E09lqo

98
PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI ( STUDI KASUS BLOK RAJEGWESI SPTN I SARONGAN ) LAILATUL QOMARIAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

description

df

Transcript of E09lqo

  • PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

    ( STUDI KASUS BLOK RAJEGWESI SPTN I SARONGAN )

    LAILATUL QOMARIAH

    DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

    FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

    ( STUDI KASUS BLOK RAJEGWESI SPTN I SARONGAN )

    LAILATUL QOMARIAH E34104074

    Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kehutanan Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan

    DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

    FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • RINGKASAN

    Lailatul Qomariah. E34104074. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan). Di bawah bimbingan Tutut Sunarminto dan Eva Rachmawati. Taman Nasional Meru Betiri ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) Nomor: 277/Kpts-VI/1997 Tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha. Permasalahan yang dihadapi oleh TNMB berupa keberadaan perkebunan di dalam kawasan dan adanya buruh perkebunan dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah memberi peluang menjadi perambah/pelaku perusakan hutan (RKT TNMB 2008). Disisi lain TNMB kaya akan keanerakagaman hayati dan bentang alam yang bisa dijadikan daya tarik wisata, diantaranya Blok Rajegwesi yang menawarkan potensi daya tarik wisata alam maupun budaya karena Rajegwesi memiliki ciri khas dengan kehidupan masyarakat nelayannya. Tujuan utama penelitian adalah membuat suatu rancangan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Blok Rajegwesi. Untuk itu, penelitian ini memiliki beberapa tujuan antara, yaitu mengetahui (a) potensi sumberdaya ekowisata yang terdapat di Blok Rajegwesi, (b) karakteristik masyarakat Blok Rajegwesi, (c) persepsi, motivasi, partisipasi dan minat masyarakat terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat serta (d) minat, persepsi dan motivasi pengunjung terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat.

    Pengambilan data responden masyarakat dan pengunjung dilakukan dengan metode wawancara dan kuesioner yang kemudian datanya diolah dengan menggunakan sistem tabulasi. Selanjutnya, data hasil tabulasi dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Sementara itu, rencana pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Rajegwesi dirumuskan dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT.

    Sumberdaya ekowisata yang berada di Rajegwesi berupa Pantai Rajegwesi, Teluk Hijau, Teluk Damai, Stone Beach, Goa Jepang, dan habitat Rafflesia serta budaya masyarakatnya seperti kehidupan masyarakat nelayan, perayaan petik laut, dan petilasan Ki Ageng Wilis. Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Rajegwesi didasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu (1) potensi sumberdaya wisata yang terdapat di Rajegwesi, (2) persepsi dan motivasi masyarakat yang sangat mendukung sekali adanya pengembangan ekowisata di Rajegwesi, serta (3) minat pengunjung yang tinggi terhadap objek wisata alam di TNMB.

    Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang dapat dilakukan di Rajegwesi yaitu bentuk ekowisata edukatif dengan program kegiatan yang ditawarkan adalah Adventure at Rajegwesi dan Rajegwesi Beach Tour. Peran masyarakat dalam program kegiatan tersebut terlihat dengan adanya bentuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pembuatan keputusan, pelaksanaan dan pembagian keuntungan ekonomi. Proses pembagian keuntungan ekonomi dilakukan sesuai kesepakatan yang telah ditentukan antara masyarakat dengan pengelola.

    Kata Kunci: Rajegwesi, ekowisata, masyarakat.

  • ABSTRACT

    Lailatul Qomariah. E34104074. Community Based Ecotourism Development in Meru Betiri National Park (Case Study Rajegwesi Block SPTN I Sarongan). Under Supervision of Tutut Sunarminto and Eva Rachmawati.

    The area of Meru Betiri became national park based on Minister Forestry Decision about directing of Meru Betiri National Park No: 277/Kpts-VI/1997 on 23rd May 1997 with 58.000 Ha width. The problems faced by MBNP are the existence of plantation inside the area and the existence of plantation labour with very low income; which give them the opportunity to become invader / an agent of deforestation (RKT MBNP 2008). In the other side, MBNP have highly biodiversity richness and unique landscape that can be used as tourism object, like Block Rajegwesi that offers the potency of tourism attraction and culture also, because this area is unique in the way life of its fisherman society.

    The main objective of this research is to create the design of ecotourism development based on community in Rajegwesi. There for, this research has spesific objectives, those are to know (a) the potency of ecotourism sources in Rajegwesi, (b) characteristics of Rajegwesi society, (c) perception, motivation, participation, and enthusiasm of Rajegwesi society about ecotourism development base on community also (d) enthusiasm, perception and motivation of visitor in ecotourism development base on community.

    Data of responders society and visitors was collected by using interview and qutionnaire method. Then, data was processed and analyzed by using tabulation and descriptive analysis. Meanwhile, the planning of community based ecotourism development in Rajegwesi was formulated by using SWOT analyse approachment.

    Ecotourism sources in Rajegwesi are Rajegwesi Beach, Green Bay, Peace Bay, Stone Beach, Japan Cave, and Rafflesia habitat also the culture are the fishery life, Petik Laut celebration, and Ki Ageng Wilis cemmetery. Community based ecotourism development in Rajegwesi relied on 3 (three) matters, those are (1) the potency of tourism sources in Rajegwesi (2) perception and motivation of i society which is very support the ecotourism development in Rajegwesi, also (3) high visitor enthusiasme to object of ecotourism in MBNP.

    Community based ecotourism development which can be doing in Rajegwesi are education torism model based with activity program offered are Adventure at Rajegwesi dan Rajegwesi Beach Tour. The role of society in the activity program can be seen in model of participation where the society are involved in process of planning, decision making, implementation and sharing profit.). The process of profit sharing is conducted according to agreement which have been determined by among society with organizer.)

    Key words: Rajegwesi, ecotourism, community.

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini, saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Pengembangan Ekowisata

    Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok

    Rajegwesi SPTN I Sarongan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

    bimbingan komisi pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

    pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari

    karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis, telah disebutkan

    dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir laporan ini.

    Bogor, Februari 2009

    Lailatul Qomariah

    NRP. E34104074

  • Judul Skripsi : Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan)

    Nama : Lailatul Qomariah NRP : E34104074

    Menyetujui: Komisi Pembimbing

    Ketua, Anggota,

    Ir.Tutut Sunarminto, M.Si Eva Rachmawati, S.Hut NIP. 131 878 494 NIP. 132 312 032

    Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

    Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788

    Tanggal Lulus :

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

    telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 1 bulan terhitung Tanggal 3 Juli

    sampai 5 Agustus 2008. Lokasi pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah di

    Taman Nasional Meru Betiri, Kabupaten Banyuwangi.

    Penyusunan skrispsi ini merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh

    gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

    Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang disusun

    oleh penulis sebagai syarat wajib tersebut berjudul Pengembangan Ekowisata

    Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok

    Rajegwesi SPTN I Sarongan).

    Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan

    dan jauh dari sempurna. Akan tetapi, penulis berharap semoga skripsi ini tetap

    dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

    Bogor, Februari 2009

    Penulis

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dalam pelaksanaan penelitian skripsi, diantaranya:

    1. Orang tuaku tercinta (Mudjiono dan Noerhajani) dan adik-adikku tersayang

    (Ali Mukhtar dan Irmaniah) yang selalu memberikan semangat dan doa serta

    dukungan materi.

    2. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si dan Eva Rachmawati, S.Hut selaku dosen

    pembimbing yang telah memberikan nasehat, bantuan, bimbingan serta

    perhatian sehingga penulisan skripsi ini selesai tepat pada waktunya.

    3. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M. Sc selaku dosen pembimbing dan untuk kesabaran

    serta arahan bagi penulis selama pembuatan proposal penelitian sebelum

    digantikan oleh Eva Rachmawati, S.Hut.

    4. Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.ScF.Trop selaku wakil dosen penguji Departemen

    Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS selaku wakil dosen

    penguji Departemen Hasil Hutan untuk kesediaannya menjadi dosen penguji

    dan untuk kesabaran serta arahan bagi penulis.

    5. Ir. Herry Subagiadi, M.Sc selaku Kepala Balai TNMB beserta seluruh staff

    dan pegawai TNMB yang telah banyak membantu selama penulis

    melaksanakan penelitian di TNMB.

    6. RM. Wied Widodo, S.Hut selaku Ketua SPTN I Sarongan beserta seluruh staff

    kantor Sarongan (Pak Andik, Pak Didin, Pak Dzul, Pak Giyanto, Pak Saiful,

    Pak Slamet, Mas Ali, Mas Beni, Mas Jumadi, Mas Alfian dan lainnya yang

    tidak dapat penulis sebutkan satu per satu). Terima kasih kesediannya

    memberikan bimbingan dan arahan serta bantuannya selama penulis

    melaksanakan penelitian di SPTN I Sarongan.

    7. Seluruh mahasiswa KSH 41 yang pada umumnya telah banyak membantu dan

    menjadi teman dalam suka maupun duka, khususnya mahasiswa satu

    bimbingan (Heru Kurniawan, S.Hut dan Melincah U. Naibaho).

    8. Sahabat-sahabat terbaik yang mewarnai hidupku (Puteri, Dita, Afin, Ade,

    Linda, Kathy, Dede, Eko, Sulfan, Ucenk, Febi, Sefty, Diah, Melly). Terima

  • kasih untuk persahabatan, kepercayaan, dan pembelajaran penuh arti selama

    ini.

    9. Teman-temanku di kosan Pondok Iswara tercinta (Weni, Ratih, Enay, Rina,

    Nona, Ismi, Uci) yang selalu memberikan dorongan semangat serta doanya.

    10. Aaku Deni Ismanto yang selalu setia mendampingi baik dalam suka maupun

    duka dan selalu memberikan semangat serta doanya.

