EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

154
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN PERSPEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI (Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 Di Pengadilan Agama Jakarta Timur) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Siti Umu Kulsum NIM.106044101441 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H / 2010 M

Transcript of EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Page 1: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

PERSPEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008

TENTANG PROSEDUR MEDIASI

(Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008

Di Pengadilan Agama Jakarta Timur)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Siti Umu Kulsum NIM.106044101441

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H / 2010 M

Page 2: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

PERSFEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008

TENTANG PROSEDUR MEDIASI

(Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Siti Umu Kulsum

NIM.106044101441

Di Bawah Bimbingan:

Drs. H. A Basiq Djalil, SH, MA

1950 0306 1976 031001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H / 2010 M

Page 3: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya ,

maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2010

Siti Umu Kulsum

Page 4: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

KATA PENGANTAR

ÉΟó¡ Î0 «! $# Ç≈uΗ÷q §�9$# ÉΟŠÏm§�9 $#

Subhanallah. Sungguh hanya Allah, Dzat yang Maha Suci dan Maha

Mengetahui, yang telah mengajarkan ilmu kepada umat manusia dan mengangkat

derajat orang-orang yang beriman kepada-Nya dan mencari ilmu-Nya. Alhamdulillahi

rabbil ‘alamin. Luapan puji serta rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke

hadirat ilahi rabbi Allah SWT, Rabb semesta alam, atas ridho serta rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat teriring salam semoga Allah limpah curahkan kepada habibana

wanabiyana Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi tauladan dan panutan bagi

umat manusia. Yang telah mengajarkan manusia untuk menjadi pribadi muslim

kaffah. Beserta seluruh sahabat dan umatnya yang istiqomah hingga akhir zaman.

Skripsi ini dipersembahkan terkhusus untuk motivator terbesar sepanjang

perjalan hidup penulis, Almarhum Ayahanda KH. Sholehuddin dan Almarhumah

Ibunda Hj. Siti Rukoyah untuk segala dorongan, bimbingan, kasih sayang dan doa

tulusnya. Semua kasih dan sayang yang diberikan takkan kunjung terbalas. Semoga

Allah melimpahkan keduanya ampunan dan ditempatkan disisinya.

Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Page 5: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

1. Prof. Dr. Drs. H. Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., ketua jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.dan

Bapak Kamarusdiana S.Ag, MH., sekertaris jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.

3. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., Dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan pengarahan, petunjuk, serta bimbingan dalam meyelesaikan

penulisan ini dengan penuh kesabaran dan perhatiannya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Dr. Euis Amalia, M.Ag, Dosen penguji yang telah mengarahkan dan menunjukan

dan memberikan solusinya, dan Bapak Dr.H. A. Juaini Syukri, Lc, M. Ag yang

telah menguji skripsi saya dan memberikan arahan ke arah yang lebih baik lagi

5. Seluruh staf dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan

membimbing penulis dalam menuntut ilmu selama menjadi mahasiswi dikampus

tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan dan staf Peradilan Agama Jakarta Timur yang telah membantu dan

memberikan fasilitas kepada penulis untuk mencari sumber data dalam penulisan

ini.

7. Pimpinan serta staf perpustakaan FSH dan perpustakaan utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pasilitas untuk mengadakan studi

kepustakaan.

Page 6: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

8. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak sama ayahanda tercinta KH.

Solehuddin juga ibunda tercinta Hj.Siti rukoyah yang selalu merjuang untuk anak-

anaknya dan selalu memberikan motifasi.

9. Erik Hasnur Pradana seorang yang sangat berarti dalam hidup penulis, terima

kasih telah memberikan cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus. Serta terima

kasih atas motivasi dan bantuannya selama ini, yang tak pernah bosan untuk

selalu mengingatkan dan memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh keluarga besar kelas PA-B angkatan 2006 senasib dan seperjuangan yang

tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, tetap semangat menyongsong

masa depan. Seluruh teman-teman KKN 2009 yang selalu memberi semangat dan

canda tawanya dikala penyusunan skripsi ini, semoga kalian tetap semangat.

Dan kiranya masih banyak pihak yang tak mungkin disebutkan yang turut

andil membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat bantuan dan

bimbingan, arahan dan do’a dari berbagai pihak di atas, halangan, hambatan dan

kesulitan dapat diatasi dengan baik.

Akhirnya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga amal baik mereka

semua dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda.

Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis

Page 7: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................. 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 10

D. Studi Review .................................................................... 10

E. Metode penelitian ............................................................. 13

F. Sistematika Penulisan ....................................................... 18

BAB II PERATURAN MAHKAMAH AGUNG N0.1 TAHUN 2008

TENTANG PROSEDUR MEDIASI ...................................... 20

A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi 20

B. Pengertian Mediasi ........................................................... 26

C. Dasar Hukum Mediasi ...................................................... 30

D. Prinsip-prinsip Hukum Mediasi ....................................... 39

BAB III PROSEDUR MEDIASI .......................................................... 45

A. Tahap Pramediasi ............................................................. 45

B. Tahap-tahap proses Mediasi ............................................. 51

Page 8: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

C. Putusan Mediasi ............................................................... 63

D. Tujuan dan Manfaat Mediasi ............................................ 68

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN ............ 73

A. Jenis Perkara yang di Tangani Mediasi ............................ 73

1. Data Laporan Perkara Perdata yang Diterima dan

Diputus di Pengadilan Agama Jakarta Timur ............ 75

2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Tahun 2008-2009 ....................................................... 82

B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah

Pemberlakuan PERMA No.1 tahun 2008 ........................ 87

C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi 92

D. Analisis Penulis ................................................................ 100

BAB V PENUTUP ............................................................................... 107

A. Kesimpulan ....................................................................... 107

B. Saran-saran ....................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 111

LAMPIRAN ........................................................................................... 116

1. Pedoman Data Wawancara ............................................... 116

2. Data Hasil Wawancara ..................................................... 118

Page 9: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

3. Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta

Timur .................................................................................. 131

4. Laporan Perkara Tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta

Timur................................................................................... 135

5. Contoh-contoh Laporan Mediasi ........................................ 139

6. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi 143

7. Surat Permohonan Data/Wawancara .................................. 144

8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara .................... 145

9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01

Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan ....... 146

Page 10: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan hukum sebagai suatu hal yang mutlak yang harus dikaji

dan diperhatikan sekaligus diawasi oleh seluruh Negara. Demi kelangsungan

ketertiban dan system penataan seluruh aspek kehidupan dengan berpedoman

pada peraturan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya hukum

bersifat memaksa dan mengatur seluruh aspek kehidupan di dalam wilayah yang

dicakupnya, guna menciptakan ketertiban dan keteraturan hidup tanpa

menimbulkan banyak kekacauan serta mampu menjamin rasa aman bagi setiap

manusia. Selain itu, dapat juga sebagai upaya untuk melindungi kepentingan-

kepentingan bagi subyek hukum yang merasa hak-haknya dirugikan.

Kemajuan zaman merupakan barometer utama guna mendorong proses

dan cara menerapkan hukum-hukum baru yang dipandang lebih sesuai dengan

permasalahan sekarang. Dilain pihak munculnya ide, gagasan membangun

peradaban yang maju dan sejahtera demi kepentingan rakyat lebih merupakan

keharusan yang benar-benar harus diwujudkan.

Begitu pula di Indonesia, pada perkembangannya telah memperlihatkan

kemajuan yamg cukup signifikan di bidang hukum. Kendatipun masih kurang

komprehensif dan terasa lambat, namun telah mengalami modifikasi serta revisi

dibeberapa peraturan hukum yang mendasar.

Page 11: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dari apa yang diamanatkan oleh para founding father tentang pelaksanaan

seluruh peradilan sebagai estafet dari masa kemerdrekaan sampai sekarang

menunjukan bahwa aturan dasar serta pedoman hukumnya mewajibkan untuk

ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun,dalam perkembangannya banyak

terjadi ketidaksesuaian antara dasar hukum yang dipakai dengan permasalahan

yang dihadapi. Dengan demikian, mendorong para pembuat peraturan untuk

berpikir lebih keras, mendalam serta mampu mengkaji problema yang dihadapi

bangsa Indonesia. Guna menyesuaikan antara permasalahan dengan

penanggulangannya agar lebih efektif dan efisien.

Masyarakat atau justiciabel sangat berkepentingan akan penyelesaian

sengketa yang sederhana dan efesien, baik dari segi waktu maupun biaya.

Pemantapan dan pengetahuan akan pentingnya proses hukum menganjurkan bagi

para pencari keadilan untuk dapat bertindak demi memperoleh kebenaran sejati

tanpa mengalami kerugian baik materiil maupun non materiil. Kesadaran hukum

masyarakat dalam konteks ini dapat dilihat dari makin meningkatnya perkara

khususnya perkara perdata perceraian yang diterima oleh pengadilan tingkat

pertama (Pengadilan Agama) dari tahun ketahun.

Dengan semakin banyaknya perkara perdata yang diajukan para pihak

untuk diperiksa dan diadili oleh pengadilan. Akibat dari perkara yang menumpuk

di Pengadilan, maka perkara yang diajukan oleh para pihak harus memakan waktu

yang lama untuk dapat diperiksa dan diadili oleh hakim. Hal inilah yang

Page 12: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

mendorong pelaksanaan hukum acara perdata (formeel recht) agar sesuai dengan

asa sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pranata perdamaian oleh hakim bukan sesuatu yang baru, tetapi

diharapkan tidak sekedar formalitas yang semata-mata diserahkan kepada pihak-

pihak. Hakim harus lebih aktif dalam mengusahakan perdamaian sebelum

memasuki pokok perkara. Hal ini sesuai dengan trend umum yang berlaku dalam

beracara. Di samping itu, aktualisasi pranata perdamaian ini akan lebih

merangsang berkembangnya cara-cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.

Perkembangan pranata-pranata ini secra tidak langsung akan mengurangi

jumlah perkara ke Pengadilan. Hakim dapat melaksanakan tugas secara wajar

tanpa buru-buru yang akan lebih meningkatkan mutu putusan dan menghindari

pula berbagai bentuk kolusi untuk mempercepat atau memenangkan perkara.1

Hal ini diatur dalam pasal 230 HIR/154RBg. Di dalam pasal 130 (1) HIR

(Herziene Indonesich Reglement) disebutkan bahwa: “Jika pada hari yang

ditentukan itu, kedua belah pihak dating, Maka Pengadilan Negeri dengan

pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.”2

Angka perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat perceraian

terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama

merasakan ketidak cocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-Undang

1 Bagir Manan, Memulihkan Peradilan Yang Berwibawa Dan Dihormati-Pokok-Pokok

Pikiran Bagir Manan Dalam Rakernas, Jakarta Pusat: Ikatan Hakim Indonesia, 2008, hal.5. 2 Rapoun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 245.

Page 13: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang

perkawinan) tidak memberika definisi mengenai perceraian secara khusus. Pasal

39 (2) Undang-Undang perkawinan serta penjelasan secara jelas menyatakan

bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasa-alasan yang telah

ditentukan. Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi sebab-sebab

putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu sepert yang tercantum

dalam Pasal 38 yakni sebagai berikut :

a. karena kematian salah satu pihak;

b. perceraian; dan

c. atas putusan pengadilan.

Meskipun Islam tidak melarang perceraian, tetapi bukan berarti agama

Islam menyukai terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan. Dan perceraian-

pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat sebagaimana dikehendaki. Perceraian

walaupun diperbolehkan, tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian

adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam. Hal tersebut

bisa dilihat dalam hadist Nabi yang artinya sebagai berikut:

Rasulullah SAW, bersabda : yang artinya “Yang halal yang paling dibenci Allah

adalah Perceraian”. (HR. Abu Daud dan dinyatakan Shohih oleh Al-Hakim)

Bagi orang yang melakukan perceraian tanpa alasan, Rasulullah SAW

bersabda: yang artinya : “Apakah yang menyebabkan salah seorang kamu

mempermainkan hukum Allah, ia mengatakan : Aku sesungguhnya telah

Page 14: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

mentalak (istriku) dan sungguh aku telah merujuknya” (HR. An-Nasai dan Ibnu

Majah).

Menurut Hukum Islam, suatu perceraian dapat terjadi bilamana ikatan

perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, hal ini berdasarkan kepada sabda Nabi

SAW: Yang artinya “Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa rasulullah SAW. Telah

bersabda, “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (Riwayat

Abu Dawud dan Ibnu Majah).3

Sedangkan hukum perkawinan di Indonesia sesuai dengan Undang-

Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39, dan KHI pasal 115.

Dijelaskan bahwa perceraian itu harus didasarkan atas alas an yang dibenarkan

hukum.4

Adapun pemberatan dalam perceraian ini juga diatur dalam Undang-

Undang No.7. tahun1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen

oleh Undang-undang RI No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang

No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama, pada pasal 65 ayat (1) yang

disebutkan bahwa:

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan

yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

3 Al-Hafidz Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut: Dar al-fikr, 1994, Jilid 2, h. 500. 4 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, cet.

Ke-3, h. 369.

Page 15: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dalam hukum islam, hak cerai terletak pada suami. Oleh karena itu di

Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri ada istilah cerai talaq. Sedangkan

putusan Pengadilan sendiri ada yang disebut cerai gugat. Disinilah letak

perbedaannya bahkan ada perkawinan yang putus karena li’an, khuluk, pasakh

dan sebagainya. Putusan pengadilan ini akan ada berbagai produknya.

Salah satu alasan atau sebab dimungkinkannya perceraian adalah syiqaq

(terjadinya perselisihan/persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri).

Namun jauh sebelumnya dalam Al-Qur’an surah an-Nisaa ayat 35, Allah swt.,

telah memerintahkan bahwa jika dikhawatirkan ada persengketaan antara

keduanya (suami isteri), maka kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga

laki-laki dan seorang hakam (mediator) dari keluarga perempuan. Dari ayat

tersebut, dapat dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan

perselisihan/persengketaan antara suami isteri, yaitu dengan jalan mengirim

seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk membantu

menyelesaikan perselisihan tersebut.

Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa “non litigasi”, yaitu

penyelesaian yang dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya

proses penyelesaian sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur

pengadilan. Salah satu contohnya, yaitu pada sengketa perceraian dengan alasan,

atau atas dasar syiqaq, dimana cara mediasi dalam masalah ini tidak lagi

dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tetapi ia juga

merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan.

Page 16: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dengan dikeluarkannya PERMA RI Nomor 1 tahun 2008 yang menyatakan

bahwa semua perkara perdata yang diajukan kepengadilan tingkat pertama wajib

lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan

mediator, maka pada hari siding pertama kasus perdata yang di hadiri oleh kedua

belah pihak, hakim mewajibkan menempuh mediasi.

Dalam buku laporan mahkamah agung RI di sebutkan mediasi pada tingkat

pengadilan tingkat pertama tersbut dalam rangka mengembangkan akses

masyarakat pada keadilan, yang pada akhirnya juga dapat membantu mengurangi

perkara kasasi yang masuk ke mahkamah agung.5

Dengan jajaran pengadilanempat lingkukngan peradilan seluruh Indonesia

sarana dan prasarana yang baik, memadai dan moderen di perlukan untuk

memberikan dukungan palaksanaan tugas. Kepada 4 ( empat) lingkungan

peradilan yang di bawah MA, yaitu peradilan umum, peradilan tata usaha Negara,

peradilan agama dan peradilan militer. Keempat lingkungan peradilan tersebut

mempunyai sifat dan cirri kekhususan masing-masing sebagaimana diamanatkan

dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-undang No 4 tahun 2004 yang berbunyi “

Ketentuan mengenai organisasi administrasi dan financial badan peradilan

sebagaimana di maksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan

di atur dalam Undang.-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan.”6

5 Laporan Tahunan 2007 MA RI (Jakarta: MA-RI, 2008), h. 66. 6 Soejatno, Rapat Kerja Nasioanal MA RI (Jakarta: MA RI, 2004), h. 4

Page 17: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan

atas Undang-undang No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama khususnya pasal

1, 2, 49, dan penjelasan umum angka 2 serta peraturan perundang-undangan lain

yang berlaku, antara lain Undang-undang No.1 tahun 1974, PP No.2 tahun 1977,

permeneg No.2 tahun 1987 tentang wali hakim, maka pengadilan agama bertugas

dan berwenang untuk memberikan pelayan hukum dan keadilan dalam bidang

hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka yang beragama islam. Seperti

halnya masalah perkawinan, perceraian, waris, hibah, pemeliharaan, harta benda

dalam perkawinan termasuk masalah perbankkan syariah.7

Memperhatikan keadaan tersebut, mahkamah agung terpanggil untuk lebih

memberdayakan para hakim penyelesaikan perkara dengan perdamain yang di

gariskan pasal 130 HIR, melalui mekanisme dalam peradilan.8

Namun disamping dampak positif dari perturan baru ini, tentu masih ada

hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam menerapkan ini. Seperti, lamanya

putusan yang ditetapkan dalam suatu perkara karena harus menempuh proses

mediasi terlebih dahulu.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis terdorong ingin mengetahui

bagaimanakah pengaruh dari penerapan PERMA No.1 tahun 2008 tentang

mediasi yang sebagai penengah atau juru damai dalam pelaksaan kasus perdata

7 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,1995), h.2 8 M. Yahya harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 241

Page 18: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan

Agama untuk wilayah Jakarta Timur). Dengan mengangkat suatu tema yang akan

ditulis sebagai bahan skripsi, yaitu membahas tentang “Efektivitas Mediasi

Dalam Perceraian Perspektif Perma No.1 Tahun 2008 Di Pengadilan Agama

Jakarta Timur (Analisis Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi masalah yang

berkisar pada mediasi dan pengaruhnya Di Pengadilan Agama Jakarta Timur

terhadap perceraian.

2. Rumusan Masalah

Dalam buku laporan tahunan Mahkamah Agung disebutkan bahwa dengan

adanya PERMA No.1 tahu 2008 tentang prosedur mediasi diharapkan dapat

menjadi salah satu instrument efektif untuk menekan angka perceraian di

pengadilan. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan dengan adanya PERMA

No.1 tahun 2008 tentang mediasi tersebut angka perceraian tidak menurun

sebagaimana yang diharapkan.

Rumusan tersebut diatas penulis rinci dengan bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaruh mediasi terhadap angka perceraian Di Pengadilan

Agama Jakarta Timur setelah PERMA No. 1 tahun 2008 tentang mediasi

diberlakukan?

