. Proses translasi bahasa isyarat pada program TV
debat capres dan cawapres 2019.
12
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan pada
latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas penggunaan
bahasa isyarat pada program TV khusus debat capres dan
cawapres 2019 bagi komunitas Gerakan Kesejahteraan
Tuna Rungu Indonesia Kota Bogor menurut konsep
komunikasi efektif Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 bagi komunitas
Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia Kota
Bogor.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat atau kegunaan baik dari segi akademis
maupun praktis,
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan
13
tentang efektivitas komunikasi Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan tentang efektivitas komunikasi
terutama komunikasi non-verbal pada sebuah
program televisi. Selain itu, dapat dijadikan
rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya
dan dapat menjadi referensi ilmiah di bidang
studi ilmu dakwah dan ilmu komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan motivasi kepada para penyedia
informasi terutama program televisi agar dapat
lebih baik lagi dalam memproduksi dan
menyajikan informasi sehingga persebaran
informasi dapat dirasakan oleh semua
khalayak.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Tinjauan kajiian terdahulu dilakukan untuk
melihat perbedaan mendasar anatara penelitian yang
sedang dilakukan dengan penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya. Tinjauan kajian terdahulu
juga bertujuan sebagai bahan rujukan penelitian yang
sedang dilakukan. Adapun kajian terdahulu yang
digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah:
14
Tabel 1.1
Mapping Tinjauan Kajian Terdahulu
Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian Hasil Keterangan
Ari
Sugianto
(2014)
“Pemaknaan
Tunarungu
dalam
Penyampaian
informasi
oleh SLI
(Sign of
Language
Interpreter)
Program
Berita TVRI
Indonesia
Malam”
Penyampaian
informasi
masih sulit
dipahami
secara utuh
karena
beberapa
faktor, yaitu:
(1) bahasa
isyarat yang
digunakan;
(2)
penguasaan
SLI terhadap
bahasa
isyarat, (3)
SLI kurang
ekspresif, (4)
Layar SLI
terlalu kecil.
Perbedaan
terletak
pada: (1)
Subjek dan
Objek
penelitian,
(2)
Program
TV yang
diteliti
HafizhaRiz
qa Febrina
(2015)
“Studi
Efektivitas
Komunikasi
Non Verbal
dan Non
Vokal Pada
Siaran Berita
TVRI
Nasional
Terhadap
Penyandang
Tuna Rungu
SLB”
Penggunaan
bahasa isyarat
sebagai
komunikasi
memiliki hasil
yang efektif
dengan hasil
skor total
75.95 dari
skor
maksimal
100, dimana
hasil tersebut
Perbedaan
terletak
pada : (1)
Subjek
Penelitian,
(2) Jenis
Program
TV yang
diteliti
15
berada pada
rentang nilai
efektif.
Nurkhimah
Yuliastuti
(2017)
“Bahasa
Isyarat dalam
Program
Berita
Televisi di
TVONE dan
TVRI”
Proses
translansi
bahasa isyarat
pada program
berita TV
melibatkan 3
orang
petugas,
yaitu: 2 orang
interpreter
dan seorang
penasihat
interpreter
atau PIT
(biasanya
merupakan
penyandang
disabilitas
Tuna Rungu
Wicara).
Interpreter
terlebih
dahulu
mengambil
naskah
kemudian
membaca dan
mempelajari
berita tersebut
15-30 menit
sebelum
ditayangkan.
PIT bertugas
sebagai pihak
yang
memberitahu
kesalahan
Perbedaan
terletak
pada : (1)
Subjek dan
Objek
penelitian,
(2) Fokus
Penelitian.
Penelitian
ini
membantu
peneliti
untuk
memahami
proses
translansi
bahasa
isyarat
pada
program
TV harian
16
penerjemahan
yang mungkin
dilakukan
oleh
interpreter.
Adanya PIT
juga berguna
untuk
menerjemahk
an kata-kata
sulit yang
interpreter
lupa ataupun
tidak tahu
bahasa
isyaratnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh pembahasan yang jelas tentang
penelitian ini, maka peneliti membagi sistematika penulisan ke
dalam lima bab yang terdiri atas sub-sub bab. Teknik penulisan
yang peneliti gunakan ini berpedoman pada Surat Ketetapan (SK)
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Nomor 507 tentang Penulisan
Karya Ilmiah tahun 2017. Adapun sistematika penulisan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian
terdahulu, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
Berisi tentang penjelasan secara umum terkait dengan
pembahasan variabel pada penelitian ini, yaitu mulai dari
efektivitas komunikasi, konsep komunikasi efektif, komunikasi
massa, bahasa isyarat sebagai bahasa kaum Tuli, serta kerangka
pemikiran.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang
peneliti gunakan, populasi dan sampel, tempat dan waktu
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian yang berisi uji validitas dan uji reliabilitas, serta teknik
pengolahan data.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil temuan penelitian seperti
deskripsi data responden penelitian sesuai dengan fakta yang
ditemukan dilapangan kemudian data diolah dengan mengaitkan
latar belakang, teori, rumusan masalah, dan hasil data temuan
penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran. Kesimpulan dari
hasil penelitian dan memberikan saran-saran terkait pembahasan
pada penelitian ini beserta lampiran yang didapat selama
penelitian berlangsung.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Komunikasi
1. Pengertian Efektivitas dan Komunikasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
“efektif” mempunyai beberapa arti, yang pertama adalah
adanya efek, akibat, pengaruh dan kesannya, Arti kedua
yaitu manjur atau mujarab, sedangkan yang ketiga berarti
dapat membawa hasil atau hasil guna. Kata “efektif
sendiri berasal dari kata dasar “efek” yang berarti akibat
atau pengaruh.1
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat
tercapai, dapat dikatakan efektif apabila telah mencapai
tujuan, sasaran, ataupun target seperti yang telah
ditentukan. Menurut Susanto, “Efektivitas merupakan
daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan
pesan-pesan untuk memengaruhi”.2 Menurut pendapat
Susanto di atas, efektivitas dapat diartikan sebagai suatu
pengukuran tercapainya tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya secara matang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Onong Uchjana Effendy yang mendefinisikan
1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B),
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud, 1995), Cet Ke-7, Edisi 3, hal. 250 2 Susanto, Sistem Informasi,(Jakarta: Bina Cipta, 2005), hal. 156
19
efektivitas sebagai komunikasi yang prosesnya mencapai
tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang
dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil
yang ditentukan.
Onong Uchyana mengatakan komunikasi sebagai
proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain
yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa keyakinan,
kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan,
keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari
lubuk hati. 3
Komunikasi adalah pencapaian informasi dari
seseorang kepada orang lain.4 Dalam komunikasi tampak
adanya sejumlah komponen dan unsur dan merupakan
persyaratan terjadinya komunikasi, diantara komponen
dan unsur komunikasi adalah : a) Source (sumber), b)
Communicator (Komunikator), c0 Message (Pesan), d)
Channel (Saluran), e) Communican (Komunikan), f)
Effect (Hasil).5
Lingkup komunikasi kemudian dijelaskan
menyangkut semua persoalan yang ada kaitannya dengan
3 Prof. Dr. H.M Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2006), hal. 31 4 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), hal. 12 5 Onong Uchana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 6
20
kemasyarakatan baik secara langsung maupun dengan
media komunikasi apapun.
2. Indikasi Komunikasi Efektif
Menurut Pittfield, Komunikasi yang effektif
berarti bahwa maksud dan tujuan yang terkandung dalam
komunikasi disampaikan dengan cara yang sedemikian
rupa sehingga dapat dimengerti sepenuhnya oleh
penerima6
Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk
mengirimkan pesan secara efektif, yaitu: komunikator
harus mengusahakan agar pesan-pesan yang dikirimkan
mudah dipahami, komunikator harus memiliki kredibilitas
di mata komunikan, dan komunikator harus berusaha
mendapatkan umpan balik secara optimal tentang
pengaruh pesan dalam diri komunikan.
Pendapat selanjutnya dari Goyer yang
mendefinisikan ukuran komunikasi dapat dikatakan
efektif dalam sebuah rumus sebagai berikut:
Nilai efektivitas komunikasi dikatakan sempurna
jika perbandingan makna yang dimaksud pengirim (S)
dengan makna yang ditangkap penerima (R) sama dengan
6 Moekijat, Teori Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal.146
21
satu. Tetapi, menurut Goyer, kondisi itu “sangat jarang”
dan paling-paling mendekati saja.7
Stewart L Tubbs pada tahun 1974 melalui konsep
komunikasi efektif miliknya mengemukakan bahwa
secara sederhana komunikasi dapat dikatakan efektif
apabila orang (komunikator) berhasil menyampaikan apa
yang dimaksudkannya. Secara umum, komunikasi dinilai
efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang
dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh
penerima. Maka, dalam penelitian ini, penggunaan bahasa
isyarat dalam program debat capres dan cawapres 2019
dapat dikatakan efektif apabila teman-teman Tuli yang
bergabung dalam Komunitas Gerakan Kesejahteraan Tuna
Rungu Indonesia Kota Bogor menerima sekaligus
mengerti pesan yang telah disampaikan sehingga terjadi
komunikasi sesuai dengan keinginan komunikator.
Terdapat lima indikasi yang dapat dijadikan
ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: 8
1. Pengertian, berarti penerimaan yang cermat dari isi
stimulasi seperti apa yang dimaksud oleh pengirim pesan.
Dalam komunikasi massa diperlukan keahlian untuk dapat
7 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication (Prinsip-Prinsip
Dasar), diterjemahkan oleh Deddy Mulyana, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya), hal. 22 8 Wahyullaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), hal. 157
22
mengatur, menyajikan, dan menafsirkan informasi dengan
cara yang mampu meningkatkan pemahaman.
2. Kesenangan, Tingkat kesenangan dalam berkomunikasi
berkaitan erat dengan perasaan terhadap orang yang
berinteraksi dengan pihak lain. Semakin tinggi tingkat
kesenangan yang ditimbulkan maka semakin tinggi pula
kemungkinan komunikasi tersebut dapat mempengaruhi
sikap komunikan.
3. Pengaruh pada sikap, Komunikasi dikatakan efektif jika
komunikator (pengirim) dapat mempengaruhi sikap
komunikan (penerima), tindakan mempengaruhi sikap
bertujuan agar orang lain memahami ucapan kita dan
menyetujui sesuai dengan yang kita inginkan.
4. Hubungan yang semakin baik, secara keseluruhan,
komunikasi efektif memerlukan suasana psikologis yang
positif dan penuh kepercayaan. Salah satu kegagalan
dalam berkomunikasi adalah adanya gangguan dalam
hubungan insani yang berasal dari kesalahpahaman.
