edema pulmonum

43
BAB 1 PENDAHULUAN Edema Pulmonal adalah akumulasi cairan abnormal pada kompartemen ekstravaskular dari paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non cardiac) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edema pulmonal secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi. Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74.4 juta penderita edema paru di dunia. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute) mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan edema pulmonal. Edema paru di Indonesia pertama kali di laporkan pada tahun 1971, sejak dilaporkan pertama kali, terjadi peningkatan angka 1

Transcript of edema pulmonum

Page 1: edema pulmonum

BAB 1

PENDAHULUAN

Edema Pulmonal adalah akumulasi cairan abnormal pada kompartemen

ekstravaskular dari paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang

tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran

kapiler (edema paru non cardiac) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi

cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara

progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edema pulmonal

secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi

gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau

sebaliknya. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan

interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian

cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk

kembali ke dalam sirkulasi.

Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74.4 juta penderita edema

paru di dunia. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood

Institute) mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan

edema pulmonal. Edema paru di Indonesia pertama kali di laporkan pada tahun

1971, sejak dilaporkan pertama kali, terjadi peningkatan angka kejadian edema

paru di Indonesia. Di Indonesia sendiri edema paru insiden terbesar terjadi pada

tahun 1998. Pada tahun 1999 Indeks rate menurun tajam sebesar 10.17 %, namun

tahun-tahun berikutnya indeks rate cenderung meningkat yaitu 15.99 (tahun

2000); 21.66 (tahun 2001); 19.24 (tahun 2002); dan 23.87 (tahun 2003).

Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit

di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian

edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan

karena gagal jantung mencapai 30%. Pengetahuan dan penanganan yang tepat

pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi

yang terjadi. Karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang patofisiologi,

etiologi, penatalaksanaan edema paru dan aspek radiologisnya.

1

Page 2: edema pulmonum

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru

yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular

yang tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran

kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi

cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara

progresif dan mengakibatkan hipoksia. Menurut definisi lain, edema paru adalah

keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler,

jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal

cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium

dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh

limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi.

Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler

lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat

serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila

alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu

aliran keluar yang kontinu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke

jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe.

Penyebab yang tersering dari edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat

penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Edema paru yang

disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga edema paru kardiogenik. Edema

paru kardiogenik akut merupakan penyakit yang sering terjadi, merugikan dan

mematikan dengan tingkat kematian 10-20 %. Edema paru kardiogenik atau

edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam

kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh

meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya

tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Gambaran klinis

edema paru kardiogenik yaitu adanya sesak napas tiba-tiba yang dihubungkan

2

Page 3: edema pulmonum

dengan riwayat nyeri dada dan adanya riwayat sakit jantung,  sedangkan edema

paru yang disebabkan selain kelainan jantung disebut edema paru non

kardiogenik.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan laporan penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan

terdapat 74.4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2.1 juta

penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara

komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5.5 juta penduduk menderita

edema paru. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute)

mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan edema

pulmonal. Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia dilaporkan pada tahun

1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai

tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah

kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas

wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate

(IR) = 35.19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun

tajam sebesar 10.17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat

yaitu 15.99 (tahun 2000); 19.24 (tahun 2002) dan 23.87 (tahun 2003).

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer

dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa

mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru

(inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk

melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting,

antara lain:

a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.

b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.

c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan

parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks

3

Page 4: edema pulmonum

bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang

normalnya tidak berisi apapun.

d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru

sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior,

lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus

superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus

superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut

sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura,

yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior

dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.

4

Page 5: edema pulmonum

2.3.2 CAVUM THORAX

Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh manusia yang di kenal sebagai

cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka

cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru, terutama

dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang tersusun atas

12 pasang costa beserta cartilago costalisnya, 12 tulang vertebra thoracalis,

sternum, dan otot – otot rongga dada. Otot – otot yang menempel di luar cavum

thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak untuk extremitas

superior.

2.3.3 PLEURA

Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga

dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari

coelom extra-embrional yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni pleura

parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung. Pleura visceral adalah

5

Page 6: edema pulmonum

pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu sendiri. Sementara pleura

parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel langsung

dengan paru. Pleura bagian penghubung yakni pleura yang melapisi radiks

pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang menghubungkan pleura parietal dan

pleura visceral.

Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura

diafragmatika, pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura.

Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura

mediastinalis merupakan pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura

Sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan sternum.

Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior.

Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan

pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura.

Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang

disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada

proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada

cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika

diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik

mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit

cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura.

2.3.4 MEKANISME PERNAPASAN

Proses pernapasan terdiri dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan

sistem kardiovaskuler yang memegang peranan penting. Sistem pernapasan terdiri

dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar

bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara

sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,

laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran

pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang

bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara disaring, dihangatkan

6

Page 7: edema pulmonum

dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa

respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet.

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)

bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau

alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli,

dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.

Alveolus pada merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu

jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan

permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi

dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein

yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan

mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan

mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.

Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe

I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-

permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi

yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri

dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan

jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel

fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan

cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam

lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,

solut, dan molekul besar seperti protein plasma.

7

Page 8: edema pulmonum

8

Page 9: edema pulmonum

2.4 KLASIFIKASI

Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :

- Edema karena peningkatan tekanan hidrostatik

Post obstruktif edem pulmonum

Edem pulmonum dengan emboli paru akut dan kronik

Edem pulmonum dengan penyakit oklusi vena

Bat wing edema

- Edema permeabel dengan DAD ( kerusakan alveolar difus)

- Edema permeabel tanpa DAD ( kerusakan alveolar difus)

- Edema campuran

2.5 GAMBARAN KLINIS DAN RADIOLOGIS

2.5.1 Edema Karena Peningkatan Tekanan Hidrostatik

Ada 2 fase radiologi atau 2 patofisiologi yang dikenal dalam perkembangan

edema ini : edema intertitial dan edema alveolar. Fase ini pada hakikatnya identik

dengan gagal jantung kiri dan cairan yang berlebihan. Intensitas dan durasi dari

kedua fase berhubungan dengan derajat dari peningkatan tekanan, dimana

dibedakan dengan ratio tekanan hidrostatik – onkotik.

Interstitial edema terjadi dengan peningkatan 15 – 25 mmHg pada rata –

rata tekanan arteri transmural, pembesaran ringan dari ruang peribronkovaskular,

adanya garis Kerly, dan efusi pleura. Jika kuantitas peningkatan cairan

ekstravaskular berlanjut, edema ini akan migrasi ke sentral dengan gambaran

pembuluh darah kabur secara progesif.

Pertama, pada level lobar dan berlanjut ke level hilus. Pada saat ini,

radiolusensi paru menurun secara mencolok, membuat identifikasi pembuluh

darah perifer kecil menjadi sulit, peribronkial cuffing menjadi terlihat jelas,

terutama di daerah perihiler. Dengan peningkatan tekanan transmural melebihi 25

mmHg, drainase cairan dari kompartemen ekstravaskular berada pada kapasitas

maksimum dan fase kedua (alveolar yang terbanjiri) dimulai, mengawali

pelebaran edema tiba – tiba kedalam ruang alveolar, membuat nodul kecil atau

9

Page 10: edema pulmonum

area acinar yang meningkatkan gambaran opaq lalu bergabung menjadi frank

konsolidasi.

Beberapa investigasi dari para observasi, dengan peningkatan tekanan

seperti ini, onset edema alveolar berhubungan dengan tekanan langsung yang

menginduksi kerusakan dari epitel alveolar.

Kateter arteri pulmonalis yang paling sering digunakan untuk mengukur

tekanan hidrostatik pada pasien di ICU. Pulmonary capillary wedge pressure

digunakan untuk menggambarkan tekanan atrium kiri dan berhubungan baik

dengan ciri – ciri radiologi pada CHF dan hipertensi vena pulmonalis.

10

Page 11: edema pulmonum

Bat W ing E dema

Bat wing edema mengarah ke sentral, distribusi non-gravitasional dari

edema alveolar. Hal ini terlihat dibawah 10% kasus edem pulmo, dan biasanya

terjadi dengan perkembangan gagal jantung yang cepat seperti yang terlihat pada

insufisiensi mitral akut (berhubungan dengan ruptur otot papilar, infark miokard

masif, dekstruksi katup yang menjadi septik endokarditis) dan gagal ginjal. Pada

bat wing edema, korteks paru terbebas dari cairan alveolar atau interstitial.

