Dwi Nur Octaviani Katili_HTA Pelayanan KIA.docx

31
BAB I LATAR BELAKANG Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi perkembangan pesat inovasi teknologi yang berpengaruh besar terhadap pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir terjadi terobosan di bidang antivirus, bioteknologi, pencitraan diagnostik, diagnostik molekuler, penggantian organ dan jaringan, teknik bedah, perawatan luka teknologi komputer, yang semuanya diharapkan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan dan memperbaiki keadaan pasien, (Murti, 2005). Tetapi di sisi lain perkembangan, difusi, dan penggunaan teknologi kesehatan memberikan implikasi/ akibat yang luas di bidang medis, sistem pelayanan kesehatan, sosial, ekonomi, etika, dan hukum. Sebagai contoh, penggunaan teknologi baru dapat menyebabkan meroketnya biaya pelayanan kesehatan. Pengembangan teknologi baru bisa memberikan implikasi etika, berkaitan dengan potensi terjadinya malpraktik, dan sebagainya. Teknologi kesehatan adalah suatu intervensi dalam bentuk apapun yang digunakan untuk promosi kesehatan, mencegah, mendiagnosis, atau untuk penatalaksanaan suatu kasus penyakit maupun untuk rehabilitasi medis ataupun perawatan jangka panjang. Penilaian suatu teknologi adalah suatu kebijakan yang komprehensif dalam mengevaluasi dampak teknis, ekonomi, dan sosial dari suatu aplikasi teknologi. 1

Transcript of Dwi Nur Octaviani Katili_HTA Pelayanan KIA.docx

BAB I

LATAR BELAKANG

Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi perkembangan pesat inovasi teknologi yang

berpengaruh besar terhadap pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir

terjadi terobosan di bidang antivirus, bioteknologi, pencitraan diagnostik, diagnostik molekuler,

penggantian organ dan jaringan, teknik bedah, perawatan luka teknologi komputer, yang

semuanya diharapkan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan dan memperbaiki keadaan pasien,

(Murti, 2005).

Tetapi di sisi lain perkembangan, difusi, dan penggunaan teknologi kesehatan

memberikan implikasi/ akibat yang luas di bidang medis, sistem pelayanan kesehatan, sosial,

ekonomi, etika, dan hukum. Sebagai contoh, penggunaan teknologi baru dapat menyebabkan

meroketnya biaya pelayanan kesehatan. Pengembangan teknologi baru bisa memberikan

implikasi etika, berkaitan dengan potensi terjadinya malpraktik, dan sebagainya.

Teknologi kesehatan adalah suatu intervensi dalam bentuk apapun yang digunakan untuk

promosi kesehatan, mencegah, mendiagnosis, atau untuk penatalaksanaan suatu kasus penyakit

maupun untuk rehabilitasi medis ataupun perawatan jangka panjang. Penilaian suatu teknologi

adalah suatu kebijakan yang komprehensif dalam mengevaluasi dampak teknis, ekonomi, dan

sosial dari suatu aplikasi teknologi.

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang maksimal, ada beberapa hal penting

yang harus senantiasa dipikirkan, seperti: hal–hal apa yang dapat kita lakukan untuk

memaksimalkan pelayanan kesehatan tersebut, opsi–opsi/ pilihan yang ada dalam memutuskan

tindakan dalam pelayanan kesehatan, adanya panduan pelayanan medis yang tepat, penerapan

apa yang harus dilakukan dan adanya penjaminan mutu dengan adanya audit klinis.

Karena adanya konflik antara keterbatasan dalam sumber daya pembiayaan kesehatan

dengan kebutuhan pelayanan yang tidak terbatas, maka pihak pembayar, dalam hal ini

Pemerintah dan BPJS akan dipaksa untuk melakukan rasionalisasi dan penentuan prioritas.

Tantangan terbesar dalam proses rasionalisasi dan penentuan prioritas adalah memastikan bahwa

kedua kebijakan yang diambil tersebut tidak akan mengurangi mutu pelayanan maupun benefit

peserta. Oleh sebab itu, harus dilakukan evaluasi terhadap teknologi kesehatan dan benefit yang

tercakup sehingga biaya pelayanan kesehatan dikeluarkan untuk teknologi kesehatan yang

1

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta namun tetap pada kerangka biaya yang

ekonomi, (BPJS, 2014).

Technology Assessment (2002) mendefinisikan HTA ―a multidisciplinary field of

policy analysis. It studies the medical, social, ethical, and economic implications of

development, diffusion, and use of health technology”. HTA adalah “a form of policy research

that systematically examines the short- and long-term consequences, in terms of health and

resource use, of the application of a health technology, a set of related technologies or a

technology related issue” (Hensall et al., 1997).

