Edit Kertasgtykukjm

24
2.2.6 PEMBEBANAN JEMBATAN 2.2.6.1 Pembebanan SKBI-1.3.28.1987, UDC : 624.042.624.21” mensyaratkan pedoman perencanaan jembatan jalan raya yang meliputi data- data beban primer, beban sekunder dan beban khusus. Dalam skripsi ini hanya diperhitungkan beban primernya saja, yaitu beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah. 2.2.6.1.1 Beban Primer Adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan, yang meliputi: a. Beban Mati Adalah berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau termasuk unsur tambahan yang tetap satu-menyatu dengannya. Penentuan beban mati tersebut digunakan nilai berat isi untuk bahan bangunan tersebut, yaitu: i. Baja tuang ...................................................... .................................7,85 t/m 3 ii. Besi tuang ...................................................... ................................ 7,25 t/m 3 iii. Beton bertulang atau/pratekan .............................................. ......... 2,50 t/m 3 iv. Beton bias, tumbuk, seklop ..................................................... ...... 2,20 t/m 3 v. Pasangan batu bata ....................................................... ................. 2,00 t/m 3

description

cfr

Transcript of Edit Kertasgtykukjm

2.2.6 PEMBEBANAN JEMBATAN

2.2.6.1 PembebananSKBI-1.3.28.1987, UDC : 624.042.624.21 mensyaratkan pedoman perencanaan jembatan jalan raya yang meliputi data-data beban primer, beban sekunder dan beban khusus. Dalam skripsi ini hanya diperhitungkan beban primernya saja, yaitu beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.2.2.6.1.1 Beban PrimerAdalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan, yang meliputi:a.Beban MatiAdalah berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau termasuk unsur tambahan yang tetap satu-menyatu dengannya. Penentuan beban mati tersebut digunakan nilai berat isi untuk bahan bangunan tersebut, yaitu:i. Baja tuang .......................................................................................7,85 t/m3ii. Besi tuang ...................................................................................... 7,25 t/m3iii. Beton bertulang atau/pratekan ....................................................... 2,50 t/m3iv. Beton bias, tumbuk, seklop ........................................................... 2,20 t/m3v. Pasangan batu bata ........................................................................ 2,00 t/m3vi. Tanah, pasir, kerikil (keadaan padat)............................................. 2,00 t/m3vii. Perkerasan jalan beraspal ............................................ 2,00 t/m3 - 2,50 t/m3viii. Air .................................................................................................. 1,00 t/m3Berat isi bahan bangunan mengacu pada SKB1.3.28.1987, UDC:624.042:624,21 Pasal 1.1.b.Beban HidupAdalah semua beban yang berasal dari kendaraan bergerak, lalu-lintas atau pejalan kaki yang bekerja pada jembatan. Beban hidup yang digunakan adalah BM 100% sehingga: Beban T-70% : Beban truk yang mempunyai roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton yang diterapkan pada perhitungan plat lantai kendaraan.Dimana:a1 = a2 = 30,00 mb1 = 12,50 cmb2 = 50,00 cmMs = muatan rencana sumbu = 20 ton

Gambar 3.1. Ketentuan beban T yang dikerjakan pada jembatan jalan raya Beban D-70% : susunan beban pada setiap jalur lalu-lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton/meter/jalur, dan beban garis P sebesar 12 ton/jalur yang diterapkan pada perhitungan gelagar induk, dimana beban garisnya mencakup faktor akibat beban kejut. Adapun jalur lalu-lintas mempunyai lebar minimum 2,75 m, dan lebar maksimum 3,75 m untuk satu jalur.

Gambar 3.2. Distribusi beban D yang bekerja pada jembatanBesar q ditentukan sebagai berikut:q = 2,2 ton/m ................................................untuk L < 30 mq = 2,2 (1,1/60)x(L - 30) ton/m .................untuk 30 < L < 60 mq = 1,1 x (1+(30/L)) ton/m ...........................untuk L > 60 mDimana: L = bentang jembatanDalam penggunaan beban D arah melintang jembatan adalah belaku ketentuan:1. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,5 meter, beban D sepenuhnya 70% dibebankan pada seluruh lebar jembatan.2. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5,5 meter, beban D sepenuhnya 70% dibebankan pada 5,5 meter, sedang lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban D (50%).

