E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

42
Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota 5.1 PENGEMBANGAN JARINGAN PERGERAKAN encana pengembangan jaringan pergerakan merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan permeabilitas kawasan perencanaan, dimana kualitas permeabilitas ditentukan oleh kemudahan pencapaian kawasan. Dalam perencanaan ruang-ruang publik dimana semakin besar kemungkinan pencapaian ruang-ruang tersebut maka semakin tinggi permeabilitas ruang yang direncanakan. Perencanaan blok kecil lebih banyak memberikan pilihan untuk pencapaian atau pemilihan rute-rute daripada blok- blok yang besar. Dengan perencanaan blok-blok kecil akan meningkatkan permeabilitas visual dimana dalam satu rute akan lebih banyak persimpangan/simpul yang dilihat sehingga akan memberikan keuntungan bagi perencanaan ruang-ruang komersial. R Selanjutnya pola jaringan pergerakan diarahkan untuk : a. Membentuk suatu sistim seimbang yang menjamin aksesibilitas masyarakat dalam kawasan perencanaan maupun dari pusat kota ke daerah pinggiran yang menjadi arah tujuan pengembangan kota. b. Peningkatan kualitas lingkungan dan penghematan energi serta memberikan penekanan pada aspek-aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan. DRAFT LAPORAN AKHIR 5-1

description

ah

Transcript of E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Page 1: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

5.1 PENGEMBANGAN JARINGAN PERGERAKAN

encana pengembangan jaringan pergerakan merupakan bagian dari upaya

untuk meningkatkan permeabilitas kawasan perencanaan, dimana kualitas

permeabilitas ditentukan oleh kemudahan pencapaian kawasan. Dalam

perencanaan ruang-ruang publik dimana semakin besar kemungkinan pencapaian

ruang-ruang tersebut maka semakin tinggi permeabilitas ruang yang direncanakan.

Perencanaan blok kecil lebih banyak memberikan pilihan untuk pencapaian atau

pemilihan rute-rute daripada blok-blok yang besar. Dengan perencanaan blok-blok

kecil akan meningkatkan permeabilitas visual dimana dalam satu rute akan lebih

banyak persimpangan/simpul yang dilihat sehingga akan memberikan keuntungan bagi

perencanaan ruang-ruang komersial.

R

Selanjutnya pola jaringan pergerakan diarahkan untuk :

a. Membentuk suatu sistim seimbang yang menjamin aksesibilitas masyarakat dalam

kawasan perencanaan maupun dari pusat kota ke daerah pinggiran yang menjadi

arah tujuan pengembangan kota.

b. Peningkatan kualitas lingkungan dan penghematan energi serta memberikan

penekanan pada aspek-aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan.

c. Pada zona perdagangan dan jasa jaringan jalan diintegrasikan dengan penyediaan

ruang bagi pejalan kaki dan jalur hijau.

d. Mengoptimalkan penggunaan lahan.

e. Mendorong perkembangan pada ruang yang didorong perkembangannya serta

menghambat perkembangan pada ruang yang dibatasi pengembangannya.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-1

Page 2: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

f. Pola grid pada zona perumahan ini diintegrasikan dengan pengembangan ruang

terbuka hijau dan selanjutnya diatur melalui peraturan zonasi.

Rencana pengembangan jaringan pergerakan di kawasan perencanaan terdiri dari

ruas jalan yang tersusun berdasarkan hirarki fungsi jalan, sebagaimana terlihat pada

Gambar 5.1.

5.1.1 Jaringan Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional

atau antara pusat kegiatan nasional (PKN) dengan pusat kegiatan wilayah (PKW).

Pengembangan jalan arteri primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:

a. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah

60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit

11 (sebelas) meter.

b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas

rata-rata.

c. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas

ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

d. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga

ketentuan harus tetap terpenuhi.

e. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus

memenuhi ketentuan.

f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan

pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Berdasarkan kebijakan dan strategi Nasional, Provinsi Kalimantan Timur terdapat

beberapa ruas jalan arteri primer yang akan dikembangkan menjadi jalan bebas

hambatan yang berfungsi untuk melayani pergerakan menerus, dengan kriteria lalu-

lintas cepat, jalan akses dibatasi, pengaturan jalan masuk dan gangguan samping

yang minimal.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-2

Page 3: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Gambar 5.1Peta Rencana Jaringan Jalan Kawasan Perencanaan

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-3

Page 4: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan arteri primer dan jalan bebas

hambatan di kawasan perencanaan, meliputi:

1. Jalan bebas hambatan Balikpapan – Samarinda – Bontang – Sangatta – KIPI

Maloy.

2. Ruas jalan Bontang - Sangatta.

5.1.2 Jaringan Jalan Kolektor Primer

Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan

nasional (PKN) dengan pusat kegiatan lokal (PKL), antar pusat kegiatan wilayah

(PKW), atau antara pusat kegiatan wilayah (PKW) dengan pusat kegiatan lokal (PKL).

Pengembangan jalan kolektor primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:

a. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah

40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit

9 (sembilan) meter.

b. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas

rata-rata.

c. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.

d. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu.

e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan

pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan kolektor primer di kawasan

perencanaan, yaitu ruas jalan akses masuk Kota Bontang dari Nyerakat (Kelurahan

Bontang Lestari) ke arah Trans Kalimantan Timur, pengembangan jalan kota diarahkan

ke Kelurahan Bontang Lestari, dan pengembangan jalan lingkar pesisir (coastal road).

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-4

Page 5: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

5.1.3 Jaringan Jalan Lokal Primer

Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional

dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan

lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan

lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

Pengembangan jalan lokal primer harus sesuai persyaratan teknis meliputi:

a. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua

puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma

lima) meter.

b. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.

Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan lokal primer di kawasan perencanaan,

yaitu:

1. Ruas jalan Simpang 3 Kantor Kecamatan Teluk Pandan- Kantor Kecamatan Teluk

Pandan;

2. Ruas jalan Simpang 3 Desa Sukarahmat- Kantor Simpang 3 Desa Sukarahmat.

5.1.4 Jaringan Jalan Lingkungan Primer

Jalan lingkungan primer menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan

perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Sedangkan jalan

lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.

Pengembangan jaringan jalan lingkungan primer dan jalan lingkungan sekunder yang

diarahkan untuk mengoptimalkan aksesibilitas antar zona, sehingga zona-zona

peruntukan tersebut terbentuk dalam suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan

sistem jaringan jalan tidak terputus. Pengembangan jaringan jalan lingkungan

direncanakan dengan lebar 10 m dengan perincian:

a. Kecepatan rencana maksimum 10 - 20 km/jam;

b. Jalur kendaraan dengan lebar 3 m;

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-5

Page 6: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

c. Jalur hijau lebarnya 1 - 1,5 m didalamnya juga dipergunakan untuk penempatan

jaringan utilitas kota/perkotaan;

d. Saluran drainase, lebar 0,4 m terletak di bawah pedesterian atau di samping

pedesterian pada dikedua sisi jalan;

e. Saluran jaringan air bersih dan telepon dengan lebar 0,75 m di kedua sisi jalan

terletak dijalur hijau.

5.1.5 Jaringan Jalan Lainnya

A. Pengembangan Terminal Penumpang Tipe B

Terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan

menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan intra/atau moda transportasi

serta mengatur kedatangan pemberangkatan kendaraan angkutan penumpang

umum.

Pengembangan terminal tipe B merupakan aspek yang dapat dipertimbangkan

dalam perencanaan prasarana pada jaringan transportasi di kawasan

perencanaan, dengan dimaksud terminal di sini adalah terminal dengan jarak

wilayahnya tidak terlalu jauh maka tidak perlu dibuat sebuah terminal melainkan

cukup dengan pangkalan sementara dengan tujuan pelayanan sebagai akses antar

wilayah disekitarnya.

Pengembangan terminal penumpang tipe B di kawasan perencanaan, harus

memperhatikan ketentuan dan memenuhi persyaratan:

a. Terletak dalam jaringan trayek perkotaan dan perdesaan;

b. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA;

c. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan;

d. Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai

kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal;

e. Kebutuhan terminal wilayah perencanaan adalah sekurang-kurangnya memiliki

luas layanan 2.000 m2;

f. Di area pusat kegiatan pada unit lingkungan/kelurahan (30.000 penduduk)

sekurang-kurangnya harus ada tempat pemberhentian kendaraan umum antar

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-6

Page 7: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

lingkungan dan juga pangkalan-pangkalan kendaraan yang dapat langsung

membawa penumpang ke daerah perumahan, misalnya: pangkalan becak,

bajaj, ojek, dan sejenisnya; dan

g. Di area pusat kegiatan pada unit kecamatan (120.000 penduduk) sekurang-

kurangnya harus ada pangkalan kendaraan umum jenis angkutan kecil yang

dapat meneruskan penumpang ke pusat-pusat kegiatan atau ke pusat-pusat

lingkungan hunian dengan catatan tidak menerobos daerah perumahan dan

tidak mangkal di pusat lingkungan. Luas pangkalan angkot ini sekurang-

kurangnya 500 m2.

Berdasarkan ketentuan dan persyaratan diatas, rencana pengembangan terminal

penumpang tipe B dapat berlokasi pada simpul kegiatan dan mobilitas penduduk

pada kawasan perencanaan, dengan cakupan pelayanan angkutan perkotaan atau

angkutan perdesaan. Pengembangan terminal tipe B di kawasan perencanaan,

Kota Bontang bekerjasama dan berlokasi di Kabupaten Kutai Timur.

B. Rencana Pengembangan Halte

Halte adalah tempat perhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan

dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Penempatan

halte diintegrasikan dengan pusat pusat bangkitan dan tujuan perjalanan (sekolah,

pasar, pertokoan, ruang terbuka publik dsb). Fungsi halte dikembangkan untuk

menampung kegiatan yang saling melengkali seperti telepon umum, kios minuman

dan koran, serta dilengkapi dengan bangku tempat duduk serta daftar rute

angkutan umum. Persyaratan umum penempatan halte adalah :

1) berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;

2) terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki);

3) diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;

4) dilengkapi dengan rambu petunjuk;

5) tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas.

