(Draft) Pedoman PDRP

download (Draft) Pedoman PDRP

of 47

description

pedoman rawan pangan

Transcript of (Draft) Pedoman PDRP

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pada tahun 2010, masih terdapat 35,7 juta penduduk atau 15,34 persen dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami rawan pangan (kurang dari 70% AKG) dan apabila dibiarkan terjadi selama dua bulan berturut-turut akan menjadi rawan pangan akut yang menyebabkan kelaparan (BPS, 2011).

    Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentananan Pangan Indonesia (Food Security and Vurnalibility Atlas/FSVA) Tahun 2009, menunjukkan bahwa dari 346 kabupaten yang dianalisis, terdapat 100 kabupaten atau sekitar 28,90 persen rentan terhadap kerawanan pangan. Dari 100 kabupaten tersebut, sebanyak 30 kabupaten atau 30,0 persen dengan jumlah penduduk sekitar 25 juta perlu mendapat penanganan segera sebagai prioritas 1. Sisanya sebanyak 30 kabupaten atau 30,0 persen masuk dalam kategori prioritas 2, dan 40 kabupaten atau 40,0 persen dalam prioritas 3 yang perlu ditangani secara bertahap. Dengan menggunakan indikator dalam analisis FSVA tersebut, kerentanan terhadap kerawanan pangan terutama disebabkan oleh: angka kemiskinan yang masih tinggi, tidak ada akses listrik, kasus underweight pada balita masih tinggi, tidak ada akses jalan untuk kendaraan roda empat, tidak ada sumber air bersih, dan rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan serealia masih meningkat.

    Bencana alam yang masih berlanjut dalam skala luas di berbagai wilayah, serta daya dukung alam untuk menghasilkan produk pangan yang cenderung terus berkurang dan rentan terhadap berbagai macam perubahan, senantiasa mengancam masyarakat Indonesia ke arah kekurangan pangan. Penanggulangan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana.

    Oleh karena itu penanganan secara serius dan komprehensif terhadap daerah-daerah yang rentan terhadap kerawanan pangan, sangat diperlukan. Penanganan yang terlambat, akan dapat memicu terjadinya kerawanan pangan yang berkepanjangan dalam periode yang lama menjadi kerawanan pangan kronis. Selain itu, bencana alam yang sifatnya mendadak dan sementara, dapat menyebabkan rawan pangan transien.

    Konsep

  • 2

    Untuk penanganan kerawanan pangan dibutuhkan intervensi berupa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun kronis, untuk mengatasi masyarakat yang mengalami rawan pangan sesuai dengan kebutuhannya secara tepat dan cepat. Rawan pangan yang bersifat kronis memerlukan intervensi jangka menengah dan panjang, sedangkan untuk rawan pangan transien diperlukan intervensi jangka pendek tanggap darurat yang bersifat segera. Untuk mengoptimalkan dan mensinergikan peran pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kerawanan pangan, disusun Pedoman Pelaksanaan Penanganan Daerah Rawan Pangan, sebagai bahan acuan dalam kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan.

    B. Tujuan

    Tujuan kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan untuk: (1) mengantisipasi terjadinya rawan pangan; (2) menanggulangi kejadian rawan pangan kronis dan transien; dan (3) meningkatkan kemampuan petugas dan masyarakat dalam mengatasi kejadian rawan pangan.

    C. Sasaran

    Sasaran kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan adalah terantisipasinya kejadian rawan pangan secara dini, serta tertanggulanginya kejadian rawan pangan transien dan kronis; sedangkan sasaran penerima manfaat diarahkan kepada masyarakat yang terindikasi rawan pangan.

    D. Indikator Keberhasilan

    Indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Penanganan Daerah Rawan Pangan antara lain : - Indikator Output : tersalurkannya dana bansos untuk bencana - Indikator Outcome : terlaksananya intervensi pencegahan dan

    penanggulangan rawan pangan - Indikator Impact : teratasinya kerawanan pangan

    E. Pengertian

    1. Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk

  • 3

    memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat.

    2. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi.

