Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

22
Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar Terhadap Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Sintered Copper Powder Wick Untuk Aplikasi Heat Pipe Dimas Raditya Ibnu Dwiyanta, Nandy Setiadi Djaya Putra Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI- Depok Email: [email protected] ABSTRAK Wick atau sumbu kapiler pada heat pipe berfungsi untuk menghantarkan kalor melalui fluida cair dari kondensor menuju evaporator akibat adanya tekanan kapilaritas yang menyebabkan fluida kerja dapat mengalir melalui pori – pori pada wick. Tekanan kapilaritas dipengaruhi oleh sudut kontak yang terbentuk antara fluida cair dengan wick. Semakin tinggi wetability, maka semakin kecil sudut kontak yang terbentuk sehingga tekanan kapilaritas pun akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran butir tembaga, gaya kompaksi dan temperatur sintering pada proses pembuatan wick serta pengaruh paparan udara pada temperatur ruang terhadap sudut kontak yang terbentuk pada permukaan wick dengan air (H 2 O) sebagai fluidanya. Dengan begitu dapat diketahui parameter pabrikasi yang paling baik untuk menghasilkan wick dengan wetability yang tinggi dengan kata lain sudut kontak terkecil. Dari percobaan diperoleh dengan meningkatnya ukuran butir tembaga maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin kecil. Sedangkan peningkatan gaya kompaksi dan temperatur sintering menyebabkan kenaikan pada sudut kontak. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 µm dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar 32,131°. Semakin lama wick terpapar pada udara bebas, maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar, dan setelah hari ke-7 permukaan wick berubah menjadi hidropobik (sudut kontak > 90°). Effect of Fabricating Parameter and Room Ambient Air on Contact Angle on Sintered Copper Powder Surface for Heat Pipe Application ABSTRACT The wicks in heat pipe are used to transfer the heat with liquid from the condenser to the evaporator due to capillary pressure. Capillary presssure is affected by contact angle between liquid and the wick. The capillary pressure become higher as the increasing contact angle. The aim this study is to investigate the effect of copper powder diameter, forming force and sintering temperature, and the effect of room ambient air on contact angle so that fabrication parameters can be controlled to get the minimum contact angle that used a water as the working fluid. It is demonstrated that when copper powder diameter become higher, the contact angle become smaller. Moreover, when the forming force and sintering temperature increase, the contact angle become higher. The minimum contact angle value (32,131°) obtained when the diameter of the copper powder 200 µm that formed with 40 kN and sintered at 800°C. In addition, the contact angle get higher in time when exposed to room ambient air. After 7 days, the wick surface become hydrophobic (contact angle >90°). Keywords: contact angle; surface free energy; surface tension; wetability; wick Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Transcript of Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Page 1: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar Terhadap Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Sintered Copper Powder Wick Untuk

Aplikasi Heat Pipe

Dimas Raditya Ibnu Dwiyanta, Nandy Setiadi Djaya Putra

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI- Depok

Email: [email protected]

ABSTRAK

Wick atau sumbu kapiler pada heat pipe berfungsi untuk menghantarkan kalor melalui fluida cair dari

kondensor menuju evaporator akibat adanya tekanan kapilaritas yang menyebabkan fluida kerja dapat mengalir melalui pori – pori pada wick. Tekanan kapilaritas dipengaruhi oleh sudut kontak yang terbentuk antara fluida cair dengan wick. Semakin tinggi wetability, maka semakin kecil sudut kontak yang terbentuk sehingga tekanan kapilaritas pun akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari ukuran butir tembaga, gaya kompaksi dan temperatur sintering pada proses pembuatan wick serta pengaruh paparan udara pada temperatur ruang terhadap sudut kontak yang terbentuk pada permukaan wick dengan air (H2O) sebagai fluidanya. Dengan begitu dapat diketahui parameter pabrikasi yang paling baik untuk menghasilkan wick dengan wetability yang tinggi dengan kata lain sudut kontak terkecil. Dari percobaan diperoleh dengan meningkatnya ukuran butir tembaga maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin kecil. Sedangkan peningkatan gaya kompaksi dan temperatur sintering menyebabkan kenaikan pada sudut kontak. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 µm dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar 32,131°. Semakin lama wick terpapar pada udara bebas, maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar, dan setelah hari ke-7 permukaan wick berubah menjadi hidropobik (sudut kontak > 90°).

Effect of Fabricating Parameter and Room Ambient Air on Contact Angle on Sintered Copper Powder Surface for Heat Pipe Application

ABSTRACT

The wicks in heat pipe are used to transfer the heat with liquid from the condenser to the evaporator due

to capillary pressure. Capillary presssure is affected by contact angle between liquid and the wick. The capillary pressure become higher as the increasing contact angle. The aim this study is to investigate the effect of copper powder diameter, forming force and sintering temperature, and the effect of room ambient air on contact angle so that fabrication parameters can be controlled to get the minimum contact angle that used a water as the working fluid. It is demonstrated that when copper powder diameter become higher, the contact angle become smaller. Moreover, when the forming force and sintering temperature increase, the contact angle become higher. The minimum contact angle value (32,131°) obtained when the diameter of the copper powder 200 µm that formed with 40 kN and sintered at 800°C. In addition, the contact angle get higher in time when exposed to room ambient air. After 7 days, the wick surface become hydrophobic (contact angle >90°).

Keywords: contact angle; surface free energy; surface tension; wetability; wick

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 2: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Pendahuluan

Heat pipe dikembangkan sejak tahun 1960 yang saat itu muncul sebagai solusi untuk

menangani masalah peningkatan nilai panas dari sistem elektronik [28]. Keuntungan dari heat

pipe adalah tidak perlu menggunakan energi tambahan agar beroperasi. Wick adalah

komponen sebagai wadah untuk tempat mengalirnya fluida cair dengan proses kapilaritas

menuju evaporator atau sumber panas dari kondensor. Wick ini dapat berupa dari wire mesh,

metal foam, atau sintered metal powder. Fluida kerja adalah sebagai media untuk mentransfer

panas dari evaporator menuju kondensor lalu dibuang ke lingkungan. Fluida kerja dapat

berupa air, logam cair, atau nanopartikel.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa dari heat pipe, yaitu daya kapilaritas

dan daya basah (wetability) dari wick dan properties dari fluida kerja yang digunakan. Daya

kapilaritas adalah kemampuan untuk mempertahankan beda tekanan antara cairan dengan gas

dalam sebuah sruktur berongga. Fenomena kapilaritas dapat ditemukan pada kenaikkan atau

penurunan fluida cair dalam sebuah tabung. Dalam kasus ini, pemukaan liquid akan naik jika

gaya tarik antara dinding tabung dan molekul zat cair yang cukup kuat untuk mengatasi

tegangan permukaan atau kohesi dari liquid. Sedangkan daya basah (wetability) ini erat

kaitannya dua komponen yaitu dengan wick yang merupakan komponen dari heat pipe dan

fluida yang digunakan. Parameter untuk menentukan wetability adalah dengan mengukur

sudut kontak cairan pada permukaan wick. Semakin kecil sudut kontak yang terbentuk berarti

memiliki sifat untuk cenderung membasahi permukaan. Fenomena zat cair untuk membasahi

permukaan disebut hidropilik yang ditandai dengan sudut kontak yang kurang dari 90°.

Sebaliknya jika zat cair cenderung untuk tidak membasahi permukaan disebut hidropobik dan

ditandai dengan sudut kontak melebihi 90°. Sudut kontak yang terbentuk dari droplet (zat

cair) dengan permukaan wick harus sekecil mungkin agar meningkatkan daya kapilaritas.

Penambahan zat aditif pada fluida dapat dilakukan untuk merubah properties pada fluida

misalnya meningkatkan tegangan permukaan untuk meningkatkan kinerja heat pipe.

Wick sangat mempengaruhi performa dari heat pipe dalam hal proses perpindahan kalor.

Jika performa wick buruk maka proses perpindahan fluida cair dari kondesor menuju

evaporator akan mengganggu proses perpindahan panas. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi performa wick tersebut. Faktor - faktor tersebut adalah bahan wick, proses

pembuatan wick, faktor kondisi lingkungan (terutama saat penyimpanan). Pemilihan wick

harus sesuai dengan fluida yang digunakan agar memiliki wetability yang baik dan wick

tersebut tidak bereaksi (secara kimia) dengan fluida yang digunakan misalnya korosif, mudah

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 3: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

mengendap (fouling) dan sebagainya. Untuk memperbesar daya kapilaritas pada wick dapat

dilakukan dengan cara memperkecil ukuran pori. Chunjian Zhang [2] meneliti tentang

perbandingan sudut kontak Porous Copper Fiber Sintered Sheet (PCFSS) dengan porositas

yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara sudut kontak yang terbtnuk

dengan kontur permukaan benda.

Proses untuk membuat sintered powder wick adalah dengan proses pembuatan dengan

powder metallurgy yaitu dikompaksi untuk pembentukan lalu disintering. Sintered powder

wick ini dapat dibuat dengan cara proses forming (kompaksi) serbuk logam. Parameter

sintering merupakan faktor yang mempengaruhi dari kualitas dari wick tersebut diantaranya

adalah temperatur sintering, lama sintering, dan proses pendinginan. Selama proses sintering

ada fenomena penyusutan (shrinkage) yaitu eliminasi porositas pada partikel – partikel

serbuk. Semakin tinggi temperatur sintering dan semakin lama waktu sintering maka akan

semakin banyak porositas yang tereliminasi [28]. Proses fabrikasi ini akan berdampak kepada

porositas dan dsitribusi ukuran pori [6]. Dalam penulisan ini akan ditinjau pengaruh dari

proses fabrikasi tersebut terhadap wetability dari sintered powder wick.

Faktor kondisi lingkungan juga berpengaruh disini seperti kelembaban dan temperatur

lingkungan serta unsur – unsur yang berada di udara. Jika lingkungan sekitar memiliki tingkat

kelembaban yang tinggi maka lingkungan tersebut mengandung banyak partikel air. Selain itu

wick juga dapat tercemar oleh unsur – unsur lain, terutama pada permukaan yang biasanya

membentuk lapisan tipis (thick film). Mahmood R.S. Shizary meneliti tentang perubahan daya

basah (wetability) pada permukaan copper metal foams. Dalam penelitiannya membuktikkan

bahwa udara bebas mengkontaminasi permukaan copper metal foams yang merubah daya

basahnya.

Tinjauan Teori

2.1. Heat Pipe

Heat pipe adalah sebuah teknologi penghantaran panas dengan menggunakan pipa yang

berisi fluida kerja sebagai penghantar panas dari ujung yang panas ke ujung lain

sebagai pendingin. Pipa tersebut biasanya terbuat dari bahan aluminium, tembaga atau

tembaga berlapis nikel. Heat pipe digambarkan sebagai aplikasi yang diterapkan dalam

sistem refrigerasi. Menurut Gougler tujuan dari penemuan ini adalah untuk mengatasi

permasalahan pada penyerapan panas atau dengan kata lain penguapan fluida cair pada titik

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 4: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

tertentu dimana transfer panas terjadi tanpa penggunaan energi tambahan dalam

mensirkulasikan fluida kerja.

