EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK BEHAVIOR DENGAN …
Embed Size (px)
Transcript of EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK BEHAVIOR DENGAN …

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK BEHAVIOR DENGAN
TEKNIK SELF MANAGEMENT DAN REINFORCEMENT
UNTUK MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS PESERTA DIDIK
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan
Oleh
KHOEROTUN NISA
0105515037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Keefektifan Konseling Kelompok Behavior dengan
Menggunakan Teknik self-management dan Teknik reinforcement untuk
Mengurangi Perilaku Membolos Peserta Didik” karya,
Nama : KHOEROTUN NISA
NIM : 0105515037
Program studi : Bimbingan dan Konseling S2
Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tesis.
Semarang, 3 Oktober 2019.
Pembimbing I,
Prof. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. Kons
NIP.195211201977031002
Pembimbing II,
Dr. Awalya, M.Pd, Kons
NIP.196011011987102001


PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya
Nama : KHOEROTUN NISA
NIM : 0105515037
Program studi : Bimbingan dan Konseling S2
Menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesisyang berjudul “Keefektifan
Konseling Kelompok Behavior dengan Menggunakan Teknik self management
dan Teknik reinforcement untuk Mengurangi Perilaku Membolos Peserta Didik”
ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas
pernyataan ini saya secara pribadi siap menanggung resiko/sanksi hukum yang
dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karyaini.
Semarang, 30 September 2019
Yang membuatpernyataan,
Khoerotun Nisa
NIM 0105515037
ditempeli
meterai
Rp. 6.000

MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
❖ “ Hidup Itu yang Sulit Melatih Sabar, Tapi Dari Sabarlah Kita Berlatih
Untuk Hidup”(Khoerotun Nisa).
PERSEMBAHAN :
❖ Almamater Program Studi Bimbingan dan
Konseling Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang

PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, peneliti dapat
menyelesaikan Tesis ini yang berjudul “Keefektifan Konseling Kelompok
Behavior dengan Menggunakan teknik self management dan teknik reinforcement
untuk Mengurangi Perilaku Membolos Peserta Didik”. Tesis ini disusun sebagai
salah satu persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi
Bimbingan dan Konseling, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Keberhasilan ini didapat berkat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih peneliti sampaikan pertama kepada
para pembimbing: Prof. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. Kons (Pembimbing I) dan
Dr.Awalya,M.Pd, Kons (Pembimbing II).
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
peneliti untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah
memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian dan
penyusunan tesis.
3. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons, Koordinator Program Studi
Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan dan arahan selama proses
pendidikan, penelitian dan penelitian tesis ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan dan arahan selama proses pendidikan,
penelitian dan penelitian tesis ini.
5. Seluruh dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Program
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang atas bekal ilmu pengetahuan dan
seluruh staf pegawai di lingkup Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang atas pelayanannya dalam urusan administrasi
6. Kepala Sekolah, Guru BK/Konselor sekolah serta siswa-siswa MA
Assalafiyah Luwungragi yang telah banyak membantu terlaksananya
penelitian ini.
7. Ayah dan ibu tercinta, suami dan anak-anak serta keluarga terkasih, atas
semua doa, semangat dan dukungannya selama mengikuti pendidikan
8. Sahabat seperjuangan, teman-teman mahasiswa Program Studi Bimbingan
dan Konseling Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, atas
bantuan dan kerjasama yang baik yang telah dilalui
9. Semua pihak yang telah membantu peneliti yang tidak bisa disebut satu
persatu
Peneliti menyadari, bahwa dalam penelitian tesis ini mungkin masih
terdapat kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga
hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan konstribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Semarang, September 2019
Peneliti
Khoerotun Nisa

ABSTRAK
Khoerotun Nisa. 2019. “Keefektifan Konseling Kelompok Behavior dengan
Menggunakan Teknik self-management dan Teknik
reinforcement untuk Mengurangi Perilaku Membolos Peserta
Didik”. Tesis. Jurusan Bimbingan dan Konseling Pascasarjana
Universitas negeri Semarang. Pembimbing I: Prof. Mungin
Eddy Wibowo, M.Pd. Kons, Pembimbing II: Dra Dr. Awalya,
M.Pd, Kons.
Kata kunci: Perilaku membolos, konseling kelompok behavior, teknik self
management, teknik reinforcement.
Sekolah merupakan lembaga formal dimana seorang siswa menimba ilmu
dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Siswa dalam
perkembangannya tentu saja tidak akan pernah lepas dari berbagai permasalahan,
baik permasalahan pribadi maupun permasalahan sosial. Keberhasilan layanan
konseling dapat dilihat dari perubahan perilaku yang ditunjukan oleh siswa ke
arah yang lebih positif, salah satu contoh perubahan perilaku yang diharapkan
adalah berkurangnya perilaku membolos di sekolah. Perilaku membolos dapat
definisikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang
tidak tepat atau ketidak hadiran siswa tanpa alasan yang jelas.
Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh konseling kelompok
behavior dengan menggunakan teknik self management dan reinforcement untuk
mengurangi perilaku membolos siswa MA Assalafiyah Luwungragi Brebes.
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI dengan jumlah 16 siswa yang
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang menggunakan teknik self
menagment dan kelompok yang menggunakan teknik reinforcement. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dengan melihat
dari daftar absensi siswa pada konselor.
Hasil Analisis diperoleh tingkat membolos dalam kelompok self
managemnet pada post-test (M = 36; SD = 3,12) mengalami penurunan yang
signifikan dibandingkan dengan pre-test (Mean = 89; SD = 1,77; Z= -2,55; p
<0,05). Selanjutnya, tingkat membolos siswa pada kelompok reinforcement pada
post-test (M = 37,13; SD = 3,44) mengalami penurunan yang signifikan
dibandingkan dengan pre-test (Mean = 90,88; SD = 2,87; Z= -2,55; p <0,05).
Teknik self management dan reinforcement pada penelitian ini sama-sama efektif
untuk menurunkan perilaku membolos karena kedua kelompok tersebut secara
pelaksanaan menggunakan konseling kelompok behavior yang mendorong
terjadinya interaksi yang dinamis. Dengan konseling kelompok siswa dapat
berinteraksi antar anggota kelompok dengan memberikan gagasan, ide
pengetahuan dan pengalaman untuk membantu memecahkan masalah yang
sedang dibahas dalam kelompok

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PERNAYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................... 10
1.3 Cakupan Masalah.............................................................................. 10
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................. 11
1.5 Tujuan Penelitian .............................................................................. 11
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 12
1.5.1 Manfaat Teoritis ..................................................................... 12
1.5.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN
KERANGKA BERFIKIR ............................................................................. 14
2.1 Kajian Pustaka .................................................................................. 14
2.2 Kerangka Teoritis ............................................................................. 16
2.2.1 Perilaku Membolos ................................................................ 16
2.2.1.1 Pengertian Perilaku Membolos .................................. 17
2.2.1.2 Faktor-faktor Perilaku Membolos ............................. 21
2.2.1.3 Dampak Negatif Perilaku Membolos ......................... 21
2.2.2 Konseling Kelompok Behavior .............................................. 24
2.2.2.1 Pengertian Konseling Kelompok Behavior ............... 24
2.2.2.2 Tujuan Konseling Kelompok Behavior .................... 26
2.2.2.3 Manfaat Konseling Kelompok Behavior .................. 27
2.2.2.4 Tahapan Konseling Kelompok Behavior .................. 28
2.2.3 Pendekatan Behavior ............................................................. 30
2.2.3.1 Pengertian Pendekatan Behavior............................... 30
2.2.3.2 Tujuan Pendekatan Behavior .................................... 31
2.2.3.3 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah ............................. 32

2.3 Teknik Self Management ................................................................. 41
2.3.1 Konsep Dasar TeknikSelf Management ................................. 41
2.3.2 TujuanTeknikSelf Management .............................................. 43
2.3.3 Teknik TeknikSelf Management ............................................. 44
2.3.4 Tahapan TeknikSelf Management .......................................... 46
2.4 Teknik Reinforcement ....................................................................... 47
2.4.1Konsep Dasar Teknik Reinforcement ...................................... 47
2.4.2 Tujuan Teknik Reinforcement ................................................ 48
2.4.3 Prinsip-Prinsip Teknik Reinforcement ................................... 52
2.4.4 Manfaat Teknik Reinforcement .............................................. 54
2.5 Kerangka Berfikir ............................................................................. 56
2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 57
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 59
3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 59
3.2 Populasi dan sampel ......................................................................... 61
3.3 Tenik Sampling ................................................................................. 61
3.4 Variabel Penelitian............................................................................ 62
3.5 Definisi Oprasional ........................................................................... 62
3.6 Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 63
3.5.1Istrumen ................................................................................. 63
3.5.2 Tenik Pengumpulan Data ...................................................... 66
3.6 Deskripsi Langkah-Langkah Pemberian Treatment ......................... 67
3.7 Teknik Analisis Data ....................................................................... 73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 76
4.1. Tingkat perilaku membolos siswa ................................................... 76
4.1.1 Hasil Penelitian Penyebaran Skala Perilaku Membolos ....... 76
4.1.2 Pembahasan Tingkat Perilaku Membolos............................. 77
4.2. Keefektifan layanan konseling kelompok behavior ........................ 78
4.2.1 Hasil Penelitian Kecenderungan Perilaku Membolos .......... 78
4.2.2 Hasil Analisis Uji Wilcoxon ................................................. 81
4.2.3 Pembahasan Keefektifan Layanan Konseling Behavior ...... 82
4.3 Perbedaan Tingkat Keefektifan Konseling Kelompok Teknik Self
Management dan Teknik Reinforcement....................................... 83
4.3.1 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney ........................................ 83
4.3.2 Pembahasan Perbedaan Tingkat Keefektifan Konseling
Kelompok ...................................................................................... 85
4.4 Keterbatsan Penelitian .................................................................... 86
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 87
5.1 Simpulan ........................................................................................ 87
5.2 Saran ................................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 89
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data presensi siswa kelas XI Semester 1 ........................................ 4
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrument Penelitian ........................................................ 61
Tabel 3.2 Tahapan Pemberian Treatmen ........................................................ 62
Tabel 4.1 Pola perubahan penurunan tingkat perilaku membolos siswa ........ 77
Tabel 3.4 Hasil Uji Wilcoxon dan Uji Mann Whitney .................................... 81

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ........................................................................ 54
Gambar 3.1 Pola One Group Pretest-posttest Design ..................................... 57
Gambar 3.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 59
Gambar 4.1 Grafik Penurunan Tingkat Perilaku Membolos Siswa ................. 77

DAFTAR LAMPIRAN
Surat Permohonan Validator Ahli .................................................................... 99
Lembar Validasi Instrument ............................................................................ 100
Instrument Perilaku Membolos ....................................................................... 101
Hasil Uji Validitas Instrument ........................................................................ 108
Jurnal Kegiatan Layanan Konseling Kelompok Selama Treatment ............... 109
Daftar hadir kegiatan Konseling Kelompok Selama Treatment ...................... 110
RPL Konseling Kelompok .............................................................................. 126
Data Tabulasi Pretest Kelompok Self-Management ....................................... 198
Data Tabulasi Pretest Kelompok Reinforcement ............................................ 188
Data Tabulasi Protest Kelompok Self-Management ....................................... 199
Data Tabulasi Protest Kelompok Reinforcement ............................................ 199
Rosentase perbandingan data pretest dan postes .............................................. 200
Hasil Analisis Uji Wilcoxon dan Man Whitney .............................................. 201
Dokumentasi Kegiatan ..................................................................................... 203

LAMPIRAN

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan bagian dari pendidikan. Di sekolah inilah
kegiatan belajar mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan di
kembangkan kepada siswa. Kegiatan belajar di sekolah merupakan kegiatan
inti dalam pendidikan di sekolah. Segala sesuatu yang telah diprogramkan
akan dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar, melalui kegiatan belajar
mengajar ini juga proses transfer dan transformasi ilmu pengetahuan kepada
peserta didik.
Peserta didik merupakan sasaran yang terlibat langsung dalam
pendidikan melalui proses pembelajaran, sehingga melalui proses
pembelajaran diharapkan peserta didik mampu mengenal dan
mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik dan kegiatan
belajar mengajar adalah guru dan peserta didik. Proses belajar mengajar dapat
terlaksana apabila komponen tersebut ada. Jika salah satu komponen tidak
hadir maka proses belajar mengajar tidak akan terjadi. Sehingga transfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik tidak dapat dilakukan.
Melihat pandangan tersebut tentunya dapat diketahui bahwa
kehadiran komponen ini dalam proses kegiatan belajar mengajar sangatlah
penting. Namun, melihat fenomena dilapangan saat ini menunjukan hal
berbeda.Saat ini banyak sekali ditemukan peserta didik yang tidak hadir
mengikuti kegitan belajar mengajar disekolah pada saat jam pelajaran. Proses
belajar mengajar di sekolah dimaksudkan untuk membantu siswa tumbuh dan
berkembang serta menemukan pribadinya menuju kedewasaan.Tumbuh dan

2
berkembang secara maksimal dalam berbagai aspek kepribadian agarmenjadi
manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat.
Kenyataan di lapangan sering dijumpai beberapa siswa mengalami kegagalan
dalam belajarnya. Faktor penyebabnya antara lain adalah saat dalam kelas
berbicara sendiri, berbuat gaduh, mengganggu temannya, masa bodoh
saatguru menjelaskan pelajaran, tidak konsentrasi dalam belajar, dan
membolos sekolah.
Bachri Thalib (2010: 14) akibat dari perilaku menyimpng khususnya
membolos tersebut dapat berdampak bagi diri sendiri dan orang lain
diantaranya ketidakmampuan berprestasi, peserta didik menggunakan waktu
luangnya untuk mengganggu temannya di kelas, kegelisahan yang tidak
realistis, kesedihan dan depresi, kesulitan bergaul dan ketergantungan yang
berlebihan kepada guru-guru membolos dapat diartikan sebagai perilaku
peserta didik yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau
bisa juga dikatakan ketidakhadirannya tanpa alasan yang jelas.
Perilaku membolos di kalangan pelajar kiranya bukan hal yang baru
bagisetiap siswa di sekolah.Tidak hanya terjadi pada siswa putra, siswa putri
pun jugakerap melakukan kegiatan ini. Ada yang melakukannya secara
pribadi, tetapi cukup banyak juga yang melakukannya secara berkelompok,
Fenomena membolos yang dilakukan para siswa di sekolah dapat dipahami
sebagai tindakan perilaku salah, dimana siswa menyelesaikan masalahnya
melalui jalan pintas yang menurut mereka sebagai solusi terbaik atas masalah
yang mereka alami. Bagi pihak sekolah, tentu tindakan ini telah melanggar
peraturan atau tata tertib yang berlaku (Mukhlis, 2009: 7).