    3. Rawan Pangan Kronis adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan.

    4. Rawan Pangan Transien adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial), maupun karena alam berupa berbagai musibah yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami). a. Transien Berat: apabila dampak bencana berpengaruh terhadap kondisi

    sosial ekonomi lebih dari 30 persen penduduk suatu wilayah. b. Transien Ringan: apabila dampak bencana berpengaruh terhadap kondisi

    sosial ekonomi kurang dari 10-30 persen penduduk suatu wilayah.

    5. Keadaan Darurat Pangan (Rawan Pangan Transien Berat) adalah keadaan kritis, tidak menentu yang mengancam situasi pangan masyarakat yang memerlukan tindakan serba cepat dan tepat diluar prosedur biasa. Keadaan darurat terjadi karena peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang terjadi diluar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya meskipun dapat diperkirakan (PP 68 tahun 2002).

    6. Investigasi adalah kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan untuk melihat langsung dan melakukan cross check terhadap kejadian rawan pangan dan gizi, sekaligus mengumpulkan data dan informasi guna mengidentifikasi permasalahan, sasaran penerima manfaat, serta jenis bantuan yang diperlukan.

    7. Intervensi adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun

  • 4

    kronis, untuk mengatasi masyarakat yang mengalami rawan pangan sesuai dengan kebutuhannya secara tepat dan cepat.

    8. Sasaran penerima manfaat adalah masyarakat yang terindikasi rawan pangan transien atau kronis yang ditetapkan berdasarkan hasil rekomendasi dari Tim Investigasi.

    9. Berdasarkan waktu pelaksanaan, recovery permasalahan, dan hasil tindakan, mengatasi permasalahan rawan pangan yang dihadapi masyarakat maka intervensi dibedakan menjadi: a. Intervensi Jangka Pendek/Tanggap Darurat adalah suatu kegiatan

    penanganan daerah rawan pangan bersifat segera. b. Intervensi Jangka Menengah adalah suatu kegiatan penanganan daerah

    rawan pangan yang dilakukan dalam kurun waktu 3 (tiga) hingga 6 (enam) bulan.

    c. Intervensi Jangka Panjang adalah suatu kegiatan penanganan daerah rawan pangan yang dilakukan dalam kurun waktu di atas 6 (enam) bulan.

    10. Dukungan pembiayaan terhadap pelaksanaan program PDRP tahun 2012 di propinsi dan kabupaten/kota sesuai kewenangan terbagi menjadi:

    a. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di propinsi yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dalam operasional kegiatan, dana dialokasikan pada BKP/instansi yang menangani ketahanan pangan tingkat propinsi, untuk Kabupten/Kota yang tidak memiliki Satuan Kerja (Satker) Lingkup Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012.

    b. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dalam operasional kegiatan, dana dialokasikan pada BKP/instansi yang menangani ketahanan pangan tingkat kabupaten/kota (yang merupakan Satuan Kerja (Satker) Lingkup Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012.

    11. RKK (Rencana Kebutuhan Kelompok) adalah perencanaan pemanfaatan dana Bansos Untuk Bencana yang dibuat oleh sasaran penerima dana

  • 5

    bansos sesuai dengan kebutuhan sasaran dengan disetujui oleh tim investigasi.

    12. Sistem Pengendalian Intern (SPI) dapat diartikan antara lain: pengawasan intern, lembaga, organisasi, pemerintah daerah, pemantauan pengendalian intern, dengan maksud dan tujuan mendukung peningkatan kinerja, transparansi, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan pengamanan aset negara.

    13. Monitoring (Pemantauan) adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin atau suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses/mempelajari, mengawasi, dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan, yang dilakukan secara terus menerus dan berkala di setiap tingkatan agar program/kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana atau pengamatan secara kontinyu mengenai penggunaan input untuk melaksanakan kegiatan, pencapaian hasil, dan dampak proyek.

    14. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar atau proses penilaian secara sistematik, reguler, dan obyektif mengenai relevansi, kinerja dan keberhasilan program/proyek yang sedang berjalan dan sudah diselesaikan.

    15. Pelaporan adalah bentuk penyampaian informasi mengenai hasil pelaksanaan program/kegiatan yang dituangkan ke dalam formulir yang telah ditentukan secara berkala dan sesuai dengan petunjuk pengisiannya atau dalam konteks partisipatif merupakan kegiatan yang direncanakan dan sistematis tentang data yang diproses, ditransformasikan ke dalam format yang disepakati, dan didistribusikan kepada pengguna untuk memuaskan kebutuhan informasi mereka.

