DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES...

135
DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (Kajian Yuridis Terhadap Penerapan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II)) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) Oleh : EKA KURNIA MAULIDA NIM : 1110044100045 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H / 2015 M

Transcript of DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES...

Page 1: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES PENGAJUAN

DISPENSASI PERKAWINAN (Kajian Yuridis Terhadap Penerapan Buku

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II))

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh :

EKA KURNIA MAULIDA

NIM : 1110044100045

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H / 2015 M

Page 2: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 3: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 4: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 5: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

v

ABSTRAK

Eka Kurnia Maulida. NIM 1110044100045. DUALISME LEGALITAS PEMOHON

DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN

YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN

TUGAS DAN ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA (BUKU II)) .Program Studi

Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 / 2015.xiii + 98

halaman + 22 halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan legalitas para pemohon dalam

pengajuan dispensasi perkawinan terbatas pada orang tua calon mempelai baik pihak

laki-laki maupun perempuan, wali atau keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas

yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Dengan

menganalisis putusan Pengadilan Agama Pacitan No. 60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan

putusan Pengadilan Agama Banjarnegara No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba., yang

melegalkan calon pengantin (dibawah umur) bertindak sebagai pemohon dalam

pengajuan dispensasi perkawinan. Kemudian menggali ketetapan peraturan lain yang

membenarkan calon pengantin (dibawah umur) secara sendiri bertindak sebagai

pemohon dalam pengajuan dispensasi perkawinan.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan dengan pendekatan yuridis

normatif. Sumber data primer berupa putusan Pengadilan Agama Pacitan No.

60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan putusan Pengadilan Agama Banjarnegara No.

0129/Pdt.P/2012/PA.Ba. Menggunakan metode analisis deskriptif-kualitatif. Dan

teknik penulisannya berdasarkan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012. Kesimpulan bahwa berdasarkan

hierarki peraturan perundang-undangan, ketetapan Undang-Undang Perkawinan No.1

Tahun 1974 merupakan lex generalis. Ketetapan Buku II Pedoman Pelaksanaan

Tugas dan Administrasi Peradilan Agama atau lex specialist yang diterbitkan

Mahkamah Agung harus tunduk pada peraturan yang lebih tinggi. Artinya, calon

pengantin (dibawah umur) tidak dibenarkan secara sendiri dapat bertindak sebagai

pemohon dalam pengajuan dispensasi perkawinan. Hakim memberikan kewenangan

kepada calon pengantin yang mengajukan sendiri dispensasi perkawinannya, dengan

memandang kepada kemaslahatan terhadapnya dengan segala pertimbangan dari

proses diperiksanya perkara tersebut.

Kata kunci: Dispensasi Perkawinan, Legalitas Pemohon Dispensasi Perkawinan,

Pemohon Dibawah Umur, Putusan Pengadilan Agama.

Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, MA.

Daftar puskata : Tahun 1959 s.d Tahun2013

Page 6: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua umat manusia

dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda H. Marzuki dan Ibunda Hj.

Peratin.Yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa

kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih

sayang-Nya kepada mereka.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan,

serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak

langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir

skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan

kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Phil. JM. Muslimin, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

vii

2. Bapak Kamarusdiana, S.Ag., M.H., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Prodi

dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Hj. Azizah, MA., dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi

Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya

kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Doa dan harapan penulis panjatkan kepada keluarga tercinta Muhammad Reza

Aditya Ready, Anzila Riskia Putri dan Agheea Geelwana Alwala.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis yaitu Aulia Fithrotunnisa, Eka Dita

Martiana, Nurul Hikmah, Nurdin al-Fatih, Fajrul Islamy, Defi Uswatun

Hasanah, Inayah Maily, Khoirun Nisa, Sainah dan semua teman-teman

Peradilan Agama Angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang menjadi teman seperjuangan sebelum maupun ketika di bangku

perkuliahan.

8. Semua Keluarga Besar HMPS SAS Periode 2013-2014, partner paling

pengertian Andi Asyraf Rahman, Muhammad Hira Hidayat, Hendrawan,

Page 8: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

viii

Farhan Qodumi, Aisyah Nasution, Indira Awaliyah, Annisa Mutiara, Cepi JP,

Nur Rahmat Farhan Jamil, Mujahidin Nur, Annisa Maulida, M. Nur Subhan

F.M, Nur Azmi, Humaidi, Fatiah Khodijah, Siti Juairiatun Nuriah, Ya Rakha

Muyassar, Alif Rahmat, Chairil Izhar, Fachra, Zulfa Zuhrotunnisa, Yahya

Syafi’I, Miqdad Rikani, Rivaldi, Akbarudin, Syarifah Nurfadilah, Eka Yulyana

Sari, Saiful Mufid, Ahmad F. Habibi, Reza Fakhlevi, Faraidhika Muadina,

Hikmah, Nur Indah Faradiyah, Vicky Fauziyah, Siti Hannah, Nur Hafifah,

Atiqoh Fathiyah, Samha Nailufar, Mella Rosdiana dan Anggota lain yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Senior-senior SAS yang selalu memberikan dukungan, arahan dan do’a dalam

kegiatan organisasi penulis maupun diskusi bimbingan skripsi kanda

Hidayatullah Asmawih, S.HI., M.H., Arifin Bachtiar S.HI., dan Jejen Sukrillah

Sanusi, S.Sy.

10. Adik-adik keluarga baru SAS Angkatan 2014, yang telah memberikan warna

dan tujuan untuk hidup yang terus bergulir. Teruslah berkarya dimanapun

kalian mengaktualisasikan diri.

11. Calon imam dunia akhiratku Ricki Ahmad Faisal Mukhtar, terima kasih atas

semua motivasi, perjuangan dan semangatnya, sehingga penulis dapat terus

menulis dalam keadaan apapun.

Page 9: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

ix

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang

berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka

dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya

dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 2 Januari 2015

Eka Kurnia Maulida

Page 10: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI........................................................

ii

iii

LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................... iv

ABSTRAK..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................

B. Identifikasi Masalah.............................................................

C. Pembatasan Masalah............................................................

D. Perumusan Masalah..............................................................

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan.............................

G. Review Studi Terdahulu.......................................................

H. Sistematika Penulisan...........................................................

1

8

10

11

12

13

18

21

Page 11: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

xi

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG

PERKAWINAN.........................................................................

24

A. Pengertian Perkawinan..........................................................

B. Hukum Perkawinan...............................................................

C. Tujuan Perkawinan...............................................................

D. Syarat dan Rukun Perkawinan..............................................

24

29

30

33

BAB III DISPENSASI PERKAWINAN................................................ 40

A. Pengertian Dispensasi Perkawinan.......................................

B. Landasan Hukum Dispensasi Perkawinan............................

C. Batas Usia Minimal Kawin Dalam Hukum Islam dan

Hukum Positif.......................................................................

D. Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur....

40

40

42

48

BAB IV

DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM

DISPENSASI PERKAWINAN.................................................

50

A. Studi Kasus Dispensasi Perkawinan Pemohon di

Banjarnegara dan Pacitan......................................................

B. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Dispensasi

Perkawinan Pemohon Dibawah Umur..................................

C. Analisis Penulis.....................................................................

50

57

63

Page 12: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

xii

BAB V

PENUTUP...................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................

B. Saran-saran............................................................................

92

92

93

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

LAMPIRAN

95

Page 13: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi.

2. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006

3. Salinan putusan Pengadilan Agama Pacitan No. 60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan

putusan Pengadilan Agama Banjarnegara No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

Page 14: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga sebagai institusi terkecil dalam sebuah masyarakat memegang peran

yang penting bagi pembentukan generasi muda yang berkualitas. Menikah

dimaksudkan untuk mencapai kebahagian dan ketentraman hidup manusia dan

melalui pintu pernikahanlah seorang laki-laki dan perempuan bisa memenuhi

kebutuhan biologisnya secara benar dan sah.

Allah tidak menghendaki manusia seperti makhluk yang lain. Allah

menjadikan hubungan yang agung dan dibangun atas dasar kerelaan laki-laki dan

perempuan, yaitu dengan cara menganjurkan untuk pernikahan sekaligus

menciptakan hukum yang mengaturnya demi menjaga kehormatan dan kemuliaan

manusia.

Manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan, yang di antaranya hanya

dapat dipenuhi melalui pernikahan.1 Ada kebutuhan emosional yang bisa didapatkan

anak dari orang tuanya, tetapi tidak semuanya, karena ada kebutuhan emosional

tertentu yang hanya bisa terpenuhi melalui pernikahan. Manusia yang sejak lahir

dibekali potensi syahwat terhadap lawan jenis membutuhkan sarana untuk

menyalurkan potensi tersebut, bila potensi ini tidak tersalurkan secara terarah, maka

akan menimbulkan berbagai kerawanan.

1 M. Rusli Amin, Kunci Sukses Membangun Keluarga Idaman, (Jakarta: Al-Mawardi Prima,

2003), Cet. Kedua, h. 2

Page 15: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

2

Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan yang

menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Pertimbangan dari pasal tersebut adalah bahwa sebagai negara yang

berdasarkan kepada Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, maka

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga memiliki unsur

batin/rohani yang mempunyai peranan penting.

Islam adalah agama sempurna yang Allah SWT ciptakan untuk kita manusia.

Serta ayat-ayat al-Quran yang Allah SWT turunkan kepada Rasul melalui wahyu

Allah SWT, sebagai pedoman dan petunjuk jalan manusia menuju surganya Allah

dan petunjuk untuk keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat.3

Dalam Islam pembentukan keluarga adalah menyatukan antara laki-laki dan

perempuan diawali dengan ritual yang suci yaitu kontrak perkawinan atau ikatan

perkawinan, kontrak ini mensyaratkan dari masing-masing pasangan serta

perwujudan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bersama.

2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1

3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Vorkik Van Hoeve,

1959), h. 105

Page 16: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

3

Allah memerintahkan kaum muslimin agar menikah, seperti yang tercantum

dalam Al-Qur‟an surat An-Nur ayat 32:

الني من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم الله م ن فضله وأنكحوا األيامى منكم والص والله واسع عليم

Artinya:“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara

kamu,dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu

yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan

kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha

Mengetahui.”

Hukum perkawinan merupakan hukum yang paling awal dikenal manusia,

yang ditandai dengan perkawinan antara nabi Adam a.s dengan istrinya, Hawa.

Kemudian dengan mengalami perubahan dan perkembangan disana-sini, perkawinan

dilaksanakan oleh anak cucu Adam dan Hawa secara kontiniu dari dulu hingga

sekarang. Hukum perkawinan yang berkembang saat ini merupakan pelestarian

(tindak lanjut) dan pengembangan hukum yang telah diperkenalkan Allah kepada

generasi manusia terdahulu. Itulah sebabnya hukum perkawinan merupakan hukum

yang selalu aktual diperlukan oleh manusia.4

Menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian esensi

dari suatu perkawinan, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah

menetapkan dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satu di

antaranya adalah ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) : “Perkawinan hanya diizinkan jika

4 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2011), h. 1.

Page 17: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

4

pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita

mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”5 Walaupun telah di atur dengan sedemikian

rupa kemungkinan terjadinya penyimpangan selalu terjadi, oleh sebab itu

ditambahkan dengan ayat (2) dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal itu

dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau kepada pejabat lain yang ditunjuk

oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”.

Dan seiring perkembangan kehidupan manusia, muncul suatu permasalahan

yang terjadi dalam masyarakat, lunturnya moral value atau nilai-nilai akhlak yaitu

pergaulan bebas di kalangan remaja dan hubungan zina menjadi hal biasa sehingga

terjadi kehamilan di luar nikah. Perkawinan pada anak di bawah umur bukanlah

sesuatu yang baru di Indonesia. Praktik ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak

pelaku, tidak hanya di kota besar tetapi juga di daerah pedalaman. Sebabnya pun

bervariasi, antara lain karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman

budaya dan nilai-nilai agama tertentu, juga karena hamil terlebih dahulu.

Idealnya dasar pertimbangan hakim dalam penetapan dispensasi perkawinan

usia anak di bawah umur sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun

1974 yaitu membatasi usia pernikahan minimal 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun

untuk perempuan. Usia dan kedewasaan menjadi hal yang harus diperhatikan dalam

pernikahan bagi pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Tetapi

realitanya, meskipun ketentuan umur berdasarkan pasal yang telah disebutkan tidak

5 Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat 2

Page 18: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

5

terpenuhi, oleh karena sebab-sebab yang telah terjadi, para pihak-pihak di dalamnya

tetap bersikeras menginginkan adanya perkawinan.

Islam dalam hal ini al-Quran dan Hadis tidak menentukan batas minimal umur

untuk kawin6. Para ulama madzhab umumnya dahulu membolehkan seorang bapak

sebagai „wali mujbir‟, mengawinkan anaknya lelaki atau perempuan yang gadis dan

masih dibawah umur tanpa harus meminta persetujuan mereka terlebih dahulu.

Adapun sebagai alasan bahwa nabi Muhammad SAW mengawini Aisyah r.a pada

waktu usia 7 dan mulai berumah tangga pada waktu usia 9 tahun, peristiwa ini yang

terjadi lebih kurang 14 abad yang lalu dan tidak ada keterangan yang otentik dari

Nabi bahwa perkawinannya dengan Aisyah itu termasuk tindakan yang khusus untuk

nabi. Berdasarkan fakta atau kejadian tersebut telah dijadikan dalil oleh para ulama

madzhab tentang boleh dan sahnya perkawinan anak-anak.

Demikian juga dalam hukum adat tidak ada ketentuan batas umur untuk

melakukan pernikahan. Biasanya kedewasaan seseorang dalam hukum adat diukur

dengan tanda-tanda bagian tubuh, apabila anak wanita sudah haid (datang bulan),

buah dada sudah menonjol berarti ia sudah dewasa. Bagi laki-laki ukurannya dilihat

dari perubahan suara, postur tubuh dan sudah mengeluarkan air mani atau sudah

mempunyai nafsu seks.

Bagi seorang pemuda, usia untuk memasuki gerbang perkawinan dan

kehidupan berumah tangga pada umumnya dititik beratkan pada kematangan jasmani

6 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid 3: Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), Cet.

Kedua, h.32.

Page 19: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

6

dan kedewasaan pikiran serta kesanggupannya untuk memikul tanggung jawab

sebagai suami dalam rumah tangganya. Hal itu merupakan patokan umur bagi para

pemuda kecuali ada faktor lain yang menyebabkan harus dilaksanakannya pernikahan

lebih cepat. Bagi sorang gadis usia perkawinan itu akan berkaitan dengan kehamilan

maka perlu memperhitungkan kematangan jasmani dan ruhaninya yang

memungkinkan ia dapat menjalankan tugas sebagai seorang istri dan sekaligus

sebagai seorang ibu yang sebaik-baiknya7.

Apabila memang perkawinan itu tidak dapat dihindari dan berkeinginan untuk

dilaksanakan sesegera mungkin, maka melalui ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 15 Kompilasi Hukum

Islam pihak orang tua dari calon mempelai baik pihak laki-laki maupun perempuan

dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada pengadilan atau pejabat lain

yang ia tunjuk.

Namun, jika kedua orang tua telah meninggal atau tidak dapat menyatakan

kehendak, Pasal 6 Ayat (4) dan Pasal 7 Ayat (3) memberikan kelonggaran. Menurut

pasal itu, perkara dispensasi kawin juga dapat diajukan oleh wali yang memelihara,

atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Pada kenyataannya, ada beberapa penetapan dimana hakim mengabulkan

dispensasi perkawinan yang di ajukan oleh calon pengantinnya sendiri (dibawah

7 Sutan Marajo Nasaruddin Latif, Problematika Seputar keluarga dan Rumah Tangga,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), h. 23

Page 20: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

7

umur). Yaitu, Putusan hakim PA Pacitan Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan PA

Banjarnegara Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

Penulis mengkaji regulasi lain yang mengatur tentang keabsahan pemohon

dalam pengajuan Dispensasi Perkawinan, dan ditemukan ketetapan yang memberikan

ketentuan berbeda pada Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Peradilan Agama (Buku II). Pada halaman 138 dijelaskan, bahwa selain orang tua,

calon pengantin pun juga diperkenankan untuk mengajukan dispensasi kawinnya

sendiri.

Buku pedoman ini dilaksanakan oleh semua pejabat struktural dan fungsional

beserta aparat peradilan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:

KMA/032/SK/IV/2006, hingga Sepintas terdapat kontradiksi atau dualisme hukum

pada kedua ketentuan tersebut di atas.

Mengingat semakin kompleksnya masalah seputar dispensasi kawin diluar

faktor-faktor yang menyebabkan perkawinan dibawah umur harus segera

dilaksanakan, tapi juga karena persoalan legislasi pemohon, apakah hanya orang tua/

wali dari para pihak saja yang berhak mengajukan dispensasi kawin atau calon

pengantinnya pun punya hak yang sama. Bagaimanapun tetap ada saja calon

pengantin yang tidak mempunyai orang lain yang secara hukum harus bertanggung-

jawab sebagai pengampunya.

Berangkat dari permasalahan di atas, penulis merasa perlu untuk meneliti

lebih lanjut mengenai legal standing para pemohon untuk proses pengajuan

dispensasi kawin. Dan penulis akan menuangkan didalam tugas akhir dalam rangka

Page 21: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

8

memenuhi standar kelulusan Strata satu (SI) dengan judul : DUALISME

LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI

PERKAWINAN (Kajian yuridis terhadap penerapan buku Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II))

B. Identifikasi Masalah

Perkawinan adalah merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

Perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Pertimbangan dari pasal tersebut adalah bahwa sebagai negara yang berdasarkan

kepada Pancasila, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan agama, sehingga perkawinan bukan

saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga memiliki unsur batin/rohani yang

mempunyai peranan penting.

Perkawinan usia dini adalah sebuah perkawinan yang dilakukan oleh mereka

yang berusia di bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1, yaitu disebutkan bahwa perkawinan

hanya diijinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak

perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Page 22: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

9

Adapun yang dimaksud dengan dispensasi adalah penyimpangan atau

pengecualian dari suatu peraturan8. Dispensasi usia kawin diatur dalam Pasal 7 ayat

(1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dispensasi sebagaimana yang

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 artinya penyimpangan

terhadap batas minimum usia kawin yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang yaitu

minimal 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk perempuan. Dispensasi merupakan

penetapan pengadilan mengenai pembolehan perkawinan yang dilakukan oleh

pasangan pengantin yang salah satunya atau keduanya belum berumur 19 tahun bagi

pria dan 16 tahun bagi wanita.

