EFEK PENAMBAHAN Cr3+ PADA PERTUMBUHAN KRISTAL …/Efek... · gel dengan bahan awal Titanium Tetra...
Transcript of EFEK PENAMBAHAN Cr3+ PADA PERTUMBUHAN KRISTAL …/Efek... · gel dengan bahan awal Titanium Tetra...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEK PENAMBAHAN Cr3+
PADA PERTUMBUHAN
KRISTAL DAN FOTOAKTIVITAS TiO2
Disusun Oleh :
WIDIYA NUR HIDAYATIKA
M0307069
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains
April, 2012
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ” EFEK
PENAMBAHAN Cr3+
PADA PERTUMBUHAN KRISTAL DAN
FOTOAKTIVITAS TiO2” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, April 2012
WIDIYA NUR
HIDAYATIKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
EFEK PENAMBAHAN Cr3+
PADA PERTUMBUHAN
KRISTAL DAN FOTOAKTIVITAS TiO2
WIDIYA NUR HIDAYATIKA
Jurusan Kimia. Fakultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang sintesis TiO2 dan komposit
TiO2-Cr2O3 dengan variasi suhu kalsinasi. Sintesis TiO2 menggunakan metode sol
gel dengan bahan awal Titanium Tetra Isopropoksida (TTIP), sedangkan komposit
TiO2-Cr2O3 dengan metode wet impregnation menggunakan bahan awal
Cr(NO3)3.9H2O dan Urea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan Cr3+
pada pertumbuhan TiO2 dan peningkatan fotoaktivitas TiO2
setelah penambahan Cr3+
.
Hasil penelitian menunjukkan puncak karakteristik TiO2 anatase pada
2θ = 25,35o, (Ti-Cr)2O3 pada 2θ =33,50
o dan Cr2O3 pada 2θ = 36,35
o. Sintesis
TiO2 pada suhu annealing 500 o
C - 700 o
C terjadi perubahan dari fase anatase
menjadi rutile sedangkan dengan penambahan Cr3+
sampai dengan suhu 700 tidak
terdapat fase rutile. Identifikasi dengan spektrofotometer infra merah (FT-IR)
menunjukkan serapan O-Cr pada bilangan gelombang 2283,72 cm-1
. Keberadaan
Cr2O3 juga didukung dengan spektrofotometer XRF. Fotodegradasi Rhodamin B
menunjukkan hasil terbaik pada degradasi dengan menggunakan TiO2 yang
dipanaskan pada suhu 400oC,yaitu 43,15% Rhodamin B yang berhasil didegradasi
dan hasil terbaik pada degradasi dengan menggunakan komposit TiO2-Cr2O3 yang
dipanaskan pada suhu 700oC,yaitu 74,71% Rhodamin B yang berhasil didegradasi.
Kata kunci: TiO2, Komposit TiO2-Cr2O3, Fotodegradasi, Rhodamin B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
EFFECT OF ADDITION Cr3+
ON THE GROWTH OF TiO2
CRYSTAL AND PHOTOACTIVITY
WIDIYA NUR HIDAYATIKA
Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty.
Sebelas Maret University.
ABSTRACT
The research on synthesis of TiO2 and TiO2-Cr2O3 composite with the
variation of calcination temperature have been investigated. Synthesis of TiO2 has
been carried out by sol gel method with Titanium Tetra Isopropoksida (TTIP) as
the starting material, while the composite of TiO2-Cr2O3 has been carried out by
wet impregnation method uses starting material in which Cr(NO3)3.9H2O and
urea. This study aims to determine the effect of the addition Cr3+
on the growth of
TiO2 crystal and an increasing of TiO2 fotoactivity after the addition of Cr3+
.
The result of research shows the peak of characteristic TiO2 anatase in 2θ
= 25. 35o, (Ti-Cr)2O3 at 2θ = 33,50
o and Cr2O3 at 2θ = 36. 35
o. Synthesis of TiO2
on the annealling temperature of 500 o
C to 700 o
C provide there is transformation
of anatase to rutile phase, meanwhile this transformation where not occured even
the materials were annealed up to 700 o
C after the addition of Cr3+
into TiO2.
Identification with Fourier Transform Infra Red (FT-IR) showed absorptions O-Cr
in the wave number of 2283. 72 cm-1
. The presence of Cr2O3 is also supported by
XRF data. The photodegradation of Rhodamin B shows that the best result is the
degradation by using TiO2 which was annealed at 400oC, i.e 43.15% of Rhodamin
B was degraded succesfully, meanwhile the best result is the degradation by using
composite which was annealed at 700oC, i.e 74.71% of Rhodamin B was
degraded succesfully.
Keyword: TiO2, TiO2-Cr2O3 composite, Photodegradation, Rhodamin B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
(A Lam Nasyrah:7-8)
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang
(Imam Syafi’i)
Seperti besi yang dapat menajamkan besi lain, begitu pula seharusnya manusia
dapat menajamkan manusia lain
(Anonim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk,
Orangtuaku tersayang “Bapak & Ibu”,
maaf kalau tidak bisa menyelesaikan ini semua tepat waktu. Terimakasih atas kasih sayang
dan do’a yang selalu tercurah untukku.
Kakak dan Adikku tercinta “Widi & Widiva” ,
Yang selalu memberikan dukungan untukku.
Yang tersayang “Ridwan Wibisono”,
Yang selalu memberikan nasehat. Untukku.
Semua pembaca, semoga dapat lebih bermanfaat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan segenap syukur bagi Allah SWT yang telah menunjukkan
jalan yang indah bagi penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan
baik sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sains Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Atas segala karunia-Nya pulalah penulis menyadari bahwa
segala sesuatu memiliki proses dan waktunya masing-masing.
Dalam menyusun skripsi ini penulis menemui berbagai hambatan dan
permasalahan yang beragam. Namun, atas bimbingan, kritikan, saran, dan
dorongan semangat yang bermanfaat dari berbagai pihak, semua hambatan dan
permasalahan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis, yaitu sebagai berikut.
1. Ir. Ari Handono Ramelan., M.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Dr. Eddy Heraldy., M.Si., selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta
3. Achmad Ainurofiq, Msi., Apt., selaku pembimbing akademik
4. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si., selaku pembimbing skripsi, yang dengan
penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dari
awal hingga akhir
5. Seluruh staf dan laboran Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS, Sub
Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Pusat FMIPA UNS.
6. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf jurusan Kimia yang telah memberikan
fasilitas dan pelayanan yang baik bagi penulis
7. Bapak, Ibu, Widi dan Widiva dirumah, terimakasih atas dukungan dan
motivasi yang diberikan untuk segera menyelesaikan karya ini
8. Teman-teman Kimia’07 dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan
satu per satu, terimakasih atas semua dukungannya selama ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis
berharap, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan bagi pembaca.
Surakarta, April 2012
Widiya Nur Hidayatika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN . ........................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK ..................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRACT .................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 3
1. Identifikasi Masalah ....................................................................... 3
2. Batasan Masalah ............................................................................ 4
3. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 6
1. Titanium Dioksida (TiO2) ................................................................ 6
a. Polymorf Titanium Dioksida (TiO2) ........................................... 6
b. Modifikasi Titanium Dioksida (TiO2) ........................................ 7
2. Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2) ............................................. 8
a. Mekanisme Fotokatalitik TiO2 .................................................... 8
b. Mekanisme Fotokatalitik TiO2 dengan Penambahan Cr3+
.......... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
c. Degradasi Fotokatalitik TiO2 pada Rhodamin B dengan TiO2 ... 12
3. Karakterisasi TiO2 dan TiO2 – Cr2O3 .............................................. 14
a. X-Ray Diffactometer (XRD) ....................................................... 14
b. Fourier Transform Infra Red (FTIR).......................................... 16
c. Spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis) ...................................... 17
d. X-Ray Fluoresence (XRF) .......................................................... 19
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 19
C. Hipotesis .............................................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 22
A. Metode Penelitian ............................................................................... 22
B. Tempat danWaktu Penelitian............................................................... 22
C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan ........................................................ 22
1. Alat .................................................................................................. 22
2. Bahan .............................................................................................. 23
D. Prosedur Penelitian…………………………………………..……. ... 23
1. Preparasi TiO2 ................................................................................. 23
2. Preparasi Komposit TiO2-Cr2O3 ..................................................... 24
3. Karakterisasi Komposit TiO2-Cr2O3 .............................................. 24
4. Fotodegradasi Zat Warna Rhodamin B .......................................... 24
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................................. 25
1. Pengumpulan Data ........................................................................... 25
2. Analisis Data ................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 26
A. Sintesis TiO2 (Titanium Dioksida) ...................................................... 26
B. Sintesis Komposit TiO2-Cr2O3 ............................................................ 27
C. Karakterisasi ........................................................................................ 28
1. X-Ray Diffactometer (XRD) ............................................................ 28
2. Fourrier Transform Infra Red (FT-IR) ........................................... 34
3. X-Ray Flouresence (XRF) ............................................................... 35
D. Fotodegradasi Standar TiO2 dan Komposit TiO2-Cr2O3 ..................... 36
1. Fotodegradasi Rhodamin B dengan Standar TiO2 ....................... 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Fotodegradasi Rhodamin B dengan Komposit TiO2-Cr2O3 ........ 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................................... 48
LAMPIRAN ........................................................................................................ 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rasio A/R pada TiO2 Murni ................................................................ 30
Tabel 2. Standar JCPDS dari Cr₂O₃&(Ti0,12Cr0,88)₂O₃ sebagai Pembanding
serta Komposit Hasil Sintesis ................................................................ 31
Tabel 3. Hasil Data Analis Fluoresensi Sinar-X Komposit TiO2-Cr2O3 dengan
Variasi Suhu Kalsinasi ........................................................................... 36
Tabel 4. Hasil Degradasi Rhodamin B pada TiO2 Murni .................................... 39
Tabel 5. Hasil Degradasi Rhodamin B pada Komposit TiO2-Cr2O3 ................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur TiO2 rutile, anatase, brookite ........................................... 6
Gambar 2. Bentuk TiO2-rutile dan bentuk TiO2-anatase ................................ 7
Gambar 3. Ilustrasi skematis proses fotoeksitasi dan de-eksitasi pada suatu
semikonduktor ................................................................................ 9
Gambar 4. Mekanisme TiO2 di bawah UV dan cahaya tampak ....................... 11
Gambar 5. Struktur Rhodamin B ...................................................................... 12
Gambar 6. Spektra difraksi sinar-X dari TiO2 murni dengan variasi suhu
300 oC -700
oC ................................................................................. 28
Gambar 7. Persentase Relatif fase anatase dan fase rutile pada standar TiO2
murni pada variasi suhu kalsinasi ................................................... 30
Gambar 8. Spektra difraksi sinar-X dari material hasil sintesis dengan
variasi suhu 300 oC -700
oC ............................................................ 31