    16. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau salah satu bentuk pengawasan internal, yang memungkinkan untuk melakukan intervensi pencegahan dan penanggulangan terhadap temuan yang menyimpang pada pelaksanaan program/proyek.

  • 6

    BAB II KERANGKA PIKIR

    Penanganan Daerah Rawan Pangan merupakan upaya untuk menangani suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami oleh daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Komponen Penanganan Daerah Rawan Pangan meliputi : (1) kegiatan SKPG yang menghasilkan analisis/peta situasi pangan dan gizi digunakan untuk rekomendasi bagi pengambilan keputusan dalam penanganan daerah rawan pangan; (2) investigasi yang merupakan kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan untuk melihat langsung dan melakukan cross check terhadap kejadian rawan pangan dan gizi, sekaligus mengumpulkan data dan informasi guna mengidentifikasi permasalahan, sasaran penerima manfaat, serta jenis bantuan yang diperlukan; dan (3) intervensi yaitu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien maupun kronis, untuk mengatasi masyarakat yang mengalami rawan pangan sesuai dengan kebutuhannya secara tepat dan cepat.

    Kejadian rawan pangan dapat dikategorikan dalam dua dimensi, berdasarkan : (1) kedalaman untuk ringan, sedang, dan berat; serta (2) waktu/periode kejadian dalam jangka panjang untuk kronis dan jangka pendek/fluktuasi untuk transien. Kerawanan pangan kronis dapat diketahui dari analisis/peta situasi pangan dan gizi yang direkomendasikan melalui hasil Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), yang menggambarkan tingkat kerawanan masing-masing wilayah dari aspek ketersediaan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.

    Kondisi rawan pangan transien disebabkan oleh sesuatu yang terjadi secara mendadak di suatu wilayah, seperti bencana. Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa. Bencana non alam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan

  • 7

    dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Mengingat rawan pangan transien terjadi secara mendadak, maka membutuhkan penanganan yang segera untuk mencegah dampak yang lebih luas, dengan langkah-langkah: investigasi untuk menentukan jenis intervensi, sasaran penerima, metode pelaksanaan intervensi, dan lainnya; serta melakukan intervensi.

    Berdasarkan informasi dari prakiraan situasi pangan dan gizi (SKPG) yang menunjukkan potensi rawan pangan kronis dan laporan adanya kejadian rawan pangan transien akibat bencana maka perlu dilakukan upaya penanggulangan dan pencegahan kejadian rawan pangan kronis dan transien di wilayah tersebut.

    Untuk melihat langsung dan melakukan cross check terhadap kejadian rawan pangan dan gizi di suatu wilayah, dilakukan investigasi sebagai kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan untuk mengumpulkan data dan informasi guna mengidentifikasi permasalahan, sasaran penerima manfaat, serta jenis bantuan yang diperlukan. Investigasi yang dilakukan akan menghasilkan rekomendasi untuk menentukan intervensi yang tepat yang perlu segera dilakukan untuk menanggulangi kondisi rawan pangan yang terjadi. Intervensi yang ditetapkan dapat berupa intervensi dalam jangka pendek, menengah, atau panjang.

    Bekerjanya mekanisme tersebut, diharapkan dapat mencapai sasaran yang diinginkan yaitu terantisipasinya kejadian rawan pangan secara dini dan tertanggulanginya kejadian rawan pangan kronis maupun transien. Tertanganinya setiap kejadian rawan pangan akan memberikan dampak terhadap perwujudan ketahanan pangan. Secara lebih jelas alur pikir mengenai penanganan kerawanan pangan dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 8

    Gambar 1. Alur Pikir Penanganan Kerawanan Pangan

  • 9

    BAB III PELAKSANAAN

    A. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

    Peran pemerintah bersama masyarakat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Pemerintah dalam upaya mencegah kejadian rawan pangan dan gizi melakukan langkah-langkah berikut:

    1. Pengamatan dan kajian dengan menggunakan beberapa indikator yang sesuai urutan kejadian, sebagai bahan untuk mengambil keputusan tindakan preventif dan kuratif;

    2. Meningkatkan kapasitas pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam penanganan kerawanan pangan dan gizi melalui pengelolaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), dengan menetapkan Tim/Pokja Pangan dan Gizi/SKPG secara berjenjang, mulai dari Pusat oleh Menteri Pertanian, Provinsi oleh Gubernur, dan Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota.