5. Tindakan, Komunikasi yang efektif dapat mendorong
orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan
yang kita inginkan.
B. Komunikasi Massa
1. Karakteristik Komunikasi massa
Komunikasi massa secara sederhana didefinisikan
oleh Bitter sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui
23
media massa.9 Istilah massa menggambarkan orang dalam
jumlah yang besar sedangkan komunikasi mengacu
kepada pemberian dan penerimaan pesan.
DeFleur dan Dennis mengartikan komunikasi
massa sebagai proses komunikasi yang ditandai oleh
penggunaan media bagi komunikatornya untuk
menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan terus menerus
diciptakan makna-makna yang diharapkan dapat
memengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda
melalui berbagai cara.10
Karakteristik komunikasi massa
dapat diidentifikasi sebagai berikut:11
1. Komunikator terlembagakan.
Komunikasi massa melibatkan lembaga,
komunikatornya bergerak dalam organisasi
yang kompleks, bukan kerja perorangan.
2. Pesan komunikasi massa bersifat umum dan
terbuka.
Pesan komunikasi massa tidak dimaksudkan
untuk kebutuhan perorangan atau pribadi.
Pesan komunikasi massa ditujukan untuk
semua orang.
3. Komunikan bersifat anonim dan heterogen.
9 Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2007), hal. 136 10
Dr. Abdul HAlik, S.Sos., M.Si, Komunikasi Massa, (Buku Daras UIN
Alauddin 2013), hal. 6 11
Dr. Abdul HAlik, S.Sos., M.Si, Komunikasi Massa, hal. 10-11
24
Anonim berarti pengirim dan penerima tidak
saling kenal. Heterogen merujuk pada
kemajemukan khalayak.
4. Media massa menimbulkan keserempakan.
Pesan-pesan media massa diterima dan
dikonsumsi oleh khalayak secara serempak dan
sama.
5. Komunikasi massa lebih mengutamakan isi
(apa yang dikatakan) daripada hubungan (cara
mengatakan).
6. Pola penyampaian pesan komunikasi massa
bersifat cepat dan tidak terkendala waktu
dalam menjangkau khalayak luas,
penyampaian pesan juga bersifat berkala tidak
bersifat permanen.
7. Stimulasi alat indera terbatas.
Stimulasi alat indera bergantung pada jenis
media yang digunakan.
8. Umpan balik (feedback) komunikasi massa
bersifat tertunda (delayed) dan tidak langsung
(indirect).
2. Televisi
Sejak abad ke-19, diskusi mengenai proses
pengiriman secara cepat gambar-gambar melalui
gelombang elektromagnetik sudah dimulai hingga pada
tahun 1884, Paul Nipkow dari Jerman menemukan sebuah
alat yang disebut Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe.
25
Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop
yang kemudian menjadi cikal bakal “televisi” sehingga
pada tahun 1925 televisi menjadi pesawat transmisi dunia.
12
Televisi menjadi medium perkembangan teknologi
komunikasi selanjutnya setelah radio dengan karakter
istimewanya yaitu audio visual. Keistimewaanya tersebut
membuat televisi tampil sebagai media yang relative
sempurna walaupun tentunya ada beberapa kelebihan
yang terdapat pada media cetak tidak terdapat pada media
televisi.
Televisi telah mampu menampilkan
keunggulannya dan karakteristiknya yang khas.
Keunggulan televisi sebagai media audio visual terletak
pada daya persuasinya yang sangat tinggi, karena
khalayak dapat melihat gambar hidup dan suara. Televisi
memiliki keceparan dan daya aktualitas yang tinggi
dengan daya persuasi yang tinggi pula. Televisi juga dapat
mengembangkan topik yang disajikan oleh media cetak
(surat kabar dan majalah). Saat ini, televisi bahkan dapat
dinikmati melalui telepon genggam. Televisi juga
memiliki daya jangkau yang luas dalam menyebarluaskan
pesan secara cepat dengan segala dampaknya dalam
kehidupan individu dan masyarakat. 13
12
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, (Analisis Interaktif Budaya Massa),
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal. 132 13
Prof. Dr. Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2011), hal 191
26
Sebagai salah satu bentuk media massa, televisi
berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial,
dan penghubung wilayah secara geografis. Isi pesan
tayangan program televisi bisa diinterpretasikan berbeda-
beda sesuai dengan visi pemirsa sehingga dampak yang
ditimbulkan pun dapat beraneka ragam. Jadi, efektif atau
tidaknya isi pesan acara televisi bergantung pada tingkat
pemahaman pemirsa terhadap isi pesan acara televisi
berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi, situasi dan
kondisi pemirsa saat menonton televisi serta lingkungan
sosialnya.14
2.1. Tayangan Program Debat Capres dan Cawapres
2019
Program adalah segala hal yang ditampilkan
stasiun penyiaran unutk memenuhi kebutuhan
audiencenya.15
Tayangan program debat capres dan cawapres
2019 diselenggarakan demi memenuhi konstitusional
pada UU No. 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum
presiden dan wakil presiden.16
14
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa (Analisis Interaktif Budaya Massa),
hal. 39 15
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2004),
hal. 200 16
nasional.sindonews.com, KPU Gelar Debat Pilpres 2019 dalam 5Puteran,
diakses pada hari Senin, 09 September 2019 pukul 00.34 WIB
27
Program debat capres dan cawapres 2019 akan
digelar sebanyak lima kali dengan lima tema berbeda,
diantaranya adalah: 17
3. Debat Pertama : Hukum, HAM, Korupsi, dan
Terorisme.
4. Debat Kedua : Energi, Pangan, Infrastruktur,
Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup.
5. Debat Ketiga : Pendidikan, Kesehatan,
Ketenagakerjaan, Sosial, dan Budaya.
6. Debat Keempat : Ideologi, Pemerintahan,
Keamanan, serta Hubungan Internasional.
7. Debat Kelima : Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial,
Keuangan, Investasi, serta Industri.
C. Bahasa Isyarat Sebagai Bahasa Kaum Tuli
Bahasa isyarat menurut KBBI yaitu bahasa yang
tidak menggunakan bunyi ucapan manusai atau tulisan
dalam sistem perlambangannya, bahasa yang
menggunakan isyarat (gerakan tangan, kepala, badan,
dsb), khusus diciptakan untuk tunarungu, tunawicara,
tunanetra, dsb.
Menurut Clark, Bahasa Isyarat adalah kaedah
komunikasi yang menggunakan simbol-simbol tanpa
menggunakan suara atau dikenal sebagai „non-verbal
communication’. Menurut Larry A. Samovar dan Richard
17
www.kompas.com, Jadwal Debat Pilpres 2019 dari tanggal hingga tema,
diakses pada hari senin, 09 September 2019 pukul. 00.16 WIB
28
E. Porter, komunikasi non verbal mencangkup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu
setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan
penggunaan lingkungan oleh individu yang memiliki nilai
pesan potensial bagi pengirim atau penerima mencangkup
perilaku ynag disengaja ataupun tidak disengaja.18
Simbol-simbol yang digunakan boleh merupakan
pergerakan tangan dan anggota badan yang lain, mimik
muka, gambar, simbol-simbol atau isyarat yang
mempunyai makna tertentu dan boleh dipahami oleh
kedua belah pihak yaitu penutur dan penerima.
Munculnya tanda dan isyarat sebagai alat
komunikasi berasal dari penyempurnaan penggunaan
suara (geraman, tangisan, dan jeritan) sebagai alat
komunikasi pada generasi sebelumnya. Penggunaan tanda
dan isyarat itu tidak berarti bahwa manusia pada zaman
tersebut tidak dapat berkomunikasi. Gerak isyarat dan
tanda itu dalam komunikasi dikenal dengan komunikasi
nonverbal. Hal ini tetap bisa dikatakan berkomunikasi
meskipun dengan “bahasa” dan kemampuannya sendiri.
Ringkasnya, mereka mengadakan komunikasi dengan
sederhana sekali. Sistem tanda dengan menggunakan
tangan dan jari-jari seperti yang biasa digunakan oleh
orang tuli ketika berbicara, cukup sebagai peganti bahasa
percakapan. Jadi, sistem tanda dan sinyal terbatas pada
18
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), cet. Ke-13, hal. 343
29
isyarat dan tanda seperti yang bisa dilihat pada orang
tuli.19
Bahasa isyarat menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan teman-teman tuli, di Indonesia
sendiri terdapat dua bahasa isyarat yang digunakan oleh
teman tuli dalam kehidupan sehari-hari.
1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) merupakan
salah satu media yang membantu berjalannya komunikasi
sesame teman tuli di dalam masyarakat yang lebih luas.
Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang
seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak yang
melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat pokok
ialah isyarat yang melambangkan sebuah kata atau
konsep.20
SIBI dibangun dengan mengadopsi dari bahasa
isyarat American Sign Language (ASL) yang dimiliki
Negara Amerika. SIBI diciptakan dengan berbagai alasan,
diantaranya untuk mempresentasikan bahasa Indonesia
pada tangan, untuk mengajarkan bahasa Indonesia sesuai
dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).21
SIBI merupakan
bahasa isyarat legal yang dikeluarkan oleh pemerintah
serta dibuat oleh orang yang dapat mendengar. SIBI biasa
19
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2007), hal. 42-44 20
Kamus Isyarat Bahasa Indonesia 21
Muhammad Adityo, Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) atau Bahasa
Isyarat Indonesia (BISINDO)?, (https://www.youngontop.com), diunduh pada
tanggal 25 Maret 2019
30
digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah
khusus atau SLB.
2. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)
Bahasa Isyarat Indonesia atau BISINDO
merupakan bahasa bagi ornag tuli yang terbentuk melalui
pengaruh hasil dari kebiasaan, nilai, dan budaya setempat.
Maka, dalam BISINDO juga terdapat b keragaman isyarta
di tiap daerah. Gerakan isyarat pada BISINDO lebih
spesifik dan langsung merujuk pada hal yang ingin
disampaikan. BISINDO dapat disebut juga sebagai bahasa
ibu bagi komunitas tuli.22
3. Interpreter Bahasa Isyarat
Interpreter atau Penerjemah bahasa isyarat
merupakan orang yang bertugas menerjemahkan bahasa
lisan kedalam bentuk isyarat baik berupa gerakan tangan,
mimik wajah, ataupun gerakan tubuh lainnya yang
ditujukan kepada teman Tuli. Interpreter bahasa isyarat
belakangan ini sering kali dijumpai di berbagai program
televisi khususnya program berita.