Kondisi patologi ini berkembang sangat cepat, ini ditandai sebagai infiltrat

alveolar.

Beberapa teori telah menjelaskan patofisiologi dari bat wing edema. Satu

dari beberapa teori tersebut terlibat dalam peningkatan konduktivitas hidrolik.

Mukopolisakarida mengisi ruang di perivaskular cytoskeleton, dibawah kondisi

normal, menghambat aliran dari cairan. Investigator lain mengatakan efek pompa

dari siklus respirasi, dimana lebih nyata di korteks paru dan menyebabkan semua

aliran cairan menuju ke hilum

11

Page 12: edema pulmonum

Edem pulmo post obstruksi

Edem pulmo post obstruksi terjadi setelah bebas dari obstruksi jalan nafas

atas dan menggambarkan bentuk murni dari edem hidotastik. Hal ini kebanyakan

sering terjadi karena benda asing yang terjepit, laringospasme, epiglotitis, dan

strangulasi.

Jika obstruksi terjadi terutama dengan inspirasi paksa sebagai pasien yang

berusaha untuk bernafas (Muller Manuver), hal ini akan menyebabkan tekanan

negativ intratorakik tinggi yang menyebabkan peningkatan pengembalian vena.

Edema yang dihasilkan karena terjadi tiba – tiba, ditandai dengan menurunnya

tekanan negativ pleural, dimana mengarah ke gradien hidrostatik tinggi diantara

kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Obstruksi yang mencegah

12

Page 13: edema pulmonum

insipirasi dan ekspirasi membuat tekanan intrathorakik tinggi yang memperburuk

perkembangan edema. Selanjutnya, edema berkembang sebagai obstruksi yang

sudah lepas dan tekanan intrathorakik menurun drastis.

Pada pemeriksaan radiografi dada dan CT, edem pulmo post obstruksi

bermanifestasi sebagai garis septal, peribronkial cuffing, dan beberapa kasus,

edema alveolar sentral. Temuan ini serupa dengan yang ada di edema tekanan.

Ukuran kardia biasanya normal, menyatakan edema tekanan tidak berhubungan

dengan overhidrasi. Resolusi dari gejala klinikal dan temuan radiologi biasanya

cepat dan terjadi diantara 2-3 hari.

Edema dengan embolisme paru akut dan kronik

Edem pulmo kadang – kadang terlihat pada radiografi dada dalam emboli

paru akut. Meskipun menggunakan CT helical untuk menilai emboli paru akut,

edem pulmo terlihat hanya dibawah 10% kasus. Edem pulmo biasanya muncul

pada CT sebagai area heterogen dalam peningkatan penipisan ground-glass

terlokalisasi pada teritorial arteri segmental atau subsegmental patent.

Bagaimanapun, beberapa pengarang menyatakan, pada emboli paru kronik, area

ini mengalami peningkatan penipisan, juga menggambarkan parenkim paru yang

normal tanpa adanya edem pulmo yang mendasari.

Beberapa pengarang juga memberi gagasan bahwa hal ini alasan mengapa

edem pulmo tidak dapat terlihat pada area penipisan tinggi menggunakan CT

resolusi tinggi. Jika hal ini benar, edem pulmo (ketika muncul) seharusnya primer

ke hidrostatik, superimpose pada penyakit emboli.

13

Page 14: edema pulmonum

Di sisi lain, mekanisme terjadinya edem pulmo pada emboli paru akut masif

berhubungan langsung dengan hipertensi pulmo. Hipertensi ini menyebabkan

oklusi lebih dari 50% arteri pulmo. Karena output jantung sebelah kanan

langsung melalui penurunan jaringan arteri, tekanan hidrostatik kapiler meningkat

nyata. Hasilnya meningkatkan perfusi area tidak termasuk dari trombosis vaskular

menuju edema.

Edem pulmo biasanya terlihat pada pasien dengan emboli paru kronik, area

penipisan ground-glass berhubungan langsung dengan dilatasi arteri pulmo dalam

lebih dari 70% kasus emboli paru kronik. Oleh karena itu, area ini mungkin

sumber campuran dan berhubungan dengan overperfusi simpel atau hiperemi dan

akumulasi dari komponen cairan ekstravaskular di dalam regio perfusi.

Patogenesis dari area fokal edem pulmo telah di demontrasikan dalam single-

photon emission CT dan scintigrafi dari paru. Juxta posisi dari area peningkatan

penipisan ground-glass dengan area hipoperfusi menghasilkan pola mosaik

familiar, yang diketahui sebagai oligemia mosaik.

Edema dengan penyakit oklusi vena paru

Penyakit oklusi vena paru adalah kondisi yang mematikan berhubungan

dengan menyempitnya atau menyumbatnya vena pulmo kecil dan venula oleh

trombi organis. Proses dari penyakit ini mempertunjukkan keterlibatan luas paru

14

Page 15: edema pulmonum

tapi tidak melibatkan vena paru yang besar. Penyakit oklusi vena paru tidak

memiliki prediksi gender atau umur dan menyebabkan edema tipe hidrostatik

dimana peningkatan tekanan hidrostatik berhubungan langsung dengan

peningkatan resistensi perifer. Patogenesis tetap tidak jelas, meskipun penemuan

kesamaan antara penyakit oklusi vena pada liver telah di dilaporkan.

Penggunaan kontrasepsi oral mungkin memainkan perannya pada penyakit

oklusi vena pada paru dan hepar karena ini dapat mengurangi produksi sel endotel

dan metabolisme dari prostaglandin dengan protasiklin, dimana kedua ini

merupakan inhibitor kuat dari koagulasi.

Pasien datang dengan dispnea progresif yang cepat, orthopnea, edem pulmo

akut dengan atau tanpa hemoptisis. Ciri – ciri diagnostik termasuk normal atau

rendah pulmonary capillary wedges pressure mencerminkan patensi dari vena

pulmo yang besar, hipertensi arteri pulmonal, dan edema. Radiografi dada dan CT

mengungkapkan pembesaran arteri pulmonalis, edema interstitial difus dengan

beberapa garis Kerley, peribronkial cuffing, dan dilatasi ventrikel kanan.

15

Page 16: edema pulmonum

2.5.2 Edem Permeabel Dengan Kerusakan Alveolar Difus

ARDS adalah istilah untuk variasi akut dan subakut, lesi paru difus dapat

membuat hipoksemia berat. Lesi ini berhubungan dengan berbagai variasi faktor

presipitasi dan tidak menyebabkan atau terpengaruh oleh insufisiensi kardia yang

terjadi bersamaan. Oleh karena itu, ARDS terjadi tanpa peningkatan tekanan

kapiler paru.

ARDS muncul sebagai bentuk yang paling berat dari edem permeabel yang

berhubungan dengan kerusakan alveolar difus. Kerusakan alveolar difus mungkin

merupakan hasil langsung dari faktor presipitasi lokal atau mungkin terjadi

sekunder dari beberapa kondisi sistemik. Primer atau cedera langsung pada

alveolar dan endotel vaskular paru biasanya hasil dari paparan sel terhadap agen

kimia, patogen infeksius, cairan gastrik, atau gas toksik, dimana yang

menghancurkan sel atau kehancuran sel yang berat.

Kerusakan yang kedua adalah akibat kaskade biokimia sistemik membuat

agen oksidan, media inflamasi, dan enzim, dimana juga merugikan sel endotel

selama sepsis, pankreatitis, trauma berat, atau transfusi darah. Pada dasar dari

perbedaan etiologi, 2 mayor mekanisme patofisiologi dalam perkembangan

ARDS :

ARDS merupakan penyakit paru yang mendasari, dimana berhubungan

dengan konsolidasi paru

ARDS merupakan tambahan dari penyakit ekstrapulmonal, dimana

bermanifestasi sebagai edem intertitial dan kolaps alveolar

Mekanisme ini berdasarkan dari mekanisme ventilasi fisiologi dan

meskipun mereka belum punya bukti patologi, mereka harus mempunyai

implikasi untuk pengobatan yang berbeda terhadap pasien yang terpengaruh.

ARDS meliputi 3 hal tingkatan overlapping yang sering. Tingkatan pertama

(eksudatif), ciri – cirinya dengan edem intertitial dengan isi protein yang tinggi

yang mengisi ruang alveolar dengan cepat dan berhubungan dengan perdarahan,

dan membuat formasi membran hyalin. Ekstensi yang cepat dari edema ke dalam

ruang alveolar mungkin menjelaskan penemuan yang tipikal ada di edem

intertitial (contoh : garis Kerley) tidak terkemuka di ARDS.

16

Page 17: edema pulmonum

Tingkatan kedua (proliferatif), bermanifestasi sebagai organisasi dari

eksudat fibrinous. Mengikuti organisasi ini, regenerasi garis alveolar dan

penebalan septa alveolar. Tingkatan ketiga (fibrotik), ciri – cirinya dengan

berbagai variasi derajat berparut dan formasi kista subpleural dan intapulmonal.

Awalnya, kebanyakan pasien datang dengan beberapa gejala klinikal,

mereka berkembang menjadi dispnea progresif yang cepat, takipnea, dan sianosis.

Muncul hipoksemia, tidak reponsif terhadap terapi oksigen, terutama terhadap

kehadiran arterivena shunt. Bantuan mekanisme ventilasi dengan tekanan

ekspirasi akhir positif biasanya dibutuhkan untuk mengembangkan parenkim

paru adekuat dan meningkatkan difusi oksigen.

Tingkatan eksudatif awal mempertunjukkan beberapa temuan radiology.

Awalnya, edema intertitial terlihat, diikuti peningkatan gambaran opaq dengan

cepat oleh area perihilar. Progesi dari edem intertitial ke pengisian ruang alveolar

dapat disamakan dengan kemunculan konsolidasi alveolar yang meluas pada air

bronkogram.

Dibandingkan dengan edem hidrostatik, edem alveolar pada ARDS biasanya

memiliki distribusi lebih perifer atau kortikal. Tanda radiologi yang biasanya

ditemukan tipikal pada edem kardiogenik ( contoh : kardiomegali, redistribusi

vaskular apikal, garis Kerley ) tidak ditemukan. Meskipun kehadiran dari

kerusakan alveolar difus, homogenous, ARDS biasanya memperlihatkan gradien

gravitasi yang mudah terlihat pada CT dan bisa dimodifikasi dengan perubahan

posisi pasien. Atelektasis juga faktor penting dari regio distribusi inhomogen dari

ARDS. Lagi pula, pola gravitasi ini dapat membantu menyingkirkan proses

infeksi yang bersamaan, karena atelektasis dependen lebih sering terjadi pada

pasien ARDS awal tanpa pneumonia.

Dari progesi penyakit ke tingkatan proliferasi, terlihat peningkatan

gambaran opaq pada pola inhomogen dari area ground-glass, sepanjang

modifikasi awal fibrosis. Selama tingkatan fibrosis, lesi kistik subpleural dan

intrapulmonal mungkin terlihat, dan mungkin menjadi penyebab langsung dari

pneumothoraks. Episode eksudatif rekuren dapat tetap terjadi pada tingkatan

proliferatif dan fibrosis, menghasilkan temuan radiologi campuran yang

memperlihatkan bagian dari ketiga tingkatan tersebut secara bersamaan.

17

Page 18: edema pulmonum

ARDS atipikal, dimana memiliki ciri ciri keunggulan konsolidasi ruang

udara anterior pada pasien supine, dimana teramati pada 5% pasien yang

menjalani CT selama tingkatan eksudatif. Penjelasan patofisilogi untuk temuan ini

belum jelas, tapi mungkin melibatkan regio yang berbeda dalam mekanikal

tekanan ventilasi.

18

Page 19: edema pulmonum

2.5.3 Edem Permeabel Tanpa Kerusakan Alveolar Difus

Seperti nama diatas, edem permeabel tanpa kerusakan alveolar difus

mengarahkan pada edem pulmo dimana perubahan permeabel tidak berhubungan

dengan DAD secara primer. Ketiadaan dari kerusakan selular sering tidak terbukti

secara patologikal tapi mungkin di duga dari bagian klinik dan radiologi penyakit

karena regresi yang cepat sering terlihat dengan perbaikan ventilasi terjadi dalam

waktu periode yang singkat. Meskipun beberapa derajat dari DAD mungkin

muncul, kerusakan tinggal minor dan biasanya hanya partial mempengaruhi hasil

pasien.

High – Altitude Edema Pulmonary

High-altitude edema pulmonary berpotensi mengakibatkan kondisi fatal

terjadi pada individual sehat. Hal ini karena terpapar lama oleh lingkungan dengan

tekanan atmosfer oksigen sebagian yang rendah. High-altitude edema pulmonary

lebih sering terjadi pada laki – laki muda, 24 – 48 jam setelah mereka mendaki

cepat sampai di ketinggian lebih dari 3000 meter dan tinggal di lingkungan itu.

Beberapa kasus dari High-altitude edema pulmonary telah digambarkan dalam

literatur, sering menunjukkan kerentanan individu.

High-altitude edema pulmonary biasanya di ikuti acute mountain sickness,

dimana sebenarnya muncul di tengah penyakit dan dapat bertindak sebagai

indikator menghalangi High-altitude edema pulmonary. Manifestasi klinik

termasuk dispnea saat beristirahat, batuk dengan produksi sputum merah muda

berbusa, dan gangguan neurologi berkaitan dengan edem otak yang bersamaan.

Level saturasi oksigen arteri sesuai langsung dengan beratnya dari gangguan dan

mungkin dibawah 38%.

Patofisiologi dari high-altitude edema pulmonary masih kontroversial.

Bagaimanapun, tetap ada persetujuan umum dimana kondisi ini hasil dari hipoksia

akut dan persisten, dimana menginduksi vasokontriksi heterogen menuju ke

hipertensi pulmonalis yang nyata. Hal ini beralih menginduksi kebocoran endotel

dimana menghasilkan edem intertitial dan alveolar tanpa DAD. Kebocoran

vaskular ini membuat isi edem dengan protein tinggi, dimana menjelaskan

munculnya sputum yang berbusa. Manifestasi klinik high-altitude edema

19

Page 20: edema pulmonum

pulmonary akan terpecahkan dengan cepat jika pasien cepat turun ke ketinggian

yang lebih rendah dan menjalani terapi oksigen dan vasodilator pulmo dengan

adekuat.

Gambaran radiologi dari high-altitude edema pulmonary bervariasi dengan

derajat hipoksia yang muncul. Biasanya, kondisi ini bermanifestasi sebagai edem

intertitial sentral yang berhubungan dengan peribronkial cuffing, ill-defines vessel,

dan sebuah tambalan, lebih sering pola asimetrik konsolidasi ruang udara.

Beberapa garis Kerley mungkin terlihat. high-altitude edema pulmonary yang

ringan, konsolidasi ruang udara mungkin tidak kentara atau mungkin tidak ada

dengan sedikit atau tidak adanya keterlibatan batas luar paru. Beberapa kasus

berat, memiliki kecenderungan menjadi confluent dan alhasil melibatkan seluruh

parenkim paru.

Edem Pulmo yang di Induksi Heroin

Edem pulmo berhubungan langsung dengan overdosis opiat, hampir hanya

dengan heroin tapi juga jarang bertemu dengan pengguna kokain dan “crack”.

Edem pulmo yang diinduksi oleh heroin terlihat dalam 15% kasus dari overdosis

heroin dengan rating 10% dari keseluruhan kematian. Overdosis heroin dipercaya

langsung akibat depresi dari senter medula respirasi dan mengarah ke hipoksia

dan asidosis, dimana kedua ini menyebabkan edem pulmo tanpa DAD. Ketiadaan

DAD dapat diduga langsung dari resolusi cepat dari gangguan dalam semua kasus

yang tidak berkomplikasi oleh aspirasi isi gastrik atau infeksi. Tidak seperti

kokain, heroin tidak mempunyai efek kerusakan langsung terhadap fungsi

miokard.

Sering kali pasien dengan overdosis heroin mungkin baring tak bergerak

dalam pemberian posisi untuk beberapa jam dan bahkan beberapa hari. Posisi

berbarng ini membuat berkembangnya distribusi asimetrik dari edema yang

berhubungan dengan ketergantungan gravitasi dan mungkin mengarahkan ke

cedera tabrakan luas dengan hubungan kerusakan otot dan terjadi insufisiensi

renal.

Pada radiologi, edem pulmo yang di induksi oleh heroin tidak dapat

dibedakan dengan tipe edem pulmo tanpa DAD lainnya. Bermanifestasi sebagai

20

Page 21: edema pulmonum

tersebar luas, patchy, konsolidasi ruang udara bilateral, ill-defined vessels,

peribronkial cuffing, dan sering mengalami komplikasi oleh edem yang

disebabkan cairan yang berlebihan terkait insufisiensi renal. Ketika edem pulmo

yang di induksi heroin tidak berhubungan dengan insufisiensi renal atau

komplikasi lain seperti aspirasi is gastrik, resolusi cepat dari infiltrat terjadi dalam

1 – 2 hari tanpa perburukan parenkim.

21

Page 22: edema pulmonum

2.5.4 Edema Campuran

Edema pulmo neurogenik

Edem pulmo neurogenik terlihat pada hampir 50% pasien menderita cedera

otak berat seperti trauma, perdarahan subaraknoid, stroke, status epileptikus.

Membedakan antara edem pulmo neurogenik dari cairan berlebihan yang simpel

atau edema post ekstubasi mungkin sulit jika tidak memungkinkan dalam pasien

trauma atau segera operasi. Oleh karena itu, diagnosis dari edem pulmo

neurogenik didapatkan dari eksklusi. Ini akan menghasilkan kontroversi, tapi

mungkin melibatkan kombinasi dari faktor yang berhubungan dengan edema

hidostatik tanpa DAD. Mekanisme selular yang menyebabkan kebocoran sel juga

tidak dapat dimengerti. Modifikasi dari jalan neurovegetativ mungkin penyebab

terjadi secara tiba – tiba, peningkatan tekanan mikrovaskular paru secara

signifikan, terutama pada venula pulmonal. Hal ini mengarahkan pada penurunan

aliran vena, dimana menyebabkan hipertensi arteri dan kapiler paru. Selain itu,

mungkin adanya efek langsung mediator yang bervariasi yang menyebabkan

kebocoran sel endotel vaskular dan junction sel.

Pasien datang dengan derajar dispnea yang bervariasi, takipnea, dan sianosis

secara singkat setelah cedera otak. Tanda dan gejala ini sering cepat menurun atau

hilang dalam beberapa kasus. Radiografi dada konvensional menunjukkan

kehadiran bilateral, daripada konsolidasi homogen ruang udara, dimana

predominan di bagian apikal sekitar 50% kasus. Temuan radiologi pada edema

pulmo neurogenik juga menghilang dalam 1 – 2 hari dengan demikian

mengkonfirmasi ketiadaan hubungan dengan DAD.

22

Page 23: edema pulmonum

Edem pulmo reperfusi

Edem pulmo reperfusi adalah akut, campuran, edem non kardiogenik yang

telah diamati hampir 90% - 100% dari pasien yang telah mengalami

tromboendarterektomi paru untuk emboli paru masif atau untuk jaringan dan

stenosis segmental terkait dengan emboli paru kronik. Mekanisme patofisiologi

utama dari kelainan ini yaitu berhubungan langsung dengan peningkatan yang

cepat aliran pembuluh darah dan tekanan darah di area distal untuk re-kanalisasi

arteri pulmonal.

Mekanisme lain seperti stress mekanik dari intervensi operasi dan

fenomena biokemikal ( contoh : lepasnya radikal oksigen oleh netrofil, perubahan

dari produksi surfaktan) harus dipertimbangkan.

Pasien berkembang menjadi dispnea, takipnea, dan batuk selama 24 – 48

jam pertama setelah kejadian reperfusi. Mereka hampir harus selalu membutuhkan

terapi oksigen dan terkadang juga membutuhkan dukungan ventilasi mekanik.

Temuan radiologi dari edem pulmo terlihat dalam 2 hari pertama

mengikuti operasi. Temuan dalam radiologi dada konvensional biasanya terdiri

atas konsolidasi ruang udara heterogen predominasi di area distal untuk re-

kanalisasi pembuluh. Akhir – akhir ini, pemeriksa juga menemukan distribusi

acak dari edem pulmo sampai 50% kasus. Pada hipotesis pengarang, edem pulmo

reperfusi mungkin juga terpengaruh faktor sistemik yang belum teridentifikasi.

23

Page 24: edema pulmonum

2.6 DIAGNOSIS

Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat ( jam atau hari)

disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.

Pemeriksaan fisik :

Sianosis sentral

Sesak nafas dengan bunyi nafas melalui mukus berbuih

Ronkhi basah di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan

paru, kadang – kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang

akibat bronkospasme sehingga disebut asma karidal

Takikardia dengan gallop S3

Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi :

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,

tergantung penyebab gagal jantung

Gambaran infark, LVH atau aritmia bisa ditemukan

Laboratorium :

Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula – mula rendah dan

kemudian hiperkapnia

Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto thoraks :

Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru

Kadang – kadang timbul efusi pleura

Ekokardiografi : tergantung penyebab gagal jantung

Kelainan katup

Hipertrofi ventrikel (hipertensi)

Segmental wall motion abnormality (PJK)

Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri

24

Page 25: edema pulmonum

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang

praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam

mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif.

Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus

(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3

lateral);Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran

seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier); gambaran air bronchogram

terlihat pada beberapa kasus edema paru.

Analisa gas darah, meskipun kurang spesifik, PO2, PCO2, dan pH merupakan

penunjuk yang informatif dalam menilai fungsi paru pada edema. Analisa gas

darah tidak sensitif pada fase awal edema. PO2 arteri meningkat pada stadium

awal dari peningkatan tekanan edema karena peningkatan tekanan pembuluh darah. PCO2

arteri, pada stadium awal cenderung rendah. Perubahan PCO2 menandakan

terjadinya penurunan ventilasi alveolar.

.

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Posisi ½ duduk

2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 L / menit bila perlu dengan masker. Jika

memburuk : pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak

bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,

retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema

secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator /

bipep

3. Infus emergensi

4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena

6. Diuretik. Furosemid 40 – 60 mg IV selama 2 menit

7. Morfin 2 – 5 mg dengan dextrosa atau larutan elektrolit IV selama 3 menit.

Kalau tidak begitu gawat di berikan 8 – 15 mg SC atau IM

25

Page 26: edema pulmonum

Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah

sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/

kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid.

Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug / kgBB / menit bila tidak memberi respon

dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai

tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai

tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat

ke organ – organ vital.

26

Page 27: edema pulmonum

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru

yang terjadi secara mendadak, dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang

tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran

kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi

cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara

progresif dan mengakibatkan hipoksia.

Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :

A. Edema karena peningkatan tekanan hidrostatik

1. Post obstruktif edem pulmonum

2. Edem pulmonum dengan emboli paru akut dan kronik

3. Edem pulmonum dengan penyakit oklusi vena

4. Bat wing edema

B. Edema permeabel dengan DAD ( kerusakan alveolar difus)

C. Edema permeabel tanpa DAD ( kerusakan alveolar difus)

D. Edema campuran

Pemeriksaan penunjang rontgen thorax diperlukan untuk menegakkan

diagnosis dari edema pulmunom. Penatalaksanaan pada pasien dengan edema

pulmonum yaitu perbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi.

Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui patogenesis, gambaran

klinis, gambaran radiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada edema

pulmonum.

27

Page 28: edema pulmonum

3.2 SARAN

Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan, karena itu

penulis mengharap saran yang membangun dari dosen pembimbing guna

perbaikan referat ini dan sehingga dapat memberikan wawasan dalam

pengembangan penyusunan referat selanjutnya.

28

Page 29: edema pulmonum

DAFTAR PUSTAKA

1. ESC. 2012. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and

Chronic Heart Failure 2012. European Heart Journal. 2012;33:1787-47.

2. Gluecker T, Capasso P, Schnyder P, Gudinchet F, Schaller M.D, Revelly

J.P, Chiolero R, Vock P, Wicky S. 1999. Clinical and Radiologic Features

of Pulmonary Edema. Journal of Scientific Exhibit. February 1999. Vol 19 :

1507-1531.

3. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi

11. Jakarta: EGC.

4. Harun S dan Sally N. Edem Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th

ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-3.

5. Putz, R dan Reinhard P. 2006. Sobotta. Ed 22. Alih bahasa Y. Joko Suyono.

EGC: Jakarta.

6. Sherwood, L. 2007. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:

EGC.

7. Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB

XXVI Ilmu Penyakit Dalam 2011. FK UNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-

9.

8. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA,

Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi

Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC.

Jakarta. 1995; 722-3.

9. Wilson LM. Fungsi Pernapasan Normal. Dalam: Price SA, Wilson LM.

Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa

Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. EGC. Jakarta. 1995;

645-48.

29