Gambar 9. Presentase relatif TiO2 fase anatase, (Ti0,12Cr0,88)2O3, dan Cr2O3
pada material hasil sintesis dengan variasi suhu kalsinasi .............. 33
Gambar 10. Spektra FT-IR (a) TiO2 murni (b) Komposit TiO2-Cr2O3 pada
suhu 400 oC ..................................................................................... 34
Gambar 11. Hasil analisa XRF pada komposit TiO2-Cr2O3 ............................... 36
Gambar 12. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu
kalsinasi 400 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b),
60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e).. .................................... 37
Gambar 13. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu
kalsinasi 500 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b),
60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). ..................................... 37
Gambar 14. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu
kalsinasi 600 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b),
60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). ..................................... 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Gambar 15. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu
kalsinasi 700 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b),
60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). ..................................... 38
Gambar 16. Hasil fotodegradasi Rhodamin B pada TiO2 murni dengan variasi
suhu... .............................................................................................. 40
Gambar 17. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada
suhu kalsinasi 400 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30
menit (b), 60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). .................... 41
Gambar 18. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada
suhu kalsinasi 500 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30
menit (b), 60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). .................... 41
Gambar 19. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada
suhu kalsinasi 600 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30
menit (b), 60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). .................... 42
Gambar 20. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada
suhu kalsinasi 700 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30
menit (b), 60 menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e). .................... 42
Gambar 21. Kurva degradasi Rhodamin B pada TiO2 murni pada suhu 400 oC
yang telah dalam bentuk kristal.. .................................................... 44
Gambar 22. Hasil fotodegradasi Rhodamin B pada komposit TiO2-Cr2O3
dengan variasi suhu.. ....................................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Prosedur Kerja Sintesis dan Karakterisasi Komposit
TiO2-Cr2O3 serta Aktivitasnya terhadap Degradasi Zat Warna
Rhodamin B ..................................................................................... 53
Lampiran 2. Perhitungan Persentase Fase TiO2 Anatase dan Fase TiO2 Rutil
dari TiO2 Hasil Sintesis Variasi Suhu ............................................. 57
Lampiran 3. Perhitungan Kelimpahan Fase Anatase, (Ti0.12Cr0.88) dan Cr2O3
dari Komposit TiO2-Cr2O3 Variasi Suhu ........................................ 59
Lampiran 4. Hasil Difraksi Sinar X dari Sintesis TiO2 ....................................... 66
Lampiran 5. Hasil Difraksi Sinar X dari Komposit TiO2-Cr2O3 ......................... 104
Lampiran 6. Difraksi Sinar X dari TiO2 Hasil Sintesis TiO2 Anatase, TiO2
Rutil Standar JCPDS ....................................................................... 135
Lampiran 7. Difraksi Sinar X dari (Ti0.12Cr0.88)2O3&Cr2O3 Standar JCPDS ....... 136
Lampiran 8. Data XRF dari Komposit TiO2-Cr2O3 ............................................ 137
Lampiran 9. Data FT-IR (Fourier Transform Infra Red) dari TiO2 dan
Komposit TiO2-Cr2O3 ..................................................................... 141
Lampiran10. Perhitungan Persentase Rhodamin B yang Terdegradasi dengan
Fotokatalis TiO2 dan Komposit TiO2-Cr2O3 ................................... 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teknologi fotokatalis merupakan kombinasi dari proses fotokimia dan
katalis yang terintegrasi untuk dapat melangsungkan suatu reaksi transformasi
kimia. Reaksi transformasi tersebut berlangsung pada permukaan bahan katalis
semikonduktor yang terinduksi oleh sinar. Oksida logam titanium (TiO2) banyak
dilaporkan sebagai material semikonduktor yang aktif sebagai fotokatalis. TiO2
memiliki tiga macam bentuk kristal yaitu anatase, rutile, dan brookite, namun
yang paling sering dimanfaatkan yaitu bentuk rutile dan anatase. Dari salah satu
penelitian dinyatakan bahwa nanomaterial TiO2 fasa anatase memiliki aktivitas
fotokatalitik yang lebih tinggi dibandingkan fasa rutile (Subiyanto et al., 2009).
Anatase memiliki aktivitas fotokatalitik yang baik untuk degradasi berbagai
senyawa organik, termasuk zat warna. Anatase dalam suhu yang tinggi dapat
berubah bentuk secara irreversibel menjadi rutile. Transformasi tersebut tidak
memiliki suhu tertentu karena tidak ada kesetimbangan fasa. Oleh karena itu
transformasi tersebut dipengaruhi oleh variasi suhu dan beberapa faktor lain
seperti adanya pengotor, penyimpangan stokiometri, luas permukaan, ukuran
partikel (Riyas et al., 2002). Penelitian yang telah dilakukan oleh Pirault et al.
(2007) pada penambahan 20% Cr2O3 dapat menghambat transformasi bentuk
kristal TiO2 anatase menjadi rutile. Penambahan oksida logam tersebut dapat
menekan pertumbuhan kristal selama proses pemanasan dengan demikian dapat
mengurangi transformasi anatase menjadi rutile.
TiO2 merupakan salah satu fotokatalis yang paling menjanjikan karena
memiliki efisiensi fotokatalitik tinggi, murah, inert secara biologis dan kimia
(Hoffman et al., 1995). Serbuk TiO2 juga mudah didapat dan diproduksi dalam
jumlah besar. Katalis berupa padatan telah digunakan secara luas karena lebih
murah dan mudah dipisahkan. Katalis padatan meliputi katalis oksida logam,
katalis logam atau alloy, katalis organologam dan katalis asam atau basa (Green,
1997) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Banyak studi telah dilakukan untuk memperbaiki mikrostuktural dari TiO2
yaitu dengan memilih metode sintesis yang tepat dan mengatur kondisi selama
sintesis berlangsung. Salah satu modifikasi yang dilakukan yaitu menggunakan
penambahan jenis unsur lain ke dalam molekul TiO2. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas dan efisiensi katalik dengan menghambat proses
rekombinasi elektron-hole selama proses katalitik berlangsung. Menurut
Linsebigler et al. (1995) bahwa mikrostruktur, luas permukaan, distribusi ukuran
partikel, porositas, densitas permukaan gugus hidroksil, dan distribusi dopant
dapat mempengaruhi aktivitas fotokatalitik TiO2. Aktifitas fotokatalis dari
titanium berkaitan dengan struktur dan ukuran nanopartikel dari titanium itu
sendiri. Modifikasi struktur dan ukuran dapat dilakukan dengan menambahkan ion
logam transisi, halida, dan lantanida. Penambahan ion transisi dapat merangsang
dalam pembentukan radikal hidroksil (Kim et al., 2007).
Oksida logam transisi memiliki kelimpahan besar di alam dan harga yang
relatif murah dibandingkan logam. Oksida logam transisi memiliki karakter yang
dapat digunakan sebagai katalis, karena oksida logam transisi memiliki orbital d
pada ion logamnya yang masih terisi sebagian. Adanya orbital d yang masih
kekurangan elektron tersebut dapat menangkap elektron dari reaktan dan
membentuk ikatan yang kuat, sehingga dapat mengaktifkan spesies yang bereaksi
(Prakash’s, 1997). Oksida logam yang sering digunakan sebagai katalis
diantaranya adalah oksida V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni dan Cu (Catalyst Handbook,
1970). Bentuk oksida dari Cr seperti CrO2, CrO3, Cr2O5, dan Cr2O3, dimana
bentuk Cr2O3 paling stabil (Youngnam Cho, 2002). Kristal Cr2O3 merupakan
kristal yang sangat keras dengan titik leleh 2435 oC dan titik didih 3000
oC
dengan densitas (T = 25 oC) 5,22. Kristal Cr2O3 berbentuk heksagonal berwarna
hijau muda hingga hijau tua (Windholz, 1983).
Fotodegradasi merupakan sebuah teknik yang relatif baru untuk
pengolahan polutan air dan udara. Polutan yang berupa senyawa organik
didestruksi secara oksidatif dengan menggunakan cahaya. Pada proses degradasi
ini dikenal dua macam senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat proses
degradasi senyawa organik, yaitu oksidan kimia dan fotokatalis. Ada beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
penelitian yang memanfaatkan fotokatalis pada pengolahan limbah zat warna.
Rhodamin B termasuk senyawa atau molekul yang memberikan warna akibat
adanya gugus kromofor. Kuantitas warna yang ditimbulkan Rhodamin B sangat
tajam, hal ini disebabkan oleh adanya dua gugus auksokrom. Rhodamin B
merupakan zat warna sintetik yang digunakan untuk industri tekstil, cat, dan
kertas. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi dan merupakan zat karsinogenik
(Cahyadi, 2006).
Pada penelitian ini dilakukan penambahan Cr3+
pada semikonduktor TiO2
dengan harapan dapat menekan pertumbuhan kristal TiO2 fase rutile dan
meningkatkan aktivitas fotokatalitik pada TiO2 sehingga dapat digunakan untuk
degradasi zat warna Rhodamin B.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Titanium dioksida (TiO2) dapat dibuat dari titanium tetraklorida (TiCl4),
suatu cairan ketal tak berwarna yang mudah mengalami oksidasi dengan oksida
air. Dimana pada reaksi tersebut terjadi pembentukan yang sangat cepat sehingga
untuk menghasilkan TiO2 bentuk anatase sangat sulit. Penelitian
Wahyuningsih et al. (2007) telah melakukan sintesis TiO2 dengan TiCl4
menggunakan proses sol gel dengan hidrolisis lambat. Sintesis TiO2 dengan
proses sol gel dapat juga dilakukan menggunakan prekursor alkoksida seperti
TTIP (Titanium Tetra Isopropoksida) (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001).
Pemilihan bahan awal pada sintesis TiO2 sangat diperlukan untuk menghasilkan
kemurnian TiO2 yang tinggi. Menurut Wang et al. (2007) dengan bahan awal
alkoksida sebagai prekursor TiO2 menghasilkan kristalisasi dan karakteristik
powder TiO2 yang lebih baik daripada TiCl4.
Metode untuk pembuatan katalis bermacam-macam, Riyas et al. (2002)
telah melakukan penambahan oksida logam ke dalam TiO2 dengan perbandingan
dua metode yaitu uji metode co-precipitation dan wet-impregnation. Hasil yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
diperoleh menunjukkan bahwa metode wet-impregnation dapat menghasilkan
TiO2 fase anatase lebih banyak.
Pada penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui ukuran atom
dan material katalis, Ryas et al. (2002) menggunakan X-Ray Diffraction (XRD)
sedangkan untuk mengetahui morfologi semikonduktor menggunakan TEM
(Transmission Electron Microscopy) dan SEM (Scanning Electron Microscopy).
Pada kasus yang berbeda untuk mengetahui energi gap suatu semikonduktor
menggunakan XPS. Untuk mengetahui perbandingan komposisi pada komposit,
Karna dkk. (2006) menggunakan X-Ray Fluoresence (XRF). Fourier Transform
Infra Red (FTIR) untuk menganalisa gugus fungsi suatu material fotokatalis
dilakukan oleh Ryas et al. (2002) .Analisis degradasi zat warna dapat dilakukan
dengan Spektrofotometer UV-Vis serta Spektrofotometer Serapan Atom (AAS).
2. Batasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan di atas maka
batasan masalah pada penelitian ini adalah :
a. TiO2 yang digunakan merupakan hasil sintesis dari TTIP (Titanium Tetra
Isopropoksida) dengan metode sol gel.
b. Modifikasi permukaan TiO2 dilakukan dengan penambahan Cr3+
dengan
metode wet-impregnation.
c. Karakterisasi TiO2 hasil sintesis dan komposit TiO2-Cr2O3 dilakukan dengan
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Spekrofotometer Infra Red (IR), dan
X-Ray Fluorescence (XRF).
d. Uji aktivitas komposit TiO2-Cr2O3 dilakukan untuk mendegradasi zat warna
Rhodamin B yang diidentifikasi dengan menggunakan Spektrofotometri UV-
Vis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan diatas maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh penambahan Cr3+
terhadap pertumbuhan kristal TiO2 ?
