Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember...

9
Edisi Gabungan Vol. 3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433 Persepsi Guru Tentang Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sikap Guru Terhadap Kemampuan Guru Dalam Pembelajaran Agama Islam Dengan Kinerja '\iuru Agama Islam Mujiburrahman Peningkatan Kemampuan Penalaran Siswa Tentang Operasi Hitung Mata Uang .q Melalui Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Deane Umboh Peningkatan Hasil Belajar IImu Pengetahuan Alam Melalui Metode Penemuan Terbimbing Jeane Kalengkongan Pendekatan Sa vi (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman di Kelas V SO Zulela Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Untuk Menumbuhkan Kreativitas Siswa Nehru Meha Pendidikan Membangun Anak Usia Dini Secara Holistik Iva Sarifah Membangun Karakter Atau Watak Peserta Didik Arifin Maksum Pendidikan Nilai Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa R.P Borong Keterbacaan: Makna dan Prosedur Sahati Kaban Pendidikan Non- Diskriminatif R.P.Borong Evaluasi Berbasiskan Kelas Andy A. Saladin Dasar-Dasar Metode Penelitian Kualitatif Julius Sagita ,_; Merancang Desain Pembelajaran Di SO Kelas Awal Sebagai Transisi Dari Tamali Kanak-Kanak Nenny Mahyuddin •• " ; Hubungan Sekolah - Masyarakat (Husemas) Sujono Surokarijo Karakter Bangsa Dalam Perspektif Pedagogik Kontemporer H.A.R. Tilaar Cara Menyusun Instrumen Penelitian Kuantitatif Theresia Kristianty Karakteristik Perilaku Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah Dalam Perkembangan dan Pengembangan Pendidikan Risal M. Merentek Sebuah Buku Panduan Manajemen Otak Untuk Kepastian Sukses Yeni Nuraeni, dkk THE WORLD IS FLAT A Brief History ofthe Globalized World in The 21st Century Karya Thomas Friedman (2005) Sebuah Ringkasan Natan Setiabudi Petunjuk Penulisan Naskah Diterbitkan oleh : Universitas Negeri Jakarta Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar

Transcript of Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember...

Page 1: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

Edisi GabunganVol. 3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433

Persepsi Guru Tentang Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sikap GuruTerhadap Kemampuan Guru Dalam Pembelajaran Agama Islam Dengan Kinerja '\iuru Agama IslamMujiburrahmanPeningkatan Kemampuan Penalaran Siswa Tentang Operasi Hitung Mata Uang .qMelalui Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)Deane UmbohPeningkatan Hasil Belajar IImu Pengetahuan Alam Melalui Metode Penemuan TerbimbingJeane KalengkonganPendekatan Sa vi (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual)Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman di Kelas V SOZulelaPenerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Untuk Menumbuhkan Kreativitas SiswaNehru MehaPendidikan Membangun Anak Usia Dini Secara HolistikIva SarifahMembangun Karakter Atau Watak Peserta DidikArifin MaksumPendidikan Nilai Dalam Upaya Membangun Karakter BangsaR.P BorongKeterbacaan: Makna dan ProsedurSahati KabanPendidikan Non- DiskriminatifR.P.BorongEvaluasi Berbasiskan KelasAndy A. SaladinDasar-Dasar Metode Penelitian KualitatifJulius Sagita ,_;Merancang Desain Pembelajaran Di SO Kelas Awal Sebagai Transisi Dari Tamali Kanak-KanakNenny Mahyuddin ••

" ;Hubungan Sekolah - Masyarakat (Husemas)Sujono SurokarijoKarakter Bangsa Dalam Perspektif Pedagogik KontemporerH.A.R. TilaarCara Menyusun Instrumen Penelitian KuantitatifTheresia KristiantyKarakteristik Perilaku Siswa Sekolah Dasar Kelas RendahDalam Perkembangan dan Pengembangan PendidikanRisal M. MerentekSebuah Buku Panduan Manajemen Otak Untuk Kepastian SuksesYeni Nuraeni, dkkTHE WORLD IS FLAT A Brief History ofthe Globalized World in The 21st CenturyKarya Thomas Friedman (2005) Sebuah RingkasanNatan SetiabudiPetunjuk Penulisan Naskah

