Edited Bayi Prematur Bab i, II, III
-
Upload
iputu-yogi-s -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of Edited Bayi Prematur Bab i, II, III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka
Kematian Bayi (AKB). Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi,
yaitu tercatat 31 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, ini memang bukan gambaran
yang indah, karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan negara-negara di
bagian ASEAN dan penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal.
Menurut WHO, bayi yang dilahirkan sebelum mencapai 37 minggu dari hari
pertama menstruasi terakhir disebut prematur. Di negara maju angka prematuritas adalah
antara 5 – 10 % di Eropa, Amerika Utara, Australia, dan sebagian Amerika Selatan, dan 10
– 30 % di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara. Angka kelahiran prematur yang
tercatat di Indonesia pada tahun 2009 sekitar 19%, sekitar 400 ribu bayi dilahirkan
prematur dari 4,4 juta kelahiran setiap tahunnya. Etiologi prematur adalah multifaktorial
dan dapat dihubungkan dengan penyakit bayi dan ibunya, pada setengah kasus etiologinya
tidak diketahui. Bayi prematur jelas memiliki periode perkembangan prenatal yang singkat.
Kelahiran prematur menjadi predisposisi berbagai komplikasi neonatal dan masalah
pertumbuhan dan perkembangan. Banyak penelitian telah mengindikasikan, anak prematur
menunjukkan penundaan pada beberapa area pertumbuhan, perkembangan fisik dan
psikologis.
Penatalaksanaan yang optimal terhadap bayi prematur atau berat badan lahir rendah
terbukti efektif menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi prematur, namun
prosedurnya cukup kompleks dan memakan biaya yang tidak sedikit. Berbagai intervensi
terhadap bayi prematur mulai dikembangkan untuk dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangannya dan mempersingkat masa Perawatan. Stimulasi taktil, kinestetik,
vestibuler, oral, auditorius dan kombinasi stimulasi lainnya diperlukan untuk
perkembangan ekstrauterin bayi prematur serta membantu bayi beradaptasi terhadap
lingkungan ekstrauterin.
1
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk lebih mengetahui tentang bayi prematur serta permasalahan- permasalahan yang
sering menyertia bayi prematur
1.2.2 Tujuan Kusus
1.2.2.1 Untuk mengetahui apa definisi dari bayi prematur.
1.2.2.2 Untuk mengetahui apa saja faktor resiko kelahiran bayi prematur.
1.2.2.3 Untuk mengetahui apa saja masalah- masalah pada bayi prematur.
1.2.2.4 Untuk mengetahui penanganan pada bayi prematur.
1.2.2.5 Untuk mengetahui komplikasi pada bayi prematur.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Penulis
Sebagai salah satu persyaratan pada saat berada di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Dr. Moh. Saleh Kota Probolinggo serta sebagai tambahan bahan ajar atau tinjauan pustaka
tentang bayi prematur.
1.3.2 Bagi Pendidikan
Sebagai evidence bace practice dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai
tambahan bahan ajar atau tinjauan pustaka terkait bayi prematur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prematuritas
2.1.1 Definisi
Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20
minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. 5 Terdapat 3
subkategori usia kelahiran premature berdasarkan kategori World Health Organization
(WHO), yaitu:
1. Extremely preterm / Imaturus (20-28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate preterm (32-35 minggu)
4. Late preterm (36-37 minggu).
Penilaian usia bayi prematur secara objektif dapat dilakukan dengan ballard score
Gambar 1. Ballard Score5
2.1.2 Epidemiologi 3
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian dunia
hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari
keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan tingkat kelahiran
prematur tertinggi di antara negara industri. Angka kejadian kelahiran prematur di
Indonesia belum dapat dipastikan jumlahnya, namun berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR di
Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka
kejadian kelahiran prematur.6
2.1.3 Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4
golongan yaitu: 7
1. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Aktifasi prematur ditandai dengan stres dan ansietas yang biasa terjadi pada
primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun
psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal
(HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada
janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan
hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix
metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2 dehydro epiandrosteron
sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.8
Infeksi sering disebabkan decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang
menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial
terjadinya persalinan prematur.13 Infeksi intraamnion akan menyebabkan terjadinya
pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin pro-inflamatory (IL-1β, IL-6, IL-8, dan
4
TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA
janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab
untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan
kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.8
Mekanisme lain yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi miometrium.15 Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan
aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium.8
Peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan
kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan
uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8,
prostaglandin, dan COX-2.8
5
Gambar 2. Patofisiologi persalinan premature
2.2 Faktor Risiko
2.2.1 Usia Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia <20 tahun dan >35 tahun.
Berdasarkan penelitian di Purwokerto tahun 2009 angka persalinan prematur pada usia
<20 tahun sebesar 30% sedangkan pada persalinan usia reproduksi (20-35 tahun)
angka kejadian prematur sebesar 10%, hal ini menunjukan ibu usia muda
meningkatkan kejadian prematur sebesar 38,8 kali lebih besar.
Kehamilan usia muda lebih memungkinkan mengalami penyulit pada masa
kehamilan dan persalinan yaitu karena wanita muda sering memiliki pengetahuan
yang terbatas tentang kehamilan atau kurangnya informasi dalam mengakses sistem
pelayanan kesehatan. Pada usia ini juga belum cukup dicapainya kematangan fisik,
mental dan fungsi organ reproduksi dari calon ibu. Golongan primigravida muda
dimasukkan dalam golongan risiko tinggi, karena angka kesakitan dan angka 6
kematian ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4x lebih tinggi dibandingkan dengan
usia reproduksi.9
Persalinan prematur di usia >35 tahun sebesar 16,9% di Semarang tahun
2008. Pada usia ibu yang tua telah terjadi penurunan fungsi organ reproduksi,
penurunan fungsi ini akan mempengaruhi kesehatan baik ibu maupun janin yang
dikandungnya sehingga ibu dan bayi yang dikandungnya memiliki banyak hal yang
dapat mempersulit dan memperbesar risiko kehamilan.10,11
2.2.2 Penyakit Dalam Kehamilan
2.2.2.1 Preeklampsia/Eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia 20 minggu
kehamilan dan disertai dengan proteinuria, sedangkan eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma.18 Preeklampsia
meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, persalinan prematur, Intrauterine
Growth Retardation (IUGR), dan hipoksia akut. Preeklampsia menyumbang sekitar
15% dari semua kelahiran prematur.12
Preeklampsia/eklamspia didasari oleh beberapa teori, namun teori yang saat ini
paling banyak digunakan adalah teori plasenta iskemik, radikal bebas dan disfungsi
endotel. Berdasarkan teori ini terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga
menyebabkan plasenta mengalami iskemia dan terjadi disfungsi endotel. Spasme
pembuluh darah arteriola yang menuju organ penting dalam tubuh dapat
menyebabkan mengecilnya aliran darah yang menuju retroplasenta sehingga
mengakibatkan gangguan pertukaran CO2, O2 dan nutrisi pada janin. Hal ini
menyebabkan terjadinya vasospasme dan hipovolemia sehingga janin menjadi
hipoksia dan malnutrisi. Hipoksia menyebabkan plasenta mentransfer kortisol dengan
kadar yang tinggi ke dalam sirkulasi janin. Konsentrasi kortisol yang tinggi akan
mensintesis prostaglandin yaitu protasiklin (PGE-2) yang menyebabkan timbulnya
kontraksi, perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban, sehingga bayi sering
terlahir prematur.
2.2.2.2 Penyakit Kardiovaskular
7
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok gangguan pada jantung dan
pembuluh darah. Penyakit jantung terjadi pada 0,5 - 3 % kehamilan, yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil di dunia.14
Masa kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan berhubungan dengan
perubahan fisiologis yang membutuhkan penyesuaian dalam sistem kardiovaskular.
Fisiologi hemodinamik mencapai puncak pada akhir trimester kedua, pada masa ini
perubahan hemodinamik dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinik pada
jantung yang telah sakit sebelumnya. Perubahan hormonal yaitu aktivasi estrogen
oleh sistem renin-aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan
meningkatkan volume darah ± 40%. Hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah sebesar 1200-1600 ml lebih banyak dibanding dalam keadaan tidak hamil.13,14
Selama masa kehamilan curah jantung akan mengalami peningkatan 30-50%.
Perubahan curah jantung ini disebabkan karena peningkatan preload akibat
bertambahnya volume darah, penurunan afterload akibat menurunya resistesi
vaskular sitemik, dan peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat 10-20
kali/menit. Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga oleh isi sekuncup jantung
yang meningkat 20-30% selama kehamilan.26 Pada penyakit jantung yang disertai
kehamilan, pertambahan denyut jantung dan volume sekuncup jantung dapat
menguras cadangan kekuatan jantung. Payah jantung akan menyebabkan stres
maternal sehingga terjadi pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi kortisol
dan prostaglandin, kemudian mencetuskan terjadinya persalinan prematur.13,14
Wanita dengan gagal jantung kelas III dan IV New York Heart Association
(NYHA) dengan aktivitas fisiknya sangat terbatas, tidak dianjurkan untuk hamil.
Jika kehamilan masih awal sebaiknya diterminasi, dan jika kehamilan telah lanjut
sebaiknya kehamilan diteruskan dengan persalinan pervaginam dan kala II
dipercepat serta kehamilan berikutnya dilarang.13,14
2.2.2.3 Anemia
Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika tubuh menghasilkan
terlalu sedikit sel darah merah (SDM), penghancuran SDM berlebihan, atau
8
kehilangan banyak SDM.27 Angka kejadian anemia pada kehamilan berkisar 24,1%
di Amerika dan 48,2% di Asia Tenggara pada tahun 1993-2005.15
Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami mengalami banyak perubahan salah
satunya adalah hubungan antara suplai darah dengan respon tubuh. Seperti yang
telah dijelaskan pada subbab penyakit kardivaskular, total jumlah plasma pada wanita
hamil dan jumlah SDM meningkat dari kebutuhan awal, namun peningkatan volume
plasma lebih besar dibandingkan peningkatan massa SDM dan menyebabkan
penurunan konsentrasi hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke
dalam jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang kemudian
akan memproduksi kortisol dan prostaglandin, yang mencetuskan terjadinya
persalinan prematur pada ibu dengan anemia.
2.2.2.4 Hipotiroid
Penyakit tiroid adalah suatu kelainan yang menyerang glandula tiroid. Secara
global, hipotiroid yang terjadi pada kehamilan sebesar 0,2% kasus dan hipotiroid
sub klinis 2,3% kasus. 16,17
Saat awal gestasi, janin bergantung sepenuhnya pada hormon tiroid ibu yang
melewati plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14
minggu kehamilan.30 Pada kehamilan 12 minggu pertama kadar hormon chorionic
gonadotropin (HCG) akan mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan
meningkat, sehingga menekan kadar tirotropin. Namun, kadar hormon tiroid yang
rendah pada hipotiroid kehamilan akan memacu aksis HPA untuk memacu produksi
TRH untuk memenuhi kebutuhan hormon tiroid ibu dan janin. Pengaktifan aksis
HPA ini yang dapat memacu pelepasan kortisol kedalam darah sehingga
memproduksi prostaglandin yang dapat memacu terjadinya persalinan prematur. 16,17
9
Tabel 1. Kadar hormone tiroid berdasarkan trimester16
2.2.3 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup. Paritas dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan yaitu:
1. Nulipara, adalah seorang wanita yang belum pernah menyelesaikan kehamilan
melewati gestasi 20 minggu.
2. Primipara, yaitu seorang wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang
lahir hidup atau meninggal dengan perkiraan lama gestasi 20 minggu atau lebih.
3. Multipara, adalah seorang wanita yang pernah menyelesaikan dua atau lebih
kehamilan hingga 20 minggu atau lebih.
Jumlah paritas merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran
prematur karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam
10
kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman tahun 2004 didapatkan data
bahwa pada wanita primipara angka kejadian kelahiran prematur lebih besar yaitu
9,5%, sedangkan angka kejadian pada multipara adalah sebesar 7,5%. Hal ini di
karenakan oleh kenyataan bahwa wanita multipara akan mencari pengetahuan yang
lebih untuk menghindari risiko yang akan terjadi pada kehamilan berikutnya
berdasarkan pengalaman dari proses persalinan sebelumnya, sehingga dapat
mengurangi risiko persalinan berikutnya.18
2.2.4 Riwayat Partus Prematurus
Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko paling
kuat dan paling penting. Berdasarkan data Health Technology Assessment Indonesia
tahun 2010 bahwa insiden terjadinya persalinan prematur selanjutnya setelah 1x
persalinan premature meningkat hingga 14,3% dan setelah 2x persalinan prematur
meningkat hingga 28%. Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko
untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya.6
2.2.5 Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan,
sedangkan pecahnya kulit ketuban pada usia kehamilan <37 minggu disebut ketuban
pecah dini kehamilan prematur.Ketuban pecah dini kehamilan prematur terjadi pada
1% -3% dari seluruh kehamilan dan bertanggung jawab untuk sepertiga dari semua
kelahiran prematur.
Ketuban pecah selama persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang, keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks, perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks
metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan
inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antar MMP dan
Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik
dari matriks ekstraseluler dan membran janin.19 Pecahnya selaput ketuban yang
berfungsi melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim
pecah dan mengeluarkan air ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia 11
luar dan ruangan dalam rahim yang memudahkan terjadinya infeksi asenden.
Semakin lama periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu
dan bayi atau janin dalam rahim.19
2.2.6 Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 24
minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum menyebabkan
seperlima bayi lahir dengan prematur dan juga menyebabkan bayi yang dilahirkan
mengalami cerebral palsy.Penyebab paling sering dari perdarahan antepartum adalah
plasenta previa dan solusio plasenta.20
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Terjadinya implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan karena:21
1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
2. Lapisan endometrium tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk
mencukupi kebutuhan nutrisi janin
3. Vili khorialis pada chorion leave yang persisten.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan plasenta
maternal dari tempat implantasinya sebelum waktunya. Perdarahan tidak dapat
berhenti dikarenakan uterus yang sedang mengandung tidak mampu berkontraksi
untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Pada penjelasan pada subbab prematur sebelumnya telah dijelaskan bahwa
perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan
Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan
pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium dan
menginduksi persalinan prematur.
12
Gambar 3. Patofisiologi perdarahan antepartum20
2.2.7 Gemelli
Gemelli/kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
intrauteri. Kehamilan ganda dianggap mempunyai risiko tinggi karena dapat
menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami hiperemesis gravidarum,
hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan hidramnion, persalinan dengan
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat.2,40 Gemelli merupakan 30% penyebab
terjadinya prematur di Indonesia pada tahun 2010.6
Fisiologi dari kehamilan ganda yaitu dua ovum yang dibuahi pada saat
hampir besamaan atau berasal dari satu ovum yang mengalami pemecahan dini.
Persalinan prematur pada kehamilan ganda dapat terjadi dikarenakan terjadinya
overdistensi, maka retraksi akibat ketegangan otot uterus makin dini sehingga
dimulailah proses Braxton Hicks, kontraksi makin sering dan menjadi HIS persalinan.
2.2.8 Bakterial Vaginosis
Vagina yang sehat mengandung berbagai jenis bakteri yang penting dalam
memerangi infeksi.22 Bakterial Vaginosis (BV) diperkirakan terjadi pada 40% wanita 13
dan merupakan faktor risiko kuat penyebab prematur. Bakterial Vaginosis dapat
meningkatkan risiko prematur 2 kali lipat terutama jika dijumpai pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Di Indonesia, angka kejadian persalinan prematur sebesar
20,5% pada wanita hamil muda dengan Bakterial Vaginosis dan 10,7% terjadi
pada akhir kehamilan.6
Bakterial Vaginosis merupakan suatu kondisi tanpa dijumpai adanya
peradangan. Bakteri Bakterial Vaginosis menghasilkan enzim mukolitik yang
mempermudah bakteri tersebut menembus barier lendir serviks masuk kedalam
traktus genitalis bagian atas. Selain itu jumlah mikroflora vagina normal yaitu
Lactobacillus fakultatif menurun, maka akan mempengaruhi tingkat keasaman
vagina dan mempermudah pertumbuhan bakteri anaerob.23
Gambaran klinis Bakterial Vaginosis dapat dinilai dengan menggunakan kriteria
Amsel, yaitu terdapat tiga dari empat tanda klinis berikut: 6
1. pH vagina di atas 4.5
2. Sekret vagina yang homogen dan tipis
3. Terdapat bau amis dari sekret vagina bila ditambahkan kalium hidroksida
10% (tes amin)
4. Terdapat clue cell pada sediaan basah.
2.2.9 Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih/urinary tract infection (UTI) adalah tumbuh dan
berkembang biaknya mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada
wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih yakni:23
1. Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert bacteriuria) adalah
terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan manifestasi
klinis.
2. ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik.
Lebih dari 30% penderita bakteriuria simtomatis yang tidak diobati akan
menyebabkan berkembangnya kelahiran bayi prematur dengan berat badan lahir
rendah sekitar 1,5 sampai 2 kali lipat. Faktor risiko meningkatnya infeksi saluran
kemih dapat dikarenakan oleh: 14
1. Perubahan morfologi kehamilan, dimana asal dari traktus genital dan traktus
urinarius adalah sama secara embriologi. Selain itu, letaknya yang sangat
berdekatan, maka adanya perubahan pada salah satu sistem akan mempengaruhi
sistem yang lain. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada traktus urinarius
berupa: 24
a. Dilatasi pelvis renal dan ureter
Adanya dilatasi tersebut juga dimungkinkan akibat dari adanya hormon
progesteron yang meningkat disamping efek penekanan dari uterus yang
membesar karena hamil.
b. Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior
Pembesaran uterus dan pelebaran di daerah basal vesika urinaria akibat
kelemahan otot destrusor karena pengaruh dari progesteron mengakibatkan
sering terjadinya retensi urin dan memudahkan pertumbuhan bakteri.
2. Sistokel dan urethrokel
3. Kebiasaan menahan berkemih
Cara terjadinya infeksi saluran kemih umumnya bakteri yang menyebabkan
terjadinya infeksi berasal dari tubuh penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi,
yaitu: 24
1. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian
saluran kemih
2. Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-buli
atau ke ginjal.
3. Migrasi mikroorganisme secara asenden dan urethra wanita yang pendek
memudahkan terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan rektum.
Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus. Banyak
mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan
konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan
pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain
itu pada keadaan infeksi terdapat juga produk sekresi dari makrofag/monosit berupa
15
interleukin-1 dan interleukin-6, sitokin, tumor necrosis factor, yang juga akan
menghasikan sitokin dan prostaglandin.24
Gambar 4. Patofisiologi ISK terhadap kontraksi uterus24
2.3 Masalah Pada Bayi Prematur
2.3.1 Paru dan sistem perafasan
Fungsi primer dari paru adalah pertukaran udara. Pernafasan pada fetus dimulai
sejak usia kehamilan 10 minggu, dengan cara menghirup masuk dan keluar cairan
amnion yang penting bagi stimulasi perkembangan paru janin. Pernafasan fetus tidak
teratur dan hanya berlangsung 30-40% sewaktu bayi dalam kandungan hingga usia
kehamilan 30 minggu. Kegagalan fetus dalam bernafas atau kekurangan cairan amnion
yang dapat dihirup oleh janin akan mengakibatkan kegagalan perkembangan paru
(contoh: hipoplasia pulmonal) dimana janin akan tidak bisa menyesuaikan diri dengan
kehidupan ektrauterin. Pada usia kehamilan 30 hingga 32 minggu, paru janin akan
membentuk surfaktan, suatu substansi yang membantu alveoli mengembang. Bayi yang
lahir sebelum usia 28 hingga 30 minggu memiliki sedikit alveoli yang dapat
mengembang karena kurangnya surfaktan, sehingga mereka bernafas dengan bronkiolus
terminalis. Setelah lahir, pola pernafasan bayi semakin teratur, tetapi sistem pengaturan
yang imatur dapat menyebabkan periode singkat apnea.1 Semua bayi baru lahir dinilai
ada tidaknya resiko asfiksia dengan menggunakan skor apgar.
16
Tabel 2. Skor APGAR1
2.3.1.1 Respiratory Distress Syndrome
Sekitar 24.000 bayi pertahun dan 80 persen dari bayi yang lahir sebelum usia 27
minggu kehamilan akan mengalami Respiratory Distress Syndrome (RDS). RDS
dikaitkan dengan defisiensi surfaktan. Insiden RDS meningkat dengan persalinan
prematur dan lebih sering terjadi pada bayi kulit putih daripada Bayi Afrika Amerika.1
Meskipun distress pernapasan tidak umum terjadi pada bayi yang lahir pada 33-36
minggu kehamilan dan jarang terjadi pada bayi cukup bulan, tetapi kemungkinan
terjadinya bisa terjadi dan berkembang menjadi gangguan yang berat, dengan tingkat
kematian 5 persen. Pemberian glukokortikoid antenatal untuk wanita yang berisiko untuk
persalinan premature mengurangi insiden dan keparahan serta tingkat kematian RDS
(NIH, 1994). Segera setelah lahir, bayi prematur dengan RDS menunjukkan gejala napas
cepat, merintih, kulit pucat, dan suara nafas yang menurun atau ronki dan memerlukan
peningkatan usaha untuk bernafas. Gagal napas karena kelelahan, apnea, hipoksia, atau
kebocoran udara (akibat cedera alveolar) terjadi akibat elastisitas paru-paru yang kurang
dan perlu tekanan tinggi untuk melakukan ventilasi.1 Penilaian Gawat nafas dapat
17
dilakukan dengan Downe Score. Nilai 1-3 menandakan tidak ada gawat napas, 4-6
menandakan adanya gawat nafas dan nilai lebih dari atau sama dengan 7 menandakan
ancaman gagal nafas.
Tabel 3. Downes Score1
RDS adalah penyakit akut ditangani dengan pemberian dukungan pernapasan
(oksigen, positif airway pressure, ventilator, atau surfaktan) yang diperlukan dan
membaik pada 2 hingga 4 hari dan sembuh pada hari ke 7 sampai 14. Metode optimal
untuk memberi dukungan pernapasan dan bahkan tingkat oksigen darah dan karbon
dioksida yang aman serta optimal pada bayi prematur masih tetap kontroversial.1 Insidens
asfiksia pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu adalah 9%, sedang lebih dari 36
minggu sekitar 0,5% dan menyebabkan kematian 20% kasus. Insidens asfiksia ini sering
dihubungkan dengan palsi serebral.2
Pemberian surfaktan eksogen melalui tabung endotrakeal meningkatkan pertukaran
gas paru dan mengurangi angka kematian (40 persen), kebocoran udara (30 hingga 65
persen), dan penyakit paru-paru kronis tetapi tidak berpengaruh pada perkembangan paru
jangka panjang atau perkembangan saraf. Beberapa percobaan terkontrol acak telah
membahas efektivitas ventilasi frekuensi tinggi atau penggunaan gas oksida nitrat yang
dihirup pada kelangsungan hidup dan keparahan cedera paru pada bayi prematur distress
nafas yang berat.1
Tidak semua penyakit saluran pernapasan akut pada neonatus prematur adalah
RDS. Karena pneumonia kongenital sulit untuk dibedakan dari RDS, bayi dengan 18
gangguan pernapasan umumnya diobati dengan antibiotik. Beberapa bayi juga
mengalami kesulitan transisi dari sirkulasi di dalam rahim, di mana terjadi pertukaran gas
di plasenta. Ketika mereka bernapas diluar kandungan, pola sirkulasi mereka harus
diubah dengan mengalirkan darah mereka melalui paru-paru. Retensi cairan paru janin
juga bisa menyebabkan gangguan pernapasan, namun kondisi akan membaik setelah
cairan direabsropsi.1
2.3.1.2 Bronkopulmonalis Displasia/Penyakit Paru Kronis
Penyakit paru-paru kronis (PPK) yang kadang-kadang terjadi mengikuti RDS pada
bayi prematur juga disebut displasia bronkopulmonalis (BPD). BPD / PPK adalah
gangguan kronis yang dihasilkan dari peradangan, injuri, dan jaringan parut pada jalan
nafas dan alveoli. Hal ini terkait dengan pertumbuhan, kesehatan, dan masalah
perkembangan saraf pada masa anak-anak. Ventilasi tekanan positif, konsentrasi oksigen
yang tinggi, infeksi, dan pemicu inflamasi lainnya berkontribusi untuk cedera paru;
namun penyebab utama BPD / PPK adalah imaturitas paru. Khusus untuk bayi yang lahir
kurang dari 28 hingga 30 minggu kehamilan, jaringan paru-paru sangat rapuh dan
jaringan paru-paru yang cedera cenderung menyebabkan udara terperangkap, terjadi
kolaps atau terisi oleh lendir dan cairan lainnya, yang berhubungan dengan pertumbuhan
dan pengembangan paru lebih lanjut.
Berbagai definisi BPD / PPK telah digunakan dan didasarkan pada dukungan
pernapasan yang di butuhkan bayi, tetapi yang paling umum digunakan sebagai definisi
adalah kebutuhan untuk oksigen pada 36 minggu usia postmenstrual (Usia kehamilan
ditambah usia kronologis). Insiden bervariasi dengan kehamilan usia saat lahir: dalam
sebuah studi dari bayi yang lahir pada tahun 2002, 28 persen bayi lahir sebelum 29
minggu kehamilan dan 5 persen bayi yang lahir 29-32 minggu kehamilan memerlukan
oksigen pada 36 minggu usia postmenstrual. Dengan menggunakan definisi yang sama,
kejadian BPD / PPK bervariasi di pusat-pusat kesehatan:, 3-43 persen di antara bayi
dengan lahir bobot kurang dari 1.500 gram. Bayi dengan BPD / CLD memiliki masalah
gizi dan cairan karena sensitivitas terhadap cairan dan peningkatan kebutuhan metabolik,
mengalami reaktifitas jalan nafas (mengi), dan cukup rentan terhadap infeksi, terutama
infeksi saluran pernafasan. Yang cukup mengejutkan sedikit studi terstandar, mengenai
19
obat yang digunakan untuk mengobati bayi dengan BPD / PPK telah dilakukan, termasuk
diuretik dan bronkodilator. Perbaikan kelangsungan hidup dan BPD / PPK telah
dilaporkan dengan suntikan vitamin A intramuskular.1
Pengobatan yang paling kontroversial untuk bayi prematur dengan BPD / PPK
adalah kortikosteroid sistemik postnatal (terutama deksametason), yang menahan
pertumbuhan alveolar dan paru-paru tetapi memungkinkan sistem paru matang. Dua studi
pada tahun 1980 melaporkan bahwa program relatif panjang kortikosteroid dosis tinggi
mengurangi durasi waktu oksigenasi dan ventilasi mekanik yang diperlukan pada bayi
prematur. Lebih dari 40 uji steroid sistemik postnatal acak, terkontrol telah diterbitkan,
dengan sebagian besar melporkan meningkatnya pertukaran udara, pemendekan waktu
ventilasi mekanik, dan insiden BPD / PPK lebih rendah; tapi efek samping, termasuk
masalah glukosa serta tekanan darah tinggi, dan kegagalan pertumbuhan dilaporkan.1
Beberapa tahun setelah steroid sistemik secara luas diadopsi untuk pengobatan
BPD/PPK, studi lanjut melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari cerebral palsy dan
gangguan kognitif pada bayi yang secara acak mendapat steroid dibandingkan pada
mereka yang mendapat plasebo, dan tinjauan sistematis dari data yang tersedia telah
menyatakan hal yang sama. Dua uji coba besar dosis rendah hidrokortison untuk
pencegahan BPD / PPK dihentikan karena efek samping (termasuk perforasi
gastrointestinal). Satu review menghitung bahwa untuk setiap 100 neonatus diberikan
steroid dalam waktu 96 jam kelahiran, BPD / PPK akan dicegah pada 9 bayi, sementara 6
bayi akan mengalami perdarahan gastrointestinal dan 6 akan mengalami cerebral palsy.
Steroid inhalasi juga sering digunakan, meskipun percobaan menunjukkan bahwa tidak
memberikan manfaat yang signifikan.1
Kemungkinan masalah pernapasan persisten selama masa bayi adalah lebih tinggi
pada bayi prematur dengan BPD / PPK dibandingkan mereka yang tidak BPD / PPK.
Mereka dapat mengalami mengi signifikan pada infeksi saluran pernapasan (virus
broncholitis) dan mungkin perlu masuk rumah sakit, ditempatkan kembali pada
ventilator, atau bahkan diberikan surfaktan eksogen. Bayi prematur sangat rentan
terhadap infeksi virus pernapasan (RSV).1
20
The American Academy of Pediatrics merekomendasikan profilaksis RSV selama 6
bulan untuk bayi yang lahir di 29-32 minggu kehamilan dan untuk 12 bulan untuk bayi
yang lahir kurang dari 28 minggu kehamilan.BPD / PPK sering mengakibatkan efek
residual pada fungsi paru di kemudian hari, anak-anak yang telah memiliki BPD / PPK
saat bayi sangat rentan dengan efek asap rokok dan memiliki tingkat asma lebih tinggi,
masalah pertumbuhan persisten, dan perkembangan saraf yang terganggu.1
2.3.1.3 Apnea
Komplikasi lain dari kelahiran prematur adalah apnea, di mana bayi mungkin
berhenti bernapas selama 20 detik atau lebih, kadang-kadang disertai dengan bradikardi.
Ketidakmatangan kontrol pernapasan adalah penyebab utama apnea dan bradikardia,
meskipun kadang-kadang bayi prematur memiliki apnea obstruktif (obstruksi pergerakan
udara di saluran nafas).1
Bayi-bayi ini membutuhkan pemantauan konstan tetapi umumnya merespon dengan
cepat terhadap stimulasi (atau dalam kasus apnea obstruktif, reposisi). Mereka kadang-
kadang mungkin perlu diberi ventilasi tekanan positif untuk merangsang bayi bernapas
lagi.1
Sejumlah strategi telah digunakan untuk mengobati apnea pada bayi prematur. Obat
utama yang digunakan untuk mengobati apnea adalah methylxanthines. Dapat juga
digunakan teofilin dan kafein, tetapi kafein memiliki toksisitas lebih rendah. Obat lain,
doxapram, telah dikaitkan dengan peningkatan keterlambatan kognitif. Pemberian
stimulasi vestibular tidak seefektif pengobatan dengan methylxanthines untuk
pencegahan atau pengobatan apnea. Tidak ada bukti bahwa pengobatan dari
gastroesophageal reflux mengurangi frekuensi atau keparahan apnea. Apnea yang tidak
responsif terhadap obat memerlukan VTP nasal atau ventilasi mekanis.1
Apnea umumnya hilang pada bayi prematur yang telah mengalami maturasi.
Kadang-kadang, bayi prematur terus memiliki apnea, dan beberapa dipulangkan dengan
saran monitor apnea di rumah. Efek menguntungkan jangka panjang pengobatan apnea
pada bayi prematur di NICU belum ditunjukkan. Infeksi saluran pernapasan akut
(terutama infeksi RSV) dapat menyebabkan kambuhnya apnea. Meskipun ada hubungan
21
antara kelahiran prematur dan sindrom kematian bayi mendadak, mekanismenya kurang
dipahami dan mungkin tidak termasuk apnea prematuritas.1
2.3.2 Sistem pencernaan
Saluran gastrointestinal (GI) mencerna dan menyerap makanan, tetapi juga
memiliki fungsi kekebalan tubuh dan endokrin dan menerima banyak masukan dari
sistem saraf. Saluran GI mulai terbentuk pada awal minggu keempat kehamilan, lambung
dan usus sepenuhnya dibentuk pada 20 minggu kehamilan. Usus memanjang dua kali
lipat dalam 15 minggu terakhir kehamilan (275 cm di usia aterm). Sel-sel absorptif usus
terbentuk pada usia 9 minggu kehamilan, pengembangan fungsi endokrin dan kekebalan
tubuh juga mulai terbentuk. Taste bud terbentuk pada antara 7 dan 12 minggu kehamilan.
Namun, bayi prematur mengalami kesulitan dengan mencerna nutrisi karena banyak sel-
sel khusus yang tidak berfungsi penuh.1
Refleks terkoordinasi awal terkait dengan stimulasi di sekitar mulut, dengan
membuka mulut dalam menanggapi rangsangan perioral muncul pada 9,5 minggu
kehamilan dan kemampuan menoleh muncul pada 11,5 minggu kehamilan. Janin mulai
menelan pada 10 sampai 12 minggu kehamilan dan dapat menyedot 20 minggu
kehamilan. Setelah lahir, bayi baru lahir mengalami kolonisasi bakteri pada saluran
pencernaan yang membantu pencernaan makanan. Antibiotik mengubah proses ini.
Keamanan dan kemanjuran memberikan bayi prematur bakteri menguntungkan
(probiotik) untuk kolonisasi saluran pencernaan sedang diteliti.1
Intoleransi pemberian nutrisi adalah komplikasi umum dari kelahiran prematur.
Imaturitas saluran pencernaan memiliki kesulitan mencerna makanan yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan pengembangan yang berkelanjutan. Bayi belum matang dan sakit
menerima nutrisi parenteral (intravena) dengan asam amino, glukosa, elektrolit, dan lipid.
Bayi prematur di bawah 34-35 minggu usia postmenstrual membutuhkan gastric tube
karena mereka tidak bisa mengkoordinasikan mengisap, menelan, atau bernapas.
Memberikan bayi prematur dengan kebutuhan gizi yang cukup untuk pertumbuhan dan
pengembangan dapat mempersulit pengobatan kondisi lainnya.1
22
Necrotizing enterocolitis (NEC) adalah cedera akut usus kecil atau besar yang
menyebabkan peradangan dan luka pada lapisan usus dan terutama mempengaruhi bayi
prematur. NEC terjadi pada 3 persen bayi lahir sebelum 33 minggu kehamilan dan 7
persen bayi dengan berat lahir kurang dari 1.500 gram. Ini biasanya terjadi dalam waktu 2
minggu dari kelahiran dan bermanifestasi sebagai kesulitan makan, pembengkakan perut,
hipotensi, dan tanda-tanda lain dari sepsis. Ketika terdapat dugaan NEC, bayi diobati
dengan antibiotik dan mengistirahatkan usus (berhenti menyusu sementara).1
Penyebab pasti NEC tidak diketahui dan, seperti kebanyakan komplikasi
prematuritas lain, adalah multifaktorial. Lapisan usus bayi yang prematur rapuh, dan
tekanan (infeksi dan oksigen atau aliran darah yang tidak mencukupi) bisa menyebabkan
injuri. Cedera pada lapisan saluran pencernaan dapat meyebar melalui dinding usus,
menyebabkan perforasi dan mengeluarkan isi usus ke rongga abdomen, yang dapat
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Bakteri gram negatif yang berkolonisasi dalam
saluran pencernaan mengeluarkan toksin yang bisa menyebabkan penyakit sistemik dan
kematian. Bayi dengan perforasi usus memerlukan monitoring tekanan darah, operasi
untuk pengangkatan usus nekrotik atau iskemik, dan mungkin pembuatan ostomy sampai
usus sembuh. Kerusakan dapat mempengaruhi hanya segmen pendek usus, atau dapat
berkembang dengan cepat untuk melibatkan segmen lebih panjang. Pada waktu operasi,
asupan gizi bayi umumnya sangat terbatas dan bayi mungkin memerlukan sejumlah besar
darah, cairan, dan obat-obatan (vasopressors) untuk pengobatan hipotensi. Pasien tidak
bisa makan sampai saluran pencernaan pulih, sehingga mereka membutuhkan nutrisi dan
cairan parenteral. Meskipun akses intravena sulit dilakukan pada bayi, nutrisi parenteral
berkepanjangan memerlukan penempatan kateter vena sentral. Hiperalimentasi
berkepanjangan dan tidak adanya nutrisi enteral bisa juga menyebabkan kerusakan hati
dengan kolestasis. Selain itu, pasien dapat mengalami striktur, yang mungkin
memerlukan intervensi bedah lebih lanjut untuk dapat tersuplai nutrisinya secara enteral.
Bayi dengan keterlibatan yang luas dari saluran GI yang sakit kritis, dan pengangkatan
sebagian besar usus menyebabkan malabsorpsi bahkan setelah mereka telah pulih.
Kadang-kadang, cedera begitu luas, sehingga sejumlah kecil dari usus yang tersisa tidak
cukup untuk pertumbuhan dan pengembangan. Morbiditas jangka panjang dapat
23
mencakup ileostomy, kolostomi, prosedur bedah berulang, nutrisi parenteral lama, gagal
hati, gizi buruk, sindrom malabsorpsi, gagal tumbuh, dan perawatan di rumah sakit
berulang.1
Karena akibat buruk dari NEC, neonatus tidak diberi makan selama sakit akut.
Pemberian susu diperkenalkan secara bertahap, dengan masing-masing peningkatan
volume atau konsentrasi susu dimonitor, dan dihentikan pada tanda-tanda awal dari
intoleransi. Pemberian jumlah yang sangat kecil awal menyusu merangsang saluran
pencernaan untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna volume yang
lebih besar dan konsentrasi dari menyusu berikutnya. Perhatian terhadap rejimen makan
dapat meningkatkan toleransi makan dan mengurangi kejadian NEC di NICU.1
2.3.3 Kulit
Kulit, yang mulai terbentuk sejak 6 minggu kehamilan, adalah penting sebagai
barier antara janin atau bayi dan lingkungan. Kulit memainkan peran penting dalam
keseimbangan cairan, suhu regulasi, dan pencegahan infeksi. Kulit bayi yang lahir dibatas
bawah viabilitas (yaitu, 22 hingga 25 minggu kehamilan) umumnya seperti agar-agar,
mudah terluka saat disentuh, memungkinkan kehilangan cairan, dan tidak memberikan
pertahanan yang cukup untuk infeksi. Kebutuhan cairan dan elektrolit seringkali sulit
diprediksi dan cukup bervariasi selama beberapa hari pertama setelah lahir, sampai kulit
lebih mengeras dan kuat. Prosedur infus menyebabkan beberapa bekas luka dibayi
prematur. Pada batas viabel, kulit dapat terluka akibat pelepasan monitor dada. Melapisi
kulit bayi prematur yang lahir sebelum 26 minggu kehamilan dengan salep penghalang
tidak mencegah tetapi sebenarnya malah meningkatkan risiko infeksi.1
2.3.4 Infeksi dan Sistem Imun
Interaksi antara janin dan sistem kekebalan tubuh ibu selama kehamilan adalah
kompleks. Perubahan dalam sistem kekebalan tubuh janin yang diprogram untuk
mempertahankan kehamilan dan mengurangi kemungkinan diserang oleh sistem
kekebalan tubuh ibu belum mempersiapkan janin untuk lahir dan hidup dalam lingkungan
ekstrauterin. Banyak antibodi ibu menyeberangi plasenta untuk melindungi janin dimulai
pada 20 minggu kehamilan, tetapi kebanyakan perpindahan selama trimester ketiga.
24
Kelainan ini saling mempengaruhi kompleks antara janin dan sistem kekebalan tubuh ibu
dan infeksi dapat mengakibatkan gangguan janin, kematian ibu atau janin, atau kelahiran
prematur. Meskipun mekanisme ini tidak dipahami dengan baik, banyak data yang
mendukung hubungan antara subklinis infeksi dan kelahiran prematur. Infeksi dengan
virus rubella, cytomegalovirus, Toxoplasma, spirochete sifilis, parasit malaria, dan virus
human immunodeficiency selama kehamilan dapat memiliki konsekuensi yang buruk
bagi janin dan bayi. Infeksi maternal lain dan selanjutnya peradangan pada janin telah
terlibat sebagai penyebab cedera otak janin (termasuk cedera substansia alba, gangguan,
dan kematian sel neuronal) dan cacat perkembangan saraf.
Bayi prematur memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang dan tidak
efisien melawan bakteri, virus, dan organisme lain yang dapat menyebabkan infeksi.
Manifestasi paling serius dari infeksi dengan agen ini umumnya terlihat pada bayi
prematur termasuk pneumonia, sepsis, meningitis, dan infeksi saluran kemih. Sebanyak
65 persen dari bayi dengan berat lahir kurang dari 1.000 gram memiliki setidaknya satu
infeksi selama awal mereka rawat inap. Neonatus mendapat infeksi ini pada kelahiran
dari ibu mereka atau setelah lahir melalui kulit mereka yang belum matang, paru-paru,
atau saluran pencernaan, yang kurang memiliki fungsi imunoprotektif. Bayi prematur
mengalami kesulitan melokalisir infeksi dan membentuk abses, hingga sepsis sering
berkembang. Bayi sepsis umumnya sakit kritis, dan infeksi dapat menyebar ke bagian
lain dari tubuh (yang mengakibatkan, misalnya, meningitis). Selain antibiotik intravena,
bayi sepsis sering membutuhkan dukungan untuk sistem organ lain (Misalnya,
pernapasan dan dukungan tekanan darah). Neonatus dengan berat badan lahir kurang dari
1.000 gram dan infeksi telah ditemukan untuk memiliki kepala yang lebih kecil,
penurunan lebih kognitif, dan tingkat yang lebih tinggi dari cerebral palsy dari orang-
orang yang tidak memiliki infeksi neonatus. Infeksi jamur invasif terjadi pada 6 sampai 7
persen bayi di NICU, dan tingkat infeksi tersebut meningkat dengan menurunnya usia
kehamilan dan berat badan lahir. Candida adalah spesies jamur yang paling umum yang
menyebabkan infeksi pada bayi prematur dan berkolonisasi sekitar 20 persen bayi dengan
berat lahir kurang dari 1.000 gram. Infeksi jamur di mana infeksi menyebar ke seluruh
tubuh, memiliki tingkat kematian 30 persen. Pengobatan cepat dengan obat antijamur
25
dapat mencegah penyebaran dan meningkatkan kelangsungan hidup, tetapi efek samping
sering terjadi. Pemberian flukonazol intravena sebagai profilaksis terhadap infeksi jamur
pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1.000 gram dapat mengurangi tingkat kolonisasi
dan infeksi jamur. Peradangan terlibat dalam banyak komplikasi prematuritas, termasuk
BPD / PPK, NEC, cedera intrakranial dan terutama substansia alba, dan ROP. 1
2.3.5 Sistem Kardiovaskular
Bayi prematur dapat mengalami berbagai gangguan kardiovaskular, mulai dari
cacat morfologi besar autoregulasi disfungsional pembuluh darah (hipotensi). Pada
embrio hari 20, sel-sel yang akan membentuk jantung mulai berdiferensiasi. Jantung
berdetak saat 4 minggu kehamilan dan sepenuhnya terbentuk di akhir minggu ke-6.
Karena pertukaran gas terjadi di plasenta, sebagian besar aliran darah janin melewati
paru-paru melalui duktus arteriosus Botali.1
Ductus arteriosus biasanya menutup setelah lahir, ketika paru-paru sudah
mengembang; udara masuk paru-paru; dan darah dialihkan dari sisi kanan jantung,
melalui paru-paru, kembali ke sisi kiri jantung, dan keluar ke tubuh. Pada bayi prematur,
saluran mungkin tidak menutup dengan benar, yang menyebabkan paten (terbuka) duktus
arteriosus, yang dapat menyebabkan gagal jantung dan mengurangi aliran darah ke organ-
organ tubuh yang vital (misalnya, ginjal dan saluran pencernaan). Murmur, prekordium
aktif, dan pulsasi yang meningkat adalah tanda-tanda klinis; dan ekokardiografi
dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya patent ductus arteriosus atau normal. Patent
ductus arteriosus dapat asimtomatik dan mungkin menutup spontan pada minggu pertama
kehidupan, atau dapat mempersulit bayi prematur dan meningkatkan risiko perdarahan
intraventrikular (IVH), NEC, BPD / PPK, dan kematian.1
Sekitar 5 persen bayi dengan berat lahir kurang dari 1.500 gram memiliki patent
ductus arteriosus. Obat dan operasi sama-sama efektif pada penutupan paten ductus
arteriosus, dan masing-masing memiliki hasil dan efek samping yang signifikan. Obat
yang paling umum digunakan, indometasin, memiliki efek samping yang signifikan
karena aliran darah menurun ke bagian bawah tubuh (yang menghasilkan penurunan
output urin dan perforasi gastrointestinal). Ibuprofen efektif dan mungkin memiliki efek
samping yang lebih sedikit, tetapi belum diteliti. Nilai indometasin untuk pencegahan
26
paten ductus arteriosus atau pengobatan paten dengan asimtomatik ductus arteriosus tetap
kontroversial.1
Hipotensi merupakan masalah yang sering pada bayi prematur, namun tidak ada
konsensus seperti apa pembacaan tekanan darah pada bayi prematur dengan usia
kehamilan kurang dari 26 atau 27 minggu. Pemberian bolus saline normal dan vasopresor
digunakan untuk meningkatkan tekanan darah. Meskipun bayi prematur dengan hipotensi
refrakter parah seringkali diobati dengan dosis fisiologis hidrokortison, keamanan atau
kemanjuran belum ditetapkan. Apnea dan bradikardia yang umumnya terjadi pada bayi
prematur dan merupakan manifestasi kontrol kardiorespirasi imatur.1
2.3.6 Sistem Hematologi
Hematopoiesis adalah pembentukan sel darah dari progenitor sel induk. Dimulai
pada embrio 7 hari setelah pembuahan. Sel induk aktif di aortogonadomesonephron di 10
hari dan kemudian bergeser ke hati dan, akhirnya, sumsum tulang. Ada perubahan
perkembangan dalam jumlah dan fungsi sel induk hematopoietik dan di berbagai sel
darah (misalnya, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit).1
Sel darah merah pada janin mengandung hemoglobin fetus, yang diperlukan untuk
pertukaran gas intrauterin karena memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen.
Tingkat hemoglobin janin menurun setelah lahir. Kehilangan darah, perdarahan
fetomaternal, dan hemolisis semua bisa mengakibatkan anemia kongenital, tetapi
komplikasi hematologi yang paling umum pada bayi prematur adalah anemia
prematuritas. Anemia prematuritas adalah manifestasi berlebih dari anemia fisiologis bayi
karena hematopoiesis ditekan selama 6 sampai 12 minggu setelah lahir.1
Penyebabnya adalah multifaktorial dan termasuk kehilangan darah dari seringnya
pengambilan sampel darah, kelangsungan hidup lebih pendek dari sel darah merah pada
bayi prematur, respon anemia suboptimal, dan kebutuhan yang lebih besar untuk sel
darah merah dengan pertumbuhan. Bayi prematur sering perlu transfusi sel darah merah,
dan banyak dari bayi sakit dan prematur membutuhkan transfusi. Sebuah metaanalisis
dari sejumlah percobaan terkontrol acak menemukan pengurangan jumlah transfusi sel
27
darah merah yang diperlukan setelah pemberian eritropoietin manusia rekombinan dan
besi.1
2.3.7 Sistem auditori dan pendengaran
Telinga mulai berkembang pada akhir minggu ke 6 kehamilan dan sepenuhnya
berkembang pada usia 20 minggu kehamilan. Tanggapan terhadap suara dapat
ditunjukkan pada janin dan bayi yang lahir pada 23 dan 24 minggu kehamilan, dan
tanggapan batang otak terhadap pendengaran dapat direkam ini di awal pada bayi
prematur. Waktu konduksi menurun dengan meningkatnya kehamilan atau usia
postmenstrual.1
Satu sampai dua dari 1.000 bayi baru lahir menderita gangguan pendengaran
kongenital atau diakuisisi dalam kandungan. Prevalensi gangguan pendengaran neonatal
telah dilaporkan meningkat 10 sampai 50 kali lipat pada bayi beresiko, yang termasuk
bayi prematur. Selain gangguan pendengaran akibat faktor keturunan, yang merupakan
penyebab dari persentase terbesar dari gangguan pendengaran, dalam komplikasi rahim
dan neonatal (misalnya, infeksi, imaturitas, asfiksia, obat ototoksik, dan
hiperbilirubinemia) telah dijelaskan menjadi faktor risiko untuk gangguan pendengaran
neonatal. Bayi yang menerima ventilasi berada pada peningkatan risiko untuk otitis
media. Gangguan pendengaran yang signifikan, sering membutuhkan alat bantu
pendengaran, terjadi pada 1 sampai 5 persen dari bayi yang lahir di usia kehamilan
kurang dari 25 atau 26 minggu.1
Gangguan pendengaran bilateral yang sedang hingga parah dapat mengganggu
berkembangnya persepsi anak untuk berbicara dan dapat mengganggu upaya bicara. Jika
gangguan pendengaran tetap tidak terdeteksi melalui periode kritis akuisisi bahasa, yaitu,
dalam 2 tahun pertama, gangguan mendalam perkembangan bicara dan bahasa reseptif
dan ekspresif dapat terjadi. Deteksi dini gangguan pendengaran memfasilitasi
penanganan awal (misalnya, alat bantu dengar atau implan koklea) dan intervensi awal
untuk berbicara dan penguasaan bahasa. Prognosis untuk keterampilan fungsional bicara
dan bahasa membaik dengan deteksi awal dan penanganan gangguan pendengaran.1
28
Sebagian besar masyarakat melakukan skrining pendengaran universal untuk
semua bayi yang baru lahir. Metode yang paling banyak digunakan untuk skrining bayi
baru lahir untuk kemampuan pendengaran mereka adalah respon batang otak-
pendengaran dan emisi otoakustik. Kedua metode mendeteksi respon bayi untuk suara.1
Tanggapan batang otak-pendengaran mencatat gelombang listrik yang merupakan respon
batang otak terhadap suara. Emisi otoakustik mengevaluasi integritas koklea (telinga
bagian dalam) dengan mendeteksi suara rendah yang dipancarkan koklea sebagai respon
terhadap suara. Tes ini sensitif namun memiliki spesifisitas yang rendah. Neonatus yang
gagal tes dalam pendengaran harus melakukan tes ulang dan dirujuk untuk konfirmasi
pengujian audiologi dan evaluasi medis. Gangguan pendengaran yang progresif telah
dilaporkan pada bayi dengan infeksi cytomegalovirus dan hipertensi pulmonal persisten
pada bayi baru lahir. Bayi yang menunjukkan keterlambatan dalam berbahasa harus
melakukan tes pendengaran lanjut selama tahun pertama hidup.1
2.3.8 Sistem Optalmik dan penglihatan
Bayi prematur lebih mungkin memiliki kelainan semua bagian dari sistem visual
signifikan dibandingkan bayi cukup bulan , yang mengarah ke penurunan penglihatan
(Repka, 2002). Vesikel optik yang akan menjadi mata terbentuk selama minggu kelima
dan keenam setelah pembuahan. Bola mata terbentuk baik pada batas bawah viabilitas
(22 hingga 25 minggu kehamilan). Namun, membran pupil meliputi kapsul vaskular
lensa anterior dan secara bertahap menghilang antara 27 dan 34 minggu kehamilan.
Retina adalah lapisan pembuluh darah di belakang mata yang menerjemahkan cahaya
menjadi pesan listrik ke otak. Retina adalah salah satu organ terakhir yang mengalami
vaskularisasi pada janin. Sel-sel pembentuk pembuluh darah berasal dekat diskus optik
(di mana saraf optik memasuki retina) dari prekursor sel spindle pada usia kehamilan 16
minggu danbsecara bertahap menyebar di seluruh permukaan retina, dari pusat ke perifer.
Pembuluh darah hanya mencakup 70 persen dari retina pada 27 minggu kehamilan,
dalam banyak kasus retina benar-benar penuh pembuluh darah ke sisi nasal pada 36
minggu kehamilan dan ke sisi temporal pada 40 minggu kehamilan.1
29
Fungsi sistem visual sangat awal, dengan bayi prematur berkedip menanggapi
cahaya terang pada 23 hingga 25 minggu kehamilan dan dengan konstriksi pupil sebagai
respon menanggapi cahaya pada 29-30 minggu kehamilan. Dengan 30-32 minggu usia
postmenstrual, bayi prematur mulai membedakan pola visual. Ketajaman visual semakin
membaik dengan bertambahnya usia postmenstrual. Neonatus aterm melihat bentuk
(perkiraan ketajaman visual 20/150) dan warna. (apa pun lebih dekat atau lebih jauh
menjadi kabur).1
ROP (Retinopathy of Premaurity) adalah kelainan mata yang paling umum pada
bayi prematur. Ini adalah sebuah gangguan neovaskular retina, dan kejadiannya
meningkat dengan penurunan usia kehamilan dan penurunan berat badan lahir. Hal ini
memiliki etiologi multifaktorial, dengan penyebab utama imaturitas dengan retina
avaskular. Faktor lingkungan, termasuk hipoksia, variasi tekanan darah, sepsis, dan
asidosis, dapat melukai endotel pembuluh darah retina yang belum matang. Retina
kemudian memasuki fase quiescent untuk beberapa hari atau minggu dan membentuk
struktur ridge-like sel mesenchymal antara daeah vaskularisasi dan avaskular
patognomonik pada retina saat usia postmenstrual 33-34 minggu.1
ROP terjadi pada 16-84 persen dari bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang
dari 28 minggu, 90 persen bayi dengan berat lahir kurang dari 500 atau 750 gram, dan 42
menjadi 47 persen dari bayi dengan bobot kelahiran kurang dari 1.000 atau 1.500 gram.
Untungnya, ROP berat yang membutuhkan terapi tidak umum terjadi, hanya pada 14
sampai 40 persen dari bayi dengan usia kehamilan kurang dari 26 minggu, 10 persen bayi
dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 16 persen bayi dengan berat lahir kurang
dari 750 gram, dan 2 hingga 11 persen dari bayi dengan berat lahir kurang dari 1.000 atau
1.500 gram. ROP sembuh tanpa kehilangan penglihatan yang signifikan di sebagian bayi
(80 persen). Repka dan rekan (2000) menemukan bahwa involusi terjadi pada 90 persen
bayi dengan ROP pada 44 minggu usia postmenstrual.1
Perawatan telah meningkatkan hasil visual untuk anak-anak dengan ROP berat.
Ablasi yang abnormal pembuluh perifer dengan cryotherapy dan terapi laser telah
menyebabkan hasil visual yang menguntungkan dalam setidaknya 75 persen bayi dengan
ROP berat. Melanjutkan perawatan dan perawatan lebih tepat waktu ROP berat telah
30
mengurangi proporsi anak tunanetra parah atau kebutaan dari 3 sampai 7 persen turun
menjadi 1,1 persen pada anak-anak dengan berat lahir kurang dari 1.000 atau 1.500 gram.
Tunanetra parah atau kebutaan terjadi pada 0,4 persen anak-anak dengan kehamilan usia
27-32 minggu, 1 sampai 2 persen dari anak-anak dengan usia kehamilan kurang dari 26
atau 27 minggu, 4 persen anak-anak dengan usia kehamilan 24 minggu.1
2.3.9 Sistem Saraf Pusat
Neuromaturasi adalah proses dinamis di mana sistem saraf pusat (SSP) dibentuk
oleh interaksi yang berkelanjutan dari proses genetik terprogram, yang terkode didalam
genom dan kemudian terkode pada lingkungan intrauterin, yang kemudian dilanjutkan ke
lingkungan ekstrauterin. Proses yang menghidupkan dan kemudian mematikan gen
tertentu secara berturut-turut mendorong kemajuan perkembangan gen tersebut,
sedangkan sel-sel yang melingkupi sekitarnya, suhu, nutrisi, dan faktor lingkungan yang
tidak diketahui mempengaruhi pembelahan, diferensiasi, fungsi, hubungan, dan migrasi
sel. Setelah 16 hari pasca konsepsi, pelat saraf, yang berisi sel-sel yang membentuk otak
terbentuk. Pada waktu 3 sampai 4 minggu setelah pembuahan alur saraf mulai terbentuk
dan kemudian mulai menutup menjadi tabung saraf. Pada salah satu ujung tabung saraf,
vesikel otak embrionik terbentuk dan mulai berdiferensiasi menjadi otak depan, otak
tengah, dan otak belakang (prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon).
Pada akhir minggu ke-6, subdivisi dasar otak orang dewasa telah terbentuk. Neuron dan
glial secara aktif membantu pembelahan sel-sel selama trimester pertama, dengan periode
puncak proliferasi antara 2 dan 4 bulan kehamilan. Migrasi Neuron adalah gerakan
massal Neuron dari tempat dimana mereka dibentuk dan berakhir dalam lapisan otak
tertentu dan terjadi antara bulan ke-3 dan 5 kehamilan.1
Fetus dapat mulai membuat gerakan tak lama setelah otak mulai dapat membedakan
(berpikir) dan dapat dideteksi dengan USG paling awal 8 sampai 10 minggu dari
pembuahan. Aktivitas janin (fetal) dan bayi (infant) serta Input sensorik membentuk
perkembangan Sistem Syaraf Pusat. Fetus bergerak dalam menanggapi rangsangan kulit
pada waktu 9 sampai 11 minggu dan menunjukkan tanda-tanda awal refleks primitif
(yaitu, menarik dan menggenggam).1
31
Neuron terus membedakan rengsangan, dan axon tumbuh dan terhubung ke dendrit
untuk membentuk sinapsis mulai dari usia kehamilan 6 bulan sampai 3 tahun. Sebuah
jaringan saraf yang luas dan kompleks membentuk sirkuit saraf; dan mereka dibentuk
oleh pola aktivitas impuls elektris yang diakibatkan oleh input sensorik, gerakan, dan
respon terhadap lingkungan. Gerakan dan respons fetus terhadap lingkungan adalah hal
yang diperlukan dalam perkembangan anggota tubuh dan system syaraf pusat yang
normal. Kegiatan yang sedang berlangsung, belajar, dan input sensorik amat menentukan
sirkuit syaraf mana yang diperkuat, sedangkan sirkuit yang tidak terpakai akan
dipangkas. Myelinasi membungkus Neuron dengan selubung lipid dan mengurangi
waktu konduksi. Proses Myelinasi dimulai paling awal 6 bulan usia kehamilan di
beberapa daerah system syaraf pusat dan berlanjut sepanjang masa kanak-kanak.1
Proses pembentukan Sistem syaraf Pusat yang tidak lengkap membuat neonatus
rentan terhadap cedera Sistem syaraf Pusat, terutama jika bayi lahir prematur. Cedera
pada Sistem syaraf Pusat dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, transisi ke
kehidupan ekstrauterin, ataupun penyakit dan paparan penyakit. Banyak etiologi
kelahiran prematur (misalnya, infeksi dan maternal illness) berkontribusi terhadap cedera
Sistem syaraf Pusat pada fetus. Kekhawatiran tentang kemampuan bayi prematur untuk
mentolerir kontraksi persalinan dan trauma persalinan vaginal telah menimbulkan
pertanyaan apakah persalinan dengan operasi caesar bersifat neuroprotektif atau tidak.
Percobaan-percobaan dilakukan untuk mengevaluasi pertanyaan ini mengalami masalah
dalam hal rekrutmen objek penelitian, dan tidak ada bukti yang cukup pada peningkatan
outcome bayi seimbang dengan peningkatan morbiditas ibu. Bayi yang lahir prematur
juga memiliki lebih banyak kesulitan dengan transisi dari dukungan plasenta menuju
kehidupan extrauterine serta banyaknya perubahan vaskular yang terjadi.1
Pada bayi prematur, white matter di sekitar ventrikel dan matriks germinal vaskular
sangat rentan terhadap cedera. Bayi prematur memiliki kesulitan dengan autoregulasi
aliran darah otak (kemampuan mempertahankan aliran darah otak yang memadai,
meskipun terjadi perubahan tekanan darah). Iskemia, hipoksia, dan inflamasi
berkontribusi besar terhadap cedera sistem saraf pusat pada bayi prematur, namun
pengaruh dari faktor-faktor ini masih bersifat relatif kontroversial. Tanda-tanda yang
32
paling umum dari cedera Sistem syaraf Pusat pada bayi prematur adalah IVH, perdarahan
intraparenchymal (IPH; perdarahan dalam substansi otak), dan cedera white matter
(termasuk leukomalasia periventrikel [PVL]). Penelitian Neuroimaging, termasuk
ultrasound, computerized tomography, dan magnetic resonance imaging (MRI),
menyediakan cara untuk memvisualisasikan cedera otak pada bayi. USG memiliki
keuntungan dengan biaya yang lebih murah dan mudah disediakan (dapat dilakukan di
samping tempat tidur), tetapi saat ini MRI semakin banyak digunakan untuk visualisasi
parenkim otak yang lebih baik.
2.3.9.1 Cedera Matrix Germinal, IVH, dan IPH
Intra Ventricular Hemorrhagic biasanya dimulai dengan perdarahan ke dalam
matriks germinal tepat di bawah ventrikel lateral (yaitu, perdarahan subependymal atau
matriks germinal). Selama akhir trimester kedua dan awal trisemester ketiga, matriks
germinal subependymal mendukung pengembangan sel saraf kortikal dan sel glial
prekursor, yang bermigrasi ke lapisan kortikal. Matriks germinal adalah pembuluh darah,
dengan jaringan kapiler yang kaya dan matriks pendukung relatif lemah. Darah yang
mengisi ventrikel lateral dapat melebarkan ventrikel. Insiden dan tingkat keparahan IVH
meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan dan berat lahir. Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian IVH yaitu hipotensi, hipertensi, tekanan darah yang
berfluktuasi, autoregulasi aliran darah otak yang lemah, gangguan koagulasi,
hiperosmolaritas, dan cedera pada endotel vaskular diakibatkan oleh radikal bebas
oksigen. Dalam 10 sampai 15 persen perdarahan matriks germinal pada bayi (infant) akan
menghambat aliran balik vena dan menyebabkan infark vena pada jaringan otak (disebut
Intra Parenchymal Hemorrhagic).1
IVH yang parah dapat menyebabkan dilatasi ventrikel dan hidrosefalus
posthemorrhagic jika terdapat obstruksi pada aliran cairan serebrospinal, dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Intermittent Spinal taps atau ventrikel taps (yaitu,
pengambilan cairan serebrospinal dengan jarum) dapat mengurangi tekanan ini. Prosedur
ini harus dilakukan terutama apabila infant tersebut simptomatik, seperti yang telah
ditunjukkan oleh penelitian terdahulu yaitu tidak ada manfaat pemasangan keran biasa
33
pada bayi asimtomatik. Setelah sebagian besar darah dibersihkan dari ventrikel, sebuah
ventriculoperitoneal (VP) shunt dapat dipasang dengan cara pembedahan untuk
mengalirkan cairan cerebrospinal ke dalam rongga perut di mana ia dapat diserap. De
Vries dan Groenendaal (2002) menemukan bahwa sepertiga dari bayi prematur dengan
IVH yang parah memerlukan VP shunt. Baik diuretik atau streptokinase (clotbuster)
mampu mengurangi kebutuhan penggunaan shunt, namun juga tidak meningkatkan
outcome (dan peningkatan batas pada gangguan motorik yang terdeteksi pada usia 1
tahun setelah penggunaan diuretik)1
Bayi dengan perdarahan subependymal atau matriks germinal atau IVH tanpa
dilatasi ventrikel memiliki prognosis yang baik; tetapi mereka dengan IVH dengan
dilatasi ventrikel, hidrosefalus posthemorrhagic atau IPH berada pada peningkatan risiko
kecacatan perkembangan saraf. Sebanyak 11 persen dari bayi dengan berat lahir kurang
dari 1.500 gram memiliki IVH dengan dilatasi ventrikel atau IPH. Prevalensi kecacatan
perkembangan saraf pada bayi prematur dengan IVH yang parah dan dilatasi ventrikel
atau hidrosefalus posthemorrhagic berkisar antara 20 sampai 75 persen. Meskipun
penelitian yang terdahulu menunjukkan tingginya insiden cacat perkembangan saraf
dengan IPH pada bayi prematur, studi terbaru menunjukkan bahwa prevalensi kecacatan
bervariasi dengan ukuran dan lokasi perdarahan. Sebuah studi dari bayi yang lahir antara
tahun 1979 dan 1989 dengan usia kehamilan kurang dari 33 minggu menemukan bahwa
probabilitas cacat utama pada usia 8 tahun adalah 5 persen untuk bayi dengan kondisi
USG normal, pendarahan matriks germinal, atau IVH kecil tanpa dilatasi ventrikel dan 41
persen untuk bayi dengan dilatasi ventrikel, hidrosefalus, atau atrofi serebral.1
Penggunaan Betametason Antenatal (kortikosteroid) mengurangi kejadian IVH
pada bayi prematur, namun banyak pengobatan lain menunjukkan hasil yang kurang
berhasil. Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung mengenai penggunaan antenatal
baik fenobarbital atau vitamin K untuk mencegah IVH. Fenobarbital postnatal tidak
secara signifikan meningkatkan hasil pengobatan dalam insiden IVH, IVH yang parah,
dilatasi ventrikel posthemorrhagic, cacat perkembangan saraf parah, atau kematian; dan
ada kecenderungan durasi penggunaan ventilasi yang lebih lama.1
34
Sebuah meta-analisis pada lima percobaan tentang kelumpuhan neuromuskuler
yang berkepanjangan dengan pengobatan pancuronium pada bayi prematur dengan
pernapasan asynchronous menyimpulkan bahwa meskipun pancuronium memang
membantu mengurangi insiden IVH dan pneumotoraks, namun kekhawatiran tentang
tingkat keamanan penggunaannya dan efek jangka panjang terhadap paru-paru dan efek
neurologis menghalangi rekomendasi penggunaan pancuronium secara rutin. Dosis
intramuskular vitamin E mungkin telah mengurangi kejadian IVH pada bayi prematur,
tetapi penggunaannya juga berkaitan dengan peningkatan insiden sepsis (dan dalam dosis
tinggi dapat meningkatkan risiko IVH). Penggunaan profilaksis indometasin di jam-jam
dan hari-hari awal setelah melahirkan mengurangi tingkat kejadian dan keparahan IVH,
terutama pada bayi laki-laki prematur, namun penggunaan indometasin menghasilkan
banyak efek samping (misalnya, komplikasi ginjal, NEC, dan perforasi usus) dan
memiliki sedikit efek berkelanjutan pada perkembangan saraf (meskipun mungkin
meningkatkan kemampuan verbal anak laki-laki). Seperti komplikasi lain dalam
prematuritas, pencegahan kelahiran prematur akan menjadi cara yang paling efektif untuk
mencegah IVH dan IPH.1
2.4 Penanganan Bayi Prematur
2.4.1 Dukungan terhadap perkembangan saraf (Neurodevelopmental)
Neurodevelopmental adalah sebuah pendekatan mengenai perawatan intensif
terhadap bayi prematur dan full-term infant yang sakit di sebuah ruang Neonatal Intensive
Care Unit (NICU) yang menyediakan neuromaturation dan juga menyediakan perawatan
untuk penyakit akut dan kronis. Sama seperti pengaruh lingkungan intrauterine terhadap
perkembangan fetus, lingkungan NICU mempengaruhi perkembangan bayi yang lahir
prematur. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam penyediaan dukungan terhadap
Neurodevelopmental meliputi:
1. desain NICU dan pencahayaan,
2. rutinitas perawatan dan rencana perawatan,
3. metode pemberian makan (feeding),
4. manajemen rasa sakit,
5. perhatian terhadap Input sensorik, aktivitas dan tanda-tanda stress,
35
6. dan keterlibatan orang tua dalam perawatan bayi mereka. 1
Meskipun sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi khasiat dari
berbagai aspek pendukung Neurodevelopmental dalam meningkatkan hasil outcome bagi
bayi yang lahir prematur, akan tetapi hanya sedikit penelitian yang telah menghasilkan
hasil yang memuaskan. Menyusun sebuah percobaan acak-terkontrol yang bagus terbukti
cukup sulit dan mahal untuk dilakukan. Dukungan terhadap perkembangan saraf
merupakan area yang penting yang memerlukan studi lebih lanjut, baik dalam hal
kemanjuran intervensi yang digunakan dan juga untuk memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana NICU dalam memberikan dukungan intervensi (bisa juga
sebalikya/ mengganggu) neuromaturation (pematangan neuran) pada bayi yang lahir
prematur. NICU memberikan bayi prematur banyak rangsangan, dikarenakan lingkungan
rumah sakit yang aktif dan bayi yang terpapar beberapa prosedur medis.1
Untuk meminimalkan rangsangan yang merugikan dan untuk mendukung
neuromaturation, oleh karena itu NICU berusaha untuk menerapkan strategi yang meniru
lingkungan intrauterin dan memberikan rangsangan lebih tepat yang ditujukan sesuai
tingkat kewaspadaan dan respons bayi. Misalnya, dengan memperhatikan bagaimana bayi
diposisikan dan ditangani dapat mempengaruhi perkembangan postur dan otot mereka.
Beberapa NICU telah mengadopsi pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan
perkembangan (developmental care), termasuk perawatan metode kanguru (Kangaroo)
dan Neonatal individual Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP).1
Adalah hal yang tidak biasa bagi orangtua dengan neonatus yang sakit kritis serta
merasa kewalahan dengan teknologi yang mereka hadapi di NICU dan mengalami
kesulitan berhubungan dengan bayi yang baru lahir mereka di bawah semua peralatan
NICU. Oleh karena itu, Family-centered NICU menjadi lebih dari sebuah filosofi
daripada sebuah program Family-centered NICU menyediakan keluarga dengan tempat
duduk yang nyaman, kursi goyang, privasi, dan jam besuk yang bebas; mendorong
mereka untuk membawa foto keluarga atau kaset suara mereka; dan kebebasan
memandikan dan memberi makan bayi pada waktu keluarga menjenguk.
2.4.2 Menyusui/ Breast Feeding
36
Selain menyediakan susu yang lebih mudah dicerna oleh bayi premature yang
masih rentan, kegiatan menyusui akan memfasilitasi hubungan keterikatan antara ibu dan
bayi dengan memberikan kesan bahwa ibu memiliki peran utama dalam pemulihan
bayinya. Bayi prematur yang diberi ASI memiliki risiko infeksi dan NEC yang lebih
rendah, bayi dapat belajar untuk mencari puting susu dengan baik, serta bayi memiliki
nilai kognitif yang lebih tinggi, dan memiliki risiko penyakit pencernaan kronis dan
alergi yang lebih rendah. Wanita yang menyusui memiliki resiko kehilangan darah
postpartum yang rendah, peningkatan mineralisasi tulang, dan penurunan risiko kanker
ovarium dan payudara.1
2.4.3 Input sensorik dan Lingkungan NICU
Upaya awal untuk memperbaiki lingkungan bayi difokuskan pada cara penyediaan
rangsangan sensorik, termasuk mengayun, membelai, memegang, dan menggerakkan,
serta rangsangan pendengaran (misalnya, rekaman suara ibu dan musik) dan rangsangan
visual, baik sendiri atau dalam kombinasi. Kebanyakan penelitian tentang intervensi
tersebut cacat, disebabkan oleh ukuran sample yang kecil, kontrol yang tidak memadai,
atau kegagalan untuk menutupi hasil outcome evaluator. Beberapa penelitian
menunjukkan kesulitan dalam membatasi intervensi pada kelompok penelitian tanpa
akumulasi perbandingan dengan kelompok kontrol. Akhirnya, sebagian besar studi gagal
untuk memperhitungkan latar belakang stimulasi atau keadaan kewaspadaan dan respon
bayi terhadap rangsangan. Kemampuan untuk mengontrol frekuensi, durasi, dan
intensitas rangsangan yang masuk merupakan aspek penting dari pembelajaran.
Janin dan bayi prematur menanggapi suara dan cahaya paling awal 24-26 minggu
kehamilan. Bayi prematur secara visual dapat terpaku dan mengenali pola visual paling
awal 30-32 minggu kehamilan.1
Bayi prematur yang rapuh akan kewalahan terhadap rangsangan sensorik dan
merespon dengan menutup mata mereka, berpaling, atau bahkan menunjukkan
ketidakstabilan fisiologis (misalnya, penurunan tingkat saturasi oksigen). Hal ini di
akibatkan NICU membebani bayi prematur dengan beberapa rangsangan yang tidak
berubah-ubah, termasuk lampu neon yang terang, kebisingan, dan penanganan yang
sering. Bayi dengan apnea menerima rangsangan taktil, dan kebanyakan prosedur
37
tersebut menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri. Kemampuan bayi untuk merspon
terhadap rangsangan aversive yang berulang-ulang muncul paling awal 24-30 minggu
kehamilan, tetapi membutuhkan energi besar, dan kemampuan bayi dalam merespon
mungkin tidak sempurna pada bayi- bayi dengan prematuritas.
Upaya NICU saat ini fokus pada memodifikasi lingkungan NICU, rutinitas, dan
peralatan untuk mengurangi kebisingan dan kecerahan lampu. Dengan meredupkan
kecerahan lampu, tindakan tersebut secara tidak langsung melindungi mata bayi.
Penggunaan Penutup mata atau penutup telinga bukan tindakan yang menguntungkan,
tetapi penurunan cahaya dan suara rangsangan pada ritme sirkadian diketahui dapat
meningkatkan berat badan bayi. Selain itu, pengkoordinasikan dan pengelompokkan jam
kerja keperawatan dan dokter dalam melakukan perawatan dapat menghindari waktu
bangun bayi yang tidak perlu, namun ada kekhawatiran bahwa perawatan secara
berkelompok dapat menjadikan bayi yang lahir sebelum 30 minggu kehamilan terlalu
stress.1
Interaksi dan stimulasi positif bisa saja bermanfaat, selama respon bayi dipantau
secara hati-hati (berdasarkan kontingensi). Lagu pengantar tidur, suara orang tua, dan
ayunan dapat meningkatkan berat badan bayi dan memperpendek masa rawat inap.
Stimulasi vestibular berirama dapat memfasilitasi tidur bayi lebih tenang namun tidak
berpengaruh signifikan terhadap kenaikan berat badan, frekuensi apnea, makan, atau
outcome perkembangan saraf. Meskipun stimulasi kinestetik dapat mengurangi frekuensi
apnea, stimulasi tersebut tidak mencegah terjadinya apnea dan juga kurang efektif jika
dibandingkan obat-obatan. Mengisap nonnutritive (yaitu, memberikan dot untuk bayi
hisap selama tube feeding) menunjukkan peningkatan makan dan masa rawat inap yang
pendek.1
Beberapa data menunjukkan bahwa pijatan lembut pada bayi prematur yang secara
fisiologis stabil dapat meningkatkan berat badan dan mengurangi durasi rawat inap.
Banyak yang percaya bahwa rangsangan pendengaran, visual, kinestetik, vestibular, dan
intervensi stimulasi taktil adalah interaksi positif bayi dengan orang tua, dimana orang
tua dapat dengan mudah diajarkan bagaimana mengenali dan memonitor bayi untuk
38
mengenali tanda-tanda ketidaknyamanan atau input sensorik yang berlebihan pada bayi
mereka.
2.4.4 Nyeri dan Ketidaknyamanannya
Hubungan antara nyeri yang sering atau nyeri kronis, respon stres, tingkat kortisol,
dan perkembangan saraf pada bayi prematur sangat kompleks. Janin atau bayi prematur
menanggapi rangsangan yang menyakitkan dengan peningkatan kortisol dan kadar
endorphin paling awal 23 minggu kehamilan, tetapi neurotransmitter yang mengurangi
rasa sakit berkembang di kemudian hari setelah kelahiran. Bayi prematur memiliki
peningkatan sensitivitas rasa sakit, dan rangsangan mungkin menyakitkan bagi bayi-bayi
ini. Pengalaman menyakitkan ini sering ditemui pada bayi preterm di NICU, serta dapat
menyebabkan perubahan struktural dan fungsional dari sistem saraf mereka dan
tanggapan terhadap rasa nyeri berubah ketika masa kanak-kanak.
Pedoman pengelolaan nyeri pada bayi baru lahir telah ditetapkan. Pengobatan yang
paling banyak digunakan untuk pengobatan nyeri akut parah adalah morfin dan fentanil.
Tindakan untuk menenangkan (mengisap nonnutritive sukrosa secara oral pada puting)
juga diberikan selama prosedur minor. Dikarenakan, beberapa Penelitian telah secara
konsisten menunjukkan manfaat dari treatmen rutin dengan narkotika pada bayi baru
lahir dengan ventilasi mekanik (analgesia preemptive),1
2.4.5 Positioning dan Handling
Perhatian terhadap bagaimana bayi prematur diposisikan dan ditangani di NICU
dapat mempengaruhi postur dan perkembangan motorik setelah diiperbolehkan pulang
kerumah. Kegagalan orangtua dalam meniru bagaimana bayi diposisikan ketika dirawat
di NICU memiliki konsekuensi yang merugikan.
Dalam rahim, janin tertekuk karena ketatnya rahim (yaitu, rahim memiliki batas
yang ketat) dan janin dipenuhi oleh cairan ketuban, yang menurunkan pengaruh gravitasi.
Neuromaturation yang normal dapat diberikan dengan memposisikan bayi dengan cara
meniru posisi bayi di lingkungan intrauterin dengan ekstremitas fleksi dan adduksi
pinggul, menghindari pemanjangan leher dan batang tubuh, dan memberian simetrisitas
39
pada tubuh. Karena ketidakstabilan fisiologis, bayi prematur yang sakit kritis mereka
menerima penanganan dan stimulasi yang minimal namun direposisi secara teratur sesuai
dengan protokol keperawatan. Perhatian terhadap bagaimana bayi prematur diposisikan
dapat dimasukkan ke dalam agenda perawatan bayi rutin. Tercatat, Bayi prematur dan
bayi sakit dengan posisi prone (terngkurap) bernapas lebih nyaman, oksigenasi lebih
baik, dan lebih banyak waktu tidur nyenyak dan dalam daripada pada bayi dalam posisi
Supine (berbaring menyamping).1
Bayi dengan narcotica abstincence syndrome memiliki tanda-tanda penarikan opiat
sedikit dan asupan kalori yang lebih baik ketika mereka lebih diposisikan dalam posisi
prone. Pada apnea obstruktif sering kali efektif diobati dengan reposisi kepala dan leher
bayi, penempatan bayi dalam posisi prone (tengkurap) dan stimulasi kinestetik dan
vestibular tidak seefektif methylxanthines untuk pengobatan apnea prematuritas.1
Sebuah studi dari 21 bayi yang diinkubator di ventilator NICU dan dalam posisi
terlentang (Supine) menunjukkan bukti drainase vena serebral terobstruksi ketika kepala
mereka berpaling ke samping, dengan resolusi ketika mereka diposisikan pada garis
tengah kepala mereka. Seri lain dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa bayi yang
lebih prematur yang kebanyakan dalam posisi terlentang di NICU memiliki tengkorak
asimetris mendatar, preferensi awal penggunaan tangan kanan, dan gaya berjalan yang
asimetris. Kelainan neuromotor lainnya yang sebelumnya teramati di sebagian besar bayi
prematur dipengaruhi oleh bagaimana mereka diposisikan di NICU (misalnya,
pemendekkan tibialis band dan retraksi bahu dengan leher extensor hypertonia).1
Meskipun banyak penelitian kecil bersifat acak terkontrol mengenai intervensi
NICU belum definitif menunjukkan efek menguntungkan, intervensi yang fokus pada
meniru lingkungan intrauterine, setidaknya hasil penelitian tersebut menunjukkan
beberapa efek positif sementara pada perkembangan motoric. Beberapa penelitian kecil
telah menemukan bahwa bayi prematur yang stabil mendapatkan peningkatan berat badan
dan massa tulang ketika mereka diberikan beberapa aktivitas fisik harian yang terkontrol.
Membiarkan bayi yang lebih tua untuk bermain tengkurap pada permukaan yang keras
("tummy time") meningkatkan kemampuan mereka untuk mengontrol kepala mereka
40
dengan memperkuat otot-otot antigravitasi dan meningkatkan keterampilan
keseimbangan dan stabilitas bahu (tetapi tidak berpengaruh pada outcome kognitif).1
Orang tua dapat menggunakan pendekatan ini selama waktu besuk mereka, yang
memberikan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam perawatan anak mereka.
Perawat dan orang tua dapat dengan mudah menggunakan alat bantu posisi seperti
selimut gulung, atau swaddling posisi bayi prematur simetris dengan kaki mereka
tertekuk, bahu dikedepankan, dan adduksi pinggul untuk mempromosikan
neuromaturation normal. Model pendekatan ini apabila diterapkan oleh keluarga di ruang
perawatan NICU juga dapat meningkatkan akumulasi keberhasilan perawatan pasca-
NICU dan memberikan kesadaran orang tua dalam memberikan dukungan perkembangan
saraf untuk bayi mereka.
2.4.6 Neonatal Individualized Developmental Care and Assessment Program
Als merancang sistem yang komprehensif dan sangat terorganisir untuk
memberikan dukungan perkembangan saraf di NICU. Sistem ini yang umumnya dikenal
sebagai NIDCAP, telah menghasilkan banyak perhatian dan sering disamakan dengan
perawatan perkembangan NICU. Penerapan system ini membutuhkan pengembangan tim
perawatan neurodevelopmental di NICU dengan staf yang berdedikasi, terlatih dan
bersertifikat NIDCAP. Selain itu implementasi system ini membutuhkan pengamatan
sistematis perilaku bayi, koordinasi perawatan, dan Pemantauan respon fisiologis bayi
yang hati-hati. Sebuah rencana perawatan perkembangan individual dirancang untuk
setiap bayi, dengan upaya untuk mengurangi unsur merugikan pada lingkungan NICU.
Meskipun beberapa studi, termasuk penelitian klinis secara acak telah menunjukkan efek
menguntungkan NIDCAP pada pertumbuhan jangka pendek, durasi ventilasi, durasi
kebutuhan tube feeding, durasi rawat inap, dan kemampuan kognitif bayi, banyak
penelitian tersebut telah dikritik karena ukuran sampel yang kecil atau karena mereka
tidak memiliki masked outcome evaluator. Selain itu, untuk setiap efek positif yang
dilaporkan, penelitian lain telah memberikan hasil yang bertentangan. Karena NIDCAP
mencakup beberapa intervensi, sulit untuk menentukan kemanjuran suatu intervensi
tunggal. Sebuah penelitian terbaru menemukan perbedaan struktur otak dan perilaku pada
41
usia 8 bulan bayi yang merupakan bagian dari subjek penelitian NIDCAP, tetapi
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai hasil perawatan NIDCAP jangka
panjang.1
Biaya menjadi alasan untuk mengurangi implementasi NIDCAP secara penuh,
tetapi tidak ada penelitian telah membahas dampak ekonomi dari pelaksanaan NIDCAP.
Hanya 30 persen dari responden survei keperawatan diterbitkan pada tahun 1999 bekerja
di NICU dengan tim perawatan perkembangan dan anggaran yang berdedikasi, meskipun
sebagian besar dilaporkan penggabungan aspek perawatan NIDCAP ke dalam praktek
mereka. The Cochrane Review menyimpulkan, "Sebelum arah praktek intervensi
perawatan perkembangan yang jelas dapat didukung, penting dan diperlukan untuk
menemukan bukti yang menunjukkan efek intervensi perawatan perkembangan yang
lebih konsisten pada hasil klinis jangka pendek dan jangka panjang. Dampak ekonomi
dari pelaksanaan dan pemeliharaan praktik perawatan perkembangan harus
dipertimbangkan oleh lembaga individu.1
2.4.7 Perawatan Metode Kanguru
Perawatan kanguru memberikan perawatan skin to skin contact dengan
menempatkan bayi prematur telanjang dalam posisi tegak diantara payudara ibu dan
memungkinkan waktu untuk menyusui yang tak terbatas. Konsep perawatan bayi
prematur ini berasal dari Bogota, Kolombia. Cara ini adalah cara rendah biaya untuk
membantu bayi prematur dengan memberikan pengaturan suhu, nutrisi, dan stimulasi.
Perawatan metode kanguru dimulai setelah periode stabilisasi rutin setelah kelahiran.
Sejumlah penelitian dari negara-negara berkembang, termasuk beberapa uji coba
terkontrol secara acak, menunjukkan bahwa perawatan metode kanguru meningkatkan
berat badan bayi (tambahan 3,6 gram per hari), mengurangi kejadian infeksi nosokomial
(didapat dari rumah sakit), dan mengurangi insiden penyakit parah dan penyakit
pernafasan hingga usia 6 bulan. Ibu yang memberikan perawatan metode kanguru lebih
memungkinkan bayi mereka untuk terus menyusui dan merasa lebih puas dengan
perawatan yang bayi mereka dapatkan di NICU.
42
2.5 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang bayi kurang bulan
Bayi kurang bulan sangat rentan untuk terjadi beberapa jenis kesakitan. Meskipun
beberapa gangguan pada suatu populasi terhitung kecil, akan tetapi preva-lensinya belum
jelas. Beberapa penelitian multisenter yang komprehensip menyajikan beberapa data
sebagai berikut:3,4
a. Gangguan perkembangan
cacat mayor: palsi serebral, retardasi mental
gangguan sensori: gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan
disfungsi otak minimal: gangguan bahasa, gangguan kemampuan belajar,
hiperaktivitas, kurangnya perhatian, gangguan perilaku.
b. Retinopathy of prematurity
c. Penyakit paru kronik
d. Gangguan pertumbuhan
e. Frekuensi hospitalisasi dan kesakitan pascanatal meningkat
f. Frekuensi anomali kongenital meningkat
g. Risiko anak terlantar dan ruda paksa pada anak meningkat
BAB III
RINGKASAN
43
Meskipun tingkat kematian bayi prematur dan angka kematian khusus pada usia
kehamilan telah meningkat secara dramatis selama 3 sampai 4 dekade, bayi prematur tetap rentan
terhadap banyaknya komplikasi prematuritas. Bayi yang lahir pada batas bawah viabilitas
memiliki tingkat kematian dan tingkat komplikasi prematuritas tertinggi. Beberapa penelitian
telah melaporkan angka kematian dan morbiditas di kategori khusus usia kehamilan, yang
membatasi ketersediaan informasi untuk agenda konseling pada orang tua sebelum kelahiran
premature terjadi dan untuk pengambilan keputusan yang tepat pada waktu dan modus persalinan
bayi yang akan lahir prematur. Metode yang lebih baik untuk mengevaluasi kematangan janin
dan bayi dapat meningkatkan kemampuan untuk memprediksi komplikasi prematuritas.
Meskipun banyak kemajuan yang terjadi dalam pengobatan bayi prematur, banyak obat dan
strategi pengobatan yang digunakan dalam NICU belum dievaluasi khasiat dan keamanan
mereka secara memadai. Meskipun kemajuan dalam neuroimaging struktur otak bayi prematur
sedang berkembang, diperlukan penelitian untuk memberikan indikator fungsi Sistem Syaraf
Pusat yang lebih baik dan untuk memprediksi hasil perkembangan saraf jangka panjang. Tingkat
cedera neurologis yang tinggi pada bayi prematur menyoroti kebutuhan strategi pengobatan saraf
dan intervensi postnatal yang lebih baik yang mendukung neuromaturation kehidupan
extrauterine dan perkembangan saraf bayi prematur. Kesehatan jangka panjang dan outcome
neurodevelopmental harus menjadi fokus dari penelitian terbaru mengenai perawatan dan strategi
intervensi terhadap neonatus preterm.
DAFTAR PUSTAKA
44
1. Richard E. Behrman, Adrienne Stith Butler, Editors: Preterm Birth: Causes, Consequences,
and Prevention. Committee on Understanding Premature Birth and Assuring Healthy
Outcomes. 2007. diakses dari http://www.nap.edu/catalog/11622.html
2. M. Sholeh Kosim. Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Preterm. ari Pediatri, Vol. 7,
No. 4, Maret 2006: 225 - 231
3. Pursley DW, Cloherty JP. Identifying the high risk new-born and evaluating gestational age,
premarurity, post maturity. Dalam Cloherty JP, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal
care, Edisi keempat. Boston: Lippincott Raven; 1998. h. 38 -51
4. Snyder EY, Cloherty JP. Perinatal Asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting.
Manual of Neona-tal Care, Edisi keempat. Boston: Lippincott Raven; 1998. h. 515 -21
5. Preterm Labor and Preterm Birth [internet]. American College of Obstetricians and
Gynecologists; 2013 [update 2013 May; cited 2015 june 12]. Available from
http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq087.pdf.
6. Prediksi Persalinan Preterm [internet]. Health Technology Assessment Indonesia; 2010
[cited 2014 Jan 12]. Available from http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com
7. Iams J. Prediction and Early Detection of Preterm Labor. The American College of
Obstetricians and Gynecologists [internet]. 2003 [cited 2015 june 12]: 101(2):402-12.
8. Snegovskikh V, Park JS, Norwitz E. Endocrinology of Parturition. Endocrinol Metab
Clin N Am [internet]. 2006 [2015 june 12]; 35:173-91.
9. Destaria, Selvi. Perbandingan Luaran Maternal dan Perinatal Kehamilan Trimester
Ketiga Antara Usia Muda dan Usia Reproduksi Sehat. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2011.
10. Zubaidi, Rahardian. Perbandingan Luaran Maternal dan Perinatal Ibu Usia Tua dengan
Ibu Usia Reproduksi. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
11. Damayanti AR, pramono BA. Luaran maternal dan perinatal pada usia lebih dari 35
tahun di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008. Semarang: Universitas Diponogoro; 2008.
12. Prenatal Monitoring and Care [internet]. National Healthy Mother, Healthy Babies
Coalition (HMHB); 2012 [cited 2015 june 12]. Available from
http://www.hmhb.org/virtual-library/interviews-with-experts/preeclampsia/
45
13. Supriyono M. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung
koroner pada kelompok usia < 45 tahun. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008.
14. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
15. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005 [internet]. World Health Organization
(WHO); 2008 [cited 2015 june 12]. Available from
http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_eng.pdf
16. Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Bandar Lampung. 2013; 40(7):206.
17. Benerjee S. Tyroid Dysorders in Pregnancy. Association of Physicians India. 2011; 59.
18. Wolf Kirschner and Klaus Friese. Strategies in the Prevention of Preterm Births
During and Before Pregnancy. Intech Europe; 2012 [cited 2015 june 12] InTech,Available
from: http://www.intechopen.com/books/preterm-birth-mother-and-child/strategies-in-the-
preventionof-preterm-births-during-and-before-pregnancy
19. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo;
2009.
20. Anterpartum Haemorrhage [internet]. Royal College of Obsttricians and Gynaecologists;
2011 [cited 2015 june 12]. Available from
http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG63_05122011APH.pdf
21. Maharani I. Hubungan Kadar Hemoglobin pada perdarahan Antepartum dengan Skor
Apgar. Semarang: Universitas Diponegoro; 2012.
22. Lubis M.P. Kehamilan Kembar (Gemelli) [disertasi]. Medan: Universitas Sumatra Utara;
2010.
23. Anggarawati D. Studi Prevalensi dan Keberhasilan Terapi Vaginosis Bakterialis Pada
Ibu Hamil [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2003.
24. Terraz J.P, Alvarez S.I, Sanchez G.R. Thyroid Hormones According to Gestational
Age in Pregnant Spanish Women. BioMed Central [internet]. 2009 [cited 2015 june
12]; 2 : 237. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2788578/
46