efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

27
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agribisnis Pembangunan ekonomi yang semakin kompleks dan kompetitif dalam era globalisasi ini mendorong perubahan orientasi pembangunan sektor pertanian dari orientasi produksi ke arah pendapatan. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan pertanian Indonesia telah berubah dari pendekatan usahatani ke agribisnis. Sistem agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian, dimana sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini (Saragih, 2000). Hafsah (1999) mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan usaha di bidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar. Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 2010). Sedangkan menurut Arsyad, dkk (dalam Soekartawi, 2010), agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Agribisnis dapat dipandang dari sisi mikro maupun makro. Sisi mikro, agribisnis itu sebagai suatu unit bisnis di bidang pertanian yang senantiasa melakukan pertimbangan-pertimbangan secara rasional, mulai dari memperoleh

Transcript of efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

Page 1: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agribisnis

Pembangunan ekonomi yang semakin kompleks dan kompetitif dalam era

globalisasi ini mendorong perubahan orientasi pembangunan sektor pertanian dari

orientasi produksi ke arah pendapatan. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan

pertanian Indonesia telah berubah dari pendekatan usahatani ke agribisnis. Sistem

agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian, dimana sistem agribisnis jauh lebih

luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini (Saragih, 2000).

Hafsah (1999) mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan usaha di

bidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk

meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk

menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar. Konsep agribisnis adalah suatu

konsep yang utuh, mulai dari produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas

lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 2010). Sedangkan

menurut Arsyad, dkk (dalam Soekartawi, 2010), agribisnis adalah suatu kesatuan

kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai

produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan

pertanian dalam arti luas.

Agribisnis dapat dipandang dari sisi mikro maupun makro. Sisi mikro,

agribisnis itu sebagai suatu unit bisnis di bidang pertanian yang senantiasa

melakukan pertimbangan-pertimbangan secara rasional, mulai dari memperoleh

Page 2: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

2

bibit, pemeliharaan, penanganan pasca panen, hingga melakukan pemasaran

(Suparta, 2005). Agribisnis secara makro adalah suatu sistem yang terdiri atas

beberapa sub-sistem, dimana antara satu sub-sistem dengan sub-sistem lainnya

saling terkait dan terpadu untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal bagi

para pelakunya. Kegiatan agribisnis yang dipandang sebagai suatu konsep sistem

dapat dibagi menjadi lima sub-sistem, yaitu (1) sub-sistem pengolahan hulu (up-

stream agribusiness), (2) sub-sistem produksi (on-farm agribusiness), (3) sub-

sistem pengolahan hilir (down-stream agribusiness), (4) sub-sistem pemasaran,

dan (5) sub-sistem lembaga penunjang. Semua sub-sistem ini saling mempunyai

keterkaitan satu sama lain sehingga gangguan pada salah satu sub-sistem akan

berpengaruh terhadap sub-sistem yang lainnya. Hubungan antara sub-sistem

agribisnis tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Antara, 2012).

Hubungan antar sub-sistem agribisnis seperti yang terlihat pada Gambar

2.1 juga berlaku untuk agribisnis yang berbasis peternakan. Saragih (2000)

menjelaskan sistem agribisnis berbasis peternakan mencakup empat sub-sistem

utama yaitu: (1) sub-sistem agribisnis hulu peternakan, sub-sistem ini merupakan

kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi peternakan (sapronak), (2)

sub-sistem agribisnis budidaya peternakan, kegiatan ekonomi yang menggunakan

sapronak untuk menghasilkan komoditi peternakan primer, (3) sub-sistem

agribisnis hilir peternakan, kegiatan ekonomi yang mengolah komoditi peternakan

primer menjadi produk olahan, (4) sub-sistem agribisnis pemasaran/perdagangan,

kegiatan ekonomi yang memasarkan ternak sapi maupun hasil olahannya. Keempat

sub-sistem agribisnis tersebut perlu didukung oleh sub-sistem penunjang agribisnis

Page 3: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

3

berupa jasa peternakan sebagai bagian dari pembangunan agribisnis. Sub-sistem

penunjang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa yang dibutuhkan

oleh sub-sistem lain seperti transportasi, penyuluhan dan pendidikan, penelitian

dan pengembangan, perbankan, dan kebijakan pemerintah.

Lembaga Penunjang

Prasarana Organisasi

- Jalan

- Jembatan

- Transportasi

- Pelabuhan

- Perkreditan

- Penyuluhan

- Koperasi

- Penelitian

- Peraturan pemerintah

- Dan lain-lainnya

Gambar 2.1 Sistem Agribisnis

2.2 Teknik Sapta Usaha Peternakan Sapi

Petani-peternak di Pulau Timor Provinsi NTT lebih dominan memelihara

ternak sapi bali (Boss sondaicus). Begitu juga YMTM menggunakan ternak sapi

bali dalam kemitraan usaha ternak sapi potong dengan petani di Kabupaten TTU.