    B. Investigasi

    Investigasi dilaksanakan sebagai tindak lanjut hasil analisis SKPG yang direkomendasikan Tim/Pokja Pangan dan Gizi kepada Ketua DKP melalui Badan/Dinas/Kantor/Instansi yang menangani Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun laporan yang diterima mengenai kondisi rawan pangan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Investigasi dilakukan untuk mengetahui: (1) akibat kejadian bencana pada ketahanan pangan dan gizi suatu wilayah yang masyarakatnya tidak mampu mengatasinya tanpa bantuan dari pihak lain; (2) tipe bantuan/intervensi yang diperlukan; (3) sasaran penerima manfaat; (4) besaran bantuan; (5) waktu pelaksanaan intervensi; (6) letak lokasi sasaran; (7) mekanisme intervensi; dan (8) upaya penanganan melalui bantuan: pemerintah, badan usaha, swasta nasional, atau internasional.

    Investigasi dilaksanakan maksimal lima hari setelah menerima informasi adanya gejala rawan pangan, guna memetakan kondisi yang terkait dengan: produksi, distribusi bahan pangan, dan kesehatan. Contoh format laporan

  • 10

    investigasi untuk menentukan sasaran intervensi, rawan pangan kronis, dampak bencana, dapat dilihat pada Lampiran 2 - 5.

    Gambar 2. Pelaksanaan Investigasi dan Intervensi Hasil Analisis SKPG

    C. Intervensi

    Hasil investigasi dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk menetapkan jenis intervensi yang akan diambil untuk menanggulangi kerawanan pangan, sesuai dengan kondisi di lapangan. Contoh format rekomendasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Sebelum intervensi dilakukan, terlebih dahulu perlu ditetapkan sasaran penerima manfaat (kelompok atau rumah tangga), tipe bantuan/intervensi yang diperlukan, besaran bantuan, waktu intervensi, mekanisme, durasi, dan skala intervensi.

    Berdasarkan waktu dan jenis bantuan yang diberikan, intervensi penanganan daerah rawan pangan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

    Apakah permasalahan yang timbul telah sampai pada tahap membutuhkan intervensi ?

    Belum dilakukan intervensi (perlu dikemukakan alasan yang tepat,

    monitoring tetap dilanjutkan)

    Jenis intervensi yang bagaimana yang

    diperlukan?

    Intervensi Pangan (jenis intervensi pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran, waktu intervensi, durasi, skala intervensi,

    target intervensi, pelaksanaan)

    dan/atau

    Intervensi Non Pangan (jenis intervensi pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran, waktu intervensi, durasi, skala intervensi,

    target intervensi, pelaksanaan)

    Investigasi

    Ketersediaan pangan

    Akses pangan

    Tidak Ya

    Pemanfaatan pangan

  • 11

    1. Intervensi Jangka Pendek

    Jenis bantuan yang diberikan, terbatas sebagai upaya antisipasi terhadap keadaan atau gejala yang menimbulkan masalah pangan atau gizi, guna mencegah situasi yang lebih buruk. Dua jenis intervensi jangka pendek:

    a. Intervensi jangka pendek hasil pengamatan dan prakiraan kemungkinan kejadian kerawanan pangan di suatu wilayah atau masyarakat, melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); dan

    b. Intervensi jangka pendek untuk penanggulangan bencana alam atau bencana sosial yang menimbulkan rawan pangan transien dan rawan pangan kronis.

    Intervensi jangka pendek juga dilakukan untuk penanganan rawan pangan resiko rendah dan sedang. Apabila intervensi Jangka Pendek dalam waktu tiga bulan belum dapat mengatasi kondisi rawan pangan, maka dapat direkomendasikan untuk melakukan intervensi jangka menengah.

    2. Intervensi Jangka Menengah

    Intervensi jangka menengah dilakukan untuk menangani rawan pangan resiko tinggi. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan intervensi dilakukan monitoring dan evaluasi. Apabila permasalahan yang dihadapi belum selesai, akan ditindaklanjuti dengan program intervensi jangka panjang.

