EDISI 1, JANUARI 2015 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM ...

28
BAWASLU BULETIN Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia EDISI 1, JANUARI 2015 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat Endang Wihdatiningtyas Dilantik Menjadi Anggota DKPP Membangun Sekretariat yang Transparan dan Akuntabel Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro Pimpinan Bawaslu HAL: 12 HAL: 27 www.bawaslu.go.id

Transcript of EDISI 1, JANUARI 2015 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM ...

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

BAWASLUBULETIN

Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia

EDISI 1, JANUARI 2015

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada

demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat

Endang Wihdatiningtyas Dilantik Menjadi Anggota DKPP

Membangun Sekretariat yang Transparan dan Akuntabel

Sekjen Bawaslu,Gunawan Suswantoro

Pimpinan Bawaslu

HAL: 12HAL: 27

www.bawaslu.go.id

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

Bawaslu TerkiniKesiapan Sekretariat Jendral Hadapi Pilkada 2015

Divisi UpdateKomnas HAM Sampaikan Hasil Evaluasi Pemilu 2014

Bawaslu Siap Jika Diberi Kewenangan Sengketa Pilkada

Sudut PandangPeneliti LIPI Syamsudin Haris:Mengelola Pemilu Serentak

ProfilKetua MPR Zulkifli HasanDukung Pengawasan Pemilu secara Utuh

Ekspose Daerah

Galeri

DAFTAR ISI

2

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang ko-munikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit

satu bulan sekali.

Dari Redaksi

Laporan UtamaMenunggu Perbaikan Regulasi Pilkada Demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat

SorotanPelaku Money Politics Diusul-kan Dipidana 6 Tahun Penjara

Menata Pengawasan, Meningkatkan Kualitas Pilkada

InvestigasiPilkada Langsung VS Pilkada Tidak Langsung

BriefingSekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro: Membangun Sektretariat Jenderal yang Transparan dan Akuntabel

Salam Awas

Awal tahun 2015, demokrasi di Indonesia terselamatkan. DPR akh-irnya menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemili-han Gubernur, Bupati dan Walikota dan mengesahkannya sebagai Un-dang-Undang. Pemerintah kemudian mencatatnya dalam lembaran negara sebagai Undang-Undang Nomor 1 Ta-hun 2015.

Meski demikian, pembongkaran dan perbaikan masih harus dilaku-kan pada banyak klausul UU terse-but. Misalnya, UU itu belum mengatur ketentuan pidana bagi praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemili-han kepala daerah. Belum diatur juga, sanksi apa yang dapat ditanggung calon kepala daerah petahana yang menyalahgunakan jabatannya atau memobilisasi birokrasi.

Hal lain yang juha harus dipasti-kan adalah siapa lembaga yang ber-wenang menangani sengketa hasil pemilihan gubernur, bupati dan wa-likota. Sebab, Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan kewenangannya menangani sengketa pilkada.

Di sisi lain, MA yang oleh UU 1/2015 diberi mandat menangani sen-gketa telah menyatakan dengan te-gas, enggan menerima mandat terse-but. Alasannya, masih banyak perkara menumpuk di MA.

Pemerintah dan DPR masih mem-bahasnya. Sesekali, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diminta duduk bersama memberi masukan. Namun, pemegang kunci terakhir tetaplah parlemen, terutama Komisi II DPR.

Bagaimana gerangan DPR dan pemerintah akan mengatur demokrasi di tingkat lokal? Hangatnya suasana demokrasi pasca Pemilu 2014 masih menyisakan harapan bagi masyara-kat. Rakyat tentu berharap DPR dan pemerintah tidak mengkhianati lagi kepercayaan yang sudah diserahkan di bilik suara pada April dan Juli 2014 lalu. Semoga.

BAD

AN P

ENGAWAS PEMILIHAN UMU

M

B A W A S L U - R

I

RE

P

U B L I K I N D O N E SI A

Penerbit: Bawaslu RI

Pengarah: Prof. Dr. Muhammad, S.IP., MSi,

Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH.,

Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak

Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si

Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si,

Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH,

Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos,

Hilton Tampubolon, SE,

Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton

Pembuat Artikel: Falcao Silaban,

Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron,

Hendru Wijaya, Anastasia, Irwan;

Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati,

Muhammad Zain, Muhtar

Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu

Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14

Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911.

www.bawaslu.go.id

Menanti Jawaban Pasti Pengaturan Pilkada

3

2

6

11

12

18

10

19

22

20

28

9

23

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014

tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui rapat paripurna DPR. Sebelumnya, Perppu yang dikeluarkan di masa pemerintahan Kabinet Indonesia

Bersatu Jilid II tersebut, sempat menjadi polemik dan membuat panas situasi poli-tik di Indonesia.

Paripurna DPR pada Selasa (20/1) yang dipimpin oleh Agus Hermanto megesahkan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sepuluh fraksi yang ada di DPR yakni, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai NasDem, dan Fraksi Partai Hanura. Semua partai memberikan persetujuan namun semuanya memberikan syarat ad-anya perbaikan terhadap Perppu Pilkada.

Sejak dikeluarkan pada Oktober 2014

3

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Per-aturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui rapat paripurna DPR. Sebelumnya, Perppu yang dike-luarkan di masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Ji-lid II tersebut, sempat menjadi polemik dan membuat panas situasi politik di Indonesia.

Menunggu Perbaikan Regulasi Pilkada demi Kepala Daerah Pilihan Rakyat

Teka-Teki Perppu Terjawab

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 4

Sambungan: Menunggu Perbaikan ....

silam, publik dibuat bertanya-tanya ten-tang nasib Perppu, apakah akan disetujui oleh DPR atau tidak. Pilihan DPR lewat paripurna menjadi kunci terakhir Pilkada langsung atau Pilkada tidak langsung (baca: lewat DPRD). Adapun rentan wak-tu antara dikeluarkannya Perppu hingga disetujui, berbagai pandangan politik muncul dan membuat nasib Perppu men-jadi tidak jelas.

Seperti yang kita tahu, dalam ran-cang-an UU Pilkada, beberapa fraksi sep-erti Partai Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PAN men-dukung perubahan mekanisme Pemili-han Kepala Daerah yang langsung oleh rakyat menjadi lewat DPRD. Sementara, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB menolak mengembalikan Pilkada lewat DPRD, sedangkan Fraksi Partai Demokrat juga menolak mengem-balikan Pilkada lewat DPRD namun ha-rus melalui 10 syarat perbaikan.

Pada voting yang dilaksanakan pada rapat paripurna, suara terbanyak jatuh pada kubu yang mendukung Pilkada dikembalikan kepada DPRD. Atas kepu-

tusan tersebut, muncullah berbagai po-lemik. Penolakan terjadi dan dilakukan dengan berbagai macam bentuk untuk menolak keputusan DPR itu. Para penga-mat politik pun terbelah ada yang mendu-kung namun tidak sedikit yang menolak keputusan DPR tersebut.

Penyelenggara Pemilu menilai bahwa keputusan DPR tersebut merupakan suatu kemunduran dari sisi penyelenggaraan, karena semangat reformasi sesungguhnya adalah melibatkan rakyat secara langsung dalam pengambilan keputusan, terma-suk dalam memilih calon pemimpinnya. Pilkada memang berbeda dari rezim Pe-milu, yang mengharuskan Pemilu dipilih secara langsung oleh rakyat, namun bu-kan berarti Pilkada menjadi panggung politik bagi segelintir orang saja.

Menurut Pimpinan Bawaslu Nasrul-lah, Pilkada tidak langsung memiliki po-tensi menghilangkan hak politik rakyat yang sebelumnya selalu diakomodir dalam setiap pagelaran Pemilu. Pada in-tinya, menurutnya, Pemilu itu harus bisa menempatkan rakyat secara manusiawi, yakni dengan melibatkannya langsung

dalam proses Pilkada, termasuk dalam pengawasannya. Sedangkan Pilkada tak langsung sama saja tidak menempatkan masyarakat pada harkat tertingginya, pa-dahal nantinya kepala daerah yang terpil-ih diharapkan dapat bersentuhan dengan rakyat.

Selain itu, jika terpilih nanti, dalam menjalankan tugasnya maka kepala dae-rah akan merasa kepentingannya sebagai pejabat daerah adalah untuk melayani anggota DPRD yang telah memilihnya, dan bukan rakyat. Rakyat yang seharus-nya menjadi objek pembangunan dan perbaikan kesehjateraannya tetapi justru akan diabaikan. Itu sebabnya, diprediksi proses pembangunan akan terhambat, karena ada konflik kepentingan yang ter-jadi di dalamnya.

Ia menambahkan Bawaslu optimis Perppu akan diterima oleh DPR. Sebab, jika DPR RI mengambil sebuah kebijakan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bu-pati, dan Walikota maka bisa terjadi ter-jadi kevakuman hukum karena undang-

www.bamburuncing.wordpress.com

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 5

undang sudah saling membatalkan. “Dan atas penolakan Perppu tersebut maka kita tidak akan mengetahui pemilihan itu akan dilakukan oleh DPRD atau mungkin pemilihan langsung oleh rakyat,” kata Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah.

Dia menambahkan, satu-satunya jalan adalah dengan membuat undang-undang baru dan itu pun hanya akan bisa terlaksa-na di tahun 2015 atau 2016. “Sebenarnya, tidak ada alasan DPR RI menolak Perppu, karena dampaknya membuat kevakuman hukum,” singkatnya.

Dikatakan, jika Perppu diterima, ma-sih menjadi pertanyaan besar apakah Perppu akan diterima secara keseluruhan atau mungkin diterima secara bersyarat. Ia memprediksi, kemungkinan besar Perppu akan mengalami proses revisi-revisi se-belum disetujui oleh DPR RI. Meskipun begitu, Bawaslu RI tetap meminta ke-pada seluruh Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia dan Panwaslu Kabupaten/Kota agar dapat melakukan komunikasi dengan jajaran pemerintahan daerah yang melak-sanakan pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota di wilayah Provinsi atau Kabu-paten/Kota masing-masing. Hal ini di-maksud untuk kepastian anggaran.

Sisi Lemah pada Pilkada SebelumnyaTidak dapat dipungkiri, bahwa banyak

Kepala Daerah Gubernur, Bupati, dan Wa-likota terlibat dalam kasus-kasus korupsi dan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Entah kebetulan atau tidak kepala daerah tersebut merupakan hasil dari pelaksanaan Pilkada sejak 2005 silam. Walaupun belum ada studi khu-sus yang mengaitkan antara Pilkada dan perbuatan tindak pidana korupsi, namun bagi sebagian masyarakat sudah menyim-pulkan bahwa ini merupakan kegagalan sistem dari Pilkada itu sendiri.

Paham kegagalan sistemik Pilkada menilai bahwa korupsi disebabkan oleh jumlah biaya yang dikeluarkan selama pelaksanaan Pilkada. Sejak awal ingin mencalonkan diri hingga rekapitulasi hasil suara, calon kepala daerah sudah mengeluarkan kocek yang tidak sedikit. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, tidak jarang calon kepala daerah menggandeng ‘sponsor’ dengan imbalan tertentu.

Bukan rahasia lagi, jika sebagian calon kepala daerah harus mengeluarkan kocek untuk membeli ‘kendaraan’ partai politik. Kendaraan parpol yang dimaksud

adalah dukungan partai politik terhadap calon sebagai prasyarat untuk mendaft-arkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagaimana ketentuan KPU, bahwa untuk menjadi calon kepala daerah maka harus diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang harus memenuhi perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari

akumulasi perolehan suara sah dalam pe-milihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Selain itu, dari berbagai pengalaman Pilkada, setiap calon kepala daerah harus membentuk tim sukses dengan biaya oper-asional yang tidak sedikit. Untuk tingkat Pilkada setingkat kabupaten/kota saja, tim sukses biasanya dibentuk hingga tingkat desa/kelurahan. Maka bisa dibayangkan, banyaknya biaya operasional tim sukses calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Ini yang menambah jumlah biaya yang dike-luarkan oleh calon kepala daerah.

Calon kepala daerah juga harus merogoh koceknya untuk biaya alat per-aga kampanye. Berbeda dengan Pemilu Anggota Legislatif 2014, dimana ada pem-batasan alat peraga, maka alat peraga pada kampanye Pilkada tak terbatas. Akibat-nya, terjadi ‘perang’ alat peraga. Hampir setiap sudut desa/kampung, terdapat alat peraga, tak jarang pohon pun jadi sasaran paku-paku baliho calon kepala daerah.

Cost politics kepala daerah tersebut belum lagi ditambah biaya untuk kegiatan yang tidak legal dan cenderung melanggar Undangn-Undang serta Peraturan, demi mendapatkan suara yang banyak. Praktik tersebut seperti politik uang (money poli-tics) kepada pemilih, suap-menyuap pe-nyelenggara pemilu untuk memanipulasi hasil perolehan suara, serta jual beli suara.

Banyaknya biaya-biaya yang dike-luarkan tersebut yang menjadi faktor utama yang disebut-sebut mengakibatkan kepala daerah berlomba-lomba melaku-kan korupsi. Biaya mahal yang dikeluar-kan selama Pilkada, mau tak mau harus dikembalikan. Jika hanya mengandalkan pendapatan sebagai kepala daerah, maka tidak akan tercukupi. Maka korupsi men-jadi hal yang paling mungkin dilakukan.

Namun, di balik pandangan tersebut ada sebagian pihak yang berpandangan positif jika Pilkada bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Penilaian tersebut bahwa, tidak ada korelasi antara sistem Pilkada dengan tindak pidana ko-rupsi, karena tidak sedikit juga kepala daerah yang berhasil melaksanakan tu-gasnya dengan baik. Banyaknya tindak pidana korupsi di daerah dinilai diaki-batkan adanya celah-celah dalam sistem pemerintahan daerah yang memberikan ruang bagi kepala daerah untuk melaku-kan korupsi. Sementara yang lain menilai akhlak serta mental kepala daerah yang terlibat kasus korupsi lah yang tidak baik.

Perbaikan Substansi Pilkada Wajib Dilakukan

Namun untuk kebaikan pelaksanaan Pilkada ke depan, maka perbaikan wajib dilakukan demi membuat perubahan dan mengantisipasi banyaknya kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam Pilkada se-belumnya. Jika memang ada korelasi anta-ra Pilkada dan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah, maka sistem Pilkada yang membutuhkan efisiensi dan efektivitas.

Untuk itu yang pertama dan penting untuk segera dilaksanakan adalah instru-men hukum pilkada sebagai landasan bagi penyelenggara Pemilu dalam meru-muskan kebijakan-kebijakan yang diam-bil untuk penyelenggaraan Pilkada. Dasar hukum ini juga penting sebagai bentuk kepastian hukum di tengah ketidak jela-san nasib pilkada yang ideal.

Pemerintah dan DPR juga harus segera menelusur satu-persatu permasala-han yang diungkapkan oleh Penyeleng-gara Pemilu melalui advokasi-advokasi yang sudah dilakukan oleh KPU dan Ba-waslu, setidaknya, dari pengalaman-pen-galaman Penyelenggara PEmilu tersebut, akaan muncul terobosan-terobosan yang baik alam penyelenggaraan Pemilu ke de-pan terutama PIlkada.[FS]

”Sebenarnya,

tidak ada alasan DPR RI menolak Perppu, karena

dampaknya membuat kevakuman hukum

”Pimpinan Bawaslu RI

Nasrullah

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 6

INDEPNEWS,COM

BADAN PENGAWAS PEMILU tidak ingin main-main dalam menyempurnakan aturan main pemilu kepala daerah (pemilukada). Hal ini dibuktikan dengan usulan sejumlah pasal baru terkait sanksi pidana untuk menjerat pelaku politik uang atau money politic dalam pemilukada mulai tahun 2015. Pelaku money politic nantinya bakal dijerat pidana paling lama 72 bu-lan (6 tahun) penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliyar.

Usulan Bawaslu tersebut menyusul persetujuan Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia terhadap Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi undang-un-dang dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (20/1).

Dalam pasal tindak pidana money politic Bawaslu mengu-sulkan; “setiap orang dengan sengaja menjanjikan atau mem-berikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih, tidak menggunakan hak pilih; atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu se-hingga suara menjadi tidak sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 72 bulan dan denda paling banyak Rp 1 miliyar.”

Bawaslu juga mengusulkan pengenaan sanksi pidana dalam hal jual beli dukungan partai politik terhadap calon kepala dae-

rah. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana 72 bulan penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Terhadap penyelenggara pe-milihan atau perusahaan pencetak surat suara juga dikenakan sanksi pidana serupa apabila mencetak surat suara melebihi ke-tentuan.

Sejumlah usulan revisi Perpu Nomor 1 tahun 2014 dari Bawaslu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, hari Kamis (22/1). Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang telah disusun pemerintah itu, setidaknya memuat 206 pasal dan 616 ayat.

“Akan ada pembicaraan serius antara DPR, Pemerintah, dan pasti akan diundang juga KPU dan Bawaslu. Ini menjadi pintu masuk bagi kita untuk memberikan masukan bagi perbaikan Perpu,” kata Ketua Bawaslu Muhammad.

Bawaslu berkepentingan memberi usulan revisi undang-un-dang pemilukada sebab sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut belum mengatur kewenangan Bawaslu pusat, hanya mengatur Bawaslu provinsi dan panwaslu kabupaten/kota hing-ga panwascam. Padahal kata Muhammad, Bawaslu pusat satu kesatuan dengan jajaran di bawahnya hingga tingkat PPL.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri belum melibatkan KPU dan Bawaslu dalam proses pembuatan

Pelaku ‘Money Politic’Diusulkan Dipidana Enam Tahun Penjara

Bawaslu Revisi 34 Pasal dan Ayat.

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 7

Perpu Nomor 1 tahun 2014. Hal ini menimbulkan kesenjangan kepentingan antara pemerintah dengan KPU dan Bawaslu seb-agai penyelenggara pemilu/kada.

“Saya ingin menegaskan bahwa tanggungjawab pengawasan pemilu menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota,” ujar Muhammad saat penyusunan usulan revisi undang-undang pemilukada di Kantor Bawaslu.

Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak ber-pendapat, dalam revisi undang-undang pemilukada perlu dit-ambahkan sejumlah pasal pidana dengan batasan waktu penge-naan sanksi pidana, sehingga lebih konkrit. Selain itu, sejumlah kata atau kalimat yang dapat menimbulkan multi tafsir dan dis-kriminasi perlu direvisi.

“Perlu ditambahkan ketentuan mengenai sanksi pidana bagi calon yang tidak memberikan laporan dana kampanye setelah pemilihan selesai,” ujar Nelson dalam pembahasan usulan revisi undang-undang pemilukada.

Penyempurnaan undang-undang pemilukada kata Nelson, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Sehingga baik penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu termasuk masyarakat pemilih dapat terdidik dengan nilai-nilai demokrasi yang mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih luas. Jangan sampai tatanan demokrasi dibangun dengan politik uang dan politik transaksional.

REVISI 34 PASALKetua Bawaslu Muhammad dalam RDP dengan Komisi II

DPR RI, Kamis (22/1) menegaskan kesiapan Bawaslu bila di-berikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa pemilukada. Kewenangan ini perlu diatur lebih lanjut dalam undang-undang pemilihan kepala daerah.

“Insyaallah Bawaslu siap bila diberikan kewenangan me-nyelesaikan sengketa pemilu,” ujar Muhammad dalam RDP di Komisi II

Mahkamah Konstitusi saat ini tidak ingin lagi menangani

sengketa hasil pemilu. Bahkan MK dan Mahkamah Agung dalam empat bulan terakhir mewacanakan membentuk lembaga baru yang khusus menangani sengketa hasil pemilu. Terhadap wacana ini, Muhammad berpendapat, daripada membentuk lem-baga negara yang baru justru lebih baik memberdayakan Ba-waslu.

Kendati belum sempurna, jajaran Bawaslu setidaknya sudah berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa proses pemilu tahun 2014. Pengalaman menyelesaikan sengketa proses ini, se-bagian diadopsi oleh MK untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu tahun 2014.

Sementara itu, Sekjend Bawaslu Gunawan Suswantoro menyambut baik, Komisi II DPR RI yang memberikan sinyal positif terhadap penambahan kewenangan Bawaslu. Selain se-bagai pengawas pemilu, Bawaslu dimungkinkan menyelesaikan sengketa hasil pemilukada. Karenanya, jajaran Bawaslu diminta mempersiapkan diri terutama kesiapan sumber daya manusia un-tuk menerima kewenangan baru tersebut.

Dikatakan Gunawan, DPR RI telah memberikan tenggat waktu menyelesaikan revisi Perpu Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2014 tentang pemilihan kepala daerah dan pemerintahan daerah pada tanggal 18 Febuari 2014 mendatang. Setidaknya ada dua keputusan penting yang akan diambil DPR bersama stakeholder yakni apakah kewenangan sengketa hasil pemilukada diberikan kepada Bawaslu, dan apakah pemilukada di 204 provinsi, kabu-paten/kota akan diselenggarakan tahun 2015 atau tahun 2016.

“Kita tunggu saja keputusan DPR dan pemerintah,” kata Gu-nawan saat memberikan pengarahan kepada jajaran pejabat dan staff Sekretariat Jenderal Bawaslu.

Kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilukada di Ba-waslu, telah menjadi bagian dari usulan revisi Perpu Nomor 1 tahun 2014 yang diserahkan Bawaslu ke DPR RI seusai RDP dengan Komisi II pada hari Kamis (22/1). Secara keseluruhan Bawaslu mengajukan revisi pada lebih dari 34 pasal dan ayat baik berupa penambahan pasal dan ayat baru, penghapusan mau-pun pengurangan. (RS)

Political Quotes

“Pemilihan menentukan siapa yang berkuasa, tetapi mereka tidak menentukan bagaimana kekuasaan digunakan”

- Paul Collier, The Bottom Billion: Why the Poorest Countries Are Failing and What Can Be Done About It

“Democracy cannot suc-ceed unless those who express their choice are prepared to choose wise-ly. The real safeguard of democracy, therefore, is education”

“Demokrasi tidak bisa berhasil kecuali orang-orang yang mengekspresikan pilihan mereka siap untuk memilih dengan bijak. Penjaga sesungguh-nya atas demokrasi adalah pendidikan”

- Franklin D. Roosevelt

“Elections deter-mine who is in power, but they do not determine how power is used”

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 8

Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) menjadi po-sisi yang dianggap cukup ‘seksi’ dalam rezim eksekutif di tingkat daerah, apalagi di daerah-daerah yang merupakan lumbung sum-ber daya alam bumi dan sumber daya lainnya. Walaupun tidak melulu soal kekuasaan dan harta, namun tidak ada salahnya jika sejak awal Pemilihan Kepala Daerah harus disaring secara baik, demi mendapatkan kepala daerah yang amanah dan sesuai hara-pan.

Sejak kontestasi Pemilu Kada secara langsung yang dimu-lai pada 2005 silam, sangat banyak kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah. Akibatnya, banyak orang yang berpikir bahwa jabatan kepala daerah sangat rawan untuk dis-alahgunakan untuk memperkaya diri sendiri. Dampak yang lebih buruk, instrumen Pemilu sebagai alat yang menghasilkan kepala daerah mulai dipertanyakan, bahkan dianggap gagal sehingga perlu diubah.

Hal tersebutlah yang melatarbelakangi munculnya wacana mengembalikan Pemilu Kepala Daerah kepada Dewan Per-wakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dilaksanakan pada era orde baru. Wacana tersebut bahkan menguat di dalam Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah yang dirancang oleh Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR). Berbagai alasan muncul, diantaranya biaya Pemilu Kada yang mahal, praktik politik uang yang masif hingga kecurangan yang sistematis.

Namun, seiring den-gan menguatnya wacana mengembalikan Pemilu Kada ke DPRD maka pihak-pihak yang menginginkan Pemilu Kada tetap dilaksanakan se-cara langsung juga semakin menguat. Pihak-pihak ini tidak menafikan bahwa me-mang terdapat sejumlah ma-salah dalam Pemilu Kada, namun bukan menjadi ala-san yang cukup kuat untuk mengembalikannya pada po-la-pola yang menurut mereka tidak demokratis.

Pada dasarnya mereka menilai bahwa, Pemilu Kada langsung harus dipertahankan namun harus ada beberapa perbaikan. Salah satunya adalah semakin mengetatkan perputaran uang yang men-jadi sumber utama dari ko-rupsi itu sendiri. Filtrasi sejak awal para calon Kepala Dae-

rah harus dilaksanakan secara baik dengan instrumen yang tepat, sehingga calon-calon yang muncul pun merupakan calon yang sudah layak untuk dipilih.

Selama ini sorotan wajib dialamatkan kepada calon-calon yang dianggap berpotensi melakukan penyalahgunaan angga-ran di kemudian hari. Oleh sebab itu, kekayaan para calon harus menjadi sorotan utama. Jangan sampai, calon yang bertarung memiliki rekam jejak yang buruk dalam hal keuangan dan tran-saksi bermasalah. Jika seorang calon merupakan penyelenggara negara, maka dapat dengan mudah dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, jika tidak maka akan jauh lebih sulit meskipun bisa dilakukan.

Menurut Pimpinan Bawaslu Nasrullah, transparansi sejak awal Pemilu Kada digulirkan sangat penting untuk melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur. Selama ini, ketertutupan calon pemimpin dianggap telah ‘menjebak’ pemilih, sehingga banyak yang kepala daerah yang terpilih hanya bagus dalam kemasan namun ternyata busuk di dalamnya.

“Ini merupakan gagasan yang cukup bagus untuk melahirkan pemimpin yang bersih dan jujur. Jadi kita harus dorong gagasan tersebut,” ujar Nasrullah.

Bahkan menurutnya, transparansi calon kepala daerah tidak boleh tanggung-tanggung. Jika diperlukan maka, rekening isteri, anak, dan kerabat juga dilampirkan sebagai prasyarat. Dengan

begitu, maka penyelenggara Pe-milu (KPU dan Bawaslu) yang bekerja sama dengan PPATK dapat memberikan penilaian ter-hadap prasyarat tersebut.

Konsekuensinya, maka setiap calon yang dianggap memiliki transaksi yang tidak wajar apalagi diduga merupakan hasil perbua-tan tindak pidana korupsi, maka penyelenggara pemilu harus be-rani menggugurkannya sebagai calon kepala daerah.

Terlepas dari semua itu, ke-beranian seorang calon kepala daerah untuk menyerahkan rek-ening pribadinya ditungggu oleh semua pihak. Jika pada dasarnya seorang calon kepala daerah me-miliki keinginan untuk transpar-an, maka tanpa ada aturan atau regulasi tentang rekening pribadi, maka keberanian tersebut akan dilakukan sepenuh hati. Sebagai bukti, ia merupakan calon kepala daerah yang jujur dan bersih. [FS]

Filtrasi Calon Kepala DaerahHarus Dimulai dari Rekening Pribadi

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 9

Sejarah kepemiluan Indonesia akan mencatat peristiwa baru, 2015 ini. Seban-yak 204 daerah akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) yang pemungutan suaranya dilakukan secara serentak. Tidak bisa tidak, mata dan telinga pengawas di-tuntut semakin jeli menangkap sinyal demi mencegah dan menindak pelanggaran pe-milu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pun sudah menetapkan langkahnya un-tuk menata kembali sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan pilkada. Be-berapa program dan kebijakan yang telah dijalankan pada penyelenggaraan Pemilu Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 disempurnakan.

“Yang pasti, kalau terkait persiapan, hal pertama yang kami siapkan adalah me-nyangkut regulasi,” ujar Anggota Bawaslu Nasrullah.

Nasrullah mengatakan beberapa Per-aturan Bawaslu (Perbawaslu) telah sele-sai dibahas pada forum pleno Bawaslu. Di antaranya adalah, Perbawaslu tentang Pengawasan Pemutakhiran Daftar Pemil-ih, Pengawasan Pencalonan, Pengawasan Kampanye, Pengawasan Dana Kampa-nye dan Pembentukan Panitia Pengawas Tingkat Kabupaten/Kota. Namun, regu-lasi tersebut belum diundangkan lantaran belum dikonsultasikan dengan pemerintah dan DPR. “Tapi di pleno Bawaslu sudah clear,” kata Nasrullah.

Yang tidak kalah penting adalah pemenuhan struktur organisasi pengawas terutama panitia pengawas di tingkat ka-bupaten/kota. Dia mengatakan, panwas sudah terbentuk di hampir semua daerah yang akan menyelenggarakan pilkada.

Selain memenuhi struktur organisasin-ya, Bawaslu tentu harus memperbarui kemampuan pengawasan satuan kerjanya di tingkat daerah. Karenanya, Nasrullah mengatakan, Bawaslu akan memperdalam pengetahuan Bawaslu Provinsi dan Pan-waslu Kabupaten/Kota terkait pengawasan di lapangan dan penanganan pelanggaran. Hal itu akan dituangkan dalam rapat kerja nasional pengawas pemilu.

Selain itu, Bawaslu juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah yang akan menyelenggarakan pilkada. Koordi-nasi tersebut dilakukan melalui Bawaslu Provinsi. Koordinasi penting dilakukan agar pemda serius dalam membantu dan memfasilitasi penyelenggara pemilu ses-uai dengan porsi pemerintah. Misanya, kata Nasrullah, terkait anggaran, sum-ber daya manusia, sarana/pra-sarana dan kegiatan yang tidak tertangani baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun oleh Bawaslu setempat seperti sosialisasi penyelenggaraan pemilu.

Pemantapan Pengawasan PartisipatifNasrullah mengatakan, dalam peny-

elenggaraan pilkada ini, Bawaslu akan se-makin memantapkan metode pengawasan partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara maksimal untuk ikut mengawasi perhelatan demokrasi. Metode ini sudah mulai dicanangkan sejak Pileg dan Pilpres 2014 lalu.

Kali ini, Bawaslu akan lebih banyak menggandeng pihak perguruan tinggi. Mahasiswa akan lebih banyak dilibatkan untuk mengawasi pesta rakyat di setiap tahapannya. Selain mahasiswa, Bawaslu juga akan menggandeng organisasi kema-syarakatan (ormas), media massa, tokoh

masyarakat dan tokoh agama. Pelibatan itu bukan hanya dalam tataran diskusi saja namun juga pembagian beban kerja agar kelompok masyarakat ikut mengawasi bahkan menginvestigasi misalnya penggu-naan dana kampanye.

Nasrullah mengatakan, Bawaslu me-mang ingin focus pada pengawasan terha-dap dana kampanye. Menurut dia, selama ini, banyak laporan dana kampanye yang ternyata tidak sesuai dengan penggunaan-nya. Bahkan, kata dia, ada kampanye yang dilakukan dengan dibiayai dana bantuan sosial (bansos) dan hibah. “Dikhawatirkan nanti jangan-jangan ada penyalahhgunaan oleh pemda yang digunakan untuk mem-biayai salah satu kandidat. Apalagi kalau diikuti petahana,” kata Nasrullah.

Ia menuturkan, untuk dapat mengawasi dana kampanye secara optimal, salah satu cara adalah dengan menggandeng kelom-pok masyarakat atau komunitas yang me-mang fokus pada isu pemilu dan demokra-si. Kelompok masyarakat itulah yang akan diajak melakukan investigasi dengan melakukan penelusuran langsung ke la-pangan demi membandingkan penggunaan dana kampanye dengan yang dilaporkan kepada akuntan publik melalui KPU.

Sedangkan lembaga Negara yang di-gandeng untuk mengawasi dana kampa-nye adalah Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Nasrullah mengatakan, semua langkah yang ditempuh pihaknya itu diharapkan mampu menekan pelanggaran pilkada. Dengan demikian, hak warga Negara un-tuk mendapat kepala daerah dengan de-mokratis, jujur dan adil dapat ditegakkan.(dey)

Menata Pengawasan,Meningkatkan Kualitas Pilkada

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 10

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2015

menjadi salah satu satu isu yang dicer-mati dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sekretariat Jenderal Bawaslu sebagai supporting unit Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga melaksanakan pembenahan di dalamnya.

Jalan untuk mempersiapkan Sekre-tariat Jenderal Bawaslu merupakan upaya wajib yang dilakukan juga dalam rangka mempersiapkan perangkat-perangkat pengawas pemilu di daerah yang akan bekerja melaksanakan pengawasan di daerahnya masing-masing.

Pasca DPR menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perrpu) menjadi Undang-Undang ten-tang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka otomatis persiapan yang sejauh ini dilaksanakan oleh Bawaslu dalam perekrutan Pengawas Pemilu ti-dak menjadi sia-sia. Perangkat-perangkat tersebut sudah siap digunakan untuk me-nyukseskan Pilkada yang rencananya di-gelar serentak tersebut.

Menurut Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro, walaupun masih akan dilakukan revisi, ia menangkap re-visi ini hanya bersifat teknis yaitu tentang pengurangan tahapan saja, dengan mem-perpendek tahapan Pilkada. Kemungki-nan besar proses Pilkada akan lebih lama dari biasa ketika uji publik harus dilaku-kan terlebih dahulu, sehingga rentang waktunya akan bertambah.

Dalam Perppu tersebut rencana ke-serantakan Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada berada di tahun 2015, 2018, dan tahun 2020. Namun, ada pandangan yang mendorong pilkada dilaksanakan pada 2016 dan 2017 dengan harapan karena di 2018 itu sudah masuk persiapan tahapan pemilu nasional secara serentak yaitu Pi-leg dan Pilpres tahun 2019, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Dari segi anggaran, menurut Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia terse-but, Bawaslu memang jauh sekali menu-run dibanding anggaran di tahun 2014. Hal ini disebabkan pada tahun 2014 merupakan Pemilu Nasional (Pileg dan Pilpres), yang pembiayaan anggaran Ba-waslu digunakan untuk membiayai sam-pai ke tingkat PPL.

“Sedangkan di tahun 2015 anggaran tersebut hanya diperuntukkan Bawaslu Pusat dan Bawaslu Propinsi, dengan 35 Satker, yaitu 1 Satker Pusat (Bawaslu RI), 33 Satker Provinsi plus Kalimantan Utara,” tuturnya.

Namun dari segi pengelolaan, ang-garan sebesar 257 milyar rupiah sudah dipersiapkan dan didistribusikan ke se-luruh Bawaslu Provinsi. Dengan ang-garan tersebut, maka anggaran Bawaslu Provinsi akan digunakan untuk melaku-kan kegiatan-kegiatan dalam rangka melakukan Pendidikan Politik khususnya pengawasan pemilu partisipatif. “Setjen Bawaslu RI masih bersyukur karena dengan angggaran yang ada tersebut Ba-waslu RI beserta 34 Satkernya di Provinsi

tidak hanya untuk melakukan kegiatan rutin tapi sekaligus melakukan pembi-naan politik rakyat dalam konteks pendi-dikan pengawasan partisipatif,” tambah Gunawan.

Sementara itu, dalam rangka perbai-kan sumber daya manusia (SDM) internal Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi, pada tahun 2015 akan hadir sekitar 193 calon pegawai negeri sipil (CPNS) baru yang akan menunjang tugas-tugas Kesekre-tariatan Jenderal Bawaslu. Namun, angka tersebut ternyata akan berkurang sekitar 35 orang, karena adanya beberapa for-masi yang kosong. Kekosongan tersebut juga terjadi pada kementerian dan lem-baga lain seperti, Kementerian Keuangan dan Badan Narkotika Nasional.

Namun, kehadiran CPNS tersebut juga seiring dengan evaluasi yang di-lakukan terhadap pegawai Setjen Ba-waslu sebelumnya. Menurut Gunawan, ia melaksanakan hal itu karena tuntutan agar sebuah lembaga bekerja secara efek-tif dan efisien. Dengan tenaga kerja yang cukup, diharapkan semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

“Kita ingin bekerja layaknya peru-sahaan-perusahaan swasta, dimana ada analisis beban kerja terhadap masing-masing pegawai. Sehingga pekerjaan diselesaikan dengan efisien. Saya lebih senang jika lebih sedikit pegawai namun pekerjaan yang ada diselesaikan dengan baik,” pungkas Sekjen.

[Penulis : Nurmalawati Pulubuhu/Falcao Silaban]

Kesiapan Sekretariat JenderalHadapi Pilkada 2015

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 11

Konstalasi politik yang panas pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 belum juga menurun. Pasca pelantikan DPR dan Pres-iden serta Wakil Presiden, menguatlah wacana tentang Pemilu Kada yang ingin dikembalikan ke DPRD. Seperti halnya Pilpres, ada dua kubu yang muncul. Kubu yang menolak wacana Pe-milu Kada lewat DPRD dan sebaliknya Pemilu Kada lewat DPRD, adalah dua kubu yang sama saat bertarung pada Pilpres 2014 lalu.

Ada banyak hal yang melatarbelakangi munculnya wacana tersebut, terlepas dari adanya unsur politik atau tidak. Salah satunya adalah biaya politik pemilu kada yang mahal. Wacana mengembalikan Pemilu Kada ke DPRD telah mengungkapkan sisi kelam dari banyaknya kecurangan yang terjadi pada Pemilu Kada langsung oleh rakyat.

Pemerintah memang sudah mengeluarkan Peraturan Pemer-intah Pengganti Undang-Undang. Pada intinya, dalam hal ini pemerintah tidak setuju terhadap adanya perubahan Pemilu Kada ke Pemilu tidak langsung, karena merupakan suatu kemunduran. Namun, pemerintah menggarisbawahi bahwa perbaikan wajib dilakukan, terutama untuk menekan ekses-ekses negatif yang muncul pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Dari sekian banyak kelemahan dan kekurangan dalam Pilka-da langsung maupun tidak langsung, tidak ada satupun ukuran yang dapat menjelaskan bahwa kerugian dari salah satu sistem tersebut lebih besar ataupun sebaliknya. Namun, perbandingan tetap saja dapat dilakukan tergantung perspektif dalam meman-dang Pilkada sebagai sebuah cara yang paling demokratis dan tentunya yang paling penting menghasilkan pemimpin yang berkualitas.

Dari segi pembiayaan, Pilkada yang dilaksanakan selama ini (Pilkada langsung ,-Red) membutuhkan biaya yang cukup be-sar. Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah (Pemda) men-gucurkan anggaran yang tidak sedikit mulai dari pembiayaan penyelenggara pemilu hingga sosialisasi kepada masyarakat. Tidak sedikit juga anggaran yang dikeluarkan untuk pengadaan logistik seperti surat suara, kotak suara, dan perlengkapan pe-mungutan suara yang lainnya.

Biaya yang cukup besar juga dikeluarkan oleh calon kepala daerah dalam hal meraih simpati pemilih. Dengan membung-kusnya sebagai bentuk sosialisasi visi dan misi, maka rupiah yang dikeluarkan pun jumlahnya cukup fantastis. Jumlah itu, diperkirakan akan jauh lebih besar untuk membiayai tim sukses, operasional, dan sebagainya.

Sementara itu, Pilkada tidak langsung atau lewat DPRD, diyakini akan menekan cost yang cukup banyak. Dalam hal

budgeting pemerintah tidak mengeluarkan biaya sebesar Pilka-da langsung. Sistem ini memberikan mandat kepada anggota DPRD untuk memilih pasangan calon kepala daerah dan bukan rakyat secara langsung. Dengan kondisi seperti itu, maka otoma-tis biaya (cost) yang dikeluarkan juga akan lebih sedikit. Seperti contoh, dalam hal logistik, maka surat suara yang diperlukan hanya sebanyak anggota DPRD saja.

Begitu juga dengan anggaran yang dikeluarkan untuk peny-elenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) yang otomatis juga akan berkurang, dikarenakan banyak tahapan yang pada Pilkada lang-sung tidak dilaksanakan pada Pilkada tidak langsung. Misalnya, pada pemutakhiran daftar pemilih. Selain itu, biaya untuk so-sialisasi juga akan jauh lebih kecil pada Pilkada tak langsung, karena hanya dilakukan pada lingkup DPRD saja.

Di lain hal, praktik kecurangan pada Pilkada tidak langsung secara kuantitas tidak akan sebanyak pada Pilkada langsung. Pada Pilkada langsung tak jarang kita melihat banyak sekali praktik kecurangan yang terjadi seperti money politics, peng-gelembungan dan manipulasi perolehan suara, pemilih ganda, dan sebagainya. Pada Pilkada tidak langsung praktik-praktik ke-curangan tersebut secara kasat mata tidak akan banyak terjadi, walaupun memungkinkan jumlahnya tidak akan sebanyak pada Pilkada langsung.

Namun secara kualitas, praktik kecurangan tersembunyi sangat besar kemungkinannya pada Pilkada tidak langsung. Ke-curangan yang dilakukan secara terselubung dengan dibungkus oleh lobi-lobi politik. Jual beli dan tawar menawar kepentingan, kekuasaan, dan uang bak pasar sangat mungkin dilakukan oleh calon kepala daerah dengan anggota DPRD.

Perbandingan lain antara Pilkada Langsung dan Tak Lang-sung dari sisi penyelenggara Pemilu yakni, minimnya peran KPU dan Bawaslu serta jajarannya yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri tersebut. Pada Pilkada langsung, fungsi KPU se-bagai pelaksana teknis dan Bawaslu sebagai pengawas dilak-sanakan sepenuhnya secara mandiri.

Bisa dipastikan Pengawasan dalam Pilkada tidak langsung akan diamputasi. Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sipil juga akan terbatas. Artinya, pengawasan dan penindakan yang terlembaga dalam kewenangan Bawaslu serta pengawasan oleh masyarakat sipil yang selama ini dilakukan dalam Pilkada langsung menjadi hal yang nisbi dalam Pilkada tak langsung.

Dalam menghasilkan calon kepala daerah, maka Pilkada tak langsung belum tentu sesuai dengan Pilkada apabila di-laksanakan secara langsung. Salah satu kelemahan sistem per-wakilan adalah tidak diperhitungkannya suara-suara minoritas, sehingga suara tersebut tidak bernilai. Namun, Pilkada tak lang-sung pun bisa menghasilkan kepala daerah yang belum tentu sesuai dengan suara mayoritas rakyat, yang pada akhirnya bisa menyebabkan deligitimasi kehendak rakyat namun legal secara hukum dan regulasi. [FS]

Pilkada Langsung Pilkada Lewat DPRDVS

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 12

Membangun Sekretariat Jenderal yang Transparan dan Akuntabel

Tuntutan tersebut bukan tanpa se-bab. Ekspetasi masyarakat terha-dap lembaga yang dibentuk pada

2008 silam itu sangat besar, terutama untuk menciptakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Sebab selama ini, banyak ke-curangan yang terjadi selama pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia.

Keadaan demikian menuntut Bawaslu untuk segera ‘berlari kencang’ karena se-jak dibentuk, Bawaslu sudah dihadapkan pada Pemilu nasional 2009 dan ratusan Pilkada di tahun 2010. Strategi penga-wasan dan langkah penanganan pelang-garan dalam Pemilu dibebankan pada sebuah lembaga baru, memang bukan pe-kerjaan yang mudah.

Kini, setelah 6 (enam) tahun berlalu, visi dan misi yang dimiliki oleh Bawaslu,

sedikit demi sedikit mulai terwujud satu persatu. Walaupun terkesan belum maksi-mal, namun kinerja yang telah dilakukan oleh Bawaslu dalam 2 (dua) periode pimpi-nan sudah menghasilk-an sebuah grand design bentuk Pengawasan Pemilu ke depan.

Dalam mendukung pencapaian tersebut, fungsi-fungsi sekre-tariat sangatlah penting, karena tanpanya maka mustahil pengawasan pemilu akan sukses. Namun peran sekretariat juga ti-dak akan berjalan tanpa arahan serta ke-bijakan dari Pimpinan Bawaslu, dalam

hal ini terkait desain pengawasan pemilu yang akan dilakukan.

Oleh karena itu, antara Sekretariat dan Pimpinan Bawaslu bisa dikatakan sebagai hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan (simbiosis mutualisme). Sebagai penyelenggara Pemilu maka jika

Strukturisasi Kesekretariatan Badan Pengawas Pe-milu (Bawaslu) yang setingkat eselon II menjadi Sekretariat Jenderal (setingkat eselon I) baru dilak-sanakan selama kurang lebih 2 (dua) tahun. Namun, usia yang masih muda itu tidak lantas membuat Ba-waslu harus beradaptasi lama untuk menjadi sebuah lembaga yang dapat berinovasi dan bermanuver.

Briefing

Oleh Gunawan Suswantoro

(Sekretaris Jenderal)

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 13

Briefing

salah satunya memiliki kekurangan maka akan terjadi ketimpangan dan mempenga-ruhi kinerja secara keseluruhan.

Asas-asas yakni mandiri, jujur, adil. kepastian hukum, tertib, kepentingan, umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas adalah dasar bagi peny-elenggara untuk bertindak dan bersikap serta mengambil kebijakan. Begitu pun juga dengan sekretariat juga wajib men-junjung tinggi dan melaksanakan kewa-jiban tersebut.

Sorotan kali ini adalah tentang ket-erbukaan dan akuntabilitas penyeleng-gara Pemilu. Sejak reformasi birokrasi dikumandangkan, dua asas tersebut selalu menjadi sorotan dan indikator penilaian terhadap sebuah lembaga/institusi dalam menjalankan kinerjanya. Namun pada dasarnya, keterbukaan dan akuntabilitas menjadi salah satu instrumen penting yang harus dilaksanakan oleh lembaga yang merupakan badan publik dan dibi-ayai oleh keuangan negara.

Keterbukaan dan akuntabilitas juga jadi ukuran bagi masyarakat untuk mem-berikan trust (kepercayaan). Ini bukan hal baru, dan telah dilakukan sejak lama oleh perusahaan-perusahan berorientasi profit untuk meningkatkan keuntungannnya. Kendati bukan lembaga dengan tujuan semacam itu, namun penyelenggara Pe-milu tetap diwajibkan untuk menjunjung tinggi asas tersebut sebagai usaha dalam memberikan masyarakat kepercayaan terha-

dap proses dan hasil pelaksanaan Pemilu. Asas keterbukaan dimulai dari kebu-

tuhan sosialisasi sebuah lembaga kepada masyarakat untuk mengenalkan serta memperoleh feedback tentang kebijakan apa yang akan diambil oleh Bawaslu dalam strategi Pengawasan Pemilu ke de-pan. Bermula dari sana, maka kebutuhan dan keingintahuan masyarakat akan mun-cul, dan menjadi kewajiban bagi lembaga publik untuk memenuhi keingintahuan tersebut.

Pemilu itu sendiri merupakan keg-iatan yang melibatkan masyarakat dan publik sebagai pemangku kepentingan utama dan terbesar. Karena faktor itu juga, maka penyelenggara pemilu harus mempertanggung jawabkan hasil kiner-janya kepada masyarakat. Pengawasan dari masyarakat menjadi unsur ‘check and balances’ yang baik untuk mening-katkan kinerja sebuah lembaga.

Untuk itu, Bawaslu dan jajarannya harus siap untuk bersikap terbuka ten-tang kinerja yang telah dilakukan. Urusan maksimal atau tidak hasil kinerja tersebut, maka biarkan publik yang menilai, na-mun yang terpenting bagaimana menge-mas agar informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dapat tersedia dengan, terkec-uali informasi yang dikecualikan menurut peraturan dan undang-undang.

Sedangkan asas akuntabilitas dimulai dari kinerja yang dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) yang

sudah ditetapkan sejak awal. Se-tiap langkah dan strategi yang diambil harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, yang dirumus-kan dalam SOP. Oleh karena itu, SOP menjadi pedoman teknis bagi penyelenggara

pemilu dalam mengambil

langkah dan kebijakan. Dengan begitu, maka diharapkan apa

yang sudah dilakukan tidak melenceng dan serta dapat dipertanggung jawabkan. Begitu juga ketika muncul pertanyaan publik tentang suatu kebijakan yang di-ambil, maka dengan serta merta proses pertanggung jawaban tersebut dapat di-berikan sebagai bukti bahwa langkah dan tindakan yang diambil merupakan cara yang paling bisa dipertanggung jawabkan (akuntabel).

Mencegah KorupsiParadigma Good Governance sudah

muncul sejak lama. Namun, mengapa sulit diterapkan? Apakah dikarenakan bu-daya di Indonesia, maka good governance sulit terealisasi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul sebagai ekses perilaku-perilaku korupsi yang kerap menjerat pe-jabat publik atau aparatur negara.

Prinsip akuntabel dan keterbu-kaan memang didesain untuk menekan perilaku koruptif yang terjadi. Ini bukan masalah budaya, karena pada dasarnya budaya Indonesia merupakan budaya timur yang diakui sangat baik. Perilaku koruptif adalah masalah sistem yang ha-rus sejak awal ditekan dengan prinsip-prinsip terbuka, transparan, dan dapat dipertanggung jawabkan. Jika asas ini diadopsi dalam penyelenggaraan Pemilu, maka trust (kepercayaan) masyarakat yang sebelumnya hilang diyakini akan berbalik menjadi sebuah dukungan. Begi-tu juga dengan pemimpin-pemimpin yang dihasilkan akan memulai pekerjaannya dengan prinsip transparan dan akuntabel, karena ia dihasilkan dari proses Pemilu yang transparan dan akuntabel pula. Hasil akhirnya, adalah perilaku korupsi terce-gah dan good governance terwujud. n

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 14

Pada masa Pemilu 2014 lalu, te-patnya 3 Juli 2014 silam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dila-

porkan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) oleh Tim Aliansi Advokasi Merah Putih. Pelaporan dilakukan terkait permintaan data atau informasi hasil laporan dugaan pelanggaran pemilu. Atas laporan kepada KIP itu, Tim Aliansi Advokasi Merah Pu-tih kemudian mengajukan sengketa infor-masi.

Pada akhirnya, meski butuh waktu, Bawaslu bersedia memberikan informasi yang diminta. Kesediaan itu merupakan hasil kesepakatan yang didapat dari me-diasi yang dilakukan KIP untuk menenga-hi Bawaslu dengan Tim Aliansi Advokasi Merah Putih.

Sebagai badan publik, Bawaslu me-mang berkewajiban menyampaikan semua informasi publik, kecuali infor-masi yang dikecualikan. Di sisi lain, ma-syarakat memiliki hak untuk melihat dan mengetahui informasi publik. Kewajiban badan publik dan hak masyarakat atau pengguna informasi publik itulah yang menjadi medium pengawasan publik.

Pada era demokrasi pasca-reformasi, pengawasan publik memang salah satu kendali tetap berjalannya demokrasi. Pengawasan masyarakat pada badan publik memastikan demokrasi tetap berada pada jalurnya seperti yang diama-natkan konstitusi dan per-aturan perundang-undangan. Pengawasan rakyat terhadap badan-badan publik meru-pakan latar belakang yang menentukan kelahiran Un-dang-Undang (UU) Keterbu-kaan Informasi Publik (KIP).

Dahulu, demokrasi di Indonesia ber-gulir tanpa transparansi. Pada satu sisi, kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat mendapatkan penekanan baru untuk diwujudkan di antara praktik de-mokrasi. Sayangnya, di sisi lain, ketertu-tupan masih membayangi sektor publik. Tak luput, demokrasi di Indonesia ber-jalan tanpa kejujuran. Demokrasi , pun dilumuri ketidakpercayaan publik pada negara dan penyelenggara negara.

Tetapi UU KIP memberi hak untuk mengakses informasi pada badan-badan publik. Dengan UU KIP ini pula tak dapat lagi badan publik mempertahankan rezim ketertutupan, apa pun alasan yang diaju-kannya.

Keterbukaan informasi diharap-kan menjadi spirit demokratisasi yang menawarkan kebebasan sekaligus tang-gung jawab secara bersamaan; baik badan publik maupun publik itu sendiri. Di satu sisi, keterbukaan informasi, harus mendo-rong akses bagi publik terhadap informasi secara luas. Adapun di sisi lain, kebe-basan informasi juga sekaligus membantu memberikan pilihan langkah yang jelas bagi penyelenggara Negara dalam men-gambil suatu kebijakan strategis.

Pada penyelenggaraan Pemilu 2014

lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), melakukan terobosan. Untuk pertama ka-linya dalam sejarah pemilu di Indonesia, formulir C1 yang merupakan hasil peng-hitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dipublikasikan melalui situs resmi KPU. Setiap kelompok penyeleng-gara pemungutan suara berkewajiban me-mindai formulur C1 di KPU kabupaten/kota setempat. Hasil pindaian itulah yang diunggah agar dapat diakses masyarakat di seluruh Indonesia.

Langkah itu terbukti membuka akses bagi pemilih untuk mengontrol alur su-aranya. Terbukti, ketika ada keganjilan dalam sebuah formulir, protes dan kritik pun disampaikan. Bukan hanya lewat me-dia sosial, namun juga bergulir di media massa mainstream. Dengan demikian, de-mokrasi berjalan dengan jujur tanpa ada lagi tipu-tipu.

Hal yang sama juga dapat dilakukan Bawaslu, sebagai penyelenggara pemilu yang tugas pokoknya adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu. UU Nomor 8 Tahun 2012 memberi wewenang bagi Ba-waslu untuk menangani sengketa proses Pemilu. Kejujuran Bawaslu untuk mem-buka setiap proses sengketa memasti-kan bahwa setiap pihak dalam sengketa

mendapatkan haknya dan menjalankan kewajibannya.

Kejujuran demikianlah yang harus dijunjung demi keberlangsungan demokrasi yang bukan hanya topeng dan kosmetik.

*Tim Asistensi Bawaslu

Keterbukaan Informasi sebagai Salah Satu Indikator Demokrasi

Oleh: Deytri R. Aritonang*

Opini

Pada masa Pemilu 2014 lalu, tepatnya 3 Juli 2014 silam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dilaporkan ke Komisi Informasi Pusat (KIP)

oleh Tim Aliansi Advokasi Merah Putih. Pelaporan dilakukan terkait permintaan data atau informasi hasil laporan dugaan pelanggaran pemilu. Atas laporan kepada KIP itu,

Tim Aliansi Advokasi Merah Putih kemudian mengajukan sengketa informasi.

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 15

Pilkada Serentak 2015/2016 Berkaca dari Keberhasilan Pileg dan Pilpres 2014

Pilkada merupakan pesta demokrasi yang dirayakan oleh sebagian provin-si maupun daerah yang akan memilih

calon Pemimpinnya secara langsung, baik itu memilih Gubernur, Walikota maupun Bupati. Pilkada nanti sepertinya akan ber-beda dengan Pilkada sebelumnya, yaitu di-laksanakan secara serentak disetiap wilayah Indonesia, namun hanya dibeberapa wilayah saja, yang menurut data 204 Kabupaten Kota dan Provinsi yang akan melakukan-nya. Pilkada sebelumnya dilakukan ber-beda-beda ditiap provinsi atau kabupaten/kota baik waktu dan proses perjalanannya, namun Pilkada kedepan akan dilakukan serentak dengan waktu dan tahapan yang sama yang akan dilakukan, karena model pelaksanaannya akan sama seperti Pemilu 2014, yaitu serentak diseluruh wilayah In-donesia. Dalam Pilkada serentak ini akan ada kinerja yang ekstra oleh penyelenggara, artinya penyelenggara akan melakukan taha-pan-tahapan dari mulai pendaftaran peserta sampai dengan hari pencoblosan. Terutama Penyelenggara Pusat yang akan melakukan supervisi dan membantu Penyelenggara di Daerah yang meningkat volume perkerjaan-nya karena akan langsung secara serentak.

Pada Pilkada nanti harus ada peran dari penyelenggara baik itu KPU maupun Ba-waslu daerah dengan waktu yang singkat jika memang pilkada dilaksanakan pada ta-hun 2015. Untuk itu sebaiknya penyeleng-gara dan peserta Pilkada harus bisa berkaca pada pemilu 2014 yang menurut saya bisa dikatakan berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada kendala-kendala yang cukup be-sar seperti terjadinya kerusuhan besar, dan ternyata Pemilu 2014 yang dimulai dari Leg-islatif sampai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berlangsung dengan aman, yakni mulai dari pencoblosan, sampai penghitun-gan suara serta sampai pelantikanpun bisa berjalan dengan aman, meskipun ada kend-ala-kendala kecil tetapi bisa diamankan dan bisa dijadikan pelajaran kedepan terutama pada Pilkada yang akan diselenggarakan secara serentak. Semua rakyat Indonesia pada dasarnya sudah lebih cerdas sehingga diharapkan bisa menahan ego masing-ma-sing jika Peserta yang dijagokan akan kalah

dalam pesta Pemilu Kepala daerah nanti dengan tetap menjaga stabilitas keamanan dan kepentingan bersama.

Setelah perayaan Demokrasi Pemilu di seluruh wilayah RI atau jelasnya Pemilu Legislatif dan Pemilihan Berbicara soal Pemilu, maka kita harus semestinya mem-perhatikan beberapa aspek yang harus dipri-oritaskan, seperti persoalan DPT (Daftar Pe-milih Tetap) yang seringkali menjadi pemicu perselisihan sehingga menguntungkan salah satu pihak, penggunaan uang, Bawaslu ha-rus bisa mencermati dengan baik input dan output keuangan para kandidat, sehingga diharapkan Bawaslu bukan hanya menjadi pelapor jumlah melainkan juga bisa me-nindak jika ada kecurigaan dan keganjilan dari arus keuangan, waspadai manipulasi saat penghitungan dan penetapan hasil su-ara karena suara merupakan amanah rakyat yang dititipkan kepada KPU sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum tertentu sehing-ga akan menjadi cacat jika ada hasil yang berbeda meskipun hitungan persen yang se-dikit. Sudah seharusnya KPU dan Bawaslu berfokus pada hal tersebut sehingga dalam pelaksanaan pilkada serentak nanti tidak ter-jadi hal-hal yang tidak diinginkan yang ter-jadi pada pemilu 2014 sehingga kita berkaca agar lebih baik lagi.

Indikator Pemilu 2014 bisa dikatakan berhasil dilakukan dengan baik dan ber-langsung aman tanpa adanya gangguan sta-bilitas keamanan yang cukup parah, yang sebelumnya bermunculan isu politik bahwa akan ada kerusuhan massa yang sangat be-sar dinegeri ini, namun kenyataannya di Indonesia Pemilu yang dilaksanakan 9 April dan 9 Juli 2014 berjalan dengan baik sesuai tahapan yang dijadwalkan oleh KPU dan diawasi oleh Bawaslu. Setiap tahapan bisa berjalan dengan lancar meski ada riak- riak kecil yang memprotes hasil pemilu terse-but, bisa kita lihat mulai dari pendaftaran peserta pemilu seperti Parpol, calon legis-latif dan calon presiden dan wakil presiden bisa berlangsung aman, tanpa ada gangguan keamanan yang signifikan, semua itu tidak lebih dan tidak kurang dari peran KPU, Ba-waslu dan masyarakat pada umumnya.

Dengan berkaca pada Pemilu 2014,

maka kita juga harus banyak memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa de-mokrasi bukan hanya sebatas pemilu, karena pemilu hanya terbatas pada aktivitas pen-coblosan dan memasukan kertas suara ke kotak suara, padahal yang harus kita pahami adalah demokrasi itu bisa mengantarkan kita kepada kesejahteraan dan keadilan bagi ma-syarakat.

Yang harus kita benahi adalah pemaha-man masyarakat tentang esensi demokrasi itu sendiri yakni betapa pentingnya pesta demokrasi (Pemilu) yang langsung di-laksanakan dengan masyarakat memilih wakilnya dan pemimpinnya di negeri ini, sehingga tidak lagi memilih kucing dalam karung. Masyarakat akan paham dengan visi misi dari calon yang kan dipilihnya menjadi wakil dan pemimpin dengan kriteria yang mereka harapkan tanpa adanya kepentingan politik uang, sehingga mereka bisa benar-benar bisa mandiri dalam melakukan pilihan.

Masyarakat pun diharapkan akan me-mahami dari kemandirian ini akan mela-hirkan pemimpin dan wakil rakyatnya yang sesuai dan bisa bekerja dengan baik untuk mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat-nya. Menggunakan hak pilih dalam Pemilu akan sangat berarti karena satu suara akan menentukan nasib bangsa kedepan, sehing-ga masyarakat tidak akan menggunakan hak pilihnya sembarangan dan terintervensi pada pihak tertentu. Pentingnya kita berkaca kepada Pemilu 2014, dimana masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu dan juga keterlibatan masyarakat yang tidak memahami penting-nya pemilu bersih dan berintegritas, tetapi mereka hanya mementingkan politik uang saja, dengan kata lain siapa yang memberi-kan uang akan kita pilih’ itu juga sering di-jumpai, atau adanya pemberian uang kam-panye dan juga Sembako disaat-saat pemilu akan dimulai.

Harapan kita semua Pilkada baik Bupati dan walikota bahkan Gubernur nanti bisa lebih baik lagi, dengan pemahaman ma-syarakat yang tinggi tentang Pemilu.

* Staf Bagian Humas dan Kerjsama Antar Lembaga Setjen Bawaslu RI

Opini

Oleh: Bambang Sungkowo*

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 16

Sebanyak 26 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara

(CPASN) Golongan III Badan Pengawas Pemilihan Umum RI dan 3 orang CPNS dari Kementerian Dalam Negeri mengi-kuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Dalam Negeri, kampus Kemang Bogor. Diklat Prajabatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 20 November sampai dengan 27 Desember 2014.

Diklat prajabatan adalah syarat bagi CPNS/CPASN untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam Per-aturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan ja-batan Pegawai Negeri Sipil, antara lain ditetapkan jenis-jenis Diklat PNS. Salah

satu jenis Diklat adalah Diklat prajabatan (golongan I, II atau III) yang merupakan syarat pengangkatan CPNS untuk men-jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai golongan tersebut di atas.

Penyelenggaraan Diklat Prajabatan CPNS Bawaslu RI ini menggunakan pola baru. Diklat pola baru dimaksud-kan untuk mewujudkan Pegawai Aparat Sipil Negara (ASN) yang profesional, sekaligus merupakan implementasi dari penyelenggaraan Diklat berbasis kompe-tensi sesuai Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI nomor 38 dan 39 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Prajabatan Golongan I dan II dan golongan III. Prajabatan pola baru juga diperlukan untuk membekali Pegawai ASN dengan kompetensi yang diperlukan saat memasuki ranah birokra-

si. Upaya pengembangan kompetensi Pegawai ASN tersebut luas cakupannya yaitu mulai dari segi kemampuan, penge-tahuan, sampai sikap dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatan yang diembannya.

Peningkatan kompetensi tidak terlepas dari adanya perubahan pola pikir (mindset). Oleh sebab itu peny-elenggaraan Diklat Prajabatan pola baru didesain untuk tidak sekedar merupakan ajang transfer of knowledge tetapi di-harapkan juga berfungsi sebagai sarana untuk transfer of attitude dan transfer of value. Untuk memperkuat fungsi terse-but, maka dalam kurikulum Diklat Pra-jabatan terdapat mata Diklat Etika Pub-lik sebagai upaya agar Calon Pegawai ASN peserta Diklat Prajabatan memiliki kesadaran untuk melakukan perubahan

Diklat Pra Jabatan CPNS/CPASN Angkatan I Bawaslu RI

Sebanyak 26 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Calon Pegawai Aparatur Sipil Negara (CPASN) Golongan III Badan

Pengawas Pemilihan Umum RI dan 3 orang CPNS dari Kementerian Dalam Negeri mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan di

Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Dalam Negeri, kampus Kemang Bogor. Diklat Prajabatan tersebut dilaksanakan pada

tanggal 20 November sampai dengan 27 Desember 2014.

Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 17

tingkah laku.Dalam transformasi birokrasi yang

sedang berlaku saat ini di Indonesia, yang diubah tidak hanya struktur dan fung-sinya tetapi juga perilaku aparaturnya. Transformasi birokrasi adalah perubahan perilaku birokrat, yang memberikan ke-sadaran baru, bahwa pemerintah diben-tuk tidak untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani rakyat.

Saat ini pelayanan kepada masyara-kat (public services) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang (UU) 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik masih belum optimal. Mental Pegawai ASN masih belum kuat, etika dan moral-itas masih rendah (ditandai dengan masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme) serta kualitas SDM aparatur yang belum memadai dan belum mencapai standar profesional. Pegawai ASN masih belum memahami, menginternalisasi dan men-gaktualisasi nilai-nilai dasar Profesi. Dan disadari bahwa momentum paling tepat untuk mentrasfer pengetahuan, nilai dan sikap hidup tersebut adalah saat mereka masih berstatus CPNS/CPASN, dan baru memasuki lingkungan birokrasi. Mem-pertimbangkan strategisnya hal itu, maka Diklat Prajabatan merupakan saat yang tepat untuk mengubah pola pikir CPASN sehingga sesuai dan mampu mengak-tualisasikan nilai dasar profesi ketika memasuki bangunan birokrasi yang su-dah berubah paradigmanya. Melalui se-rangkaian pembelajaran yang dilakukan, diharapkan para calon birokrat ini akan memiliki wawasan kebangsaan, memi-liki etika dan budaya kerja yang baik, se-luruh kegiatannya dapat dipertanggung-jawabkan, memiliki komitmen terhadap mutu dan bebas korupsi serta menyadari pentingnya memberikan pelayanan pri-ma.

Tahapan Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi Pegawai ASN

Peserta dituntut untuk dapat mengak-tualisasikan kompetensinya ditempat tu-gas atau ditempat magang dengan bimb-ingan mentor dan coach.

Nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN telah dituangkan dalam pasal 3 UU 5/2014 tentang ASN, dimana disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip Nilai dasar, Kode Etik dan Perilaku, Komitmen, Integritas Moral dan Tanggung Jawab Pelayanan Publik.

ASN perlu memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya, mempunyai kualifikasi akademik yang diperlukan jabatannya, serta adanya jaminan perlindungan hu-kum dalam melaksanakan tugas dan pro-fessionalitas jabatan. Untuk membangun kompetensi jabatan secara terstruktur, maka kurikulum Diklat Prajabatan Pola baru didesain untuk dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu:

Tahap I Internalisasi Nilai-nilai Dasar Profesi

Tahap pembelajaran ini dilaksanakan selama 12 hari bagi CPASN (CPNS) Golongan II dan 17 hari bagi CPASN Golongan III. Dalam tahap ini peserta dibekali dengan nilai-nilai dasar yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas jabatan Profesi PNS secara profesional sebagai pelayan masyarakat. Nilai-nilai dasar tersebut meliputi: Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi, yang diakronimkan menjadi ANEKA. Selain itu peserta juga dibekali dengan ceramah tentang kes-ehatan mental. Untuk mengukur sejauh tingkat pemahaman peserta dan internal-isasi Nilai ANEKA tersebut dilakukan evaluasi pemahaman sebagai bagian dari Tahap I. Di bagian akhir dari tahap pem-belajaran, peserta dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk membuat ran-cangan aktualisasi serta mulai melaku-kan pembimbingan aktualisasi.

Tahap II Aktualisasi Nilai Dasar Profesi

Dalam tahap II ini, peserta dituntut untuk dapat mengaktualisasikan kompe-tensinya di tempat tugas atau di tempat magang dengan bimbingan mentor dan coach. Tahap II dilaksanakan selama 14 hari untuk CPASN Golongan I dan II dan 13 hari untuk CPASN Golongan III, un-tuk memberikan kesempatan pada peser-ta mengaktualisasikan nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN. Tahap ini strat-egis fungsinya dalam menetapkan hasil belajar pada peserta, karena dalam ta-hap inilah peserta berkesempatan untuk memperoleh pengalaman nyata tentang penerapan nilai dasar ANEKA dalam bentuk Sikap dan Perilaku dan Disiplin, dalam Kedudukan dan perannya sebagai anggota ASN dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peserta di-wajibkan mengidentifikasi, menganalisis

dan mengumpulkan bukti nyata penera-pan nilai ANEKA dari seluruh tindakan, sikap dan perilakunya pada saat men-jalankan kegiatannya di tempat bertu-gas/ magang sesuai dengan Rancangan Aktualisasi yang telah disusunnya den-gan bantuan mentor dan coach di Tahap I. Di tahap ini, kompetensi akan diasah sehingga hasil pembelajaran tidak saja hanya berupa pemahaman yang abstrak tentang Nilai Dasar Profesi namun lebih jauh lagi, telah menjadi terbentuk se-cara nyata dalam keterampilan dan sikap perilaku, yang akan diperlukan CPASN saat benar-benar menjalankan perannya di tempat tugasnya.

Tahap III Seminar Aktualisasi Nilai Dasar Profesi

Tahap III ini dilaksanakan dalam ben-tuk Seminar selama 1 (satu) hari untuk memfasilitasi peserta mempresentasi-kan aktualisasi nilai-nilai dasar profesi pegawai ASN yang telah dijalani selama tahap II - Aktualisasi. Kehadiran Tim Penguji, Coach dan Mentor adalah syarat mutlak dalam penentuan kelulusan peserta, sebagai evaluator atas tahapan proses yang dilalui peserta dalam tahap aktualisasinya.

Dengan mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, maka dari adanya DIKLAT Prajabatan Pola Baru ini di-harapkan lahir calon pemimpin hebat dan Aparatur Sipil Negara yang kompe-ten serta siap dan mampu mengaktual-isasikan nilai-nilai dasar profesi ASN di tempat tugas.

Kualifikasi kelulusan peserta Diklat ditetapkan sebagai berikut: • Sangat Memuaskan (skor >90,0 – 100); • Memuaskan (skor >80,0 – 90,0); • Cukup memuaskan (skor >70,0 – 80,0); • Kurang memuaskan (skor>60,0 – 70,0); • Tidak Memuaskan (skor ≤60)

Peserta Diklat yang memperoleh kualifikasi Tidak Memuaskan atau jum-lah ketidakhadiran peserta melebihi 3 sesi atau 9 jam pelajaran atau satu hari secara kumulatif, dinyatakan Tidak Lu-lus. Sedangkan peserta Diklat yang mem-peroleh kualifikasi Kurang Memuaskan dinyatakan Ditunda kelulusannya dan peserta Diklat dimaksud wajib mengikuti pembelajaran remedial.

(AI. AP, AS)

Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 18

Divisi Sosialisasi, Humas dan Antar Lembaga

Komisi Nasional Hak Asasi Ma-nusia (Komnas HAM) melaku-kan kunjungan diskusi ke Ba-waslu RI (15/01). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh pimpinan Bawaslu RI, Nas-rullah dan beberapa pejabat struktural Sekretariat Jenderal Bawaslu.

Komisioner Komnas HAM, Manajer Nasution menyatakan bahwa maksud dari kunjungan tersebut dalam rangka koor-

dinasi persiapan pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan penyampaian hasil Pemilu 2014. Dia mengatakan bahwa ada beberapa catatan terkait hasil Pemilu 2014 lalu.

Diantaranya bagaimana peran Komnas HAM dalam pengawasan Pemilu. Hal ini karena banyaknya pertanyaan dari ma-syarakat tentang peran tersebut. Sosialisasi kepada kelompok diffable juga menjadi catatan tersendiri bagi Komnas HAM. Di mana tidak ada kebijakan nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2014. Hal ini disebabkan tidak tersedianya alokasi anggaran untuk sosialisasi.

Dia juga menyatakan mengenai Ket-ersediaan logistik Pemilu, di mana pada Pemilu Legislatif 2014 kertas suara yang menggunakan huruf Braille masih terbatas pada surat suara Pemilu untuk Dewan Per-wakilan Daerah (DPD). “Logistik Pemilu harus ramah kepada kelompok rentan!” tandasnya.

Kemudian soal regulasi, Komnas HAM menilai negara masih memperlaku-kan warga negara khususnya kelompok diffable dengan menggunakan mindset manusia normal atau sempurna. Padahal mereka membutuhkan perlakuan khusus

dalam menunaikan hak politiknya, im-buhnya. Dalam kondisi ini, Komnas HAM ingin mendorong melalui regulasi agar negara hadir dan berpihak untuk mem-bantu keterbatasan kepada masyarakat (kelompok diffable) yang sesungguhnya ingin menunaikan hak politiknya.

Menanggapi catatan-catatan tersebut, Nasrullah menyatakan bahwa prinsip-prinsip tentang hak warga negara harus lebih didepankan. Hal itu yang berusaha didorong oleh Bawaslu kepada KPU. Oleh karena itu Bawaslu akan mendesign gu-gus tugas khusus antara Bawaslu, KPU bersama Komnas HAM, KPAI, Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait jaminan terpenuhinya hak-hak politik warga nega-ra. Misalnya hak memilih dan dipilih, ter-penuhinya sarana, prasarana, aksesibilitas dan lainnya.

Dalam kesempatan tersebut Komnas HAM juga menyerahkan dokumen catatan hasil evaluasi Pemilu 2014 kepada Bawas-lu RI. Di akhir diskusi Nasrullah berharap untuk lebih memantapkan kerjasama dan semakin baik ke depannya dalam penga-wasan Pemilu secara bersama-sama demi bangsa dan rakyat Indonesia. [AI]

Komnas HAM Sampaikan Hasil Evaluasi Pemilu 2014

Pertemuan Bawaslu dengan Komnas Hak Azazi Manusia.

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 19

Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu RI di ruang Rapat Komisi II DPR RI, Kamis (22/01). Rapat konsultasi tersebut mem-bahas persiapan dan kesiapan rencana Pilkada serentak tahun 2015 dan masu-kan terkait dengan RUU tentang Perppu Nomor 1 tahun 2014 dan Nomor 2 tahun 2014. Dalam kesempatan tersebut Bawas-lu menyampaikan masukan dan laporan akhir hasil pengawasan Pemilu Legislatif dan Pilpres Tahun 2014 kepada Komisi II DPR RI. Ketua Bawaslu RI Muhammad juga menyatakan kesiapan lembaganya dalam mengawasi Pilkada serentak yang akan digelar akhir tahun ini. Diakhir pe-nyampaian laporan, Muhammad di ha-dapan pimpinan dan anggota komisi II menyampaikan pendapat terkait wacana yang terjadi baik di Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membentuk lembaga baru dalam rangka penyelesaian sengketa hasil Pilkada. Dia berpendapat dari pada negara mengeluarkan anggaran lagi untuk mem-bentuk lembaga dan menyusun personel baru, “dengan ucapan Bismillah dan tekad karena Allah, Bawaslu menyatakan siap jika kewenangan itu diberikan kepada Ba-waslu” tegasnya diikuti tepuk tangan para

peserta rapat. Pendapat itu dengan pertim-bangan karena Bawaslu telah mempunyai pengalaman yang cukup sukses dalam menyelesaikan sengketa hasil Pileg dan Pilpres tahun 2014. Hal itu telah banyak diadopsi oleh MK dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu dan menjadi cikal bakal keputusan MK. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman. Dalam rapat tersebut di-hasilkan beberapa kesimpulan yang di-bacakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria. Berikut kesimpu-lan Rapat Kerja Komisi II DPR RI den-gan KPU RI dan Bawaslu RI: 1. Komisi II DPR RI dapat memahami Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RP-KPU) yang disampaikan KPU RI, namun demikian khusus mengenai PKPU tentang tahapan, program dan jadwal pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, Komisi II DPR RI meminta KPU RI agar menyederhanakan atau memperpendek tahapan agar jadwal pelaksanaan Pilkada tidak terlalu lama seiring dengan revisi UU tentang Penetapan Perppu nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang yang akan ditetapkan paling lama pada masa persidangan DPR RI tahun sidang 2014-2015 tanggal 18 Februari. 2. Komisi II

DPR RI meminta KPU RI dan Bawaslu RI agar tidak membuat PKPU dan Peraturan Bawaslu terkait substansi UU Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang masih akan direvisi Komisi II DPR RI, dan me-minta agar menunggu sampai ada peneta-pan terhadap revisi UU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014. 3. Komisi II menerima Masukan dari KPU RI dan Bawaslu RI terhadap perbaikan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang sudah menjadi Undang-undang. Masukan tersebut akan dijadikan sebagai masukan dalam pemba-hasan revisi UU tentang Penetapan Perp-pu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-undang. 4. Komisi II DPR RI mendorong agar KPU RI dan Bawaslu RI dapat men-jadi lembaga yang lebih kuat dalam men-jalankan kewenangannya seperti terhadap Bawaslu RI dalam penyelesaian proses terjadinya sengketa. 5. Komisi II DPR RI mendukung usulan KPU RI dan Bawaslu RI untuk meningkatkan anggaran dalam APBNP sesuai kebutuhan yang penting dengan prinsip efektif dan efisien, serta transparan dan akuntabel yang dapat di-pertanggungjawabkan. Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dihadiri oleh seluruh komisioner KPU RI, Sekjen KPU, komisioner Bawaslu RI dan Sekjen Ba-waslu beserta jajarannya. [AI]

Bawaslu Siap Jika Diberi Kewenangan Selesaikan Sengketa Pilkada

Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 20

Peneliti politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, persoalan kontemporer Indo-nesia tak hanya berkaitan dengan pilihan politik atas sistem presiden-sial yang dikombinasikan dengan sistem multipartai. Melainkan juga karena ketidaksungguhan elite politik dalam melembagakannya, se-hingga muncul jarak antara obsesi presidensialisme di satu pihak, dan praktiknya yang cenderung bersifat parlementer di pihak lain.

Menurutnya perlu dilakukan penyempurnaan presidensialisme melalui peninjauan kembali format sistem perwakilan, skema penye-lenggaraan dan sistem pemilu, serta system kepartaian. Dalam konteks pemilu, penataan tak hanya terkait urgensi perubahan sistem pemilu. Melainkan juga penataan skema penyelenggaraannya ke arah pemilu secara simultan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden.

“Penataan tersebut mengarah pada dua skema pemilu, yakni pemilu nasional serentak untuk memilih Presiden/Wapres, DPR dan DPD. Dan pemilu lokal/daerah serentak untuk memilih anggota DPRD dan ke-pala-kepala daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi,” ujar Syam-suddin saat memapartkan hasil penelitian politik LIPI, 9 Februari 2015.

Melalui keserentakan pemilu nasional yang terpisah dari pemilu lokal diharapkan tidak hanya tercapai tujuan efisiensi anggaran dan waktu, tetapi juga dapat diwujudkan beberapa perubahan sekaligus.

Merujuk pada tatakelola kepemiluan, lanjut Syamsuddin, maka diperlukan tersedianya undang-undang kepemiluan,penyelenggara pemilu, penyelenggaraan dan penyelesaian sengketa pemilu. Terse-dianya Undang-Undang Pemilu Serentak. Untuk menyelenggarakan pemilu serentak, tak pelak lagi diperlukan Undang-undang yang akan menjadi dasar setiap pelaksanaan tahapan pemilu serentak ini.

Undang-undang pemilu baik pemilu untuk memilih DPR, DPD dan DPRD dan pemilu presiden dan wakil presiden dapat menjadi modal dasar dibuatnya undang-undang Pemilu serentak.Penyesuaian yang paling mendesak adalah dalam hal penyelenggaraan tahapannya.

“Kebutuhan akan adanya undang-undang pemilu ini seharusnya sedini mungkin dapat diatasi,” kata dia.

Tidak seperti penyelenggaraan pemilu 2009 di mana waktu disahkan-nya undang-undang dengan masa berlangsungnya tahapan sangat sing-kat. Sehingga penyelenggara tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan persiapan penyelenggaraan tahapan yaitu misalnya dalam hal penyiapan peraturan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Dengan mengambil asumsi bahwa penyelenggaraan Pemilu seren-tak akan dilaksanakan pada bu-lan Juni atau awal Juli 2019, kata Syamsuddin, maka disa-rankan agar UU Pemilu Seren-tak dapat disahkan minimal 2 tahun sebelum penyelenggaran pemilu serentak yaitu maksimal pada bulan Juni 2017. Dengan demikian, apabila undang-un-dang Pemilu serentak ini sudah tersedia pada awal atau maksi-mal pertengahan tahun 2017, penyelenggara pemilu dapat mempunyai cukup waktu untuk persiapan penyelenggaraannya. [IS]

Peneliti LIPI, Syamsuddin Haris

Mengelola Pemilu Serentak

Dosen Hukum Universitas Indonesia (UI) Wirdyaning-sih mengatakan salah satu cara yang paling tepat dalam me-nyelesaikan sengketa pemilu adalah dengan cara mengambil jalan tengah (win-win solution) dalam perseteruan antara kedua belah pihak pada penyelesaian sengketa pemilu.

“Win-win solution adalah cara antara kedua belah pihak dalam meyelesaikan sengketa. Di satu sisi apabila menca-pai kesepakatan, cara ini adalah solusi bersama dalam pe-nyelesaian sengketa pemilu,” ujar wanita yang akrab disapa Nunung pada saat memaparkan materi Peran dan Fungsi Lembaga Pengawas Pemilu dalam Pemilihan Gubernur, Bu-pati, dan Walikota Dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Sengketa Pemilu di Gedung Zamhir Islamie Kampus IPDN, Jakarta (22/12).

Mantan Anggota Bawaslu Periode 2008–2012 tersebut mengungkapkan, permasalahan penyelesaian sengketa Pe-milu yang kerap dilakukan kedua belah pihak dalam peny-elesaian sengketa salah satunya adalah tidak adanya kedeka-tan antara penyelenggara pemilu, pengawas pemilu dengan peserta pemilu. Akibatnya kedua belah pihak sering diha-dapkan oleh permasalahan jalan buntu.

“Keputusan Penyelesaian sengketa harus win win solu-tion, tanpa adanya pihak yang merasa kalah, semua diun-tungkan,” ujarnya.

Wirdyaningsih menuturkan, beberapa syarat penyelesai-an sengketa yang lebih tepat sasaran dalam penyelesaian sengketa adalah menciptakan penyelenggara pemilu yang berkualitas. Sebab lembaga penegak hukum yang kuat dan berintegritas bisa dilihat dengan adanya peraturan yang jelas, tegas dan menjamin demokrasi serta prosedur penye-lesaian sengketa yang sederhana.

“Syarat tersebut menjamin agar penyelesaian sengketa dapat terselesaikan yang lebih efektif dan efisien,” pungkas-nya. [HW]

Mantan Anggota Bawaslu RI, Wirdyaningsih

Jalan Tengah Menyelesaikan Sengketa Pemilu

Syamsuddin Haris

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 21

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengapresiasi usulan sejumlah pihak agar para calon kepala daerah wajib menyerah-kan rekening pribadinya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai salah satu syarat pencalonan. Gagasan ini merupakan upaya untuk menciptakan transparansi guna melahirkan pemimpin yang bersih dan ju-jur. “Ini gagasan yang sangat baik, kita sangat mendukung supaya ke depan pemilu kita melahirkan pemimpin yang bersih,” kata Komisioner Bawaslu RI Nasrullah di Jakarta, Selasa (6/1). Dalam pelaksanaan pemilu unsur transparansi setiap kandidat merupakan keharusan. Kesadaran melahir-kan pemimpin yang bersih melalui proses

pemilu harus menjadi tanggung jawab ber-sama penyelenggara dan peserta pemilu. “Jadi, tidak hanya calon kepala daerahnya saja yang menyerahkan rekening pribadin-ya, tetapi juga rekening istrinya, bahkan rekening anaknya juga harus diserahkan. Ide ini sangat baik dan perlu kita dorong,” ujar Nasrullah. Dia berharap, KPU selaku pembuat kebijakan memberi payung hu-kum terhadap gagasan tersebut agar setiap peserta yang hendak maju sebagai calon ke-pala daerah mengetahuinya. “Kita dorong KPU agar memasukan gagasan ini dalam PKPU sebaai salah satu syarat pencalonan kepala daerah meski tidak diatur dalam Perppu,” katanya. [HN]

Penyerahan Rekening Pribadi sebagai Syarat Pencalonan

Sistem proporsional terbuka yang dinilai mampu memperkuat sistem de-mokrasi di berbagai aspek, pada kenyata-anya adalah sebaliknya. Sistem tersebut justru menghambat penguatan sistem demokrasi itu sendiri. Yang diuntungkan adalah calon yang memiliki popularitas yang tinggi. Hal tersebut diungkapkan oleh Pimpinan Bawaslu Nelson Siman-juntak dalam pertemuanya dengan Inter-nasional Foudation for Electoral System (IFES), pada saat audiensi terkait per-soalan sistem proporsional terbuka yang diterapkan pada Pemilu tahun 2014, Se-lasa (20/1).

Nelson menilai, apabila diberlaku-kannya sistem pemilu proposional terbu-ka dari beberapa aspeknya justru dalam implementasi sistem ini akan meng-hambat penguatan demokrasi Indonesia. Menurutnya sistem proporsional terbuka, akan berdampak hanya orang-orang yang cukup dikenal masyarakat atau dikenal konsituennya yang akan terpilih, bukan dari representasi calon yang diusung par-tai politik. “Didalam partai politik tidak secara langsung ditentukan siapa calon yang diusung oleh di internal partai poli-tiknya, ini tergantung seberapa besar kepentingan di internal partainya. Oleh karena itu, yang diuntungkan hanyalah orang yang mempunyai tingkat populari-

tas di masyarakat,” ujarnya Menurut Nel-son apabila sistem proporsional terbuka akan terus dilakukan akan menghambat penguatan demokrasi dan menjadikan partai politik hanya sebagai alat bagi ca-leg. Maka, faktor pencitraan dan popu-laritas dari setiap caleg akan sangat me-nonjol pada sistem ini. “Maraknya para artis yang maju sebagai calon legislatif hanya untuk pencitraan seorang tokoh di berbagai media massa,” ujarnya

Persoalan lain yang diungkapkan adalah menjawab pertanyaan oleh Chief Of Party IFES asal Ukraine David En-nis ketika menanyakan persoalan Pidana Pemilu yang ditangani oleh Bawaslu ketika pemilu Legislatif dan Presiden di tahun 2014. Nelson mengungkap-kan banyak dari beberapa pelang-garan kampanye masih bersifat kompleks. Permasalahanya, belum adanya ketegasan hukum didalam menangani pidana pemilu yang melibatkan unsur Bawaslu, Ke-polisian, dan Kejaksaan Agung. Hal ini disebabkan, pada waktu melakukan penyelesaian pidana pemilu yang diserahkan ke kepoli-sian masih belum ada ketegasan hukum. “Undang-Undang pemilu yang belum jelas, akibatnya be-berapa pihak dalam melakukan pe-

nyelesaian pidana pemilu masih berbeda frame hukum, ditambah dengan durasi waktu yang sedikit,” ujarnya.

Menurut Nelson, ada 6 solusi terbaik untuk persoalan pemilu adalah pertama, diperjelasnya undang-undang yang tidak mengakibatkan multitafsir. Kedua diberi-kannya batas waktu yang proporsional dalam melakukan penyelesaian pidana pemilu. Ketiga, adanya peraturan yang jelas tentang pembelanjaan dana kam-panye. Keempat proses rekrutmen kader politik tidak memanfataatkan popularitas belaka. Kelima, kerangka hukum pemi-lu. Keenam, penyelenggara pemilu yang harus professional dan pemilih yang cer-das. [HW]

Sistem Proporsional Terbuka Untungkan Calon Populer Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah

Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 22

harianterbit.com

Peran penting ini tidak bisa dikesa-mpingkan dalam proses pembangunan demokrasi di Indonesia. Sebagai bentuk semangat reformasi maka perlu ada sebuah lembaga yang memastikan check and ba-lances sebagai bentuk legitimasi proses pe-milu.

Namun, yang lebih penting daripada itu, menurut Ketua Majelis P e r m u s y a w a r a t a n Rakyat (MPR) Zulki-fli Hasan bahwa Pengawasan Pemilu merupakan instrumen penting dalam rangka memastikan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Menurutnya, penguatan terhadap lembaga ini, sangat diperlukan dan tidak setengah-setengah.

Ia kerap mendengar munculnya stigma terhadap Bawaslu yang dianggap macan ompong karena keterbatasan kewenan-ganannya terhadap pelanggaran Pemilu. Bawaslu dianggap tidak mampu berbuat apa-apa, walaupun ada pelanggaran yang terjadi di depan mata.

Pandangan itu, menurutnya, tidak akan terjadi jika saja Bawaslu diberikan ke-wenangan yang lebih kuat. Untuk itu, ia mendukung jika ada penguatan terhadap lembaga ini, dan berupaya merealisasi-

kannya. Mendukung upaya penguatan lembaga

pengawas pemilu berarti ikut juga mem-bangun perkembangan demokrasi di In-donesia. Penguatan terhadap lembaga ini

mutlak dilakukan demi kemajuan demokrasi di Indonesia.

Di lain hal, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menga-presiasi penyelenggara pemilu yang sukses me-nyelenggarakan Pemilu dengan damai tanpa ada konflik yang berarti. Sekalipun ada, maka jumlahnya sangat ke-cil dan dinamika terse-but hanya merupakan bumbu-bumbu dalam

perkembangan demokrasi Indonesia. “Walaupun masih ada kekurangan,

tetapi secara umum kita telah berhasil me-nyelenggarakan Pemilu dengan sukses. Ini berkat kerja keras kita semua termasuk penyelenggara pemilu di dalamnya,” tutur Zulkifli.

Ke depan, ia berharap dinamika politik yang terjadi pada bangsa ini harus ditang-gapi secara dingin tanpa mudah terprovo-kasi oleh isu-isu perpecahan, karena pada dasarnya dinamika politik sama-sama ber-tujuan baik, demi kelangsungan demokrasi yang lebih baik di Indonesia. [FS]

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan

Dukung Pengawasan Pemilu secara UtuhPengawas Pemilu memiliki peran penting dalam rangka memastikan pelaksanaan Pemilu berlangsung dengan baik dan sesuai dengan peraturan perun-dang-undangan. Dalam menjalankan tugasnya, pengawas pemilu hingga tingkat terkecil yakni Pengawas Pemilu Lapangan (PPL), melaksanakan arahan dan kebijakan Pengawasan Pemilu yang berasal dari tingkat pusat.

Nama :

Dr.(HC). H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.

Tempat, Tanggal Lahir :

Lampung, 17 Mei 1962

Jabatan :

Ketua MPR RI (2014-saat ini)

Pengalaman Pekerjaan :

• MenteriKehutanan

Republik Indonesia (2009-2014)

• AnggotaDPRRI(2004-2009)

• SekretarisJenderal

Partai Amanat Nasional (2005-2010)

Pengalaman Pendidikan :

• FakultasEkonomiUniversitas

Krisnadwipayana

• SekolahTinggiManajemenPPM

Dinamika politik yang terjadi pada bangsa ini

harus ditanggapi secara dingin tanpa mudah

terprovokasi oleh isu-isu perpecahan, karena pada dasarnya dinamika poli-tik sama-sama bertujuan baik, demi kelangsungan

demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 23

Bawaslu Provinsi Jawa Timurmengadakan tes tulis calon ang-gota Panitia Pengawas Pemilihan Bupati/Walikota untuk wilayah Jatim. Pelaksanaan tes tersebut dibagi dalam 3 (tiga) zona, dianta-ranya Zona I untuk kota Surabaya, kota Pasuruan, kabupaten Sidoar-jo, kabupaten Gresik, kabupatenMojokerto,kabupatenLamongandan kabupaten Sumenep.

Tes tulis dilaksanakan di Gedung Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Air-langga (kampus B) Surabaya. Zona II un-tuk kabupaten Kediri, kabupaten Ponoro-go, kabupaten Malang, kabupaten Ngawi, kabupaten Trenggalek, dan kota Blitar. Tes dilaksanakan di Aula Sport Center STAIN Kediri. Sedangkan zona III untuk kabupaten Jember, kabupaten Situbondo, dan kabupaten Banyuwangi, tes dilak-sanakan di Aula Fakultas Hukum Uni-versitas Jember. Tes tulis dilaksanakan secara serentak pada tanggal 11 Januari 2015 di tiga zona tersebut. Untuk zona I, tes tulis diikuti oleh 108 orang dari 111 peserta terdaftar. Zona II diikuti oleh 72 orang dan zona III sebanyak 43 orang peserta. Pelaksanaan tes tulis di Kota Surabaya dihadiri oleh pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdaningtyas, anggota Ba-waslu Provinsi Jatim, Andreas Pardede, dan anggota Tim Seleksi Panwas. Dalam

sambutannya, Endang Wihdaningtyas selaku koordinator Divisi SDM Organ-isasi dan Data Informasi memberikan apresiasi kepada tim seleksi dan juga an-tusiasme peserta untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota Panwas pemilihan kepala daerah. Dia berharap agar peserta mengerjakan soal dengan jujur dan man-diri sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bawaslu Jatim juga menghim-bau masyarakat agar dapat memberikan tanggapan terkait keterpenuhan syarat, integritas dan kecakapan bakal calon ter-hadap nama-nama yang telah diumumkan oleh tim seleksi. Tanggapan bisa melalui faximile, email atau datang langsung ke sekretariat tim seleksi. Di akhir pelaksa-naan tes, dilakukan pemusnahan seluruh lembar soal dengan cara dibakar. Hal ini dilakukan supaya naskah soal tidak bere-dar atau bocor ke daerah lain yang belum melaksanakan tes tulis. [AI]

Jatim Laksanakan Tes Tulis Calon Panwas di Tiga Zona

HUMAS

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 24

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah melakukan Audiensi dengan Bupati Semarang guna mematangkan persiapan Pemilihan Bupati Semarang yang direncanakan akan diselenggarakan bulan Desember 2015 akan datang.

“Sejauh ini jika melihat dinamika politik di Senayan, kami sangat optimis Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan segera disahkan menjadi Undang-Undang” ujarnya pada saat andi-ensi di Kantor Bupati Jawa Tengah.

Abhan menuturkan bahwa pihaknya sejauh ini jika melihat dinamika politik di Senayan, kami sangat optimis Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan segera disahkan menjadi Undang-Undang.

Oleh karena itu, Abhan menegaskan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2014 jika dibandingkan dengan UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 me-miliki perbedaan yang signifikan terha-dap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang membedakan secara signifikan antara Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dengan UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Ta-hun 2008.

Pertama, tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 jauh lebih lama dari UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008. Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah menghabiskan waktu maksimal 12 (duabelas) bulan atau paling minimal 9 (Sembilan) bulan, se-dangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 masa tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Dae-rah paling maksimal 8 (delapan) bulan.

Kedua, terkait konstruksi kelem-bagaan Panwas Pemilihan Kepala Dae-rah, dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan adanya Panwas TPS disetiap TPS, sedangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 Jo UU Nomor 12 Tahun 2008 hanya terbatas jumlahnya dan itupun hanya di tingkat kelurahan/desa.

“Tentu hal ini, berimplikasi juga terh-adap kebutuhan anggaran yang akan dise-diakan Pemkab Semarang untuk jajaran Panwaslu Kabupaten Semarang. Bahwa kebutuhan anggaran untuk Panwaslu Ka-bupaten Semarang pada Pemilihan Bupati Semarang nanti sesuai dengan ekspekta-si dan kebutuhan Panwaslu Kabupaten Semarang, “ujarnya

Sementara itu, Bupati Semarang H. Mundjirin antusias nenanyakan terkait persiapan secara teknis pelaksanaan Pe-milihan Bupati/ Walikota yang diseleng-garakn secara serentak serta mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun

2014.Menjawab pertanyaan yang dilontar-

kan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Ten-gah Abhan menginformasikan bahwa di Provinsi Jawa Tengah akan diselenggara-kan Pemilihan Bupati dan Walikota seren-tak di 16 Kabupaten/Kota.

“Dan dari informasi yang kami dapatkan dari Komisi Pemilihan Umum kemungkinan besar Pemilihan Kepala Daerah Serentak akan diselenggarakan pada tanggal 16 Desember 2015. Semen-tara terkait mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, partai poli-tik diperbolehkan mengajukan lebih dari 1 (satu) bakal calon untuk dilakukan Uji Publik,”ujarnya

Abhan mengatakan, terkait penjela-san tentang mekanisme Uji Publik dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014, Pihaknya sudah berkoordinasi dengan divisi Pen-gawasan dan Hubungan Antar Lembaga bahwa terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2014 masih harus dilakukan pembahasan lebih lanjut secara teknis dalam peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Komisi Pe-milihan Umum.

Selain itu, dalam audiensi tersebut, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Ab-han menyampaikan terimakasih kepada Bupati Semarang atas fasilitas SDM PNS yang ditugaskan di Panwaslu Kabupaten Semarang pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yang lalu. (Bawaslu Jateng/ Hendru)

Jelang Pilkada 2015, Bawaslu Jateng Bahas Anggaran dengan Bupati

Bawaslu Jateng

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015

Cerimor(Cerita Humor)Cara Mengganti Kepala Negara

Orang Amerika dengan sombongnya berkata: “Kami pagi hari memberi suara, sore harinya sudah tahu siapa yang men-jadipresidenkami.”

Orang Cina dengan sikap dingin berkata: “Aduh, kalian ini bodoh engga? Kami hari ini memberi suara, tahun yang lalu kami sudahtahusiapapresidenkami.”

Dengan sikap meremehkan, orang Korea Utara berkata kepada orang Amerika dan orang Cina: “Kami tak usah memberi suara,sejakkecilsudahtahupemimpinkitasiapa.”

Dengan sikap apatis, orang Jepang berkata: “Kami selalu memberi suara, tetapi kami tidak pernah mengetahui siapanantiyangakanmenjadiPerdanaMenteri.”

Orang Rusia dengan tersenyum dingin berkata: “Di negeri kami, bila sudah capek jadipresidenterpilihbisadigantimenjadiPerdana Menteri, dan sebaliknya bila su-dahcapekjadiPerdanaMenterijugabisadigantimenjadipresidenterpilih.”

Setelah memandang mereka masing-masing dengan sikap ragu-ragu, orang Kuba menanya dengan suara lembut: “Bang, seorang pemimpin apa masih bisa diganti?”

OrangIrakmenjawabdenganlantang:“Sudah tentu bisa, kenapa tidak! Kalau bukan diri kita yang menggantinya, orang Amerikalah nanti yang akan menunjukdanmenggantiuntukkita.”

Sumber: http://www.ketawa.com/2013/06/8990-cara-mengganti-ke-pala-negara.html#ixzz3RPNrD9DP

Mendirikan Sekolah Korupsi Indonesia

Mr. Korup berencana menyiapkan sebuah sekolah tinggi yang berbasis pada disiplin ilmu korupsi. Kampusnya akan didirikan di seluruh Indonesia. Dan program studi yang disepakati adalah ProgramStudiTeknikKorupsi(S1).GelaryangdidapatkanadalahSarjanaKorupsiS. Krop (Sekrop)

Berikutmatakuliahkeahlianyangdiajar-kan pada Program Studi Teknik Korupsi:

1. Pengantar Ilmu Korupsi 2 SKS2. Pengantar Budaya Korupsi 2 SKS3. Perekonomian Indonesia 2 SKS4. Korupsi Dasar I 8 SKS5. Matematika Korupsi 4 SKS6. Hukum Dagang dan Perdata 3 SKS7. Sistem Korupsi 4 SKS8.SejarahKorupsi2SKS9. Korupsi Dasar II 4 SKS10.ManajemenKorupsi2SKS11. Perilaku Organisasi 2 SKS12. Studi Kelayakan Korupsi 4 SKS13. Pengantar Aplikasi Korupsi 8 SKS14.ManajemenProyek4SKS15. Korupsi Menengah I 4 SKS16. Korupsi Menengah II 4 SKS17. Aplikasi Korupsi 8 SKS18. Kapita Selekta Pengantar Bertahan Hidup di Bui 4 SKS

Tempat Magang:1. Departemen Keuangan2. Parpol3. BUMN4. Departemen Agama.

Anda Berminat?.

Sumber: http://www.ketawa.com/2007/12/4233-mendirikan-sekolah-korupsi-indonesia.html#ixzz3RPWnUnDo

Jumlah politikus yang sering berbohong

Sebuah bis penuh dengan para politikus, keluardarijalandanmenabraksebuahpohon besar di ladang petani tua.Setelahmenyelidikiapayangterjadi,pet-ani tua itu menggali sebuah lubang dan mengubur mayat politikus-politikus itu.Beberapa hari kemudian, seorang sherif lokal lewat dan bertanya kepada petani tuaitu,“Apakahmerekasemuamati?”Petanituaitumenjawab,“Begini : beberapa dari mereka berkata, bahwa mereka belum mati. Tapi Anda ‘kan tahu betapa seringnya politikus itu berbohong.”

Sumber: http://www.ketawa.com/2002/09/84-jumlah-politikus-yang-sering-berbohong.html#ixzz3RQ3mBQn2

Tepuk Tangan Saat PidatoSeorang Inggris pergi ke Paris memberi laporan akademis. Saat ia selesai ber-pidato, suara tepuk tangan di seluruh ruanganterdengarjarangsekali,halinimembuat dirinya merasa sangat gusar.

Tak berapa lama kemudian, ada seorang Prancisberjalanmenujupodium.OrangInggris itu di dalam hati sedang berpikir: “Kali ini aku pasti akan membuat kalian mengerti, yang dinamakan ‘kenal sopan santun’ituapa.”MakasetiapkaliorangPrancis itu berkata satu kalimat, ia pun dengan penuh semangat bertepuk tan-gan sendirian.

Kemudian, seorang pendengar yang duduk di sampingnya tak bisa menahan diri lagi dan berkata kepadanya: “Jika aku adalah dirimu, aku sekali-kali takkan bertepuk tangan sedemikian. Kamu harus tahu, orang yang berdiri di atas podium itu sedang dengan susah payah menerjemahkanceramahmutadikedalambahasaPrancis!”Sumber: http://www.ketawa.com

25

Anekdot

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 26

www.alkitab.sabda.org

Cerita di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut di-maksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain. Semoga dapat membawa manfaat.

Seorang anak muda mendaftar untuk posisi mana-jer di sebuah perusahaan besar. Dia lulus interview awal, dan sekarang akan bertemu dengan direktur un-tuk interview terakhir.

Direktur mengetahui bahwa dari CV-nya, si pemuda memiliki akademik yang baik. Kemudian dia bertanya, ”Apakah kamu mendapatkan beasiswa dari seko-lah?” Kemudian si pemuda menjawab tidak.

“Apakah ayahmu yg membayar uang sekolah?”“Ayah saya meninggal ketika saya berumur 1 tahun,

ibu saya yang membayarkannya.”“Dimana ibumu bekerja?”“Ibuku bekerja sebagai tukang cuci.”Si direktur meminta si pemuda untuk menunjukkan

tangannya. Si pemuda menunjukkan tangannya yang lembut dan halus.

“Apakah kamu pernah membantu ibumu mencuci baju?”

“Tidak pernah, ibuku selalu ingin aku untuk belajar dan membaca banyak buku. Selain itu, ibuku dapat mencuci baju lebih cepat dariku.”

Si direktur mengatakan “Aku memiliki permintaan. Ketika kamu pulang ke rumah hari ini, pergi dan cuci tangan ibumu. Kemudian temui aku esok hari.”

Si pemuda merasa kemungkinannya mendapatkan pekerjaan ini sangat tinggi. Ketika pulang, dia meminta ibunya untuk membiarkan dirinya membersihkan tangan ibunya. Ibunya merasa heran, senang tetapi dengan perasaan campur aduk, dia menunjukkan ta-ngannya ke anaknya.

Calon Manajer & Direktur

Si pemuda membersihkan tangan ibunya perlahan. Airmatanya tumpah. Ini pertama kalinya dia menyadari tangan ibunya sangat berkerut dan banyak luka. Be-berapa luka cukup menyakitkan ketika ibunya merintih ketika dia menyentuhnya.

Ini pertama kalinya si pemuda menyadari bahwa sepasang tangan inilah yang setiap hari mencuci baju agar dirinya bisa sekolah. Luka di tangan ibunya meru-pakan harga yg harus dibayar ibunya untuk pendidi-kannya, sekolahnya, dan masa depannya.

Setelah membersihkan tangan ibunya, si pemuda diam-diam mencuci semua pakaian tersisa untuk ibu-nya.

Malam itu, ibu dan anak itu berbicara panjang lebar.

Pagi berikutnya, si pemuda pergi ke kantor direktur.Si direktur menyadari ada air mata di mata sang

pemuda. Kemudian dia bertanya, “Dapatkah kamu ceritakan apa yang kamu lakukan dan kamu pelajari tadi malam di rumahmu ?”

Si pemuda menjawab, ”saya membersihkan ta-ngan ibu saya dan juga menyelesaikan cuciannya. Saya sekarang mengetahui apa itu apresiasi. Tanpa ibu saya, saya tidak akan menjadi diri saya seperti sekarang. Dengan membantu ibu saya, baru sekarang saya mengetahui betapa sukar dan sulitnya melaku-kan sesuatu dengan sendirinya. Dan saya mulai me-ngapresiasi betapa pentingnya dan berharganya ban-tuan dari keluarga.”

Si direktur menjawab, ”Inilah yang saya cari di dalam diri seorang manajer. Saya ingin merekrut se-seorang yg dapat mengapresiasi bantuan dari orang lain, seseorang yg mengetahui penderitaan orang lain ketika mengerjakan sesuatu, dan seseorang yang ti-dak menempatkan uang sebagai tujuan utama dari hidupnya.”

“Kamu diterima.” (Dari berbagai sumber/NP)

Inspirasi

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 27

Sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia No : 150/P Tahun 2014 yang ditetapkan oleh Presiden Joko

Widodo di Jakarta tanggal 31 Desember 2014, Endang Wihdatiningtyas pada hari ini, Rabu (14/01) diambil sumpah dan jan-jinya sebagai anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), oleh Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie. Wanita asal kota Gudeg yang juga anggota Bawaslu RI ini menggantikan Nelson Simanjuntak dalam sisa masa tugas tahun 2012 – 2017 bertem-pat di ruang sidang DKPP lantai 5 gedung Bawaslu RI.

“Terima kasih atas bakti saudara Nelson Simanjuntak dan selamat datang kepada saudari Endang Wihdatiningtyas”, sambut Jimly Asshiddiqie. Sebagaimana diketahui bahwa anggota DKPP terdiri dari unsur Bawaslu, KPU dan tokoh masyarakat. Ter-kait unsur keanggotaannya, anggota DKPP

terdiri dari 7 (tujuh) orang, yakni 1 (satu) orang dari unsur Bawaslu, 1 (satu) orang dari unsur KPU, dan 5 (lima) orang dari un-sur tokoh masyarakat. 5 (lima) orang dari unsur tokoh masyarakat itu, 3 (tiga) orang diajukan oleh DPR, dan 2 (dua) orang dia-jukan oleh Pemerintah.

Dalam sumpahnya, Endang menyatakan akan memenuhi tugas dan kewajiban den-gan sebaik-baiknya, sesuai dengan per-aturan perundang-undangan, dengan ber-pedoman pada Pancasila dan UUD 1945. Dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, ju-jur, adil, dan cermat, demi suksesnya Pemi-lu anggota DPR, DPD, dan DPRD; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota; tegaknya demokrasi dan keadilan, serta menguta-makan kepentingan NKRI daripada kepent-ingan pribadi atau golongan.

“DKPP hanya mengawal dalam uru-san kode etik penyelenggara Pemilu” tegas Jimly dalam sambutannya. Selanjutnya dia berharap dengan kehadiran Endang Wih-datiningtyas sebagai anggota DKPP dapat mensukseskan Pemilu Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan datang. Ia juga menjelaskan bahwa meskipun secara teknis DKPP tidak ikut dalam penyelenggaraan Pemilu, namun DKPP terlibat dalam satu-kesatuan tiga lembaga dalam mekanisme Pemilu di Indonesia. Pengambilan sumpah tersebut disaksikan oleh komisioner Ba-waslu RI, Muhammad, Nelson Siman-juntak, Daniel Zuchron, Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro beserta pejabat struktural di lingkungan Bawaslu RI dan DKPP, Komisioner KPU RI Husni Kamil Manik, Ida Budhiati, Sigit Pamungkas dan sejumlah undangan lainnya dari Kemen-terian Dalam Negeri. [WB/AI]

Endang WihdatiningtyasDilantik Menjadi Anggota DKPP

BULETIN BAWASLU | EDISI 1, JANUARI 2015 28

BAD

AN

PENGAWAS

PEMILIHAN

UMU

M

B

A

W

A

S

L

U

-

R

IR

EP

U B L I K

I N D O N E SI A

HENDRU

Sekitar 50 orang mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan Uni-versitasMuhammadiyahYogyakarta(UMY)menyambangikantorBa-waslu RI Rabu, (14/01). Mereka ditemui langsung oleh pimpinan Ba-waslu RI, Nasrullah, Daniel Zuchron, dan Sekretaris Jenderal Bawaslu, GunawanSuswantorodiRuangRapatGedungBawaslu,Jakarta.

MUHTAR

HUMAS

Untuk mengetahui kesiagaan dan kedisiplinan para pegawai pasca libur tahun baru 2015, Sekretariat Jenderal Bawaslu RI melaksanakan apel siaga dihalamanparkirgedungBawasluRI (5/01/2015).Apelsiagadiikutiolehseluruhpegawaidi lingkunganSetjenBawaslu.HadirsebagaiPembinaapelSekretarisJenderalBawaslu,GunawanSuswantoro.KegiatantersebutjugadihadiriKetuaBawasluRI,Muhammad,KepalaBiroHukum,Humas,danPengawasanInternal,JajangAbdullah,KepalaBiroAdministrasi,DermawanAdhiSantoso,danKepalaBiroTeknisPenyelenggaraanPengawasanPemilu, Bernad Dermawan Sutrisno.

Badan Pengawas Pemilu menggelar Focus Group Discussions(FGD)kehu-masan Bawaslu terkait pengelolaan website Bawaslu RI, Rabu (21/1). Ke-giatanFGDtersebutdilakukansebagaipengembangansistemdanfituryang ada didalam website bawaslu.go.id.

DOK. HUMAS

Ketua Bawaslu RI, Muhammad saat hadir sebagai narasumber pada Rapat Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan Pemilu Tahun 2014 yangdiselenggarakanolehBawasluProvinsiSulawesiSelatandiBalaiBe-sarPelatihanPertanianBatangkaluku,KabupatenGowaSulawesiSe-latan, Minggu (28/12).

M. ZAIN

Tim Seleksi Calon Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Utara Bambang Eka Cahya Widodo, Wahidah Suaib, Sulaiman, Anwar Alaydrus, dan Abdul Samad bersama dengan Pimpinan Bawaslu Nasrullah, serta Kepala Bagian SDMdanTUPimpinanRoyM.SiagianmelakukanaudiensidenganPeja-batGubernurKalimantanUtara,padaSelasa(20/1)diBalikpapan.