    11. Semua pihak yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi tetapi

    namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Bogor, Februari 2009

    Penulis

  • RIWAYAT HIDUP PENULIS

    Penulis dilahirkan di Surabaya pada Tanggal 24 November 1986 dari

    pasangan Mudjiono dan Noerhajani sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

    Pada Tahun 1992, penulis memulai pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 11

    Surabaya. Pada Tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 3

    Surabaya yang kemudian dilanjutkan dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi

    lagi di SMA Negeri 2 Surabaya pada Tahun 2001.

    Pada Tahun 2004 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Program

    Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa

    perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi kemahasiswaan di

    luar kampus seperti menjadi anggota HIMASURYA (Himpunan Mahasiswa

    Surabaya) dan pengurus di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi).

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, pada

    Tahun 2008 penulis melaksanakan penelitian mengenai Pengembangan

    Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus

    Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan. Penelitian yang dilaksanakan selama 1

    bulan tersebut dibimbing oleh Ir. Tutut Sunarminto, M.Si dan Eva Rachmawati,

    S.Hut.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

    I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1

    B. Tujuan ................................................................................................. 2

    C. Manfaat ............................................................................................... 3

    D. Batasan Konsep................................................................................... 3

    E. Kerangka Pemikiran........................................................................... . 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional.................................................................................... 6

    B. Ekowisata ............................................................................................. 7

    C. Ekowisata Berbasis Masyarakat........................................................... 9

    D. Pengembangan Ekowisata .................................................................... 10

    E. Penawaran dan Permintaan Pariwisata ................................................. 13

    F. Motivasi ............................................................................................... 14

    G. Minat .................................................................................................... 14

    H. Persepsi ................................................................................................ 14

    I. Masyarakat Lokal dan Partisipasinya................................................... 15

    J. Analisis SWOT.................................................... ................................ 19

    III. KONDISI UMUM LOKASI A. Sejarah .................................................................................................. 21

    B. Luas dan Letak Kawasan ..................................................................... 21

    C. Topografi .............................................................................................. 22

    D. Iklim ..................................................................................................... 22

    E. Tanah dan Geologi ............................................................................... 23

    F. Flora dan Fauna..................................................................................... 23

    G. Aksesibilitas.......................................................................................... 24

    H. Demografi Masyarakat Blok Rajegwesi............................................... 25

  • I. Zonasi TNMB....................................................................................... 27

    J. Kebijakan dan Peraturan Perundangan................................................. 30

    IV. METODE TUGAS AKHIR A. Waktu dan Lokasi ................................................................................ 32

    B. Alat ....................................................................................................... 33

    C. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 33

    D. Metode Penentuan Responden ............................................................. 34

    E. Analisis Data ........................................................................................ 36

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Sumberdaya Ekowisata di Rajegwesi ..................................... 38

    1. Bentang Alam ................................................................................ 38

    2. Keanekaragaman Hayati ................................................................ 40

    3. Budaya Masyarakat ........................................................................ 41

    B. Peta Penyebaran Potensi Sumberdaya Ekowisata di Rajegwesi.. 43

    C. Masyarakat ........................................................................................... 44

    1. Persepsi Masyarakat ....................................................................... 44

    2. Partisipasi Masyarakat ................................................................... 46

    3. Motivasi Masyarakat....................................................................... 47

    4. Minat Masyarakat............................................................................ 47

    D. Pengunjung ........................................................................................... 48

    1. Karakteristik ................................................................................... 49

    2. Motivasi dan Minat Pengunjung .................................................... 51

    3. Persepsi Pengunjung ...................................................................... 51

    E. Kapasitas Masyarakat Untuk Terlibat dalam Pengembangan

    Ekowisata.............................................................................................. 52

    F. Analisis dan Strategi Pengembangan dengan Analisis SWOT ............ 53

    G. Konsep Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Rajegwesi 61

    H. Program Kegiatan Ekowisata di Rajegwesi.................................... ..... 62

    I. Peran Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

    Berbasis Masyarakat di Rajegwesi..................................................... 64

    KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 67

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Matriks SWOT .................................................................................. 20

    Tabel 2. Macam-Macam Alat untuk Penelitian .............................................. 32

    Tabel 3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Tugas Akhir ........................... 34

    Tabel 4. Data Titik-Titik Koordinat Potensi Sumberdaya Ekowisata............. 43

    Tabel 5. Persepsi Masyarakat terhadap Kawasan........................................... 45

    Tabel 6. Bentuk Partisipasi Masyarakat.......................................................... 46

    Tabel 7. Motivasi Masyarakat ......................................................................... 47

    Tabel 8. Minat Masyarakat.............................................................................. 48

    Tabel 9. Data Jumlah Pengunjung Tahun 2003-2007 ..................................... 48

    Tabel 10.Jumlah Pengunjung Berdasarkan Asal............................................ .. 49

    Tabel 11. Jumlah Pengunjung Berdasarkan Umur........................................... 49

    Tabel 12. Jumlah Pengunjung Berdasarkan Pendidikan.................................. 50

    Tabel 13. Jumlah Pengunjung Berdasarkan Pekerjaan..................................... 51

    Tabel 14. Motivasi dan Minat Pengunjung.. 51

    Tabel 15. IFAS (Internal Factor Analysis Summary)........................................ 54

    Tabel 16. EFAS (External Factors Analysis Summary). 54

    Tabel 17. Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata

    Berbasis Masyarakat di Rajegwesi 56

    Tabel 18.Bentuk Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Rajegwesi 62

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 5

    Gambar 2. Contoh Kegiatan Pengembangan Ekowisata di KTD-Sebangau ... 11

    Gambar 3. Struktur Masyarakat Menurut Mata Pencaharian .......................... 26

    Gambar 4. Struktur Masyarakat Menurut Tingkat Pendidikan ........................ 26

    Gambar 5. Peta Zonasi di TNMB .................................................................... 29

    Gambar 6. Peta Wilayah Kerja di TNMB........................................................ 32

    Gambar 7. Pantai Rajegwesi ............................................................................ 38

    Gambar 8. Teluk Hijau dan Teluk Damai ........................................................ 39

    Gambar 9. Stone Beach .................................................................................. 39

    Gambar 10. Goa Jepang ................................................................................... 40

    Gambar 11. Rafflesia....................................................................................... . 41

    Gambar 12. Kegiatan Nelayan Setelah Pulang Melaut .................................... 42

    Gambar 13. Petilasan Ki Ageng Wilis ............................................................. 43

    Gambar 14. Peta Potensi Sumberdaya Ekowisata di Rajegwesi.. 44

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Matriks Analisis SWOT .............................................................. 73

    Lampiran 2. Kuesioner Masyarakat................................................................. 74

    Lampiran 3. Kuesioner Pengunjung.................................................................. 77

    Lampiran 4. Data Monografi Rajegwesi Tahun 2008.. 81

  • LAMPIRAN

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung

    yang kemudian berubah menjadi Suaka Margasatwa berdasarkan Surat Keputusan

    Menteri Pertanian Nomor: 276/Kpts./Um/6/1972 Tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan

    utama perlindungan terhadap jenis Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Pada

    perkembangan berikutnya status Meru Betiri berubah menjadi Taman Nasional

    berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan Taman

    Nasional Meru Betiri (TNMB) Nomor: 277/Kpts-VI/1997 Tanggal 23 Mei 1997

    seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu, Kabupaten Jember

    seluas 37.585 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha.

    TNMB menghadapi beberapa permasalahan yang dapat mengganggu

    keutuhan dan kelestarian kawasan berupa keberadaan perkebunan di dalam kawasan

    TNMB karena orientasi perusahaan yang dominan mengarah kepada profit

    (keuntungan) tanpa mempertimbangkan aspek ekologis kawasan serta adanya buruh

    perkebunan dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah memberi peluang menjadi

    perambah/pelaku perusakan hutan (RKT TNMB 2008). Aktivitas masyarakat sekitar

    kawasan dalam memanfaatkan sumber daya alam di kawasan TNMB juga cenderung

    mengarah pada tindakan merusak dan mengancam keberadaan kawasan TNMB sulit

    dicegah dan dikendalikan, serta cenderung mengalami peningkatan baik kuantitas

    maupun kualitasnya. Contoh dari beberapa kasus pelanggaran hutan yang melibatkan

    masyarakat antara lain kasus pencurian kayu balok yang terjadi di STPN I Sarongan

    pada tahun 2007 sebanyak 236 batang, pencurian bambu sebanyak 500 batang, dan

    perambahan kawasan seluas 150 ha (Buku Statistik Balai TNMB 2007).

    TNMB yang terletak di pantai selatan Jawa Timur merupakan salah satu

    kawasan pelestarian alam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan keindahan

    alam yang menjadi daya tarik wisata. Potensi alam yang dikembangkan menjadi

    obyek wisata di TNMB terdapat di dua lokasi (resort) yaitu Bandealit dan Sukamade.

    Obyek wisata yang menyajikan keindahan panorama alam di dua lokasi tersebut

    1

  • 2

    meliputi Pantai Rajegwesi, Pantai Sukamade, Teluk Hijau, Pantai Permisan, Teluk

    Meru dan Teluk Bandealit.

    Mackinnon (1990) menjelaskan bahwa keberhasilan pengelolaan banyak

    bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan

    yang dilindungi oleh masyarakat disekitarnya. Sejalan dengan hal itu, untuk

    mengurangi tekanan terhadap hutan oleh masyarakat, maka masyarakat lokal dapat

    diberdayakan dalam kegiatan ekowisata yang berbasis masyarakat mengingat begitu

    banyak pula potensi sumberdaya alam di TNMB yang berpotensi menjadi daya tarik

    wisata. Selain dapat meningkatkan kualitas kehidupan dalam masyarakat lokal,

    ekowisata ini juga memberikan keuntungan di bidang ekonomi bagi taman nasional.