Proses menerjemahkan dalam stasiun televisi
dilakukan oleh satu tim yang terdiri atas dua orang
penerjemah bahasa isyarat dan satu orang penasihat
interpreter. Proses dimulai dengan membaca naskah 22
Gilang Gumelar, dkk, Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Budaya Tuli…….,
(Jurnal Penelitian Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran
Bandung).
31
materi berita yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa
isyarat, lalu interpreter mendengarkan naskah melalui
earphone dan speaker audio.23
D. Kerangka Pemikiran
Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi
setiap manusia. Komunikasi menciptakan informasi yang
dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Tujuan komunikasi yang sebenarnya dalam
perspektif islam adalah tidak lebih dari upaya untuk
menyampaikan kabar-kabar tabsyir (gembira) dan Inzar
(peringatan). Sasaran komunikasi islam adalah tetap pada
tetaran memberikan kabar gembira dan ancaman,
mengajak kepada yang ma‟ruf dan mencegah
kemungkaran, memberi peringatan pada yang lalai,
menasehati, dan menegur.24
Selanjutnya, untuk memperkecil terjadinya kesalah
pahaman yang mungkin timbul dalam berkomunikasi,
komunikasi yang efektif diperlukan. Allah dalam surah
Ibrahim ayat 4 secara implisit telah mengajarkan umat
islam cara berkomunikasi yang efektif yaitu dengan
bahasa kaum. Bahasa isyarat merupakan bahasa kaum
Tuli. Oleh karena itu, sebagai pemenuhan hak dan bentuk
23
Nurhikmah Yuliastuti, Translasi Bahasa Isyarat dalam Program Berita di
TVONE dan TVRI, (Jurnal Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). 24
Syukur Kholil, Komunikasi Islami, (Bandung: Cita Pustaka, 2007), hal. 7
32
ikhtiar, KPU sejak tahun 2014 telah menggunakan bahasa
isyarat pada setiap tayangan debat capres dan cawapres
yang diselenggarakannya. Keputusan menyediakan
fasilitas tersebut juga terjadi mengingat jumlah daftar
pemilih tetap dengan kebutuhan khusus Tuna Rungu
cukup besar.
Komunikasi yang efektif sejatinya menurut
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dapat terindikasi
melalui 5 aspek, yakni adanya pengertian
(understanding), menimbulkan kesenangan (pleasure),
pengaruh pada sikap (attide influence), hubungan sosial
yang semakin baik (improved relationship), dan tindakan
(action). Penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat
capres dan cawapres 2019 dapat dinyatakan efektif jika
memenuhi syarat pada kelima aspek tersebut.
Pengaruh
Pada Sikap
Menimbulkan
Kesenangan
Adanya
Pengertian Tindakan
Hub. Sosial
Yang
Semakin
Baik
Komunikasi Efektif
33
Tabel 2.1 Kerangka Pemikiran
Penggunaan bahasa isyarat secara kontinyu mulai
digunakan di TV Indonesia pada tahun 2014.
Merupakan Kebijakan dari KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) demi memenuhi hak-hak teman Tuli yang
terdapat pada UUD 1945
Bahasa isyarat juga digunakan pada program TV
debat capres dan cawapres 2019. Bahasa isyarat
yang digunakan merupakan BISINDO.
Kebanyakan teman Tuli mengaku tidak puas atau
kurang memahami bahasa isyarat yang digunakan
pada program TV seperti pada debat capres dan
cawapres 2019, debat pilkada DKI Jakarta, program
berita pada umumnya
Faktor yang mempengaruhi adalah gerakan yang
terlalu cepat, kotak penerjemah bahasa isyarat yang
terlalu kecil, gerak bibir yang tidak jelas, adanya
perbedaan antara BISINDO yang digunakan di TV
dengan BISINDO di daerah masing-masing teman
Tuli, terbatasnya pemahaman kosa kata melalui gerak
isyarat.
Running text dianggap lebih mudah dan tepat untuk
digunakan guna memenuhi hak teman Tuli
mendapatkan informasi.
Program debat capres dan cawapres yang hanya
diselenggarakan 5 tahun sekali diharapkan dapat
menyediakan running text guna komunikasi yang
lebih efektif
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah
dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Jadi, metode
penelitian adalah cara sistematis untuk menyusun ilmu
pengetahuan. Sedangkan teknik penelitian adalah cara untuk
melaksanakan metode penelitian.1 Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan paradigm pisitivis. Adapun metode
yang digunakan adalah metoder survey deskriptif.
Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada
populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah
data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut.2 Metode
deskriptif (descriptive research) sendiri dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
kenyataan sosial dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.3 Pada penelitian
ini, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menguraikan dan
menggambarkan seberapa jauh efektivitas penggunaan bahasa
isyarat pada debat capres dan cawapres 2019 bagi komunitas
Gerakan Kejehteraan Tuna Rungu Indonesia Kota Bogor dengan
1 Prof.Dr. Suryana, M.si, Metodologi Penelitian:Model Praktis Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010),
hal. 20 2 Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, 2006. hal. 49
3 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Press,
2003), hal. 20
35
cara mengumpulkan informasi dari responden terkait dengan
menggunakan angket.
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.4
Jadi, populasi dapat berupa apapun bukan hanya orang
tetapi benda-benda alam yang lain. Adapun populasi
yang dimaksud pada penelitian ini merupakan anggota
dari Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia
Kota Bogor yang telah berusia di atas tujuh belas
tahun yang berjumlah 100 anggota.
2. Sampel
Sampel adalah sejumlah individu yang diambil
dari populasi yang mewakilinya.5 Pada penelitian ini,
dalam menentukan besaran sampel didasarkan pada
pendapat Dr. Suharsimi Arikunto, yaitu apabila
populasi penelitian berjumlah lebih dari 100 maka
sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hal. 80 5 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 70
36
lebih tergantung setidak-tidaknya kemampuan peneliti
dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana6
Namun karena keterbatasan komunikasi dan waktu
antara peneliti dan responden anggota komunitas
GERKATIN Kota Bogor, maka peneliti menentukan
sampel penelitian sebesar 20% dari jumlah populasi
yaitu 20 responden.
Sedangkan, teknik sampling yang digunakan
peneliti adalah teknik purposive sampling. Teknik ini
menggunakan kriteria-kriteria tertentu yang telah
ditentukan oleh peneliti sesuai dengan tujuan
penelitian. Adapun kriteria tersebut yaitu:
a. Responden merupakan penyandang tunarungu
ataupun orang yang paham bahasa isyarat.
b. Responden minimal berusia 17 tahun dan telah
memiliki hak suara.
c. Responden menonton tayangan program TV
debat capres dan cawapres.
d. Responden memahami SIBI dan BISINDO
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
hingga November 2019 dan mengambil tempat di Dewan
Perwakilan Cabang (DPC) Gerakan Kesejahteraan
TunaRungu Indonesia (GERKATIN) Kota Bogor.
6 M. Rifangi, Metode Riset Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Andi Ofset,
1990), hal. 85
37
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dihimpun secara
langsung dari sumbernya atau objek penelitian
perorangan, kelompok dan organisasi yang diolah
sendiri untuk kemudian dimanfaatkan.7 Semua data ini
merupakan data mentah yang akan diproses untuk
tujuan-tujuan tertentu sesuaidengan kebutuhannya.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara survei dengan menggunakan kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang
diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara untuk dimanfaatkan dalam suatu penelitian.8
Adapun data sekunder dalam penelitian ini antara lain
adalah data yang diperoleh dari pencarian di internet,
Buku-buku terkait, artikel-artikel, serta studi
kepustakaan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini digunakan beberapa cara sebagai berikut:
a. Kuisioner (angket)
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, hal. 29.
8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, hal. 138.
38
Kuisioner atau angket adalah daftar pertanyaan
yang didistribusikan melalui pos untuk diisi dan
dikembalikan atau dapat juga dijawab di bawah
pengawasan peneliti.9 Metode kuisioner digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam
arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia
ketahui.10
Jenis angket yang digunakan dalam
penelitian ini adalah angket tertutup, dimana angket
ini terdiri dari pertanyaan atau pernyataan dengan
sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan. Peneliti
menggunakan angket sebagai teknik pengambilan data
karena dirasa lebih mempermudah peneliti dalam
mendapatkan informasi dari responden.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen
untuk mendapatkan data atau informasi yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada
penelitian ini, dokumen diperoleh dari buku, arsip,
jurnal, ataupun internet.
9 Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hal. 128 10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT. RIneka Cipta, 1998), hal.136
39
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul
data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati.11
Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini berupa angket atau
kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti.
1. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi
mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan
karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat
diamati.12
Berdasarkan judul penelitian, penelitian ini
dimaksudkan untuk menguraikan dan menggambarkan
seberapa jauh efektivitas penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019. Maka,
untuk mengukur efektivitas tersebut, peneliti
menggunakan teori komunikasi efektif yang
dikemukakan oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss.
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, hal. 92. 12
Azwar Saifudin, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010),
hal. 74
40
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO.
ITEM
EFEKTIVITAS
PENGGUNAAN
BAHASA
ISYARAT
Adanya
Pengertian
1.khalayak
teman Tuli
dapat
mempercayai
gerakan,
informasi yang
disampaikan.
2.Khalayak
teman Tuli
paham dengan
isi tayangan
melalui
gerakan isyarat
sesuai dengan
yang dipahami
oleh orang
dengar.
3.Khalayak
teman Tuli
mendapatkan
informasi baru.
(1,2,
dan
5)
(3,
dan
4)
(6)
41
Menimbul
kan
Kesenang
an
1.Gerakan
bahasa isyarat
membantu
teman Tuli
2.Khalayak
teman Tuli
tertarik dengan
tayangan debat
capres dan
cawapres 2019.
3.Khalayak
teman Tuli
merasakan
emosi
(9)
(7)
(8)
Pengaruh
Pada
Sikap
1.Khalayak
teman Tuli
mencari
informasi
tambahan
2.Perubahan
sikap positif
yang terlihat
pada khalayak
(10)
42
teman Tuli. (11,
dan
12)
Hubungan
Sosial
yang
Semakin
Baik
1.Diskusi
antara
khalayak
Teman Tuli
dan
lingkungannya.
2. Penggunaan
media sosial
untuk berbagi
informasi
(13,
dan
14)
(15,
dan
16)
Tindakan
1.Melihat
tayangan debat
dengan
pembahasan
lainnya.
2.Tindakan
yang tercipta
didasari
informasi pada
tayangan
debat.