Pemasaran/Perdagangan

(domestik, internasional)

Agro-industri Hilir

(down-stream)

- Pasca panen

- Pengolahan

lanjutan

Produksi

(keluaran)

Usahatani/kebun/

ternak/ikan

- Pangan

- Hortikultura

- Kebun

- Ternak

- Ikan

Agro-industri Hulu

(up-stream)

- Benih/bibit

- Pupuk

- Pakan

- Pestisida

- Alat dan mesin

- Obat-obatan

- Teknologi

Page 4: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

4

Oleh karena itu, paparan teknik sapta usaha peternakan sapi lebih difokuskan

untuk ternak sapi bali yaitu: pemilihan bibit, kandang dan perlengkapan,

pemberian pakan, manajemen pemeliharaan, pengendalian penyakit dan

pengobatan, pengolahan kotoran ternak dan pemasaran ternak.

2.2.1 Memilih bibit sapi bali

Menurut Muzani (2010), kriteria umum sapi bali bakalan yang baik adalah:

jantan, umur > 2,5 tahun (minimal gigi tetap 2 pasang), sehat dan tidak cacat,

napsu makan tinggi, tenang dan tidak liar, kurus tapi sehat, akan lebih baik kalau

diketahui silsilahnya. Sedangkan ciri-ciri luar (eksterior) yaitu: warna kulit hitam

atau hitam kemerahan, tulang/rangka besar, kepala pendek/persegi, leher pendek

dan badan segi empat panjang.

2.2.2 Kandang dan perlengkapan

Menurut Rasyid dan Hartati (2007), beberapa pertimbangan dalam

pemilihan lokasi kandang yaitu: tersedia sumber air, dekat dengan sumber pakan,

transportasi mudah, dan areal kandang dapat diperluas lagi. Sedangkan letak

bangungannya yaitu: permukaan lahan lebih tinggi dari kondisi sekelilingnya,

jarak kandang minimal 10 m dari bangunan umum atau perumahan, tidak

menggangu kesehatan lingkungan, agak jauh dengan jalan umum dan air limbah

tersalur dengan baik.

Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi

udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan kotoran serta

saluran drainasenya. Ukuran lantai kandang untuk setiap ekor sapi bali yang

Page 5: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

5

digemukkan adalah panjang 175 cm-200 cm dan lebar 125 cm-150 cm. Tinggi atap

disesuaikan dengan bentuk dan konstruksi kandang, idealnya tinggi atap kandang

bagian depan sekitar 250 cm - 350 cm dan tinggi atap bagian belakang sekitar 140

cm - 225 cm. Dinding kandang tidak menjadi keharusan untuk sapi bali, namun

jika dipandang perlu maka dinding kandang dibuat setinggi saat sapi berdiri. Di

daerah dataran tinggi yang beriklim dingin dan daerah pantai dengan angin yang

kencang, maka perlu ada dinding kandang dengan ukuran lebih tinggi dari ternak

sapi saat berdiri.

Perlengkapan kandang yang diperlukan yaitu tempat makanan, tempat

minuman, dan tempat pembuangan limbah. Ukuran tempat makanan disesuaikan

dengan ukuran kandang. Misalnya panjang tempat makanan sekitar 90 cm - 125

cm, lebar bagian atas 50 cm, lebar bagian bawah 40 cm, tinggi bagian luar 60 cm

dan tinggi bagian dalam 50 cm. Tempat minuman dapat menggunakan ember yang

ditempatkan di dalam tempat makanan. Tempat pembuangan limbah berupa

lubang di dalam tanah yang dibuat beberapa meter dari kandang, dimana ada

saluran untuk memudahkan pembuangan limbah dari kandang.

2.2.3 Pemberian pakan

Salah satu keunggulan sapi bali adalah tidak terlalu selektif terhadap jenis

pakan. Ada dua jenis pakan ternak sapi penggemukan, yakni hijauan (raughage)

dan pakan penguat (konsentrat). Pertumbuhan sapi bali pada fase penggemukan

mencapai rata-rata sekitar 200 - 300 g/ekor/hari dengan hanya memberikan pakan

hijauan terutama rumput-rumputan (Guntoro, 2002). Sedangkan dengan pemberian

pakan tambahan berupa konsentrat, pertumbuhan sapi bali mencapai 500 - 600

Page 6: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

6

g/ekor/hari. Bahkan, pertumbuhan sapi bali bisa mencapai 600 - 700 g/ ekor/hari

apabila diberikan probiotik.

Pakan hijauan dikelompokkan menjadi dua macam, yakni jenis rumput-

rumputan dan daun-daunan. Pakan jenis rumput-rumputan seperti rumput raja,

gajah, setaria dan benggala. Rumput-rumputan memiliki kandungan karbohidrat

relatif tinggi tetapi protein yang rendah. Pakan jenis daun-daunan yang gizinya

paling baik adalah tanaman jenis leguminosa seperti daun gamal, lamtoro, turi dan

kaliandra. Jenis leguminosa mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi

dibandingkan rumput-rumputan. Jenis daun-daun lainnya untuk pakan ternak sapi

adalah daun waru, nangka, intaran, daun dadap dan lain-lainnya. Ternak sapi

memerlukan hijauan dalam bentuk segar per hari minimal 10% dari berat badan

sapi (Guntoro, 2002). Jika berat seekor sapi 300 kg maka diperlukan hijauan

minimal 30 kg/hari. Makin banyak jenis hijauan yang diberikan kepada sapi, maka

semakin baik karena unsur zat-zat makanan semakin lengkap. Pemberian 30%

atau lebih leguminosa dari total hijauan yang dikonsumsi setiap hari akan

memberikan pertumbuhan yang baik.

