DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

24
DRAINASE BAWAH PERMUKAAN A. Tipe Drainase Lapangan Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu sistim drainase bawah- tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor, dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama. Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase mole, yakni lubang bawah- tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa komposit. B. Drainase Parit 1. Prinsip dan Rancangan Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian antara lain : Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat

description

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Transcript of DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Page 1: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

A. Tipe Drainase Lapangan

Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih

langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang

air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang

bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu sistim

drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor, dan

drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm drains atau

suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman air tanah di lahan

pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari lateral air mengalir ke

kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama.

Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b)

drainase mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton,

atau plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit

kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila kolektor

juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa komposit.

B. Drainase Parit

1. Prinsip dan Rancangan

Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan

dan kerugian antara lain : Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat

berfungsi untuk membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air

biasanya lebih kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya

untuk parit kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1 %.; (c)

Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan. Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang

tidak dapat diusahakan untuk pertanian karena adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan

pengendapan menyebabkan mahalnya biaya pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan

adanya parit-parit, menyebabkan sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis.

Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit

sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik lateral

maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi dalam situasi

berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral :

a. Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup lebar,

sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi

Page 2: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan

hantaran hidrolik tinggi,

b. Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada tanah

dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang tinggi,

c. Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah aluvial, yang baru

direklamasi.

d. Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang

rumput atau tanah gambut.

Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka

2. Spasing dan kedalaman

Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman

telah diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran lahan

atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa drainase singular,

spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di parit kolektor harus

dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa drainase (lateral).

3. Dimensi Parit

Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan

mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan tipe

tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi yang terlalu

kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan. Oleh karena itu

Page 3: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi konstruksi dan 1 Muka air tanah

terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar 2 Lihat

Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423) pemeliharaan masih

memungkinkan. Di Belanda dimensi tersebut seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Penampang parit sebagai kolektor

Keterangan :

b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah

pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m, kemiringan

talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk tanah berpasir 1 : 1

atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal)

4. Lokasi

Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering

digunakan juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan

parit kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian

drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan

seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet untuk

aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan.

5. Konstruksi

5.1. Penandaan lokasi parit

Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok

menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit ditunjukkan

dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C. Jarak antara A

dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud memotong puncak

tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan talud dimulai, dapat diukur

dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud. Jarak P - Q ini akan bertambah

dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada lahan bergelombang lebar P-Q akan

bervariasi banyak.

Page 4: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

5.2. Penggalian

Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia;

(b) Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators,

biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk

saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau dengan

dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan kemiringan

talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu pedoman dalam

penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator penggalian areal

tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan kapur bubuk dilakukan

sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah dengan merentangkan tali

pada puncak patok A sepanjang garis A1 A2 A3 (dalam Gambar 4.3). Jika "bucket"

menyentuh tali maka profil saluran yang sedang digali sudah benar.

Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian

digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk

didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah tercuci

oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian akan

menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan saluran akan

lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau dasar saluran lebih

dalam.

Page 5: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Gambar 4.3. Penandaan alignment pada saluran terbuka

5.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan saluran dilakukan terhadap pertumbuhan gulma dan penumpukan

endapan. Gulma dan endapan menyebabkan aliran air di saluran kolektor menjadi lebih

lambat dan kemungkinan dapat menyebabkan elevasi muka air berada di atas elevasi outlet

pipa lateral sehingga efektivitas drainase pipa lateral akan berkurang. Pemeliharaan saluran

dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pembabad rumput 3.

C. Drainase Mole

1. Prinsip dan Rancangan

Mole adalah lubang saluran dalam tanah yang dibuat dengan suatu alat mole plough

tanpa adanya galian. Metoda ini umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan konduktivitas

lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air tanah yang biasanya

sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari permukaan lahan atau

dari lapisan olah yang semula membentuk suatu perched water table. Air mengalir ke mole

melalui celah dan retakan-retakan yang terbentuk dalam pembuatan mole (Gambar 4.4).

Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :

(a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama

Page 6: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam

saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole.

