Dyspnea Part 1

21

description

sesakkk

Transcript of Dyspnea Part 1

Page 1: Dyspnea Part 1
Page 2: Dyspnea Part 1

DEFINISI

The American Thoracic Society mendefinisikan dyspnea sebagai perasaan tidak nyaman saat bernafas dimana memiliki sensasi yang sangat jelas dengan intensitas yang bervariasi

Page 3: Dyspnea Part 1

MEKANISME DYSPNEA

Sensasi respiratori sebagai akibat interaksi antara efferent, sensori input dari reseptor melalui badan syaraf kemudian informasi ini diolah untuk otak untuk dibuat suatu kesimpulan

Page 4: Dyspnea Part 1
Page 5: Dyspnea Part 1

Motor efferentgangguan pompa ventilator yang berhubungan dengan peningkatan peningkatan usaha bernafas.

Sensory efferentkemoreseptor yang terdapat bada badan carotid dan medulla diaktivasi oleh hipoksemia, hiperkapnea akut, dan acidemia.

Page 6: Dyspnea Part 1

Ketidak sesuaian antara rangsangan pada otot ventilator dan feedback dari reseptor

Kecemasan yang akut dapat meningkatkan keparahan dyspnea.

Page 7: Dyspnea Part 1

Assesing DyspneaDescriptor Pathophysiology

Chest tightness or constriction Bronchoconstriction, interstitial edema (asthma, myocardial ischemia)

Increased work or effort of breathing Airway obstruction, neuromuscular disease (COPD, moderate to severe asthma, myopathy, kyphoscoliosis)

Air hunger, need to breathe, urge to breathe Increased drive to breathe (CHF, pulmonary embolism, moderate to severe airflow obstruction)

Cannot get a deep breath, unsatisfying breath

Hyperinflation (asthma, COPD) and restricted tidal volume (pulmonary fibrosis, chest wall restriction)

Heavy breathing, rapid breathing, breathing more

Deconditioning

Page 8: Dyspnea Part 1

Differential Diagnose

Page 9: Dyspnea Part 1

Dispnea Pada Sistem Respirasi• Controller

hipoksemia akut dan hiperkapnea berhubungan dengan peningkatan aktivitas controller. Stimulasi dari reseptor pulmonar, hal ini terjad pada bronkospasme, edema interstitial, dan pulmonar emboli, juga mengakibatkan hiperventilasi dan penigkatan kebutuhan oksigen, bisa juga terjadi pada rasa sesak pada asma. Pada daerah dataran tinggi, kehamilan, dan obat seperti aspirin mempengaruhi controller dan dapat menyebabkan dyspnea pada pernafasan normal

Page 10: Dyspnea Part 1

• Pompa ventilatorgangguan aliran udara (Mis: asma, emfisema, bronkitis kronik, bronkiektasis) mengakibatkan peningkatan hambatan aliran udara dan kerja paru. Kondisi kekakuan pada dinding dada misal pada kyphoscoliosis atau kelemahan otot nafas misal myastenia gravis, GBS, juga berhubungan dengan peningkatan usaha nafas. Efusi pleura yang luas dapat mengakibatkan dyspnea, akibat peningkatan usaha nafas dan stimulasi reseptor pulmonar jika berhubungan dengan atelektasis.

Page 11: Dyspnea Part 1

Pertukaran Gaspneumonia, edema pulmonar, dan aspirasi semua hal tersebut mengganggu pertukaran gas. Vaskular pulmonar dan penyakit paru interstitial serta ongesti pulmonar paru dapat mengakibatkan dyspnea dengan menstimulasi reseptor pulmonar secara langsung.s

Page 12: Dyspnea Part 1

Dyspnea Pada Sistem KardiovaskularCardiac output yang tinggi Anemia ringan sampai sedang

dikaitkan dengan ketidaknyamanan dalam bernapas selama latihan

Hipertensi paru dapat memperberat dyspnea

Sesak napas juga berkaitan dengan obesitas disebabkan oleh curah jantung yang tinggi dan gangguan fungsi pompa ventilasi 

Page 13: Dyspnea Part 1

Normal Cardiac Output Disfungsi diastolik karena hipertensi,

stenosis aorta, atau hipertropi kardiomiopati adalah penyebab tersering sesak nafas saat aktifitas

Penyakit perikardial (ex: perikarditis konstriktif) yang merupakan penyebab relatif dari dyspnea kronis

Page 14: Dyspnea Part 1

Low Cardiac Output

Penyakit miokardium yg disebabkan oleh penyakit arteri koroner dan cardiomyopaty nonischemic serta peningkatan volume end-diastolic pada ventrikel kiri serta kapiler paru menyebabkan reseptor paru distimulasi oleh peningkatan tekanan pembuluh darah dan edema interstisial yang menyebabkan dyspnea.

Page 15: Dyspnea Part 1

Dyspnea yang disebabkan Penyakit Jantung Paling sering disebabkan karena

peningkatan tekanan kapiler paru,dan kelelahan dari otot-otot pernapasan. Kapasitas vital dan kemampuan paru menurun sedangkan resistensi saluran pernapasan meningkat

Dimulai dr rasa sesak yg berlebihan ortopneapnd dysnea saat istirahat

Diagnosis tergantung dr apakah diketahui adanya penyakit jantung

Page 16: Dyspnea Part 1

Perbedaan antara dyspnea yang berasal dari jantung dan paru Riwayat yang teliti :

paru: lebih gradual mula timbulnya dibanding dg penyakit jantung; eksaserbasi nokturnal biasa terjadi pada keduanya

Pemeriksaan :biasanya terdapat bukti nyata dari penyakit jantung dan paru, hasil mgkn negatif saat istirahat ketika gx klinis hanya tampak saat aktivitas

Page 17: Dyspnea Part 1

Brain Natriuretic Peptidepeningkatan pd dyspnea jantung tapi bukan paru

Pemeriksaan fungsi parupenyakit paru jarang menyebabkan dyspnea kecuali apabila hasil pemeriksaan penyakit obstruktif (FEV1, FEV1/FVC) atau penyakit restriktif (kapasitas paru total) berkurang sekitar <80%

Ventricular performancefraksi ejeksi LV saat istirahat dan/atau selama olahraga biasanya mengalami depresi pada dyspnea jantung

Page 18: Dyspnea Part 1

Pendekatan pada pasien dengan dispnea Apabila dicurigai trdpt obstruksi jalan napas atas

yg akut foto leher lateral Pada obstruksi jalan napas yg kronis kurva

respyratory flow-volume menunjukkan aliran inspirasi yg terputus, menujukkan obstruksi ekstratorakalis yg bervariasi

Dispnea o/k emfisema pengurangan FEV1 dan pengurangan pada kapasitas difus karbon monoksida (DL co)

Pasien dg dispnea intermitten akibat asma fungsi paru normal ketika diperiksa saat asimtomatik

Dispnea jantung biasanya dimulai sbg sesak napas saat aktivitas berat dg progresi secara gradual (berbulan-bulan sampai bertahun-tahun) menjadi dispnea saat istirahat

Page 19: Dyspnea Part 1

Dispnea pd pasien jantung dan paru ortopnea, pnd (pd CHF)

Dispnea akibat ppok berkembang lebih gradual dibandingkan dengan pnyakit jantung

Penatalaksanaan tergantung pada penyebabnya.

Page 20: Dyspnea Part 1
Page 21: Dyspnea Part 1

Pengobatan

Tujuan pertama adalah untuk memperbaiki masalah mendasar yang bertanggung jawab atas dispnea tsb. Jika hal ini tidak mungkin, salah satu upaya adalah untuk mengurangi intensitas gejala dan pengaruhnya pada kualitas hidup pasien. O2 tambahan harus diberikan jika saturasi O2 istirahat adalah 90% atau jika kejenuhan pasien turun menjadi tingkat-tingkat dengan aktivitas. Untuk pasien dengan COPD, program rehabilitasi paru telah menunjukkan efek positif pada dispnea, kapasitas latihan, dan tingkat rawat inap. Studi anxiolytics dan antidepresan belum menunjukkan manfaat yang konsisten. Eksperimental intervensi-misalnya, udara dingin pada getaran, wajah dinding dada, dan menghirup furosemide-untuk memodulasi informasi aferen dari reseptor seluruh sistem pernapasan sedang diteliti.