(17)
(18,
19,da
n 20)
43
2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
a. Uji Validitas
Peneliti melakukan uji validitas isi (content
validity) dengan meminta pendapat ahli (expert
judgement) untuk melihat kesesuaian antara item-
item pernyataan dengan konsep dan tujuan
penelitian. Pada penelitian ini, peneliti meminta
kesediaan dosen ahli komunikasi khususnya bidang
psikologi komunikasi Dr. Yopi Kusmiati, S. Sos. I.,
M.Si untuk menilai sejauh mana intrumen penelitian
yang telah peneliti buat dapat mengungkap tujuan
penelitian, apakah instrument-instrumen tersebut
sudah cukup kuat atau harus ada perbaikan. Hasil
dari expert judgement mengungkapkan bahwa
instrumen penelitian dapat digunakan dengan
beberapa revisi.
Setelah melakukan uji validitas isi, peneliti
melakukan uji coba instrumen bukan pada sampel
penelitian sesuai dengan pendapat Sugiyono yang
menyatakan “untuk menguji validitas butir-butir
instrumen lebih lanjut, setelah dikonsultasikan
dengan ahli, maka selanjutnya diujicobakan, dan
dianalisis dengan analisis item atau uji beda”. Uji
coba instrumen pada penelitian ini, peneliti
44
menggunakan rumus korelasi product moment
pearson,13
yaitu:
rxy = ( ) ( )( )
√* ( ) +* ( )+
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi product moment
pearson
n : Jumlah Responden
x : Skor item
y : Skor total angket
Butir atau item akan dinyatakan valid jika
rxy > r tabel. Uji coba instrumen dilakukan pada
30 responden, maka skor tabel yang didapat yaitu
df = n-2 dengan taraf signifikasi 5% adalah
0.361.14
Adapun hasil yang didapat setelah
melakukan uji coba instrumen sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, hal. 183 14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D.
Item
Pernyataan rxy r tabel Keputusan
P1 0.78 0.361 Valid
P2 0.60 0.361 Valid
45
P3 0.54 0.361 Valid
P4 0.28 0.361 Tidak
Valid
P5 0.52 0.361 Valid
P6 0.83 0.361 Valid
P7 0.71 0.361 Valid
P8 0.25 0.361 Tidak
Valid
P9 0.67 0.361 Valid
P10 0.65 0.361 Valid
P11 0.69 0.361 Valid
P12 0.74 0.361 Valid
P13 0.64 0.361 Valid
P14 0.67 0.361 Valid
P15 0.77 0.361 Valid
P16 0.56 0.361 Valid
P17 0.63 0.361 Valid
P18 0.57 0.361 Valid
P19 0.74 0.361 Valid
P20 0.70 0.361 Valid
P21 0.74 0.361 Valid
46
Berdasar pada tabel tersebut, dapat dilihat
jika ada dua butir pernyataan yaitu pernyataan
nomor 4 (r = 0.28) dan 8 (r = 0.25) yang
dinyatakan tidak valid (karena rxy < r tabel).
Kemudian, karena pernyataan nomor 4 merupakan
pernyataan penting yang tidak dapat di dukung
oleh pernyataan lainnya maka, penulis melakukan
revisi secara kualitatif dan mempertahankan
pernyataan nomor 4. Selanjutnya, penulis
melakukan eliminasi pada pernyataan nomor 8.
b. Uji Reliabilitas
Realibitas diterjemahkan dari kata reliability.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana suatu hasil pengukuran realitf konsisten
apabila alat ukur digunakan berulang kali.15
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi
maksudnya adalah pengukuran yang dapat
menghasilkan data yang reliabel.16
Uji reliabilitas
pada penelitian ini menggunakan analisis Alpha
Cronbach sebagai berikut”
15
Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: PT. Kencana
Perdana), hal. 143 16
Azwar Saifudin, Penyusunan Skala Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hal.173
𝛼 𝑘
𝑘 1 ,1-
𝜎𝑏
𝜎𝑡 -
47
Dimana;
Keterangan:
α = Reliabilitas instrument
k = Banyaknya butir pernyataan atau
banyaknya soal
n = Jumlah responden
∑ = Jumlah varians butir
∑ = Varians total.
Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel
apabila nilai alpha cronbach (α) > 0.6.17
Tabel 3.3
Hasil Uji Reliabilitas
17
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif : dilengkapi dengan…,
(Jakarta: Kencana Prenamedia Grup, 2013), hal. 57
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.923 21
𝜎 𝑥 −
( 𝑥)
𝑛𝑛
48
Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa dari
uji coba ini, instrumen kuesioner pada penelitian ini
dikatakan reliabel.
F. Teknik Pengolahan Data
1. Skoring
Penelitian ini menggunakan tipe skala likert yang
bertujuan untuk mengukur sikap seseorang tentang suatu
objek sikap. Skala Likert disebut juga method of
summated ratings, yang berarti nilai peringkat setiap
jawaban atau tanggapan itu dijumlahkan sehingga
mencapai nilai total.18
Pada penelitian ini digunakan lima kategori
jawaban yang selanjutnya kategori-kategori tersebut
diberikan masing-masing skor, sebagai berikut:
1. Sangat Setuju (SS) mendapat skor 5
2. Setuju (S) mendapat skor 4
3. Netral (N) mendapat skor 3
4. Tidak Setuju (TS) mendapat skor 2
18
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal. 196
49
5. Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1
2. Menghitung Skor Rata-rata
Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa data.
Mean diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh nilai
dari data yang didapatkan lalu membaginya dengan
banyaknya data. Menghitung mean diperlukan untuk
mengetahui skor rata-rata sikap, pendapat, dan persepsi
dari responden teman tuli tehadap penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019.
Adapun rumus mean yang digunakan untuk data
berkelompok, yaitu:
Keterangan:
= Rata-rata
xi = jumlah tiap data
N = Jumlah seluruh frekuensi
3. Analisis Tabulasi Sederhana
Pada analisis tabulasi sederhana, data yang
diperoleh kemudian dioleh ke dalam bentuk presentase
dengan rumus:
50
P =
Keterangan :
P = Angka Presentase
F = Frekuensi yang tengah dicari presentasenya
N = Total frekuensi
4. Rentang Skala
Data yang telah didistribusika kemudian
dijumlahkan dan dimasukkan ke dalam rentang skala dan
ditentukan daerah skala peringkatnya. Rentang skala
berfungsi untuk mengetahui hasil data angket secara
keseluruhan. Selanjutnya,Rentang skala dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
( − )
Keterangan :
RS = Rentang Skala
N = Jumlah Sampel
m = Jumlah Alternatif Jawaban
Adapun pada penelitian ini didapatkan rentang
skala sebagai berikut:
51
( − )
Kemudian, nilai untuk skor awal pada rentang
skala dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
Skala terendah = skor terendah x jumlah sampel (n)
= 1 x 20
= 20
Skala tertinggi = skor tertinggi x jumlah sampel (n)
= 5 x 20
= 100
Sehingga, posisi keputusannya menjadi seperti
berikut:
STE TE CE E SE
20 36 52 68 84 100
52
Jika dikonversikan ke dalam bentuk tabel, posisi
rentang skala akan terlihat seperti di bawah ini :
Tabel 3.4
Rentang Skala
Skor Skala Status
20-35 Sangat Tidak Efektif (STE)
36-51 Tidak Efektif (TE)
52-67 Cukup Efektif (CE)
68-83 Efektif (E)
84-100 Sangat Efektif (SE)
53
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Penelitian
Penggunaan bahasa isyarat pada televisi di Indonesia telah
digunakan sejak tahun 1994 oleh stasiun Televisi Republik
Indonesia atau TVRI. Namun, sempat terhenti akibat beberapa
kendala seperti dianggap tidak efektif, dianggap mengganggu
tayangan, mahalnya biaya produksi dan sebagainya. Setelah
melakukan perubahan dan tuntutan undang-undang, Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), serta organisasi dan komunitas Tuli,
saat ini bahasa isyarat sering kali kita lihat di beberapa program
berita televisi.
Alasan utama mengapa televisi melulu dituntut untuk
dapat memiliki kebijakan yang adil bagi seluruh warga Indonesia
adalah karena televisi selalu dianggap sebagai media komunikasi
yang cukup efektif dan efisien dalam menyebarkan informasi,
karena hal tersebut pula penyebaran utama informasi terkait
pemilu capres dan cawapres 2019 dilakukan melalui televisi.
Selanjutnya, untuk menjawab dan memenuhi isi pasal
Undang-Undang No.8 Tahun 2016 Pasal 123 dan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 39 ayat (3), Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menyediakan fasilitas berupa kolom kecil yang di
dalamnya terdapat penerjemah bahasa isyarat pada sudut kanan
bawah tayangan.
54
Gambar 4.1 Tampilan kolom penerjemah bahasa isyarat
Pada pemilu 2014, KPU memang telah menyediakan
fasilitas tersebut, namun beberapa keluhan masih saja dilontarkan
oleh teman-teman Tuli baik secara individu ataupun melalui
komunitas.
Gambar 4.2 Tampilan penerjemah bahasa isyarat
Salah satu komunitas Tuli yang cukup aktif dalam
memperjuangkan hak mereka adalah Komunitas Gerakan
Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) Kota Bogor.
55
Gambar 4.3 Komunitas Gerkatin Kota Bogor
menyampaikan aspirasi terkait proses Pilkada kepada pemerintah
Bogor
Gerkatin Bogor merupakan anggota cabang dari Gerkatin
pusat. Sejauh ini, terdapat 276 gerkatin tingkat kota atau
kabupaten. Gerkatin Kota Bogor menjadi satu dari banyak
komunitas Tuli yang aktif melakukan berbagai kegiatan dari yang
khusus untuk anggota komunitas maupun terbuka untuk umum.
Gambar 4.4 Komunitas Gerkatin Kota Bogor mengikuti
sosialisasi Pemilu yang diselenggarakan oleh KPU
Walaupun, sudah terdapat beberapa perubahan dan
semakin berkembangnya teknologi saat ini, tingkat efektivitas
penggunaan bahasa isyarat dalam tayangan debat capres dan
56
cawapres 2019 dapat diteliti melalui konsep komunikasi efektif
milik Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (2005). Komunikasi
efektif yang dikemukakan oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia
Moss meliputi 5 aspek, yaitu : adanya pengertian
(understanding), menimbulkan kesenangan (pleasure), pengaruh
pada sikap (attide influence), hubungan sosial yang semakin baik
(improved relationship), dan tindakan (action).
Maka, efektivitas penggunaan bahasa isyarat pada
tayangan debat capres dan cawapres 2019 bagi Komunitas
Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia Kota Bogor dapat
dilihat berdasarkan 5 aspek komunikasi efektif tersebut.