    3. Intervensi Jangka Panjang

    Diarahkan untuk upaya penanggulangan rawan pangan kronis melalui pemberian bantuan program/kegiatan dalam kurun waktu di atas satu tahun. Intervensi dilakukan secara terstruktur, berkelanjutan, dan terintegrasi dengan program/kegiatan subsektor dan sektor. Jenis intervensi jangka panjang yang akan diambil, dapat berupa intervensi non pangan, intervensi pangan, atau kombinasi keduanya apabila diperlukan:

    a. Intervensi Pangan dilakukan jika perubahan yang terjadi terkait dengan penurunan indikator ketersediaan pangan. Intervensi yang diberikan berupa pemberian bantuan pangan termasuk pangan siap saji atau makanan tambahan bagi bayi umur di bawah lima tahun (Balita). Jangka waktu intervensi pangan maksimal 3 (tiga) bulan.

    b. Intervensi Non pangan dilakukan apabila terjadi perubahan-perubahan terhadap indikator produksi pertanian dan distribusi bahan pangan. Intervensi

  • 12

    yang diberikan dapat berupa bantuan sarana produksi pertanian, operasi pasar, atau sarana distribusi bahan pangan.

    Penanganan rawan pangan kronis jangka panjang melalui bantuan program/kegiatan dapat dikembangkan oleh instansi terkait seperti kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mapan), Pengembangan Lumbung Pangan, Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), Desa Siaga, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Program Rintisan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Primatani), Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil Dalam Pemantapan Ketahanan Pangan Keluarga (Smallholder Livelihood Development Programme in Eastern Indonesia/ SOLID), atau program pemberdayaan lainnya.

    D. Penilaian Resiko

    Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka penilaian risiko dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan, yang dimuat dalam Term of Reference (TOR) dengan uraian langkah-langkah penanganan sebagai berikut:

    1. Identifikasi risiko dilakukan pada setiap tahap kegiatan dengan deskripsi risiko yang mungkin timbul, baik sebelum, pada saat, maupun sesudah pelaksanaan program/kegiatan;

    2. Analisis risiko berupa penyebab dan kemungkinan terjadinya kegagalan;

    3. Rekomendasi prioritas penanganan risiko secara berjenjang

    Contoh identifikasi, analisis, dan penanganan risiko pada kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan seperti pada tabel berikut.

  • 13

    Tabel 1. Contoh identifikasi, analisis dan penanganan risiko pada kegiatan bansos untuk bencana

    Tahap

    Kegiatan Deskripsi Penyebab Akibat Penanganan risiko

    1. Investigasi Penanganan Kerawanan Pangan tidak tepat sasaran

    Investigasi tidak dilakukan

    Kerawanan Pangan bagi masyarakat sasaran masih berlanjut

    - Mengarahkan tim untuk melakukan pemantauan ke lapangan sehingga menghasilkan laporan hasil investigasi pemantauan ke daerah yang terindikasi rawan pangan.

    - Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan investigasi

    2. Pemanfaatan dana

    Pemanfaatan dana bansos untuk bencanatidak optimal

    Dana yang dicairkan tidak didasarkan dari hasil investigasi

    Sasaran tidak mendapat penanganan kerawanan pangan sehingga kondisi rawan berlanjut

    - Tim investigasi melakukan pemantauan kepada sasaran dan memberikan rekomendasi yang tepat

    - Penerima manfaat yang telah ditetapkan sebagai sasaran diharuskan menandatangani surat tanda terima bantuan dalam bentuk kuintansi dan lainnya

    - Pemantauan pemanfaatan dana oleh Badan/Dinas/Instansi Ketahanan pangan pusat/provinsi/kabupaten

  • 14

    BAB IV PENGORGANISASIAN

    Penanganan kerawanan pangan dapat dilakukan secara komprehensif dan berjenjang oleh pemerintah dan masyarakat sesuai dengan peranannya (Gambar 3).