3
Membolos akan menyebabkan gagal dalam pelajaran, mengganggu
kegiatan belajar teman-teman sekelas dan masih banyak akibat
yangditimbulkan. Diantara akibat dari membolos yaitu dia akan bergaul
dengan teman-temanyang tidak baik atau terjerumus dalam pergaulan bebas
yang akanmenyebabkan banyak lagi kenakalan-kenakalan remaja yang lain,
Kartono (2008).
Beberapa kasus membolos, misalnya yang terjadi di daerah
Brebes-Tegal, Sebanyak empat pelajar SMP dan 24 pelajar SMA terjaring
operasi sayang yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Tegal, Radar Tegal, Senin
(24/11/2018). Mereka dirazia saat nongkrong di alun-alun, warung kopi,
pasar burung, Pantai Larangan Munjungagung Kramat, warnet dan
playstation (PS) di wilayah Tarub, Bendungan Danawarih Lebaksiu kab tegal,
Patung GBN Slawi kab tegal, Obyek Wisata Cacaban kab tegal, dan GOR
wisanggeni,tegal kota. Alasan mereka membolos dan tidak masuk sekolah
beragam.Ada yang merasabosan di kelas, malas dan ada sekedar ingin
main-main.Sebelumnya belasanpelajar juga terjaring razia saat nongkrong di
rental playstation dan warung kopi (Sucipto, 2018).
Data dokumentasi presensi sebagian SMA dan MA Negeri Kabupaten
Brebes di semester satu menunjukan presensi terdapat rata-rata 149 kasus
siswa membolos dari 10 sekolah tingkat SMA dan MA Negeri Kabupaten
Brebes pada semester satu tahun ajaran 2018/2019. Membolos merupakan
salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya diperlukan perhatian
yang sangat serius, dan perilaku membolos tidak dapat sepenuhnya
dihilangkan dari kehidupan siswa, tetapi usaha meminimalkan perilaku

4
tersebut tetap haruslah ada.Pada fase remaja merupakan masa transisi dan
masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Banyak perubahan yang terjadi
pada masa remaja ini baik secara fisik maupun secara psikis, sehingga dalam
perkembangannya tidak semua anak menghayati proses perkembangan
tersebut berhasil dengan baik bahkan sering terjadi hambatan dan konflik
(Ridlowi, 2009).
Kearney (2001), mengatakan bahwa faktor pendukung munculnya
perilaku membolos sekolah pada remaja ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu faktor sekolah, personal dan keluarga. Faktor sekolah yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja antara lain
kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim
antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif,
atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
Faktor personal terkait dengan konsep diri yang merupakan
pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang
menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri sehingga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan serta
menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik peserta
didik.Sedangkan faktor keluarga meliputi pola asuh orang tua atau kurangnya
partisipasi orang tua dalam pendidikan anak. Ketiga faktor tersebut dapat
muncul secara terpisah atau berkaitan satu sama lain.
Bulan Juli 2011 pernah dilakukan penelitian mengenai konsep diri
oleh Jamaludin Ahmad, Mazila Ghazali dan Aminuddin Hassan.Berdasarkan
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa hubungan antara konsep diri dan
prestasi belajar siswa tidak signifikan.Konsep diri tidak secara langsung

5
berhubungan dengan prestasi belajar siswa namun lebih berkaitan dengan
perilaku siswa.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Maria (2007), konsep diri membawa pengaruh terhadap kecenderungan
kenakalan remaja, semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah
kecenderungan kenakalan remaja dan sebaliknya semakin rendah konsep diri
maka semakin tinggi kecenderungan kenakalan remaja.
Penelitian lain yaitu tentang motivasi belajar yang dilakukan oleh
Nilsen (2009), motivasi belajar siswa berpengaruh signifikan terhadap
perilaku akademik siswa yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa. Motivasi belajar yang tinggi akan
membawa dampak terhadap peningkatan perilaku akademik siswa seperti
rajin masuk sekolah, rajin belajar dan sebagainya, dan hal ini akan membawa
dampak pula terhadap prestasi belajar siswa tersebut. Permasalahan siswa
yang membolos dan perilaku siswa yang tidak dapat mengatur waktu untuk
melakukan aktivitas belajar sesuai kebutuhan mereka.
Apabila para siswa belajar sesuai tanpa aturan yang jelas maka upaya
belajar siswa tersebut tidak efektif. Dalam pengaturan waktu belajar
berdasarkan kesadaran sendiri maupun pihak lain, jika tidak dilakukan
dengan disiplin, maka alokasi waktu untuk belajar akan kacau. Kedisiplinan
siswa dalam melakukan aktivitas belajar dapat dipadukan dengan aktivitas
lain dalam kehidupan sehari-hari. Guru bimbingan dan konseling perlu
mendampingi mereka dalam mengatur waktu belajar.
Perilaku membolos yang dulu sering dilakukan oleh siswa putra saja,
tetapi sekarang juga dilakukan siswa putri.Perilaku tersebut tidak sesuai
dengan budaya tradisional kita yang masih membedakan peran laki-laki dan

6
perempuan dalam masyarakat. Dengan demikian penanganan terhadap
peserta didik yang sering membolos perlu mendapatkan perhatian yang
sangat serius.Penyebab perilaku membolos yaitu peserta didik ada hubungan
antar personal yang tidak menyenangkan baik dengan guru maupun kepada
teman sebayanya.
Perilaku membolos yang dilakukan peserta didik tersebut juga telah
membawa dampak terhadap prestasi belajarnya. Menurut guru bimbingan dan
konseling sekolah yang mendapati laporan dari beberapa guru mata pelajaran
dan wali kelas, peserta didik tersebut pada dasarnya mempunyai prestasi
belajar yang kurang baik, dalam hal ini peserta didik tersebut mempunyai
prestasi belajar yang berada di bawah rata-rata rendahnya prestasi peserta
didik tersebut terlihat dari sejumlah nilai hasil ulangan harian yang berada di
bawah rata-rata, hal ini terjadi karena peserta didik tersebut tidak menguasai
materi pelajaran yang dipelajarinya karena tidak masuk sekolah. Selain itu
sering sekali karena membolos tidak mengumpulkan tugas dan tidak
mengikuti ulangan harian.
Jadi peneliti menyimpulakan perilaku membolos disebabkan oleh
banyaknya faktor baik faktor eksternal seperti lingkungan sekolah dan
keluarga melainkan dapat juga disebabkan oleh faktor internal yaitu berasal
dari dalam diri peserta didik sehingga mereka melakukan tindakan
membolos.
Melihat banyaknya dampak negatif yang muncul dari perilaku
membolos tentunya hal tersebut tidak boleh dibiarkan.Perilaku tersebut juga
tergolong perilaku yang tidak adaptif sehingga harus di tangani secara serius.
Dalam setting sekolah konseling kelompok dari guru bimbingan dan

7
konseling merupakan proses komunikasi bantuan yang amat penting dalam
menanggulangi masalah perilaku membolos.
Menurut prof mungin dalam bukunya (2005:31) konseling kelompok
merupakan hubungan antara pribadi yang menekankan pada proses berpikir
secara sadar, perasaan-perasaan, perilaku-perilaku yang dapat meningkatkan
kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat. Melalui
konseling kelompok, individu menjadi sadar akan kelemahan dan
kelebihannya, mengenali keterampilan, keahlihan dan pengetahuan serta
menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan.
Menurut corey dalam mungin konseling kelompok lebih berpusat pada
masalah pendidikan, pekerjaan dan pribadi.
Konseling kelompok berorientasi pada perkembangan individu dan
usaha menemukan kekuatan yang bersumber pada diri individu itu sendiri
dalam memanfaatkan konseling kelompok. Melalui konseling kelompok
individu akan mampu meningkatkan kemampuan mengembangankan pribadi,
mengatasi masalah-masalah pribadi terampil dalam mengambil alternatif
dalam memecahkan masalahnya, serta memberikan kemudahan dalam
pertumbuhan dan perkembangan individu untuk melakukan tindakan yang
selaras dengan kemampuannya memaksimalkan perilaku perwujudan diri.
Menurut Corey konseling behavior adalah Pengetrapan dari penilitian
dan teori dasar dari psikologi eksperimental untuk mempengaruhi perilaku
dengan tujuan untuk mengatasi problema sosial dan individual dan
meningkatkan berfungsinya sifat manusia.Konseling Behavioral biasanya
digunakan sebagai treatmen guru bimbingan dan konseling dan ahli dalam
mendiagnosa tingkah laku peserta didik. Dalam proses konseling peserta

8
didik yang menentukan tingkah laku apa yang akan diubah, sedangkan
konselor menentukan cara yang digunakan untuk mengubahnya. Menurut
Bootzin dalam Gantina Konseling Behavior dikenal juga dengan modifikasi
perilaku yang dapat diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk
mengubah perilaku.Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada
tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru penghapusan tingkah laku
diisikan.
Teknik-teknik Konseling Behavioral yang dapat dilakukan antara lain :
(1) Penguatan Positif (posittive reinforcement), (2) Kartu Berharga (token
economy), (3) Penokohan (modeling), (4) Pengelolaan Diri (self
management), (5) Penghapusan (extinction), (6) Pembanjiran (flooding), (7)
Penjenuhan (Sttiation), (8) Hukuman (punishman), (9) Time out, (10) terapi
aversi (aversi therapy) dan (11) disensitisasi sistematis. Dari beberapa teknik
behavioral salah satu teknik yang dipilih oleh peniliti adalah pengelolan diri
(self management) yaitu memantau diri (self monitoring), kendali stimulus
(stimulus control) dan ganjar diri (self reward). Membolos merupakan
perilaku yang melanggar norma-norma sosial sebagai akibat dari proses
pengkondisian lingkungan yang buruk dan aversi.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik
konseling behavioral dapat mengurangi perilaku membolos karena
pengelolaan diri (self management) dan (posittive reinforcement), peserta
didik mengatur perilakunya sendiri.Dalam teknik ini peserta didik yang
terlibat langsung karena ada beberapa keseluruhan komponen dasarnya yaitu
menentukan perilaku sasaran memonitor perilaku tersebut, dan mengevaluasi
efektivitas prosedur tersebut. Jadi peneliti menyimpulkan bahwa dalam hal

9
ini untuk mengurangi perilaku membolos maka proses pengkondisian
lingkungan yang buruk tersebut dapat dilakukan melalui kendali stimulus,
kendali stimulus (stimulus control) merupakan penataan kembali atau
memodifikasi lingkungan sebagai isyarat kasus atau antiseden atas respon
tertentu. Untuk mengurangi perilaku membolos isyarat khusus yang
merupakan antiseden bagi perilaku membolos harus dikurangi frekuensinya,
ditata kembali, atau diubah waktu dan tempat kejadiannya.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dalam rancangan
penelitian ini intervensi yang akan diujicobakan adalah konseling kelompok
teknik self management dan reinforcement untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik. Dengan mengujikan teknik tersebut untuk
mengurangi perilaku membolos khususnya untuk para peserta didik di MA
Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan-permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut:
1.2.1 Masih banyak peserta didik yang berperilaku membolos.
1.2.2 Belum maksimalnya guru bimbingan dan konseling dalam
memberikan layanan konseling untuk mengurangi perilaku
membolos.
1.2.3 Kebutuhan teknik konseling yang efektif dalam mengurangi perilaku
membolos peserta didik.
1.2.4 Belum adanya kajian lebih lanjut tingkat keefektifan teknik
self-management dan reinforcement.

10
1.3 Cakupan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang yang telah
dipaparkan diatas, perilaku membolos merupakan maslah yang mempunyai
skor tinggi di MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba
Kabupaten Brebes maka cakupan masalah dalam penelitian ini berfokus pada
upaya penerapan konseling kelompok teknik self management dan
reinforcement untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, masalah dalam
penelitian ini adalah tingginya tingkat perilaku membolos, oleh sebab itu
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1.4.1 Bagaimana keefektifan konseling kelompok dengan menggunakan teknik
self management untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik
MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten
Brebes?
1.4.2 Bagaimana keefektifan konseling kelompok dengan menggunakan teknik
posittive reinforcement untuk mengurangi perilaku membolos peserta
didik MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten
Brebes?
1.4.3 Adakah perbedaan tingkat keefektifan konseling kelompok dengan
menggunakan teknik self managementdan posittive reinforcement
untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik MA Assalafiyah
Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes?

11
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam rumusan masalh diatas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah “untuk mengetahui keefektifan konseling kelompok
dengan menggunakan teknik self managementdan reinforcement untuk
mengurangi perilaku membolos peserta didik MA Assalafiyah Luwungragi
Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes”. Dari tujuan umum, selanjutnya
dijabarkan secara spesifik dalam tujuan penelitian untuk memperoleh data
empiris tentang :
1.5.1 Untuk mendapatkan data empiris dan menganalisa tingkat keefektifan
konseling kelompok dengan menggunakan teknik self management
untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik MA Assalafiyah
Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
1.5.2 Untuk mendapatkan data empiris dan menganalisa tingkat keefektifan
konseling kelompok dengan menggunakan teknik reinforcement untuk
mengurangi perilaku membolos peserta didik MA Assalafiyah
Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
1.5.3 Untuk mendapatkan data empiris dan menganalisa perbedaan tingkat
keefektifan konseling kelompok dengan menggunakan self
management teknik reinforcement untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan
Bulakamba Kabupaten Brebes.

