Dyspepsia Fungsional Disorder

43
BAGIAN ANAK REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2014 UNIVERSITAS HALU OLEO DYSPEPSIA Oleh : Andi Mey Pratiwi, S.Ked K1A1 10066 DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI BAHTERAMAS 1

description

ss

Transcript of Dyspepsia Fungsional Disorder

BAGIAN ANAKREFERATFAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2014UNIVERSITAS HALU OLEO

DYSPEPSIA

Oleh :Andi Mey Pratiwi, S.KedK1A1 10066

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI BAHTERAMASFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI2014

BAB IPENDAHULUAN

Dispepsia fungsional merupakan suatu kelainan gastrointestinal dengan prevalensi cukup tinggi, ditandai dengan gejala yang berasal dari daerah perut bagian atas tanpa kelainan organik.Dispepsia fungsional mempunyai gejala kompleks, meliputi rasa nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas, perut terasa penuh, cepat kenyang, perut kembung, sendawa dan mual. Dispepsia fungsional ditemukan sekitar 26% sampai 34% dari seluruh populasi. Dispepsia sering terjadi pada anak dengan keluhan nyeri perut yang kronik sebanyak 80% selama pemeriksaan. Penanganan secara farmakologi masih belum memuaskan, karena penyebab dispepsia fungsional tidak jelas. Beberapa penelitian uji klinis terapi farmakologi masih kontroversi, namun pengobatan secara empirik dengan anti sekretori atau prokinetik selama 2 sampai 4 minggu menjadi penanganan awal untuk dispepsia fungsional.

Pemberian famotidin sebagai reseptor antagonis H2 (AH2) memiliki efikasi dalam mengurangi asam lambung dengan cara menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin.7 Sejauh ini penelitian kasus kontrol mengenai terapi dispepsia fungsional pada anak masih terbatas. Proton Pump Inhibitor (PPI), reseptor AH2 banyak diberikan pada pengobatan dispepsia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DefenisiDispepsia adalah suatu kondisi klinis umum yang terkait dengan kompleks gejala perut bagian atas termasuk ketidaknyamanan atau nyeri, rasa kembung pada perut, cepat kenyang, distensi perut, bersendawa, dan mual. Prevalensi dispepsia pada populasi umum tidak diketahui, namun diperkirakan bahwa sebanyak 25% sampai 40% dari orang dewasa mengalami gejala dispepsia pada tahun tertentu. Pasien dengan pencernaan bagian atas kronis atau berulang (dispepsia) gejala biasanya menjalani berbagai tes investigasi dalam upaya untuk mengidentifikasi kelainan struktural atau biokimia yang dapat menjelaskan gejala mereka. Namun, tidak jarang penyelidikan lengkap gagal untuk mengungkapkan temuan organik yang signifikan dan pasien kemudian dianggap mengalami dispepsia fungsional7.Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan peptein (pencernaan). Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis4.B. EpidemologiDispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis sehari hari. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003. Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag11.Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer. Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata telah terinfeksi H. pylori yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan4.C. KlasifikasiDispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah berhasil dieksklusi Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan perasaan begah setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome4.Dalam praktik klinis, sering dijumpai kesulitan untuk membedakan antara gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel syndrome (IBS), dan dispepsia itu sendiri. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh ketidakseragaman berbagai institusi dalam mendefinisikan masing-masing entitas klinis tersebut El-Serag dan Talley (2004) melaporkan bahwa sebagian besar pasien dengan uninvestigated dyspepsia, setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata memiliki diagnosis dispepsia fungsional. Talley secara khusus melaporkan sebuah sistem klasifi kasi dispepsia, yaitu Nepean Dyspepsia Index, yang hingga kini banyak divalidasi dan digunakan dalam penelitian di berbagai negara, termasuk baru-baru ini di China11.