2. Apakah terjadi peningkatan fotoaktivitas TiO2 setelah penambahan Cr3+
?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh dari penambahan Cr3+
terhadap pertumbuhan kristal
TiO2.
2. Mengetahui peningkatan fotoaktivitas TiO2 setelah penambahan Cr3+
.
D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai efek penambahkan Cr3+
pada
pertumbuhan kristal dan sifat fotokatalitik TiO2 sehingga dapat diaplikasikan
sebagai fotokatalis yang efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Titanium Dioksida (TiO2)
a. Polymorf Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium, unsur logam golongan IVB, mempunyai titik leleh 1675 oC
dan berat atom 47,90 dengan konfigurasi elektron 3d2 4s
2. Energi untuk
mengeluarkan 4 elektron begitu besar sehingga ion Ti4+
tidak ada secara bebas.
Titanium dioksida mempunyai berat molekul 79,90, warnanya bervariasi
tergantung sumbernya, tetapi putih saat dimurnikan dan dijual secara komersial,
mengalami dekomposisi pada 1640 oC sebelum meleleh, densitas 4,26 g/cm
3,
tidak larut dalam air tetapi larut dalam H2SO4 (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Pada Gambar 1. menunjukkan struktur kristal TiO2 dalam bentuk
anatase, rutile, dan brookite.
Rutile
Anatase
Brookite
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 1. Struktur TiO2 rutile, anatase, brookite. (Tauste, 2008)
TiO2 mempunyai 3 bentuk struktur kristal yaitu rutile, anatase, dan
brookite. Rutile dan anatase mempunyai struktur tetragonal dengan tetapan kisi
kristal dan sifat fisika yang berbeda, sedang brookite adalah ortorombik. Brookite
dan anatase adalah bentuk-bentuk yang metastabil atau tidak stabil. Sedangkan
rutile adalah bentuk yang lebih stabil dibandingkan anatase dalam semua
temperatur (Kampfer, 1973).
Perubahan bentuk anatase menjadi rutile pada TiO2 terjadi secara
spontan dimana energi bebas pada bentuk rutile lebih rendah daripada anatase
pada semua suhu, tetapi perubahannya kurang baik pada suhu rendah. Anatase
lebih metastabil daripada rutile dalam semua kondisi suhu dan tekanan
(Navrotsky dan Kleppa, 1967). Selain itu perubahan tersebut di pengaruhi oleh
metode sintesis, suasana reaksi, kadar pengotor, ukuran partikel, dan kekosongan
kisi oksigen dalam konsentrasi TiO2. Pada Gambar 2. menunjukkan bentuk kristal
TiO2 -rutile dan TiO2-anatase seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. Bentuk TiO2-rutile dan bentuk TiO2-anatase (Tian, 2006).
b. Modifikasi Titanium Dioksida (TiO2)
Kromium oksida memiliki berat molekul 152,02 gr/mol, berbentuk
kristal heksagonal berwarna hijau muda hingga hijau tua. Memiliki titik leleh
2435 oC dan titik didih 3000
oC dengan densitas 5,22 (T = 25
oC). Berwarna
coklat akibat pemanasan tetapi kembali berwarna hijau pada saat dingin. Tidak
larut dalam air, alkohol, aseton, mudah larut dalam asam dan larutan alkali.
Kristal Cr2O3 sangat keras, dapat menggores kwarsa, topaz, maupun zircon
(Windholz, 1983).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Oksida ini pada umumnya disebut sebagai oksida kromat atau
sesquioksida kromat hijau. Oksida ini digunakan sebagai bahan pewarna hijau
untuk cat minyak, oleh karena itu senyawa ini disebut juga sebagai krom hijau.
Cr2O3 merupakan bubuk hijau yang memiliki titik leleh sangat tinggi dan
sangat sukar dicairkan. Senyawa ini digunakan pada pelapisan gelas dan
pewarnaan porselen. Penyebabnya yaitu tereduksi oleh logam dengan pemanasan
menggunakan karbon pada temperatur tinggi. Senyawa ini merupakan oksida
amfoter karena dapat berbentuk garam dengan asam maupun alkali.
Penambahan kromium dapat menghambat transformasi bentuk kristal
TiO2 anatase menjadi rutile seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Pirault et al. (2007) dengan menghambat pertumbuhan ukuran kristal TiO2
~20 nm. Pada suhu yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan ukuran kristal
TiO2 yang menyebabkan bentuk kristal anatase terkonversi menjadi rutile dengan
ukuran kristal mencapai ~ 30 nm.
2. Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2)
a. Mekanisme Fotokatalitik TiO2
Fotokatalis adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan
material katalis (TiO2) dengan pencahayaan sinar UV (λ < 405 nm), maka
permukaan TiO2 mempunyai kemampuan mengionisasi reaksi kimia. Dalam
media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida
dan air. Berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemaran organik
seperti fenol dan lainya, dan senyawa-senyawa anorganik seperti sianida, tembaga
dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak
beracun.
TiO2 dapat berfungsi sebagai fotokatalis yaitu mempercepat reaksi yang
diinduksi oleh cahaya karena mempunyai struktur semikonduktor yaitu struktur
elektronik yang dikarakterisasi oleh adanya pita valensi (valence band; vb) terisi
dan pita konduksi (conduction band; cb) yang kosong. Kedua pita tersebut
dipisahkan oleh celah yang disebut energi celah pita (band gap energi; Eg)
(Hoffman et al., 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Jika suatu semikonduktor disinari cahaya (foton) sebesar hʋ, maka (e)
pada pita valensi akan mengabsorpsi energi foton tersebut dan pindah ke tingkat
energi yang lebih tinggi yaitu pita konduksi, akibatnya akan meninggalkan lubang
positif (hole atau h+) pada pita valensi. Sebagian besar elektron dan hole
berkombinasi kembali di dalam ruah semikonduktor dengan mengemisi kalor,
sedangkan sebagian lagi bertahan pada permukaan semikonduktor.
Secara lengkap reaksi yang terjadi di dalam sistem dapat dituliskan
sebagai berikut :
TiO2 + hʋ hole+ + e
-
Ketika TiO2 dikenai cahaya UV dengan energi hʋ mengakibatkan
eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi (e-), dan meninggalkan hole
pada pita valensi (hole+)
hole+
h+
sebagian elektron dan hole terjebak pada permukaan semikonduktor.
H2O H+ + OH
-
h+ + OH
- OH
•
h+
mengoksidasi air atau ion OH membentuk radikal hidroksil yang
berperan sebagai agen detoksi.
OH• + substrat produk
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi skematis proses fotoeksitasi
pada Gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi skematis proses fotoeksitasi dan de-eksitasi pada suatu
semikonduktor (Arutanti et al., 2009)
Rekombinasi
v
o
Rekombinasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
TiO2 dengan proses UV dikenal memiliki banyak keuntungan antara lain:
sejumlah besar senyawa organik terlarut atau terdispersi dalam air bisa
sepenuhnya termineralisasi, laju reaksi relatif tinggi jika luas permukaan katalis
besar, TiO2 tersedia dengan harga yang relatif murah dan dapat didaur ulang pada
skala teknis, lampu UV memancarkan di daerah spektral yang diperlukan untuk
oksidasi fotokatalitik diproduksi dalam berbagai ukuran, serta penyerapan
penampang TiO2 dapat ditingkatkan dengan modifikasi permukaan, misalnya oleh
penambahan ion logam transisi. Mekanisme yang menggambarkan proses reaksi
fotokatalitik TiO2 adalah sebagai berikut:
TiO2 + hʋ e-cb + h
+vb
h+
vb + H2O •OH + H+
e-cb + O2 O2
•-
2O2•- + 2H2O H2O2 + 2OH
- + O2
H2O2 + e-cb OH
- + •OH
b. Mekanisme Fotokatalitik TiO2 dengan Penambahan Cr3+
Hanya sekitar 4-6% dari energi matahari yang mencapai permukaan bumi
yang di daerah UV. TiO2 dengan eg 3,2 eV hanya mampu menyerap 10% cahaya
matahari. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan modifikasi. TiO2 yang telah
dimodifikasi oleh doping ion logam dan fotosensitisasi oleh berbagai senyawa
organik dan anorganik berwarna, penambahan dopant dapat memperpanjang
foto-respon.
Terdapat beberapa variabel bagaimana dopan mempengaruhi
fotoaktivitas TiO2, antara lain metode sintesis dari fotokatalis, ukuran partikel,
dan zat warna yang digunakan untuk mempelajari fotokatalis. Efisiensi
fotokatalitik biasanya meningkat dengan adanya logam karena elektron-hole
berkurang, dan kemudian pada peningkatan konsentrasi (bervariasi pada logam
dopan dan teknik penyusunan) efisiensi mulai menurun sebagai dopan mulai
bertindak sebagai pusat rekombinasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Ion logam ditambahkan ke dalam polikristalin TiO2 untuk meningkatkan
penyerapan sinar matahari. Oleh karena itu, penelitian tentang peningkatan katalis
telah dilakukan dengan modifikasi fisik dan kimia TiO2 untuk meningkatkan
kinerja katalis dan sensitisasi dye untuk meningkatkan jangkauan panjang
gelombang dengan memanfaatkan radiasi matahari. Prinsip degradasi
fotosensitisasi pada semikonduktor diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar. 4 Mekanisme TiO2 di bawah UV dan cahaya tampak ( Kaur, 2007)
Jika potensial oksidasi dari sensitizer lebih tinggi dibanding band
konduktansi TiO2, menyusul eksitasi awal pewarna yang terserap di bawah sinar
cahaya, elektron dimasukkan dari dye yang tereksitasi ke dalam pita konduksi
TiO2. Dengan perlahan mampu mengurangi langkah pembentukan yang
memungkinkan untuk memulai degradasi oksidatif dye. Berbagai senyawa
berwarna telah diselidiki untuk bertindak sebagai fotosensitiser. Dalam studi baru-
baru ini telah menyarankan bahwa degradasi fotosensitisasi pada permukaan
semikonduktor dapat dapat diaplikasikan untuk mengatasi polutan berwarna
seperti pewarna tekstil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Mekanisme photosensitization untuk degradasi dye pada permukaan TiO2
ditampilkan di bawah ini:
dye + hʋ dye*
dye* + TiO2 dye•+ + e
-cb
e-cb + O2 O2•
-
2O2•- + 2H2O H2O2 + 2OH
- + O2
H2O2 + e-cb
-OH + •OH
dye•+ + O2 ( atau O2•
- atau •OH) peroxide or hydroxyl intermediates
degraded or mineralised products
c. Degradasi Fotokatalitik TiO2 pada Rhodamin B dengan TiO2
Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna
kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi
tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sangat
larut dalam air dan alkohol, serta sedikit larut dalam asam klorida dan natrium
hidroksida. Rumus kimia Rhodamin B adalah C28H31ClN2O3, larut dalam air,
etanol namun bersifat sangat toksik. (Kusuma, 2006)
Gambar 5. Struktur Rhodamin B (Wirasto, 2008)
Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes. Rhodamine
B (C28N31N2O3Cl) adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar untuk berbagai
kegunaan, semula zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang
Intermediet hidroksil / peroksida
Degradasi/mineralisasi produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya yang
berfluorensi dalam sinar matahari.