Selanjutnya, didapat hasil penelitian sebagai berikut :
1. Adanya Pengertian
Komunikasi yang efektif akan terwujud jika komunikan
mengerti apa yang dimaksud oleh komunikator. Bahasa isyarat
merupakan salah satu cara berkomunikasi. Penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 akan
berjalan efektif jika setidaknya dapat membuat khalayak teman
Tuli memahami apa yang disampaikan tayangan tersebut .
57
Tabel 4.1
Skor Rata-Rata Dimensi Adanya Pengertian1
Skor Rata-rata ( ) Persentase (%)
76.33 76.33
Tabel 4.2
Analisis Indikator Pada Dimensi Adanya Pengertian
INDIKATOR ITEM
PERNYATAAN
SKOR
TOTAL
FREK
UENSI
(N =
458)
PRES
ENTA
SE
(%)
Khalayak
teman Tuli
dapat
mempercayai
gerakan,
informasi
yang
disampaikan.
Saya
mempercayai
informasi yang
disampaikan
melalui gerakan
isyarat pada
tayangan debat
capres dan
cawapres 2019.
84
238 51.96
Gerakan tubuh
Interpreter
bahasa isyarat
saat
menyampaikan
77
1 Semua proses perhitungan terdapat pada lampiran
58
informasi benar
seperti yang saya
tahu.
Saya sulit
memahami
makna dari
gerakan yang
disampaikan
interpreter
bahasa isyarat
67
Khalayak
teman Tuli
paham dengan
isi tayangan
melalui
gerakan
isyarat sesuai
dengan yang
dipahami oleh
orang dengar.
Pada tayangan
tersebut,
Pasangan calon
no. 01
mengatakan
bahwa
paradigma pada
kaum disabilitas
telah berubah,
dari
kedermawanan
menjadi
pemenuhan hak-
hak
77
153 33.41
Pada tayangan
tersebut adalah
benar jika
pasangan calon
no. 02
menyatakan jika
kesetaraan untuk
kaum disabilitas
bukan hanya
76
59
terkait
infrastuktur atau
kesehatan,
namun
bagaimana bisa
bekerja layaknya
masyarakat pada
umumnya.
Khalayak
teman Tuli
mendapatkan
informasi
baru.
Saya
mendapatkan
infomasi baru
setelah melihat
tayangan ini.
77 67 14.63
Total 458 100
Pada tabel 4.1 dapat dilihat skor rata-rata dimensi adanya
pengertian responden teman tuli terhadap penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 yaitu
sebesar 76.33 (76.33%) dari skor tertinggi 100 point. Hal ini
menunjukan aspek adanya pengertian termasuk pada rentang
skala efektif.
Kemudian pada tabel 4.2 terungkap bahwa penggunaan
bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019
telah mengandung salah satu unsur komunikasi efektif yaitu
adanya pengertian sebesar 74.28% dengan indikator tertinggi
berasal dari kepercayaan teman Tuli terhadap gerakan dan
informasi yang disampaikan sebesar 51.96%. Kemudian
sebanyak 33.41% untuk pemahaman teman Tuli terhadap isi
60
tayangan sesuai dengan yang dipahami orang dengar serta
sebanyak 14.63% untuk teman Tuli merasa mendapatkan
informasi baru.
2. Menimbulkan Kesenangan
Tabel 4.3
Skor Rata-Rata Dimensi Menimbulkan Kesenangan
Skor Rata-rata ( ) Persentase (%)
77.67 77.67
Menimbulkan kesenangan yang dimaksud dalam
komunikasi efektif Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss berarti
komunikasi tidak hanya bersifat informatif saja tetapi juga dapat
membuat komunikator ataupun komunikan merasa senang dan
terhibur. Semakin besar teman Tuli merasa senang maka akan
semakin besar pula pengaruhnya pada sikap. Tabel 4.3
menjelaskan bahwa penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 dapat menimbulkan perasaan
senang dengan skor rata-rata 77.67 (77.67%) dan penulis
kategorisasikan pada rentang skala efektif.
Tabel 4.4
Analisis Indikator Dimensi Menimbulkan Kesenangan
INDIKATOR ITEM
PERNYATAN
SKOR
TOTAL
FREK
UENSI
N =
233
PRESENT
ASE
(%)
61
Gerakan
bahasa isyarat
membantu
teman Tuli
Saya merasa
terbantu
dengan adanya
bahasa isyarat
pada tayangan
debat capres
dan cawapres
2019.
74 74 31.76
Khalayak
teman Tuli
tertarik
dengan
tayangan
debat capres
dan cawapres
2019.
Menurut saya,
gerakan tubuh
yang
digunakan
mudah untuk
dipahami
78 78 33.48
Khalayak
teman Tuli
merasakan
emosi
Saya suka
dengan warna
pada kotak
yang
menampilkan
interpreter
bahasa isyarat.
81 81 34.76
Total 299 100
Pada tabel tersebut dapat kita lihat faktor-faktor apa saja
yang menimbulkan kesenangan bagi teman Tuli ketika melihat
penggunaan bahasa isyarat dalam tayangan debat capres dan
cawapres 2019. Faktor terbesar berasal dari teman Tuli yang
merasakan emosi selama melihat tayangan debat capres dan
cawapres 2019 menggunakan bahasa isyarat sebanyak 34.76%.
kemudian sebanyak 33.48% faktor didasari oleh rasa tertarik
62
teman Tuli dengan tayangan debat capres dan cawapres 2019, dan
faktor terakhir sebesar 31.76% yakni pendapat teman Tuli yang
mengakui bahwa penggunaan gerakan bahasa isyarat telah
membantu.
3. Pengaruh Pada Sikap
Sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, tayangan
debat capres dan cawapres 2019 juga memiliki sifat memersuasi
audience nya, untuk itu perlu diketahui sampai sejauh mana
penggunaan bahasa isyarat dapat memengaruhi sikap khalayak
teman Tuli. Hasil penelitian terhadap responden terlihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.5
Skor Rata-Rata Dimensi Pengaruh Pada Sikap
Tabel 4.6
Analisis Indikator Dimensi Pengaruh Pada Sikap
INDIKATOR ITEM
PERNYATAAN
SKOR
TOTAL
FREKU
ENSI
PRESEN
TASE
(%)
Skor Rata-rata ( ) Persentase (%)
76.33 76.33
63
N = 229
Khalayak
teman Tuli
mencari
informasi
tambahan
Setelah melihat
tayangan ini,
saya mencari
informasi
tambahan
lainnya terkait
capres dan
cawapres 2019
79 79 34.50
Perubahan
sikap positif
yang terlihat
pada khalayak
teman Tuli.
Saya merasa
termotivasi
untuk melihat
tayangan debat
capres dan
cawapres 2019
dengan
pembahasan
(tema) yang
berbeda
73
150 65.50
Saya mengajak
teman tuli saya
lainnya untuk
ikut melihat
tayangan debat
capres dan
cawapres 2019 77
Total 229 100
Berdasarkan dua tabel di atas, penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 telah berhasil
64
memersuasi khalayak teman Tuli dengan skor rata-rata 76.33 dan
persentase sebesar 76.33% (Tabel 4.5). Sebanyak 65.50%
pengaruh pada sikap pada responden teman Tuli terlihat
cenderung positif, dan sebanyak 34.50% pengaruh pada sikap
terlihat dengan khalayak teman Tuli mencari tambahan informasi
terkait isi tayangan.
4. Hubungan Sosial Yang Semakin Baik
Komunikasi yang efektif diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan sosial guna menimbulkan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi
sosial, pengendalian dan kekuasaan, dan cinta serta kasih sayang.
Secara umum, pada penelitian ini penggunaan bahasa
isyarat dalam tayangan debat capres dan cawapres 2019 telah
mampu memenuhi kebutuhan sosial yang diperlukan sebanyak
73.75 dengan persentase dari keseluruhan sebesar 73.75% dan
termasuk dalam rentang skala efektif. Hal ini ditandai dengan
teman Tuli yang telah melakukan beberapa cara untuk membuat
hubungan sosial semakin baik setelah melihat tayangan debat
yakni melakukan diskusi sebesar 51.53%, dan penggunaan media
sosial sebagai sarana berbagi informasi sebesar 48.47%. Secara
rinci, dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
65
Tabel 4.7
Skor Rata-Rata Dimensi Hubungan Sosial Yang Semakin
Baik
Skor Rata-rata ( ) Persentase (%)
73.75 73.75
Tabel 4.8
Analisis Indikator Dimensi Hubungan Sosial Yang Semakin
Baik
INDIKATOR ITEM
PERNYATAAN
SKOR
TOTAL
FREK
UENSI
N =295
PRESEN
TASE
(%)
Diskusi antara
khalayak
teman Tuli
dengan
lingkungan-
nya.
Saya melakukan
diskusi terkait isi
tayangan dengan
teman tuli
lainnya.
79
152 51.53 Saya
memberitahu
pendapat saya
terkait capres
dan cawapres
2019 kepada
teman saya.
73
Saya berbagi 72 143 48.47
66
Penggunaan
media sosial
untuk berbagi
informasi
informasi terkait
capres dan
cawapres 2019
melalui media
sosial yang saya
miliki (informasi
bisa berupa
membagikan
atau membuat
postingan, pesan
broadcast, dsb)
saya
memberikan
feedback atau
komentar pada
informasi terkait
capres dan
cawapres 2019.
71
Total 295 100
5. Tindakan
Tindakan nyata merupakan suatu tolak ukur atas
keberhasilan efektivitas komunikasi. Efektivitas penggunaan
bahasa isyarat dalam tayangan debat capres dan cawapres pada
dimensi tindakan dapat disimak dalam tabel berikut ini :
67
Tabel 4.9
Skor Rata-Rata Dimensi Tindakan
Skor Rata-rata ( ) Persentase (%)
67.25 67.25
Tabel tersebut secara jelas mengungkapkan sikap
khalayak teman Tuli untuk melakukan tindakan yang mereka
kehendaki setelah melihat tayangan debat capres dan cawapres
2019 sebesar 67.25 atau 67.25% dan cukup efektif dilihat dari
rentang skala yang telah dibuat.
Khalayak teman Tuli mengakui sebanyak 77.70% bahwa
tindakan yang mereka lakukan didasari informasi pada tayangan
debat, dan sebanyak 22.30% tindakan yang dilakukan adalah
melihat tayangan dengan tema atau pembahasan yang berbeda
lainnya.