12
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini baik secara teoritis dan praktis adalah sebagai
berikut:
1.6.1. Manfaat Teoritis
1.6.1.1 Memberikan kontribusi positif bagi pengembang ilmu pengetahuan
dalam bidang bimbingan dan konseling.
1.6.1.2 Sebagai rujukan bagi pengembang ilmu konseling kelompok.
1.6.1.3 Memperkaya kajian tentang layanan konseling kelompok teknik
self managementdanreinforcement untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai
rujukan penelitian yang akan datang.
1.6.2. Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi program studi bimbingan dan konseling
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi
kepada prodi Bimbingan dan Konseling mengenai tingkat
keefektifan konseling kelompok dengan menggunakan teknik self
management dan reinforcement untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan
Bulakamba Kabupaten Brebes.
1.6.2.2 Bagi peneliti
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta kajian bagi
pengembangan penelitian selanjutnya.

13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN
KERANGKA BERFIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah pustaka dan kajian penulis ditemukan penelitian yang
relevan dengan penelitian penulis yaitu: Penelitian sebelumnya telah
dilakukan oleh Aris Handoko (2013) Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis tentang usaha peneliti mengurangi
perilaku membolos siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa 1)
adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti ajakan teman untuk membolos
dan pikiran irasional siswa yang merasa dirinya tidak diterima lingkungannya.
2) bentuk perilaku membolos siswa berupa sering keluar saat jam pelajaran,
karena malas belajar, tidak masuk sekolah berselang-seling hari dengan
bermain game. 3) alternatif penanganan yang dilakukan dalam mengatasi
perilaku membolos antara lain menggunakan pendekatan behavior melalui
teknik self management.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Astuti (2009) Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang usaha
peneliti mengurangi perilaku membolos siswa. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa 1) adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti ajakan
teman untuk membolos dan pikiran rasional siswa yang merasa dirinya tidak
diterima lingkungannya. 2) bentuk perilaku membolos siswa berupa sering
keluar saat jam pelajaran, karena malas belajar, tidak masuk sekolah
berselang-seling hari dengan bermain game. 3) alternatif penanganan yang

14
dilakukan dalam mengatasi perilaku membolos antara lain menggunakan
pendekatan behavior melalui teknik asertif training dan teknik rational
emotif.
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Revani (2010) Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis secara kritis
tentang usaha peneliti mengurangi perilaku membolos siswa. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa 1) Perilaku membolos siswa sebelum
dilakukan konseling behavior dengan teknik pengondisian operan
menunjukan aspek frekuensi dan durasi membolos yang tinggi, dengan bentuk
perilaku membolos seperti tidak masuk sekolah tanpa izin, meninggalkan jam
pelajaran dan meninggalkan jam pelajaran tertentu. 2) Perilaku membolos
ketiga klien setelah dilakukan konseling behavior dengan teknik pengondisian
operan secara umum menunjukan penurunan frekuensi dan durasi di setiap
indikator bentuk perilaku membolos.
Penelitian selanjutnya oleh Ovilia (2018) Penelitian ini dilatar belakangi
hasil pengamatan dan pengalaman peneliti bahwa banyak siswa yang
membolos, baik membolos mata pelajaran, maupun membolos sekolah.
Akibatnya dari diri siswa atau individu yang membolos, prestasi disekolah
akan menurun. Permasalahan penelitian ini adalah apakah penerapan
konseling kelompok dengan teknik behavior contract efektif untuk
mengurangi perilaku membolos pada siswa di SMK Kawung 2 Surabaya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan Single
Subject Desain (SSD) dengan banyak subyek penelitian lima siswa. Penelitian
dilaksanakan dalam waktu selama 1 bulan dengan menggunakan instrumen
pedoman observasi siswa, yaitu absensi, dokumentasi. Berdasarkan simpulan

15
hasil penelitian direkomendasikan pada konselor/Guru BK untuk
menggunakan layanan konseling dengan teknik behavior contract dalam
mengurangi perilaku membolos sekolah peserta didik di SMK Kawung 2
Surabaya.
2.2 Kerangka Teoritis
2.2.1 Perilaku Membolos
2.2.1.1 Pengertian Perilaku Membolos
Perilaku merupakan hubungan antara organisme dengan
lingkungannya terhadap perilaku, perilaku membolos berarti peserta
didik mal adaptip dengan lingkungannya, membolos dapat diartikan
tidak masuk sekolah atau absen. Membolos sekolah adalah tidak
masuk sekolah atau tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dan
termasuk perilaku yang melanggar norma sosial sebagai akibat
perilaku yang kurang baik.
Azwar (2003:9) menyebutkan bahwa perilaku adalah reaksi
terhadap stimulus yang bersifat sederhana maupun kompleks dapat
diartikan bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang individu
terhadap adanya stimulus guna mencapai tujuan.
Gunarsa (2008: 31) menyebutkan bahwa perilaku membolos
adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak
sekolah, perilaku membolos dapat diartikan sebagai anak yang tidak
masuk sekolah dan anak yang meninggalkan sekolah belum usai
tanpa izin.

16
Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka diperoleh
kesimpulan bahwa perilaku membolos merupakan sebuah perilaku
tidak masuk sekolah dan tanpa izin yang jelas, dan dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2.1.2 Faktor-Faktor Perilaku Membolos
Membolos sekolah yang sudah sangat membudaya dikalangan para
siswa. Perilaku tersebut tidak mungkin terjadi jika tidak di dukung oleh
faktor-faktor penyebab. faktor yang mendukung adanya perilaku
membolos pada siswa di sekolah antara lain: orangtua yang kurang dalam
memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya, guru yang kurang
menyenangkan, pelajaran yang dianggap sulit, pengaruh buruk dari
teman-temannya, siswa yang kurang sadar akan arti pentingnya
pendidikan, dan siswa yang belum mempunyai.
Menurut Surya (2001:122) kebiasaan membolos dapat bersumber
dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara internal,
kebiasaan membolos bersumber dari dalam diri siswa yang antara lain
berkaitan erat dengan faktor kecakapan potensial maupun actual,
kematangan perkembangan, sikap dan kebiasaan, minat, kestabilan
emosional, pengalaman, kemandirian, motivasi berprestasi, kualitas
kepribadian dan sebagainya. Faktor eksternal yang mempengaruhi
kebiasaan membolos dapat bersumber dari lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan pergaulan teman sebaya. Faktor dalam keluarga yang
menjadi sumber timbulnya kebiasaan membolos, yaitu suasana keluarga
yang kurang mendukung, keterbatasan sarana keluarga, kurangnya
keharmonisan hubungan dalam keluarga.

17
Menurut Setyowati (2004:72) beberapa masalah yang dihadapi siswa
yang membolos antara lain:
1. Adanya perasaan tidak nyaman
2. Mempunyai musuh di sekolah
3. Tidak suka dengan beberapa mata pelajaran yang dianggap
tidak penting atau tidak di sukai
4. Merasa tertinggal dalam pelajaran yang tidak mampu
5. Tidak suka guru yang mengajar
6. Adanya tekanan dari teman
7. Situasi sekolah yang tidak mendukung untuk belajar
8. Memang karena tidak berminat untuk bersekolah
Lingkungan sekolah yang kurang baik dapat menjadi sumber
timbulnya kebiasaan membolos seperti suasana kelas kurang
menyenangkan, sikap guru yang kurang baik, hubungan antar siswa
kurang baik, lingkungan sekolah yang kurang baik, materi pelajaran yang
kurang menarik dan sebagainya.
Menurut Prayitno dan Amti (2004:98) penyebab siswa membolos
dari sekolah adalah sebagai berikut:
1. Tak senang dengan sikap atau perilaku guru
2. Merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru
3. Merasa dibeda-bedakan oleh guru
4. Proses belajar mengajar yang membosankan
5. Merasa gagal dalam belajar
6. Kurang berminat terhadap mata pelajaran
7. Terpengaruh oleh teman yang membolos

18
8. Takut masuk karena tidak membuat tugas
Dari beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa faktor dari
perilaku membolos yaitu intern atau yang bersumber dari dirinya sendiri,
dan faktor ekstern atau faktor yang bersumber dari lingkungan sekitarnya.
Akibat dari kebiasaan membolos ini siswa dapat mengalami kegagalan
dalam proses kegiatan belajar mengajar, karena tertinggal mata pelajaran.
Masalah akan muncul disaat siswa yang membolos tidak memahami
materi bahasan.
Perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari
berbagai pihak. Tidak hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah,
guru, melainkan juga perhatian yang berasal dari orang tua, keluarga,
teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan dan
bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru untuk kedepannya
masadepan siswa itu sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya
dapat terkena imbas dari perilakunya. Apabila hal ini terus menerus
dibiarkan berlalu tidak ada penanganan yang lebih lanjut, maka yang
bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri
melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di
sekolah juga akan ikut menangungnya.
2.2.1.3 Dampak Negatif Perilaku Membolos
Membolos merupakan perilaku yang sangat merugikan peserta
didik. perilaku membolos apabila tidak segera diatasi maka dapat
menimbulkan banyak dampak negatif, Supriyo (2008: 112) menyatakan
bahwa apabila orang tua dan pihak sekolah tidak mengetahui anaknya
membolos maka dapat berakibat anak akan berkelompok dengan teman

19
senasib dan membutuhkan kelompok/group yang menjurus ke hal-hal
yang negatif (gang), peminum, ganja, obat-obat keras, dan lain-lain.
Dan akibat yang paling fatal yaitu anak akan mengalami gangguan
dalam perkembangannya dalam usia untuk menemukan identitas
dirinya (manusia yang bertanggung jawab).
Kartono (2003), mengemukakan bahwa perilaku membolos
berakibat pada dirinya sendiri dan bagi orang lain. Bagi dirinya sendiri
maka ia akan ketinggalan pelajaran. Hal ini akan menyebabkan siswa
mengalami kegagalan dalam pelajaran, tidak naik kelas, nilainya jelek
dan kegagalan lain di sekolah. Sedang bagi orang lain, terutama siswa
sekelas, mereka akan terganggu dengan siswa yang membolos karena
kemungkinan guru akan menegur siswa yang membolos pada pertemuan
selanjutnya sehingga menyita waktu pelajaran. Guru pelajaran juga akan
menerangkan kembali materi yang sudah diajarkan pada pertemuan
berikutnya apabila ada anak yang belum paham, dan tentunya siswa
yang pada pertemuan sebelumnya membolos tidak paham.
Membolos akan menyebabkan gagal dalam pelajaran,
mengganggu kegiatan belajar teman-teman sekelas dan masih banyak
akibat yang ditimbulkan. Diantara akibat dari membolos yaitu dia akan
bergaul dengan teman-teman yang tidak baik atau terjerumus dalam
pergaulan bebas yang akan menyebabkan banyak lagi
kenakalan-kenakalan remaja yang lain. Kenakalan di kalangan remaja
adalah suatu kenyataan dan semakin nyata terjadi di zaman modern ini.
Banyak anak telah terlibat berbagai macam perlakuan yang menyimpang
dari norma. Ada yang terlibat pencurian, perkelahian antara satu sekolah

20
atau dengan remaja di sekolah lainnya, mogok belajar di sekolah,
mengadakan aksi dengan poster-poster yang menuntut dewan guru yang
dirasa tidak sesuai dengan aspirasi remaja, pelemparan mobil di jalan
raya, penyiletan, perampokan, pemerkosaan, dan lain sebagainya
(Tambunan, 2008).
Ali dan Asrori (2006) mengatakan bahwa tugas-tugas
perkembangan remaja yang sangat penting adalah mampu menerima
keadaan dengan dirinya, memahami peran seks/jenis kelamin,
mengembangkan kemandirian, mengembangkan tanggung jawab
pribadi dan sosial, menginternalisasi nilai-nilai moral dan merencanakan
masa depan. Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan
anti sosial maupun asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut
kurang berkembang dengan baik
Membolos yang dilakukan siswa merupakan salah satu
kegagalan dalam tugas perkembangan. Karena siswa melanggar tata
tertib yang ada di sekolah, maka sulit untuk menuju ke masa depan yang
baik. Jadi tugas perkembangan ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik
oleh siswa yang membolos sehingga akan mengakibatkan kegagalan
pada masa depan siswa.
Secara psikologis, akibat remaja yang sering melakukan
pelanggaran cenderung puas dan memotivasi mereka untuk mengulangi
perilaku itu. Pelanggaran menghilangkan kesempatan anak untuk belajar
mendapatkan kepuasan dari perilaku yang disetujui secara sosial. Bila
mereka memperoleh kepuasan dari pelanggaran, mengapa mereka harus
menjadi baik. Pelanggaran ini akan semakin serius, hingga akhirnya

21
anak merasa malu dan bersalah. Pada waktunya, keyakinan ini akan
berkembang menjadi perasaan ketidakmampuan dan rasa rendah diri
yang dapat mengganggu kesehatan mental. Pelanggaran merupakan
bahaya yang serius bagi penyesuaian diri dan sosial (Hurlock, 2001).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akibat
perilaku membolos selain berdampak pada diri sendiri juga berdampak
pada sekolah bahkan masyarakat, dampak pada diri sendiri adalah siswa
yang bersangkutan akan ketinggalan pelajaran sehingga gagal dalam
prestasi dan akan berakibat tidak naik kelas, sedang terhadap sekolah
adalah siswa lain akan kehilangan saebagian waktu belajar karena
digunakan guru untuk menegur atau memberikan hukuman kepada
siswa yang membolos tersebut, dampak terhadap masyarakat adalah
dengan membolos siswa akan berpotensi salah dalam bergaul sehingga
bisa menimbulkan tindak kejahatan.
2.2.2 Konseling Kelompok Behavior
2.2.2.1 Pengertian Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan
konseling yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling serta
peserta didik yang terlibat dalam suatu keanggotaan.Konseling
kelompok merupakan layanan yang efektif digunakan bila dalam
pelaksanaan layanan membutuhkan keanggotaan yang banyak atau
lebih dari satu.Konseling kelompok menganut azas kerahasiaan yang
hanya kelompok yang terlibat saja yang mengetahuinya.