Pemberian pakan hijauan dapat dilakukan pada pagi dan sore hari, dan akan

lebih baik lagi bila diberikan pakan pada siang hari. Hijauan sebaiknya dipotong-

potong, makin lembut pemotongan akan semakin baik. Persediaan hijauan segar

sangat terbatas pada musim kemarau, namun sapi bali dapat diberikan hijauan

kering (hay) dan hijauan olahan atau hasil fermentasi yang disebut silase.

Konsentrat merupakan pakan tambahan yang nilai gizinya lebih tinggi serta

mudah dicerna dibandingkan dengan pakan hijauan. Pemberian konsentrat

Page 7: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

7

dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi, namun perlu diperhitungkan

nilai ekonomisnya. Pemberian konsentrat sebanyak 0,7 % - 1,2 % dari berat badan

sapi bali akan meningkatkan keuntungan (B/C ratio lebih tinggi). Jenis konsentrat

yang murah dan mudah diperoleh adalah dedak padi, bungkil kelapa, ketela, ubi

jalar dan kotoran ayam yang dapat diberikan secara sendiri-sendiri atau campuran.

Sapi bali yang beratnya 250 kg, jika diberikan dedak padi sebanyak 2 kg per ekor

per hari yang disertai dengan hijauan yang memadai dapat meningkatkan

pertumbuhan hingga mencapai 475 - 500 g/ekor/hari (Guntoro, 2002).

2.2.4 Manajemen pemeliharaan sapi

Pada usaha sapi potong, produktivitas ditekankan pada pertumbuhan sapi

untuk mengoptimalkan keuntungan. Oleh karena itu, selama masa penggemukan

harus diupayakan untuk memperoleh pertambahan berat badan sebesar-besarnya

dengan input terutama berupa pakan semurah mungkin. Produktivitas yang optimal

dipengaruhi oleh faktor teknis, pemberian pakan yang cukup dan bergizi,

kesehatan dan berat awal sapi bakalan harus diperhatikan dengan sunguh-sungguh

selama periode pemeliharaan. Pada saat sapi bali berumur 2,5-3,5 tahun, grafik

pertumbuhannya menanjak tajam. Di atas umur 3,5 tahun, sapi bali masih akan

tumbuh namun pertumbuhannya makin lambat. Pertumbuhan sapi bali menjadi

semakin lambat pada umur 4 tahun, sehingga kurang menguntungkan jika tetap

dipelihara. Lama penggemukan sapi bali berdasarkan pertimbangan umur/berat

awal dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Page 8: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

8

Tabel 2.1

Umur/Berat Awal, Berat Badan, Lamanya Penggemukan dan

Berat Badan Akhir

No Keadaan awal

gigi/umur (thn)

Berat

badan (kg)

Lama peng-

gemukan (bln)

Perkiraan berat

badan akhir (kg)

1 I0 (0 - 1,5) 110 – 150 18 bulan 350 – 400

2 I1 ( 2 ) 200 – 250 12 bulan 350 – 400

3 I2 ( 3 ) 275 – 300 6 - 8 bulan 350 – 400

4 I3 ( 4 ) 300 – 350 5 - 6 bulan 390 – 450

Sumber: Djagra IB.,1992 (dalam Guntoro, 2002)

2.2.5 Pengendalian penyakit dan pengobatan

Penyakit yang sering menyerang sapi bali di Provinsi NTT sampai saat ini

adalah: penyakit ngorok (SE), penyakit mencret dan cacing hati. Gejala awal

ternak sapi yang terserang penyakit ngorok adalah pembengkakan bawah leher dan

lidah yang terjulur keluar, suhu tubuh meningkat dan mulut sapi menganga dengan

mengeluarkan lendir berbusa, kesulitan bernafas dan saat tidur terdengar suara

ngorok. Gejala lainnya, pembengkakan bagian dada dan leher, akibatnya

mengalami penurunan nafsu makan, tubuh lemah dan gemetar, mata sapi sayu dan

berair, selaput mata berlendir dan mencret. Penyebab penyakit SE (Septichamia

Epizootica) adalah bakteri Pasteurella miltocida yang tinggal di selaput lendir

hidung dan tenggorokan. Bakteri ini dapat mati pada suhu 70o C selama 15 detik.

Pengendaliannya dengan pemberian vaksinasi SE setiap enam bulan sekali. Sapi

yang sudah terlanjur terserang dapat diobati dengan serum SE atau antibiotika

seperti senkomisin dan sulfonamid sebanyak 0,5 ml/kg berat badan atau sesuai

dengan petunjuk dalam kemasan.

Penyakit mencret (diare) sering menyerang pedet. Diare pada ternak

khususnya sapi bukan merupakan sebuah penyakit, tapi lebih merupakan gejala

Page 9: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

9

klinis dari sebuah penyakit yang lebih komplek yang bisa disebabkan oleh

berbagai hal. Diare selalu berakibat kehilangan cairan atau dehidrasi, dimana

cairan tubuh yang keluar itu membawa garam-garam mineral. Diare pada ternak

sapi dibagi dua kategori yaitu diare yang dibebabkan oleh ketidakseimbangan

nutrisi (non-infeksius) dan diare yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme

dengan ciri-ciri penyakit mencret, sebagai berikut (Sudarmono, 2008).