Rhodamin B termasuk senyawa atau molekul yang memberikan warna
akibat adanya gugus kromofor, dimana gugus kromofor tersebut yaitu quinoid.
Kuantitas warna yang ditimbulkan Rhodamin B sangat tajam, hal ini disebabakan
oleh adanya dua gugus auksokrom, dimana gugus auksokrom tersebut adalah
dietil amin.
Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat dan asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh logam
berat seperti arsen, atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat
pewarna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui suatu senyawa
antara dulu, yang kadang-kadang berbahaya. Sering kali dalam proses reaksi
tersebut terbentuk senyawa baru yang berbahaya yang lebih tertinggal sebagai
residu dalam bahan pewarna tersebut.
Reaksi fotodegradasi merupakan reaksi pemecahan senyawa oleh adanya
cahaya atau foton dan katalis secara bersama-sama sehingga katalis ini dapat
mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik dalam keadaan
dasar atau dalam keadaan tereksitasi dan foto produk utamanya tergantung pada
fotoreaksi tersebut.
Fotodegradasi merupakan sebuah teknik yang relatif baru untuk
pengolahan polutan air dan udara. Polutan yang berupa senyawa organik
didestruksi secara oksidatif dengan menggunakan cahaya. Pada proses degradasi
ini dikenal dua macam senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat proses
degradasi senyawa organik, yaitu oksidan kimia dan fotokatalis yang biasanya
berupa semikonduktor fotoaktif, seperti TiO2, ZnO atau CdS.
Sinar matahari yang keberadaannya melimpah di alam ini menjadikan
proses ini membutuhkan biaya yang rendah (low cost). Sinar matahari yang
langsung mempunyai salah satu fraksi energi pada daerah UV dekat yang dapat
digunakan dalam induksi fotodegradasi.
Berdasarkan pengukuran laser flash photolysis Hoffman et al., (1995)
mengusulkan mekanisme umum fotokatalis heterogen pada TiO2 yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pembentukan pembawa muatan (hole, h+
vb dan elektron, ecb-
), pengikatan
pembawa muatan oleh hidrat primer TiO2, serta transfer muatan pada daerah
antarmuka antara hole yang terjebak pita valensi dengan senyawa yang bersifat
donor elektron (pada proses ini terjadi oksidasi senyawa tersebut) atau transfer
muatan antar elektron yang terjebak pada pita konduksi dengan senyawa yang
bersifat akseptor elektron sehingga senyawa tersebut mengalami reduksi. Proses
oksidasi-reduksi tersebut yang memungkinkan terjadinya degradasi gugus-gugus
kromofor pada zat warna sehingga terjadi penghilangan warna limbah. Bila sinar
dengan panjang gelombang pendek (dibawah ~390 nm) ini mengiluminasi serbuk
anatase (TiO2), elektron pada pita valensi akan tereksitasi ke pita konduksi
menghilangkan hole positif (h+). Hole-hole ini bereaksi dengan ion-ion hidroksida
dalam uap air yang teradsobsi pada permukaan TiO2, menghasilkan radikal
hidroksida (OH•). Radikal hidroksil ini merupakan reagen oksidasi yang sangat
kuat dan dapat bereaksi dengan senyawa organik menghasilkan produk-produk
sederhana, misalnya CO2, H2O, atau HCl jika senyawa tersebut mengandung
klorida.
TiO2 + hv h+
vb + eeb-
h +
vb + OH- OH
•
Senyawa organik + OH• CO2 + H2O
Secara keseluruhan mekanisme reaksi yang terlibat dalam reaksi redoks
terkatalisis semikonduktor ini masih belum jelas meskipun dalam banyak kasus,
adsorbsi substrat pada artikel diyakini sebagai tahap awal reaksi.
3. Karakterisasi TiO2 dan TiO2 – Cr2O3
a. X-Ray Diffactometer (XRD)
Untuk mengetahui kristalinitas suatu zat padat, instrumen yang biasa
digunakan adalah X-ray difraction (XRD). Setiap kristal mempunyai harga d yang
khas sehingga dengan mengetahui harga d maka jenis kristalnya dapat diketahui.
Referensi harga d dan intensitas suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint
Commite on Powder Diffraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari
International Centre for Difraction Data (West, 1984). Sinar X merupakan radiasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek sekitar 100 pm yang
dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tinggi. Bila
elektron–elektron dari kawat pijar yang dipanasi dipercepat melalui suatu
perbedaan potensial yang besar dan diperbolehkan menumbuk suatu sasaran
logam di dalam sebuah tabung sinar X maka sinar X dihasilkan dengan suatu
distribusi λ yang kontinyu. Jika sinar X itu kemudian menumbuk sebuah kristal,
maka sinar X yang akan direfleksikan akan membentuk titik–titik luas yang
sangat tinggi intensitasnya pada sebuah layer/film. Titik–titik itu ditimbulkan oleh
interferensi konstruktif dari gambar–gambar kecil yang dihasilkan oleh banyak
atom (Smart dan Moore, 2005).
Difraksi sinar X atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan
untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul.
Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan melalui analisa d spasing
dari data difraksi sinar X. Selain nilai d spasing, observasi tingkat kristalinitas
bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data difraksi
sinar X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf),
sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik
(Smart dan Moore, 2005).
Nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom
dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar
atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam suatu material. Nilai d spasing
sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam
material. Jarak interplanar atau interlayer dapat dikalkulasikan melalui persamaan
Bragg’s (Park et al., 2002) :
2 d sin θ = n λ
Keterangan :
d = jarak interplanar atau interatom
λ = panjang gelombang logam standar
θ = kisi difraksi sinar X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisa kualitatif adalah sebagai
berikut :
1. Membuat pola difraksi dari zat tidak diketahui.
2. Menghitung nilai d setiap garis atau dengan menggunakan tabel yang
memberikan hubungan antara d dan 2 θ untuk berbagai karakteristik.
3. Memandang data d eksperimental dengan data d dari tabel dengan
kemungkinan kesalahan dalam setiap set nilai adalah 0,02 Å.
4. Membandingkan intensitas relatifnya dengan nilai-nilai yang ada pada
tabel (standar).
Kristal TiO2 fase anatase dan fase rutile teridentifikasi pada 2θ = 25,3˚
untuk fase anatase dan 2θ = 27,3˚ untuk fase rutile (Gonzales, 1996). Pada
penelitian lain yang dilakukan Wei dan Chen. (2009) puncak yang ditunjukkan
untuk fase anatase pada 2θ = 25,36˚- 25,48˚. Li et al. (2007) dalam penelitiannya
mendapatkan karakterisasi anatase dengan menggunakan XRD muncul puncak
pada 2θ = 25,5˚.
Data XRD juga dapat digunakan untuk perhitungan semi kuantitatif
dimana dapat digunakan untuk mengetahui presentase relatif masing-masing
kristal yang ada dalam suatu komposit. Analisa tersebut dapat diperhitungkan
dengan mengkalkulasi intensitas puncak masing–masing kristal kemudian
dibandingkan dengan intensitas total komposit. Sedangkan khusus dalam
perhitungan presentase anatase rutile dalam kristal TiO2 murni dapat digunakan
persamaan berikut : (Riyas et al., 2008)
atau
Keterangan:
IA = Intensitas Anatase
IR = Intensitas Rutile
b. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Atom–atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi
(bergetar). Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi
diantara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited
state). Spektrum infra merah memberikan informasi tentang gugus fungsional
suatu molekul (Silverstain et al., 2005).
Radiasi infra merah (IR) merupakan bagian dari spektrum
elektromagnetik yang terletak diantara sinar visible dan daerah microwave.
Penggunaan terbesar terdapat pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1
.
Posisi ikatan pada spektra infra merah ditunjukkan dengan bilangan gelombang
( ʋ ) dengan satuan cm-1
. Panjang gelombang ( λ ) digunakan dalam literatur
dengan satuan micrometer (μm) (Silverstain et al., 2005).
c. Spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis)
Pada spektrofotometer UV, sinar kontinyu dihasilkan oleh lampu awan
muatan hidrogen atau deuterium (D2), sedangkan sinar visibel dihasilkan oleh
lampu wolfram. Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh lebih pendek daripada
panjang gelombang radiasi IR. Panjang gelombang UV-Vis berada pada kisaran
180 – 800 nm.
Prinsip dasar spektrofotometer UV-Vis adalah terjadinya transisi
elektronik yang disebabkan penyinaran sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi
elektron dari orbital yang kosong. Umumnya, transisi yang paling mungkin adalah
transisi pada tingkat tertinggi (HOMO) ke orbital yang kosong pada tingkat
terendah (LUMO). Pada sebagian besar molekul, orbital molekul terisi pada
tingkat energi terendah adalah orbital σ, sedangkan orbital π berada pada tingkat
energi yang lebih tinggi. Orbital non ikatan (n) yang mengandung elektron
– elektron yang belum berpasangan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi
lagi, sedangkan orbital-orbital anti ikatan yang kosong yaitu π* dan σ* menempati
tingkat energi yang tertinggi (Hendayana, 1994).
Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu
promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke
orbital keadaan dasar yang berenergi tinggi. Transisi ini memerlukan
40-300 kkal/mol. Panjang gelombang cahaya UV-Vis bergantung pada mudahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
promosi elektron. Molekul–molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya pada daerah
tampak adalah senyawa yang berwarna karena mempunyai elektron yang lebih
mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang
UV yang lebih pendek.
Intensitas penyerapan dijelaskan dengan hukum Lambert – Beer, dimana
fraksi cahaya yang diabsorbsi tidak tergantung pada kekuatan sumber cahaya
mula-mula dan fraksi yang diabsorpsi tergantung pada banyaknya mol
(ketebalan/konsentrasi) yang dapat mengabsorbsi. Oleh karena itu absorpsi cahaya
merupakan fungsi dari molekul yang mengabsorbsi, maka cara yang tepat untuk
menyatakan absorbansi adalah (Underwood, 1998):
A = ε . b . C
Keterangan:
ε = Absorbtivitas molar (mol-1
cm-1
L)
b = Tebal lintasan ( cm )
C= Konsentrasi larutan (mol L-1
)
Pada analisa fotodegradasi dilakukan pengaman pada penurunan
absorbansi pada larutan yang akan didegradasi. Kemudian akan ditentukan
persentase larutan yang terdegradasi. Penentuan persentase larutan yang
terdegradasi dapat menggunakan persamaan berikut: (Austero dan De Luna, 2011)
Dimana, Y Absorbance Reduction = Persen penurunan absorbansi ; ABSi =
Absorbansi larutan mula – mula ; ABSt = Absorbansi larutan pada waktu tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d. X-Ray Fluoresence (XRF)
Tehnik fluoresensi sinar X (XRF) merupakan suatu tehnik analisis yang
dapat menganalisis unsur – unsur yang membangun suatu material. Tehnik ini
juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi unsur berdasarkan pada
panjang gelombang dan jumlah sinar X yang dipancarkan kembali setelah suatu
material ditembaki sinar X berenergi tinggi.
