DRRAAFFTT - pshk.or.id · 12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang...
Transcript of DRRAAFFTT - pshk.or.id · 12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang...
-1-
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENGAMPUNAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh
rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan,
memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama
dari penerimaan pajak;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak
yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan
kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua
potensi dan sumber daya yang ada;
c. bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu
ditingkatkan karena terdapat Harta, baik di dalam
maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan;
d. bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan
pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan
kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban
perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan
Pajak;
DDRRAAFFTT
-2-
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Pengampunan
Pajak;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang
seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
-3-
3. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan
ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun
bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar
yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
6. Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang
belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang
di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
7. Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan
Pajak.
8. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah tindak
pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
9. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak
yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
-4-
mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih,
serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
11. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang
selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat
yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian
Pengampunan Pajak.
12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir
adalah:
a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang
akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1
Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015;
atau
b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang
akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1
Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.
13. Manajemen Data dan Informasi adalah sistem
administrasi data dan informasi Wajib Pajak yang
berkaitan dengan Pengampunan Pajak yang dikelola
oleh Menteri.
14. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh
Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara
dan berdasarkan Undang-Undang ini ditunjuk untuk
menerima setoran Uang Tebusan dan/atau dana yang
dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan
Pajak.
-5-
15. Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang
berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai
dengan 31 Desember 2015.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keadilan;
c. kemanfaatan; dan
d. kepentingan nasional.
(2) Pengampunan Pajak bertujuan untuk:
a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi
ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara
lain akan berdampak terhadap peningkatan
likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar
Rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi;
b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem
perpajakan yang lebih berkeadilan serta
perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan
c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara
lain akan digunakan untuk pembiayaan
pembangunan.
BAB III
SUBJEK DAN OBJEK PENGAMPUNAN PAJAK
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan
Pengampunan Pajak.
-6-
(2) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui
pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat
Pernyataan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:
a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya
telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
b. dalam proses peradilan; atau
c. menjalani hukuman pidana,
atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
(4) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban
perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya
diselesaikan oleh Wajib Pajak.
(5) Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) terdiri atas kewajiban:
a. Pajak Penghasilan; dan
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
BAB IV
TARIF DAN CARA MENGHITUNG UANG TEBUSAN
Pasal 4
(1) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau
Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan
-7-
Republik Indonesia dalam jangka waktu paling
singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan,
adalah sebesar:
a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak
Undang-Undang ini mulai berlaku;
b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung
sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1
Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret
2017.
(2) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebesar:
a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak
Undang-Undang ini mulai berlaku;
b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian
Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung
sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c. 10% (sepuluh persen) untuk periode
penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal
31 Maret 2017.
-8-
(3) Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran
usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak
Terakhir adalah sebesar:
a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak
yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dalam Surat Pernyataan; atau
b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang
mengungkapkan nilai Harta lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dalam Surat Pernyataan,
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada
bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai
berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Pasal 5
(1) Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan.
(2) Dasar pengenaan Uang Tebusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan nilai
Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya
dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
(3) Nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi
nilai Utang.
Pasal 6
(1) Nilai Harta yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan meliputi:
a. nilai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh
Terakhir; dan
-9-
b. nilai Harta tambahan yang belum atau belum
seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
(2) Nilai Harta yang telah dilaporkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam
mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan
dalam SPT PPh Terakhir.
(3) Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai
Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang
Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh
Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada
tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh
Terakhir.
(4) Nilai Harta tambahan yang belum atau belum
seluruhnya dilaporkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditentukan dalam mata uang Rupiah
berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas
atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir
Tahun Pajak Terakhir.
(5) Dalam hal nilai Harta tambahan menggunakan satuan
mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan
ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan:
a. nilai nominal untuk Harta berupa kas; atau
b. nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir
untuk Harta selain kas,
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh
Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada
akhir Tahun Pajak Terakhir.
-10-
Pasal 7
(1) Nilai Utang yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan meliputi:
a. nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh
Terakhir; dan
b. nilai Utang yang berkaitan dengan Harta
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b.
(2) Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan,
besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung
dengan perolehan Harta tambahan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:
a. Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta
tambahan; atau
b. Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar
50% (lima puluh persen) dari nilai Harta
tambahan.
(3) Nilai Utang yang telah dilaporkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam
mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan
dalam SPT PPh Terakhir.
(4) Dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai
Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan
kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan
penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku
sesuai dengan SPT PPh Terakhir.
(5) Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan
-11-
nilai yang dilaporkan dalam daftar Utang pada akhir
Tahun Pajak Terakhir.
(6) Dalam hal nilai Utang yang berkaitan dengan Harta
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b ditentukan dalam mata uang selain Rupiah, nilai
Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah
berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk
keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun
Pajak Terakhir.
BAB V
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN,
PENERBITAN SURAT KETERANGAN, DAN PENGAMPUNAN
ATAS KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Pasal 8
(1) Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak
harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada
Menteri.
(2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditandatangani oleh:
a. Wajib Pajak orang pribadi;
b. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian
badan atau dokumen lain yang dipersamakan,
bagi Wajib Pajak badan; atau
c. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi
sebagaimana dimaksud pada huruf b
berhalangan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. membayar Uang Tebusan;
c. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
-12-
d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar
atau melunasi pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
dan/atau penyidikan;
e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib
Pajak yang telah memiliki kewajiban
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan; dan
f. mencabut permohonan:
1. pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
2. pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi perpajakan dalam Surat
Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan
Pajak yang di dalamnya terdapat pokok
pajak yang terutang;
3. pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak yang tidak benar;
4. keberatan;
5. pembetulan atas surat ketetapan pajak dan
surat keputusan;
6. banding;
7. gugatan; dan/atau
8. peninjauan kembali,
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan
permohonan dan belum diterbitkan surat
keputusan atau putusan.
(4) Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b harus dibayar lunas ke kas negara melalui
Bank Persepsi.
(5) Pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) menggunakan surat setoran pajak yang
-13-
berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan
setelah mendapatkan validasi.
(6) Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus
mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan
Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia paling singkat selama jangka
waktu 3 (tiga) tahun:
a. sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak
yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dan huruf b; dan/atau
b. sebelum 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang
memilih menggunakan tarif Uang Tebusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf c.
(7) Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang
berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta
ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.
Pasal 9
(1) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) memuat paling sedikit informasi mengenai
identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta bersih,
dan penghitungan Uang Tebusan.
-14-
(2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilampiri dengan:
a. bukti pembayaran Uang Tebusan;
b. bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib
Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak;
c. daftar rincian Harta beserta informasi
kepemilikan Harta yang dilaporkan;
d. daftar Utang serta dokumen pendukung;
e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau
penyidikan;
f. fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
g. surat pernyataan mencabut permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
huruf f.
(3) Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6), selain melampirkan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak harus
melampirkan surat pernyataan mengalihkan dan
menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama
jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang
berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7), selain melampirkan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib
Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak
mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan
-15-
Republik Indonesia paling singkat selama jangka
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya
Surat Keterangan.
(5) Bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai
dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), selain
melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (4), Wajib Pajak dimaksud harus
melampirkan surat pernyataan mengenai besaran
peredaran usaha.
Pasal 10
(1) Surat Pernyataan disampaikan ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
tempat lain yang ditentukan oleh Menteri.
(2) Sebelum menyampaikan Surat Pernyataan dan
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Wajib Pajak meminta penjelasan mengenai pengisian
dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus
dilampirkan dalam Surat Pernyataan ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain yang
ditentukan oleh Menteri.
(3) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Wajib Pajak membayar Uang Tebusan dan
menyampaikan Surat Pernyataan beserta
lampirannya.
(4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri
menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterima Surat Pernyataan beserta
lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan
kepada Wajib Pajak.
-16-
(5) Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau
pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum
menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan
dianggap diterima sebagai Surat Keterangan.
(6) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri
dapat menerbitkan surat pembetulan atas Surat
Keterangan dalam hal terdapat:
a. kesalahan tulis dalam Surat Keterangan;
dan/atau
b. kesalahan hitung dalam Surat Keterangan.
(7) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan
paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu
terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku
sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
(8) Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan
kedua atau ketiga sebelum atau setelah Surat
Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama atau
kedua diterbitkan.
(9) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat
Pernyataan yang kedua atau ketiga, penghitungan
dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat
Pernyataan dimaksud memperhitungkan dasar
pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan
dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan
sebelumnya.
(10) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Uang
Tebusan yang disebabkan oleh:
a. diterbitkannya surat pembetulan karena
kesalahan hitung sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) huruf b; atau
-17-
b. disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau
ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (8),
atas kelebihan pembayaran dimaksud harus
dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan
kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diterbitkannya surat pembetulan atau
disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga
dimaksud.
Pasal 11
(1) Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat
Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) dan lampirannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diberi tanda terima sebagai bukti
penerimaan Surat Pernyataan.
(2) Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan:
a. pemeriksaan;
b. pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
c. penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.
(3) Dalam hal Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda
terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedang
dilakukan:
a. pemeriksaan;
b. pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
c. penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,
terhadap pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,
dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang
-18-
Perpajakan dimaksud ditangguhkan sampai dengan
diterbitkannya Surat Keterangan.
(4) Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,
dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dihentikan dalam hal Menteri atau pejabat yang
ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat
Keterangan.
(5) Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan,
memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:
a. penghapusan pajak terutang yang belum
diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan, dan tidak dikenai
sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk
kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian
Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan
akhir Tahun Pajak Terakhir;
b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan
berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban
perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun
Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan
bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan
dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan
Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan
bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
sedang dilakukan pemeriksaan pajak,
pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
-19-
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas
kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah
ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (3),
yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
(6) Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf d dilakukan oleh pejabat di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan tugas
dan fungsi penyidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
BAB VI
KEWAJIBAN INVESTASI ATAS HARTA YANG
DIUNGKAPKAN DAN PELAPORAN
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan
menginvestasikan Harta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (6) harus mengalihkan Harta
dimaksud melalui Bank Persepsi yang ditunjuk secara
khusus untuk itu paling lambat:
a. tanggal 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang
menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan
Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) huruf a; dan/atau
b. tanggal 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang
menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan
Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) huruf b.
-20-
(2) Jangka waktu investasi paling singkat 3 (tiga) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6)
terhitung sejak tanggal dialihkannya Harta ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk:
a. surat berharga Negara Republik Indonesia;
b. obligasi Badan Usaha Milik Negara;
c. obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh
Pemerintah;
d. investasi keuangan pada Bank Persepsi;
e. obligasi perusahaan swasta yang
perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan;
f. investasi infrastruktur melalui kerja sama
Pemerintah dengan badan usaha;
g. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang
ditentukan oleh Pemerintah; dan/atau
h. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus
menyampaikan laporan kepada Menteri atau pejabat
yang ditunjuk atas nama Menteri mengenai:
a. realisasi pengalihan dan investasi atas Harta
tambahan yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan untuk Harta tambahan yang
dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak yang harus
mengalihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (6); dan/atau
-21-
b. penempatan atas Harta tambahan yang
diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk
Harta tambahan yang berada di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib
Pajak yang tidak dapat mengalihkan Harta ke
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas
nama Menteri dapat menerbitkan dan mengirimkan
surat peringatan setelah batas akhir periode
penyampaian Surat Pernyataan dalam hal:
a. Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan
menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (6); dan/atau
b. Wajib Pajak yang menyatakan tidak mengalihkan
Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia tetapi tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).
(3) Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan atas
surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak tanggal kirim.
(4) Dalam hal berdasarkan tanggapan Wajib Pajak
diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) dan/atau Pasal 8 ayat (7), berlaku ketentuan:
a. terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum
dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai
penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas
penghasilan dimaksud dikenai pajak dan sanksi
-22-
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan; dan
b. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib
Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(5) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tetap berlaku ketentuan mengenai perlakuan
khusus dalam rangka Pengampunan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
BAB VII
PERLAKUAN PERPAJAKAN
Pasal 14
(1) Bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan
pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai
Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) yang disampaikan dalam Surat Pernyataan
dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah
dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam
neraca.
(2) Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b yang berupa aktiva tidak berwujud,
tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.