Page 19: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

2. Bagaimana prosedur dan pelaksaan mediasi?

3. Apa tantangan dan hambatan yang dihadapi hakim dalam pelaksanaan

mediasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk metealisasikan beberapa tujuan antara lain :

1. Untuk menganalisa pelaksanaan prosedur mediasi yang dilaksanakan di

Pengadilan Agama Jakarta Timur

2. Untuk menganalisa prosedur mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung

No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi terkait perakteknya di

Pengadilan Agama

3. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara teori dan praktek di

pengadilan dalam pelaksanaan prosedur mediasi

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis penelitian ini akan memperluas wawasan intelektualitas di

bidang hukum terutama tentang mediasi.

2. Dari segi praktis diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada

segenap pihak yang berkompeten untuk meningkatkan efektivitas peranan

mediasi dalam memutuskan perkara perdata sehingga dapat mengendalikan

jumlah kasus dalam ligitasi.

D. Studi Review

Dalam skripsi yang telah lalu terdapat hasil penelitian yang ditulis oleh:

Page 20: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

1. Judul : Aplikasi PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi dalam

Putusan Perkara Perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Penulis : Nusra Arini/PF/PMH/2009

Skripsi ini membahas bagaimana penerapan PERMA No. 1 tahun 2008

terkait putusan perdata yang mencakup putusan perkara perdata di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, terdiri dari pengertian putusan, macam-macam

putusan hakim, susunan dan isi perkara perdata, dan pelaksaan putusan.

Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah skripsi ini

membahas secara umum tentang penerapan PERMA No. 1 tahun 2008 terkait

putusan perkara perdata. Sedangkan skripsi yang penulis angkat adalah lerbih

kepada bagaimana pengaruh atau efektivitas mediasi yang telah diberlakukan

terhadap perceraian, sesudah dibelakukannya PERMA No. 1 tahun 2008.

2. Judul : Hakam Menurut Imam Mazhab dan Undang-Undang No.7/1989

Tentang Peradilan Agama, Serta Peranannya Dalam Menyelesaikan Sengketa

Perceraian (Studi Kasus Pada Pengadilan Jakarta Utara).

Penulis : Budi Setiawan/PF/PMH/2006

Skripsi ini membahas seputar tentang pengertian hakam, Syarat-Syarat

menjadi Hakam, kemudian membahas perdamaian dimasa Sahabat dan

perdamaian pada sengketa perceraian dimasa sekarang. Selain itu, dalam

skripsi ini memuat juga mengenai pandangan Imam Mazdhab dan Undang-

Undang Peradilan Agama tentang Hakam, serta bentuk dan upaya Hakam

dalam mendamaikan.

Page 21: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Perbedaan skripsi yang kedua ini ialah pada skripsi ini lebih menekankan

pada pembahasan hakam ditinjau dari pendapat Imam Mazdhab dan Undang-

Undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan judul yang

penulis angkat membahas tentang pengaruh dan efektivitas mediasi pada

perceraian berdsarkan PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di

Pengadilan.

3. Judul : Peran Hakim Dalam Mendamaikan Perkara Perceraian di Pengadilan

Agama Bekasi.

Penulis : Sueb/PH/PMH/2006

Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari Pengertian

perceraian, macam-macam perceraian, sebab perceraian dan akibat yang

ditimbulkan. Juga membahas tentang upaya perdamaian dalam perkara cerai

di Pengadilan Agama, Pengertian perdamaian, maksud perdamaian dalam

perceraian serta teknik dan tata cara hakim dalam mendamaikan para pihak.

Selain itu, penulis membahas tentang alas an-alasan yang mendasari

terjadinya perceraian dan peran hakim dalam mendamaikan para pihak pada

kasus perceraian.

Perbedaan dengan skripsi yang ketiga ini ialah menjelaskan tentang hakim

majlis dalam mendamaikan para pihak. Sedangkan judul yang penulis angkat

menjelaskan tentang Hakim mediator dalam mendamaikan para pihak.

4. Judul : Upaya Hakim dalam Mendamaikan Pihak-Pihak Terhadap Perkara

Perceraian (Studi kasus di Pengadilan Agama Depok)

Page 22: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Penulis : Musliman/PA/AAS/2007

Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari pengertian

perceraian, landasan hukum perceraian, macam, bentuk-bentuk perceraian dan

alas an-alasan dilakukannya perceraian, Juga membahas tentang pengertian

perdamaian,, dasar hukumnya dan tata cara mengajukan perceraian. Selain itu

penulis membahas upaya hakim dalam mendamaikan pihak-pihak terhadap

perkara perceraian di Pengadilan Agama Depok.

Perbedaan skripsi yang terakhir ini dengan judul yang penulis angkat ialah

lebih menjelaskan upaya hakim majlis dalam melakukan perdamaian di ruang

siding. Sedangkan judul yang penulis angkat menjelaskan tentang hakim

mediator dalam mendamaikan para pihak di luar sidang.

E. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan

dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis

adalah: suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan

fenomena atau kejadian yang terjadi dilapangan.9 Dalam penelitian ini yang

akan dicari perihal pelaksanaan dan pengaruh mediasi dalam perkara perdata

dengan berpedoman pada aturan hukum yang berlaku, serta terkait pada pola-

9 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Sustu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja

Grafindo, 2001, hal. 26.

Page 23: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

pola perilaku sosial masyarakat (pelaku sosial), sehingga dapat diperoleh

kejelasannya dipersidangan pengadilan.

Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang

diangkat maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif

dengan metode deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

atau prilaku orang.10

Penelitian kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumen-

dokumen yang ada, sehingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap

kualitas isi dari segi jenis data.

2. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yang

kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur.

Kualitatif bersipat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata

bukan angka.11

Dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian yang

bersipat deskriptif analisis yakni penelitian lapangan yang menggambarkan

10 Lexy J. moleong, metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2004, cet. Ke-18, h. 3. 11 Sudarwan Danim, Menjadi peneliti Kualitatif , Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 51

Page 24: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara

mendalam.12

Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan

masalah factual dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya

hasil penelitian.13

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa dan

menguraikan mengenai efektivitas mediasi yang diterapkan oleh hakim Di

Pengadilan Agama Jakarta Timur dan tanggapan hakim terhadap efektivitas

mediasi yang diberlakukan.

3. Data Penelitian

Jenis data dalam penulisan skripsi ini ialah:

a. Data primer

Data primer diperoleh lansung dari sumber pertama yaitu, yang

diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara langsung

terhadap pihak-pihak yang terkait dan berkaitan dengan penelitian

terutama hakim mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan data

perkara serta putusan hakim sebelum dan sesudah diberlakukan PERMA

No.1 tahun 2008.

12 Suharsimi Arikunto, manajemen penelitian, Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993, cet. Ke-2,

h.309. 13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1996, cet. Ke-10, h.144

Page 25: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

b. Data sekunder

Data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-

hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, peraturan perundang-

undangan data resmi dari instansi pemerintah, dari peradilan, buku-buku

literature, karangan ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan

dengan judul penelitian.14

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan-bahan

yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai

berikut:

a. Studi pustaka (Library Research) melalui pustaka ini dikumpulkan data

yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu literature-literatur,

buku-buku perpustakaan, tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam

pembahasan yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber

dalam karya ilmiah ini.

b. Penelitian Lapangan (Fieled Research) melalui penelitian ini, didapatkan

data-data mengenai pelaksaan putusan yang ditetapkan hakim. Serta

melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengerti dan menguasai

tentang mediasi yaitu para hakim mediasi yang berada Di Pengadilan

Agama Jakarta Timur.

14 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-press, 1986, cet. Ke-3, h. 12.

Page 26: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

c. Pengolahan Data

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan cara

membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian

dilakukan analisis yang dituangkan dalam pembahasan masalah,

selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk

perbaikan.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis wacana yaitu,

mengidentifikasi konsep tertentu melalui rangkaian kata yang ada pada suatu

teks, pakta-pakta pengamatan dilapangan, wawancara dan dokumen yang

tersedia.

6. Teknik Peulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah

berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi,Tesis, dan

Disertasi” yang dikeluarkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007

dengan beberapa pengecualian:

a. Ayat Al-Qur’an yang dikutip tidak diberi Footnote, tapi langsung ditulis

nama surat dan ayat diakhir kutipan.

b. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, kemudian

barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasrkan

nama pengarang.

Page 27: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

c. Terjemahan Al-Qur’an dan sumber-sumber lainnya yang memakai bahasa

arab ditulis satu spasi dengan number tanda kutip diawal dan diakhir

kalimat.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub

bab bahasan. Ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam pembahasan dan

penulisan skripsi ini, agar lebih terarah dan sistematis maka penulis

mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Perumusan Dan Pembatasan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi

Riview, Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan dilanjutkan dengan Sistematika

Penulisan.

Bab kedua, memuat pembahasan yang berkaitan dengan teori sejarah singkat

terbentuknya Peraturan Mahkamah Agung yang menjadi landasan teori dalam

penelitian. Meliputi sejarah Perma No.1 Tahun 2008, pengertian mediasi, dasar

hukum mediasi, frinsip-frinsip hukum mediasi.

Bab ketiga, penulis membahas tentang prosedur mediasi dalam perceraian.

Meliputi tahap pramediasi, tahap-tahap mediasi dan putusan mediasi, tujuan dan

manfaat mediasi.

Bab keempat, merupakan isi skripsi yang berisi tentang jenis perkara yang

ditangani yang meliputi data perkara yang diterima dan diputus, serta data

Page 28: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pengaruh mediasi sesudah

pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008, tantangan dan hambatan dalam

melaksanakan mediasi, pandangan hakim mediasi terhadap efektivitas mediasi

serta analisis penulis mengenai pengaruh mediasi.

Bab kelima, sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu kesimpulan dari hasil

penelitian dan saran-saran

Page 29: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

BAB II

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO.1 TAHUN 2008 TENTANG

PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi

Penggunaan mediasi pada lembaga pengadilan ini bermula dengan

dikeluarkannya :

1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002

Pada tanggal 24 sampai dengan 27 September 2001, rakernas

Mahkamah agung yang diadakan di Yogyakarta telah menghasilkan beberapa

rekomendasi, salah satu keputusan rakernas tersebut merekomendasikan

pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan upaya

perdamaian sebagaimana yang diatur dalam pasal 130 HIR dan pasal 145

Rbg.15

Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan

dikeluarkannya SEMA No.1 tahun 2002 (Eks pasal 130 HIR/Rbg) tentang

pemberdayaan pengadilan tinggkat pertama menerapkan lembaga damai

SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang dihadapi

oleh lembaga peradilan di Indonesia dalam tunggakan perkara di tingkat

kasasi (MA) dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan

lembaga peradilan yang dianggap tidak menyelesaiakan masalah. SEMA ini

15 Yasardin, ” Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 Tahun

2002”, Suara Uldilag, Edisi 2 (1 juli 2003): hal.52.

Page 30: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

merupakan langkah nyata dalam mengoftimalkan upaya perdamaian sehingga

pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas.16 Namun karena beberapa hal

pokok belum secara ekplisit diatur dalam SEMA tersebut maka Mahkamah

Agung mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang terdiri dari 6 Bab dan 18

Pasal yaitu pasal 1-2 tentang ketentuan umum, pasal 3-7 tentang tahap

pramediasi, pasal 8-14 tentang tahap mediasi, pasal 15 tentang tempat dan

biaya mediasi, pasal 16 lain-lain dan pasal 17-18 penutup dipengadilan.17

PERMA No.2 tahun 2003 Pasal 17 ini mengatur:

Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Sayrat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Merupakan Tempat Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 Rbg) dinyatakan tidak berlaku.18 Dalam konsideran dikemukakan beberapa alasan yang

melatarbelakangi penerbitan PERMA menggantikan SEMA No.1 tahun 2002,

antara lain:

a. Mengatasi Penumpukan Perkara

Pada huruf a konsideran dikemukakan bahwa perlu diciptakan satu

instrumen efektif yang mampu mengatasi kemungkinan penumpukan

perkara di Pengadilan, tentunya terutama di tingkat kasasi. Instrumen yang

16 Mimbar Hukum N0.63 Thn XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004, h.4

17 Buku Komentar Peraturan Mahkamah agung RI No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan

Mediasi di Pengadilan, h.7

18 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 242

Page 31: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dianggap efektif adalah sistem mediasi. Caranya dengana jalan

pengintegrasian mediasi ke dalam sistem peradilan.19

b. SEMA No.1 Tahun 2002, Belum Lengkap

Pada huruf e konsideran dikatakan, salah satu alasan Perma diterbitkan

karena SEMA No.1 Tahun 2002 belum lengkap atas alasan Sema tersebut

belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan

secara memaksa (compulsory) tetapi masih bersipat sukarela (voluntary).

Akibatnya, Sema itu tidak mampu mendorong para pihak cecara intensif

memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.20

c. Pasal 130 HIR dan 154 Rbg, dianggap tidak memadai

Pada huruf f konsideran tersurat pendapat, cara penyelesaian

perdamaian yang digariskan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg masih

belum cukup mengatur tata cara proses mendamaikan yang pasti, tertib

dan lancar. Oleh karena itu, sambil menunggu pembaharuan hukum acara,

Mahkamah Agung menganggap perlu menetapkan Perma yang dapat

dijadikan landasan formil yang komprehensif sebagai pedoman tata tertib

bagi para hakim di Pengadilan tingkat pertama mendamaikan para pihak

yang berperkara.21

19 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243

20 Ibid” 21 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243

Page 32: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

2. Disempurnakan lagi dalam PERMA No.1 Tahun 2008

Mahkamah Agung menyadari bahwa mediasi merupakan salah satu

proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Selain itu, mediasi

dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan

penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Menurut hakim

agung Susanti Adi Nugroho, mediasi yang terintegrasi ke pengadilan

diharapkan efektif mengurangi tumpukan perkara, termasuk di Mahkamah

Agung (MA).22

Sejak tahun 2006 MA sudah membentuk tim yang bekerja

mengevaluasi kelemahan-kelemahan pada PERMA No.2 Tahun 2003 tentang

prosedur mediasi beranggotakan dari hakim dan advokat. Pusat Mediasi

Nasional dan organisasi selama ini conceren pada masalah-masalah mediasi,

Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT). Hasil kerja tim

menyepakati peraturan baru, yakni PERMA No.1 Tahun 2008 tentang

prosedur mediasi. ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan,

pada tanggal 31 juli 2008. perma ini lahir karena dirasakan Perma No.2 Tahun

2003 tentang prosedur mediasi mengandung kelemahan yang beberapa hal

harus disempurnakan.23

22 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010

dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator. 23 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010

dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.

Page 33: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Penerbitan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi

membawa perubahan secara mendasar prosedur mediasi di Pengadilan. MA

belajar dari kegagalan selam lima tahun terakhir. Bab VIII pasal 26 PERMA

ini menyatakan:

Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku.

Dari jumlah klausul, Perma 2008 tentang prosedur mediasi jauh lebih

padat karena memuat 27 Pasal, sementara Perma 2003 hanya 17 pasal.

Perbedaan jumlah pasal ini setidaknya menunjukan ada perbedaan keduanya.

Perma No.1 Tahun 2008 mencoba memberikan pengaturan yang lebih

komprehensif, lebih lengkap dan lebih detail sehubungan dengan mediasi di

pengadilan.

Perma 2008 tentang prosedur mediasi memang membawa perubahan

mendasar dalam beberapa hal, misalnya rumusan perdamaian pada tingkat

banding, kasasi dan peninjauan kembali. Syaratnya, sepanjang perkara belum

diputus majelis pada masing-masing tingkatan tadi.24

Tabel 2.1

Sistematika PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan Bab I : Ketentuan Umum � Ruang Lingkup dan Kekuatan

Berlakunya Perma � Biaya pemanggilan para pihak � Jenis perkara yang dimediasi � Sertifikat mediator

Pasal 1-6

24 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010

dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.

Page 34: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

� Sifat proses mediasi Bab II : Tahap Pra Mediasi

� Kewajiban hakim memeriksa dan kuasa hukum

� Hak para pihak memilih mediator � Daftar mediator � Honorarium mediator � Batas waktu pemilihan mediator � Menempuh mediasi

dengan Itikad baik

Pasal 7-12

Bab III : Tahap-Tahap Proses Mediasi

� Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses mediasi

� Kewenangan mediator menyatakan mediasi gagal

� Tugas-Tugas mediator � Keterlibatan ahli � Mencapai kesepakatan � Tidak mencapai kesepakatan � Keterpisahan mediasi dan ligitasi

Pasal 20

Bab IV : Tempat Penyelenggaraan Mediasi

Pasal 20

Bab V : Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali

Pasal 21-22

Bab VI : Kesepakatan di Luar Pengadilan

Pasal 23

Bab VII : Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif

Pasal 24-25

Bab VIII : Penutup Pasal 26-27

Selain kemungkinan damai pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan

kembali, Perma No.1 Tahun 2008 memuat rumusan baru tentang konsekuensi

hukum jika proses mediasi tak ditempuh. Pasal 2 ayat (3) tegas menyebutkan:

”Tidak menempuh proses mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.25

25 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni

2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.

Page 35: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

B. Pengertian Mediasi

Secara etimologi, Istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang

berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak

ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan

menyelesaikan sengketa antara para pihak.26

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses

pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai

penasehat.27

Mediasi dalam bahasa Inggris disebut “meditian” yang berarti penyelesaian

sengketa dengan menengahi permasalahan untuk didamaikan, dan mediator

adalah orang penengah.28

Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi

pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak bekerja sama dengan

pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan

perjanjian yang memuaskan.29

26 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 1-2

27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569.

28 John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXV, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2003, h. 377.

29 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 5.

Page 36: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik menjadi beberapa Pengertian

mediasi adalah sebagai berikut :

a. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak

ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai

kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang

berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam

penyelesaian permasalahan yang disengketakan.

b. Mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang

atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang

disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat

mengakomodasi kebutuhan mereka.