D. Patofisiologi Dari sudut pandang patofisiologis, proses yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.Ferri et al. (2012) menegaskan bahwa patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna4, seperti di bawah ini :1. Sekresi asam lambungKasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut2. Helicobakter pyloriPeran infeksi Helicobacter pyloripada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pyloripada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan infeksi H. pyloripada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pyloripada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku7.3. DismotilitasSelama beberapa waktu, dismotilitas telah menjadi fokus perhatian dan beragam abnormalitas motorik telah dilaporkan, di antaranya keterlambatan pengosongan lambung, akomodasi fundus terganggu, distensi antrum, kontraktilitas fundus postprandial, dan dismotilitas duodenal Beragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus), tetapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung saja tidak dapat mutlak menjadi penyebab tunggal adanya gangguan motilitas7.4. Ambang rangsang persepsiDinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptors. Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami.Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia fungsional.Mekanisme hipersensitivitas ini dibuktikan melalui uji klinis pada tahun 2012. Dalam penelitian tersebut, sejumlah asam dimasukkan ke dalam lambung pasien dispepsia fungsional dan orang sehat. Didapatkan hasil tingkat keparahan gejala dispeptik lebih tinggi pada individu dispepsia fungsional. Hal ini membuktikan peranan penting hipersensitivitas dalam patofisiologi dyspepsia 5. Disfungsi autonomDisfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang1.6. Diet dan lingkunganIntoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibanding kasus control.7. PsikologisAdanya stres akut dapat memengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stres. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsionalE. Gejala klinisKlasifikasi klinis praktis membagi dispepsia berdasarkan atas keluhan/ gejala yang dominan menjadi tiga tipe yakni :a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) Nyeri epigastrium terlokalisasi 1) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida 2) Nyeri saat lapar 3) Nyeri episodik b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) Mudah kenyang 1) Perut cepat terasa penuh saat makan 2) Mual 3) Muntah 4) Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) 5) Rasa tak nyaman bertambah saat makan

c. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakit. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyeri. Gejala lain meliputi nafsu makan menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. Gejala klinis dispepsia fungsional harus dapat kita bedakan dengan sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik yang mempunyai tanda peringatan (alarm symptoms) 11.

F. Kriteria DiagnosisPendekatan diagnosis sakit perut pada anak masih merupakan suatu masalah karena kriteria diagnosis yang digunakan belum seragam, terutama untuk nyeri perut non organik. Kriteria diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah kriteria Rome III. Komite Rome III mengatakan bahwa kriteria Rome II terbatas dalam beberapa hal, yaitu1. Kurangnya bukti dalam sub-pembagian sakit perut fungsional yang menjelaskan mengenai gejala yang lebih menonjol yang dapat membantu dalam mengidentifikasi patofisiologi. Hal ini menyebabkan sensitifitas dan spesifisitas kriteria Rome II lebih rendah daripada kriteria Rome III.2. Penjelasan kriteria Rome II untuk sakit perut fungsional lebih luas3. Analisis faktor terhadap gejala sakit perut fungsional yang berhubungan dengan makanan tidak di perhitungkan dalam kriteria Rome II.Kriteria diagnosis gangguan fungsional gastrointestinal pada anak-anak menurut kriteria Rome III6.A. Functional disorders : neonates and toddlers1. Infant regurgitation2. Infant rumination syndrome3. Cyclic vomiting syndrome4. Infant colic5. Functional diarrhea6. Infant dyschezia7. Functional constipationB. Functional disorders : children and adolescents1. Vomiting and aerophagiaa. Adolescent rumination syndromeb. Cyclic vomiting syndromec. Aerophagia2. Abdominal pain-related FGIDsa. Functional dyspepsiab. Irritable bowel syndromec. Abdominal migrained. Chidhood functional abdominal paine. Childhood functional abdominal pain syndrome3. Constipation and incontinencea. Functional constipation b. Non retentive fecal incontinenceA. Functional Disorders : Neonates and Toddlers 1. Infant regurgitation Regurgitasi adalah bentuk dari gastroeosophageal reflux. Yang membedakan dengan vomiting adalah keluarnya isi lambung ke dalam mulut tanpa adanya tekanan dan tidak terjadi nausea dan retching dan tidak ada kontraksidiafragma maupun dinding perut3 . Kriteria diagnosis untuk infant regurgitation harus memenuhi semua kriteria di bawah ini pada anak sehat yang berumur 3 minggu 12 bulan :a. Regurgitasi 2 kali atau lebih per hari selama 3 hari sampai beberapa minggu b. Tidak ada retching (urutan spasmodik dengan penutupan glotis yang terjadi bersamaan dengan kontraksi ekspiratori otot perut),hematemesis, aspirasi, apneu gagal tumbuh, kesulitan makan dan menelan, atau postur tubuh yang abnormal.2. Infant rumination syndromeRuminasi adalah kejadian yang secara sadar dan menyenangkan memutahkan makanan dari lambung, dikunyah-kunyah dan ditelan kembali. Anak besar atau dewasa meregurgitasikan makanan dengan cara kontraksi otot abdomen, sedangkan pada bayi mencolokkan jari ke dalam mulutnya dalam upaya untuk menimbulkan regurgitasi. Terdapat 2 bentuk ruminasi psikogenik dan self stimulating3. Psikogenik biasanya terjadi pada anak normal dengan gangguan hubungan dengan orang tua, sedangkan self stimulating sering terjadi pada anak dengan keterlambatan mental3.Kriteria diagnosis untuk infant rumination syndrome: Harus memenuhi semua kriteria selama paling sedikit 3 bulan : a. Kontraksi berulang otot-otot abdominal, diafragma, dan lidah b. Memuntahkan makanan dari lambung ke mulut, dikunyah-kunyah dan ditelan kembali.c. Terdapat 3 atau lebih dari 4 kriteria berikut : 1) Onset antara 3 8 bulan 2) Tidak respon dengan pegobatan pada gastroesophageal reflux disease atau obat antikolinergik, hand restrain (kontrol paksa dengan pengekangan tangan untuk memasukkan makanan), merubah formula makanan, gavage(pemberian makanan secara paksa melalui pipa yang dimasukkan ke lambung), dan pemberian makan melalui gastrostomy3) Tidak disertai dengan tanda dari nausea atau distress 4) Tidak muncul selama tidur dan ketika anak berinteraksi dengan seseorang disekitarnya.3. Cyclic vomiting syndrom Muntah siklik adalah muntah-muntah hebat yang terjadi di antara kondisi yang sehat, penyebabnya tidak diketahui, diagnosis dengan cara ekslusi, pengobatan biasanya simptomatik, dan prognosis tidak jelas. Mungkin merupakan diagnosa keranjang sampah (wastebasket). Hal yang perlu dicermati adalah adanya kelainan organik yang didiagnosa sebagai muntah siklik, misalnya intususepsi intermiten, volvulus, duplikasi intestinal, divertikulum, malrotasi, tekanan intrakranial yang meningkat, penyakit metabolik dan toksik3. Kriteria diagnosis untuk cyclic vomiting syndrome: Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini :a) Mual dan mutah-muntah yang hebat terjadi di antara kondisi yang sehat yang muncul 2 kali atau lebih atau retching yang berlangsung selama berjam-jam bahkan sampai berhari-hari.b) Kembali sehat selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.4. Infant coliKolik infantil didefinisikan rangsangan nyeri tiba-tiba, rewel atau menangis lebih dari 3 jam per hari, dan terjadi lebih dari 3 hari dalam seminggu. Tidak ada suatu bukti bahwa menangis pada kolik infantil disebabkan nyeri pada abdomen atau bagian tubuh lain. Meskipun demikian, biasanya orang tua mengasumsikan bahwa penyebab menangis hebat pada anak adalah nyeri perut yang berasal dari gastrointestinal. Kriteria diagnosis untuk infant colic Harus memenuhi semua kriteria dibawah ini dari sejak lahir sampai umur 4 bulan :a. Anak tiba-tiba menjadi iritable,rewel, dan menangis yang muncul dan berhenti tanpasebab yang jelasb. Berlangsung selama 3 jam atau lebih per hari dan muncul minimal 3 hari dalam satu mingguc. Tidak ada gagal tumbuh