Tabel 4.10
Analisis Indikator Dimensi Tindakan
INDIKATOR ITEM
PERNYATAAN
SKOR
TOTAL
FREK
UENSI
N =
269
PRESE
NTASE
(%)
Melihat tayangan
debat dengan
Saya tidak
melihat tayangan 60 60 22.30
68
pembahasan
lainnya.
debat capres dan
cawapres 2019
dengan tema
pembahasan
(tema) lainnya.
Tindakan yang
tercipta didasari
informasi pada
tayangan debat.
Saya
memantapkan
pilihan saya
berkat informasi
dari tayangan
debat yang saya
lihat.
71
209 77.70
Pilihan saya
dalam pemilu
didasari oleh
informasi yang
saya dapat pada
tayangan debat
capres dan
cawapres 2019.
71
Saya memilih
bersikap apatis
setelah melihat
tayangan debat
capres dan
cawapres
67
Total 269 100
69
B. Pembahasan Efektivitas Penggunaan Bahasa Isyarat Pada
Tayangan Debat Capres dan Cawapres 2019 bagi Komunitas
GERKATIN Kota Bogor
Penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres
dan cawapres 2019 merupakan gagasan lanjutan dari pemenuhan
hak-hak teman-teman Tuli yang dimuat di beberapa undang-
undang yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya.
Penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 dapat dilihat di sudut kanan bawah berupa sebuah
kolom kecil berwarna biru dengan seorang penerjemah di
dalamnya.
Efektivitas Penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 adalah upaya untuk melihat
sampai sejauh mana keefektifan dari digunakannya bahasa isyarat
pada tayangan yang diharapkan dapat setidaknya membantu
teman Tuli yang telah memiliki hak suara dalam menentukan
pilihannya dalam pemilu 2019.
Pada penelitian ini, penulis rasa adalah hal yang tepat
menggunakan konsep komunikasi efektif yang dikemukakan oleh
Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss. Komunikasi yang efektif
memiliki lima aspek, yakni:
1. Adanya Pengertian (understanding)
2. Menimbulkan Kesenangan (Pleasure)
3. Pengaruh Pada Sikap (attitude influence)
70
4. Hubungan Sosial yang Semakin Baik (improved
relationship),
5. Tindakan (action).
Pada aspek adanya pengertian, sebagai tahap dasar dari
komunikasi, informasi yang disampaikan melalui penggunaan
bahasa isyarat berdasarkan hasil penelitian dapat dimengerti oleh
khalayak teman Tuli dan termasuk dalam kategori efektif. Hal ini
ditunjukan dengan tingginya skor kepercayaan khalayak Tuli
pada informasi yang disampaikan melalui gerakan isyarat.
Hasil tersebut menunjukan bahwa penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 yang
diperuntukan untuk khalayak Tuli dirasa tepat. Khalayak Tuli
dapat mengerti sesuai yang dimaksud isi tayangan tersebut
dengan berbagai stimulus yang diterapkan. Hasil penelitian
mengungkapkan sejak awal, khalayak Tuli telah mempercayai
informasi yang akan disampaikan melalui gerakan isyarat dengan
skor total 84. Namun kemudian, khalayak Tuli merasa sulit untuk
memahami makna dari gerakan yang diperagakan penerjemah
bahasa isyarat terbukti dengan skor total hanya sebesar 67.
Sulitnya memahami makna disebabkan beberapa faktor seperti
kecilnya kolom yang disediakan, sehingga sulit untuk melihat
dengan jelas gerakan cepat dari penerjemah bahasa isyarat. Maka
dari itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan pada tampilan
khusus penerjemah bahasa isyarat. Walau begitu, khalayak Tuli
71
tetap merasa mendapatkan informasi baru melalui tayangan
tersebut.
Selanjutnya, dalam aspek menimbulkan kesenangan.
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan bahasa isyarat pada
tayangan debat capres dan cawapres 2019 telah menimbulkan
kesenangan pada diri khalayak Tuli dan tergolong efektif dengan
skor 77.67.
Meski menjadi skor terendah pada aspek ini, penelitian
juga mengungkapkan fakta bahwa khalayak Tuli merasa terbantu
dengan digunakannya bahasa isyarat pada tayangan debat capres
dan cawapres 2019 dengan skor total 74. Selanjutnya, indikator
yang menimbulkan kesenangan bagi khalayak Tuli Komunitas
Gerkatin Kota Bogor saat melihat penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 adalah karena
warna kotak yang menampilkan penerjemah bahasa isyarat
dianggap sudah baik. Kemudian, hasil penelitian juga
mengungkapkan bahwa walau pada aspek pengertian, khalayak
Tuli merasa sulit memahami makna pada gerakan bahasa isyarat
yang digunakan tetapi pasa aspek menimbulkan kesenangan,
khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota Bogor merasa gerakan
tubuh bahasa isyarat terlihat mudah untuk dimengerti.
Semakin tinggi nilai suka atau senang khalayak Tuli pada
penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya pada
sikap. Berdasarkan penelitian, sikap khalayak Tuli telah
72
terpengaruh selama melihat tayangan tersebut dengan skor yang
cukup tinggi yakni sebesar 76.33 dan tergolong efektif.
Penggunaan bahasa isyarat dalam tayangan debat berhasil
mempengaruhi sikap khalayak Tuli menjadi cenderung positif.
Hal ini terlihat dari sikap khalayak Tuli yang dengan senang hati
mengajak teman lainnya untuk ikut menyaksikan atau
merekomenndasikan tayangan debat capres dan cawapres dan
merasa termotivasi untuk melihat tayangan debat capres dan
cawapres dengan pembahasan (tema) yang berbeda dari tema
tayangan yang dimaksud pada penelitian ini. Kemudian,
penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 pun terbukti dapat memengaruhi sikap khalayak
Tuli dilihat dari skor tinggi sebesar 79 sikap khalayak Tuli yang
mulai mencari informasi tambahan lainnya terkait isi tayangan.
Nilai perubahan sikap tersebut saat ini cukup bagus dengan
terbatas nya fasilitas dan sistem yang dibutuhkan khalayak Tuli
untuk merasakan hal yang sama dengan khalayak yang dapat
mendengar.
Beralih pada aspek selanjutnya yakni hubungan sosial
yang semakin baik. Penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 dapat diukur keefektifan nya
dilihat dari semakin baiknya interaksi hingga kemungkinan
terbangunnya hubungan sosial yang baru antara khalayak Tuli
dengan lingkungan sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian,
khalayak Tuli dianggap telah memiliki hubungan yang lebih baik
dengan lingkungan sosialnya hal ini ditunjukan dengan cukup
73
tingginya skor total indikator penunjang aspek hubungan sosial
yang semakin baik yakni sebesar 73.75 dan masih tergolong
efektif.
Semakin baiknya hubungan antar khalayak Tuli Gerkatin
Kota Bogor dengan lingkungan sosialnya dapat dilihat dari hasil
penelitian yang mengungkapkan adanya diskusi antara khalayak
Tuli dengan teman di lingkungan sosialnya. Kegiatan diskusi
yang dilakukan bukanlah yang serius tetapi merupakan diskusi
ringan seperti menyuarakan pendapat dan saling memberikan
komentar terkait isi tayangan. Kemudian, jika berkaca pada skor
terendah terdapat pada penggunaan media sosial sebagai wadah
berkomunikasi seperti berbagi informasi terkait isi tayangan
melalui pesan broadcast, membuat postingan, dan sebagainya
atau pun memeberikan feedback berupa komentar pada postingan
terkait isi tayangan. Hal tersebut menunjukan jika khalayak Tuli
lebih menyukai dan lebih merasa nyaman pada metode
komunikasi face to face.
Terakhir, pada aspek tindakan. Efeltivitas komunikasi
biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan.
Pada efektivitas penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat
capres dan cawapres 2019, tindakan nyata yang dilakukan
khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota Bogor dinyatakan cukup
efektif dengan skor hanya 67.25.
Hasil penelitian menunjukan, penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 memang dapat
74
meyakinkan khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota Bogor
untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak suara mereka.
Khalayak Tuli mendasari dan menentapkan pilihan mereka
berdasar pada informasi yang tersaji pada isi tayangan. Namun,
sebanyak 67 dari total skor maksimal 100 khalayak Tuli memilih
bersikap apatis setelah melihat isi tayangan.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa walaupun
khalayak Tuli merasa termotivasi untuk melihat tayangan debat
dengan pembahasan (tema) yang berbeda dari yang tema debat
yang digunakan pada penelitian ini seperti yang terungkap pada
aspek pengaruh pada sikap tetapi tindakan untuk melihat
tayangan debat dengan tema berbeda tidak banyak dilakukan oleh
khalayak Tuli. Sebesar 60 dari skor total maksimum 100,
Khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota Bogor memilih untuk
tidak melihat tayangan debat dengan pembahasan (tema) berbeda.
Tabel 4.11
Analisis Efektivitas Penggunaan Bahasa Isyarat pada
Tayangan Debat Capres dan Cawapres bagi Komunitas
GERKATIN Bogor
Konsep Teori Temuan Pembahasan
Adanya Pengertian 1. Skor rata-rata
sebesar 76.33 (dari
100) dengan total
skor 458 point pada
Disini, Teman Tuli
dapat menerima
dengan cermat isi
stimulus yang
75
aspek ini sebagai
berikut:
(a) Mempercayai
informasi yang
disampaikan
melalui gerakan
isyarat total 84
point.
(b) Gerakan tubuh
nterpreter seperti
yang diketahui
teman Tuli
sebanyak 77 point.
(c) Teman Tuli sulit
memahami gerakan
bahasa isyarat yang
ditunjukan sebesar
67 point.
(d) Teman Tuli
paham isi tayangan
sesuai dengan yang
dipahami orang
dengar dengan total
skor rata-rata 77
dimaksudkan oleh
komunikan
(interpreter bahasa
isyarat) dalam
rentang efektif.
Kemudian, adanya
perbedaan
BISINDO (dimana
GERKATIN Bogor
menggunakan
BISINDO daerah
Bogor untuk
komunikasi sehari-
harinya) yang
digunakan tidak
terlalu
mempengaruhi
teman Tuli
GERKATIN Bogor
untuk memahami isi
pesan yang
disampaikan
terbukti dengan
kemampuan teman
Tuli yang dapat
mengerti isi pesan
76
point.
(e) Teman Tuli
mendapatkan
informasi baru
sebesar 77 point.
lebih dari 50%2
sesuai pemahaman
orang dengar
sehingga teman Tuli
GERKATIN Bogor
dapat merasakan
informasi baru.
Menimbulkan
Kesenangan
1. Skor rata-rata
sebesar 77.67 (dari
100) dengan total
skor 233 point pada
aspek ini sebagai
berikut:
(a) Teman Tuli
GERKATIN Bogor
merasa terbantu
dengan adanya
Penerjemah Bahasa
Isyarat sebesar 74
point.