2. Kondisi tanah dan kesesuaian lapang

Tanah harus mempunyai plastisitas tertentu supaya saluran mole dapat dibentuk dan

harus cukup stabil supaya dapat bertahan cukup lama. Menurut (Theobald, 1963) kandungan

liat minimum yang diperlukan adalah antara 25 % - 50 %; kandungan pasir tidak lebih dari 20

%. Metoda praktis untuk menguji kesesuaian tanah adalah sebagai berikut : Suatu contoh

tanah dibentuk suatu bola dengan diameter sekitar 20 cm dan ditempatkan pada suatu wadah

berisi air sehingga bola tanah tersebut terbenam. Apabila sesudah beberapa hari contoh tanah

tersebut tidak hancur maka hal tersebut merupakan suatu indikasi bahwa drainase mole sesuai

di daerah tersebut.

3. Topografi

Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan

permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan lokasi

outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya kurang sesuai.

4. Rancangan

Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah

penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole tersebut

harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai kolektor untuk

mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa (kolektor) pertama kali

dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari 3 Di Belanda secara manual

dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing dari tepi saluran

mole. Kemudian suatu galian (trench) diurug dengan bahan porous (umumnya kerikil). Air

dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor (Gambar 4.5).

Beberapa petunjuk dalam rancangan saluran mole adalah sebagai berikut :

a) Spasing : untuk menjamin terbentuknya retakan di seluruh areal, umumnya spasing

antara 2 sampai 5 m

b) Kedalaman : saluran mole harus cukup terlindung dari pengaruh beban mesin-mesin

berat. Semakin dalam mole tersebut semakin terlindung, tetapi di lain pihak biaya

instalasi juga semakin mahal. Dalam praktek biasanya kedalaman mole antara 45 cm

sampai 60 cm

c) Gradient atau kemiringan : kemiringan minimum antara 0,5 sampai 1 % dan

maksimum antara 4 - 7 %. Karena umumnya mesin pembuat saluran mole tersebut

Page 7: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

hanya dapat menarik sejajar dengan permukaan lahan, maka kemungkinan tersebut di

atas akan menentukan arah mole sesuai dengan kemiringan lahan yang ada;

d) Panjang saluran mole : dalam kondisi yang memungkinkan panjang saluran mole

dapat mencapai sejauh 200 m.

Gambar 4.4. Retakan yang terbentuk pada drainase mole

Gambar 4.5. Gabungan mole dengan pipa drainase.

5. Konstruksi

5.1. Mesin

Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung

tajam dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan

suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole tersebut

ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik (traktor)

melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter.

5.2. Kondisi kerja selama konstruksi

Hal yang penting adalah kondisi kelembaban tanah pada waktu konstruksi harus

cukuplembab. Apabila terlalu basah, saluran mole terbentuk tanpa adanya celah-celah atau

retakan-retakan yang diperlukan. Apabila terlalu kering retakan-retakan sekitar saluran mole

akan menyebabkan mole yang terbentuk mudah runtuh kembali. Informasi yang tepat tentang

kelembaban tanah yang paling sesuai sukar untuk ditentukan. Hal ini akan didapatkan dengan

mencobanya di lapangan.

Page 8: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Gambar 4.6. Mole plough

D. Rancangan Drainase Pipa

1. Pendahuluan

Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan :

a) Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian

muka air tanah

b) Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor.

c) Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi.

2. Spasing dan kedalaman lateral

Dasar teori dalam penentuan spasing dan kedalaman lateral telah diuraikan dalam Bab

terdahulu. Secara teoritis semakin dalam pemasangan pipa, maka semakin lebar spasing antar

pipa. Akan tetapi dalam praktek ada beberapa pembatas dalam penentuan kedalaman pipa

yang dipasang yaitu :

1) Elevasi muka air yang dipertahankan pada saluran kolektor.

2) Terdapatnya lapisan tanah yang kurang sesuai yaitu dapat berupa lapisan kedap pada

kedalaman yang dangkal dari permukaan tanah

3) Kedalaman yang dapat dicapai oleh mesin yang tersedia.

4) Apabila hantaran hidrolik lapisan tanah yang di bawah jauh lebih besar dari lapisan di

atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan sedikit

pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini disebabkan

karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari lapisan di

bawahnya. Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan

menghasilkan spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh

areal dibagi menjadi beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka

spasing hasil perhitungan dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing

baku adalah 10 m, 15 m, 20 m, 25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya.