(3) Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat
Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b yang berupa aktiva berwujud, tidak
dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
-23-
Pasal 15
(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan
dan membayar Uang Tebusan atas:
a. Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau
bangunan; dan/atau
b. Harta berupa saham,
yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak,
harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama
Wajib Pajak.
(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dibebaskan dari pengenaan Pajak
Penghasilan, dalam hal:
a. permohonan pengalihan hak; atau
b. penandatanganan surat pernyataan oleh kedua
belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan
bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah benar milik Wajib Pajak yang
menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal
Harta dimaksud belum dapat diajukan
permohonan pengalihan hak,
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal
31 Desember 2017.
(3) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan
dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam
jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember
2017.
(4) Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017,
Wajib Pajak tidak mengalihkan hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), atas pengalihan hak yang
dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Pajak Penghasilan.
-24-
Pasal 16
(1) Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan,
tidak berhak:
a. mengompensasikan kerugian fiskal dalam surat
pemberitahuan untuk bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak berikutnya;
b. mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak
dalam surat pemberitahuan atas jenis pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5)
untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak
Terakhir, ke masa pajak berikutnya;
c. mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dalam surat
pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa
pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
dan/atau
d. melakukan pembetulan surat pemberitahuan
atas jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Setelah Undang-Undang ini diundangkan, pembetulan
surat pemberitahuan untuk masa pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir yang disampaikan oleh Wajib
Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dianggap
tidak disampaikan.
-25-
Pasal 17
(1) Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan,
Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak,
bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir
Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib
Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tetap
dijadikan dasar bagi:
a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan
penagihan pajak dan/atau pengembalian
kelebihan pembayaran pajak;
b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian
fiskal; dan
c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan
pembayaran pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
(2) Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembataln Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan,
Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak,
bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir
Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pernyataan, tidak dapat
dijadikan dasar bagi:
-26-
a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan
penagihan pajak dan/atau pengembalian
kelebihan pembayaran pajak;
b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian
fiskal; dan
c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan
pembayaran pajak.
(3) Dalam hal terdapat Surat Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan
Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun
Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak
Terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pernyataan yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban pembayaran
imbalan bunga bagi Direktorat Jenderal Pajak, atas
kewajiban dimaksud menjadi hapus.
BAB VIII
PERLAKUAN ATAS HARTA
YANG BELUM ATAU KURANG DIUNGKAP
Pasal 18
(1) Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat
Keterangan kemudian ditemukan adanya data
dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau
kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas
Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan
-27-
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
pada saat ditemukannya data dan/atau informasi
mengenai Harta dimaksud.
(2) Dalam hal:
a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat
Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan
Pajak berakhir; dan
b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data
dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak
yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985
sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan,
atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
pada saat ditemukannya data dan/atau informasi
mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
(3) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi
administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar.
(4) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
-28-
BAB IX
UPAYA HUKUM
Pasal 19
(1) Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan
Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui
pengajuan gugatan.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat diajukan pada badan peradilan pajak.
BAB X
MANAJEMEN DATA DAN INFORMASI
Pasal 20
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan
dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian
Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan
sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau
penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Pasal 21
(1) Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan
Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang
ini.
(2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian
Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang
membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau
memberitahukan data dan informasi yang diketahui
atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak
lain.
-29-
(3) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak
dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat
diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak
manapun berdasarkan peraturan perundang-
undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak
sendiri.
(4) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak
digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat
Jenderal Pajak.
Pasal 22
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan,
dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat,
dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau
dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam
melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas
pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
BAB XII
KETENTUAN PELAKSANAAN PENGAMPUNAN PAJAK
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
-30-
a. pelaksanaan Pengampunan Pajak;
b. penunjukan Bank Persepsi yang menerima pengalihan
Harta;
c. prosedur dan tata cara investasi;
d. penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1); dan
e. penunjukan pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 10 ayat (5), Pasal 10
ayat (6), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal
13 ayat (2),
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
-31-
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengampunan
Pajak tersebut diatas beserta penjelasannya telah mendapat
persetujuan dalam Rapat Paripurna ke-32 Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016 pada
tanggal 28 Juni 2016 untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Jakarta, 28 Juni 2016
KETUA DPR RI,
DR. H. ADE KOMARUDIN, M.H.