1) Bagian panggul sapi terlihat kotor oleh kotorannya yang mengering

2) Sapi sering mengangkat ekornya walaupun tidak membuang kotoran (hal

ini terlihat jelas pada anak sapi yang mencret)

3) Kotoran cenderung cair walaupun diberi pakan hijauan tua atau kering

4) Nafsu makan berkurang

5) Bulu badan ternak sapi terlihat kusam

Ternak sapi yang terkena mencret harus diberi antibiotik yang tepat baik

jenis dan dosisnya dengan cara injeksi secara intra musculer (IM). Pemberian

antibiotik pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan kuda) tidak

dilakukan melalui asupan. Hal ini untuk melindungi perkembangbiakan bakteri

yang ada di dalam saluran pencernaan hewan ruminansia.

Penyakit cacing hati merupakan jenis parasit yang dominan menyerang sapi

bali. Sapi yang terserang cacing hati akan tampak pucat, lesu, mata membengkak,

tubuhnya kurus dan bulu kasar, kusam atau berdiri. Sapi yang terserang cacing hati

mengalami gangguan fungsi hati sehingga timbul peradangan hati dan empedu dan

pertumbuhan terganggu. Penyebab penyakit cacing hati disebut fascioliasis jika

disebabkan oleh cacing Fasciola hepatica, atau disebut distomiasis bila disebabkan

Page 10: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

10

oleh cacing Distumum hepaticum. Pengendaliannya dilakukan dengan pemberian

obat cacing yang tersedia banyak di pasaran, namun hanya efektif untuk cacing

stadium dewasa. Obat yang efektif untuk cacing stadium larva dan telur cacing

masih jarang tersedia di pasaran.

2.2.6 Pengolahan kotoran ternak

Pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai sumber pupuk organik sangat

mendukung usaha pertanian seperti sayur-sayuran, tanaman pangan dan tanaman

lainnya. Prabowo (2008) mengatakan bahwa penggemukan ternak sapi dengan

target pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 0,5 kg akan dihasilkan 12,5

kg kotoran ternak per hari. Jika target pertambahan berat badan sebanyak 90 kg

dalam satu periode penggemukan selama 6 bulan akan dihasilkan kotoran

sebanyak 2,2 ton dari seekor ternak sapi. Jadi seekor ternak sapi minimal

menghasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan.

Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak mengandung unsur hara

yang sangat dibutuhkan tanaman yaitu 26,2 kg N per ton, 4,5 kg P per ton dan 13,0

kg K per ton. Selain menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga

menghasilkan unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu dan Mo. Oleh karena

itu, pupuk kandang menjadi pupuk yang baik untuk meningkatkan produksi

tanaman dan kelestarian lingkungan.

Kotoran ternak sapi dapat digunakan sebagai pupuk tanaman setelah

mengalami fermentasi baik secara alamiah maupun secara sengaja mengolah

kotoran ternak sapi menjadi kompos atau bokashi. Selain itu, kotoran ternak dapat

juga digunakan sebagai sumber energi yang terbarukan yaitu biogas. Dari proses

Page 11: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

11

biogas juga menghasilkan pupuk ampas biogas (bio slurry) dan pupuk cair yang

dapat langsung digunakan untuk menyuburkan tanaman.

2.2.7 Pemasaran ternak sapi

Sebagian besar pemasaran ternak sapi potong di NTT tidak berdasarkan

perencanaan, namun karena kebutuhan uang tunai yang mendesak sehingga bobot

ternak yang dijual tidak sesuai dengan permintaan pasar. Sistem pemasaran ternak

masih bersifat tradisional yaitu dengan cara cawang untuk menentukan perkiraan

berat badan ternak sapi dan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul (blantik).

Posisi tawar petani rendah dalam berhadapan dengan blantik karena petani tidak

mempunyai informasi pasar dan harga.

Pengusaha menjual ternak sapi potong hidup melalui perdagangan antar

pulau dari NTT ke Jakarta, Jawab Barat dan Kalimantan Timur melalui laut dan

darat sehingga tidak terhindarkan tingkat kematian ternak sapi yang tergolong

tinggi dalam perjalanan. Menurut Yusuf dan Nulik (2008) terdapat 3 saluran

pemasaran ternak sapi potong di NTT yaitu: saluran I (produsen - blantik desa -

blantik pasar hewan - padagang antar pulau); saluran II produsen - blantik pasar

hewan - pedagang antar pulau; dan saluran III (produsen - pedagang antar pulau).

Lebih lanjut dikatakan, bahwa margin pemasaran yang paling besar adalah pada

saluran I yakni Rp 1.062.500/ekor dan yang paling kecil pada saluran III yakni Rp

637.500 per ekor. Hal ini berarti petani-peternak mendapatkan harga jual ternak

sapi yang lebih rendah pada saluran pemasaran yang lebih panjang (saluran I),

sebaliknya petani-peternak mendapatkan harga jual ternak sapi yang lebih tinggi

pada saluran pemasaran yang lebih pendek (saluran II).

Page 12: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

12

2.3 Konsep Kemitraan

2.3.1 Pengertian dan prinsip kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan di antara kedua belah pihak

dalam menjalankan usahannya (Hafsah, 1999). Sedangkan menurut Suparta

(2005), kemitraan adalah bentuk hubungan kerjasama dua atau lebih lembaga

dengan keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan, yakni saling percaya, saling

menguntungkan dan mendidik, saling menghidupi dan melakukan etika bisnis.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 13), kemitraan adalah kerjasama

dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak, atas dasar prinsip saling

memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan

pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan usaha besar. Kemitraan usaha

peternakan sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian

adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam

bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara

teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu

untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak

bibit/ternak potong, telur, susu serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk

mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.

