DT AndariPW

38
MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM NASIONAL Andari Putri Wardhani I11110053

description

paru

Transcript of DT AndariPW

MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM PROGRAM NASIONAL

Andari Putri WardhaniI11110053

Pengendalian tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah

berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu.

Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri atas isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 6 bulan.

Pada tahun 1995 Program Nasional Pengendalian TUBERKULOSIS mulai menerapkan strategi directly observed treatment short course (DOTS) dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.

Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

Pendahuluan

Istilah DOTS (Directly Observed Treatment

Shotcourse) dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

Tujuan: mencapai angka kesembuhan yg tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi.

Penanggulangan dengan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-effective.

Strategi DOTS

Ada 5 kunci utama dalam strategi DOTS, yaitu:1. Komitmen2. Diagnosa yang benar dan baik3. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat4. Pengawasan penderita menelan obat5. Pencatatan dan pelaporan penderita dengan

sistem kohort

a. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan

asas desentralisasi dalam kerangka autonomi dengan Kabupaten / kota sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

b. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan memperhatikan strategi Global Stop TB partnership.

c. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program pengendalian TB.

d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB kebal obat ganda.

Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia

e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian

TB dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah, B/BKPM, Klinik Pengobatan, Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.

f. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan kemitraan di antara sektor pemerintah, non-pemerintah, swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gerdunas TB).

g. Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.

h. Obat anti-TB (OAT) untuk pengendalian TB diberikan

secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.

i. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

j. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan lainnya terhadap TB.

k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

Memperluas dan meningkatkan pelayanan

DOTS yang bermutu. Menghadapi tantangan TB/HIV, TB resisten obat

ganda, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya.

Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix (PPM) dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care.

Strategi Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

Memberdayakan masyarakat dan pasien TB. Memberikan kontribusi dalam penguatan

sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB.

Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.

Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.

Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Untuk memantau kemajuan pengobatan

dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.

Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Kementrian kesehatan Republik Indonesia telah merancang

program terpadu dalam menanggulangi penyakit TB ini. Program DOTS (Directly Observred Treatment Short-course) telah diadopsi dari WHO. Strategi ini telah terbukti sangat efektif. Komponen yang termasuk ke dalamnya antara lain:

1. komitmen politis2. pemeriksaan dahak mikroskopis dengan mutu terjamin3. pengobatan jangka pendek terstandar bagi semua kasus

TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan

4. jaminan ketersediaan OAT yang bermutu5. sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu

memberikan penilaian terhadap hasi pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Evaluasi dan MonitoringPengobatan TB Nasional

Evaluasi pada pasien yang mengalami tuberkulosis

meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan evaluasi pasien yang telah sembuh.

Evaluasi klinisPoin evaluasi klinis yang penting untuk dinilai adalah:a. Pasien dievaluasi secara periodik.b. Evaluasi terhadap respon pengobatan dan efek

samping yang muncul serta komplikasi dari penyakit.

c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.

Evaluasi

Evaluasi bakteriologiPoin evaluasi bakteriologi yang yang penting untuk dinilai adalah:a. Dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya

konversi dahak.b. Dilakukan pada saat: Sebelum pengobatan dimulai. Setelah 2 bulan pengobatan Pada akhir pengobatanc. Lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan jika

terdapat fasilitasnya.

Evaluasi radiologiPoin evaluasi bakteriologi dilakukan pada saat:a. Sebelum pengobatanb. Setelah 2 bulan pengobatan (pada kasus

kecurigaan keganasan dilakukan setelah 1 bulan.

c. Pada akhir pengobatan.

Evaluasi pasien yang telah sembuhPasien sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama masa kesembuhan, guna mengetahui kekambuhan. Dievaluasi melalui pemeriksaan mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.

Definisi istilah yang digunakan dalam evaluasi dan monitor penyakit TB

Hasil Definisi

Sembuh - Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil

pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta

sedikitnya satu kali pemerksaan sputum sebelumnya negatif.

- Foto toraks atau gambaran radiologi serial menunjukkan perbaikan.

- Hasil biakan negatif (bila terdapat fasilitas biakan).

Pengobatan

lengkap

Pasien telah menyelesaikan pengobatan namun tidak atau belum memiliki hasil

pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan.

Gagal

pengobatan

Hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau lebih dalam masa pengobatan.

Meninggal Pasien yang meninggal denan apapun penyebabnya selama pengobatan.

Lalai berobat Pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut – turut atau lebih.

Pindah Pasien pindah ke unit berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui.

Pengobatan

sukses /

berhasil

Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.

MDR TB

Multidrug Resistant Tuberculosis

Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya.

Menurut WHO, kasus multidrug resistant Tb (MDR Tb) ada 0,5 juta kasus dengan Tb kasus baru MDR 23.353 kasus.

Timbulnya resistensi obat dalam terapi Tb khususnya MDR Tb merupakan masalah besar kesehatan masyarakat di berbagai negara dan fenomena MDR menjadi salah satu batu sandungan program pengendalian Tb.

Pengobatan pasien MDR Tb lebih sulit, mahal, banyak efek samping dan angka kesembuhannya relatif rendah.

