Dua Pejabat Bukittinggi Jadi Tersangka Korupsi.docx
-
Upload
auliabahtiar -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
description
Transcript of Dua Pejabat Bukittinggi Jadi Tersangka Korupsi.docx
PENUGASAN KEWARGANEGARAAN
ANALISA KASUS
Dua Pejabat Bukittinggi Jadi Tersangka Korupsi
AULIA BAHTIAR RAHMAN
09711189
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
Dua Pejabat Bukittinggi Jadi
Tersangka Korupsi
Rabu, 30 Januari 2013 | 08:06 WIB
Metrotvnews.com, Bukittinggi: Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi, Sumatra
Barat, menetapkan dua pejabat setempat sebagai tersangka kasus korupsi
pembangunan pasar ikan di kompleks Pasar Bawah.
"Kedua pejabat tersebut yakni Asnil Syarkawi dan Suwitri Bravo," kata Kepala
Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi Maskar melalui Kepala Seksi Tindak Pidana
Khusus Rahma Novianti di Bukittinggi, Rabu (30/1).
Ia mengatakan pembangunan pasar ikan di kompleks Pasar Bawah pada 2009.
Asnil Syarkawi sebagai Pengguna Anggaran (PA) Dinas Pertanian dan Peternakan
dan Suwitri Bravo sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dalam proyek itu.
Anggaran pembangunan pasar ikan tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus
(DAK) Bidang Pertanian Pemkot Bukittinggi pada 2009.
Pasar ikan Bukittinggi selesai dibangun 20 Desembar 2009. DAK yang diterima
Dinas Pertanian tersebut Rp1,89 miliar yang berasal dari Kementerian Kelautan
dan Perikatan.
Pasar itu memiliki 116 los ikan antara lain 76 unit untuk los ikan laut dan 40 unit
untuk los ikan air tawar.
Sebelum kejari setempat menetapkan Asnil Syarkawi yang saat ini menjabat
Asisten III Pemkot Bukittinggi dan Suwitri Bravo sebagai tersangka itu, kata dia,
Direktur Wahana Karya Lestari Surya ST telah lebih dahulu ditetapkan sebagai
tersangka, yakni pada September 2011.
"Penetapan status kedua pejabat Kota Bukittinggi sebagai tersangka di
pembangunan pasar ikan tersebut dilakukan Desember 2012, setelah keluarnya
data kerugian negara Rp110 juta dari penghitungan Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Provinsi Sumbar," kata dia.
Saat ini, kejari masih menunggu keterangan dari tim ahli BPK, sedangkan
keterangan menyangkut dugaan korupsi pembangunan pasar ikan dari BPKP telah
diberikan.
Pihaknya telah tiga kali menyurati BPK supaya mengirim tim ahli secepatnya
untuk dapat memberikan keterangan atas kasus dugaan korupsi pembangunan
pasar ikan, yaitu surat pada November dan Desember 2012, dan terakhir pada 21
Januari 2013.
Pihaknya menargetkan pada Januari 2013 kasus dugaan korupsi pembangunan
pasar ikan itu segera tuntas.
Mengenai kapan kedua pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka ditahan,
pihaknya hingga saat ini sedang melengkapi berkas keduanya. Kejari telah
melakukan pemeriksaan sebanyak dua kali kepada kedua tersangka itu. (Ant/Ol-3)
Analisis Kasus
Korupsi di Indonesia
Pada kasus diatas diberitakan tentang korupasi pejabat Negara yang
selama ini memang banyak terjadi di Negara Indonesia. Seorang pejabat adalah
seseorang yang telah diberi amanah untuk melaksanakan tugas yang telah
diamanahkan untuk dikerjakan sebaik mungkin tanpa memikirkan hal lain. Tapi
pada kenyataannya banyak diantara mereka yang tergoda untuk memperkaya diri
sendiri dengan menghalalkan berbagai macam cara, baik itu yang dibenarkan
secara hukum dan sah ataupun dengan cara-cara kotor yang melanggar hukum.
Ketika seseorang menerima jabatan seharusnya orang tersebut sadar akan
posisinya dan jabatannya yang merupakan tanggung jawab dengan melaksanakan
tugas sebaik mungkin. Dia harus melakukan semua hal sesuai aturan yang telah
berlaku. Bukankah sebelum menerima jabatan dia telah melakukan komitmen,
bersumpah untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin?
Ketika pejabat melakukan korupsi, maka ia telah melakukan kejahatan,
melakukan penipuan, perampokan dan pengingkaran terhadap Negara dan
terhadap dirinya sendiri. Bukankah seharusnya dia mengabdi bukan ikut bekerja
sama merampok Negaranya sendiri dengan melakukan korupsi?
Korupsi merupakan kejahatan besar karena ketika korupsi maka pelaku
tersebut telah melakukan kejahatan dan merampas hak orang lain yang seharusnya
mendapatkannya. Maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia dikarenakan aturan
hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku korupsi yang terlalu lemah dan
pada dasarnya rakyat yang belum sadar tentang bahaya laten korupsi. Pada
dasarnya rakyat menaruh hormat pada orang dengan harta banyak karena itu
banyak pelaku korupsi tetap santai dan merasa terhormat ketika berada di
masyarakat. Hukuman moral yang diterima pelaku korupsi sangatlah ringan ketika
berada di tengah masyarakat sehingga mereka tak segan-segan untuk melakukan
korupsi secara berulang-ulang.
Hukum yang terlalu lemah untuk menjerat para koruptor membuat mereka
tetap tenang meski ditangkap dan dinyatakan bersalah. Kebanyakan dari mereka
tidak khawatir karena ringannya hukuman yang akan dijalani. Hakim yang lemah
dalam menetapkan putusan juga menjadi salah satu sebab banyaknya pelaku
korupsi, yang seharusnya berkurang malah semakin hari semakin bertambah. Bisa
dibayangkan, betapa tidak mereka tenang, ketika pelaku melakukan korupsi
bermilar-milyar, yang merupakan uang Negara yang seharusnya dipergunakan
untuk kemaslahatan rakyat banyak, hukuman yang mereka dapatkan sangatlah
ringan. Hanya beberapa tahun mereka divonis, yang biasanya lebih ringan bahkan
sangat ringan bila dibandingkan dengan tuntutan yang dilakukan jaksa penuntut.
Bahkan selama masa tahanan pun mereka akan tetap mendapat potongan masa
tahanan karena mendapat remisi sehingga masa tahanan yang mereka hadapi lebih
pendek dari yang ditetapkan di pengadilan. Mereka pun masih mempunyai hak
untuk mengajukan PK atas hukuman yanhg dijatuhkan yang pada akhirnya setelah
persidangan ulang hukuman mereka biasanya akan lebih ringan. Dan ketika
mereka telah menjalani beberapa waktu didalam tahanan, mereka bisa
mengajukan pembebasan bersyarat sehingga hukuman yang dijalani akan lebih
singkat.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka pun, mereka akan tetap santai
melenggang kesana-kemari sesuka hati bahkan keluar negeri dengan alasan
berobat. Dengan alasan asas praduga tak bersalah mereka tetap bisa melenggang
di luar tahanan. Hal ini tentu akan sangat berbeda ketika para penegak hukum
berurusan dengan orang kecil, maling ayam. Mereka akan segera digiring ke sel
dengan berbagai macam siksaan yang mereka dapatkan agar mau mengakui apa
yang dituduhkan pada mereka. Sangat kontras dengan para koruptor. Selama
pemeriksaan mereka akan tetap merasa bebas, seandainya pun mereka nanti
ditahan, merekan akan tetap mendapatkan perlakuan istimewa. Mereka akan
datang ke tempat pemeriksaan dengan tangan bebas melambai ke kamera
wartawan yang meliput dengan senyum yang mengembang lebar, baju yang
“wah” dan berjalan dengan dada tegap karena merasa terhormat. Sangat berbeda
dengan yang dialami para maling ayam yang digelandang polisi dengan
bertelanjang dada dan tertunduk lesu.
Di dalam masyarakat pun krouptor sangat terhormat. Ketika seseorang
melakukan korupsi, dia akan tetap dihormati, bahkan setelah ditetapkan bersalah
dan menjalani hukuman. Tapi bagi maling ayam, ketika mereka ketahuan, mereka
akan langsung dihakimi bahkan sebelum digelandang polisi, mereka akan
dihakimi oleh masa sampai mati. Apa para maling itu lebih buruk dari para
koruptor? Tentu saja tidak. Baik koruptor ataupun sang maling ayam, mereka
sama-sama melakukan kejahatan. Sama-sama maling. Yang menjadi pembeda
adalah koruptor berdasi sedangkan maling ayam bertelanjang dada. Koruptor
terhormat karena mereka mempunyai banyak uang sedangkan maling ayam redah
di mata semua orang karena mereka miskin uang alias kere.
Maraknya korupsi yang terjadi merupakan sebuah sistem yang susah untuk
dihilangkan di Negara ini karena bagi kebanyakan orang hal itu adalah wajar.
Sebagai contoh kecil adalah tentang penilangan kendaraan. Banyak masyarakat
yang karena malas untuk melakukan sidang yang bertele-tele lebih memilih
sidang di tempat yang lebih praktis dan tidak buang waktu. Contoh lain adalah
ketika adanya suatu proyek tertentu yang diadakan oleh Negara atau lembaga non-
pemerintah, untuk dapat memenangkan suatu proyek maka yang dibutuhkan
adalah uang “pelicin” dengan memberikan uang pada para pejabat agar mereka
dapat memenangkan proyek tersebut. Para pejabat yang terkait tidak segan-segan
memasang harga dengan menanyakan langsung berapa bagian yang didapat ketika
mereka memenangkan proyek tersebut. Hal ini adalah tindak pidana korupsi
namun sudah menjadi hal yang wajar terjadi di Negara ini.
Korupsi yang merupakan budaya yang sudah mendarah daging di
Indonesia merupakan salah satu produk hasil dari pembelajaran anak ketika
mereka masih di bangku sekolah. Ketika mereka masih bersekolah, orang tua
akan menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai yang baik sehingga terkadang
mendorong anak untuk melakukan segala hal untuk mendapatkan nilai yang bagus
sesuai harapan orang tua termasuk dengan mencontek atau membayar temannya
untuk mengerjakan tugas yang seharusnya dia kerjakan. Ketika sang anak masuk
ke bangku perkuliahan hal itu akan terulang lagi karena takut akan nilai IPK yang
jelek sehingga akan melakukan kecurangan serupa. Dengan alasan “kepepet” pula
mereka akan menipu orang tua, dosen, petugas dengan titip absen pada teman agar
presensi mereka memenuhi syarat minimal kehadiran. Hal ini mungkin bagi
sebagian orang dianggap biasa dan kecil, tapi dari tindakan-tindakan inilah
dikemudian hari akan muncul koruptor-koruptor baru. Bukankah segala kejahatan
dimulai dari hal-hal buruk kecil yang dianggap remeh yang telah biasa dilakukan
sehingga menjadi kebiasaan yang mendarah daging?
Selain itu, ukuran kesuksesan yang bagi orang dipandang dari seberapa
harta yang dipunya membuat orang akan mengahalalkan segala cara untuk
mendapatkan kekayaan termasuk korupsi agar dipandang sukses dengan harta
yang berlimpah. Selain itu pola hidup masyarakat sekarang yang hedonis,
konsumtif akan mendorong tindakan tersebut. Untuk dapat menutupi gaya hidup
mereka, jalan yang ditempuh adalah dengan korupsi.
Untuk pemberantasan korupsi semua pihak harusnya ikut berperan serta,
karena tidak mungkin akan bisa terselesaikan bila hanya para penegak hukum
yang bertindak. Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus diberantas
sampai habis tidak bersisa. Disinilah diperlukan peran serta masyarakat secara
luas. Semua pihak harus bekerja sama untuk memberantas korupsi. Negara
memberikan hukuman yang berat bagi koruptor dengan undang-undangnya,
penegak hukum harus tegas dan tidak pandang bulu dalam penegakan hukum
bagi para koruptor. Dan masyarakat harus memberikan hukuman moral yang berat
bagi para koruptor.
Tidak ada kebaikan dengan memberi belas kasihan bagi para koruptor.
Karena kejahatan yang dilakukan seorang koruptor akan berakibat buruk bagi
semua orang, bukan hanya satu orang yang terkena dampaknya. Maka seharusnya
hukuman bagi mereka pun harus sangat berat yaitu hukuman mati tanpa
memandang seberapa jumlah uang yang mereka korupsi. Tidak ada alasan kasihan
bagi para koruptor, alasan keluarga ataupun alasan anak-anak yang terlantar
ketika mereka dihukum. Hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memperingan
hukuman mereka. Karena seharusnya sebelum mereka melakukan kejahatan
tersebut mereka telah memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap
keluarganya nanti. Dengan hukuman mati bagi para koruptor, akan memberikan
efek jera bagi pelaku lainnya ataupun penerus mereka yang berniat melakukan
korupsi. Hukuman mati adalah sesuatu yang pasti yang harus dilaksanakan demi
kebaikan bersama. Rampas semua harta para koruptor, hukum mati mereka
sehingga rantai korupsi akan terhenti. Karena korupsi merupakan kejahatan
kemanusiaan yang tidak bisa ditolerir lagi. Korupsi merupakan pembunuhan,
bukan hanya pada satu orang tapi banyak orang. Hanya saja pembunuhan tersebut
tidak berlangsung spontan, namun secara perlahan-lahan sehingga tidak disadari
oleh para korbannya.