Dasar analisis Fluoresensi sinar–X adalah pencacahan sinar X yang
dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada
orbital yang lebih dekat dengan inti karena terjadinya eksitasi elektron) oleh
elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Ketika sinar-X yang berasal
dari radioisotop sumber eksitasi menabrak elektron dan akan mengeluarkan
elektron kulit dalam, maka akan terjadi kekosongan pada kulit itu. Elektron dari
kulit yang lebih tinggi akan mengisi kekosongan itu. Perbedaan energi dari dua
kulit itu akan tampil sebagai sinar-X yang dipancarkan oleh atom (Sumantry,
2011). Komposisi kimia komposit dapat ditentukan dengan penentuan prosentase
logam yang ada dalam komposit dengan metode spektroskopi fluoresensi sinar-X
(Kunarti et al., 2009).
B. Kerangka Pemikiran
TiO2 mempunyai tiga macam bentuk kristal yaitu anatase, rutile dan
brookite, namun yang memiliki aktivitas fotokatalis yang terbaik adalah bentuk
anatase tetapi anatase merupakan bentuk tidak stabil dari titanium dioksida yang
mudah berubah ke bentuk rutile yang merupakan bentuk stabil dari titanium
dioksida. Bentuk kristal anatase diamati pada pemanasan TiO2 bubuk mulai dari
suhu 120 oC dan mencapai sempurna pada suhu 500
oC. Pada temperatur yang
tinggi terjadi transformasi bentuk kristal anatase menjadi rutile dan terjadi
penurunan luas permukaan serta pelemahan aktivitas fotokatalis secara drastis.
Perubahan struktur ini dikarenakan terputusnya dua ikatan Ti-O dalam struktur
anatase, memungkinkan terjadinya penataan ulang dari Ti-O oktahedral, yang
mengarah ke dalam bentuk rutile. Untuk mencegah transformasi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dilakukan modifikasi semikonduktor TiO2 dengan menambahkan senyawa logam
oksida, surfaktan, dan non logam. Maka dengan menambahkan jenis unsur lain ke
dalam molekul TiO2 dapat menghambat perubahan bentuk kristal titanium
dioksida ke bentuk rutile yang merupakan bentuk TiO2 yang stabil dan dapat
memperbaiki aktivitas dan efisiensi katalitik dengan menghambat proses
rekombinasi elektron-hole selama proses katalitik berlangsung. Dengan
penambahan kromium pada TiO2 dapat menghambat perubahan anatase ke
bentuk rutile pada pemanasan di atas 500 oC. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Pirault et al., (2007) Pada penambahan 20 % Cr2O3 dapat menghambat
transformasi bentuk kristal TiO2 anatase menjadi rutile. Terhambatnya
transformasi ke bentuk rutile dengan menghambat perkembangan ukuran kristal
TiO2 karena ukuran kristal TiO2 anatase ~ 20 nm, seiring dengan kenaikan suhu
maka ukuran kristal akan naik, ini yang menyebabkan pada suhu tinggi bentuk
kristal anatase terkonversi menjadi rutile karena pada suhu ini ukuran kristal
mencapai ~ 30 nm. Hal tersebut dikarenakan ukuran kristal dihambat oleh adanya
senyawa lain yang ditambahkan, sehingga ukurannya relatif kecil. Maka dengan
penambahan Cr3+
diharapkan dapat menekan transformasi anatase menjadi rutile
serta dapat memperbaiki aktivitas dan efisiensi katalitik pada TiO2. Pada
penelitian yang telah dilakukan Chen et al. (2009) modifikasi struktural TiO2
dengan penambahan oksida logam Cr2O3 juga dapat mengakibatkan Ti4+
dalam
TiO2 berubah menjadi Ti3+
selama proses pemanasan yang kemudian Ti3+
tersubtitusi ke dalam kisi kristal Cr2O3 menjadi (Ti0,12Cr0,88)2O3. Pertumbuhan
kristal bersama pada TiO2 dan Cr2O3 dapat menyebabkan terjadinya substitusi
antara Ti dan Cr.
Berbagai senyawa berwarna telah diselidiki dapat bertindak sebagai
fotosensitizers. Kristal Cr2O3 berbentuk heksagonal berwarna hijau muda hingga
hijau tua sehingga dapat dipakai untuk alternatif dalam memperbesar keterbatasan
sensitivitas spektral dari semikonduktor dengan gap energi yang tinggi, dilakukan
modifikasi permukaan dengan menggunakan molekul sensitiser berwarna.
Beberapa semikonduktor seperti TiO2 mempunyai gap energi yang tinggi,
sebanding dengan cahaya 388 nm (3,23 eV) yaitu pada daerah UV dekat, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
adanya sensitiser berwarna dapat memperbaiki sifat fotokalis pada TiO2.
Perubahan pada fotoreaktivitas partikel TiO2 yang berukuran nano akan
menyebabkan aktif fotokalis.
Preparasi titanium dioksida dilakukan dengan teknik sol-gel menggunakan
prekursor TTIP (Titanium Tetra Isopropoksida) dengan pelarut CH3COOH,
selanjutnya ditambahkan dengan Cr(NO3)3.9H2O dan urea menggunakan metode
wet-impregnation dapat menghasilkan komposit TiO2-Cr2O3. Komposit TiO2-
Cr2O3 dapat digunakan untuk fotodegradasi zat warna Rhodamin B. Prinsip umum
fotokatalis TiO2 yaitu suatu semikonduktor mendapatkan energi dari cahaya atau
foton kemudian bertindak sebagai substrat fotokatalitik dengan memproduksi
radikal yang sangat reaktif yang dapat mengoksidasi senyawa organik. Degradasi
zat warna Rhodamin B dapat dilakukan pada foton atau cahaya dengan panjang
gelombang sinar visibel dengan menggunakan lampu visibel karena keberadaan
oksida Cr2O3 yang berperan sebagai sensitiser.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut :
1. Penambahan Cr3+
pada TiO2 akan mempengaruhi pertumbuhan kristal TiO2
dengan menekan pertumbuhan TiO2 fase rutile dan dapat terjadi substitusi
antara Ti dan Cr.
2. Penambahan Cr3+
pada TiO2 akan meningkatkan aktivitas fotokatalis TiO2
dengan cahaya visibel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental secara laboratoris untuk
memperoleh data hasil. Pada penelitian ini dilakukan preparasi semikonduktor
TiO2 dan komposit TiO2-Cr2O3 serta uji aktifitasnya untuk fotodegradasi zat
warna Rhodamin B.
Komposit TiO2-Cr2O3 disintesis dengan metode wet impregnation yang
kemudian diikuti dengan proses kalsinasi. Variasi suhu kalsinasi yaitu 300 °C,
400 °C, 500 °C, 600 °C, dan 700 °C.
Terhadap hasil preparasi dilakukan karakterisasi dengan menggunakan
XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengidentifikasi kristalinitas material dan
struktur kristal, XRF (X-Ray Flouresence) untuk mengetahui komposisi TiO2 dan
Cr2O3 dan FT-IR untuk membuktikan adanya serapan bilangan gelombang dari
TiO2 maupun Cr2O3.
Kemudian dilakukan uji aktifitas komposit TiO2-Cr2O3 untuk
mendegradasi zat warna Rhodamin B menggunakan sinar visibel dengan variasi
waktu penyinaran dan analisis dengan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang
gelombang 553 nm.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sub Laboratorium Kimia UPT
Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Juli-
November 2011.
C. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
a. Peralatan gelas
b. Spektrofotometer XRD (Shimadzu XRD-6000)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
c. Spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Lambda 25)
d. Spektrofotometer FT-IR (Shimadzu PC 8201)
e. Spektrofotometer XRF (JEOL Element Analyzer JSX-3211)
f. Furnace (Thermolyne 48000)
g. Neraca analisis(Sartorius BP 110, maksimum 110 g; minimum 0,001 g)
h. Oven (Memmert)
i. Penangas air
j. Lampu Halogen (Osram, 35 watt; 12 volt)
k. Stop watch
l. Magnetic stirer
m. Statif dan Klem
n. Termometer 150 oC
o. Pemanas (Hot plate)
p. Spatula
2. Bahan yang digunakan
a. Titanium Tetraisopropoksida (TTIP) p.a (Merck)
b. Cr(NO3)3.9H2O (Merck)
c. Urea (Merck)
d. Asam Asetat glasial (CH3COOH) 98,5 % (Merck)
e. Aquades (Lab. Kimia Pusat FMIPA UNS)
f. Zat warna Rhodamin B (Merck)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
g. Batu es
h. Kertas Indikator Universal
D. Prosedur Penelitian
1. Preparasi TiO2
Larutan TTIP dihidrolisis dengan asam asetat berlebih untuk memelihara
suspensi dari partikel terhadap aglomerasi. 10 ml TTIP di hidrolisis dengan asam
asetat pH 2 sebanyak 100 ml. Setelah itu suhu larutan diturunkan menjadi
10-15 °C hingga terbentuk suspensi sol TiO2 transparan (bening) pada akhir
tahapan hidrolisis. Campuran TiO2 selanjutnya dipanaskan pada suhu maksimum
90 °C diatas pemanas (hot plate) hingga terbentuk suspensi sol TiO2. Kemudian
suspensi sol TiO2 dipanaskan 150 °C selama 24 jam (over night) di dalam oven
hingga terbentuk xerogel TiO2 berwarna putih. Selanjutnya xerogel TiO2 akan di
gunakan sebagai stock untuk preparasi komposit maupun karakterisasi. Dalam
pembuatan standar xerogel TiO2 dikalsinasi selama 4 jam dengan variasi suhu
150 °C, 300 °C, 400 °C, 500 °C, 600 °C, dan 700 °C dengan kecepatan furnace
10 ˚C/menit. Kemudian dari hasil kalsinasi dilakukan karakterisasi yang
digunakan sebagai standar.
2. Preparasi Komposit TiO2-Cr2O3
0,8 gram TiO2 di tambahkan dengan 4 gram Cr(NO3)3.9H20 dan 3 gram
urea yang telah di larutkan dalam 100 ml aquades. Campuran tersebut diaduk
dengan pengaduk magnetik hingga homogen. Campuran tersebut kemudian di
panaskan pada suhu 110 °C selama 2 hari. Setelah terbentuk serbuk, kemudian
powder tersebut di kalsinasi dengan variasi suhu 300 °C, 400 °C, 500 °C, 600 °C,
dan 700 °C yang masing – masing selama 4 jam dengan kecepatan furnace 10 ˚C
/menit. Kemudian masing – masing komposit TiO2-Cr2O3 yang terbentuk di
karakterisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Karakterisasi Komposit TiO2- Cr2O3
Karakterisasi dengan difraksi sinar-X dilakukan untuk menentukan fase
kristal dan kristalinitas material, karakterisasi dengan spektrofotometer Infra
Merah di lakukan untuk membuktikan adanya serapan bilangan gelombang dari
TiO2 maupun Cr2O3 dan karakterisasi XRF untuk mengetahui komposisi antara
TiO2 dan Cr2O3.
4. Fotodegradasi Zat Warna Rhodamin B
Sampel standar TiO2 dan komposit TiO2-Cr2O3 dari berbagai hasil variasi
suhu kalsinasi di masukkan ke dalam erlenmeyer masing – masing 0,01 gram
TiO2-Cr2O3 ditambah 25 ml Rhodamin B 5 ppm dan di lakukan pengadukan.