    Adanya hubungan yang bersifat ekonomi antara masyarakat sekitar Rajegwesi dengan

    kawasan TNMB yaitu adanya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya yang

    berada di kawasan TNMB untuk itulah penelitian pengembangan ekowisata berbasis

    masyarakat dilakukan di Resort Rajegwesi.

    B. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah untuk membuat suatu rancangan

    pengembangan ekowisata di TNMB, khususnya di Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan,

    dengan melibatkan peran masyarakat lokal. Untuk itu, penelitian ini memiliki

    beberapa tujuan antara, yaitu:

    a. Mengetahui potensi sumberdaya ekowisata yang terdapat di Blok Rajegwesi

    SPTN I Sarongan, meliputi bentang alam (topografi), keanekaragaman hayati

    (keunikan/kekhasan flora dan fauna) dan adat istiadat/budaya masyarakat

    Rajegwesi sebagai daya tarik wisata,

    b. Mengetahui karakteristik masyarakat Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan

    meliputi potensi sumber daya manusianya (mata pencaharian, tingkat

    pendidikan, dsb),

    c. Mengetahui persepsi, motivasi, partisipasi dan minat masyarakat Blok

    Rajegwesi terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat, dan

  • 3

    d. Mengetahui minat, persepsi dan motivasi pengunjung terhadap pengembangan

    ekowisata berbasis masyarakat.

    C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak

    pengelola untuk dijadikan acuan sebagai proses dalam pengembangan ekowisata di

    TNMB khususnya di Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan. Selain itu juga diharapkan

    dapat memberikan manfaat agar terjadi suatu peningkatan bagi kesejahteraan seluruh

    komponen masyarakat dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam setiap

    penyelenggaraan ekowisata di TNMB.

    D. Batasan Konsep a. Ekowisata: Memiliki pengertian yang sama dengan ekoturisme atau wisata

    ekologi, yang berarti wisatawan menikmati keanekaragaman hayati dengan

    tanpa melakukan aktifitas yang menyebabkan perubahan pada alam, atau

    hanya sebatas mengagumi, meneliti dan menikmati serta berinteraksi dengan

    masyarakat lokal dan obyek wisata tersebut.

    b. Ekowisata berbasis masyarakat: Ekowisata dapat menciptakan nilai

    ekonomi untuk kawasan konservasi seperti taman nasional. Wisatawan

    mengunjungi kawasan taman nasional untuk memahami dan menghargai

    nilai-nilai dimana taman nasional tersebut didirikan dan wisatawan

    mendapatkan keuntungan berupa pengetahuan dan pengalaman pribadi.

    Adanya kunjungan dari wisatawan ke kawasan taman nasional tentu saja

    memberikan keuntungan secara finansial bagi taman nasional yang dapat

    dimanfaatkan taman nasional untuk biaya operasional.

    Berbasis masyarakat berarti haruslah ada peranan dari masyarakat dalam

    setiap kegiatan ekowisata dan masyarakat haruslah memperoleh manfaat dari

    pengusahaan ekowisata, ada kendali atas pengembangan ekowisata dalam

    rangka mengurangi dampak negatif terhadap kawasan, budaya dan kehidupan

    sosial mereka serta terlibat dalam pengelolaan aktifitas ekowisata.

  • 4

    E. Kerangka Pemikiran Masyarakat Ekowisata (The Ecotourism Society, 1991 dalam Wood, 1996

    dalam Lash, 1997) mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang

    bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata dalam definisi ini dapat dilihat dari tiga

    perspektif, yakni sebagai: (1) produk, merupakan semua atraksi yang berbasis pada

    sumberdaya alam. (2) pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya

    pelestarian lingkungan dan (3) pendekatan pengembangan, merupakan metode

    pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan

    (Damanik, 2006).

    TNMB yang terletak di pantai selatan Jawa Timur merupakan salah satu

    kawasan pelestarian alam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan keindahan

    alam yang menjadi daya tarik wisata. Salah satu obyek wisata di TNMB yang

    berpotensi untuk dilakukan pengembangan ekowisata terdapat di Resort Rajegwesi

    dengan pantainya yang menjadi daya tarik wisata. Rajegwesi berlokasi di desa

    Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.

    Data yang tercatat di Sarongan sampai Agustus 2007, pemukim Blok

    Rajegwesi setiap tahunnya bertambah 8 kepala keluarga. Pertumbuhan pemukim

    dusun Rajegwesi setiap tahunnya terus bertambah, apabila dibiarkan berlarut-larut

    kemungkinan akan berubah menjadi perkampungan besar dan akan mengancam

    keberadaan serta keutuhan kawasan TNMB. Untuk mengatasinya perlu dilakukan

    sesegera mungkin upaya pengelolaan pemukim Blok Rajegwesi dengan menata

    mereka sehingga menjadi satu kesatuan dalam pengelolaan kawasan TNMB.

    Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan adanya enclave di Rajegwesi

    adalah adanya pengembangan ekowisata yang berbasis masyarakat, yaitu dengan

    melibatkan peran masyarakat Rajegwesi keseluruhannya dalam pengelolaannya.

    Harapan ke depan dengan adanya pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di

    Blok Rajegwesi dapat memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak yaitu

  • pihak TN dan masyarakat Rejegwesi itu sendiri. Adapun dampak positif tersebut

    adalah:

    a. Tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat

    b. Terciptanya sumber pendapatan masyarakat yang beraneka ragam.

    c. Tertatanya pemukim Rajegwesi dengan rapih

    d. Terkendalinya ketergantungan masyarakat terhadap potensi sumber daya alam

    yang berada di kawasan TNMB.

    Motivasi dan persepsi pengunjung dapat menentukan keinginan dari

    pengunjung untuk melakukan jenis wisata apa yang diiinginkan karena dapat

    memberikan pengalaman berharga dan membuat pengunjung memiliki apresiasi

    terhadap lingkungan. Masyarakat sebagai bagian dari kawasan memiliki peranan

    penting dalam partisipasi dan interaksi terhadap kegiatan wisata sehingga manfaat

    dari pelaksanaan kegiatan wisata dapat dirasakan oleh masyarakat

    Kerangka penelitian yang secara garis besar menggambarkan keseluruhan kegiatan

    penelitian yang dilakukan, disajikan pada Gambar 1.

    Manajemen Sumberdaya wisata Masyarakat

    Bentang alam Keunikan flora dan fauna

    Karakte- ristik

    Kebuda- yaan

    Motivasi Persepsi

    Minat Ekowisata

    Pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat

    Wisatawan

    Taman Nasional Meru Betiri

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

    5

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Taman Nasional

    PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

    Pelestarian Alam menjelaskan bahwa Kawasan Taman Nasional adalah kawasan

    pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

    yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

    menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Suatu kawasan ditunjuk sebagai

    kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut

    1) kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

    kelangsungan proses ekologis secara alami;

    2) memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan

    maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;

    3) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

    4) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai

    pariwisata alam; dan

    5) merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan,

    zona rimba, dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi

    kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka

    mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,

    dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

    Sesuai dengan batasan UU No. 5 Tahun 1990 bahwa taman nasional

    dikelola dengan sistem zonasi, maka pemanfaatan potensi sumberdaya alam

    hayati dan ekosistemnya di taman nasional dilakukan berdasarkan penataan

    zonasi.

    Pemanfaatan Taman Nasional untuk tujuan ilmu pengetahuan dan

    penelitian dilakukan pada seluruh zona dengan izin Kepala Balai Taman Nasional.

    Untuk tujuan pendidikan dilakukan pada zona rimba, zona pemanfaatan wisata

    dan zona pemanfaatan lainnya. Sedangkan untuk tujuan pariwisata alam dilakukan

    pada zona pemanfaatan intensif, dan secara terbatas pada zona rimba. Guna

    mendukung kepentingan pemanfaatan oleh masyarakat setempat akan hasil hutan

    non kayu dikembangkan adanya zona pemanfaatan tradisional dan zona

    pemanfaatan khusus (Riyanto, 2005).

    6

  • 7

    Taman Nasional merupakan salah satu kawasan konservasi yang

    mengandung aspek pelestarian dan aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat

    dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat khusus. Kedua bentuk

    pariwisata tersebut yaitu ekowisata dan minat khusus, sangat prospektif dalam

    penyelematan ekosistem hutan. Pengembangan kawasan yang demikian ini yang

    menguntungkan bagi kelestarian hutan (Fandeli, 2005).

    B. Ekowisata

    Masyarakat Ekowisata Internasional (The Ecotourism Society) (1991)

    mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab

    dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the

    environment and improves the well-being of local people) (Epler Wood, 1996

    dalam Lash, 1997). Dari definisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif,

    yakni sebagai (1) produk, (2) pasar, dan (3) pendekatan pengembangan. Sebagai

    produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya

    alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada

    upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan

    pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan

    sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Di sini kegiatan wisata yang

    bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian

    lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang

    berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku

    wisata lain (tour operatour) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan

    tanggungjawab tersebut (Damanik, 2006).

    TIES (2000) dalam Damanik (2006), beberapa prinsip ekowisata yang

    dapat diidentifikasi dari beberapa definisi ekowisata di atas, yakni sebagai berikut

    1) mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan

    dan budaya lokal akibat kegiatan ekowisata;

    2) membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di

    destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku

    wisatawan lainnya;

  • 8

    3) menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun

    masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama

    dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW;

    4) memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi

    melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan;

    5) memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal

    dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal;

    6) meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di

    daerah tujuan wisata; dan

    7) menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan

    kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati aktraksi

    wisata sebagai wujud hak asazi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan

    disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

    The Ecotourism Society (dalam Fandeli 2002:115-116) terdapat delapan prinsip

    yang bila dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan ecological

    friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan

    1) mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam

    dan budaya yang disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya

    setempat;

    2) pendidikan konservasi lingkungan, mendidik wisatawan dan masyarakat

    setempat akan pentingnya arti konservasi;

    3) pendapatan langsung untuk kawasan, mengatur agar kawasan yang digunakan

    untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat

    menerima langsung penghasilan atau pendapatan;

    4) partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pengawasan;

    5) keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat;

    6) menjaga keharmonisan dengan alam;

    7) pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung lebih rendah

    dengan daya dukung kawasan buatan; dan

    8) peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara.

