EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk...

65
EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk. DALAM MENURUNKAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR LILIS RESTAN ODANG H41109281 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Transcript of EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk...

  • EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk. DALAM

    MENURUNKAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR

    LILIS RESTAN ODANG

    H41109281

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk. DALAM

    MENURUNKAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR

    Oleh :

    LILIS RESTAN ODANG

    H411 09 281

    Skripsi ini dibuat untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat untuk

    Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

    Jurusan Biologi

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • LEMBAR PENGESAHAN

    EFEKTIFITAS SERBUK BIJI KELOR Moringa oleifera Lamk. DALAM

    MENURUNKAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR

    Disetujui Oleh :

    Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

    Drs. Muhammad Ruslan Umar, M.Si

    NIP : 19630222 198903 1 003

    Dr. Syarifuddin Liong, MS

    NIP. 19520505 197403 1 002

  • KATA PENGANTAR

    Syalom dan salam sejahtera,

    Segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

    skripsi dengan judul “Efektifitas Serbuk Biji Kelor Moringa oleifera, Lamk

    Dalam Menurunkan Kadar Timbal Pada Air”. Skripsi ini disusun sebagai salah

    satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains (S.Si).

    Penulis menyadari bahwa selama berlangsungnya penelitian, penyusunan

    sampai tahap penyelesaian skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak

    terutama kepada orang tua ku tercinta, Martha P. (mama) dan Lukas U. (papa).

    Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan tanpa batas kepada

    semua pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk, motivasi

    dan doanya dalam proses penyusunannya, antara lain:

    - Prof. Dr. dr. H. Idrus Paturussi selaku Rektor Universitas Hasanuddin

    (UNHAS) Makassar.

    - Prof. Dr. H. Abd. Wahid Wahab. M.Sc Selaku Dekan Fakultas Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unhas Makassar beserta staf.

    - Dr. Eddy Soekandarsih, M.Sc selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unhas Makassar beserta

    staf dosen dan pegawai.

  • - Drs. Muhammad Ruslan Umar, M.Si selaku pembimbing utama yang telah

    dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan

    pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    - Dr. Syarifuddin Liong, MS selaku pembimbing pertama yang telah dengan

    sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    - Helmy widyastuti S.Si. M.Si selaku penasehat akademik, terima kasih atas

    arahannya, bimbingan dan motivasi selama perkuliahan.

    - Tim penguji skripsi Dr. Andi Ilham Latunra, M.Si, Drs. Ambeng, M.Si, Dr.

    Zaraswati Dwiyana, M.Si, dan Dr. Irma Andriani, M.Si yang telah membantu

    penulis dalam menyempurnakan skripsi melalui kritik dan sarannya.

    - Fibyanti, S.Si selaku analis laboratorium Kimia Analitik yang telah

    membantu selama penelitian berlangsung.

    - Keluarga-keluarga yang telah banyak membantu penulis baik secara langsung

    maupun tidak langsung, Om Leman dan Tante Anna selaku orang tua (Wali)

    di Wasuponda, Kakek Faisal dan Nenek tercinta Alm. Ester di Soroako,

    Kakak dan Adik (Novita, Yunita, Krismanto, Reza dan Aprilia), Tante

    Fatimah sekeluarga, serta keluarga yang ada di Toraja..

    - Helna Nurlianti selaku teman penelitian yang telah menjadi teman yang baik

    dan juga buat kesempatan yang boleh kita lalui bersama, susah dan senang

    bahkan galau yang sering menghampiri dalam penyusunan skripsi ini telah

    kita lewati bersama.

  • - Bi09enesis (Biologi 09 Generasi Eksis dan Manis) yang akan selalu saya

    rindukan momen-momen bersama dengan kalian dan semangat untuk teman-

    teman yang sementara menyusul dalam menyusun skripsi, semua akan indah

    pada waktunya, Amin!

    - Teman-teman seperjuangan MIPA 2009 yang sempat membantu penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini.

    - Alfonsus Tosari, S.Si dan teman-teman himbio yang telah membantu dalam

    penyusunan skripsi ini.

    - Adith Andika yang dengan setia telah menemani selama ini dan banyak

    membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.

    - Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun

    tidak langsung sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain dari doa dan mengucap

    syukur, semoga apa yang telah diberikan berkenan di hadapan Allah. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

    bagi penulis khususnya. Amin!

    Syalom

    Makassar, Mei 2013

    Penulis

  • ABSTRAK

    Timah hitam (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang telah

    banyak dimanfaatkan dalam berbagai sektor industri, namun demikian dalam

    pemanfaatannya, logam Pb juga berpotensi dalam mencemari lingkungan

    perairan. Salah satu cara untuk menanggulangi pencemaran perairan adalah

    penggunaan agen penyerap/absorben dan pengakumulasi terhadap bahan beracun

    tersebut. Penelitian pemanfaatan serbuk biji kelor Moringa oleifera Lamk. sebagai

    absorben timah hitam (Pb), dilakukan pada bulan November – Desember 2012,

    yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas serbuk biji kelor Moringa oleifera

    Lamk. dalam menurunkan konsentrasi timah hitam dalam air. Penelitian ini

    bersifat eksperimental, dengan desain penelitian menggunakan Rancangan Acak

    Lengkap (RAL), yang terdiri atas 2 faktor yaitu dosis serbuk biji kelor (100, 200,

    dan 300 mg) dan lama waktu kontak (24 dan 48 jam), yang masing masing 3 kali

    pengulangan. Pengukuran konsentrasi logam Pb dari filtrat dan residu serbuk biji

    kelor menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menurunkan konsentrasi logam

    timah hitam (Pb) dalam air, dosis serbuk biji kelor dan lama waktu kontak yang

    efektif untuk menurunkan konsentrasi Pb dalam air adalah pada dosis 300 mg

    dengan lama waktu kontak 24 jam.

    Kata Kunci : Serbuk biji kelor, absorben, timah hitam (Pb)

  • ABSTRACT

    Lead (Pb) is one of the oppresive metal that mostly used in every section

    of industrial. Unfortunately the use of lead (Pb) high potentially to soil the water

    environment. To solve this water vilification, some method was used, using

    absorbent agent to accumulate the poison in water is the effective method.

    Research about effectivity of Merunggai seed powder Moringa oleifera Lamk. As

    an agent to reduce lead (Pb) concentration in water has been conducted on

    November – December 2012, the aim of this research was to investigated the

    effectivity of Merunggai seed powder to reduce lead concentration in waters.

    Experimental research design using stratified random sampling with 2 factors.

    First factor is Merunggai seed powder with 3 dosage 100, 200, 300 mg and second

    factor is time contact duration within 24 and 48 hours. Each factor were set up

    with 3 replication. Lead concentration from filtrate and residue were measured

    using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) result showed that lead (Pb)

    concentration decreased with 300 mg Merunggai seed powder in 24 hours.

    Keywords : Merunggai seed powder, absorbent, lead (Pb)

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................... ii

    ABSTRAK ..................................................................................... v

    DAFTAR ISI ................................................................................. vii

    DAFTAR TABEL ......................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

    I.1 Latar Belakang .................................................................... 1

    I.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 3

    I.3 Hipotesis ............................................................................. 4

    I.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 4

    I.5 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5

    II.1 Pencemaran Air ..................................................................... 5

    II.2 Logam Berat ................................................................................................ 7

    II.2.1 Timbal (Pb) ................................................................. 8

    a. Kedudukan Timbal Dalam Tabel Unsur ..................................... 8

    b. Bentuk Timbal ................................................................................. 8

    c. Sifat dan Karakteristik Timbal ...................................................... 8

    d. Sumber Timbal ................................................................................ 9

    e. Pengaruh Timbal Terhadap Organisme, Khususnya Organisme Perairan ........................................................................................... 11

    f. Pengaruh Timbal Terhadap Manusia .......................................... 13

    II.3 Kelor Moringa oleifera Lamk ................................................................. 14

    a. Morfologi dan Habitus ................................................................... 14

  • b. Klasifikasi .................................................................. 15

    c. Kandungan Senyawa ................................................... 15

    d. Manfaat Biji Kelor ...................................................... 17

    II.4 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom ...................................... 18

    BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 21

    III.1 Bahan dan Alat ...................................................................... 21

    III.2 Metode Penelitian.................................................................. 21

    III.3 Tahapan Penelitian ................................................................ 22

    III.3.1 Pembuatan Serbuk Biji Kelor ...................................................... 22

    III.3.2 Pengukuran Logam Timbal dalam Senyawa Pb(NO3)2 untuk

    Pembuatan Larutan Baku Induk .................................................... 22

    III.3.3 Pembuatan Larutan Baku Induk Timbal 1000 ppm ..................... 23

    III.3.4 Pembuatan Larutan Intermediet Timbal 100 ppm ........................ 23

    III.3.5 Pembuatan Larutan Kerja Timbal 10 ppm .................................... 23

    III.3.6 Analisis Konsentrasi Logam Timbal pada larutan dan Residu

    dengan menggunakan Spektofotometer Serapan Atom

    (SSA)......................................................................... .... 24

    III.3.7 Pembuatan Deret Larutan Standar 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,8 ppm;

    1,6 ppm; 3,2 ppm untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi ................. 25

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 26

    IV.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 26

    a. Hasil Pengukuran Kadar Logam Pb dalam Filtrat .............................. 26

    b. Pengukuran Kadar Logam Pb dalam Residu ...................................... 28

    c. Pengolahan data penelitian..................................................................... 29

    IV.2 Pembahasan Penelitian ................................................................................. 32

    BAB V Kesimpulan dan Saran ............................................................. 36

    V.1 Kesimpulan .......................................................................... 36

    V.2 Saran ............................................................................... 36

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37

    LAMPIRAN ............................................................................... 41

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Kadungan senyawa dan unsur mineral per 100 gram tananan Kelor Moringa

    oleifera Lamk. 16

    Tabel 2. Konsentrasi Pb pada Air (Filtrat) dan yang Terserap .............................................. 26

    Tabel 3. Hasil pengukuran kadar logam Pb pada residu dengan menggunakan SSA ...... 28

    Tabel 4. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk perlakuan dosis serbuk biji kelor ......... 30

    Tabel 5. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk perlakuan lama waktu kontak serbuk

    biji kelor ....................................................................................................................... 30

    Tabel 6. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk interaksi dosis serbuk biji kelor

    dengan lama waktu kontak ........................................................................................ 31

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Pengaruh polutan berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap

    lingkungan perairan dan kesehatan manusia.................................................... 7

    Gambar 2. Struktur dari Kandungan Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate .... 15

    Gambar 3. Buah dan Biji Kelor Moringa oleifera Lamk. .................................................. 17

    Gambar 4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ............................................................ 20

    Gambar 5. Hubungan variasi dosis serbuk biji kelor dan lama waktu kontak terhadap

    penyerapan kadar logam Pb (ppm) ..................................................................... 27

    Gambar 6. Tahap-tahap koagulasi polielektrolit biji kelor ...................................... 33

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Bagan Kerja ............................................................................... 41

    Lampiran 2 Perhitungan ................................................................................ 45

    Lampiran 3 Kurva ......................................................................................... 47

    Lampiran 4 Tabel .......................................................................................... 48

    Lampiran 3 Gambar ...................................................................................... 51

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Air merupakan salah satu dari sekian banyak zat kimia yang sangat

    penting bagi kehidupan umat manusia dan mahluk hidup lainnya. Air dipakai

    untuk berbagai keperluan dan harus memenuhi beberapa persyaratan baik dari sisi

    kuantitas maupun kualitasnya. Namun demikian sekarang ini badan air telah

    tercemari oleh berbagai sumber sehingga kuantitas dan kualitasnya semakin

    menurun.

  • Air menjadi kebutuhan primer yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

    manusia yang menduduki urutan kedua setelah udara. Kebutuhan masyarakat akan

    air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap hari

    sedangkan ketersediaan air minum yang layak dan berkualitas serta terjamin dari

    segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan

    jumlah penduduk yang sangat cepat, sedangkan kuantitas dan kualitas air tanah

    mengalami penurunan yang cukup tajam, akibat terjadinya kerusakan alam yang

    disertai resiko pencemaran yang semakin tinggi.

    Kemajuan industri dan teknologi yang tidak memperhatikan keseimbangan

    lingkungan dapat menimbulkan berbagai dampak pencemaran udara, air dan

    daratan yang telah banyak melewati ambang batas baku mutu, sehingga menjadi

    penyebab utama menurunnya kualitas hidup manusia. Permasalahan yang sering

    terjadi adalah bila pengaturan dan pengawasan dari yang berwenang tidak

    dilaksanakan dengan baik. Penanggulangan pencemaran lingkungan dapat saja

    berjalan dengan baik bila ada niat, kesungguhan dan tanggung jawab moral dari

    pelaku atau penyebab pencemaran lingkungan.

    Pada saat ini air telah banyak tercemar oleh berbagai komponen polutan

    dari berbagai sumber seperti limbah domestik, industri, pertanian, perikanan,

    transportasi, dan sebagainya. Komponen bahan polutan yang mencemari air dapat

    berupa komponen organik maupun anorganik seperti logam berat. Pada umumnya

    semua jenis logam berat berbahaya jika melebihi nilai ambang batas tertentu bagi

    mahluk hidup. Logam berat dapat menggumpal di dalam tubuh suatu organisme

    dan tetap tinggal dalam tubuh dalam waktu yang lama sebagai racun yang

  • terakumulasi. Menurut Supriyanto (2011), salah satu logam berat yang sering

    mencemari daerah perairan adalah timbal (Pb). Timbal (Pb) merupakan salah satu

    jenis logam beracun yang dapat terakumulasi dalam organ makhluk hidup,

    khususnya bagi manusia, karena akumulasi dari pengaruh racunnya yang dapat

    merusak jaringan tubuh, otak dan ginjal.

    Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat, maka

    berbagai metode alternatif telah banyak digunakan seperti mengurangi konsentrasi

    logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam jangka waktu yang lama

    perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan akibat dari akumulasi logam berat

    yang tidak sebanding dengan masa “recovery (perbaikan)” dari lingkungan itu

    sendiri. Salah satu jenis teknik yang dapat dilakukan adalah penetralan logam

    berat yang aktif menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan

    senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan. Namun

    demikian yang perlu diperhatikan adalah pembuangan logam berat non-aktif

    karena dapat dengan mudah terdegradasi kembali di lingkungan menjadi senyawa

    yang dapat mencemari lingkungan.

    Timbal (Pb) merupakan unsur yang tidak dapat dimusnahkan

    (Nondegradabel) sehingga ada terus di alam. Untuk mengurangi kadar Pb pada air

    dapat digunakan suatu metode pengolahan absorpsi. Absorpsi adalah proses

    penggumpalan substansi terlarut yang ada di dalam larutan oleh permukaan benda

    atau zat penyerap. Salah satu bahan penyerap yang dapat digunakan dalam

    mengabsorpsi logam berat seperti timbal adalah dengan memanfaatkan serbuk biji

    kelor Moringa oleifera. Menurut Sri (2010), bahwa biji buah kelor mengandung

  • zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang mampu mengabsorpsi

    dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam yang terkandung dalam

    limbah tersuspensi dengan partikel kotoran yang melayang dalam air.

    Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian mengenai

    efektifitas serbuk biji kelor Moringa oleifera Lamk. dalam menurunkan kadar

    timbal (Pb) pada Air.

    I.2 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang efektifitas dari

    serbuk biji kelor Moringa oleifera Lamk. dalam menurunkan kadar timbal (Pb)

    pada air.

    I.3. Hipotesis

    Semakin tinggi dosis perlakuan serbuk biji kelor yang diberikan, maka

    semakin tinggi pula tingkat serapan logam timbal (Pb) pada air.

    I.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan informasi

    kepada masyarakat tentang pemanfaatan serbuk biji kelor dalam menurunkan

    kadar logam berat timbal (Pb) pada air.

    I.5 Waktu dan Tempat Penelitian

  • Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2012,

    bertempat di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia, Fakultas Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Pencemaran Air

    Nilai guna air dan sumber daya perairan ditentukan oleh kualitasnya yang

    sangat berkaitan dengan semua aktivitas yang ada di sekitarnya. Kualitas air di

    muara sungai dan pantai ditentukan oleh limbah-limbah yang terbuang baik secara

    langsung maupun tidak, yang berupa bahan-bahan organik, anorganik dan bahan

    tersuspensi (Amin, 2002).

  • Menurut PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air,

    pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau

    dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air

    oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

    menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1,

    angka 2). Menurut Warlina (2004) bahwa masukan tersebut sering disebut dengan

    unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang

    bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek penyebab dapat disebabkan

    oleh alam maupun oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak

    dapat berimplikasi hukum, tetapi pemerintah tetap harus menanggulangi

    pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan

    penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu

    dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara

    tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar

    (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas).

    Air adalah bagian dari kehidupan di permukaan bumi, baik itu air tanah

    maupun air permukaan. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan air.

    Oleh karena itu, air merupakan salah satu unsur penting dalam sistem lingkungan

    hidup. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air

    juga bertambah. Namun sebagian besar air yang digunakan manusia untuk

    aktivitas sehari-hari (kurang lebih 80%) akan dibuang dalam bentuk yang sudah

    kotor dan tercemar atau yang lebih dikenal dengan limbah air (Rasyid dkk, 2007).

  • Menurut Sudarmaji dalam Supriyanto (2011), air limbah adalah cairan

    buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum

    lainnya. Air limbah biasanya mengandung bahan dan zat yang dapat

    membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingungan.

    Secara umum sumber pencemaran air dapat dikategorikan menjadi 2

    sumber kontaminan sebagai berikut menurut Supriyanto (2011):

    - sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA

    (tempat pembuangan akhir) sampah, rumah tangga dan sebagainya.

    - sumber kontaminan tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air

    dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan.

    Pengaruh bahan pencemar yang berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat

    terhadap lingkungan perairan dan kesehatan manusia dapat ditunjukkan secara

    skematik, sebagai berikut menurut Effendi (2003).

  • Gambar 1. Pengaruh polutan berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap

    lingkungan perairan dan kesehatan manusia

    II.2 Logam Berat

    Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang

    sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang

    dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh

    organisme hidup (Palar, 1994). Logam berat merupakan komponen alami yang

    terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan

    merupakan zat yang berbahaya karena dapat terjadi bioakumulasi. Logam berat

    terdiri atas dua kelompok yaitu logam berat non esensial yang sangat beracun

    (toksik) seperti: Arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), cadmium (Cd) dan

    chromium (Cr) dan logam berat esensial yang juga dapat menjadi racun bila

  • dikonsumsi secara berlebihan, antara lain: tembaga (Cu), besi (Fe), zing (Zn),

    selenium (Se) (Supriyanto, 2011).

    II.2.1 Timbal (Pb)

    a. Kedudukan Timbal Dalam Tabel Unsur

    Timbal dalam kesehariannya lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam

    bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dengan simbol Pb. Logam ini termasuk ke

    dalam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia, bernomor atom (NA) 82

    dengan massa atom relatif (Ar) 207,2 (Palar, 1994).

    b. Bentuk Timbal

    Timbal yang kita kenal sehari-hari sebagai timah hitam dan dalam bahasa

    ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum (Pb). Timbal dapat bereaksi dengan

    oksigen dalam udara dan membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling

    umum adalah timbal (II) oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat

    rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan

    air asam. Timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat

    pekat (Ardyanto, 2005).

    c. Sifat Dan Karakteristik Timbal

    Menurut Palar (1994), logam timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat yang khusus

    seperti berikut:

    (1) merupakan logam yang lunak sehingga dapat dipotong dengan menggunakan

    pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah,

    (2) merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga

    logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating,

  • (3) mempunyai titik lebur rendah hanya 327,50C,

    (4) mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam

    biasa kecuali emas dan merkuri, dan merupakan penghantar listrik yang tidak

    baik.

    Sedangkan menurut Supriyanto (2011), timbal memiliki titik leleh 3270C

    dan ti-tik didih 1.6200C. Pada suhu 550 – 600

    0C, timbal menguap dan bereaksi

    dengan oksigen dalam udara membentuk timbal dioksida.

    d. Sumber Timbal

    Logam berat seperti timbal (Pb) merupakan salah satu bentuk materi

    anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius

    pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran oleh logam berat pada perairan

    biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan

    industri dan pertambangan (Ali dan Rina, 2010). Selain itu, menurut Hindersah

    dkk, (2004), tanah secara alami mengandung Pb dengan konsentrasi 20 - 42 mg/kg

    yang tergantung dari batuan induk, cara terbentuknya tanah, dan translokasi logam

    berat di tanah.

    Timbal (Pb) merupakan hasil samping dari pembakaran yang berasal dari

    senyawa tetraetil -Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan

    bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk (anti-knock) pada mesin-mesin

    kendaraan. Penggunaan Pb di industri dan penambangan semakin meningkat

    seiring dengan meningkatnya penambangan, peleburan, pembersih dan berbagai

    industri lainnya (Arsentina dkk, 2008).

  • Pb murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain sehingga tidak

    mudah berkarat, misalnya pipa-pipa yang dialiri bahan-bahan kimia yang bersifat

    korosif. Pb murni ini juga digunakan untuk melapisi kabel-kabel listrik bawah

    tanah atau pipa-pipa air. Lebih dari 200.000 ton Pb digunakan dalam industri

    kimia yang berbentuk tetra etil Pb, yang biasanya dicampur dengan bahan bakar

    minyak untuk melindungi mesin supaya lebih awet. Senyawa Pb juga digunakan

    untuk campuran pembuatan cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya yang

    rendah dalam air. Senyawa Pb yang sering digunakan adalah Pb putih atau

    Pb(OH) 2.2 PbCO3, Pb merah atau Pb3O4 yang berwarna merah cerah dan yang

    digunakan sebagai cat anti karat. Cat yang berwarna kuning dapat dibuat dari

    campuran Pb dan Krom yaitu PbCrO4 yang menghasilkan cat berwarna kuning

    kemerahan. Selain itu, timbal juga digunakan pada (1) campuran bahan atap, (2)

    bahan solder, (3) pewarna dalam industri cat, (4) bingkai kaca berwarna yang

    dibentuk sebagai lukisan jendela kaca, (5) pipa saluran air, (6) pelindung bahan

    radioaktif, (7) pelapis glasur pada industri keramik, (8) bahan murni (Pb3O4)

    untuk mengahambat korosi, cat dasar dan pewarna bahan karet juga plastik, (9) sel

    aki: katoda (PbO2) dan anoda (Pb dan Sn) dan (10) bahan anti knocking

    [tetraetillead, Pb(C2H5)4] untuk menaikkan nilai oktan bahan bakar (Anonim,

    2008). Pb(C2H5)4

    Timbal dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara

    alamiah sebagai hasil dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk

    dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan.

    Logam timbal (Pb) yang masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak dari

  • aktivitas kehidupan manusia ada bermacam bentuk, diantaranya adalah air

    buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari

    pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai (Palar, 1994).

    Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai

    untuk kemudian akan dibawa terus menuju lautan dan ion-ion logam berat

    tersebut dapat mencemari lingkungan terutama di sekitar jalur perairan yang

    dilaluinya. Proses ini akan lebih cepat bila memasuki tubuh manusia melalui

    rantai makanan (Dyah dkk, 2008). Sedangkan menurut Budianto (2012), timbal

    yang terdapat dalam air memiliki bilangan oksidasi Pb2+

    , dan dikeluarkan oleh

    sejumlah industri dan pertambangan. Timbal yang berasal dari bahan bakar

    merupakan sumber utama dari timbal yang berada di atmosfer dan daratan yang

    kemudian dapat masuk ke dalam perairan secara alami. Timbal yang berasal dari

    batuan kapur merupakan sumber timbal yang berasal dari perairan alami.

    e. Pengaruh Timbal Terhadap Organisme, Khususnya Organisme Perairan

    Menurut Ali dan Rina (2010), logam berat yang masuk ke sistem perairan,

    baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui dua

    proses yaitu pengendapan dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan. Pada

    saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi

    proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan

    pencemar dalam sedimen meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam

    lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi,

    kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.

  • Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun

    2001, kadar maksimum yang diizinkan untuk logam Zn adalah 0.05 mg/l, logam

    Pb adalah 0,03 mg/l, logam Cr (valensi 6) adalah 0.05 mg/l, dan untuk logam Cu

    adalah 0,02 mg/l. Sedangkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

    Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII /89 kadar maksimum

    yang diizinkan untuk logam Pb adalah 2,0 mg/kg; logam Zn adalah 100.0 mg/kg;

    dan untuk logam Cu adalah 20.0 mg/kg (Kohar dkk, 2005).

    Akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air menurut Sitorus (2004)

    dipengaruhi banyak faktor, antara lain:

    - konsentrasi logam berat dalam air,

    - konsentrasi logam berat dalam sedimen,

    - pH air dan pH sedimen dasar perairan,

    - tingkat pencemaran air dalam bentuk cod (chemical oxygen demand),

    - kandungan sulfur dalam air dan sedimen,

    - jenis hewan air,

    - umur dan bobot tubuh, dan

    - fase hidup (telur, larva).

    Selanjutnya bila konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada

    kecenderungan konsentrasi logam berat tersebut tinggi dalam sedimen dan

    akumulasi logam berat dalam tubuh hewan demersal semakin tinggi. Disamping

    itu, pH air dan pH sedimen juga mempengaruhi akumulasi logam berat dalam

    tubuh hewan air, karena semakin rendah pH air dan pH sedimen, maka logam

    berat semakin larut dalam air (bentuk ion) sehingga semakin mudah masuk ke

  • dalam tubuh hewan tersebut, baik melalui insang, bahan makanan, ataupun

    melalui difusi (Sitorus, 2004).

    f. Pengaruh Timbal Terhadap Manusia

    Timbal terakumulasi di lingkungan, tidak dapat terurai secara biologis dan

    toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu. Timbal bersifat toksik jika terhirup

    atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran

    darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan

    gigi. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan (Murhadi

    dkk, 2006).

    Timbal (Pb) adalah logam beracun yang dapat terakumulasi dalam organ

    tubuh manusia dan hewan. Kumulatif dari pengaruh racun adalah menghancurkan

    jaringan tubuh yang serius, otak, fatal pada anemia dan ginjal. Logam berat Pb

    dapat meracuni tubuh manusia baik secara akut maupun kronis. Pengaruh

    toksisitas kronis paling sering dijumpai pada pekerja di pertambangan dan pabrik

    pemurnian logam. Oleh karena itu logam Pb yang berada di lingkungan perairan

    perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya (Supriyanto, 2011).

    Keterpaparan timbal dalam jumlah kecil tetapi dalam jangka waktu lama,

    akan menyebabkan terjadi akumulasi dan keracunan. Gejala keracunan kronis

    ringan berupa insomnia, sedangkan gejala keracunan timbal akut ringan adalah

    menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat

    dapat mengakibatkan koma bahkan kematian (Palar, 1994). Menurut Budianto

    (2012), timbal dapat berasal dari makanan, minuman, atau inhalasi dari udara,

    debu yang tercemar Pb, kontak dengan kulit dan kontak dengan mata. Orang

  • dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5 - 15 % dari keseluruhan Pb yang dicerna,

    sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar yaitu 41,5 % dari keseluruhan

    Pb yang dicerna. Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim

    yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb di

    ekskresikan lewat urin atau feses karena terikat oleh protein serta sebagian lagi

    terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Waktu paruh

    timbal (Pb) dalam eritrosit adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati

    adalah 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah 30 hari. Tingkat

    ekskresi Pb melalui sistem urinaria adalah sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan

    rambut, kuku, serta keringat sebesar 8%.

    II.3 Kelor Moringa oleifera Lamk

    a. Morfologi dan Habitus

    Kelor Moringa oleifera Lamk., berhabitus perdu dengan tinggi batang 7-

    11 meter. Di Jawa, kelor sering dimanfaatkan sebagai tanaman pagar dan

    berkhasiat untuk obat-obatan. Pohon kelor tidak terlalu besar, batang kayunya

    getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat.

    Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil, bersusun majemuk

    dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembangbiak dengan baik pada daerah yang

    mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut (Miftahul,

    2008).Tanaman ini berbunga sepanjang tahun, buahnya berbentuk segitiga dengan

    panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian

    700 m di atas permukaan laut. Daun kelor menyirip sirip majemuk ganda dan

  • beranak daun membundar kecil. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan

    dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau (Khasanah, 2008).

    b. Klasifikasi

    Klasifikasi tumbuhan Kelor Moringa oleifera Lamk, menurut

    Tjitrosoepomo (2000) adalah :

    Regnum : Plantae

    Divisio : Spermatophyta

    Sub Divisio : Angiospermae

    Classis : Dicotyledoneae

    Sub Classis : Dialypetalae

    Ordo : Brassicales

    Family : Moringaceae

    Genus : Moringa

    Spesies : Moringa oleifera Lamk.

    c. Kandungan Senyawa

    Menurut Khasanah (2008), struktur dari zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-

    benzili-sothiocyanate dalam biji kelor dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut:

    Gambar 2. Struktur dari Kandungan Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-

    benzilisothiocyanate

  • Kandungan gizi tumbuhan Kelor Moringa oleifera Lamk.(per 100 gram)

    menurut Witariadi dkk (2009) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

    Tabel 1. Kadungan senyawa dan unsur mineral per 100 gram tananan Kelor

    Moringa oleifera Lamk

    No. Kandungan Biji Daun Tepung Daun

    1 Kadar Air (%) 86.9 75.0 7.5

    2 Calori 26 92 205

    3 Protein (g) 2.5 6.7 27.1

    4 Lemak (g) 0.1 1.7 2.3

    5 Carbohydrate (g) 3.7 13.4 38.2

    6 Fiber (g) 4.8 0.9 19.2

    7 Minerals (g) 2.0 2.3 -

    8 Ca (mg) 30 440 2,003

    9 Mg (mg) 24 24 368

    10 P (mg) 110 70 204

    11 K (mg) 259 259 1,324

    12 Cu (mg) 3.1 1.1 0.57

    13 Fe (mg) 5.3 7 28.2

    14 S (mg) 137 137 870

    15 Oxalic acid (mg) 10 101 1.6%

    16 Vitamin A - B carotene (mg) 0.11 6.8 16.3

    17 Vitamin B -choline (mg) 423 423 -

    18 Vitamin B1 -thiamin (mg) 0.05 0.21 2.64

    19 Vitamin B2 -riboflavin (mg) 0.07 0.05 20.5

    20 Vitamin B3 -nicotinic acid (mg) 0.2 0.8 8.2

    21 Vitamin C -ascorbic acid (mg) 120 220 17.3

    22 Vitamin E -tocopherol (mg) - - 113

    23 Arginine (g/16g N) 3.6 6.0 1.33%

    24 Histidine (g/16g N) 1.1 2.1 0.61%

    25 Lysine (g/16g N) 1.5 4.3 1.32%

    26 Tryptophan (g/16g N) 0.8 1.9 0.43%

    27 Phenylanaline (g/16g N) 4.3 6.4 1.39%

    28 Methionine (g/16g N) 1.4 2.0 0.35%

    29 Threonine (g/16g N) 3.9 4.9 1.19%

    30 Leucine (g/16g N) 6.5 9.3 1.95%

    31 Isoleucine (g/16g N) 4.4 6.3 0.83%

    32 Valine (g/16g N) 5.4 7.1 1.06%

    (Sumber : Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics by Lowell Fuglie (1999))

    Biji kelor berperan sebagai koagulan yang efektif, karena adanya zat aktif

    4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang terkandung dalam biji kelor.

  • Zat aktif itu mampu mengabsorpsi partikel-partikel air limbah (Khasanah, 2008).

    Biji kelor mengandung polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan

    komposisi kimia berbasis polipeptida dengan berat molekul 6.000 – 16.000

    dalton, juga mengandung 6 asam-asam amino sehingga dapat mengkoagulasi dan

    flokulasi kekeruhan air (Sri, 2010).

    d. Manfaat Biji Kelor

    Senyawa bioaktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy benzilisothiocyanate dalam biji

    kelor mampu mengabsorpsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam

    yang terkandung dalam limbah, sehingga sangat potensial digunakan sebagai

    koagulan alami untuk membersihkan air sehingga layak minum (Dwi dkk, 2007).

    Hidayat dalam Stevens (2001), menyatakan bahwa protein dalam biji kelor

    berperan sebagai koagulan partikel-partikel penyebab kekeruhan. Protein tersebut

    adalah polielektronik kationik. Polielektrolit biasanya digunakan sebagai koagulan

    limbah cair dengan menetralkan muatan-muatan partikel koloid, tetapi

    polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid dapat juga digunakan sebagai

    koagulan dengan menjembatani antar partikel.

    Gambar 3. Buah dan Biji Kelor Moringa oleifera Lamk.

  • Hasil pengukuran dengan metode biuret, menunjukkan konsentrasi protein

    dari biji dalam kotiledon sebesar 147,280 ppm/gram, yang mengandung 3 asam

    amino yang sebagian besar asam glutamat, metionin, dan arginin. Rantai cabang

    asam amino glutamat bermuatan negatif pada gugus karboksilnya, sedangkan

    arginin bermuatan positif pada gugus guanidio. Asam metionin mempunyai rantai

    cabang atom belerang yang berperan dalam pembentukan ikatan disulfida molekul

    protein (Miftahul, 2008).

    Hasil penelitian Madsen dan Dchulundt serta Grabow, dkk dalam Dwi dkk

    (2006) menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri

    Escherichia coli, Streptocoocus faecalis dan Salmonella typymurium. Di Afrika

    biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri

    tersebut. Setiap butiran biji kelor yang telah dilarutkan akan mengikat dan

    menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman

    penyakit yang terdapat di dalam air, sehingga membentuk gumpalan yang lebih

    besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air (Mustapa, 2011).

    II.4 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom

    Spektrofotometer Serapan Atom adalah alat yang digunakan untuk

    menentukan unsur-unsur logam dan metalloid, yang berdasarkan pada penyerapan

    (absorpsi) radiasi oleh atom unsur bebas tersebut. Dalam spektrofotometer

    serapan atom, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi mulai dari

    energi termis atau panas, energi elektromagnetik, energi kimia, dan energi listrik.

    Interaksi ini menimbulkan proses dalam atom bebas, yang hasilnya berupa emisi

    (pancaran) radiasi, panas dan sebagainya. Radiasi yang ditimbulkan dari interaksi

  • mempunyai panjang gelombang yang benar-benar karakteristik untuk atom yang

    bersangkutan. Absorbsi / emisi radiasi disebabkan karena adanya transisi

    elektronik, yaitu perpindahan elektron dalam atom dari tingkat energi yang satu

    ketingkat energi yang lain (Budianto, 2012).

    Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk

    menentukan konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada

    proses penyerapan radiasi sumber oleh atom-atom yang berada pada tingkat

    energi dasar (ground state). Proses penyerapan energi terjadi pada panjang

    gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan

    tersebut menyebabkan atom penyerap tereksitasi, dimana elektron dari kulit atom

    meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang

    diserap sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar

    yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat penyerapan

    radiasi (absorbansi) atau mengukur radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka

    konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan (Boybul dan Iis, 2009).

    Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode spektrofotoskopi

    yang memanfaatkan fenomena serapan sebagai dasar pengukuran, dimana terjadi

    penyerapan energi oleh atom-atom netral dalam keadaan gas. Daerah spektrum

    yang termasuk ke dalam metode ini adalah sinar tampak dan sinar ultraviolet.

    Prosedur analisisnya relatif sederhana dan analisis suatu logam tertentu dapat

    dilakukan dalam campuran dengan unsur-unsur lain (Razak, 2003).

  • Gambar 4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    III.1 Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pb (NO3)2, biji kelor,

    aquades, tissu, kertas saring whatman 42 dan HNO3 (p.a) 65 %. Sedangkan alat

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortal, ayakan 45 mesh, statif,

    Spektofotometer Serapan Atom (SSA) Buck Scientic 205, oven, neraca analitik,

    magnetik stirer, lemari asam, botol sampel, sendok tanduk, pipet tetes, desikator,

    dan alat-alat gelas yang digunakan selama proses pengerjaan.

    III.2 Metode Penelitian

    Penelitian ini bersifat eksperimental, dan desain penelitian menggunakan

    Rancangan Acak Lengkap, yang terdiri dari 2 faktor yaitu dosis serbuk biji kelor

    (100 mg, 200 mg, dan 300 mg) dan waktu kontak (24 jam dan 48 jam) dengan

    masing-masing pengukuran terdiri dari 3 kali pengulangan. Data hasil penelitian

    diolah dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dua arah, yang menggunakan

    Sofware SPSS 16. Persaman umum analisis sidik ragam dua, berdasarkan Mattjik

    dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

    Y ijk = + α i + β j + ( αβ )ij + ε ijk

    Diketahui:

    Y ijk nilai pengamatan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan

    ke-k, (, αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dari pengaruh utama faktor B, ( αβ ij) merupakan komponen interaksi dari faktor

    A dan faktor B sedangkan ε ijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal

    (0, σ2).

  • III.3 Tahapan Penelitian

    III.3.1 Pembuatan Serbuk Biji Kelor

    Prosedur kerja dari pembuatan serbuk biji kelor berdasarkan Khasanah

    (2008), adalah sebagai berikut,

    1. diambil buah kelor yang sudah tua dan kering, dikupas kulit luarnya, sehingga

    diperoleh biji kelor yang masih terbungkus kulit yang berwarna coklat,

    2. biji kelor yang terbungkus kulit tersebut dikupas lagi, sehingga diperoleh biji

    kelor yang berwarna putih,

    3. biji kelor tersebut dikeringkan di tempat yang terkena sinar matahari selama 5

    hari dan dikeringkan di oven selama ± 48 jam,

    4. kemudian biji kelor kering dihaluskan dengan menggunakan cawan porselen

    dan diayak dengan ayakan 45 mesh sehingga diperoleh serbuk yang berwarna

    putih,

    5. serbuk biji kelor dikeringkan lagi di oven selama ± 24 jam.

    III.3.2 Pengukuran Logam Timbal dalam Senyawa Pb(NO3)2 untuk

    Pembuatan Larutan Baku Induk

    Prosedur kerja dari pengukuran logam timbal dalam senyawa Pb(NO3)2

    untuk pembuatan larutan baku induk menurut Achmad (2001) adalah sebagai

    berikut:

    1. pengukuran logam timbal dalam senyawa Pb(NO3)2 dapat dilakukan dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut:

    ppm =

    x

    2. maka diperoleh berat timbal sebesar 0,1598 gr.

  • III.3.3 Pembuatan Larutan Baku Induk Timbal 1000 ppm

    Prosedur kerja dari pembuatan larutan baku induk timbal 1000 ppm

    berdasarkan Achmad (2001) adalah sebagai berikut:

    1. sebanyak 0,1598 gr timbal dilarutkan dengan 1 ml HNO3 (p.a) 65 %,

    2. setelah itu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan

    menambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.

    III.3.4 Pembuatan Larutan Intermediet Timbal 100 ppm

    Prosedur kerja dari pembuatan larutan intermediet timbal 100 ppm

    menurut Achmad (2001) adalah sebagai berikut:

    1. pengukuran larutan intermediet 100 ppm dilakukan berdasarkan rumus sebagai

    berikut:

    V1 x ppm1 = V2 x ppm2

    2. sehingga diperoleh 10 ml yang akan dipipet dari larutan timbal 1000 ppm dan

    selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,

    3. diencerkan dengan menambahkan aquades hingga volume mencapai 100 mL.

    III.3.5 Pembuatan Larutan Kerja Timbal 10 ppm

    Prosedur kerja dari pembuatan larutan kerja timbal 10 ppm menurut

    Achmad (2001) adalah sebagai berikut:

    1. pengukuran larutan kerja 10 ppm dilakukan berdasarkan rumus sebagai

    berikut:

    V1 x ppm1 = V2 x ppm2

  • 2. sehingga diperoleh 5 ml yang akan dipipet dari larutan timbal 1000 ppm dan

    selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml,

    3. diencerkan dengan menambahkan aquades hingga volume mencapai 500 mL.

    III.3.6 Analisis Konsentrasi Logam Timbal (Pb) pada larutan dan Residu

    dengan menggunakan Spektofotometer Serapan Atom (SSA)

    Prosedur kerja dari analisis konsentrasi logam timbal (Pb) pada larutan dan

    residu dengan menggunakan SSA menurut Supriyanto (2011) adalah sebagai

    berikut:

    1. wadah disiapkan sebanyak 4 buah dan diisi masing-masing 100 ml larutan Pb

    dengan konsentrasi 10 ppm, dimana 1 wadah merupakan kontrol,

    2. serbuk biji kelor dengan variasi konsentrasi dosis (100 mg, 200 mg dan 300

    mg) masing-masing dimasukkan ke dalam setiap wadah perlakuan yang telah

    diisi larutan timbal 10 ppm,

    3. lalu larutan-larutan tersebut dihomogenkan dengan menggunakan stirrer

    selama ± 5 menit,

    4. didiamkan selama 24 jam kemudian larutan disaring sebanyak 10 ml dengan

    menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis dengan menggunakan SSA,

    5. setelah didiamkan selama 48 jam, semua larutan disaring dengan

    menggunakan kertas saring sehingga diperoleh residu dan filtrat dianalisis

    dengan menggunakan SSA,

    6. residu dikeringkan dengan menggunakan oven selama ±24 jam,

    7. residu yang telah kering diasamkan dengan menggunakan HNO3 pekat

    sebanyak 10 ml lalu dipanaskan di atas hot plate hingga volume berkurang,

  • 8. selanjutnya dilarutkan dengan menambahkan aquades hingga volume

    mencapai 50 ml,

    9. larutan residu kemudian di saring dengan menggunakan kertas saring lalu

    menganalisis filtrat dengan menggunakan SSA,

    10. perlakuan diulang dengan prosedur yang sama (kecuali residu) sebanyak dua

    kali,

    11. untuk blanko residu, ke dalam labu ukur 100 ml dimasukkan serbuk biji kelor

    sebanyak 300 mg lalu dilarutkan dengan menggunakan aquades hingga

    volume mencapai 100 ml, kemudian di homogenkan lalu didiamkan selama

    48 jam, disaring kemudian filtratnya dianalisis dengan menggunakan SSA.

    III.3.7 Pembuatan Deret Larutan Standar 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,8 ppm; 1,6

    ppm; 3,2 ppm untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi

    Prosedur kerja dari pembuatan deret larutan standar menurut Achmad

    (2001) adalah sebagai berikut:

    1. pembuatan deret larutan standar dilakukan berdasarkan rumus sebagai

    berikut:

    V1 x ppm1 = V2 x ppm2

    2. lalu diperoleh hasil pengukuran 0,2 ml, 0,4 ml, 0,8 ml, 1,6 ml dan 3,2 ml

    yang akan dipipet dari larutan intermediet 100 ppm,

    3. masing-masing larutan yang telah dipipet dimasukkan ke dalam labu ukur

    100 ml lalu diencerkan dengan menggunakan aquades hingga volume

    mencapai 100 mL.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Hasil Penelitian

    a. Hasil Pengukuran Kadar Logam Pb dalam Filtrat

    Hasil pengukuran konsentrasi logam Pb pada filtrat dan yang terserap,

    menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada filtrat dapat dilihat

    pada Tabel 1 berikut.

    Tabel 2. Konsentrasi Pb pada Air (Filtrat) dan yang Terserap

    Waktu

    (jam)

    Dosis

    Serbuk

    Biji

    Kelor

    (mg)

    Konsentrasi

    Awal Pb di

    Filtrat

    (ppm)

    Konsentrasi

    Akhir Pb di

    Filtrat

    (ppm)

    Konsentrasi

    Pb

    Terserap

    (ppm)

    Konsentrasi

    Pb

    Terserap

    (Rata-Rata)

    (ppm)

    Standar

    Deviasi

    (STD)

    24 100 10

    7,95 2,05

    2,35 ± 0,3470 7,27 2,73

    7,73 2,27

    48 100 10

    8,86 1,14

    1,14 ± 0,2250 9,09 0,91

    8,64 1,36

    24 200 10

    6,14 3,86

    4,39 ± 0,4747 5,45 4,55

    5,23 4,77

    48 200 10

    6,59 3,41

    3,26 ± 0,2655 6,59 3,41

    7,05 2,95

    24 300 10

    4,77 5,23

    5,61 ± 0,4747 4,55 5,45

    3,86 6,14

    48 300 10

    5,23 4,77

    4,77 0 5,23 4,77

    5,23 4,77 KONTROL 10 9,93 0,07 0,07 -

  • Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa penyerapan tertinggi

    terdapat pada dosis perlakuan serbuk biji kelor 300 gram dengan lama waktu

    kontak 24 jam, yang menyerap Pb dari air/filtrat sebesar 5,61 ppm sedangkan

    penyerapan terendah terdapat pada dosis perlakuan serbuk biji kelor 100 gram

    dengan lama waktu kontak 48 jam, yang menyerap Pb dari air/filtrat sebesar 1,14

    ppm.

    Perbandingan efektifitas penyerapan kadar Pb berdasarkan dosis serbuk

    biji kelor dan lama waktu kontak dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

    Gambar 5. Hubungan variasi dosis serbuk biji kelor dan lama waktu kontak

    terhadap penyerapan kadar logam Pb (ppm)

    Berdasarkan Gambar 5 di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi

    dosis serbuk biji kelor yang digunakan,ternyata semakin tinggi pula kemampuan

    serbuk biji kelor dalam menyerap Pb pada air/filtrat. Hal ini disebabkan karena

    semakin banyak serbuk biji kelor yang digunakan maka semakin banyak pula zat

    aktif dari serbuk biji kelor yang dapat menyerap timbal pada air.

    Perbandingan efektifitas penyerapan kadar Pb berdasarkan lama waktu

    kontak berdasarkan pada gambar 5 di atas dapat dijelaskan bahwa waktu kontak

    0

    2

    4

    6

    24 jam 48 jam

    0.07 0.07

    2.35

    1.14

    4.39

    3.26

    5.61 4.77

    Ko

    nse

    ntr

    asi P

    b (

    pp

    m)

    kontrol 100 mg 200 mg 300 mg

  • yang paling efektif dalam menurunkan kadar Pb pada air yaitu 24 jam, sedangkan

    pada lama waktu kontak 48 jam kadar Pb yang diserap relatif turun. Hal ini dapat

    disebabkan oleh ikatan antara senyawa aktif biji kelor dan logam Pb relatif tidak

    stabil.

    b. Pengukuran Kadar Logam Pb dalam Residu

    Hasil pengukuran konsentrasi logam Pb menggunakan spektrofotometer

    serapan atom pada residu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

    Tabel 3 Hasil pengukuran kadar logam Pb pada residu dengan menggunakan

    SSA

    Berat Awal Serbuk Biji

    Kelor

    (mg)

    Berat Akhir Serbuk

    Biji Kelor

    (mg)

    Konsentrasi Pb pada

    Residu (ppm)

    300 (Blanko) 74.3 0

    100 7 0.86

    200 23.8 1.09

    300 59.5 1.40

    Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi

    jumlah dosis serbuk biji kelor yang diaplikasikan, maka semakin tinggi pula

    jumlah logam Pb yang terserap dari air /filtrat, sehingga dapat dikatakan bahwa

    dosis serbuk biji kelor berpengaruh terhadap banyaknya logam Pb yang terserap

    dari air.

  • c. Pengolahan data penelitian

    Hasil analisis dari perlakuan dosis serbuk biji kelor, lama waktu kontak

    dan interaksi keduanya berdasarkan uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 4.3.

    - Pengaruh dosis serbuk biji kelor

    Pada Tabel ANOVA, terlihat nilai signifikansi (Sig.) pada uji F untuk

    faktor dosis serbuk biji kelor adalah sebesar 0.000 < 0,05 (tingkat Signifikansi α =

    5%), hal ini menunjukkan adanya perbedaan pengaruh antar perlakuan dosis

    serbuk bji kelor.

    - Pengaruh lama waktu kontak

    Untuk perbedaan pengaruh perlakuan lama waktu kontak dalam

    menurunkan konsen-trasi Pb pada air, terlihat nilai signifikan (Sig.) uji F diatas,

    sebesar 0.000 < 0,05 (sig α = 5%), yang berarti terdapat perbedaan pengaruh lama

    waktu kontak dalam menurunkan konsentrasi timbal pada air.

    - Pengaruh interaksi antara variasi dosis serbuk biji kelor dengan lama

    waktu kontak

    Untuk nilai uji F interaksi antara perlakuan dosis serbuk biji kelor dengan

    lama waktu kontak, terlihat nilainya 0.011< 0.05 (sig α = 5%), yang berarti

    terdapat perbedaan pengaruh interaksi dosis serbuk biji kelor dengan lama waktu

    kontak dalam menurunkan konsentrasi timbal pada air. Untuk mengetahui

    perlakuan dosis, waktu dan interaksi antara dosis dan waktu, yang menunjukkan

    perbedaan maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan.

    Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk faktor perlakukan dosis serbuk

    biji kelor dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

  • Tabel 4. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk perlakuan dosis serbuk biji kelor

    Perlakuan

    (Dosis Serbuk Biji

    Kelor)

    Subset

    Nilai Uji

    Duncan

    Kontrol 0.0733a 0,5074

    0,5335

    0,5473

    100 mg 1.7433b

    200 mg 3.8250c

    300 mg 5.1883d

    Pada Tabel 4, hasil Uji Jarak Berganda Duncan diatas menunjukkan

    bahwa baik kontrol (0 mg), 100 mg, 200 mg dan 300 mg serbuk biji kelor masing-

    masing memberikan pengaruh yang berbeda nyata, atau dengan kata lain masing-

    masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda dalam menurunkan

    konsentrasi logam Pb pada air. Terlihat pada Tabel 4, semua perlakuan terletak

    pada kolom/subset yang berbeda, hal ini menunjukkan semua perlakuan berbeda

    secara signifikan.

    Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk perlakuan lama waktu kontak dari

    serbuk biji kelor dengan logam Pb dalam air, dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

    Tabel 5. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan perlakuan lama waktu kontak serbuk

    biji kelor

    Waktu Kontak Subset Nilai Uji Duncan

    48 jam 2,3091a

    0.507407 24 jam 3,1058

    b

  • Pada Tabel 5 di atas, terlihat lama waktu kontak 24 jam dan 48 jam,

    menunjukkan per-bedaan nyata atau memiliki pengaruh yang berbeda secara

    signifikan. Dengan berdasarkan pada hasil uji tersebut di atas, ternyata lama

    waktu kontak 24 jam lebih efektif dalam penyerapan logam Pb, dibandingkan

    dengan lama waktu kontak 48 jam.

    Hasil dari Uji Jarak Berganda Duncan untuk interaksi perlakuan dosis

    serbuk biji kelor dengan lama waktu kontak, dapat dilihat pada Tabel 6. berikut.

    Tabel 6. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan untuk interaksi dosis serbuk biji kelor

    dengan lama waktu kontak

    Interaksi Dosis dan Waktu

    Kontak Subset Nilai Uji Duncan

    24jam*Kontrol 0,073

    a

    0,5074

    0,5334

    0,5473

    0,5595

    0,5699

    0,5803

    48jam*Kontrol 0,073

    a

    48jam*100mg 1,137

    b

    24jam*100mg 1,137

    c

    48jam*200mg 2,35

    d

    24jam*200mg 3,257

    e

    48jam*300mg 4,393

    e

    24jam*300mg

    4,77f

    Keterangan : signifikansi 0,05 (5%), huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata

    Pada Tabel 6 di atas, menunjukkan adanya beberapa perlakuan interaksi

    antara dosis dan lama waktu kontak yang berbeda secara nyata, dan hanya pada

    perlakuan dosis 200 mg + waktu kontak 24 jam dengan perlakuan 300 mg +

    waktu kontak 48 jam, dan pada kontrol, yang tidak memperlihatkan perbedaan

  • yang nyata. Terlihat pada kolom/subset ternyata ada beberapa perlakuan yang

    terletak pada kolom yang sama, hal ini menunjukkan perlakuan tersebut tidak

    berbeda nyata.

    IV.2 Pembahasan Penelitian

    Berdasarkan Tabel 2, yang telah dijelaskan sebelumnya dapat diketahui

    bahwa serbuk biji kelor memiliki kemampuan dalam menyerap logam timbal pada

    air, dan bahwa baik dosis maupun lama waktu kontak serbuk biji kelor, keduanya

    berpengaruh terhadap penyerapan logam timbal pada air.

    Pada penelitian ini, penyerapan logam Pb terbanyak pada perlakuan

    dengan dosis serbuk biji kelor 300 mg/0,1L dengan lama waktu kontak 24 jam,

    yaitu 5,61 ppm. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh

    Supriyanto (2011), mendapatkan penyerapan logam timbal terbanyak yaitu 0,291

    ppm pada perlakuan dengan dosis serbuk biji kelor 300 mg/L dan lama waktu

    kontak 45 menit.

    Variasi dosis perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, ternyata

    menunjukkan bahwa semakin banyak dosis serbuk biji kelor yang digunakan

    maka semakin besar pula kemampuannya dalam menyerap timbal pada air.

    Seperti yang nampak pada Gambar 5 di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa

    penyerapan timbal semakin meningkat sejalan dengan bertambah banyaknya dosis

    serbuk biji kelor yang digunakan sebagai absorban.

    Terjadinya perbedaan penyerapan logam berat tersebut, tentunya karena

    semakin banyak dosis perlakuan maka semakin banyak pula zat aktif yang akan

    mengikat logam berat tersebut. Menurut Sandi dan Eny (2006), bahwa kandungan

  • gugus aktif dalam serbuk biji kelor yaitu 4-alfa-4 rhamnosiloxy-isothisianate kaya

    akan gugus karbonil danisothiosianat, gugus aktif ini berfungsi sebagai koagulan.

    Gugus karbonil dan isothiosianate dikenal sebagai ligan kuat, karena gugus ini

    sangat aktif terhadap ion-ion logam yang bersifat elektrofil. Gugus karbonil

    (C=O) dengan ikatan rangkap dan sepasang elektron bebas pada atom O sangat

    aktif mendonorkan elektron yang dimilikinya pada ion-ion logam. Demikian pula

    halnya gugus isothiosianat (-S=C=N) dengan 2 ikatan rangkap dan sepasang

    elektron bebas pada atom N yang sangat aktif pula mendonorkan elektron yang

    dimilikinya ke ion-ion logam.

    Khasanah (2008), menyatakan polielektrolit merupakan bagian dari

    polimer khusus yang dapat terionisasi dan mempunyai kemampuan untuk

    membentuk flokulasi dalam medium cair. Protein dalam biji kelor merupakan

    salah satu contoh dari polielektrolit. Koagulasi yang disebabkan oleh polielektrolit

    meliputi empat tahap yaitu (1) dispersi dari polielektrolit dalam suspensi, (2)

    adsorbsi antara permukaan solidliquid, (3) kompresi atau pemeraman dari

    polielektrik yang teradsorbsi dan (4) koalisi atau penyatuan dari masing masing

    polielektrik yang telah terlingkupi oleh partikel untuk membentuk flok - flok kecil

    dan berkembang menjadi flok yang lebih besar. Keempat proses tersebut

    digambarkan dalam Gambar berikut.

    Gambar 6. Tahap-tahap koagulasi polielektrolit biji kelor

    (Sumber: Khasanah (2008))

  • Pada perlakuan lama waktu kontak (Gambar 6) di atas, dapat dilihat

    perbandingan waktu kontak dalam menyerap kadar Pb pada air/filtrat (ppm) yang

    tidak berbanding lurus dengan lamanya waktu kontak. Penyerapan tertinggi logam

    timbal pada air terjadi pada lama waktu kontak 24 jam, namun pada lama waktu

    kontak 48 jam penyerapannya menurun. Hal ini disebabkan oleh ikatan antara

    senyawa aktif biji kelor dan logam Pb tidak stabil sehingga lama kelamaan

    ikatannya akan terputus kembali.

    Lebih lanjut menurut Hidayat (2006), bahwa interaksi antara logam timbal

    dengan biji kelor didasarkan pada gaya Van der Waals. Gaya Van deer Waals

    merupakan gaya terlemah dan gaya universal yang dapat bekerja pada jarak yang

    tidak dapat menyebabkan pertumpang tindihan atau pengalihan elektron, gaya ini

    hanya mempunyai energi yang kecil yaitu sekitar 0,4 sampai 40 kJ/mol yang tidak

    cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan. Lemahnya energi yang dimiliki

    oleh gaya Van der Waals, sehingga bahan aktif serbuk biji kelor dengan timbal

    mudah terlepas kembali. Peningkatan kembali kadar timbal diduga karena batas

    pengecilan lapisan difusi telah mencapai titik maksimum dan gaya Van der Waals

    menjadi lemah, sehingga terjadi peningkatan kembali konsentrasi timbal, yang

    seiring dengan semakin lamanya waktu pengendapan, karena lemahnya interaksi

    antara timbal dengan biji kelor. Sedangkan penambahan biji kelor berpengaruh

    signifikan secara statistik terhadap penurunan konsentrasi timbal berdasarkan

    faktor dosis (Khasanah, 2008).

    Pengukuran konsentrasi timbal pada residu serbuk biji kelor dimaksudkan

    untuk membuktikan bahwa memang benar serbuk biji kelor mampu menyerap

  • logam timbal dari air/filtrat. Namun demikian konsentrasi timbal yang terserap

    oleh residu serbuk biji kelor relatif lebih sedikit, jika dibandingkan konsentrasi Pb

    yg terserap pad air/ filtrat. Hal ini disebabkan karena berkurangnya dosis residu

    (serbuk biji kelor) setelah perlakuan.

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    V.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pada hasil penelitian tentang efektifitas serbuk biji kelor

    Moringa oleifera Lamk. dalam menurunkan kadar timbal (Pb) pada air, maka

    dapat disimpulkan bahwa dosis perlakuan yang paling banyak menurunkan kadar

    timbal pada air adalah pada perlakuan dosis serbuk biji kelor 300 mg dengan lama

    waktu kontak 24 jam.

    V.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dosis dan waktu optimum

    yang dibutuhkan oleh serbuk biji kelor dalam menyerap kadar timbal pada air

    serta pengaruh pH dalam penyerapan kadar timbal.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Achmad, R., 2004. Kimia Lingkungan. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

    Ali, M dan Rina, 2010. Kemampuan Tanaman Mangrove untuk Menyerap Logam

    Berat Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb). Fakultas Teknik Sipil dan

    Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur.

    Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol 2 No. 2. Hal. 29.

    Amin, B, 2002. Distribusi Logam Berat Pb, Cu Dan Zn pada Sedimen di Perairan

    Telaga Tujuh Karimun Kepulauan Riau. Fakultas Perikanan Universitas

    Riau. ISSN 14109379. Jurnal Natur Indonesia Vol. 5 No. 1 Hal. 9-16.

    Anonim, 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990

    tentang Pengendalian Pencemaran Air. Pusat Data Lingkungan Hidup,

    BLH. Jawa Timur.

    Anonim, 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

    Pusat Data Lingkungan Hidup, BLH. Jawa Timur.

    Anonim, 2008. Timbal. http://himdikafkipuntan.blogspot. com/2008

    /05/timbal.html. Himpunan Mahasiswa Pendidikan Kimia, Universitas

    Tanjungpura. Diakses pada tanggal 6 November 2012 pukul 08.05 WITA.

    Ardyanto, D., 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) dalam Darah

    Masyarakat yang Terpajan Timbal (Plumbum). FKM Universitas

    Airlangga. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No. 68Hal. 68 – 69.

    Arsentina T. P., Nurul Mardhiah, Dan Evi Mardiastuty Silalahi, 2008. Logam

    Berat Pb (Timbal) pada Jeroan Sapi. Laboratorium Kesmavet Dki Jakarta.

    Prosiding Ppi Standardisasi 2008. Hal.4-5.

    Boybul dan Iis haryati, 2009. Analisis Unsur Pengotor Fe, Cr, dan Ni dalam

    Larutan Uranil Nitrat Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.

    Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Batan. ISSN 1978-0176. Seminar

    Nasional V Sdm Teknologi Nuklir Yogyakarta. Hal. 2.

    Budianto, 2012. Analisis Risiko Kadar Timbal (Pb) dalam Air Sumur terhadap

    Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Keteguhan Kecamatan Teluk Betung

    Barat. Skripsi. Poltekes tanjung Karang. Lampung. Hal 6-9.

    Dwi, T.S., Morina Adfa, dan Novrianto Tarigan. 2006. Buah Kelor (Moringa

    oleifera Lamk.) Tanaman Ajaib yang dapat digunakan untuk Mengurangi

  • Kadar Ion Logam dalam Air. Fakultas MIPA Universitas Bengkulu. ISSN

    02162393. Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Hal. 219.

    Dyah, N. S., Tenti Indrawati dan Meliya Rahmah, 2008. Biosorpsi Logam Berat

    Plumbum (Pb) Menggunakan Biomassa Phanerochaete chrisosporium.

    Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 1 No. 2 Hal. 68.

    Effendi, H, 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

    Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

    Hidayat, S., 2006. Pemberdayaan Masyarakat Bantaran Sungai Lematang Dalam

    Menurunkan Kekeruhan Air Dengan Biji Kelor (Moringa oleifera, Lamk.)

    Sebagai Upaya Pengembangan Proses Penjernihan Air. Disertasi,

    Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Malang.

    Hindersah, R., A. Marthin K., dan Barti S.M., 2004. Akumulasi Pb dan Cd pada

    Buah Tomat yang ditanam di Tanah Mengandung Lumpur Kering dari

    Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik. Fakultas Pertanian

    Universitas Pattimura, Ambon. ISBN : 97999965-0-3. Seminar Nasional

    dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hal.

    142.

    Mattjik, A.A., dan Sumertajaya, I.M., 2002. Perancangan Percobaan dengan

    Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1 Edisi Kedua. IPB Press, Bogor.

    Miftahul, L., Khoiroh. 2008. Efektifitas Koagulasi Ion Paraquat (1,1-Dimetil,4,4-

    Bipiridilium) Menggunakan Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk.). Fakultas

    Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi. Hal. !7,

    22-23.

    Mokarromah, L. 2008. Efektifitas Bioflokulan Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk.)

    Dalam Mengurangi Kadar Cr (Vi). Skripsi. Universitas Islam Negeri

    Malang.

    Murhadi, S., Feni M.V., Fitria K., dan Siti Murtinah, 2006. Absorpsi Timbal (Pb)

    dalam Gas Buang Kendaraan Bermotor Bensin dengan Karbon Aktif.

    Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. PKMP-2-9-1 Hal. 5.

    Mustapa, K., 2011. Pemanfaatan Biji Kelor sebagai Adsorben untuk

    Meningkatkan Mutu Garam Evaporasi di Sulawesi Tengah. FKIP

    Universitas Tadulako, Palu.ISSN : 16933974. Jurnal Eukariotik, Vol. 9.

    No. 1 Hal. 24.

    Khasanah, U. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera, Lamk.) sebagai

    Koagulan Fosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit. Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi. Hal. 8, 11 dan 13.

  • Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka

    Cipta.

    Rasyid, A., H. Ahmad dan Abdurrivai. 2007. Kualitas Air Sungai Tallo ditinjau

    dari Parameter Fisik dan Kimia Kota Makassar. Poltekes Makassar.

    Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 2 No. 6 Hal. 1.

    Razak, N. 2003. Analisis Kandungan Logam Berat Cr (Chromium) dan Cd

    (Cadmium) pada Siput Gondang Pila ampullaceal L. yang Terdapat di

    Saluran Pembuangan Air Limbah PT. Kawasan Industri Makassar.

    Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

    Skripsi. Hal. 38.

    Sandi, E.S., dan Eny Yulianti, 2006. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa oleifera

    Lamk.) Sebagai Bioflokulan Logam Berat Hg, Pb Dan Cr Pada Limbah

    Cair Industri Keramik Dinoyo Malang. Universitas Negeri Malang.

    Sitorus, H., 2004. Analisis Beberapa Karakteristik Lingkungan Perairan yang

    Mempengaruhi Akumulasi Logam Berat Timbal Dalam Tubuh Kerang

    Darah di Perairan Pesisir Timur Sumatera Utara. Fakultas Perikanan dan

    Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. ISSN 0854-3194. Jurnal Ilmu-

    Ilmu Perairan Dan Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 1 Hal. 54.

    Sri, R.I., 2010. Pengaruh Massa Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk) dan Waktu

    Pengendapan pada Pengolahan Air Gambut. Fakultas Teknik Universitas

    Riau. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 9 No. 2 Hal. 83.

    Stevens, 2001. Kimia Polimer. Terjemahan Sopyan. Jakarta: PT Pradnya

    Paramita.

    Supriyanto, B. 2011. Efektifitas Variasi Dosis dan Lama Waktu Kontak Serbuk

    Biji Kelor (Moringa oleifera) terhadap Penurunan Timbal (Pb) pada Air

    Sungai. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

    Semarang. Skripsi. Hal. 2-3.

    Tjitrosoepomo, G., 2000. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). GM University

    Press: Yogjakarta.

    Warlina, Lina., 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan

    Penanggulangannya. IPB, Bogor. Disertasi. Hal. 4-11.

    Witariadi, NM., I K. M. Budiasa, E. Puspani dan I G. L. O. Cakra, 2009.

    Pengaruh Tepung Daun Gamal dan Daun Kelor dalam Urea Cassava

    Blok (Ucb) terhadap Kecernaan, Kadar Vfa, dan Nh3 In-Vitro. Fakultas

  • Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Ejournal Universitas

    Udayana. Hal. 4-5.

  • LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1 BAGAN KERJA

    L.1.1 Pembuatan Serbuk Biji Kelor

    - dikupas dari kulit luarnya

    - dibersihkan dari kulit arinya hingga diperoleh biji

    kelor yang berwarna putih

    - ditumbuk dengan menggunakan mortal

    - diayak dengan menggunakan ayakan 45 mesh

    - disimpan dalam cawan petri dan ditempatkan di

    dalam desikator.

    L.1.2 Pengukuran Logam Timbal dalam Senyawa Pb(NO3)2 untuk

    Pembuatan Larutan Baku Induk

    - Digunakan rumus sebagai berikut:

    ppm =

    x

    .

    L.1.3 Pembuatan Larutan Baku Induk Timbal 1000 ppm

    - dimasukkan dalam gelas ukur 100 mL

    - ditambahkan 1 mL HNO3 (p.a) 65 %,

    - ditambahkan akuades hingga tanda batas.

    BIJI KELOR

    SERBUK BIJI KELOR

    Pb(NO3)2

    Pb

    PB

    PADATAN Pb(NO3)2 0,1598 gr

    LARUTAN Pb 1000 ppm

  • L.1.4 Pembuatan Larutan Intermediet Timbal 100 ppm

    - Digunakan rumus sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm

    - diperoleh hasil pengukuran 10 mL yang akan

    dipipet dari larutan timbal 1000 ppm

    - dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

    - ditambahkan aquades hingga tanda batas.

    L.1.5 Pembuatan Larutan Kerja Timbal 10 ppm

    - Digunakan rumus sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm

    - diperoleh hasil pengukuran 5 mL yang akan dipipet

    dari larutan timbal 1000 ppm

    - dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL

    - ditambahkan aquades hingga tanda batas.

    LARUTAN Pb 1000 ppm

    LARUTAN Pb 100 ppm

    LARUTAN Pb 1000 ppm

    LARUTAN Pb 10 ppm

  • L.1.6 Analisis Konsentrasi Logam Timbal (Pb) pada larutan dan Residu

    dengan menggunakan SSA

    - masing-masing dimasukkan ke dalam setiap wadah

    perlakuan yang telah diisi larutan timbal 10 ppm

    (100 ml)

    - dihomogenkan dengan menggunakan stirer selama

    ± 5 menit

    - didiamkan selama 24 jam kemudian disaring

    sebanyak 10 ml dengan menggunakan kertas saring

    dan filtrat dianalisis dengan menggunakan SSA

    - setelah didiamkan selama 48 jam, semua larutan

    disaring dengan menggunakan kertas saring

    sehingga diperoleh residu dan filtrat dianalisis

    dengan menggunakan SSA

    - residu dikeringkan dengan menggunakan oven

    selama ±24 jam

    - residu diasamkan dengan ditambahkan HNO3

    pekat, dipanaska, ditambahkan aquades lalu disaring

    - dianalisis filtrat dari residu dengan menggunakan

    SSA

    - untuk blanko residu, ke dalam labu ukur 100 ml

    dimasukkan serbuk biji kelor sebanyak 300 mg lalu

    dilarutkan dengan menggunakan aquades hingga

    volume mencapai 100 ml, kemudian di homogenkan

    lalu didiamkan selama 48 jam, disaring kemudian

    filtratnya dianalisis dengan menggunakan SSA.

    Catatan :

    Perlakuan diulang dengan prosedur yang sama (kecuali residu) sebanyak dua kali.

    SERBUK BIJI KELOR 0 mg

    (kontrol), 100 mg, 200 mg dan 300

    mg

    HASIL

  • L.1.7 Pembuatan Deret Larutan Standar 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,8 ppm; 1,6

    ppm; 3,2 ppm untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi

    - Digunakan rumus sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm

    - diperoleh hasil pengukuran 0,2 mL, 0,4 mL, 0,8 mL,

    1,6 mL dan 3,2 mL yang akan dipipet dari larutan

    intermediet 100 ppm

    - masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100

    mL

    - ditambahkan aquades hingga tanda batas.

    LARUTAN Pb 100 ppm

    LARUTAN Pb 0,2 ppm; 0,4

    ppm; 0,8 ppm; 1,6 ppm; 3,2

    ppm

  • LAMPIRAN 1I PERHITUNGAN

    IL.2.1. Larutan Baku Induk Pb 1000 ppm

    Membuat larutan stok Pb 1000 ppm sebanyak 100 mL dari Pb(NO3)2

    Ar Pb = 207,2 g/mol

    Mr Pb(NO3)2 = 331,20 g/mol

    volume larutan 100 mL (0,1L)

    Menggunakan rumus sebagai berikut:

    ppm =

    x

    1000 =

    x

    mg =

    mg = 159,8455 mg

    = 0,1598 gr

    maka,

    berat Pb(NO3)2 yang dibutuhkan untuk membuat larutan Pb 1000 ppm sebanyak

    100 ml adalah adalah 0,1598 gr:

    IL.2.2. Larutan Intermediet Pb 100 ppm

    Pembuatan larutan intermediet Pb 100 dilakukan berdasarkan rumus

    sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm2

    V1 X 1000 ppm = 100 mL X 100 ppm

    =

    = 10 mL

  • IL.2.3. Larutan Kerja Pb 10 ppm

    Pembuatan larutan intermediet Pb 100 dilakukan berdasarkan rumus

    sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm2

    V1 X 1000 ppm = 500 mL X 10 ppm

    =

    = 5 mL

    IL.2.4. Larutan Standar 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,8 ppm; 1,6 ppm; 3,2 ppm untuk

    Pembuatan Kurva Kalibrasi

    Pembuatan deret larutan standar untuk kurva kalibrasi dilakukan

    berdasarkan rumus sebagai berikut:

    V1 X ppm1 = V2 X ppm2

    0,2 ppm

    V1 X 100 ppm = 100 mL X 0,2 ppm

    = 0,2 mL

    0,4 ppm

    V1 X 100 ppm = 100 mL X 0,4 ppm

    = 0,4 mL

    0,8 ppm

    V1 X 100 ppm = 100 mL X 0,8 ppm

    = 0,8 mL

    1,6 ppm

    V1 X 100 ppm = 100 mL X 1,6 ppm

    = 1,6 mL

    3,2 ppm

    V1 X 100 ppm = 100 mL X 3,2 ppm

    = 3,2 mL

  • LAMPIRAN III KURVA

    Kurva ini digunakan untuk menghitung konsentrasi yang telah diukur

    berdasarkan sumbu Y dan absorban (hasil SSA). Berikut adalah salah satu

    contohnya:

    perhitungan konsentrasi filtrat pada perlakuan 100 mg serbuk biji kelor dengan

    waktu kontak 24 jam.

    diketahui:

    y = 0,011x - 0,000

    Abs: 0,0175

    Maka:

    =

    = 1,59

    Sehingga diperoleh bahwa 1,59 adalah konsentrasi dari filtrat pada perlakuan 100

    mg serbuk biji kelor dengan waktu kontak 24 jam.

    y = 0.0114x - 0.0002 R² = 0.9982

    -0.005

    0

    0.005

    0.01

    0.015

    0.02

    0 0.5 1 1.5 2

    Ab

    s

    ppm

    KURVA BAKU Pb

  • LAMPIRAN IV TABEL

    L.4.1 Tabel Filtrat

    Ulangan Wak

    tu

    Kode

    Sampel

    ppm

    Awal Abs

    Faktor

    Pengen

    ceran

    (x)

    ppm

    Filtrat

    Konsentrasi

    dlm Filtrat

    (ppm)

    Konsentr

    asi yg

    terserap

    (ppm)

    100 mg

    BK 10 0.0175 5 1.59 7.95 2.05

    24

    jam

    200 mg

    BK 10 0.0135 5 1.23 6.14 3.86

    Ulangan

    I

    300 mg

    BK 10 0.0105 5 0.95 4.77 5.23

    100 mg

    BK 10 0.0195 5 1.77 8.86 1.14

    48

    jam

    200 mg

    BK 10 0.0145 5 1.32 6.59 3.41

    300 mg

    BK 10 0.0115 5 1.05 5.23 4.77

    Kontrol Blanko 10 0.0215 5 1.95 9.77 0.22

    100 mg

    BK 10 0.016 5 1.45 7.27 2.73

    24

    jam

    200 mg

    BK 10 0.012 5 1.09 5.45 4.55

    Ulangan

    II

    300 mg

    BK 10 0.01 5 0.91 4.55 5.45

    100 mg

    BK 10 0.02 5 1.82 9.09 0.91

    48

    jam

    200 mg

    BK 10 0.0145 5 1.32 6.59 3.41

    300 mg

    BK 10 0.0115 5 1.05 5.23 4.77

    100 mg

    BK 10 0.027 5 1.54 7.73 2.27

    24

    jam

    200 mg

    BK 10 0.0115 5 1.05 5.23 4.77

    Ulangan

    III

    300 mg

    BK 10 0.0085 5 0.77 3.86 6.14

    100 mg

    BK 10 0.019 5 1.73 8.64 1.36

    48

    jam

    200 mg

    BK 10 0.0155 5 1.41 7.05 2.95

    300 mg

    BK 10 0.0115 5 1.05 5.23 4.77

    Kontrol K 10 0.022 5 2 10 0

  • Catatan:

    ppm filtrat adalah konsentrasi filtrat namun karena dalam metode kerja dilakukan

    pengenceran sebanyak 5 x maka untuk konsentrasi filtrat menggunakan rumus

    sebagai berikut:

    ppm filtrat2 = ppm filtrat1 x faktor pengenceran

    sebagai contoh berikut adalah perhitungan konsentrasi filtrat pada perlakuan 100

    mg serbuk biji kelor dengan waktu kontak 24 jam

    maka:

    ppm filtrat2 = ppm filtrat1 x faktor pengenceran

    = 1.59 x 5

    = 7.95 ppm

    Sehingga konsentrasi filtrat pada perlakuan 100 mg serbuk biji kelor dengan

    waktu kontak 24 jam yang sebenarnya adalah 7.95 ppm.

    Untuk mengetahui konsentrasi yang terserap maka digunakan rumus

    sebagai berikut:

    Konsentrasi awal - konsentrasi akhir (ppm filtrat)

    sebagai contoh berikut adalah perhitungan konsentrasi yang terserap oleh serbuk

    biji kelor pada perlakuan 100 mg serbuk biji kelor dengan waktu kontak 24 jam

    maka:

    = Konsentrasi awal - konsentrasi akhir (ppm filtrat)

    = 10 ppm - 7.95 ppm

    = 2.05 ppm

    Sehingga konsentrasi yang terserap oleh serbuk biji kelor pada perlakuan 100 mg

    serbuk biji kelor dengan waktu kontak 24 jam yang sebenarnya adalah 7.95 ppm.

  • L.4.2 Tabel Residu

    RESIDU

    Serbuk Biji

    Kelor

    (mg)

    Abs

    (y)

    ppm Residu

    (y=ax+b)

    Berat

    (gr)

    Blanko 300 0.0001 0.009090 0.0743

    Residu

    Perlakuan

    100 0.0095 0.863636 0.007

    200 0.012 1.090909 0.0238

    300 0.0155 1.409091 0.0595

    Catatan:

    Untuk perhitungan ppm residu menggunakan rumus yang sama pada tabel filtrat.

    L.4.3 Tabel Anova

    Tabel Hasil ANOVA perlakuan dosis serbuk biji kelor dan lama waktu kontak

    Sumber

    Jumlah

    Kuadrat (Sum

    of Squares)

    Df

    Kuadrat

    Tengah (Mean

    Square

    Fhitung Sig.

    Corrected

    Model 96.827

    a 7 13.832 152.697 0.000

    Intercept 175.933 1 175.933 1.942E3 0.000

    Dosis 91.631 3 30.544 337.172**

    0.000

    Waktu 3.808 1 3.808 42.037**

    0.000

    Dosis * Waktu 1.388 3 0.463 5.108**

    0.011

    Error 1.449 16 0.091

    Total 274.210 24

    Corrected Total 98.276 23

    R Squared =0.985 (Adjusted R Squared = 0.979), tingkat signifikansi 5%, ** sangat nyata

  • LAMPIRAN V GAMBAR

    L.5.1 Gambar Kelor

    BUAH KELOR BIJI KELOR DENGAN

    KULIT ARI

    BIJI KELOR TANPA

    KULIT ARI

    SERBUK BIJI KELOR

  • L.5.2. Gambar Larutan

    LARUTAN Pb 10 ppm LARUTAN Pb 10 ppm

    SETELAH DITAMBAHKAN

    SERBUK BIJI KELOR

    LARUTAN Pb 10 ppm

    SETELAH DITAMBAHKAN

    SERBUK BIJI KELOR DAN TELAH

    DIENDAPKAN

    DERET LARUTAN STANDAR

    Pb.0,2 ppm; ; 0,4 ppm; 0,8 ppm; 1,6

    ppm; 3,2 ppm.