Erlenmeyer di tutup dengan plastik transparan, selanjutnya di sinari dengan sinar
Visibel dalam reaktor dengan variasi waktu 0, 30, 60, 120, dan 180 menit.
Kemudian masing-masing larutan di analisis dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang antara 400-800 nm.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Data yang diambil untuk karakterisasi standar TiO2 dan komposit TiO2-
Cr2O3 dengan menggunakan X-Ray Diffraction, FT-IR, dan X-Ray Fluoresence.
X-Ray Diffraction akan didapatkan nilai 2θ komposit untuk identifikasi hasil
sintesis sistem kristal dan untuk mengetahui rasio anatase dan rutile.
Karakterisasi gugus fungsional untuk mengetahui struktur digunakan FT-IR. Data
komposisi TiO2 dan Cr2O3 dalam komposit diketahui dengan menggunakan X-Ray
Fluoresence. Aplikasi komposit untuk fotodegradasi zat warna Rhodamin B
diambil data absorbansi sesudah dan sebelum treatmen fotokatalis berdasarkan
variasi waktu penyinaran sinar visibel dengan menggunakan spektroskopi UV-
Vis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2. Analisa Data
Pola difraksi sinar X dari komposit TiO2-Cr2O3 akan dianalisa secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan dengan membandingkan
harga 2θ dan I/I1 dari spektrum difraksi komposit hasil sintesis dengan spektrum
difraksi standar JCPDS (Joint Commite Powder Difraction Standart). Analisa
kuantitatif dilakukan dengan menghitung rasio anatase dan rutile. Sedangkan
untuk modifikasi TiO2-Cr2O3 dapat dicari difraktogram pada jurnal yang
menganalisis senyawa yang sama.
Analisa degragasi zat warna Rhodamin B sebelum dan sesudah penyinaran
sinar visibel dilakukan dengan mengukur serapan panjang gelombang
menggunakan spektroskopi UV-Vis. Pengurangan nilai absorbansi menunjukkan
adanya degradasi zat warna Rhodamin B akibat fotodegradasi oleh material
fotokatalis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
F. Sintesis TiO2 (Titanium Dioksida)
Sintesis material TiO2 yang dilakukan melalui proses sol-gel seperti
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih et al. (2007). Jika menginginkan
bentuk kristal anatase lebih banyak dibandingkan dengan rutile atau bentuk
brookite pada hasil sintesis TiO2 maka diperlukan optimasi kondisi sintesis dan
strategi – strategi tertentu.
Bahan awal dalam sintesis TiO2 adalah TTIP (Titanium
Tetraisopropoksida) yang dimasukkan ke dalam asam asetat glasial dalam suasana
asam (pH = 2) dan dibawah suhu kamar dimana asam asetat glasial diletakkan
pada gelas beker yang berada pada penangas berisi es batu. Penambahan TTIP ke
dalam asam asetat glasial dilakukan dalam suhu rendah skitar 10 - 15 oC dengan
harapan agar tidak terjadi aglomerasi pada TTIP. Campuran tersebut kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan pengaduk magnetik hingga campuran
bening. Campuran tersebut kemudian dipanaskan secara bertahap sampai suhu 90
oC untuk pembentukan suspensi sol gel hingga asam asetat pada campuran
tersebut menguap. Setelah terbentuk suspensi sol gel untuk menghilangkan
pengotor-pengotor organik dan sisa pelarut dilakukan pemanasan dalam oven
selama 24 jam dengan suhu 150 oC. Langkah terakhir yang dilakukan adalah
perlakuan termal pada variasi suhu kalsinasi yaitu 150 oC, 300
oC, 400
oC, 500
oC, 600
oC, dan 700
oC selama 4 jam sehingga dihasilkan kristal TiO2.
Reaksi secara keseluruhan dari sintesis TiO2 dari TTIP dapat ditunjukkan
dengan reaksi:
Ti(iPr)4 + CH3COOH
H+
Sol TiO2
Sol TiO2 90 oC
Sol gel TiO2
Sol gel TiO2 150 oC
xerogel
TiO2
xerogel TiO2 variasi suhu Serbuk TiO2 (anatase/rutile)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
G. Sintesis Komposit TiO2-Cr2O3
Komposit TiO2-Cr2O3 disintesis dengan metode wet impregnation seperti
penelitian yang dilakukan oleh Riyas et al. (2002) yang dilakukan dengan dua
tahapan yaitu penambahan akuades sebagai pelarut dan pemanasan, sedangkan
pembuatan Cr2O3 mengacu pada penelitian yang dilakukan Music et al. (1999).
Langkah awal sintesis komposit ini dengan cara 4 gram Cr(NO3)3.9H2O
dilarutkan dalam akuades dengan pengadukkan magnetik hingga homogen
kemudian diikuti penambahan urea sebanyak 3 gram yang diaduk dengan
pengaduk magnetik setelah homogen ditambah dengan 0,8 gram xerogel TiO2
dengan pengadukkan magnetik selama 1 jam. Garam Cr(NO3)3.9H2O dan urea
sebagai bahan awal Cr2O3 dengan Cr yang memiliki muatan 3+. Material Cr2O3
berikatan pada permukaan TiO2 dengan cara gugus hidroksil pada permukaan
TiO2 berinteraksi dengan Cr3+
sedangan Cr3+
dan H2O bereaksi menghasilkan
Cr(OH)3. Campuran tersebut dikeringkan dalam oven selama 2 hari pada suhu 110
oC untuk menguapkan pelarut dan menghilangkan pengotor - pengotor organik,
selanjutnya dikalsinasi dengan variasi suhu 300 o
C, 400 o
C, 500 o
C, 600 o
C, dan
700 oC selama 4 jam sehingga dihasilkan komposit TiO2-Cr2O3.
Mekanisme pertumbuhan Cr2O3 yang ditambahkan pada TiO2 secara
skematik dapat dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut:
Cr3+
+ 3H2O Cr(OH)3 + 3H+
(NH2)2CO + 3H2O 2NH4+ + 2OH
- +CO2
Cr(OH)3 CrOOH Cr2O3
Cr2O3 + Xerogel TiO2 110oC Xerogel komposit TiO2-Cr2O3
Xerogel komposit TiO2-Cr2O3 variasi suhu Powder Komposit TiO2-Cr2O3
Penambahan urea dapat mempercepat hidrolisis ion Cr3+
untuk
pengendapan hidroksida. Perlakuan hidrotermal merubah Cr(OH)3 menjadi
CrOOH yang selanjutnya bertransisi menjadi Cr2O3 dikarenakan Cr2O3 lebih tahan
terhadap suhu tinggi seperti pada penelitian Music et al. (1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
H. Karakterisasi
1. Difraksi Sinar-X (XRD)
Analisa dengan difraksi sinar-X menggunakan radiasi Cu Kα
(λ = 1,54060 Å) dilakukan untuk mengetahui kristalinitas TiO2 dan komposit
TiO2-Cr2O3. Hasil analisa XRD tersebut kemudian dibandingkan dengan JCPDS
(Joint Commite Powder Diffraction Standart) dan jurnal yang bersangkutan.
Gambar 6. Spektra difraksi sinar-X dari TiO2 murni dengan variasi suhu 150 o
C -
700 o
C
Hasil analisa XRD untuk TiO2 murni dapat ditunjukkan pada Gambar 6.
Pada gambar tersebut menunjukkan perbandingan difraktogram TiO2 murni
dengan variasi suhu. Pada spektra difraksi sinar-X TiO2 murni suhu 150 o
C dan
300 o
C belum banyak informasi yang dapat diperoleh karena pada suhu ini TiO2
20 30 40 50 60
inte
nsi
tas(
a.u
.)
2-Theta (degree)
= rutile = anatase
700 °C
600 °C
400 °C
500 °C
150°C
300°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
murni masih dalam bentuk amorf (belum terbentuk kristal). Pada suhu 400 o
C
kristal mulai terbentuk, dari gambar spektra hasil XRD diketahui muncul puncak
yang mengindikasikan TiO2 anatase yang ditunjukkan dengan puncak di daerah
2θ = 25,35o (d101 = 3,5091 Å), 2θ = 37,95
o (d004 = 2,3679 Å), dan 2θ = 48,15
o (d200
= 1,8874 Å), 2θ = 54,86o
(d211 = 1,6716 Å) dan 2θ = 55,01o
(d211 = 1,6674 Å)
sesuai dengan standar JCPDS No. 782-486, Pada suhu 500 o
C mulai muncul
puncak yang mengindikasikan TiO2 rutile yang ditunjukkan dengan puncak
daerah 2θ = 27,50o
(d110 =3,2394 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 870-710,
puncak rutile ini pada suhu 600 o
C dan 700 o
C intensitasnya semakin tinggi
sedangkan pada puncak 2θ = 25,35o
(d101 = 3,5091 Å) intensitasnya semakin
rendah yang berarti semakin tinggi suhu semakin banyak TiO2 anatase yang
terkonversi menjadi rutile dikarenakan rutile merupakan bentuk stabil dari TiO2.
Pada suhu 600 o
C kristalinitas kristal yang terbentuk semakin baik sehingga
puncak-puncak yang terbentuk semakin terlihat jelas, muncul puncak-puncak baru
yang mengindikasikan TiO2 rutile dan TiO2 anatase. TiO2 rutile ditunjukkan
dengan puncak di daerah 2θ = 36,10o
(d101 = 2,4849 Å), 2θ = 39,20o
(d200 = 2,2952
Å), 2θ = 41,25o
(d111 = 2,1857 Å), 2θ = 44,05o
(d210 = 2,0531 Å), 2θ = 54,36o
(d211
= 1,6858 Å), 2θ = 56,66o
(d220 = 1,6227 Å) sesuai dengan standar JCPDS No. 870-
710 sedangkan TiO2 anatase ditunjukkan dengan puncak di daerah 2θ = 37,05o
(d004 = 2,48493 Å) dan 2θ = 38,55o
(d112 = 2,3324 Å) sesuai dengan standar
JCPDS No. 782-486. Pada suhu 700 o
C puncak-puncak yang mengindikasikan
TiO2 anatase intensitasnya menurun drastis dan sebagian puncak TiO2 anatase
menghilang sedangkan puncak yang mengindikasikan TiO2 rutile semakin tinggi
intensitasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Untuk mengetahui persentase pembentukan masing-masing fase TiO2
murni dapat ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Persentase relatif fase anatase dan fase rutile pada standar TiO2 murni
pada variasi suhu kalsinasi.
Tabel 1. Rasio A/R pada TiO2 Murni
TiO₂ variasi suhu kalsinasi
400 500 600 700
A/R 1 : 0 1 : 0,064 1 : 0,716 1 : 9,929
Dari diagram batang dan tabel diatas menunjukkan bahwa pada suhu
termal 400 o
C dihasilkan TiO2 anatase yang besar yaitu 100 % sedangan dengan
bertambahnya suhu kalsinasi maka dapat meningkatkan perubahan bentuk fase
TiO2 anatase menjadi fase TiO2 rutile. Dapat disimpulkan bahwa TiO2 anatase
tidak tahan terhadap suhu yang tinggi yang ditandai dengan perubahan bentuk dari
fase anatase ke fase rutile yang semakin meningkat pada suhu kalsinasi 500 o
C -
700 oC.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar 8. Spektra difraksi sinar-X dari material hasil sintesis dengan variasi
suhu 300 oC -700
oC.