5. Functional diarrheaKriteria diagnosis untuk functional diarrhea harus memenuhi semua kriteria dibawah ini : a) Buang air besar 3 kali atau lebih dengan konsistensi cair tanpa adanya rasa sakit. b) Berlangsung selama lebih 4 minggu c) Onset mulai antara umur 6 36 bulan d) Diare muncul selama waktu terjaga e) Tidak teradapat gagal tumbuh bila kalori yang masukmencukupi6. Infant DyscheziKriteria diagnosis untuk infant dyschezia harus mencakupi kedua kriteria dibawah ini untuk anak kurang dari 6 bulan : a) Anak biasanya menangis dan tegang selama kurang lebih 10 menit sebelum berhasil buang air besar yang tidak keras b) Tidak ada masalah kesehatan yang lain7. Functional ConstipationKriteria diagnosis untuk functional constipation harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 dari 6 kriteriaberikut selama 1 bulan untuk anak lebih dari 4 tahun :a) Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu b) Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami inkontinensia c) Riwayat menahan buang air besar yang berlebihan d) Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras e) Teraba massa feses yang banyak di dalam rektum f) Riwayat feses dalam diameter yang besar sehingga dapat menyumbat lubang toilet.B. Functional Disorders : Children and Adolescents1. Vomiting dan Aerophagiaa. Adolescent rumination syndromeKriteria diagnosis untuk adolescent rumination syndrome semua kriteria di bawah ini harus dialami oleh pasien sekurang-kurangnya 1 kali dalam seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1) Regurgitasi dan muntah yang berulang tanpa rasa sakit yang terjadi : a) Segera setelah makan b) Tidak muncul selama tidur c) Tidak respons terhadap pengobatan standar untuk refluks gastroesofageal 2) Tidak ada retching3) Tidak ada bukti adanya inflamasi, kelainan anatomi, kelainan metabolik, atau neoplasma.b. Cyclic vomiting syndromeKriteria diagnosis untuk cyclic vomiting syndrome harus memenuhi semua kriteria dibawah ini :1) Mengalami mual yang hebat dan muntah yang tidak berhenti-henti selama 2 kali atau lebih atau retchingselama berjam-jam sampai berhari-hari. 2) Kembali ke keadaan sehat yang berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.c. AerophagiaKriteria diagnosis untuk aerophagiaharus memenuhi sekurang-kurangnya 2 dari 3 kriteria berikut yang dialami setidaknya 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1. Menelan banyak udara 2. Distensi abdomen karena adanya udara intralumen 3. Sendawa yang berulang atau peningkatan frekuensi flatus.2. Abdominal pain-related Functional GastroIntestinal Disorders (FGIDs)a. Functional dyspepsia Kriteria diagnosis untuk fuctional dyspepsia harus memenuhi semua criteria di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya 1 kali seminggu selama minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1. Nyeri yang persisten atau berulang atau perasaan tidak nyaman yang berasal dari perut bagian atas (di atas umbilikus) 2. Nyeri tidak berkurang dengan defekasi atau tidak berhubungan dengan suatu perubahan frekeuensi buang air besar atau konsistensi feses 3. Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau neoplasma