Page 13: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

13

2.3.2 Azas dan etika bisnis kemitraan

Dalam keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997

tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian pada Pasal 3 dinyatakan bahwa

kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselasaran

dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui

perwujudan sinergi kemitraan yang menggambarkan hubungan sebagai berikut: (1)

saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku

dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan; (2) saling

memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama

memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis; (3) saling menguntungkan,

yaitu kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan

pendapatan, dan kesinambungan usaha.

Menurut Hafsah (1999), kemitraan merupakan suatu strategi bisnis, untuk

itu keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang

bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Konsistensi dalam penerapan etika bisnis

akan berbanding lurus dengan kemantapan atau kekokohan dalam menopang pilar-

pilar di atasnya. Menurut Marioti (dalam Hafsah, 2009) ada enam dasar etika

berbisnis (empat merupakan interaksi manusia dan dua perspektif bisnis), yaitu: (1)

berkarakter, berintegritas dan jujur; (2) sikap saling percaya; (3) komunikasi yang

terbuka; (4) bersikap adil; (5) ada nilai tambah yang ingin diraih oleh pihak-pihak

yang bermitra; dan (6) keseimbangan antara insentif dan risiko.

Page 14: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

14

2.3.3 Tujuan dan manfaat kemitraan

Kemitraan usaha bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kuantitas dan

kualitas produksi, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas kelompok usaha,

peningkatan usaha dalam rangka meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra

yang mandiri (Suryanto dan Martodireso, dalam Hafsah, 1999). Sedangkan

menurut Hafsah (1999), tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan

adalah: (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; (2)

meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan; (3) meningkatkan

pertumbuhan ekonomi pedesaan; (4) memperluas kesempatan kerja; dan (5)

meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Lebih lanjut Hafsah mengatakan bahwa manfaat dari kemitraan adalah: (1)

tercapainya produktivitas yang tinggi; (2) tercapainya efisiensi; (3) jaminan

kualitas, kuantitas dan kontinuitas; (4) penanganan risiko; (5) meningkatkan

perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (6) menumbuhkan ekonomi

pedesaan, daerah dan nasional; dan (7) memperluas kesempatan kerja.

2.3.4 Pola kemitraan agribisnis

Dalam pelaksanaan usaha pertanian di Indonesia, terdapat berbagai pola

atau bentuk kemitraan yang dapat diterapkan antara petani dan atau peternak

dengan pengusaha menengah atau besar. Menurut Pedoman Kemitraan Usaha

Pertanian (Kepmentan No.940/kpts/OT.210/10/1997), Departemen Pertanian

(2003), kemitraan usaha pertanian dapat dilaksanakan dengan lima pola kemitraan

yaitu: (1) pola inti plasma, (2) pola sub-kontrak, (3) pola dagang, (4) pola

keagenan, dan (5) pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Dari lima pola

Page 15: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

15

kemitraan tersebut, dua pola kemitraan yang relevan dengan usaha ternak yaitu

pola inti plasma dan pola kerjasama operasional agribisnis, dengan penjelasan

sebagai berikut.

1. Pola inti plasma

Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan

usaha menengah atau usaha besar, dimana usaha menengah atau besar bertindak

sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma. Perusahaan inti melaksanakan

pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam hal penyediaan dan penyiapan

lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha

dan produksi, perolehan dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan

dan bantuan lain yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas,

sampai pemasaran hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra usaha kecil

memenuhi kebutuhan perusahan inti sesuai dengan persyaratan yang disepakati

sehingga produknya mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi.

Beberapa keunggulan dari kemitraan pola inti plasma yang dapat diperoleh

adalah sebagai berikut.

a) Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar/menengah

sebagai inti dengan pengusaha kecil sebagai plasma.

b) Berperan dalam pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal,

kelembagaan dan lain-lain.

c) Pengusaha besar/menengah dapat mengembangkan komoditas, barang

produksi yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar

nasional dan internasional.

Page 16: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

16

d) Bertumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang

sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

e) Usaha kecil yang mendapat bimbingan dari pengusaha besar/menengah akan

mampu memenuhi skala ekonomi sehingga dapat tercapai efisiensi.

f) Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha

besar lainnya sebagai investor baru untuk membangun kemitraan yang baru.

2. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola KOA merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra yang

menyediakan sarana dan tenaga dengan perusahaan mitra yang menyediakan

modal, biaya, manajemen dan sarana produksi untuk mengusahakan suatu

komoditas pertanian. Selain itu, perusahan mitra juga berperan sebagai penjamin

pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan

pengemasan. Dalam pelaksanaan KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian

hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian.

Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan pola inti plasma. Pola

KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di

desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Misalnya, jika

pemilik lahan menyediakan lahan dan modal, sedangkan petani menyediakan

tenaga dan sarana pertanian lainnya maka bagi hasilnya 50:40. Hal ini berarti 50%

keuntungan untuk pemilik lahan dan 40% untuk petani.

Kelemahan yang sering ditemukan dalam pelaksanaan pola KOA, adalah:

(1) pengambilan untung oleh perusahan mitra yang menangani aspek pemasaran

dan pengolahan produk terlalu besar, sehingga dirasakan kurang adil oleh

Page 17: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

17

kelompok usaha kecil mitranya; (2) perusahan mitra cenderung monopsoni

sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil; (3) belum ada

pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan tersebut.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

2.4.1 Konsep pemberdayaan masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang

bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan

sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi

sosial. Menurut Rachman (1998), pengembangan masyarakat merupakan suatu

proses swadaya masyarakat yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi

masyarakat pada bidang sosial, politik, kultural, dan ekonomi. Pengembangan

masyarakat merujuk kepada usaha-usaha yang dilakukan secara swadaya oleh

masyarakat bersama dengan pemerintah setempat untuk meningkatkan kondisi

masyarakat di bidang ekonomi, sosial, dan kultural serta untuk mengintegrasikan

masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan memberi

kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut membantu secara penuh

pada kejayaan dan kemakmuran bangsa (Sumodiningrat, 1997).

Cushway dan Lodge (1999) menyatakan bahwa pemberdayaan berarti

pendelegasian tanggung jawab dan pembuatan keputusan pada tingkat kewenangan

yang terendah dalam organisasi sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat di

tempat yang paling dekat dengan titik-titik dampaknya. Pemberdayaan

(empowerment) berarti memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat/

individu untuk menggali potensi yang dimiliki untuk kemudian ditingkatkan

Page 18: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

18

kualitasnya agar mampu mandiri (Wahyuni, 2003). Menurut Rachman (1998),

pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan

lemah sehingga mereka memiliki kemampuan dalam hal: (a) memenuhi kebutuhan

dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas

mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, kebodohan, dan

kesakitan; (b) menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang

mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-

keputusan yang mempengaruhi mereka.

Dari paparan di atas dapat dikatakan, pemberdayaan adalah sebuah proses

dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk

memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat.

Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau

mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.4.2 Peran YMTM dalam pemberdayaan masyarakat

YMTM menempatkan seorang staf lapangan di desa untuk melakukan

pemberdayaan ekonomi petani. Ada beberapa peran yang dilakukan YMTM

dalam pengembangan usaha ternak sapi potong, yaitu: (1) memfasilitasi pelatihan

dan penyuluhan dalam hal teknik usahatani dan teknik pemeliharaan ternak sapi

potong; (2) menumbuhkan dan memperkuat kapasitas kader dan kelompok tani;

(3) memberikan ternak sapi bakalan dengan sistem gaduh; (4) memberikan

bantuan benih/bibit hijauan makanan ternak; (5) mendampingi petani secara

Page 19: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

19

intensif dan regular serta mengawasi kondisi ternak sapi; (6) memperkuat kapasitas

petani dalam manajemen pemeliharaan ternak sapi potong; (7) melatih petani

dalam pengelolaan kotoran ternak dan penggunaan pupuk organik untuk tanaman;

(8) membangun jaringan pasar dan melakukan negosiasi harga jual ternak sapi

potong; (9) mengorganisir petani dan ternak sapi yang siap untuk dijual; (10)

mengawasi penimbangan ternak sapi sampai pengangkutan serta membagikan

uang pembagian hasil penjualan ternak sapi yang sesuai dengan kesepakatan.

2.5 Efektivitas

2.5.1 Konsep efektivitas

Kinerja suatu program ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan program dalam mencapai tujuan atau sasaran. Dalam pengukuran

efektivitas pelaksanaan program maka tidak dapat dilepaskan dari efisiensi.

Indikator efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program antara lain mencakup

kesesuaian jenis kegiatan, biaya unit kegiatan, dan hasil kegiatan. Pengukuran

efektivitas menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan suatu program

tercapai atau tidak.

Efektivitas merupakan ukuran untuk menggambarkan sejauhmana sasaran

dapat dicapai (Atmosoeprapto, 2001). Efektivitas yang tinggi dengan efisiensi

yang rendah dapat mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Sebaliknya, efisiensi

yang tinggi tetapi efektivitas yang rendah berarti tidak tercapainya sasaran atau

terjadi penyimpangan sasaran. Efektivitas lebih mengarah kepada pencapaian

sasaran atau tujuan yang direncanakan. Hasil yang semakin mendekati sasaran

berarti derajat efektivitasnya semakin tinggi (Supari, 2002). Sedangkan efisiensi

Page 20: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

20

lebih mengacu pada biaya, dimana dengan penggunaan input yang relatif sedikit

akan dihasilkan output yang lebih banyak. Seseorang pengusaha/petani/pelaksana

usaha berupaya untuk mencapai efektivitas yang setinggi-tingginya dengan biaya

yang seefisien mungkin. Gaspersz (2000) menyatakan bahwa tingkat efektivitas

dari sistem produksi merupakan rasio output actual terhadap output yang

direncanakan, diukur dalam satuan persen dengan nilai ideal 100%. Penyimpangan

dari nilai 100% baik lebih atau kurang perlu dikoreksi agar memperkecil atau

menghilangkan penyimpangan yang ada.