    Semua pengertian di atas, mengarah kepada pemahaman terhadap aktifitas

    berwisata atau mengunjungi kawasan alam dengan niat obyektif untuk melihat,

  • 9

    mempelajari, mengagumi keindahan alam, flora, fauna termasuk aspek-aspek

    budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang mungkin terdapat di kawasan

    tersebut.

    C. Ekowisata Berbasis Masyarakat

    Ekowisata berbasis masyarakat mengambil dimensi sosial ekowisata

    adalah suatu langkah lebih lanjut dengan mengembangkan bentuk ekowisata

    dimana masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh, dan keterlibatan di

    dalamnya baik itu di manajemen dan pengembangannya, dan proporsi yang utama

    menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat (WWF International, 2001).

    Ekowisata berbasis masyarakat dapat membantu memelihara penggunaan

    sumberdaya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Lebih dari itu,

    memelihara kedua-duanya adalah tanggung jawab kolektif dan inisiatif individu di

    dalam masyarakat tersebut. Selagi definisi dan penggunaan dari bentuk

    terminologi CBT dan ekowisata berbasis masyarakat bisa berubah-ubah dari satu

    negeri atau daerah [bagi/kepada] yang lain, tidaklah menjadi masalah yang berarti

    tentang sebuah nana, tetapi hanyalah prinsip sosial dan tanggung jawab

    lingkungan disetiap tindakan (The International Ecotourism Society, 2006)

    WWF (World Wide Fund for Nature) Guidelines for Community-Based

    Ecotourism Development (2001) menyebutkan syarat-syarat untuk memutuskan

    pengembangan bisnis ekowisata sebagai berikut

    a. kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan

    investasi yang aman;

    b. perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan

    dari wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas lokal;

    c. tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada dalam komunitas lokal;

    d. keamanan pengunjung terjamin;

    e. resiko kesehatan yang relative rendah, akses yang cukup mudah ke pelayanan

    medis dan persediaan air bersih yang cukup; dan

    f. tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut.

    Adapun syarat-syarat dasar untuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat

    seperti tercantum dalam buku tersebut adalah

  • 10

    a. lanskap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para pengunjung khusus

    atau bagi pengunjung yang lebih umum;

    b. ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah pengunjung

    tertentu tanpa menimbulkan kerusakan;

    c. komunitas lokal yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko

    dan perubahan yang akan terjadi, serta memiliki ketertarikan untuk menerima

    kedatangan pengunjung;

    d. adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang

    efektif;

    e. tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bisa dihindari atau dicegah

    terhadap budaya dan tradisi lokal;

    f. penaksiran pasar awal menunjukkan adanya permintaan yang potensial untuk

    ekowisata, dan terdapat cara yang efektif untuk mengakses pasar tersebut.

    Selain itu juga harus diketahui bahwa pasar potensial tersebut tidak terlalu

    banyak menerima penawaran ekowisata.

    Sesuai dengan yang tercantum dalam Guidelines for Community-Based

    Ecotourism Development (2001) aspek dari komunitas untuk terlibat dalam

    pengembangan ekowisata, adalah

    a. kemampuan menjadi tuan rumah penginapan

    b. keterampilan dasar bahasa inggris

    c. keterampilan komputer

    d. keterampilan pengelolaan keuangan

    e. keterampilan pemasaran

    f. keterbukaan terhadap pengunjung

    D. Pengembangan Ekowisata

    Pengembangan ekowisata di suatu kawasan erat kaitannya dengan

    pengembangan obyek dan daya tarik wisata alamnya (ODTWA). Menurut

    Departemen Kehutanan (2007) keseluruhan potensi ODTWA merupakan sumber

    daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan

    dan pelestarian lingkungan. Lebih rinci Departemen Kehutanan (2007)

    menjelaskan pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan

  • produktifitas sumber daya hutan dalam konteks pembangunan interaksi berbagai

    kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek

    masyarakat, dan pihak swasta di dalamnya. Contoh kegiatan pengembangan

    ekowisata di suatau kawasan dapat dilihat pada Gambar 2

    .

    Gambar 2. Contoh kegiatan pengembangan ekowisata di KTD-Sebangau

    Suprana (1997), dalam pengembangan pariwisata alam di kawasan

    pelestarian alam memiliki strategi pengembangan dan program pengembangan

    Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) di kawasan hutan, antara lain

    1. Strategi pengembangan ODTW

    Pengembangan potensi ODTW untuk menunjang tujuan pembangunan

    khususnya pengembangan pariwisata mencakup aspek-aspek perencanaan

    pembangunan, kelembagaan, sarana prasarana dan infrastruktur, pengusahaan

    pariwisata alam, promosi dan pemasaran, pengelolaan kawasan, sosial budaya dan

    sosial ekonomi, penelitian pengembangan, dan pendanaan.

    2. Program pengembangan ODTW

    Pembangunan ODTW khususnya pengembangan ODTW dapat diwujudkan

    dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan: (a) Inventarisasi potensi, pengembangan

    dan pemetaan ODTW, (b) Evaluasi dan penyempurnaan kelembagaan pengelola

    ODTW, (c) Pengembangan dan pemantapan sistem pengelolaan ODTW, (d)

    Pengembangan sistem perencanaan, (e) Penelitian dan pengembangan manfaat, (f)

    Pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur, (g) Perencanaan dan penataan,

    (h) Pengembangan pengusahaan pariwisata alam dan (i) Pengembangan sumber

    daya manusia.

    Adanya pengembangan wisata di suatu tempat akan memberikan berbagai

    keuntungan baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Mackinnon et al

    (1990) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata di dalam dan disekitar

    kawasan yang dilindungi merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan

    11

  • 12

    keuntungan ekonomi kawasan terpencil, dengan cara menyediakan kesempatan

    kerja masyarakat setempat, merangsang pasar setempat, memperbaiki sarana

    angkutan, dan komunikasi. Muntasib et al. (2004) menyatakan beberapa prinsip

    dasar pengembangan ekowisata, yaitu

    1) berhubungan/kontak langsung dengan alam (Touch with nature);

    2) bengalaman yang bermanfaat secara pribadi dan sosial;

    3) bukan wisata massal;

    4) program-programnya membuat tantangan fisik dan mental bagi wisatawan;

    5) interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat;

    6) adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan; dan

    7) pengalaman lebih utama dibanding kenyamanan.

    Usman (1999) mengemukakan bahwa pengembangan ekowisata

    Indonesia, hal yang penting dan perlu diperhatikan adalah keikutsertaan

    masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwisataan. Konsep

    pengembangan wisata dengan melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta

    masyarakat (community based ecotourism), pada dasarnya adalah memberikan

    kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi

    obyek dan daya tarik wisata untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan.

    Peran Pemerintah Kabupaten Jember dan Banyuwangi dalam membantu

    pengelolaan kawasan ekowisata di Taman Nasional Meru Betiri sangat penting.

    Beberapa kebijakan Pemerintah Daerah khususnya PEMDA Jember telah

    dituangkan dalam Peraturan Daerah. Seperti misalnya, Peraturan Daerah

    Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2002 tentang pengawasan dan pengendalian

    pengelolaan hutan. Dalam konsideran menimbang huruf b Peraturan Daerah

    Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2002 tersirat adanya pengakuan dari

    Pemerintah Daerah Kabupaten Jember bahwa hutan saat ini telah mengalami

    penurunan kualitas.

    Kebijakan PEMDA Banyuwangi dalam kaitannya dengan kebijakan

    perlindungan kawasan hutan dan pengelolaan kawasan ekowisata termasuk taman

    nasional hingga saat ini adalah nol karena belum ada produk hukum yang

    diterbitkan PEMDA Kabupaten Banyuwangi maupun Keputusan Bupati

    Banyuwangi (Riyanto, 2005).

  • 13

    E. Penawaran dan Permintaan Pariwisata (Supply and Demand)

    Recreation demand atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

    permintaan rekreasi menurut Avenzora (2003) adalah tentang: (1) siapa yang

    meminta; (2) apa dan berapa banyak yang diminta, dan (3) kapan diminta.

    Sedangkan recreation supply atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

    penawaran rekreasi dapat dipahami melalui pengertian tentang : (1) apa dan

    berapa banyak yang dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan, dan (3) kepada

    siapa dapat diberikan.

    Penawaran pariwisata yang berupa produk kepariwisataan terdiri atas tiga

    komponen yaitu atraksi wisata, jasa wisata dan angkutan wisata (Soekadijo,

    2000). Suatu daerah dapat dijadikan tempat tujuan wisata kalau kondisinya

    mendukung sehingga ada yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata.

    Segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata disebut sebagai

    modal atau sumberdaya kepariwisataan. Sumberdaya yang dapat menarik

    kedatangan wisatawan ada tiga yaitu alam, kebudayaan, dan manusia itu sendiri.

    Menurut Avenzora (2003), sumberdaya wisata dapat didefinisikan sebagai

    suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu yang mengandung elemen-

    elemen ruang tertentu yang dapat : (1) menarik minat orang untuk berekreasi, (2)

    menampung kegiatan rekreasi, dan (3) memberikan kepuasan orang berekrasi.