MDR TB

TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah

suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB MDR tersebut. Pengobatan yang tidak adekuat biasanya akibat dari satu atau lebih kondisi berikut ini:

a. Regimen, dosis, dan cara pemakaian yang tidak benarb. Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan pasien untuk

minum obatc. Terputusnya ketersediaan OATd. Kualitas obat yang rendah

Terdapat 8 kriteria pasien yang menjadi suspek MDR TB yaitu:1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 22. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

bulan ke 3 dengan kategori 23. Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua

seperti kuinolon dan kanamisin4. Pasien gagal pengobatan kategori 15. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah

sisipan dengan kategori 16. Kasus TB kambuh7. Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan

kategori 1 dan atau kategori 28. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan

pasien MDR TB konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal MDR TB

Kriteria MDR TB

Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten

obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.

Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB harus dilakukan.

Penatalaksanaan TB resistensi Obat

Paduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada semua

pasien TB MDR (standardized treatment) adalah :

Paduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB MDR

Paduan obat standar diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan di bawah ini:

a. Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah satu obat diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan.

Paduan Obat TB MDR

b. Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas

sebelumnya sehingga dicurigai ada resistensi, misalnya: pasien sudah pernah mendapat kuinolon untuk pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik.

c. Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat diidentifikasi sebagi penyebabnya.

d. Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam, penurunan berat badan.

First, second, and thirs line dugs

Grup 1 - OAT lini pertama: isoniasid, rifampisin,

etambutol, pirasinamid Grup 2 - Obat suntik: streptomisin, kanamisin,

amikasin, kapreomisin, (viomisin) Grup 3 - Fluoroquinolon: ciprofloxasin, ofloxasin,

levofloxasin, moxifloxasin, (gatifloxasin) Grup 4 - Obat bakteriostatis oral: etionamid,

cicloserin, paraaminosalicylic acid (prothionamid, thioacetazon, terisadon)

Grup 5 - Obat belum terbukti: clofasamin, amoxicillin/klavulanat, claritromisin, linezolid

Kategori OAT menurut WHO

Pastikan tersedianya layanan jasa

laboratorium utk hematologi, biokimia dan audiometri.

Dapatkan data dasar klinis dan laboratorium sebelum memulai pengobatan.

Memulai pengobatan secara bertahap jika menggunakan obat yg mengakibatkan intoleransi gastrointestinal

Menjamin ketersediaan obat-obatan lain yg diperlukan utk menanggulangi efek samping.

Memulai Pengobatan menurut WHO

Jadwal Pemantauan Pengobatan TB MDR

1. Setiap rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4 macam

obat dengan efektifitas yang pasti atau hampir pasti.2. PAS ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau

hampir dipastikan ada pada fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti resisten kanamisin.

3. Dosis obat berdasarkan berat badan.4. Obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan

sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Periode ini dikenal sebagai fase intensif.

5. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan

Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR

6. Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali

berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `

7. Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepan petugas kesehatan kecuali pada hari libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada fase lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan selama masa pengobatan.

8. Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit. B6), dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.

9. Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal.

Perhitungan Dosis OAT

Pemberian tambahan zat gizi Pengobatan TB MDR pada pasien dengan status gizi kurang akan lebih berhasil bila diberi tambahan zat gizi protein, vit dan mineral (vit A, Zn, Fe, Ca, dll). Pemberian mineral tidak boleh bersamaan dengan fluorokuinolon karena akan mengganggu absorbsi obat, berikan masing – masing dengan jarak minimal 4 jam.

KortikosteroidKortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis. Prednison digunakan 1 mg/kg dan diturunkan (tappering off) apabila digunakan dalam jangka waktu lama. Kortikosteroid juga digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.

Pengobatan ajuvan pada TB MDR

Penilaian respons pengobatan adalah konversi

dahak dan biakan. Hasil uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh setelah 2 bulan. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan.

Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak

dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `

Tanggal set pertama dari sediaan apus dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai tanggal konversi (dan tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan fase intensif dan lama pengobatan).

Konversi Dahak

Penerapan strategi DOTS plus mempergunakan kerangka yang

sana dengan strategi DOTS, dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan TB MDR.

Strategi DOTS plus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci :1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah

MDR/XDR.2. Strategi penemuan kasussecara rasional yang akurat dan tepat

waktu menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan uji kepekaan yang terjaminmutunya.

3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua, dengan pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT).

4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu.5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.

Strategi DOTS plus

Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.

Depkes RI: Jakarta. 2006. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana

Tuberkulosis. Depkes RI: Jakarta. 2013. Kemenker RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

Depkes RI: Jakarta. 2011 Sub Direktorat Tuberkulosis. Buku Modul Pelatihan Penanggulangan TB

MDR. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI: 2009.

World Health Organization. Profiles of high-burden countries. Country profile Indonesia. WHO Report 2008 : Global Tuberculosis Control 2008 surveillance, planning, financing. Geneva, Switzerland: WHO-,2008.p. 113-8.

World Health Organization. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis. Geneve, Switzerland: WHO;2006.p.1-8.

Daftar Pustaka

Terima Kasih ^^