2.5.2 Faktor-faktor efektivitas

Menurut Price (dalam Umar, 2005), indikator yang dipakai untuk

mengukur efektivitas adalah produktivitas, moral, persesuaian, kemampuan

adaptasi dan kemampuan melembaga dimana produktivitas dijadikan sebagai

indikator yang paling utama/erat kaitannya dengan efektivitas. Sedangkan Gibson,

dkk (2000) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dipakai sebagai indikator

efektivitas adalah produksi, mutu, efisiensi, fleksibelitas, kepuasan, persaingan,

pengembangan dan kelangsungan hidup.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas yaitu: (1) faktor internal yang

terdiri atas kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, motivasi, stress,

keterpaduan, kepemimpinan, struktur, status, peran, norma-norma, lingkungan,

teknologi, pilihan strategi, proses dan kultur; (2) faktor eksternal terdiri atas

kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi secara umum dan aktivitas sosial yang

berada diluar kendali manajemen (Gibson, dkk, 2000).

Page 21: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

21

2.5.3 Keterkaitan efektivitas dan efisiensi

Dalam pengukuran efektivitas tidak bisa dilepaskan dari efisiensi. Efisiensi

diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk

mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya (Soekartawi, 2003). Lebih lanjut

dikatakan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum menganalisis

efisiensi yaitu: (1) tingkat tranformasi antara input dan output dalam fungsi

produksi, dan (2) perbandingan antara harga input dengan harga output sebagai

upaya untuk mencapai indikator efisiensi. Efisiensi dicapai bila pemanfaatan

sumber daya itu menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Supari (2002) mengatakan efisiensi menunjukkan keberhasilan dari segi

besarnya sumber (masukan) yang digunakan atau biaya yang dikeluarkan untuk

mencapai hasil yang direncanakan. Makin kecil sumber yang digunakan berarti

makin efisien. Menurut Mang (2000) dalam Supari (2002), efisiensi dapat

berbentuk waktu dan tenaga. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan inti dapat

menghemat tenaga dalam mencapai target dengan menggunakan tenaga kerja yang

dimiliki petani plasma. Sebaliknya, petani plasma dapat menghemat waktu

produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan inti.

2.5.4 Efektivitas kemitraan usaha ternak

Dalam kaitannya dengan kemitraan usaha ternak sapi potong di Kabupaten

TTU, efektivitas digunakan sebagai ukuran untuk menggambarkan sejauhmana

tujuan dari kemitraan usaha ternak sapi potong dapat tercapai. YMTM mengatakan

bahwa tujuan atau keberhasilan usaha ternak sapi potong telah ditetapkan dari

sejak awal kemitraan, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan petani-peternak; (2)

Page 22: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

22

meningkatkan jumlah ternak sapi yang dimiliki sendiri oleh petani-peternak; (3)

meningkatkan posisi tawar petani-peternak berhadapan dengan pengusaha; (4)

meningkatkan ketersediaan pupuk organik untuk memupuk tanaman; (5)

meningkatkan berat jual dari ternak sapi potong; dan (6) meningkatkan harga jual

ternak sapi potong yang dipelihara oleh petani-peternak. Semakin banyak tercapai

tujuan usaha maka efektivitas kemitraan semakin tinggi dan sebaliknya semakin

sedikit tercapai tujuan usaha itu maka efektivitas kemitraan semakin rendah.

Efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong ini juga diukur dengan

pencapaian efisiensi usaha ternak sapi potong. Efisiensi diukur dengan adanya

pengurangan durasi waktu penggemukan ternak sapi potong dan terjadinya

peningkatan berat badan jual dari ternak sapi potong, serta peningkatan pendapatan

dari usaha ternak sapi potong dan pengurangan biaya-biaya produksinya.

Selanjutnya, YMTM mengatakan bahwa petani-peternak telah merasakan

manfaat dari kemitraan usaha ternak sapi potongnya, yaitu: (1) mempunyai sumber

pendapatan yang baru sehingga terjadi peningkatan pendapatan; (2) pemasaran

ternak sapi potong telah terorganisir dengan baik sehingga posisi tawar petani

meningkat; (3) YMTM selalu negosiasi harga jual ternak sapi potong dengan

pengusaha sehingga mendapatkan harga yang lebih tinggi; (4) penjualan ternak

sapi ditimbang dengan timbangan yang telah ditera; (5) petani mempunyai pupuk

organik yang lebih banyak untuk memupuk tanaman; (6) semakin banyak petani-

peternak yang menjual ternaknya melalui skema collective marketing. Oleh karena

itu, dapat diduga bahwa efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong telah

berjalan efektif. Indikasi ini dapat menjadi hipotesis dalam penelitian ini.

Page 23: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

23

2.6 Pendapatan Petani-Peternak

Dalam ekonomi, analisis pendapatan dilakukan dengan cara total

penerimaan dari suatu usaha dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama

proses produksi, dengan rumus sebagai berikut (Gaspersz, 2005).

π = TR – TC

= TR – (TVC + TFC)

Keterangan:

π : Keuntungan/kerugian usaha

TR : Total Revenue (total penerimaan)

TC : Total Cost (total biaya)

TVC : Total Variable Cost (total biaya variabel)

TFC : Total Fixed Cost (total biaya tetap)

Ada beberapa konsep biaya dalam ekonomi yaitu: (1) biaya tetap (FC), (2)

biaya total tetap (TFC); (3) biaya variabel (VC) dan (4) biaya total variabel (TVC)

serta biaya tunai dan tidak tunai (Prawirokusumo, 1990). Lebih lanjut dikatakan

biaya tetap (FC) yaitu biaya yang masa penggunaannya tidak berubah walaupun

jumlah produksi berubah atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi

karena tetap dan tidak tergantung kepada besar kecilnya usaha, bila diukur per unit

produksi maka biaya tetap makin lama makin kecil (turun). Dalam usahatani yang

termasuk biaya tetap antara lain tanah, peralatan, kandang, bunga modal dan pajak.

Biaya variabel (VC) yaitu biaya yang selalu berubah tergantung besar

kecilnya produksi. Dalam usahatani yang termasuk biaya variabel antara lain biaya

sarana produksi, pemeliharaan, pakan ternak, panen, pasca panen, pengolahan,

pemasaran, tenaga kerja dan biaya operasional.

Page 24: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

24

Biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan berupa uang tunai seperti

pembelian benih/bibit, pupuk, obat-obatan dan pakan ternak. Biaya tidak tunai

adalah biaya yang tidak dikeluarkan sebagai uang tunai sehingga dalam analisa

usaha ternak sapi potong ini tidak diperhitungkan, seperti tenaga kerja rumah

tangga, hijauan makanan ternak yang diambil di kebun, material pembuatan

kandang yang diambil di kebun dan lain-lainnya.

Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa dalam usaha pertanian ada

beberapa jenis pendapatan, adalah sebagai berikut.

1) Pendapatan kotor (gross income) adalah pendapatan usahatani yang belum

dikurangi biaya. Pendapatan kotor dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu

bentuk tunai (cash) dan tidak tunai (non cash). Pendapatan kotor dalam bentuk

tunai adalah penjualan dari hasil produksinya, dapat dari tanaman maupun

ternak. Sedang yang non cash dapat berupa produk yang dikonsumsi langsung

oleh petani atau ditukar komoditi lain atau didonasikan, atau dapat berupa

barang dan service.

2) Pendapatan bersih (net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya.

3) Pendapatan pengelola (management income) adalah pendapatan yang

merupakan hasil pengurangan dari total output dengan total input. Input

produksi atau biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses

produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir, dan

termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Sisa

dari pengurangan total output dengan total input merupakan jumlah tersisa

setelah semua input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun

Page 25: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

25

yang hanya diperhitungkan saja telah dijumlahkan. Pendapatan ini biasanya

pendapatan negatif bagi usahatani kecil atau keluarga.

4) Pendapatan tenaga kerja petani yaitu pendapatan pengelola ditambah upah

tenaga kerja petani. Pendapatan tenaga kerja rumah tangga petani adalah

pendapatan pengelola ditambah upah tenaga kerja petani dan anggota rumah

tangga yang dihitung. Pendapatan petani adalah pendapatan tenaga kerja

petani ditambah bunga modal milik sendiri dan sewa tanah milik sendiri.

Pendapatan rumah tangga petani merupakan pendapatan tenaga kerja rumah

tangga petani ditambah bunga modal milik sendiri.

2.7 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

Sanjaya (2013) tentang efektivitas penerapan Simantri di Bali. Hasil penelitiannya

mendapatkan bahwa penerapan usaha peternakan sapi, usaha tanaman pangan dan

usaha pengolahan limbah ternak sapi terbukti berpengaruh positif dan signifikan

terhadap efektivitas penerapan Simantri. Efekvititas penerapan Simantri terbukti

berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani-

peternak. Sebagian besar responden (67,38%) memperoleh peningkatan

pendapatan >25-50%, hanya 8,70% responden yang memperoleh peningkatan

pendapatan di atas 100%, 6,52% responden memperoleh peningkatan pendapatan

>75-100%, 8,70% responden memperoleh peningkatan pendapatan >50-75%, dan

sisanya 6,52% responden memperoleh peningkatan pendapatan sebesar 1-25%.

Penelitian serupa dilakukan oleh Listiana (2010) tentang kemitraan

penggemukan sapi potong antara PT Great Giant Livestock Company dan peternak

Page 26: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

26

sapi di Kabupaten Lampung Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

faktor internal peternak sapi, faktor eksternal peternak sapi dan karakteristik

kemitraan, berpengaruh secara bersama-sama terhadap partisipasi peternak sapi

sebesar 68,9%. Begitu juga, faktor internal peternak sapi, eksternal peternak sapi

dan karakteristik kemitraan berpengaruh secara bersama-sama terhadap elemen

pendukung kemitraan sebesar 68,1%. Faktor internal peternak sapi, faktor

eksternal peternak sapi, karakteristik kemitraan, partisipasi peternak sapi dan

elemen pendukung kemitraan berpengaruh secara bersama-sama terhadap

keberhasilan kemitraan antara PT Great Giant Livestock Company dan peternak

sapi di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 83,1%.

Selanjutnya penelitian Firmansyah, dkk (2006) tentang manfaat finansial

pada pola kemitraan usaha pembibitan sapi potong di Kabupaten Sumedang

mendapat pendapatan riil peternak sebesar Rp 6.544.425 per tahun dari investasi

sebesar Rp 1.911.200, sedangkan pendapatan investor Rp 7.260.989 per tahun per

unit usaha dari investasi sebesar Rp 14.400.000. Parameter ROI peternak 57,39 %

lebih besar dari ROI investor 50,42 %. Hal ini mengindikasikan bahwa aturan bagi

hasil yang selama ini berjalan dinilai hampir memberikan keuntungan finansial

yang proporsional atau adil, bahkan sedikit lebih tinggi bagi peternak.

Page 27: efektivitas kemitraan usaha ternak sapi potong terhadap ...

27