    Sumberdaya wisata juga identik dengan istilah ruang atau space. Space

    merupakan suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu yang memiliki daya

    tarik tertentu berupa air, udara, tanah dan sebagainya yang mampu menarik orang

    untuk berekreasi atau berwisata dan menampung orang untuk melakukan kegiatan

    wisata. Sudarto (1999) menyatakan unsur paling penting yang menjadi daya tarik

    dari sebuah daerah tujuan wisata adalah:

    1) kondisi alam, contoh hutan hujan tropis dan terumbu karang;

    2) kondisi flora dan fauna yang unik, langka & endemik, seperti rafflesia, badak

    jawa, komodo, orang utan;

    3) kondisi fenomena alam seperti gunung Krakatau dan danau Kelimutu; dan

    4) kondisi adat & budaya, seperti Baduy, Toraja, Bali dan Sumba.

  • 14

    F. Motivasi

    Setiap tindakan manusia digerakkan dan dilatarbelakangi oleh motif

    tertentu. Tanpa motivasi orang tidak akan berbuat apa-apa. Motivasi adalah suatu

    bentuk dorongan minat dan hati yang menjadi penggerak utama seseorang,

    sesebuah keluarga atau organisasi untuk mencapai apa yang diinginkan (Suhaidin,

    2008).

    Motif didefinisikan sebagai suatu alasan/dorongan yang menyebabkan

    seseorang berbuat sesuatu/melakukan tindakan/bersikap tertentu. Suatu motif

    umumnya terdapat dua unsur pokok yaitu unsur dorongan/kebutuhan dan unsur

    tujuan. Proses timbal balik antara kedua unsur tersebut terjadi dalam diri manusia,

    namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal di luar dari manusia, misalnya keadaan

    cuaca, kondisi lingkungan dan sebagianya. Oleh karena itu dapat saja terjadi

    perubahan motivasi dalam waktu relatif singkat, jika ternyata motivasi yang

    pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin terpenuhi (Handoko, 1992)

    dalam (Naibaho, 2002).

    G. Minat

    Minat mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang

    dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan

    dalam diri seseorang. Minat dan motivasi memiliki hubungan dengan segi kognisi,

    namun minat lebih dekat pada perilaku (Abadi, 2006).

    H. Persepsi

    Persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap obyek

    tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasi pengamatan.

    Selanjutnya persepsi ditentukan oleh dua faktor dalam diri individu (faktor

    internal) dan faktor luar individu (faktor eksternal). Faktor internal meliputi

    kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis

    kelamin. Faktor eksternal meliputi pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan

    perbedaan latar belakang sosial budaya. Pandangan atau penilaian ini dipengaruhi

    oleh pengalaman, kebiasaan, dan kebutuhan (Kayam, 1985) dalam (Entebe,

    2002).

  • 15

    I. Masyarakat Lokal dan Partisipasinya

    Partisipasi menurut Ndraha (1987) meliputi tiga hal yaitu partisipasi dalam

    memikul beban pembangunan (beban fisik dan non fisik), partisipasi dalam

    pertanggungjawaban atas pelaksanaan pembangunan dan partisipasi dalam

    menerima kembali hasil pembangunan. Ife (2005) mengemukakan beberapa

    keadaan atau kondisi seseorang akan berpartisipasi yaitu

    1) jika kegiatan tersebut penting bagi mereka;

    2) mereka merasa bahwa tindakan mereka akan membuat suatu perubahan;

    3) diakui dan dihargai adanya perbedaan-perbedaan partisipasi; dan

    4) kemungkinan mereka untuk berpartisipasi

    Anonim (2003) dalam Abikusno (2005) menyatakan bahwa prinsip

    partisipasi masyarakat adalah dilibatkannya masyarakat setempat secara optimal

    melalui musyawarah dan mufakat dalam kegiatan perencanaan dan

    pengembangan. Adapun kriteria yang dimaksudkan dalam kegiatan pelibatan

    masyarakat tersebut antara lain adalah

    (1) melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses

    perencanaan dan pengembangan ekowisata;

    (2) membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk

    mendapatkan keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata;

    (3) membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk

    melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang

    ditimbulkan;

    (4) meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang

    berkaitan dan menunjang pengembangan wisata;

    (5) mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat kebocoran

    pendapatan (leakage) serendah-rendahnya;

    (6) meningkatkan pendapatan masyarakat.

    Jain (2000) ada tujuh macam tipe partisipasi yang ada pada masyarakat,

    antara lain

    1) partisipasi pasif, tipe partisipasi yang tidak memperhitungkan tanggapan

    partisipan dalam pertimbangan dan hasilnya telah terlebih dahulu ditetapkan.

    Informasi hanya dibagikan pada external institusi;

  • 16

    2) partisipasi dalam pemberian informasi, orang memberikan jawaban atas

    pertanyaan dimana mereka tidak punya kesempatan untuk mempengaruhi

    dalam konteks wawancara dan seringkali hal baru tidak dibagikan;

    3) partisipasi dalam bentuk konsultasi, orang dikonsultankan dan pendapat

    mereka termasuk ke dalam hitungan tetapi mereka tidak termasuk dalam

    pembuatan keputusan;

    4) partisipasi aktif, meliputi orang yang memberikan dorongan dalam materi

    dan dorongan langsung untuk pelayanan yang disediakan. Dalam beberapa

    contoh kasus, tidak adanya peraturan yang dimasukkan sekalipun dorongan

    tersebut telah berakhir;

    5) partisipasi fungsional, partisipasi terjadi dengan pembentukan dalam grup

    dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti partisipasi pada

    umumnya terjadi hanya setelah keputusan utama telah diambil;

    6) partisipasi interaktif, orang berperan aktif dalam menghasilkan informasi

    dan analisis berikutnya yang mengarah kepada rencana aksi dan

    implementasinya. Hal itu melibatkan metodologi yang berbeda dalam mencari

    bermacam-macam perspektif lokal. Dengan demikian melibatkan orang

    dalam pembuatan keputusan mengenai penggunaan dan kualitas informasi;

    dan

    7) pergerakan pribadi, tipe partisipasi yang bebas dari campur tangan pihak

    luar. Orang berpartisipasi dan mengambil inisiatif untuk mengganti sistem.

    Mereka mengembangkan kontak untuk masukan dari luar tetapi tetap

    menguasai kontrol atas sumberdaya.

    Beberapa contoh bentuk partisipasi dalam wisata berbasis masyarakat (Jain, 2000)

    1) partisipasi dalam perencanaan, partisipan memainkan peranan penting

    dalam menyampaikan informasi, analisisnya dan pemanfaatan berikutnya

    yakni dalam proses pembelajaran dan perencanaan. Aspek penting untuk

    masyarakat berdasarkan kepariwisataan adalah partisipasi dalam menilai

    pilihan dan ekonominya serta kemungkinan konservasinya;

    2) partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan prosesnya, wisata berbasis

    masyarakat memerlukan pelaksanaan struktur dan penyusunan untuk

    menjalankan aktifitas. Partisipan memegang peranan penting untuk

  • 17

    melaksanakan aktifitas, menyusun institusi dan dalam operasi

    perusahaan; dan

    3) partisipasi dalam pembuatan keputusan dan manajemen, partisipan

    memainkan peran penting dalam pilihan, desain dan manajemen wisata

    berbasis masyarakat, termasuk perusahaan wisata, aktifitas konservasi,

    monitoring serta evaluasi; dan

    4) partisipasi dalam pembagian keuntungan ekonomi, dalam hal ini

    perbedaan yang dibuat mengenai tingkatan dalam pengambilan keputusan

    dalam pemilihan aktifitas ekonomi yang menghasilkan keuntungan. Perbedaan

    awal antara tipe ini dan perbuatan awal...kepemilikan, bahwa partisipan

    hanya mempunyai sedikit atau tidak dikatakan dalam aktifitas pilihan.

    Pelaksanaan ekowisata harus melibatkan masyarakat mulai dari tahap

    perencanaan, pengelolaan dan pemantauan karena masyarakat lokal, terutama

    penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain

    kunci dalam pariwisata. Dengan demikian, kegiatan wisata alam diharapkan

    mampu mengupayakan keuntungan finansial sekaligus sebagai alternatif

    peningkatan taraf hidup masyarakat

    Masyarakat harus diperlakukan sebagai subyek pembangunan karena

    sesungguhnya merekalah yang akan meyediakan sebagian besar atraksi sekaligus

    menentukan kualitas produk wisata. Selain itu masyarakat lokal merupakan

    pemilik langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus dikonsumsi

    wisatawan. Air, tanah, hutan, dan lanskap yang merupakan sumberdaya pariwisata

    yang dikonsumsi oleh wisatawan dan pelaku wisatawan lainnya berada di tangan

    mereka. Kesenian yang menjadi salah satu daya tarik wisata juga hampir

    sepenuhnya milik mereka. Oleh sebab itu perubahan-perubahan yang terjadi di

    kawasan wisata akan bersentuhan langsung dengan kepentingan mereka.

    Tidak jarang, masyarakat lokal sudah terlebih dahulu terlibat dalam

    pengelolaan aktivitas pariwisata sebelum ada kegiatan pengembangan dan

    perencanaan. Oleh sebab itu peran mereka terutama tampak dalam bentuk

    penyediaan akomodasi dan jasa guiding dan penyediaan tenaga kerja. Selain itu

    masyarakat lokal biasanya juga mempunyai tradisi dan kearifan lokal dalam

    pemeliharaan sumberdaya pariwisata yang tidak dimiliki oleh pelaku pariwisata

  • 18

    lainnya (Damanik, 2006). Sedangkan menurut Rahardjo (2005) selain yang

    disebutkan oleh Damanik, bentuk keterlibatan yang dapat dilakukan oleh

    masyarakat lokal antara lain

    1) membentuk joint venture dengan tour operator dimana masyarakat

    menyediakan lebih banyak service sedangkan pihak swasta hanya fokus pada

    promosi dan pemasaran;

    2) menyediakan layanan kepada tour operator;

    3) menyewakan lahan kepada pihak tour operator. Dalam hal ini masyarakat

    masih memungkinkan untuk melakukan monitoring atas dampak dari aktifitas

    wisata;

    4) mengembangkan program sendiri secara mandiri; dan

    5) bekerja sebagai staf tour operator baik full time atau part time

    Masyarakat sekitar kawasan taman nasional sebagai bagian integral dari

    kawasan taman nasional dapat berperan serta baik secara langsung maupun tak

    langsung. Masyarakat lokal tidak hanya sebagai host communities dalam

    kegiatan ekowisata, tetapi sebagai pengelola yang juga memiliki kewenangan

    dalam menentukan di setiap aktifitas yang berkaitan dengan ekowisata tersebut.

    Peran serta masyarakat tersebut dalam suatu kawasan konservasi akan terlihat

    seberapa jauh manfaat yang akan diperoleh masyarakat sekitar.

    Pengembangan ekowisata dengan keterlibatan masyarakat lokal relatif

    mudah dilaksanakan karena memiliki beberapa keunikan

    1) jumlah wisatawan berskala kecil sehingga lebih mudah dikoordinir dan

    dampak yang akan ditimbulkan terhadap alam relative kecil dibanding

    pariwisata massal;

    2) ekowisata berbasis masyarakat lokal memiliki peluang dalam

    mengembangkan atraksi-atraksi wisata yang berskala kecil sehingga dapat

    dikelola dan lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal;

    3) dengan peluang yang dimiliki masyarakat lokal dalam mengembangkan

    obyek-obyek wisata yang ada di sekitarnya akan memberikan peluang lebih

    besar pula dalam partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan;

    dan

  • 19

    4) memberikan pemahaman pentingnya keberlanjutan budaya (cultural

    sustainability) serta meningkatkan penghargaan wisatawan terhadap

    kebudayaan lokal.

    J. Analisis SWOT

    SWOT adalah singkatan Strengths (kekuatan) dan Weaknesses

    (kelemahan) yang merupakan lingkungan internal serta Opportunities (peluang)

    dan Threats (ancaman) yang merupakan lingkungan eksternal. Rangkuti (2006)

    menulis bahwa analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat

    memaksimalkan Strengths dan Opportunities, namun secara bersamaan dapat

    meminimalkan Weaknesses dan Threats

    Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi

    sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain. Jadi kekuatan dan

    kelemahan sumberdaya tersebut perlu ditegaskan sejak awal. Agak berbeda

    dengan studi kelayakan, analisis sumberdaya ekowisata sudah harus menghasilkan

    sintesis yang akan dijadikan basis proyek. Oleh sebab itu semua pihak, khususnya

    masyarakat lokal, perlu mengetahui apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki

    oleh kawasan dan objek ekowisata tersebut. Menurut Damanik (2006), agar hasil

    analisis SWOT sebaiknya menggambarkan

    1) perkembangan produk dan pasar ekowisata itu sendiri;

    2) organisasi dan kelembagaan pariwisata;

    3) peluang-peluang pengembangan inti kegiatan ekowisata (core activities) ; dan

    4) jasa-jasa dan kegiatan lain yang mungkin dikembangkan.

    Menurut Santoso dan Tangkilisan (tanpa tahun) menyebutkan bahwa ada beberapa

    strategi yang diperoleh dari teknik analisa SWOT ini sebagai berikut

    1) strategi SO (Strength Opportunity): memperoleh keuntungan dari peluang

    yang tersedia di lingkungan eksternal ;

    2) strategi WO (Weakness Opprtunity): memperbaiki kelemahan internal dengan

    memanfaatkan peluang dari lingkungan luar ;

    3) strategi ST (Strength Threat): menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

    menghindari ancaman yang datang dari lingkungan luar ; dan

  • 20

    4) strategi WT (Weakness Threat): memperkecil kelemahan internal dan

    menghindari ancaman yang datang dari lingkungan luar

    Adapun contoh pembuatan matriks SWOT dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Matriks SWOT

    Faktor Internal Faktor Eksternal

    Kekuatan (Strengths) Menentukan faktor-faktor yang merupakan kekuatan internal

    Kelemahan (Weakness) Menentukan faktor-faktor yang merupakan kelemahan internal

    Peluang (Opportunity) Menentukan faktor-faktor yang merupakan peluang eksternal

    Strategi S-O Menghasilkan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

    Strategi W-O Menghasilkan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan kelemahan

    Ancaman (Threat) Menentukan faktor-faktor yang merupakan ancaman eksternal

    Strategi S-T Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

    Strategi T-W Menghasilkan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

  • III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah

    Taman Nasional Meru Betiri pada awal pembentukannya ditetapkan

    sebagai hutan lindung yang merupakan keputusan dari Besluit van Den, Direktur

    Landbouw Neveirheiden Handel, No. 7347/B pada Tanggal 29 Juli 1931 serta

    Besluit Directur van Economische Zaken No. 5751 Tanggal 28 April 1938.

    Tanggal 6 Juni 1972, Kawasan Meru Betiri ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa

    dengan luas 50.000 hektar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

    267/Kpts/Um/6/1972, untuk perlindungan Harimau Jawa (Phantera tigris

    sondaica). Statusnya kemudian berubah menjadi calon Taman Nasional pada

    Tanggal 14 Oktober 1982 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

    736/Kpts/Mentan/X/82 dan resmi menjadi Taman Nasional melalui Surat

    Keputusan No. 277/Kpts-VI/97 dengan luas 58.000 hektar.

    B. Luas dan Letak Kawasan

    Taman Nasional Meru Betiri seluas 58.000 Ha terdiri atas 57.155 Ha

    daratan dan 845 ha perairan. Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional

    Meru Betiri terletak di wilayah Kabupaten Jember (37.585 Ha) dan Kabupaten

    Banyuwangi (20.415 Ha). Di dalam kawasan TNMB terdapat areal perkebunan

    seluas 2.155 Ha yaitu Perkebunan Sukamade Baru dan Perkebunan Bandealit.

    Secara geografis Taman Nasional Meru Betiri terletak diantara 8021-8034 LS

    dan 113037-113058 BT. Batas administratifnya adalah

    Sebelah Utara : PT. Perkebunan Treblasala dan PT. Perhutani RPH

    Malangsari dan Curahtakir

    Sebelah Timur : Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran Kabupaten

    Banyuwangi, PTPN XII Sumberjambe, Perkebunan PT.

    Sukamade

    Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

    21

  • 22

    Sebelah Barat : Desa Curahnongko, Andongrejo, Sanenrejo Kecamatan

    Tempurejo, Kabupaten Jember PTPN XII Kalisanen, PTPN

    XII Kota Blater, PT. Perhutani RPH Sabrang Terate dan

    Perkebunan PT. Bandealit

    C. Topografi

    Taman Nasional ini terletak pada ketinggian antara 0-1200 m dpl.

    Keadaan topografi TNMB pada umumnya bergelombang, berbukit, dan

    bergunung-gunung. Kawasan di bagian selatan berbukit-bukit dan makin kearah

    pantai keadaan semakin bergelombang. Ketinggian tempat berkisar antara 900

    hingga 1.223 m dpl. Gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain Gunung

    Permisan (587 m), Gunung Meru (343 m), dan Gunung Betiri (1.233 m).

    Semuanya terletak di sebelah barat.

    Taman Nasional Meru Betiri berbatasan dengan beberapa tempat yaitu di

    sebelah selatan dengan Gunung Sumbudadung (520 m), Gunung Sukamade (363

    m), Gunung Rajegwesi (181 m), dan Gunung Benteng (222 m), di bagian timur

    dengan Gunung Gendeng (9893 m) dan Gunung Lumberpacet (760 m). Daerah

    dengan topografi yang agak landai antara lain disekitar Teluk Rajegwesi seluas

    1.316 ha yang sudah merupakan tanah desa, di isekitar Teluk Sukamade seluas 22

    ha dan di bagian timur seluas 50 ha.

    Pada umumnya keadaan topografi disepanjang pantai berbukit-bukit

    sampai bergunung-gunung dengan tebing yang curam. Hanya sebagian kecil

    pantai datar yang berpasir, yaitu dari timur ke barat; Pantai Rajegwesi, Pantai

    Sukamade, Pantai Permisan, Pantai Meru, dan Pantai Bandealit. Pantai-pantai ini

    merupakan kawasan yang mempunyai nilai ilmiah dan pariwisata yang tinggi.

    D. Iklim

    Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan TNMB

    bagian utara dan timur termasuk tipe iklim B, sedangkan bagian lainnya termasuk

  • tipe iklim C. Curah hujan rata-rata antara 2.300 sampai dengan 4.000 mm/tahun

    dengan rata-rata bulan kering 4 bulan dan bulan basah 7 bulan.

    Kawasan TNMB banyak dipengaruhi oleh banyaknya angin munson,

    dimana bulan November sampai bulan Maret angin bertiup dari arah barat yang

    mengakibatkan turun hujan, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April

    sampai bulan Oktober.

    E. Tanah dan Geologi

    Secara umum keadaan tanah di TNMB merupakan gabungan dari jenis

    alluvial, regosol coklat, dan sebagian besar merupakan komplek latosol. Keadaan

    tanah ini sangat erat hubungannya dengan proses geologis daerah yang

    bersangkutan, yaitu tanah dengan bahan induk yang berasal dari batuan alluvial

    vulkanik. Tanah di bagian selatan merupakan campuran tanah mediteran kuning

    yang kurang subur, sedangkan di bagian utara tanahnya subur karena

    mengandung batuan vulkanik. Tanah alluvial umumnya terdapat di daerah lembab

    dan tempat-tempat rendah sampai daerah pantai. Sedangkan regosol dan latosol

    umumnya terdapat pada lereng dan puncak gunung.

    F. Flora dan Fauna

    Taman Nasional Meru Betiri memiliki 5 formasi ekosistem yaitu formasi

    hutan hujan tropis, formasi hutan mangrove, formasi hutan pantai, formasi hutan

    rawa dan formasi hutan bambu. Keadaan ini menyebabkan tingginya

    keanekaragaman flora dalam kawasan. Data statistik Balai TNMB tahun 2005

    menunjukkan sejumlah 386 jenis tumbuhan yang telah teridentifikasi.

    Taman nasional ini merupakan habitat flora fauna dalam kawasan.

    Beberapa tumbuhan langka yaitu bunga Rafflesia (Rafflesia zollingeriana), dan

    beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti bakau (Rhizophora sp.), api-api

    (Avicennia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Calophyllum inophyllum),

    rengas (Gluta renghas), bendo (Artocarpus elasticus), dan beberapa jenis

    tumbuhan obat.

    23

  • Dari segi keaneragaman fauna TNMB memiliki 202 jenis fauna yang telah

    teridentifikasi yang meliputi kelas mamalia sebanyak 25 jenis, aves 170 jenis dan

    reptilia sebanyak 7 jenis. Selain itu, TNMB memiliki potensi satwa dilindungi

    yang terdiri dari 29 jenis mamalia, dan 180 jenis burung. Satwa tersebut

    diantaranya Banteng (Bos javanicus javanicus), Monyet ekor panjang (Macaca

    fascicularis), Macan tutul (Panthera pardus melas), Ajag (Cuon alpinus

    javanicus), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis), Rusa (Cervus

    timorensis russa), Bajing terbang ekor merah (Iomys horsfieldii), Merak (Pavo

    muticus), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu sisik (Eretmochelys

    imbricata), Penyu hijau (Chelonia mydas), dan Penyu ridel/lekang (Lepidochelys

    olivacea). Sedangkan Rusa (Cervus timorensis) merupakan satwa eksotik TNMB

    (Riyanto, 2005).

    Resort Rajegwesi termasuk daerah yang memiliki beberapa tipe habitat

    yaitu habitat hutan pantai, hutan pegunungan dataran rendah dan lahan-lahan

    rehabilitasi yang digunakan masyarakat untuk tanaman pertanian serta areal hutan

    mangrove yang tidak terlalu luas. Jenis-jenis tumbuhannya yaitu jenis bambu,

    jenis Rotan, Bendo (Artocarpus elasticus), Timo (Kleinhovia hospita),

    Bungur/Ketangi (Lagerstomia speciosa), Nyamplung (Callophylum inophylum),

    Ketapang (Terminalia catappa), Ubi Laut (Ipomea pes-caprae) dan jenis jenis

    mangrove Nipah (Nypah fructicans) dan jenis Bruguiera (data primer PKLP IPB

    2008).

    G. Aksesibilitas

    Aksesibilitas untuk menuju resort Rajegwesi ini dapat dicapai melalui

    jalan darat dari Jember dan Banyuwangi yaitu :

    1. Jalur Jember-Glenmore-Trebesalak-Sarongan-Sukamade (Kawasan TNMB

    bagian Timur) sepanjang 103 km dapat ditempuh dalam waktu 4-5 jam

    dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Pemandangan sepanjang

    perjalananan cukup menarik terutama pemandangan alam.

    24

  • 2. Jalur Jember-Genteng-Jajag-Pesanggaran-Sarongan-Sukamade (Kawasan

    TNMB bagian timur) sepanjang 109 km dapat ditempuh dengan waktu 3,5

    jam dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.

    3. Jalur Banyuwangi-Jajag-Pesanggaran-Sarongan-Sukamade (Kawasan TNMB

    bagian Timur) sepanjang 109 km ditempuh dalam waktu 3,5 jam dengan

    kendaraan bermotor.

    H. Demografi Masyarakat Blok Rajegwesi

    Pemukim di Blok Rajegwesi dimulai sejak tahun 1938 yang semula

    berjumlah 10 KK (kepala keluarga) seluas 28,5 Ha (informasi masyarakat

    Rajegwesi). Pemukim tersebut hingga bulan Agustus 2007 jumlahnya terus

    bertambah, tercatat berjumlah 247 KK seluas 41,8 Ha (data terlampir). Blok

    Rajegwesi termasuk dalam sebuah Dusun dengan nama Dusun Krajan yang terdiri

    dari 1 Rukun Warga (RW) dan 3 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif

    pemerintahan Blok Rajegwesi termasuk Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran,

    Kabupaten Banyuwangi.

    Sarana prasarana yang telah ada di Blok Rajegwesi antara lain jaringan

    listrik PLN, sarana ibadah (Masjid) dan mushalla, sarana pendidikan (SDN 5

    Sarongan), jalan kendaraan roda empat kelas III dengan pengerasan aspal dan

    Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Bangunan rumah yang dimiliki pemukim sebagian

    besar permanen dan sebagian kecil non permanen bahkan terdapat beberapa

    bangunan rumah yang juga dilengkapi dengan bangunan toko kelontong.

    1. Karakteristik Mayarakat Blok Rajegwesi

    a. Matapencaharian

    Mayoritas mata pencaharian masyarakat Rajegwesi adalah sebagai

    nelayan. Adapun aktivitas masyarakat Rajegwesi yang mayoritas sebagai

    nelayan tradisional merupakan modal utama untuk dijadikan suatu atraksi

    ekowisata yang dapat menarik wisatawan. Persentase struktur masyarakat

    menurut matapemcaharian utama dapat dilihat pada Gambar 3.

    25

  • Gambar 3. Struktur masyarakat menurut mata pencaharian utama (data primer)

    b. Pendidikan

    Sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat Rajegwesi masih tergolong

    rendah. Sebanyak 72% masyarakat Rajegwesi hanya tamatan dari sekolah dasar

    (SD), sedangkan untuk pendidikan tertinggi hanya sampai pada tingkat sekolah

    menengah atas (SMA) sebanyak 4%. Persentase struktur masyarakat menurut

    tingakat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4.

    52%

    14%

    6%

    2%16%

    10% NelayanPetaniWiraswastaPurn PNSNelayan+taniBuruh

    Gambar 4. Struktur masyarakat menurut tingkat pendidikan (data primer)

    c. Agama

    72%

    24%

    4%

    SD

    SMP

    SMA

    Mayoritas penduduk di kawasan Blok Rajegwesi memeluk agama Islam.

    Sesuai data yang terdapat dalam data monografi Kampung Rajegwesi Tahun

    2008, masyarakat yang memeluk agama Islam sebanyak 577 jiwa, agama Budha

    sebanyak 41 jiwa, dan agama Kristen sebanyak 30 jiwa.

    d. Bahasa Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa jawa Banyuwangian (Osing)

    dan kadang-kadang memakai bahasa madura. Hal ini dapat diperhatikan dari

    dialek dan logat masyarakat dalam pembicaraan kehidupan sehari-hari. Kondisi

    ini dikarenakan mayoritas penduduk berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya.

    e. Budaya Masyarakat Rajegwesi mempunyai adat istiadat petik laut pada awal tahun

    hijriah. Mereka mengadakan semacam syukuran di tepi laut sebagai ungkapan

    rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang mereka peroleh. Mereka

    26

  • juga berharap dengan mengadakan syukuran tersebut, semoga dikemudian hari

    tetap menghasilkan panen dan semoga tidak ada aral melintang dalam bernelayan.

    2. Kelembagaan Masyarakat di Rajegwesi

    Adanya kelembagaan masyarakat di Rajegwesi merupakan suatu wadah

    bagi masyarakat untuk menyampaikan beberapa aspirasinya atau sebagai macam

    bentuk eksistensi masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Macam-macam

    kelembagaan masyarakat yang terdapat di Rajegwesi antara lain kelompok

    jamaah tahlil yang dilakukan tiap malam jumat, kelompok kesebelasan sepak

    bola, kelompok rukun nelayan, POKMASWAS (Kelompok Masyarakat

    Pengawas) kemudian untuk keperluan penanganan wisata di Rajegwesi akan

    segera dibentuk suatu lembaga dalam waktu dekat (data primer hasil wawancara

    dengan Ketua RT 3 di Blok Rajegwesi). Lembaga masyarakat yang menangani

    wisata di Rajegwesi tersebut dibentuk oleh masyarakat yang beranggotakan dan

    diketuai oleh masyarakat Rajegwesi itu sendiri sedangkan pihak TNMB berperan

    sebagai pembina dan penanggung jawab.

    I. Zonasi TNMB

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya

    Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa taman nasional adalah sebuah

    kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi. Zonasi ini

    dimaksudkan untuk mengefektifkan pengelolaan taman nasional sehingga dapat

    berfungsi secara optimal. Pada Tanggal 13 Desember 1999 melalui Surat

    Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor:

    185/Kpts/DJ-V/1999, ditentukan zonasi TNMB.

    Zona inti seluas 27.915 Ha (warna merah) terletak di bagian timur dan

    sebagian bagian barat kawasan TNMB; dimana pada zona ini mutlak dilindungi,

    di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun TNMB oleh aktivitas

    manusia. Kegiatan yang diperbolehkan pada zona ini hanya yang berhubungan

    dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

    27

  • Zona rimba seluas 22.622 Ha (warna kuning) terletak di bagian barat dan

    sebagian kecil bagian selatan kawasan. Pada zona ini dapat dilakukan kegiatan

    sebagaimana kegiatan pada zona inti dan kegiatan wisata alam yang terbatas.

    Zona pemanfaatan intensif seluas 1.285 Ha (warna hijau) terletak di Pantai

    Bandealit, Pantai Sukamade, dan Pantai Rajegwesi kawasan TNMB. Pada zona

    ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti dan zona rimba, dan

    diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/prasarana dalam rangka

    pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi.

    Zona rehabilitasi seluas 4.023 Ha (warna coklat) terletak di bagian utara

    dan sebagian kecil bagian timur kawasan TNMB, dimana pada zona ini dapat

    dilakukan kegiatan rehabilitasi kawasan yang sudah rusak akibat perambahan.

    Zona penyangga seluas 2.155 Ha (warna biru) terletak di areal bekas

    perkebunan PT. Bandealit Kabupaten Jember dan PT. Sukamade Baru Kabupaten

    Banyuwangi. Zona ini adalah zona yang dikelola secara khusus dimana

    merupakan bagian dari sistem pengelolaan taman nasional, bertujuan untuk

    mengakomodir kepentingan perlindungan dan pelestarian taman nasional, wisata

    alam dan wisata agro. Peta zonasi TNMB, disajikan pada Gambar 5.

    28

  • Gambar 5. Peta Zonasi di TNMB Sumber : Balai Taman Nasional Meru Betiri

    29

  • J. Kebijakan dan Peraturan Perundangan

    Kebijakan dan peraturan perundangan pengelolaan TNMB berdasarkan

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

    Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi sumberdaya alam

    hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan secara lestari

    sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan

    pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam (Taman Nasional,

    Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam) dengan tetap menjaga kelestarian

    kawasan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dengan memperhatikan

    kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

    satwa liar.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1994

    tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional,

    Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Pengusahaan pariwisata alam

    berupa usaha sarana pariwisata dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi

    sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk meningkatkan gejala keunikan

    dan keindahan alam yang terdapat dalam zona pemanfaatan taman nasional.

    Jenis usaha pariwisata alam berupa usaha akomodasi, makanan dan minuman,

    sarana wisata tirta, angkutan wisata, cinderamata, sarana wisata budaya. Usaha

    pariwisata dilaksanakan dengan persyaratan luas kawasan yang dimanfaatkan

    untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimum 10% dari

    luas zona pemanfaatan taman nasional, bentuk bangunan bergaya arsitektur

    budaya setempat dan tidak merubah bentang alam yang ada

    Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/Kpts-II/1994 tentang Sarana

    dan Prasarana Pengusahaan Perusahaan Pariwisata Alam di kawasan Pelestarian

    Alam. Sarana dan prasarana pengusahaan pariwisata alam dapat dibangun di

    zona pemanfaatan taman nasional dengan dibebani ijin pengusahaan pariwisata

    alam. Areal ijin pengusahaan pariwisata alam yang dapat dimanfaatkan untuk

    pembangunan sarana dan prasarana maksimum 10%.

    30

  • 31

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1991 tentang

    Kehutanan. Asas dan tujuan penyenggaraan kehutanan yaitu asas manfaat dan

    lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.

    Penyelenggaraan kehutanan bertujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

    rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan

    dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, mengoptimalkan aneka

    fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi

    untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang

    dan lestari, meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai, meningkatkan

    kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat

    secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu

    menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat

    perubahan eksternal dan menjamin distribusi dan manfaat yang berkeadilan dan

    berkelanjutan.

  • IV. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Lokasi

    Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli Agustus (30 hari) 2008.

    Berlokasi di Resort Rajegwesi SPTN I Sarongan TNMB, khususnya di Blok

    Rajegwesi pada bulan Juli 2008. Penentuan blok Rajegwesi sebagai lokasi

    penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan letaknya terhadap kawasan,

    yaitu daerah yang berada di dalam kawasan TNMB. Peta lokasi penelitian

    disajikan pada Gambar 6.

    Gambar 6. Peta Wilayah Kerja di TNMB

    Sumber : Balai Taman Nasional Meru Betiri

    32

  • 33

    B. Alat

    Alat yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Macam-macam alat untuk penelitian

    No. Nama Alat Kegunaan

    1. Kamera Untuk dokumentasi 2 Tape recorder Alat bantu wawancara 3. Geographic Position System (GPS) Untuk mengambil titik-titik koordinat dalam

    pembuatan peta 4. Arc View Program di komputer untuk mengolah data hasil

    pengambilan titik-titik koordinat dari GPS

    C. Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, verifikasi dan

    pengamatan langsung di lapangan, wawancara serta penyebaran kuesioner. Studi

    literatur dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi

    penelitian yaitu di Resort Rajegwesi yang kemudian diverifikasi di lapangan.

    Setelah mengetahui potensi-potensi ekowisata yang terdapat di resort Rajegwesi

    yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur maka

    dilakukan verifikasi yaitu melakukan pengamatan langsung pada lokasi-lokasi

    obyek wisata alam di Resort Rajegwesi yang kemudian dilakukan pengambilan

    titik-titik koordinat pada masing-masing potensi obyek ekowisata yang berada di

    sekitar Resort Rajegwesi dengan menggunakan alat GPS. Jenis dan teknik

    pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.

  • 34

    Tabel 3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Tugas Akhir

    Jenis Data Data Teknik Pengumpulan

    Data

    Sumber Data

    Primer

    1. Potensi sumberdaya ekowisata meliputi bentang alam (topografi), keanekaragaman hayati (keunikan/kekhasan flora dan fauna), adat istiadat/budaya

    2. Karakteristik masyarakat Rajegwesi meliputi potensi sumber daya manusianya (mata pencaharian, tingkat pendidikan,dsb)

    3. Persepsi, partisipasi, dan keinginan masyarakat Rajegwesi terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat

    4. Minat, persepsi dan motivasi pengunjung terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat

    Studi literatur, Observasi Lapang, kuesioner dan wawancara.

    Balai TNMB, masyarakat, dan pengunjung

    Sekunder 1. Kondisi umum kawasan 2. Perkembangan wisata di Rajegwesi

    3. Peta kawasan

    Studi literatur dan wawancara.

    Balai TNMB dan pengelola

    D. Metode penentuan responden

    D.1. Masyarakat

    Penentuan responden untuk masyarakat dilakukan dengan menggunakan

    dengan metode Snowball sampling dan sosiometri. Metode Snowball sampling

    adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara berantai terhadap

    informan pangkal sampai dengan informan kunci. Wawancara akan dihentikan

    ketika data yang terkumpul sudah mencapai titik jenuh, yaitu jawaban yang

    diperolah menunjukkan kesamaan atau tidak ada informasi yang baru (Susiyanto,

    2006). Sedangkan metode sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh

    data tentang hubungan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai

    sedang (10 - 50 orang), berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-anggota

    kelompok (WS. Winkel, 1985).

  • 35

    Metode snowball sampling dan sosiometri digunakan untuk mendapatkan

    data tentang sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di desa tersebut.

    Pengambilan datanya menggunakan panduan wawancara. Data tentang persepsi,

    motivasi, partisipasi dan minat masyarakat diambil dengan menggunakan

    kuesioner. Jumlah responden ditentukan berdasarkan heterogenitas dari populasi

    Resort Rajegwesi itu sendiri yang dipilih secara acak berurutan dari data

    penduduk baik wanita maupun pria. Jadi kita mengambil responden yang

    sebelumnya sudah kita acak secara berurutan dari data penduduk yang tercatat di

    kantor balai desa.

    Wawancara menggunakan metode snowball dan sosiometri didapatkan

    hasil 12 responden yang dianggap sebagai tokoh yang dituakan dan yang

    mengetahui seluk beluk tentang sumber daya alam, cerita sejarah dan peninggalan

    bersejarah di Rajegwesi. Mereka itu diantaranya adalah staf dan pegawai kantor

    Balai Desa Sarongan, kepala Desa Sarongan, ketua dan anggota BPD, masing-

    masing ketua RT di Rajegwesi, juragan ikan, dan sesepuh di Rajegwesi.

    Penyebaran kuesioner untuk memperoleh data tentang partisipasi, persepsi,

    motivasi, dan minat masyarakat didapatkan 50 responden yang tersebar di 3 (tiga)

    RT di Rajegwesi.

    D.2. Pengunjung

    Pengambilan data tentang motivasi, persepsi dan minat pengunjung

    menggunakan kuisioner. Penentuan responden terlebih dahulu ditentukan secara

    stratifikasi, responden dikelompokkan menjadi tiga yaitu perorangan (1-2 orang),

    grup kecil (3-10 orang), dan grup besar (lebih dari 10 orang). Pengelompokan ini

    dimaksudkan agar memudahkan dalam pengambilan data tentang bentuk wisata

    perorangan/tunggal ataukah kelompok. Kemudian di lapangan, penentuan

    responden secara stratifikasi tersebut dilakukan secara accidental artinya

    responden yang diperoleh secara kebetulan dikarenakan jumlah pengunjung tiap

    hari tidak diketahui secara pasti. Penyebaran kuesioner untuk pengunjung

    didapatkan 35 responden wisatawan asing dan 32 responden wisatawan domestik.

  • 36

    E. Analisis Data

    Data yang didapat dari hasil wawancara, verifikasi, pengamatan lapang,

    studi pustaka dan penyebaran kuesioner diolah dengan cara tabulasi data dan

    dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data titik-titik

    koordinat pada lokasi obyek wisata alam di Rajegwesi diolah menggunakan

    program Arc View di komputer, yang selanjutnya menghasilkan suatu peta

    penyebaran potensi sumberdaya wisata alam di Resort Rajegwesi.

    Hasil analisis deskriptif lalu dianalisis lebih dalam dengan pendekatan

    SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) yang digunakan untuk

    menyusun perencanaan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di

    Rajegwesi. Analisis SWOT dimaksudkan untuk mengetahui gambaran mengenai

    kekuatan dan kelemahan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Blok

    Rajegwesi serta peluang dan ancaman yang dihadapi.

    Sebelum dibuat matrik SWOT terlebih dahulu ditentukan faktor strategi

    eksternal (EFAS) dan faktor strategi internal (IFAS) yang ditentukan dengan cara-

    cara sebagai berikut (Rangkuti, 2006)

    1. Menyusun 5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman serta kekuatan dan

    kelemahan dalam kolom 1.

    2. Masing-masing faktor dalam kolom 2 diberi bobot mulai dari 1,0 (sangat

    penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-

    faktor tersebut terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyara