DRRAAFFTT - pshk.or.id · 12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang...

31
-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama dari penerimaan pajak; b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang ada; c. bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan karena terdapat Harta, baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; d. bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak; DRAFT

Transcript of DRRAAFFTT - pshk.or.id · 12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang...

-1-

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

PENGAMPUNAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh

rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan,

memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama

dari penerimaan pajak;

b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak

yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan

kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua

potensi dan sumber daya yang ada;

c. bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu

ditingkatkan karena terdapat Harta, baik di dalam

maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan;

d. bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan

pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan

kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban

perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan

Pajak;

DDRRAAFFTT

-2-

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu

membentuk Undang-Undang tentang Pengampunan

Pajak;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang

seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi

administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang

perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan

membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang perpajakan.

-3-

3. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan

ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud

maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun

bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau

di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar

yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.

5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun

kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan

tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

6. Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang

belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang

di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang,

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang

menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar

bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak

dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

7. Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan

ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan

Pajak.

8. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah tindak

pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

9. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak

yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah

surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk

-4-

mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih,

serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan.

10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

11. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang

selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat

yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian

Pengampunan Pajak.

12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir

adalah:

a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang

akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1

Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015;

atau

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang

akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1

Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.

13. Manajemen Data dan Informasi adalah sistem

administrasi data dan informasi Wajib Pajak yang

berkaitan dengan Pengampunan Pajak yang dikelola

oleh Menteri.

14. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh

Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara

dan berdasarkan Undang-Undang ini ditunjuk untuk

menerima setoran Uang Tebusan dan/atau dana yang

dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan

Pajak.

-5-

15. Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang

berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai

dengan 31 Desember 2015.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:

a. kepastian hukum;

b. keadilan;

c. kemanfaatan; dan

d. kepentingan nasional.

(2) Pengampunan Pajak bertujuan untuk:

a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi

ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara

lain akan berdampak terhadap peningkatan

likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar

Rupiah, penurunan suku bunga, dan

peningkatan investasi;

b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem

perpajakan yang lebih berkeadilan serta

perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,

komprehensif, dan terintegrasi; dan

c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara

lain akan digunakan untuk pembiayaan

pembangunan.

BAB III

SUBJEK DAN OBJEK PENGAMPUNAN PAJAK

Pasal 3

(1) Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan

Pengampunan Pajak.

-6-

(2) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui

pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat

Pernyataan.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:

a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya

telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;

b. dalam proses peradilan; atau

c. menjalani hukuman pidana,

atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

(4) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban

perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak

Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya

diselesaikan oleh Wajib Pajak.

(5) Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) terdiri atas kewajiban:

a. Pajak Penghasilan; dan

b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

BAB IV

TARIF DAN CARA MENGHITUNG UANG TEBUSAN

Pasal 4

(1) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau

Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan

-7-

Republik Indonesia dalam jangka waktu paling

singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan,

adalah sebesar:

a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian

Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai

dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak

Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian

Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung

sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai

dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian

Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1

Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret

2017.

(2) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia adalah sebesar:

a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian

Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai

dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak

Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian

Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung

sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai

dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 10% (sepuluh persen) untuk periode

penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak

tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal

31 Maret 2017.

-8-

(3) Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran

usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak

Terakhir adalah sebesar:

a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak

yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

dalam Surat Pernyataan; atau

b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang

mengungkapkan nilai Harta lebih dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

dalam Surat Pernyataan,

untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada

bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai

berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Pasal 5

(1) Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara

mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan.

(2) Dasar pengenaan Uang Tebusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan nilai

Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya

dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

(3) Nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi

nilai Utang.

Pasal 6

(1) Nilai Harta yang diungkapkan dalam Surat

Pernyataan meliputi:

a. nilai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh

Terakhir; dan

-9-

b. nilai Harta tambahan yang belum atau belum

seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

(2) Nilai Harta yang telah dilaporkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam

mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan

dalam SPT PPh Terakhir.

(3) Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai

Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang

Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh

Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada

tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh

Terakhir.

(4) Nilai Harta tambahan yang belum atau belum

seluruhnya dilaporkan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang Rupiah

berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas

atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir

Tahun Pajak Terakhir.

(5) Dalam hal nilai Harta tambahan menggunakan satuan

mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan

ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan:

a. nilai nominal untuk Harta berupa kas; atau

b. nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir

untuk Harta selain kas,

dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh

Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada

akhir Tahun Pajak Terakhir.

-10-

Pasal 7

(1) Nilai Utang yang diungkapkan dalam Surat

Pernyataan meliputi:

a. nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh

Terakhir; dan

b. nilai Utang yang berkaitan dengan Harta

tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (1) huruf b.

(2) Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan,

besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung

dengan perolehan Harta tambahan yang dapat

diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:

a. Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75%

(tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta

tambahan; atau

b. Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar

50% (lima puluh persen) dari nilai Harta

tambahan.

(3) Nilai Utang yang telah dilaporkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam

mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan

dalam SPT PPh Terakhir.

(4) Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai

Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan

kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan

penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku

sesuai dengan SPT PPh Terakhir.

(5) Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan

-11-

nilai yang dilaporkan dalam daftar Utang pada akhir

Tahun Pajak Terakhir.

(6) Dalam hal nilai Utang yang berkaitan dengan Harta

tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b ditentukan dalam mata uang selain Rupiah, nilai

Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah

berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk

keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun

Pajak Terakhir.

BAB V

TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN,

PENERBITAN SURAT KETERANGAN, DAN PENGAMPUNAN

ATAS KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Pasal 8

(1) Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak

harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada

Menteri.

(2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditandatangani oleh:

a. Wajib Pajak orang pribadi;

b. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian

badan atau dokumen lain yang dipersamakan,

bagi Wajib Pajak badan; atau

c. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi

sebagaimana dimaksud pada huruf b

berhalangan.

(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

b. membayar Uang Tebusan;

c. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;

-12-

d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar

atau melunasi pajak yang seharusnya tidak

dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang

dilakukan pemeriksaan bukti permulaan

dan/atau penyidikan;

e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib

Pajak yang telah memiliki kewajiban

menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan; dan

f. mencabut permohonan:

1. pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

2. pengurangan atau penghapusan sanksi

administrasi perpajakan dalam Surat

Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan

Pajak yang di dalamnya terdapat pokok

pajak yang terutang;

3. pengurangan atau pembatalan ketetapan

pajak yang tidak benar;

4. keberatan;

5. pembetulan atas surat ketetapan pajak dan

surat keputusan;

6. banding;

7. gugatan; dan/atau

8. peninjauan kembali,

dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan

permohonan dan belum diterbitkan surat

keputusan atau putusan.

(4) Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf b harus dibayar lunas ke kas negara melalui

Bank Persepsi.

(5) Pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) menggunakan surat setoran pajak yang

-13-

berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan

setelah mendapatkan validasi.

(6) Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta

ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus

mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan

Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia paling singkat selama jangka

waktu 3 (tiga) tahun:

a. sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak

yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

huruf a dan huruf b; dan/atau

b. sebelum 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang

memilih menggunakan tarif Uang Tebusan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

huruf c.

(7) Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang

berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta

ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun

terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.

Pasal 9

(1) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8 ayat (1) memuat paling sedikit informasi mengenai

identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta bersih,

dan penghitungan Uang Tebusan.

-14-

(2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus dilampiri dengan:

a. bukti pembayaran Uang Tebusan;

b. bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib

Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak;

c. daftar rincian Harta beserta informasi

kepemilikan Harta yang dilaporkan;

d. daftar Utang serta dokumen pendukung;

e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang

dibayar atau pajak yang seharusnya tidak

dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang

dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau

penyidikan;

f. fotokopi SPT PPh Terakhir; dan

g. surat pernyataan mencabut permohonan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)

huruf f.

(3) Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta

ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(6), selain melampirkan dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak harus

melampirkan surat pernyataan mengalihkan dan

menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama

jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan.

(4) Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang

berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7), selain melampirkan

dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib

Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak

mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan

-15-

Republik Indonesia paling singkat selama jangka

waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya

Surat Keterangan.

(5) Bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai

dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), selain

melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dan ayat (4), Wajib Pajak dimaksud harus

melampirkan surat pernyataan mengenai besaran

peredaran usaha.

Pasal 10

(1) Surat Pernyataan disampaikan ke kantor Direktorat

Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau

tempat lain yang ditentukan oleh Menteri.

(2) Sebelum menyampaikan Surat Pernyataan dan

lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

Wajib Pajak meminta penjelasan mengenai pengisian

dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus

dilampirkan dalam Surat Pernyataan ke kantor

Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain yang

ditentukan oleh Menteri.

(3) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Wajib Pajak membayar Uang Tebusan dan

menyampaikan Surat Pernyataan beserta

lampirannya.

(4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri

menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu

paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak

tanggal diterima Surat Pernyataan beserta

lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan

kepada Wajib Pajak.

-16-

(5) Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau

pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum

menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan

dianggap diterima sebagai Surat Keterangan.

(6) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri

dapat menerbitkan surat pembetulan atas Surat

Keterangan dalam hal terdapat:

a. kesalahan tulis dalam Surat Keterangan;

dan/atau

b. kesalahan hitung dalam Surat Keterangan.

(7) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan

paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu

terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku

sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

(8) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan

kedua atau ketiga sebelum atau setelah Surat

Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama atau

kedua diterbitkan.

(9) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat

Pernyataan yang kedua atau ketiga, penghitungan

dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat

Pernyataan dimaksud memperhitungkan dasar

pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan

dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan

sebelumnya.

(10) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Uang

Tebusan yang disebabkan oleh:

a. diterbitkannya surat pembetulan karena

kesalahan hitung sebagaimana dimaksud pada

ayat (6) huruf b; atau

-17-

b. disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau

ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (8),

atas kelebihan pembayaran dimaksud harus

dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan

kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu

paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak

diterbitkannya surat pembetulan atau

disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga

dimaksud.

Pasal 11

(1) Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat

Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (1) dan lampirannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9, diberi tanda terima sebagai bukti

penerimaan Surat Pernyataan.

(2) Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan:

a. pemeriksaan;

b. pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau

c. penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,

untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun

Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.

(3) Dalam hal Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda

terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedang

dilakukan:

a. pemeriksaan;

b. pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau

c. penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,

untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun

Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,

terhadap pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,

dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang

-18-

Perpajakan dimaksud ditangguhkan sampai dengan

diterbitkannya Surat Keterangan.

(4) Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,

dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang

Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dihentikan dalam hal Menteri atau pejabat yang

ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat

Keterangan.

(5) Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan,

memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:

a. penghapusan pajak terutang yang belum

diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi

administrasi perpajakan, dan tidak dikenai

sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk

kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian

Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan

akhir Tahun Pajak Terakhir;

b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan

berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban

perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun

Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir

Tahun Pajak Terakhir;

c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan

bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana

di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan

dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan

Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak

Terakhir; dan

d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan

bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana

di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak

sedang dilakukan pemeriksaan pajak,

pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan

-19-

Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas

kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir

Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah

ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 ayat (3),

yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).

(6) Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) huruf d dilakukan oleh pejabat di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan tugas

dan fungsi penyidikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

BAB VI

KEWAJIBAN INVESTASI ATAS HARTA YANG

DIUNGKAPKAN DAN PELAPORAN

Pasal 12

(1) Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan

menginvestasikan Harta sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (6) harus mengalihkan Harta

dimaksud melalui Bank Persepsi yang ditunjuk secara

khusus untuk itu paling lambat:

a. tanggal 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang

menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan

Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(6) huruf a; dan/atau

b. tanggal 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang

menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan

Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(6) huruf b.

-20-

(2) Jangka waktu investasi paling singkat 3 (tiga) tahun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6)

terhitung sejak tanggal dialihkannya Harta ke dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dalam bentuk:

a. surat berharga Negara Republik Indonesia;

b. obligasi Badan Usaha Milik Negara;

c. obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh

Pemerintah;

d. investasi keuangan pada Bank Persepsi;

e. obligasi perusahaan swasta yang

perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan;

f. investasi infrastruktur melalui kerja sama

Pemerintah dengan badan usaha;

g. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang

ditentukan oleh Pemerintah; dan/atau

h. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus

menyampaikan laporan kepada Menteri atau pejabat

yang ditunjuk atas nama Menteri mengenai:

a. realisasi pengalihan dan investasi atas Harta

tambahan yang diungkapkan dalam Surat

Pernyataan untuk Harta tambahan yang

dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak yang harus

mengalihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8 ayat (6); dan/atau

-21-

b. penempatan atas Harta tambahan yang

diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk

Harta tambahan yang berada di dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib

Pajak yang tidak dapat mengalihkan Harta ke

luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas

nama Menteri dapat menerbitkan dan mengirimkan

surat peringatan setelah batas akhir periode

penyampaian Surat Pernyataan dalam hal:

a. Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan

menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (6); dan/atau

b. Wajib Pajak yang menyatakan tidak mengalihkan

Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia tetapi tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).

(3) Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan atas

surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari

kerja terhitung sejak tanggal kirim.

(4) Dalam hal berdasarkan tanggapan Wajib Pajak

diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(6) dan/atau Pasal 8 ayat (7), berlaku ketentuan:

a. terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum

dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai

penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas

penghasilan dimaksud dikenai pajak dan sanksi

-22-

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang perpajakan; dan

b. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib

Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak

sebagaimana dimaksud pada huruf a.

(5) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) tetap berlaku ketentuan mengenai perlakuan

khusus dalam rangka Pengampunan Pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

BAB VII

PERLAKUAN PERPAJAKAN

Pasal 14

(1) Bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan

pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang

mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai

Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (3) yang disampaikan dalam Surat Pernyataan

dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah

dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam

neraca.

(2) Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat

Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (1) huruf b yang berupa aktiva tidak berwujud,

tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.

(3) Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat

Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (1) huruf b yang berupa aktiva berwujud, tidak

dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.

-23-

Pasal 15

(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan

dan membayar Uang Tebusan atas:

a. Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau

bangunan; dan/atau

b. Harta berupa saham,

yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak,

harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama

Wajib Pajak.

(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dibebaskan dari pengenaan Pajak

Penghasilan, dalam hal:

a. permohonan pengalihan hak; atau

b. penandatanganan surat pernyataan oleh kedua

belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan

bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a adalah benar milik Wajib Pajak yang

menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal

Harta dimaksud belum dapat diajukan

permohonan pengalihan hak,

dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal

31 Desember 2017.

(3) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan

dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam

jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember

2017.

(4) Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017,

Wajib Pajak tidak mengalihkan hak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), atas pengalihan hak yang

dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai Pajak Penghasilan.

-24-

Pasal 16

(1) Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan,

tidak berhak:

a. mengompensasikan kerugian fiskal dalam surat

pemberitahuan untuk bagian Tahun Pajak atau

Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak

Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun

Pajak berikutnya;

b. mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak

dalam surat pemberitahuan atas jenis pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5)

untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak

Terakhir, ke masa pajak berikutnya;

c. mengajukan permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak dalam surat

pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa

pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,

sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;

dan/atau

d. melakukan pembetulan surat pemberitahuan

atas jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak, bagian Tahun

Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir

Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang

ini diundangkan.

(2) Setelah Undang-Undang ini diundangkan, pembetulan

surat pemberitahuan untuk masa pajak, bagian

Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir

Tahun Pajak Terakhir yang disampaikan oleh Wajib

Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dianggap

tidak disampaikan.

-25-

Pasal 17

(1) Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran

Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan,

Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak,

bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir

Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib

Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tetap

dijadikan dasar bagi:

a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan

penagihan pajak dan/atau pengembalian

kelebihan pembayaran pajak;

b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian

fiskal; dan

c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan

pembayaran pajak,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang perpajakan.

(2) Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran

Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Pembataln Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan,

Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak,

bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir

Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah Wajib Pajak

menyampaikan Surat Pernyataan, tidak dapat

dijadikan dasar bagi:

-26-

a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan

penagihan pajak dan/atau pengembalian

kelebihan pembayaran pajak;

b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian

fiskal; dan

c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan

pembayaran pajak.

(3) Dalam hal terdapat Surat Ketetapan Pajak, Surat

Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan,

Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat

Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat

Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat

Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan

Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun

Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak

Terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak

menyampaikan Surat Pernyataan yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban pembayaran

imbalan bunga bagi Direktorat Jenderal Pajak, atas

kewajiban dimaksud menjadi hapus.

BAB VIII

PERLAKUAN ATAS HARTA

YANG BELUM ATAU KURANG DIUNGKAP

Pasal 18

(1) Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat

Keterangan kemudian ditemukan adanya data

dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau

kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas

Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan

-27-

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

pada saat ditemukannya data dan/atau informasi

mengenai Harta dimaksud.

(2) Dalam hal:

a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat

Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan

Pajak berakhir; dan

b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data

dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak

yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985

sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan,

atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

pada saat ditemukannya data dan/atau informasi

mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

(3) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi

administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar

200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang

tidak atau kurang dibayar.

(4) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

-28-

BAB IX

UPAYA HUKUM

Pasal 19

(1) Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan

Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui

pengajuan gugatan.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat diajukan pada badan peradilan pajak.

BAB X

MANAJEMEN DATA DAN INFORMASI

Pasal 20

Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan

dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian

Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan

pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan

sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau

penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.

Pasal 21

(1) Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan

Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

ini.

(2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian

Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan

pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang

membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau

memberitahukan data dan informasi yang diketahui

atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak

lain.

-29-

(3) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak

dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat

diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak

manapun berdasarkan peraturan perundang-

undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak

sendiri.

(4) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak

digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat

Jenderal Pajak.

Pasal 22

Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan,

dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan

Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat,

dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau

dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam

melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 23

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas

pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

BAB XII

KETENTUAN PELAKSANAAN PENGAMPUNAN PAJAK

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

-30-

a. pelaksanaan Pengampunan Pajak;

b. penunjukan Bank Persepsi yang menerima pengalihan

Harta;

c. prosedur dan tata cara investasi;

d. penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (1); dan

e. penunjukan pejabat yang berwenang untuk

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 10 ayat (5), Pasal 10

ayat (6), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal

13 ayat (2),

diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO

-31-

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengampunan

Pajak tersebut diatas beserta penjelasannya telah mendapat

persetujuan dalam Rapat Paripurna ke-32 Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016 pada

tanggal 28 Juni 2016 untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Jakarta, 28 Juni 2016

KETUA DPR RI,

DR. H. ADE KOMARUDIN, M.H.