22
Menurut Ohlsen (dalam Mungin, 2005: 18) menjelaskan bahwa
konseling kelompok adalah kegiatan pemberian layanan oleh konselor
dengan satu atau lebih klien yang penuh rasa penerimaan, kepercayaan
dan rasa aman. Totok Santoso (1987: 2) menjelaskan konseling
kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis dengan
menggunakan teknik-teknik konseling dimana anggota kelompok
bersama dengan konselor mengadakan eksplorasi terhadap masalah dan
perasaan dalam usaha mengubah tingkah laku dan sikap sehingga
akhirnya mampu menghadapi masalah perkembangan dan situasi
pendidikan.
Prayitno (2004: 69) menjelaskan konseling kelompok adalah
kegiatan kelompok yang mengandung unsur utama kehidupan
kelompok, yaitu tujuan kelompok, anggota kelompok, pemimpin
kelompok, dan aturan kelompok, untuk mengembangkan pribadi semua
peserta dan peralihan-peralihan lainnya melalui perubahan dalam
masalah pribadi.
Winkel (1991: 486) menjelaskan konseling kelompok adalah suatu
proses antara pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan
perilaku yang disadari. Prosesnya mengandung ciri terapeutik seperti
pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada
kenyataan, pembukaan diri mengenai perasaan mendalam yang dialami,
saling percaya, saling perhatian, saling pengertian, dan saling
mendukung.
Ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling
kelompok merupakan suatu proses hubungan antar pribadi yang

23
dinamis, dibimbing oleh guru pembimbing yang profesional dengan
menggunakan teknik-teknik konseling, untuk individu yang normal
dengan berbagai masalah pribadinya, dilakukan dalam situasi
kelompok, dan bertujuan untuk membuat individu mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangannya dalam kelompok.
Konseling kelompok merupakan bantuan dalam bentuk kelompok
yang terdiri dari beberapa klien yang memiliki kebutuhan, tingkat
permasalahan dan kecakapan untuk melibatkan diri dalam proses
kelompok. Guru pembimbing dengan keahliannya untuk menolong
siswa yang dipersatukan dalam konseling kelompok. Pada dasarnya
model atau teknik konseling kelompok adalah kegiatan-kegiatan yang
menggunakan bahasa (verbal), namun pada suatu ketika hanya
kegiatan-kegiatan non verbal.
2.2.2.2 Tujuan Konseling Kelompok
Suatu kegiatan layanan haruslah mempunyai tujuan yang
menyelesaikan suatu usaha dari sebuah tindakan. Tujuan dari
diadakannya kegiatan konseling kelompok bahwa apa yang
diharapkan dalam suatu penyelesaian masalah haruslah tercapai atau
paling tidak ada keberhasilan secara periodik oleh peserta didik.
Mungin (2005: 20) menjelaskan bahwa tujuan konseling
kelompok adalah membantu klien mencapai pengenalan diri,
kepuasan serta tanggung jawab pribadi yaitu kesejahteraan lahir dan
batin. Prayitno (2004: 70) menjelaskan tujuan konseling kelompok
adalah pengembangan pribadi, dan pemecahan masalah pribadi yang
dialami oleh anggota kelompok.

24
Apabila tujuan konseling kelompok dijabarkan lebih khusus lagi
akan menjadi beberapa bagian yaitu membantu individu di dalam
proses sosialisasi, membantu individu di dalam peningkatan
sensitivitas, membantu individu di dalam memperoleh pemahaman
diri, membantu individu di dalam meningkatkan keterampilan
interpersonal, membantu individu di dalam memperoleh pemahaman
yang luas terhadap faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
perkembangan kepribadiannya, membantu individu di dalam
memperoleh pandangan yang luas tentang dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain, membantu individu di dalam
mengendorkan ketegangan dan atau frustasi, kecemasan, perasaan
berdosa dan sebagainya, membantu individu agar dapat memperoleh
penerimaan yang obyektif tentang pikiran-pikirannya, perasaan serta
motif-motifnya, membantu individu untuk mendiskusikan masalah
pribadinya dan memecahkannya dengan caranya sendiri, dan
membantu individu di dalam memperkecil kegagalan, memperbaiki
kebiasaan kerja dan memperbaiki tingkah laku.
Paparan diatas, menunjukkan bahwa tujuan utama konseling
kelompok adalah membantu para anggota berhubungan dengan
masalah dan pengalamannya, yang tekanannya pada pertumbuhan.
2.2.2.3 Manfaat Konseling Kelompok
Manfaat dalam konseling kelompok tentunya menjadi harapan
dari semua anggota kelompok layanan, yang lebih menekankan pada
permasalahan yang tengah dihadapi oleh anggota kelompok,
menjadikan anggota kelompok mereduksi akanperilakunya dan

25
mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik, mandiri serta
bertanggung jawab. Adhiputra (2011: 13) menyatakan bahwa manfaat
konseling kelompok yaitu: 1) Mampu memperluas populasi layanan,
2) Menghemat waktu pelaksanaan, 3) Mengajarkan individu untuk
selalu komitmen pada aturan, 4) Mengajarkan individu untuk hidup
dalam suatu lingkungan yang lebih luas, 5) Terbuka terhadap
perbedaan dan persamaan dirinya dengan orang lain.
Sedangkan menurut Natawidjaja (2009: 38) menyatakan
manfaat konseling kelompok sebagai berikut: 1) Dapat
mengemukakan hal-hal yang penting bagi dirinya, 2) Memperoleh
balikan yang cepat dari anggota kelompok lain dan pimpinan
kelompok dalam mengalami suatu kesempatan untuk menguji suatu
perilaku baru, 3) Meningkatkan kepercayaan diri.
Bedasarkan kedua pendapat di atas, maka manfaat diberikannya
konseling kelompok ini kepada peserta didik diantaranya: 1)
Membantu siswa agar berkembang menjadi pribadi yang mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, produktif dan berperilaku jujur, 2)
membantu siswa untuk memahami diri dan lingkungannya, 3)
membantu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai
permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, 4)
membantu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
bersosialisasi baik di rumah, sekolah maupun masyarakat.
2.2.2.3 Tahapan Konseling Kelompok
Tahapan dalam konseling kelompok menjadikan aturan yang
penting bagi jalannya layanan konseling kelompok sebagai

26
langkah-langkah yang akan dilakukan ketua kelompok dan anggota
kelompok. Pelaksanaan konseling kelompok menurut Glading (2011:
145) dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut:
1. Tahap I (Pembentukan)
Pada tahap ini para peserta yang baru pertama bertemu itu
benar-benar dibentuk menjadi kelompok yang solid sehingga
dinamika kelompok yang berkembang di antara mereka selanjutnya
akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan
konseling. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama dengan
kegiatan yang bervariasi.Waktu yang cukup lama itu jangan sampai
menimbulkan kesan seakan-akan kegiatan itu hanya sekedar
beramai-ramai atau bersantai-santai saja, membuang-buang waktu,
membosankan. Dalam hal ini guru pembimbing sebagai pemimpin
kelompok menimbang-nimbang antara efisiensi waktu, efektivitas
pengembangan dinamika kelompok dan kondisi positif mental fisik
seluruh peserta.
2. Tahap II (Peralihan)
Tahap II merupakan jembatan antara tahap I dan tahap
III.Berapa lama tahap II berlangsung banyak tergantung pada
keberhasilan tahap I. Apabila tahap I sudah berhasil dengan baik,
tahap II seringkali hanya sekedar mengulangi dan memantapkan
penjelasan tentang aspek pokok yang ada dalam tahap III.
3. Tahap III (Kegiatan Inti)
Tahap ini seringkali disebut juga tahap kerja. Dari tahap inilah
akan diperolah hasil-hasil yang diharapkan, yaitu mengembangkan

27
pribadi dan perolehan kerja yang mencakup aspek-aspek kognitif,
afektif dan berbagai pengalaman serta alternatif pemecahan masalah.
Dalam inilah seluruh peserta benar-benar diminta untuk bekerja,
mengembangkan pikiran, memberikan dorongan, bertanya dan bahkan
memberikan nasehat dan alternatif jalan keluar untuk pemecahan
suatu masalah.Waktu yang dipergunakan untuk tahap ini tergantung
pada jumlah topik atau masalah yang dibahas.Apabila para peserta
sangat antusias dalam kegiatan pada tahap III ini, biasanya para
peserta meminta agar lebih banyak topik atau masalah dapat dibahas
dalam pertemuan mereka itu.
4. Tahap IV (Pengakhiran)
Tahap ini merupakan anti klimaks dari seluruh kegiatan, pada
tahap ini kegiatan menyorot.Semangat yang tadinya menggebu-gebu
sekarang mengendor.Segala sesuatu menuju kepada pengakhiran
kegiatan. Pada tahap ini pemimpin kelompok meminta kesan-kesan
dari para peserta, dan akhirnya kesan-kesan ini dikaitkan dengan
kemungkinan pertemuan berikutnya.Usul-usul peserta yang
menghendaki segera adanya pertemuan lagi, apabila kalau pertemuan
kembali itu dikehendaki supaya lebih cepat, menunjukkan betapa
kegiatan konseling kelompok telah membuahkan sesuatu yang
berharga bagi peserta yang bersangkutan.
2.2.3 Pendekatan Behavior
2.2.3.1 Pengertian Pendekatan Behavior
Pendekatan behavior merupakan salah satu ilmu pengembangan
psikologis dalam metode menangani masalah perilaku maladaptif

28
seseorang atau peserta didik untuk dapat bisa berperilaku adaptif yang
relevan dengan kehidupan lingkungan di rumah dan di sekolah.Peeserta
didik diharapkan mampu merubah generasi bangsa melalui mengisi
kemerdekaan bangsa dan menjadikan negara dengan penuh
martabat.Begitu besar tugas peserta didik sehingga menuntut peserta
didik dapat berperilaku adaptif sesuai tanggung jawabnya.
Menurut Skinner, perilaku manusia didasarkan atas konsekuensi
yang diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif atau
diterima, maka individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah
lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif
(hukuman) atau ditolak, maka individu akan menghindari atau
menghentikan tingkah lakunya. Individu dikontrol oleh penguat
(reinfocer) dari lingkungannya.Konseling behavioral membantu
individu untuk mengontrol atau mengubah tingkah lakunya dan fungsi
konseling ini adalah memberikan perhatian khusus pada dampak
lingkungan atas dirinya.
Natawidjaja (2009: 87) menyebutkan bahwa asumsi pokok dari
pendekatan ini adalah perilaku, kognisi, perasaan bermasalah terbentuk
karena dipelajari, karenanya semua dapat diubah dengan proses belajar
yang baru atau belajar kembali. Pendekatan behavioral lebih
berorientasi pada masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari
behavioral adalah proses belajar dari lingkungan individu.
2.2.3.2 Tujuan Pendekatan Behavior
Konseling behavioral tidak menetapkan tujuan konseling yang
berlaku secara umum, namun tujuan konseling sesuai dengan masalah

29
spesifik konseli yang ingin dipecahkan.Laflleur (Burks & Stteffler,
1979) menegaskan bahwa tujuan konseling dalam kerangka kerja
behavioral tergantung pada permasalahan konseli. Rumusan tujuan
dibuat spesifik dalam bentuk apa yang konseli akan perbuat, dimana
tingkah laku akan terjadi dan bagaimana sebaiknya tingkah laku itu
ditampilkan.
Selain itu diuraikan bahwa tujuan umum dan khusus konseling
behavioral menurut Corey (2005: 61) adalah:
1. Tujuan Umum
Membantu konseli menghilangkan perilaku maladaptif dan
mempelajari tingkah laku yang lebih efektif.
2. Tujuan Khusus
Membantu konseli mempelajari tingkah laku yang lebih khusus sesuai
dengan tanggung jawab konseling dalam memilih dan menentukan
tujuan.
Urutan langkah dirinci oleh Cormier & Cormier dalam suatu
proses kerjasama konselor dan konseli sebagai berikut:
1. Konselor menjelaskan hakikat, maksud dan tujuan.
2. Konseli memutuskan perubahan tertentu atau tujuan yang
diinginkan.
3. Konselor dan konseli mengeksplorasi dapat tidaknya tujuan-tujuan
tersebut direalisasikan.
4. Konselor dan konseli mengidentifikasi kemungkinan resiko yang
berhubungan dengan tujuan tersebut.