Tabel 2. Standar JCPDS dari Cr₂O₃ dan (Ti0,12Cr0,88)₂O₃ sebagai Pembanding
serta Komposit Hasil Sintesis.
hkl 012 104 110 113 024 116
Cr₂O₃ JCPDS
No. 381-479
24,494° 33,597° 36,196° 41,48° 50,22° 54,852°
(Ti0,12Cr0,88)₂O₃ JCPDS
No.820-211
24,431° 33,503° 36,1° 41,363° 50,07° 54,678°
Komposit Hasil
Sintesis 24,600° 33,502° 36,302° 41,553° 50,154° 54,805°
Analisa XRD material hasil sintesis dapat ditunjukkan pada Gambar 8.
Pada gambar tersebut menunjukkan perbandingan difraktogram dengan variasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
suhu. Pada suhu 400 oC secara keseluruhan spektra hasil XRD belum
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan spektra hasil XRD pada suhu
300 oC, tetapi pada suhu 400
oC memiliki puncak yang lebih tinggi dan runcing
bila dibandingkan dengan material hasil sintesis pada suhu 300 oC, hal ini
dikarenakan semakin tinggi suhu akan mempengaruhi perkembangan kristal yang
terbentuk. Pada suhu 400 oC kristal mulai terbentuk sedangkan pada suhu 300
oC
masih dalam bentuk amorf sehingga puncak yang terbentuk tidak begitu runcing
dan intensitasnya rendah, begitu juga dengan material hasil sintesis suhu 150 oC
masih dalam bentuk amorf dan sangat higroskopis sehingga tidak dilakukan
karakterisasi dengan XRD. Dari gambar spektra XRD material hasil sintesis suhu
300 o
C dan 400 oC diketahui muncul puncak yang mengindikasikan Cr2O3 yang
ditunjukkan dengan puncak 2θ di daerah 2θ = 24,60o
(d102 = 3,6144 Å), 2θ =
36,30o (d110 =2,4717 Å), 2θ = 41,55
o (d113 = 2,1707 Å), 2θ = 54,80
o (d116 = 1,6730
Å) yang sesuai dengan standar JCPDS No. 381-479 (Tabel 2), sedangkan puncak
pada 2θ = 33,50o (d104 = 2,6716 Å), 2θ = 50,15
o (d024 = 1,8167 Å)
mengindikasikan puncak (Ti0,12Cr0,88)2O3 sesuai dengan standar JCPDS No. 820-
211(Tabel 2). Pada penelitian Chen et al, (2009) dan Gallardo et al, (2008)
sebagian dari TiO2 tersubtitusi dalam Cr2O3 sehingga puncak yang terdeteksi
sebagai (Ti0,12Cr0,88)2O3. Dari gambar spektra hasil XRD pada suhu 500 oC
diketahui muncul puncak baru yang mengindikasikan kehadiran TiO2 anatase
yang ditunjukkan dengan puncak di daerah 2θ = 25,30o
(d101 = 3,5159Å) sesuai
dengan standar JCPDS No.782-486. Dari gambar spektra hasil XRD pada suhu
600 oC diketahui muncul dua puncak TiO2 anatase yang ditunjukkan dengan
puncak di daerah 2θ = 25,35o
(d101 = 3,5091 Å) dan 2θ = 48,05o
(d200 = 1,8911Å)
sesuai dengan standar JCPDS No. 782-486, sedangkan pada suhu kalsinasi 700 oC
puncak TiO2 anatase mulai menurun intensitasnya.
Bila dibanding dengan TiO2 murni, TiO2 dengan penambahan Cr3+
meningkatkan kristalinitas yang ditunjukkan pada suhu 300 oC telah terbentuk
puncak-puncak yang lebih runcing sedangkan TiO2 murni hanya terlihat satu
puncak yang melebar yang di tunjukkan pada Gambar 6 dan 8. TiO2 dengan
penambahan Cr3+
juga mampu menahan pertumbuhan rutile pada suhu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
tinggi terbukti dengan tidak munculnya puncak rutile pada suhu 500 oC sedangkan
pada TiO2 murni mulai muncul puncak rutile pada suhu 500 oC dan terlihat jelas
pada suhu 600 o
C-700 o
C dengan puncak TiO2 rutile yang intensitasnya semakin
tinggi dan runcing dengan diikuti menurunnya intensitas pada puncak TiO2
anatase. Dengan kata lain TiO2 dengan penambahan Cr3+
mempunyai ketahanan
termal pada suhu tinggi dibanding dengan TiO2 murni dengan ditunjukkan tidak
terdapat puncak rutile dalam komposit sehingga penambahan Cr3+
dapat menahan
kenaikkan ukuran kristal selama proses pemanasan berlangsung. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pirault et al. (2007) bahwa dengan
penambahan Cr3+
dapat menahan pertumbuhan ukuran kristal sehingga menahan
perubahan bentuk kristal ke bentuk rutile yang memiliki ukuran kristal ~30 nm.
Untuk mengetahui persentase pembentukan masing-masing TiO2 fase
anatase, Cr2O3 dan (Ti0,12Cr0,88)2O3 pada material hasil sintesis dapat ditunjukkan
pada Gambar 9.
Gambar 9. Presentase relatif TiO2 fase anatase, Cr2O3 dan (Ti0,12Cr0,88)2O3 pada
material hasil sintesis dengan variasi suhu kalsinasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Dari diagram batang pada Gambar 9. menunjukkan bahwa semakin besar
suhunya maka pembentukkan Cr2O3 dan (Ti0,12Cr0,88)2O3 semakin meningkat
sedangkan TiO2 fase anatase juga meningkat dari suhu 500 oC ke 600
oC dan
menurun pada suhu 700 o
C. Terjadinya pembentukkan (Ti0,12Cr0,88)2O3 dan Cr2O3
akan mempengaruhi fotoaktivitas dalam mendegradasi Rhodamin B, dengan kata
lain pembentukkan (Ti0,12Cr0,88)2O3 dan Cr2O3 juga dapat mempengaruhi
fotoaktifitas seperti TiO2 anatase dan lebih lanjut dijelaskan dalam aktivitas
komposit dalam mendegradasi Rhodamin B.
2. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola yang khas
sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi material tersebut dan juga
menunjukkan keberadaan gugus-gugus fungsional utama dalam struktur senyawa
yang diidentifikasi. Selain itu analisa FT-IR digunakan untuk memperkuat
identifikasi dari XRD. Analisa dari FT-IR dengan membandingkan hasil
karakterisasi dari TiO2 dan komposit TiO2-Cr2O3 sehingga didapatkan serapan-
serapan khusus yang merupakan karakteristik keduanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 10. Spektra FT-IR (a) TiO2 murni (b) Komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu
400 oC
Hasil analisis dengan spektroskopi inframerah (FT-IR) TiO2 murni
ditunjukkan Gambar 10 (a). Sedangkan untuk komposit TiO2-Cr2O3 ditunjukkan
Gambar 10 (b). Pada serapan pada bilangan gelombang 459,06 cm-1
yang
merupakan vibrasi Ti-O-Ti (Luu et al., 2010; Merouani et al., 2007), Sedangkan
gelombang 536,21 cm-1
(a) dan 549.71cm-1
(b) yang merupakan vibrasi tekuk Ti-
O (Luu et al., 2010). Bilangan gelombang pada 1531,78 cm-1 (a) dan 1625.99 cm
-1
(b) menunjukan vibrasi tekuk dari –OH dan untuk serapan pada 2843,07 cm-1
(a)
dan 2841.15 cm-1
(b) merupakan serapan lemah dari Ti-O. Pada bilangan
gelombang 3406,72 cm-1
(a) dan 3404.36 cm-1
(b) menunjukkan vibrasi ulur
serapan Ti-OH (Luu et al., 2010; Balachandaran et al., 2011; Crisan et al., 2000).
Pada spektra FT-IR komposit TiO2-Cr2O3 yang ditunjukkan oleh
Gambar 12 (b). Pada spektra tersebut muncul serapan baru pada bilangan
(a
)
(b)
2283.72
3406,72
2843,07
1531,78
3404.36
2841.15
1625.99
459
549
536,21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
gelombang 2283.72 cm-1
yang menunjukkan vibrasi O – Cr pada Cr2O3 (Esparza
et al., 2011). Dengan adanya serapan tersebut mengidentifikasikan bahwa
terbentuknya Cr2O3.
3. X-Ray Flouresence (XRF)
Analisa dengan menggunakan fluoresensi sinar-X untuk menganalisis
unsur-unsur atau senyawa dalam komposit TiO2-Cr2O3 dengan prinsip eksitasi
elektron dari kulit luar ke kulit dalam. Hasil dari fluoresensi sinar-X ditunjukkan
pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan adanya kandungan TiO2 dan Cr2O3
pada masing-masing komposit TiO2-Cr2O3 dengan variasi suhu kalsinasi. Pada
analisa XRF ini terdapat kandungan selain TiO2 dan Cr2O3 dikarenakan
penggunaan beberapa senyawa untuk preparasi sampel dalam analisis XRF. Jika
dilihat dari Tabel 3. Cr2O3 lebih dominan terhadap TiO2, karena Cr2O3 lebih
dominan sekitar dua kali dari TiO2 sehingga dimungkinkan TiO2 tersubstitusi
dalam Cr2O3. Untuk mengetahui lebih jelas komposisi persentase TiO2 dan
persentase Cr2O3 dapat dilihat dari diagram batang perbandingan rasio TiO2 dan
Cr2O3 pada komposit TiO2-Cr2O3 masing-masing variasi yang ditunjukkan pada
Gambar 11.
Tabel 3. Hasil Data Analis Fluoresensi Sinar-X Komposit TiO2-Cr2O3 dengan
Variasi Suhu Kalsinasi
Suhu kalsinasi (˚C) TiO₂ % Cr₂O₃ % lain-lain %
400 30,75 68,99 0,26
500 30,72 69,01 0,27
600 30,79 68,65 0,56
700 30,25 68,94 0,81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar 11. Hasil analisa XRF pada komposit TiO2-Cr2O3
I. Fotodegradasi Standar TiO2 dan Komposit TiO2-Cr2O3
1. Fotodegradasi Rhodamin B dengan Standar TiO2
Uji aktivitas TiO2 murni untuk degradasi Rhodamin B dengan variasi
waktu dilakukan pada TiO2 murni variasi suhu 400 o
C - 700 o
C. Hasil degradasi
Rhodamin B ditunjukkan Gambar 12-15. Sebanyak 0,01 gram TiO2 murni
dimasukkan ke dalam 25 ml Rhodamin B 5 ppm yang kemudian disinari lampu
halogen dalam reaktor dengan variasi waktu. Variasi waktu yang digunakan yaitu:
0 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit.
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4
400 °C 500 °C 600 °C 700 °C
%
variasi suhu
Komposisi
TiO₂ %
Cr₂0₃ %
lain-lain %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar 12. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu kalsinasi
400 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60 menit (c),
120 menit (d), 180 menit (e).
Gambar 13. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu kalsinasi
500 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60 menit (c),
120 menit (d), 180 menit (e).
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
a
b
c
d
e
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
a
b
c
d e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 14. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu kalsinasi
600 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60 menit (c),
120 menit (d), 180 menit (e).
Gambar 15. Kurva degradasi Rhodamin B oleh TiO2 murni pada suhu kalsinasi
700 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60 menit (c),
120 menit (d), 180 menit (e).
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
a
b
c
d
e
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
400 450 500 550 600 650 700 750 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
a
b
c
d
e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 12-15. Menunjukkan spektra penurunan absorbansi Rhodamin B
dengan variasi waktu penyinaran selama: 0 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit,
180 menit oleh masing-masing variasi suhu TiO2 murni. Dari gambar tersebut
dapat dilihat bahwa penurunan absorbansi Rhodamin B semakin besar sejalan
dengan bertambahnya waktu penyinaran dari 0 menit sampai 180 menit. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran sinar visibel yang
diberikan maka akan semakin besar penurunan absorbansi Rhodamin B.
Tabel 4. Hasil Degradasi Rhodamin B pada TiO2 Murni
variasi suhu oC
Persentase Degradasi Rhodamin B %
30 menit 60 menit 120 menit 180 menit
400 22,96 31,91 36,22 43,15
500 2,46 4,15 19,77 37,97
600 5,29 14,87 15,34 26,74
700 7,39 12,65 14,04 14,49
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Liu dan Gao. (2005);
Wei dan Chen. (2009); dan Xing et al. (2009) yang membuktikan bahwa semakin
lama waktu penyinaran sinar visibel akan memberikan pengaruh pada aktivitas
fotokatalitik TiO2 murni yang semakin meningkat (Tabel 4). Hal ini dikarenakan
semakin lama penyinaran sinar visibel, akan semakin banyak elektron yang terus
tereksitasi dan berperan dalam aktivitas fotodegradasi Rhodamin B. Pada
degradasi Rhodamin B dengan TiO2 murni, semakin tinggi suhu persentase
degradasi semakin menurun dikarenakan semakin banyak TiO2 anatase yang
berubah menjadi rutile sehingga aktivitas fotokatalitiknya menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 16. Hasil fotodegradasi Rhodamin B pada TiO2 murni dengan variasi
suhu.
Pada grafik yang ditunjukkan Gambar 16. Memperlihatkan hasil
degradasi Rhodamin B dari TiO2 murni dengan variasi suhu kalsinasi dan variasi
waktu penyinaran. Dari grafik tersebut terlihat penurunan aktivitas fotokatalis
TiO2 pada variasi suhu kalsinasi dari 400 ˚C sampai dengan 700 ˚C. Hasil terbaik
adalah pada suhu 400 ˚C, hal tersebut didukung dengan hasil karakterisasi XRD
dimana pada suhu ini memiliki struktur yang paling baik dengan terbentuk 100%
TiO2 fase anatase sehingga fotoaktivitasnya paling baik juga.
2. Fotodegradasi Rhodamin B dengan Komposit TiO2-Cr2O3
Uji aktivitas komposit TiO2-Cr2O3 untuk degradasi Rhodamin B dengan
variasi waktu dilakukan pada komposit TiO2-Cr2O3 variasi suhu 400 o
C - 700 o
C.
Hasil degradasi Rhodamin B ditunjukkan Gambar 17-20. Sebanyak 0,01 gram
komposit dimasukkan ke dalam 25 ml Rhodamin B 5 ppm yang kemudian disinari
lampu halogen dalam reaktor dengan variasi waktu. Variasi waktu yang
digunakan yaitu: 0 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 50 100 150 200
A/A₀
Waktu (menit)
400
500
600
700
rod
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 17. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu
kalsinasi 400 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60
menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e).
Gambar 18. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu
kalsinasi 500 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60
menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e).
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang (nm )
a b
c
d
e
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
0.16
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang (nm)
a
b
c d
e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 19. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu
kalsinasi 600 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60
menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e).
Gambar 20. Kurva degradasi Rhodamin B oleh komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu
kalsinasi 700 oC dengan Variasi Waktu 0 menit (a), 30 menit (b), 60
menit (c), 120 menit (d), 180 menit (e).
Gambar 17-20. Menunjukkan spektra penurunan absorbansi Rhodamin B
dengan variasi waktu penyinaran selama: 0 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit,
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
0.16
0.18
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelobang (nm)
a
b
c
d
e
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
400 500 600 700 800
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
a b
c d e
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
180 menit oleh masing-masing variasi suhu komposit TiO2-Cr2O3. Dari gambar
tersebut dapat dilihat bahwa penurunan absorbansi Rhodamin B semakin besar
sejalan dengan bertambahnya waktu penyinaran dari 0 menit sampai 180 menit.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyinaran sinar visibel
yang diberikan maka akan semakin besar penurunan absorbansi Rhodamin B.
Degradasi Rhodamin B terjadi apabila terbentuk O2• atau OH• yang akan
memecah Rhodamin B menjadi senyawa ramah lingkungan. Apabila standar atau
komposit terkena energi foton dari sinar visibel maka unsur yang peka terhadap
sinar visibel akan meresponnya dalam hal ini adalah TiO2 dan Cr2O3. Pada standar
TiO2, ketika TiO2 menyerap sinar visibel maka elektron pada pita valensi akan
tereksitasi ke pita konduksi ( e- ) dan meninggalkan hole ( h
+ ) pada pita valensi
yang bermuatan positif. Selanjutnya elektron yang tereksitasi akan bereaksi
dengan O2 menghasilkan O2• dan apabila bereaksi dengan H2O menjadi OH•.
Sedangkan pada komposit TiO2-Cr2O3 dan TiO2-(Ti0,12Cr0,88)2O3, ketika Cr2O3
menyerap sinar visibel maka elektron pada pita valensi akan tereksitasi ke pita
konduksi ( e- ) dan meninggalkan hole ( h
+ ) pada pita valensi yang bermuatan
positif. Elektron yang terseksitasi akan terjebak pada permukaan Cr2O3 dan
sebagian ada yang rekombinasi menghasilkan panas. Elektron yang terjebak pada
permukaan Cr2O3 akan berpindah ke pita konduksi TiO2 melalui mekanisme
injeksi. Selanjutnya elektron yang tereksitasi akan bereaksi dengan O2
menghasilkan O2• dan apabila bereaksi dengan H2O menjadi OH•. Gugus–gugus
radikal tersebut yang akan mendegradasi Rhodamin B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 21. Kurva degradasi Rhodamin B pada TiO2 murni pada suhu 400 oC
yang telah dalam bentuk kristal.
Pada Gambar 21. dalam kurva degradasi Rhodamin B terjadi degradasi
Rhodamin B dimana muncul beberapa puncak dengan puncak utama yang akan
mencapai panjang gelombang maksimum pada 543 nm sedangkan puncak–
puncak yang lain yang lebih rendah yaitu sekitar 365 nm merupakan bentuk
intermediet Rhodamin B sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustavsson
dan Schuler (2010). Pada penelitian ini tidak dilakukan degradasi Rhodamin B
menggunakan TiO2 murni dan komposit pada suhu kalsinasi 150 o
C dan 300 o
C
dikarenakan material tersebut masih berbentuk amorf, seperti layaknya senyawa
amorf lain yang tidak memiliki keteraturan susunan atom sehingga bahan tersebut
tidak memiliki keteraturan pita konduksi dan valensi, karena hal tersebut material
ini tidak dapat melakukan aktivitas fotokatalitik dengan baik (Rospiati, 2006).
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
230 330 430 530 630 730
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang ( nm )
Intermediet hasil
pemecahan
Rhodamin B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 5. Hasil Degradasi Rhodamin B pada Komposit TiO2-Cr2O3
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Liu dan Gao. (2005);
Wei dan Chen. (2009); dan Xing et al. (2009) yang membuktikan bahwa semakin
lama waktu penyinaran sinar visibel akan memberikan pengaruh pada aktivitas
fotokatalitik komposit yang semakin meningkat (Tabel 5). Hal ini dikarenakan
semakin lama penyinaran sinar visibel, akan semakin banyak elektron yang terus
tereksitasi dan berperan dalam aktivitas fotodegradasi Rhodamin B. Pada
degradasi Rhodamin B diperoleh hasil terbaik pada komposit dengan pemanasan
700 oC. Hasil ini berkaitan dengan struktur TiO2-Cr2O3 dan TiO2-(Ti0,12Cr0,88)2O3.
Gambar 22. Hasil fotodegradasi Rhodamin B pada komposit TiO2-Cr2O3 dengan
variasi suhu.
variasi
suhu
Persentase Degradasi Rhodamin B %
30 menit 60 menit 120 menit 180 menit
400 oC 2,99 3,80 10,59 18,13
500 oC 6,73 8,41 11,16 24,02
600 oC 19,34 25,01 28,31 29,49
700 oC 15,00 32,92 57,34 74,71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Pada grafik yang ditunjukkan Gambar 22. memperlihatkan hasil
degradasi Rhodamin B dari komposit TiO2-Cr2O3 berbagai variasi suhu 400 o
C-
700 oC. Dari grafik tersebut terlihat peningkatan aktivitas fotokatalis setelah
penambahan Cr3+
mengalami penurunan absorbansi. Hasil yang paling baik
adalah pada komposit TiO2-Cr2O3 pada suhu 700 o
C dengan waktu penyinaran
180 menit, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan
struktur dari TiO2-Cr2O3 dan TiO2-(Ti0,12Cr0,88)2O3 sehingga efektif sebagai
fotokatalitik yang menghasilkan persentase Rhodamin B yang terdegradasi paling
tinggi. Cr2O3 atau Cr3+
berwarna hijau yang dapat bertindak sebagai fotosensitiser
sehingga dapat dipakai untuk memperbesar keterbatasan sensitivitas spektral dari
semikonduktor TiO2 dengan gap energi yang tinggi yaitu 3,2 eV sehingga
permukaan TiO2 dimodifikasi dengan menggunakan molekul sensitiser berwarna
dikarena dengan adanya sensitiser berwarna dapat memperbaiki sifat pada TiO2.
Jika potensial oksidasi dari sensitiser lebih tinggi dibanding band konduktansi
TiO2, menyusul eksitasi awal pewarna yang menyerap cahaya, elektron
dimasukkan dari sensitiser yang tereksitasi ke dalam pita konduksi TiO2. Elektron
yang berada di pita konduksi TiO2 dapat menginisiasi pembentukan radikal O2•
dan OH• sehingga mampu mendegradasi senyawa organik, hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Kim et al. (2007). sehingga semakin banyak
pembentukan radikal O2• dan OH• semakin besar pula Rhodamin B yang
terdegradasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian dan pembahasan
adalah sebagai berikut :
1. Penambahan Cr3+
mempengaruhi pertumbuhan kristal TiO2.
a. Tidak terbentuk TiO2 fase rutile sampai dengan pemanasan 700 oC.
b. Terbentuk komposit TiO2-Cr2O3 dan TiO2–(Ti0,12Cr0,88)2O3
2. Penambahan Cr3+
terjadi peningkatan fotoaktivitas TiO2 dalam mendegradasi
zat warna Rhodamin B.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait pada penelitian ini adalah perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai degradasi Rhodamin B dengan
menggunakan lapis tipis hasil sintesis TiO2 ataupun lapis tipis komposit
TiO2- Cr2O3 dan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan variasi TiO2 untuk
mengetahui lebih detail pengaruhnya.