    Gambar 3. Pengorganisasian Penanganan Kerawanan Pangan

    Adapun tugas dari masing-masing instansi di setiap tingkatan pemerintah adalah sebagai berikut:

    A. Pusat

    1. Menteri Pertanian selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan (DKP), membentuk Tim/Pokja SKPG yang berada di bawah koordinasi DKP. Anggota Tim berasal dari perwakilan: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi

    Rekomendasi

    Rekomendasi

    Intervensi Bansos

    Intervensi Bansos

    K E L O M P O K

    S A S A R A N

    Badan/Dinas/Kantor/ Instansi Ketahanan Pangan/ Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan di Provinsi

    Badan/Dinas/Kantor/ Instansi Ketahanan Pangan/ Sekretariat Dewan Ketahanan

    Pangan di Kabupaten/Kota

    Crisis Center

    BKP Pusat/Sekretariat Dewan Ketahanan

    Pangan Pusat Tim Investigasi

    Pusat

    Tim Investigasi Provinsi

    Tim Investigasi Kabupaten/Kota

    Pelaporan

    Penugasan

    Penugasan

    Penugasan

  • 15

    Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Sosial, BULOG, dan instansi lainnya yang terkait.

    2. Tim/Pokja SKPG Pusat bertugas untuk:

    a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan intervensi penanganan rawan pangan dan gizi, serta menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi;

    b. Melakukan pertemuan koordinasi teknis serta konsolidasi data dan informasi pangan dan gizi secara reguler setiap bulan dan akhir tahun;

    c. Menyusun peringkat provinsi berdasarkan laporan SKPG provinsi;

    d. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan situasi pangan dan gizi setiap tiga bulan (Triwulan) dan tahunan;

    e. Melaporkan hasil analisis bulanan dan tahunan kepada Ketua DKP Provinsi dan Tim/Pokja Pangan dan Gizi Pusat;

    f. Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan: informasi yang mengemuka secara nasional, hasil analisis bulanan, dan merumuskan langkah-langkah intervensi.

    3. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selaku Sekretaris DKP dan Sekretaris Tim/Pokja SKPG, bertugas untuk:

    a. Mengkoordinasikan anggota Tim/Pokja SKPG;

    b. Melaporkan kegiatan SKPG kepada Ketua Harian DKP;

    c. Menugaskan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan untuk membentuk Tim Investigasi melakukan verifikasi ulang, dan menghimpun berbagai informasi pendukung yang diperlukan di lokasi yang terindikasi rawan pangan;

    d. Menugaskan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan untuk membentuk Crisis Center yang beranggotakan unsur pemerintah dan masyarakat, untuk membantu tugas Tim Investigasi sebagai supporting tim:

    (1) Monitoring dan analisis kondisi kerawanan pangan;

    (2) Analisis laporan dari provinsi atau kabupaten/kota dan media

  • 16

    (3) Memacu kegiatan SKPG di pusat, provinsi, dan kabupaten sesuai dengan fungsinya;

    (4) Membantu tugas Tim Investigasi sebagai supporting tim.

    B. Provinsi

    1. Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi, membentuk Tim/Pokja SKPG yang berada di bawah koordinasi DKP Provinsi. Anggota Tim berasal dari perwakilan instansi: Badan Ketahanan Pangan (BKP)/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sekretaris atau Asisten dari unsur Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Statistik, Satuan Kerja Pemerintah Daerah Keluarga Berencana (SKPD KB), Dinas Sosial, Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Divisi Regional Perum Bulog, dan Kepolisian Daerah.

    2. Tim/Pokja SKPG provinsi bertugas untuk:

    a. Menemukenali secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah pangan dan gizi;

    b. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dan informasi bulanan dan tahunan untuk: (a) indikator: ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan; serta (b) data spesifik lokal lainnya di kabupaten;

    c. Melakukan analisis hasil SKPG untuk mengetahui situasi pangan dan gizi di suatu wilayah dan prakiraan kejadian kerawanan pangan. Hasil analisis SKPG yang menunjukkan rawan, mengindikasikan bahwa beberapa rumah tangga di wilayah tersebut tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya dalam waktu yang cukup lama, atau di wilayah tersebut mengalami kondisi rawan pangan kronis: tinggi, sedang, atau rendah. Hasil analisis SKPG ditunjukkan dengan warna merah (rawan), kuning (waspada), dan hijau (aman);

    d. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan intervensi penanganan rawan pangan dan gizi;

  • 17

    e. Menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk swasta dan LSM dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi;

    f. Melakukan pertemuan koordinasi teknis serta konsolidasi data dan informasi pangan dan gizi secara rutin setiap bulan dan tahunan;

    g. Menyusun peringkat kabupaten berdasarkan laporan SKPG kabupaten;

    h. Melakukan pengolahan dan analisis data bulanan dan tahunan berdasarkan laporan SKPG kabupaten;

    i. Menyusun laporan situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan;

    j. Melaporkan hasil analisis bulanan dan tahunan kepada Ketua DKP Provinsi dan Tim/Pokja Pangan dan Gizi Pusat;

    k. Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil analisis bulanan apabila diperlukan, dan merumuskan langkah-langkah intervensi.

