E - Pendekatan, Metedologi & Prog Kerja.doc
-
Upload
fathurrahman-burhanuddin -
Category
Documents
-
view
49 -
download
8
description
Transcript of E - Pendekatan, Metedologi & Prog Kerja.doc
BAGIAN - EPENDEKATAN , METODOLOGI PENDEKATAN , METODOLOGI DAN PROGRAM KERJADAN PROGRAM KERJA
E.1 METODOLOGI DAN TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
E.1.1 PRASARANA DAN SARANA (INFRASTRUKTUR)
Prasarana dan sarana atau infrastruktur diartikan sebagai fasilitas fisik suatu
kota atau negara yang sering disebut pekerjaan umum (Grigg, 1988). Pekerjaan
Umum (public works) telah didefinisikan oleh Ameican Public Works Association
(APWA) sebagai berikut (Stone, 1974):
Public works are the physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to houise governmental functions and provide water, power, waste disposal, transportation, and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil)
mendefinisikan prasarana dan sarana sebagai berikut (CBUIM, 2002):
Prasarana dan sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.
Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur (perkotaan) adalah
bangunan atau fasilitas dasar, peralatan-peralatan, dan instalasi-instalasi yang
dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang
dirancang dalam sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastrukur pada dasarnya sangat
luas dan banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan
sifat dan karakternya, yaitu:
1. Sistem air bersih, termasuk bendungan, waduk, transmisi, instalasi pengolah
air, dan fasilitas distribusinya;
2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, pengolah,
pembuangan (disposal), dan sistem pakai ulang (reuse);
3. Fasilitas manajemen limbah padat atau persampahan;
4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, rel kereta api, dan lapangan
terbang;
5. Sistem transit publik;
6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusinya;
7. Fasilitas gas alam;
8. Fasilitas drainase/pengendalian banjir;
9. Bangunan umum seperti pasar, sekolahan, rumah sakit, kantor polisi, dan
fasilitas pemadam kebakaran;
10. Fasilitas perumahan;
11. Taman, tempat bermain, fasilitas rekreasi, dan stadion;
12. Fasilitas telekomunikasi.
Dari keduabelas komponen tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh)
grup infrastruktur, yaitu: kelompok air, jalan, sarana transportasi, pengelolaan
limbah, bangunan kota, energi dan telekomunikasi. Kelompok air; meliputi air
bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian banjir.
Sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, maka perencanaan
infrastruktur harus mempertimbangkan keterkaitan dan keterpengaruhan antar
komponen, beserta dampak-dampaknya. Perencanaan infrastruktur merupakan
proses dengan kompleksitas tinggi, multi disiplin, multi sektor, dan multi user.
Oleh karena itu, perencanaan infrastruktur tidak bisa sektoral, namun juga tidak
bisa terlalu global. Jika terlalu spesifik (bersifat sektoral) tanpa memperdulikan
komponen lain, maka akan banyak bertabrakan dengan komponen lainnya.
Sebaliknya jika terlalu global, hasilnya tidak akan terlalu efektif (Grigg, 1988).
Perencanaan yang (mungkin) paling baik adalah yang berada diantaranya, yaitu
perancangan yang didasarkan pada pendekatan permasalahan secara global pada
tingkatan yang tepat dengan mempertimbangkan secara matang segala dampak
eksternalnya, namun masih berkonsentrasi secara fisik pada persoalan utama
yang ingin dipecahkan.
Drainase Perkotaan
Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem, yaitu sistem air bersih (urban
water supply), sistem sanitasi (waste water), dan sistem drainase air hujan (storm
water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya dikelola
secara integral. Drainase yang berasal dari bahas Inggris Drainage mempunyai
arti mengalirkan, menguras, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapAt didefiniskan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan
tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagi usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya denga salinitas. Jadi drainase menyangkut
tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.
Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan
air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima
(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti
gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,
bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap,
sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air
limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah
memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukkan ke badan air penerima,
sehinggga tidak merusak lingkungan.
Pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi
memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan
pekerjaan pengendalian banjir. Secara fungsional, kita sulit memisahkan secara
jelas antara sistem drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita
dapat mengatakan bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke
alur-alur besar atau sungai.
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang
sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem
drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kora dari
genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan jorok,
menjadi sarng nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat
menurunkan kulitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat.
Permasalahan Drainase Perkotaan
Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya di musim
hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir.
Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat
ini belum terselesaikan, bahkan cenderung makin meningkat, baik frekwensinya,
luasannya, kedalamannya, maupun durasinya.
Akar permasalahan banjir di perkotaan berawal dari pertambahan penduduk
yang sangat cepat, diatas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik
migrasi musiman maupun permanen. Pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan penyediaan prasrana dan sarana perkotaaan yang memadai
mengakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak tertib yang menyebabkan
persolaan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Hal ini barangkali
juga disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan acuh
tak acuh terhadap penting dan perlunya memecahkan permasalahan yang
dihadapi di kota. Sebagian besar masyarakat masih terfokus pada permasalahan
yang lebih penting dan mendesak, yaitu pemenuhan kebutuhan primer. Selain
itu, masih belum mengakarnya kesadaran terhadap hukum, perundangan, dan
kaidah-kaidah yang berlaku. Belum konsistennya pelaksanaan hukum
menambah kompleks masalah yang di hadapi di kota-kota di Indonesia.
Kecenderungan ini timbul karena proses pembangunan yang selama ini
berlangsung kurang melibatkan masyarakat secara aktif. Oleh karena itu, muali
sekarang segala kebijakan publik harus melibatkan masyarakat, baik itu yang
berupa pembangunan fisik maupun non fisik, sejak awal munculnya ide
pembangunan infrastruktur sampai dengan pengoperasiannya.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pembanugnan drainase perkotaan
adalah lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dengan komponen infrastruktur
yang lain. Sehingga, sering dijumpai tiang listrik di tengah saluran drainase, dan
pipa air bersih (PDAM) memotong saluran pada penampang basahnya. Sering
juga dihadapi penggalian saluran drainase dengan tak sengaja merusak
prasarana yang telah lebih dulu tertanam dalam tanah karena tidak adanya
informasi yang akurat, arsip/dokumen tidak ada, atau perencanaan dan/atau
pematokan di lapangan tidak melibatkan instansi pengendali tata ruang.
E.1.2 KONSTELASI PRASARANA DAN SARANA DASAR KOTA ENREKANG
Jalan Kota
Secara umum kondisi prasarana jalan masih dalam kategori baik dan sedang,
walaupun ada beberapa ruas kondisinya jelek, namun masih mampu berperan
melayani lalu lintas keluar masuk kota maupun sirkulasinya di dalam wilayah
kota.
Prioritas pengembangan penyediaan sarana jalan yang diterapkan pada Kota
Enrekang diarahkan terhadap pembangunan jalan kolektor primer, kolektor
sekunder, lokal primer, lokal sekunder dan arteri sekunder termasuk
peningkatan pelebaran jalan.
1. Sektor Air Bersih
strategi pengembangan air minum di Indonesia, masih difokuskan kepada
pertumbuhan sarana dan prasarana berdsarkan pada perhitungn standar
kebutuhan yang ditetapkan dan digeneralisasikan. Akibat krisis yang belum
kunjung berakhir, maka beberapa pembiayaan pembangunan dan kebijakan yang
diambil lebih variatif antara lain ;
a. Program pembangunan penyediaan air bersih minum dengan bantuan luar
negeri. Kebijakan pemanfaatan bantuan luar negeri ini dituangkan dalam GBHN
1999-2004, yang berisi bahwa PHLN dimanfaatkan secara optimal untuk
kegiatan ekonomi produktif dan mekanisme prosedurnya harus dengan
persetujuan DPR serta diatur oleh :
Undang-undang, yaitu UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 yang menyatakan
bahwa daerah otonomi dapat meminjam dari sumber dana luar negeri
melalui pemerintah pusat sesuai dengan kemampuan;
Peraturan pemerinta (PP), yaitu PP No. 25 dan No. 107 tahun 2000 yang
menyatakan bahwapemerintah pusat menetapkan bahwa pedoman
pinjaman luar negeri setelah usulan proyek disahkan oleh DPR dan
disetujui oleh menteri keuangan. Kebijakan ini harus memenuhi kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan, antara lain; berkelanjutan, layak secara
ekonomi, layak untuk dilaksanakan, berdampak sosial.
b. Program penyediaan air bersih/air minum diperkotaan.pola dasar program
penyediaan air miunum diperkotaan khususnya penyediaan sarana dan
prasarana didasarkan pada prinsip-prinsip :
Desentralisasi, yang menempatkan tanggung jawab penyediaan fasilitas dan
pelayanan tanggung jawab operasional dan pemeliharaannya pada kota
atau kabupaten.
Integrasi, adalah sifat pembangunan yang merupakan integrasi dari
berbagai program pembangunan, dengan pola ini diharapkan membatasi
over-lapping/duplikasi dan mencegah timbunya pengaruh negatif dari
usaha pembangunan yang terbatas, integrasi juga berkaitan adanya
keseimbangan investasi dari berbagai sektor pembangunan.
2. Sektor Air Limbah
Rumusan kebijakan dan strategi untuk pengembangan prasarana dan sarana
pembuangan air limbah domestik berzaskan; kesehatan dan kesejahteraan,
keseimbangan dan keadilan, pelayanan dan pengusahaan,, prinsip pencemaran
harus membayar (poluter pay principle), kelestarian lingkungan, pendayagunaan
dan pemanfaatan serta pemberdayaan.
a. Arah kebijakan umu antara lain;
Penetapan sasaran konservasi lingkungan keairan
Pengembangan sistem sewerage skala kecil sampai menengah lengkap
dengan IPAL di kota besar dan metropolitan
Pengembangan sistem tangki septic komun dengan media penyaringan di
kota kecil dan sedang
Meningkatkan kemampuan prasarana yang ada dengan fasilitas penyedot
lumpur tinja, sumur resapan, tangki septic, IPAL/IPLT skala kecil
b. Arah kebijakan dan strategi teknis antara lain;
Sasaran konservasi lingkungan keairan lebih ditingkatkan kepada
pengembangan prasarana dan sarana air limbah pasca 2015
Pengembangan prasarana air limbah harus mengacu kepada Master Plan.
Optimalisasi pemanfaatan kapasitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dan merehabilitasi sistem yang ada merupakan prioritas utama.
Sistem setempat ditingkatkan kualitasnya dan mulai diintegrasikan dan
sistem terpusat secara bertahap.
Pembangunan sarana dan prasarana air limbah memperhatikan budaya
lokal
Pengembangan lembaga pengelolaan prasarana dan sarana air limbah
didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektifitas
Jasa pemeliharaan sistem sanitasi setempat dan pelayanan sanitasi terpusat
dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Peraturan yang bersifat operasional dipercepat penyusunannya
Norma Standar Pedoman Manual (NSPM) yang berhubungan dengan air
limbah digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan peraturanyang
bersifat operasional
Pembangunan prasarana dan sarana air limbah di daerah pada PDRB
perkapita dan pola pengembangan yang dicapai sebelumnya
Penyelenggaraan air limbah berdasarkan prinsip pencemar harus
membayar (pulluter pay principle)
12, rasio investasiprasarana sarana air limbah diupayakan sekurang-
kurangnya 3,8 US $ / kapita/tahun/atau sekitar 1,54% dari
PDRB/kapita/tahun sedemikian rupa sehingga kondisi kualitas linkungan
keairan tidak semakin memburuk.
Perlindungan kualitas air baku PDAM terhadap pencemaran air limbah
lebih ditingkatkan
Peran serta masyarakat dalam pembiayaan dan pengelolaan prasarana dan
sarana air limbah ditingkatkan dari 43%hingga menjadi 70%.
Prasarana sarana iar limbah di kawasan permukiman baru yang
dikembangkan oleh swasta
Kampaye dan promosi ditingkatkan
Pengetahuan masyarakat tentang penyelenggaraan prasaran dan sarana air
limbah ditingkatkan
3. Sektor Persampahan
a. Kebijakan yang perlu diterapkan adalah
Kebijakan umum
Pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten
dengan peran serta masyarakat/swasta dan sangat diharapkan tanggung
jawab pemerintah kota/kabupaten dengan peran serta masyarakat/swasta
dan sangat diharapkan pemerintah provinsi menfasilitasi
Kelembagaan,
Tersedianya institusi pengelolaan yang efektif dan efesiensi, dan
tersedianya SDM yang memadai
Teknis
Sampah di pusat-pusat kota dan tempat-tempat tertentu harus diangkut
dengan angkutan yang bersifat padat modal. Pelayanan perlu diberikan
lebih kepada daerah yang padat permukiman, komersial, dan tempat umum
penting, serta jalan-jalan pertokol dengan dukungan pendanaan yang
cukup.sampah yang berada di pedesaan yang tidak terjangkau, pelayanan
perlu diberikan lebih kepada wilayah strategis, penerapan teknologi
pengelolaan perlu ditingkatkan agar tidak tergantung dengan TPA
saja.perencanaan TPA harus memenuhi segala aspek
Pembiayaan
Pembiayaan pengelolaan sedepat mungkin di dapat dari pungutan retribusi
dan pendapatan tidak langsung didapat dari pajakdan sumber lainnya
pengelolaan sampah harus mengadopsi sistem, “siapa yang mengotori dia
yang membayar”, penetuan tarif retribusi harus memperhatikan prinsip
keadilan
Hukum
Harus tersedia perangkat hukum untuk menciptakan faktor jera bagi
masyarakat yang melanggar ketentuan. Tersedianya perda yang dapat
mengakomodasi seluruh aspek pengaturan
Peran serta masyarakat
Tersedinya pembinaan dan pendidikan kepada masyarakat untuk
menunjang pengelolaan sampah. Kerjasama dengan pihak swasta perlu
ditingkatkan dalam pengelolaan.
b. Peran Stakeholder antara lain
Peran pemerintah Provinsi, melaksanakan pembinaan dan menfasilitasi
pemerintah kota/kabupaten, membantu koordinasi penyediaan,
pembangunan dan pengelolaan yang bersifat regional, memantau kinerja
pengelolaan bila diperlukan.
Peran swasta, bekerjasama dengan pemerintah kota/ kota kabupaten
secara profesional dalam pngelolaan sampah sebagai perencana pengawas
dan bidang swasta lainnya
Peran masyarakat, bekerjasama denga pemerintah kota/kabupaten
melakukan ketentuan penanganan sampah sesuai peraturan yang berlaku
4. Sektor Drainase
Kebijakan pembangunan prasarana dan sarana drainase diarahkan kepada
penyelenggaraan pembangunan secara terpadu yang dilakukan secara terpadu
yang dilakukan secara efektif dan efisien denga memprioritaskan optimasi
terhadap sistem yang ada untuk dapat menciptakan lingkungan permukiman yang
aman terhadap genangan, baik karena hujan lokal maupun banjir dan luapan
sungai, sasaran penyediaan parasarana dansarana drainase antara lain;
a. Memprioritaskan kawasan kumuh, rawan penyakit menular dan rawan
keamanan serta stabilitas
b. Daerah yang secara rutin tergenang akibat hujan lokal dan “backwater” air laut.
c. Peningkatan kualitas pelayanan eksisteng untuk mencegah terjadinya
degredasi lingkungan
Peningkatan peran serta masyarakat, kemitraan dengan dunia usaha,
perencanaan yang berbasis tata ruang, pelestarian lingkungan, kegiatan
penelitian, pengembangan perangkat peraturan dan pemanfaatan kelembagaan
harus terus diperdalam, dilanjutkan dan diperluas untuk memperolah suatu
sistem penanganan bidang drainase yang berkelanjutan.
Isu-isu dan akar permasalahan
Tabel. Isu dan akar permasalahan Sistem Drainase Kab. Enrekang
No. Sektor Isu permasalahan Akar Permasalahan
1 Drainase Banjir
Daerah genangan
Pelayanan saluran primer
masih rendah
Pembangunan jaringan
drainase belum terencana
secara maksimal
Pemeliharaan saluran
terbatas
Partisipsi masyarakat
dalam hal pemeliharaan
masih rendah
E.2.3 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT
Penyusunan Master Plan Sistem Drainase Kab. Enrekang mengacu kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
1. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
3. Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tenang Penataan Ruang
4. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
5. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
6. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air
7. Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 1999 tentang Kawasan Siap bangun
dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri
8. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-56
tahun 1994 tentang Pedoman mengenai Ukuran Dampak Lingkungan
9. Peratuan Menteri pekerjaan Umum No. 6699/PRT/1995 tentang
Pedoman teknis AMDAL Proyek bidang Pekerjaan Umum
10. Peraturan Menteri Kesehatan No. 173/MENKES/PER/VIII/1997 tentang
Pengawsan Pencemaran Air untuk Berbagai Kegunaan yang berhubungan
dengan Kesehatan
11. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep tahun 1994 tentang Pedoman
mengenai Ukuran Dampak Penting
E.2.4 TUJUAN STUDI IDENTIFIKASI KAWASAN GENANGAN DAN DED
DRAINASE KOTA Bulukumba
Penyusunan Master Plan Sistem Drainase Kab. Enrekang bertujuan:
Jangka Panjang
a. Pembangunan drainase akan memiliki master plan yang terarah sampai
suatu tahun horison atau akhir periode perencanaan, dalam hal ini hingga
tahun 2020, yang disesuaikan dengan Rencana Induk Kota Bulukumba. Selain
itu pula akan diperoleh rencana pembangunan drainase setiap lima tahun ke
depan.
b. Terhindarnya tumpang tindih dengan sektor pembangunan kota lainnya.
Kejadian tumpang tindih hendaknya dihindari dengan melaksanakan strategi
Pembangunan Prasarana Perkotaan Terpadu (P3KT). Dengan demikian
sektor Pembangunan Drainase juga akan memenuhi strategi dalam P3KT ini,
yang antara lain berwujud dalam pokok-pokok bahasan:
Perencanaan investasi memenuhi kaidah bottom up planning, dalam arti
kata usulan pengadaan investasi berasal dari masyarakat, yang kemudian
naik pada tingkat kelurahan, kecamatan, dan seterusnya sampai pada
Bappeda Tingkat I
Memiliki Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) yang berwawasan
selama lima tahun, berisikan prioritas pengadaan investasi sektor yang
ada dalam P3KT
Rencana investasi pada RPJM tersebut harus layak dari berbagai tinjauan,
yaitu:
- Layak ekonomis, artinya investasi tersebut memberikan suatu
pendapatan bagi Pemerintah Daerah guna mengadakan O & M
(Operation & Maintenance) pada investasi tersebut;
- Layak lingkungan, artinya rencana investasi ini tidak akan merusak
lingkungan hidup, dan diterima oleh komisaris Daerah dan Komisi
Pusat;
- Layak kelembagaan, artinya rencana investasi rencana ini akan
mampu ditangani oleh pemerintah Daerah, dngan kelembagaan yang
ada, yaitu setelah diadakan pembenahan seperlunya
Adapun petunjuk penentuan tahapan pembangunan adalah:
1. Kerangka Acuan dari perencanaan sistem drainase
2. Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan di
bidang drainase.
Jangka Pendek
Ada beberapa hal pokok yang mendasari suatu Rencana Program Jangka
Menengah dan Pendek pada pembangunan sistem drainase, yaitu:
a. Program tersebut sesuai dengan outline plan yang telah ditetapkan, dan
memenuhi serta memperhitungkan Rencana Detail Tata Ruang Kota, yang
meliputi:
Menormalisasi saluran-saluran yang ada
Rencana program darurat, memperhatikan hasil analisis jaringan sistem
drainase di lokasi yang diprioritaskan penanganannya.
b. Program jangka pendek ini merupakan usulam bottom up planning dari
masyarakat, dan dalam Perencanaan Teknis telah dievaluasi sebagi prioritas
pertama yang dapat dikategorikan sebagai kawasan mendesak untuk
ditangani, karena genangan banjir pada kawasan tersebut sudah parah.