30
5. Konselor dan konseli bersama-sama membahas keuntungan dari
tujuan tersebut.
2.2.3.3 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau
kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu
tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku
yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang
salah. Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon
tingkah laku negatif dari lingkungan.
Tingkah laku maladaptif terjadi karena kesalahpahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia
didapat dengan cara belajar dan dapat diubah dengan menggunakan
prinsip-prinsip belajar. Perilaku yang bermasalah dalam pandangan
behavioris dapat dimaknakan sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah sesuai terbentuk melalui
proses interaksi dengan lingkungannya. Artinya bahwa perilaku individu
itu meskipun secara sosial adalah tidak tepat, dalam beberapa saat
memperoleh ganjaran dari pihak tertentu dari cara demikian akhirnya
perilaku yang tidak diharapkan secara sosial atau perilaku yang tidak
tepat itu menguat pada individu.
Perilaku yang salah sesuai dalam penyesuaian dengan demikian
berbeda dengan perilaku normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara
mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya yaitu tidak wajar
dipandang.Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk pada

31
individu adalah perilaku yang bukan sekedar memperoleh kepuasan pada
jangka pendek, tetapi perilaku yang tidak menghadapi kesulitan-kesulitan
yang lebih luas, dan dalam jangka yang lebih panjang.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon
tingkah laku negatif dari lingkungannya.Tingkah laku maladaptif terjadi
juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat. Seluruh tingkah laku manusia di dapat dengan cara belajar dan
juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan
prinsip-prinsip belajar.
Dilihat dari sudut pandang behavioris, perilaku bermasalah
dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan yang negatif atau dapat
dikatakan sebagai perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Masalah perilaku yang biasanya sering terjadi pada konseli
seperti serangan panik, membantu anak untuk mengatasi rasa takut
terhadap gelap, meningkatkan produktivitas kreatif, mengelola
kecemasan dalam situasi sosial, mendorong berbicara di depan kelas,
pengendalian merokok, dan berurusan dengan depresi.
Munculnya perilaku bermasalah disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain: 1) Adanya salah penyesuaian melalui proses interaksi dengan
lingkungan. 2) Adanya pembelajaran yang salah dalam keluarga,
lingkungan sekolah, tempat bermain dan lain-lain.
Seperti halnya kehidupan di kota-kota besar pada saat ini begitu
kompleks dan bervariasi. Sikap hidup menjadi individualistis, egois,
apatis dan hubungan sosial menjadi renggang.Dalam suasana hidup
seperti di atas, banyak orang menggunakan mekanisme pelarian dan

32
mekanisme pertahanan diri yang negatif.Untuk dapat bertahan dan
menghindari kesulitan hidup tidak sedikit terjadi tindakan
kriminal.Bentuk mekanisme yang negatif menyebabkan timbulnya
tingkah laku yang tidak normal (patologis).
Menurut pandangan behavioral, perilaku bermasalah adalah
kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Perilaku bermasalah ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah adanya salah sesuai dalam proses
interaksi dengan lingkungan, adanya pembelajaran yang salah dalam
rumah tangga, tempat bermain, lingkungan sekolah, dan lingkungan
lainnya. Perilaku dikatakan salah sesuai jika perilaku tersebut tidak
membawa kepuasan bagi individu, atau membawa individu kepada
konflik dengan lingkungannya.
Terbentuknya suatu perilaku dikarenakan adanya pembelajaran,
perilaku itu akan dipertahankan atau dihilangkan tergantung pada peran
lingkungan dalam bentuk konsekuensi yang menyertai perilaku tersebut.
Misalnya perilaku merusak (destructif) di kelas dapat bertahan karena
adanya ganjaran (reinforcement) berupa pujian dan dukungan dari
sebagian teman-temannya dan merasa puas dengan ganjaran itu,
sedangkan hukuman (punishment) yang diberikan oleh guru tidak cukup
kuat untuk melawan kekuatan ganjaran yang diperolehnya.Perubahan
perilaku yang diharapkan dapat terjadi jika pemberian ganjaran atau
hukuman dapat diberikan secara tepat.
Terbentuknya perilaku yang dicontohkan di atas disebabkan
karena adanya peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi

33
yang mengikuti dari suatu perilaku dan hal itu termasuk dalam teori
belajar perilaku operan dariSkinner.Selain teori belajar Skinner, Bandura
juga mencotohkan perilaku agresif di kalangan anak-anak.
Timbulnya perilaku bermasalah yang ditandai dengan tindakan
melukai atau menyerang baik secara fisik maupun verbal, dikarenakan
adanya proses mencontoh atau modeling baik secara langsung yang
disebut imitasi atau melalui pengamatan tidak langsung (vicarious).
Misalnya anak bersikap agresif karena sering dipukuli atau anak sering
melihat orang tuanya bertengkar bahkan lewat media televisi anak dapat
mencontoh adegan-adegan yang bersifat kekerasan.
Perilaku yang salah dalam penyesuaian berbeda dengan perilaku
normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi
pada tingkatannya, yaitu tidak wajar dipandang, dengan kata lain
perilaku dikatakan mengalami salah penyesuaian jika tidak selamanya
membawa kepuasan bagi individu atau akhirnya membawa individu pada
konflik dengan lingkungannya. Rasa puas yang dirasakan bukanlah
ukuran bahwa perilaku itu harus dipertahankan, karena boleh jadi
perilaku itu akan menimbulkan kesulitan dikemudian hari. Perilaku yang
perlu dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah perilaku yang
tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan yang lebih luas dan dalam jangka
yang lebih panjang.
Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang
bermasalah dalam pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai
perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku tidak tepat, yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Konseling

34
behavioral digunakan untuk membantu masalah konseli yang terkait
dengan perilaku-perilaku maladaptif.Perilaku yang bermasalah dalam
pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku atau
kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku
yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.Konseling behavioral juga
dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk
belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala
neurosis.Sedangkan menurut Feist&feist (2008: 398) menyatakan bahwa
perilaku yang tidak tepat meliputi:
1. Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai dengan situasi yang
dihadapi, tetapi mungkin cocok jika dilihat berdasarkan masa
lalunya.
2. Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli
yang tidak diinginkan terkait dengan hukuman.
3. Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja
stimuli yang tidak diinginkan.
4. Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam
respon-respon menipu diri.
Bagi individu tingkah laku yang tidak tepat akan menimbulkan
berbagai kesulitan baik bagi diri individu itu sendiri, maupun terhadap
lingkungan sekitarnya. Menurut aliran behavioral tingkah laku yang
tidak tepat dipelajari dengan cara yang sama dengan tingkah laku yang
tepat. Tingkah laku ini dipelajari karena pada perkembangan tertentu
pernah menjadi jalan untuk memperoleh kepuasan.

35
Misalnya peserta didik berbuat kenakalan dikelas karena mereka
belajar bahwa cara itulah yang efektif untuk menarik perhatian guru.
Hukuman guru diterima anak sebagai hadist yang memberi kepuasan
kebutuhan perhatian. Walaupun orang lain memandang tingkah laku itu
tidak tepat, namun bagi siswa dapat memberi reinforcement yang
diharapkanya. Sama halnya, orang yang menarik diri, yang di pandang
terisolir secara sosial.Hadiah dari tingkah laku menarik diri adalah tidak
perlu berpartisipasi dengan situasi yang menakutkan, dimana takut ini
juga dipelajari melalui pengalaman yang tidak menyenangkan dimasa
lalu. Contoh lain: seorang anak yang tidak mengerjakan soal-soal mata
pelajaran matematika, bagi siswa lain tentu keadaan ini merugikan,
karena tidak boleh mengikuti mata pelajaran. Namun bagi siswa tersebut
merasa puas karena ia tidak senang dengan mata pelajaran matematika
sebagai pekerjaan rumah. Guru menyuruhnya keluar tidak mengikuti
pelajaran matematika, ia merasa puas karena dapat memberikan
reinforcement yang diharapkan.
Tingkah laku yang tidak tepat berbeda dengan yang tepat, hanya
dalam derajat tingkah laku itu mengecewakan individu dan
lingkungannya.Secara luas, kebudayaan ikut menentukan mana tingkah
laku yang tepat dan tidak tepat. Dari interaksi dengan kebudayaan impuls
individu belajar merangsang apa saja yang dapat memuaskan dan tidak
dapat memuaskan diri dan lingkungannya, dan menyusunnya dalam
hirarki khasanah tingkah laku.

36
Tingkah laku manusia dapat dilihat dari aspek kondisi yang
menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku setelah terbentuk
dengan anticedent yang disebut dengan consequence.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan menurut (Alwisol, 2011: 322) melalui hukum-hukum belajar:
1. Pembiasaan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang
menghasilkan satu respon, misalnya bayi merespon suara keras dengan
takut.
2. Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu stimulus yang
menghasilkan banyak respon. Pengondisian operan memberikan
penguatan positif yang bisa memperkuat tingkah laku.Sebaliknya
penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Munculnya perilaku
akan semakin kuat apabila diberikan penguatan positif dan akan
menghilang apabila dikenai hukuman.
3. Peniruan, yaitu orang tidak memerlukan reinforcement agar bisa
memiliki tingkah laku melainkan ia meniru. Syarat dalam meniru
tingkah laku yaitu: Tingkah laku yang ditiru memang mampu untuk
ditiru oleh individu yang bersangkutan dan tingkah laku yang ditiru
adalah perbuatan yang dinilai publik positif.
Konseling behavioral sebagai model konseling yang memiliki
pendekatan yang berorientasi pada perubahan perilaku menyimpang
dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.Perilaku manusia termasuk
perilaku yang menyimpang terbentuk karena belajar dan perilaku itu
dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.Belajar yang

37
dimaksud disini adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai
hasil dari latihan atau pengalaman.
Semua tingkah laku dibentuk melalui proses belajar, tetapi tidak
peduli hasilnya nanti adaptif dan maladaptif. Individu memantapkan pola
tingkah lakunya karena dapat memperoleh kepuasan-kepuasan. Ini yang
akan menjadi salah satu kunci proses konseling behavioral, yakni
kemampuan konselor membantu klien menentukan kepuasan bagaimana
yang bakal diperolehnya dari suatu tingkah laku.
Berdasarkan uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa tingkah
laku yang tidak tepat dapat diperoleh dan dikembangkan oleh seseorang
karena ia belajar dengan salah, sehingga tingkah lakunya tidak tepat,
kurang, dan berlebihan. Misalnya menyendiri, belajar hanya dengan
waktu yang paling minimal, merokok berlebihan, pobia, tidur berlebihan,
ngeluyur, membolos sekolah dan sebagainya.
Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu itu
hanya mengambil sesuatu yang disenangi, dan menghindari yang tidak
disenangi.Psikoterapi melatih klien untuk dapat bertingkah laku yang
menurut pendapatnya tidak menyenangkan. Bila seorang klien datang
pada seorang psikoterapi bahwa ia mengalami suatu kecemasan. Salah
satu cara untuk menghindarkan kecemasan itu dengan memanipulasi
stimulus sehingga menimbulkan respon yang mendatangkan suatu
ganjaran, maka terapis itu menolong klien mengurangi kecemasan.
Dari penjelasan mengenai asumsi perilaku bermasalah yang
telah dijelaskan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

38
1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan
negatif atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah
laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga
karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan
juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan
prinsip-prinsip belajar.
2.3 Self Management
2.3.1 Konsep Dasar Self Management
Self managementdalam terminologi pendidikan, psikologi, dan
bisnis adalah metode, keterampilan dan strategi yang dapat dilakukan oleh
individu dalam mengarahkan secara efektif pencapaian tujuan aktivitas
yang mereka lakukan, termasuk di dalamnya goal setting, planning,
scheduling, task tracking, selfevaluation, selfintervention, selfdevelopment.
Selain itu selfmanagement juga dikenal sebagai proses eksekusi
(pengambilan keputusan).
Merriam&Caffarella dalam Martin (1996) menyatakan bahwa
pengarahan diri merupakan upaya individu untuk melakukan perencanaan,
pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan.Di
dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada individu
untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan

39
cara-cara yang efektif dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya,
manajemen diri terjadi ketika seseorang terlibat dalam satu perilaku dan
mengendalikan terjadinya perilaku lain (perilaku sasaran) dikemudian
waktunya.
Menurut Skinner dalam Raymond (2012) manajemen diri
melibatkan adanya perilaku pengendali dan perilaku yang terkendali.
Dalam perilaku pengendali melibatkan penerapan strategi pengelolaan diri
dimana anteseden dan konsekuensi dari perilaku terget atau perilaku
alternatif yang akan dimodifikasi. Anggapan dasar self management
merupakan teknik kognitif behavioral adalah bahwa setiap manusia
memiliki kecenderungan-kecenderungan positif maupun negatif. Setiap
perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar dalam merespon
berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun self management juga
menolak pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia
itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya.
Self management merupakan serangkaian teknis untuk mengubah
perilaku, pikiran, dan perasaan. Aspek-aspek yang dapat dikelompokkan
ke dalam prosedur self management menurut Yates (dalam
Miltenberger,2008) adalah:
1. Management by antecedent: pengontrolan reaksi terhadap
sebab-sebab atau pikiran dan perasaan yang memunculkan respon.
2. Management by consequence: pengontrolan reaksi terhadap tujuan
perilaku, pikiran, dan perasaan yang ingin dicapai.