b. Irritable bowel syndromeKriteria diagnosis untuk irritable bowel syndrome harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya 1 kali seminggu selama minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1) Perasaan tidak nyaman di bagian perut (tidak dideskripsikan sebagai rasa sakit) atau nyeri yang berhubungan dengan 2 atau lebih kriteria berikut : a) Nyeri berkurang dengan defekasi b) Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi buang air besar c) Onset berhubungan dengan perubahan bentuk dari feses2) Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau neoplasmac. Abdominal migraineAbdominal migraine adalah suatu sindrom dengan gejala abdominal periodik, terdapat nyeri epigastrik atau periumbilical yang disertai nausea, muntah, diare, panas dan menggigil, vertigo, iritable serta poliuria. Bilamana gejala abdominal disertai sakit kepala yang terjadi pada 30-40% pasien dengan migrain kepala maka diagnosis akan mudah dibuat, tetapi bila kejadian tersebut tersendiri (isolated abdominal migraine) yang biasanya terdapat pada 3% penderita, diagnosis menjadi lebih sukar, walaupun akhirnya dapat timbul migraine. Serangan isolated abdominal painbiasanya mendadak dan berakhir dalam hitungan jam sampai hari, dimana ciri-cirinya selalu sama pada setiap serangan dan pasien tampak normal diluar serangan. Biasanya terdapat pada keluarga dengan riwayat migraine.Kriteria diagnosis untuk abdominal migraine harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sebelumnya 2 kali atau lebih selama 12 bulan : 1) Serangan nyeri hebat yang akut di sekitar umbilikusyang berlangsung selama 1 jam atau lebih 2) Terdapat periode sehat yang berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan 3) Nyeri berkurang dengan aktivitas normal 4) Nyeri berhubungan dengan 2 atau lebih dari kriteriaberikut : a) Anoreksia b) Nausea c) Muntah d) Sakit kepala e) Photophobia f) Pucat5) Tidak ada bukti proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau neoplasma.d. Childhood functional abdominal painKriteria diagnosis untuk childhood functional abdominal pain harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekali seminggu selama 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1) Nyeri abdomen yang hilang timbul atau terus menerus2) Tidak mencukupi kriteria FGIDs yang lain 3) Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau neoplasma

a. Childhood functional abdominal pain syndromeKriteria diagnosis untuk childhood functional abdominal pain syndromeHarus memenuhi kriteria childhood functional abdominal pain minimal 25 % dan 1 dari 2 kriteria berikut yang dialami minimal sekali seminggu setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan :

1) Gangguan dalam fungsi aktivitas sehari-hari 2) Gejala somatik tambahan seperti sakit kepala, nyeri ekstremitas, atau kesulitan tidur.1. Constipation dan Incontinencea. Functional constipation Kriteria diagnosis untuk functional constipatin harus memenuhi 2 atau lebih dari kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk IBS, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan : 1) Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang 2) Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses perminggu 3) Riwayat retensi feses 4) Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras Terdapat massa feses yang besar di rektum 5) Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.b. Nonretentive fecal incontinence Kriteria diagnosis untuk nonretentive fecal incontinence harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan pada anak kurang dari 4 tahun : 1) Defekasi di tempat yang tidak sesuai dengan konteks sosial minimal 1 kali sebulan 2) Tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik, atau neoplasma 3) Tidak ada retensi feses. Pemastian seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya berdasarkan ditemukannya gangguan emosi pada anak tersebut. Oleh karena itu anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisis yang lengkap merupakan hal terpenting dalam melakukan evaluasi anak dengan sakit perut.Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisis ditemukan beberapa hal (alarm symptoms) seperti yang tertulis di bawah ini :1. Lokasi nyeri jelas dan jauh dari umbilicus 2. Nyeri berhubungan dengan fungsi saluran cerna (konstipasi, diare, inkontinensia) 3. Muntah 4. Serangan nyeri mendadak dan menetap dalam beberapamenit sampai hari 5. Nyeri menjalar kepunggung, bahu, atau ekstremitas 6. Disuria 7. Perdarahan rectal 8. Usia kurang dari 4 tahun dan di atas 15 tahun 9. Riwayat keluarga menderita penyakit saluran cerna atau sistemik (ulkus peptikum, inflammatory bowel diseases, Helicobacter pylori.G. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium darah lengkap, urin lengkap dan tinja lengkap sangat penting. Ureum dan elektrolit darah penting pada diare dehidrasi. Biakan tinja untuk menegakkan ada tidaknya entropatogen, terutama salmonella, shigella, campilobacter danyersinita. Amebiasis, infestasi cacing (ascaris, Trichuris, dsb) dengan mudah dapat mengukurpH tinja dan tes reduksi dalam tinja (Clinitest). Pemeriksaan klirens urea, kreatinin, foto polosperut dan poielografi intravena penting untuk menegakkan diagnosis infeksi traktus urinariusdan batu di dalam saluran kemih. Foto polos 3 posisi sangat diperlukan untuk menegakkandiagnosis adanya obstruksi dan kelainan di luar traktus digestivus. Foto toraks diperlukan biladiduga ada pneumonia.1 Pemeriksaan penunjang yang lebih canggih seperti USG abdomen danCT abdomen bila benar-benar sangat perlu dikerjakan bila diduga ada kelainan perut danhepatobilier1,10. EEG bila diduga terdapat epilepsi perut. Pemeriksaan endoskopi dapat juga dilakukan terutama untuk mendiagnosis ada tidaknya kolitis3.H. PenatalaksanaanSeperti perawatan Gastrointestinal lainnya, pendekatan perawatan Dyspespsia Fungsional berdasarkan beratnya gejala. Beratnya gejala ditentukan oleh intensitas dan ketetapan pada gejala penyakit., perbandingan tingkat kesulitan pada lingkungan psikologis dan social, dan frekuensi perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Kebanyakan pasien Dyspepsia fungsional tidak membutuhkan resep obat kronis. Mereka pada umumnya mendapatkan manfaat dari penenang hati yang sesuai, pelajaran tentang kondisi penyakitnya, dan rekomedasi mengenai aturan makan mereka dan perubahan gaya hidup. Pasien pada umumnya disarankan untuk makan pada porsi yang kecil dan lebih sering, dan menghindari makanan yang mengandung kadar lemak yang tinggi dan makanan yang memperburuk gejala penyakitnya. Namun, beberapa rekomendasi tersebut belum dipelajari secara ilmiah dan belum ada bukti konkrit makanan yang spesifik terkait Gejala Dyspepsia. Untuk pasien dengan gejala lanjutan, pemberian resep pada perawatan jangka pendek dapat memperburuk gejala. Namun, pasien dengan gejala lebih berat biasanya membutuhkan perawatan yang lebih serius3.Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah : pemberantasan Hp, Itoprid, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti adalah antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan. Penanganan dispepsia fungsional dapat dilakukan dengan non farmakologi dan farmakologi11.1. Non farmakologisBeberapa studi mengenai penanganan dispepsia fungsional diantaranya dengan cognitive-behavioural therapy, pengaturan diet, dan terapi farmakologi. Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Direkomendasikan juga untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi perilaku.2. FarmakologisPengobatan dispepsia fungsional mengenal beberapa obat, yaitu a. Antasida b. Antikolinergikc. Antagonis reseptor H2 d. PPI b) Sitoprotektif c) Golongan prokinetik d) Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas)I. PrognosisMahadeva et al. (2011) menemukan bahwa pasien dispepsia fungsional memiliki prognosis kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan dispepsia organik. Tingkat kecemasan sedang hingga berat juga lebih sering dialami oleh individu dyspepsia fungsional lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien dispepsia fungsional, terutama yang refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan psikiatris.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Gastroenterological Association medical position statement: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology. 1998 Mar;114(3):579-81.2. Boediarso A.D. Sakit Perut Pada Anak. Dalam: Gastroenterologi Anak Praktis. BalaiPenerbit FKUI, Jakarta. 1988. 219-303. Siregar S et all Sakit Perut Pada Anak Faculty of Medicine University of RiauPekanbaru, Riau 20094. Abdullah M, Gunawan J, Dispepsia Abdullah, Jeffri Gunawan divisi Gastroenterologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Indonesia 2012.5. Chang L. From Rome to Los Angeles. The Rome III Criteria for the Functional GI Disorders. http://www.medscape.com/viewarticle/533460. [diakses 8 september 2014].6. Appendix B: Rome III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders. Am J Gastroenterol. 2010;105:7988017. Ringel Y, Funcional Dyspepsia Unc center For functional GI and motility disorder UNC Division of Gastroenterology and Hepatology8. Boediarso A. D. Sakit Perut Berulang. http://www.pdpersi.co.id/ [diakses tanggal 23 Agustus2014]9. MTalley, J.Nicholas Guidelines for the Management of Dyspepsia American Journal of Gastroenterology ISSN 0002-92702005 by Am. Coll. of Gastroenterology.10. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.1991. 493-6.11. Djojodiningrat D. Dispepsia fungsional. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 354-6.

2