Hal ini dapat dilakukan bersama masyarakat, terutama dalam
mengadakan inspeksi, pada waktu terjadi hujan lebat, dan pada Instansi
Pengelola Sungai dan Bangunan Drainase dimintakan perhatian untuk
memasang suatu sistem pemberitahuan keadaan darurat dan bahaya,
yang dikaitkan dengan kenaikan muka air, baik di hulu maupun di hilir.
Oleh karena itu, diperlukan suatu keterkaitan antara Perencana Teknis
Terperinci drainase perkotaan dengan Direktorat Sungai Ditjen Pengairan
yang menangani masalah flood control.
5.2.5 GAMBARAN KHUSUS PERMASALAHAN DRAINASE KOTA BULUKUMBA
Jaringan drainase merupakan suatu jaringan yang digunakan untuk mengalirkan
air hujan dan air buangan, baik air buangan rumah tangga maupun air buangan
industri. Hal ini berfungsi agar tidak terjadi genangan yang dapat menyebabkan
banjir dalam wilayah tersebut.
Salah satu permasalahan pembangunan di Kabupaten Bulukumba adalah
bencana banjir dan genangan air di kawasan perkotaan Bulukumba, hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
Drainase perkotaan yang ada dalam wilayah Kabupaten Bulukumba hanya
sebagian desa/kelurahan yang mempunyai drainase tersier yang permanen,
yaitu: pada ibukota kecamatan dan seluruh wilayah ibukota kabupaten (lihat
gambar-gambar kondisi drainase dan outline Kota Bulukumba),
Beberapa bagian wilayah Kabupaten Bulukumba jaringan drainase yang ada
berfungsi ganda yaitu sebagai jaringan irigasi tersier dan drainase itu sendiri,
Kawasan perkotaan Bulukumba berada pada dua muara aliran sungai besar,
yang mana kedua sungai tersebut memiliki hulu pada kawasan pegunungan
di sebelah Barat Kabupaten Bulukumba. Kedua sungai-sungai tersebut saling
berhubungan dan memiliki anak-anak sungai. Pada saat musim hujan sungai-
sungai di Kabupaten Bulukumba memiliki debit yang sangat tinggi, hal inilah
diindikasikan sebagai salah satu penyebab banjir tahunan di Kota Bulukumba,
khususnya di kawasan perkotaan. Perlunya diterapkan konsep manajemen
Pengelolaan Sungai yang Terpadu pada Kabupaten Bulukumba, dan beberapa
kabupaten lainnya yang dilintasi oleh kedua sungai tersebut. Pemilihan
konsep ‘1 sungai 1 manajemen’ didasarkan pada pertimbangan bahwa aliran
limpahan air yang menggenangi kawasan perkotaan Bulukumba disebabkan
oleh rusaknya atau adanya penyalahgunaan pemanfaatan lahan di
sepanjang aliran sungai-sungai tersebut.
Belum terdapatnya jaringan drainase primer atau kanal yang berfungsi
sebagai jaringan drainase utama yang berada pada kawasan perkotaan Kota
Bulukumba.
Berkembangnya kawasan Built Up Area di Kota Bulukumba juga memberikan
andil terhadap genangan air yang terjadi pada kawasan perkotaan,
berkurangnya daerah resapan air pada dua muara sungai besar akibat
besarnya permukaan tanah yang telah ditutupi oleh bangunan-bangunan.
Kondisi aliran sungai yang berkelok-kelok di kawasan perkotaan dan
membawa debit air yang cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya
limpahan air sungai yang melintas di daratan dan kemudian aliran tersebut
bertemu lagi pada kelokan-kelokan berikutnya, juga menjadi penyebab
terjadinya banjir di kawasan perkotaan. Diperlukan konsep Normalisasi
Sungai untuk kawasan perkotaan di Kota Bulukumba sebagai upaya untuk
mengarahkan pengaliran air agar tidak melimpah ke daratan. Konsep
Normalisasi ini hanya untuk kawasan perkotaan, sedangkan untuk daerah
lainnya tetap mempertahankan kelokan-kelokan alam.
E.2.6 FASILITAS PENDUKUNG DAN PENJELASAN PELAKSANAAN
INVESTIGASI
a. Peralatan
No. Alat Tipe Alat Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Waterpass
Theodolite
Global Positioning Sistem (GPS)
Kompas Geologi
Roll Meter
Baak Ukur
SOKKISHA C3E
NIKON NT-2D
Garmin Etrex 12
channel
Brunton
50 Meter
2 Meter
2
1
1
2
3
6
Kalibrasi alat :
Kalibrasi alat adalah hak direksi, walaupun demikian tetap pelaksana kerja
melakukan kalibrasi alat sebelum dan setelah alat siap digunakan di lapangan.
Kalibrasi alat dimaksudkan untuk mengecek kelengkapan dan kelayakan alat
yang akan digunakan dengan pertimbangan frekuensi pemakaian dan umur
alat yang akan disewa. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaran pekerjaan
dan akurasi data yang akan diambil.
b. Pengukuran/Survey Topografi
Sebelum melakukan pengukuran topografi terlebih dahulu mengumpulkan
data topografi yang telah dimiliki daerah kerja, antara lain :
Peta Topografi Skala 1 : 50.000 (2110-42) Lembar Bulupodo dan (2110-
43) Lembar
Peta Geologi Skala 1 : 25.000 Kota Bulukumba
Peta Sistem Jaringan Jalan Kota Bulukumba
Peta Sistem Drainase Kota Bulukumba
Peta Tata Guna Lahan Kota Bulukumba
Pengumpulan data tersebut dimaksudkan sebagai referensi pemetaan untuk
mendukung pembuatan kerangkan utama jalur survey topografi, menentukan
titik ikat sekaligus melakukan koreksi peta yang sudah dimiliki daerah kerja.
1. Pemetaan situasi lokasi :
Secara umum akan diterapkan metode Sport Hight di mana semua
daerah/medan diambil secara menyeluruh untuk keperluan perencanaan.
Pemetaan situasi wilayah kerja akan diterapkan pendekatan pengukuran
kerangka horizontal, beda tinggi dan pengukuran detail, rancangan
sebagai berikut:
Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan alat ukur sudut dan jarak (theodolite)
Merancang kerangka utama atau polygon primer dengan
menggunakan batas wilayah administrasi, jalan provinsi, sungai,
pantai dan drainase (saluran primer dan sekunder) serta batas
wilayah pemukiman lainnya sebagai polygon utama (Gambar F-1)
Merancang pembuatan poligon cabang/kring dengan menggunakan
jalan semi permanen, saluran tersier, bukit, pemukiman, dan lembah
sebagai kring untuk mendapat data situasi.
Sepanjang jalur dilakukan pengukuran jarak optis, sudut vertikal dan
sudut dalam baik untuk jalur utama maupun detail.
Bila pada jalur pengukuran terdapat saluran disisi lintasan akan
dilakukan pengambilan detail untuk membatu rancangan pengukuran
situasi saluran.
Untuk memposisikan hasil pengukuran dalam koordinat bumi perlu
dilakukan pengambilan titik ikat, titik triangulasi yang akan gunakan
adalah (Bench Mark) TTG–0162 (5O4’37.2“LS–120O15’0.0“BT)
BAKOSURTANAL.
Diawal dan akhir pengukuran dilakukan pengambilan azimut dengan
kompas dan koreksi matahari (Lihat Gambar)
Gambar. Model kerangka pengukuran jaring primer dan sekunder
Gambar. Model pengukuran azimut matahari AT = AM + B
Perlu pemasangan pilar beton (reference point) dibeberapa tempat
yang mempunyai kondisi topografi yang berbeda untuk memudahkan
perencanaan dan pemutakhiran peta kelak. (Gambar F-4)
Disampng itu akan dilakukan pengambilan pada titik-titik tertentu
dengan alat GPS, dan juga akan dilakukan route traking.
U ( G eografi )
U
M atahari
Q ( Target )
M erid ian P
AT
AM
B
lm
ltP
Gambar. Model pilar beton yang dianjurkan
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik target, arah, pembacaan rambu (ba,bb), sudut
vertikal (biasa, luar biasa), sudut horisontal (biasa, luar biasa), sudut
dalam, tinggi alat, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat.
Sketsa lintasan pengukuran dan posisi detail.
Perhitungan jarak horizontal (Gambar 4) :
∆d = (ba-bb) x Cos ….......(i)
Perhitungan Beda Tinggi
∆h = (ba – bb) x Sin .......(ii)
ba : Benang Atas; bb : Benang Bawah; Sv: Sudut Vertikal
Gambar. Pengukuran jarak optis theodolite
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sket dan hasil perhitungan data lapangan.
Penggambaran kerangka peta/titik-titik polygon dilakukan dengan
menggunakan sistem jaring triangualsi (Gambar F-5).
Detail-detail hasil pengukuran situasi di gambar dengan cara polar
Peta digambar pada Skala 1 : 20.000, 1 : 10.000, 1 : 500 dan 1: 2.000
Kontur dibuat dengan cara interpolasi dengan interval contur didapat
dari rumus : ………………… (iii)
Kontur digambar dengan pena 0,1 mm dan untuk setiap kenaikan
5,0 meter digunakan pena 0,3 mm
Draft penggambaran situasi yang telah selesai kemudian dipindahkan
pada kertas kalkir dengan ukuran kertas disesuaikan dengan skala
peta.
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
Pada tiap lembar peta digambarkan keterangan detail menurut
legenda yang lazim digunakan pada peta topografi.
Sistem koordinat yang akan digunakan adalah sistem proyeksi
koordinat geografi dan UTM (universal tranverse mercator).
2. Pemetaan Situasi Trase Saluran
Pengkajian ulang seluruh sistem jaringan purnalaksana supaya seluruh
sistem jaringan drainase tatap dijadikan acuan untuk pemetaan situasi
saluran, menggambarkan sistem saluran primer, sekunder dan primer,
saluran permananen dan non permanen, koreksi belokan dan pertemuan
saluran.
Gambar. Metode pengukuran dan penggambaran triangulasi
Pengukuran
Wilayah pemetaan merupakan suatu catchment area dari saluran yang
telah ada di wilayah kerja.
Metode pemetaan yang akan diterapkan adalah metode sifat datar
memanjang dengan kombinasi alat theodolite pada seksi yang lurus.
Pengambilan titik ikat berdasarkan reference point pemetaan situasi
lokasi, menentukan titik untuk pemasangan pilar bench mark.
Pengukuran dilakukan sepanjang saluran per seksi dengan melakukan
pembacaan muka, belakang dan detail.
Sepanjang pengukuran dilakukan pengambilan detail lebar, level kiri
atas/bawah, level kanan atas/bawah, garis tengah saluran untuk
dimensi dan gradient saluran.
Pengambilan detail saluran yang belum tersambung, gorong-gorong,
siphon, bangunan yang berhubungan langsung dengan drainase
seperti : bangunan pembuangan persil rumah.
Mencatat situasi saluran seperti : saluran permanen, saluran non
permanen, gorong-gorong dsb.
Data survei lainnya adalah jaringan telpon, jaringan PDAM, gorong-
gorong dsb.
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik, arah, pembacaan rambu belakang, rambu
muka, detail tinggi garis bidik tinggi titik, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat.
Pencatatan dan sketsa bangunan-bangunan yang berhubungan dengan
bangunan drainase seperti bahu jalan, gutter inlet jalan, jarur
pertemuan saluran, gorong-gorong siphon dsb.
Rumus yang digunakan untuk beda tinggi (h) :
∆ ……………………………
…..(iv)
ba = benang atas
bb = benang bawah
bt = benang tengah
Ta = Tinggi alat
= sudut miring β
Rumus yang digunakan untuk jarak horizontal (d):
∆ …………………………………………………. (v)
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sketsa dan hasil perhitungan data lapangan.
Pengambaran dengan skala 1 : 200 dan 1 : 500 dengan harapan
bangunan akan tergambar dalam peta.
Pengambaran profil melintang menggunakan perbandingan skala H : V
= 1 : 2
Interval kontur berdasarkan rumus (iii)
Semua aspek situasi peta akan di buat keterangan seperti sesuai dengan
aturan penggambaran peta topografi.
Sistem koordinat yang akan digunakan adalah sistem proyeksi
koordinat UTM (universal tranverse mercator).
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
3. Pemetaan situasi khusus
Pemetaan situasi khusus dimaksudkan untuk membuat peta situasi
daerah yang berfungsi sebagai utilitas khusus disekitar saluran seperti
pemukiman dan perkantoran, pasar, bangunan PLN, PDAM dsb.
Pengukuran
Karena hasil yang diharapkan adalah peta kontur dengan skala besar
maka pengukuran dilakukan dengan metode pengukuran sudut dan
jarak (theodolit)
Membuat polygon tertutup disekitar objek yang akan diukur.
Melakukan pengikatan terhadap pilar sekunder atau primer yang
terdekat yang telah ditentukan pada pemetaan situasi lokasi.
Semua sudut bangunan akan dijadikan target detail
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik target, arah, pembacaan rambu (ba,bb), sudut
vertikal (biasa, luar biasa), sudut horisontal (biasa, luar biasa), sudut
dalam, tinggi alat, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat
Sketsa lintasan dan objek bangunan
Perhitungan jarak sesuai dengan rumus (i) dan beda tinggi (ii)
sedangkan titik ketinggian akan dihitung dengan jumlah beda tinggi
suatu titik dengan tinggi titik ikat.
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sket dan hasil perhitungan data lapangan.
Pengambaran dilakukan dengan metode triangulasi berdasarkan
hubungan segitiga dari titik polygon dengan detail.
Untuk menggambarkan kontur dilakukan interpolalsi antar tinggi titik
yang diketahui.
Interval kontur berdasarkan rumus (iii)
Sistem koordinat yang akan digunakan adalah sistem proyeksi
koordinat geografi dan UTM (universal tranverse mercator).
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
c. Pengukuran Jalur Rencana
Pengukuran jalur rencana dimaksudkan untuk mengukur jalur saluran baru
dan jalur saluran lama yang belum saling berhubungan untuk perencanaan
sistem drainase. Terutama saluran primer dan saluran sekunder. Pengukuran
jalur rencana meliputi pengukuran profil memanjang, profil melintang dan
pengukuran 1 Ha.
1. Pengukuran profil/penampang memanjang saluran :
Metode pengukuran yang akan diterapkan adalah metode pengukuran
sipat datar profil (Gambar F-7). Pemilihan metode pengukuran tersebut
untuk memberikan informasi kepada perencana dalam menentukan arah
dan gradient jalur rencana dan perhitungan volume pekerjaan.
Gambar . Metode pengukuran sifat datar memanjang
Pengukuran
Perintisan/perencanaan pengukuran dengan meteran dan
pemasangan patok jalur pengukuran untuk memudahkan pekerjaan .
Patok-patok dibuat dari kayu dolken dengan ukuran 5 x 7 cm, ditanam
kuat ke dalam tanah dan dicat merah serta diberi nomor kode yang
teratur.
Patok ditandai dengan paku payung yang dipasang di atasnya sebagai
titik pengukuran.
a1
a2
a3 a4
Pengukuran dilakukan sepanjang garis tengah jalur rencana/drainase
Pengukuran memanjang saluran per-section jarak 100 meter
Pada jalur belokan dilakukan per 50 meter
Pada jalur lurus dilakukan 200 s/d 250 meter.
Akan dilakukan pengambilan detail sepanjang route sehingga dapat
memenuhi sayarat pengambaran garis kontur.
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik, arah, pembacaan rambu belakang, rambu
muka, detail, tinggi garis bidik tinggi titik, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat.
Sketsa jalur situasi jalur rencana
Perhitungan beda tinggi sesuai rumus iv dan jarak sesuai rumus v
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sket dan hasil perhitungan data lapangan.
Penggambaran dilakukan dengan skala 1 : 500 (dikondisikan dengan
panjang profil)
Draft gambar dibuat dalam grid 1 cm
Untuk menampakkan potongan melintang dilakukan pengambaran
sayatan tegak lurus profil melintang berdasarkan posisi titik
pengukuran profil melintang.
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
Gambar . Arah pengukuran profil memanjang jalur rencana
2. Pengukuran profil melintang (cross section) :
Sebelum melakukan pengukuran profil melintang terlebih dahulu
membuat setting dengan bantuan prisma sehingga garis tegak lurus
dengan potongan profil memanjang. Secara teknis metode pengukuran
sebagai berikut :
Pengukuran
Melakukan pengukuran dengan pita ukur untuk membuat titik ikat
profil melintang, spasi potongan per 50-100 meter sesuai kondisi trase
saluran
Jika pada titik ikat terjadi belokan, maka perlu dibuat dua buah
potongan melintang, masing-masing tegak lurus arah profil
memanjang dan belokan selanjutnya (Gambar F-8).
Pengukuran terhadap semua perubahan disepanjang garis potong
Pengukuran diusahakan sesuai dengan kaidah bentuk saluran
(Lihat Gambar)
Gambar. Profil melintang tampak samping suatu jalur rencana saluran
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik, arah, pembacaan rambu belakang, rambu
muka, detail, tinggi garis bidik tinggi titik, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat.
Perhitungan beda tinggi sesuai rumus (iv) dan jarak sesuai rumus (v)
Gambar. Contoh penggambaran potongan memanjang dan melintang
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sket dan hasil perhitungan data lapangan.
Pengambaran disesuaikan dengan jumlah garis potong atau titik ikat
yang telah dibuat/diukur.
Untuk menampakkan potongan melintang dilakukan sayatan
memotong lintasan, skala penampang H :V = 1 : 2 (Gambar F-9).
Kenampakan gambar diusahakan tampak saping dan atas potongan
melintang (Contoh Gambar).
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
Gambar. Contoh bentuk profil melintang drainase
3. Pengukuran luas 1 Ha :
Pengukuran I Ha biasanya diperuntukkan untuk pola penampungan air
sementara (detensi) seperti taman dan retensi serta daerah-daerah yang
mempunyai bangunan yang berhubungan lansung dengan sitema
drainase.
Pengukuran
Pengukuran dengan metode sudut dan luas dengan membuat
kerangka jalur utama dan jalur trase 10 m untuk saluran primer dan
sekunder serta tersier (disesuaikan dengan kondisi lapangan).
Pengambilan detail pada lokasi-lokasi tamann kota (detensi) dan
retensi/sumur peresapan.
Melakukan pengikatan terhadap pilar sekunder atau primer yang
terdekat yang telah ditentukan pada pemetaan situasi lokasi.
Pencatatan dan Perhitungan
Pencatatan meliputi titik target, arah, pembacaan rambu (ba,bb), sudut
vertikal (biasa, luar biasa), sudut horisontal (biasa, luar biasa), sudut
dalam, tinggi alat, jarak.
Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dicatat di lembar/blanko
pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, meliputi nama
pengukur/pengamat, tanggal, daerah pengukuran, nama alat, nomor
alat, nomor lembar, dan penjelasan lain yang dianggap perlu, dan
harus ditandatangani oleh pengukur/pengamat.
Sketsa lintasan dan objek bangunan
Perhitungan jarak sesuai dengan rumus (i) dan beda tinggi (ii)
sedangkan titik ketinggian akan dihitung dengan jumlah beda tinggi
suatu titik dengan tinggi titik ikat.
Penggambaran
Penggambaran kerangka dasar dibuat pada kertas milimeter
berdasarkan sket dan hasil perhitungan data lapangan.
Skala peta disesuaikan dengan luas wilayah, sedangkan profil 10 m
menggunakan perbandingan H : V = 1 : 2.
Penggambaran akan dilanjutkan pada software Auto Cad Map/Arview
3.2 untuk menjadikan gambar digital.
5.3 ANALISA PERHITUNGAN DATA DAN HASIL LABORATORIUM
Analisa Debit Banjir Rancangan
Guna menunjang pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Review Master Plan Dan
DED Drainase Kota Bulukumba maka analisa debit banjir rancangan
diperlukan. Analisa ini merupakan satu bagian analisis awal dalam
perencanaan - perencanaan bangunan pengairan. Informasi dan nilai besaran
yang diperoteh dalam analisis ini merupakan masukan penting terhadap
faktor – faktor perekayasaan seperti kelayakan teknis, pemilihan terhadap type
dan jenis konstruksi pengaman banjir sebagai langkah konservasi, faktor
kelayakan ekonomis dan lingkungan dalam tinjaunnya terhadap faktor
pembiayaan. Untuk mendapatkan hasil analisis yang memadai beberapa
aspek yang periu diperhati'kan adalah:
1. Aspek pemahaman terhadap jenis, sifat dan karakteristik daerah aliran
sungai
2. Pemilihan model dan metode analisis
3. Tingkat resiko yang ditanggung
Analisis Hujan Rancangan
Data yang tercatat pada stasiun pencatatan hujan adalah merupakan hujan titik
(point reinstall). Dalam analisis selanjutnya yang periu diketahui adalah besamya
hujan rerata DAS. Sebelum data hujan digunakan terietxh dahulu harus
melewati pengujian ujntuk konsistensi data karena hal ini dapat mempengamhi
ketelitian hasil analisis. Data hujan tidak konssten dapat terjadi karena beberapa
hal, ini dapat mempengaruhi ketetitian hasil analisis. Data hujan yang tidak
konsisten dapat terjadi karena beberapa hal yang meliputi :
1. Penggantian alat yang memiliki spesifikasi berbeda
2. Pemindahan tokasi alat
3. Perubahan lingkungan mendadak
Cara pengujian sederhana dapat dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan ini.
Metode umum yang dilakukan dobte mass analisis dengan menggambarkan
besaran hujan kumulatif stasiun yang diuji dengan besaran kumulatif rata - rata
hujan dan beberapa stasiun acuan disekitamya tidak kesesuaian data
ditunjukkan dari penyimpangan garisnya dari garis lurus.
Lengkung masa ganda yaitu kurva kumulatif hujan tahunan stasiun yang ditinjau,
dibandingkan dengan kurva kumulatif hujan tahunan referensi / acuan.
Pengujian dilakukan dari tahun data terkedl sampai dengan data terbesar. Rumus
yang dipakai adalah :
DMCt = (Xt, Yt)
Dimana :
Xt = Komulatif hujan stasiun A pada tahun ke t
Yt = Kumulatif hujan stasiun referensi pada tahun ke t
Ri = Rata-rata curah hujan tahunan stasiun referensi pada tahun ke t
Rat = Curah hujan tahunan distsiun A
DMQ = Titik koordinat kurve lengkung masa ganda tahun ke t
Metode ini masih sering menimbulkan keraguan karena masih terdapat
kemungkinan tidak konsistennya stasiun - stasiun referensi. Untuk
mengetahui hal tersebut digunakan metode pembanding yang menguji ketidak
sesuaian data sesuatu staaun dengan data dari stasiun itu sendiri, dengan
mendeteksi penggeseran nilai rata - rata ( mean ).
Salah satu cara klasik yang digunakan metode RAPS ( Rescaled Adjasted
Partial Sums) yaitu pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu
sendiri yaftu pengujian dengan komulatif penyimpangan kuadrat terhadap
nilai reratanya.
Hujan Rerata DAS
Untuk menghitung rerata daerah aliran sungai dalam analisis hidrologis dikenal
beberapa metode yaitu :
1. Rata-rata aljabar
2. Poligon Thiessen
3. Isohyet
Dalam studi ini metode yang digunakan dalam menghitung hujan rerata DAS
adalah metode Poligon Thiessen. Cara ini memberikan bobot tertentu untuk
sedap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap hujan dianggap mewakili
hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut
merupakan, faktor kreasi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.
Persamaan umum yang dipergunakan :
dimana :
Pi = Kedalaman hujan di stasiun I
FK = Faktor Koreksi
Ai = Luas daerah yang di wakili stasiun
A = Luas Total
P = Hujan rata-rata DAS
Analisis Frekuensi
Metode analisis hujan rancangan pemilihannya sangat tergantung dari
kesesuaian parameter statistik dari data yang bersangkutan atau dipilih
berdasarkan pertimbangan teknis lainnya. Ada beberapa jenis distribusi dalam
analisis frekuensi yaitu :
1. Distribusi normal
2. Distribusi log normal
3. Distribusi Log Person Type III
4. Distribusi Gumbel
Dalam studi ini distribusi frekuensi yang digunakan adalah distribusi EJ Gumbd
Type I dan Log Pearson tipe III
Metode E. J,. Gumbel Type I
Metode pendekatam untuk analisis frekuensi dalam studi ini menggunakan
metode EJ. Gumbel Type I, persamaan sebagai berikut:
dimana :
Xt = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu curah hujan rancangan untuk
periode ulang T tahun
= Harga rerata dari data
St = Standart deviasi
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang ( return
periode).
Untuk menghitung faktor frekuensi E. J Gumbe) Type digunakan rumus :
dengan :
Yt = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln (-Ln (T - 1)
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
Dengan mensubtitusikan ketiga persamaam diatas diperoleh :
Jika :
Persamaan diatas menjadi:
Metode Log Person Type III
Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Person Type ini
adalah dengan mengkonversikan rangkaian datannya menjadi bentuk logaritmis.
Nilai rerata :
Atau dengan cara
dengan:
Standart deviasi:
Koefisien Asimetri:
Nilai X bagi setiap tingkat probabilitas dihitung dari:
Pemeriksaan Uji Kesesuaiaan Distribusi Frekwensi
Metode Smomov Kolmogorov
Pemeriksaan uji ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran
hipotesa distribusi frekwensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui
beberapa hal, diantaranya :
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan modede distribusi yang
diharapkan atau yang diperolen secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa (diterima ditolak), Hipotesa suatu rancangan awal
adalah merupakan perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat
dan untuk menjeiaskan hal itu diperlukan adanya penyelidikan. Untuk
mengadakan pemeriksaan uji tersebut teriebih dahulu harus diadakan
plotting data dan hasil pengamatan di kertas probabilitas dan garis durasi
yang sesuai.
Plotting data pengamatan dan garis durasi pada kertas probabilitas tersebut
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari kecil
ke besar.
2. Probabilitas dihitung dengan persamaan Webull sebagai berikut:
dimana :
P = Probabilitas
m = nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = besamya data
3. Plot data hujan Xi dan probabilitas
4. Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai
5. Bandingkan hasilnya dengan nilai Ddta kritis untuk uji sumemov
Kai — Kuadrat
Uji ini diterapkan untuk menguji simpang dalam arah vertikal, agar
distribusi frekwensi yang dipilih bisa diterapkan :
dimana :
X2 = Harga Kai-Kuadrat
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan
pembangian
Of = Frekuensi yang terbaca pada kdas yang sama
Nilai x2 yang terdapat ini harus lebih dari harga X2 cr (Kai - Kuadrat Krisis) pada
tabel, untuk suatu derajat nyata tertentu (Level of significance), yang sering
diambil sebesar 5%.
Derajat kebesaran ini secara umum dapat dihitung dengan:
dimana :
DK = Derajat kebebasan
K = Banyaknya data
P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang
untuk sebaran Kai-Kuadrat adalah sama dengan dua (2).
Distribusi Hujan
Untuk mentransformasi curah hujan rancangan menjadi debt banjir rancangan
diperlukan curah hujan jam-jaman. Pada umumnya data hujan yang tersedia
pada suatu meteorologi adalah data hujan harian, artinya data yang tercatat
secara kumulatif selama 24 jam.
Namun demikian jika tersedia data hujan otomatis (Automatic Rainfall Recorder,
ARR), maka pola distribusi hujan jam - jaman dapat dibuat dengan
mengggunakan metode Mass Curve untuk tiap kejadian hujan lebat dengan
mengabaikan waktu kejadian. Setiap kejadian ini diplot untuk mendapatkan
distribusi hujan harian menjadi setiap jam.
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi
daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh didaerah tersebut Adalah
kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah :
1. Keadaan hujan,
2. Luas dan bentuk daerah aliran,
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai,
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah,
5. Kebasahan tanah,
6. Suhu udara dan angin serta evaporasi dan
7. tata guna tanah
Koefisien pengaliran yang disajikan pada Tabel berikut, didasarkan dengan suatu
pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor - faktior
fisik.
Hujan Netto
Hujan netto adalah hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run
- off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan ( surface run - off)
dan interview ( air yang masuk kedalam lapisan tjpis dibawah permikaan
tanah dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi ditempat yang tetxh
rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan).
Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan
langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oteh waktu, maka hujan
netto ( Rn ) dapat dinyatakan sebagai berikut:
dimana :
Rn = Hujan netto
C = Koefisien Hmpasan
R = Intensrtas curah hujan
Hidrograf Satuan
Untuk menentukan hidrograf satuan Daerah Alir Sungai Pampang akan
dipergunakan metode Nakayasu. Dimana pendekatan tersebut akan dipilih yang
sesuai dengan karakteristik banjir di sungai yang bersangkutan, penggunaan
metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan beberapa karakterisdk
parameter daerah alirannya, seperti :
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to
peak magnitude)
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time
log)
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph )
4. Luas daerah aliran
5. Panjang aliran sungai utama terpanjang (length of the longest channel)
6. Koefisien pengukuran
Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :
dimana :
Qp = Debit puncak banjir ( m3 / set)
Ro = Hujan satuan ( mm )
Tp = Tegangan waktu dari permulaan hujan samp» puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperiukan oteh penurunan debit dari debit puncak
sampai menjadi 30 % dari debit puncak
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatar ijmus sebagai berikut:
Tg adalah time tog yaitu waktu antara hujan sampai puncak (jam).
Tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
Sungai dengan panjang tebih dari 15 Km, mate ': = 0,4 + 0,08 L
Sungai dengan panjang kurang dari 15 Km, maka Tg = 0,21 L °'70
= Parameter hidrograf
Tr = Satuan waktu hujan (1 jam )
Persamaan satuan hidrograf antara lain :
Pada waktu naik: 0 ≤ + ≤ Tp
Qt = Qmaks (t/Tp)2,4
Pada kurva turun:
0 < t < (Tp+TO,3)
Tp + T0,3 ≤ (Tp +T0,3 + T0,32)
T ≤ (Tp +T0,3 + 1,5 T0,3)
Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, olen karena itu dalam
penerapannya terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan pemilihan
parameter-parameter yang sesuai seperti Tp, a, dan pola distribusi hujan.
Hidrograf Banjir Rancangan
Dengan hidrograf satuan, maka hidrograf banjir untuk berbagai kala ulang dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Qk = U1 Ri + U2 Ri-1 + U3 Ri-2 + ... + Un Ri-n+1 + Br
dimana:
Qk = Ordinat hidrogaf banjir pada jam ke k
Un = Ordinat hdrtigraf satuan
Ri = Hujan netto pada jam ke I
Br = Aliran Dasar (Base Flow)
Evapotranspirasi
Berbagai rumus telah dikembangkan untuk menghitung harga evapotranspirasi
potensial (Eto), diantaranya : rumus Blaney Cnddle, Radiasi dan rumus Penman
yang oleh Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) direkomendasikan untuk
dipakai. Dalam menghitung evapotranspirasi potensial (Eto) ketiga rumus
tersebut menggunakan prinsip yang sama yaitu :
Eto = c Eto
Besar Eto sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Sementara itu diketahui, bahwa
iklim suatu daerah sangat erat berhubungan dengan letak lintang daerah.
Indonesia yang terletak disekitar garis khatulistiwa, tentunya mempunyai
keadaan iklim yang jauh berbeda dengan daerah lain yang terletak jauh dari
khatulistiwa.
Perhitungan Eto membutuhkan data iklim yang benar-benar terjadi di suatu
tempat (selanjutnya disebut sebagai data terukur). Untuk rumus Penmann
perhitungan Eto membutuhkan data terukur yaitu :
1. t, suhu butan rata-rata (C)
2. RH, ketembaban retetif bulanan rata-rata (%)
3. n/N, kecerahan angin bulanan rata-rata (m/dt)
4. Letak lintang daerah yang ditinjau, dan
5. Angka koreksi (c)
Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan persamaan Penman modifikasi
FAO dirumuskan sebagai berikut:
Eto = c [W Rn + (1 – W) f(u) (ea –ed)]
dimana:
Eto = Evapotranspirasi tanaman ( mm / hari )
W = Weighing faktor tergantung dari suhu dan daerah
Rn = Radiasi netto ( mm / hari)
f(u) = Faktor kecepatan angin
ea-ed = Perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata - rata
dengan tekanan uap air jenuh ( mbar)
c = Faktor pendekatan tergantung dari kondisi daerah pada waktu siang
dan malam
dengan:
W =
= 0,368 x (P/L)
L = 595 – 0,51 T
P = 1013 – 0,1055 E
= 2 x (0,00738 x T + 0,8072)T-0,00116
Rn = Rns – Rn1
Rns = ( 1 - ) Rs
Rs = (0,25 + 0,28 n/N) x Ra
Rn1 = f(r) x f(ed) x f(n/M) x Ra
ed = ea x Rh
ea = 33,8639 x ((0,00738 T + 0,8072)8 – 0,000019 x (1,8 x T + 48) + 0,00136))
c = 0,6 + 0,0095 Rhmax + 0,018125 – 0,068 Ud + 0,013 Ur + 0,0097 Ud Ur + 0,43
10-4 Rhmax Rs Ud
Ud = (U2 x Ur)/(43,2 x (1 + Ur)
Ur = Ud/Un
dimana:
E = Elevasi diatas muka laut
Ur = Kecepatan rasto
Ud = Keoepatan angin siang
Un = Kecepatan angin malam
Nilai fungsi:
f(u) = 0,27 (1+ u/100)
f(T) = 11,25 . 1,0133T
f(ed) = 0,34 – 0,044
f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N
Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah
pengaliran diambil menurut rumus :
T = (X – 0,006 H)oC
dimana :
T = Suhu udara (°C)
X = Suhu udara didaerah pencatatan Klimatologi (°C)
H = Perbedaan etevasi antara tokasi dengan satasiun pencatat (m)
Koreksi kecepatan angin karena perbedaan etevasi diambil menurut rumus:
U1 = Up 9L1/Lp)1/7
Dimana:
U1 = kecepatan angin dilokasi perencanaan (m/dt)
Up = Kecepatan angin dilokasi pengukuran (m)
L1 = Elevasi lokasi perencaznaan (m)
Lp = Elevasi lokasi pengukuran
Analisis Debit Aliran Rendah
Apakah data debit tidak tiersedia karena tkjkak terdapat stasiun debit pada
tokasi daerah kajian, maka data debit bisa didapatkan dengan mentransformasi
data hujan yang dianggap mewakili untuk DAS yang bersangkutan menjadai data
debit
Adapun metode umum yang bisa digunakan adalah :
Metode NRECA
Metode simulasi Mock's modifikasi
Metode simple water Balance
Dalam sudut ini metode yang akan digunakan adalah Metode Mock's
modifikasi
Metode FJ Mock
Kriteria perhitungan dan asumsi yang digunakan dalam analisis diuraikan
sebagai berikut:
Evapotranpirasi Terbatas
Curah hujan bulanan ( P) diambil hujan bulanan ( mm ), dan jumlah hari
hujan (n) = jumlah hujan pada bulan yang bersangkutan
Evapotranpirasi Terbatas adalah Evapotranpirasi aktual dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta vrekwensi
curah hujan
Dengan:
E = Perbedaan antara evapotranspirasi potiensial dengan
evapotranwrasi terbatas
Ep = Evapotranspirasi potensial
d = Jumlah hari kering atau tanpa hujan dalam 1 bulan
m = Prosentase lahan yang tak tertutup vegetasi, ditaksir dan peta tata
guna tanah, diambil:
m = 0 % untuk lahan dengan hutan tebat
m = 0% pada akhir musim hujan, dan pertambahan 10 % setiap bulan
kering untuk lahan dengan hutan sekunder
m = 10-40% untuk lahan yang tererosi
m = 30 - 40 % untuk lahan pertanian yang diotah (misal sawah, ladang)
Berdasarkan frekuaensi curah hujan di Indonesia dan sifat mf»r» serta
penguapan dari tanah permukiman, didapat hubungan :
d= 3/2 (18 - n) atau d = 27 - 3/2 n
n = Jumlah hari hujan dalam sebulan
Subtitusikan dari persamaan (2) ke (1) diperoleh:
E/Ep = (m/20)(18-n)
Et = (Ep – E)
Et = Evapotranspirasi terbatas
Soui surplus adalah volume air yang akan masuk ke permukaan tanah. Soil Water
Surplus - (P – Et) - Soil Storage, dan 0 jika defisit (P - Et) > dari Soil Storage.
Initial Storage surplus adalah besamya volume air pada saat permulaan
mulainya perhitungan. Ditaksir sesuai dengan keadaan musim, seandainya
musim hujan tea sama dengan soil moisture capasity dan tebih keil pada
musim kemarau.
Keseimbangan Air di Permukaan tanah
Curah hujan yang mencapai permukaan tanah
S = P - Et
Harga positif bila P > Et, air masuk ke dalam tanah
Harga negatif bila P > Et, seagai air tanah akan keluar. terjadi defisit
Perubahan kandungan air tanah
Soil moisture capasity Sutan sekarang dengan bulan sebdumnya. Soil
moisture ini berdasarkan kondisi pnr"«acas tapisan tanah atas dan
catchment area. Basanya ditaksir berdasarkan 50 s/d 25i- Tvn, yartu
kapasitas kandungan air dalam tanah per m2. Jika porositas lapisan tarur
atas dan tersebut makin besar, maka soil moisture capacity makin besar pula.
Debit dan Storage Air Tanah
Koefisien infiltrasi (I) ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan daerah pengaliran.
Lahan yang portous muka infiltrasi akan besar, lahan yang terjal dimana air
tidak sempat infittrasi kedalam tanah infiltrasi akan kecil. Besamya koefisien
infiltrasi kedl dan 1.
Rumus-rumus storage air tanah :
Vn = (k Vn-1 + qo 1+k) In
dimana:
Vn = Volume air tanah
k = qt/qo = Fdt-aor resesi aliran air tanah
qt = Aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)
qo = Aliran air tanah pada awal (bulan ke-0)
Vn = Vn-Vn
Vn =Volume air tanah bulan ke-n
Vn-1 = Volume air tanah bulan ke n-1
Aliran sungai:
Aliran dasar = infittrasi dikurangi perubahan volume aliran air dalam tanah
Aliran permukaan water surplus – infiltrasi
Aliransungai aliran permukaan + aliran dasar
Debit efektif aliran sungai dinyatakan dalam m3/det.
5.4 DASAR PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DRAINASE
Dalam perhitungan perencanaan ini diutamakan untuk saluran drainase pada
kawasan-kawasan yang rawan banjir/genangan dan mendesak untuk ditangani.
Dalam perhitungan perencanaan ini dipergunakan data-data terbaik dari:
Hasil pengukuran topografi yang berupa peta situasi, gambar potongan
memanjang dan potongan melintang.
Hasil analisa hidrologi yang berupa kurva Intensitas Curah Hujan Kota
Bulukumba,
Hasil perhitungan stabilitas dan kekuatan konstruksi yang berupa daftar
stabilitas dinding saluran dan tabel dimensi plat beton bertulang.
Perhitungan perencanaan drainase meliputi:
Perhitungan debit banjir rencana (debit puncak),
Perhitungan dimensi saluran danbangunan penunjangnya (Plat
pelintas/gorong-gorong).
Menghitung Debit Banjir Rencana (Debit Puncak)
Debit banjir rencana (debit puncak) dihitung dengan memakai metode Rational
yang dimodifikasi (Modified Rational Method).
dimana :
Qp = Debit banjir (debit puncak) yang terjadi dalam priode ulang T tahun
(m3/det).
C = Koefisien pengaliran ( run off coeffisient).
Cs = Koefisien penampungan (storage coeffisient).
I = Intenskas Curah Hujan ( mm/jam) dengan durasi sebasar waktu konsentrasi
(tc) dan periode ulang T tahun.
A = Luas daerah pengaliran ( Ha).
Priode Ulang Perencanaan
Priode Ulang Perencanaan ditentukan dari jenis (kategori) kota.
Prediksi jumlah penduduk kota Bulukumbahingga tahun 2015 dilakukan untuk
mengkategorikan kota Bulukumba, apakah termasuk dalam kategori kota kecil
atau kota sedang. Selanjutnya ditentukan periode ulang perencanaan pada:
Saluran primer
Saluran sekunder
Saluran tersier
Koefisien Pengaliran ( C )
Besarnya koefisien pengaliran ditentukan dari tataguna lahan (land use) yang ada
dalam daerah pengaliran. Besarnya dapat dilihat pada Tabel F-48.
Tabel F-48. Koefisien Pengaliran ( C )
Tata Guna Lahan Koefisien Pengaliran
Urban (Perkotaan)
Pusat Perkotaan
Industri
Pemukiman
- Kepadatan Rendah 20 rumah/ha
- Kepadatan Cukup 20 - 60 rumah/ha
- Kepadatan Tinggi 60-160 rumah/ha
Taman-taman dan tempat rekreasi
Rural
Daerah dengan kemirmgan > 20
percent
Daerah dengan kemirmgan < 20
percent
Daerah beterasering
Daerah persawahan
0.90 - 0.95
0.80 - 0.90
0.25 - 0.40
0.40 - 0.70
0.70 - 0.80
0.20 - 0.30
0.50 - 0.60
0.40 - 0.50
0.25 - 0.35
0.45 - 0.50
Somber : BUDS
Koefisien Penampungan ( Cs )
Besarnya koefisien penampungan dihitung dengan rumus:
dimana: tc = waktu konsentrasi ( menit)
td = waktu pengaliran air dalam saluran ( menit)
Waktu Konsentrasi ( tc )
Besarnya waktu konsentrasi diliitung dengan rumus :
tc = to + td
dimana : to = waktu pengaliran air pada permukaan tanah (menit). Besarnya
dianalisa dari gambar.
Td = Waktu pengaliran air pada saluran (menit).
Besarnya dianalisa berdasarkan rumus :
Ld = Jarak aliran air dari tempat masuknya air sampai ketempat yang
ditinjau (meter),
V = Kecepatan aliran air (m/det).
Intensitas Curah Hujan ( I)
Besarnya Intensitas Curah Hujan (mm/jam) dengan durasi sebesar waktu
konsentrasi (TC) dan priode ulang T tahun dianalisa berdasarkan perhitungan.
Menghitung Dimensi Saluran
Untuk merencanakan saluran drainase Kota Bulukumba dipilih jenis konstruksi:
Dinding dan lantai saluran, apakah dibuat dari pasangan batu kali/gunung
dengan campuran 1 semen : 4 pasir dan 1 semen : 3 pasir ( pada plat
pelintas, atau sesuai perencanaan.
Permukaan pasangan (dinding) disiar dan lantai diplester dengan campuran
1 semen : 3 pasir.
Dan digunakan tipe penampang Trapesium dengan kemirmgan talud ( S ) :
- Saluran sekunder
- Saluran tersier
Dimensi saluran ditentukan berdasarkan rumus manning, atas asumsi aliran
seragam.
dimana : Q = Debit / kapasitas ( nr'/det)
n = Koefisien Kekasaran Manning
A = Luas penampang basah ( m2)
R = Jari -jari hidrolis ( m )
I = Kemiringan dasar saluran
Koefisien Kekasaran Manning ( n )
Besarnya koefisien kekasaran manning diarnbil :
Pasangan batu kali/gunung tidak diplester = 0,020
Pasangan batu kali/gunung diplester = 0,018
Kecepatan Aliran Dalam Saluran ( V )
Besamya kecepatan aliran dalam saluran tidak boleh melebihi kecepatan
maksimum 3,0 m/detik (agar tidak menimbulkan erosi) dan tidak boleh kurang
dari 0,3 m/detik (agar tidak terjadi penumpukan sedimen/ kotoran dalam
saluran).
Besarnya kecepatan aliran daiam saluran dihitung dengan rumus :
dimana : Q = debit / kapasitas ( mVdet )
A = luas penampang basah ( m2)
Luas Penampang Basah ( A )
Untuk penampang trapesium :
Besarnya dihitung dengan rumus :
A = 1/2 ( B + B') D
dimana : B = lebar dasar saluran ( m)
B' = lebar permukaan air ( m )
- untuk kemiringan talud ( S ) = 0,33 : B' = B + 2 < 0,33 .D)
- untuk kemiringan talud ( S ) = 0,25 : B' = B + 1 ( 0,25 . D )
D = Kedalaman air ( m )
Untuk penampang segi empat ( talud tegak ).
Besarnya dihitung dengan rumus :
A = B x D
dimana : B = lebar dasar saluran = lebar permukaan air ( m )
D = kedalaman air ( m )
Jari - Jari Hidrolis ( R )
Besarnya dihitung dengan rumus :
dimana : A = luas penampang basah ( m )
P = keliling basah ( m )
Kemiringa Dasar Saluran ( I)
Kermiringan dasar saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga memberikan
kecepatan aliran yang terdekat diantara kecepatan maksimum dan minimum.
Besarnya dianalisa dari peta situasi dan gambar potongan memanjang/melintang
hasil pengukuran topografi.
Menghitung Dimensi Gorong-Gorong
Untuk merencanakan gorong-gorong ditentukan tipe penampangnya dan jenis
konstruksinya.
Dinding dan lantai gorong-gorong dibuat dari pasangan batu kali/gunung
dengan campuran 1 semen : 3 pasir.
Plat terbuat dari beton bertulang dengan mutu beton K. 175 dan mutu baja U.
24.
Beberapa tipe yang dapat digunakan antara lain:
Tipe tenggelam (submerged) : dipakai pada tempat-tempat datar, dimana
elevasi muka air pada saluran drainase terlalu tinggi. Gorong-gorong
dipasang pada elevasi yang agak rendah dengan jarak antarajalan dan puncak
gorong-gorong ± 0,60 m, atau disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Tipe tidak tenggelam (unsbmerged) : dipakai bila tinggi elevasi muka air pada
saluran drainase relatif rendah terhadap elevasi jalan. Jarak antara jalan dan
puncak gorong-gorong diambil ± 0,60 m, atau disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
Perhitungan kehilangan energi
Akibat Pemasukan
Digunakan rumus :
dimana :
he = kehilangan tinggi akibat pemasukan ( m)
V2 = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/det)
V1 = kecepatan air di hulu gorong-gorong (m/det)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
Akibat gesekan di dalam gorong-gorong
Digunakan rumus :
dan
dimana :
hf = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
n = koefisien kekasaran manning
R = jari-jari hidrolis (m)
P = panjang gorong-gorong (m)
V2 = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/det)
Akibat Pengeluaran
Digunakan rumus :
dimana
ho = kehilangan tinggi akibat pengeluaran (m)
V2 = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/det)
h3 = kecepatan air di hilir gorong-gorng (m/det)
g = 9,81 m/det2
Akibat Transisi
Jika perbedaan ketinggian sangat kecil, maka untuk praktisnya diabaikan dalam
perhitungan.
5.5 METODOLOGI
Metodologi Penyusunan Review Master Plan Dan DED Drainase Kota Bulukumba
dibagi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1/. Tahapan Tinjauan Studi (Review Study)
2/. Tahapan Pembuatan Master Plan Dan Detail Engineering Design (DED);
3/. Supervision (Pengawasan).
Pada tahapan tinjauan studi: survey yang diperlukan pada tahapan tinjauan study
adalah mempelajari kondisi existing sistem, layout banjir/genangan lokal,
pemetaan, dan data hydrologi. Diperlukan pula persiapan pengadaan peta lokasi
1 : 5000 dengan countur yang memadai. Selain itu pula perlu juga mempelajari
design manual drainase yang ada dan mengaplikasikan modifikasi-modifikasi
tertentu sesuai keperluan, untuk selanjutnya dibuatkan alternatif sistem disertai
dengan Preliminary Design. Pemilihan alternatif terpilih master/outline plan
dilakukan setelah diadakan diskusi dengan pemberi tugas dan konsultasi denan
instansi terkait, yakni: Bappeda, Pemda, Dinas PU, dan Kimpraswil.
Selanjutnya pada tahapan Detail Engineering Design (DED), dilakukan survey
pengukuran dan pemetaan (longitudinal dan cross section) pada jalur-jalur
saluran induk drainase. Data pendukung sistem makro lainnya seperti tata guna
lahan, genangan, curah hujan, topografi dan flow catchment digunakan dalam
perhitugan desain dan perencanaan teknis drainase, dengan tetap mengacu pada
standart desain yang ada hingga diperoleh draft design. Pada tahapan ini pula
dilakukan detail design saluran dan bangunan-bangunan air yang diperlukan,
baik yang menyangkut perhitungan maupun penggambaran. Perhitungan juga
mencakup tentang volume pekerjaan dan Rencana Anggaran biaya (RAB). Final
design diperoleh setelah melakukan konsultasi terhadap instansi terkait tentang
draft desain.
Dalam tahapan Supervision (pengawasan), dilakukan tentang persiapan kontrak
dokumen yang mencakup dokumen tender dan spesifikasi umum. Alternatif
terpilih diperoleh setelah melakukan diskusi dan persetujuan dari pemberi tugas,
serta konsultasi dengan instansi terkait.
Secara terperinci metodologi Penyusunan Master Plan Dan DED Drainase Kota
Bulukumba ditunjukkan pada Gambar berikut ini.
Gambar F-12. Bagan Alir Penyusunan Review Master Plan Dan DED Drainase Kota Bulukumba
E - 56
5.7. PROGRAM KERJA
Program kerja sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman bagi personil
pelaksana untuk mengetahui tahapan pelaksanaan pekerjaan dan untuk
mengkoordinasi kegiatan-kegiatan agar tidak terjadi kegiatan yang dikerjakan
dua kali, sehingga akan menghemat biaya dan waktu pelaksanaan. Rencana kerja
akan kami sajikan dalam bentuk Bagan Alir Pelaksanaan dan Jadwal Pelaksanaan
Pekerjaan.
Pembuatan Program Kerja dimaksudkan untuk mencapai sasaran sebagai
berikut :
- Menjamin tercapainya sasaran, maksud dan tujuan pekerjaan yang
ditentukan dengan tahapan kegiatan yang terarah dan efisien, dengan
pelaksana masing-masing kegiatan yang terorganisir dan sesuai jadwal, serta
penggunaan peralatan yang tepat sesuai jenis, jumlah, dan waktu.
- Dengan demikian diharapkan akan tercapai penyelesaian pekerjaan sesuai
batas waktu yang sudah ditetapkan, dengan hasil yang optimal.
Program kerja merupakan gambaran menyeluruh dan komprehensif usulan dari
konsultan dalam melaksanakan pekerjaan yang akan ditangani sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah diberikan.
Dalam program kerja ini akan diuraikan urutan-urutan pekerjaan, konsep
penanganan masalah, tanggung jawab dan personil yang terlibat, pengerahan
sarana maupun personil pendukung, schedule pelaksanaan pekerjaan, serta
schedule personil.
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, diperlukan suatu metode kerja dan
rencana kerja yang efisien dan sederhana, sehingga akan menghasilkan suatu
produk kerja yang baik. Oleh karena itu pada pekerjaan “Penyusunan Review
Master Plan Dan DED Drainase Kota Bulukumba”, PT. DANA consultant akan
mengerahkan personil-personilnya yang sudah berpengalaman dalam bidangnya
masing-masing dan mempunyai kemampuan serta berdedikasi tinggi. Secara
garis besar akan kami uraikan hubungan kerja dan tugas dari masing-masing
E - 57
personil, baik hubungan dengan proyek dan instansi terkait maupun dengan
anggota tim.
5.6.1. Bagan Alir Pelaksanaan
Bagan alir pelaksanaan pekerjaan merupakan pedoman bagi personil
pelaksana untuk mengetahui tahapan pelaksanaan pekerjaan dan untuk
mengkoordinasi kegiatan-kegiatan agar tidak terjadi kegiatan yang
dikerjakan dua kali, sehingga akan menghemat biaya dan waktu pelaksanaan.
5.6.2 Strukktur Organisasi Pelaksana
Struktur organisasi konsultan yang akan melaksanakan pekerjaan ini
dipimpin oleh seorang Team Leader yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab mengkoordinasi semua kegiatan pelaksanaan pekerjaan, dengan
didukung oleh beberapa tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya yang
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
5.6.3 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Jadwal pelaksanaan pekerjaan merupakan jadwal yang mengatur kapan
suatu kegiatan harus dilaksanakan dan harus selesai sehingga waktu
pelaksanaan yang diberikan dapat tercapai dengan tidak mengurangi mutu
teknisnya. Jadwal pelaksanaan pekerjaan ini harus sesuai dengan bagan alir
pelaksanaan pekerjaan dan item-item pekerjaan sesuai dengan yang
disyaratkan dalam KAK. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan tersaji pada Tabel
yang akan disajikan.
5.6.4 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli
Jadwal penugasan tenaga ahli akan disusun berdasarkan rencana tahap-
tahap kegiatan yang telah diuraikan dalam bab pendekatan dan metodologi.
Secara garis besar jadwal penugasan tenaga ahli pekerjaan dalam
“Penyusunan Review Master Plan Dan DED Drainase Kota Bulukumba”
disajikan dalam Tabel.
5.6.5 Pelaporan
Tujuan suatu sistem pelaporan adalah untuk mengetahui perkembangan
proses pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian diperlukan sistem
pelaporan dengan prinsip-prinsip manajemen, serta cepat dan tepat sehingga
E - 58
dapat dimanfaatkan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan pada
setiap tahapan kegiatan pelaksanaan.
5.6.7 Peralatan
Kebutuhan fasilitas dan peralatan akan disiapkan Konsultan untuk
menunjang kegiatan, baik di lapangan maupun di kantor. Mobilisasi
peralatan disesuaikan dengan jadwal peralatan yang telah disusun bersama
dengan penyusunan rencana kerja, jadwal pelaksanaan dan pengerahan
personil. Penentuan kebutuhan akan fasilitas dan peralatan sangat erat
hubungannya dengan kelancaran pekerjaan, sehingga tidak ada kendala
peralatan dan fasilitas yang dihadapi oleh pelaksana pekerjaan pada saat
pelaksanaan nantinya.
5.8 Strukktur Organisasi Pelaksanaan
Pelaksanaan Pengawasan ini melibatkan beberapa tenaga profesional, tenaga
sub profesional, dan tenaga pendukung dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing sesuai dengan bidang keahliannya. Untuk memperjelas alur
koordinasi dalam pelaksanaan pekerjaan ini, maka dibuat bagan organisasi
agar pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai KAK dan tidak terjadi salah
koordinasi. Disamping itu konsultan juga menyadari adanya mekanisme
kontrol terhadap proses dan hasil dari pekerjaan konsultan.
Dibuatnya bagan organisasi untuk Pekerjaan “Penyusunan Review Master
Plan Dan DED Drainase Kota Bulukumba”, dimaksudkan untuk membuat
jalur koordinasi untuk semua personil pelaksana. Di dalam bagan organisasi
tersebut Team Leader membawahi semua personil pelaksana, baik tenaga
ahli maupun staf pendukung.
Pengorganisasian konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan
terhadap tugas, tanggung jawab dan koordinasi masing-masing tenaga ahli
dengan Pengguna Jasa, Direksi Pekerjaan dan Instansi lain yang terkait
dengan Organisasi Kerja Konsultan, dimana dalam melaksanakan pekerjaan
ini diharapkan konsultan dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal.
E - 59
Bagan organisasi untuk pelaksanaan Pekerjaan ini dimaksudkan untuk
mencapai sasaran sebagai berikut :
- Menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan ini seperti yang tertera pada
ruang lingkup pekerjaan sehingga dapat diselesaikan pada waktunya.
- Pelaksanaan pekerjaan dapat terkoodinir dengan baik sehingga
penyelesaian pekerjaan dapat dilakukan secara sistimatis dan efektif.
- Setiap kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing tenaga ahli
akan saling berkesinambungan dan berada dibawah koordinasi Team
Leader. Dengan demikian pengeluaran biaya pelaksanaan pekerjaan atau
lebih efektif dan dapat mencapai sasaran aspek teknis yang dituju.
Adapun pihak-pihak yang saling terkait dan harus saling berkoordinasi
berkaitan dengan pekerjaan ini antara lain :
1. Pihak Pemilik/ Pemrakarsa Kegiatan
Satuan kerja : Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan.
Tahun Anggaran : 2013
2. Pihak Penyedia Jasa/ Konsultan
Dalam struktur konsultan biasanya terdiri dari Direktur Utama, Direktur,
PT. DANA consultant selalu mengadakan rapat mingguan dan bulanan
agar jalur koordinasi antar direktur dan karyawan selalu terjalin dengan
baik.
3. Tenaga Ahli/ Profesional Staf
Berkaitan dengan pekerjaan ini, pihak konsultan menyediakan Tenaga
Ahli yang sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, antara lain:
Professional Staff :
1. Team Leader
2. Ahli Lingkungan
3. Ahli Hidrolika
4. Ahli Struktur
E - 60
5. Ahli Estimasi Biaya
6. Ahli Geodesi
7. Ahli Sosial Ekonomi
Tenaga Penunjang :
1. Operator Komputer
2. Drafter
Struktur organisasi konsultan yang akan melaksanakan pekerjaan ini
dipimpin oleh seorang Team Leader yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab mengkoordinasi semua kegiatan pelaksanaan pekerjaan, dengan
didukung oleh beberapa tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya yang
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan hubungan timbal balik
antara Team Leader dengan Direksi Pekerjaan. Apabila konsultan
memerlukan data-data dari instansi lain, maka konsultan harus memberi
tahu Direksi terlebih dahulu dengan harapan pihak pemberi pekerjaan bisa
menghubungkan ke pihak yang terkait/ instansi tersebut.
E - 61
E - 62
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN KEGIATAN PENYUSUNAN REVIEW MASTER PLAN DAN DED DRAINASE KOTA BULUKUMBA
PT. DANA consultant
Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Provinsi
Sulawesi Selatan
TEAM LEADER (Teknik Sipil)
PENYUSUNAN REVIEW MASTER PLAN DAN DED DRAINASE KOTA BULUKUMBA
Ahli Lingkungan
Tenaga Penunjang :1. Operator Komputer 2. Juru Gambar
Ahli Geodesi Ahli Hidrolika Ahli Estimasi Biaya Ahli Struktur Ahli Sosial Ekonomi