40
3. Cognitive techniques: pengubahan pikiran, perilaku dan perasaan.
Dirumuskan dalam cara mengenal, mengeliminasi dan mengganti
apa-apa yang terefleksi pada antecedents dan consequence.
4. Affective techniques: pengubahan emosi secara langsung.
Management by antecedent dan management by consequence
disebut juga sebagai bentuk dari teknik intervensi perilaku, merupakan
implementasi dari teknik kognitif atau afektif. Pada kenyataannya,
keempat aspek itu akan saling berkaitan satu sama lain. Teknik-teknik
afektif merupakan program makro dengan tujuan untuk mengubah emosi
dan sikap.Hal itu melibatkan peran antara siswa dan konselor.
Teknik-teknik kognitif berguna dalam pengubahan pikiran dan
pola-polanya.Dikatakan pula sebagai program meso. Teknik-teknik
perilaku merupakan aspek khusus atau layanan mikro yang mengubah
perilaku-perilaku tertentu dari siswa (Yates, dalam Miltenberger, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, self managementmerupakan seperengkat
prinsip atau prosedur yang meliputi pemantauan diri (self-monitoring),
reinforcement yang positif (self-reward), perjanjian dengan diri sendiri
(self-contracting), penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control) dan
merupakan keterkaitan antara teknik kognitif, behavior, serta affectif
dengan susunan sistematis berdasarkan kaidah pendekatan
cognitive-behaviortherapy, digunakan untuk meningkatkan keterampilan
siswa dalam proses pembelajaran yang diharapkan.
2.3.2 Tujuan Self Management
Tujuan dari teknik self managementyaitu agar individu secara teliti
dapat menempatkan diri dalam situasi-situasi yang menghambat tingkah

41
laku mereka mau hilangkan dan belajar untuk mencegah timbulnya
perilaku atau masalah yang tidak dikehendaki.Dalam arti individu dapat
mengelola pikiran, perasaan dan perbuatan mereka sehingga mendorong
pada pengindraan terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan
hal-hal yang baik dan benar.
Menurut Sukadji (2000: 18) beberapa masalah yang dapat ditangani
menggunakan teknik pengelolaan diri (self management) yaitu :
1. Perilaku yang berkaitan dengan orang lain dan mengganggu orang
lain dan diri sendiri.
2. Perilaku yang sering muncul tanpa diprediksi waktu kemunculannya,
sehingga kontrol dari orang lain menjadi kurang efektif.
3. Perilaku sasaran berbentuk verbal dan berkaitan dengan evaluasi diri
dan kontrol diri.
4. Tanggung jawab atas perubahan atau pemeliharaan tingkah laku
adalah tanggung jawab konseli.
Dalam proses konseling konselor dan konseli bersama-sama
untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Konselor mengarahkan
konselinya dalam menentukan tujuan, sebaliknya konseli pun juga harus
aktif dalam proses konseling setelah proses konseling self management
berakhir diharapan peserta didik dapat mempola perilaku, pikiran dan
perasaan yang diinginkan dapat menciptakan keterampilan belajar yang
baru sesuai harapan, dapat mempertahankan keterampilan sampai di luar
sesi konseling, serta perubahan yang mantap dengan arah prosedur yang
tepat.

42
2.3.3 Teknik Self Management
Konseling merupakan proses komunikasi bantuan yang amat
penting, diperlukan teknik yang dapat menunjukkan kapan dan bagaimana
konselor melakukan intervensi kepada konseli. Dengan kata lain konseling
memerlukan keterampilan (skill) pada pelaksanaanya. Menurut Gunarsa
(1989: 225) menyatakan bahwa self management meliputi beberapa
teknik yaitu pemantauan diri (self monitoring), reinforcement yang positif
(self reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self contracting),
dan penugasan terhadap rangsangan (stimulus control).
1. Pemantauan Diri (self monitoring)
Pemantauan diri biasanya digunakan konseli untuk
mengumpulkan base line data dalam suatu proses treatment. Konseli
harus mampu menemukan apa yang terjadi sebelum menerapkan
suatu strategi pengubahan diri, sedangkan konselor harus
mengetahui apa yang tengah berlangsung sebelum melakukan
tindakan. Pada tahap ini konseli mengumpulkan dan mencatat data
tentang perilaku yang hendak diubah, anteseden perilaku,
konsekuensi perilaku.Konseli juga mencatat seberapa banyak atau
seringkah perilaku itu sering terjadi.Pemantauan diri juga sangat
berguna untuk evaluasi.
2. Reinforcement yang positif (self reward)
Digunakan untuk membantu klien mengatur dan memperkuat
perilakunya melalui konsekuensi yang dihasilkannya
sendiri.Ganjaran diri ini untuk menguatkan atau memindahkan
perilaku yang diinginkan.

43
3. Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self contracting), Ada
beberapa langkah dalam self contractingini yaitu:
1) Konseli membuat perencanaan untuk mengubah pikiran,
perilaku, dan perasaan yang diinginkannya.
2) Konseli menyakini semua yang ingin diubahnya.
3) Konseli bekerja sama dengan teman atau keluarga untuk
program self management.
4) Konseli akan menanggung resiko dengan program self
management yang dilakukannya.
5) Pada dasarnya, semua yang konseli harapkan mengenai
perubahan pikiran, perilaku dan perasaan adalah untuk konseli
itu sendiri.
6) Konseli menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri selama
menjalani proses self management.
4. Penguasaan terhadap rangsangan (self control)
Teknik ini menekan pada penataan kembali atau memodifikasi
lingkungan sebagai isyarat khusus atau antecedent atas respon
tertentu.
2.3.4 Tahapan Self Management
Beberapa langkah diperlukan untuk memenuhi pencapaian tujuan
yang maksimal maka dalam teknik self management diperlukan tahapan
tersebut. Menurut Komalasari menyebutkan bahwa pengelolaan diri
biasanya dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah:
1. Tahap monitor diri atau observasi diri

44
Pada tahap ini peserta didik dengan sengaja mengamati tingkah
lakunya sendiri serta mencatatnya dengan teliti.Catatan ini dapat
menggunakan daftar cek atau catatan observasi.Hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh peserta didik dalam mencatat tingkah laku.Dalam
penelitian ini peserta didik mengobservasi apakah dirinya sudah
bertanggung jawab terhadap belajar atau belum.Peserta didik
mencatat beberapa kali dia belajar dalam sehari, seberapa lama dia
melakukan aktivitas dalam belajarnya.
2. Tahap evaluasi diri
Pada tahap ini peserta didik membandingkan hasil catatan
tingkah laku dengan target tingkah laku yang telah dibuat oleh
peserta didik perbandingan ini bertujuan untuk mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi program. Bila program tersebut tidak
berhasil, maka perlu ditinjau kembali program tersebut apakah target
yang ditetapkan memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi, perilaku
yang ditargetkan tidak cocok, atau penguatan yang diberikan tidak
sesuai.
3. Tahap pemberian penguatan, penghapusan dan hukuman
Pada tahap ini peserta didik mengatur dirinya sendiri
memberikan penguatan menghapus dan memberi hukuman pada diri
sendiri. Tahap ini merupakan tahap paling sulit karena membutuhkan
kemampuan yang kuat dari peserta didik untuk melaksanakan
program yang telah dibuat secara continue.

45
2.4 Teknik Reinforcement
2.4.1 Pengertian Teknik Reinforcement
Reinforcement keterampilan dasar mengajar menjadi salah
satu faktor penting yang harus dikuasai guru.Salah satu keterampilan
yang juga penting untuk ditinjau kembali yaitu keterampilan
memberikan penguatan.Pembahasan penelitian ini difokuskan pada
keterampilan pemberian penguatan positif atau positive
reinforcement.Positive reinforcement atau penguat positif dapat
diartikan dengan ganjaran, hadiah atau penghargaan.
Menurut Asril (2012: 77) mengungkapkan bahwa pada
umumnya penghargaan memberi pengaruh positif terhadap kehidupan
manusia, karena dapat mendorong dan memperbaiki tingkah laku
seseorang serta meningkatkan usahanya.Sedangkan menurut
Baharuddin (2008: 72) positive reinforcement adalah konsekuen yang
diberikan untuk menguatkan atau meningkatkan perilaku yang
positif.Sehingga, untuk memperbaiki tingkah laku seseorang dan
menguatkan perilaku tersebut maka perlu adanya penghargaan atau
positive reinforcement.Lebih lanjut Martin dan Pear dalam Purwanta
(2005: 35) berpendapat bahwa kata “Positive reinforcement” sering
disama artikan dengan kata “hadiah” (reward).
Hal ini sejalan dengan pendapat Fahrozin, dkk (2004: 76) 10
mendefinisikan positive reinforcement yaitu stimulus yang
pemberiannya terhadap operan behavior menyebabkan perilaku
tersebut akan semakin diperkuat atau dipersering kemunculannya.
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Dalyono (2009: 33)

46
mengartikan positive reinforcement sebagai sebuah penyajian stimulus
yang meningkatkan probabilitas suatu respon.
Sedangkan Pidarta (2007: 214) mendefinisikan positive
reinforcement adalah setiap stimulus yang dapat memantapkan respon
pada pengkondisian instrumental dan setiap hadiah yang dapat
memantapkan respon pada pengkondisian perilaku.Berdasarkan
beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa positive
reinforcement adalah sebuah stimulus dan atau hadiah yang diberikan
guna meningkatkan dan memantapkan perilaku semakin diperkuat dan
semakin sering dimunculkan.
2.4.2 Tujuan Teknik Reinforcement
Pemberian positive reinforcement buka hanya meningkatkan
perilaku namun dalam penerapannya saat pembelajaran memiliki tujuan
tertentu. Menurut Djamarah (2005: 118) penguatan memiliki tujuan
sebagai berikut: a) Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa
belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif. b)
Memberi motivasi kepada siswa. c) Dipakai untuk mengontrol atau
mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan meningkatkan
cara belajar yang produktif. d) Mengembangkan kepercayaan diri siswa
untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar. e) Mengarahkan
terhadap pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.
Berdasarkan pendapat di atas, penerapan positive reinfocement
yang diberikan guru baik berupa hadiah ataupun bentuk penghargaan
yang lain dalam kegiatan pembelajaran di kelas bertujuan untuk

47
memberikan motivasi pada siswa agar lebih memperhatikan
pembelajaran yang sedang berlangsung. Penggunaan positive
reinforcementyang selektif juga mampu memfokuskan perhatian dan
dapat mengembangkan rasa percaya diri siswa karena ia merasa
dihargai. Selain itu, penerapan positive reinforcement yang tepat dapat
mengontrol dan mengubah perilaku siswa yang dianggap kurang sesuai,
sehingga nantinya ia mampu mempertahankan bahkan meningkatkan
tingkah laku yang sudah baik.
Pemberian positive reinforcement pemberian penguatan perlu
mempertimbangkan jenjang pendidikan, variasi siswa dalm kelas
(kelamin, ras, dan agama), dan kelompok usia tertentu. Selama praktik
dalam implementasi penguatan diperlukan penggunaan komponen
keterampilan yang tepat. Menurut Djamarah (2005: 120-122)
komponen tersebut yaitu penguatan verbal, penguatan gestural,
penguatan kegiatan, penguatan sentuhan, penguatan mendekati dan
penguatan tanda:
1. Penguatan verbal dilakukan oleh guru berupa pujian dan dorongan
yang diucapkan sebagai bentuk penghargaan atas respon atau
tingkah laku siswa. penguatan verbal dapat berupa kata-kata: wah,
bagus, sip, baik, benar, tepat dan lain-lain, juga dapat berupa
kalimat: misalnya hasil pekerjaanmu baik sekali atau sesuai tugas
yang kau kerjakan.
2. Penguatan gestural dapat diberikan berupa mimik wajah yang
cerah, senyuman, anggukkan, acungan jempol, tepuk tangan dan
lain-lain. Pemberian penguatan gestural sangat erat sekali dengan

48
pemberian penguatan verbal, ketika guru memberikan komentar
atau penguatan verbal maka dapat didukung oleh penguatan
gestural.Semua gerakan tubuh adalah merupakan bentuk
pemberian penguatan gestural. Guru dapat mengembangkan
sendiri, sesuai dengan kebiasaan yang ada di lingkungan peserta
didik.
3. Penguatan kegiatan penguatan dalam bentukkegiatan banyak terjadi
bila guru menggunakan suatu kegiatan atau tugas sebagai suatu
hadiah atas respon ataupun pekerjaan siswa, dimana siswa dapat
memilih sendiri bentuk kegiatan tersebut. Perlu diperhatikan
bahwa dalam memilih kegiatan atau tugas hendaknya dipilih yang
memiliki relevansi dengan tujuan pembelajaran yang dibutuhkan
dan digunakan siswa. Contoh penguatan kegiatan: pulang lebih
dulu, diberi waktu istirahat lebih, bermain, berolah raga, menjadi
ketua, membantu siswa lain, mendengarkan musik atau radio,
melihat TV, dan lain-lain yang menyenangkan.
4. Penguatan mendekati diberikan pada siswa sebagai bentuk
perhatian guru. Penguatan ini menunjukkan bahwa guru tertarik
dan ingin memberikan perhatiannya terhadap siswa agar siswa
lebih merasa dihargai.Penguatan mendekati dipergunakan untuk
memperkuat penguatan verbal, penguatan tanda, dan penguatan
sentuhan. Contoh penguatan mendekati: berdiri di samping siswa,
berjalan dekat siswa, duduk dekat kelompok diskusi.
5. Penguatan sentuhansangat berhubungan dengan penguatan
mendekati. Penguatan sentuhan adalah penguatan yang terjadi bila

49
guru secara fisik menyentuh siswa, misalnya menepuk bahu,
berjabat tangan, merangkulnya, mengusap kepala, menaikkan
tangan siswa, yang semuanya ditujukan untuk penghargaan
penampilan, tingkah laku atau kerja siswa.
6. Penguatan tanda dilakukan guru dengan cara penggunaan simbol
baik berupa benda atau tulisan yang diberikan kepada siswa
sebagai bentuk penghargaan terhadap suatu penampilan, tingkah
laku atau kerja siswa. penguatan tanda yang berbentuk tulisan
misalnya komentar tertulis berupa ijazah, sertipikat, tanda
penghargaan dan lain-lain yang berupa tulisan. Penguatan dengan
memberikan suatu benda misalnya: bintang, piala, medali, buku,
stiker, gambar, cokelat, dan lain-lain. positive reinforcement yang
dapat diberikan oleh guru dapat bermacam-macam bentuknya
antara lain, penguatan verbal, penguatan gestural, penguatan
kegiatan, penguatan mendekati, penguatan sentuhan, dan
penguatan tanda.
Penguatan verbal dilakukan guru untuk merespon tingkah laku
siswa dalam bentuk ucapan, misalnya saja memberikan pujian berupa
bagus, benar, atau tepat kepada siswa yang rajin.Penguatan gestural
berupa gerak tubuh guru sangat berkaitan erat dengan penguatan
verbal, misalnya saja guru memberikan tepuk tangan, acungan jempol,
senyuman atau mimik muka yang cerah.Guru juga dapat memberikan
penguatan kegiatan berupa sebuah tugas yang memiliki keterkaitan
dengan tujuan pembelajaran yang dirancang menjadi suatu hadiah
untuk siswa.