Page 9: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

3. Diameter dan Gradient (Rancangan Hidrolik)

Rancangan hidrolik drainase di bawah tanah bertujuan untuk menjawab beberapa

pertanyaan sebagai berikut :

a. Berapa luas areal yang dapat didrainasekan oleh suatu pipa dengan diameter tertentu,

pada kemiringan tertentu dengan mengasumsikan koefisien drainase tertentu pula ?

b. Berapa diameter pipa untuk panjang pipa, kemiringan, spasing dan koefisien drainase

tertentu ?

c. Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipelajari beberapa hal, yakni :

d. Persamaan dasar aliran seragam untuk berbagai tipe pipa drainase (pipa tanah atau

pipa plastik dan lain-lain).

e. Persamaan aliran pada situasi tidak seragam (non uniform flow).

f. Faktor pengaman (safety factor) untuk menanggulangi kemungkinan penurunan

kapasitas karena sedimentasi.

g. Suatu pipa drainase yang terdiri dari diameter yang bertambah pada arah aliran air.

4. Prosedur Rancangan

Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat

bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu (kemiringan

pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran pipa diasumsikan

penuh pada seluruh panjang pipa dengan kata lain pipa berada pada kondisi kapasitas

maksimum.

5. Faktor Pengaman

Pada kenyataannya kemungkinan besar akan terjadi pengurangan kapasitas drainase

pipa sebagai akibat dari pengendapan ataupun pelurusan yang kurang baik. Dengan demikian

suatu faktor pengaman tertentu harus diambil dalam rancangan. Nilainya akan sangat

tergantung pada kualitas pekerjaan instalasi, dugaan laju pengendapan dan intensitas

pemeliharaan yang direncanakan. Pada Gambar 4.11 dan 4.12, dua alternatif diberikan yaitu

pengurangan kapasitas 75% dan 60%. Pengurangan kapasitas yang lebih rendah (75%)

direkomendasikan untuk diameter pipa yang lebih besar khususnya pada pipa kolektor yang

tidak secara langsung mengambil air dari tanah. Untuk pipa lateral khususnya dengan

diameter yang lebih kecil reduksi 60% direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di

bawah ini dapat diselesaikan dengan bantuan Nomogram yakni:

a) Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan

b) Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan

diameter tertentu

Page 10: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

c) Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi

pada ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya?

6. Pipa Drainase dengan Diameter Bertambah

Pada prakteknya sudah biasa untuk memulai pipa drainase dari sebelah hulu (atas)

dengan ukuran diameter yang lebih kecil, kemudian dirubah dengan diameter yang lebih

besar sesudah jarak tertentu supaya mampu menampung pertambahan debit air yang harus

diangkut. Hal ini biasanya dipakai pada pipa kolektor. Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor

pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa

dari hulu ukuran diameter pipa tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih

pada ujung sebelah hulu.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang

pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi diameter

pipa dapat dibuat sebagai berikut:

a) 0 – 380 m : diameter pipa 20 cm

b) 380 – 700 m : diameter pipa 25 cm

c) 700 – 1160 m : diameter pipa 30 cm

Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm

(Lihat Gambar 4.15) Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa

berdiameter 30 cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan

diameter yang lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu.

Pada situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih

sebesar 38 cm di sebelah hulu. Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient

aktual didapat dengan mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter

dengan penggeseran vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas

bahwa komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata

gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa). Salah satu metoda adalah dengan

membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk masing-masing diameter dan buat suatu

kombinasi pergeseran seperti pada Gambar 4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti

prosedur sebagai berikut:

Perubahan diameter:

a) Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m

b) Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m

c) Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m

Page 11: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter

Maka komposisi pipa sekarang menjadi:

a) 0 – 285 m : pipa diameter 20 cm

b) 285 – 525 m : pipa diameter 25 cm

c) 525 – 870 m : pipa diameter 30 cm

d) 870 – (teoritis 1450) m : pipa diameter 35 cm

Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak

akan terpotong.

7. Tata Letak

7.1. Tipe dan Pola Sistim Drainase Pipa

Dalam sistim singular masing-masing pipa drainase mempunyai outlet yang masuk ke

parit kolektor. Dalam sistim komposit air dari pipa lateral masuk ke pipa kolektor. Pola pada

sistim komposit dapat berbentuk tipe gridiron atau tipe herring-bone (tulang ikan). Sistim ini

merupakan pola yang teratur yang cocok untuk lokasi yang homogen. Untuk mengeringkan

lahan-lahan basah yang terisolasi dapat dilakukan dengan suatu sistim yang random (acak).