Jadi intinya, HTA merupakan suatu riset kebijakan multidisipliner yang meneliti dengan

sistematis dan melaporkan karakteristik, efek, dan dampak pengembangan dan penggunaan

aneka teknologi kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan, meliputi karakteristik teknis,

keamanan, efikasi dan efektivitas, dampak ekonomis, sosial, legal (hukum), etika, politik, baik

yang disengaja atau tidak disengaja, dampak jangka pendek maupun panjang, (Murti, 2005)

HTA menghasilkan temuan yang dapat menambah pengestahuan tentang hubungan

antara intervensi pelayanan kesehatan dan hasilnya. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk

mengembangkan dan memperbaiki berbagai standar dan pedoman untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan, termasuk panduan praktis, standar manufaktur, standar laboratorium klinis,

laporan kejadian yang merugikan, standar desain arsitektur dan fasilitas, dan kriteria, penerapan,

dan kebijakan lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.

2

BAB II

KONSEP DASAR TEORI

1. Definisi Health Technology Assessment

"HTA is a multidisciplinary process that summarizes information about the

medical, social, economic and ethical issues related to the use of a health technology in a

systematic, transparent, unbiased, robust manner. Its aim is to inform the formulation of

safe, effective, health policies that are patient focused, and seek to achieve best value"

(EUnetHTA 2007). Even though the assessment of ethical aspects of a health technology

is listed as one of the objectives of a HTA process, in practice, the integration of these

dimensions into reports remains limited. The article is focused on four points: 1. the HTA

concept; 2. the difficult HTA-ethics relationship; 3. the ethical issues in HTA; 4. the

methods for integrating ethical analysis into HTA, (Sacchini, Virdis, Refolo,

Pennacchini, & de Paula, 2009).

Health Technology Assessment (HTA) adalah analisis multidisiplin mengenai

suatu kebijakan mengenai implikasi medis, sosial, etik dan ekonomi dari pengembangan,

difusi dan pemakaian dari suatu teknologi kesehatan.

HTA adalah analisis terstruktur suatu teknologi kesehatan, serangkaian teknologi

atau penggunaan teknologi untuk memberikan masukan dalam pembuatan suatu

keputusan/ kebijakan. Hal ini meliputi keamanan, efikasi, manfaat, biaya dan efektifitas

biaya, implikasi organisasi ,faktor sosial dan kerangka etis.

HTA adalah analisis terstruktur terhadap suatu teknologi kesehatan suatu atau

suatu kelompok teknologi kesehatan issue terkait teknologi kesehatan yang ditujukan

untuk memberi masukan bagi pembuatan keputusan dalam menyusun kebijakan

pelayanan kesehatan (US Office of Technology Assessment, 1994)

HTA juga merupakan evaluasi sistematis dari suatu efek teknologi kesehatan

meliputi pemakaian dan ketersediaan sumber daya dan aspek lainnya seperti ekuitas.

2. Tujuan Health Technology Assessment

a. Tujuan Umum

Untuk membantu pembuatan kebijakan mengenai suatu teknologi dalam pelayanan

kesehatan dalam rangka menjaga dan mengendalikan mutu pelayanan kesehatan

secara komprehensif.

3

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus HTA adalah untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat

meliputi pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan rehabilitasi medis suatu kasus

penyakit yang berkualitas dan berdasarkan bukti ilmiah terkini (evidence based).

Menurut (Murti, 2005), HTA bertujuan memberikan informasi yang diperlukan

untuk pengambilan keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan di tingkat nasional,

regional, maupun lokal, bertalian dengan: (1) Penggunaan teknologi kesehatan; (2)

Pendanaan teknologi; (3) Pengadaan teknologi; (4) Penentuan inklusi dan ekslusi

teknologi dalam paket pelayanan kesehatan; (5) Perijinan pemasaran; (6) Petunjuk

untuk praktik kesehatan yang terbaik; (7) Organisasi penyediaan pelayanan

kesehatan; (8) Disinvestasi (penghentian investasi) terhadap teknologi kesehatan yang

tidak efektif; (9) Pendanaan/ investasi riset teknologi kesehatan.

3. Sasaran Health Technology Assessment

Seluruh teknologi kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi peserta

BPJS, meliputi: pelayanan obat, alat/mesin untuk menegakkan diagnosa dan reagensia

yang dipakai dalam pemeriksaan laboratorium, prosedur tindakan medis dan

pembedahan/operasi, alat kesehatan misalnya: stent dan prostetik lainnya, sistem

Manajemen Medik misalnya One Day Surgery dan sistem pendukung dalam pelayanan

kesehatan misalnya rekam medik yang terkomputerisasi.

Informasi yang diberikan oleh HTA digunakan oleh aneka pengguna (user)

sebagai berikut: (1) Pembuat kebijakan kesehatan (regulator) baik pemerintah ataupun

parlemen, (2) Perencana program kesehatan; (3) Manajer dan administrator pelayanan

kesehatan (misalnya, manajer rumah sakit), (4) Pembayar pelayanan kesehatan

(perusahaan asuransi), (5) Industri manufaktur/ produsen teknologi (memperbaiki atau

menghentikan produk yang bermasalah); (6) Klinisi dan tenaga kesehatan profesional

lainnya, (7) Pasien, (8) Lembaga advokasi pasien, (9) Warga masyarakat umum; (10)

Lembaga riset HTA.

4

4. Ruang Lingkup Health Technology Assessment

HTA adalah kajian suatu teknologi kesehatan yang meliputi kualitas, keamanan

klinis , performa teknis, efikasi, efektivitas, implementasi, analisis dampak ekonomis,

efisiensi, dampak pada etika sosial dan aspek legal.

5. Mekanisme Pelaksanaan HTA

a. Health Technology Assessment harus dilakukan dikarenakan beberapa hal yaitu:

perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh pesat, biaya yang terbatas dan

cenderung berkurang serta pentingnya skala prioritas dalam pengambilan keputusan

yang seharusnya memprioritaskan pada teknologi kesehatan yang relevan dan sangat

diperlukan. Evidence Based HTA menghasilkan bukti, menyediakan bukti dan

memanfaatkan bukti.

b. HTA dilakukan pada suatu teknologi kesehatan baik yang sudah tercakup dalam

benefit maupun yang akan diajukan untuk dicakup. Karena banyaknya teknologi

kesehatan yang harus dilakukan pengujian (assessment) maka dilakukan penentuan

prioritas untuk teknologi dengan kriteria sebagai berikut:

1) Teknologi dengan utilisasi atau kemungkinan utilisasi yang tinggi

2) Berisiko tinggi sehingga kemungkinan akan menghasilkan dampak medis, sosial

dan etis yang signifikan

3) Berisiko biaya yang tinggi

4) Variabilitas yang tinggi

c. HTA diselenggarakan oleh Tim Nasional yang independen yang dibentuk oleh

Menteri Kesehatan dan terdiri dari para pakar di bidangnya. Tim HTA terdiri dari 3

kelompok kerja (Pokja) yaitu Pokja Alat Kesehatan, Pokja Obat, dan Pokja Prosedur

sesuai Kepmenkes No: 423/Menkes/SK/XII/2012. Tugas Pokja dalam Tim HTA

adalah melaksanakan perumusan, identifikasi, kriteria, formulasi, konsep, program

kegiatan dan kebijakan serta evaluasi di bidang pengkajian teknologi pada alat

kesehatan, obat dan prosedur. Fungsi Pokja adalah sebagai berikut :

1) Perumusan identifikasi topik kajian berdasarkan EBP (evidence based practice)

2) Penetapan kriteria penapisan teknologi medik yang meliputi teknik/prosedur

peralatan kedokteran dan reagensia

5

3) Perumusan rancangan kebijakan di bidang produksi dan penggunaan alat

kesehatan serta reagensia melalui penapisan teknologi medic

4) Pembuatan formulasi hasil kajian di bidang alat kesehatan dan reagensia kepada

Menkes.

d. Metode dalam penyelenggaraan HTA antara lain studi literatur, percobaan klinis,

studi epidemiologi dan observasi, analisis biaya, perumusan konsensus, pendapat ahli

dan meta analisis.

e. HTA dilaksanakan dengan menggunakan konsep ekonomi kesehatan. Beberapa

teknik analisa ekonomi kesehatan yang digunakan dalam HTA adalah:

1) Cost Minimization Analysis (CMA)

2) Cost Effectiveness Analysis (CEA)

3) Cost Utilization Analysis (CUA)

4) Cost Benefit Analysis (CBA)

f. Materi pengkajian HTA dari suatu teknologi kesehatan, antara lain :

1) Kinerja Teknologi yang akan menggambarkan seberapa signifikan teknologi

tersebut akan berdampak dalam proses penatalaksanaan penyakit dalam pelayanan

kesehatan peserta BPJS Kesehatan.

2) Kualitas ketepatan dari teknologi kesehatan terdiri dari: ketepatan komponen alat,

standar komponen alat, evaluasi terhadap komponen alat, dan evaluasi serta

monitoring ketika suatu alat teknologi kesehatan sedang beroperasi.

3) Keamanan klinis pada saat melakukan tindakan medis bagi pasien,

operator/administrator dan lingkungan

4) Performa Teknis saat teknologi kesehatan tersebut digunakan dalam

pelayanankesehatan.

5) Efikasi yaitu memastikan bahwa suatu teknologi kesehatan telah berfungsi

sebagaimana mestinya, berfungsi sebaik mungkin dan lebih baik dari pada

teknologi sebelumnya. Atau teknologi tersebut memberikan hasil dan khasiat

sebagaimana yang diinginkan.

6) Efektivitas yaitu memastikan tingkat keberhasilan suatu teknologi kesehatan

dalam menghasilkan efikasinya. Hal ini antara lain berkaitan dengan secepat apa

6

bisa menyembuhkan, berapa banyak pasien yang bisa diselamatkan dan sebanyak

apa kenaikan harapan hidup yang bisa diperoleh.

7) Implementasi suatu kebijakan HTA dimana suatu teknologi kesehatan

direkomendasikan, hal ini disesuaikan dengan kemampuan finansial BPJS dengan

tetap mengutamakan kebutuhan medis peserta.

8) Analisis dampak ekonomis dengan menggunakan teknik analisa ekonomi

kesehatan di atas.

9) Dampak efisiensi dalam pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh teknologi

kesehatan.

10) Etika Sosial yaitu dampak sosial ketika suatu teknologi kesehatan dijalankan/

diimplementasikan.

11) Aspek legal yaitu tinjauan dari segi hukum atas penggunaan teknologi kesehatan

g. Health Technology Assessment menghasilkan sebuah rekomendasi dengan hirarki

sebagai berikut:

Bentuk Kajian HTA Level Rekomendasi

Meta-analisis dari sebuah uji klinis acak (RCT

I A

Uji klinis acak yang besar

Uji klinis acak yan kecil II B

Uji klinis yang tidak acak

Studi observasi III C

Laporan Kasus

Konsesunsus IV D

Penjelasan:

Kajian pada level I merupakan kajian yang paling valid dan sangat bermakna dalam

kajian HTA dan semakin menurun tingkatannya pada level II dan III. Sehingga suatu

teknologi kesehatan dengan Rekomendasi A adalah sangat direkomendasikan kemudian

urutan selanjutnya adalah teknologi kesehatan dengan rekomendasi B

7

h. Alur proses penyelenggaraan HTA adalah sebagai berikut:

8

Usulan Topik HTA

Identifikasi Topik

Need Assessment

Priotity Setting

Penetapan Ruang Lingkup, Skala dan Cara Oenilaian

Retrieval Of Evidance

Pengumpulan Data Primer

Analisis Bukti

Sintesis Bukti

Analisa dampak financial

Disseminasi dan Implementasi

Formulasi temuan dan rekomendasi

Monitoring dan FeedbackUsulan Topik Kajian HTA

Organisasi/Perhimpunan Profesi Kedokteran

Proses ini dilakukan oleh Tim Nasional HTA

BPJS Kesehatan

Diajukan Ke Menkes dan disahkan dalam SK Menkes

BPJS Kesehatan

6. Penggunaan Hasil Kajian HTA

a. Hasil kajian HTA disahkan dengan ketetapan Menteri Kesehatan dan dilengkapi

dengan batasan–batasan/kriteria/situasi dan kondisi dalam penggunaan teknologi

kesehatan yang dimaksud. Hal ini ditujukan agar teknologi kesehatan yang dilakukan

sesuai dengan indikasi medis dan rasional.

b. Ketetapan Menteri Kesehatan atas hasil kajian HTA dimaksudnya untuk memastikan

bahwa pelaksanaan kajian telah mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku dan

memastikan independensi evaluator.

c. Penjaminan pelayanan teknologi kesehatan oleh BPJS adalah sebagai berikut:

1) Hasil kajian HTA yang telah disahkan oleh Menteri Kesehatan digunakan oleh

BPJS sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengubah cakupan benefit

pelayanan kesehatan.

2) Hasil kajian yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti oleh BPJS adalah kajian

yang menggunakan evidence level I/rekomendasi A.

3) Jika kajian HTA sebagaimana yang disahkan oleh Menteri Kesehatan belum

dilakukan analisa dampak ekonomi, maka BPJS selanjutnya akan menggunakan

hasil kajian tersebut sebagai dasar analisa ekonomi selanjutnya.

4) Analisa dampak ekonomi tersebut akan digunakan oleh BPJS sebagai

pertimbangan untuk dicakup tidaknya suatu intervensi kesehatan dengan

mempertimbangkan willingness to pay dan kemampuan financial BPJS.

5) Implementasi suatu teknologi kesehatan yang telah sah direkomendasikan dan

telah diputuskan untuk dijamin oleh BPJS Kesehatan dapat berupa Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan/atau Panduan Praktik Klinis

(PPK) yang telah disesuaikan dengan setiap RS dan/atau fasilitas kesehatan yang

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan dibidang HTA

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013

Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, terdapat peraturan yang

melibatkan Tim HTA yakni pada pasal 34 yang berbunyi :

(1) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dilakukan dalam rangka pengembangan penggunaan

9

teknologi dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan untuk peningkatan mutu dan

efisiensi biaya serta penambahan Manfaat jaminan kesehatan.

(2) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan dari asosiasi fasilitas kesehatan,

organisasi profesi kesehatan, dan BPJS Kesehatan.

(3) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment (HTA) yang

dibentuk oleh Menteri.

(4) Tim Health Technology Assessment (HTA) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

bertugas melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan yang dikategorikan

dalam teknologi baru, metode baru, obat baru, keahlian khusus, dan pelayanan

kesehatan lain dengan biaya tinggi.

(5) Tim Health Technology Assessment (HTA) memberikan rekomendasi kepada Menteri

mengenai kelayakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk

dimasukkan sebagai pelayanan kesehatan yang dijamin.

(6) Pelayanan kesehatan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan

oleh Menteri

(Kemenkes, 2013)

8. Evidance Based Dan HTA

a. Persamaan Evidance Based Dan HTA

EBM dan HTA memiliki kesamaan dan perbedaan (Hollowing dan Jarvik, 2007).

Persamaannya, baik EBM maupun HTA bertujuan meningkatkan penggunaan

pelayanan medis berbasis bukti ilmiah. Dengan demikian EBM dan HTA diharapkan

memberikan dampak kepada status kesehatan pasien yang lebih baik (kelangsungan

hidup dan morbiditas), dan selanjutnya secara makro meningkatkan efektivitas dan

efisiensi investasi/pengeluaran kesehatan dari produk domestik bruto (PDB).

Dalam praktik EBM, klinisi melakukan penilaian kritis (critical appraisal) bukti

riset, menyangkut aspek validitas, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti-

bukti (disingkat ―VIA‖). Demikian pula dalam HTA, peneliti HTA melakukan

penilaian terhadap teknologi kesehatan, dan memberikan bukti-bukti yang valid (tidak

10

bias) tentang karakteristik, efikasi, efektivitas, keamanan, cost-effectiveness, dan

aneka dampak penggunaan teknologi kesehatan.

b. Perbedaan Evidance Based Dan HTA

Perbedaan EBM dan HTA terletak pada cara yang berbeda untuk mencapai tujuan

(yang sama) tersebut. EBM diterapkan oleh klinisi dan tenaga kesehatan profesional

lainnya, baik secara individual atau dalam tim pelayanan kesehatan. EBM

memberikan keterampilan kepada para klinisi dan tenaga kesehatan profesional

lainnya dalam menggunakan buktibukti ilmiah terbaik untuk pengambilan keputusan

klinis yang lebih baik pada praktik klinis individu pasien atau sekelompok pasien.

Jika sebagian besar klinisi dan tenaga kesehatan profesional menerapkan EBM, maka

praktik tersebut akan meningkatkan hasil klinis yang diinginkan pasien, dan

meningkatkan efektivitas dan efisiensi investasi/ pengeluaran kesehatan di tingkat

makro.

Di pihak lain, HTA dilakukan oleh peneliti HTA. HTA memberikan informasi

kepada pembuat kebijakan maupun administrator dalam sistem pelayanan kesehatan,

baik di tingkat nasional, regional, dan lokal, yang berhubungan dengan pengadaan,

pendanaan, atau penggunaan yang tepat teknologi kesehatan, dan disinvestasi

teknologi yang tidak efektif. Informasi tentang teknologi kesehatan digunakan untuk

memutuskan apakah akan mengadakan/ tidak mengadakan, mendanai/ tidak

mendanai, menggunakan/ tidak menggunakan teknologi kesehatan pada sistem

pelayanan kesehatan untuk populasi pasien. Jika pembuat kebijakan dan pengambil

keputusan hanya mengadakan, mendanai, dan menggunakan teknologi kesehatan

yang terbukti secara ilmiah bermanfaat dan costeffective, maka keputusan itu akan

meningkatkan hasil kilinis yang diinginkan pada populasi pasien, dan meningkatkan

efektivitas dan efisiensi investasi/ pengeluaran kesehatan di tingkat makro.

HTA dibutuhkan dalam EBM, karena HTA merupakan produsen bukti dan EBM

pengguna bukti. Agar HTA dapat digunakan dengan optimal oleh klinisi dalam

praktik EBM, maka bukti HTA perlu terkini (up-to-date), aksesibel, relevan, dan

benar (valid) (Chantler, 2004,dikutip Hollowing dan Jarvik, 2007).

11

BAB III

HTA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

1. Penerapan Health Technology Assessment (HTA) dalam Kebidanan

a. Permasalahan Kebidanan yang berhubungan dengan majunya teknologi kesehatan

Teknologi kesehatan terus berkembang dan digunakan tetapi, apakah selalu

sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah kedokteran / kebidanan?. Marsden Wagnen,

MD mengatakan dalam Midwifery Today tahun 2000, pertengahan abad ke-20 jumlah

kematian bayi dalam proses kelahiran menurun .- karena kemajuan ilmu kedokteran tapi

terutama karena kemajuan sosial seperti berkurangnya kemiskinan, nutrisi dan

lingkungan yang lebih baik, dan paling utama adalah keberhasilan program KB,

(Nurjasmi, 2014)

Pelayanan kesehatan juga memberikan kontribusi dalam penurunan kematian bayi

dengan penemuan antibiotic dan kemampuan memberikan transfusi darah yang aman

tidak ada bukti karena intervensi teknologi tinggi.

50% – 80% kelahiran di banyak rumah sakit Amerika melibatkan satu atau lebih

prosedur bedah/medical model. Prosedur tersebut meliputi obat-obatan untuk memulai

atau mempercepat persalinan, rutin episiotomy, forceps, vacuum extractor dan operasi

Caesar. Pada kenyataannya, prosedur bedah ini diperlukan hanya 20% dari semua

kelahiran.

WHO mengatakan bahwa analgesia epidural adalah salah satu contoh yang paling

mencolok dari medikalisasi persalinan normal. yang, mengubah proses fisiologis menjadi

medical model.

Penelitian lain yang dilakukan oleh dokter kandungan Jose Villar di Amerika

Selatan dan Meksiko, yg melibatkan 120 rumah dengan jumlah kelahiran 97.000 bayi.

Sepertiga dari responden memilih melahirkan dengan cara caesaria. Salah satu alasan

yang mencengangkan tindakan Caesar dipilih untuk sekedar meniru perilaku para

selebriti permintaan caesar di sejumlah Negara berkembang melonjak pesat.

Di Indonesia angka kejadian SC sekitar 30% di tahun 2002. Di RSCM sebagai

rumah sakit pusat rujukan mempunyai angka kejadian rata-rata 41,2% dengan 18 %

diantaranya adalah kasus seksio sesarea elektif. WHO menetapkan standar rata-rata

12

section caesarea di sebuah Negara sekitar 5-15 %. RS pemerintah 11 % dan RS swasta

lebih dari 30% (Gibbson L. etall, 2010).

Pemeriksaan dini dan teratur dalam masa kehamilan akan sangat membantu dalam

mempersiapkan proses melahirkan yang aman dan nyaman bagi sang ibu. Seorang ibu

harus bijaksana untuk memilih melakukan tindakan operasi bila dapat melahirkan secara

alamiah, hanya karena khawatir akan sakit saat proses melahirkan. Perlu diingat bahwa

tindakan sectio caesar harusmenjadi pilihan terakhir dalam memutuskan proses

melahirkan yang akan dilakukan dengan indikasi yang jelas, (Nurjasmi, 2014).

b. Aplikasi konsep profesi dalam praktek kebidanan

Standar Praktek Kebidanan dikembangkan dari Filosofi dan Kode Etik bidan yang

membentuk kerangka fikir dan kerangka kerja bidan dalam melakukan kegiatan

profesionalnya. Model praktek kebidanan terdiri dari model praktik mandiri, kolaborasi

dan teamwork. Sedangkan untuk karateristik asuhan kebidanan adalah women center

care, evidence based care dan continuum of care. Praktek kebidanan dilakukan melalui

pendekatan humanistic, holistic dan komprehensif.

Adapun model asuhan kebidanan yaitu:

1) Berfokus pada perempuan (women centre care)

a) Memfasilitasi perempuan berkontribusi aktif pada proses melahirkan.

b) Mendorong perempuan sebagai pembuat keputusan.

c) Asuhan kebidanan yang responsive terhadap kebutuhan perempuan dan

memastikan bahwa kebutuhan perempuan dan bayi merupakan focus utama dari

praktek kebidanan.

d) Bidan memahami setiap pasien sebagai seorang individu dengan segala

keunikannya yaitu memberikan asuhan sesuai kebutuhan klien.

2) Asuhan berkelanjutan / continum of care

a) Asuhan kebidanan dilakukan pada siklus kesehatan reproduksi perempuan,

sesuai dengan ruang lingkup pelayanan kebidanan yang diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan pada 1464 / 2010, termasuk masalah kesehatan remaja, pra-

konsepsi konseling, ANC, INC, PNC, bayi baru lahir, anak balita, Kespro

termasuk keluarga berencana - Continuum of care Life Cycle Across.

13

b) Asuhan kebidanan dilakukan disetiap tatanan yankes sebagai satu kesatuan

yang berkelanjutan mulai dari yankes primer, sekunder dan tersier -

Continuum of care pathways.

3) Praktek berbasis bukti dan Pasien safety (Evidance Based Care)

Landasan Physiologis Asuhan kebidanan berbasis bukti. “Asuhan berbasis

bukti” - bukti tentang konsep biologis dan fisiolos melahirkan: bukti tentang hamil,

bersalin dan nifas serta menyusui adalah bagian dari proses fisiologis normal dari

kehidupan reproduksi perempuan (Scientific Reasoning).

Asuhan berbasis bukti menggunakan hasil penelitian tentang keamanan / safety

sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk memperoleh hasil yang optimal.

Asuhan berbasis bukti memberikan prioritas pada efektifitas asuhan fisiologis dengan

tindakan invasif seminimal mungkin, dan tidak merugikan/menyakiti klien (least

invasive, with limited harms)

c. Peran Bidan dalam penerapan dan penggunaan teknologi pada ibu hamil dan bersalin

1) Dalam menjalankan perannya bidan memiliki filosofi yang dijadikan panduan dalam

memberikan asuhan, yaitu keyakinan fungsi profesi dan manfaatnya untuk

mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya – proses fisiologis harus dihargai dan

didukung.

2) Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan

rujukan yang efektif

3) Bidan mempromosikan pendekatan persalinan fisiologis /non medikalisasi pada

kasus normal dan atau pendekatan berteknologi rendah.

4) Bidan percaya pada potensi dan kemampuan perempuan untuk mengupayakan

kesehatannya dan bayinya,

5) Hamil dan bersalin merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.

6) Bidan diharapkan dalam memberikan pelayanan kebidanan :

a) Selektif dalam memilih teknologi / tidak menggunakan teknologi tinggi tanpa

indikasi yang jelas.

b) Memberikan pain relief non farmakologi – teknologi tepat guna – massage,

hidroterapi, hipnobirthing, memberikan dukungan terus menerus.

14

7) Memberikan informasi kepada perempuan cara selektif menggunakan teknologi yang

tepat guna.

8) Bidan memberikan pelayanan kebidanan dengan konsep HTA antara lain:

a) Selektif dalam memilih teknologi dalam pelayanan kebidanan

b) Bidan tidak mudah untuk menggunakan teknologi tinggi tanpa indikasi yang jelas

c) Pertimbangkan:

Efektivitas klinis

Efek psikososial

Pertimbangan etis

Implikasi hukum

Biaya dan manfaat

keamanan

d) Bidan mengutamakan pain relief non farmakologi

d. Penerapan Health Technology Assessment (HTA) dalam Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) di pelayanan kesehatan.

Bidan sebagai pelayanan kesehatan wajib mendukung program pemerintah dalam

menata permasalahan kesehatan di Indonesia khususnya dalam hal jaminan kesehatan.

Saat ini, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maupun BPJS berupaya untuk mengatur

kembali tatanan pelyanan kesehatan di Indonesia dengan melibatkan ilmu pengetahuan

dan teknologi atau HTA.

Menurut peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Jaminan

Kesehatan Pasal 74 yang berbunyi:

(1) Peningkatan mutu dan penambahan manfaat Jaminan Kesehatan dalam

penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan hasil

pengembangan teknologi kesehatan (health technology assessment).

(2) Pengembangan penggunaan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah

dilakukan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment).

(3) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan usulan dari Asosiasi Fasilitas

Kesehatan, Organisasi Profesi kesehatan, dan BPJS Kesehatan.

15

(4) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment (HTA)

yang dibentuk oleh Menteri.

(5) Tim Health Technology Assessment (HTA) sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

bertugas melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan yang dikategorikan

dalam teknologi baru, metode baru, obat baru, keahlian khusus, dan pelayanan

kesehatan lain dengan biaya tinggi.

(6) Tim Health Technology Assessment (HTA) memberikan rekomendasi kepada

Menteri mengenai kelayakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) untuk dimasukkan sebagai pelayanan kesehatan yang dijamin.

(7) BPJS Kesehatan melakukan analisis dampak finansial dan resiko terhadap

implementasi hasil Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology

Assessment).

(8) Analisis dampak finansial dan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diajukan

kepada Menteri sebagai pertimbangan penerapan hasil Health Technology

Assessment (HTA)

(Penyelenggara & Sosial, 2014)

2. Daftar Rekomendasi Laporan HTA dalam Kebidanan yang perlu diketahui oleh bidan.

Hasil Penapisan Tahun Rekomendasi Keterangan

A B C D

Pemberian Profilaksis Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir

2003 Telah disosialisasikan dan dipakai sebagai program Binkesmas

1. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1 √

2. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1 √

3. Cara pemberian vitamin adalah secara intramuscular atau oral √

4. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:a. Intarmuskular, 1 mg dosis tunggal

atau

16

b. Oral, 3 kali@2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 bulan

5. Untuk bayi yang ditolong oleh dukun maka diwajibkan pemberian profilaksis vitamin K1 secara oral

6. Kebijakan ini harus dikoordinasika n bersama Direktorat Pelayanan Farmasi dan Peralatan dalam penyediaan vitamin K1 dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, vitamin K1 dosis 2 mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya.

7. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program nasional √

Tranfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining (Sel darah merah)

2003

1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.

2. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb =11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai 7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah Hb =13 g/dL.

Tatalaksana Ikterus Neonaturum 2004

1. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa, sedangkan hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL

2. Ikterus neonatorum, pada umumnya fisiologis, kecuali:a. Timbul dalam 24 jam pertama

kehidupan.b. Bilirubin total untuk bayi cukup

17

bulan >13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL

c. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/harid. Bilirubin direk > 2 mg/dLe. Ikterus menetap pada bayi cukup

bulan > 1 minggu atau pada bayi kurang bulan > 2 minggu

f. Terdapat faktor risikoIkterus fisiologis tidak diterapi

3. Diagnosis ikterus neonatorum ditegakkan dengan:a. Serum bilirubinb. Bila tidak tersedia alat untuk

melakukan pemeriksaan serum bilirubin, dapat digunakan cara visual (sesuai panduan WHO), kemudian pasien harus segera dirujuk.

4. Tata laksana hiperbilirubinemia neonatorum:a. Fototerapi

1) apabila fasilitas memadai, dilakukan sesuai pedoman dari AAP

2) fasilitas tidak memadai, dilakukan sesuai pedoman dari WHO

b. Transfusi tukar1) dilakukan sesuai panduan WHO

Terapi Sulih Hormon Pada Wanita Perimenopause

2004

1. Pemberian sulih hormon dapat dimulai pada masa klimakterium awal, yang dapat dilanjutkan sampai masa perimenopause, bahkan sampai masa pascamenopause.

2. Pemberian sulih hormon untuk tujuan pencegahan hanya diberikan apabila memang sangat diperlukan

3. Pemberian sulih hormon (untuk pengobatan ataupunpencegahan) harus disertai informed consent (IC).

Skrining Gangguan Dengar pada Bayi Baru Lahir

2006

1. Skrining pendengaran dilakukan pada semua bayi baru lahir dengan atau tanpa faktor risiko

18

2. Skrining dilakukan sebelum bayi meninggalkan RS pada bayi yang lahir di RS dan sebelum usia satu bulan pada bayi yang lahir selain di RS

3. Diagnosis gangguan pendengaran ditegakkan sebelum usia tiga bulan dan dilanjutkan dengan tatalaksana sebelum usia enam bulan

4. Skrining pendengaran dilakukan dengan OAE dua tahap dilanjutkan AABR √

5. Departemen THT meningkatkan kerjasama dengan cabang ilmu terkait yaitu Departemen Ilmu Kesehatan Anak (Perinatologi dan Neurologi), Kebidanan dan Kandungan, Rehabilitasi Medik, Psikiatri, dan ahli audiologi dalam hal penatalaksaan pasien

6. Departemen Kesehatan RI berdasarkan asupan dari PERHATI-KL menyusun kebijakan penyediaan fasilitas skrining, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi setempat.

(HTA, n.d.)

19

BAB IV

KESIMPULAN

Health Technology Assessment (HTA) adalah analisis multidisiplin mengenai

suatu kebijakan mengenai implikasi medis, sosial, etik dan ekonomi dari pengembangan,

difusi dan pemakaian dari suatu teknologi kesehatan.

HTA adalah analisis terstruktur suatu teknologi kesehatan, serangkaian teknologi

atau penggunaan teknologi untuk memberikan masukan dalam pembuatan suatu

keputusan/ kebijakan. Hal ini meliputi keamanan, efikasi, manfaat, biaya dan efektifitas

biaya, implikasi organisasi ,faktor sosial dan kerangka etis.

Dalam menjalankan perannya bidan memiliki filosofi yang dijadikan panduan

dalam memberikan asuhan, yaitu keyakinan fungsi profesi dan manfaatnya untuk

mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya – proses fisiologis harus dihargai dan

didukung. Bidan mempromosikan pendekatan persalinan fisiologis /non medikalisasi

pada kasus normal dan atau pendekatan berteknologi rendah. Bila timbul penyulit, dapat

menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan rujukan yang efektif.

20

DAFTAR PUSTAKA

BPJS. (2014). Pedoman Administrasi Pelayanan Kesehatan Tahun 2014.

HTA, P. (n.d.). Daftar Rekomendasi Laporan HTA.

Kemenkes, U. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Murti, P. B. (2005). PENGANTAR EVIDENCE-BASED MEDICINE, 1–35.

Nurjasmi, E. (2014). Kajian Penggunaan Teknologi Kesehatan Dalam Pelayanan Latar Belakang.

Penyelenggara, B., & Sosial, J. (2014). PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN, 1–48.

Sacchini, D., Virdis, A., Refolo, P., Pennacchini, M., & de Paula, I. C. (2009). Health technology assessment (HTA): ethical aspects. Medicine, Health Care, and Philosophy, 12(4), 453–457. doi:10.1007/s11019-009-9206-y

21