Diterbitkan oleh :Universitas Negeri JakartaProgram PascasarjanaProgram Studi Pendidikan Dasar

Page 2: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433'

DAFTARISI

Editorial.. iiiPetunjuk Penulisan Naskah .. \1Persepsi Guru Tentang Konsep KTSP dan Sikap Guru TerhadapKemampuan Guru dalam PAl dengan Kinerja Guru Agama Islam.. 1MujiburrahmanPeningkatan Kemampuan Penalaran Siswa Tentang Operasi HitungMata Uang Melalui Metode Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning) .. 20Deane UmbohPeningkatan Hasil Belajar IPAmelalui Metode Penemuan Terbimbing(Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas IV SON I Bitung) 34Jeane KalengkonganPendekatan SAVI dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman diKelas V SO Karet Jakarta Selatan 45ZulelaPenerapan PendekatanPembelajaran Kontekstual untuk MenumbuhkanKreativitas Siswa 51Nehru MehaPendidikan dalam Membanguh Anak Usia Oini secara Holistik :.... 62Iva SarifahPendidikan Nilai Oalam Upaya Membangun Karakter Bangsa 71R.P BorongKeterbacaan : Makna dan Prosedur 79Sahati KabanPendidikan Non Oiskriminatif .. 89R.PBorongPenilaian Berbasiskan Kelas 95Andy SaladinOasar-Oasar Metode Penelitian Kualitatif 102Julius SagitaMerancangOesainPembelajarandi SOAwal sebagaiTransisidanTK 106Nenny MahyuddinHubungan Sekolah-Masyarakat 112Sujono SurokarijoKarakter Bangsa Dalam Perspektif Pedagogik Kontemporer 116H.A.R. TilaarCara Menyusun Instrumen Penelitian Kuantitatif 125Theresia KristiantyKarakteristik Perilaku Siswa SO Kelas Rendah dalam Perkembangandan Pengembangan Pendidikan 130Risal M. MerentakBuku Panduan Management Otak untuk Kepastian Sukses 139Yeni Nuraeni, dkkThe World is Fiat... 144Natan Setiabudi

Ii

Page 3: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

Mitra Bestari-:HAR Tilaar

Aris PongtuluranDali S. Naga

Dewan Redaksi

Penanggung Jawab :Djaali

Mulyono Abdurrahman

Dewan Redaksi :Yurniwati

YustiaEndri Boriswati

Yetti Auliaty

Pemimpin Redaksi :Theresia K. Brahim

Sekretaris Redaksi :M. Syarif Sumantri

Penyunting Pelaksana :Mujiburrahman

Tuning SrihandayaniJeane Kalenkongan

DeaneUmbohRisal Marentek

Keuangan dan Sirkulasi:Ayu Ratna Wulandari

Ramdan Pelana

Alamat Redaksi :Program Studi Pendidikan Dasar PPs UNJ

JI. Rawamangun Muka Jakarta 13220Telp. 021 - 4721340 I Fax. 021 - 4897047

Email: [email protected]

PercetakanPT Bumi Ciracas Jaya

JI. Centex No. 27 Ciracas, Telp: 8710253Jakarta

iii

Page 4: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

OPINI

PENDIDIKAN NON - DISKRIMINATIF

R.P. Boronq'

Abstract:Discriminatif Education happens in a community when teh surrounding people considers education

as a commodition. In this case, people who are rich can easily get any kind of education they want toget, while the poor one can not get the same chances. The rational reason stated above can have a badresults such as education, now, can be a kind of business fair which will give much profits to the owner.In this case, good intelectual and good personality become secunder, because the Educational man-ager, now, become an aristocrat and a birokrat people.

Concerning what is said in the above paragraf, the Indonesian goverment should make a regu-lation that can make everybody get the same access to go to school. This regulation should be obeyedby every education institution in Indonesia.

PendahuluanDunia pendidikan di Indonesia sangat sulit

digambarkan dan diprediksi masa depannya.Jangankan bicara soal mutu, soal angka-angkapun sudah sangat memusingkan. Tulisan inimerupakan refleksi etis terhadap dunia pendidikankita di Indonesia akhir-akhir ini dengan sejumlah .permasalahannya. Kita prihatin dengan jumlahgedung sekolah yang ambruk di berbagai daerah.Kita prihatin dengan masalah UAN baru-baru ini.Kita prihatin dengan biaya pendidikan yang harusditanggung oleh orang tua anak yang mengirimanak-anaknya ke sekolah. Kita prihatin dengankekurangan guru dan seterusnya.

Para "guru pendidikan" dari dulu sampaisekarang, mengajarkan tidak boleh adadiskriminasi dalam pendidikan. Confucius (551-479sebelum masehi) telah mengajarkan: "in educa-tion there is no discrimination". Konon sejak beliaia sudah sangat rajin belajar. Walaupun ia harusbekerja, ia selalu dapat mengatur waktu untukbelajar. Bahkan iapun bisa mengatur waktu untukbepergian. Karena kesadarannya yang tinggitentang manfaat pendidikan, ia mempersilahkansiapa saja datang kepadanya untuk belajarkepadanya untuk belajar. la mengajar setiap or-ang dengan entusiasme dan konon kabarnya ia

punya 3000 murid.Confusius adalah guru profesional pertama

dalam sejarah Cina. Hari ulang tahunnya dirayakansebagai Hari Pendidikan di Cina. Konon di tanganConfusius terjadi revolusi intelektual yang cukupradikal di Cina. Pada masanya pendidikanmenyentuh semua lapisan 'masyarakat, darikalangan aristokrat sampai pada rakyat biasa.Revolusi pendidikan Confusius pula yang telahmemungkinkan terjadinya transformasi kekuasaankultural dari istana kepada kelas para sarjana.

Namun yang menjadi misi terpenting dalamkehidupan Confusius bukanlah pengajaranmelainkan pekerjaan. Semua orang berpendidikandi Cina ingin menjadi pekerja yang baik samaseperti keinginan menjadi pembelajar dan menjadiorang bijaksana. Mereka punya idealisme ganda:"bijak di dalam, berwibawa di luar" (sagenesswithin, kingliness without). Confusius sendiridikenal sebagai seorang administrator yangbijaksana dan berhasil.

Selama berpuluh tahun ia berkelanamempromosikan program politik-pendidikan.Akhirnya ia kembali ke rumah di usia 70-an untukmelanjutkan pendidikan pada murid-muridnya danmengedit buku-buku pelajaran yang menjadi bukupendidikan klasik Cina. Catatan dan rekaman

I Pengajar Bidang Studi Etika, khususnya Etika Kristen pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

[urnal Pendidikan Dasar Vol. 3/4, No. 3/4 - [uni/Desember 2011 189

Page 5: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

pengajarannya, percakapan-percakapannya dancatatan-catatan perjalanannya dikumpulkan, dieditdan kemudian diterbitkan sesudah kematiannyadalam sebuah karya yang terkenal sebagai:Analogi Confusius (Analects of Confusius).

Keluhuran budiKunci dalam filsafat moral Confusius adalah

keluhuran budi yang disebutjen. Jen dapat jugaditerjemahkan dengan kasih. Misalnya. Confusiusmenyebutjen sebagai kasih terhadap semua or-ang. Salah satu teks dalam analogi Confusiusberbunyai: jen adalah mengasihi semua orangdengan penuh sukacita dan datang dari hati yangterdalam. Jen akan membebaskan manusia darikejahatan dan berjuang hanya untuk mengasihisesama.

Dalam ajaran Confusius, jen dapatdibandingkan dengan Agape (kasih) dalam ajaranYesus Kristus. Agape menurut Yesus Kristusadalah hukum yang pertama dan utama. Jen dapatpula dibandingkan dengan ajaran keadilan (iustitia)dari Socrates. lustitia menurut Socrates adalahsuper-virtus (kebajikan utama) dari semuakebajikan. Mereka yang punya jen lebih sukamengorbankan hidupnya dari pada mengizinkanjennya dilukai. Dalam kehidupan beragama, prinsipseperti ini: kebenaran, kasih, keadilan dankejujuran mestinya tak dikorbankan demi untukhal yang tidak utama.

Pendidikan DiskriminatifPendidikan diskrimintif terjadi ketika

keutamaan bukan lagi kasih dan keadilanmelainkan keuntungan materi dan kekuasaan.Komersialisasi di dunia pendidikan menjadi sebabutama terjadinya praktik pendidikan diskriminatif.Ketika pendidikan dijadikan sebagai komoditas,maka nilai-nilai moral yang melandasinya sepertikasih dan keadilan digantikan oleh nilai yang lain,yaitu materi dan kedudukan.

Perubahan ini meniadakan pula idealismedalam pendidikan yaitu kearifan dan kewibawa-an.Pelaksana pendidikan seperti pakar, dosenlguru, birokrasi dan masyarakat menukar tujuanpendidikan sebagai wahana pengembangankearifan dan keterampilan menjadi bidang usahayang menguntungkan secara material dan politik.Siapa yang bias membayar mahal biayapendidikan, mereka menjadi prioritas diterima

90 I

menjadi murid. Prestasi intelektual nara didikmenjadi sekunder sedangkan keluhuran budi tidaklagi mendapat tempat.

Pelaksana dan pelaku pendidikan menjadibirokrat dan aristokrat yang menciptakan elitismedan karenanya perilaku mereka tak mendidik. Naradidik tak mampu menemukan patron untukditeladani dari para pelaku pendidikan. Merekabukan lagi guru yang patut digugu. Mereka bukanlagi instruktur yang patut ditaati. Secara tanpadisadari, makna pendidikan itu sendiri dilumpuhkandan dimatikan. Idealisme pendidikan dipenuhibermacam teori dan teknik belajarcanggih tetapimiskin roh dan semangatpendidikan.

Para nara didik memburu kursi di lembagapendidikan dengan semangat mendapatkan ijazahdan masuk dunia kerja tanpa harus memusingkandiri dengan mutu, walaupun mereka sadar bahwamutu pendidikan adalah syarat mutlak mendapat-kan kesempatan berkarya yang baik. Dunia kerjajuga sebagian sudah dikuasai oleh semangatkapitalistik dimana koneksi dan korupsi lebihdominan dari pada kasih dan keadilan.

Ironi Pendidikan di IndonesiaDiskriminasi pendidikan di Indonesia

merupakan suatu ironi sebab hampir tidak ada lagiseseorang yang mampu menata pendidikanseperti diidealkan oleh Ki Hajar Dewantara. Kinidunia pendidikan kita dikuasai bukan semangatmencerdaskan bangsa sebagaimana dirumuskanfounding fathers. Dunia pendidikan kita dikuasaioleh semangat kapitalistik sehingga hanya orang-orang bermodal, yang mampu membayar biayapendidikan yang bisa mengakses pendidikandengan baik. Pendidikan di Indonesia sudahberubah menjadi labyrinth yang menyesatkan.Siapapun yang masuk di dunia ini hampir bisadipastikan tak akan mampu menemukan jalankeluar dari lorong-Iorong berliku yangmenyesatkan. Pendidikan di Indonesia adalahcontoh yang paling menarik dari realitaskesenjangan masyarakat. Mereka yang pintar danberduit adalah kelompok yang paling menikmatipendidikan bermutu, murah (umumnya negeri yangdibiayai pemerintah) dan gampang memasukibursa kerja.

Sebaliknya, anak-anak orang miskin justruharus berjuang memasuki lembaga pendidikanswasta yang relatif lebih mahal, kurang bermutu

[urnal Pendidikan Dasar Vol. 3/4, No. 3/4 - [uni/Desernber 2011

Page 6: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

dan lebih sulit mendapatkan lapangan kerjasetelah menyelesaikan pendidikan. Akibatnya,banyak anak orang miskin semakin tak mampumelanjutkan pendidikan, selanjutnya semakintertinggal secara intelektual dan ekonomi. Akibatselanjutnya, mereka semakin terpuruk dilibas olehkemiskinan dan kemelaratan.

Kebijakan pendidikan di Indonesia harusdiubah secara total. Harusnya dilakukan subsidisilang dengan memberikan kesempatan kepadaanak-anak yang miskin ke dalam lembagapendidikan bermutu dengan biaya murah, kalaubisa gratis. Sebaliknya, mereka yang secaraekonomi mampu, walaupun masuk ke lembagapendidikan yang dibiayai Negara, dapat dikenakanbiaya sesuai dengan kemampuan ekonomikeluarganya, ya semacam pajak pendidikan.

Gagasan seperti ini mungkin dianggap tidakrealistik, tetapi kiranya itulah satu-satunya benangAriatne yang dapat menyelamatkan anak-anakIndonesia dari labyrinth pendidikan. Tetapi yangkiranya lebih utama adalah tampilnya para pelakudan pelaksana pendidikan yang memiliki jiwaseperti Confusius dan Yesus Kristus, menjalankanpendidikan dengan jen dan agape sebagai pilarutama sehingga pendidikan memang terarah padapenguatan ganda manusia, khususnya nara didik,yakni bijaksana di dalam dan berwibawa di luar.Tanpa mengurangi dedikasi dan pengurbanan parapelaku pendidikan di Indonesia, khususnya parabirokrasi dan pendidik, kiranya patut direnungkancontoh yang diberikan oleh Confusius demiterciptanya revolusi pendidikan di Indonesia.Revolusi pendidikan itu bisa terjadi kalau, sepertiConfusius di Cina atau Dewey di Amerika Serikat,memulai transformasi pendidikan denganpendekatan moralitas.

Bukunya: Education and Democracy, Schooland Society dan Experience and Education sangatmempengaruhi terjadinya revolusi pendidikan diAmerika Serikat. Dewey ternyata mendasarkanpendekatannya dengan pendekatan etika BagiDewey, tatanan sosial adalah acuan teori etika.Perubahan masyarakat menciptakan konfliknorma-norma etika. Konflik terse but membutuhkanklarifikasi dan formulasi etis.

Menurut Dewey metode pemecahan konfliktersebut untuk mendapatkan klarifikasi danformulasi etis sangat bergantung kepada teori danteknik pengetahuan penyelesaian tatanan

masyarakat dan pada sikap, keinginan,kepentingan, dan harapan setiap orang maupunkelompok-kelompok masyarakat. Selalu terjadikemajuan dan kemunduran akibat konflik tradisiaturan-aturan moral dalam masyarakat. Inilahsebabnya Dewey meyakini, pendekatan moraldapat membawa perubahan revolusioner dalamdunia pendidikan.

Sebagai bahan renungan dan refleksi perlunyaperubahan pendidikan di Indonesia denganpendekatan etika/moral, kiranya perlu bercerminpada pandangan Dewey yang telah mengubahpendidikan di Amerika Serikat pada permulaanabad 20 yang lalu. Dewey berpendirian bahwaperubahan masyarakat akan membawa kemajuan,khususnya dalam dunia pendidikan, kalaumenempuh pendekatan etika berikut: 1. membuatkebijakan sesuai dengan apa yang kelompok-kelompok atau masyarakat secara keseluruhananggap sebagai kebenaran; 2. sesuai dengan apayang diyakini bersumber dari sumber transenden:Allah, Akal Budi, Hukum Alam dsb; dan 3. sesuaidengan perasaan, keinginan dan memuaskan.Sangatjelas bahwa seluruh kelompok masyarakatdi Indonesia menghendaki kebijakan pendidikanyang tidak diskriminatif baik dari segi statusintelektual nara didik rnaupun status ekonominya.Maka yang harus diubah adalah kebijakanpendidikan diskriminatiftersebut menjadi kebijakanpendidikan non-diskriminatif denganmengusahakan agar seluruh lapisan masyarakatbisa mengakses pendidikan sesuai dengansemangat: "mencerdaskan kehidupan bangsa".Perubahan itu akan terjadi kalau semua pelakupendidikan, birokrasi dan pelaksana teknisnyamenjalankan kebijakannya atas dasar kasih dankeadilan dan bukan atas dasar keuntunganekonomi dan kekuasaan kapitalistik.

Pendidikan Nilai Dalam Konteks MasyarakatMajemuk

Pendidikan yang bertujuan membentukkarakter atau budi pekerti sumber daya manusiamenjadi kerinduan banyak orang. Kerinduan inididasarkan atas kenyataan bahwa kehidupanmanusia semakin dikuasai oleh roh rasionalismesehingga manusia cenderung hanya memper-hatikan pengisian akademis tetapi mengabaikanpengisian spiritual-moral. Dengan kata lain,

[urnal Pendidikan Dasar Vol. 3/4, No. 3/4 - [uni/Desember 2011 191

Page 7: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

pendidikan nilai bermaksud mewujudkan suatumasyarakat akademis yang berilmu dan berimanatau mengusahakan pencapaian 'academic forma-tion' dan 'spiritual formation' secara seimbang.Tentu maksud dan tujuan itu mencakup jangka

panjang dalam arti bahwa perwujudan nilai itu tidakhanya akan menjadi ciri kehidupan selamaseseorang belajar di sekolah, tetapi terutamasesudah kembali ke tengah masyarakat,perwujudan nilai kehidupan kristiani itu diharapkanterwujud secara nyata pula. Kalau tujuan muliaitu dapat diwujudkan, saya kira tidak satu manusiayang mencintai kebaikan akan menentangnya.Semuanya akan mendukung. Untuk itu, menurutpendapat saya, pendidikan nilai tidak sekadarmerupakan sajian formal dalam mata pelajaranmelainkan seluruh sistem pendidikan atau yangsaya sebut sebagai kultur yang dikembangkandalam seluruh proses berinteraksi danbermasyarakat di lembaga-Iembaga pendidikan.Maka ia tidak hanya harus dikemas dalam satuanpengajaran tetapi juga dalam sistem aturan danmanajemen pengelolaan kehidupan dalamlembaga pendidikan sebagai keseluruhan.Pendidikan nilai mesti mencakup bukan saja 'isipendidikan' tetapi juga 'metode pendidikan dansistem pendidikan'.

Saya pribadi sangat mendukung usahapendidikan seperti itu. Lebih-Iebih bagi umatmanusia dewasa ini yang sudah sangat dikuasaioleh nilai-nilai sekuler sebagai produk pendidikanyang dimulai dari diterapkannya pendidikan yangsangat menekankan segi ilmiah-rasional yanghanya bertujuan menciptakan manusia yangberpengetahuan rasional dan profesionai.Pendidikan seperti ini, yang biasanya disebutsebagai pendidikan berorientasi eksternal,merupakan pendidikan yang bertujuan semata-mata untuk pengembangan karir. Pendidikanseperti ini disebut juga pendidikan yangberorientasi menguasai (Jack Corley menyebutnya'dominative or mastering education'). Manfaatpendidikan seperti ini bagi manusia sangat besarterutama dalam bidang komunikasi, pertanian,kesehatan, transportasi dan informasi.

Dengan kata lain, manfaat pendidikandominatif ini telah menolong umat manusiamemenuhi kebutuhan fisik-materialnya secarasangat fantastis. Namun demikian pendidikanseperti itu tidak menciptakan masyarakat yang

92 I

baik. Masyarakat dunia, khususnya masyarakatmaju justru menghadapi krisis sosial dan moral.Krisis sosial dan moral itu lahir dari kenyataankrisis hubungan manusia yang cenderung diukurdengan keuntungan material sehinggamenimbulkan perilaku tidak adil terhadap sesamadan penghancuran lingkungan hidup.

Pendidikan modern menerapkan neo-Hobbisme, penguasaan dan manipulasi atassesama dan lingkungan demi untuk kepentingansendiri. Manusia yang satu cenderung memakansesamanya dan lingkungannya untuk gemuksendiri. Ini semua terjadi karena diabaikannyapendidikan yang berorientasi internal yaitupendidikan moral dan budi pekerti atau yangdisebut 'character education'. William Bennettmenyebut pendidikan budi pekerti ini sebagaiusaha sengaja untuk mengembangkan karakteryang baik didasarkan pada kebajikan untukkebaikan individu dan sosial. Pendidikan moral danbudi pekerti bertujuan memberikan pemenuhanuntuk kepuasan batin setiap manusia, bukanuntu k kalangan sendiri atau tertentu. Dengandemikian diharapkan akan terjadi keseimbanganantara pemenuhan fisik dan batin, dankeseimbangan diantara semua manusia danantara manusia dengan lingkungannya.Keseimbangan-keseimbangan seperti itulah yangdisebut sebagai nilai kemanusiaan. Saya kiraitulah tujuan dari diskusi kita hari ini dan baiklahkita menyadari bahwa kalau kita berbicara tentangpembentukan nilai, maka ada dua hal yang perludiingat.

Pertama, pendidikan nilai bertujuanmenciptakan keseimbangan dimensi eksternal(kebutuhan fisik-material) dan dimensi internal(kepuasan batin) yang menjadi syarat terciptanyamanusia dan masyarakat bahagia. Makapendidikan nilai selalu bertujuan ganda yaitumembentuk manusia yang cerdas dan manusiayang baik. Kedua, pendidikan nilai mesti bersifatuniversal artinya nilai-nilai universal itulah yangmenjadi isi pendidikan moral. Nilai-nilai itu mestidapat diterima dan dihargai semua orang sebagaisesuatu yang agung, mulia dan sejati atau luhurbagi kehidupan bersama. Dan bahwa semua or-ang mempunyai peluang untuk memberikankontribusinya yang nyata.

Nilai-nilai bagi iman kristiani selalu terkaitdengan spiritualitas kristiani. Nilai-nilai merupakan

Jurnal Pendidikan Dasar VoL 3/4, No. 3/4 - [uni/Desernber 2011

Page 8: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

pernyataan-pernyataan iman yang mencakup visi,sikap dan tujuan atau model perilaku yang menjaditujuan hidup. Dengan demikian, sebenarnya nilai-nilai adalah tujuan hidup itu sendiri. Bagi imankristiani tujuan hidup adalah 'soli deo gloria'. Tentusaja soli deo gloria dipahami dalam arti luasmencakup ibadah, perilaku (moral) dan pelayanankepada sesama manusia. Itulah nilai kehidupanyang kita yakini sebagai nilai yang agung, luhurdan sejati. Soli deo gloria merupakan puncak darisolas lain dalam doktrin kristen (protestan) yangdirinci sebagai : solus Christus, sola gratia, solafide a et sola scriptura.

Rumus itu adalah suatu rumus eksklusifyangtentu saja patut berlaku bagi semua orang yangmenyebut dirinya Kristen. Pertanyaan yang munculdalam benak saya bagaimana kita menerapkannilai-nilai kehidupan kristiani yang eksklusif itu, dilembaga-Iembaga pendidikan yang warganyabegitu heterogen (pluralistik) dalam keyakinanimaniahnya? Selanjutnya, bagaimana hal itu akanditerapkan dalam kehidupan lebih luas dimasyarakat yang kenyataan heterogenitasnyalebih luas dan lebih rumit lagi? Bagaimana nilai-nilai itu dapat diterapkan dalam kehidupanmasyarakat yang lebih luas? Maka sayainemahami bahwa nilai-nilai kristiani yang hendakditerapkan itu mestilah dipahami sebagaikontribusi iman kristiani bagi kehidupan yangmerupakan hak dan milik bersama wargamasyarakat, hak dan milik bersama seluruh umatmanusia. Itu berarti akan ada kontribusi yang laindari nilai yang sama, yang juga agung dan luhurbagi kebersamaan yaitu kemanusiaan dankehidupan seluruh semesta secara utuh.

Kita sekarang memasuki era baru denganparadigma pendidikan baru. Paradigma pendidikanbaru itu, menurut penglihatan saya mencakup duasegi yaitu segi pendidikan yang menekankandimensi kemanusiaan dan dimensi keduniaanuniversal. Dua segi ini menurut saya sangat pentingdisadari supaya jangan pendidikan moral eksklusifyang mungkin kita paksakan sesuai ciri khas ataunilai kristiani kita justru menyebabkan kita tidakmencapai tujuan yang diharapkan.

Memang kita bisa mengatakan bahwapendidikan nilai kristiani bersifat universal sebabmengandung dimensi-dimensi universal didalamnya, namun betapapun universalnya, nilaikristiani yang mengedepankan 'trade mark' akan

[urnal Pendidikan Dasar Vol. 3/4, No. 3/4 - JuniiDesember 2011

menjadi batu sandungan bagi partisipasi wargamasyarakat beragama lain. Karena itu,pengembangan 'global ethics' yang digagas HansKung dan kawan-kawan, mungkin dapat menjadipertimbangan bagi upaya pendidikan nilai yanglebih realistik. Artinya, pendidikan nilai tidak akanlebih menekankan pada pengajaran nilai-nilaikhusus kristiani tetapi lebih terbuka terhadap dia-log tentang "common ground' (Hans Kung) atau'common context' (Paul Knitter) dari masyarakatIndonesia. Paul Knitter misalnya melihat masalahkemiskinan, kerusakan lingkungan dan kelaparansebagai common context untuk mendialogkannilai-nilai yang perlu dikembangkan dalammasyarakat global.

Pendekatan ini tentu saja tidak akanmeninggalkan nilai kristiani tetapi 'beras nilaikristiani' tidak dimasak menjadi 'nasi pendidikankristiani' melainkan diolah menjadi 'kue univer-sal' yang halal bagi semua orang. Dengandemikian, semua pihak bisa menikmati 'kuekristen' yang tidak bercap kristen tetapimenyuguhkan kelezatan kristen. Saya kirakonteks kita di Indonesia akhir-akhir ini menuntutsuatu pengembangan nilai yang benar-benar dapatditerima semua orang, bukan karena mereknyatetapi karena mutunya. Memang pola konsurilsimasyarakat kita masih suka 'trade mark', tetapiakhirnya pilihan mereka akan ditentukan oleh duahal yaitu 'kualitas' pola layanan kita dan barangyang kita tawarkan. Maka perwujudan nilai kristianimemang sebaiknya diupayakan melalui kualitaslayanan yang kita berikan dan kualitas ilmu danmanusianya yang kita tawarkan pada masyarakat.Menurut pendapat saya, 'pola layananketangguhan pendidikan adalah mutu kita'. Nilaikristiani terletak pad a nilai tambah yang kitalayankan dan sumbangkan pada masyarakat.Itulah yang akan menentukan keberhasilan kitamewujudkan nilai hidup kristiani pada wargamasyarakat umumnya.

193

Page 9: Edisi Gabungan Vol.3/4; No.3/4 - Juni/Desember 2011portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1604/1... · Vol. 3/4, No. 3/4 - Juni/Desember 2011 ISSN 2086-7433' DAFTARISI Editorial..

Daftar Pustaka

Franz Magnis-Suseno, Bertilsafat dari Konteks, Jakarta: Gramedia, 1992

Jack Corley, "The Need for Character Education", Paper International Seminar, Jakarta: InternationalEducation Foundation, March 15,2000.

Hans Kung, Global Responsibility: in Search of a New World Ethic, New York: Crossroad, 1990.

Paul Knitter, No Other Name? A Critical survey of Chrsitian Attitude Toward the WorldReligions,Maryknoll/New York: Orbis, 1985

Robert Borrong, "Perubahan Paradigma di Bidang Teologi", Paper Studi Institut Persetia, Jakarta:Persetia, 26 Juni 2000.

(Footnotes)

1 Pengajar Bidang Studi Etika, khususnya Etika Kristen, pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

941 [urnal Pendidikan Dasar Vol. 3/4, No. 3/4 - [uni/Desember 2011