Gambar 2.1. Prinsip Kerja, Komponen dan Bagian dari Heat Pipe

Heat pipe terdiri dari 3 bagian yaitu evaporator, adiabatis dan kondenser yang dapat

dilihat pada gambar 2.1. Evaporator adalah bagian dimana terdapat sumber panas. Disinilah

terjadi perubahan fase dari fluida menjadi uap. Bagian adiabatis adalah bagian yang sama

sekali tidak mengalami heat transfer baik dari lingkungan ke sistem maupun sebaliknya (heat

loss). Dalam dunia nyata perpindahan kalor pasti terjadi pada daerah ini, tapi karena sangat

kecil dapat diabaikan dan dianggap tikda ada perpindahan kalor. Bagian kondenser adalah

bagian pada heat pipe yang mentransfer kalor dari sistem ke lingkungan atau membuang

kalor. Disini terjadi perubahan fase dari uap ke cair.

2.2. Sudut Kontak (!)

Sudut kontak adalah sudut yang tebentuk antara fluida cair dengan permukaan benda

solid. Sudut kontak adalah sebuah fungsi dari zat cair dan permukaan [16]. Sudut kontak

menjadi salah satu penentu atau parameter kualitas dari sumbu kapiler atau wick. Semakin

kecil sudut kontak maka semakin bagus daya kapilaritas dari wick. Sudut kontak sangat

berhubungan dengan tegangan permukaan yang akan menentukan besarnya sudut kontak.

Selain itu sudut kontak juga dipengaruhi oleh sifat dari kedua benda yang

dicampurkan/bercampur, yaitu sifat adhesi dan kohesi.

2.3. Daya Kapilaritas

Kapilaritas adalah kemampuan untuk menahan perbedaan tekanan antara cairan dengan

gas dalam sebuah struktur berongga. Kapilaritas berperan dalam mekanisme otomatis

mensirkulasikan fluida yang ada di dalam heat pipe. Perbedaan tekanan di evaporator dengan

kondenser yang dapat dipertahankan menyebabkan tekanan kapilaritas dapat berlangsung

berkesinambungan. Pada heat pipe, ketika daya kapilaritas bertanggung jawab terhadap

sirkulasi fluida, maka pemilihan fluida kerja berdasarkan sifat wetting dan non-wetting fluid

perlu dipertimbangkan.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 5: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Tekanan pada permukaan cairan yang berada di luar tabung sama dengan tekanan yang

berada di dalam tabung meskipun ketinggiannya berbeda. Tekanan tersebut dapat disamakan

sebagai teakanan atmosfir Pa. Cairan yang berada pada puncak tabung mempunyai tekanan P1

yang lebih tinggi dari cairan yang berada di dasar tabung. Berdasarkan tekanan hidrostatik

maka dapat dirumuskan sebagai :

!! = !! + !"ℎ (2.3)

Tekanan hidrostatis di dalam pipa sebanding dengan komponen tegangan permukaan

fluida pada jarak radius pipa r dengan sudut kontaknya ! disebut juga persamaan Young-

Laplace yang dirumuskan sebagai :

∆! = !! − !! =!!!!"#$ (2.4)

Persamaan tersebut merupakan tekanan kapilaritas maksimum pada tabung. Semakin

kecil jari-jari pori semakin besar tekanan kapilaritasnya yang berarti fluida di dalam pori atau

tabung seperti gambar 2.4 semakin tinggi. Jika dihubungkan dengan tegangan permukaan

fluida pada ketinggian tabung tertentu dirumuskan sebagai :

∆! = !"ℎ = !!!!"#$ (2.5)

Dimana :

∆! = !"#$%$%  !"#$%"&$'"(  (!/!!), ! = !"##"  !"#$%  !"#  (!"/!!),

! = !"#$"!%&%'  !"#$%&#'%  (9.8!/!!), ! = !"#$ − !"#$  !"#$  !"#"  !"#$"  !"#$%&'  (!),

ℎ = !"#$%&&$'%  !"#$%&  (!), ! = !"#$%#$%  !"#$%&''(  (!/!), dan

! = !"#"$  !"#$%!  (°)

2.4. Wenzel’s dan Cassie’s Model

Kekasaran permukaan (roughness) juga mempengaruhi wetability dari suatu permukaan

benda. Teori tentang kekasaran permukaan ini diperkenalkan oleh Wenzel yang menggunakan

pendekatan thermodynamic untuk memodifikasi persamaan Young. Persamaan Wenzel :

!"#!! = !  !"#$ (2.7)

!! adalah sudut kontak droplet yang muncul atau nampak pada permukaan benda solid.

r adalah roughness factor. Sedangkan ! adalah sudut kontak droplet pada permukaan yang

flat atau halus dengan jenis fluida cair yang sama (dengan faktor r adalah 1). Pada teori

Wenzel cairan pada permukaan akan memenuhi pori – pori pada permukaan atau mengikuti

bentuk dari permukaan benda.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 6: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Teori tentang kekasaran permukaan juga dilakukan oleh Cassie dan Baxter yang

menghubungkan antara sudut kontak !! dengan area fraction (f) yaitu fraksi kontak

permukaan benda solid dengan liquid. Berikut adalah persamaan Cassie :

!"#!! = !  !"#$ + 1 − 1 (2.8)

Dalam teori Cassie sudut kontak dari droplet ditentukan oleh seberapa banyak

permukaan solid yang kontak atau bersentuhan langsung dengan liquid. Dalam teori ini

terdapat udara yang masuk ke dalam pori – pori benda solid sehingga mengurangi kontak

droplet dengan liquid. Udara atau vapor yang terbawa atau berada dibawah droplet akan

memperbesar kontak area dengan permukaan solid sehingga f berkurang dengan sudut kontak

yang meningkat.

2.5. Porositas dan Ukuran Pori

Porositas (void fraction) adalah perbandingan ukuran ruang kosong (porous) dengan

total volume pada material. Porositas dinyatakan dalam nilai 0-1, atau 0-100%. Jadi porositas

pada struktur wick adalah perbandingan antara volume pori dengan padatan pada struktur

wick. Porositas sangat mempengaruhi dari perpindahan kalor maksimum [45]. Peningkatan

10% porositas mampu meningkatkan kalor yang dipindahkan hingga dua kali. Dari percobaan

lainnya heat pipe dengan porositas 37.1% dan 51.6% mempunyai pengaruh besar terhadap

perpindahan kalor. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar tingkat porositas material wick,

maka semakin tinggi pula rata-rata perpindahan kalornya.

Porositas dan ukuran pori juga mempengaruhi sudut kontak droplet. Kedua hal tersebut

sangat berkaitan terhadap tekstur permukaan atau kekasaran permukaan. Chunjian Zhang [2]

mengatakan bahwa saat porositas mencapai 70% didapatkan sudut kontak yang lebih kecil

dibandingkan dengan saat porositas meningkat hingga 80%. Lalu dia berpendapat bahwa pada

saat porositas mencapai 70%, jarak antara fiber (ukuran pore) lebih kecil dibandingkan besar

droplet dan mendekati Wenzel’s model. Sehingga udara sulit untuk memasuki pori - pori

(pore) yang mengakibatkan kontak (interfacial) cairan dengan permukaan semakin besar.

Semakin besar area kontak cairan dengan permukaan solid maka sudut kontak yang

dihasilkan semakin kecil. Saat porositas mencapai 80%, jarak antara fiber semakin jauh dan

ukuran pore semakin besar, maka udara dapat masuk ke dalam pori – pori bersama dengan

(tepatnya dibawah) butiran air (droplet). Maka sudut kontak pun semakin besar. Fenomena ini

sama dengan Cassies model. dalam pori – pori bersama dengan butiran air (droplet). Maka

sudut kontak pun semakin besar. Fenomena ini sama dengan Cassies model.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 7: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Selain itu ukuran pori juga mempengaruhi daya kapilaritas. Jinwang Li dan Yong Zou

[6] membuktikan bahwa diameter pori yang besar mengurangi daya kapilaritas dari si wick.

Dalam peneltiannya ukuran pori bisa didapatkan dengan memvariasikan ukuran butir serbuk

dan penambahan zat space holder atau pengisi ruang yaitu salah satunya adalah

microcrystalline cellulose.

2.6. Sumbu Kapiler (Wick)

Fungsi dari sumbu kapiler adalah sebagai media untuk penghantar kalor dari fluida dari

kondensor menuju evaporator serta menghasilkan tekanan kapilaritas yang dapat membuat

siklus tersebut berjalan. Sumbu kapiler juga harus mampu mendistribusikan cairan di sekitar

area evaporator ke berbagai area dimana kalor kemungkinan akan diterima oleh pipa kalor.

Dalam heat pipe, daya kapilaritas maksimum ∆!! pada wick harus lebih besar atau

sama dengan penjumlahan seluruh jatuh tekanan untuk memastikan bahwa kedua fase

tersebut dapat mengalir. Jika struktur wick mengantarkan cairan secara merata maka daya

kapilaritas pada wick dapat dituliskan menggunakan persamaan Young-Laplace. Yang

pertama adalah jatuh tekanan cairan ∆!! yang dibutuhkan untuk berpindah dari kondenser

menuju evaporator melalui wick. Lalu jatuh tekanan dari uap ∆!! yang dibutuhkan untuk

menggerakan fluida uap dari evaporator menuju kondensor. Jatuh tekanan uap dapat

disamakan dengan heat pipe konvensional dengan menganggap aliran yang terjadi bersifat

laminar. Yang terakhir adalah tekanan hidrostatik ∆!! akibat gravitasi yang bergantung

pada orientasi penempatan heat pipe.

Metodelogi Penelitian

Fabrikasi dari sintered copper powder wick

Proses untuk membuat sintered powder wick adalah dengan proses pembuatan dengan

powder metallurgy. Urutan dari proses pembuatan sampel sintered cooper powder adalah

proses forming atau kompaksi serbuk tembaga, proses sintering dan lalu proses pendinginan.

Ukuran serbuk yang digunakan adalah 100 µm, 200 µm dan 300 µm. Variasi pada gaya

kompaksi yang digunakan adalah 20 kN, 30 kN dan 40 kN. Sebelum melakukan kompaksi

serbuk tembaga sebanyak 10 gram dicampur dengan 0,03 gram PVAC agar serbuk tembaga

yang sudah dikompaksi tidak mudah hancur saat dikeluarkan dari dies. Lalu Serbuk tembaga

yang sudah dicampur dengan PVAC tersebut dituang ke dalam dies/cetakan. Lalu taruh tutup

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 8: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

atas di atas dies lalu mulai mengompaksi sesuai dengan gaya atau tekanan yang diperlukan.

Tutup atas dari dies menekan serbuk hingga tekanan yang dibutuhkan sehingga butiran-

butiran tersebut saling berikatan yang disebabkan oleh gaya Vanderwalls dan green density

dari serbuk tembaga pun meningkat akibat adanya penyusutan volume.

Gambar 3.1. Sampel Setelah a) dikompaksi dan b) setelah disintering

Setelah serbuk tembaga yang telah dikompaksi dimasukan ke dalam furnace. Lalu

temperatur sintering, lama sintering dan temperatur rate (dalam °C per menit) diatur.

Temperatur sintering yang digunakan adalah 600 °C, 700 °C dan 800 °C. Temperature rate

diatur sebesar 20 °C/min dan waktu pemanasan diatur selama 30 min. Setelah selesai, furnace

dimatikan dan sampel dibiarkan di dalam furnace hingga mencapai suhu ruang. Setelah itu

sampel dimasukan ke dalam plastik lalu siap untuk melakukan pengambilan data.

Gambar 3.2. Skematik Pembuatan Sintered Copper Powder Wick

Gambar 3.3. Skematik Pengambilan Data

Metode yang digunakan untuk pengukuran sudut kontak yang terbentuk pada permukaan

wick adalah dengan mengamati profile dari droplet pada permukaan wick dan mengukur

secara 2 dimensi sudut yang terbentuk antara permukaan benda solid dengan droplet.

Pengambilan data berupa video atau gambar menggunakan High Speed Video Camera

(HSVC). Komponen – komponen yang digunakan untuk pengambilan data antara lain CPU,

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 9: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

High Speed Camera beserta perlengkapan, Camera Nikorr, jarun suntik dengan dudukannya

dan pencahayaan/lampu 200 W. HSVC dihubungkan ke CPU menggunakan kabel dan

firewire card dengan begitu kontrol kamerra dilakukan dari CPU. Dalam proses pengambilan

data, droplet (0,01 g) diteteskan ke atas permukaan sampel melalui jarum suntik. Saat mulai

meneteskan droplet, saat itu juga proses perekaman dengan kamera dimulai. Setelah itu,

gambar yang didapatkan lalu dilakukan image processing untuk mendapatkan gambar yang

lebih tajam sehingga pengukuran sudut dengan menggunakan software imageJ lebih mudah.

Semua pengukuran dilakukan pada rentang suhu 30 °C – 35 °C.

Untuk melakukan pengambilan data terdapat beberapa urutan untuk set up alat - alat

yang dibutuhkan. Berikut adalah uraian mengenai set up alat untuk pengambilan data :

1. Menyiapkan High Speed Video Camera beserta kelengkapan seperti tripod, kabel

USB, Firewire card, dan kabel power. Pasang kamera pada tripod dan hubungkan

kamera ke CPU melalui firewire card. CPU akan men-display objek yang

ditangkap oleh kamera. Pengambilan data ini dilakukan pada temperatur 30 °C -

35 °C.

2. Memberi jarak antara kamera dan sampel (titik pusat) adalah sekitar 30 cm.

3. Menyiapkan lampu 200 Watt untuk penerangan. Setelah itu melakukan

pengaturan terhadap posisi penerangan agar mendapat cahaya yang cukup saat

melakukan pengambilan gambar atau video.

4. Setelah itu mengatur fokus lensa dan mengatur pencahayaan pada lensa. Biasanya

dilakukan dengan cara menaruh tulisan di kertas yang sangat kecil lalu diletakkan

sejajar dengan objek yang akan diamati. Lalu diatur hingga tulisan tersebut

terlihat jelas.

5. Menyiapkan jarum suntik dan penyangganya.

6. Taruh sampel dibawah jarum suntik. Lalu usahakan jarak ujung jarum dengan

sampel 3 - 4 mm. Droplet air yang diteteskan sebesar 0,01 g.

7. Melakukan pengambilan gambar atau video pada sampel dengan cara

mengaktifkannya dari CPU. Lampu 200 Watt dinyalakan dan air pun diteteskan

dari jarum suntik.

8. Lalu pengambilan gambar dihentikan melalui CPU setelah selesai pengambilan

data pada sampel pertama. Pada satu sampel dilakukan 3 hingga 4 kali

pengambilan gambar pada titik yang berbeda secara acak. Lalu hal ini juga

dilakukan pada sampel - sampel berikutnya.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 10: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

9. Setelah selesai mengambil gambar atau video, yang dilakukan adalah memotong

video sesuai dengan kebutuhan agar ukuran file tidak terlalu besar, lalu

menyimpannya (save).

10. Setelah itu baru dilakukan image processing berupa pengaturan contrast dan

brightness

11. Pengolahan data berupa pengukuran terhadap sudut kontak melalui gambar yang

telah diambil dengan menggunakan software imageJ. Metode yang digunakan

untuk pengukuran adalah mengamati profile dari droplet pada permukaan wick

dan mengukur secara 2 dimensi sudut yang terbentuk.

Gambar 3.15. Tampilan Software ImageJ

12. Pilih “angle tool” pada tampilan pada gambar 3.15 yang berfungsi untuk

mengukur sudut pada droplet.

Gambar 3.16. Mengukur Sudut pada Droplet Menggunakan ImageJ

13. Lalu tarik garis berwarna kuning seperti pada gambar 3.16 sehingga membentuk

sudut pada droplet

Gambar 3.17. Tampilan Untuk Mengukur Nilai Sudut pada ImageJ

14. Untuk mengetahui nilai sudut maka pilih ”Analyze” lalu pilih “Measure” seperti

pada gambar 3.17.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 11: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 3.18. Tampilah Hasil Pengukuran Menggunakan ImageJ

15. Lalu akan muncul tampilan seperti pada gambar 3.18 setelah melakukan beberapa

kali pengukuran. Lalu hasil tersebut dicari rata – ratanya.

16. Pengukuran tersebut dapat dilakukan berkali – kali agar mendapatkan nilai yang

pasti dan sering muncul mengurangi error akibat dari pengelihatan manusia

Hasil penelitian dan Pembahasan

4.1. Analisis Pengaruh Ukuran Serbuk Dan Gaya Kompaksi Terhadap Sudut Kontak

Droplet Pada Permukaan Wick Pada Hari Pertama dan Kedua

Pada gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan grafik pengaruh ukuran butir serbuk

tembaga terhadap karakterisitik sudut kontak droplet pada permukaan wick dengan gaya

kompaksi yang bervariasi yaitu 20 kN, 30 kN dan 40 kN dengan temperatur sintering

600 °C. Kedua grafik menunjukkan bahwa pada ukuran butir 200 µm dapat

menghasilkan sudut kontak yang lebih kecil dibandingkan dengan 100 µm dan 300 µm.

Kedua grafik juga menunjukan bahwa pada gaya kompaksi yang diberikan

mempengaruhi sudut kontak dan sudut kontak dengan nilai terkecil adalah pada 30 kN.

Dengan ukuran butir 100 µm, saat gaya kompaksi sebesar 20 kN maka sudut kontak

yang terbentuk adalah sebesar 56,7245°. Pada gaya kompaksi 30 kN sudut kontak yang

terbentuk adalah 36,392°, sedangkan pada 40 kN sudut kontaknya adalah 46,936°. Data

ini menunjukkan bahwa gaya kompaksi optimal yang digunakan untuk mendapat sudut

kontak yang terkecil adalah 30 kN. Semakin kecil sudut kontak yang dihasilkan maka

daya kapilaritas pun semakin besar seperti pada persamaan (2.5). Hal ini menunjukkan

setelah 1 hari pemaparan wick terhadap udara secara langsung tidak terlalu berpengaruh

banyak. Sifat yang dimiliki oleh permukaan wick masih sama yaitu hidropilik.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 12: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.3. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada Temperatur Sintering 600 °C pada

Hari Pertama

 

Gambar 4.4. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada Temperatur Sintering 600 °C pada

Hari Ke-2

 

4.2. Analisis Pengaruh Ukuran Serbuk Dan Gaya Kompaksi Terhadap Sudut Kontak

Droplet pada Permukaan Wick Setelah Minggu Pertama (hari ke-7)

Grafik pada gambar 4.7 hingga gambar 4.10 menunjukkan kasus yang berbeda

dengan penjelasan sebelumnya. Pada hari ke-7 (gambar 4.7) permukaan wick sudah

berubah menjadi hidropobik yang ditunjukan dengan sudut kontak yang sudah melebihi

90°. Gambar 4.7 hingga gambar 4.10 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran butir

serbuk maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin besar. Namun pada gambar 4.7

pada ukuran serbuk 100 µm pada 30 kN ini menunjukan sudut kontak yang terbentuk

lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran serbuk 200 µm. Hal ini disebabkan tidak

meratanya morfologi pada permukaan wick dan tidak meratanya kontaminasi dari udara

terhadap komposisi dari permukaan wick begitu juga pada ukuran butir 300 µm dan

gaya kompaksi 40 kN yang menunjukkan penurunan nilai sudut kontak dari ukuran

butir 200 µm.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 13: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Grafik pada gambar 4.7 hingga 4.10 menunjukkan peningkatan gaya kompaksi

memberi pengaruh terhadap penurunan sudut kontak. Namun pada gambar 4.7 tidak

menunjukkan demikian. Hal ini disebabkan tidak kontaminasi udara terhadap

permukaan wick belum merata. Dibandingkan dengan grafik pada gambar 4.8, 4.9 dan

4.10 yang lebih lama terkontaminasi udara lingkungan yang memberi kesimpulan

bahwa penurunan sudut kontak berbanding dengan kenaikan gaya kompaksi.    

Gambar 4.7. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur

Sintering 600 °C pada Hari Ke-7

 

Gambar 4.8. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur

Sintering 600 °C pada Hari Ke-14

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 14: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.9. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur

Sintering 600 °C pada Hari Ke-21

Gambar 4.10. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Gaya Kompaksi Pada Temperatur

Sintering 600 °C pada Hari Ke-28

4.3. Analisis Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Sudut Kontak Droplet pada

Permukaan Wick

Semakin tinggi temperatur sintering maka akan semakin besar eliminasi porositas pada

wick [17,24]. Hal ini disebabkan oleh adanya necking antar partikel serbuk pada temperatur

yang lebih tinggi yang mengakibatkan penurunan terhadap porositas dan ukuran pori yang

juga menyebabkan penurunan faktor roughness [17]. Dengan menggunakan teori Wenzel

dapat dinyatakan semakin besar faktor roughness maka akan semakin besar sudut kontak

yang terbentuk (pada permukaan yang bersifat hidropilik). Grafik pada gambar 4.11 pada

gaya kompkasi 20 kN, 30 kN dan 40 kN menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur

sintering maka semakin besar sudut kontak.. Namun pada saat temperatur sintering sebesar

700 °C dengan gaya kompaksi 30 kN sudut kontak mencapai 74,75° yang setelah itu sudut

kontak mengalami penurunan pada temperatur 800 °C. Hal ini terjadi akibat tidak meratanya

fenomena necking yang terjadi pada permukaan wick.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 15: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.11. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari

Pertama

Gambar 4.12. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari

Kedua

Pada gambar 4.12 yang merupakan grafik dari sudut kontak pada pengambilan data hari

kedua dengan parameter yang sama, menunjukkan peningkatan sudut kontak dibandingkan

dengan hari pertama pada gambar 4.11. Pada kompaksi 20 kN, dengan temperatur sintering

600 °C, sudut kontak mengalami kenaikkan dari 56,724° menjadi 76,7175°. Pada temperatur

sintering 700 °C sudut kontak mengalami kenaikkan dari 36,392° menjadi 52,706°. Begitu

juga saat temperatur sintering sebesar 800 °C, yang naik dari 46,936° menjadi 86,459°. Pada

gambar 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa permukaan pada wick masih bersifat hidropilik.

Pada gambar 4.12 juga menunjukkan bahwa peningkatan temperatur sintering menyebabkan

peningkatan pada sudut kontak.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 16: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.13. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm

Pada Hari Ke-7

 

Gambar 4.14. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari

Ke-14

Gambar 4.15. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari

Ke-21

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 17: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.16. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick dengan Ukuran Serbuk 100 µm Pada Hari

Ke-28

4.4. Analisis Pengaruh Udara Pada Temperatur Kamar Terhadap Sudut Kontak Droplet pada

Permukaan Wick

Sampel yang diberi perlakuan yaitu sintered copper powder wick diletakkan di udara

terbuka selama 0 hari, 1 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Pengambilan data pada hari

pertama dilakukan setelah wick selesai dibuat atau disintering sehingga dianggap belum

terpapar udara. Grafik pada gambar 4.17 hingga gambar 4.19 menunjukan semakin semakin

lama wick dibiarkan pada ruang terbuka maka sudut kontak yang terbentuk akan semakin

besar, sehingga wetability atau kemampuan basahnya juga akan semakin berkurang. Pada hari

pertama yaitu dengan gaya kompaksi 20 kN, sudut kontak yang terukur adalah sebesar

49,426°. Pada hari kedua sudut kontak mengalami kenaikkan yaitu sebesar 84,804°. Hari

pertama dan kedua menunjukkan bahwa wick masih bersifat hidropilik. Lalu hari ke-7 sudut

kontak mencapai 127,117°. Sudut kontak pada hari ke-7 menunjukkan bahwa wetability pada

wick sudah berubah menjadi hidropobik. Pada hari ke-14 sudut kontak mencapai 135°. Pada

hari ke-14 hingga hari ke-28 sudut kontak yang terbentuk sudah tidak menunjukkan

kenaikkan yang signifikan dengan kata lain mendekati konstan. Fenomena perubahan

wetability disebabkan oleh perubahan secara kimia pada permukaan wick dan buka karena

bentuk morphology. Fenomena penurunan wetability tersebut disebabkan oleh adanya unsur –

unsur lain yang membentuk lapisan pada permukaan wick. Banyak penelitian yang

menyebutkan bahwa perubahan wetability dari hidropilik menjadi hidropobik ini disebabkan

oleh adanya permukaan oksida pada permukaan wick [25,26]. Kangjian Tang [18] mengubah

Cu(OH)2 yang bersifat hidropobik menjadi hidropilik dengan mereduksi atau mengkalsinasi

menjadi CuO dan Cu2O. Sehingga terbukti bahwa lapisan oksida tidak bersifat hidropobik

justru sebaliknya.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 18: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.17. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2, hari ke-7, hari

ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan Ukuran Butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 600 °C

Gambar 4.18. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2,

hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan ukuran butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 700 °C

Gambar 4.19. Grafik Karakteristik Sudut Kontak Yang Terbentuk Pada Permukaan Wick Pada hari ke-1, hari ke-2,

hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 dengan ukuran butir 300 µm dan Pada Temperatur Sintering 800 °C

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 19: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

Gambar 4.20. Analisis EDAX pada permukaan Sintered Copper Powder Wick yang telah terkontaminasi udara

lingkungan selama a) 14 hari dan b) 28 hari

Gambar 4.20 menunjukkan adanya kontaminasi pada permukaan wick setelah

diletakkan pada udara terbuka. Pada gambar tersebut menunjukkan adanya penurunan fraksi

massa dan atom dari Oksigen (O). Sedangkan terjadi peningkatan fraksi massa dan atom dari

Carbon (C). Fraksi massa (Wt%) Oksigen setelah terkontaminasi selama 14 hari adalah

sebesar 11,47% dan meningkat setelah 28 hari yaitu menjadi 10,5% yang berarti mengalami

penurunan sebesar 0,97 %. Sedangkan fraksi massa dari Carbon meningkat dari 1,34%

menjadi 3,09%, peningkatan sebesar 1,75%. Hal ini membuktikkan bahwa berubahnya sifat

permukaan wick dari hidropilik menjadi hidropobik disebabkan adanya kontaminasi dari

Carbon pada permukaan wick.

Kesimpulan

1. Semakin lama wick berada di udara terbuka pada temperatur ruang maka sudut kontak

cairan pada permukaan wick akan semakin besar. Setelah terkontaminasi udara selama 7

hari permukaan pada wick sudah mulai berubah menjadi hidropobik. Hal ini disebabkan

karena adanya penambahan sejumlah unsur carbon pada permukaan yang menyebabkan

perubahan sifat permukaan wick dari hidropilik menjadi hidropobik.

2. Semakin besar ukuran serbuk yang dipakai maka sudut kontak yang terbentuk akan

semakin kecil pada permukaan yang hidropilik. Namun setelah hari ke-7

terpapar/terkontaminasi oleh udara permukaan wick menjadi hidropobik. Pada

permukaan hidropobik semakin besar ukuran serbuk maka sudut kontak yang terbentuk

semakin besar.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 20: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

3. Semakin besar gaya kompaksi pada saat proses pembentukan (forming), maka sudut

kontak yang terbentuk semakin besar. Namun setelah hari ke-7 (permukaan menjadi

hidropobik), semakin besar gaya kompaksi maka sudut kontak yang terbentuk semakin

kecil.

4. Semakin tinggi temperatur sintering maka sudut kontak yang terbentuk semakin besar.

Namun setelah hari ke-7 (permukaan menjadi hidropobik), semakin besar temperatur

sintering maka sudut kontak yang terbentuk semakin kecil

5. Sudut kontak terkecil didapatkan dengan menggunakan serbuk tembaga 200 µm

dikompaksi pada tekanan 40 kN dan disintering pada temperatur 800°C, yaitu sebesar

32,131°.

Saran

1. Untuk melakukan forming sebisa mungkin untuk menggunakan cetakan (dies) yang

dibuat dengan presisi tinggi dan permukaan dindingnya diberi treatment agar lebih

halus.

2. Saat melakukan sintering sebaiknya dilakukaan pada vacuum furnace agar benda uji

dalam hal ini wick tidak teroksidasi pada temperatur tinggi yang menyebabkan

terumbatnya pori – pori pada sampel.

3. Saat melakukan pengambilan data dengan high speed camera beri 2 atau lebih

pencahayaan dan usahakan tidak ada pantulan sinar dari droplet maupun bayangan.

4. Sebaiknya menggunakan space-holder atau pengisi ruang` (misalnya microcrystalline

cellulose) yang dicampur atau mixing dengan serbuk tembaga yang digunakan agar

porositas dan ukuran pori yang terbentuk lebih besar.

Daftar Referensi

1. Putra, Nandy (2011), Alat Penukar Kalor, Departemen Teknik Mesin Universitas

Indonesia.

2. Chunjian Zhang, Wei Zhou, Qinghui Wang, Hongbin Wang (2013), Comparison of

Static Contact Angle of Various Metal Foams and Porous Copper Fiber Sintered Sheet,

Applied Surface Science.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 21: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

3. Singh, Randeep, Masataka Mochizuki and Aliakbar Akbarza (2009), Effect of Wick

Characteristics on the Thermal Performance of the Miniature Loop Heat Pipe.

4. T.T. Chau, W.J. Bruckard, P.T.L. Koh and A.V. Nguyen (2009), A Review of Factors

That Affect Contact Angle and Implications for Flotation Practice, Advances in Colloid

and Interface Science.

5. Le-lun Jiang, Yong Tang, Wei Zhou (2013), Fabrication of Flatten Grooved-Sintered

Wick Heat Pipe, Transactions of Nonferrous Metal Soc. China 23 : 2714−2725.

6. Jinwang Li, Yong Zou, Lin Cheng (2010), Effect of Fabricating Parameters on

Properties of Sintered Porous Wicks for Loop Heat Pipe, Powder Technology 204 :

241-248.

7. Liu-Ho Chiu, Chang-Hui Wu, and Pee-Yew Lee (2007), Comparison Between Oxide-

Reduced and Water-Atomized Copper Powders Used in Making Sintered Wicks of Heat

Pipe, China Particuology 5 : 220-224.

8. Le-lun Jiang, Yong Tang, Wei Zhou (2014), Design and Fabrication of Sintered Wick

for Miniature Cylindrical Heat Pipe, Trans. Nonferrous Met. Soc. China 24 : 292-301.

9. Jose Bico, Uwe Thiele and David Quere (2002), Wetting of Textured Surfaces Colloids

And Surfaces, Physicochemical and Engineering Aspects 206 : 41-46.

10. K. Grundke (2008), Wettability of Silicone and Polyether Impression Materials:

Characterization by Surface Tension and Contact Angle Measurements, Colloids and

Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 317 : 598–609.

11. T.T. Chau, W.J. Bruckrad (2009), A Review of Factors That Affect Contact Angle and

Implications for Flotation Practice, Advances in Colloid and Interface Science 150 :

106-115.

12. D.Y. Kwok and A.W. Neumann (1999), Contact Angle Measurement and Contact

Angle Interpretation, Advances in Colloid and Interface Science 81 : 167-249.

13. Abraham Marmur (1998), Line Tension Effect on Contact Angles: Axisymmetric and

Cylindrical Systems with Rough or Heterogeneous Solid Surfaces, Physicochemical and

Engineering Aspects 136 : 81-88.

14. Xin Gong Ming, Cui KeHang, Zou Young and Cheng Lin (2009), Development of

Sintered Ni-Cu for Loop Heat Pipes.

15. Mahmood R.S. Shirazya (2012), Mechanism of Wettability Transition in Copper Metal

Foams: From Superhydrophilic to Hydrophobic. Applied Surface Science 258 : 6416-

6424.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014

Page 22: Efek Pabrikasi Dan Paparan Udara Pada Temperatur Kamar ...

16. Bruce R. Munson, Donald F.Young and Theodore (2003), Fundamental of Fluids

Mechanic.

17. Y.M.Z. Ahmed (2007), Correlation Between Factors Controlling Preparation of

Porous Copper via Sintering Technique Using Experimental Design, Powder

Technology 175 : 48–54.

18. Kangjian Tang (2006), Fabrication of Superhydrophilic Cu2O and CuO Membranes,

Journal of Membrane Science 286 : 279–284.

19. Cahya Tri Anggara, Analisis Kinerja Vapor Chamber Berbasis Termoelektrik Dengan

Variasi Konsentrasi Fluida Kerja Nano Fluida Al2o3-Air Sebagai Sistem Pendingin.

20. Shwin-Chung Wong and Yu-Chung Lin (2011), Effect of Copper Surface Wettability on

the Evaporation Performance: Tests in a Flat-Plate Heat Pipe with Visualization,

International Journal of Heat and Mass Transfer 54 : 3921-3926.

21. Madjid Mohseni and D.Grant Allen (2000), Biofiltration of Mixtures of Hydrophilic and

Hydrophobic Volatile Organic Compounds, Chemical Engineering Science 55 : 1545-

1558.

22. Good, R.J. (1979), Contact Angles and The Surface Free Energy of Solids, Surface and

Colloid Science. Plenum Press.

23. Etzler, F.M., Characterization of Surface Free Energies and Surface Chemsitry of

Solids, in Contact Angle, Wetability and Adhesion.

24. K.C. Leong, C.Y. Liu (1997), Characterization of sintered copper wicks used in heat

pipes, Journal of Porous Materials 4 : 303–308.

25. D. Pilon (2009), Metafoam’s Foam Performance in Industrial Tests, personal

disscussion.

26. S. Wong, Y. Lin (2011), Effect of Copper Surface Wettability on the Evaporation

Performance: Tests in A Flat-Plate Heat Pipe with Visualization, Int. J. Heat Mass

Tran. 54 : (17–18).

27. John Wiley & Sons (2006), Mechanical Engineer’s Handbook: Energy and Power,

Volume 4, Third Edition.

28. F.A. Dominguez Espinosa (2012), Effect of Fabrication Parameters on the

Thermophysical Properties of Sintered Wicks for Heat Pipe Applications, International

Journal of Heat and Mass Transfer 55 : 7471-7486.

Efek Pabrikasi dan..., Dimas Raditya Ibu D, FT UI, 2014