Sehingga jika laki-laki maupun perempuan yang belum mencapai usia kawin

namun hendak melangsungkan perkawinan, maka pengadilan atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh orang tua kedua belah pihak dapat memberikan penetapan Dispensasi

Kawin, hal ini sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1) UU No.1 Tahun 1974.

Disisi lain Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Peradilan Agama. Pada halaman 138, disebutkan: “Permohonan dispensasi kawin

diajukan oleh calon mempelai pria yang belum berusia 19 tahun, calon mempelai

wanita yang belum berusia 16 tahun dan/atau orang tua calon mempelai tersebut

kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana

8 R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 1996),

h. 36

Page 23: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

10

calon mempelai dan/atau orang tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal9.

Membaca ketentuan tersebut, jelas: calon mempelai pria maupun wanita dapat

dibenarkan secara sendiri atau bersama dengan orang tuanya untuk mengajukan

perkara dispensasi kawin. Kedua ketentuan ini sangat berpengaruh besar kepada para

hakim atas pertimbangan dan implementasi penetapan dispensasi perkawinan,

bertolak dari faktor apa yang telah terjadi pada calon pengantinnya. Seperti yang

ditemukan pada putusan hakim Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan Nomor :

0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

C. Pembatasan Masalah

Dalam uraian tersebut di atas, terlihat betapa luas cakupan yang terkandung

dalam perkara dispensasi perkawinan. Hak untuk mengadakan perkawinan adalah hak

bagi seluruh manusia dan makhluk Allah lainnya, yang telah disebutkan ketentuannya

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begitu pula apabila seorang yang masih

dibawah umur tapi karna satu dan lain hal, perkawinannya harus segera dilaksanakan,

baik calon pengantin mempunyai orang tua/wali dan yang tidak mempunyai orang

lain yang secara hukum harus bertanggung-jawab sebagai pengampu, hal seperti ini

tentunya akan berpengaruh besar terhadap kebijakan dirinya untuk menyelenggarakan

urusannya sendiri.

Agar pembahasan terarah dan lebih spesifik, maka pembahasan dalam

penelitian ini dibatasi hanya pada analisa putusan hakim yang mengabulkan

9 Mahkamah Agung, Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Peradilan Agama 2013, h. 138.

Page 24: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

11

permohonan dispensasi perkawinan yang diajukan oleh pemohon (calon

pengantinnya sendiri) dibawah umur. Namun penulis hanya membatasi pada Putusan

Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct dan Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

D. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas tulisan skripsi ini, penulis merumuskan masalah ini

sebagai berikut:

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI, yang

berwenang menjadi pemohon dalam dispensasi perkawinan adalah orang tua calon

mempelai baik pihak laki-laki maupun perempuan, wali atau keluarga dalam garis

keturunan lurus ke atas. Tetapi kenyataanya, masih ada Peradilan Agama yang

mengabulkan permohonan dispensasi kawin yang di ajukan oleh pemohon (calon

pengantinnya sendiri) dibawah umur. Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana batasan usia minimal perkawinan menurut Hukum Islam dan

Hukum Positif?

2. Bagaimana pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Dispensasi Perkawinan

Pemohon Dibawah Umur?

3. Bagaimana posisi Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama dalam tata hukum nasional?

Page 25: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

12

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan suatu penelitian adalah mengungkapkan secara jelas apa yang

ingin dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan. Dari definisi tersebut,

maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui batasan usia minimal pernikahan/perkawinan menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif.

b. Untuk mengetahui landasan hukum sebagai pertimbangan hukum yang

digunakan hakim dalam pemberian izin dispensasi nikah yang di ajukan

oleh pemohon (calon pengantin) dibawah umur.

c. Untuk mendeskripsikan kekuatan hukum atau peraturan berdasarkan

hierarki (lex specialis derogate legi generalis) Buku II tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama dalam tata hukum

nasional dan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 7.

2. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat:

a. Secara teoritis

1) Menambah khasanah ilmu agama Islam dan hukum perkawinan

khususnya mengenai dispensasi perkawinan.

Page 26: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

13

2) Memberi bahan masukan dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan

kajian lebih lanjut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum

perkawinan khususnya mengenai dispensasi perkawinan.

b. Secara praktis

1) Dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para

praktisi hukum sehubungan dengan masalah dispensasi perkawinan.

2) Mengungkap masalah-masalah yang timbul dalam lapangan hukum

dan masyarakat serta memberikan solusinya sehubungan dengan

masalah dispensasi perkawinan.

F. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan

Metode penelitian adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid, reliable dan obyektif10

. Untuk itu maka

penulis dalam hal ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode

pendekatan yuridis normatif yakni dengan kajian perundang-undangan (statute

approach). Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-

10

Ipah Farihah, Buku panduan penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2006), h. 32

Page 27: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

14

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum atau tema sentral

penelitian yang sedang ditangani11

.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif

(descriptive research). Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud

untuk menemukan informasi seluas-luasnya tentang variabel yang

bersangkutan12

.

Dengan pola penelitian sebagai berikut:

Peraturan : Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 7 ayat (2), tentang legalitas pemohon dispensasi

perkawinan kepada orang tua/wali/ keluarga dengan arah

garis lurus ke atas.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan/rencana yang

bersangkutan

Masalah : Calon Pengantin dapat mengajukan sendiri dispensasi

perkawinannya.

11

Johnny Ibrahim, Metedologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, (Jakarta:

PT Bumi Aksara, 2007), h. 92

12

Talizuduhu Ndraha, Disain Riset Dan Teknik Penyusunan Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta:

Bina Aksara, 1987), h. 39

Page 28: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

15

3. Sumber dan Kriteria Data Penelitian

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang

berkaitan dengan tujuan penelitian13

. Dan menurut derajat sumbernya, data

terbagi dua yaitu data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data

primer, teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik

pengumpulan data analisis isi (content analysis). Untuk mendapatkan data

sekunder, teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik

pengumpulan data di basis data14

.

Data Primer:

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974

Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

TAP MPR NO. III Tahun 2010 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan

Peraturan Perundang-Undangan

13

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,

199)5, h. 130

14

Jogiyanto, Metode penelitian system informasi, (Yogyakarta: ANDI), h. 121.

Page 29: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

16

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang

Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Pengadilan

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 012/KMA/SK/II/2007 tentang

Pembentukan Tim Penyempurnaan Buku I, Buku II, Buku III dan Buku IV

Tentang Pengawasan (Buku IV)

Buku II Pedoman Pelaksaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama 2013

Putusan PA Pacitan Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Putusan PA Banjarnegara Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba

Data Sekunder:

Hasil karya dari para akademisi hukum, makalah, seminar, majalah, kamus,

ensiklopedia, artikel hukum serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan

sebelumnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan menggunakan

teknik library research. Riset kepustakaan mempunyai arti lebih dari sekedar

langkah awal untuk menyiapkan kerangka penelitian (research design) dan/

atau proposal guna memperoleh informasi penelitian sejenis dan memperdalam

kajian teoritis atau mempertajam metodologi, riset pustaka sekaligus

Page 30: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

17

memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.

Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi

perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan15

.

5. Subjek dan Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah putusan PA Pacitan Nomor :

60/Pdt.P/2013/PA.Pct, PA Banjarnegara Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba., dan

Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama,

terkait dengan dispensasi perkawinan pemohon dibawah umur dan putusan

tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

6. Teknik Pengolahan

Setelah data terkumpul, lalu diolah dengan cara mengklasifikasi data

tersebut berdasarkan perincian permasalahan yang telah dirumuskan dalam

penelitian ini.

7. Metode Analisis

Data yang terkumpul di analisis secara deskriptif-kualitatif. Deskriptif

adalah penelitian yang bermaksud untuk menemukan informasi seluas-luasnya

tentang variabel yang bersangkutan16

. Sedangkan penelitian kualitatif,

berkenaan dengan data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk-

bentuk simbolik seperti pernyataan-pernyataan tafsiran, tanggapan-tanggapan

15

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.

2

16

Talizuduhu Ndraha, h. 39

Page 31: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

18

lisan harfiah, tanggapan-tanggapan non verbal (tidak berupa ucapan lisan), dan

grafik-grafik. Data kualitatif ini diperoleh dengan mempergunakan analisis „tipe

ideal‟ dan analisa historik komparatif terhadap suatu masalah atau gejala17

.

Data-data tersebut dikelompokkan dan diseleksi menurut kualitas dan

keberadaannya, yang terdiri dari ketentuan:

Pertama, mengenai legalitas pemohon dalam proses pengajuan

dispensasi perkawinan di Peradilan Agama Banjarnegara dan Pacitan.

Kedua, landasan hukum dalam pertimbangan hukum yang di ambil oleh

hakim Peradilan Agama Banjarnegara dan Pacitan kemudian dihubungkan

dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh

jawaban atas permasalahan yang di ajukan.

Adapun teknik penulisan. Penulis merujuk kepada sistem penulisan

skripsi yang terdapat di dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.

G. Review Studi Terdahulu

Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan pokok bahasan

penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan memberikan inspirasi dan mendasari

dilakukannya penelitian.18

17

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, h. 119

18

Huzaemah T. Yanggo, (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: IIQ

Press, 2011), Cet. Ke-2, h. 13

Page 32: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

19

Dari hasil penulusuran kajian tentang penulisan dispensasi perkawinan,

penulis menemukan beberapa karya, antara lain:

No

Penulis, Judul dan

Tahun Isi Skripsi Perbedaan

1. Skripsi, Arif Rahman

(Peradilan Agama 2011)

(106044101389)

Judul: Dispensasi

perkawinan dibawah umur

(Analiais penetapan

perkara nomor:

124/PDT.P/2010/PA.SRG.

di Pengadilan Agama

Serang

Permasalahan yang

diangkat dalam

penelitian ini yaitu

bertujuan untuk

mengetahui

bagaimana alasan

hakim PA Serang

sehingga dapat

menetapkan

dispensasi kawin bagi

calon pengantin

dibawah umur, dan

urgensi pencatatan

perkawinan.

Perbedaan dengan

penulis terdahulu adalah

penulis lebih

menekankan kepada

mekanisme pemohon

yang berwenang untuk

mengajukan dispensasi

perkawinan.

2. Skripsi, Nurmilah Sari

(Peradilan Agama 2011)

(207044100474)

Permasalah yang

diangkat dalam

penelitian ini adalah

Perbedaan dengan

penulis terdahulu adalah

penulis lebih

Page 33: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

20

Judul: Dispensasi Nikah

dibawah umur (Studi

Kasus di Pengadilan

Agama Tangerang 2009-

2010).

mengenai prosedur

pengajuan dispensasi

perkawinan di

Pengadilan Agama

Tangerang dan

pertimbangan para

hakim dalam

memberikan

penetepan dispensasi

kawin.

mengedepankan pihak-

pihak yang menjadi legal

standing dalam

pengajuan dispensasi

kawin. Bukan mengenai

faktor pertimbangan para

hakim dalam penetapan

dispensasi kawin.

3. Artikel Academia.edu,

H. Ah. Azharuddin Lathif,

M.Ag, MH

Judul: Pelaksanaan

Undang Undang

Perkawinan:

Studi Tentang Perkawinan

Di bawah Umur dan

Perkawinan Tidak

Tercatat di Malang Jawa

Timur.

Permasalahan yang

diangkat dalam

penelitian ini adalah

deskripsi mengenai

fenomena dua

perkawinan, yaitu:

perkawinan dini dan

perkawinan sirri di

wilayah kabupaten

Malang, Jawa Timur.

Beliau memfokuskan

Perbedaan penulis

terdahulu adalah penulis

lebih membahas kepada

pelaksanaan proses

pengajuan dispensasi

perkawinan dibawah

umur, dan tidak

menggunakan analisis

SWOT.

Page 34: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

21

pada pencarian data

tentang eksistensi,

faktor-faktor

penyebab, dampak

dan pemaknaan bagi

pasangan, respon

masyarakat, ulama

dan pemerintah serta

upaya-upaya yang

telah dilakukan dalam

menanggulaninya.

Dan pembahasan

hasil penelitian

melalui analisis

SWOT dari

persepektif teori tiga

elemen sistem hukum

(three elemen law

system).

4. Portal Berita,

Tribun News,

Permasalahan yang di

angkat dalam berita

Sedangkan penulis tidak

terlalu mendetail

Page 35: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

22

Permohonan dispensasi

kawin dibawah umur kian

meningkat di Jogjakarta.

ini adalah: faktor-

faktor kenakalan

remaja yang

menyuburkan angka

perkawinan dibawah

umur di Jogjakarta.

terhadap faktor-faktor

yang menyuburkan angka

perkawinan dibawah

umur, melainkan hanya

garis besar saja.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah penjelasan tentang bagian-bagian yang akan

ditulis di dalam penelitian secara sistematis. Secara garis besar skripsi ini terdiri dari

5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas

mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya:

Bab Pertama, pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah ,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, pada bab ini membahas tentang pengertian perkawinan, hukum

perkawinan, syarat dan rukun perkawinan, tujuan perkawinan.

Bab Ketiga, mengenai pengertian dispensasi kawin, landasan hukum

dispensasi nikah, batas usia minimal kawin menurut hukum Islam dan hukum positif

dan faktor penyebab terjadinya perkawinan dibawah umur.

Page 36: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

23

Bab Keempat, bab ini akan menjelaskan tentang dualisme legalitas pemohon

dalam dispensasi perkawinan, studi kasus dispensasi perkawinan pemohon di

Banjarnegara dan Pacitan, pertimbangan hukum hakim terhadap dispensasi

perkawinan pemohon dibawah umur dan analisis penulis.

Bab Kelima, kesimpulan dari seluruh pembahasan untuk kemudian penulis

memberikan saran-saran yang konstruktif.

Page 37: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN

A. Pengertian Perkawinan

Perkawinan menurut istilah fiqih diambil dari kata „nikah‟ atau „zawaj‟ yang

berasal dari bahasa Arab, dilihat secara makna etimologi (bahasa) berarti „berkumpul

dan mendidih‟, atau dengan ungkapan lain bermakna „aqad dan setubuh‟ yang secara

syara‟ berarti aqad pernikahan1. Al-Nikah mempunyai arti al-Wath‟I, al-Dhommu, al-

Tadakhul, al-Jam‟u atau ibarat „an al-wath wa al aqd yang berarti bersetubuh,

hubungan badan, berkumpul, jima‟ dan akad2.

Secara terminologi perkawinan (nikah) yaitu akad yang membolehkan

terjadinya istimta‟ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang wanita

tersebut bukan dengan seorang wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan

atau seperti sebab susuan3.

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah. Sunnah Allah SWT yang

menentukan bahwa setiap makhluk-Nya yang ada dibumi ini hidup berpasang-

pasangan.

1 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Mazhab, (PT.

Prima Heza Lestari, 2006), h. 1

2 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Duni Islam Modern, h. 4

3 Ibid

Page 38: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

25

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Dzariyat: 49:

زوجي لعلكم تذكرون ومن كل شيء خلقنا

Artinya:“ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya

kamu mengingat akan kebesaran Allah”. Dalam memaknai hakekat nikah ada ulama yang menyatakan bahwa

pengertian hakiki dari nikah adalah bersenggama (wath‟i), sedangkan pengertian

nikah sebagai akad merupakan pengertian yang majazy. Sementara Imam Syafi‟i

berpendapat bahwa pengertian hakiki dari nikah adalah akad, sedangkan pengertian

nikah dalam arti bersenggama (wath‟i) merupakan pengertian yang bersifat majazy4.

Menurut ulama Hanafiah, “Nikah adalah akad yang memberikan faedah

(mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi

seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan

biologis”. Sedangkan menurut mazhab Maliki. Nikah adalah sebuah ungkapan

(sebutan) atau title bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih

kenikmatan (seksual) semata-mata”. Oleh mazhab Syafi‟i, nikah dirumuskan dengan

“Akad yang menjamin kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan redaksi

(lafal) “inkah atau tazwij; atau turunan (makna) dari keduanya.” Sedangkan ulama

Hanabilah mendefinisikan nikah tangan “Akad (yang dilakukan dengan

menggunakan) kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan (bersenang).”5

4 Asrorun Niam Soleh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: elSAS,

2008), h. 3

5 Mardani, h. 4

Page 39: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

26

Menurut Sajuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia, perkawinan

harus dilihat dari tiga segi pandangan6:

1. Perkawinan dilihat dari segi hukum.

Dipandang dari segi hukum, perkawinan itu merupakan suatu perjanjian,

oleh al-Qur‟an Surat an-Nisa ayat 21:

وكيف تأخذونه وقد أفضى ب عضكم إل ب عض وأخذن منكم ميثاقا غليظا

Artinya:“Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal

kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang

kuat dari kalian?”.

Dinyatakan “………perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat,

disebut dengan kata-kata “mitsaqan ghalizhan”.

Juga dapat dikemukakan sebagai alasan untuk mengatakan perkawinan itu

merupakan suatu perjanjian ialah karena adanya:

a. Cara mengadakan ikatan perkawinan telah di atur terlebih dahulu yaitu

dengan aqad nikah dan dengan rukun dan syarat tertentu.

b. Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga telah di atur

sebelumnya, yaitu dengan prosedur talaq, kemudian fasakh, syiqaq dan

sebagainya.

6 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-

Press), 1986), Cet-5, h. 47

Page 40: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

27

2. Perkawinan dilihat dari segi sosial

Dalam masyarakat setiap bangsa, diitemui penilaian yang umum bahwa

orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang

lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.

3. Perkawinan dipandang dari segi agama. Dalam agama, perkawinan di anggap

sebagai suatu lembaga yang suci, yang kedua pihak dihubungkan menjadi

pasangan suami isteri atau saling minta menjadi pasangan hidupnya dengan

mempergunakan nama Allah sebagai diingatkan oleh al-Qur‟an surat an-Nisa

ayat 1;

يا أي ها الناس ات قوا ربكم الذي خلقكم من ن فس واحدة و خلق منها زوجها و بث هما رجاال كثريا و نساء و ات قوا الله الذي تسائ لون به و الرحام إن الله كان من

عليكم رقيبا Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang

telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah

menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan

laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang

dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain,

dan) peliharalah (hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga

dan mengawasi kamu.”

Rumusan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 1

ayat 2 berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Page 41: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

28

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara

Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan

Yang Maha Esa. Dengan ini, tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai

hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan

saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin/rohani7.

Demikianlah Allah SWT mengokohkan bangunan keluarga dan masyarakat

dengan pondasi yang kuat sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur‟an surat an-

Nur ayat 32:

منكم و الصالي من عبادكم و إمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم اهلل من و أنكحوا اليامى فضله و اهلل واسع عليم

Artinya: “Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di

antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat

berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan memampukan

dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas

pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak

hambaNya).”

Kompilasi Hukum Islam memberikan definisi lain yang tidak mengurangi

arti-arti definisi Undang-Undang tersebut di atas, namun bersifat menambah

penjelasan, dengan rumusan Pasal 2 sebagai berikut : “Perkawinan yaitu akad yang

sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.”

7 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 43

Page 42: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

29

Kata miitsaqan ghalizan ini ditarik dari firman Allah SWT8. Yang terdapat

pada surat an-Nisa ayat 21 yang artinya:

ا غليظا وكيف تأخذونه وقد أفضى ب عضكم إل ب عض وأخذن منكم ميثاق Artinya: “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal

kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat

dari kalian?”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pengertian tentang

perkawinan, pada pasal 26 yang menyebutkan bahwa undang-undang memandang

soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.

Artinya, bahwa suatu perkawinan yang ditegaskan dalam pasal diatas hanya

memandang hubungan perdata saja, yaitu hubungan pribadi antara seorang pria dan

seorang wanita yang mengikatkan diri dalam suatu ikatan perkawinan.

B. Hukum Perkawinan

Dalam perspektif fiqh, nikah disyariatkan dalam Islam berdasarkan al-Qur‟an,

sunah dan ijma‟. Dan dari segi ijma‟. Para ulama sepakat mengatakan nikah itu di

syariatkan9. Hukum asal suatu pernikahan adalah mubah, namun bisa berubah

menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram.

1. Wajib hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang mampu untuk

menikah dan kuatir akan melakukan perbuatan zina. Alasannya, dia wajib

menjaga dirinya agar terhindar dari perbuatan haram.

8 Ibid

9 Amir Nurudin, h. 5

Page 43: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

30

2. Haram hukumnya bgi orang yang yakin akan menzalimi dan membawa

mudarat kepada isterinya karena ketidakmampuan dalam member nafkah lahir

dan batin.

3. Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang apabila tidak

menikah, sanggup menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan haram dan,

apabila ia menikah, ia yakin tidak akan menzalimi dan membawa mudarat

kepada isterinya.

4. Makruh hukumnya apabila seorang secara jasmani cukup umur walau belum

terlalu mendesak. Tetapi belum mempunyai penghasilan tetap sehingga bila ia

kawin akan membawa kesengsaraan hidup bagi anak dan istrinya10

.

C. Tujuan Perkawinan

Di antara tujuan dan hikmah perkawinan adalah agar tercipta suatu keluarga

atau rumah tangga yang harmonis, penuh kedamaian, saling terjalin rasa kasih sayang

antara suami-isteri. Untuk membangun rumah tangga ideal tersebut, harus melalui

ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam11

. Hanya

dengan cara demikian, konsekuensi adanya hak dan kewajiban serta rasa tanggung-

jawab antara pasangan suami-isteri dapat muncul dalam membina dan membangun

keluarga yang sejahtera dan bahagia, sebagaimana dalam surat ar-Rum ayat 21:

10

Mardani, h. 12

11

Hasanudin AF, Perkawinan dalam perspektif al-Qur‟an: nikah, talak, cerai, ruju, (Jakarta:

Nusantara Damai Press), h. 12

Page 44: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

31

ه ا وجع ل ب ي نكم من آياته أن خلق و م ودة ورم إن لكم من أن فسكم أزواج ا لس كنوا إلي ذلك آليات لقوم ي فكرون

Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-

istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-

Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].

Dan melalui ikatan perkawinan tersebut diharapkan lahirnya generasi penerus

yang berkualitas dan dapat melangsungkan keturunan umat manusia sebagai khalifah

dimuka bumi ini. dalam surat an-Nahl ayat 72:

ك م م ن أن فس كم أزواج ا وجع ل لك م م ن أزواجك م بن ي وحف دة ورزقك م م ن والل ه جع ل ل الطيبات أفبالباطل ي ؤمنون وبنعم الله هم يكفرون

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu, dan

memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada

yang bathil dan mengingkari nikmat Allah. “

Secara rinci tujuan perkawinan yaitu sebagai berikut12

:

1. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

kemanusiaan.

2. Membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

3. Memperoleh keturunan yang sah.

4. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal,

memperbesar rasa tanggungjawab.

12

Mardani, h. 11

Page 45: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

32

5. Membentuk rmah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah (Keluarga yang

tenteram, penuh cinta kasih dan kasih sayang).

6. Ikatan perkawinan sebagai mitsaqan ghalizan sekaligus mentaati perintah Allah

SWT bertujuan untuk membentuk dan membina tercapainya ikatan lahir batin

antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dalam kehidupan rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan syarat Hukum Islam.

D. Syarat dan Rukun Perkawinan

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua

kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan

sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpama rukun dan

syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah apabila keduanya

tidak ada atau tidak lengkap.

Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahasa, bahwa rukun

ituadalah sesuatu yang berada didalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur

yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan

tidak merupakan unsurnya13

.

Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku

untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti

tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.

13

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 59

Page 46: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

33

Di dalam memahami jumlah rukun nikah, ada perbedaan pendapat di antara

para ulama. Syarat dan rukun nikah dalam sebuah hukum fiqh merupakan hasil ijtihad

ulama yang diformulasikan dari dalil-dalil (nash) serta kondisi objektif masyarakat

setempat. Menurut jumhur ulama, rukun nikah itu ada 4, yaitu: 1) shighah (ijab dan

qabul), (2) calon isteri, (3) calon suami dan (4) wali. Berbeda dengan Hanafiyah,

yang mengatakan bahwa rukun nikah itu hanya ada dua yaitu ijab dan qabul, tidak

ada yang lain. Al-Jaziri mengatakan bahwa, sebenarnya menurut Malikiyah rukun

nikah itu ada lima yaitu (1) wali, (2) mahar (harus ada tetapi tidak harus disebutkan

pada akad), (3) suami, (4) isteri (suami dan isteri ini di syaratkan bebas dari halangan

menikah seperti masih dalam masa iddah atau sedang ihram) dan (5) sighah.

Sedangkan Syafi‟iyah juga mengatakan rukun nikah ada lima namun sedikit berbeda

dengan Malikiyah, yaitu (1) suami, (2) isteri, (3) wali, (4) dua saksi dan (5) sighah.

Ulama sepakat mengatakan bahwa ijab dan qabul adalah rukun nikah. Pada

hakikatnya rukun nikah yang hakiki adalah kerelaan hati kedua belah pihak (laki-laki

dan wanita). Karena kerelaan tidak dapat diketahui dan tersembunyi dalam hati, maka

hal itu harus dinyatakan melalui ijab dan qabul.ijab dan qabul adalah merupakan

pernyataan yang menyatukan keinginan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri

masing-masing dalam suatu perkawinan14

. Sementara, selain pada dua hal tersebut,

mereka berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan, rukun nikah selain ijab dan

14

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, ( Jakarta: SIRAJA, 2003), h.

55

Page 47: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

34

qabul adalah suami, istri, wali dan dua saksi. Adapaun menurut Malikiyah, selain ijab

dan qabul yang termasuk rukun nikah adalah suami, isteri, wali dan mahar.

Sementara yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang mayoritas bermadzhab

Syafi‟i adalah yang lima, yakni: (1) suami, (2) isteri, (3) wali, (4) dua saksi dan (5)

sighah15

.

Dipandang dari segi hukum, perkawinan adalah suatu perbuatan hukum.

Setiap perbuatan hukum yang sah akan menimbulkan akibat hukum, berupa hak dan

kewajiban baik bagi suami istri itu sendiri maupun bagi orang ketiga. Menurut

Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya itu16

. Ini berarti untuk

menentukan sah tidaknya perkawinan seseorang, ditentukan oleh ketentuan hukum

agama yang dipeluknya. Bagi seorang Islam, misalnya, sah tidaknya perikahan yang

dilakukan tergantung pada dipenuhi tidaknya semua rukun nikah menurut hukum

(agama) Islam.

Adapun kalau kita perhatikan bahwasanya Undang-Undang Perkawinan sama

sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan. Undang-Undang Perkawinan hanya

membicarakan syarat-syarat perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih

15

Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 125

16

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan), (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada,2002), h. 28

Page 48: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

35

banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan17

. Di dalam Bab II

pasal 6 ditemukan syarat-syarat perkawinan sebagai berikut:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum 21 (dua puluh satu)

tahun harus mendapat izin kedua orang.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mammpu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2)

pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan

kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak

mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang

yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis

keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat

menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat

(2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak

menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat

tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang

tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang

tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

17

Amir Syarifudin, h. 61

Page 49: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

36

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang

bersangkutan tidak menentukan lain.

KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat

dalam Pasal 14;

Untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

1. Calon Suami;

2. Calon Isteri;

3. Wali nikah;

4. Dua orang saksi dan;

5. Ijab dan Kabul.

Yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqh Syafi‟i dengan tidak

memasukkan mahar dalam rukun.

Syarat- syarat Perkawinan dalam Hukum Perdata, terdiri dari18

:

1. Syarat Materil

Syarat Materil adalah syarat yang dihubungkan dengan keadaan pribadi

orang yang hendak melangsungkan perkawinan, yaitu :

a. Kedua belah pihak masing-masing harus tidak dalam keadaan kawin sehingga

tidak terjadi bigami (pasal 27 KUH.Perdata).

18

R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: PT

Pradnya Pramita, 2002), Cet. Ke-32, h. 8

Page 50: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

37

b. Persetujuan sukarela antara kedua belah pihak (pasal 28 KUH.Perdata).

Memenuhi ketentuan umur minimum yakni pria 18 tahun dan wanita 15 tahun

(pasal 29 KUH.Perdata).

c. Bagi wanita yang putus perkawinan harus telah melewati 300 hari sejak putus

perkawinan sebelumnya(pasal 34 KUH.Perdata). Izin atau persetujuan pihak

ketiga bagi :

1) Orang yang belum dewasa (minderjaring) dari orang tua atau

walinya (pasal 35 – 37 KUH.Perdata).

2) Orang yang berada dibawah pengampuan (curandus) (pasal 38 dan

151 KUH.Perdata).

3) Perkawinan tidak dilakukan dengan orang-orang yang dilarang oleh

undang-undang yaitu:

a) Larangan perkawinan antara orang-orang yang ada hubungan

darah atau keluarga.

b) Antara keluarga dalam satu garis lurus keatas dan kebawah

dan antara keluarga dalam garis lurus kesamping,misalnya

saudara laki-laki dengan saudara perempuan baik sah maupun

tidaksah (pasal 30 KUH.Perdata)

c) Antara ipar laki-laki dengan ipar peremuan,antara paman dan

bibi dengan kemenakan (paal 31 KUH.perdata).

d) Larangan perkawinan antara mereka yang karena putusan

hakim terbukti melakukan overspel (pasal 32 KUH.Perata)

Page 51: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

38

e) Larangan kawin karena perkawinan yang dahulu atau

sebelumnya,selama belum lewat waktu satu tahun (pasal 33

KUH.Perdata).

Syarat Materil dalam poin a,b,c,d dan e disebut syarat Material

Mutlak,yaitu syarat yang apabila tidak dipenuhi maka orang tidak berwenang

melakukan perkawinan atau perkawinan tidak dapat terjadi atau batal demi

hukum.

2. Syarat Formil

Syarat Formil adalah syarat yang dihubungkan dengan cara-cara atau

formalitas–formalitas melangsungkan perkawinan, yaitu :

a. Pemberitahuan oleh kedua belah pihak kepada Kantor Catatan Sipil (pasal

50 KUH.Perdata).

b. Pengumuman kawin(huwelijks afkondiging) dikantor Catatan Sipil (pasal

28 KUH.Perdata).

c. Dalam hal kedua belah pihak calon suami istri tidak bersiam di daerah

yang sama maka pengumuman dilakukan di Kantor Catatan Sipil tempat

pihak-pihak calon suami istri tersebut masing-masing (pasal 53

KUH.Perdata).

d. Perkawinan dilangsungkan setelah sepuluh hari pengumuman kawin

tersebut (pasal 75 KUH.Perdata)

e. Jika pengumuman kawin (Huwelijks afkondiging) telah lewat satu tahun,

sedang perkawinan belum juga dilangsungkan, maka perkawinan itu

Page 52: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

39

menjadi kadaluarasa dan tidak boleh dilangsungkan kecuali setelah

diadakan pemberitahuan dan pengumuman baru (pasal 57 KUH.Perdata).

Page 53: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

40

BAB III

DISPENSASI PERKAWINAN

A. Pengertian Dispensasi Perkawinan

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dispensasi berarti pengecualian dari

peraturan umum untuk suatu keadaan khusus, pembebasan dari suatu kewajiban atau

larangan. Dalam hal dispensasi dibenarkan apa-apa yang biasanya dilarang oleh

pembuat undang-undang1. Dan menurut C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil,

dispensasi adalah suatu penetapan yang bersifat deklaratoir, yang menyatakan bahwa

suatu ketentuan undang-undang memang tidak berlaku bagi kasus sebagai di ajukan

oleh seorang pemohon2.

Yang dimaksud dengan dispensasi kawin adalah dispensasi dari Pengadilan

Agama untuk melangsungkan perkawinan bagi calon mempelai baik pria maupun

wanita yang belum mencapai umur minimal yang disyaratkan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan3.

B. Landasan Hukum Dispensasi Nikah

Adapun ketentuan landasan hukum dispensasi nikah bagi calon mempelai

yang belum mencapai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita, Undang-

Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mengatur tentang dispensai perkawinan

1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet ke-2, h. 209

2 C.S.T Kansil, dan Christine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Ilmu, (Jakarta: PT. Surya Multi

Grafika, 2001), Cet. Ke-2, h. 52

3 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia,

(Jakarta: Tatanusa, 2013), h. 181

Page 54: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

41

dalam Pasal 7; (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur

19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi

kepada Pengadilan. (3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau

kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini, berlaku

juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak

mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6)4.

Begitu pula Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang dispensasi perkawinan

dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) yaitu; Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah

tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai

umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yakni

calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-

kurangnya berumur 16 tahun.5 Kemudian ayat 2 juga menyatakan bahwa bagi calon

mempelai yang belum mencapai 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang di

atur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebelum adanya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menggariskan batas umur

perkawinan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 29 menyatakan bahwa laki-

4 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang perdata Islam dan peraturan

pelaksanaan lainnya di Negara hukum Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 331

5 Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Perdailan Agama,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 10

Page 55: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

42

laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang

belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak dapat mengadakan perkawinan.

Sedangan batas kedewasaan seseorang berdasarkan KUHPerdata pasal 330

adalah umur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah kawin. Namun,

berdasarkan Ketentuan Penutup Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 66 bahwa untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan perkawinan berdasarkan Undang-Undang ini, maka dengan berlakunya

Undang-Undang ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dinyatakan tidak berlaku.

C. Batas Usia Minimal Kawin Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Ketentuan Batas Usia Minimum untuk Menikah dalam Hukum Islam

Islam dalam hal ini al-Qur‟an dan Hadis tidak menentukan batas minimal

umur untuk kawin6. Para ulama mazhab pda umumnya dahulu membolehkan seorang

bapak sebagai „wali mujbir‟ mengawinkan anaknya lelaki/wanita yang gadis dan

masih dibawah umur tanpa harus meminta persetujuan anaknya terlebih dahulu,

dengan alasan bahwa Nabi Muhammad mengawini Aisyah r.a pada waktu usia 7 dan

mulai berumah tangga pada usia 9. Peristiwa ini yang terjadi lebih kurang 14 abad

yang lalu dan tidak ada keterangan yang otentik dari Nabi bahwa perkawinannya

dengan Aisyah itu termasuk tindakan yang khusus untuk Nabi, maka fakta/kejadian

6 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid 3: Muamalah, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1993), Cet.

Ke-2, h. 32

Page 56: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

43

tersebut lalu dijadikan dalil oleh para Ulama mazhab tentang boleh dan sahnya

perkawinan anak-anak.

Rasulullah pun menganjurkan umatnya terutama bagi para pemuda untuk

segera kawin apabila segala sesuatunya sudah memungkinkan. Dan berpuasa menjadi

solusi bagi para pemuda yang belum mampu untuk kawin. Sebagaimana dalam

sabdanya:

اهلل عنه قال : قال لنا رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم : ))يا ضىعن عبداهلل بن مسعود ر باب, من استطاع منكم الباءة ف ليت زوج, فإنه أغض للبصر, وأحصن للفرج, و من معشر الش

وم, فإنه له وجاء((ل .7يستطع ف عليه بالصArtinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah mampu mengongkosi

perkawinan di antara kalian, maka segeralah kawin! Karena dengan kawin itu akan

menjaga kehormatan dan pandangan mata. Barangsiapa yang belum mampu

(kawin), hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa dapat menekan hawa nafsu.”

Apabila kita perhatikan hadis Nabi di atas, maka kita tidak menemui

pernyataan Nabi tentang batasan umur, tetapi yang ditekankan adalah masalah ongkos

kawin (membiayai rumah tangga), dan kesiapannya termasuk fisik maupun

mentalnya8.

Nasroen Harun menyatakan dalam bukunya, bahwasanya seorang manusia

belum dikenakan taklif (pembebanan hukum) sebelum ia cakap untuk bertindak

hukum. Dan kemampuan untuk memahami taklif tersebut hanya bisa dicapai melalui

akal manusia, akan tetapi, karena akal adalah sesuatu yang abstrak dan sulit di ukur,

7 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram Jam’I Adillatil Ahkam, (Kairo: Darul Hadis,

2003), h. 168

8 Musifin, h. 29

Page 57: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

44

serta berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, maka syara‟ menentukan

patokan dasar sebagai indikasi yang konkrit (jelas) dalam menentukan seseorang

telah berakal atau belum. Indikasi itu adalah balighnya seseorang. Penentu seseorang

telah baligh itu ditandai dengan keluarnya haid pertama kali bagi wanita dan

keluarnya mani bagi pria melalui mimpi yang pertama kali9. Sesuai dengan firman

Allah dalam surat al-Nur, 59:

الله لكم وإذا ب لغ األطفال منكم اللم ف ليستأذنوا كما استأذن الذين من ق بلهم كذلك ي ب ي آياته والله عليم حكيم

Artinya: "Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka

hendaklah mereka meminta ijin, seperti orang-orang yang sebelum mereka (yang

sudah balig), meminta ijin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan

Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana."

Didalam Ushul Fiqh, seseorang dikatakan cakap bertindak hukum atau ahli

untuk menduduki/menangani suatu jabatan/posisi/urusan disebut dengan ahliyyah10

.

Ahliyyah adalah sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan

akhlaknya, maka ia di anggap telah sah melakukan suatu tindakan hukum, seperti

transaksi yang bersifat pemindahan hak milik kepada orang lain, atau transaksi yang

bersifat menerima hak dari orang lain, dan telah cakap menerima tanggung jawab,

seperti nikah, nafkah dan menjadi saksi.

Dalam kitab-kitab hukum keluarga lama, disebutkan bahwa pria dapat

melangsungkan perkawinannya kalau telah mimpi dan wanita juga telah menstruasi.

9 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1,( Jakarta: Logos, 1996), Cet Ke-1, h. 306

10

Nasrun Haroen, h. 308

Page 58: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

45

Mimpi dan menstruasi adalah tanda bahwa baik pria maupun wanita telah dewasa

atau akil baligh. Bila mimpi dan menstruasi datang tergantung pada kondisi (alam)

dan situasi di suatu tempat dan masyarakat tertentu. Pada umumnya pada usia 13 atau

14 tahun. Kini keluarga dalam masyarakat kontemporer menentukan batas umur

untuk dapat melangsungkan perkawinan, disandarkan pada kondisi Negara masing-

masing11

.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para

ahli, sebagai berikut :

Saat paling ideal dalam menikah adalah saat dimana kedewasaan biologis

telah merekah bersamaan dengan kedewasaan psikologis, dimana kedewasaan

biologis di ukur dengan „baligh‟ dan kedewasaan psikologis di ukur dengan tanggung

jawabnya, mereka yang sudah memenuhi ukuran itu, sesungguhnya sudah wajib

menikah12

.

Terdapat perbedaan besar dalam soal umur dikalangan kelompok masyarakat

yang berbeda-beda pula. Para tamatan perguruan tinggi dan orang-orang yang terjun

dalam dunia professional biasanya kawin lebih kasip dibandingkan dengan golongan

lainnya dalam masyarakat. Akan tetapi kini banyak mahasiswa perguruan tinggi

11

Moh. Daud Ali, h. 96

12

Ashad, h. 76

Page 59: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

46

kawin sebelum mereka meraih gelar sarjana13

. Tidak ada satu usia pun yang dapat

kita tetapkan sebagai patokan yang cocok bagi semua orang untuk dipertimbangkan.

Muncul tanggapan dari seorang psikolog yang cenderung mendukung

pelaksanaan perkawinan dibawah umur. Ia mengatakan bahwa faktor kesiapan mental

untuk menikah bukan ditentukan dengan usia. Lagi pula pernikahan bukan

penghambat dan penghalang untuk mencapai prestasi dalam pendidikan. Bahkan

dengan menikah di usia bawah umur akan mempercepat proses aktualisasi diri

seseorang14

.

2. Batas Usia Perkawinan Menurut Hukum Positif

Pada umumnya Negara-negara di dunia ini mempunyai Undang-undang

Perkawinan yang menetapkan batas umur minimal untuk kawin bagi warga

negaranya. Indonesia dengan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 7

(1) menetapkan bahwa : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai

umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”.

Pasal 7 (1) ini erat sekali hubungannya dengan Pasal 6 (2) yang menerangkan

bahwa : “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai usia 21

harus mendapat izin kedua orang tua”.

Dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang dispensasi

perkawinan dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2); “Untuk kemaslahatan keluarga dan

13

Penerjemah Wimanjaya K. Liotohe, R.T Sirait, Before You Marry-Question to ask and

answer, Di Ambang Pernikahan, (Jakarta: Penerbit Mitra Utama, 1993), h. 65

14

Syahrul Anam, dkk, Kado Untuk Sang Tunangan ‘Risalah Nikah Untuk Remaja’, (Bata-

bata: M2KD PP. Mambaul Ulum, 2010), h. 136

Page 60: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

47

rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah

mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun

1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri

sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.”

Sebelum pemberlakuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, KUH Perdata telah memberikan gambaran tentang batasan usia minimal

perkawinan, ditegaskan “Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap delapan

belas tahun, sepertipun seorang gadis yang belum mencapai umur genap lima belas

tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu, dalam

hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa meniadakan larangan ini

dengan memberikan dispensasi.” (pasal 29 BW)15

.

Di Indonesia praktek manipulasi umur untuk dapat menyegerakan perkawinan

dibawah umur masih banyak terjadi, baik dilakukan oleh petugas kelurahan maupun

oleh pihak keluarga pengantin16

.

Meskipun telah ditentukan batas umur minimal, undang-undang perkawinan

tetap memperbolehkan penyimpangan terhadap syarat umum tersebut, melalui pasal 7

ayat (2) yang berbunyi; “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat

15

Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional Cetakan Pertama, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,

1991), h. 7

16 Masyfuk Zuhdi, h. 31

Page 61: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

48

meminta dispensasi kepada Pengadilan dan Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua

orang tua pihak pria maupun pihak wanita.17

D. Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur

Di negara kita masih banyak terjadi perkawinan di bawah umur18

. Semua itu

terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang tua sejak kecil yang

ditanamkan kepada anak-anak mereka hingga mendekati masa dewasa.

Dari banyak kasus perkawinan dibawah umur yang terjadi umumnya disebabkan

karena:

1. Faktor Pendidikan.

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika

seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan

bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu

untuk menghidupi diri sendiri.

Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur.

Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-

hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan

jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.

Disini, terasa betul makna dari wajib belajar 9 tahun. Jika asumsi kita anak

masuk sekolah pada usia 6 tahun, maka saat wajib belajar 9 tahun terlewati, anak

17

Muh, Amin Suma, h. 524

18

Penerjemah Musifin As‟ad, Salim Basyarahil, Perkawinan dan Masalahnya, judul asli Al-

Ziwaaj wa al-Muhuur Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musnad, Najhul Shalih, Kholid bin Ali

bin Muhammad Al-Anbari, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), h. 28

Page 62: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

49

tersebut sudah berusia 15 tahun. Di harapkan dengan wajib belajar 9 tahun (atau jika

di kemudian hari bertambah menjadi 12 tahun), maka akan punya dampak yang

cukup signifikan dalam menekan laju pertumbuhan angka pernikahan dini.

2. Faktor Pemahaman Agama.

Sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin

hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang

tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak

tersebut.

3. Faktor telah melakukan hubungan biologis.

Diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan

biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan

cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini,

bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.

4. Hamil sebelum menikah

Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua

cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Walau pada dasarnya orang tua anak

gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si

gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.

Ada anak gadis pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena

terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi

kawin.

Page 63: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

50

Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis,

orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini,

jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan

sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di

hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang

dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bias

goyah,apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

Universitas Dipenegoro bekerja sama dengan Kantor Dinas Kesehatan Jawa

Tengah melaksanakan penelitian perilaku siswa SMA pada tahun 1995, hasilnya,

sekitar 60.000 siswa SMA se Jawa Tengah (dari 600.000 orang yang dilibatkan dalam

survey atau sekitar 10%-nya) pernah mempraktikkan sex intercourse pranikah.

Majalah Gatra, pada tahun 1999 melaporkan hasil surveinya bahwa 7,7% responden

menganggap „kumpul kebo‟ sebagai hal yang wajar sebelum menikah19

.

19

Nurul Huda Haem, Awas Ilegal Wedding dari penghulu liar hingga perselingkuhan,

(Jakarta: PT Mizan Publika, 2007), h. 47

Page 64: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

50

BAB IV

DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM DISPENSASI

PERKAWINAN

A. Studi Kasus Dispensasi Perkawinan Pemohon di Banjarnegara dan Pacitan

Skripsi ini membahas tentang legal standing pemohon dalam mengajukan

permohonan dispensasi perkawinan dimana penulis menganalisa terhadap putusan

hakim pada tahun 2012 dan 2013 pada kasus dispensasi perkawinan yang dalam

kesemuanya permohonan dispensasi perkawinannya di ajukan oleh pemohon (calon

pengantin sendiri) dibawah umur, berlawanan dengan ketentuan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974, dimana legalitas pemohon dispensasi perkawinan hanya

kepada orang tua/wali/ keluarga dengan arah garis lurus ke atas. Oleh karena itu

penulis akan menganalisa putusan-putusan hakim Pangadilan Agama Banjarnegara

tahun 2012 dan Pengadilan Agama Pacitan tahun 2013, di antaranya yaitu putusan

berikut :

1. Putusan Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba

2. Putusan Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Pertama, dalam Putusan Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba telah di ungkapkan

bahwasanya pemohon yang berusia 17 tahun 7 bulan, beragama Islam, yang

bertempat tinggal di Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara.

Adapun duduknya perkara didalam putusan ini, bahwa pemohon telah

meminang ke orang tua gadis tersebut pada 06 September 2012 yang lalu, dan

Page 65: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

51

pemohon ingin melangsungkan pernikahan dan numpang nikah di Kantor Urusan

Agama Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga.

Sedangkan secara hukum syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan

tersebut baik menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundang-

undangan yang berlaku telah terpenuhi1, kecuali syarat usia bagi Pemohon belum

mencapai 19 tahun, dan karenanya maka maksud tersebut ditolak oleh Kantor Urusan

Agama Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga.

Antara pemohon dan calon istrinya tersebut tidak ada larangan untuk

melakukan pernikahan2, orang tua calon istrinya setuju dan telah mengetahui tentang

usia Pemohon/calon suami sekarang ini dan menyadari serta akan ikut membimbing

rumah tangga dengan penuh pengertian.

Pemohon mengajukan sendiri permohonan dispensasi perkawinannya kepada

ketua Pengadilan Agama Banjarnegara, dikarenakan ayah kandung dan ibu kandung

pemohon sudah bercerai dan masing-masing sudah menikah lagi, pemohon dibawah

pengampuan kakeknya yang sudah lanjut usia. Harusnya, orang-orang (anak-anak)

dibawah pengampuan yang tidak mungkin bertindak sendiri, maka pengurusnya

menjadi pihak formal yang mendapat kuasa terlebih dahulu oleh yang bersangkutan

untuk dapat mengajukan gugatan ke pengadilan3. Pemohon juga telah berpenghasilan

1 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan , h. 61

2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 8

3 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqh Qadha, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. Ke-1, h. 5

Page 66: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

52

dan mandiri, bekerja sebagai buruh tetap untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah

tangga.

Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam petitumnya, pemohon memohon kepada

ketua Pengadilan Agama Banjarnegara segera memeriksa dan mengadili perkara ini,

dan setelah itu ketua Pengadilan Agama menjatuhkan yang amarnya berbunyi sebagai

berikut:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon;

2. Menetapkan, memberikan dispensasi kawin kepada Pemohon bernama CALON

MEMPELAI LAKI-LAKI untuk menikah dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN;

3. Membebankan biaya perkara ini menurut hukum;

4. Atau menjatuhkan penetapan lain yang seadil-adilnya;

Ketika hari persidangan yang ditetapkan untuk Pemohon datang sendiri

menghadap ke persidangan, majelis hakim telah berusaha menasehati Pemohon agar

mengurungkan niatnya untuk menikah dibawah umur, tetapi tidak berhasil, karena

pemohon sudah sangat berkeinginan untuk menikah dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN dan telah siap secara mental, begitupula dengan CALON

MEMPELAI PEREMPUAN yang juga berkeinginan untuk menikah dan telah siap

secara rohani maupun jasmani untuk berkeluarga.

Page 67: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

53

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya, pemohon telah mengajukan

surat-surat bukti tertulis, berupa: Foto copy Akta Kelahiran calon mempelai laki-laki,

Nomor 2331/TP/1998 tanggal 27 Agustus 1998 (bukti P-1).

Selain bukti tertulis, pemohon juga telah mengajukan dua orang saksi di

persidangan, keduanya adalah tetangga pemohon., dibawah sumpah saksi tersebut

telah menerangkan sebagai berikut:

Bahwa saksi I adalah tetangga pemohon, menjelaskan antara calon mempelai

laki-laki dengan calon mempelai perempuan tidak ada larangan menurut agama untu

melangsungkan pernikahan. Dan secara fisik dan mental keduanya sudah mampu

untuk melangsungkan pernikahan.

Bahwa saksi II adalah tetangga pemohon, menjelaskan antara calon mempelai

laki-laki dengan calon mempelai perempuan tidak ada hubungan keluarga atau

sesusuan. Antara calon mempelai laki-laki dengan calon mempelai perempuan tidak

ada larangan menurut agama untuk melangsungkan pernikahan. Secara fisik dan

mental keduanya sudah mampu untuk melangsungkan pernikahan.

Setelah para saksi dihadirkan, kemudian pemohon menyatakan telah cukup

memberikan keterangan dan alat bukti, selanjutnya pemohon berkesimpulan tetap

dengan permohonannya dan memohon Majelis Hakim segera menjatuhkan

penetapannya.

Kedua, dalam Putusan Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct telah di ungkapkan

bahwa Pemohon berusia 14 tahun, beragama Islam, bertempat tinggal di Kabupaten

Pacitan,telah mengajukn Dispensasi Kawin untuk dirinya.

Page 68: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

54

Adapun duduknya perkara didalam putusan ini, bahwa pernikahan yang

sangat mendesak dilakukan karena Pemohon dan calon suaminya telah berhubungan

erat/pacaran sejak 1 tahun yang lalu dan hubungan mereka telah demikian eratnya,

bahkan calon suami Pemohon sudah sering menginap dan sudah berhubungan

layaknya suami istri.

Secara hukum syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik

menurut ketentuan hukum Islam maupun perundang-undangan yang berlaku telah

terpenuhi kecuali syarat usia bagi Pemohon belum mencapai umur 19 tahun, dan

karenanya maka maksud tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Agama Kabupaten

Pacitan.

Antara Pemohon dengan calon suaminya tersebut tidak ada larangan untuk

melakukan pernikahan dan Pemohon berstatus perawan dan telah aqil baligh serta

siap untuk menjadi istri atau ibu rumah tangga.

Pemohon mengajukan sendiri dispensasi perkawinannya karena orang tua

kandung Pemohon yang bernama AYAH KANDUNG dan IBU KANDUNG telah

pergi tidak diketahui alamatnya dengan jelas dan pasti di wilayah manapun,

sedangkan Pemohon sejak umur 3 tahun ikut nenek Pemohon yang bernama NENEK,

dan NENEK dengan umurnya yang sudah sangat tua tidak mampu untuk datang

sendiri ke Pengadilan Agama Pacitan.

Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam petitumnya, pemohon memohon kepada

ketua Pengadilan Agama Pacitan segera memeriksa dan menagadili perkara ini, dan

Page 69: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

55

setelah itu ketua Pengadilan Agama Pacitan menjatuhkan amarnya yang berbunyi

sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon.

2. Memberikan dispensasi kepada Pemohon yang bernama : PEMOHON untuk

kawin dengan seorang laki-laki bernama CALON LAKI-LAKI.

3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Ketika pada hari persidangan yang ditetapkan, Pemohon telah datang

menghadap di persidangan, majelis Hakim telah memberikan nasihat kepada

Pemohon agar mempertimbangkan kembali permohonannya namun Pemohon tetap

pada pendiriannya. Dan antara Pemohon dengan calon suaminya tidak terdapat

hubungan nasab, semenda, maupun hubungan lain yang dapat menghalangi

pernikahan.

Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya, pemohon telah mengajukan

surat-surat bukti tertulis, berupa: Foto copy Akta Kelahiran a.n Pemohon yang

dikeluarkan oleh kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pacitan

(bukti P-1) dan Surat Penolakan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan

Nawangan, Kabupaten Pacitan, Nomor Kk.13.01.09/PW.00/77/2013 tanggal 7 Mei

2013 (P-1), Surat Asli Kependudukan

Selain bukti tertulis, pemohon juga telah mengajukan dua orang saksi di

persidangan, dibawah sumpah saksi tersebut telah menerangkan sebagai berikut:

Page 70: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

56

Bahwa saksi I berumur 60 tahun, agama Islam, petani, bertempat tinggal di

Kabupaten Pacitan. Menjelaskan saksi mengnal dengan pemohon karena sebagai

ayah calon suami pemohon, sksi mengetahui pemohon mengajukan dispensasi untuk

menikah dengan calon suaminya bernama calon laki-laki, saksi mengetahui pemohon

ingin menikah ditolak oleh pihak KUA, saksi mengetahui alasan keinginan pemohon

ditolak oleh pihak KUA, saksi mengetahui alasan KUA menolak keinginan pemohon

adalah pemohon sebagai calon istri belum cukup umur, saksi mengetahui bahwasanya

pemohon dilamar oleh calon suaminya dan lamaran tersebuttelah diterima, saksi

mengetahui pemohon telah berhubungan sedemikian erat dan sulit untuk dipisahkan

lagi, saksi mengetahui pemohon sudah sering tinggal satu rumah dirumah nenek

pemohon dan saksi mengetahui bahwa pemohon tidak dalam pinangan orang lain dan

antara pemohon dengan calon suaminya tidak ada hubungan nasab ataupun hubungan

sesusuan yang menjadi halangan untuk menikah.

Bahwa saksi II umur 26 tahun, agama Islam, Petani, bertempat tinggal di

Kabupaten Pacitan, menjelaskan saksi mengenal pemohonkarena sebagai paman

pemohon, saksi mengetahui pemohon mengajukan dispensasi perkawinan dngan

calon suaminya bernama calon laki-laki, saksi mengetahui keinginan pemohon

menikah telah ditolak oleh KUA, saksi mengetahui alasan KUA menolak keinginan

pemohon, adalah pemohon sebagai calonistri belum cukup umur, saksi mengetahui

pemohon dilamar oleh calon suaminya dan diterima, saksi mengetahui calon suami

pemohon telahsering menginap dirumah nenek pemohon, dan pemohon dengan calon

Page 71: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

57

suaminya telah melakukan hubungan layaknya suami istri dan saksi mengetahui

bahwa calon suaminya berstatus perjaka.

Setelah para saksi dihadirkan, kemudian pemohon menyatakan telah cukup

memberikan keterangan dan alat bukti, selanjutnya pemohon berkesimpulan tetap

dengan permohonannya dan memohon Majelis Hakim segera menjatuhkan

penetapannya.

B. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Dispensasi Perkawinan Pemohon

Dibawah Umur

Dalam putusan Pengadilan Agama Banjarnegara tahun 2012 dan Pengadilan

Agama Pacitan tahun 2013, tentang kasus dispensasi kawin yang permohonannya di

ajukan sendiri oleh calon pengantinnya, hakim Pengadilan Agama tersebut telah

memberikan pertimbangan hukum untuk memberikan izin menikah kepada Pemohon

yang masih dibawah usia ketentuan undang-undang nomor 1 tahun 1974. Penulis

akan menguraikan pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap permohonan

dispensasi kawin yag telah tercantum dalam putusan hakim Pengadilan Agama

Banjarnegara tahun 2012 dan Pengadilan Agama Pacitan 2013.

Pertama, Pengadilan Agama Banjarnegara yang memeriksa dan mengadili

perkara perdata tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara

permohonan dispensasi perkawinan yang diajukan oleh pemohon: yang berusia 17

tahun 7 bulan, beragama Islam, yang bertempat tinggal di Kecamatan Banjarnegara,

Kabupaten Banjarnegara. Bahwa pemohon telah mengajukan permohonannya

tertanggal 19 September 2012 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Page 72: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

58

Agama Banjarnegara dengan register Nomor: 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba, tertanggal 19

September 2012.

Dalam positanya pemohon mengajukan hal-hal sebagai berikut: bahwa

pemohon hendak menikah dengan calonistri pemohon bernama calon istri, tanggal

lahir 6 Mei 1994, agama Islam, tempat tinggal di Kabupaten Purbalingga, yang akan

dilaksanakan dan akan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan

Agama Kecamatan Banjarnegara.

Sebenarnya syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik

menurut ketentuan Hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang

berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi pemohon belum mencapai umur, dan

karenanya maka maksud tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan

Banjarnegara.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari penjelasan saksi bahwa

pernikahan tersebut sangat mendesak, sehingga dikhawatirkan akan terjadi perbuatan

yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera dinikahkan.

Begitupun dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah ikatan

pernikahan, saksi menjelaskan pula bahwa antara pemohon yang bernama calon

suami dan calon istri pemohon yang bernama calon istri berstatus perawan (tidak

terikat dalam suatu pernikahan) dan telah akil balig serta sudah siap untuk menjadi

isteri atau ibu rumah tangga begitu juga dengan kesiapan daripada pemohonan

dispensasi nikah ini, pemohon telah sanggup membayar seluruh biaya yang timbul

akibat perkara ini.

Page 73: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

59

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam petitumnya, pemohon memohon

kepada Ketua Pengadilan Agama Banjarnegara, Majlis Hakim berkenan untuk segera

memeriksa dan mengadili dalam persidangan untuk selanjutnya menjatuhkan

penetapan.

Selanjutnya Hakim Pengadilan Agama memberikan pertimbangan hukum

kepada Pemohon dispensasi kawin yang belum cukup umur. Dalam pertimbangan

putusan ini hakim mendasarkan kepada kesiapan antara kedua belah pihak untuk

melangsungkan pernikahan. Ditambah Pemohon telah meminta pendapat ke Kantor

Urusan Agama (KUA) dan pihak KUA menganjurkan untuk meminta dispensasi

nikah ke Pengadilan Agama Banjarnegara.

Dengan telah ditemukan fakta dipersidangan yang pada pokoknya sebagai

berikut:

1. Pemohon meskipun baru berumur 17 tahun 7 bulan, namun secara jasmani dan

rohani cukup dewasa untuk melangsungkan Pernikahan.

2. Kedua calon mempelai telah menyatakan saling mencintai dan siap

melangsungkan pernikahan.

3. Orang tua calon mempelai berkeinginan menikahkan calon mempelai dan siap

membimbing secara rohani dan jasmani.

4. Antara calon mempelai tidak ada halangan menurut hukum untuk

melangsungkan pernikahan.

Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka

permohonan Pemohon cukup beralasan hukum sehingga berdasarkan Pasal 7 ayat (2)

Page 74: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

60

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 majelis hakim memberikan dispensasi kepada

pemohon untuk menikah dengan kekasihnya.

Penetapan ini dijatuhkan oleh Majlis Hakim Pengadilan Agama Banjarnegara

pada hari kamis tanggal 27 September 2012 M, bertepatan dengan tanggal 11 Dzul

Qo‟dah 1433 H, oleh Drs. Khotibul Umam sebagai Ketua, didampingi oleh Drs.

Ahmadi MH dan Drs. H. Muh Amir, SH, masing-masing sebagai Anggota dibantu

Ayani, S.Ag sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri pemohon.

Kedua, Pengadilan Agama Pacitan yang memeriksa dan mengadili perkara

perdata tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara permohonan

dispensasi perkawinan yang diajukan oleh pemohon: yang berusia 14 tahun,

beragama Islam, bertempat tinggal di Kabupaten Pacitan. Bahwa pemohon telah

mengajukan permohonannya tertanggal 7 Mei 2013 yang telah didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Pacitan dengan register Nomor:

60/Pdt.P/2013/PA.Pct., tertanggal 7 Mei 2013.

Dalam positanya pemohon mengajukan hal-hal sebagai berikut: bahwa

pemohon hendak menikah dengan calon suami pemohon bernama calon suami, 23

tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kabupaten Pacitan, yang akan dilaksanakan

dan akan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama

Kabupaten Pacitan.

Sebenarnya syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik

menurut ketentuan Hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang

berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi pemohon belum mencapai umur, dan

Page 75: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

61

karenanya maka maksud tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan

Pacitan.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari penjelasan saksi bahwa

pernikahan tersebut sangat mendesak, karena calon istri dan calon suami sudah

berhubungan badan layaknya suami istri

Begitupun dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah ikatan

pernikahan, saksi menjelaskan pula bahwa antara pemohon yang bernama calon istri

dan calon suami pemohon yang bernama calon suami berstatus perjaka (tidak terikat

dalam suatu pernikahan) dan telah akil balig serta sudah siap untuk menjadi isteri atau

ibu rumah tangga begitu juga dengan kesiapan daripada pemohonan dispensasi nikah

ini, pemohon telah sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam petitumnya, pemohon memohon

kepada Ketua Pengadilan Agama Pacitan, Majlis Hakim berkenan untuk segera

memeriksa dan mengadili dalam persidangan untuk selanjutnya menjatuhkan

penetapan.

Selanjutnya Hakim Pengadilan Agama memberikan pertimbangan hukum

kepada Pemohon dispensasi kawin yang belum cukup umur. Hakim Pengadilan

Agama Pacitan memberikan pertimbangan berdasarkan kaidah Fiqhiyah yang

berbunyi:

Page 76: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

62

4ح ال ص م ال ب ل ج ن ل و أ د اس ف م ال ء ر د

Artinya : “Menolak segala yang merusak lebih di utamakan dari pada

menarik segala yang bermaslahat”.

Kaidah ini merupakn kaidah kunci karena pembentukan kaidah fikih adalah

upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya, ia mendapatkan

maslahat5. Hakim Pengadilan Agama Pacitan memberikan pertimbangan demikian

karena beralasan Pemohon yang mengajukan sendiri dispensasi perkawinannya telah

menjalin hubungan yang sangat intim dan sulit dipisahkan lagi. Sedangkan usia

Pemohon belum mencapai batas usia yang dibolehkan untuk menikah sesuai

ketentuan yang berlaku. Karenanya Pemohon mohon ditetapkan.

Oleh karenanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,

majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon terbukti beralasan sesuai

ketentuan pasal 7 ayat 2 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Pasal 15 ayat 2

Kompilasi Hukum Islam. Karenanya permohonan Pemohon patut dikabulkan.

Penetapan ini dijatuhkan oleh Majlis Hakim Pengadilan Agama Pacitan pada

hari kamis tanggal 23 Mei 2013 M, bertepatan dengan tanggal 12 Rajab 1434 H, oleh

Dra. Nur Habibah sebagai Ketua, didampingi oleh Mukhtar, S.Ag. dan Suharno,

S.Ag, masing-masing sebagai Anggota, dan pada hari itu juga di ucapkan dalam

4 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2002), Cet. Ke-1, h. 104

5 Ibid

Page 77: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

63

siding terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majlis tersebut, dibantu Moch. Muti,

SH. sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri pemohon.

C. Analisis Penulis

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam al-Qur‟an secara

konkrit tidak menjelaskan tentang usia perkawinan. Para ahli fiqh umumnya

berpendapat usia baligh adalah yang ditandai dengan kemampuan untuk menunaikan

tugas-tugas biologis seseorang, baik suami atau istri.

Pada dasarnya putusan pengadilan itu merupakan representatif dari rasa

keadilan yang didapat oleh para pihak. Oleh karena itu untuk memberikan

kemanfaatan yang sebesar-besarnya kepada para pencari keadilan, hakim dalam

memutuskan perkaranya harus benar-benar memegang teguh pada prinsip keadilan

sesuai dengan dasar dan pertimbangan hukum yang ada. Hukum adalah tidak sebatas

pada hukum positif yang dikodifikasikan saja, tetapi meliputi nilai kesadaran yang

hidup dari nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi, agama dan sopan santun, dengan dasar

itu warna dan rasa keadilan dapat terwujud6.

1. Analisa Pertimbangan Hakim dalam Dispensasi Perkawinan

Seorang yang hendak mengajukan perkara permohonan dispensasi kawin,

seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 7 ayat (2) dengan bunyi:

6 Muhlas, Yurisprudensi antara teori dan implementasinya, (Ponorogo: STAIN Po PRESS,

2010), h. 102

Page 78: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

64

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal itu dapat meminta

dispensasi kepada Pengadilan atau kepada pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua

orang tua pihak pria maupun pihak wanita”.

Sebagaimana tercantum dalam pasal tersebut, pemohon tidak dibatasi alasan

dalam hal pengajuan dispensasi pernikahan tersebut, maka pemohon mempunyai hak

dan kebebasan untuk mencantumkan alasan-alasan apapun dalam surat permohonan

dispensasi pernikahannya kepada Pengadilan Agama, karena undang-undang tidak

menjelaskan atau menentukan alasan-alasan dalam pengajuan perkara permohonan

dispensasi.

Sebelum Ketua Majelis menetapkan penetapan, Ketua Majlis mempunyai

pertimbangan. Apakah permohonan tersebut dapat dikabulkan atau tidak:

a. Pemohon

Majlis Hakim didalam persidangan akan meneliti apakah orang yang

mengajukan perkara permohonan dispensasi tersebut berhak mengajukan atau

tidak.

Pasal 7 Ayat (1,2, dan 3) yang berbunyi:

1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16

(enam belas) tahun.

2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta

dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh

kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

Page 79: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

65

Pada kedua kasus yang sedang diteliti, jelas dinyatakan bahwa pemohon

adalah calon pengantinnya sendiri (dibawah umur). Sebagaimana Undang-

undang Perkawinan mengatur hanya orang tua, wali atau keluarga dengan garis

lurus ke atas, yang berhak mengajukan dispensasi perkawinan.

b. Alasan

Majelis Hakim meneliti alasan pemohon disurat permohonannya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7, pemohon

tidak dibatasi alasan dalam hal pengajuan dispensasi pernikahan tersebut, maka

pemohon mempunyai hak dan kebebasan untuk mencantumkan alasan-alasan

apapun dalam surat permohonan dispensasi pernikahannya kepada Pengadilan

Agama, karena undang-undang tidak menjelaskan atau menentukan alasan-

alasan dalam pengajuan perkara permohonan dispensasi.

c. Adanya larangan kawin atau tidak

Sebagaimana di atur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan pada pasal 8 yang menyebutkan:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

1) berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun

keatas;

2) berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara

seorang dengan saudara neneknya;

Page 80: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

66

3) berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan

ibu/bapak tiri;

4) berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara

susuan dan bibi/paman susuan;

5) berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari

seorang;

6) mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain

yang berlaku, dilarang kawin.

KHI juga melarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan

seorang wanita yang disebabkan karena pasal 39 sampai dengan pasal 44. Adapun

bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:

LARANGAN KAWIN

Pasal 39

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang

wanita disebabkan :

1) Karena pertalian nasab :

a) dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya

atau keturunannya;

b) dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;

c) dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya

2) Karena pertalian kerabat semenda :

Page 81: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

67

a) dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas

isterinya;

b) dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;

c) dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali

putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al

dukhul;

d) dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.

3) Karena pertalian sesusuan:

a) dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus

ke atas;

b) dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus

ke bawah;

c) dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan

ke bawah;

d) dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke

atas;

e) dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.

Pasal 40

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria denagn seorang

wanita karena keadaan tertentu:

1) karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan

pria lain;

Page 82: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

68

2) seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;

3) seorang wanita yang tidak beragama islam.

Pasal 41

1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seoarang wanita yang

mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya;

a) saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya;

b) wanita dengan bibinya atau kemenakannya.

2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya

telah ditalak raj`i, tetapi masih dalam masa iddah.

Pasal 42

Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita

apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-

empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj`i

ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang

yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i.

Pasal 43

1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :

a) dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali;

b) dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili`an.

2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a. gugur, kalau bekas isteri tadi

telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da

dukhul dan telah habis masa iddahnya.

Page 83: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

69

Pasal 44

Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria

yang tidak beragama Islam.

d. Kemaslahatan dan Kemudharatan

Apabila dua insan yang saling mencintai, terlebih telah melakukan

hubungan badan layaknya suami istri, maka harus segera dinikahkan. Karena

dikhawatirkan akan terjadi perkawinan dibawah tangan, dimana perkawinannya

tidak tercatat dan akan mengakibatkan hilangnya hak-hak anak yang akan

dilahirkan nanti.

e. Fakta dan Bukti

Para pihak memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang akan

memeriksa perkara yang bersangkutan guna member kepastian hukum tentang

kebenaran suatu peristiwa atau fakta yang telah di ajukan.

Adapun bukti-bukti yang disyaratkan menurut peraturan undang-undang

adalah sebagai berikut:

1) Bukti Surat

a) Fhoto copy Surat Kelahiran atas nama pemohon yang dikeluarkan

oleh Kepala Desa/Kelurahan

b) Surat Pemberitahuan Penolakan melangsungkan pernikahan yang

dikeluarkan oleh KUA

2) Bukti Saksi

Page 84: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

70

Bukti saksi yang dihadirkan oleh hakim dalam persidangan adalah

dua orang.

2. Analisa Penetapan Hakim dalam Dispensasi Perkawinan

Tugas utama hakim salah satunya adalah melakukan rechtsvinding artinya

menyelaraskan undang-undang pada tuntutan zaman/ aanpassen van de wet de eisen

van de tijd7. Caranya dengan; melakukan penafsiran undang-undang

(wetsinterpretatie), melakukan analogi (abstraksi) dan membuat pengkhususan dari

suatu azas yang terdapat dalam undang-undang yang mempunyai arti luas

(Determinatie).

Setiap penerapan hukum atau keputusan hukum yang dibuat oleh hakim

hendaklah sejalan dengan tujuan hukum yang hendak dicapai oleh syari‟at.

Berkaitan dengan permohonan dispensasi perkawinan seperti yang telah di

uraikan dalam duduknya perkara dan dasar hukum putusan pengadilan di atas.

Putusan pertama, perkara Nomor: 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba, permohonan dikabulkan

dengan pertimbangan hakim hanya didasarkan kepada kesiapan kedua belah pihak

untuk melangsungkan pernikahan. Jika dilihat dari sudut kesediaan, memang ini

dapat dibenarkan untuk dikabulkannya permohonan tersebut.

Antara mempelai wanita dan pria tidak terjadi kehamilan diluar nikah, namun

hakim mendasarkan persetujuan hanya kepada tidak ada ketentuan mengenai larangan

perkawinan (syar‟i) yang dilanggar, mempelai pria siap menjadi kepala rumah tangga

7 Mulhas, h. 125

Page 85: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

71

karena sudah berpenghasilan tetap sebagai buruh, dan kedua orang tua dari masing-

masing mempelai telah sutuju akan rencana perkawinan tersebut.

Putusan kedua, perkara Nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct, permohonan dikabulkan

dengan pertimbangan hakim yang didasarkan pada kaidah Fiqhiyah yang berbunyi:

8ح ال ص م ال ب ل ج ن ل و أ د اس ف م ال ء ر د

Artinya: “Menolak segala yang merusak lebih di utamakan dari pada menarik

segala yang bermaslahat”.

Jika melihat dasar hukum hakim dan melihat fakta persidangan putusan

tersebut dapat dibenarkan juga. Karena hakim melihat kemaslahatan jika para pihak

dikabulkan permohonannya, yaitu untuk memberikan izin menikah supaya dalam

melakukan hubungan badan menjadi halal dengan adanya ikatan perkawinan dan para

pihak ingin menikah yang sah menurut agama dan negara dan menghindari hal-hal

yang tidak di inginkan atau dilarang oleh agama. Mengingat berdasarkan pengakuan

para saksi, para pihak sudah melakukan hubungan badan layaknya suami-istri.

Perkara dispensasi nikah sangat memerlukan ijtihad hakim dalam putusannya,

karena didalam UU tidak ada aturan yang memberikan landasan hukum kriteria apa

yang dapat dikabulkannya dispensasi nikah.

3. Legal Standing Pemohon Dispensasi Perkawinan

Penulis menemukan sedikitnya dua ketentuan yang mengatur tentang siapa

pihak yang berwenang untuk mengajukan perkara dispensasi kawin:

8 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, h. 104

Page 86: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

72

a. Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Ketentuan tersebut

termaktub dalam Pasal 7 Ayat (1,2, dan3) yang berbunyi:

1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan

belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)

tahun.

2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi

kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua

pihak pria atau pihak wanita.

3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang

tua tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undangundang ini, berlaku juga

dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak

mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).

Adapun bunyi Pasal 6 Ayat (3) dan (4) sebagaimana dimaksud Ayat (3) pasal di

atas adalah sebagai berikut:

1) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam

keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang

dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih

hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

2) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan

tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari

wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan

Page 87: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

73

darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan

dalam keadaan menyatakan kehendaknya.

Artinya, menurut undang-undang perkawinan:

Dispensasi kawin hanya dapat diajukan oleh kedua orang tua calon pengantin.

Atau, dalam kondisi tertentu, juga dapat diajukan oleh wali, dan atau keluarga yang

mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka

masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya. Namun, yang perlu

ditegaskan adalah, undang-undang tersebut tidak memberikan celah bagi calon

pengantin (dibawah umur) untuk mengajukan dispensasi kawin sendiri9.

b. Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama 2013, pada halaman 138, disebutkan:

Calon suami istri yang belum mencapaiusia 19 tahun dan 16 tahun yang ingin

melangsungkan perkawinan, orang tua yang bersangkutan harus mengajukan

permohonan dispensasi kawin kepada pengadilan agama/mahkamah syar‟iyah.

1) Permohonan dispensasi kawin di ajukan oleh calon mempelai pria yang

belum berusia 19 tahun, calon mempelai wanita yang belum berusia 16

tahun dan/orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar‟iyah dalam wilayah hukum dimana calon

mempelai dan/orang tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal.

9 Ahmad, Z. Anam, Mempertanyakan Legal Standing Calon Pengantin (Studi Perkara

Dispensasi Kawin), diakses pada tanggal 20 Desember 2014, pukul 10:45 WIB dari Badilag.net

Page 88: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

74

2) Permohonan dispensasi kawin yang di ajukan oleh calon mempelai pria

dan/atau calon mempelai wanita dapat dilakukan bersama-sama kepada

Pengadilan Agama/Mahamah Syar‟iyah dalam wilayah hukum dimana

calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal.

3) Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah dapat memberikan dispensasi

kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau

walinya.

4) Permohona dispensasi kawin bersifat voluntair produknya berbentuk

penetapan. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka

pemohon dapat mengajukan upaya kasasi.

Apabila kita perhatkan ketentuan tersebut, jelaslah bahwa: calon mempelai

pria maupun wanita (dibawah umur) dapat dibenarkan secara sendiri atau bersama

dengan orang tuanya untuk mengajukan perkara dispensasi kawin.

4. Analisa Kedudukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Peradilan Agama dalam Tata Hukum Nasional

a. Hukum yang berlaku di Peradilan Agama

Hukum yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Agama dipilah kepada

dua macam hukum, yakni hukum materiil dan hukum formil10

. Hukum materiil

adalah norma atau aturan yang menjadi pedoman bagi warga masyrakat tentang

bagaimana orang sebagai anggota masyarakat selayaknya berbuat atau tidak

berbuat didalam kehidupan masyarakat dan bagaimana akibatnya bagi anggota

10

Taufuq Hamami, h. 206

Page 89: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

75

masyarakat yang melanggarnya, sedangkan hukum formil adalah ketentua yang

mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan ke pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama, bagaimana caranya hakim-hakimnya memeriksa

dan memutus perkara yang ditanganinya, dan bagaimana pula cara

melaksanakan putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama.

Hukum materiil yang berlaku pada pengadilan di lingkungan Peradilan Agama;

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 serta Peraturan

Menteri Agama Nomor 2 tahun 1989 tentang Wali Hakim.

2) Dan lebih diperinci oleh ketentuan yang termuat dalam Buku I

Kompilasi Hukum Islam, Berdasarkan Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun1991.

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia.

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan

Anak.

6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-

Page 90: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

76

Undang Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

8) Undang-Undang Nomor 19 Tahun2008 tentang Surat Berharga

Syari‟ah dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syari‟ah.

9) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku III.

10) Kitab-kitab Fiqh Klasik.

Hukum acara (formil) yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama;

1) Het Heziene Indonesisch Reglemen yang berlaku untuk daerah

Jawa dan Madura.

2) Recht Reglemen Buitengjwesten (RBg) yang berlaku untuk daerah

luar Jawa dan Madura.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan

Ulangan Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.

4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun2004,

dan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009.

5) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi.

Page 91: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

77

6) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya

prosespenyelesaian perkara dan pengelolaannya pada Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya.

7) Keputusan Mahkamah Agung Nomor 044/KMA/SK/III/2009

tentang biaya perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia

dan empat lingkungan peradilan dibawahnya.

8) Burgerlijk Wetboek Voor Indonesia (BW).

9) Wetboek Van Koophandel (WvK).

10) Yurisprudensi.

11) Doktrin atau Ilmu Pengetahuan.

12) Surat Edaran Mahkamah Agung RI

b. Tata Hukum Nasional

Masalah hirarki peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan

MPRNo. III/MPR/2000 dirumuskan sebagai berikut11

:

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tentang

Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 1

1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan

peraturan perundang-undangan.

2) Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

11

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 1,( Yogyakarta: Kanisius, 2011), Cet-5,

h. 86

Page 92: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

78

3) Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang

Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan

sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang

Dasar 1945.

Pasal 2

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan merupakan pedoman dalam

pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata Urutan Peraturan Perundang-

undangan Republik Indonesia adalah :

1) Undang-Undang Dasar 1945;

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3) Undang-undang;

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

5) Peraturan Pemerintah;

6) Keputusan Presiden yang Bersifat Mengatur;

7) Peraturan Daerah.

Pasal 3

1) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara

Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam

penyelenggaraan negara.

Page 93: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

79

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

merupakan putusan kebijakan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai

pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang

Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3) Undang-undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden

untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya serta

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat oleh Presiden

dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai

berikut :

a) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang harus diajukan ke

Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

b) Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang dengan tidak mengadakan

perubahan.

c) Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang tersebut dengan sendirinya tidak berlaku

lagi.

5) Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan

perintah Undang-undang.

Page 94: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

80

6) Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk

menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan

administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

7) Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan

hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang

bersangkutan.

a) Peraturan daerah propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Propinsi bersama dengan Gubernur.

b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.

c) Peraturan Daerah atau yang setingkat, dibuat oleh Lembaga

Perwakilan Desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara

pembuatan Peraturan Desa atau yang setingkat diatur oleh Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Pasal 4

1) Sesuai dengan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ini, maka

setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

aturan hukum yang lebih tinggi.

2) Peraturan atau Keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa

Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan atau Komisi yang setingkat

yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan

Page 95: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

81

ketentuan yang termuat dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-

undangan ini.

Pasal 5

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menguji Undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya, dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2) Mahkamah Agung berwenang menguji Peraturan Perundang-undangan

dibawah Undang-undang terhadap Undang-Undang.

3) Pengujian dimaksud ayat (2) bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa

melalui proses peradilan kasasi.

4) Keputusan Mahkamah Agung mengenai pengujian sebagaimana

dimaksud ayat (2) dan ayat (3) bersifat mengikat.

Pasal 6

Tata cara pembuatan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan

Daerah dan pengujian Peraturan Perundang-undangan oleh Mahkamah Agung

serta pengaturan ruang lingkup Keputusan Presiden diatur lebih lanjut dengan

Undang-undang.

Pasal 7

Dengan ditetapkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ini,

maka Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-

GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan

Page 96: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

82

Peraturan Perundang Republik Indonesia dan Ketetapan MPR Nomor

IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam pasal 3

ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Nomor V/MPR/1973 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 7

1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d) Peraturan Pemerintah;

e) Peraturan Presiden;

f) Peraturan Daerah Provinsi; dan

g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis

Page 97: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

83

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa

Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,

atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau

Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat

sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dapat digambarkan bahwasanya, dalam hierarki urutan pembentukan

peraturan perundang-undangan Buku II tidak dikenal sebagai sumber hukum

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang

pembentukan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 di atas terlihat adanya dominasi

undang-undang dalam tataran utama sebagai sumber hukum, harus ada pemilihan

antara sumber hukum dalam ranah tata hukum nasional dengan sumber hukum dalam

kajian ilmu hukum.

Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan: bahwa selain tujuh aturan

perundangan yang termaktub di atas, juga terdapat beberapa aturan lain yang berlaku

Page 98: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

84

dan mengikat. Salah satunya adalah peraturan yang dikeluarkan Mahkamah Agung.

Wujudnya adalah Keputusan KMA. Dapat di artikan, Buku II merupakan salah satu

jenis aturan perundangan yang diakui dan berlaku.

Buku II mulai diberlakukan melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung

nomor: KMA/032/SK/IV/2006. Selanjutnya disempurnakan lagi dengan Keputusan

KMA nomor: 012/KMA/SK/II/2007. Yang menetapkan:

1. Memberlakukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi

Pengadilan.

2. Memerintahkan kepada semua pejabat structural dan fungsional beserta

aparat peradilan untuk melaksanakan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Pengadilan sebagaimana tersebut dalam Buku II secara

seragam, disiplin, tertib dan bertanggung-jawab.

3. Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, semua pejabat structural dan

fungsional ditugaskan untuk mengawal pelaksanaan Buku II tersebut serta

melaporkan secara periodic kepada Ketua Mahkamah Agung.

4. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam butir kedua tersebut di atas

berlaku sejak tanggal Keputusan ini ditetapkan.

Jika rumusan pasal 8 tersebut kita kaji berdasarkan fungsi dan kewenangan

dari lembaga Negara atau pejabat yang dirumuskan didalamnya, bahwa tidak semua

lembaga Negara dan pejabat tersebut mempunyai kewenangan untuk membentuk

peraturan yang bersifat umum, dan berlaku ke luar sebagai Peraturan Perundang-

undangan.

Page 99: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

85

Mahkamah Agung dalam kewenangannya, pasal 24A Ayat (1) dirumuskan

bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,

dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Berdasarkan fungsi dan wewenang tersebut, maka keputusan yang dibentuk

oleh Mahkamah Agung adalah keputusan dibidang peradilan, sehingga keputusan

tersebut bersifat suatu penetapan yang individual, konkret, dan sekali-selesai (final).

Dengan demikian Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan dalam bidang

pembentukan peraturan perundang-undangan atau peraturan yang mengikat umum,

namun demikian Mahkamah Agung tetap berwenang membentuk peraturan yang

mengikat kedalam (interne regeling)12

.

c. Kekuatan Hukum Produk-produk Mahkamah Agung

Kekuasaan Kehakiman dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang baru,

disebutkan dalam Pasal 11 ayat 4 ditegaskan bahwa Mahkamah Agung RI berhak

melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan yang berada dibawahnya

berdasar ketentuan undang-undang13

.

12

Maria F, h. 104

13

Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Pustaka Kartini,

1997), h. 94

Page 100: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

86

Telah diletakkan kebijakan bahwasanya segala urusan mengenai peradilan

baik yang menyangkut teknik yudisial maupun urusan organisasi, administrasi dan

finansial berada dibawah satu atap dibawah kekuasaan Mahkamah Agung14

.

Kedudukan MA sebelum amandemen adalah pemegang dan pelaksana

tunggal kekuasaaan yudisial Pasal 24 (1). Namun, stelah amandemen: Pemegang dan

pelaksana kekuasaan yudisial dilakukan bersama dengan Mahkamah Konstitusi Pasal

24 (2). Mahkamah Agung juga melakukan pengelolaan lembaga-lembaga peradilan:

umum, agama, militer dan Tata Usaha Negara Pasal 24 (2). Pengadilan pada tingkat

kasasi dan berhak melakukan Judicial review atas peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang terhadap UU15

. Kedudukan wewenang dan fungsi.

Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial Peradilan

Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan ketentuan yang digariskan

Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama16

. Secara garis besar makna

pembinaan teknis peradilan meliputi masalah-masalah yang berhubungan dengan

pelaksanaan jalannya peradilan yang meliputi penerimaan perkara, pemeriksaan,

putusan dan pelaksanaan putusan. Pokoknya segala persoalan yang meliputi fungsi

dan kewenangan mengadili perkara adalah masalah yang berkenaan dengan teknis

peradilan. Hal-hal inilah yang termasuk pembinaan Mahkamah Agung, demi

14

Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006),

h. 199.

15

Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), h. 163

16

Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet-4, h. 3

Page 101: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

87

terwujudnya pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang sesungguhnya, agar penegakan

hukum dan keadilan dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat.

Pada umunya pembinaan teknis peradilan dilakukan Mahmakah Agung dalam

berbagai bentuk dan cara, yang paling umum melalui Surat Edaran atau Peraturan

Mahkamah Agung, dan lainnya berupa penyebaran himpunan yurisprudensi,

penataran, lokakarya dan rapat kerja teknis antar semua lingkungan peradilan yang

dilakukan sekali setahun.

Dalam rangka pengawasan dan pembinaan itulah Mahkamah Agung RI

berwenang memberikan petunjuk apabila di anggap perlu agar suatu masalah hukum

tidak menyimpang dari aturan yang telah ditentukan. Jadi, bukan mencampuri

kemandirian hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang di ajukan kepadanya17

.

Untuk melihat produk-produk hukum Mahkamah Agung, kita harus melihat

bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur dan memberi kewenangan

kepada MA. Pasal 24 A UUD 1945 mengatur Mahkamah Agung berwenang

mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang

diberikan undang-undang.

17

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam,

Hukum Barat dan Hukum Adat) dalam rentang sejarah bersama pasang surut lembaga Peradilan

Agama hingga lahirnya Peradilan Syariat di Aceh,( Jakarta: Kencana, 2010), Cet-2, h. 164

Page 102: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

88

Mari kita lihat Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung, UU No. 3

Tahun 2009. Ada beberapa kewenangan dan tugas yang diberikan Undang-Undang

kepada MA, antara lain18

:

1) Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden

dalam permohonan grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 ayat 1 UUD joPasal 35

UUMA).

2) Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam

bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga tinggi negara

yang lain (Pasal 37 UUMA).

3) MA berwenang memberikan petunjuk di semua lingkungan peradilan

dalam rangka pelaksanaan ketentuan UU Kekuasaan Kehakiman (Pasal

38 UUMA).

4) MA berwenang memberikan petunjuk, teguran, atau peringatan yang

dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan.

Dalam literatur kewenangan dan tugas demikian disebut sebagai fungsi

pengaturan Mahkamah Agung. Ini juga sejalan dengan rumusan Pasal 79 UU

Mahkamah Agung, yang mengatur “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut

hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat

hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini”.

18

Hukum Online, di akses pada tanggal 12/23/2014, dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-produk-hukum-ma-

(perma,-sema,-fatwa,-sk-kma)

Page 103: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

89

Dalam konteks itulah kita seyogianya membaca produk hukum Mahkamah

Agung, sebagai berikut19

:

1) PERMA

Peraturan Mahkamah Agung atau PERMA pada dasarnya adalah

bentuk peraturan yang berisi ketentuan bersifat hukum acara.

2) SEMA

Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA bentuk edaran

pimpinan MA ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam

penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administrasi. Surat Edaran

Mahkamah Agung RI tidak mengikat hakim sebagaimana Undang-

Undang. Menurut Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh Basiq Djalil

dalam bukunya Peradilan Agama di Indonesia, Surat Edaran dan Instruksi

Mahkamah Agung RI I tu bukanlah hukum, tetapi sumber hukum, bukan

dalam arti tempat ditemukan hukum melainkan tempat hakim dapat

mengadili hukum.

3) Fatwa

Fatwa Mahkamah Agung berisi pendapat hukum MA yang

diberikan atas permintaan lembaga negara.

4) SK KMA

Surat Keputusan Ketua MA atau SK KMA adalah surat keputusan

(beschikking) yang dikeluarkan Ketua MA mengenai satu hal tertentu.

19

Ibid.

Page 104: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

90

Selanjutnya, Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 menegaskan peraturan perundang-undangan tersebut diakui keberadaannya

dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu perjenjangan

setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis peraturan lain yang

diterbitkan Mahkamah Agung harus tunduk pada prinsip hierarki.

Peraturan Mahkamah Agung sebagai peraturan yang bersifat khusus sehingga

tunduk pada prinsip lex specialis derogat legi generalis.

Itu artinya, pada semestinya hakim tidak mengabulkan permohonan

dispensasi perkawinan yang di ajukan oleh pemohon calon pengantin sendiri dibawah

umur. Peraturan berdasarkan hierarki (lex generalis/Undang-Undang dan Instruksi

Presiden/ Pasal 7 UU. No 12 Tahun 2011) jelas menyatakan:

Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

dan Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam pihak orang tua dari calon mempelai baik

pihak laki-laki maupun perempuan dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin

kepada pengadilan atau pejabat lain yang ia tunjuk. Namun, jika kedua orang tua

telah meninggal atau tidak dapat menyatakan kehendak, Pasal 6 Ayat (4) dan Pasal 7

Ayat (3) memberikan kelonggaran. Menurut pasal itu, perkara dispensasi kawin juga

Page 105: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

91

dapat diajukan oleh wali yang memelihara, atau keluarga yang mempunyai hubungan

darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Lex

Specialis/Peraturan Mahmakah Agung/ Pasal 8 UU. No. 12 Tahun 2011) . Pada

halaman 138 dijelaskan, bahwa selain orang tua, calon pengantin pun juga

diperkenankan untuk mengajukan dispensasi kawinnya sendiri.

Oleh karena tugas utama hakim salah satunya adalah melakukan rechtsvinding

(melakukan penafsiran undang-undang (wetsinterpretatie), melakukan analogi

(abstraksi) dan membuat pengkhususan dari suatu azas yang terdapat dalam undang-

undang yang mempunyai arti luas (determinatie)) artinya menyelaraskan undang-

undang pada tuntutan zaman/ aanpassen van de wet de eisen van de tijd20

. Ukuran

yang dipakai undang-undang adalah jangan sampai produk hukum itu „mengurangi

kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara‟.

20

Mulhas, h. 125

Page 106: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan yang bersumber pada teori

ataupun yang bersumber dari data-data yang penulis kumpulkan, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam al-Qur’an tidak menentukan secara tegas mengenai batas usia minimal

perkawinan. Indikator utamanya adalah masa baligh yang ditandai dengan

kemampuan untuk menunaikan tugas-tugas biologis. Adapun dalam Undang-

Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 7 ayat (2) yang berbunyi:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta

dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua

orang tua pihak pria maupun pihak wanita”, yang selanjutnya disebut dengan

dispensasi perkawinan.

2. Pada semestinya hakim tidak mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan

yang di ajukan oleh pemohon calon pengantin sendiri dibawah umur. Peraturan

berdasarkan hierarki (lex generalis/ Undang-Undang dan Instruksi Presiden/

Pasal 7 UU. No 12 Tahun 2011) jelas menyatakan: Pasal 7 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 15 Kompilasi

Hukum Islam pihak orang tua dari calon mempelai baik pihak laki-laki maupun

perempuan dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada pengadilan

atau pejabat lain yang ia tunjuk. Namun, jika kedua orang tua telah meninggal

Page 107: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

93

atau tidak dapat menyatakan kehendak, Pasal 6 Ayat (4) dan Pasal 7 Ayat (3)

memberikan kelonggaran. Menurut pasal itu, perkara dispensasi kawin juga

dapat diajukan oleh wali yang memelihara, atau keluarga yang mempunyai

hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas. Sedangkan Buku II

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Lex

Specialis/Peraturan Mahkamah Agung/ Pasal 8 UU. No. 12 Tahun 2011) . Pada

halaman 138 dijelaskan, bahwa selain orang tua, calon pengantin pun juga

diperkenankan untuk mengajukan dispensasi kawinnya sendiri.

3. Dengan memberikan penekanan, bahwa dalam praktik dilapangan, hakim

mempunyai kewenangan dengan memandang kepada kemaslahatan. Ketentuan

penetapan kewenangan pemohon dispensasi perkawinan dalam Undang-

Undang Perkawinan bersifat kaku. Artinya, tidak memberikan peluang bagi

calon pengantin untuk melakukannya sendiri. Namun kemungkinan terjadinya

penyimpangan, Buku II memberikan jalan keluar berupa dispensasi bagi calon

pengantin untuk mengajukan sendiri dispensasi perkawinannya kepada

pengadilan.

B. Saran-Saran

Saran-saran yang penulis coba paparkan dari kesimpulan atau bab-bab yang

penulis uraikan, dengan meningkatnya degradasi moral yang menyuburkan angka-

angka perkawinan dibawah umur, sudah semestinya kita turun tangan membantu

menahan laju peningkatan nikah dibawah umur. Beberapa saran atau alternatif, yakni:

Page 108: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

94

1. Perlunya peningkatan sosialisasi aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan

perkawinan disemua kalangan masyarakat, sampai pada tingkat pedesaan.

2. Perlunya komunikasi terbuka antara masyarakat dengan KUA dan Pengadilan

Agama, mengenai peringatan dari lembaga perkawinan jika terjadi suatu

penyimpangan, agar tercapai ketertiban hukum.

3. Urgensi pencantuman alasan-alasan pengajuan dispenasasi perkawinan,

terutama dalam pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan, yang secara tidak langsung

mengizinkan perkawinan dibawah umur.

4. Penyuluhan hukum bagi orang tua dan masyarakat setempat, agar menjaga dan

memberi perhatian yang lebih terhadap anak mereka, terutama dalam pergaulan

nya baik dilingkungan rumah ataupun sekolah.

5. Pemanfaatan lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai penyambung dari

institusi terkait, untuk sebuah pembangunan pengembangan kesadaran hukum

untuk menikah di usia matang. Demi mencapai tujuan dari pada pernikahan

yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Page 109: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

95

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqolani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram Jam’I Adillatil Ahkam. Kairo: Darul

Hadis, 2003.

Abbas, Ahmad Susirman. Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar

Mazhab. PT. Prima Heza Lestari, 2006.

AF, Hasanudin. Perkawinan Dalam Perspektif Al-Qur’an: Nikah, Talak, Cerai,

Ruju. Jakarta: Nusantara Damai Press.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan).

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Mahkamah Agung, Buku II tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, 2013.

Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika, Cet-4, 2009.

Amin, M. Rusli. Kunci Sukses Membangun Keluarga Idaman, Jakarta,: Al-Mawardi

Prima, Cet. Kedua, 2003.

Amirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian,. Jakarta : PT. RajaGrafindo

Persada, 1995.

Asikin, Zainal. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Pres, 2012.

Asrorun Niam Soleh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. Jakarta:

elSAS, 2008.

C.S.T Kansil, dan Christine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Ilmu. Jakarta: PT.

Surya Multi Grafika, Cet. Ke-2, 2001.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998, Cet ke-2.

Djalil, BasiqPeradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum

Islam, Hukum Barat dan Hukum Adat) dalam rentang sejarah bersama

pasang surut lembaga Peradilan Agama hingga lahirnya Peradilan Syariat di

Aceh. Jakarta: Kencana, 2010, Cet-2.

Farihah, Ipah. Buku Panduan Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta:

UIN Jakarta Press, 2006.

Page 110: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

96

Haem, Nurul Huda. Awas Ilegal Wedding Dari Penghulu Liar Hingga

Perselingkuhan. Jakarta: PT Mizan Publika,2007.

Hamami, Taufiq. Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2013.

Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Pustaka

Kartini, 1997.

Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos, 1996, Cet-1.

Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: SIRAJA,

2003.

Hassan, A. Tarjamah Bulughul-Maram Ibnu Hajar Al-‘Asqolani. Bandung:

Diponegoro, 2006.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada)

2006.

Ibrahim, Johnny. Metedologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.

Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.

Indrati S, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan 1. Yogyakarta: Kanisius, 2011,

Cet-5.

Jaya, Ashad Kusuma. Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama pesan-pesan

Rasulullah saw menuju pernikahan barokah. Yogyakarta: Kreasi Wacana,

2001.

Jogiyanto, Metode penelitian system informasi, Yogyakarta: ANDI.

Latif, Sutan Marajo Nasaruddin . Problematika Seputar keluarga dan Rumah

Tangga, Bandung: Pustaka Hiddayah, 2001.

Manan,Abdul dan M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Perdailan

Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2011.

Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2002, Cet. Ke-1.

Page 111: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

97

Muhlas, Yurisprudensi antara teori dan implementasinya. Ponorogo: STAIN Po

PRESS, 2010.

Nasaruddin Latif, Sutan Marajo. Problematika Seputar keluarga dan Rumah Tangga,

Bandung, Pustaka Hiddayah, 2001.

Ndraha, Talizuduhu. Disain Riset Dan Teknik Penyusunan Karya Tulis Ilmiah,

Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia

(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.1/1974 sampai

KHI. Jakarta: Kencana, 2004.

Penerjemah Wimanjaya K. Liotohe, R.T Sirait, Before You Marry-Question to ask

and answer, Di Ambang Pernikahan. Jakarta: Penerbit Mitra Utama, 1993.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Vorkik Van

Hoeve, 1959.

Sopyan, Yayan. Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Subekti, R dan Tjitrosoedibio, R. Kamus Hukum, Jakarta, PT. Pradnya Paramitha,

1996.

Subekti, R dan Tjitrosoedibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Jakarta:

PT Pradnya Pramita, 2002, Cet. Ke-32.

Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional Cetakan Pertama, Jakarta: PT.Rineka.

Suma, Muhammad Amin. Himpunan Undang-Undang Perdata Islam Dan Peraturan

Pelaksanaan Lainnya Di Negara Hukum Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2004.

Syahrul Anam, dkk, Kado Untuk Sang Tunangan ‘Risalah Nikah Untuk Remaja’,.

Bata-bata: M2KD PP. Mambaul Ulum, 2010.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musnad, Najhul Shalih, Kholid bin Ali bin

Muhammad Al-Anbari. Al-Ziwaaj wa al-Muhuur. Penerjemah Musifin As’ad

dan Salim Basyarahil, Perkawinan dan Masalahnya. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 1993.

Page 112: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

98

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2007.

Thalib, Sajuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia UI-Press, 1986, Cet-5.

Yanggo, Huzaemah T (ed.). Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi,

Jakarta: IIQ Press, Cet. Ke-2, 2011.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008.

Zuhdi, Masjfuk . Studi Islam jilid 3: Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada,1993,

Cet. Kedua.

Sumber dari Data:

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974

Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan

TAP MPR NO. III Tahun 2010 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Page 113: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

99

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang

Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 012/KMA/SK/II/2007 tentang

Pembentukan Tim Penyempurnaan Buku I, Buku II, Buku III dan Buku IV Tentang

Pengawasan (Buku IV)

Buku II Pedoman Pelaksaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama 2013

Putusan PA Pacitan Nomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Putusan PA Banjarnegara Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba

Sumber dari Internet:

Lathif, Ah. Azharuddin. Pelaksanaan Undang Undang Perkawinan:Studi Tentang

Perkawinan di akses pada 16 Oktober 2014, dari

http://www.academia.edu/6497233/PELAKSANAAN_UNDANG_UNDANG

_PERKAWINAN_Studi_Tentang_Perkawinan_Di_bawah_Umur_dan_Perka

winan_Tidak_Tercatat_di_Malang_Jawa_Timur.

Tafsir al-Qur’an al-Karim, di akses pada 16 Oktober 2014 dari

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-nur-ayat-32-40.html

Tribun News, Permohonan dispensasi kawin dibawah umur kian meningkat di

Jogjakarta. Di akses pada 16 Oktober 2014, dari

http://www.tribunnews.com/regional/2013/04/08/permohonan-dispensasi-

kawin-di-bawah-umur-kian-meningkat-di-yogya.

Ahmad, Z. Anam, Mempertanyakan Legal Standing Calon Pengantin (Studi Perkara

Dispensasi Kawin), diakses pada tanggal 20 Desember 2014, pukul 10:45

WIB dari Badilag.net

Hukum Online, di akses pada tanggal 12/23/2014, dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-

produk-hukum-ma-(perma,-sema,-fatwa,-sk-kma).

Page 114: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 115: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 116: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 117: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN
Page 118: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P E N E T A P A N

Nomor : 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Banjarnegara yang mengadili perkara-perkara tertentu pada

tingkat pertama dalam persidangan Majelis, menjatuhkan Penetapan sebagai berikut

dalam perkara Permohonan Dispensasi Nikah yang diajukan oleh;

PEMOHON, Umur 17 tahun 7 bulan (11 Pebruari 1995), Agama Islam, Pekerjaan Buruh,

Tempat tinggal di Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten

Banjarnegara, selanjutnya disebut “PEMOHON”;

Pengadilan Agama tersebut;

Telah mempelajari berkas perkara;

Telah mendengar keterangan Pemohon dan keterangan lainnya;

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan Permohonannya tertanggal 19

September 2012 yang telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Banjarnegara

dengan register Nomor: 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba. dimuka persidangan mengemukakan hal-

hal sebagai berikut;

Pemohon mengajukan permohonan dispensasi kawin untuk menikah dengan alasan/dalil -

dalil sebagai berikut :

1. Bahwa Pemohon adalah anak dari pasangan suami isteri AYAH KANDUNG

DAN IBU KANDUNG yang sekarang sudah bercerai dan masing-masing sudah

Hal. 1 dari 8 Hal. Pen. No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 119: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

menikah lagi. Sesuai dengan Akta Kelahiran Nomor : 2331/TP/1998 yang

dikeluarkan tanggal 27 Agustus 1998 yang menerangkan bahwa :

Nama : CALON MEMPELAI LAKI-LAKI

Tanggal lahir : 11 Pebruari 1995

Anak dari Suami :

Dan istri :

2. Bahwa Pemohon telah menjalin cinta dengan gadis :

Nama : CALON MEMPELAI PEREMPUAN

Tanggal lahir : 06 Mei 1994

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Tempat tinggal di : Kabupaten Purbalingga,

3. Bahwa Pemohon telah meminang ke orang tua gadis tersebut pada 06 September 2012

yang lalu, dan pinangannya diterima oleh orangtua maupun anak gadis tersebut ;

4. Bahwa Pemohon ingin melangsungkan pernikahan dan numpang nikah di Kantor

Urusan Agama Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Pemohon telah

mendaftar/meminta rekomendasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarnegara,

namun Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara

menolak untuk memberikan rekomendasi pelaksanaan pernikahan karena Pemohon

belum cukup umur menurut Undang-Undang kecuali Pemohon telah memperoleh

Dispensasi Nikah dari Pengadilan Agama ;

5. Bahwa antara Pemohon dengan calon isteri tidak ada larangan syar'i untuk nikah dan

Pemohon sudah siap untuk menjadi Kepala Rumah tangga dan siap bertanggungjawab

sebagai seorang suami meskipun baru berusia 17 tahun 7 bulan.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 120: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

6. Bahwa Pemohon telah mandiri dan berpenghasilan tetap sebagai buruh yang cukup

untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga sesudah menikah nanti ;

7. Bahwa calon isteri dan orangtuanya telah mengetahui tentang usia Pemohon/calon

suami sekarang ini dan menyadari serta akan ikut membimbing berumah tangga

denga penuh pengertian ;

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan

Agama Banjarnegara segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya

menjatuhkan penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Menetapkan, memberikan dispensasi kawin kepada Pemohon bernama CALON

MEMPELAI LAKI-LAKI untuk menikah dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN;

3. Membebankan biaya perkara ini menurut hukum;

4. Atau menjatuhkan penetapan lain yang seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang ditetapkan Pemohon datang

sendiri menghadap ke persidangan lalu diupayakan perdamaian, namun tidak berhasil;

Menimbang, bahwa kemudian dibacakan surat Permohonan Pemohon yang isi

serta maksudnya tetap dipertahankan oleh pemohon;

Menimbang, bahwa pemohon menyatakan sudah sangat berkeinginan untuk

menikah dengan CALON MEMPELAI PEREMPUAN dan telah siap secara mental;

Menimbang, bahwa telah didengar keterangan calon mempelai wanita bernama

CALON MEMPELAI PEREMPUAN yang menyatakan bahwa yang bersangkutan

berkeinginan untuk menikah dan telah siap secara rokhani maupun jasmani untuk

berkeluarga serta tidak ada hubungan mahrom dengan CALON MEMPELAI LAKI-LAKI

serta tidak ada larangan nikah;

Hal. 3 dari 8 Hal. Pen. No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 121: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa telah didengar pula keterangan Kakek pemohon bernama

KAKEK PEMOHON dan orang tua calon mempelai wanita bernama AYAH KANDUNG

CALON MEMPELAI PEREMPUAN yang menyatakan pihaknya merestui pernikahan

antara keduanya dan siap membimbing;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan alasan permohonannya, Pemohon telah

mengajukan alat-alat bukti tertulis berupa

1. Foto copy Akta Kelahiran calon mempelai laki-laki, Nomor; 2331/TP/1998

tanggal 27 Agustus 1998 (bukti P-1);

2. Surat Penolakan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Banjarnegara

Nomor; KK.11.04.20/PW.01/584/2012 tanggal 17 September 2012 (bukti

P-2);

Menimbang, bahwa selain bukti-bukti tertulis Pemohon juga mengajukan saksi-

saksi yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah sebagai berikut;

SAKSI I

• Kenal dengan Pemohon sebagai tetangga;

• Antara CALON MEMPELAI LAKI-LAKI dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN tidak ada hubungan keluarga ataupun sesusuan;

• Antara CALON MEMPELAI LAKI-LAKI dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN tidak ada larangan menurut agama untuk melangsungkan

pernikahan;

• Secara Fisik dan mental keduanya sudah mampu untuk melangsungkan

pernikahan;

SAKSI II

• Kenal dengan Pemohon sebagai tetangga;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 122: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Antara CALON MEMPELAI LAKI-LAKI dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN tidak ada hubungan keluarga ataupun sesusuan;

• Antara CALON MEMPELAI LAKI-LAKI dengan CALON MEMPELAI

PEREMPUAN tidak ada larangan menurut agama untuk melangsungkan

pernikahan;

• Secara Fisik dan mental keduanya sudah mampu untuk melangsungkan

pernikahan;

Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon tidak lagi mengajukan suatu apapun,

dan mohon agar Pengadilan menjatuhkan Penetapan;

Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian Penetapan ini, maka ditunjuk

hal ihwal sebagaimana tercantum dalam berita acara persidangan perkara ini;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon adalah seperti

tersebut diatas;

Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan namun tidak berhasil

dan Pemohon tetap pada Permohonannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti P-1 maka harus dinyatakan Pemohon

adalah calon mempelai laki-laki;

Menimbang, bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Dispensasi Nikah dengan

alasan sebagaimana tersebut diatas yang pada pokoknya memohon dispensasi untuk

menikah karena belum cukup umur;

Menimbang, bahwa atas kehendak tersebut telah didengar keterangan kedua calon

mempelai dan kedua orang tua/wali calon mempelai;

Hal. 5 dari 8 Hal. Pen. No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 123: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa atas uraian tersebut diatas telah ditemukan fakta dipersidangan

yang pada pokoknya sebagai berikut;

• Pemohon meskipun baru berumur 17 tahun 7 bulan, namun secara jasmani dan

rokhani cukup dewasa untuk melangsungkan Pernikahan;

• Kedua calon mempelai telah menyatakan saling mencintai dan siap

melangsungkan pernikahan;

• Kedua orang tua calon mempelai berkeinginan menikahkan calon mempelai dan

siap membimbing secara rokhani dan jasmani;

• Antara calon mempelai tidak ada halangan menurut hukum untuk melangsungkan

pernikahan;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut Majelis menilai Pemohon telah

patut dan siap secara jasmani serta rokhani untuk melangsungkan pernikahan;

Menimbang, bahwa berdasarkan segenap pertimbangan tersebut Permohonan

Pemohon patut untuk dikabulkan dengan menerapkan pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974;

Menimbang, bahwa sesuai ketentuan pasal 89 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989

sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 3 Tahun 20089 dan UU Nomor 50 Tahun

2009, biaya perkara dibebankan kepada Pemohon;

Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar’i

yang berkaitan dengan perkara ini;

M E N G A D I L I

Menetapkan:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 124: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

2. Memberikan Dispensasi kepada Pemohon untuk menikah dengan calon isterinya

yang bernama CALON MEMPELAI PEREMPUAN;

3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah);

Demikian Penetapan ini diambil dalam Musyawarah Majelis Hakim dan Penetapan

tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, pada hari Kamis tanggal 27

September 2012 M. bertepatan dengan tanggal 11 Dzul Qo’dah 1433 H. Oleh Drs.

KHOTIBUL UMAM sebagai Ketua, didampingi oleh Drs. AHMADI, MH. dan

Hal. 7 dari 8 Hal. Pen. No. 0129/Pdt.P/2012/PA.Ba.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 125: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Drs. H. MUH. AMIR, SH. masing-masing sebagai Anggota, dibantu AYANI, S.Ag,

sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri Pemohon;

Ketua

Drs. KHOTIBUL UMAM

Anggota I Anggota II

Drs. AHMADI, MH. Drs. H. MUH. AMIR, SH

Panitera Pengganti

AYANI, S.A.g

Perincian Biaya Perkara:

1. Pendaftaran : Rp. 30.000,-

2. Biaya Proses/APP : Rp. 50.000,-

2. Panggilan : Rp. 50.000,-

3. Redaksi : Rp. 5.000,-

5. Materai : Rp. 6.000,- +

Jumlah : Rp. 141.000,-

(seratus empat puluh satu ribu rupiah)

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 126: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P E N E T A P A NNomor : 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIMDEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Pacitan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara Dispensasi Kawin yang

diajukan oleh:

PEMOHON, umur 14 tahun, agama Islam, pekerjaan Tidak bekerja , tempat

tinggal di Kabupaten Pacitan, selanjutnya disebut "Pemohon";

Pengadilan Agama tersebut;

Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;

Telah mendengar keterangan Pemohon, anak Pemohon, Calon Suami anak

Pemohon, orang tua Calon Suami serta memeriksa buktibukti surat di persidangan;

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 07 Mei 2013 yang telah

terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Pacitan Nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

mengemukakan halhal sebagai berikut :

1. Bahwa Pemohon adalah anak kandung dari pasangan suami isteri SUCI dan LAS;

2. Bahwa SUCI dan LAS yang merupakan orang tua kandung Pemohon telah pergi tidak

diketahui alamatnya dengan jelas dan pasti di wilayah manapun;

3. Bahwa Pemohon sejak umur 3 tahun ikut nenek Pemohon yang bernama NENEK

tetapi NENEK karena umurnya yang sudah sangat tua tidak mampu untuk datang

sendiri ke Pengadilan Agama Pacitan;

4. Bahwa Pemohon hendak menikah dengan calon suaminya bernama :

Nama : CALON LAKI-LAKI

Umur : 23 tahun, agama Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tani

Tempat Kediaman di : Kabupaten Pacitan

Penetapan DISKA, nomor: 60/Pdt.P/2013/PA. Pct

Halaman 1 dari 10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 127: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id yang akan dilaksanakan dan dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor

Urusan Agama Kabupaten Pacitan;

5. Bahwa syaratsyarat melaksanakan pernikahan tersebut baik menurut ketentuan Hukum

Islam maupun peraturan perundangundangan yang berlaku telah terpenuhi kecuali

syarat usia anak bagi keponakan Pemohon belum mencapai umur 16 tahun, oleh karena

itu telah ditolak oleh Kantor Urusan Agama Kabupaten Pacitan;

6. Bahwa pernikahan tersebut sangat mendesak untuk dilangsungkan karena Pemohon

dengan calon suaminya telah berhubungan erat/pacaran sejak 1 tahun yang lalu dan

hubungan mereka telah sedemikian eratnya, bahkan calon suami Pemohon sudah

sering menginap dan sudah berhubungan layaknya suami istri;

7. Bahwa antara Pemohon dan calon suaminya tersebut tidak ada larangan untuk

melakukan pernikahan;

8. Bahwa Pemohon bestatus perawan dan telah akil baliq serta sudah siap untuk menjadi

isteri atau ibu rumah tangga;

9. Bahwa Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbuk akibat perkara ini;

Berdasarkan halhal tersebut di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan

Agama Pacitan segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan

penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

PRIMER :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;

2. Memberikan dispensasi kepada Pemohon yang bernama : PEMOHON untuk kawin

dengan seorang lakilaki bernama : CALON LAKI-LAKI ;

3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sesuai dengan

peraturan yang berlaku ;

SUBSIDER :

Bilamana Pengadilan Agama berpendapat lain. Mohon perkara ini diputus menurut

hukum dengan seadil adilnya;

Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Pemohon telah datang menghadap

di persidangan;

Bahwa Majelis Hakim telah memberikan nasihat agar Pemohon

mempertimbangkan kembali permohonannya namun Pemohon tetap pada pendiriannya.

Selanjutnya dibacakan permohonan Pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 128: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idPemohon dengan beberapa penjelasan yang selengkapnya telah termuat dalam berita acara

perkara ini;

Bahwa Majelis Hakim telah mendengar keterangan Calon Suami Pemohon yang

bernama CALON LAKI-LAKI, umur 23 tahun yang menerangkan pada pokoknya sebagai

berikut:

Bahwa calon mempelai pria kenal dengan Pemohon sebagai calon isterinya;

Bahwa calon mempelai pria kenal dengan Pemohon dan telah menjalin hubungan

cinta selama satu tahun yang lalu;

Bahwa hubungannya dengan Pemohon telah sedemikian akrabnya dan sering tidur

bersama serta sering melakukan hubungan layaknya suami isteri dirumah nenek

Pemohon;

Bahwa antara dirinya dengan Pemohon (PEMOHON) tidak terdapat hubungan nasab,

semenda, susuan, maupun hubungan lain yang dapat menghalangi sahnya pernikahan;

Bahwa calon mempelai pria telah melamar Pemohon dan lamaran tersebut telah

diterima;

Bahwa dirinya beragama Islam dan berstatus perjaka ;

Bahwa untuk memperkuat dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan

buktibukti surat yang berupa foto copy telah dicocokkan dengan aslinya sebagai berikut :

1. Asli Surat Penolakan Pernikahan yang dikeluarkan dari Kantor Urusan Agama

Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Nomor. Kk.13.01.09/PW.00/77/2013,

tanggal 7 Mei 2013, bermaterei cukup, ( P.1);

2. Asli Surat Keterangan Penduduk atas nama Pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala

Kabupaten Pacitan, bermaterei cukup, ( P.2);

3. Asli Surat Keterangan dari Kantor Urusan Agama Kabupaten Pacitan, , sesuai dengan

Kutipan Akta Nikah orang tua Pemohon bermaterai cukup, ( P.3);

4. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran a.n. PEMOHON, yang dikeluarkan oleh Kantor

Catatan Sipil Kabupaten Pacitan, bermaterai cukup, (P.4);

Bahwa selain buktibukti tertulis Pemohon telah menghadirkan 2 orang saksi

masingmasing bernama :

Penetapan DISKA, nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Halaman 3 dari 10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 129: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idSaksi I : umur 60 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di Kabupaten

Pacitan, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :

1. Bahwa saksi kenal dengan Pemohon karena sebagai ayah calon suami Pemohon;

2. Bahwa saksi tahu Pemohon mengajukan dispensasi untuk menikah dengan calon

suaminya bernama CALON LAKI-LAKI ;

3. Bahwa saksi tahu keinginan Pemohon menikah telah ditolak pihak Kantor Urusan

Agama ;

4. Bahwa saksi tahu alasan Kantor Urusan Agama menolak keinginan Pemohon adalah

Pemohon sebagai calon isteri belum cukup umur;

5. Bahwa saksi tahu, Pemohon telah dilamar oleh calon suaminya dan lamaran

tersebut telah diterima ;

6. Bahwa saksi tahu Pemohon telah berhubungan sedemikian erat dan sulit untuk

dipisahkan lagi;

7. Bahwa saksi tahu antara calon suami Pemohon sudah sering tinggal satu rumah

dirumah nenek Pemohon;

8. Bahwa saksi tahu Pemohon tidak dalam pinangan orang lain dan antara Pemohon

dengan calon suaminya tidak ada hubungan nasab ataupun hubungan sesusuan yang

menjadi halangan untuk menikah ;

Saksi II : umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di Kabupaten

Pacitan, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut:

1. Bahwa saksi kenal dengan Pemohon karena sebagai paman Pemohon;

2. Bahwa saksi tahu Pemohon mengajukan dispensasi untuk menikah dengan calon

suaminya bernama CALON LAKI-LAKI;

3. Bahwa saksi tahu keinginan Pemohon menikah telah ditolak pihak Kantor Urusan

Agama ;

4. Bahwa saksi tahu alasan Kantor Urusan Agama menolak keinginan Pemohon adalah

Pemohon sebagai calon isteri belum cukup umur sebagaimana ketentuan peraturan

perundangan yang berlaku;

5. Bahwa saksi tahu, Pemohon telah dilamar calon suaminya dan lamaran tersebut

telah diterima;

6. Bahwa saksi tahu calon suami Pemohon telah sering menginap dirumah nenek

Pemohon dan Pemohon dengan calon suaminya telah meakukan hubungan layaknya

suami isteri ;

7. Bahwa saksi tahu calon suami Pemohon berstatus jejaka;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 130: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id8. Bahwa saksi Pemohon tidak dalam pinangan orang lain dan antara Pemohon dengan

calon suaminya tidak ada hubungan nasab ataupun hubungan sesusuan yang menjadi

halangan untuk menikah ;

9. Bahwa saksi sebagai paman Pemohon sanggup membimbing Pemohon;

Bahwa Pemohon menyatakan tidak akan menyampaikan sesuatu apapun lagi, dan

selanjutnya mohon penetapan;

Bahwa untuk mempersingkat uraian Penetapan ini cukuplah Pengadilan menunjuk

kepada berita acara perkara ini, yang untuk selanjutnya dianggap termuat dan menjadi

bagian dari Penetapan ini;

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah

sebagaimana yang telah diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 49 ayat (1) dan (2) beserta

penjelasannya Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama yang

telah dirubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan UndangUndang Nomor

50 Tahun 2009, maka perkara ini menjadi wewenang Pengadilan Agama Pacitan;

Menimbang, bahwa majelis hakim telah berusaha menasehati Pemohon agar

mengurungkan kehendaknya mohon dispensasi kawin dan menunggu usia Pemohon

hingga dewasa menurut ketentuan yang berlaku, namun tidak berhasil ;

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini adalah perkara permohonan

(Voluntair) maka perkara ini tidak termasuk perkara yang diatur dengan Peraturan

Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang mediasi sehingga dalam perkara

ini tidak perlu mediasi;

Menimbang, bahwa permohonan Pemohon adalah mengajukan permohonan

dispensasi kawin atas diri Pemohon sendiri yang belum berumur 16 tahun dan akan

menikah dengan CALON LAKI-LAKI karena ditolak oleh Kantor Urusan Agama

Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan dan Pemohon sangat khawatir dirinya akan

melakukan perbuatan yang dilarang agama bersama dengan calon suaminya;

Menimbang, bahwa permohonan Pemohon telah dikuatkan dengan buktibukti baik

tertulis maupun saksisaksi;

Penetapan DISKA, nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Halaman 5 dari 10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 131: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P1, perkawinan Pemohon dengan calon

suaminya akan dilangsungkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Nawangan,

Kabupaten Pacitan yang masih wilayah hukum Pengadilan Agama Pacitan maka perkara

ini menjadi wewenang Pengadilan Agama Pacitan hal tersebut sebagaimana diatur dalam

pasal 7 ayat (2) UndangUndang nomor 1 tahun 1974;

Menimbang, bahwa Permohonan Pemohon posita 1 dan 2 didukung dengan bukti

P4 yang berupa Fotocopy Akta Lahir a.n. PEMOHON yang dikeluarkan oleh kepala

Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pacitan, bermaterai cukup, yang

menurut pasal 165 HIR adalah bukti autentik, oleh karenanya majelis menerima bukti

tersebut sebagai bukti yang sempurna, maka permohonan Pemohon telah nyata terbukti

bahwa Pemohon bernama PEMOHONanak dari pasangan suami SUCI dan isteri

LAS;

Menimbang, bahwa permohonan Pemohon posita 4 didukung dengan bukti P1

dan P4 yaitu berupa Surat Penolakan Pernikahan dari Kepala Kantor Urusan Agama

tanggal 7 Mei 2013 bermaterai cukup, yang menurut pasal 165 HIR adalah bukti

autentik, oleh karenanya majelis menerima bukti tersebut sebagai bukti yang sempurna,

maka permohonan Pemohon telah nyata terbukti Pemohon akan menikahkan dihadapan

Pegawai Pencatat Nikah Kabupaten Pacitan ;

Menimbang, bahwa dalil Pemohon pada permohonannya pada posita 5 telah

didukung bukti P1 yaitu Surat penolakan pernikahan dari Kantor Urusan Agama

Kabupaten Pacitan Maret 2013 bermaterai cukup;

Menimbang bahwa oleh karena bukti tersebut dibuat oleh pejabat yang

berwenang untuk itu maka sebagaimana pasal 165 HIR termasuk bukti tertulis dan

dinyatakan bukti yang sempurna, sehingga permohonan Pemohon ditolak oleh pihak

Kantor Urusan Agama juga telah terbukti;

Menimbang, bahwa dalil permohonan Pemohon yang menyatakan Pemohon

belum mencapai umur 16 tahun dikuatkan dengan bukti P.4, berupa Fotokopi Akta

Kelahiran, atas nama PEMOHON yang dikeluarkan oleh kepala Kantor Kependudukan

dan Catatan Sipil Kabupaten Pacitan;

Menimbang, bahwa menurut pasal 165 HIR bukti P (4) yang diajukan Pemohon

adalah bukti autentik, oleh karenanya majelis menerima bukti tersebut sebagai bukti yang

sempurna, maka telah nyata terbukti bahwa Pemohon belum berumur 16 tahun

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 132: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idsehingga belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana ketentuan

pasal 7 ayat (1) UnangUndang nomor 1 tahun 1974;

Menimbang, bahwa dalil permohonan Pemohon bahwa perkawinan anak

Pemohon dengan calon suaminya harus segera dilaksanakan sebab Pemohon khawatir

akan perbuatan yang dilarang oleh agama, telah dikuatkan dengan keterangan dua orang

saksi SAKSI I dan SAKSI II;

Menimbang, keterangan kedua saksi tersebut telah saling bersesuaian antara satu

dengan lainnya mengenai apa yang dilihat dan dialami sendiri oleh saksi maka sesuai

dengan ketentuan pasal 171 HIR, keterangan saksi telah memenuhi syarat formil dan

materiil sehingga dapat diterima dan dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa kedua saksi tersebut menerangkan bahwa hubungan

Pemohon dengan calon suaminya telah terjalin erat dan saksi melihat calon suami

Pemohon telah sering menginap dirumah nenek Pemohon, sehingga kekhawatiran

Pemohon sebagaimana tersebut dalam permohonan Pemohon beralasan dan terbukti;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut diatas

majelis menemukan fakta dipersidangan sebagai berikut:

•-Bahwa Pemohon akan menikah dengan seorang lakilaki bernama CALON

LAKI-LAKI namun Pemohon sebagai calon isteri belum mencapai umur 16

tahun;

•-Bahwa hubungan Pemohon dengan calon suaminya sudah sangat erat dan

sudah sering melakukan hubungan layaknya suami isteri sehingga khawatir akan

melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama secara berkepanjangan ;

•-Bahwa antara Pemohon dengan calon suaminya tidak ada hubungan kekeluargaan

maupun sesusuan dan tidak ada larangan untuk melangsungkan perkawinan;

Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas meskipun Pemohon dari

segi usianya belum genap 16 tahun, namun dilihat secara fisik dan cara berfikirnya

ternyata cukup pantas melakukan pernikahan, bahkan dilihat dari segi hubungan dengan

calon suaminya yang sudah demikian erat dapat menghawatirkan akan perbuatan dosa

(zina) yang berkepanjangan ;

Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat (2) Undangundang

Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan adanya penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1)

Penetapan DISKA, nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Halaman 7 dari 10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 133: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idUndangundang Nomor 1 Tahun 1974 Pemohon sebagai calon isteri telah meminta

dispensasi kepada Pengadilan Agama Pacitan sebagaimana yang ternactum dalam

Petunjuk tekhnis buku II;

Menimbang, bahwa apabila dilihat dari segi hubungan Pemohon dengan calon

suaminya sudah sangat mengkhawatirkan meskipun Pemohon masih belum berumur

16 tahun namun apabila pernikahan ini ditunda mafsadat yang timbul akan lebih besar

dari pada manfaat yang didapat selain itu ternyata permohonan Pemohon telah

beralasan dan memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku serta tidak

bertentangan dengan hukum, maka memberikan dispensasi kepada Pemohon untuk

melaksanakan pernikahan adalah akan lebih baik;

Menimbang, bahwa Pemohon sebagai seorang calon isteri sudah sering tinggal

serumah dengan calon suaminya, itu akan membuat resah masyarakat sekitar sehingga

menikahkan Pemohon lebih cepat dengan calon suaminya adalah solusi terbaik;

Menimbang, majelis dalam hal ini mengetengahkan qoidah fiqh yang selanjutnya

diambil sebagai pendapat majelis yang berbunyi:

Artinya : Menolak segala yang merusak lebih diutamakan dari pada menarik segala

yang bermaslahat “;

Menimbang, bahwa pernikahan Pemohon dengan calon suaminya tidak ada

halangan menurut ketentuan syar’i maupun peraturan perundangundangan yang berlaku

dan dapat dibenarkan menurut hukum, oleh karena itu permohonan Pemohon patut

dikabulkan ;

Menimbang, bahwa karena perkara ini termasuk bidang perkawinan, maka

menurut pasal 89 (1) Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan

UndangUndang Nomor 3 tahun 2006 dan UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009, maka

biaya perkara dibebankan kepada Pemohon ;

Mengingat segala ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan

hukum Syara’ yang berkaitan dengan perkara ini;

MENETAPKAN

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 134: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

2. Memberikan dispensasi kepada Pemohon bernama: (PEMOHON) untuk

menikah dengan seorang lakilaki bernama ( CALON LAKI-LAKI );

3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

191.000, ( seratus sembilan puluh satu ribu rupiah );

Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Agama Pacitan pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2013 Masehi bertepatan

dengan tanggal 12 Rajab 1434 H, oleh kami Dra. NUR HABIBAH sebagai Hakim Ketua

Majelis serta MUKHTAR, S.Ag. dan SUHARNO, S.Ag. sebagai Hakim Anggota, dan

pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis

tersebut, dengan dihadiri oleh hakim Anggota tersebut di atas dan MOCH MU'TI, S.H.

sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri Pemohon;

Hakim Anggota I, Ketua Majelis

Ttd ttd MUKHTAR, S.Ag. Dra. NUR HABIBAH

Hakim Anggota II,

ttd SUHARNO, S.Ag.

Panitera Pengganti,

ttd MOCH MU'TI, S.H.

Rincian Biaya Perkara :

Biaya Pendaftaran : Rp 30.000, Biaya Proses : Rp 50.000,

Penetapan DISKA, nomor: 60/Pdt.P/2013/PA.Pct

Halaman 9 dari 10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 135: DUALISME LEGALITAS PEMOHON DALAM PROSES …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30757/1/EKA...DALAM PROSES PENGAJUAN DISPENSASI PERKAWINAN (KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Biaya Panggilan : Rp 100.000,Biaya Redaksi : Rp 5.000,Biaya Materai : Rp 6.000,

Biaya Pendaftaran : Rp 191.000,

(seratus sembilan puluh satu ribu rupiah);

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10