(b) Teman Tuli
merasa tertarik
Kemudian, Bahasa
Isyarat pada
tayangan debat
capres dan cawapres
2019 sukses
menimbulkan
perasaan senang
bagi teman Tuli
GERKATIN Bogor.
Bagi teman Tuli,
gerakan bahasa
isyarat telah
membantu mereka
memahami isi
pesan, teman Tuli
juga menyukai
2 Output didapat dari total skor maksimal 100 point dikurang dengan skor yang
didapat pada point keempat aspek adanya pengertian kemudian dijadikan
bentuk persen.
77
dengan tayangan
debat capres dan
cawapres 2019
sebanyak 78 point.
(c) Teman Tuli
GERKATIN Bogor
menyukai warna
kotak interpreter
Bahasa Isyarat
sebesar 81 point.
warna kotak
penerjemah bahasa
isyarat.
Pengaruh Pada
Sikap
1. Skor rata-rata
sebesar 76.33 (dari
100) dengan total
skor 229 point pada
aspek ini sebagai
berikut: pertama,
teman Tuli
GERKATIN Bogor
mulai mencari
informasi tambahan
terkait isi tayangan
sebesar 79 point.
kedua, gerakan
bahasa isyarat
memengaruhi sikap
Gerakan isyarat
pada tayangan debat
capres dan cawapres
2019 dinilai telah
memengaruhi sikap
teman Tuli
GERKATIN Bogor
kearah positif. Hal-
hal yang telah
disebutkan pada
temuan penelitian
menjelaskan bahwa
BISINDO yang
digunakan pada
program tersebut,
78
teman Tuli untuk
menyaksikan
tayangan debat
dengan berbagai
tema yang berbeda
sebesar 73 point.
ketiga, teman Tuli
GERKATIN Bogor
mengajak serta
teman Tuli lainnya
untuk melihat
tayangan debat
sebesar 77 point.
dan proses translasi
bahasa isyarat yang
digunakan adalah
tepat dan efektif
bagi teman Tuli
GERKATIN Bogor.
Hubungan Sosial
yang Semakin Baik
1. Skor rata-rata
sebesar 73.75 (dari
100) dengan total
skor 295 point pada
aspek ini sebagai
berikut: pertama,
sebanyak 79 point
teman Tuli
GERKATIN Bogor
telah melakukan
diskusi terkait isi
tayangan dengan
teman Tuli lainnya.
Disini, Hubungan
sosial yang semakin
baik tercipta antar
teman Tuli
GERKATIN Bogor.
Melakukan diskusi,
saling bertukar
informasi,
menyuarakan
pendapat dinilai
dapat meningkatkan
hubungan sosial.
Pada temuan
79
kedua, teman Tuli
juga
memberitahukan
pendapat pribadi
mereka sebesar 73
point. ketiga, teman
Tuli kemudian
saling berbagi
informasi terkait isi
tayangan
menggunakan
media sosial mereka
sebesar 72 point.
keempat, teman
Tuli pun
meninggalkan
feedback atau
komentar terkait isi
tayangan sebesar 71
point.
penelitian juga
diungkapkan bahwa
teman Tuli merasa
lebih nyaman jika
melakukan
komunikasi tatap
muka dibandingkan
melalui media
sosial.
Tindakan 1. Skor rata-rata
sebesar 67.25 (dari
100) dengan total
skor 269 point pada
aspek ini sebagai
berikut: pertama,
Pada aspek tindakan
atau dapat dikatakan
aspek “pamungkas”
dalam
berkomunikasi
dapat dilihat bahwa,
80
teman Tuli
GERKATIN Bogor
tidak melihat
tayangan debat
sebesar 60 point.
kedua, teman Tuli
mengaku
meamantapkan
pilihan berkat
tayangan debat
sebesar 71 point.
ketiga, teman Tuli
memilih
berdasarkan
pertimbangan
informasi yang
didapatkan melalui
tayangan debat
sebanyak 71 point.
keempat, teman
Tuli memilih
bertindak apatis
sebesar 67 point
setelah
menyaksikan
penggunaan bahasa
isyarat pada
tayangan debat
capres dikatakan
cukup efektif
(berdasar pada
rentang skala pada
bab III) bagi teman
Tuli GERKATIN
Bogor. Terlepas
dari tindakan
tersebut bersifat
positif ataupun
negatif.
Pada temuan
penelitian terungkap
bahwa setidaknya
40%3 teman Tuli
GERKATIN Bogor
melihat tayangan
debat dengan tema
berbeda lainnya.
Fakta tersebut
menunjukan bahwa
3 Output didapat dari total skor maksimal 100 point dikurang dengan skor yang
didapat pada point pertama aspek tindakan kemudian dijadikan bentuk persen.
81
tayangan debat. teman Tuli
GERKATIN Bogor
tidak cukup tertarik
melihat seluruh
tema debat yang ada
sehingga sekitar 30
persen4 memilih
bersikap apatis.
4 Output didapat dari total skor maksimal 100 point dikurang dengan skor yang
didapat pada point keempat aspek tindakan kemudian dijadikan bentuk persen.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa efektivitas
penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 bagi Komunitas Gerakan Kesejahteraan Tuna
Rungu Indonesia Kota Bogor adalah bentuk upaya untuk melihat
sampai sejauh mana keefektifan dari digunakannya bahasa isyarat
pada tayangan yang diharapkan dapat setidaknya membantu
teman Tuli yang telah memiliki hak suara dalam menentukan
pilihannya dalam pemilu 2019. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan penulis melalui observasi, penyebaran kuesioner, dan
dokumentasi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Efektivitas penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 bagi Komunitas Gerakan
Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia Kota Bogor telah
memenuhi prinsip-prinsip komunikasi efektif sehingga dapat
berjalan dengan efektif.
2. Efektivitas penggunaan bahasa isyarat pada tayangan
debat capres dan cawapres 2019 bagi Komunitas Gerakan
Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia Kota Bogor dapat dilihat
dengan konsep komunikasi efektif Stewart L. Tubbs dan Sylvia
Moss, yaitu:
83
A. Adanya Pengertian, pada aspek adanya pengertian,
penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 telah dinyatakan efektif dengan skor total rata-rata
76.33 dari skor total maksimum 100. Khalayak Tuli Komunitas
Gerkatin Kota Bogor dianggap dapat mengerti informasi yang
disajikan melalui gerakan isyarat.
B. Menimbulkan Kesenangan, pada aspek menimbulkan
kesenangan, penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat
capres dan cawapres 2019 mendapatkan total skor rata-rata
sebesar 77.67 dan termasuk pada kategori efektif. Khalayak Tuli
Komunitas Gerkatin Kota Bogor secara keseluruhan merasakan
perasaan senang, dan terhibur dengan digunakannya bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019.
C. Pengaruh Pada Sikap, pada aspek pengaruh pada
sikap, penggunaan bahasa isyarat pada tayangan debat capres dan
cawapres 2019 mendapatkan total skor rata-rata sebesar 76.33
dan termasuk pada kategori efektif. Penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 telah
memengaruhi sikap khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota
Bogor dengan kecenderungan positif.
D. Hubungan Sosial Yang Semakin Baik, pada aspek
hubungan sosial yang semakin baik, penggunaan bahasa isyarat
pada tayangan debat capres dan cawapres 2019 mendapatkan
total skor sebesar 73.75 dan berada pada kategori efektif.
Khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota Bogor telah melakukan
84
beberapa diskusi kecil, saling berbagi pendapat dan informasi
serta menggunakan media sosial untuk berbagi banyak hal terkait
isi tayangan debat capres dan cawapres 2019 yang telah mereka
lihat.
E. Tindakan, pada aspek tindakan, penggunaan bahasa
isyarat pada tayangan debat capres dan cawapres 2019
mendapatkan total skor rata-rata 67.25 dan termasuk pada
kategori cukup efektif. Khalayak Tuli Komunitas Gerkatin Kota
Bogor telah melakukan tindakan nyata baik yang bersifat positif
seperti memantapkan pilihan maupun negatif seperti memilih
bersikap apatis
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis,
maka beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, antara lain:
1. Kembangkan dan perbaiki sistem dan bentuk tampilan
kolom penerjemah bahasa isyarat saat ini agar lebih mudah
dimengerti oleh khalayak Tuli. Misal: dengan memperbesar
ukuran kolom penerjemah bahasa isyarat, mempertegas gambar
penerjemah bahasa isyarat dan sebagainya.
2. Event Pemilu merupakan acara penting yang hanya
terjadi 5 tahun sekali dan sangat menentukan, maka dari itu akan
jauh lebih baik jika sekali dalam 5 tahun setidaknya disediakan
85
running text yang dapat jauh mempermudah khalayak Tuli
dibandingkan penerjemah bahasa isyarat.
2. Menyebarkan penggunaan bahasa isyarat bukan hanya
ada program berita saja tetapi pada program lainnya agar teman-
teman Tuli selain dapat mengikuti perkembangan informasi juga
dapat terhibur layaknya khalayak yang mendengar.
86
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Arifin, Anwar. 2011. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. RIneka Cipta.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchana. 2009. Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Faisal, Sanapiah. 2003. Format-Format Penelitian Sosial.
Jakarta: Rajawali Press.
Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.
Halik, Abdul. 2013. Buku Daras : Komunikasi Massa. Makassar:
UIN Alauddin.
Kamus Isyarat Bahasa Indonesia
Kholil, Syukur. 2007. Komunikasi Islami. Bandung: Cita Pustaka.
87
Kuswandi, Wawan. 2008. Komunikasi Massa Analisis Interaktif
Budaya Massa. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Moekijat. 1993. Teori Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.
Morissan. 2004. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta:
Bumi Aksara.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Rifangi, M. 1990. Metode Riset Sebuah Pengantar. Yogyakarta :
Andi Ofset.
Saifudin, Azwar. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Saifudin, Azwar. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif :
dilengkapi dengan…, Jakarta: Kencana Prenamedia Grup.
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
88
Sugiyono. 20009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Bandung: Alfabeta.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka Depdikbud.
Wahyullaihi. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
JURNAL
Artha, Dewi Juni . 2016. Jurnal EduTech Vol.2 : Pengaruh
Pemilihan Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan
Sosialisasi Anak. Sumatera Utara : Universitas
Muhammadiyah.
Gilang Gumelar, dkk. Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Budaya
Tuli. Jurnal Penelitian Fakultas Ilmu Komunikasi,
Universitas Padjajaran Bandung.
Utami, Nadia Utami. 2015. Gelapnya Akses Informasi bagi
Difabel dalam Gemerlapnya era Digitalisasi. Jurnal
Penelitian.
Yuliastuti, Nurhikmah. Translasi Bahasa Isyarat dalam Program
Berita di TVONE dan TVRI. Jurnal Penelitian Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
89
ARTIKEL
Adityo, Muhammad. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) atau
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)?. Diakses dari
https://www.youngontop.com pada tanggal 25 Maret 2019
Jadwal Debat Pilpres 2019 dari tanggal hingga tema. 2019.
Diakses dari www.kompas.com pada hari senin, 09
September 2019 pukul. 00.16 WIB.
KPU: Pemilih Disabilitas di Pemilu 2019 Sebanyak 12 Juta
Orang. 2019. Diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-4345289/kpu-pemilih-
disabilitas-di-pemilu-2019-sebanyak-12-juta-orang pada
11 april 2019.
KPU Gelar Debat Pilpres 2019 dalam 5Puteran. 2019. Diakses
dari nasional.sindonews.com pada hari Senin, 09
September 2019 pukul 00.34 WIB.
Wibowo, Faisal. “Komunikasi dalam Perspektif Islam”. Diakses
darihttps://www.kompasiana.com/faisalwibowo/550fdacc
813311ae33bc61a2/komunikasi-dalam-perspektif-
islam?page=all pada tanggal 22 Juli 2019.
WAWANCARA
Wawancara peneliti dengan Piero, Anggota sepak bola Tuli, pada
05 Maret 2019
90
LAMPIRAN
-Kuesioner Penelitian-
KUESIONER
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT PADA
TAYANGAN DEBAT CAPRES DAN CAWAPRES 2019
BAGI KOMUNITAS KESEJAHTERAAN TUNA RUNGU
INDONESIA KOTA BOGOR
PETUNJUK : Silahkan berikan tanda centang ()
untuk setiap jawaban.
KETERANGAN :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
N : Netral
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
#Note : Sebelum menjawab pertanyaan di bawah ini, tolong
silahkan tonton/lihat tayangan dibawah ini terlebih dahulu :
http://youtu.be/2qlpTKB91Os (segmen pemenuhan hak-hak
disabilitas pada debat pertama)
NO. PERNYATAAN STS TS N S SS
ASPEK PENGERTIAN
1.
Saya mempercayai informasi
yang disampaikan melalui
gerakan isyarat pada
tayangan debat capres dan
cawapres 2019.
2.
Gerakan tubuh Interpreter
bahasa isyarat saat
menyampaikan informasi
benar seperti yang saya tahu.
3.
Pada tayangan tersebut,
Pasangan calon no. 01
mengatakan bahwa
paradigma pada kaum
disabilitas telah berubah, dari
kedermawanan menjadi
pemenuhan hak-hak
4.
Pada tayangan tersebut
adalah benar jika pasangan
calon no. 02 menyatakan jika
kesetaraan untuk kaum
disabilitas bukan hanya
terkait infrastuktur atau
kesehatan, namun bagaimana
bisa bekerja layaknya
masyarakat pada umumnya.
5.
Saya sulit memahami makna
dari gerakan yang
disampaikan interpreter
bahasa isyarat
6.
Saya mendapatkan infomasi
baru setelah melihat tayangan
ini.
ASPEK KESENANGAN
1.
Menurut saya, gerakan tubuh
yang digunakan mudah untuk
dipahami
2.
Saya suka dengan warna
pada kotak yang
menampilkan interpreter
bahasa isyarat.
3.
Saya merasa terbantu dengan
adanya bahasa isyarat pada
tayangan debat capres dan
cawapres 2019.
ASPEK PENGARUH PADA SIKAP
1.
Setelah melihat tayangan ini,
saya mencari informasi
tambahan lainnya terkait
capres dan cawapres 2019
2.
Saya merasa termotivasi
untuk melihat tayangan debat
capres dan cawapres 2019
dengan pembahasan (tema)
yang berbeda
3.
Saya megajak teman tuli saya
lainnya untuk ikut melihat
tayangan debat capres dan
cawapres 2019
ASPEK HUBUNGAN SOSIAL YANG SEMAKIN BAIK
1.
Saya melakukan diskusi
terkait isi tayangan dengan
teman tuli lainnya.
2.
Saya memberitahu pendapat
saya terkait capres dan
cawapres 2019 kepada teman
saya.
3.
Saya berbagi informasi
terkait capres dan cawapres
2019 melalui media sosial
yang saya miliki (informasi
bisa berupa membagikan atau
membuat postingan, pesan
broadcast, dsb)
4.
saya memberikan feedback
atau komentar pada informasi
terkait capres dan cawapres
2019.
ASPEK TINDAKAN
1.
Saya tidak melihat tayangan
debat capres dan cawapres
2019 dengan tema
pembahasan (tema) lainnya.
2.
Saya memantapkan pilihan
saya berkat informasi dari
tayangan debat yang saya
lihat.
3.
Pilihan saya dalam pemilu
didasari oleh informasi yang
saya dapat pada tayangan
debat capres dan cawapres
2019.
4.
Saya memilih bersikap apatis
setelah melihat tayangan
debat capres dan cawapres
- Hasil Pengolahan Data dengan SPSS-
Uji Validitas
P1
Pearson
Correlation .785
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P2
Pearson
Correlation .601
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P3
Pearson
Correlation .547
**
Sig. (2-
tailed) 0.002
N 30
P4
Pearson
Correlation 0.285
Sig. (2-
tailed) 0.126
N 30
P5
Pearson
Correlation .528
**
Sig. (2-
tailed) 0.003
N 30
P6
Pearson
Correlation .831
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P7 Pearson
Correlation .714
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P8
Pearson
Correlation 0.258
Sig. (2-
tailed) 0.169
N 30
P9
Pearson
Correlation .677
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P10
Pearson
Correlation .659
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P11
Pearson
Correlation .690
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P12
Pearson
Correlation .740
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P13
Pearson
Correlation .645
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P14
Pearson
Correlation .674
**
Sig. (2- 0.000
tailed)
N 30
P15
Pearson
Correlation .779
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P16
Pearson
Correlation .565
**
Sig. (2-
tailed) 0.001
N 30
P17
Pearson
Correlation .634
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P18
Pearson
Correlation .570
**
Sig. (2-
tailed) 0.001
N 30
P19
Pearson
Correlation .743
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P20
Pearson
Correlation .704
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
P21
Pearson
Correlation .749
**
Sig. (2-
tailed) 0.000
N 30
- Data Responden-
NAMA
ITEM PERNYATAAN
ASPEK
PENGERTIA
N
ASPEK
MENIM
BULKAN
KESENA
NGAN
PENGARU
H PADA
SIKAP
HUBUNGAN
SOSIAL
SEMAKIN BAIK
TINDAKAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Miranda 5 4 4 5 3 5 5 5 4 5 4 2 4 5 4 4 2 5 4 4
Nadya
Paramita 3 4 5 5 5 4 2 4 4 4 3 4 3 3 2 3 2 4 4 4
Siti Sri
Rahayu 5 5 3 5 2 4 4 4 5 5 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3
Anita
Hastining
Rahmawati
3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Intan
Permatahati 5 5 4 2 2 4 5 4 4 2 4 4 3 3 3 3 2 4 5 2
Yayah
Windiarni 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
BG
Revientianto
Verlambang
5 3 4 4 2 4 3 4 5 4 4 5 5 4 5 4 3 5 4 2
Ade
Wirawan 5 3 5 4 3 4 3 5 5 5 4 4 5 5 4 4 3 3 3 3
Rieka 3 3 3 3 4 4 4 2 4 5 3 5 5 5 4 3 3 3 3 3
Muadzani
Fajar Nur
Febrianto
5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4
Candra 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Deddy Leo 5 5 3 5 4 5 4 5 4 4 5 5 4 3 3 3 2 4 3 3
Resti Novia
Pratiwi 4 3 4 3 2 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 2 3 3
Novita 5 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 3 3 3 4 5
Dodi
Wisnutama 2 3 3 4 4 1 1 3 3 2 3 2 4 1 2 4 3 1 1 2
Cucu
Cahyani 4 3 2 5 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4
Berlin
Gadistya 4 4 5 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3
Farhan 5 4 4 2 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
Ariyani 5 5 5 1 3 4 5 5 5 5 3 3 3 3 3 4 3 5 5 4
Putri
Permata 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-Hasil Data SPSS-
Aspek Pengertian
Statistics
P1 P2 P3 P4 P5 P6
N Valid 20 20 20 20 20 20
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 4.2000 3.8500 3.8500 3.8000 3.3500 3.8500
Minimum 2.00 2.00 2.00 1.00 2.00 1.00
Maximum 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
Sum 84.00 77.00 77.00 76.00 67.00 77.00
Aspek Menimbulkan Kesenangan
Statistics
P7 P8 P9
N Valid 20 20 20
Missing 0 0 0
Mean 3.7000 3.9000 4.0500
Minimum 1.00 2.00 2.00
Maximum 5.00 5.00 5.00
Sum 74.00 78.00 81.00
Menimbulkan_Kesenangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 74.00 1 33.3 33.3 33.3
78.00 1 33.3 33.3 66.7
81.00 1 33.3 33.3 100.0
Total 3 100.0 100.0
Aspek Pengaruh Pada Sikap
Statistics
P10 P11 P12
N Valid 20 20 20
Missing 0 0 0
Mean 3.9500 3.6500 3.8500
Minimum 2.00 2.00 2.00
Maximum 5.00 5.00 5.00
Sum 79.00 73.00 77.00
Statistics
Pengaruh_pada_sikap
N Valid 3
Missing 0
Mean 76.3333
Minimum 73.00
Maximum 79.00
Sum 229.00
Aspek Hubungan Sosial Yang Semakin Baik
Statistics
P13 P14 P15 P16
N Valid 20 20 20 20
Missing 0 0 0 0
Mean 3.9500 3.6500 3.6000 3.5500
Minimum 2.00 1.00 2.00 2.00
Maximum 5.00 5.00 5.00 5.00
Sum 79.00 73.00 72.00 71.00
Aspek Tindakan
Statistics
P17 P18 P19 P20
N Valid 20 20 20 20
Missing 0 0 0 0
Mean 3.0000 3.5500 3.5500 3.3500
Minimum 2.00 1.00 1.00 2.00
Maximum 5.00 5.00 5.00 5.00
Sum 60.00 71.00 71.00 67.00
Statistics
TINDAKAN
N Valid 4
Missing 0
Mean 67.2500
Minimum 60.00
Maximum 71.00
Sum 269.00