50
Selain hal tersebut guru dapat mendekati tempat duduk siswa
sebagai bentuk penguatan mendekati yang memperkuat penguatan
verbal, penguatan tanda dan penguatan sentuhan. Penguatan sentuhan
berkaitan dengan penguatan mendekati, guru dapat secara fisik
menyentuh siswa dengan tujuan memberikan penghargaan atas
penampilan siswa.Guru juga dapat memberikan penguatan berupa
tulisan, simbol sebagai penghargaan atas penampilan siswa yang dapat
disebut penguatan tanda.
2.4.3 Prinsip-prinsip Teknik Reinforcement
Intisari arti dari positive reinforcement adalah respon terhadap
suatu tingkah laku positif yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulangnya kembali tingkah laku tersebut.Penguatan tidak boleh
dianggap sepele dan sembarangan, tetapi harus mendapat perhatian
serius. Menurut Djamarah (2005: 123-124) empat prinsip yang harus
diperhatikan oleh guru dalam memberi penguatan kepada siswa yaitu:
1. Hangat dan antusias kehangatan dan keantusiasan guru dalam
pemberian penguatan kepada siswa memiliki aspek penting
terhadap tingkah laku dan hasil belajar siswa.
2. Hindari penggunaan penguatan negatif walaupun pemberian kritik
atau hukuman adalah efektif untuk dapat mengubah motivasi,
penampilan, dan tingkah laku siswa, namun pemberian itu
memiliki akibat yang sangat kompleks, dan secara psikologis agak
kontraversial karena itu sebaiknya dihindari.

51
3. Penggunaan bervariasi pemberian penguatan seharusnya diberikan
secara bervariasi baik komponennya maupun caranya dan
diberikan secara hangat dan antusias.
4. Bermakna agar setiap pemberian penguatan menjadi efektif, maka
harus dilaksanakan pada situasi dimana siswa mengetahui adanya
hubungan pemberian penguatan terhadap tingkah lakunya dan
melihat, bahwa itu sangat bermanfaat.
Guru sebagai pemeran utama dalam pemberi positive
reinforcementharus mengeti prinsip-prinsip penggunaannya.
Kehangatan dan penyampaian guru yang antusias dalam memberikan
positive reinforcementakan lebih berdampak pada siswa, terlebih lagi
jika guru menerapkannya dengan lebih bervariasi. Guru harus
menghindari penguatan yang negatif karena akan mempengaruhi
psikologis siswa dalam penerimaannya. Penggunaan penguatan yang
negatif nantinya akan berdampak kurang baik bagi siswa, seperti
mereka menjadi frustasi, menjadi pemberani, dan merasa hukuman
dianggap sebagai kebanggaan. Selain itu, dengan pemberian hukuman,
akan siswa mencari cara agar ia terbebas dari hukuman, siswa akan
memikirkan cara apapun meskipun salah dan buruk untuk terbebas.
Hal ini tentunya kurang baik bagi perkembangan psikologi
siswa terutama siswa sekolah dasar karena di sekolah dasar siswa
mengembangkan sikapnya.Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan
Skinner dalam Budiningsih (2005: 26). 1) Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara. 2) Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari

52
jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama. 3) Hukuman
mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman.
Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari kesalahan
yang diperbuatnya. Hal ini menjadi salah satu dasar alasan penulis
memfokuskan penelitian pada penerapan positive reinforcement.
2.4.4 Manfaat Teknik Reinforcement
Manfaat positive reinforcementmenurut Arief (2002: 128),
adalah: a) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak
didik untuk melakukan perbuatan positif dan bersikap progresif. b)
Menjadi pendorong bagi anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang
telah memperoleh penghargaan baik dalam tingkah laku sopan santun
ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. c)
Seseorang yang menerima ganjaran akan memahaminya sebagai
penerimaan terhadap pribadinya yang menyebabkan merasa tentram
dimana ketentraman adalah salah satu kebutuhan dari segi psikologi.
Seseorang yang mendapat penghargaan atau hadiah akan merasa
senang dan membuat dirinya merasa diterima dan dihargai oleh orang
lain. Sehingga seseorang akan termotivasi untuk menjadi lebih baik
lagi.
2.5 Kerangka Berfikir
Konseling kelompok behavioral yaitu modifikasi perilaku yang dapat
diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.

53
Modifikasi perilaku dapat pula diartikan sebagai usaha menerapkan
prinsip-prinsip psikologi, hasil eksperimen lain pada perilaku manusia
menurut Bootzin dan Sukadji dalam Gantika yaitu konseling behavioral
adalah sebuah proses bantuan yang diberikan oleh guru bimbingan dan
konseling dalam hal pemecah masalah-masalah yang dihadapi serta dalam
penentuan arah kehidupan yang lain dicapai oleh diri peserta didik.
Self management merupakan suatu prosedur dimana peserta didik
mengatur perilakunya sendiri.Sedangkan bahwa perilaku membolos dapat
diartikan sebagai peserta didik yang tidak dapat mengatur perilakunya sendiri
seperti masuk sekolah dan peserta didik yang meninggalkan sekolah belum
usai tanpa izin. positive reinforcement adalah konsekuen yang diberikan
untuk menguatkan atau meningkatkan perilaku yang positif. Sehingga, untuk
memperbaiki tingkah laku seseorang dan menguatkan perilaku tersebut maka
perlu adanya penghargaan atau positive reinforcement.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
menggunakan konseling kelompok behavioral teknik self management dan
reinforcement untuk mengatasi perilaku membolos peserta didik berusaha
mengarahkan perilaku dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan
atau mengadministrasikan konsekuensi-konsekuensi. Dengan demikian
melalui strategi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengurangan
perilaku membolos dengan menggunakan konseling kelompok behavioral
dengan teknik self management dan reinforcement pada peserta didik MA
Assalafiyah Luwungragi.Dapat mencapai perubahan yang diinginkan juga
dapat mengembangkan kemampuan dalam mengelola dirinya.

54
Berikut ini Kerangka Berpikir dalam Penelitian ini:
Gambar 2.1 : Konseling Kelompok Behavioral dengan Teknik Self Management
dan Teknik Reinforecement.
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesisi merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap
rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti dan
dijabarkan melalui kajian teori dan masalah harus diuji kebenarannya melalui
data yang berkumpul peneliti ilmiah. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
Konseling kelompok behavioral dengan teknik self
management dan reinforcement
Mengurangi perilaku membolos peserta didik
Perilaku Membolos
Permasalahan
1. Perilaku membolos faktor
eksternal, lingkungan sekolah dan
keluarga
2. Perilaku membolos faktor
internal, dari dalam diri sendiri.
Penyebab
1. Terlambat datang ke
sekolah
2. Tidak mengerjakan PR
3. Mengikuti teman yang
suka nongkrong

55
Ho : Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik self
management sangat efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
Ha : Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik self
management tidak efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
Ho : Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik
reinforcement sangat efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
Ha : Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik
reinforcement tidak efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
Sedangkan Hipotesis Statistik sebagai berikut:
U1 = Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik self
management sangat efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
U0 = Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik self
management tidak efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
U1 = Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik
reinforcement sangat efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
U1 = Penerapan konseling kelompok behavioral melalui teknik
reinforcement tidak efektif dalam mengatasi perilaku membolos.
Untuk pengujian hipotesis selanjutnya nilai t (hitung) dibandingkan
dengan nilai t dari tabel distribusika t(tabel).
Ho : U1 = U0

84
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang diperoleh dari pelaksanaan
penelitian pada siswa kelas XI MA Assalafiyah Luwungragi Kecamatan
Bulakamba Kabupaten Brebes mulai dari tahap pendahuluan sampai
pelaksanaan kegiatan konseling kelompok, maka dapat dirumuskan beberapa
kesimpulan sebagi berikut :
1. Terdapat beberapa siswa kelas XI MA Assalafiyah Luwungragi
Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes yang memiliki tingkat
perilaku membolos dengan kategori tinggi.
2. Konseling kelompok behavior dengan teknik self management efektif
untuk mengurangi perilaku membolos siswa XI MA Assalafiyah
Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
3. Konseling kelompok behavior dengan teknik reinforcement efektif untuk
mengurangi perilaku membolos siswa XI MA Assalafiyah Luwungragi
Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
4. Tidak ada perbedaan tingkat keefektifan yang signifikan pada konseling
kelompok behavior dengan teknik self management dan teknik
reinforcement, untuk mengurangi perilaku membolos siswa XI MA
Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
Kemudian penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan
eksperimen dengan metode Repeated Measurement agar dapat membuktikan

85
keefektifan teknik Self Management dan Reinforcement dalam jangka
panjang.
5.2 SARAN
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka saran yang
dipertimbangkan kepada pihak terkait, khususnya bagi pemimpin lembaga
pendidikan/sekolah, dan penelitian selnjutnya.
1. Bagi kepala sekolah
Kepala sekolah diharapkan melakukan rekrutment guru
bimbingan dan konseling di MA Assalafiyah Luwungragi, sehingga
dengan dukungan yang penuh dari bimbingan dan konseling di sekolah
penanganan siswa khususnya pada perilaku membolos dapat tertangani
dnegan maksimal, maka sangat dibutuhkan campur tangan guru
bimbingan dan konseling untuk menangani secara khusus.
2. Bagi guru bimbingan dan konseling
Berdasarkan hasil penelitian ini guru bimbingan dan konselor
disarankan untuk mengaplikasikan teknik self management dan
reinforcement layanan kegiatan konseling yang dapat menurunkan
perilaku membolos siswa.
3. Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, dalam bidang kajian yang sama
diharapkan memanfaatkan informasi apapun yang ada dalam penelitian
ini serta dapat mengembangkan bidang kajian ini dalam berbagai sudut
pandang dan komponen yang mendukung, sehingga dapat
mengembangkan tentang kajian ini selanjutnya.

86
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, S. & Saputra. 2015. Teori Dasar Konseling. Lampung: Publishing
Andareto.
Alberto, P.A & Traoutman, A. (2009). Apllied behavior analysis for
teachers:eight edition. Upper sadlle river. Nj: Merril.
DOI: http://repository.edu/14028/8/T_BP_1007280
Ali, M. & Asrori, M.(2006). Psikologi Remaja, PerkembanganPeserta Didik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Alvarez, Gonzales M. (2008). Career Maturity: a priority for secondary
education. journal of research in educational psychology. issn.
16196 – 2095. no. 16. vol. 6 3 2008, pp: 749 – 772. spain: departement
of educational research methods and diagnostics, university of
barcelona.
DOI: https://scholar.google.com.tr/citations.
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UM Press.
Anggi. (2014). Penerapan konseling behavioral dengan teknik pengutan positif
sebagai upaya untuk meminimalisasi memobolos siswa. jurnal
bimbingan dan konseling, Volume 2 No 1. Singarasa: Jurnal Universitas
Pendidikan Ganesa.
DOI:http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.88.1.87
Anitiara. (2016). Pengurangan perilaku membolos di sekolah dengan
menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas viii smp negeri 2
kotabumi tahun ajaran 2015/2016. Di akses Tanggal 8 April 2018. DOI:
http://digilib.unila.ac.id.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Edisi Revisi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Aris, Handoko. (2016).Mengatasi perilaku membolos melalui konseling
individual menggunakan pendekatan konseling behavior dengan teknik
self-management pada siswa x tkj smk bina nusantara ungaran.Jurnal
Bimbingan dan Konseling, Volume 2 No 1. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
DOI:http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2015.01.044.
Asri, ni luh, Ni ketut Suarni, and Dewi Arum. (2014). Efektifitas konseling
behavioral dengan teknik penguatan positif untuk meningkatkan rasa
percaya diri dalam belajar pada siswa kelas viii smp negeri 2 singaraja.
Volume 2 No 2.Undiksha Jurusan Bimbingan Konseling.

87
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2015.01.044.
Astuti (2013) Pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk merubah persepsi
negatif siswa di sekolah menengah atas di kabupaten lamongan jurnal bk
unesa. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2013, 271 – 280.
DOI:http://www.iosrjournals.org/iosrjrme/papers/Vol3/pdf.
Astuti, B. 2012. Modul Konseling Kelompok. Yogyakarta: UNY PRESS.
Azwar, Syaifudin. 2003. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bachri Thalib, Syamsul.2010.Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif.Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Baharuddin dan Moh. Makin. 2008. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UIN
Maliki Press.
Baier, D. (2016). The school as an influencing factor of truancy. international
journal of criminology and sociology, 5, 191–202.
DOI: http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/issue/view/178
Berenbaum, S. A., Beltz, A. M., & Corley, R. (2015). The importance of puberty
for adolescent development: conceptualization and measurement. In
Advances in child development and behavior (Vol. 48, pp. 53–92).
Elsevier.
DOI: https://pdfs.semanticscholar.org/391d/ d4d9aaac29.pdf
Briesch DuBois, J. M., Briesch, A. M., Hoffman, J. A., Struzziero, J., & Toback,
R. (2017). Implementing self‐management within a group counseling
context: Effects on academic enabling behaviors. Psychology in the
Schools, 54(8), 852–867.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.04.221.
Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Comier, W.H. dan Comier L.S. (1985). Intervewing Strategies For Helpers
Fundemental Skill AND Behavioral Intervension. 2 ed. Monterey.
California: Publishing Company.
DOI:https://doi.org/10.1111/j.1083-6101.2000.tb00110.
Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi vol 4.
Trasnlated by. Drs. Mulyanto. Semarang. IKIP Semarang Pers
Corey, Gerald. 2005. Teori Dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Dahl, P. (2016). Factors associated with truancy: Emerging adults’ recollections
of skipping school. Journal of Adolescent Research, 31(1), 119–138.
DOI: http://dx.doi.org/10.6018/red/54/6.