    3. Kepala Badan/Dinas/Kantor/Instansi yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi selaku sekretaris DKP Provinsi membentuk Tim Investigasi untuk verifikasi dan mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan, hasil analisis Tim Investigasi dilaporkan kepada Gubernur selaku Ketua DKP Propinsi dan kepada BKP Kementerian Pertanian sesuai tingkat keparahan. Selanjutnya berdasarkan rekomendasi Tim Investigasi, Kepala Badan/Dinas/Kantor/Instansi yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi memutuskan untuk melakukan intervensi penanganan kerawanan pangan bagi sasaran, dengan memberikan rekomendasi pencairan dan penggunaan dana Bansos untuk penanganan daerah rawan pangan.

    4. Tim Investigasi bertugas:

    a. Melakukan investigasi kepada sasaran yang terindikasi rawan pangan dengan segera turun ke lapangan lokasi desa kejadian paling lambat satu minggu setelah suatu daerah diketahui mengalami kerawanan pangan kronis, dan maksimal tiga hari untuk kerawanan pangan transien dan berkoordinasi dengan Satlak/Satkorlak/Instansi yang menangani penanggulangan bencana di propinsi;

  • 18

    b. Mengumpulkan data: sasaran, jenis, dan jumlah bantuan yang dibutuhkan serta mendampingi sasaran terdampak rawan pangan untuk menyusun Recana Kebutuhan Kelompok (RKK) seperti pada Lampiran 8;

    c. Menggunakan hasil investigasi sebagai pedoman untuk menyusun rekomendasi kepada Tim/Pokja Pangan dan Gizi Provinsi melalui Kepala Badan/Dinas/Kantor Instansi yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi tentang pelaksanaan tindak lanjut intervensi, yaitu jika hasil investigasi disimpulkan harus segera melaksanakan intervensi, maka kepada Kepala Badan/Dinas/Instansi/Kantor yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi, diinformasikan mengenai: jenis intervensi pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran penerima intervensi, waktu pelaksanaan intervensi, durasi pemberian intervensi, skala intervensi, dan target intervensi.

    C. Kabupaten/Kota

    1. Bupati sebagai Ketua DKP Kabupaten/Kota, membentuk Tim/Pokja SKPG yang berada di bawah koordinasi DKP Kabupaten. Anggota Tim berasal dari perwakilan: Badan Ketahanan Pangan (BKP)/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan kabupaten/kota, Bappeda, Sekretaris Daerah atau Asisten dari unsur Pemda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Statistik Kabupaten, SKPD-KB Kabupaten/Kota, Dinas Sosial, Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh), Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Divisi Regional Perum Bulog, dan Kepolisian Resort.

    2. Tim/Pokja SKPG kabupaten/kota bertugas untuk:

    a. Menemukenali secara dini dan merespon kemungkinan timbulnya masalah pangan dan gizi;

    b. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan intervensi penanganan rawan pangan dan gizi;

    c. Menggalang kerjasama dengan berbagai institusi termasuk kalangan swasta dan LSM dalam implementasi rencana tindak lanjut dan intervensi penanggulangan kerawanan pangan dan gizi;

  • 19

    d. Melakukan pertemuan koordinasi teknis serta konsolidasi data dan informasi pangan dan gizi secara rutin setiap bulan dan tahunan;

    e. Melakukan pengolahan dan analisis data bulanan dan tahunan;

    f. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan situasi pangan dan gizi;

    g. Melaporkan hasil analisis bulanan dan tahunan kepada Ketua DKP Kabupaten/Kota dan Tim Pokja Pangan dan Gizi Provinsi;

    h. Melakukan investigasi kedalaman masalah pangan dan gizi berdasarkan hasil analisis bulanan apabila diperlukan, dan merumuskan langkah-langkah intervensi.