Sistim ini biasa disebut sebagai sistim drainase pipa random (Gambar 4.17).

Gambar 4.16. Pola sistim pipa drainase komposit teratur

Page 12: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Gambar 4.17. Sistim drainase pipa random (acak)

7.2. Pemilihan Sistim

Pemilihan sistim tergantung pada berbagai faktor antara lain:

a) Dengan sistim pipa komposit, areal yang luas dapat didrainasekan tanpa adanya

saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat

dihindarkan

b) Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran

terbuka

c) Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat

mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular.

d) Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk

menampung aliran permukaan

e) Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor.

f) Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit

kolektor

g) Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih murah

dari pada sistim singular.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang

cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng umumnya

digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat didrainasekan

oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar umumnya sistim singular

lebih sesuai.

7.3. Lokasi pipa drainase

Apabila arah aliran air tanah dapat diketahui dengan jelas, maka lateral harus

ditempatkan tegak lurus arah aliran tersebut sehingga mampu menyadap (intercept) aliran

secara efektif. Pada lahan datar atau hampir datar, lateral dipasang arah lereng utama (apabila

ada) dengan demikian kedalaman pipa akan seragam di seluruh area.

Page 13: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

E. Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa

1. Pipa Drainase

Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik

1.1 Pipa tanah liat

Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam

bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk ke

dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa

1.2. Pipa beton

Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20 cm.

Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu dipertimbangkan akan

kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat, sehingga perlu digunakan semen yang

tahan sulfat. Seperti juga pada pipa tanah liat, disini air masuk melalui celahcelah antar

sambungan pipa.

1.3. Pipa plastik

Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl

chlorida (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau

bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5 meter,

sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Panjang

gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5 cm dan 100 m

untuk diameter 10 cm.

Dibandingkan dengan pipa halus, pipa bergelombang mempunyai beberapa

keuntungan antara lain memerlukan bahan plastik yang lebih sedikit per unit panjang, lebih

tahan terhadap tekanan luar, karena fleksibel maka hanya tipe pipa ini yang dapat digunakan

pada drainase tanpa gali. Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar sehingga

diperlukan diameter lebih besar untuk mengalirkan sejumlah air yang sama daripada pipa

halus. Pada pipa plastik ini air masuk melalui lubang-lubang kecil di permukaan pipa.

1.4. Bahan penutup (cover materials)

Bahan penutup diperlukan dengan dua tujuan: (a) memfasilitasi aliran air ke pipa

drainase (fungsi penghantar air); (b) mencegah masuknya partikel tanah ke dalam pipa

(fungsi penyaringan). Bahan penutup dapat digunakan dengan berbagai cara: (a) dalam

bentuk curah (bulk) disebar merata di atas pipa drainase setelah pipa terpasang; (b) dalam

bentuk lembaran (sheet) atau tikar (mats) diletakkan dalam roll pada mesin drainase, (c)

sebagai lapisan pembungkus atau selubung pada pipa (pre-enveloped drain pipes).

Page 14: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut, kerikil, jerami,

bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin glass fibre sheet. Pipa

drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa plastik baik yang halus maupun

yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai pembungkus adalah: (a) fibre glass, nylon

tissue atau bahan sintetik lainnya; (b) mats dengan tebal 1-2 cm dari jerami, tanah gambut,

sabut kelapa dan lainnya.

F. Konstruksi Sistem Drainase Pipa

1. Metoda Konstruksi

Prosedur yang biasanya dipakai dalan konstruksi sistim drainase pipa adalah:

a) Menggali trench pada kedalaman dan slope yang diperlukan

b) Memasang pipa dalam trench, tanpa atau dengan bahan penutup

c) Mengurug trench dengan tanah galian

Konstruksi dapat menggunakan tenaga manusia secara manual maupun dengan mesin.

2. Pemasangan dengan Tenaga Manusia

Galian biasanya dibuat selebar 30 - 40 cm dengan kedalaman 0,50 m. Kemudian

dengan bermula dari galian ini penggalian diteruskan lebih dalam dengan lebar yang lebih

sempit (Gambar 4.20). Peralatan yang biasa dipakai dapat dilihat pada Gambar 4.19.