88
Dalyono, 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Dasami, Pria, N Dantes, and NM Setuti. (2016). Penerapan konseling behavioral
denganteknik penguatan positif untuk meminimalisir kecenderungan
perilaku menyimpang siswa kelas Vii B8 Smp Negeri 6 Singaraja.
DOI: https://www.researchgate.net/publication/15400300
Data Survey Pra Penelitian dengan Guru Bimbingan dan Konseling di Brebes,
tanggal 20 November 2018.
Defriyanto, and Dewi Jamil Rahayu. (2017). Evaluasi program bimbingan dan
konseling dalam mengatasi perilaku membolos peserta didik di sekolah
menengah atas (sma) yp unila bandar lampung.Jurnal Bimbingan Dan
Konseling2, no. 2-diakses pada 14 april 2012.
DOI: http//jamil.10.24176/jkg.v2i1.559
Dian Fitri, Anike. (2013). Penerapan strategi pengelolaan diri (self-management)
untuk mengurangi perilaku konsumtif pada siswa kelas x-11 sman 15
surabaya.Unesa Journal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, No 1.
DOI:https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bkunesa/articl
e/view/1930
Djamarah, Syaiful Bahri. (2015). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Eka Neni Arni Yeti. (2012). Upaya mengurangi kebiasaan buruk dalam
membolos dan mencontek dengan layanan bimbingan kelompok siswa.
vol. 1 no. 2 semarang. Jurnal Ilmiah Pendidikan BK.Di akses tanggal 20
Maret 2018.
DOI:http://e-journal.ikip-veteran.ac.id/index.php/kes/article/view/143
Eko Putro Widoyoko. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran Di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Elizabeth, B. Hurlock. 2001. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Fahrozin, Muhamad dkk. 2004. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Farida, NA. 2009. Penggunaan strategi Self-Management untuk meningkatkan
disiplin belajar di rumah pada siswa kelas VIII D Negeri 5 Lamongan
tahun ajaran 2007/2008. Artikel. Surabaya: JPPB FIP Unesa.
DOI : https://doi.org/10.24036/02016516485-0-00.
Fatchurahman, M., Syarif, D. F. T., & Turohmi, S. (2018). Efektivitas layanan
konseling kelompok menggunakan teknik problem solving dalam
menurunkan perilaku membolos siswa. Indonesian Journal of
Educational Counseling, 2(1), 55–68.
DOI: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/view/103804

89
Fatmawati. (2006). Pengaruh penggunaan strategi self-management untuk
mengatasi kebiasaan belajar buruk pada siswa vii-b smpn 4 waru,
Sidoarjo.Jurnalunesasurabaya: Ppb Fip Unesa.
DOI: http://etd.repository.unesa.ac.id
Fauzan, L. (2009). Praktik teknik konseling self-management. Artikel.
Lutfifauzan’s Blog. 23 Desember 2009. Diakses Rabu 13 November
2018 pukul 11.15 WIB.Jurnal Pendidikan. 1 (1), 11-19.
DOI:http://dx.doi.org/10.17977/jp.v1i11.8116
Fehér, D. J., Bartók, M., & Fehér, L. (2018). The Effects of Computer Games on
Teenagers. In 2018 IEEE 12th International Symposium on Applied
Computational Intelligence and Informatics (SACI) (pp. 261–266).
IEEE.
DOI: https://www.nyack.edu/files/CT_What_Why_2013.pdf.
Feist, Jess dan Greogory. J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba
Humanika.
Ferguson, S. G., Frandsen, M., Dunbar, M. S., & Shiffman, S. (2015). Gender and
stimulus control of smoking behavior. Nicotine & Tobacco Research,
17(4), 431–437.
DOI :https://doi.org/10.1002/asi.20168.
Gantina komalasari, dkk(2011), Teori dan Teknik konseling, Jakarta:Indeks.
Gladding. T. Samuel. 2012. Konseling: Profesi Yang Menyeluruh. Jakarta:Indeks.
Greiner, J & Karoly, P. (1976). Effect of Self-control Training on Study Activity
and Academic Performance: An Analysis of Self-monitoring,
Self-reward and Systematicplanning Components. Journal of Counseling
Psychology. 23. 495-502.
DOI :http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.07.020.
Gunarsa, Singgih. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung MuliaGunarsa
Singgih. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia
Hamalik, O. 2005. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar.
Bandung:RinekaCipta.
Handoko, A. (2013). Mengatasi perilaku membolos melalui konseling
individualmenggunakan pendekatan behavior dengan teknik self
managementpada siswa kelas x tkj smk bina nusantara ungaran tahun
ajaran2012/2013. Jurnal Bimbingan dan Konseling, Volume 2 No 1.
Semarang: Universitas Negeri Semarang

90
DOI:http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2015.01.044.
Indri Astuti.(2018). Mengurangi perilaku membolos siswa dengan menggunakan
layanan konseling individual studi kasus pada siswa kelas xi ips di sma
muhammadiah[diaksespada: 17 Oktober 2 Padapukul 21:08 WIB].
DOI : https://doi.org/10.24036/0201212696-0-00.
Jacson. (2008). Teaching more than the dicipline: modeling leadership in
classroom. Collage Teaching Methods and Styles Journal. November
2008, 4, (11), 47-52.
DOI:10.1145/769800.769804.
Jannah, H. 2006. Penggunaan strategi self management untuk meningkatkan
disiplin belajar siswa kelas VII-F SMP Perlaungan Berbek Waru. Artikel.
Surabaya: JPPB FIP Unesa.
DOI: https://doi.org/10.24036/0201873101409-0-00
Jeske, D., & Axtell, C. (2017). Effort and reward effects: appreciation and
self-rated performance in e-internships. Social Sciences, 6(4), 154.
DOI :https://doi.org/10.1080/07481756.2017.1320947
Kartono, Kartini. 2003. Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah.
Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. 2008. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
.2003.Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta:
Rajawali Press.
Kearney, C.A. (2001). An Interdisciplinanry Model of school absenteeisn in
youth to inform professional practice and public policy educational
psychology. Review, 20 (3), 257.282.
DOI :http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.07.020.
Komalasari, Gantina. 2011.Teori dan Teknik konseling, Jakarta: Indeks.
Latipun. 2008. Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2008.
Lent, R. W., Ezeofor, I., Morrison, M. A., Penn, L. T., & Ireland, G. W. (2016).
Applying the social cognitive model of career self-management to career
exploration and decision-making. Journal of Vocational Behavior, 93,
47–57.
DOI:http://www.academypublication.com/issues/past/tpls/vol03//20.pdf.
Mahmudah.(2018). Mengurangi Perilaku Membolos Dengan Menggunakan
Layanan Konseling Behavioral. [diaksespada: 24 November 2018
padapukul 22.02 WIB].
DOI: http://mahmudah/10.30818/jpkm.2018.2030105

91
Martin. Garry & Joseph Pear. (1996). Behavior modification what it is and how to
do it: ninth edition, prentice-hall, inc
DOI: https://doi.org/10.1108/IMDS-03-2015-0075.
Miltenberger, RG. (2012). Behavior modification (principles and procedures).
Fifth edition. USA: Wadsworth Cengange Learning.
DOI :https://ehlt.flinders.edu.au/education/iej/articles/v4n1/paris/paper.p
df.
Mochamad Jafar Nursalim. 2013. Strategi dan Intervensi Konseling. Jakarta:
Akademia Permata.
Muhlisin, Abi. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Mungin, Edy, Wibowo. 2019. Konseling Kelompok dalam Peradaban Milenial.
Semarang: UNNES Press.
. 2002. Jenis-Jenis Bimbingan Dan Konseling. Depdiknas.
Mustaqim dan Abdul Wahib. 2003. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Natawidjaja, Rachman, 2009. Bimbingan Dan Konseling Di Instansi Pendidikan.
Jakarta: Gramedia.
Neitzel, J & Busick,M.(2009). Overview of self-management. chapel hill, nc:
national professional development center on autism spectrum disorders,
frank porter graham child development institute, the university of north
carolina.
DOI:https://www.communicationtoday.sk/download/2/2014/Plencner
Noe, Reymond, A. (2010). Human resource management. MC. Graw Hill.of
Factors Causing Truancy Among Secondary School Students in Rivers
State
DOI: http://dx.doi.org/10.1080/10810730.2015.1018590.
Notoatmodjo.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta:
Rhineka Cipta
Nurbaini, Hazar. (2006). Kontribusi layanan informasi karir terhadap
penyelesaian masalah karir yang dihadapi siswa smk. Skripsi.
Bandung: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung. (Online).
DOI: http://repository.upi.edu
Nurdjana, A. (2015). Layanan bimbingan kelompok dengan teknik self
management untuk mengurangi perilaku terlambat masuk sekolah. Jurnal
Konseling, Volume 1 No 1. Kudus: Universitas Sunan Muria Kudus.
DOI: http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Article/view/1798/1599.
Ovilia, priska dewi. 2017.Penerapan Konseling Kelompok Dengan Teknik
Behaviour Contract Untuk Mengurangi Perilaku Membolos Pada Siswa
Di Smk Kawung 2 Surabaya. [diaksespada 17 Oktober 2018 padapukul
16.30 WIB]

92
DOI: olivia-christina-dewi-953b4a169
Pane, A., & Dasopang, M. D. (2017). Belajar dan pembelajaran. Fitrah: Jurnal
Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 3(2), 333–352.
DOI :https://doi.org/10.1177/1555412014548919.
Pfefferbaum, A., Rohlfing, T. (2016). Adolescent development of cortical and
white matter structure in the NCANDA sample: role of sex, ethnicity,
puberty, and alcohol drinking. Cerebral Cortex, 26(10), 11–12.
DOI : http://10.1093/jamia/ocv022.
Pidarta, Made. 2007. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno & Eman Amti. 2004. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta.
Rieneka cipta.
Prihantoro, Sri. (2007). Program Bimbingan untuk Mengembangkan
Kemampuan Perencanaan Karir Remaja. Skripsi. Bandung: Jurusan
Bimbingan dan Konseling UPI Bandung.
DOI: http://repository.upi.edu diakses 29 Juni 2016.
Pujosuwarno, Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta:
Menara Mas Offset.
Purwanta, Edi, 2012. Modifikasi Perilaku, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanto.M.Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan.Bandung: Rosdakarya.
Qoririalita Furqoni, (2013). Implementasi konseling behavioral dalam
menanggulangi perilaku menyimpang siswa kelas x di smk pgri 1
surabaya. [diaksespada 19 November 2018 padapukul 20.30
WIB]Retrieved 02 Selasa, 2018.
DOI: http://docplayer.info/54098322-Skripsi-oleh-Qoririaliata-npm.html
Revani Yant Eryana. (2010). Mengurangi perilaku membolos siswa dengan
menerapkan konseling behavior melalui taknik pengondisian operan
(studi kasus pada beberapa siswa kelas viii c di smp negeri 5 kotabumi
tahun pelajaran 2009/2010).
DOI: http//text-id.123dok.com/document/9ynl9n70q-indri-astuti-2009
Ridlowi. 2009. Mengatasi Siswa Membolos Dengan Bimbingan Konseling.
Bandung: Rineka Cipta.
Romlah, T. 2001. Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling Kelompok. Malang:
Universitas Negeri Malang Press
Savickas, M. L. 2001. A Developmental Perspective on Vocational
Behavior: Career Pattern, Salience, and Themes. International
Journal for Educational and Vocational Guidance, 1, 49-57.

93
Sholihah, N. (2013). Penerapan strategi self-management untuk meningkatkan
disiplin belajar pada siswa tunadaksa cerebral palcy kelas iv sdlb-d ypac
surabaya. Jurnal BK Unesa, 3(1).
DOI: http://jurnal.unesa.ac.id/alchemy/article/view/13028
Soeparwoto. 2007. Psikologi Perkembangan. Semarang. UPT UNNES Press.
Sriningsih, V. (2014). Hubungan antara Konsep Diri dengan Perilaku Membolos
Sucipto. (2018). Razia Siswa Membolos Gabungan Satpol-PP Brebes-Tegal:
Tegal. Radar Tegal.
Sugiharto, DYP. 2007. Konseling Proaktif dengan strategi pengelolaan diri.
Semarang: Tidak ditebitkan.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan, kuantitatif,
kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sukadji. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program BK di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sukardi, Dewa Ketut dan Nila Kusnawati. 2008. Proses Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Bandung: Rosda Karya.
Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan Konseling. Semarang: CV Setapak.
Syamsul Bachri Thalib. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Edukatif. Jakarta:Kencana.
Tutiona, M. Y., Munir, A., & Ratu, B. (2016). Upaya mengurangi perilaku
membolos melalui konseling individual dengan teknik behavior contract
pada siswa SMP Negeri 6 Palu. Jurnal Konseling Dan Psikoedukasi,
1(1), 69–78.
DOI: http://ijec.ejournal.id/index.php/counseling/article/view/18
Tarsito. Hymel, S. and Natalie R.H. (2006).Helping student who are experiencing
persistent and/or serious discipline problem to succed in school: the state
of the evidence. paper. report prepared for the ontario ministry of
education research symposium 18-20 Januari 2006.
DOI :https://doi.org/10.1177/0047287514522883.
Wentzel, K. R., Russell, S., & Baker, S. (2016). Emotional support and
expectations from parents, teachers, and peers predict adolescent
competence at school. Journal of Educational Psychology, 108(2), 242.
DOI :https://doi.org/10.1177/1555412014548919.
Willis, Sofyan, 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung:
Alfabeta.

94
Wilmot, M. P., DeYoung, C. G., Stillwell, D., & Kosinski, M. (2016).
Self‐monitoring and the metatraits. Journal of Personality, 84(3),
335–347.
Winkel W.S & Hastuti, Sri. 2012. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
. 2005. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Zuniarty,Ita Alifta. (2012). Penanganan guru BK terhadap tingkah laku membolos
sekolah siswa di SMP Negeri 1 Rangel Tuban tahun pelajarn 2010/2011.
Surabaya: Program Sarjana Unesa.
DOI: http://ejournal.Zuniarty.ac.id/index.php/konseli/article/view/3605