Penentuan jarak antara halte dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1Jarak Halte Terhadap Zona Kegiatan

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-7

Page 8: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat Henti(m)

1 Pusat kegiatan sangat padat: pasar; pertokoan. CBD, Kota 200 – 300*)

2 Padat: perkantoran, sekolah, jasa. Kota 300 – 400

3 Permukiman Kota 300 – 400

4 Campuran padat: perumahan, sekolah, jasa. Pinggiran 300 – 500

5 Campuran jarang: perumahan, ladang, sawah, tanah kosong. Pinggiran 500 – 1000

Keterangan : *) Jarak 200 m dipakai bila sangat diperlukan saja, sedangkan jarak umumnya 300 m.

Pengembangan tata letak halte terhadap ruang lalu lintas sebagai berikut:

a. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah

100 meter.

b. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada

panjang antrean.

c. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan

ketenangan adalah 100 meter.

d. Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah

persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana

Gambar 5.2. Peletakan di ruas jalan dapat dilihat Gambar 5.3. sedangkan

protoipe halte dapat dilihat Gambar 5.4.

Gambar 5.2Peletakan Tempat Perhentian (Halte)

Di Pertemuan Jalan Simpang Tiga dan Simpang Empat

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-8

b. Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga

a. Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang empat

Page 9: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Gambar 5.3Tata Letak Halte Pada Ruas Jalan

Gambar 5.4Prototipe Tata Letak Halte Pada Ruas Jalan

C. Rencana Pengembangan Ruang Parkir

Parkir didalam kawasan direncanakan untuk ditampung pada parkir di dalam

halaman atau di dalam persil (off-street) dan parkir di dalam ruas milik jalan (on-

street).

a. Parkir di Dalam Persil (off street)

Pada ruas jalan kolektor primer dan ruas jalan lokal primer/sekunder,

penyediaan ruang parkir direncanakan dengan sistem off street di depan

pertokoan dan perkantoran yang dikembangkan di sepanjang jalan dengan

memanfaatkan ruang GSB. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ruang yang

lebih luas kepada pejalan kaki. Konsekuensi daripada penataan ruang parkir ini

adalah pembentukan hubungan yang erat melalui pengaturan jalur pejalan kaki

antar kantong parkir dengan tujuan perjalanan.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-9

Page 10: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Penyediaan parkir di dalam persil (off-street) diatur, meliputi:

Parkir dalam persil merupakan kewajiban yang harus disediakan sesuai

dengan pemanfaatan ruang yang diisyaratkan kecuali rumah tinggal pada

peruntukan rumah taman, rumah renggang, dan rumah deret.

Pada peruntukan tanah ruang terbuka tidak diwajibkan menyediakan parkir

kecuali pada penggunaan rekreasi dan tempat pemakaman.

Parkir bersama dalam bentuk pelataran parkir, taman parkir, dan atau

gedung parkir dapat dibangun pada semua peruntukan tanah kecuali di

peruntukan tanah terbuka.

Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi daerah-daerah penghijauan, dan

harus memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar masuk kendaraan dan

pejalan kaki, keamanan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan.

Untuk parkir di bawah tanah (basement) harus sedemikian rupa sehingga

memenuhi batasan KDB dan KDH yang ditetapkan, dan harus menyediakan

fasilitas parkir bawah tanah berupa: ruang tunggu, toilet, mushola, kantin

dan fasilitas lain sesuai kebutuhan.

Parkir di luar jalan merupakan parkir yang tidak memanfaatkan badan jalan.

Jenis parkir ini antara lain adalah:

Pelataran Parkir (open space parking);

Bangunan Parkir (park building);

Parkir di Lantai Dasar (besement parking).

Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan yaitu lebar 3 meter dan

panjangnya harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antar

mobil (spacing) sekitar 1,5 meter. Oleh karena itu panjang-lebar pintu keluar-

masuk minimum 15 meter. Pergerakkan kendaraan di area parkir dapat

dibedakan menjadi jalur sirkulasi gang dan modul. Patokan umum yang dipakai

adalah:

1. Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter².

2. Jalur gang yang dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan

dianggap sebagai jalur sirkulasi. Lebar minimum jalur sirkulasi :

a. Untuk jalur satu arah = 3,5 meter

b. Untuk jalan dua arah = 6,5 meter

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-10

Page 11: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

5,00m

6,00m

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN II

30°

2,50m

4,20m

4,50m

4,70m

4,00m

2,50

m

60°

4,00m

2,50m

4,20m5,00m

3,50m

4,50m

4,20m

4,60m

5,00m

4,70m

45°

5,00m 5,00m

TATA LETAK PARKIR PADA KAWASAN PARKIR (OFF STREET PARKING)

90°

4,00m

2,50

m

4,00m

90°

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Lebih jelasnya mengenai desain geometri di dalam persil (off street) dapat

dilihat Gambar 5.5 dan prototipe dapat dilihat Gambar 5.6.

Gambar 5.5Desain Geometri Parkir Di Dalam Persil (Off-Street)

Gambar 5.6Prototipe Bangunan Parkir dan Pelataran Parkir

b. Parkir di Ruas Milik Jalan (On-Street)

Parkir di ruang milik jalan diatur berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Parkir di ruang milik jalan, hanya diperkenankan pada:

a. jalan lokal dan kolektor;

b. kawasan dengan penggunaan lahan sekitarnya adalah perdagangan,

jasa dan perkantoran dengan ketentuan telah menyediakan parkir

bersama (baik berupa gedung parkir maupun taman parkir).

2. Penentuan parkir di jalan lokal dan kolektor ditentukan dengan keputusan

Bupati.

3. Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi daerah-daerah penghijauan, dan

harus memperhatikan kelancaran sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki,

keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-11

b. Pelataran Parkira. Bangunan Parkir

Page 12: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Luas kebutuhan parkir on-street bergantung pada jumlah kendaraan yang

diharapkan parkir dan sudut parkir. Umumnya parkir jenis ini menggunakan

sudut parkir yang sejajar dengan badan jalan (bila jalannya kecil) atau

membentuk sudut apabila jalannya cukup lebar. Sudut parkir yang umum

digunakan adalah 30°, 45°, 60°, 90°. Tidak semua badan jalan dapat digunakan

sebagai media parkir, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.7

serta Gambar 5.8.

Tabel 5.2Persyaratan Lebar Minimum Pemanfaatan Parkir On-Street

Arah Lalu Lintas Sudut ParkirLebar Perkerasan Jalan Min. (m)

Satu Sisi Dua Sisi

Satu Arah

Sejajar< 30°< 45°< 60°< 90°

6,008,009,50

11,5013,50

9,0013,5018,0018,5010,50

Dua Arah

Sejajar< 30°< 45°< 60°< 90°

8,0010,5011,0011,5013,50

10,5015,5017,0018,0018,50

Sumber : diolah Tahun 2013.

Gambar 5.7Desain Geometri Parkir Sisi Jalan (On-Street Parking)

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-12

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN

Tepi Jalan

4,7

0m

4,00

m

60°1111

4,6

6m

45° Tepi Jalan

4,00m

2,5

0m

0° Tepi Jalan 30°

4,2

0m

Tepi Jalan

2,50

m

4,00m

4,0

0m

2,50m

90°

4,0

0m

Tepi Jalan

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN

Tepi Jalan

4,7

0m

4,00

m

2,50m

60°1111

4,6

6m

3,98m

2,49m

45°

2,50m

2,50m

2,50m

Tepi Jalan

4,00m

2,5

0m

0° Tepi Jalan 30°

2,50

m2,

50m

4,2

0m

Tepi Jalan

2,5

0m4,00m

4,0

0m

2,50m

90°

4,0

0m

Tepi Jalan

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN

Tepi Jalan

4,7

0m

4,00

m

2,50m

60°1111

4,6

6m

45° Tepi Jalan

4,00m

2,5

0m

0° Tepi Jalan 30°

2,50

m2,

50m

4,2

0m

Tepi Jalan

2,5

0m4,00m

4,0

0m

2,50m

90°

4,0

0m

Tepi Jalan

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN

Tepi Jalan

4,7

0m

4,00

m

2,50m

60°1111

4,6

6m

45° Tepi Jalan

4,00m

2,5

0m

0° Tepi Jalan 30°

2,50

m2,

50m

4,2

0m

Tepi Jalan

2,50

m

4,00m

4,0

0m

2,50m

90°

4,0

0m

Tepi Jalan

ILUSTRASI PARKIR TEPI JALAN

Tepi Jalan

4,7

0m

4,00

m

2,50m

60°1111

4,6

6m

3,98m

2,49m

45°

2,50m

2,50m

2,50m

Tepi Jalan

4,00m

2,5

0m

0° Tepi Jalan 30°

2,50

m2,

50m

4,2

0m

Tepi Jalan2,

50m4,00m

4,0

0m

2,50m

90°

4,0

0m

Tepi Jalan

90°

60°45°

30°Sejajar

Page 13: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

BANGUNAN BANGUNANPARKIR

KENDARAAN

J A L A NTROTOAR

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Gambar 5.8Prototipe Parkir Pada Sisi Jalan (On-Street Parking)

D. Rencana Penyediaan Ruang Pejalan Kaki

Penyediaan ruang pejalan kaki di kawasan perencanaan dapat ditempatkan di

sepanjang jalan atau pada suatu zona maupun subzona yang akibat

pertumbuhannya memerlukan ruang pejalan kaki, perlu memperhatikan ketentuan-

ketentuan sebagai berikut:

a. Agar dapat berfungsi dengan baik dan optimal, penyediaan prasarana dan

sarana ruang pejalan kaki harus memenuhi persyaratan yaitu keamanan,

kenyamanan, keindahan, kemudahan interaksi sosial, bagi semua pengguna

pejalan kaki termasuk yang memiliki keterbatasan fisik (penyandang cacat).

b. Ruang pejalan kaki sebaiknya diterapkan pada ¼ bahu jalan, dengan

pertimbangan ruang tersebut dapat diakses langsung oleh pejalan kaki. Dasar

pertimbangannya adalah lahan tersebut merupakan ruang publik, sementara

untuk penerapan di area non publik, sangat tergantung pada kesepakatan

dengan pemilik lahan.

c. Penyediaan ruang pejalan kaki dapat dikembangkan pada zona:

perdagangan dan jasa.

ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non hijau (RTNH).

Khusus.

Perumahan.

Industri.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-13

Page 14: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Peruntukan campuran.

d. Penyediaan ruang pejalan kaki harus bersifat interzona dan intermoda, serta

menjadi salah satu syarat untuk memudahkan akses ke pusat-pusat kegiatan.

Rencana penyediaan minimal adalah 300-400 meter dari halte transit atau

sekitar 5-10 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki.

e. Ruang pejalan kaki harus memiliki hirarki penggunaan. Pada umumnya berawal

dari satu titik ke titik lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan

akhir dan sebaliknya.

f. Ruang pejalan kaki sebagai jalur utama harus memiliki sarana dan prasarana

untuk membantu mobilitas, seperti ram pejalan kaki untuk memberikan

kenyamanan dalam berjalan dan memandu para difable untuk dapat dengan

mudah melintas.

g. Untuk menghubungkan ruang pejalan kaki yang berseberangan dibangun

jembatan penyeberangan dan penyeberangan sebidang.

h. Perlu tersedia titik-titik yang menghubungkan ruang pejalan kaki dengan moda

transportasi seperti halte kendaraan umum.

i. Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana ruang pejalan kaki, harus

disesuaikan dengan kebutuhan.

j. Standar penyediaan pelayanan ruang pejalan kaki sangat bervariasi, ukuran

dan dimensinya tergantung dari tingkat pelayanan (level of service) dan tingkat

volume pergerakan di ruang pejalan kaki.

k. Penyediaan sarana dan prasarana ruang pejalan kaki tergantung pada tipologi

ruang pejalan kaki. Tipologi ini disesuaikan dengan peruntukan ruang di

kawasan perencanaan.

Lebih jelasnya mengenai prototype pedestrian pada bahu/trotoar jalan dapat dilihat

Gambar 5.9.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-14

Page 15: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Gambar 5.9Prototipe Pedestrian (Ruang Pejalan Kaki) Pada Bahu Jalan/Trotoar

5.2 PENGEMBANGAN JARINGAN ENERGI/KELISTRIKAN

Sumber energi listrik saat ini umumnya berasal dari generator diesel yang sangat

terbatas pasokannya, untuk itu pada masa mendatang, dengan semakin meningkatnya

perkembangan kegiatan di kawasan ini, maka perlu dipertimbangkan sumber pasokan

dengan teknologi lain misalnya dengan memanfaatkan batubara ataupun energi

lainnya.

Sumber jaringan energi/ kelistrikan di kawasan perencanaan yang mudah dijangkau

oleh sistem jaringan listrik interkoneksi dengan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai

Timur, maka rencana pengembangan dan peningkatan sistem jaringan listrik di

kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:

a. Pelayanan listrik di Kota Bontang pada saat ini mengandalkan Pembangkit Listrik

Tenaga Diesel (PLTD) yang terdiri dari dari empat buah PLTD yang dikelola oleh

PLN ranting Bontang Cabang Samarinda. Pelayanan listrik yang ada pada saat ini

sudah dapat menjangkau keseluruhan bagian kota, dengan jumlah pelanggan

sebanyak 15.320 pelanggan yang tersebar di seluruh Kelurahan. Berdasarkan data

terakhir, PLN di ranting Bontang memiliki kapasitas terpasang sebesar 10.176 KW,

daya mampu sebesar 9.600 KW, dengan produksi sebesar 20.049 KW.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-15

Page 16: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

b. Pembangkit tenaga listrik di Kabupaten Kutai Timur terdiri atas :

1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Kota Sangatta dan Sangkulirang di

Kecamatan Sangkulirang;

2. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sangatta di Kota

Sangatta;

3. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel di Muara Wahau Kecamatan

Muara Wahau dan Muara Bengkal di Kecamatan Muara Bengkal; dan

4. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tersebar pada

kampung-kampung, daerah tertinggal dan daerah terpencil.

Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi

listrik di kawasan perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.10.

5.3 PENGEMBANGAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Pengembangan jaringan telekomunikasi di kawasan perencanaan merupakan bagian

pengembangan telekomunikasi Kota Bontang-Kabupaten Kutai Timur yaitu:

a. Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Kota Bontang meliputi:

1. Rencana pengembangan jaringan telepon terutama diarahkan untuk

penambahan jumlah sambungan rumah tangga, perdagangan, jasa,

perkantoran dan industri.

2. Rencana pembangunan jaringan fiber optik untuk melayani kawasan kota baru

di Bontang Lestari.

3. Rencana pengembangan Menara Telekomunikasi (BTS) diarahkan ke

Kecamatan Bontang Lestari.

4. Perlunya pengawasan dan pemberian ijin khusus terhadap pihak operator yang

akan membangun dengan persyaratan yang disepakati secara bersama.

5. Mempertimbangkan kondisi kontur dan ketinggian, dan letak Menara

Telekomunikasi (BTS) tidak berdekatan dengan permukiman, perdagangan

jasa, perkantoran, dan pusat kota.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-16

Page 17: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Gambar 5.10Peta Pengembangan Jaringan Energi/kelistrikan Kawasan Perencanaan

Page 18: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

b. Pengembangan jaringan telekomunikasi di Kabupaten Kutai TImur terdiri atas :

1. Pembangunan jaringan kabel di Kota Sangatta dan Sangkulirang di Kecamatan

Sangkulirang dengan kapasitas 2.232 SST.

2. Jaringan nirkabel terdapat di seluruh kecamatan menggunakan jaringan tower

BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan secara bersama menjangkau

ke pelosok perdesaan.

3. Jaringan satelit yaitu daerah terpencil di seluruh kecamatan.

5.4 PENGEMBANGAN JARINGAN AIR MINUM

Rencana pengembangan jaringan air minum di kawasan perencanaan sebagai berikut:

a. Mengembangkan jaringan air minum dalam rangka pemenuhan kebutuhan

pelayanan minimal untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum terutama

untuk masyarakat yang dilakukan secara bertahap.

b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan jaringan air minum.

c. Meningkatkan dan memperluas akses air yang aman melalui jaringan perpipaan

bagi masyarakat.

d. Mengembangkan penyediaan air minum yang terpadu dengan sistem sanitasi.

e. Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai dengan

standar baku mutu.

Untuk daerah perkotaan/kawasan tertentu kebutuhan air minum harus

mempertimbangkan kebutuhan domestik (pemukiman) non-domestik (kawasan

fungsional non pemukiman), seperti untuk : sosial, komersial, industri, dan sektor lain

serta kehilangan air.

Pengembangan jaringan air minum di kawasan perencanaan merupakan bagian

pengembangan jaringan air minum Kota Bontang-Kabupaten Kutai Timur yaitu:

a. Pengembangan sumberdaya air minum di Kota Bontang adalah sebagai berikut:

1. Sistem Pengelolaan Air Minum

Sistem jaringan yang dapat dikembangkan, yaitu sistem komunal dan sistem

publik. Sistem komunal hanya melayani sebagian kelompok masyarakat atau

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-18

Page 19: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

sebagian wilayah kota, sedangkan sistem publik melayani seluruh kota sebagai

suatu yang terintegrasi. Untuk Kota Bontang alternatif pertama, yaitu sistem

komunal lebih tepat untuk dikembangkan dengan alasan, pertama, kelompok

permukiman industri telah dilayani oleh jaringan air bersih. Kedua, sumber air

yang digunakan adalah sumber air tanah yang tidak memerlukan pengolahan

khusus, disamping juga debit dari satu sumur yang tidak mungkin mencukupi

untuk kebutuhan seluruh kota, ketiga, topografi kota yang bergelombang.

Bentuk dari sistem komunal ini adalah pembentukan unit-unit pelayanan air

bersih dengan reservoir sebagai pusatnya. Reservoir diusahakan untuk berada

pada tempat yang paling tinggi di daerah yang dilayaninya. Hal ini untuk

menghemat biaya pemompaan, karena apabila sumber air terletak pada tempat

yang paling tinggi, maka air dapat mengalir ke tempat yang dilayaninya dengan

sistem gravitasi.

2. Pembagian Pengelolaan Air Minum

Pelayanan air bersih saat ini disediakan oleh beberapa pihak seperti

Pemerintah Daerah melalui PDAM, Swasta industri melalui PT. Pupuk Kaltim,

PT. Badak, dan Indominco, dan masyarakat melalui swadaya. Untuk itu,

pelayanan dan penyediaan air bersih ke depan juga dapat dikelola oleh ketiga

pihak tersebut dengan proporsi masing-masing.

b. Pengembangan sumberdaya air minum di Kabupaten Kutai Timur meliputi :

1. Peningkatan dan pengembangan pelayanan Instalasi Pengolahan Air (IPAM) di

Kota Sangatta, Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang, Muara Wahau di

Kecamatan Muara Wahau, dan Muara Bengkal di Kecamatan Bengkal;

2. Peningkatan dan pengembangan pelayanan jaringan perpipaan di pusat-pusat

kegiatan lokal; dan

3. Rencana sistem non perpipaan air minum tersebar di seluruh desa.

Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan sistem jaringan air minum di

kawasan perencanaan dapat dilihat pada Gambar 5.11.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-19

Page 20: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Gambar 5.11Peta Pengembangan Jaringan Air Minum Kawasan Perencanaan

Page 21: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

5.5 SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Penanganan air limbah di perumahan dan permukiman pada dasarnya merupakan

tanggung jawab masyarakat sendiri, sedangkan sarana penunjangnya dapat dibantu

atau disediakan oleh pemerintah daerah, baik dengan atau tanpa bantuan pemerintah

pusat maupun kerja sama dengan sektor swasta. Pembangunan saluran pembuangan

pada lingkungan perumahan dan permukiman yang belum mempunyai saluran sudah

tidak memungkinkan, seperti kondisi air limbah yang mendominasi di kawasan

perencanaan adalah air limbah domestik yang terdiri 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Black Water, yaitu air limbah manusia (human waste) yang berasal dari

toilet/jamban.

b. Gray Water, yaitu air buangan rumah tangga yang berasal dari kamar mandi,

dapur, dan tempat cuci (sullage).

Pengembangan sistem pengolahan air limbah di kawasan perencanaan (Kota

Bontang-Kabupaten Kutai Timur), yaitu:

1. Rencana sistem pengelolaan limbah di Kota Bontang meliputi:

a. Pengembangan prasarana pengolahan air limbah di Kota Bontang

diprioritaskan pada pengembangan sistem pembuangan air rumah tangga

(sewerage) individu dan komunal. Pengembangan sistem pembuangan air

rumah tangga (sewerage) individu dikembangkan pada perumahan yang sudah

ada, sedangkan pengembangan sistem pembuangan air rumah tangga

(sewerage) komunal dikembangkan pada kawasan perumahan yang akan

dikembangkan dan kawasan perumahan di atas air di Bontang Kuala,

Selangan, Tihik-Tihik, Gusum, dan Melahing.

b. Pengembangan Instalasi Pengalolahan Limbah (IPAL) dalam hal ini

pengolahan Lumpur Tinja akan dilakukan di kawasan Bontang Lestari. Untuk

air limbah yang mengandung B3, setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3

harus mengembangkan instalasi air limbahnya sebelum masuk ke jaringan air

buangan kota.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-21

Page 22: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

2. Rencana sistem pengelolaan limbah di Kabupaten Kutai TImur meliputi:

a. Pembangunan sistem pembuangan limbah domestik komunal dan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestic di Kota Sangatta dan Sangkulirang di

Kecamatan Sangkulirang; dan

b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan prasarana air limbah di kawasan

perencanaan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.12.

5.6 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

Sistem pengelolaan sampah di kawasan perencanaan bertujuan untuk melayani

penduduk terhadap sampah yang dihasilkan, yang secara tidak langsung turut

memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan lingkungan yang bersih dan

sehat. Timbulan sampah di kawasan perencanaan dari tahun ke tahun semakin

meningkat, karena tingginya aktivitas yang berasal dari zona perumahan, zona industri,

zona perdagangan dan jasa, serta zona sarana pelayanan umum.

Pengembangan sistem pengelolaan sampah di kawasan perencanaan (Kota Bontang-

Kabupaten Kutai Timur), yaitu:

1. Pengelolaan persampahan di Kota Bontang, meliputi:

a. Pengembangan area pelayanan

1) Peningkatan pelayanan pengangkutan persampahan terutama di

4 kelurahan yaitu Satimpo, Belimbing, Kanaan dan Bontang Lestari.

2) Peningkatan pelayanan pengangkutan persampahan di kelurahan lain

terutama dalam hal kecepatan pengangkutan dan frekuensi pengangkutan

tiap harinya dari 1-2 kali menjadi 3 kali sehari.

b. Pengembangan prasarana penampungan sampah

1) Pembangunan TPS (Tempat Penampungan Sementara) Sampah) pada tiap

kelurahan. Dengan kapasitas tiap TPS sebesar 6 m3, sampai akhir tahun

rencana dibutuhkan minimal 110 TPS.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-22

Page 23: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Gambar 5.12Peta Pengembangan Jaringan Perpipaan Pengolahan Air Limbah Kawasan Perencanaan

Page 24: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

2) Pengembangan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah yang

dialokasikan di Bontang Lestari. Operasional TPA Btg Lestari 20 th.

2. Pengelolaan persampahan di Kabupaten Kutai TImur terdiri atas :

a. Peningkatan pelayanan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Rantau Pulung

Kecamatan Rantau Pulung dengan sistem sanitary landfill;

b. Penyediaan Tempat Pengolahan Sementara Terpadu (TPST) di Kota Sangatta,

Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang, Muara Wahau di Kecamatan Muara

Wahau, dan Muara Bengkal di Kecamatan Muara Bengkal;

c. Pengembangan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga melalui pengurangan sampah dan penanganan sampah;

d. Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf c, yaitu dengan

menerapkan konsep 3 R (reduce, reuse, recycle) meliputi kegiatan pembatasan

timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali

sampah;

e. Penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf c meliputi kegiatan

pemilahan, pengumpulan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke

TPST; dan

f. Penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B 3) mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang terkait.

5.7 PENGEMBANGAN JARINGAN DRAINASE

Pengembangan drainase pada dasarnya berfungsi untuk memindahkan air hujan

secepat mungkin dari suatu daerah ke badan air atau penerima. Drainase yang berada

di Kawasan Perencanaan merupakan saluran buatan yang direncanakan yang

dibangun saluran air secara permanen. Pembangunan prasarana drainase

pengembangannya terutama diarahkan pada zona permukiman dan industri. Prioritas

pembangunan sistem drainase di Kawasan Perencanaan ini merupakan sebagai salah

satu terkonsentrasinya kegiatan masyarakat baik dalam kawasan Perencanaan dan

sekitarnya. Hal ini, berdampak permukaan tanah yang menghasilkan air limpasan

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-24

Page 25: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

hujan yang banyak (saat musim hujan) sehingga perlu dialirkan ke tempat

penampungan (berupa saluran).

Pengembangan jaringan drainase di kawasan perencanaan (Kota Bontang-Kabupaten

Kutai Timur), yaitu:

1. Pengembangan jaringan drainase di wilayah Kota Bontang diarahkan pada:

a. Perbaikan jaringan saluran drainase sekunder dan tersier di seluruh kawasan

Bontang;

b. Penambahan kapasitas dimensi pada saluran drainase.

2. Pengembangan jaringan drainase di wilayah Kabupaten Kutai Timur diarahkan

pada:

a. Sistem jaringan drainase yang dapat diterapkan pada wilayah Kabupaten kutai

Timur untuk pemakaian lahan dan permukiman padat, perlu dilakukan

penahanan bagian air “run off” di beberapa titik dengan pembuatan kolam

penampungan dan dapat berfungsi sebagai sumber air irigasi.

b. Saluran sekunder, berupa saluran penghubung saluran drainase jalan dengan

saluran primer sedangkan saluran tersier yang berupa saluran drainase yang

ada di sepanjang jalan utama Kota Sangatta dan Kota Sangkulirang serta jalan

kolektor primer dan lokal primer lainnya yang tersebar di seluruh kecamatan.

Lebih jelasnya mengenai rencana pengembangan prasarana drainase di kawasan

perencanaan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.13.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-25

Page 26: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Gambar 5.13Peta Pengembangan Jaringan Prasarana Drainase Kawasan Perencanaan

Page 27: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

5.8 PENGEMBANGAN PRASARANA LAINNYA

5.8.1 Pengembangan Tempat Pemakaman Umum (TPU)

Pemakaman Umum adalah salah satu bentuk RTH yang belum efektif

pemanfaatannya sebagai RTH. Pemakaman umum yang dianggap seram/angker,

gersang, kotor, dan semrawut belum dapat mendukung tercapainya fungsi RTH dalam

memberikan pelayanan dan fungsi yang baik bagi masyarakat kota pada umumnya

dan pengunjung pemakaman pada khususnya. Untuk itu diperlukan penataan TPU

yang dapat digunakan sebagai RTH.

Rencana lokasi pemakaman umum di kawasan perencanaan saat ini masih terpencar

dan menetapkan yang sudah ada. Lokasi pemakaman umum ini berfungsi lokal karena

luas area pemakaman yang terbatas, maka penggunaannya diperuntukan bagi

masyarakat setempat. Penyediaan pemakaman umum yang terpadukan RTH, maka

ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai berikut:

a. Ukuran makam 1 m x 2 m;

b. Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m;

c. Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan;

d. Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok

disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat;

e. Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan deretan

pohon pelindung disalah satu sisinya;

f. Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar

buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;

g. Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70%

dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang

hijaunya.

Lebih jelasnya mengenai rencana penataan pemakaman umum di kawasan

perencanaan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.14.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-27

Page 28: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

Gambar 5.14Rencana Penataan Pemakaman Umum

5.8.2 Pengembangan Ruang Evakuasi Bencana

Pengembangan evakuasi bencana di kawasan perencanaan (Kota Bontang-Kabupaten

Kutai Timur), yaitu:

1. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jalur evakuasi bencana di

Kota Bontang meliputi :

a. Mengembangkan jalan eksisting dan menambah jalan baru.

b. Mengintegrasikan/menghubungkan jalan eksisting dan menambah jalan baru

sebagai rencana jalur penyelamatan dengan fasilitas perlindungan dan sistem

kota secara umum.

c. Meningkatkan kualitas jalan yang ada menjadi jalan evakuasi dengan cara

sebagai berikut :

1) Pelebaran jalan;

2) Perbaikan alignment jalan eksisting;

3) Peningkatan kualitas badan jalan;

4) Penambahan jalan-jalan baru untuk meningkatkan aksesibilitas;

5) Efektivitas dan efisiensi kota.

d. Mengintegrasikan/menghubungkan jalan eksisting tersebut dengan rencana

jalur penyelamatan yang merupakan urban sistem lama sehingga menjadi

suatu sistem kota yang terpadu dan dapat memitigasi bencana alam.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-28

Page 29: E. Bab 5 Rencana Jaringan Prasarana Kawasan Perencanaan

Penyusunan Pengendalian Pemanfaatan RuangKawasan Perbatasan Antar Kabupaten / Kota

2. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jalur evakuasi bencana di

Kabupaten Kutai Timur meliputi :

a. Potensi kebencanaan di Kabupaten Kutai Timur antara lain adalah banjir,

longsor, dan gelombang pasang. Jalur-jalur evakuasi ini diintegrasikan dengan

standar pedoman evakuasi bencana yang dikeluarkan oleh Basarnas.

b. Jalur evakuasi bencana di Kabupaten Kutai TImur meliputi jalan setapak yang

menghubungkan antar kampung yang kemudian diintegrasikan dengan jalan

kolektor kabupaten menuju dataran yang aman dan terdekat. Untuk lebih

rincinya, jalur evakuasi bencana ini akan diatur dan direncanakan lebih lanjut di

dalam rencana rinci kawasan.

DRAFT LAPORAN AKHIR 5-29