Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

4
aya ingin menulis sebuah tulisan S reflektif tentang hari ini. Karena hari ini saya tengah bahagia. Kebahagiaan saya yang pertama ialah terpasangnya spanduk penolakan terhadap kelompok radikalisme di pojok depan rumah, dalam hal ini adalah ISIS. Kedua, banyak remaja yang bershalawat ria di Mushala, yang pemandangan ini tidak seperti biasanya. Terlepas dari unsur subjektifitas dalam tulisan ini, saya ingin menceritakan keadaan yang ada di desa kelahiran saya tersebut, Margoyoso, Pati- Jawa Tengah. Tentang spanduk penolakan ISIS, saya mulai menelisik dengan menanyakan kepada bapak, ihwal siapa yang memasang spanduk di depan rumah itu. Beliau menjawab, spanduk itu merupakan instruksi dari kecamatan kepada semua pemerintah desa Margoyoso. Pantas saja, pada sore sebelumnya disaat saya mengantar ibu periksa kesehatan di desa tetangga, terpampang juga spanduk serupa. Saya tidak tahu, apakah dengan adanya spanduk-spanduk itu masyarakat bisa memahami maksudnya. Namun terlepas dari substansi spanduk tersebut, setidaknya pemerintah menaruh perhatian terhadap Buletin SANTRI Edisi 10 Jum’at, 24 April 2015 1 Edisi 10/2015 Radikalisme, Mushala dan Tradisi Sholawatan Oleh: Nur Khoiriyyah*

description

 

Transcript of Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

Page 1: Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

aya ingin menulis sebuah tulisan

S reflektif tentang hari ini. Karena hari

i n i s a y a t e n g a h b a h a g i a .

Kebahagiaan saya yang pertama ialah

terpasangnya spanduk penolakan terhadap

kelompok radikalisme di pojok depan

rumah, dalam hal ini adalah ISIS. Kedua,

banyak remaja yang bershalawat ria di

Mushala, yang pemandangan ini tidak

seperti biasanya. Terlepas dari unsur

subjektifitas dalam tulisan ini, saya ingin

menceritakan keadaan yang ada di desa

kelahiran saya tersebut, Margoyoso, Pati-

Jawa Tengah.

Tentang spanduk penolakan ISIS,

saya mulai menelisik dengan menanyakan

kepada bapak, ihwal siapa yang memasang

spanduk di depan rumah itu. Beliau

menjawab, spanduk itu merupakan

instruksi dari kecamatan kepada semua

pemerintah desa Margoyoso.

Pantas saja, pada sore sebelumnya

disaat saya mengantar ibu periksa

kesehatan di desa tetangga, terpampang

juga spanduk serupa. Saya tidak tahu,

apakah dengan adanya spanduk-spanduk

i tu masya raka t b i sa memahami

maksudnya. Namun terlepas dari substansi

spanduk tersebut, setidaknya pemerintah

m e n a r u h p e r h a t i a n t e r h a d a p

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015 1Buletin SANTRI Edisi 10

Jum’at, 24 April 20154

Jawaban: Waalaikumsalam. Dalam Muamalat Islam, kitab-kitab fikih menjelaskan bahwa

jual beli ('aqdul bay'i) adakalanya kontan (halan) dan adakalanya dengan tempo

pembayaran (muajjalan). Dalam kasus di atas bisa dikategorikan jual beli dengan tempo.

Hal ini diperbolehkan dan dianjurkan disertai jaminan (watsiqah) atau tanda bukti, baik

berupa kuitansi atau KTP. Dengan demikian maka pihak pembeli diharapkan memenuhi

janji dan tanggungannya. Dengan jaminan KTP maka kedua belah pihak yang

bertransaksi akan terhindar dari penipuan (ghurur).

Pertanyaan: Salam Ustadz Irwan, saya punya pertanyaan. Saya pernah membeli bensin

eceran di jalan dan ternyata saya lupa tidak membawa uang tunai. Akhirnya saya

meninggalkan KTP/identitas sebagai jaminan. Bagaimana hukumnya transaksi saya

tadi? Apakah sah atau tidak?

Jaminan Menggunakan KTP

Edisi 10/2015

Radikalisme, Mushala

dan Tradisi Sholawatan

Oleh: Nur Khoiriyyah*

Donasi buletin SANTRI

dapat dikirim melalui:

Bank BRI SyariahNo. Rekening 102 040 1617

a/n Sarjoko

“Gunakanlah 2 Cermin. Satu cermin untuk melihat

kekuranganmu; satu lagi untuk melebihkan orang lain.”

-Ibrahim bin Juneid-

Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat GusdurianRabu, 29 April 2015 pukul: 19.30 WIB

di Pendopo Hijau Yayasan LKiS.

Jl. Pura No. 203 Surowajan Baru, Banguntapan, Bantul.

Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.

Page 2: Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

permasalahan global, terutama soal

radikalisme yang menggunakan kekerasan

bermotif agama.

Diskusi dengan bapak pun

kembal i ber lanjut , yakni dengan

membahas beberapa motif dibalik gerakan

radikalisme yang transnasional itu. Salah

satu motif yang saya pahami adalah;

adanya pihak yang berkepentingan

menjadikan agama sebagai pengalihan

isu. Agama hanya dijadikan sebagai kedok

dan alat politik untuk merebut kekuasaan.

Karena dalam kasus ISIS (negara Islam Irak-

Syiria), ada indikasi terhadap permainan

dan kepentingan penguasaan kilang

minyak di dua negara itu. Mengingat,

kedua negeri tersebut mempunyai sumber

minyak yang melimpah ruah.

Apalagi saat ini ada juga konflik di

Yaman. Menurut sepengetahuan saya

ihwal itu bukan motif agama atau ideologi,

tetapi faktor politik dan kekuasaan. Karena

kalau diamati sederhana saja, mengapa

Arab Saudi begitu getol menyerang

Yaman, tetapi pada kasus kemanusiaan di

Palestina, Arab Saudi diam. Dari uraian dan

cara berfikir sederhana itu, bapak

menyepakatinya.

N a m u n s e k a l i l a g i s a y a

menegaskan ke bapak, bahwa apa yang

saya sampaikan adalah beberapa wacana

yang saya baca dan saya perhatikan dari

berbagai forum yang pernah saya ikuti. Di

antara para analisis resolusi konflik dan

studi kajian Timur Tengah mengatakan

seperti itu.

Energi Posistif Sholawat

Kebahagiaan saya yang kedua,

disaat adzan Isya' berkumandang di

mushala sebelah rumah, beberapa remaja

sudah berkumpul di dalam mushala.

Selang beberapa waktu, pujian atau

shalawat pun mereka dendangkan. Saya

sangat akrab dengan lagu itu, lagu wajib

yang harus didendangkan oleh salah satu

majelis shalawat yang saya ikuti di Jogja.

“Inilah kisah Sang Rasul yang

penuh suka duka, yang penuh suka duka”,

demikianlah sedikit cuplikan yang paling

mudah saya ingat. Dengan melihat remaja

yang kini menggandrungi sholawatan dan

secara rutin berlatih rebana, membuat saya

sedikit bernafas lega tentang desa saya.

Karena saya berpikir bahwa remaja

memiliki kegiatan yang positif.

Hal ini mengingatkan saya

terhadap fenomena beberapa tahun

terakhir, ada kemerosotan moral serius di

desa saya, mulai dari remaja yang hamil di

luar nikah hingga melahirkan pun belum

juga menikah, karena pihak keluarga tidak

merestui. Kedua, remaja tertangkap

pencurian motor (curanmor). Ketiga,

adanya kasus dugaan pencabulan

terhadap anak kelas 4 SD. Terkait tiga

permasalah tersebut sebenarnya saya

tidak ingin menyebarluaskannya, akan

tetapi, saya hanya ingin memberikan

alasan atas kesedihan saya. Begitu

memprihatinkannya moralitas bangsa saat

ini. Itu baru di desa tempat tinggal saya,

mungkin di tempat-tempat lain juga tidak

jauh berbeda.

Sekali lagi saya ingin tegaskan, ini

loh realitas sosial yang sedang kita hadapi,

bahwa generasi muda sedang mengalami

“darurat moral”. Mungkin salah satu

rekomendasi yang saya ajukan kepada

mereka adalah agar mereka memiliki

aktfitas yang positif, seperti bershalawat

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015

misalnya. Mungkin terkesan konservatif,

wagu, atau berbagai macam lainnya.

Namun beberapa hal terbukti, dengan

pergaulan yang sehat, atau menyibukkan

diri dengan kegiatan yang positif akan

berdampak positif pula.

Seperti yang saya amati, dalam

kebiasaan bershalawat terdapat beberapa

bait-syair yang mengandung nilai

kebersamaan, do'a, dan keteladanan Nabi

Muhammad Saw yang penuh kasih

sayang dan akhlak mulia

Saya jadi teringat

salah satu perkataan

mas Imam Shofwan,

salah satu ujung

t o m b a k Ya y a s a n

Pantau, bahwa dari

surau-surau kecil, dan

dari para penguri-uri

s u r a u j u s t r u b i s a

m e n j a d i b e n t e n g

terhadap laku radikalisme.

Per tanyaan yang muncul

kemudian adalah, bagaimana jika remaja

generasi penerusnya tidak lagi gandrung

dengan sholawat, tidak lagi tertarik untuk

sekedar nongkrong di mushala? Lalu akan

jadi apa, 10 tahun ke depan nasib mushala

tersebut.

Hal ini yang disampaikan oleh

salah satu pemuda yang saat remajanya

dulu memang mengabdikan sebagian

waktunya untuk berkumandang dan

bershalawat di masjid. Dalam diskusi

dengannya, saya menyimpulkan dua hal

penting sebagai modal untuk meneruskan

perjuangan ini, yakni “kemauan dan

kemampuan”. Kemauan menjadi hal

utama, karena bagaimana seorang bisa

atau mampu sedang dia tidak memiliki

k e i n g i n a n u n t u k t a h u . B a h a s a

sederhananya, “setiap ada kemauan pasti

ada jalan”.

Dari kemauan tersebut, beberapa

kekurangan terkait segi bacaan dan variasi

lagu, bisa diasah melalui proses belajar

bersama. Dengan sering mengikuti,

mendengar, dan membacanya

sholawatan, akan semakin

l a n c a r, a pa l a g i j i k a

d i b a r e n g i d e n g a n

kemampuan untuk

memahami arti dan

kandungan i s inya .

Ketenteraman hati dan

ketenangan pik i ran

hanyalah setetes imbal

dari lautan pahala.

D e m i k i a n l a h d a l a m

hemat saya jika kita ingin

membangun bangsa, diantaranya bisa

dimulai dari hal yang sederhana. Salah

satunya melalui sholawatan. Karena di

dalamnya kita bisa meneladani pribadi

Nabi yang rahmatan lil'alamin, yang

memiliki uswah hasanah yang patut ditiru

oleh seluruh umatnya. Bila hal ini

teraplikasikan dengan baik, maka akan

tercipta kehidupan yang harmoni.

Wallahhu a'lam.

*Penulis adalah jama'ah Majlis Sholawat

Gusdurian Yogyakarta

“Pertanyaan yang

muncul kemudian adalah,

bagaimana jika remaja

generasi penerusnya tidak lagi

gandrung dengan sholawat,

tidak lagi tertarik untuk sekedar

nongkrong di mushala?

Lalu akan jadi apa, 10 tahun

ke depan nasib mushala

tersebut.”

Page 3: Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

permasalahan global, terutama soal

radikalisme yang menggunakan kekerasan

bermotif agama.

Diskusi dengan bapak pun

kembal i ber lanjut , yakni dengan

membahas beberapa motif dibalik gerakan

radikalisme yang transnasional itu. Salah

satu motif yang saya pahami adalah;

adanya pihak yang berkepentingan

menjadikan agama sebagai pengalihan

isu. Agama hanya dijadikan sebagai kedok

dan alat politik untuk merebut kekuasaan.

Karena dalam kasus ISIS (negara Islam Irak-

Syiria), ada indikasi terhadap permainan

dan kepentingan penguasaan kilang

minyak di dua negara itu. Mengingat,

kedua negeri tersebut mempunyai sumber

minyak yang melimpah ruah.

Apalagi saat ini ada juga konflik di

Yaman. Menurut sepengetahuan saya

ihwal itu bukan motif agama atau ideologi,

tetapi faktor politik dan kekuasaan. Karena

kalau diamati sederhana saja, mengapa

Arab Saudi begitu getol menyerang

Yaman, tetapi pada kasus kemanusiaan di

Palestina, Arab Saudi diam. Dari uraian dan

cara berfikir sederhana itu, bapak

menyepakatinya.

N a m u n s e k a l i l a g i s a y a

menegaskan ke bapak, bahwa apa yang

saya sampaikan adalah beberapa wacana

yang saya baca dan saya perhatikan dari

berbagai forum yang pernah saya ikuti. Di

antara para analisis resolusi konflik dan

studi kajian Timur Tengah mengatakan

seperti itu.

Energi Posistif Sholawat

Kebahagiaan saya yang kedua,

disaat adzan Isya' berkumandang di

mushala sebelah rumah, beberapa remaja

sudah berkumpul di dalam mushala.

Selang beberapa waktu, pujian atau

shalawat pun mereka dendangkan. Saya

sangat akrab dengan lagu itu, lagu wajib

yang harus didendangkan oleh salah satu

majelis shalawat yang saya ikuti di Jogja.

“Inilah kisah Sang Rasul yang

penuh suka duka, yang penuh suka duka”,

demikianlah sedikit cuplikan yang paling

mudah saya ingat. Dengan melihat remaja

yang kini menggandrungi sholawatan dan

secara rutin berlatih rebana, membuat saya

sedikit bernafas lega tentang desa saya.

Karena saya berpikir bahwa remaja

memiliki kegiatan yang positif.

Hal ini mengingatkan saya

terhadap fenomena beberapa tahun

terakhir, ada kemerosotan moral serius di

desa saya, mulai dari remaja yang hamil di

luar nikah hingga melahirkan pun belum

juga menikah, karena pihak keluarga tidak

merestui. Kedua, remaja tertangkap

pencurian motor (curanmor). Ketiga,

adanya kasus dugaan pencabulan

terhadap anak kelas 4 SD. Terkait tiga

permasalah tersebut sebenarnya saya

tidak ingin menyebarluaskannya, akan

tetapi, saya hanya ingin memberikan

alasan atas kesedihan saya. Begitu

memprihatinkannya moralitas bangsa saat

ini. Itu baru di desa tempat tinggal saya,

mungkin di tempat-tempat lain juga tidak

jauh berbeda.

Sekali lagi saya ingin tegaskan, ini

loh realitas sosial yang sedang kita hadapi,

bahwa generasi muda sedang mengalami

“darurat moral”. Mungkin salah satu

rekomendasi yang saya ajukan kepada

mereka adalah agar mereka memiliki

aktfitas yang positif, seperti bershalawat

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015

misalnya. Mungkin terkesan konservatif,

wagu, atau berbagai macam lainnya.

Namun beberapa hal terbukti, dengan

pergaulan yang sehat, atau menyibukkan

diri dengan kegiatan yang positif akan

berdampak positif pula.

Seperti yang saya amati, dalam

kebiasaan bershalawat terdapat beberapa

bait-syair yang mengandung nilai

kebersamaan, do'a, dan keteladanan Nabi

Muhammad Saw yang penuh kasih

sayang dan akhlak mulia

Saya jadi teringat

salah satu perkataan

mas Imam Shofwan,

salah satu ujung

t o m b a k Ya y a s a n

Pantau, bahwa dari

surau-surau kecil, dan

dari para penguri-uri

s u r a u j u s t r u b i s a

m e n j a d i b e n t e n g

terhadap laku radikalisme.

Per tanyaan yang muncul

kemudian adalah, bagaimana jika remaja

generasi penerusnya tidak lagi gandrung

dengan sholawat, tidak lagi tertarik untuk

sekedar nongkrong di mushala? Lalu akan

jadi apa, 10 tahun ke depan nasib mushala

tersebut.

Hal ini yang disampaikan oleh

salah satu pemuda yang saat remajanya

dulu memang mengabdikan sebagian

waktunya untuk berkumandang dan

bershalawat di masjid. Dalam diskusi

dengannya, saya menyimpulkan dua hal

penting sebagai modal untuk meneruskan

perjuangan ini, yakni “kemauan dan

kemampuan”. Kemauan menjadi hal

utama, karena bagaimana seorang bisa

atau mampu sedang dia tidak memiliki

k e i n g i n a n u n t u k t a h u . B a h a s a

sederhananya, “setiap ada kemauan pasti

ada jalan”.

Dari kemauan tersebut, beberapa

kekurangan terkait segi bacaan dan variasi

lagu, bisa diasah melalui proses belajar

bersama. Dengan sering mengikuti,

mendengar, dan membacanya

sholawatan, akan semakin

l a n c a r, a pa l a g i j i k a

d i b a r e n g i d e n g a n

kemampuan untuk

memahami arti dan

kandungan i s inya .

Ketenteraman hati dan

ketenangan pik i ran

hanyalah setetes imbal

dari lautan pahala.

D e m i k i a n l a h d a l a m

hemat saya jika kita ingin

membangun bangsa, diantaranya bisa

dimulai dari hal yang sederhana. Salah

satunya melalui sholawatan. Karena di

dalamnya kita bisa meneladani pribadi

Nabi yang rahmatan lil'alamin, yang

memiliki uswah hasanah yang patut ditiru

oleh seluruh umatnya. Bila hal ini

teraplikasikan dengan baik, maka akan

tercipta kehidupan yang harmoni.

Wallahhu a'lam.

*Penulis adalah jama'ah Majlis Sholawat

Gusdurian Yogyakarta

“Pertanyaan yang

muncul kemudian adalah,

bagaimana jika remaja

generasi penerusnya tidak lagi

gandrung dengan sholawat,

tidak lagi tertarik untuk sekedar

nongkrong di mushala?

Lalu akan jadi apa, 10 tahun

ke depan nasib mushala

tersebut.”

Page 4: Edisi 10 radikalisme, mushola dan tradisi sholawatan

aya ingin menulis sebuah tulisan

S reflektif tentang hari ini. Karena hari

i n i s a y a t e n g a h b a h a g i a .

Kebahagiaan saya yang pertama ialah

terpasangnya spanduk penolakan terhadap

kelompok radikalisme di pojok depan

rumah, dalam hal ini adalah ISIS. Kedua,

banyak remaja yang bershalawat ria di

Mushala, yang pemandangan ini tidak

seperti biasanya. Terlepas dari unsur

subjektifitas dalam tulisan ini, saya ingin

menceritakan keadaan yang ada di desa

kelahiran saya tersebut, Margoyoso, Pati-

Jawa Tengah.

Tentang spanduk penolakan ISIS,

saya mulai menelisik dengan menanyakan

kepada bapak, ihwal siapa yang memasang

spanduk di depan rumah itu. Beliau

menjawab, spanduk itu merupakan

instruksi dari kecamatan kepada semua

pemerintah desa Margoyoso.

Pantas saja, pada sore sebelumnya

disaat saya mengantar ibu periksa

kesehatan di desa tetangga, terpampang

juga spanduk serupa. Saya tidak tahu,

apakah dengan adanya spanduk-spanduk

i tu masya raka t b i sa memahami

maksudnya. Namun terlepas dari substansi

spanduk tersebut, setidaknya pemerintah

m e n a r u h p e r h a t i a n t e r h a d a p

Buletin SANTRI Edisi 10Jum’at, 24 April 2015 1Buletin SANTRI Edisi 10

Jum’at, 24 April 20154

Jawaban: Waalaikumsalam. Dalam Muamalat Islam, kitab-kitab fikih menjelaskan bahwa

jual beli ('aqdul bay'i) adakalanya kontan (halan) dan adakalanya dengan tempo

pembayaran (muajjalan). Dalam kasus di atas bisa dikategorikan jual beli dengan tempo.

Hal ini diperbolehkan dan dianjurkan disertai jaminan (watsiqah) atau tanda bukti, baik

berupa kuitansi atau KTP. Dengan demikian maka pihak pembeli diharapkan memenuhi

janji dan tanggungannya. Dengan jaminan KTP maka kedua belah pihak yang

bertransaksi akan terhindar dari penipuan (ghurur).

Pertanyaan: Salam Ustadz Irwan, saya punya pertanyaan. Saya pernah membeli bensin

eceran di jalan dan ternyata saya lupa tidak membawa uang tunai. Akhirnya saya

meninggalkan KTP/identitas sebagai jaminan. Bagaimana hukumnya transaksi saya

tadi? Apakah sah atau tidak?

Jaminan Menggunakan KTP

Edisi 10/2015

Radikalisme, Mushala

dan Tradisi Sholawatan

Oleh: Nur Khoiriyyah*

Donasi buletin SANTRI

dapat dikirim melalui:

Bank BRI SyariahNo. Rekening 102 040 1617

a/n Sarjoko

“Gunakanlah 2 Cermin. Satu cermin untuk melihat

kekuranganmu; satu lagi untuk melebihkan orang lain.”

-Ibrahim bin Juneid-

Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat GusdurianRabu, 29 April 2015 pukul: 19.30 WIB

di Pendopo Hijau Yayasan LKiS.

Jl. Pura No. 203 Surowajan Baru, Banguntapan, Bantul.

Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.