Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

4
11 Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L BPTP Empat (4) Artikel tentang Diseminasi Inovasi Pertanian meraih juara pada Lomba Penyusunan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian dari 30 peserta lomba yang diadakan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementan. Setelah melalui penilaian Dewan Juri, Panitia Lomba menetapkan 4 pemenang lomba Penulisan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian. Keempat pemenangnya sebagai berikut: Juara 1 : BPTP JAWA BARAT (Optimalisasi Lahan Kering Melalui Teknologi Tumpangsari Tanaman (TURIMAN) Juara 2 : BPTP JAMBI (Substitusi Pendapatan Petani Melalui Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Peremajaan (Replanting) Kelapa Sawit Juara 3 : Sulawesi Barat (Varietas Inpari 36 Lanrang Primadona di Tanah Mandar Sulawesi Barat) Juara 4 : BPTP Kepri (Proliga, Solusi Cabai di Lahan Marginal) Terima kasih Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementan. 4 PEMENANG LOMBA Penyusunan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian Juara I : Juara I : Optimalisasi Lahan Kering Melalui Optimalisasi Lahan Kering Melalui TeknologiTumpang Sari Tanaman (Turiman) TeknologiTumpang Sari Tanaman (Turiman) Niken Resti P, Adhitya Tri D, Ika Purnamasari Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jawa Barat M enjawab tantangan tersebut peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Dr. Ir. Yanto Surdianto, MP, melakukan pengkajian dengan menerapkan teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman) pada lahan kering seluas 5 ha di Desa Sakurjaya, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Bekerja sama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Pelangi 1, pengkajian ini juga bertujuan untuk peningkatan Indeks Per- tanaman (IP). Bukan hal yang mudah untuk Lahan Kering Jawa Barat memiliki luas lahan kering mencapai 139.361 hektar dan merupakan lahan yang sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi. Namun sangat disayangkan Lahan kering potensial yang banyak terdapat di wilayah Jawa Barat kondisi lahan yang potensial tersebut hanya bisa ditanami satu kali satu tahun pada musim hujan dimana ketersediaan air melimpah. Pada musim kemarau panjang lahan dibiarkan bera, karena tidak ada air yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman. Komoditas tanaman yang biasa ditanam pada musim hujan juga hanya padi gogo saja dengan proses budidaya konvensional sehingga produktivitasnya rendah. Keterbatasan unsur hara yang diserap tanaman karena petani tidak menggunakan teknik budidaya yang tepat menjadi salah satu penyebabnya. Inovasi teknologi pengelolaan pertanian yang terbaru pada lahan kering di musim kemarau belum teradaptasi dengan baik oleh petani. Padahal melihat potensi lahan kering bisa menjadi alternatif yang menjanjikan untuk dikembangkan guna mendukung ketahanan pangan nasional untuk mendukung swasembada pangan melihat semakin terbatasnya luas lahan pertanian yang produktif akibat alih fungsi ke pemukiman penduduk. Melihat permasalahan diatas, faktor utama yang berpengaruh dalam pengembangan pertanian tanaman pangan khususnya padi di lahan kering adalah keter- sediaan air. Petani akan intensif memanfaatkan lahan pertanian ketika air untuk pengairan ter- sedia sehingga proses budi- daya bisa dilaksanakan. Sebagai solusi keterbatasan air dengan cara mencari sumber air dengan mengidentifikasi potensi air pada lahan kering dengan harapan lahan kering tersebut bisa produktif. Sumber air bisa dari air permukaan (sungai) atau air tanah yang diperoleh melalui identifikasi lokasi. Pemanfaatan air tanah dengan melakukan pengeboran di titik sumber air yang tepat kemudian mengalirkan ke lahan dengan sistem pipanisasi. Selain teknologi sumber air, inovasi teknologi yang perlu dikembangkan adalah teknologi budidaya. Mengenal Teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman) Menyikapi permasalahan lahan kering, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengeluarkan teknologi Tumpang Sari Tanaman (TURIMAN). Teknologi Turiman adalah teknologi penanaman secara tumpang sari antara dua atau lebih jenis tanaman pada satu areal lahan dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan dengan tidak mengurangi jumlah populasi masing-masing tanaman. Pada teknologi budidaya secara Turiman menggunakan luasan yang sama dengan jumlah populasi yang sama dengan cara Teknologi Turiman pada lahan kering mengajak dan merubah pemikiran para petani yang terbiasa mengandalkan musim hujan untuk yakin dapat mengolah lahan kering di musim kemarau. Namun kesungguhan Dr. Yanto beserta tim perlu diapresiasi, penerapan teknologi Turiman yang dilakukan pertama kali pada akhir Juni 2019 telah nampak hasilnya. Tiga bulan berselang, hasilnya tak dapat dipungkiri bahwa lahan kering dan tandus ternyata dapat berubah menjadi lahan pertanian yang subur dengan penerapan teknologi Turiman. modifikasi jarak tanam yaitu dengan metode pemadatan dan memperpendek jarak tanam. Sebagai perpanjangan tangan Balitbangtan di daerah, BPTP Jawa Barat menerapkan kajian menge- nai Turiman di lahan kering. Kajian lapangan yang dilaku- kan yaitu perlakuan Turiman Pajale. Kegiatan pengkajian menge- nai dukungan inovasi pertanian untuk peningkatan IP melalui teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman) pada lahan kering di Jawa Barat dilaksanakan berupa demplot seluas 5 hektar. Adapun perlakuan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : Turiman JAGO : Jagung (Bisi 18 dan JH 27) + Padi Gogo (Rindang 1 dan Rindang 2), Turiman JALE : Jagung (Bisi 18 dan JH 27) + Kedelai (Anjasmoro), Turiman GOLE : Padi Gogo (Rindang 1 dan Rindang 2) + Kedelai (Anjasmoro), Turiman JANAH : Jagung + Kacang tanah, dan Turiman Jagung + Kacang Hijau. Selain tanaman pokok yang ditanaman untuk mendukung ketahanan pangan yaitu padi, jagung dan kedelai, juga ditanaman-tanaman eksisting yang memiliki nilai jual yang tinggi yaitu kacang tanah dan kacang hijau. Hal tersebut bertujuan agar petani semangat dalam menjalankan kegiatan karena kacang tanah dan kacang hijau memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sangat diminati pasar. Hasil Pengkajian: Turiman Mampu Meningkatkan Indeks Pertanaman Hasil kajian di lapangan menunjukkan hasil yang positif dimana proses budidaya tumpang sari memberikan hasil produksi yang maksimal. Dari hasil kajian teknologi Turiman mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) hingga 3 kali lipat dalam satu tahun. Hasil produksi pada perlakuan Jagung Kedelai (JALE) produksi jagung bobot basah tongkol mencapai 5.64 ton per hektar, sedangkan kedelai bobot biji kering mencapai 1.7 ton per hektar. Untuk komoditas kacang tanah mencapai 2.8 ton per hektar berat basah. Hasil tersebut sangat luar biasa melihat hasil produksi panen pada musim hujan belum tentu sebesar itu. Potensi lahan kering bisa menghasilkan pro- duksi tanaman secara maksimal dengan dukungan teknologi yang sesuai. Hasil kajian yang sukses tersebut tidak akan ada manfaatnya jika tidak terdiseminasi secara luas. Untuk menyebarkan inovasi teknologi ini kepada para petani yang lebih luas, BPTP Jawa Barat mengadakan kegiatan temu lapang dengan mengundang para stakeholder terkait. Harapannya dengan kegiatan ini maka diseminasi kegiatan penelitian dapat termanfaatkan dalam skala yang lebih luas lagi tidak hanya petani anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Pelangi 1 saja. Kedepan, agar program ini terus berjalan maka dibutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Dukungan paling utama adalah dari pemerintah daerah setempat untuk terus mengawal kegiatan ini. Jika kegiatan ini dapat diaplikasikan oleh sebagian besar petani di wilayah kering Jawa Barat maka bukan hal yang tidak mungkin akan dapat mendukung program pemerintah untuk mendukung swasembada pangan nasional dan mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045. Saat musim kemarau, banyak lahan yang tidak termanfaatkan dan dibiarkan bera (tidak ditanami dalam suatu kurun waktu tertentu). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam dunia pertanian, di samping pesatnya perubahan lahan pertanian, ketersediaan air, dan tingginya lonjakan jumlah penduduk, sementara kebutuhan pangan tidak dapat ditunda dan harus ter- penuhi.

Transcript of Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

Page 1: Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

11Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L BPTP

Empat (4) Artikel tentang Diseminasi Inovasi Pertanian meraih juara pada Lomba Penyusunan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian dari 30 peserta lomba yang diadakan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementan.

Setelah melalui penilaian Dewan Juri, Panitia Lomba menetapkan 4 pemenang lomba Penulisan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian. Keempat pemenangnya sebagai berikut:

Juara 1 : BPTP JAWA BARAT (Optimalisasi Lahan Kering Melalui Teknologi Tumpangsari Tanaman (TURIMAN)

Juara 2 : BPTP JAMBI (Substitusi Pendapatan Petani Melalui Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Peremajaan (Replanting) Kelapa Sawit

Juara 3 : Sulawesi Barat (Varietas Inpari 36 Lanrang Primadona di Tanah Mandar Sulawesi Barat)

Juara 4 : BPTP Kepri (Proliga, Solusi Cabai di Lahan Marginal)

Terima kasihBalai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,

Badan Litbang Pertanian, Kementan.

4 PEMENANG LOMBA Penyusunan Artikel dan Vlog Diseminasi Inovasi Pertanian

Juara I : Juara I : Optimalisasi Lahan Kering Melalui Optimalisasi Lahan Kering Melalui TeknologiTumpang Sari Tanaman (Turiman)TeknologiTumpang Sari Tanaman (Turiman)

Niken Resti P, Adhitya Tri D, Ika Purnamasari Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jawa Barat

Menjawab tantangan tersebut peneliti Balai Pengkajian Tekno logi Pertanian (BPTP)

Jawa Barat, Dr. Ir. Yanto Surdianto, MP, melakukan pengkajian dengan menerapkan teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman) pada lahan kering seluas 5 ha di Desa Sakurjaya, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Bekerja sama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Pelangi 1, pengkajian ini juga bertujuan untuk peningkatan Indeks Per-tanaman (IP).

Bukan hal yang mudah untuk

Lahan KeringJawa Barat memiliki luas lahan

kering mencapai 139.361 hektar dan merupakan lahan yang sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi. Namun sangat disayangkan

Lahan kering potensial yang banyak terdapat di wilayah Jawa Barat

kondisi lahan yang potensial tersebut hanya bisa ditanami satu kali satu tahun pada musim hujan dimana ketersediaan air melimpah. Pada musim kemarau panjang lahan dibiarkan bera, karena tidak ada air yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman. Komoditas tanaman yang biasa ditanam pada musim hujan juga hanya padi gogo saja dengan proses budidaya konvensional sehingga produktivitasnya rendah. Keterbatasan unsur hara yang diserap tanaman karena petani tidak menggunakan teknik budidaya yang tepat menjadi salah satu penyebabnya. Inovasi teknologi pengelolaan pertanian yang terbaru pada lahan kering di musim kemarau belum teradaptasi dengan baik oleh petani. Padahal melihat potensi lahan kering bisa menjadi alternatif yang menjanjikan untuk dikembangkan guna mendukung ketahanan pangan nasional untuk mendukung swasembada pangan melihat semakin terbatasnya luas lahan pertanian yang produktif akibat alih fungsi ke pemukiman penduduk.

Melihat permasalahan diatas, faktor utama yang berpengaruh dalam pengembangan pertanian tanaman pangan khususnya padi di lahan kering adalah keter-sediaan air. Petani akan intensif memanfaatkan lahan pertanian ketika air untuk pengairan ter-sedia sehingga proses budi-daya bisa dilaksanakan. Sebagai solusi keterbatasan air dengan cara mencari sumber air dengan mengidentifikasi potensi air pada lahan kering dengan harapan lahan kering tersebut bisa produktif. Sumber air bisa dari air permukaan (sungai) atau air tanah yang diperoleh melalui identifikasi lokasi. Pemanfaatan air tanah dengan melakukan pengeboran di titik sumber air yang tepat kemudian mengalirkan ke lahan dengan sistem pipanisasi. Selain teknologi sumber air, inovasi teknologi yang perlu dikembangkan adalah teknologi budidaya.

Mengenal Teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman)

Menyikapi permasalahan lahan kering, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balit bangtan) mengeluarkan tekno logi Tumpang Sari Tanaman (TURIMAN). Teknologi Turiman adalah teknologi penanaman secara tumpang sari antara dua atau lebih jenis tanaman pada satu areal lahan dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan dengan tidak mengurangi jumlah populasi masing-masing tanaman. Pada teknologi budidaya secara Turiman menggunakan luasan yang sama dengan jumlah populasi yang sama dengan cara

Teknologi Turiman pada lahan kering

mengajak dan merubah pemikiran para petani yang terbiasa mengandalkan musim hujan untuk yakin dapat mengolah lahan kering di musim kemarau. Namun kesungguhan Dr. Yanto beserta tim perlu diapresiasi, penerapan teknologi Turiman yang dilakukan pertama kali pada akhir Juni 2019 telah nampak hasilnya. Tiga bulan berselang, hasilnya tak dapat dipungkiri bahwa lahan kering dan tandus ternyata dapat berubah menjadi lahan pertanian yang subur dengan penerapan teknologi Turiman.

modifikasi jarak tanam yaitu dengan metode pemadatan dan memperpendek jarak tanam. Sebagai perpanjangan tangan Balitbangtan di daerah, BPTP Jawa Barat menerapkan kajian menge-nai Turiman di lahan kering.

Kajian lapangan yang dilaku-kan yaitu perlakuan Turiman Pajale. Kegiatan pengkajian menge-nai dukungan inovasi pertanian untuk peningkatan IP melalui teknologi Tumpang Sari Tanaman (Turiman) pada lahan kering di Jawa Barat dilaksanakan berupa demplot seluas 5 hektar. Adapun perlakuan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : Turiman JAGO : Jagung (Bisi 18 dan JH 27) + Padi Gogo (Rindang 1 dan Rindang 2), Turiman JALE : Jagung (Bisi 18 dan JH 27) + Kedelai (Anjasmoro), Turiman GOLE : Padi Gogo (Rindang 1 dan Rindang 2) + Kedelai (Anjasmoro), Turiman JANAH : Jagung + Kacang tanah, dan Turiman Jagung + Kacang Hijau. Selain tanaman pokok yang ditanaman untuk mendukung ketahanan pangan yaitu padi, jagung dan kedelai, juga ditanaman-tanaman eksisting yang memiliki nilai jual yang tinggi yaitu kacang tanah dan kacang hijau. Hal tersebut bertujuan agar petani semangat dalam menjalankan kegiatan karena kacang tanah dan kacang hijau memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sangat diminati pasar.

Hasil Pengkajian: Turiman Mampu Meningkatkan Indeks Pertanaman

Hasil kajian di lapangan menunjukkan hasil yang positif dimana proses budidaya tumpang sari memberikan hasil produksi yang maksimal. Dari hasil kajian teknologi Turiman mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) hingga 3 kali lipat dalam satu tahun. Hasil produksi pada perlakuan Jagung Kedelai (JALE) produksi jagung bobot basah tongkol mencapai 5.64 ton per hektar, sedangkan kedelai bobot biji kering mencapai 1.7 ton per hektar. Untuk komoditas kacang tanah mencapai 2.8 ton per hektar berat basah. Hasil tersebut sangat luar biasa melihat hasil produksi panen pada musim hujan belum tentu sebesar itu. Potensi lahan kering bisa menghasilkan pro-duksi tanaman secara maksi mal dengan dukungan teknologi yang sesuai.

Hasil kajian yang sukses tersebut tidak akan ada manfaatnya jika tidak terdiseminasi secara luas. Untuk menyebarkan inovasi teknologi ini kepada para petani yang lebih luas, BPTP Jawa Barat mengadakan kegiatan temu lapang dengan mengundang para stakeholder terkait. Harapannya dengan kegiatan ini maka diseminasi kegiatan penelitian dapat termanfaatkan dalam skala yang lebih luas lagi tidak hanya petani anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Pelangi 1 saja. Kedepan, agar program ini terus berjalan maka dibutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Dukungan paling utama adalah dari pemerintah daerah setempat untuk terus mengawal kegiatan ini. Jika kegiatan ini dapat diaplikasikan oleh sebagian besar petani di wilayah kering Jawa Barat maka bukan hal yang tidak mungkin akan dapat mendukung program pemerintah untuk mendukung swasembada pangan nasional dan mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045.

Saat musim kemarau, banyak lahan yang tidak termanfaatkan dan dibiar kan bera (tidak ditanami dalam suatu kurun waktu tertentu). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam dunia pertanian, di samping pesatnya perubahan lahan pertanian, ketersediaan air, dan tingginya lonjakan jumlah penduduk, semen tara kebutuhan pangan tidak dapat ditunda dan harus ter-penuhi.

Page 2: Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

12 Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L

Juara II : Juara II : Substitusi Pendapatan Petani melalui Teknologi Budidaya Substitusi Pendapatan Petani melalui Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Peremajaan (Jagung pada Lahan Peremajaan (Replanting)Replanting) Kelapa Sawit Kelapa Sawit

Ike Wirdani Putri, SP., M.Si, Husnul Ardi, SP, Icha Viasti Mabrukah, A.md - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Jumlah Produksi Tandan Buah Segar (TBS) di Provinsi Jambi Tahun 2013 – 2017.w

No TahunLuas (Ha)

Produksi (Ton)TBM TM TTM/TR Jumlah

1 2013 143.172 444.588 5.673 593.433 1.555.6972 2014 125.655 519.710 17.481 662.846 1.571.5353 2015 108.978 411.243 15.606 535.827 1.177.5604 2016 132.061 570.424 24.185 791.025 1.552.5435 2017 131.273 819.044 27.054 1.039.920 1.683.532

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Tahun 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa luas lahan tanaman belum meng-hasilkan (TBM), tanam-

an menghasilkan (TM), tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR), dan produksi kelapa sawit di Provinsi Jambi pada umumnya mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir (2013 - 2017). Dengan adanya peningkatan luas areal dan produksi kelapa sawit setiap tahunnya dapat memberikan arti ekonomi, karena selain sebagai devisa negara juga dapat memberikan peningkatan pendapatan petani khususnya di Provinsi Jambi. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah semakin tingginya luas lahan tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) khususnya pada tahun 2016 yaitu sebesar 24.185 ha dan tahun 2017 sebesar 27.054 ha.

Tingginya luas lahan kelapa sawit tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) ini mengakibatkan kerugian bagi petani karena tanaman tidak dapat memberikan hasil atau pendapatan kepada petani. Pola pikir petani pada dasarnya menganggap bahwa peremajaan merupakan hal yang sulit dilakukan dan membutuhkan modal yang besar untuk pembiayaannya. Kemudian dengan dilakukannya peremajaan tentu sumber pendapatan mereka

Kebutuhan akan pere majaan kelapa sawit khususnya Provinsi Jambi baik bagi peme rintah maupun masyarakat merupakan prioritas, karena rendah-nya produktivitas kelapa sawit sehingga masyarakat Provinsi Jambi yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit tidak terganggu dari segi perekonomian. Keadaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017, berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 1.

dari kebun akan terputus dan sebagian petani tidak memiliki sumber pendapatan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini menjadi kendala bagi petani jika hanya menggantungkan hidupnya dari kebun yang diremajakan serta tidak memiliki penghasilan lain hingga tanaman baru berproduksi. Dalam hal ini keberhasilan peremajaan dinilai sangat penting bagi kelangsungan hidup petani. Untuk mensiasati hal tersebut dan sebagai substitusi pendapatan bagi petani maka disiasati dengan penanaman tanaman sela agar petani mendapatkan penghasilan dari tanaman lain.

Dalam menanam tanaman sela harus diperhatikan beberapa syarat berikut:

Tidak menjadi kompetitif ter-1. hadap tanaman kelapa sawit. Sistem perakaran berbeda 2. dengan kelapa sawit, sehingga tidak bersaing dalam penye-rapan hara dan air. Populasi kelapa sawit tidak 3. berkurang karena penanaman tanaman sela.Bukan merupakan tanaman 4. yang memiliki peluang ter-serang hama dan penyakitnya sama dengan kelapa sawit.Pengelolaan budidayanya 5. tidak rumit (sederhana), ber-nilai ekonomis dan meng-untungkan.Memiliki permintaan pasar 6.

yang baik, terutama pada pasar wilayah lokal. Jika memungkinkan, tanaman 7. dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memiliki efek alelopati positif terhadap kelapa sawit. Berbagai literatur menunjukan

bahwa tanaman sela pada kelapa sawit dapat dilakukan pada tanaman semusim dan tahunan. Tanaman semusim yang dapat ditanam meliputi tanaman pangan (seperti jagung, padi, kedelai, singkong) dan hortikultura (sayuran seperti cabai, pare, bawang merah dan buah buahan seperti semangka, nanas dan pisang). Menurut Sutarta et al., (2012), periode pemanfaatan lahan

kelapa sawit untuk tanaman sela dengan tanaman tumpangsari disarankan hanya 2 tahun (TBM 2) dengan pertimbangan pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan perawatan tanaman kelapa sawit mulai intensif. Sedangkan tanaman tahunan dapat berupa gaharu, jati putih, kakao dan karet. Gaharu ditanam diantara tanaman kelapa sawit dengan pengaturan jarak tanam. Sedangkan jati putih, kakao, dan karet ditanam dipinggiran kebun kelapa sawit (Sebayang dan Winarto, 2014). Secara teknis, pajale dapat ditanam di areal TBM kelapa sawit terutama jagung dan kedelai dan berdasarkan penelitian Agustira, dkk pada tahun 2018 secara ekonomi dan finansial tanaman sela jagung layak diusahakan dan memiliki produktivitas lebih tinggi dari tanaman monokultur lainnya.

Dr. Araz Meilin, SP., MSi peneliti Madya BPTP Jambi pada tahun 2019 melaksanakan penelitian kajian perakitan teknologi budidaya jagung toleran kekeringan dan naungan spesifik lokasi. Salah satu demplot penelitian dilakukan

pada lahan replanting kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi. Pengalaman hasil panen jagung petani pada lahan replanting kelapa sawit dapat mencapai 5-7 ton/ha yang dapat diperoleh dalam waktu 100 hari. Jika hasil jual jagung pipilan kering pada saat panen mencapai Rp.4.500/kg, maka petani mendapatkan hasil Rp. 22.500.000 – Rp.31.500.000 setiap panen. Jika 50-60 persen adalah biaya produksi jagung, maka tambahan penghasilan dari satu kali panen jagung adalah diatas 10 juta rupiah. Jika panen jagung dapat dilakukan 3 kali setahun, pendapatan petani dari hasil jagung sebagai tanaman sela bisa mencapai 30 juta pertahun. Budidaya jagung sebagai tanaman sela atau tumpang sari pada lahan replanting kelapa sawit dapat sebagai substitusi pendapatan bagi petani replanting kelapa sawit. Tanaman hortikultura yang sudah dicoba oleh petani pada lahan replanting kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi adalah semangka yang juga menjanjikan nilai subsitusi pendapatan bagi petani.

Page 3: Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

13Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L

Padi sawah terdiri dari banyak varietas di antara-nya Inpari 30, Inpari 36, Inpari 42, Inpari 45

Dirgahayu, Jeliteng, Mantap, Inpari IR Nutri Zinc, Paketih, Pamera dan jenis lainnya yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian. INPARI adalah singkatan dari Inbrida Padi Sawah Irigasi, merupakan padi inbrida yang ditanam di lahan sawah. Inbrida mempunyai arti varietas yang dikembangkan dari satu tanaman melalui penyerbukan sendiri sehingga memiliki tingkat kemurnian atau homozigositas yang tinggi (BB Padi, 2019).

Peningkatan produksi padi dalam 1 dekade terakhir telah terjadi. Data BPS menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir produksi padi mengalami pening-katan. Hal ini didorong oleh berbagai faktor salah satunya Varietas Unggul Baru (VUB). VUB yang dilepas setiap tahun mempunyai potensi hasil tinggi. Varietas unggul baru merupakan komponen teknologi dasar dalam pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. Varietas unggul baru umumnya berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama atau toleran

JUARA III : JUARA III : Varietas Inpari 36 Lanrang Varietas Inpari 36 Lanrang Primadona Di Tanah Mandar, Sulawesi BaratPrimadona Di Tanah Mandar, Sulawesi Barat

dengan lingkungan setempat dan dapat juga memiliki sifat khusus tertentu.

Penggunaan varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan produksi padi. Penggunaan varietas unggul dinilai mudah diadopsi petani dengan tambahan biaya yang relatif murah, tetapi memberikan keuntungan langsung kepada petani (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2000). Pendekatan penerapan varietas unggul baru yang sesuai dengan agroekologi setempat secara efektif dapat meningkatkan produktivitas tanaman, menahan serangan hama dan penyakit, serta kekeringan atau kebanjiran (Asaad dan Warda, 2016).

Menurut Las (2004), salah satu strategi yang dikembangkan oleh IRRI dalam Revolusi Hijau adalah mengembangkan varietas unggul modern yang memiliki daun tegak dan anakan banyak, sehingga memiliki kemampuan intersepsi cahaya yang lebih besar dan laju fotosintesis yang lebih baik. Hal ini membuat tanaman padi mampu menyediakan energi yang cukup untuk tumbuh dan

menghasilkan gabah yang lebih baik. (Nurhati et al, 2008).

Sulawesi Barat termasuk wilayah endemik tungro. Pada musim tanam 1969–1992 penyakit tungro dilaporkan menginfeksi pertanaman padi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Jaya dengan total luas tanaman terinfeksi 244.904 ha (Hasanuddin et al. 1997; Suprihanto et al., 2010). Produksi padi masih rendah di Sulawesi Barat. Dari data BPS (2019) produksi padi Sulawesi Barat tahun 2018 hanya rata-rata ±4,8 ton/ha.

Varietas Unggul Baru Inpari 36 Lanrang merupakan varietas yang banyak dikembangkan di Sulawesi Barat baik untuk penangkaran benih maupun untuk produksi. Varietas Inpari 36 tahan terhadap penyakit tungro. Penyakit tungro disebabkan oleh hama wereng hijau yang membawa virus bentuk batang Rice Tungro Baciliform Virus (RTBV) dan bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV) (Praptana dan Yasin, 2008).

Selain tahan tungro Inpari 36 Lanrang memiliki banyak keunggulan lain yaitu toleran rebah, tahan penyakit blas, memiliki potensi hasil hingga 10 ton/ha GKG dengan rata-rata produksi ±6,7 ton/ha GKG, rasa nasi pulen, dan umur tanaman relatif pendek yaitu ± 114 hari setelah sebar. Performa pertanaman Inpari 36 Lanrang di lahan petani Desa Pangiang, Kecamatan Bambalamoto, Kabu-paten Pasangkayu sangat baik, rata-rata jumlah anakan 21 batang per rumpun, dan produksinya ±6,5 ton/ha.

Tabel 1. Deskripsi Varietas Inpari 36 LanrangTahun dilepas 2015SK Menteri Pertanian 83/Kpts/SR.120/2/2015Asal Persilangan IR58773-35-3-1-2/IR65475-62-3-1-3-1-3-1Golongan CereUmur Tanaman ± 114 hari setelah sebarBentuk Tanaman TegakTinggi Tanaman ± 113 cmDaun Bendera TegakBentuk Gabah RampingWarna Gabah Kuning BersihKerontokan SedangKerebahan ToleranTekstur Nasi PulenKadar Amilosa ± 20,7Berat 1000 Butir ± 26,0 gramRata-rata Hasil ± 6,7 ton/ha GKGPotensi Hasil 10,0 ton/ha GKG

Hama

Agak rentan terhadap wereng batang • cokelat biotipe 1 dan 2Rentan terhadap wereng batang cokelat • biotipe 3

Penyakit

Agak tahan hawar daun bakteri strain IV• Rentan hawar daun bakteri strain III dan • VIIITahan terhadap tungro varian 073• Tahan penyakit blas ras 033 dan ras 073• Agak tahan blas ras 133 dan ras 173•

Anjuran Tanam Cocok ditanam di ekosistem sawah irigasi sampai ketinggian

Sumber : BB Padi (2019)

Nursyamsih Taufik, Yesika Resonya Silitonga, Fitriawaty - Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat.

Padi merupakan tanaman yang paling banyak diusahakan oleh petani di Indonesia karena menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat. Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah tropis dan daerah subtropis, seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi yang ada sekarang merupakan persilangan antara Oryza officianalis dan Oryza sativa F. Spontane (Hasanah, 2007). Berdasarkan tempat tumbuhnya padi terdiri atas padi sawah, padi rawa, dan padi gogo atau padi ladang.

Varietas Inpari 36 Lanrang telah beradaptasi hingga dataran tinggi Sulawesi Barat. Varietas ini telah ditanam di Kabupaten Mamasa dengan ketinggian ±600 m dpl dan menunjukkan hasil yang baik.

KesimpulanVarietas Inpari 36 Lanrang

disenangi oleh petani di Sulawesi Barat karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya tahan penyakit tungro, toleran rebah, tahan penyakit blas, memiliki potensi hasil hingga 10 ton/ha GKG, rasa nasi pulen. Juga dapat beradaptasi pada ketinggian 600 Mdpl di Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat.

Page 4: Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L 4 PEMENANG ...

14 Edisi 18 - 24 Desember 2019 No.3827 Tahun L

Selaku pusat ekonomi, Kota Batam masih memiliki ruang bagi pertanian meskipun

harus berhadapan dengan keterbatasan kondisi lahan yang tidak mampu mendukung produktivitas pertanian secara optimal. Menyadari hal tersebut, BPTP Kepulauan Riau berupaya membantu petani di Kota Batam dengan mengenalkan berbagai inovasi teknologi spesifik lokasi yang salah satunya adalah teknologi Produksi Lipat Ganda (Proliga) cabai.

Berdasarkan data BPS Kepulauan Riau (2018), Kota Batam mampu memproduksi cabai sebanyak 2.360 ton pada tahun 2018, atau 80,7 persen dari total produksi Kepulauan Riau yang berjumlah 2.922 ton. Namun jumlah ini belum mampu memenuhi kebutuhan cabai di Kepulauan Riau. Menurut BPS (2019), jumlah penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2018 adalah 2,13 juta jiwa dengan pertumbuhan 2,95% per tahun dan menurut data Kementerian Pertanian (2019), konsumsi per kapita cabai besar di Indonesia pada tahun 2018 yaitu 2,14 kg/kapita. Berdasarkan data ini, setidaknya Provinsi Kepulauan Riau harus mampu memproduksi cabai besar sebanyak 4.558 ton untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Dalam upaya pencapaian jumlah kebutuhan tersebut, penerapan

Gambar 1. Rumah bibit

Gambar 2. Pemangkasan pucuk atas untuk perbanyakan cabangGambar 3. Penanaman secara zig zag pada bedengan

Gambar 4. Hasil pencapaian produksi cabai setelah menggukan teknologi Proliga

Juara IV : ProligaJuara IV : ProligaSolusi Cabai Lahan MarginalSolusi Cabai Lahan Marginal

Annisa Dhienar A, S.P., Firsta Anugerah S, S.P., Nikodemus Gultom, A.Md. - Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

teknologi Proliga dilakukan di Kota Batam selaku daerah sentra produksi cabai di Kepulauan Riau.

Untuk mencapai hal tersebut, Kepala BPTP Kepulauan Riau pada saat itu, Dr. Ir. Mizu Istianto, M.P., menugaskan salah seorang penelitinya, Annisa Dhienar Alifia, S.P. seorang peneliti ahli pertama di bidang keilmuan

Kepulauan Riau menjadi salah satu provinsi terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Provinsi ini terdiri dari 7 wilayah kota dan kabupaten, salah satunya adalah Kota Batam yang berkembang menjadi pusat ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau.

teknologi Proliga cabai ini padanya di lahan 1 ha garapan Bapak Jajang. Kondisi topografi lahan yang bergelombang hingga berbukit dengan iklim Non ZOM atau tidak memiliki zona musim (BMKG, 2019) memaksa Bapak Jajang membuat embung di sekitar lahannya untuk keperluan pengairan lahan sehingga penerapan teknologi Proliga untuk komoditas cabainya

varietas unggul Indrapura yang memiliki memiliki keunggulan berbunga tanpa jeda dan potensi produksinya mencapai 0,7–1,5 kg/pohon. Selain itu varietas ini toleran terhadap virus dan mudah beradaptasi sehingga cocok diusahakan di kondisi lahan Kota Batam.

Penggunaan varietas unggul diiringi dengan teknik persemaian

agronomi lulusan Institut Pertanian Bogor untuk mengkaji teknologi tersebut sekaligus membantu petani kooperator untuk memulai menerapkan teknologi Proliga cabai di Kelurahan Pulau Setokok, Kecamatan Bulang, Kota Batam. Pengalaman Dhienar dalam menangani demplot sayuran organik yang dibudidayakan di lahan bekas tambang di Bintan, menjadi alasan BPTP Kepulauan Riau mempercayakan penerapan

adalah solusi yang tepat dan efisien.

Proliga cabai merupakan rangkaian teknologi yang didukung 5 unsur utama yaitu penggunaan varietas unggul, persemaian sehat, pola penanaman, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), dan pengelolaan hara tanah. Dalam penerapan Proliga cabai di Kota Batam, BPTP Kepulauan Riau menggunakan

sehat untuk menjamin bibit yang dibudidayakan terbebas dari virus penyakit. Persemaian dilakukan di rumah bibit yang menggunakan kasa dengan kerapatan 72 mesh, dan terproteksi secara menyeluruh dimana sungkup kasa menempel dengan tanah agar hewan dan hama penyakit lainnya tidak masuk ke dalam rumah bibit. Selama persemaian, dilakukan penyemprotan pestisida setiap minggu untuk menjaga bibit tetap

sehat sebelum dipindahkan ke lahan.

Lahan sebagai lokasi tanam disiapkan dengan menggunakan pupuk kandang, NPK, KCl, dan ZA sebagai pupuk dasar. Bedengan pada lahan dibentuk mengikuti kondisi luas lahan dan kemudian dilengkapi saluran pengairan dengan metode irigasi drip pada setiap bedengan. Mulsa juga digunakan pada setiap bedengan untuk mencegah pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban tanah, mencegah erosi permukaan tanah, dan meminimalisir hama dan penyakit tanaman. Setelah lokasi tanam disiapkan, bibit cabai yang telah berumur 21-30 HST dipindahkan ke lahan tersebut.

Selama ini petani di Kota Batam, masih menggunakan pola tanam konvensional yaitu satu baris dalam setiap bedengan dengan jarak tanam 50 cm. Kemudian melalui Proliga cabai, petani dikenalkan pola tanam zig zag dengan jarak tanam 60 cm x 50 cm sehingga jarak tanam semakin rapat dan populasi pohon semakin banyak dalam setiap bedengan. Kemudian dilakukan pemangkasan pucuk pada awal masa tanam yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tiga tunas samping yang akan diperlihara menjadi cabang utama. Pemeliharaan tiga cabang utama ini akan menambah rimbun tanaman yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan jumlah buah yang tumbuh dalam setiap pohon cabai.

Selama masa pemeliharaan, tanaman cabai diberi pupuk susul an berupa campuran pupuk

kandang dan NPK dengan cara di-kocor pada setiap pohon. Penyem-protan pestisida sebagai lang kah pengendalian hama hanya dilakukan ketika ditemukan gejala penyakit pada tanaman cabai. Pestisida yang digunakan di sesuaikan dengan analisa gejala penya kit yang muncul pada tanam an sehingga lebih efektif dan efisien.

Berdasarkan pengalaman petani, penerapan teknologi Proliga mampu meningkatkan hasil panen cabai dari luasan lahan yang sama. Pada usahatani dengan pola tanam konvensional, panen pertama yang dilakukan petani hanya sebesar 45 kg. Sementara dengan penerapan teknologi Proliga, petani mampu menghasilkan cabai sebanyak 180 kg dari luas lahan 0,5 hektar. Hingga saat ini, total produksi cabai yang dihasilkan petani tesebut dengan penerapan Proliga telah mencapai 3 ton. Dengan demikian, penerapan teknologi Proliga di Kota Batam terbukti mampu meningkatkan jumlah produksi cabai dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan cabai di Provinsi Kepulauan Riau.