3. Mesin Gali (excavating machine)

Terdapat dua jenis mesin gali yang biasa digunakan dalam drainase yaitu: (a) Mesin

gali kontinyu (continous excavating machine). Penggalian dilakukan dengan revolving

digging machine atau rantai berpisau (Gambar 4.21). Umumnya mesin-mesin ini menggali

pada suatu kedalaman dan kemiringan tertentu dan mempunyai perlengkapan tambahan untuk

pemasangan pipa dan pengurugan bahan penutup. (b) Back-acting excavators (Gambar 4.22).

Apabila menggunakan alat ini, maka penyelesaian akhir harus dilakukan dengan tenaga

manusia. Alat ini cocok untuk tanah berbatu. Biasanya alat ini dipakai sebagai pengganti

apabila harus membuang batu atau penghalang lainnya yang menyebabkan alat yang pertama

tidak dapat bekerja. Juga sering digunakan untuk menggali dimana akan dipasang pipa

kolektor dengan ukuran besar.

Berikut ini adalah beberapa data teknis tentang mesin gali kontinyu yang biasa

digunakan dalam proyek drainase di Belanda dan Eropah.

a) Mesin umumnya bekerja pada tracks. Lebar tracks umumnya dapat diatur. Untuk

transportasi di jalan lebar tracks biasanya 2,5 m, untuk di lapangan maksimum sampai

3,2 – 5,0 m

Page 15: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

b) Lebar trench: ukuran standar 20 - 25 cm, trench yang lebih lebar sampai 35 - 40 cm

masih memungkinkan dengan mengganti rantai pisau

c) Kedalaman galian maksimum: standar 170 – 180 cm. Beberapa mesin dapat lebih

dalam lagi sampai 2,5 m.

d) Engine: 100-200 HP. Beberapa mesin mempunyai dua engine, untuk gali 100 HP dan

untuk menarik 50 HP

e) Pengaturan kedalaman dengan sistim hidrolik dimana operator mempertahankan garis

pandang sesuai dengan kedalaman yang diinginkan melalui patok-patok pembantu

sepanjang garis operasi. Perkembangan terbaru dilengkapi dengan sinar laser

f) Bobot total 7 – 12 ton

g) Ground pressure tergantung pada ukuran track berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/cm2

h) Kecepatan kerja sampai 1000 m pipa per jam

i) Output netto tergantung pada kedalaman, tipe tanah, kondisi cuaca, panjang lintasan

pipa dan ukuran lahan. Untuk kedalaman 1 – 1,2 m pada tanah marine dengan

kandungan liat sekitar 25%, output netto yang wajar antara 300 – 400 m/jam,

sedangkan yang baik adalah sekitar 600 m/jam.

4. Trenchless Pipe Drainage (TPD)

Teknik TPD dikembangkan berdasarkan prinsip drainase mole sejak tahun 1960.

Prinsip kerja TPD dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana mesin menarik pisau atau blade

hampir sama seperti yang digunakan pada mole plough atau sub-soiler. Pipa plasik

bergelombang diletakkan di dasar trench melalui atau di belakang blade. Terdapat berbagai

tipe blade yang berbeda yang menentukan apakah tanah akan terdorong ke samping atau

terangkat ke atas. Apabila tanah terdorong ke samping kemungkinan akan terjadi pemadatan

yang dapat mengurangi fungsi drainase pipa. Bentuk blade yang menyebabkan tanah

terangkat akan lebih baik.

Page 16: DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Beberapa keuntungan dari TPD adalah:

1) Mesin relatif sederhana tanpa adanya gerak putar dalam penggalian

2) Traktor dapat digunakan untuk tujuan lainnya di luar drainase

3) Kecepatan kerja dan output netto lebih tinggi daripada mesin lainnya. Pada kedalaman

1 m, kecepatan kerja sekitar 2,5 km/jam dengan output netto sampai 600

4) 700 m/jam

Kerugian:

1) Diperlukan tenaga tarik yang besar. Makin berpasir tanahnya maka tenaga yang

diperlukan semakin besar

2) Pemadatan tanah terjadi di sekitar pipa drainase