Pengertian mediasi dalam pengintegrasiannya dalam sistem peradilan

sebagaimana yang digariskan dalam pasal 1 butir 7 adalah:

a. Proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui perundingan antara pihak

yang beperkara.

b. Perundingan yang dilakukan para pihak, dibantu oleh mediator yang

berkedudukan dan berfungsi :

1) Sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak (imparsial), dan

Page 37: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

2) Berfungsi sebagai pembantu atau penolong (helper) mencari berbagai

kemungkinan atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik dan saling

menguntungkan kepada para pihak.30

Mediasi dalam literatur hukum islam bisa disamakan dengan konsep

”Tahkim” . Kata Tahkim berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah

menyerahkan putusan pada seseorang dan menerima putusan itu, yang secara

etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau yang disebut

”hakam” sebagai penengah suatu sengketa.31

` Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang

ditunjuk untuk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah

pihak. Tahkim dimaksudkan sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa

dimana para pihak yang terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk

memilih seorang Hakam (mediator) sebagai penengah atau orang yang

dianggap netral yang mampu mendamaikan kedua belah pihak yang

bersengketa.32

` Tahkim sebagaimana dimaksud telah dipraktekan sejak masa awal

Islam ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, ketika itu Nabi Muhammad

SAW juga telah menerima putusan Sa’ad Ibnu Mu’adz mengenai Bani

30 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 244. 31 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pesantren

L-Munawwir Krapyak, 1984, h.286.

32 Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html

Page 38: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Quraidhah. Demikian juga pertengkaran antara Umar bin Khattab ra dengan

Ubay bin Tsabit, semua sahabat sepakat menerima putusan Hakam dan

membenarkannya.33

Menurut Rachmadi Usman, menyimpulkan bahwa mediasi adalah cara

penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang

melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (Non-intervensi) dan tidak

berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga

tersebut disebut ”mediator” atau ”penengah” yang tugasnya hanya membantu

pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak

mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain,

mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi

diharapkan menemukan titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang

dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan

bersama. Pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi

ditangan para pihak yang bersengketa.34 Mediasi dan negosiasi bukanlah dua

proses yang terpisah namun lebih mengarah kepada negosiasi yang difasilitasi

oleh pihak ketiga yang netral. Meskipun secara substansi negosiasi berbeda

dengan mediasi, namun sering kali dikatakan bila tidak ada negosiasi tidak

ada mediasi. Oleh karena negosiasi merupakan nilai penting dalam mediasi,

33 Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari

http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html 34 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 82.

Page 39: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

maka tawaran pihak pertama dan harga konsesi akan sangat menentukan pada

hasil akhir negosiasi (mediasi).35

C. Dasar Hukum Mediasi

Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang

umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian

dikukuhkan ke dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu

harus mampu menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara

seksama dalam masyarakat.36

Yang menjadi dasar hukum pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di

Indonesia dalam proses ligitasi didasarkan pada:

a. Pancasila.

Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR di

Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam

filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah

mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Hukum tertulis lainnya yang mengatur mediasi adalah Undang-Undang

No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat (2)

menyatakan ”Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan

keadilan berdasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menyatakan :

35 Said Faisal, Pengantar Mediasi, Jakarta : Mahkamah Agung RI,2004, h.65. 36 Lailatul Arofah, Perdamaian dan Bentuk Lembaga Damai di Pengadilan Agama Sebuah

Tawaran Alternatif, Mimbar hukum, No.63, h.43.

Page 40: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara

dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau arbitrase.37

Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga

alternatif di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang

bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang

dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah arbitrase

saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.38

b. Pasal 130 HIR/154 Rbg

Sebenarnya sejak semula pasal 130 HIR maupun pasal 154 Rbg mengenal

dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai.

Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi :

Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.39 Selanjutnya ayat (2) menyatakan :

Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalanlkan sebagai putusan yang biasa.40

37 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan

Peradilan MA-RI, 2007, hal.36. 38 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan

Peradilan MA-RI, 2007, hal.36.

39 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 88. 40R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 187.

Page 41: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal 130

Herziene Indonesia Reglement (HIR) maupun pasal 154 Rechtsreglement

Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses

perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses

ini.41

c. Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama.

Pasal 82 berbunyi :

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(3) Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

d. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

41 Penggabungan dua konsep penyelesaian dua sengketa ini diharapkan mampu saling

menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi berbelit-belitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh para pihak. Dan dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesain sehingga prosesnya lebih sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak menyalahi kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum. Lihat Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses Pelembagaan Aspek Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000, hal. 23-33

Page 42: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi:

(2) Selama perkara belum diputuskan, upaya mendamaikan dapat dilakukan pada setiap pemeriksaan. Yang mana penjelasan pasal tersebut adalah :

”Usaha Untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.42

Pasal tersebut jelas menunjukan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh

para pihak yang berperkara (dalam pasal ini suami-istri) dengan bantuan

seorang mediator (hakim).

e. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pasal 4 PERMA No.1

Tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang

diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan

penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

Maka, pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak,

sebelum pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan

para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan

penundaan pemeriksaan perkara.

f. AlQur’an: Surah An-Nisa’ (4) ayat: 128 dan Surah Al-Hujarat (49) ayat: 9

42 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang-

Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, Depag RI, 2001, hal. 178.

Page 43: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang brperkara

adalah sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam

memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi

diantara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian

(islah).43

Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan

istilah Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu

persengketaan. Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud

untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling

bersengketa.44 Jadi sulh adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana

para pihak bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka secara damai.

Dasar hukum dalam Al-Qur’an, termaktub dalam Surah An-Nisa’ ayat

128 :

Èβ Î)uρ îοr& z÷ö∆$# ôM sù%s{ . ÏΒ $ yγ Î=÷è t/ #�—θà± çΡ ÷ρr& $ZÊ# {�ôãÎ) Ÿξ sù yy$oΨã_ !$ yϑÍκö� n=tæ β r& $ys Î=óÁ ãƒ

$ yϑæηuΖ÷�t/ $ [sù=ß¹ 4 ßx ù=÷Á9$#uρ ×�ö� yz 3 ÏNu�ÅØ ôm é&uρ Ú[ à"ΡF{ $# £x’±9 $# 4 βÎ)uρ (#θ ãΖÅ¡ ósè?

(#θ à)−Gs?uρ �χÎ* sù ©! $# šχ%x. $ yϑÎ/ šχθè=yϑ÷è s? #Z��Î6 yz )128:ا����ء(

Artinya : ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi

43 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta

: Kencana, 2008, hal. 151. 44 As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, 1977, hal. 305

Page 44: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

mereka) walaupu manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyud dan sikap tak acuh). Maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’: 4 ayat 128).

Makna ” wal shulhu khair” yakni ” dan perdamain itu lebih baik”. Ali

bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ’Abbas ra, ia berkata : ” yaitu

memberikan pilihan”. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan

kepada istri antara bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami

terus menerus mengutamakan istri yang lain daripada dirinya.45

Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri

merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut,

lebih baik daripada terjadi perceraian secara total.46

Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap

mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan malam

gilirannya kepada ’Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap

menjadikannya sebagai istri.47

Beliau melakukan itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasannya hal

tersebut disyari’atkan dan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi

Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada

perceraian. Firman Allah ”wal shulhu khair” ’dan perdamaian itu lebih

45 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684

46 Ibid, h. 683.

47 Ibid, h. 684.

Page 45: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

baik’, bahkan perceraian sangat dibenci Allah SWT.48 Ayat ini berkaitan

dengan masalah perkawinan.

Selain ayat tersebut ketentuan berdamai sejalan dengan Firman

Allah SWT. Dalam QS. Al-Hujarat (49) ayat 9 :

β Î)uρ Èβ$tGx"Í←!$ sÛ zÏΒ t ÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# (#θ è=tGtGø%$# (#θßs Î=ô¹r' sù $ yϑåκs]÷�t/ ( .β Î* sù ôMtó t/

$ yϑßγ1 y‰÷n Î) ’ n? tã 3“ t�÷z W{ $# (#θè=ÏG≈ s)sù ÉL ©9 $# Èöö7 s? 4®L ym u þ’Å∀s? #’ n<Î) Ì�øΒ r& «! $# 4 β Î* sù

ôNu !$ sù (#θßs Î=ô¹r' sù $ yϑåκs]÷�t/ ÉΑô‰yè ø9 $$ Î/ (#þθ äÜÅ¡ ø%r& uρ ( ¨β Î) ©!$# �=Ïtä† š ÏÜÅ¡ ø)ßϑø9 $#

)9:ا����اة(

Artinya : ”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara kedunya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil ; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Hujarat (49) ayat 9).

Allah SWT berfirmann seraya memerintahkan untuk mendamaikan

dua kubu kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut

sebagai orang-orang beriman meski saling menyerang satu sama lain.49

Dimana dikemukakan dalam ayat itu bahwa jika dua golongan orang

beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah

48 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684. 49 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir, 2008, hal.470.

Page 46: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah SWT sangat mencintai orang

yang berlaku adil.50

Jika Al-qur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah

seperti di atas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang

menyangkut harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan juga. Bahkan

dalam kitab-kitab fiqih tradisional banyak juga anjuran dari pakar hukum

Islam agar menyelesaikan sengketa antara umat Islam supaya

dilaksanakan dengan cara islah atau perdamaian. Yang apabila ditelaah

dengan seksama kajian sulh dalam kitab-kitab fiqih klasik, objek

kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan yang menyangkut

harta benda.

g. Al-Sunnah

Anjuran Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Memilih sulh sebagai

sarana penyelesaian sengketa yang didasarkan pada pertimbangan

bahwa, sulh dapat memuaskan para pihak, dan tidak ada pihak yang

merasa menang dan kalah dalam penyelesaian sengketa mereka.

Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang ditempuh

Rasulullah SAW adalah jalan damai. Sebagaimana sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh Abu Daud :

50Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta

: Kencana, 2008, hal. 151.

Page 47: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

� أ�� ه���ة�ا�."- . �ل رس*ل ا' (") ا' �"&% وس"!: �ل,

روا= (ج�;: �&� ا�8�"8&� إ0 ("�6 أ52 2�ا�4 أو 2�م 012

51)أ�� داود

Artinya : Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda; ”perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal” (HR. Abu Daud).

At-Tirmizi menambahkan :

��?@2 �� ا��6� �"� 2@?�� ا�CD@ي ���4 أ�* 2@?�� ا�1Aل

�&Eآ �� @G���8و �� ا' �� ا�8:ن� �*ف ��� أ�&% �

ج�;: ا�."- �ل س"! و �"&% ا' (") ا' رس*ل أن : ج@=

�&� � �2ا�4 أ52 أو 012 �2م ("�6 إ0 ا�8"�8&

�") وا��8"8*ن !�Kو�L 0إ �K�L 52 أو 012 �2م

�2ا�4

52 (6&- �2� N�@2 هMا �&�) أ�* �ل Artinya : ”Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka,

kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(Tirmizi berkata, hadis ini Hasan Shahih).

51 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut : Karoban Hazam, 1974, hal.553. Dapat juga dilihat

Li’Ala Addin Samarqondi, Tuhfah al-fuqoha Juz 3, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995, hal. 249

52 Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar al-Turats al ‘Arabiy, h. 634.

Page 48: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik

mengenai hubungan suami itri, transaksi maupun politik. Selama tidak

melanggar hak-hak Allah dan Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.53

h. Doktrin Umar ibn Khattab

Umar Ibn Khatab dalam suatu peristiwa pernah berkata :

”Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan

perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara

mereka”.54

D. Prinsip-Prinsip Hukum Mediasi

Dalam berbagai literatur ditemukan beberapa prinsip mediasi, baik untuk

menerapkan mediasi dalam proses persidangan ditingkat pertama, tingkat

banding, maupun kasasi. Mediasi memiliki prinsip-prinsip hukum dalam

menangani kasus melelui pengadilan (ligitasi). Yang dapat dirumuskan sebagai

berikut :

a. Pelaksanan Mediasi bersifat kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan yang dimaksud adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi

dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang

bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik oleh masing-masing pihak.55

53 “sulh”, Dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed,Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta :

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hal.1653. 54 Sayyid Sabiq, Terjemahan Fikh Sunnah, Jilid 13, Bandung : Al-Ma’arif, 2000, hal. 212. 55 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 28.

Page 49: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Karena proses mediasi ini bersifat rahasia maka, sang mediator harus

menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, juga mediator tidak dapat

dipanggil sebagai saksi di pengadilan dalam kasus yang ia tangani

penyelesaiannya melalui mediasi. Begitu juga masing-masing pihak yang

bersengketa diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan

kepentingan masing-masing pihak.56

b. Upaya damai lewat mediasi bersifat imperatif

Imperatif artinya bersifat memerintah atau memberi komando, bersifat

mengharuskan.57 Hal ini dapat ditarik dari ketentuan pasal 131 ayat (1) HIR,

yang menyatakan :

”Jika, hakim tidak dapat mendamaikan para pihak, maka hal itu mesti disebutkan dalam berita acara sidang. Kelalaian menyebutkan hal itu dalam berita acara mengakibatkan pemeriksaan perkara. Mengandung cacat formal dan berakibat pemeriksaan batal demi hukum, oleh karena itu upaya perdamain ini tidak boleh diabaikan dan dilalaikan”.58

Karena proses mediasi dalam penyelesaian perkara yang disengketakan

bersifat memaksa (compulsory), maka para pihak yang berperkara tidak

56Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29.

57 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Edisi Ketga, Jakarta : Balai

Pustaka, 2001, hal. 427. 58 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 239.

Page 50: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

mempunyai pilihan selain mesti dan wajib mentaati (comply) aturan. Sebagai

acuan bahwa setiap penyelesaian perkara yang diajukan ke pengadilan, wajib

lebih dahulu ditempuh proses mediasi atau harus lebih dahulu diselesaikan

melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Oleh sebab itu, penyelesaian

melalui proses legitasi tidak boleh di pengadilan, sebelum ada pernyataan

tertulis dari mediator yang menyatakan proses mediasi gagal mencapai

kesepakatan perdamaian.59

Hal ini ditegaskan dalam pasal 18 ayat (2) PERMA. Pengadilan baru

dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa,

apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.

c. Proses mediasi bersifat teknis

Artinya mediasi merupakan prosedur yang wajib ditempuh oleh para pihak

yang bersengketa. Dimana mediasi adalah prosedur awal dalam penyelesaian

sengketa di pengadilan. Dilakukan secara sistematis oleh pihak-pihak yang

berperkara dengan dibantu mediator.60

d. Proses mediasi bersifat pemberdayaan

Berdasarkan pada asumsi bahwa setiap orang yang mau datang ke mediasi

sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka

sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian

59 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29. 60 Ibid, h.30.

Page 51: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

sengketa harus muncul dari pemberdayaan masing-masing pihak, karena hal

itu akan lebih memungkinkan para pihak akan lebih menerima solusinya.61

e. Proses mediasi bersifat sukarela atas dasar iktikad baik para pihak.

Pada prinsipnya inisiatif pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi

tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini dapat dilihat dari sifat kekuatan

mengikat dari kesepakatan hasil mediasi didasarkan pada kekuatan

kesepakatan berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Dengan demikian, pada

prinsipnya pilihan mediasi tunduk pada kehendak atau pilihan bebas para

pihak yang bersengketa. Mediasi tidak bisa dilaksanakan apabila salah satu

pihak saja yang menginginkannya.62

Pengertian sukarela dalam proses mediasi juga ditujukan pada

kesepakatan penyelesaian. Meskipun para pihak telah memilih mediasi

sebagai cara penyelesaian sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi

mereka untuk menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat

sukarela yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang menengahi

sengketa para pihak hanya memiliki peran untuk membantu para pihak

menemukan solusi yang terbaik atas sengketa yang dihadapi para pihak.

61 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30. 62 Ibid, h.31.

Page 52: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa yang

bersangkutan seperti layaknya seorang hakim atau arbiter.63

f. Dalam proses mediasi bersifat netralitas

Artinya di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya memfasilitasi

prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa.

Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya

mediasi. Dan juga seorang mediator dalam mediasi, tidak bertindak layaknya

seorang hakim atau juri yang memutuskan salah satu benarnya salah satu

pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan

pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.64

g. Hasil mediasi belum bersifat yuridis kecuali telah menjadi putusan hakim.65

Yuridis artinya berdasarkan hukum, setelah proses mediasi ditempuh, para

pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah

ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan para pihak.66

Jika dicapai kesepakatam perdamaian, para pihak dapat mengajukan pada

hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Ditinjau dari segi

63 Susanti Adi Nugraha, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta : Peslitbang Hukum dan

Peradilan MA-RI, 2007, hal. 18. 64 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30.

65 Rumusan hasil diskusi Hukum Hakim Peradilan Agama se-DKI Jakarta pada tanggal 23 januari tahun 2009.

66 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569.

Page 53: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR pilihan ini yang paling efektif, karena akta

perdamaian itu langsung mengikat kepada para pihak sekaligus pada akta itu

melekat kekuatan eksekutorial, karena berdasarkan pasal 130 HIR, akta

perdamaian disamakan kualitasnya sebagai putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap dan tertutup upaya banding.

Oleh karena itu, untuk menghindari hambatan atas pelaksanaan

kesepakatan di belakang hari, sebaiknya dituangkan dalam sebuah bentuk akta

perdamaian. Para pihak menyampaikan hasil kesepakatan yang telah mereka

tandatangani kepada hakim, seraya meminta agar diterbitkan penetapan dalam

akta perdamaian.

Page 54: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

BAB III

PROSEDUR MEDIASI

A. Tahap Pramediasi

Ruang lingkup mediasi diatur dalam Bab II yang terdiri dari pasal 7-12. tahap

ini merupakan tahap kearah proses tahap mediasi. Sebelum pertemuan dan

perundingan membicarakan penyelesaian materi pokok sengketa dimulai, lebih

dahulu dipersiapkan prasarana yang dapat menunjang penyelesaian sengketa

melalui perdamaian.67

a. Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi

Langkah pertama yang mesti dilakukan hakim pada tahap pramediasi

berdasrkan pasal 7 ayat (1) PERMA adalah sebagai berikut :

1) Memerintahkan Lebih Dahulu Menempuh Mediasi

PERMA memberi fungsi dan kewenangan kepada hakim untuk

memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih dahulu

menempuh penyelesaian melalui proses mediasi. Kewajiban

menempuh lebih dahulu penyelesaian melelui proses mediasi bersifat

imperative bukan regulative, oleh karena itu mesti ditaati para pihak.68

2) Saat Menyampaikan Perintah

67 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251

68 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251

Page 55: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Adapun saat menyampaikan perintah menurut pasal 7 ayat (1)

PERMA, dilakukan hakim pada sidang pertama.69 Berarti keberadaan

dan fungsi sidang pertama hanya acara tunggal, yaitu memerintahkan

para pihak mesti lebih dahulu menempu mediasi diatur dalam pasal 3

(1) itu juga, yaitu sidang dihadiri kedua belah pihak. Karena , jika

yang hadir pada sidang hanya salah satu pihak, secara formil hakim

tidak dapat menyampaikan perintah dimaksud.70

b. Hakim Wajib Menunda Persidangan

Tindakan selanjutnya yang mesti dilakukan hakim diatur dalam pasal 7

ayat (5) PERMA yaitu :

1) Hakim Wajib Menunda Persidangan

Berbarengan dengan perintah yang mewajibkan para pihak

harus lebih dahulu menempuh proses mediasi, hakim wajib menunda

proses persidangan perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan

pemeriksaan perkara, tetapi mesti menundanya.

2) Memberi Kesempatan Menempuh Proses Mediasi

Penundaan pemeriksaan bertujuan untuk memberi kesempatan

yang layak kepada para pihak lebih dahulu menyelesaikan sengketa

69 Yang disebut sidang pertama adalah sebelum hakim membuka proses replik-duplik atau

bahkan sebelum gugatan dibacakan. Pada saat sidang dibuka, langsung diikuti perintah untuk menempuh proses mediasi.

70 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.252

Page 56: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

melalui proses mediasi. Berarti pada saat hakim menyampaikan

perintah agar para pihak lebih dahulu menempuh mediasi yang

dibarengi dengan menunda pemeriksaan perkara, hakim harus

menjelaskan, maksud penundaan itu dalam rangka memberi

kesempatam kepada para pihak menempuh penyelesaian melalui

proses mediasi.71

c. Hakim Wajib Memberi Penjelasan Tentang Prosedur dan Biaya Mediasi

Tindakan berikutnya yang mesti dilakukan hakim, diatur dalam pasal 7

ayat (6) PERMA adalah:

1) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur

Pada sidang pertama tersebut, selain wajib memerintahkan

terlebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan

pemeriksaan perkara hakim wajib memberi penjelasan tata cara dan

prosedur mediasi. Prosedur yang harus dijelaskan meliputi tata cara

pemilihan mediator, cara proses mediasi, perundingan, jadwal

pertemuan, penandatanganan kesepakatan.72

2) Menjelaskan Biaya Mediasi

Hakim wajib menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan

biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal ayat 10 (2)

71 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.254 72 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255.

Page 57: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dan pasal 20 ayat (4) PERMA yakni, bila mengajukan jaksa bukan

hakim, maka biaya honorium mediator ditanggung bersama oleh para

pihak sesuai kesepakatan. Jika mediasi dilakukan ditempat lain, biaya

ditanggung pihak sesuai kesepakatan.73

d. Wajib Memilih Mediator

Mengenai tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 11 PERMA

sesuai dengan mekanisme berikut :

1) Para Pihak Wajib Memilih Mediator

Para pihak yang berperkara atau kuasa hukum mereka wajib

memilih mediator. Kewenangan memilih mediator sepenuhnya

menjadi hak para pihak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang

digariskan pasal 1338 KUHPerdata. Memilih harus berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai ketentuan pasal 1320 KUHPerdata.74

Dalam peraturan Mahkah Agung ini dijelaskan :

a ) Cara pemilihan mediator

Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, cara pemilihan mediator

diwajibkan dengan cara berunding. Oleh karena itu harus benar-benar

73 Ibid” 74 Ibid”

Page 58: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tercapai kesepakatan berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak

(mutual assent).75

b ) Jangka waktu pemilihan mediator

Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, jangka waktunya paling

lama dua hari kerja, terhitung dari tanggal sidang pertama, berarti

terhitung lusa harinya setelah sidang pertama, para pihak wajib

berunding dan memilih mediator karena batas waktunya hanya dua

hari.76

c ) Bebas memilih dari daftar mediator atau dari luar

Pada prisipnya para pihak bebas memilih mediator yang

mereka kehendaki, boleh dipilih panel yang tercantum dalam daftar

mediator yang ditetapkan ketua pengadilan atau dapat juga mediator di

luar pengadilan.77

2) Tidak Tercapai Kesepakatan

Apabila para pihak atau kuasa hukum mereka tidak dapat

bersepakat memilih mediator dalam batas jangka waktu dua hari kerja

dari tanggal sidang pertama. Para pihak wajib memilih mediator dari

75 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255. 76 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 77 Ibid”

Page 59: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

daftar pengadilan yang telah tersedia, sehingga tertutup hak para pihak

untuk memilih mediator dari luar daftar tersebut.78

Ketentuan ini bersifat memaksa (imperatif), PERMA tidak

menghendaki terjadi kegagalan dalam memilih mediator. Oleh karena

itu, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan para pihak tidak

berhasil menyepakati mediator, satu-satunya cara ialah wajib memilih

mediator yang disediakan prngadilan.79

3) Ketua Majelis Berwenang Menujuk Mediator

Pada prinsipnya yang berwenang menunjuk dan memilih

mediator adalah para pihak berdasarkan kesepakatan. Oleh karena itu,

dalam keadaan normal, hakim tidak berwenang menunjuk mediator

secara ex-officio. Namun prinsip tersebut dikesampingkan pasal 11

ayat (4) PERMA. Secara eksepsional diberikan kewenangan kepada

ketua majlis untuk menunjuk mediator dari daftar yang ditetapkan

pengadilan. Kewenangan itu baru berfungsi dengan syarat, apabila

para pihak tidak mencapai kesepakatan memilih mediator dari daftar

mediator yang tersedia di pengadilan dalam jangka waktu dua hari

kerja. Penunjukan mediator oleh ketua majelis dituangkan dalam

bentuk penetapan.

78 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 79 Ibid”

Page 60: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

4) Majelis Yang Memeriksa Perkara Wajib Menjalankan Fungsi

Mediator.

Pasal 11 ayat (6) menjelaskan bahwa jika tidak terdapat hakim

bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang

sama maka hakim pemeriksa pokok perkara wajib menjalankan

sebagai mediator.80

B. Tahap-Tahap Proses Mediasi

Tahap mediasi diatur dalam Bab III yang terdiri dari pasal 13-19 dan

substansinya meliputu penyerahan resume perkara, kewenangan mediator,

keterlibatan ahli dan sebagainya. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :81

a. Para Pihak Dapat Menyerahkan Resume Perkara

Berdasarkan Pasal 13 PERMA, tahap mediasi dimulai dari tanggal

terpilihnya mediator oleh para pihak atau dari tanggal ditunjuknya

mediator oleh ketua majelis. Terhitung dari tanggal itu timbullah

kewajiban hukum kepada para pihak melaksakan kewajiban berikut :

1) Wajib Menyerahkan Resume Perkara

Resume perkara terdiri dari dokumen dan surat yang memuat

duduk perkara, penafsiran atas duduk perkara yang digariskan dalam

80 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.257. 81 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259.

Page 61: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

pasal dimaksud.82 Dapat berupa standar permohonan mediasi yang

memuat secara ringkas minimal masalah sengketa, penyelesaian yang

diinginkan dan ganti rugi atau rehabilitasi yang diminta atau boleh

juga berupa gugatan secara utuh yang memuat dalil atau posita

gugatan dengan potitum.83

2) Tenggang Waktu Penyerahan

Sesuai dengan pasal 13 PERMA, penyerahan resume paling

lambat dalam waktu lima hari kerja. Terhitung dari tanggal para pihak

memilih mediator atau majelis menunjuk mediator.84

3) Diserahkan Pada Mediator dan Pihak Lain

Penyerahan dokumen dan surat-surat menurut pasal 13

PERMA disampaikan kepada mediator dan kepada pihak lain. Berarti

para pihak secara timbal balik saling menyerahkan dokumen dan surat-

surat dimaksud kepada masing-masing pihak.85

b. Proses Mediasi Empat Puluh Hari Kerja

82 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 260. 83 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259 84 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 85 Ibid”

Page 62: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Sejak penunjukan mediator oleh majelis hakim atau penetapan

mediator sesuai dengan pilihan para pihak maka proses mediasi

berlangsung paling lama empat puluh hari kerja terhitung dari tanggal

pemilihan mediator oleh para pihak. 40 hari kerja dapat diperpanjang

paling lama 14 hari kerja.86

c. Kewenangan Mediator Menentukan Mediasi Gagal

Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008, menyatakan jika salah satu pihak

telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri mediasi yang telah

disepakati tanpa alasan yang jelas, setelah dipanggil secara patut. Maka

mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal. Kemudian mediator

yanng berkewajiban menyatakan bahwa perkara tidak layak untuk

dimediasi. Jika sengketa yang sedang dimediasi melibatka aset atau harta

kekayaan yang berkaitan dengan pihak lain dan tidak disebutkan dalam

gugatan. Sehingga pihak lain tersebut tidak menjadi salah satu pihak

dalam proses mediasi.87

d. Kewajiban dan Peran Mediator

Mediator memiliki kewajiban seperti yang tercantum dalam peraturan,

yaitu :

1) Mediator Wajib Menentukan Jadwal Pertemuan

86 Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h.8-9

87 Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h. 9

Page 63: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) PERMA

adalah menentukan jadwal pertemuan dengan para pihak. Jadwal

tersebut harus benar-benar realitas agar dapat dicapai hasil

penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat.88

2) Proses Mediasi Mesti Dihadiri Para Pihak

Dalam proses mediasi terdapat hal-hal yang wajib

diperhatiakan mediator, yaitu setiap pertemuan yang diadakan, mesti

dihadiri para pihak. Dan mereka dapat didampingi oleh kuasa

hukum.89

3) Berwenang Melakukan Kaukus

Kebolehan dan kewenangan mediator melekukan kaukus90

sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 4, diatur dalam Pasal 15

ayat (3) PERMA, yang menegaskan bahwa mediator dapat melakukan

kaukus, apabila dianggap perlu oleh mediator.91

4) Mediator Berfungsi dan Berperan Sebagai Pembantu

88 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 89 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262 90 Pengertian kaukus digariskan dalam pasal 1 butir 4 PERMA yang bermakna, pertemuan

antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dengan demikian, kaukus merupakan pengecualian dari prisip umum yang mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak.

91 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262

Page 64: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Mediator tidak berperan sebagai hakim yang bertindak

menentukan pilihan mana yang salah dan benar, bukan pula bertindak

dan berperan pemberi nasihat hukum (to give legal advice), juga tidak

mengambil peran sebagai penasehat hukum (counsellor) atau

mengobati (the rapits), melainkan mediator hanya berperan sebagai

penolong (helper flore).92

Mengenai fungsi dan mediator sebagai pembantu (helper)

ditegaskan dalam Pasal 1 butir 5, yakni mediator sebagai pihak yang

bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para

pihak mencari berbagai kemungkiana penyelesaian. Sehubungan

dengan fungsi tersebut, Pasal 15 ayat (4) PERMA memikulkan pada

mediator :

a ) Wajib mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan

mendorong untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka. Serta

mencari berbagai pilihan sebagai alternatif penyelesaian yang terbaik

bagi para pihak.

b ) Wajib berperan sebagai pembantu yang cakap yaitu mampu

mengontrol proses dan menegakan aturan dasar mediasi,93 mampu

berperan meluruskan persamaan persepsi, mampu berperan

92 Mahyudin Igo, ”Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perkara Perdata”, Varia Peradilan, tahun ke XXI No.253, (Desember 2006): h.49. 93 Abdul Manan, Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian

Perkara, Suara Uldilag, Vol II No.6, (April 2005): h.8.

Page 65: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

membangun jalinan komunikasi yang harmonis dan bersahabat

diantara para pihak, juga dapat memberi dan mengemukakan analisis

yang cermat atas masalah yang kompleks. Serta membantu para pihak

mengumpulkan informasi penting dan menciptakan pilihan-pilihan

untuk memudahkan penyelesaian problem.94

5) Dapat Mengundang Ahli

Menurut Pasal 16 ayat (1) PERMA, mediator dapat

mengundang seorang atau beberapa ahli, dengan syarat :

a ) Harus berdasarkan persetujuan para pihak

Mediator dapat mengusulkan untuk mengundang ahli, tetapi

untuk itu harus meminta dan mendapat persetujuan para pihak dan

apabila tidak disetujui para pihak, mediator tidak dapat melaksakannya

oleh karena hak yang dimilikinya tidak bersifat ex-officio, tapi

digantungkan pada syarat adanya persetujuan para pihak.95

b ) Ahli kompeten dalam bidang tertentu

Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat (1) PERMA, bahwa ahli

yang dapat diundang, memiliki keahlian yang kompeten dalam bidang

94 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama, 2006, h. 36. 95 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.

Page 66: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tertentu yang berkaitan langsung dengan masalah yang

disengketakan.96

Dalam tulisannya Bagir Manan disebutkan bahwa mediasi

bukanlah pekerjaan dibidang hukum, walaupun pekerjaan paling

utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak

harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum

lingkungan), seperti seorang ahli biologi, ahli kethutanan, dapat

menjadi mediator yang sangat baik menyelesaikan sengketa

lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan

meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik untuk

menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi).

Seorang ahli ekonomi dapat menjadi mediator yang baik

menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko

ekonomi kalau beperkara di pengadilan. Jadi, yang harus disentuh

dalam mediasi ada rasa keadilan dan kepatutan.97

c ) Dapat membantu para pihak menyelesaikan perbedaan

Pada saat perundingan yang telah berlangsung, masih terdapat

perbedaan penndapat mengenai penyelesaian sengketa dan mediator

kesulitan menjembatani atu menyamakan persepsi atau masalah

96 Ibid” 97 Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan,

Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.15.

Page 67: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tersebut. Diperkirakan hanya ahli yang dapat memberikan penjelasan

atas perbedaan itu. Jika terjadi demikian, maka mengundang ahli

dianggap memiliki urgensi dan relevansi.98

d ) Biaya ahli ditanggung para pihak

Syarat selanjutnya diatur pada Pasal 16 ayat (3), yaitu

mengenai biaya jasa ahli ditanggung para pihak. Dan hal itu,

didasarkan atas kesepakatan mereka.99

Adapun tahapan dalam pelaksanaan mediasi pada dasarnya sama halnya

dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai beberapa

tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang dituju dapat

tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator terlebih

dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang

akan dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator

biasanya mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu

mediasi, identitas pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.100

2. Tahap Pelaksanaan

98 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264. 99 Ibid” 100 Yasardin, ”Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”,

Mimbar Hukum, No.63, h.20-21.

Page 68: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum

yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau

membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator

mengeluarkan pernyataan pendahuluan.101 Yang harus dilakukan mediator pada

tahap ini adalah:

a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak.

b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sebagai mediator.

c. Menjelaskan aturan dasar tentang proses aturan kerahasiaan

(confidentyality) dan ketentuan rapat.

d. Menjawab pertanyaan-pertanyan para pihak.

e. Bila para pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta

komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.102

Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian

informasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk

berbicara tentang fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator

bertindak sebagai pendengar yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan-

pertanyaan dan harus juga menerapkan aturan keputusandan sebaliknya

mengontrol interaksi para pihak. Dalam tahapan ini mediator harus

memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-masing pihak,

101 Yasardin, ” Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h. 21.

102 Abdul Halim, Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain, hal. 20 Artikel ini diakses pada

tanggal 21 Juni 2010 dari www.badilag.net/.2010../Kontektualisasi %20Mediasi%20 Dalam%20 Perdamain.pdf

Page 69: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

karena masing-masing informasi tentulah merupakan kepentingan-

kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak

lain menyetujuinya.103 Dalam menyampaikan fakta para pihak juga

mempunyai gaya yang berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus

diperhatikan oleh mediator. Setelah pengumpulan dan pembagian data maka

langkah ketiga dilanjutkan dengan negosiasi pemecahan masalah. Yaitu

diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh masing-

masing pihak. Para pihak mengadakan tawar menawar (negosiasi diantara

mereka).

Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektip, yaitu :

1. Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil dalam

menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal.

2. Para pihak yang bersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak

memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum

melakukan proses mediasi.

3. Jumlah pihak yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada

pihak yang berada diluar masalah.

4. Pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat untuk membatasi

permasalahan yang akan dibahas.

103 Ahmad Syarhuddin, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah

Agung RI No.1 Tahun 2008, h.5.

Page 70: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

5. para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah

mereka.

6. Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih

lanjut dimana yang akan datang.

7. Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal.

8. Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.

9. Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa.

10. Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar

mengganggu hubungan mereka.

11. Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi.

12. Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai.104

Alokasi yang terbesar dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap

negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masalah krusial

yang diperselisihkan.105 Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi

perbedaan bahkan dapat terjadi keributan para pihak yang bersengketa.

Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak

secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasi isu-isu,

memberikan pengarahan para pihak tentang tawar menawar

104 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 102-103 105 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 104.

Page 71: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

pemecahan masalah serta mengubah pendirian para pihak dan posisi

masing-masing menjadi kepentingan bersama.106 Yang bisa dilakukan

mediator pada tahap ini, ialah :

1) Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan

kepentingan masing-masing.

2) Memperluas atau mempersempit sengketa bilamana perlu.

3) Membuat agenda negosiasi.

4) Memberikan penyelesaian alternatif.

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator

untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket,

memperkecil perbedaan-perbedaan dan mencari basis yang adil bagi alokasi

bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan

bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan

para pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu

membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa (kalau

dikuasakan).107

106 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 105. 107 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Aditya Bakti, 2003, h. 106.

Page 72: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

C. Putusan Mediasi

Setelah proses mediasi dilaksanakan, maka putusan yang dihasilkan dapat

berupa putusan mencapai kesepakatan dan dapat pula berupa putusan yang berupa

tidak mencapai kesepakatan.

a. Mencapai kesepakatan

Pasal 17 PERMA mengatur tindakan apa yang harus dilakukan apabila

mediasi menghasilkan kesepakatan.

1) Wajib Merumuskan Secara Tertulis Kesepakatan

Disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1), apabila mediasi

menghasilkan kesepakatan. Maka para pihak wajib merumuskan

kesepakatan tersebut secara tertulis. Hasil kesepakatan dirumuskan

dalam kompormis (compromise solution), kedua belah pihak tidak ada

yang kalah dan tidak ada yang menang, tetapi sama-sama menang

(win-win).108

Pelaksanaan perumusan dibantu oleh mediator dan kesepakatan

yang telah dirumuskan ditandatangani para pihak dan mediator.

Syarat ini ditegaskan juga dalam Pasal 1815 KUH Perdata,

bahwa persetujuan perdamaian harus tertulis dalam bentuk akta

108 Muhammad Yahya Harap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, h. 201.

Page 73: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dibawah tangan (onderhandse acte) atau dapat juga berbentuk akta

otentik.109

Tidak dibenarkan secara lisan, karena Pasal itu menegaskan

persetujuan tidak sah melainkan jika dibuat secara tertulis.

2) Diwakili Kuasa Hukum

Jika para piahak diwakili oleh kuasa hukum, maka para pihak

wajib menyatakan secara tertulis kesepakatan yang dicapai.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 17 ayat (2) PERMA.110

3) Mediator Memeriksa Materi Kesepakatan

Pasal 17 ayat (3), membebani kewajiban kepada mediator

untuk memeriksa materi kesepakatan. Hal itu dilakukan sebelum para

pihak menandatangani kesepakatan. Tujuan kewajiban memeriksa

kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.111

4) Menghadap Kembali Pada Hakim

Pada hari sidang yang telah ditentukan sebelumnya para pihak

wajib menghadap kembali pada majelis hakim. Didepan sidang

109 Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 110 Ibid” 111Ibid “

Page 74: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tersebut para pihak memberitahukan bahwa mediasi telah mencapai

kesepakatan.112

5) Mengajukan Kesepakatan Perdamaian

Jika perdamain terjadi, maka tentang hal itu pada waktu

dipersidangkan akan diperbuat sebuah akta, maka kedua belah pihak

diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang dibuat itu, sehingga akta

tersebut akan berkekuatan hukum tetap dan akan diperlakukan

sebagaimana putusan.113

6) Wajib Mencantumkan Klausula Pencabutan Perkara

Menurut Pasal 17 ayat (6), jika para pihak tidak menghendaki

kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,

maka kesepakatan tertulis yang dirumuskan tersebut harus memuat

atau mencantumkan klausula pencabutan perkara atau pernyataan

perkara telah selesai.114

b. Tidak mencapai kesepakatan

Ada dua kondisi yang dapat digunakan oleh mediator untuk

menyatakan mediasi telah gagal atau tidak layak untuk dilanjutkan

meskipun batas waktu maksimal proses mediasi yaitu 40 hari belum

112 Ibid” 113 Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 114 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis

Peradilan Umum dan Pearadilan Khusus, Buku II, Jakarta : Mahkama Agung Republik Indonesia, 2008, h. 68.

Page 75: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dilampaui. Pertama, jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa

hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan

mediasi sesuai jadwal pertemuan yang telah disepakati atau telah dua kali

berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah

dipanggil secara patut. Kedua, setelah proses mediasi berjalan, mediator

memahami bahwa sengketa yang sedang dimediasi ternyata melibatkan

aset, harta kekayaan atau kepentingan pihak lain yang tidak menjadi

peserta mediasi.115

Menghadapi peristiwa gagalnya proses mediasi, Pasal 18 PERMA

telah menggariskan tindak lanjut yang harus dilakukan mediator dan

hakim.

1) Mediator wajib memberitahu kegagalan kepada hakim

Digariskan dalam Pasal 18 ayat (1) bahwa mediator wajib

memberitahu kegagalan mediasi kepada hakim. Pemberitahuan

dilakukan secara tertulis yang berisi pernyataan bahwa proses mediasi

telah gagal mencapai kesepakatan.116

2) Saat Pemberitahuan

115 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International

Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6.

116 Ibid”

Page 76: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Pemberitahuan segera disampaikan mediator yaitu keesokan

hari kerja dari tanggal berakhirnya jangka waktu proses mediasi yang

disebut Pasal 13 ayat (3).117

3) Majelis segera melanjutkan pemeriksaan perkara

Menurut Pasal 18 ayat (2), apabila mediator telah memberitahukan

kegagalan mediasi mencapai kesepakatankepada hakim harus segera

melanjutkan pemeriksaan perkara. Tata cara penyelesaian yang harus

diterapkan tunduk pada ketentuan hukum acara yang berlaku.118

4) Pemeriksaan perkara, hakim mengusahakan perdamaian

Dalam Pasal 18 ayat (3), menyetakan pada saat pemeriksaan perkara,

hakim berwenang mengusahakan atau mendorong perdamaian kepada

kedua belah pihak. Perdamaian harus tetap dilakukan sebelum

pengucapan putusan.119

5) Perdamaian berlangsung 14 hari

Menurut Pasal 18 ayat (4), hakim dapat melakukan upaya perdamaian

pada saat proses pemeriksaan perkara dalam jangaka waktu 14 hari

117 Ibid” 118 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International

Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6.

119 Ibid”

Page 77: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

kerja sejak para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada

hakim.120

Demikianlah tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses mediasi pada

penyelesaian masalah dipengadilan (ligitasi). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada halaman lampiran.

D. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Mediasi merupakan salah satu bentuk proses penyelesaian sengketa yang

melibatkan pihak ketiga, dan wajib ditempuh oleh para pihak oleh para pihak

dalam menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Dalam ligitasi mediasi

memberikan beberapapa tujuan antara lain:

a. Untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan sukarela sebelum proses

ligitasi dilaksanakan, sehingga proses ligitasi tidak perlu dilanjutkan.

Dangan demikian mediasi dapat mengatasi penumpukan perkara dilembaga

peradilan. Secara umum ada beberapa sebab yang dapat dianggap sebagai

penyebab penumpukan perkara kasasi di Mahkamah Agung yaitu:

1) Tidak ada ketentuan yang membatasi perkara-perkara yang dapat

dimohonkan kasasi.

2) Kurangnya kepercayaan percari keadilan terhadap putusan badan

peradilan tingkat lebih rendah baik karena anggapan mutu putusan

rendah atau karena putusan dibuat dengan cara-cara yang tidak sehat

seperti akibat suap atau cara-cara tidak terpuji lainnya.

120 Ibid”

Page 78: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

3) Mekanisme perdamaian tidak dijalankan secara maksimum, sehingga

mengurangi jumlah perkara yang perlu disidangkan.121

Pentingnya mediasi dimaknai bukan sekedar upaya untuk meminimalisir

perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan baik itu pada pengadilan tingkat

pertama maupun pada tingkat banding sehingga badan Peradilan dimaksud

terhindar dari adanya timbunan perkara, namu lebih dari itu mediasi dipahami dan

diterjemahkan dalam proses penyelesaian sengketa

secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri suatu sengketa

yang tengah berlangsung.122

b. Menyelesaikan sengketa merupakan hakikat (inti) menyelesaikan perkara

secara efektif dan efesien.

Penyelesaian melalui pengadilan tidak selalu memberikan kepuasan. Selain

ongkos, waktu, reputasi dan lain-lain, tidak jarang dijumpai begitu banyak

rintangan yang dihadapi menyelesaikan sengketa melalui pengadilan. Bukan saja

kemungkina keputusan tidak saja memuaskan. Suatu kemenangan yang telah

ditetapkan itupun belum tentu secara cepat dapat dinikmati karena berbagai

hambatan seperti hambatan eksekusi. Bahkan kemungkina ada perkara baru, baik

dari pihak yang kalah atau dari pihak ’berkepentingan’ lainnya.123

121 Susanti Adi Nugroho. Naskah Akademis: MEDIASI, h. 39-41. 122 Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.51. 123 Ibid”

Page 79: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dalam keadaan seperti itu, putusan pengadilan, sekedar sebagian putusan,

tetapi tidak berhasil menyelesaikan sengketa. Bebeda dengan penyelesaian

sengketa diluar proses peradilan seperti mediasi, bukan semata-mata mencapai

putusan, tetapi putusan yang menyelesaikan sengketa.124

” Menang jadi arang kalah jadi abu” begitulah pribahasa yang

menggambarkan jika suatu sengketa diselesaikan dengan menggunakan jalur

ligitasi. Sinyalmen tersebut mencerminkan Putusan Pengadilan terkadang tidak

serta merta menyelesaikan persoalan.125 Maka dikembangkan wacana untuk

sebisa mungkin menyelesaikan persoalan sengketa melalui jalur perundingan,

karena dengan melakukan hal itu akan mencegah kerugian yang lebih besar, baik

kerugian yang berupa moril maupun materil. Sehingga tercipta penyelesaian

perkara secara efektif dan efisien.

c. Penyelesaian secara damai lebih baik dari pada putusan yang dipaksakan.

Karena mediasi jika berhasil akan menghasilkan kesepakatan yang sesuai

dengan keinginan para pihak sehingga dalam perumusan kesepakatan tidak ada

paksaan dari pihak manapun. Berbeda dengan putusan yang bersifat memaksa,

karena penyelesaian perkara melalui pengadilan pada hakikatnya hanyalah

penyelesaian yang bersifat formalitas belaka. Pihak-pihak yang bersengketa

124 Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan

Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.14-15. 125 Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.47.

Page 80: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dipaksakan untuk menerima putusan tersebut walau terkadang putusan badan

peradilan itu tidak memenuhu rasa keadilan.126

d. Perdamaian yang dikukuhkan dalam ligitasi akan berkekuatan hukum dan

mengikat baik secara yuridis maupun psikologis.

Menurut M. Yahya Harahap tidak ada putusan pengadilan yang mengantar

para pihak yang bersengketa kearah penyelesaian masalah, putusan pengadilan

bersifat problem solving diantara para pihak yang bersengketa melainkan putusan

pengadilan cenderung menempatkan kedua belah pihak pada dua sisi ujung yang

saling berhadapan, karena menempatkan salah satu pihak pada posisi pemenang

(the winner) dan menyudutkan pihak yang lain sebagai pihak yang kalah (the

losser), selanjutnya dalam posisi ada pihak yang menang dan kalah, bukan

kedamain dan ketentraman yang timbul, tetapi pihak yang kalah timbul dendam

dan kebencian.127

Oleh sebab itu hasil kesepakatan mediasi yang telah dikukuhkan dalam akta

perdamaian diharapkan menimbulkan kedamian antar para pihak dan bersifat

mengikat. Karena mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan

kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa

126 Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsip-prinsip Hukum Islam (Fiqih) Dalam Transaksi

Ekonomi Pada Perbankan Syariah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama dengan Direktorat Hukum BI, 2003), h.136.

127 Muhammad Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan

Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, h. 158

Page 81: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak

ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).128

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan

pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah manfaat sebgai berikut:

a. Mediasi dapat mengurangi masalah penumpukan perkara.

b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka

secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau fsikologis mereka, sehingga

mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.

c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara

langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap proses dan hasilnya.

e. .Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan

saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa

karena mereka sendiri yang memutuskannya.

g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu

mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim

di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.129

128 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 24. 129 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 25-26.

Page 82: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

BAB IV

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

A. Jenis Perkara Yang di Tangani Mediasi

Berdasarkan pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008

menyebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat

pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui proses mediasi, kecuali untuk

beberapa perkara. Pengecualian tersebut adalah perkara yang diselesaikan melalui

Pengadilan Niaga, Pengadilan Industrial, keberatan atas putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan keberatan atas putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).130

Pemeriksaan perkara niaga, hubungan industrial, perlindungan konsumen dan

persaingan usaha telah diatur dalam prosedur tersendiri, sehingga meskipun

perkara itu termasuk dalam kategori sengketa perdata, tetapi dikecualikan dari

kewajiban untuk menempuh proses mediasi sebagaimana diatur dalam Perma

ini.131

Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga

tidak dapat dimedisi karena substansi persoalan adalan murni hukum yaitu

130 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23.

131 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23.

Page 83: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

berkatan dengan validitas atau keabsahan putusan KPPU. Persoalan hukum

seperti itu tidak memberi peluang bagi para pihak untuk mengadakan tawar

menawar dalam sebuah persidangan.132

Di Pengadilan Agama Jakarta Timur setiap perkara yang diterima wajib

terlebih dahulu dimediasikan sesuai dalam PERMA, tetapi untuk Pengadilan

Agama dapat dikelompokan lagi yaitu yang dimediasikan hanya dalam perkara

kontentius.133

“Kontentius yaitu perkara gugatan atau permohonan yang didalamnya

mengandung sengketa antara pihak-pihak. Dengan ketentuan bahwa kedua belah

pihak hadir pada sidang pertama. Karena pada sidang pertama inilah para pihak

diperintahkan untuk menempuh proses mediasi oleh hakim yang menangani

perkara tersebut”134

Sedangkan perkara “voluntair” adalah perkara yang sipatnya permohonan dan

didalamnya tidak terdapat sengketa sehingga tidak ada pihak lawan. Karena hanya

satu pihak yang mengajukan permohonan tentu saja tidak dapat menempuh

mediasi seperti perkara penetapan ahli waris, dispensasai nikah dan isbat nikah135.

132 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23

133 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

134 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

135 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 84: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Jadi kalau dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 menyebutkan

semua perkara perdata wajib menempuh proses mediasi, akan tetapi di Pengadilan

Agama Jakarta Timur dibatasi pada perkara kontentius.

1. Data Laporan Perkara Perdata Yang Diterima Dan Diputus di

Pengadilan Agama Jakatra Timur

Pada tahun 2008 perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur

adalah sebagai berikut:136

Tabel 4.1 Perkara yang diterima pada tahun 2008

No. Bulan

Izin

Po

lig

am

i

Pe

mb

ata

lan

Pe

rka

win

an

Ce

rai

Th

ala

k

Ce

rai

Gu

ga

t

Ha

rta

Be

rsa

ma

Pe

ng

ua

saa

n A

na

k/P

erw

ali

an

An

ak

Itsb

at

Nik

ah

Dis

pe

nsa

si K

aw

in

Wa

li A

dh

ol

Ke

wa

risa

n

Hib

ah

Lain

-la

in/P

3H

P

JUM

LAH

1 Jan 1 51 116 1 4 1 7 2 183

2 Feb 3 47 93 2 1 3 3 152

3 Mar 52 99 1 1 1 2 9 5 170

4 Apr 3 1 50 112 2 1 3 1 1 13 187

5 Mei 1 1 46 102 2 4 6 162

6 Juni 55 111 1 1 2 4 4 178

7 Juli 1 65 132 2 5 2 2 5 214

8 Agus 1 1 58 106 3 2 4 3 178

136 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 85: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

9 Sep 2 28 58 2 2 1 4 4 101

10 Okt 1 68 140 1 1 5 6 222

11 Nov 60 124 1 5 5 195

12 Des 1 60 110 1 3 1 1 5 1 1 184

JUMLAH 13 4 640 1303 13 23 9 2 8 53 1 57 2126

Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama

Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2008

tercatat 2.126 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian

banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara

perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat

maupun cerai talak diatas.

Sedangkan perkara yang diputus Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada

Tahun 2008 adalah sebagai berikut:137

Tabel 4.2 Perkara yang diputus pada tahun 2008

No. Bulan

Izin

Po

lig

am

i

Pe

nce

ga

ha

n K

aw

in

Pe

mb

ata

lan

Pe

rka

win

an

Ce

rai

Th

ala

k

Ce

rai

Gu

ga

t

Ha

rta

Be

rsa

ma

Pe

ng

ua

saa

n A

na

k/P

erw

ali

an

An

ak

Itsb

at

Nik

ah

Wa

li A

dh

ol

Ke

wa

risa

n

P3

HP

*)

Dit

ola

k/T

ida

k d

ite

rim

a

Gu

gu

r/d

ico

ret

da

ri r

eg

iste

r

Dic

ab

ut

JUM

LAH

1 Jan 47 84 1 2 1 2 3 7 18 147

2 Feb 1 52 97 1 4 1 2 4 9 13 15 184

137 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 86: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

3 Mar 1 1 38 99 2 4 3 5 8 25 161

4 Apr 1 52 81 1 2 5 10 9 6 28 167

5 Mei 2 1 41 71 1 1 1 3 6 3 17 11 147

6 Juni 42 93 1 1 6 3 6 3 16 155

7 Juli 1 34 100 1 1 1 1 6 2 15 16 162

8 Agus 35 93 3 2 1 2 2 14 20 152

9 Sep 44 91 1 1 3 4 0 8 11 152

10 Okt 39 60 1 1 8 2 7 15 118

11 Nov 32 92 1 2 4 5 4 13 11 153

12 Des 1 42 74 1 1 1 4 2 12 13 137

JUMLAH 7 1 1 498 1035 10 15 4 6 32 57 47 123 199 1835

Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus

oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung dari bulan januari hingga

bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara

yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa

mediasi banyak yang gagal. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik Data Perkara Tahun 2008.

100%

86.31%

9.36%4.32%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Perkara Diterima Perkara Diputus Perkara Dicabut Perkara Lain-lain

Page 87: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima

oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 2126

perkara atau mencapai 100 %. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan

oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 adalah 1835 perkara

atau sekitar 86,31 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas

yang lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara

perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan

Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara. Sedangkan

perkara yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama

Jakarta Timur berjumlah 1533 perkara, dan perkara yang dicabut berjumlah

199 perkara atau sekitar 9,36 % dan sisa perkara sekitar 4,32 % ini dari

keseluruhan perkara.

Dan pada Tahun 2009 data perkara yang diterima Pengadilan Jakarta

Timur adalah sebagai berikut:138

Tabel 4.3 Perkara yang diterima pada tahun 2009

138 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 88: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

No. Bulan Iz

in P

oli

ga

mi

Pe

mb

ata

lan

Pe

rka

win

an

Ce

rai

Th

ala

k

Ce

rai

Gu

ga

t

Ha

rta

Be

rsa

ma

Pe

ng

ua

saa

n A

na

k/P

erw

ali

an

An

ak

Na

fka

h A

na

k o

leh

Ib

u

Itsb

at

Nik

ah

Wa

li A

dh

ol

Ke

wa

risa

n

Lain

-la

in/P

3H

P

JUM

LAH

1 Jan 139 52 1 2 11 1 206

2 Feb 59 149 2 3 13 1 227

3 Mar 1 64 147 4 2 10 228

4 Apr 60 122 5 6 1 3 197

5 Mei 1 71 135 3 3 12 225

6 Juni 76 134 2 3 3 218

7 Juli 66 122 2 3 1 1 12 207

8 Agus 57 121 1 2 2 1 9 191

9 Sep 27 57 1 1 2 6 94

10 Okt 3 2 89 219 4 1 4 322

11 Nov 1 64 144 2 2 9 222

12 Des 83 144 1 3 2 7 240

JUMLAH 6 2 855 1546 18 28 1 14 8 99 2 2577

Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama

Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2009

tercatat 2.577 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian

banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara

perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat

maupun cerai talak diatas.

Page 89: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Sedangkan data perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta

Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:139

Tabel 4.4 Perkara yang diputus pada tahun 2009

No. Bulan

Izin

Po

lig

am

i

Dis

pe

nsa

si K

aw

in

Pe

mb

ata

lan

Pe

rka

win

an

Ce

rai

Th

ala

k

Ce

rai

Gu

ga

t

Ha

rta

Be

rsa

ma

Pe

ng

ua

saa

n A

na

k/P

erw

ali

an

An

ak

Itsb

at

Nik

ah

Wa

li A

dh

ol

Ke

wa

risa

n

Hib

ah

Lain

-la

in

Dit

ola

k/T

ida

k d

ite

rim

a

Gu

gu

r/d

ico

ret

da

ri r

eg

iste

r

Dic

ab

ut

Jum

lah

1 Jan 1 1 109 38 1 1 1 4 3 17 14 176

2 Feb 1 61 121 3 1 1 8 1 7 15 17 219

3 Mar 33 106 3 1 11 1 3 8 14 166

4 Apr 61 133 2 2 2 12 6 14 19 232

5 Mei 44 111 1 5 6 2 9 19 178

6 Jun 1 49 112 2 2 1 9 3 9 23 188

7 Jul 1 64 116 2 5 2 4 9 194

8 Agu 58 100 1 1 11 1 3 16 175

9 Sept 30 78 3 1 3 1 22 21 138

10 Okt 1 44 96 2 2 2 1 6 5 16 159

11 Nov 1 48 119 3 1 9 1 2 18 184

12 Des 1 64 149 4 1 1 5 4 51 21 280

JUMLAH 5 1 2 665 1279 14 22 11 7 89 1 1 33 159 207 2289

Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus

oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung sejak bulan januari hingga

139 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 90: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara

yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa

mediasi banyak yang gagal karena dilihat dari jumlah perkara yang diputus

cukup signifikan. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik Data Perkara Tahun 2009.

100%

88.82%

8.03%3.14%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Perkara Diterima Perkara Diputus Perkara Dicabut Perkara Lain-lain

Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima

oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2577

perkara atau berkisar 100%. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan oleh

Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah 2289 perkara atau

berkisar 88,82 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas yang

lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara perceraian

baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama

Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2401 perkara. Sedangkan perkara

Page 91: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur

berjumlah 1934 perkara atau berkisar, dan perkara yang dicabut berjumlah

207 perkara atau berkisar 8,03 % dan sisa perkara 3,14 %.

2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2008-2009

Yang menjadi faktor penyebab putusnya perkawian dalam perceraian

tidak hanya oleh satu faktor saja, seringkali kita lihat permasalahan dalam

keluarga timbul karena beberapa faktor. Maka untuk mendapatka gambaran

yang lebih jelas, dari jumlah 2126 perkara perceraian yang diputus oleh

Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008 dapat kita lihat faktor-faktor

dominan terjadinya perceraian secara urut sebagai berikut:

Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian

Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2008140

Tabel 4.5 Paktor penyebab perceraian tahun 2008

Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

No.

Bul

an

Cem

buru

ekon

omi

Tid

ak A

da

tang

gung

Ja

wab

Kek

ejam

an

Jasm

ani

Gan

ggua

n P

ihak

Ket

iga

Tid

ak A

da

Keh

arm

onis

an

Jum

lah

1 Jan 16 20 22 15 24 34 131

140 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 92: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

2 Feb 18 23 24 19 27 38 149 3 Mar 16 22 21 17 24 36 137 4 Apr 14 23 21 20 22 33 133 5 Mei 9 20 19 17 19 28 112 6 Jun 12 25 23 21 24 30 135 7 Jul 11 23 21 22 25 32 134 8 Agus 11 20 18 21 28 30 128 9 Sept 10 22 20 23 27 33 135 10 Okt 8 17 15 18 20 21 99 11 Nov 12 22 18 20 25 27 124 12 Des 10 21 18 19 23 25 116

Jumlah 147 258 241 232 288 367 1533

Beberapa fakror dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya

perkawianan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan

pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara

yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1533 perkara

pada tahun 2008 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan

dalam rumah tangga yaitu tercatat 367 perkara yang putus disebabkan oleh

factor ketidak ada keharmonisan dari 1533 perkara yang putus pada tahun

2008.

Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus

Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008141

141 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 93: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Tabel 4.6 Perkara perceraian diterima dan diputus tahun 2008

No.

Bul

an

Dite

rima

Dic

abut

Dito

lak/

Tid

ak

Dite

rima

Gug

ur/D

icor

et

Dar

i Reg

iste

r

Dip

utus

Lain

-lain

Jum

lah

1 Jan 183 18 3 7 147 - 2 Feb 152 15 9 13 184 - 3 Mar 170 25 5 8 161 - 4 Apr 187 28 9 6 167 - 5 Mei 162 11 3 17 147 - 6 Jun 178 16 6 3 155 - 7 Jul 214 16 2 15 162 - 8 Agus 178 20 2 14 152 - 9 Sept 101 11 0 8 152 - 10 Okt 222 15 2 7 118 - 11 Nov 195 11 4 13 153 - 12 Des 184 13 2 12 137 -

Jumlah 2126 199 47 123 1835 -

Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima Pengadilan

Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember tahun 2008

berjumlah 2126 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang diputus berjumlah

1835 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena mediasi hanya berjumlah

199 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang dengan jumlah perkara yang

masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum berpengaruh signifikan terhadap

perceraian.

Page 94: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dan data tentang faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian

Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2009142

Tabel 4.7 Faktor Penyebab Perceraian tahun 2009

Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

No.

Bul

an

Cem

buru

ekon

omi

Tid

ak A

da

tang

gung

Ja

wab

Kek

ejam

an

Jasm

ani

Gan

ggua

n P

ihak

Ket

iga

Tid

ak A

da

Keh

arm

onis

an

Jum

lah

1 Jan 15 28 24 25 27 28 147 2 Feb 19 36 29 30 33 35 182 3 Mar 14 27 22 24 25 27 139 4 Apr 22 37 30 32 34 39 194 5 Mei 72 24 22 28 34 30 155 6 Jun 16 26 24 30 35 30 161 7 Jul 20 29 28 33 37 33 180 8 Agus 16 24 26 29 35 28 158 9 Sept 9 18 18 21 22 20 108 10 Okt 15 24 22 26 25 28 140 11 Nov 19 28 25 30 31 34 167 12 Des 25 36 31 37 40 44 213

Jumlah 207 337 301 345 378 376 1944

Beberapa faktor dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya

perkawinan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan

142 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 95: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara

yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1944 perkara

pada tahun 2009 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan

dalam rumah tangga yaitu tercatat 376 perkara yang putus disebabkan oleh

factor ketidak ada keharmonisan dari 1944 perkara yang putus pada tahun

2009.

Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus

Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009143

Tabel 4.8 Perkara perceraian diterima dan diputus

No.

Bul

an

Dite

rima

Dic

abut

Dito

lak/

Tid

ak

Dite

rima

Gug

ur/D

icor

et

Dar

i Reg

iste

r

Dip

utus

Lain

-lain

Jum

lah

1 Jan 206 14 3 17 176 2 Feb 227 17 7 15 219 3 Mar 228 14 3 8 166 4 Apr 197 19 6 14 232 5 Mei 225 19 2 9 178 6 Jun 218 23 3 9 188 7 Jul 207 9 2 4 194 8 Agus 191 16 1 3 175 9 Sept 94 21 1 22 130 10 Okt 322 16 0 5 159 11 Nov 222 18 1 2 184 12 Des 240 21 4 51 280

Jumlah 2577 207 33 159 2289

143 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.

Page 96: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima

Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember

tahun 2009 berjumlah 2577 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang

diputus berjumlah 2289 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena

mediasi hanya berjumlah 207 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang

dengan jumlah perkara yang masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum

berpengaruh signifikan terhadap perceraian

Dilihat dari keseluruhan tabel diatas jumlah keseluruhan perkara

perceraian yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai dari bulan

januari tahun 2008 sampai bulan desember tahun 2009 berjumlah 4703

perkara yang tercatat dalam daftar persidangan. Dan berjumlah 4124 Yang

berhasil diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur sedangkan yang

dicabut berjumlah 406 perkara dari jumlah keseluruhan perkara yang diterima.

B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah Pemberlakuan PERMA No.1

tahun 2008

Dalam perkara perceraian, sebelum sidang dimulai hakim tetap berusaha

untuk mendamaikan para pihak. Pelaksanaan perdamaian dilakukan majelis

hakim setiap persidangan. Bahkan sebelum pembacaan putusan pun majelis

hakim tetap berusaha untuk mendamaikan para pihak agar tidak terjadi

perceraian.144

144 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 97: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Setelah diterbitkannya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi

pada persidangan pertama sebelum pembacaan gugatan hakim memerintahkan

kepada para pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu. Hakim juga

menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan mediasi. Setelah keluar dari ruang

sidang, para pihak langsung menuju ruang mediasi. Di ruang mediasi telah hadir

seorang mediator yaitu salah seorang hakim Pendadilan Agama Jakarta Timur

yang telah ditunjuk oleh majelis hakim selain dari hakim yang menanganin

perkara tersebut.145

Proses mediasi biasanya berlansung 40-60 menit. Kemudian mediator

membuat blanko apakah mediasi berhasil atau tidak. Blanko tersebut diserahkan

oleh mediator kepada panitera pengganti sebagai laporan telah dilaksanakannya

mediasi pada kasus tersebut146. Kalo menurut mediator perkara tersebut masih ada

peluang untuk berdamai maka dilakukan mediasi pada hari sidang kedua, jika

mediasi berhasil maka gugatannya dicabut kalo perkara perceraian, sedangkan

perkara harta benda dibuat kesepakatan perdamaian147. Yang dituangkan dalam

akta perdamaian yaitu akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan

145 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 146 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 147 Kesepakatan Perdamaian yaitu dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh

para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008.

Page 98: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada

upaya hukum biasa maupun luar biasa jika dikehendaki para pihak.

Jika mediasi gagal mencapai kesepakatan pemeriksaan tetap dilakukan seperti

acara perdata biasa yang diawali dengan pembacaan gugatan penggugat pada

tahap pertama setelah sebelumnya majelis hakim berusaha untuk mendamaikan.

Kemudian tahap berikutnya adalah jawaban tergugat, lalu replik, duplik,

pembuktian dari pihak penggugat, pembuktian dari pihak tergugat, kesimpulan

penggugat dan tergugat dan tahap akhir adalah putusan pengadilan148.

Dari hal tersebut berarti ada perbedaan yang signifikan antara prosedur

persidangan sebelum dan sesudah diterapkannya PERMA No.1 Tahun 2008

tentang prosedur mediasi. Dimana sebelum adanya Perma, pelaksanaan mediasi

tetap diruang sidang, sedangkan setelah pemberlakuan Perma adanya proses

mediasi yang dilakukan diluar sidang. Setelah adanya Perma, putusan jika

berhasil dibuat akta perdamaian atas kesepakatan para pihak yang berkekuatan

hukumnya sederajat dengan putusan biasa.

Perkara yang dimediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah perkara

kontentius, maka penulis membahas pada perkara perceraian baik cerai talak

maupun cerai gugat.

Pada masa awal pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008

tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang diterima Pengadilan Agama

148 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 99: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara, sedangkan perkara yang

diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur

berjumlah 1533 perkara. Sedangkan perkara yang berhasil didamaikan dapat

dilihat dari jumlah perkara yang dicabut yaitu 199 perkara.149

Dicabutnya perkara disebabkan karena tiga factor. Pertama, majelis hakim

yang selalu aktif dipersidangan untuk selalu berusaha mendamaikan para pihak

agar tidak bercerai jika kasusnya masih ringan. Kedua, para pihak yang

bersengketa (pada perkara perceraian) dengan bantuan pihak keluarga kedua

belah pihak mampu menyelesaikan masalahnya melalui upaya damai setelah

hakim memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk memikirkan akibatnya

atas putusan mereka yang ingin bercerai. Ketiga, adanya proses mediasi yang

terintegrasi dalam sistem peradilan.150

Setelah satu setengah tahun kurang lebih Pemberlakuan Peraturan Mahkamah

Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang

diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahu 2009 berjumlah 2401

perkara, sedangkan perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur

berjumlah 1934 perkara. Perkara yang dimediasi dapat dilihat dari perkara yang

dicabut yaitu berjumlah 207 perkara.151

149 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.

Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur. 150 Ibid” 151 Ibid”

Page 100: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dicabutnya perkara pada tahun 2009 karena tiga faktor pula yaitu sama seperti

faktor dicabutnya perkara pada tahun 2008 diantaranya faktor ketiga adalah

karena adanya proses mediasi yang terintegrasi dalam sistem peradilan. Dengan

adanya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi memberikan

keberhasilan yaitu adanya perkara yang dicabut walau tidak signifikan karena

disamping majelis hakim yang mendamaikan juga ada peran mediator yang

berusaha mendamaikan para pihak dalam menyampaikan keinginan mereka agar

tercapai perdamaian.152

Menurut analisa penulis bahwa Perma ini sudah diterapkan secara efektif di

Pengadilan Agama Jakarta Timur sesuai dengan prosedur yang termuat dalam

Perma No.1 tahun 2008, akan tetapi dalam tingkat keberhasilannya belum terlihat

signifikan karena dilihat dari jumlah perkara yang dicabut ditahun 2008

berjumlah 199 perkara, sedangkan pada tahun 2009 perkara yang dicabut

berjumlah 207 perkara jumlah yang tidak berbeda jauh.

Seperti pernyataan salah seorang hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur

bahwa setelah Perma ini dijalankan yang berhasil didamaikan bias dihitung jari,

tingkat keberhasilannya hanya berkisar 5% saja153. Padahal menurut tuada Uldilag

mengatakan bahwa mediasi telah menjadi trend global yang menjadi media

alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sebagai perbandingan bahwa

152 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur

153 Wawancara Pribadi dengan Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 101: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tingkat keberhasilan mediasi di Singapura mencapai 95%, di Australia sebanyak

80%. Sedangkan di Indonesia khususnya dalam lingkungan Peradilan Agama

berkisar 20%154.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mediasi sudah diterapkan

sesuai dengan prosedur yang termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1

Tahun 2008, namun dalam tingkat keberhasilannya belum ada pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat volume perceraian.

C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi

Dalam segala sesuatu yang kita lakukan baik pelaksanaan peraturan atau yang

lainnya pasti akan ditemukan beberapa hambatan dan tantangan. Begitu pula

dalam pelaksanaan mediasi ini terdapat beberapa hambatan yaitu sebagai berikut:

1. Dalam Perkara Perceraian

Karena perceraian adalah masalah hati, maka dalam hal ini tidak sedikit

para pihak yang tidak mau melaksanakan mediasi. Dengan alasan

permasalahan yang mereka hadapi sudah mencapai klimaks. Karena dalam

persidanganpun majelis hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan

memberi nasihat, sehingga menurut para pihak tidak mau membuang-buang

waktu untuk proses mediasi. Dan terkadang salah satu pihak yang berperkara

tidak hadir pada sidang pertama, akan tetapi pada saat sidang selanjutnya

154 Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari

http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb.

Page 102: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

bahkan terkadang agenda persidangan sudah tahap pembuktian baru yang

bersangkutan hadir, sehinnga harus ada proses mediasi dan itu dapat

menghambat proses persidangan.155

2. Biaya Perkara Bertambah

Karena ada biaya untuk pemanggilan para pihak apalagi jika proses

mediasi dilakukan diluar pengadilan atau dengan kata lain dengan bantuan

mediator dari luar pengadilan. Tetu saja membutuhkan biaya untuk tempat

pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu Pengadilan Agama Jakarta Timur belum

menerapkan biaya mediasi karena dengan pertimbangan bahwa:

1) PERMA ini masih baru.

2) Belum ada petunjuk secara langsung.

3) Menambah beban bagi para pihak yang bersengketa.156

3. Waktu Yang Sangat Dimaksimalkan

Karena kalau di Pengadilan Agama Jakarta Timur pelaksanaan mediasi

dilaksanakan sesuai hari sidang, misalnya sidang ditunda satu minggu maka

pelaksanaan mediasi akan dilakukan pada satu minggu berikutnya, sebelum

persidangan kedua dimulai. Namun jika dilakukan diluar pengadilan

mediatornya tidak memikirkan hal demikian yang penting menurut mereka

155 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

156 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 103: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

waktu digunakan semaksimal mungkin untuk melaksanakan proses mediasi.

Akibatnya terkadang dapat menghambat pemeriksaan pokok perkara di

Peradilan.157

Dari segi waktu kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur selama Perma No.1 Tahun 2008 ini diberlakukan dapat dirinci

sebagai berikut:

a) Para pihak yang meminta waktu mediasi diperpanjang

Dengan adanya jadwal mediasi, pemeriksaan pokok perkara ditunda.

Apalagi jika para pihak meminta kepada majelis hakim untuk

memperpanjang mediasi. Menurut salah satu hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur biasanya perkara selesai dalam kurun waktu 1-3 bulan

namun dengan adanya perpanjangan waktu mediasi bisa menjadi 6

bulan.158

Sebelum adanya peraturan ini, sidang yang kedua biasanya pembacaan

gugatan. Namun sekarang bias mencapai kurun waktu satu bulan setengah

baru dibacakan gugatan karena dilakukan mediasi terlebih dahulu. Dengan

demikian para hakim memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa satu

perkara.

b) Tidak Hadir Pada Saat Mediasi

157 Ibid” 158 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 104: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Pada sidang pertama majelis hakim Pengadilan Agama

mengagendakan untuk memerintahkan para pihak yang berperkara untuk

melakukan mediasi diruang khusus mediasi yang terletak dilantai 2

Pengadilan Agama Jakarta Timur. Namun terkadang ada salah satu pihak

yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Misalnya perkara cerai gugat,

pihak tergugat setelah keluar dari ruang sidang tidak langsung menuju

ruang mediasi tetapi langsung pulang mungkin dengan alasan karena tidak

ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada ruang mediasi hanya salah satu

pihak, yaitu pihak penggugat tentu saja proses mediasi tidak dapat

dilaksanakan.159

Maka pada sidang berikutnya ketika majelis hakim menanyakan

tentang mediasi yang diperintahkan pada sidang sebelumnya. Mereka

menjawab bahwa mereka belum menempuh proses mediasi. Majelis

hakimpun memerintahkan kembali untuk menempuh proses mediasi.

Dengan kejadian ini berarti membutuhkan waktu lagi untuk menunggu

hasil mediasi.

c) Sidang Pertama Tidak Hadir Namun Sidang Berikutnya Hadir

Ketika sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, tapi pada saat

sidang berikutnya pihak tersebut hadir. Bahkan ada juga pihak yang hadir

pada saat sidang sudah sampai pada tahap pembuktian. Maka majelis

159 Ibid”

Page 105: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

hakim tetap harus memerintahkan lagi kepada para pihak untuk

menempuh proses mediasi. Dan majelis hakim membutuhkan waktu lagi

untuk menunggu sampai adanya laporan dari hakim mediator160.

Sedangkan tantangan dalam melaksanakan mediasi bagi hakim adalah sebagai

berikut:

1. Ketika Menjadi Hakim Mediator Yang Baik

Menurut salah satu hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi

mediator yang baik sangatlah sulit. Seperti mengontrol emosi, artinya tidak

terbawa dengan suasana karena kedua belah pihak biasanya mereka merasa

sama-sama benar sebagai mediator harus sabar, tenang dan pintar mengolah

kata-kata agar suasana menjadi damai kembali.161

2. Mengetahui Karakter Masing-masing Pihak

Mengetahui karakter masing-masing pihak merupakan tantangan juga bagi

mediator karena paling tidak harus mengetahui ilmu psikologi atau kejiwaan.

Bagaimana memadukan dua karakter para pihak bersengketa yang berbeda itu

agar terjadi perdamaian.162

3. Mampu Memahami Penyebab Terjadinya Sengketa

160 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 161Ibid” 162 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Page 106: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Menjadi mediator yang baik harus memahami penyebab terjadinya konflik

antar para pihak. Mungkin karena factor budaya, social atau atau ekonomi,

serta mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap penyelesaian sengketa

yang dihadapi para pihak163.

4. Memberikan Sarana yang Mendukung

Artinya bagaimana seorang mediator memberikan suasana yang

mendukung kepada para pihak.agar para pihak merasa nyaman dan tentram

ketika memasuki ruang mediasi juga posisi duduknya yang tidak memberikan

suatu posisi yang memisahkan para pihak untuk menjadi lawan, tetapi

memposisikan bagaimana menjaga hubungan baik antar para pihak.164

Tantangan berikutnya adalah penyediaan fasilitas, ruang pertemuan yang

memadai untuk proses mediasi. Kalau tempatnya tidak memadai justru akan

menyulitkan para pihak. PERMA No.1 Tahun 2008 memungkinkan mediasi

berlangsung di luar, kalau mediasinya di Pengadilan apakah fasilitas

pengadilan sudah memadai. Bagaimana kalau kondisi ruangan sangat panas,

ramai hiruk pikuk dimana sulit mendapatkan privacy dan keamana itu malah

membuat orang stress, mediasi jadi menegangkan. Begitu para pihak masuk

pengadilan, auranya sudah tidak enak.

5. Ketika Masalah Perkawinan

163 Ibid” 164 Ibid”

Page 107: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Mediator merasa tertantang ketika menangani masalah perkawinan

khususnya maslah perceraian yang menyangkut maslah hati. Karena kalau

pernikahan yang kedua dan diharapkan tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan seperti pernikahan yang pertama165.

Mengutip pernyataan Bapak tuada Uldilag (Drs. Andi Syamsu Alam,

SH.,MH) dan Bapak Dirjen Badan Peradilan Agama (Drs. Wahyu Widiana, MA)

menyatakan bahwa mediasi ini merupakan prodak Islami dalam rangka

penyelesaian sengketa di Pengadilan. Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator

harus dilaksankan secaraa oftimal sebagai bagian dari proses aktivitas ijtihad

demi mendapatkan keputsan yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua

belah pihak.166

Tujuan utama dari mediasi adalah tercapainya perdamaian, sementara

perdamaian itu merupakan hukum yang tertinggi seuai dengan adanya hukum

yang berbunyi “Ash-Shulh Sayyid al-hukm”. Perdamain menjadi sangat penting

dilaksanakan apalagi dalam menyelesaikan sengketa keluarga. Keluarga berarti

umat, baiknya suatu keluarga, sangat berpengaruh dan berdampak kepada

perbaikan umat secara keseluruhan.

Meskipun perceraian tidak dapat terelakan, bukan berarti mediasi gagal secara

total, minimal dalam mediasi kedua belah pihak telah dilakukan pencerahan

165 Wawancara pribadi dengan Bapak Achmad Harun Shofa, Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Timur. 166 Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari

http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb

Page 108: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam persoalan rumah tangga, supaya kelak

apabila menikah lagi, mereka telah memiliki pemahaman yang cukup baik tentang

arti sebuah rumah tangga, maupun arti suami atau istri. Namun demikian melalui

mediasi yang dilaksanakan secara maksimal, mudah-mudahan tercapai

perdamaian tanpa perceraian.167 Dan keuntungan bagi hakim adalah akan

mendapatkan reaward (penghargaan/pointer). Karena dalam Perma tersebut

menyatakan bahwa setiap mediator harus dicantumkan dalam putusan. Sebagai

bentuk pertanggung jawaban dalam pelaksanaan mediasi.

Keuntungan lainnya adalah dengan keterbatasan waktu, tenaga dan dana

untuk penyuluhan hukum sebenarnya dapat teratasi melalui proses mediasi

sebagaimana yang diatur dalam Perma ini. Mediator yang diambil dari hakim,

dapat lebih leluasa dan memiliki waktu yang cukup luas untuk memberikan

pemahaman tentang hukum Islam yang berlaku di Indonesia, penyuluhan secara

face to face seperti tersebut pasti lebih terarah dan mencapai sasaran ketimbang

penyuluhan secara umum meskipun bingkainya adalah mediasi namun isinya

penyuluhan hukum. Apabila mediasi secara oftimal tersebut telah terlaksana

secara kontinu mudah-mudahan akan terdapat perubahan paradigma dikalangan

masyarakat dalam memandang pengadilan selama ini hanya dianggap sebagai

167 Admin, “Oftimalisasi Pelaksanaan Mediasi, Artikel diakses pada tanggal 23 juni 2010 dari

http:www.pasimalungun.net/kiri/optimalisasi-pelaksanaan-mediasi.htm.

Page 109: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

pemutus perkara, berubah menjadi lembaga yang memberikan keadilan dengan

kepuasan kedua belah pihak.168

D. Analisis Penulis

PERMA No.1 Tahun 2008 tentang

prosedur Mediasi

Realitas pada prakteknya di

Pengadilan

• Dalam pasal 2 (2) mediator dan

dan para pihak wajib mengikuti

prosedur penyelesaian sengketa

melalui mediasi.

• Namun pada prakteknya masih

ada para pihak yang tidak

mengikuti jalannya prosedur

mediasi dengan alasan mereka

sudah melakukan mediasi dengan

keluarga

• Pada pasal 5 (1) setiap orang

yang menjalankan fungsi

mediator wajib memiliki

sertifikat mediator

• Namun pada kenyataannya masih

banyak mediator yang belum

memiliki sertifikat mediator

• Pada pasal 7 (2) ketidak hadiran

para pihak tidak menghalangi

pelaksanaan mediasi

• Pada Prakteknya jika salah satu

tidak hadir mediasi tidak

dilaksanakan

• Dalam pasal 8 (1) para pihak • Dalam praktek hakim mediator

168 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim

Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

Page 110: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

berhak memilih sendir mediator

yang akan menjadi mediator

langsung dipilih atau ditunjuk

oleh hakim majelis

• Pada pasal 13 (3) lamanya

proses mediasi berlansung 40

hari kerja

• Kenyataanya sangat minim sekali

hanya berkisar 30-60 menit saja

waktu yang sangat singkat

• Dalam hal masalah biaya dalam perma tidak diatur secara jelas

• Namun ketika praktek terkadang biaya sangat tinggi jika menghadirkan hakim dari luar

Dengan demikian penulis dapat menganalisa bahwa pelaksanaan mediasi pada

prakteknya belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan aturan yang ada dalam

Perma, salah satunya dapat terlihat dari mediator yang harus bersertifikat, namun

pada kenyataannya masih banyak mediator yang belum bersertifikat. Kemudian

dari waktu yang sangat singkat untuk melakukan mediasi dengan para pihak ,

kemudian ketidak hadiran para pihak menghambat jalannya mediasi, lalu

banyaknya yang tidak mengikuti jalannya mediasi dengan alasan sudah mediasi.

Dan dalam pemilihan mediatorpun belum terlaksana dengan baik, karena banyak

pengadilan yang belum memasang daftar mediator, begitu juga Perma yang belum

secara rinci atau lugas dalam mengatur biaya mediasi sehingga menyebabkan

biaya yang sangat tinggi pada prakteknya ketika memakai mediator dari luar.

Pada dasarnya sebuah ikatan perkawinan harus selalu didasari dengan

kekuatan cinta. Namun dalam perjalanan kehidupan rumah tangga sering sekali

dibumbui dengan adanya pertengkaran atau percekcokan, karena itu ada banyak

Page 111: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

permasalahan yang sudah tidak bisa diselesaikan lagi dengan cara perdamaian

secara kekeluargaan yang akhirnya berujung pada perceraian di Pengadilan.

Menyikapi problema yang dihadapi, Mahkamah Agung sebagai lembaga

tertinggi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman selalu berusaha mencari solusi

yang terbaik demi tegaknya aturan hukum dan keadilan. Produk-produk hukum

baru berikut perangkat tehnisnya pun diformulasikan sesuai dengan kebutuhan

dan perkembangan dimensi hukum.

Dalam hal tertunggaknya perkara dan ketidakpuasan para percari keadilan

terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Agung mencoba mengintegrasikan

proses penyelesaian sengketa alternative (non ligitasi) dalam hal ini mediasi ke

dalam proses pengadilan (ligitasi). Yaitu dengan menggunakan proses mediasi

untuk mencapai perdamaian pada tahap upaya damai di persidangan dan hal inilah

yang biasa disebut dengan lembaga damai dengan bentuk mediasi atau lembaga

mediasi.

Model lembaga mediasi yang diterapkan di Indonesia sangat mirip dengan

mediasi yang diterapkan di Australia, yaitu sistim mediasi yang berkoneksitas

dengan pengadilan. Pada umumnya yang bertindak sebagai mediator adalah

pejabat pengadilan. Dengan demikian, compromise solution yang diambil bersipat

paksaan (compulsory) kepada kedua belah pihak. Namun agar resoluinya

memiliki potensi memaksa, harus lebih dulu diminta persetujuan para pihak dan

jika mereka setuju, resolusi mengikat dan tidak ada upaya apapun yang dapat

mengurangi kekuatannya.

Page 112: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Ketentuan mediasi di pengadilan mengacu kepada Peraturan Mahkamah

Agung (Perma) No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi

salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di

pengadilan. Selain itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam system peradilan

dapat memperkuat dan memaksimalkan pungsi lembaga pengadilan dalam

menyelesaikan sengketa disamping proses pengadilan yang bersipat memutus.

Hukum acara yang berlaku baik pasal 130 Herzien Indonesis Reglement

(HIR) maupun pasal 154 Rechstegrelement Buitengewesten (Rbg), mendorong

para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan

cara mengintegrasikan proses ini.

Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan dikeluarkannya

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 (Eks pasal 130

HIR/154 Rbg) tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan

lembaga damai. SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang

dihadapi oleh lembaga peradilan Indonesia dalam penunggakan perkara ditingkat

kasasi dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan lembaga

peradilan yang dianggap tidak menyelesaikan masalah. SEMA ini merupakan

langkah nyata dalam mengoptimalkan upaya perdamaian sehingga

pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas.

Namun karena beberapa hal yang pokok belum secara ekplisit diatur dalam

SEMA tersebut maka MA mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang berisi

Page 113: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

tentang ketentuan umum, tahapan tempat dan biaya mediasi di pengadilan

kemudian terakhir disempurnakan dengan keluarnya Perma No.1 Tahun 2008

tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Dalam ajaran Islam pun memerintahkan agar penyelesaian perselisihan yang

terjadi pada manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian. Keadilan

merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui

disemua tempat di Dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke

dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu harus mampu

menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam

masyarakat. Dalam konteks ini tugas hakim yang paling berat adalah menjawab

kebutuhan manusia akan kebutuhan tersebut selain melakukan pendekatan kedua

belah pihak untuk merumuskan sendiri apa yang mereka kehendaki dan upaya ini

dapat dilakukan pada tahap perdamaian.

Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun ke tahun tidak pernah sepi dari

perkara perceraian, dalam prosesnya Pengadilanpun selalu mengupayakan

perdamaian yang biasa disebut dengan mediasi berdasarkan PERMA No.1 Tahun

2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Mediasi ini bertujuan untuk

mengurangi jumlah penumpukan perkara yang masuk kepengadilan. Adanya

mediasi ini berpengaruh terhadap proses perceraian tersebut.

Dari penelitian yang dilakukan, hakim Pengadilan Agama Jakarta Tmur

melakukan mediasi terhadap para pihak agar terhindar dari perceraian, mediasi

Page 114: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dilakukan diluar proses pemeriksaan perkara sehingga membutuhkan waktu dan

tempat tersendiri untuk mediasi tersebut.

Sejak pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi maka

proses persidangan perkara perdata diwajibkan kepada para pihak yang

berperkara untuk menempuh proses mediasi dilaksanakan dalam beberapa tahap.

Yaitu tahap pramediasi dan tahap proses mediasi. Tahap pramediasi diawali

ketika pada persidanganpertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim

menjelaskan tujuan mediasi dan memerintahkan untuk menempuh proses mediasi.

Setelah para pihak menentukan mediator, baik dari daptar pengadilan yang

tersedia maupun dari luar. Mediator menentukan jadwal pertemuan mediasi dan

mewajibkan para pihak menyerahkan resume perkara. Selanjutnya hari pertemuan

para pihak dengan mediator disebut sebagai tahap proses mediasi, proses mediasi

berlangsung selama 40 hari. Jika mediasi berhasil dibuat akta perdamaian jika

masalah harta benda dan jika masalah perceraian dicabut perkaranya. Namun jika

mediasi gagal persidangan dilanjutkan sesuai hukum acara yang berlaku.

Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah menerapkan Perma No.1 Tahun 2008

namun masih fleksibel.

Mediasi adalah satu bentuk penyelesaian sengketa alternative yang bersipat

consensus (kooperatif/kerjasama). Pilihan penyelesaian sengketa dalam bentuk

mediasi merupakan teknik atau mekanisme penyelesaian sengketa yang mendapat

perhatian serta diminati dengan beberapa alasan yang melatarbelakangi yaitu,

perlunya mekanismne penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsive

Page 115: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

bagi kebutuhan para pihak yang bersengketa. Untuk memerkuat keterlibatan

masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa, serta memperluas akses

mencapai atau mewujudkan keadilan sehingga setiap sengketa yang memiliki

cirri-ciri tersendiri terkadang tidak sesuai dengan bentuk penyelesain yang satu

akan cocok dengan bentuk penyelesaian yang lain dan para pihak dapat memilih

mekanisme penyelesaian sengketa yang terbaik dan sesuai dengan sengketa yang

dipersengketakan.

Demgan demikian, tindakan Mahkamah Agung yang mengatur masalah

mediasi yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008

Tentang prosedur mediasi ini sejalan dengan konsep tahkim dalam literatur islam

yang secara etimologi berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau disebut

hakam sebagai penengah suatu sengketa.

Page 116: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis efektivitas mediasi dalam perkara perceraian

berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008, maka penulis dapat simpulkan sebagai

berikut:

1. Di Pengadilan Agama Jakarta Timur pengaruh mediasi untuk

membatalkan perceraian atau menekan tingkat volume perceraian tidak

begitu signifikan cuma 5-10% saja, menurut salah seorang hakim

Pengadilan Jakarta Timur ini sedikit banyak memang dipengaruhi oleh

ruang mediasi yang kurang memadai.

Bahwa mediasi cukup berpengaruh pada lamanya waktu proses perceraian

yaitu adanya penambahan waktu untuk mediasi sehingga proses

pemeriksaan perkara menjadi sedikit terhambat dan putusan hakim

menjadi lama. Selain itu mediasi ini perpengaruh pada biaya yang

dikeluarkan oleh para pihak ketika ada pemanggilan kembali sehingga

timbul adanya ketidak hadiran para pihak dalam mengikuti jalannya

mediasi.

2. Pelaksaan mediasi di Pengadilan Jakarta Timur sudah berjalan efektif

sesuai dengan isi dan tujuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur

mediasi. Adapun prosedur mediasi di Pengadilan Agama yaitu:

- Mediasi dalam ligitasi didasarkan pada niat dan kemauan para pihak

Page 117: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

- Para pihak memilih mediator dari daftar mediator

- Penunjukan mediator oleh ketua majelis

- Para pihak melakukan mediasi dengan mediator yang ditunjuk

- Laporan hasil mediasi dari mediator

- Jika mediasi gagal perkara diperiksa lebih lanjut, jika berhasil, perkara

dicabut.

3. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Perma No.1 tahun 2008

tentang prosedur mediasi ini adalah sebagai berikut:

a. Sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti, ukuran ruangan

mediasi yang kecil dan terlalu berdekatan satu sama lainnya, sehingga

membuat kenyamanan jadi terganggu.

b. Biaya yang sangat tinggi bila memerlukan tenaga ahli mediator dari

luar pengadilan karena merupakan salah satu faktor keberhasilan dari

mediasi.

c. Mediator tidak diambil dari kalangan profesional yang memang secara

akademis menangani kondisi fsikologis sehingga keberhasilannya

dsalam mediasi akan lebih oftimal.

Page 118: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

B. Saran-Saran

Dalam bagian akhur sekripsi ini, penulis mencoba memberikan saran-saran

sehubungan dengan kehadiran Perma No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi

di pengadilan. Saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai pihak yang terkait

yaitu:

1. Kepada pemerintah, penulis berharap proses mediasi tidak hanya sekedar

Perma namun dibuat peraturan yang kuat, melalui pembentukan/perumusan

Undang-Undang. Sehingga menjadi perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya agar kekuatan hukumnya lebih kuat dan dapat terwujud

tujuannya.

2. Kepada Mahkamah Agung, penulis berharap untuk membuka dan memperluas

pelatihan hakim mediator baik melaui diskusi bulanan atau khusus diadakan

lembaga pelatihan mediator yang selama ini belum ada atau pelatihan-

pelatihan lainnya secara bekala untuk meningkatkan kualitas hakim, yang

pada umumnya para hakim belum mempunyai bekal ilmu untuk mediasi

sehingga para hakim dapat segera bersertifikat sebagai mediator. Juga

sosialisasi tentang aturan mediasi perlu ditingkatakan baik melaui diskusi atau

seminar-seminar atau dengan memasukan kurikulu ditingkat pendidikan baik

SMP, SMA atau perguruan tinggi agar masyarakat mengetahui akan

manfaatnya.

3. Kepada Pengadilan Agama, pelaksaan mediasi hendaknya dioftimalkan dan

dijalankan dengan sungguh-sungguh bukan sekedar formalitas dan dilakukan

Page 119: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

dengan ikhlas insya Allah akan membawa kebaikan. Dengan melaui Segala

sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mediasi harus dibenahi mulai dari

daftar hakim mediator, mediator, sampai dengan rungan mediasinya agar

tercipta tujuan mediasi. Mengoftimalkan mediasi bisa melalui pembenhan

ruang mediasi, mengadakan diskusi tentang mediasi di pengadilan bagi para

hakim.

4. Perlu adanya penyuluhan-penyuluhan hukum sebagai sosialisasi baik melalui

media-media cetak, seminar-seminar mengenai muatan-muatan mediasi dalam

pengadilan guna menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat sehingga

masyarakat mengenal mediasi.

Page 120: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an Al-karim

Abbas, Syahril. Mediasi Dalam Prsfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009

. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1995. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993. ----------.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1996. Al-Syaukani, Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad. Nailu al-authar Juz 5. Kairo: Al-

Babi al-holbi, t. th. Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurahman. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet. 2. Bogor:

Pustaka Ibnu Katsir, 2008. Abdullah, Abdul Ghoni. Himpunan Perundang-Undangan dan Peraturan Peradilan

Agama, Jakarta: Intermasa, 1991. Ali, Maulana Muhammad. Islamology. Jakarta: PT. Ikhtiar, 1990 Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Tanya Jawab Kompilasi

Hukum Islam. Jakarta: Depag RI, 2001. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketriga

Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Dahlan, Abdul Azis dkk,ed., Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5. Jakarta: Ikhtiar Baru

Van Hoeve. 2000 Danim, Sudarwan. Menjadi peneliti kualitatif, Cet.1. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Daud, Abu. Kitab Sunan Abu Daud, Beirut: Karoban Hazam,1974. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Himpunan Peraturan

Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Depag RI, 2001.

Page 121: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Djalil, Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Daud, Al-hafidz Abu. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-fikr,1994. Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Negosiasi,

Mediasi Konsiliasi dan Arbitrase. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2001. Fauzan, M. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Hamidy, Muammal, dkk, Terjemahan. Nailul Author: Himpunan Hadits-hadits

Hukum, Jilid 4. Surabaya: Bina Ilmu, 1993. Harahap, Muhammad Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. ----------. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Pustaka

Kartini, 1990. ---------Beberapa tijauan mengenai system peradilan dan penyelesaian sengketa.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet.

4. Malang: Bayumedia Publishing, 2008. Kesewo, Bambang. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat

Peradilan Agama, 2002. Laporan Tahunan 2007 Mahkamagh Agung RI, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI. Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Perdata

Umum Dan Peradilan Khusus, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI Bekerjasama JICA & IICT. Buku Komentar Peraturan MA-RI

No.1 Tahun 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan. Jakarta: MA-RI, JICA & IICT, 2008..

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2005.

Page 122: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Merto Kusumo, Sudipno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1998.

Mustofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media, 2005. Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta:

Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984. Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar al-

Turats al ‘Arabiy, h. 634. Mimbar Hukum No.63 tahun XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004 Nugroho, Susanti Adi. Naskah Akademis Mediai, Jakarta: Peslitbang Hukum dan

Peradilan MA-RI, 2007. Nugroho, Suyud. ADR (Alternatif Desfute Resolution) dan Artbitrase Proses

Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000. Purwodanito, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pusataka

Utama, 2006. Soesilo, R. RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politeia, 1985. Soejatno, Rapat Kerja Nasional MA RI Dengan Jajaran Penggadilan Empat

Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008. Sabiq, As Sayyid. Terjemahan Fiqih Sunnah, Jilid 13. Bandung: Al-Ma’arif, 2000. Sabiq, As Sayyid. Fiqih As Sunnah Juz III. Beirut : Dar Al Fikr, 1977. Subekti, R Dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum . Jakarta: Pradnya Paramita, 2000. Soekanto,Soerjono. Pengantar penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 1986. Suma, Muhammad Amin. Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan peraturan

Pelaksanaan Lainnya Di Negara Hukum Indonesia, Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Page 123: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsif-prinsif Hukum Islam (fiqh) Dalam Transaksi Ekonomi Pada Perbankan Syariah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama Dengan Direktorat Hukum BI, 2003

Yunus, Anwar. Tema-Tema Pokok Al-quran. Jakarta: Biro Bina Mental, 1994. Artikel Dalam Jurnal Igo, Mahyudin. Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata, “ varia Peradilan, tahun ke XXI No.253 (Desember 2006). Manan, Abdul. “ Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian Perkara, Suara Uldilag, vol 11 No.6 (April 2005). Mnan, Bagir. Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa, Varia Peradilan, Tahun XXI No.248 (Juli 2006). Sutadi, Mariana. “Notulen: Veramah Penjelasan Perma No.2 tahun 2007 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,” Suara Uldilag, Vol 1 No.3 (Oktober 2003). Yasardin, Mediasi di Pengadilan Agama: Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 (Juli 2003). Perundang-undangan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Unadan-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Media Elektronik Internet

1. http://masalahperceraian.blogspot.com/2009/01/mediasi-di-pengadilan-agama.html, tanggal 05 Juni 2010 pukul 11.55 wib

2. http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=3554

&Itemid=54

Page 124: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

3. www.mahkamahagung.go.id/images/.../IMPLEMENTASI_MEDIASI .ppt

4. www.mahkamahagung.go.id/images/.../prosedur_ttg_mediasi0001.pdf 5. www.djkn.depkeu.go.id/djkn/filedownload/PerMA2008-1.pdf

6. pn-tangerang.info/data_data/perma2008-1.pdf

7. etd.eprints.ums.ac.id/5135/2/C100050114.pdf

8. www.badilag.net/.../Pelaksanaan%20Mediasi%20di%20Pengadilan(rio%20s

atria%2015sep Abdul Halim,” Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain”, Di akses Dari http//www.Badilag.net. Admin, “ Opgtimalisasi Pelaksanaan Mediasi” Artikel Di akses Dari http//www.pasimalingun.net/kiri/opyimalisasi pelaksanaan mediasi.htm. Andi Syamsu Alam, “ Orientasi Mediasi” Artikael di akses dari http://www.pta-babel-net/orientasi-mediasi-di-bogor.ptabb Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.

Page 125: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Pedoman data Wawancara

1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah fungsi dari

mediator itu sendiri?

2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan Peraturan

Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?

3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata yang

diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis perkara apa saja

yang dimediasikan?

4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses mediasi itu

berlangsung?

5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi di

pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain seperti

arbitrase?

6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh signifikan

terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan bagaimana proses

mediasi dilaksakan?

7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah penumpukan

perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara perceraian) di pengadila

agama jakarta selatan?

Page 126: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan sudah

berapa persen mediasi dijalankan?

9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan proses

mediasi?

10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang pelaksaan

mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?

11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan terjadinya

jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?

12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif dalam

mengatasi masalah perkara perceraian?

13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam mengatasi

penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?

14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara

perdata(terutama perceraian)?

Page 127: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Data Hasil Wawancara

Nama : Mahmuddin SH., MH.

NIP :

Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur

Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010

Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah

fungsi dari mediator itu sendiri?

Jawaban:

- Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perkara sengketa yang dibantu

oleh seorang mediator.

- Fungsi mediator adalah untuk melaksanakan mediasi terhadap perkara

yang diajukan kepadanya. Dan hanya sebagai penengah dari para pihak

untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan perkaranya.

2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan

Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?

Jawaban:

Alasannya adalah sesuai dengan tujuan PERMA No.1 tahun 2008 yaitu untuk

mempercepat proses penyelesaian sengketa, sehingga dapat mengurangi

penumpukan perkara di tingkat kasasi.

Page 128: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata

yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis

perkara apa saja yang dimediasikan?

Jawaban:

Setiap perkara perdata yang masuk ke Pengadilan harus dimediasikan tapi ada

pengecualian seperti penetapan hukum itu tidak perlu dimediasikan. Yang

dimediasikan adalah perkara cerai gugat, cerai talaq dan hadonah.

4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses

mediasi itu berlangsung?

Jawaban:

- Prosedur mediasi dilakukan dalam terbuka untuk umum kecuali ada

permintaan dari kedua belah pihak harus ditutup, maka proses mediasi

dilaksanakan secara tertutup. Tetapi kalau dalam perkara perceraian

diutamakan kepada para pihak saja karena masalah hati lain lagi dengan

perkara harta bersama atau hadonah.

- Lamanya proses mediasi adalah 40 hari kerja dan ditambah 14 hari.

5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan? bukankah selain proses ligitasi

di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain

seperti arbitrase?

Jawaban:

Page 129: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Mediasi ini memang sangat diperlukan kaloupun ada lembaga lain, karena jika

tidak dimediasikan putusan pengadilan itu bisa batal demi huklum ketika para

pihak mengajukan banding.

6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh

signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan

bagaimana proses mediasi dilaksakan?

Jawaban:

- Sebenarnya ada pengaruh hanya tidak begitu signifikan karena perceraian

ini masalah hati, dan setiap orang yang datang kepengadilan yang memang

kedua belah pihak berniat untuk bercerai. Tingkat keberhasilannya hanya

5-10 % saja.

- Proses mediasi dilaksanakan pada sidang pertama sebelum ada

pemeriksaan pokok perkara.

7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah

penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara

perceraian) di pengadila agama jakarta selatan?

Jawaban:

Tidak berpengaruh signifikan, karena perkara tetap ada, namun ada pengaruh

dalam akibat hukum dari perceraian saja, setelah dimediasi biasanya mereka

berdamai dalam hadonah atau napkah idah dll.

8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan

sudah berapa persen mediasi dijalankan?

Page 130: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Jawaban:

Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah dijalankan

dengan semaksimal mungkin sesuai dengan isi dan tujuan Perma, hanya

tingkat keberhasilannya kurang signifikan. Yang berhasil dimediasikan Cuma

5-10 saja.

9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan

proses mediasi?

Jawaban:

Hambatannya adalah:

- Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat jadi tidak seimbang

dengan jumlah perkara yang masuk.

- Hakim dari dalam tidak diberikan honor.

- Bukan tugas pokok hakim, jadi malah bertambahnya tugas bagi hakim.

Adapun Tantangannya Saya rasa tidak ada karena hakim itu hanya sebagai

penengah bagi para pihak adapun keputusannya para pihak yang

menentukan,hakim hanya sebagai penjembatani saja.

10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang

pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?

Jawaban:

- Karena aturan ini baru Peraturah saja bukan merupakan Undang-Undang.

- Sarana dan prasarana kurang memadai.

- Kemudian kesadaran dari para pencari keadilan itu sendiri.

Page 131: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan

terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?

Jawaban:

Diadakan kaukus yaitu dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para

pihak. Guna untuk mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkaranya

dengan cara berdamai.

12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif

dalam mengatasi masalah perkara perceraian?

Jawaban:

Belum ada penelitian tentang itu tapi menurut saya pribadi pelaksaannnya

mediasi ini sudah cukup efektif, tetapi tingkat keberhasilannya kurang karena

masalah perceraian kan masalah hati jadi agak sulit untuk mencapai

keberhasilan.

13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam

mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?

Jawaban:

Ini memang terjadi silah pendapat ada yang mengatakan dengan adanya

mediasi malah semakin menghambat peroses penyelesaian perkara, karena

dengan adanya penundaan sidang malah memperlambat proses penyelesaian,

tapi menurut saya tidak ada pengaruhnya karena kita tidak mengambil waktu

lain.

Page 132: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara

perdata(terutama perceraian)?

Jawaban:

Para hakim sudah menjalankan mediasi ini cukup efektif sesuai dengan

Peraturan Mahkamah Agung, namun adapun tingkat keberhasilannya tidak

signifikan karena masalah perceraian adalah masalah hati. Kita disini hanya

sebagai fasilitas saja bagi para pihak dalam mencari solusi penyelesaian

sengketa adapun keputusan itu mutlak kembali pada mereka.

Jakarta Timur, 06 Juli 2010

Pewawancara Nara Sumber

Siti Umu Kulsum Drs. Mahmuddin, SH, MH.

NIM.106044101441 NIP.

Page 133: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Data Hasil Wawancara

Nama : Drs. Achmad Harun Shofa, SH.

NIP :

Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur

Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010

Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah

fungsi dari mediator itu sendiri?

Jawaban:

- Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak

atau beberapa pihak dengan dibantu seorang mediator atau pihak ketiga

dalam menyelaesaikan sengketanya untuk mencapai kesepakatan.

- Fungsi mediator adalah mencarikan solusi-solusi yang terbaik bagi kedua

belah pihak untuk mencapai kesepakatan diantara para pihak dengan

saling menguntungkan tidak dengan saling merugikan para pihak dalam

penyelesaian sengketanya.

2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan

Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?

Jawaban:

Page 134: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Tujuannya adalah untuk memberikan kepuasan bagi para pihak sebagai

pencari keadilan, dengan cara yang seadil-adilnya. Serta mengurangi

permusuhan diantara para pihak.

3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata

yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis

perkara apa saja yang dimediasikan?

Jawaban:

Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahu 2008 pasal 4 bahwa

semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib

terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi kecuali perkara pengecualian.

Namun untuk di Pengadilan agama dikelompokan lagi ada hal –hal yang ga

perlu mediasi seperti isbat nikah, ghaib. Beberapa perkara yang dimediasi

adalah cerai gugat, cera talak, harta bersama dan hadonah.

4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses

mediasi itu berlangsung?

Jawaban:

Pada prinsipnya pelaksanaan proses mediasi dilakukan dengan tertutup untuk

menjaga keberhasilannya.

Dalam aturannya yaitu 40hari kerja ditambah14 hari kerja manakala diminta.

Atau ada kemungkinan diperlukan untuk ditambah.

Page 135: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi

di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain

seperti arbitrase?

Jawaban:

Jelas sangat diperlukan karena penyelesaian melalui arbitrase terbatas pada

sengketa-sengketa tertentu seperti sengketa dibidang syariah, yang apabila

dalam klausula perjanjian telah diperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa

diarbitrase, dalam proses penyelesaian sengketa proses mediasi sangat penting

agar kedua belah pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan perkaranya

dengan damai.

6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh

signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan

bagaimana proses mediasi dilaksakan?

Jawaban:

- Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam tingkat volume perceraian di

pengadilan Agama Jakarta Tmur, tetapi hakim tetap berupaya untuk

menjalankan mediasi sesuai aturan Perma No.1 tahun 2008.

- Proses mediasi dilaksanakan pada persidangan pertama dengan

penunjukan hakim mediator oleh hakim ketua majelis, para pihak

melakukan mediasi dengan mediator yang telah ditunjuk, laporan hasil

mediasi dari mediator, dan jika gagal perkara diperiksa lebih lanjut,jika

Page 136: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

berhasil perkara dicabut untuk perkara perceraian dan dibuatkan akta

perdamaian untuk perkara perdata lain.

7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah

penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara

perceraian)?

Jawaban:

Saya rasa untuk penumpukan perkara tidak ada kaitannya dengan mediasi,

adapun banyak penumpukan perkara di kasasi karena kurangnya tenaga hakim

di lingkungan Mahkamah Agung, sehingga menyebabkan menumpuknya

perkara karena tidak simbang dengan jumlah perkara yang masuk.

8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan

sudah berapa persen mediasi dijalankan?

Jawaban:

Untuk pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, namun hasilnya sangat

relatif disebabkan di Pengadilan Agama Jakarta Timur lebih banyak perkara

yang mana para pihak memang pada umumnya kondisi rumah tangganya

sudah tidak mungkin dipaksakan lagi.

9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan

proses mediasi?

Jawaban:

Hambatannya yaitu:

- Sarana dan Prasana kurang memadai

Page 137: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

- Ruang mediasi kurang memadia karena terlalu berdekatan sehingga

terganggu.

- Kurangnya hakim yang bersertifikat

Adapun tantangannya:

- Ketika menjadi seorang hakim mediator yang baik

- Dapat mengetahui karakter masing-masing

- Mampu memahami penyebab terjadinya sengketa

- Memberikan sarana yang mendukung

- Ketika menghadapi masalah perceraian karena ini masalah hati.

10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang

pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?

Jawaban:

Pada dasarnya pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, hanya lebih efektif

lagi manakala pasilitasnya sudah memadai seperti ruangan mediasi yang

terlalu berdekatan sehinnga agak terganggu ketika sedang mediasi, kemudian

kurangnya hakim mediator sehingga tidak seimbang dengan jumlah perkara

yang masuk.

11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan

terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?

Jawaban:

- Dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para pihak yaitu disebut

dengan (kaukus).

Page 138: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

- Memberikan alternatif-alternatif penyelesaian untuk diusulkan kepada

para pihak untuk menentukan pilihan dari alternatif tersebut.

- Jika pun tetap tidak ada kesepakatan, maka mediator mengatakan gagal.

12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif

dalam mengatasi masalah perkara perceraian?

Jawaban:

Menurut saya cukup efektif dalam pelaksanaannya walau tidak berpengaruh

terhadap tingak volume perceraian, namun setidaknya dapat memberikan

pencerahan rohani bagi para pihak, sehingga para pihak dapat menyadarinya

betapa pentingnya sebuah perdamaian walaupun perkawinannya sudah tidak

dapat dipertahankan tetapi mereka dapat berpisah dengan cara baik-baik.

13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam

mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?

Jawaban:

Seperti saya bilang menumpuknya perkara di Pengadilan karena kurangnya

tenaga hakim yang tidak seimbang dengan jumlah perkara, dan walaupun

mediasi berhasil tetap aja perkara tercatat sebagai perkara.

14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara

perdata(terutama perceraian)?

Jawaban:

Page 139: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN

Dalam hal ini mediasi memang sudah semaksimal mungkin kita jalankan

sesuai isi dan tujuan Perma No.1 tahun 2008 dan sudah berjalan cukup efektif,

hanya untuk tingkat keberhasilannya masih kurang maksimal.

Jakarta, 06 Juli 2010.

Pewawancara Nara Sumber

Siti Umu Kulsum Drs. Achmad Harun Shofa,SH NIM.106044101441 NIP.

Page 140: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 141: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 142: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 143: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 144: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 145: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 146: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 147: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 148: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 149: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 150: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 151: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 152: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 153: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
Page 154: EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN