DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan...

12
DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri 93 DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS HUJAN TERSTANDARISASI DI PULAU BALI DROUGHT DURATION AND DROUGHT MAGNITUDE ANALYSIS USING STANDARD PRECIPITATION INDEX IN BALI ISLAND 1* 2 Robi Muharsyah , Dian Nur Ratri 1,2 Sub Bidang Analisa Informasi Iklim Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim * E-mail: [email protected] Naskah masuk: 13 April 2015; Naskah diperbaiki: 4 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015 ABSTRAK Analisis kekeringan di pulau Bali pada studi ini dilakukan menggunakan Indeks Hujan Terstandarisasi (SPI). Penelitian dilakukan pada data curah hujan bulanan di 29 pos hujan dengan periode data 30 tahun (1984-2013). Nilai SPI pada skala waktu 3 bulan (SPI3) digunakan untuk memantau kekeringan dengan cara menganalisis faktor-faktor ; kategori Sangat Kering, puncak kekeringan, durasi dan kekuatan kekeringan serta frekuensi relatif kekeringan. Faktor-faktor tersebut dihubungkan dengan kondisi El Nino yang merupakan salah satu penyebab kekeringan di P. Bali selama ini. Dari analisis yang dilakukan, terlihat bahwa SPI3 dapat memantau kekeringan di P. Bali dengan proporsi kekeringan yang tejadi lebih dari 23% selama 30 tahun (1984-2013). Selain itu, diketahui jumlah pos hujan dengan kategori Sangat Kering paling banyak terjadi pada Mei 1997, puncak kekeringan terbesar terjadi di pos hujan Kerambitan, Ngurahrai, Baturiti, Tampaksiring, Sukasada, Tejakula dan Abang serta kekeringan dengan durasi dan kekuatan paling besar terjadi di pos hujan Palasari, Pulukan, Buruan, Besakih, Amlapura, Celuk, Kapal dan Ngurahrai. Selanjutnya, periode ulang untuk waktu 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun juga dihitung dengan tujuan untuk merancang durasi dan besarnya kekuatan kekeringan yang dapat terjadi di P. Bali. Hasil perhitungan periode ulang lima tahun menunjukan pos hujan Busungbiu, Pupuan, Buruan, Besakih dan Dawan mempunyai durasi dan kekuatan kekeringan lebih besar dari pos-pos hujan lainnya. Durasi dan kekuatan kekeringan tersebut meningkat sesuai sebaran Log Normal. Kata Kunci : SPI3, Durasi Kekeringan, Kekuatan Kekeringan, Frekuensi Relatif, Periode Ulang ABSTRACT Drought analysis in Bali Island in this study has been done using Standardized Precipitation Index (SPI). This research is conducted on monthly rainfall data in 29 stations for 30 years period of data (1984-2013). SPI for a 3 month rainfall total time scale (SPI3) is used to monitor drought by analysing some factors such as Exremely Dry category, drought peak, and drought duration and magnitude as well as drought relative frequency. Those factors are related to El Nino condition which is one of the causes of drought in Bali Island for all this time. The result shows that SPI3 can monitor drought in Bali Island with drought proportion which occurs more than 23% for 30 years periods (1984-2013). The most Extremely Dry category is obtained in May 1997, the biggest drought peak occurs in Kerambitan, Ngurahrai, Baturiti, Tampaksiring, Sukasada, Tejakula and Abangstations and drought with the greatest duration and magnitude occurs in stations: Palasari, Pulukan, Buruan, Besakih, Amlapura, Celuk, Kapal dan Ngurahrai. Then the return period for 5, 10, 20, 50 and 100 years are counted to design the drought duration and magnitude which may occur in Bali Island. The result of 5 years return period shows that Busungbiu, Pupuan, Buruan, Besakih dan Dawanstations have greater drought duration and magnitude than other stations. Those drought duration and magnitude increase with Log Normal distribution. Key words : SPI3, Drought Duration, Drought Magnitude, Relative Frequency, Return Period 1.Pendahuluan Kekeringan tidak memiliki definisi universal karena standar tingkat kekeringan yang berbeda-beda dari setiap bidang ilmu [1]. Akan tetapi, secara umum kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air, baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Kekeringan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan dampak yang ditimbulkan. Terdapat empat kategori

Transcript of DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan...

Page 1: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

93

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS HUJAN TERSTANDARISASI DI PULAU BALI

DROUGHT DURATION AND DROUGHT MAGNITUDE ANALYSIS USING STANDARD PRECIPITATION INDEX IN BALI ISLAND

1* 2Robi Muharsyah , Dian Nur Ratri1,2Sub Bidang Analisa Informasi Iklim Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim

*E-mail: [email protected]

Naskah masuk: 13 April 2015; Naskah diperbaiki: 4 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015

ABSTRAK

Analisis kekeringan di pulau Bali pada studi ini dilakukan menggunakan Indeks Hujan Terstandarisasi (SPI). Penelitian dilakukan pada data curah hujan bulanan di 29 pos hujan dengan periode data 30 tahun (1984-2013). Nilai SPI pada skala waktu 3 bulan (SPI3) digunakan untuk memantau kekeringan dengan cara menganalisis faktor-faktor ; kategori Sangat Kering, puncak kekeringan, durasi dan kekuatan kekeringan serta frekuensi relatif kekeringan. Faktor-faktor tersebut dihubungkan dengan kondisi El Nino yang merupakan salah satu penyebab kekeringan di P. Bali selama ini. Dari analisis yang dilakukan, terlihat bahwa SPI3 dapat memantau kekeringan di P. Bali dengan proporsi kekeringan yang tejadi lebih dari 23% selama 30 tahun (1984-2013). Selain itu, diketahui jumlah pos hujan dengan kategori Sangat Kering paling banyak terjadi pada Mei 1997, puncak kekeringan terbesar terjadi di pos hujan Kerambitan, Ngurahrai, Baturiti, Tampaksiring, Sukasada, Tejakula dan Abang serta kekeringan dengan durasi dan kekuatan paling besar terjadi di pos hujan Palasari, Pulukan, Buruan, Besakih, Amlapura, Celuk, Kapal dan Ngurahrai. Selanjutnya, periode ulang untuk waktu 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun juga dihitung dengan tujuan untuk merancang durasi dan besarnya kekuatan kekeringan yang dapat terjadi di P. Bali. Hasil perhitungan periode ulang lima tahun menunjukan pos hujan Busungbiu, Pupuan, Buruan, Besakih dan Dawan mempunyai durasi dan kekuatan kekeringan lebih besar dari pos-pos hujan lainnya. Durasi dan kekuatan kekeringan tersebut meningkat sesuai sebaran Log Normal.

Kata Kunci : SPI3, Durasi Kekeringan, Kekuatan Kekeringan, Frekuensi Relatif, Periode Ulang

ABSTRACT

Drought analysis in Bali Island in this study has been done using Standardized Precipitation Index (SPI). This research is conducted on monthly rainfall data in 29 stations for 30 years period of data (1984-2013). SPI for a 3 month rainfall total time scale (SPI3) is used to monitor drought by analysing some factors such as Exremely Dry category, drought peak, and drought duration and magnitude as well as drought relative frequency. Those factors are related to El Nino condition which is one of the causes of drought in Bali Island for all this time. The result shows that SPI3 can monitor drought in Bali Island with drought proportion which occurs more than 23% for 30 years periods (1984-2013). The most Extremely Dry category is obtained in May 1997, the biggest drought peak occurs in Kerambitan, Ngurahrai, Baturiti, Tampaksiring, Sukasada, Tejakula and Abangstations and drought with the greatest duration and magnitude occurs in stations: Palasari, Pulukan, Buruan, Besakih, Amlapura, Celuk, Kapal dan Ngurahrai. Then the return period for 5, 10, 20, 50 and 100 years are counted to design the drought duration and magnitude which may occur in Bali Island. The result of 5 years return period shows that Busungbiu, Pupuan, Buruan, Besakih dan Dawanstations have greater drought duration and magnitude than other stations. Those drought duration and magnitude increase with Log Normal distribution.

Key words : SPI3, Drought Duration, Drought Magnitude, Relative Frequency, Return Period

1. Pendahuluan

Kekeringan tidak memiliki definisi universal karena standar tingkat kekeringan yang berbeda-beda dari setiap bidang ilmu [1]. Akan tetapi, secara umum kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air

yang jauh dibawah kebutuhan air, baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Kekeringan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan dampak yang ditimbulkan. Terdapat empat kategori

Page 2: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

94

kekeringan, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan pertanian, kekeringan hidrologi, dan kekeringan sosial-ekonomi [2,3,4]. Kekeringan meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim dimana kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan [5]. Disisi lain, kekeringan hidrologi dan pertanian merupakan manifestasi fisik dari kekeringan meteorologis [2]. Menurut Boer, et al. [6] dalam periode 1844-1960 kejadian kemarau panjang yang menyebabkan bencana kekeringan yang luas telah terjadi sebanyak 30 kali atau dengan frekuensi satu kali dalam empat tahun dan dalam periode 1961-2006, frekuensi meningkat menjadi 1 kali dalam 2-3 tahun. Di Indonesia, kekeringan merupakan salah satu bencana yang memiliki dampak yang besar dan salah satu penyebab kegagalan pada produksi tanaman pangan [7]. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekeringan ini adalah dengan memahami karakteristik iklim setiap daerah dengan baik sehingga dapat disusun rencana strategis untuk menghadapi kekeringan pada daerah tersebut. Salah satu faktor utama pembentuk karakteristik iklim adalah hujan. Namun, curah hujan jugalah yang menjadi penyebab utama terjadinya kekeringan meteorologis [8]. Untuk menggambarkan tingkat kekeringan atau derajat kekeringan disuatu daerah, diperlukan indeks yang mewakili suatu keadaan kekeringan tersebut. Indeks kekeringan yang umum digunakan antara lain Standardized Precipitation Index (SPI), Palmer Drougth Severity Index (PSDI), Crop Moisture Index (CMI) dan Surface Water Supply Index (SWSI)[8,9].

Pada Press Release No.872 [10] dinyatakan bahwa kesimpulan dari pertemuan Inter-Regional WMO Workshop on Indices and Early Warning Systems, yang dilaksanakan di University of Nebraska-Lincoln, USA, 8-11 December 2009, adalah para ahli bersepakat agar setiap National Meteorological and Hydrological Services (NHMS ), dimana BMKG adalah salah satu anggotanya, untuk menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI) dalam memantau tingkat kekeringan meteorologis.

SPI pertama kali dikembangkan oleh McKee [11] sebagai salah satu metode perhitungan indeks kekeringan yang sering digunakan untuk mengidentifikasi peristiwa kekeringan dan mengevaluasi tingkat kekeringan berdasarkan nilai-nilai dari klasifikasi tingkat kekeringannya [11]. Selanjutnya menurut Bordi et al. [12], SPI banyak digunakan karena dapat memberikan perbandingan yang handal dan relatif mudah digunakan pada kondisi iklim dan tempat yang berbeda.

Beberapa kajian tentang SPI di Indonesia juga telah dilakukan antara lain oleh Triatmoko, dkk. [13] yang

menggunakan SPI untuk identifikasi kekeringan meteorologi di wilayah Pantura, Jawa Barat. Selain itu, Setiawan [14] telah menghitung SPI di seluruh wilayah Indonesia, namun menggunakan data Global Precipitation Climatology Centre (GPCC) untuk periode 1950-2010.

Kedua kajian tersebut menggunakan SPI skala waktu 3 bulan (SPI3) untuk mengukur tingkat kekeringan di daerah yang diteliti serta mengetahui hubungan SPI3 terhdap faktor pengendali iklim di wilayah Indonesia seperti ENSO dan IOD. Penelitian yang dilakukan baik oleh Triatmoko, dkk [13] dan Setiawan [14] tersebut baru sebatas mengkaji kekeringan atas kategori kelas SPI (lihat Tabel 2) dan belum membahas durasi(lamanya) kekeringan dan besarnya kekuatan kekeringan yang terjadi.

Tujuan pertama dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap kemampuan SPI dalam memantau kekeringan di pulau Bali (P. Bali). Pemantauan dilakukan dengan menganalisis kekeringan dari beberapa faktor yaitu banyaknya kejadian dengan kategori Sangat Kering, puncak kekeringan, lamanya kekeringan, besarnya kekuatan kekeringan dan frekuensi relatif kekeringan. Tujuan kedua adalah merancang periode ulang terjadinya kekeringan dari faktor lamanya dan besarnya kekuatan kekeringan yang terjadi.

Pemilihan P. Bali pada penelitian ini karena wilayah tersebut dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan hujan. Selain itu, juga mempunyai topografi yang bervariasi mulai dari pantai dan pegunungan. Sedangkan kaitanya dengan kekeringan diketahui bahwa menurut Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB di Provinsi Bali terdapat sebanyak 13 kali kejadian kekeringan selama periode 2003 – 2012 dengan luas lahan yang kering bervariasi disetiap kabupaten di provinsi tersebut.

Tabel 1. Data kekeringan lahan (ha) di provinsi � Bali[15]

Page 3: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Tabel 2. Klasifikasi nilai skala SPI [16]

Susunan tulisan ini dimulai dari bagian pertama membahas tentang kekeringan dan penyebabnya di Indonesia. Bagian kedua mencakup data dan metode penghitungan SPI, periode ulang serta langkah-langkah analisis kekeringan yang akan diterapkan untuk daerah yang diteliti. Bagian ketiga membahas hasil analisis SPI3 serta rancangan periode ulang kekeringan yang terjadi di P. Bali. Bagian akhir ditutup dengan kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini.

2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di P. Bali yang terletak di pada koordinat 8°3'40" - 8°50'48" LS dan 114°25'53" - 115°42'40" BT dengan luas total berkisar 5.634 ha. Pemilihan stasiun-stasiun hujan yang dikaji pada penelitian ini didasarkan pada dua hal utama yaitu; panjang rekaman data dan kelengkapan data (data kosong paling minimum).

Dalam penghitungannya SPI menggunakan data curah hujan bulanan dengan periode rekaman data yang cukup panjang seperti dijelaskan pada dokumen WMO-No.1090, WMO SPI User Guide [16] bahwa panjang data yang dipakai berkisar 20-30 tahun dan lebih baik lagi jika > 30 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Analisa dan Informasi Iklim Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim BMKG terdapat sebanyak 29 pos hujan dengan panjang data 30 tahun (1984-2013). Pos hujan tersebut merupakan pos hujan utama yang diambil dari setiap Zona Musim (ZOM) di P. Bali (lihat gambar 2). Terdapat 15 ZOM berdasarkan pembagian wilayah ZOM oleh BMKG, namun pada penelitian ini 29 pos hujan yang digunakan berasal dari 13 ZOM karena terdapat 2 ZOM (ZOM 212 dan ZOM 219) dengan data kosong lebih dari 15%.

Langkah awal yang dilakukan pada penelitian adalah kontrol kualitas data dengan cara pengecekkan terhadap data yang digunakan. Syarat penghitungan SPI adalah data harus terisi lengkap atau tanpa data kosong sepanjang periode yang digunakan. Sehingga jika terdapat data kosong maka perlu dilakukan interpolasi untuk menduga data kosong tersebut. Menurut Fridayani, dkk. [17] interpolasi Kriging Ordinary (KO) mampu melakukan pendugaan curah

hujan dengan cukup baik, hal ini diketahui dari kajian terhadap pendugaan data hujan di Kabupaten Karangasem, Bali. Oleh karena itu dipilih KO sebagai interpolasi yang digunakan untuk pengisian data kosong. Setelah permasalahan data kosong diatasi, selanjutnya dihitung nilai SPI pada skala waktu 3 bulan (SPI3) untuk setiap pos hujan tersebut.

Penghitungan SPI. Pada prinsipnya SPI menghitung peluang-peluang dari curah hujan untuk setiap skala waktu (bulanan). Sehingga persoalan utamanya adalah bagaimana menemukan sebaran yang cocok untuk data curah hujan bulanan tersebut secara statistik. Tom dalam McKee et al. [11] menyatakan bahwa sebaran gamma cocok untuk beberapa data klimatologi seperti data curah hujan bulanan.

Penghitungan SPI meliputi pencocokan Fungsi kepadatan peluang (probability density function) dari sebaran Gamma yang defenisikan oleh :

(1)

dengan >0 adalah parameter bentuk dan >0 adalah parameter skala, dan x>0 adalah total curah hujan

bulanan. () adalah fungsi Gamma yang didefenisikan sebagai :

(2)

Pencocokan sebaran Gamma terhadap data curah

hujan memerlukan pendugaan nilai dan . Edwards dan McKee [18] menyarankan pendugaan terhadap parameter tersebut menggunakan pendekatan kemungkinan maksimum pada sebaran Gamma

seperti dijelaskan oleh [19] sehingga diperoleh nilai

dan sebagai berikut :

dan

(3)

dengan n adalah banyaknya data. Selanjutnya untuk menghitung peluang kumulatif maka sebaran Gamma diintegralkan terhadap x sehingga menghasilkan G(x):

(4)

Kemudian dengan mengganti nilai 1=x/ maka pers. (4) menjadi :

(5)

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

95

Page 4: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Karena fungsi gamma tidak terdefenisi untuk x = 0, padahal data curah hujan bulanan kemungkinan terdiri dari nol maka peluang kumulatifnya menjadi :

(6)

dengan q adalah peluang banyaknya curah hujan nol. Pada akhirnya, peluang kumulatif H(x) ditransformasi kedalam nilai Z yang mempunyai sebaran standard normal dengan nilai rata-rata 0 dan variansi 1. Nilai Z tersebut merupakan nilai SPI dan berdasarkan pendekatan yang dikemukakan oleh Abramowitz [20] maka penghitungan Z atau SPI untuk 0<H(x)<0,5 adalah:

(7)

sedangkan penghitungan Z atau SPI untuk 0,5<H(x)<0,5 adalah:

(8)

dan nilai c = 2,515517; c =0,802853; c =0,010328; 0 1 2

d =1,432788; d = 0,189269 ; d =0,001308.1 2 3

Namun pada penelitian ini nilai SPI dihitung menggunakan aplikasi SPI_SL_6.exe seperti yang dibahas pada dokumen WMO-No.1090, WMO SPI User Guide [16]. Aplikasi ini dikembangkan dan dikeluarkan oleh National Drought Mitigation Center, A m e r i c a s e r t a d a p a t d i u n d u h d i http://drought.unl.edu/. Aplikasi tersebut dapat menghitung SPI dengan berbagai skala waktu seperti 1, 3, 6, 9, 12, 24 dan seterusnya.

Pada skala waktu 3 bulanan hasil keluaran aplikasi tersebut adalah series nilai SPI3. Jika data yang dipakai 30 tahun (360 bulan) maka akan terdapat 358 nilai SPI3. Sebagai contoh pencocokan sebaran Gamma terhadap data curah hujan tiga bulanan sehingga menjadi nilai SPI3 dapat dilihat pada gambar 1. Selanjutnya berdasarkan series nilai SPI3 inilah dilakukan analisis kekeringan di P. Bali. Analisis yang dilakukan ditinjau dari faktor-faktor sebagai berikut :

Kategori Sangat Kering. Faktor pertama yang d ianal i s i s dar i ser ies n i la i SPI3 adalah mengategorikannya sesuai klasifikasi pada Tabel 2. Pada penelitian ini, akan dihitung banyaknya kekeringan dengan kategori Sangat Kering di setiap pos hujan serta ditentukan periode waktu dengan kategori Sangat Kering terbanyak selama periode 30 tahun.

Gambar 1. �Pencocokan sebaran Gamma terhadap data curah hujan 3 bulanan (JFM) periode 1984-2013 dan nilai SPI3 di pos hujan Tejakula, Bali

Gambar 2. Sebaran pos hujan yang digunakan topografi dan ZOM yang ada di P. Bali

Puncak Kekeringan. Faktor kedua adalah menentukan puncak kekeringan atau dengan kata lain nilai SPI3 terkecil yang pernah terjadi selama periode 30 tahun disetiap pos hujan.

Durasi dan Kekuatan Kekeringan. Faktor ketiga adalah menentukan durasi dan kekuatan kekeringan. Berdasarkan panduan dari WMO SPI User Guide [16] diketahui bahwa kejadian kekeringan dimulai jika nilai SPI sama dengan -1 dan berakhir jika nilai SPI berubah menjadi positif. Berdasarkan hal tersebut akan dapat diketahui periode lamanya kekeringan (Drought Duration, DD), lebih jelasnya lihat gambar 3.

Pada setiap pos hujan akan diperoleh banyak nilai DD kemudian dicari nilai DD terbesar yang disebut sebagai kekeringan terlama. Selanjutnya berdasarkan periode kekeringan terlama tersebut selanjutnya dapat dihitung besarnya kekuatan kekeringan (Drought Magnitude, DM). DM diartikan sebagai jumlah dari semua nilai SPI untuk semua bulan pada saat DD atau periode kekeringan terjadi [11]. DM dirumuskan dengan

(9)

dimana n adalah jumlah bulan dengan kejadian kekeringan pada skala waktu j.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

96

Page 5: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Gambar 3. �Pengertian durasi dan kekuatan kekeringan dari nilai SPI dengan garis merah sebagai batas dimulainya periode kering

Berdasarkan nilai DD dan DM ini selanjutnya dapat diperoleh nilai Average Drought Intensity atau ADI [21] yang merupakan rerata atau intensitas kekuatan kekeringan. ADI dihitung dengan membagi nilai DM terhadap DD. Pentingnya mengukur nilai ADI dikarenakan besarnya nilai DM tidak serta merta mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dari wilayah lainnya. Hal ini disebabkan banyak kekeringan yang terjadi pada periode yang singkat namun mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar atau sebaliknya

Frekuensi Relatif. Selanjutnya, faktor keempat adalah menghitung frekuensi relatif atau Relative frequency (RF) kejadian kekeringan. Triatmoko, dkk [13] juga menggunakan RF dalam mengidentifikasi kekeringan di Indramayu, namun RF dihitung berdasarkan klasifikasi SPI3 seperti pada Tabel 2. Sedangkan Pada kajian ini, RF diartikan sebagai proporsi banyaknya kekeringan yang terjadi (total nilai DD dibagi jumlah keseluruhan bulan) selama periode yang dianalisis [22]. RF dirumuskan:

(3)

Dimana n adalah jumlah bulan dengan kategori DD sedangkan N adalah total semua bulan.

Kekeringan dapat dipantau jika diperoleh nilai SPI3 dari pos-pos hujan di P. Bali yang bersesuaian dengan terjadinya El Nino. Selama ini diketahui bahwa El Nino memainkan peran yang sangat besar terhadap kekeringan di daerah tropis seperti halnya wilayah Indonesia [23]. Pengaruh El Nino lebih kuat pada daerah-daerah seperti Sulawesi bagian barat, sebagian Maluku, Bali dan Nusa Tenggara Barat [24]. Selanjutnya menurut Kementrian Lingkungan Hidup RI, [25] menyatakan bahwa sinyal ENSO sangat kuat pada wilayah yang didominasi oleh curah hujan yang berpola monsunal seperti P. Bali. Oleh karena itu faktor-faktor kekeringan yang analisis, khususnya faktor pertama hingga ketiga, akan dihubungkan dengan saat terjadinya El Nino.

Gambar 4. Pengurangan curah hujan dari kondisi normal pada musim hujan dan kemarau pada dua kejadian El Nino kuat 1982 dan 1997 di beberapa provinsi Indonesia

Gambar 4 menunjukan kondisi kekeringaan yang terjadi pada dua periode El Nino Kuat 1982 dan 1997 dengan daerah P. Bali ditandai oleh grafik berwarna hijau. Kategori indeks El-Nino pada kajian ini diambil dari nilai ONI (Ocean Nino Index) [26]. Selama periode 1984-2013, El-Nino Kuat terjadi pada tahun-tahun 87/88, 97/98, El-Nino Sedang terjadi pada tahun-tahun 86/87, 91/92, 94/95, 02/03, 09/10 dan El-Nino lemah terjadi pada tahun-tahun 04/05 dan 06/07

Setelah analisis kekeringan dilakukan, selanjutnya merancang periode ulang kejadian kekeringan di P. Bali . Periode ulang (return period) ditujukan untuk merancang kejadian pada beberapa waktu berikutnya. Periode ulang merupakan istilah yang sudah lama digunakan dalam bidang sumber daya air dan dipakai untuk berbagai keperluan seperti merancang besarnya debit air, hujan maksimum dsb. Pada penelitian ini periode ulang diterapkan untuk merancang terjadinya kekeringan.

Haan [27] dalam buku Statistical Method in Hydrology menyatakan bahwa periode ulang adalah rerata selang waktu terjadinya suatu kejadian dengan suatu besaran tertentu atau lebih besar. Dijelaskan dalam buku tersebut bahwa periode ulang dibangun dengan menentukan jenis sebaran yang cocok pada data digunakan. Terdapat beberapa jenis sebaran yang umum digunakan, diantaranya : Normal, Log Normal, Log Pearson III, Extreme Value, dsb. Penentuan jenis sebaran dapat menggunakan beberapa uji salah satunya Chi-square test. Hipotesis yang digunakan adalah :H0 : data cocok dengan sebaran yang dipakaiH1 : data tidak cocok dengan sebaran yang dipakai

Hipotesis Nol ditolak jika p-value < .

Pada penelitian ini periode ulang dihitung berdasarkan nilai DD dan DM untuk waktu rancangan 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun. Periode ulang DD dan DM dibangun dengan menggunakan pencocokan terhadap sebaran

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

97

Page 6: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Log Normal. Pemilihan sebaran tersebut dilakukan dengan Chi-square test pada taraf uji =1%.

Salah satu aplikasi yang dapat dipakai untuk menghitung periode ulang adalah Hydrology Frequency Analysis (HYFA). Kelebihan aplikasi ini mampu menentukan model sebaran yang cocok untuk data-data seperti curah hujan, hujan maksimum, kejadian banjir, dan kekeringan. Aplikasi ini pernah digunakan oleh Mahdavi et al. [28] untuk menentukan model sebaran yang cocok dalam merancang periode ulang curah hujan tahunan di Iran. Kemudian berdasarkan nilai periode ulang tersebut dibuat grafik yang disebut sebagai Time Scale-Duration-Frequency (TDF) dan Time Scale Magnitude-Frequency (TMF). Istilah TDF dan TMF diambil dari Saravi et al. [22] yang menganalisis dan merancang periode ulang kekeringan di daerah aliran sungai Karoon, Iran. Perbedaanya Time Scale SPI yang digunakan pada penelitian ini hanya untuk SPI3 sedangkan Saravi, et al. [22] menggunakan SPI 3, 6, dan 12.

Analisis-analisis kekeringan yang dilakukan akan didukung dengan pemetaanya secara spasial. Interpolasi KO kembali digunakan untuk pembuatan peta tersebut. Peta yang dibuat yaitu :1. Peta nilai SPI3 pada bulan Mei 19972. Peta puncak kekeringan3. Peta kejadian kekeringan terlama dan besarnya

kekuatan kekeringan 4. Peta rerata kekuatan kekeringan5. Peta frekuensi relatif kekeringan6. Peta TDF dan TMF untuk periode ulang 5 tahun

kejadian kekeringan

3. Hasil dan Pembahasan

Curah hujan di P. Bali termasuk pada kategori monsunal seperti dijelaskan oleh Aldrian et al., [29]. Curah hujan tinggi berlangsung diawal dan akhir tahun sedangkan dipertengahan tahun cenderung rendah (lihat gambar 5). Secara umum, ada variasi awal musim baik pada musim hujan ataupun musim kemarau, tidak terkecuali awal musim di P. Bali. BMKG telah mengaji variasi normal awal kedua musim. Pada Buku Prakiraan Musim Kemarau 2014 yang dikeluarkan oleh BMKG [30] dijelaskan bahwa normal awal musim kemarau di wilayah ini variasinya terjadi pada Maret (ZOM 217), April (ZOM 205, 206, 207, 208, 210, 213, 214 dan 218), Mei (ZOM 211) dan Juni (ZOM 209, 215). Begitu juga untuk panjang periode kemarau, periode kemarau terpendek terjadi di ZOM 209 dan 215 (12 dasarian) dan terpanjang terjadi di ZOM 206 (24 dasarian).

Diantara ZOM-ZOM yang terdapat di P. Bali, bila ditinjau dari jumlah curah hujannya, maka ada dua ZOM yang sangat menarik untuk dijadikan fokus

kajian. Dua ZOM tersebut adalah ZOM 215 karena memiliki curah hujan terbanyak (3663 mm) dan sebaliknya ZOM 206 karena memiliki curah hujan paling sedikit (1131). Kedua ZOM tersebut terlihat jelas memiliki panjang kemarau yang berbeda. Peta jumlah curah hujan rata-rata tahunan di P. Bali dapat dilihat pada gambar 6.

Perbedaan antara kedua ZOM tersebut disebabkan oleh kondisi geografis dan topografi yang berbeda, ZOM 206 merupakan daerah pantai sedangkan ZOM 215 merupakan daerah pegunungan.

Pembahasan pada tulisan ini akan melihat perbedaan analisis kekeringan berdasarkan SPI3 di P. Bali. ZOM 206 dan 215 akan mewakili fokus dari wilayah kajian. Untuk ZOM 206 dipilih pos hujan Sumber Klampok (SBK) sedangkan untuk ZOM 215 hanya ada satu pos hujan yaitu Besakih (BSK). Namun analisis singkat untuk seluruh pos hujan juga akan ditampilkan untuk semua pos hujan yang digunakan pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil pengecekan kelengkapan data di 29 pos hujan, menunjukan bahwa terdapat 2 pos hujan yang data kosongnya 0 %, 23 pos hujan dengan data kosong kurang dari 10% dan sisanya 4 pos hujan mempunyai data kosong 10-12 %. Data kosong kemudian diduga menggunakan interpolasi KO.

Gambar 5. �Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Meteorologi Ngurah Rai Denpasar periode 1984-2013

Gambar 6. Jumlah curah hujan rata-rata tahunan di P. Bali periode 30 tahun (1984-2013)

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

98

Page 7: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Hasil pendugaan memberikan nilai korelasi 0.774 (pos TTL , 13.33% data kosong), 0.692 (pos PTS, 10.55% data kosong), 0.819 (pos ASL, 11.38% data kosong) dan 0.868 (pos KNT, 11.1% data kosong). Sedangkan untuk pos hujan lainnya (kurang dari 10% data kosong) mempunyai korelasi 0.642 – 0.875. Disimpulkan pendugaan data kosong dengan interpolasi KO memberikan korelasi yang cukup tinggi.

Hasil nilai SPI3 di SBK selama periode 1984 -2013 ditunjukan oleh gambar 7. Terdapat satu kali kejadian SPI3 dengan kategori Sangat Kering yaitu pada Mei 1997. Bulan tersebut juga menjadi puncak kekeringan dengan nilai SPI3 sebesar -2.25. Di pos hujan ini terdapat 25 kali DD dengan yang terlama terjadi selama 13 bulan (Maret 1997 – Maret 1998). Besarnya kekuatan kekeringan pada periode tersebut adalah -13.28 nilai ADI -1.02. Frekuensi relatif kekeringan selama 30 tahun di SBK adalah 31.67%.

Nilai SPI3 di BSK selama periode 1984 -2013 ditunjukan oleh gambar 8. Terdapat tujuh kali kejadian SPI3 dengan kategori Sangat Kering, yaitu padaMaret, April dan Mei 1991, Februari, Juli 1992 dan Oktober 1994 serta Juli 2002. Puncak kekeringan terjadi pada Februari 1992 dengan nilai SPI3 -2.23. Di pos hujan ini terdapat 11 kali DD dengan yang terlama terjadi selama 31 bulan (Maret 1990 – September 1992). Besarnya kekuatan kekeringan pada periode tersebut adalah -40.63 dengan nilai ADI -1.31. Frekuensi relative kekeringan selama 30 tahun di wilayah BSK adalah 26.11%.

Gambar 7. �Nilai SPI3 di Pos Hujan Sumber Klampok selama 30 tahun (1984-2013)

Gambar 8. �Nilai SPI3 di Pos Hujan Besakih selama 30 tahun (1984-2013)

Gambar 9. Peta Kekeringan berdasarkan nilai SPI3 pada Mei 1997 P. Bali

Berdasarkan analisis dua pos hujan SBK dan BSK terlihat perbedaan analisis kekeringan berdasarkan nilai SPI3. Didaerah BSK dengan curah hujan yang lebih tinggi setiap tahunnya mengalami kekeringan dengan kategori Sangat Kering lebih banyak dibandingkan SBK. Selanjutnya BSK juga pernah mengalami kekeringan yang lebih lama dibandingkan SBK. Serta nilai ADI menunjukan BSK lebih besar dari SBK. Namun demikian, dilihat dari proporsi banyaknya kejadian kekeringan, daerah BSK mengalami kekeringan yang lebih sedikit dibandingkan SBK. Selain kajian pada kedua pos (BSK dan SBK) yang didasarkan pada perbedaan topografi dan periode panjang kemarau, penelitian ini juga menganalisa pos-pos hujan lainnya. Hasil analisis pos-pos hujan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada lampiran 1 tersebut diperoleh bahwa secara spasial, pos hujan PLN menjadi daerah yang paling banyak mengalami kekeringan untuk kategori Sangat Kering yaitu 12 kali. Sebaliknya, daerah yang paling sedikit (1 kali) mengalaminya adalah pos hujan SBK. Sedangkan secara temporal, diperoleh bahwa kategori Sangat Kering terbanyak selama 30 tahun (1984-2013) terjadi pada Mei 1997. Pada saat itu, sembilan dari 29 pos hujan mempunyai nilai SPI3 dengan kategori Sangat Kering. Menurut data ONI, bulan Mei 1997 merupakan awal terjadinya El Nino Kuat pada tahun 97/98. Peta nilai SPI3 pada Mei 1997 disajikan pada gambar 9.

Selanjutnya, hasil analisis puncak kekeringan memperlihatkan bahwa puncak kekeringan terbesar terjadi di ABG (-3.95) pada Feb 2007 dan terkecil terjadi di SBK (-2.25) pada Mei 1997 seperti terlihat pada gambar 10. Semua pos hujan mempunyai puncak kekeringan dengan nilai kecil dari -2 dengan delapan diantaranya lebih kecil dari -3 dan tujuh dari delapan pos itu mengalami puncak kekeringan pada tahun El Nino. Ketujuh pos hujan tersebut berturut-turut yaitu KTN dan NRI dengan puncak kekeringan pada saat El Nino Kuat 86/87 dan 97/98. BTR dan TSG puncak kekeringannya pada saat El Nino Sedang 02/03 dan 91/92. Sedangkan SSD, TJL dan ABG puncak kekeringannya terjadi pada saat El Nino Lemah 06/07.

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

99

Page 8: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Gambar 10. ��Peta puncak kekeringan (dalam nilai SPI) selama 30 tahun (1984 – 2013) di P. Bali

Berikutnya hasil analisis berdasarkan faktor durasi dan kekuatan kekeringan (DD dan DM) serta rerata atau intensitas kekuatan kekeringan (ADI) lebih rinci dibahas sebagai berikut:

Durasi dan Kekuatan Kekeringan. Berdasarkan nilai DD dan DM pada lampiran I, diperoleh bahwa kekeringan terlama yang pernah terjadi di P. Bali yaitu di BSK dengan lamanya mencapai 31 bulan dengan besar kekuatan SPI3 -40.63. Sedangkan kekeringan terlama di TJL yang berlangsung selama 7 bulan merupakan yang terpendek dengan kekuatannya hanya -5.61. Untuk pos hujan lainnya kekeringan terlama berkisar selama 11-14 bulan terjadi pada 16 pos hujan, 15-18 bulan terjadi pada 6 pos hujan dan lebih dari 20 bulan terjadi pada 5 pos hujan.

Rerata atau Intensitas Kekuatan Kekeringan. Nilai ADI menunjukan bahwa dari 29 pos hujan, delapan diantaranya mempunyai nilai ADI antara 0 s.d -1.00 dan 13 pos hujan dengan nilai ADI antara -1.29 s.d -1.01 serta delapan pos hujan dengan nilai ADI kurang dari -1.300. Artinya delapan pos tersebut (PLS, PLN, BRN, BSK, APR, CLK, KPL dan NRI) mengalami kekeringan dengan intensitas lebih kuat dibanding pos hujan lainnya. Lebih lanjut lagi, dari delapan pos hujan tersebut (ADI < -1.300), lima diantaranya (PLS, APR, CLK, KPL, NRI) mempunyai kekeringan terlama pada saat terjadinya El Nino Kuat, dua diantaranya (BRN dan BSK) mempunyai kekeringan terlama pada saat El Nino Sedang, dan satu pos hujan (PLN) mempunyai kekeringan pada saat El Nino Lemah.

Ditinjau dari kekeringan terlama tersebut juga diperoleh bahwa 22 dari 29 pos hujan mengalami kekeringan terlama pada tahun-tahun El Nino dengan rincian 11 pos hujan (PLS, SBK, TMG, TSG, ASL, KSR, APR, CLK, DWN, KPL dan NRI) mengalami kekeringan terlama pada saat El Nino Kuat, enam pos hujan (GRK, KTN, BRN, BLI, SSD, BSK) mengalami kekeringan terlama pada saat El Nino Sedang dan lima pos hujan (TTL, BSB, PLN, PGN, ABG) mengalami kekeringan terlama pada saat El Nino Lemah

Gambar 11.� (a) Peta kekeringan terlama (dalam bulan); (b) Peta besarnya kekuatan kekeringan (dalam nilai SPI) pada saat (a) terjadi selama 30 tahun (1984 – 2013) di P. Bali

(a)

(b)

Gambar 12. Peta rerata kekuatan kekeringan atau ADI (dalam nilai SPI) selama 30 tahun (1984 – 2013) di P. Bali

Gambar 13. Peta frekuensi relatif kekeringan (dalam %) selama 30 tahun (1984 – 2013) di P. Bali

Faktor terakhir yang dianalisis dari lampiran I adalah frekuensi relative kekeringan. Proporsi kekeringan terbesar terjadi di BRN (32.22%) dan terkecil di TJL (16.11%). Secara umum, semua pos hujan di P. Bali mempunyai proporsi kekeringan hampir sama yaitu

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

100

Page 9: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

lebih dari 23% kecuali di TJL (16.11%). Hal ini berarti berdasarkan nilai SPI3, sebagian besar wilayah P. Bali telah mengalami kekeringan paling sedikit 80 bulan selama periode 360 bulan (30 tahun) di P. Bali.

Hasil TDF dan TMF. Seperti dibahas sebelumnya, pos hujan SBK dan BSK dijadikan sebagai fokus pembahasan. Diperoleh bahwa di SBK terdapat 25 kali kejadian DD dengan kejadian durasi kekeringan tersingkat yaitu hanya satu bulan dan terlama mencapai 13 bulan. Hasil Chi-square test untuk pencocokan terhadap sebaran Log Normal, diperoleh bahwa DD di SBK mempunyai p-value = 0.0404 > (terima H0) yang berarti bahwa DD di SBK mempunyai sebaran Log Normal. Rancangan periode ulang lamanya kekeringan untuk 5, 10 , 20 , 50 dan 100 tahun di SBK berturut-turut adalah 7, 9, 12, 16 dan 20 bulan. Sedangkan untuk besarnya kekuatan kekeringan atau DM diperoleh bahwa DM di SBK juga mempunyai sebaran Log Normal. Hal ini disimpulkan dari nilai p-value = 0.6057 >. Rancangan periode ulang besarnya kekuatan kekeringan di SBK untuk 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun berturut-turut adalah -6.43, -8.91, -11.7 , -15.8 dan -19.3.

Selanjutnya di pos BSK diperoleh sebanyak 11 kali kejadian DD. Hasil Chi-square test untuk pencocokan terhadap sebaran Log Normal memberikan nilai p-value = 0.5292> yang berarti bahwa DD di BSK mempunyai kecocokan terhadap sebaran Log Normal. Hasil rancangan periode ulang lamanya kekeringan di BSK untuk 5, 10 , 20 , 50 dan 100 tahun adalah 13, 20, 28, 42 dan 57 bulan. Hal yang sama juga ditunjukan oleh besarnya kekuatan kekeringan. Diperoleh bahwa DM di BSK juga mempunyai sebaran Log Normal. Hal ini disimpulkan dari p-value = 0.5292>. Rancangan periode ulang besarnya kekuatan kekeringan di BSK untuk 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun berturut-turut adalah -13.66, -20.2, -28, -40.3 dan -51.4.

Nilai-nilai rancangan periode ulang tersebut ditampilkan dalam grafik TDF dan TMF seperti pada gambar 14. Pada gambar 14.a disimpulkan bahwa pada periode ulang yang sama, lamanya kekeringan dan besarnya kekuatan kekeringan yang terjadi antara pos hujan SBK dan BSK sangat berbeda. Sebagai contoh, untuk periode ulang 5 tahun, di SBK akan terjadi kekeringan selama 7 bulan. Sedangkan di BSK akan terjadi kekeringan selama 13 bulan periode ulang tersebut. Begitu juga untuk besarnya kekuatan kekeringan (lihat gambar 14.b), setiap periode 5 tahunan besar kekuatan kekeringan yang dirancang dapat terjadi di SBK adalah -6.43 sedangkan di BSK sebesar -13.66.

Berkaitan dengan TDF dan TMF ini, hal serupa seperti yang dibahas di SBK dan BSK, juga dilakukan untuk pos-pos hujan lainnya. Secara keseluruhan diperoleh

bahwa data DD dan DM setiap pos hujan di P. Bali memenuhi H0 yang berarti mempunyai sebaran Log Normal (uji Chi-square pada =1%). Hasilnya untuk periode ulang 5 tahun, dari 29 pos hujan, 20 pos hujan akan mengalami kekeringan selama 5-8 bulan, empat pos hujan akan mengalami kekeringan selama 9 bulan dan lima pos hujan akan mengalami kekeringan selama 10-13 bulan. Sedangkan periode ulang 5 tahunan untuk besarnya kekuatan kekeringan diperoleh bahwa terdapat 20 pos hujan akan mempunyai besar kekuatan kekeringan -5.00 s.d -9.00, empat pos hujan dengan besar kekuatan kekeringan -9.01 s.d -10.00 dan lima pos hujan dengan besar kekuatan kekeringan -10.01 s.d -14. Hasil lengkap periode ulang 10, 20, 50 dan 100 tahun dapat dilihat pada bagian lamppiran. Peta periode ulang 5 tahun seluruh pos hujan di P. Bali. disajikan pada gambar 15 dan 16.

Gambar 14. � Grafik TDF(a) dan TMF(b) pos hujan SBK dan BSK pada periode ulang , 5, 10, 20, 50 dan 100 Tahun

Gambar 15. � Peta lamanya kekeringan (dalam bulan) untuk periode ulang 5 tahun di P. Bali

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

101

Page 10: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

Gambar 16. � Peta besarnya kekuatan kekeringan (dalam nilai SPI) untuk periode ulang 5 tahun di P. Bali

4. Kesimpulan

Berdasarkan kajian SPI3 pada 29 pos hujan di P. Bali, disimpulkan bahwa SPI3 dapat digunakan sebagai ukuran untuk memantau kekeringan diwilayah tersebut. Hal ini diketahui setelah menganalisis beberapa faktor yaitu: Pertama, faktor kategori Sangat Kering yang menunjukan bahwa secara temporal selama 30 tahun (1984-2013), bulan Mei 1997 merupakan bulan dengan pos hujan paling banyak mempunyai kategori Sangat Kering dan bulan tersebut merupakan awal dimulainya El Nino Kuat 97/98. Kedua dari faktor puncak kekeringan, diperoleh bahwa tujuh dari 29 pos hujan puncak kekeringannya terjadi saat El Nino baik Lemah, Sedang maupun Kuat. Pos hujan tersebut adalah KTN, NRI, BTR, TSG, SSD, TJL dan ABG.

Berdasarkan faktor lamanya dan besarnya kekuatan kekeringan diketahui 22 dari 29 pos hujan mempunyai kekeringan terlama yang terjadi pada periode El Nino Kuat, Sedang dan Lemah. Namun hanya delapan dari 22 pos hujan tersebut yang mempunyai nilai ADI < -1.300. Delapan pos hujan tersebut adalah PLS, PLN, BRN, BSK, APR, CLK, KPL dan NRI.

Banyaknya kekeringan yang telah terjadi di P. Bali umumnya lebih dari 23% selama periode 30 tahun (1984-2013). Hanya dua pos hujan TJL yang mengalami kekeringan lebih sedikit dibandingkan pos-pos hujan lainnya.

Rancangan periode ulang dari segi durasi dan kekuatan kekeringan juga telah dilakukan. Hasil periode ulang 5 tahun menunjukan bahwa sebagian besar pos hujan di P. Bali (20 dari 29 pos hujan) dapat mengalami durasi kekeringan yang berkisar 5 s.d 8 bulan sedangkan untuk besarnya kekuatan kekeringan berkisar -5.00 s.d -9.00. Namun perlu diwaspadai karena terdapat lima pos hujan (BSB, PPN, BRN, BSK dan DWN) yang durasi kekeringannya dapat mencapai 10-13 bulan serta besar kekuatan kekeringannya mencapai -10.01

s.d -14. Rancangan periode ulang 10, 20, 50 dan 100 tahun untuk durasi dan besarnya kekuatan kekeringan yang terjadi akan meningkat mengikuti sebaran Log Normal.

Daftar Pustaka

[1] Dracup, J.A. Drought monitoring. Stochastic Hydrology and Hydraulics 5: 261-266, 1991.

[2] Boken, V.K. Agricultural Drought and Its Monitoring and Prediction: Some Concepts. In Monitoring and Predicting Agricultural Drought: A Global Study. Vijendra K. Boken, Arthur P. Cracknell, and Ronald L. Heathcote (Ed.): sponsored by the World Meteorological Organization. Oxford University Press, New York-USA, 2005.

[3] Nagarajan, R. Drought assessment. Springer, Dordrecht Netherlands, 2009.

[4] Wang, A., D. P. Lettenmaier, and J. Sheffield. Characteristics of agriculture drought in China during 1950-2006. The 91st American Meteorological Society Annual Meeting, 23–27 January 2011, Seattle, Washington-USA, 2011.

[5] Bappenas. Pedoman Teknis Kekeringan. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Jakarta, 2003.

[6] Boer, R., Sukardi, D. Hilman dkk. Climate Variability and Climate Change And Their Implications In Indonesia. Ministry of Environment, Jakarta, 2007.

[7] Rahayu, S. P. Penyebab Kekeringan dan Upaya Penanggulangannya. Modul TOT Penyuluh Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesadaran Petani Terhadap Isu-isu Perubahan iklim serta Mitigasi dan Adaptasinya, Kerjasama Badan Litbang Pertanian dengan B M K G . B a d a n P e n y u l u h a n d a n Pengambangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Kementan RI, 2011.

[8] Kumar, M. N., Murthy, C. S., Shesa Sai, M. V. S., Roy, P. S. On the Use of Standardiezed Precipitation Index for Dorught Intensity Assessement. Royal Meteorological Society, Meteorol. Appl. 16 : 381-389, 2009.

[9] Palchaudhuri, M., Biswas, S. Analysis of Meteorology Drougth Using Standard Precipitation Index – A Case Study of Purulia District, West Bengal, India. World Academy of Science, Engineering and Technology. International Journal of Environmental, Ecological , Geological and Mining Engineering. Vol.7. No.3: 119-126, 2013.

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

102

Page 11: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

[10] World Meteorological Organization. Experts Agree on a Universal Drought Index to Cope with Climate Risks. Press Release No. 872, 2009. www.wmo.int. Tanggal Akses : 25 Agustus 2014

[11] McKee, T. B., N. J. Doesken, J. Kleist. The relationship of drought frequency and duration to time scale. In Proceedings of the Eighth Conference on Applied Climatology, Anaheim, California,17–22 January 1993. Boston, American Meteorological Society, 179–184, 1993.

[12] Bordi, I., Fraedrich, K., Sutera A. Observed drought and wetness trends in Europe: an update. Hydrological and Earth System Sciences 13:1519-1530.DOI:10.5194/hess-13-1519-2009.

[13] Triatmoko, D., Susandi, A., Mustofa, M. A., Makmur, E. E. S. Penggunaan Metode Standardized Precipitation Index untuk Identifikasi Kekeringan Meteorologi Di Wilayah Pantura Jawa Barat. Paper Online Program Studi Meteorologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB, 2012.

[14] Setiawan, A. M. Drought Characteristics in Indonesia Related to Warm ENSO Episodes. Report of APCC Young Scientist Support Program 2014-01.

[15] Data dan Informasi Bencana Indonesia .http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/simple_results.jsp.,Tanggal Akses : 10 Maret 2014

[16] World Meteorological Organization. SPI User Guide WMO-No.10-90. Chair, Publications Board. WMO, 2012.

[17] Fridayani, N. M. S., Kencana, I. P. E. N., Sukarsa, K. G. Perbandingan Interpolasi Spasial Dengan Metode Ordinary dan Robust Kriging pada Data Spasial Berpencilan (Studi Kasus : Curah Hujan di Kabupaten Karangasem). E-Jurnal Matematika Univ. Udayana, Vol. 1, No.1, Agustus 2012: 69-74.

[18] D. C. Edwards., T. B. McKee. Characteristics of 20th century drought in the United States at multiple timescales. Climatology Report Colorado State University, Fort Collins, No. 97-2, 1997.

[19] H. C. S. Thom. A Note on the Gamma Distribution. Monthly Weather Review Vol. 86(4) p117 -122, 1958.

[20] M. Abramowitz., A. Stegun. Handbook of mathematical formulas, graphs, and mathematical tables. Dover Publications Inc New York, 1965.

[21] Nosrati, Kazem., Zareiee A. R. Assessment of meteorological drought using SPI in West Azarbaijan Province, Iran. J. Appl. Sci. Environ. Manage. Dec, 2011. Vol. 15, (4) : 589 – 596, 2011.

[22] Saravi, M. M., Safdari, A. A., Malekian, A. 2009. Intensity-Duration-Frequency and Spatial Analysis of Drought Using The Standardized Precipitation Index. Hydrology and Earth System Sciences Discussion are under open-access review for the journal Hydrology and Earth System Sciences, 6, 1347-1383.

[23] Coelho, C. A. S., Goddard L., El Nino Induced Tropical Droughts in Climate Change Projections. Journal of Climate, 22, 6456-6476. DOI: 10.1175/2009JCL13185.1, 2009.

[24] As-syakur, A. R. Pola Spasial Hubungan Curah Hujan dengan ENSO dan IOD di Indonesia - Observasi Menggunakan Data TRMM 3B43. Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia, 2011.

[25] Ministry of Environment (MoE): Climate Change Protection for Present and Future Generation. Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), 200 p, 2010.

[26] CPC NOAA. Oceanic Nino Index (ONI). www.cpc.noaa.gov. Tanggal Akses : 2 Oktober 2014.

[27] Haan, C. T. Statistical Methods in Hydrology: Iowa State University Press, Ames, Iowa, 128 p, 1977.

[28] Mahdavi, M., Osati, K., Sadeghi, S., A., N., Karimi, B., Mobariki, J. Determining Suitable Probability Distribution Models for Annual Precipitation Data (A Case Study of Mazandaran and Golestan Provinces). Journal of Sustainable Development Vol. 3, No.1. March 2010 : 159-168.

[29] Aldrian, E., Gates, L.D., Widodo, F.H. Variability of Indonesian rainfall and the influence of ENSO and resolution in ECHAM4 simulations and the reanalyses, Max-Planck-Institut fur Meteorologie. May 2003. MPI Report 346, ISSN 0937-1060

[30] BMKG. Buku Prakiraan Musim Kemarau 2014 – Februari 2014.

DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN................................................................................. Robi Muharsyah dan Dian Nuratri

103

Page 12: DURASI DAN KEKUATAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS … · kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (UU No.4 Tahun 2007 tentang ... normal dengan nilai rata-rata

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOL. 16 NO. 2 TAHUN 2015 : 93-104

104