dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

44
LAPORAN KASUS “DYSPNEA DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DAN DM TYPE II DAN HIPERTENSI” DISUSUN OLEH : GAMASWARA 2007730058 PEMBIMBING : Dr. Sukiman Rusli, Sp.PD STASE INTERNA RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA PERIODE 9 MEI – 29 MEI 2011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Transcript of dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Page 1: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

LAPORAN KASUS

“DYSPNEA DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DAN DM TYPE II DAN HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH :

GAMASWARA

2007730058

PEMBIMBING : Dr. Sukiman Rusli, Sp.PD

STASE INTERNA

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA

PERIODE 9 MEI – 29 MEI 2011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2011

BAB I

Page 2: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama :  Ny. S

Jenis kelamin :  Perempuan

Umur  : 54 tahun

Alamat  : Tipar cakung, Semper Barat

Agama :  Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan : Menikah

MRS :  11 Mei 2011

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 hr SMRS

Keluhan Tambahan : Demam, Batuk berdahak, Mual, Muntah, Mencret, Kesemutan,

Baal, Nafsu makan menurun, Sakit kepala.

RPS : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS,

sesak dirasakan terus menerus dan semakin berat pada saat

malam hari dan saat berbaring terlentang. Sebelumnya pasien

mengaku batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna

hijau kental, darah (-). Pasien juga mengeluhkan demam dan

berkeringat dingin pada malam hari. Demam dirasakan hilang

timbul, terutama pada malam hari sejak 1 bulan yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang dirasakan terus

menerus seperti berdenyut, pandangan mata terasa kabur sejak 4

tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya mual sejak 2

Page 3: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

minggu yang lalu, dirasakan terus-menerus dan muntah sejak 1

hari yang lalu dengan frekuensi > 4x/hari dengan volume ± 100

cc, muntahan berupa cairan, makanan (-), darah (-). Mencret

sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4x sehari, konsistensi cair

dengan sedikit ampas warna kuning, darah (-), lendir (-). Nafsu

makan menurun sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan

BAK sering, frekuensi > 3x terutama pada malam hari, ke-2

kaki terasa baal & sering kesemutan sejak 4 tahun yang lalu.

RPD : Riw. TB disangkal, DM (+) dan Hipertensi (+) sejak 4 tahun

SMRS

Riwayat Penyakit Keluarga : TB, DM dan HT disangkal

Riwayat Pengobatan : Konsumsi ADO (+), rutin sehari 2x. Pasien lupa nama

obatnya. Konsumsi captopril 12,5 mg, namun tidak teratur.

Riwayat Alergi : Alergi obat disangkal

Alergi makanan disangkal

Riwayat Psikososial : Pola makan pasien teratur

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :

• TD : 140/90 mmHg

• Suhu : 37,70 C

• Pernapasan : 24 x/menit, thorako-abdominal

• Nadi : 104x/menit

Antropometri:

Page 4: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

• Berat badan : 50 kg

• Tinggi Badan : 155 cm

• Status gizi : BB/TB2 = 20,81 (normal)

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephal, rambut hitam bercampur uban, distribusi merata.

Kulit : Ikterik (-), hipo/hiperpigmentasi (-), turgor kulit baik

Mata : Reflex pupil (+), isokor , Sklera ikterus (-), Konjungiva anemis (-), lensa agak

keruh.

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).

Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), darah (-/-),

Mulut : bibir kering (+), somatitis (-), lidah kotor (+), mukosa tonsil dan faring tidak

hiperemis, gigi geligi lengkap, gigi karies (-).

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP 5-2H2O

Dada : normochest

PARU-PARU

Inspeksi : Datar, simetris, retraksi otot bantu napas (-), tidak terlihat bagian dada yang

tertinggal saat bernafas.

Palpasi : Vokal fremitus simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernafas,

nyeri tekan costa (-/-).

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi ICS 6

Auskultasi : Vesikular +/+, Wh -/-, Rh +/+

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Page 5: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS4, Parasternal kanan.

Batas jantung kiri : ICS 4, midclavicular kiri.

Auskultasi : BJ 1 dan 2 tunggal, Murmur(-), Gallop (-).

ABDOMEN

Inspeksi : tidak distensi, caput medusa (-), striae (-)

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepatomegali(-), splenomegali (-), ballottement(-)

Perkusi : Hipertimpani pada 4 kuadran

Auskultasi : Bising usus meningkat

Punggung : Vokal fremitus simetris, deviasi vertebra (-), nyeri tekan discus intervertebra

(-)

Extremitas :

atas : Akral hangat, RCT <2detik, edema (-), palmar eritem (-)

bawah : Akral hangat , RCT <2detik, edema (-), sensitifitas menurun

Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan

Hematologi umumHasil Satuan Nilai rujukan

Page 6: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Hb 11,9 g/dl 11,3-

Leukosit 15.700 Ribu/mm3 4300-10.400

Trombosit 438 Ribu/mm3 132-440

Hematokrit 38 % 38-47

LED 15 mm/jam 0-20

Pemeriksaan Hitung jenis

Hasil Satuan Nilai rujukan

Eosinofil 1 % 2-4

Basofil 0 % 0-0,03

Neutrofil 66 % 51-67

Limfosit 24 % 20-30

Monosit 3 % 2-6

Pemeriksaan Kimia Klinik

Hasil Satuan Nilai rujukan

GDS 197 mg/dL < 128

SGOT 14 U/L 0-37

SGPT 16 U/L 0-40

Ureum 20 mg/dL 20-40

Kreatinin 1.0 mg/dL 0,6-1,2

Pemeriksaan Elektrolit

Hasil Satuan Nilai rujukan

Na 132 mEq/L 134-146

K 3,5 mEq/L 3,4-4,6

Cl 98 mEq/L 96-108

Page 7: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

RESUME

Seorang wanita, 54 tahun datang ke RS dengan keluhan dyspneu sejak 1 hari

SMRS. Dyspneu dirasakan terus menerus dan semakin berat pada saat malam hari dan

saat berbaring terlentang. Batuk berdahak sejak 1 bulan berwarna hijau, darah (-), febris

terutama pada malam hari (+)

Cephalgia(+), pandangan mata kabur (+), nausea-vomitus (+), diare (+),

anoreksia(+), baal (+), paraestesi (+), poliuri (+). Riwayat DM dan hipertensi (+).

PEMERIKSAAN FISIK:

Keadaan umum : baik

TD: 140/90 mmHg HR: 104 x/mnt

RR: 24 x/mnt T: 37,7 ˚ C

Mata: Lensa agak keruh

Mulut: lidah tampak kotor, bibir kering

Paru: Ronki +/+

Abdomen: hipertimpani ke-4 kuadran, BU (+) meningkat

Extremitas: sensitifitas extremitas bawah menurun

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:

Leukosit: 15.700

GDS: 197 mg/dL

DAFTAR MASALAH:

• Dyspneu e.c suspek TB Paru

• Gastroenteritis Akut

Page 8: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

• DM type II

• Hipertensi grade I

ASSESSMENT

1. Dyspneu e.c suspek TB Paru

Berdasarkan :

Anamnesis :

Sesak nafas sejak 1 hari SMRS, sesak dirasakan terus menerus dan semakin berat pada

saat malam hari dan saat berbaring terlentang. Sebelumnya pasien mengaku batuk berdahak

sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna hijau kental, darah (-). Pasien juga mengeluhkan

demam dan berkeringat dingin pada malam hari. Demam dirasakan hilang timbul,

terutama pada malam hari sejak 1 bulan yang lalu

Pem. Fisik :

T: 37,7 RR: 24x/mnt

Rhonki +/+

Pem. Lab:

Leukositosis (15.700 rb/mm3)

DD : Dyspneu e.c bronchitis

Dyspneu e.c Pneumoni

Rencana diagnostik:

• Monitoring DPL

• Pemeriksaan Sputum à pewarnaan gram, BTA SPS, kultur

• Thorax x-rays

Rencana terapi:

Page 9: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Istirahat : tirah baring

Oksigenisasi à O2

Mukolitik (Bromhexin/mucopect)

Antibiotik (Amoxicillin) dosis

2. GASTROENTERITIS AKUT

Berdasarkan :

Anamnesis:

Mencret sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4x sehari, konsistensi cair, ampas warna

kuning, darah (-), lendir (-). Volume ± 150 cc/kali. Mual, muntah, nafsu makan menurun

sejak 2 minggu SMRS.

Pemeriksaan Fisik

Abdommen: hipertimpani ke-4 kuadran abd. & Bising Usus meningkat

Pemeriksaan Lab

Leukositosis

WD: Gastroenteritis e.c bakteri

DD: Gastroenteritis e.c malabsorpsi

Gastroenteritis e.c ggn. fungsional

Rencana diagnostik:

• Monitoring DPL, elektrolit

• Analisis feses, pewarnaan gram, kultur

Rencana terapi:

Istirahat : tirah baring

Rehidrasi

Antibiotik (Metronidazol)

Diit rendah serat

3. Diabetes melitus type II

Berdasarkan :

Page 10: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Anamnesis :

Poliuri, frekuensi > 3x terutama pada malam hari, Paraestesi pada ke dua kaki sejak 4

tahun yang lalu. Riwayat DM 4 tahun yang lalu.

Pem. Fisik : Pem Lab:

Ext. bawah: sensitifitas menurun GDS: 197 mg/dL

Rencana Diagnostik:

HBa1C, monitoring GDS, Profil lipid, opthalmoskop, ureum-creatinin, albumin/protein

urin.

Rencana terapi:

Diit à indeks broca à 55-5,5=49,5 x 25kkal (wanita) = 1237,5

Faktor korenksià + 10% (istirahat)

+20% (stress metabolik)

- 5% (usia 40-59)

Total kalori à 1546,875 kal (1500 kal)

• Karbohidrat = 60% x 1500 kal = 900 kal / 4 = 225 gr

• Protein = 20% x 1500 kal = 300kal / 4 = 75 gr

• Lemak = 20%x 1500 kal = 300 kal /9 = 77,8 gr

- Edukasi

- Latihan jasmani (3-4 kali seminggu ± 30 menit) pilihan o.r aerobik misal: jogging,

berenang, bersepeda sepeda santai, jalan kaki.

Antidiabetik oral

4. Hipertensi grade I

Berdasarkan :

Anamnesis :

Page 11: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Cephalgia dirasakan terus menerus seperti berdenyut, pandangan mata terasa kabur

sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu.

Pem. Fisik :

TD: 140/90 mmHg

Rencana Diagnosis:

Profil lipid, EKG, Foto thorax, ureum-creatinin

Rencana Terapi:

Diit rendah garam

Anti-hipertensi oral

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. TB PARU

DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,

yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh

hidup lainnya yang mempinyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak

tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. TB dapat

Page 12: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun diluar paru. TBC adalah

penyakit dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4

minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri

dada dan batuk darah.

ETIOLOGI

Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

PENYEBAB

Faktor penyebab infeksi uberculosis paru adalah :

- Adanya sumber infeksi

- Dosis infeksi cukup

- Virulensi kuman

- Daya tahan tubuh :

- Berat badan menurun

- Pengaruh lingkungan

- Faktor imunologi

PATOMEKANISME

Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara

sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam,

tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan –

bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel

< 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru

oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Page 13: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang

bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus)

Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar

sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,

otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke

seluruh bagian paru menjadi TB milier.

KLASIFIKASI TUBERCULOSIS

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang

menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan

kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Page 14: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi Berdasar tipe pasien

a) Kasus baru

pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT < 1 bulan

b) Kasus kambuh (relaps)

Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap.

c) Kasus Drop out

Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak meneruskan pengobatan

sampai selesai.

d) Kasus Gagal Therapi

Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+)atau kembali (+) pada akhir bulan ke V

atau akhir pengobatan

e) Kasus Kronik

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai pengobatan ulang

dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f) Kasus Bekas TB

Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.

Page 15: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Tuberkulosis.Primer:

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet

yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan

mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.

Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di

sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan

paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek

prime atau sarang (fokus) Ghon.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis

regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini

selanjutnya dapat menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi

Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi

di hilus

Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke

skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya,

c). Secara limfogen, d). Secara hematogen

Tuberkulosis Pasca Primer (Tueberkulosis Sekunder) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah

infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status

gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di

regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkhim

dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu

sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang yang terdiri dari sel-sel histiosit dan

sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan

berbagai jaringan ikat.

Page 16: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

GEJALA

o Gejala respiratorik

Batuk ≥ 3 minggu

Hemoptisis

Sesak napas

Nyeri dada

o Gejala sistemik

Demam

Malaise

Keringat malam

Anoreksia

Berat badan menurun

PEMERIKSAAN

o Pada pemeriksaan fisik yaitu suara napas melemah dengan disertai ronki basah, serta

tanda – tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

o Pada pemeriksaan laboratrium yaitu ditemukannya basil tahan asam.

o Pemeriksaan sputum ( sekret bronkus, aspirasi cairan pleura ) :

o Pemeriksaan mikroskopik, perbenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen

lain yang harus diperiksa ialah sekrit bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop,

bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung ( sebelum makan pagi ).

o Pemeriksaan serologi :

Yang dinilai adalah sistem imunitas humoral ( SIH ), khususnya kemampuan

untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam

basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum

diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya jika sudah pernah

terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi, sehingga hasil tes akan

menjadi positif.

o Pada pemeriksaan foto thorax :

Lesi TB aktif

Page 17: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Bayangan berawan/nodular

Kaviti, lebih dari satu dikelilingi bayangan opak berawan/nodular

Bercak milier

Efusi pleura unilateral ( umumnya )

Lesi TB inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Penebalan pleura

PENATALAKSANAAN

Paket OAT kategori I terdiri atas dua bagian :

1. Kotak pertama untuk pengobatan Tahap Intensif/Awal : berisi kaplet RHZE

( Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275

mg ) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 2 bulan.

2. Kotak kedua untuk pengobatan Tahap Lanjutan : berisi tablet RH ( Rifampicin

150 mg dan Isoniazid 150 mg ) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 4

bulan.

Jumlah blister dalam PAKET OAT dirancang untuk digunakan oleh pasien TB dengan

berat badan rata-rata yaitu 38-54 kg sehingga untuk pasien yang memiliki berat badan

berbeda jumlah blister dalam kotak harus disesuaikan terlebih dahulu.

1. Streptomicin :

Sifat : bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman tuberkulosa. Dalam batas

minimal 0.4 mikrogram/ml dapat menghambat pertumbuhan kuman. Batas

maksimal pemakaian streptomicin 10 mikrogram/ml.

Dalam sediaan injeksi dengan batas usia 65 tahun.

Jika fungsi ginjal terganggu à ototoksisitas lebih sering terjadi.

Efek samping :

Reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat.

Sediaan : vial à 1 gr dan 5 gr

Page 18: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Dosis : 20 mg/kgBB

2. Isoniazid :

Mekanisme : efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan glikoloisis.

Menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel

mikobakterium.

Sediaan : 50, 100, 300, 400 mg

Dosis : 5 mg/kgBB, max 300 mg/hari

3. Rifampicin :

Sifat : menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan gram negatif.

Mekanisme : aktif terhadap sel yang sedang tumbuh à menghambat DNA

dependent RNA polymerase lain dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam

sintesis RNA.

Dosis : BB < 50kg à 450 mg

4. Etambutol :

Mekanisme : menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel

terhambat dan sel mati.

Dosis : 20 mg/kgBB

KOMPLIKASI

o Hemoptisis

o Pneumothoraks

o Efusi pleura

o Bronkiektasis

PENCEGAHAN

o Vaksinasi BCG pada bayi / anak

o Terapi pencegahan : Kemoprofilaksis pada Penderita HIV/AIDS yaitu INH

dosis 5 mg/ kg BB ( tdk lebih 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan.

Page 19: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

o Pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan.

2. GASTROENTERITIS AKUT

a. DEFINISI

Diare adalah buang air besar(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 gr/200ml/24 jam. Atau BAB encer lebih dari 3x per hari

dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

b. KRITERIA

- Diare akut

Diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

- Diare persisten

Diare yang berlangsung antara 15 sampai 30 hari.

- Diare kronis

Diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.

c. KLASIFIKASI

Diare Osmotik

Akibat peningkatan osmolaritas intraluminal

Hal ini terjadi akibat:

-Pasien mengkonsumsi substansi non-absorbable(pencahar

[MgSO4], atau antasida [MgOH2]).

-Pasien mengalami malabsorpsi generalisata sehingga larutan

dengan konsentrasi tinggi (contoh, glukosa) masih tersisa di

lumen dan menarik air ke lumen.

-Pasien mempunyai defek absorpsi defintif (contoh: defisiensi

disakaridase atau malabsorpsi glukosa-galaktosa).

Page 20: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Diare Sekretorik

Akibat meningktanya sekresi air dan elektrolit dari usus, namuun

absorbsi menurun.

Pada kelainan ini, terdapat pengeluaran sekret usus yang hiperaktif

dan elektrolit begitu pula dengan penurunan absorpsi.

Contohnya pada infeksi kolera, V. cholerae yang memproduksi

toksin kolera.

Diare Inflamatorik

Inflamasi dinding usus yang menyebabkan kerusakan mukosa usus

Diare yang terjadi karena kerusakan pada mukosa sel usus

sehingga terjadi kehilangan cairan dan darah pada lumen. Sebagai

tambahan, terjadi juga defek pada absorpsi cairan dan elektrolit.

Penyebab umum diare ini adalah kondisi infektif (disentri akibat

shigella) atau kondisi inflamasi (kolitis ulseratif atau crohn’s

disease).

Diare Akibat Gangguan Motilitas Usus

Agar nutrien dan air dapat diserap, makanan harus terekspos

dengan mukosa epitel dan tertahan cukup lama untuk di absorpsi.

Gangguan motilitas yang dapat mempercepat transit makan di usus

dapat menyebabkan diare.

d. ETIOLOGI

- Virus: Rotavirus dan norovirus.

- Bakteri: Campylobacter, Salmonella, Shigella, E. coli, Yersinia, Vibrio.

- Parasit: Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica

- Non-infeksi (Iskemia intestinal, inflammatory bowel disease)

e. PATOGENESIS

Page 21: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

f. GEJALA TAMBAHAN

Mual-muntah,

Demam,

Nyeri abdomen,

Perut kembung,

Dehidrasi.

g. DERAJAT DEHIDRASI

Pemeriksaan Tidak Dehidrasi Dehidrasi ringan

sedang

Dehidrasi berat

Keadaan umum Baik, sadar Gelisah Lesu, tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Sedikit Tidak ada

Mulut&lidah Basah Kering Sangat kering

Page 22: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Rasa haus Normal, tidak

haus

Ingin minum

banyak

Malas

minum/tidak dapat

minum

Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat

lambat

h. TERAPI DIARE

- Rehidrasi

- Gejala Klinis:

Antipiretik

Antiemesis

Antimotilitas

- Penyebab:

Bakteri:Antibiotik

Virus: -

Parasit:Antimikroba

i. REHIDRASI

Cairan diberikan 50-200 ml/KgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status

dehidrasi

Metode Pierce berdasarkan klinis:

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan:5%xBB(Kg)

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan:8%xBB(Kg)

Dehidrasi berat, kebutuhan cairan:10%xBB(Kg)

3. DM TIPE II

Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan

menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak

dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat

Page 23: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan

akibat sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

fungsi insulin.

Etiologi

Patofisiologi

Page 24: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena

ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan langkah-langkah kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan

pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

darah kapiler.

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sbb :

1. Usia ≥ 45 tahun

2. Usia lebih muda, dengan IMT . 23 kg/m2, yang disertai dengan faktor resiko :

a. Kebiasaan tidak aktif

Page 25: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

b. Turunan pertama dari orang tua dengan DM

c. Riwayat melahirkan dengan bayi >4000 gram atau DM gestasional

d. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

e. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL

f. Menderita polycytic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin

g. Ada riwayat TGT atau GDPT sebelumnya

h. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa

darah sewaktu

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥90

Diagnosa klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas seperti :

1. Poliuri

2. Polidipsi

3. Polifagia

4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain yang mungkin akan dikemukakan adalah :

1. Lemah

2. Kesemutan

3. Gatal

4. Mata kabur

5. Disfungsi ereksi pada pria & pruritus vulvae pada pasien wanita

Page 26: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Jenis tes lain yang digunakan untuk menegakkan diabetes adalah dengan

melakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Berikut adalah cara pelaksanaan tes TTGO

yang dikeluarkan WHO tahun 1994 :

1. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari – hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula diperbolehkan.

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan

dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai.

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Adapun kriteria diagnosa DM :

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Penatalaksanaan

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau

langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya

ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda

dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan

pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat

pelatihan khusus.

Page 27: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi

aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam

menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,

dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

2. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis

dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa

darah atau insulin.

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda

santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani

bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.

Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

4. Intervensi Farmakologis

o pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

o penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

o penghambat glukoneogenesis (metformin)

o penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

Page 28: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Komplikasi

Jika tidak ditangani dan dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Retinopati

2. Nefropati

3. Penyakit jantung koroner

4. Gagal jantung

5. Penyakit pembuluh darah perifer

Komplikasi antara lain :

Akut :

1. Ketoasidosis diabetic

2. Hiperosmolar non ketotik

3. Hipoglikemia

Kronik :

1. Makroangiopati :

a. Pembuluh darah koroner

b. Vaskuler perifer

c. Vaskular otak

2. Mikroangiopati

a. Kapiler retina

b. Kapiler renal

3. Neuropati

4. Gabungan : kardiopati

5. Rentan infeksi

6. Kaki diabetic

7. Disfungsi ereksi

Page 29: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Pencegahan

Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:

1. Pencegahan primer. Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada

kelompok risiko tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk

menderita penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas

45 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat

keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk

menghilangkan faktor-faktor tersebut.

2. Pencegahan sekunder. Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat

timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit.

Tindakan ini bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut.

Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk

meningkatkan kepatuhan berobat.

4. Pencegahan tersier. Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka

pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan

merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap.

Contohnya aspirin dosis rendah (80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin

bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan

kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.

4. HIPERTENSI

a. DEFINISI

à Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

> 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi.

b. KLASIFIKASI

Klasifikasi

tekanan darah

TD SISTOLIK

(mmHg)

TD DIASTOLIK

(mmHG)

Normal < 120 Dan < 80

Page 30: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Prehipertensi 120 - 139 Atau 80 - 89

Hipertensi

derajat 1

140 - 159 Atau 90 - 99

Hipertensi

derajat 2

> 160 Atau >100

c. PATOMEKANISME

d. GEJALA KLINIS

Peningkatan tekanan darah

Asimtomatis

Sakit kepala, Pusing, Rasa berat di tengkuk

ASUPAN

GARAM

BERLEBIH

JUMLAH

NEFRON

BERKURANG

STRESS

PERUBAHAN GENET

IS

OBESITAS

BAHAN-

BAHAN

DARI ENDOTELReten

si natriu

m ginjal

Penurunan

permukaan

filtrasi

Aktivitas

berlebih

saraf simpa

tis

Renin-angiotensin

berlebih

Perubahan

membral sel

hiperinsulinemia

Volume

cairan ↑

Konstriksi

vena

Preload ↑

Kontraktilitas

Konstriksi

fungsionil

Hipertrofi

struktural

TD = CURAH JANTUNG x TAHANAN PERIFER

HIPERTENSI = PENINGKATAN CURAH JANTUNG dan/atau PENINGKATAN TAHANAN PERIFER

otoregulasi

Page 31: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Palpitasi, Nokturia, Epistaksis

Mudah lelah, Lekas marah, Sulit tidur

e. PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG

Foto thorax

Pem. Laboratorium :

1. Urinalisis

2. Glukosa darah

3. Kolestrol HDL dan Kolestrol Total serum

f. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi antihipertensi adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskular dan ginjal.

Kardiovaskuler à < 140/90 mmHg

Hipertensi + DM / ginjal à < 130/80 mmHg

Modifikasi gaya hidup

Terapi non-farmakologi dan farmakologi

- NONFARMAKOLOGI

Diet rendah garam

Penurunan berat badan

Olahraga yang teratur

Menghindarkan faktor risiko :

Rokok

Alkohol

Hiperlipidemia

Stress

- FARMAKOLOGI

Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7 :

Diuretika : Thiazide atau Aldosterone antagonist

Beta blocker (BB)

Page 32: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker

(ARB)

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

- Diuretika dan ACEI atau ARB

- CCB dan BB

- CCB dan Diuretika

- AB dan BB

g. KOMPLIKASI

Payah jantung

Gagal ginjal

Perdarahan otak

Page 33: dyspneu GEA DM Gamma HT.docx

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Penerbit PB. PAPDI. 2009.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.

Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.

Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta : PB PERKENI. 2007.

Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates. 2000.