Gambar 3.3. Ketentuan Penggunaan Beban DDalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu diperhatikan ketentuan bahwa: Panjang bentang (L) untuk muatan terbagi rata adalah sesuai ketentuan dalam perumusan koefisien kejut. Beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut:Beban terbagi merata=(q ton/meter) / 2,75mBeban garis=(pton) / 2,75m.Angka pembangi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalu lintas. Beban D harus ditetapkan sedemikian sehingga menghasilkan pengaruh terbesar dengan pedoman sebagai berikut :a. Dalam menghitung momen maksimum akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar menerus di atas beberapa perletakan digunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :1. Satu beban garis untuk momen positif yang menghasilkan pengaruh maksimum2. Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh maksimum3. Beban terbagi rata ditempatkan pada beberapa bentang / bagian bentang yang akan menghasilkan momen maksimumb. Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar dua perletakan digunakan beban terbagi rata sepanjang gelagar dan satubeban garis.c.Beban pada Trotoar, Kerb dan Sandarankonstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup pada trotoar, diperhitungkan beban sebesar 60% beban hidup trotoar. Kerb pada tepi lantai kendaraan dapat diperhitungkan untuk menahan satu beban horizontal kearah melintang jembatan sebesar 500 kg/m2 yang bekerja pada puncak kerb setinggi 25 cm diatas permukaan lantai kendaraan apabila kerb lebih tinggi dari 25 cm.Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada ketinggian 90 cm diatas trotoar.d.Beban KejutUntuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya, tegangan akibat P harus dikalikan dengan koefisien kejut (K) yang akan menghasilkan nilai maksimum. sedangkan beban merata q dan beban T tidak dikalikan koefisien kejut.Koefisien kejut ditentukan dengan rumus:

Dimana:K = koefisien kejutL = panjang jembatan (m)Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan.e.Gaya Akibat Tekanan TanahDiasumsikan tanah yang digunakan untuk mengisi galian/timbunan di belakang abutment mempunyai karakteristik tanah sebagai berikut:-Bahan tanah non kohesif dan dipadatkan sesuai dengan Spesifikasl Teknik.-Sudut geser dalam, = 30-Berat volume tanah, = 1.8 t/m3Beban tambahan di atas timbunan : Q = 1.8 t/m3 x 0.6 m = 1.08 t/m2Tekanan Tanah Aktif Di Belakang Abutment, Tanah yang digunakan untuk urugan timbunan dan galian di belakang abutment disyaratkan mempunyai karakteristik sebagai berikut:Berat Jenis Tanah, = 1.8 t/m2 ; Koefisien Gempa, Kh= 0.1Sudut Geser dalam, = 30 ; Kv=0 (asumsi)Koefisien Tekanan Tanah Aktif :

Kondisi Normal :

Kondisi Gempa :

2.2.6.1.2Beban SekunderAdalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan, meliputi :

a. Beban Angin1. Tekanan angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidang vertikal lembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.2. Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinngi menerus sebesar 2 m di atas lantai kendaraan.Untuk menghitung ruas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin adalah sebagai berikut :a. Keadaan tanpa beban hidup1. Untuk jembatan gelagar penuh, angin tekan diambil sebesar 100% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin ditambah 50% luas bidang sisi lainnya.2. Untuk jembatan rangka diambil 30% luas angin tekan pada sisi yang langsung terkena angin dan 15% pada sisi lainnya.b. Keadaan dengan beban hidup1. Untuk jembatan diambil 50% terhadap luas bidang seperti ketentuan di atas.2. Untuk beban hidup diambil 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin.b. Gaya RemPengaruh gaya dalam arah gaya memanjang jembatan akibat gaya rem diperhitungkan sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu-lintas yang ada dalam satu jurusan. Gaya rem dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.2.2.6.1.3Kombinasi pembebanan dan gaya:Kontruksi jembatan berdasarkan bagian-bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai keadaan elastis.Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya pada tabel 2.3 berikut iniTabel 3.1 Kombinasi Pembebanan dan GayaNoKombinasi pembebanan dan gaya% tegangan ijin

123456M + (M+H) + Ta + TuH + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm(1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + SM + Gh + Tag + Gg + Ahg + TuM + PIM + (H+K) + Ta + S + Tb100125140150130150

Dimana:A= beban angin (kg/m2)Ah= gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa (kg)Gg= gaya gesek pada tumpuan bergerak (kg)GH= gaya horizontal ekivalen akibat gempa (kg)(H+K)= beban hidup dengan kejut (kg/m)M= beban mati (kg/m)PI= gaya-gaya pada waktu pelaksanaan (kg)Rm= gaya rem (kg/m)S= gaya sentrifugal (kg/m)Sr= gaya akibat susut dan rangkak (kg)Tm= gaya akibat perubahan suhu (kg)Ta= gaya tekanan tanah(kg/m2)Tag= gaya akibat gempa (kg)Tb= gaya tumbuk(kg)Tu= gaya angkat(kg)

2.2.5 Perencanaan Komponen JembatanPerencanaan Struktur Jembatan Gantung dimulai dengan preliminary design.

1. Perencanaan Deck/Gelagar melintangPada tahap ini ada beberapa perhitungan:a) Beban mati (semua ukuran diasumsikan sudah fix/sudah ada perhitungan terlebih dahulu), terdiri dari:(1). Aspal(2). Plat beton bertulang

(3). Rangka baja (4). Genangan air (5). Trotoar(6). Tiang pengaman

b) Beban hidup, terdiri dari: (1). Beban Truck T (2). Beban Garis D (3). Beban Angin(4). Beban kejut c) Perhitungan Momen MaksimumSetelah perhitungan pembebanan selesai, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan reaksi tumpuan untuk mendapatkan momen maksimum yang terjadi.

d) Kontrol terhadap tegangan dan lendutanPengecekan dilakukan untuk memeriksa apakah tegangan dan lendutan yang terjadi pada profil yang dipakai dalam perhitungan diatas masih dibawah batas yang dijinkan (maksimum) atau sudah melewati batas. Jika lendutan yang terjadi melewati / lebih besar dari batas yang dijinkan, maka profil tersebut harus diganti ukuran atau tipe profilnya.2. Perencanaan Deck/Gelagar memanjangPada tahap ini ada beberapa perhitungan:a) Beban mati (semua ukuran diasumsikan sudah fix /sudah ada perhitungan terlebih dahulu), terdiri dari : (1). Aspal(2). Plat beton bertulang(3). Rangka baja(4). Air(5). Trotoar(6). Tiang pengamanb) Beban hidup, terdiri dari (1). Beban Roda T (2). Beban Garis D(3). Beban Angin(4). Beban kejut Kc) Perhitungan Momen MaksimumSetelah perhitungan pembebanan selesai, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan reaksi tumpuan untuk mendapatkan momen maksimum yang terjadi.d) Perhitungan Pembebanan akibat beban bergerak.Pada perhitungan ini data yang dipakai adalah beban sumbu roda, beban garis dan faktor kejut. Untuk perhitungan momen maksimum menggunakan garis pengaruh.e) Kontrol terhadap tegangan dan lendutanPengecekan dilakukan untuk memeriksa apakah tegangan dan lendutan yang terjadi pada profil yang dipakai dalam perhitungan diatas masih dibawah batas yang dijinkan (maksimum) atau sudah melewati batas. Jika lendutan yang terjadi melewati / lebih besar dari batas yang dijinkan, maka profil tersebut harus di ganti ukuran atau tipe profilnya.3. Perencanaan Kabel Penggantung (sekunder)Gaya (P) yang digunakan dalam perhitungan diameter penampang (A) kabel penggantung adalah

1qtotal xn

+ berat

sendiri kabel , dimana qtotal= qLL+qDL, I

adalah bentang utama (main span) dan n adalah jumlahsection di tambah dengan berat sendiri kabel. Untuk tegangan ijin tarik maksimum menggunakan tegangan ijin

baja 1600 kg/cm2 (Baja ST 37)

= P A

Untuk menghitung

panjang/tinggi kabel penggantung menggunakanpersamaan:y = 4 f x (l x) l 24. Perencanaan Kabel Utama (primer) Perhitungan tegangan pada kabel utama

Faktor pengurangan lendutan akibat pengakuN = 8 + 3EI (1 + 8n 2 ) 5 Af 2 Es

2Tegangan kabel awal T = qtotal . l . (1 + 16n 2 )128 f

1. 2. 2.2 2.2.1 Pengertian JembatanJembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Jembatan jembatan tetap.2. Jembatan jembatan dapat digerakkan.Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan lalu lintas biasa ( Struyk dan Veen, 1984). Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang batang baja struktur tersebut, sebagai gaya gaya sama tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

1. 2. 2.2 2.2.1 2.2.2 Jenis Jembatan2.2.2.1 Jembatan rangka (truss bridge)

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangkabiasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tipe-tipe jembatan rangka2.2.2.2 Baja KonstruksiMenurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri sendiri. Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya. Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat sifatnya yang dapat diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal hal yang menguntungkan dari baja struktur ini.2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

2.3 Perencanaan Jembatan2.4.1.Tahapan perencanaanMenurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan pengalamannya. Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para ahli dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada pada perencanaan jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian dalam sebuah perencanaan. Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada tahap pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah jembatan. Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut, merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan ditunjukkan tentang suatu proses perencanaan yang perlu dilaksanakan. Data yang diperlukan berupa :1. Lokasi :a. Topografib. Lingkunganc. Tanah Dasar

2. Keperluan : melintasi sungai, melintasi jalan lain

3. Bahan Struktur :a. Karakteristiknyab. Ketersediaannya

4. Peraturan

Pemilihan lokasi jembatanPenentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) adalah jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan. Kondisi lalu lintas yang berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang - pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat.Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan jembatan. Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah pinggiran kota bahkan di pedesaan.Perencanaan dan perancangan jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan cermat dan tepat. Kehadiran jembatan di tengah kota sangat mempengaruhi landscape atau tata kota tersebut. Perencanaan dan perancangan tipe jembatan modern di daerah perkotaan, seorang ahli sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

1. Aspek lalu lintasPersyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan. Pentingnya diperoleh hasil yang optimum dalam perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas, oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang akan digunakan. Pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin. Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan kesesuaian lokasi yang akan direncanakan.(Supriyadi dan Muntohar, 2007)

2. Aspek teknisPersyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain :a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical, sesuai dengan lingkungan sekitarnya.b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek.c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi.d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar dan abutment.e. Pendetailan struktur atas seperti : sandaran, parapet, penerangan, dan tipe perkerasan.f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika. 3. Aspek estetikaDewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan transportasi saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek estetika jembatan di perkotaan merupakan factor yang penting pula dipertimbangkan dalam perencanaan. Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai lebih kepada jembatan yang dibangun di tengah-tengah kota. Jembatan pada kota-kota besar di dunia banyak yang mempunyai nilai estetika yang tinggi disamping kekuatan strukturalnya.(Supriyadi dan Muntohar, 2007)

Layout jembatanVariabel yang penting, setelah lokasi jembatan ditentukan adalah mempertimbangkan layout jembatan terhadap topografi setempat. Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya mempunyai standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya. Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan Muntohar, 2007).Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Ilustrasi perbedaan kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pandangan ahli jembatanPerlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi. Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan.

2. Struktur jembatan sederhanaKenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya yang sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen rencana jalan tersebutm, sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat.

3. Layout jembatan bentang panjangStruktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout. Kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya konstruksi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap bidang alinemen.

2.4.2 Peraturan Peraturan Perancangan JembatanStruktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu tergantung dari Negara yang memakainya. Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003, struktru baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut :1. American institute of Steel Constructions Allowable Stress Design and Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings, AISC ASD (AISC, 1989).2. American institute of Steel Constructions Load and Resistance FactorDesign Spesification for Structural Steel Buildings, AISC LRFD (AISC, 1994).3. American Assotiation of State Highway ang Transportation Officiall AASHTO LRFD Bridge Design Spesification, AASHTO LRFD (AASHTO, 1997).4. Canada Institute of Steel Constructions Limit State Design of Steel Structures, CANICSA s16. 1 94 (CISC, 1995).5. British Standart Institutions Structural Use of Steelwork in Building, BS5950 (BSI, 1990).6. European Committee for Standarditations Eurocode 3 : Design of Steel Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings, ENV 1993 1 1 (CEN, 1992). (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003)

Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan peraturan yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan. Peraturan yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam perancangan jembatan adalah sebagai berikut :1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987)2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System, 1992)4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan.5.RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

2.4.3Perencanaan PembebananPerencanaaan pembebanan jembatan jalan raya didasarkan pada pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJR, 1987) dan Brigde Management System 1992.

1. Beban primerBeben primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban primer meliputi beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.

2. Beban sekunderBeban sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban sekunder meliputi beban angin, gaya akibat perbedaan selip, gaya akibat rangka susut, gaya rem, gaya akibat gempa bumi, gaya gesekan pada tumpuan yang bergerak.

3. Beban khususBeban khusus merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus meliputi gaya sentrifugal, gaya tumbuk pada jembatan layang, gaya dan beban selama pelaksanaan, dan gaya akibat air.