    3. Kepala Badan/Dinas/Kantor/Instansi yang menangani Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP Kabupaten/Kota bertugas untuk:

    a. Mengkoordinasikan anggota Tim/Pokja SKPG;

    b. Membentuk Tim Investigasi pada saat diperlukan, untuk menangani indikasi rawan pangan hasil analisis SKPG/laporan pemantauan, dan dapat dibubarkan setelah tugas Tim dinyatakan selesai. Jumlah anggota Tim Investigasi minimal 5 (lima) orang dari instansi terkait yang mempunyai keahlian di bidangnya;

    c. Menerima laporan hasil investigasi dan rekomendasi dari Tim Investigasi;

    d. Melakukan intervensi penanganan kerawanan pangan bagi sasaran sesuai rekomendasi Tim Investigasi, dengan memberikan rekomendasi pencairan dan penggunaan dana Bansos untuk penanganan daerah rawan pangan;

    e. Melaporkan kegiatan SKPG dan intervensi penanganan kerawanan pangan kepada Bupati/Walikota sebagai Ketua DKP Kabupaten/Kota.

    4. Tim Investigasi bertugas:

    a. Melakukan investigasi kepada sasaran yang terindikasi rawan pangan dengan segera turun ke lapangan lokasi desa kejadian paling lambat satu minggu setelah suatu daerah diketahui mengalami kerawanan pangan kronis, dan maksimal tiga hari untuk kerawanan pangan transien dan berkoordinasi dengan Satuan Pelaksana (Satlak)/Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak)/ Instansi yang menangani penanggulangan bencana di kabupaten/kota wilayahnya;

  • 20

    b. Mengumpulkan data: sasaran, jenis, dan jumlah bantuan yang dibutuhkan, serta mendampingi sasaran terdampak rawan pangan untuk menyusun Recana Kebutuhan Kelompok (RKK) seperti pada Lampiran 8;

    c. Menggunakan hasil investigasi sebagai pedoman untuk menyusun rekomendasi kepada Tim/Pokja Pangan dan Gizi Kabupaten/Kota melalui Badan/Dinas/Kantor Instansi yang menangani Ketahanan Pangan tentang pelaksanaan tindak lanjut intervensi, yaitu:

    (1) Jika hasil analisis investigasi disimpulkan belum perlu dilakukan intervensi, maka Tim/Pokja Pangan dan Gizi direkomendasikan untuk melakukan pemantauan secara berlanjut (Gambar 2.);

    (2) Jika hasil investigasi disimpulkan harus segera melaksanakan intervensi, maka melalui Kepala Badan/Dinas/Instansi/Kantor yang menangani Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota, diinformasikan mengenai: jenis intervensi pangan yang sesuai dan memungkinkan untuk diberikan, sasaran penerima intervensi, waktu pelaksanaan intervensi, durasi pemberian intervensi, skala intervensi, dan target intervensi;

    d. Menyampaikan hasil investigasi dan rekomendasi kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/ Instansi yang menangani ketahanan pangan selaku Sekretaris DKP Kabupaten/Kota.

    D. Lingkungan Pengendalian

    Untuk mendorong keberhasilan penerapan dan pelaksanaan program/kegiatan, diperlukan lingkungan pengendalian, Kepala Badan Ketahanan Pangan melakukan : (1) penetapan kebijakan operasional program kegiatan ke dalam Pedum; (2) membuat SOP; dan (3) sosialisasi, pertemuan secara rutin, monitoring, evaluasi, pelaporan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan program/kegiatan. Sedangkan lingkungan pengendalian keberhasilan penerapan dan pelaksanaan program di propinsi dan kabupaten. Untuk itu, seluruh komponen penyelenggara program/kegiatan:

    1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di: Provinsi oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi;

  • 21

    dan Kabupaten/Kota oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota; melakukan:

    a. Penetapan kebijakan operasional program kegiatan ke dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), atau Petunjuk Teknis (Juknis);

    b. Penetapan susunan organisasi penyelenggara program/kegiatan secara efisien dan efektif yang didukung dengan mekanisme penyelenggaraan program/kegiatan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP);

    c. Penetapan personil pelaksana program/kegiatan di masing-masing unit kerja dan lapangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, antara lain: PPK, PUM, Pelma, dan staf pembantu lainnya;

    d. Sosialisasi, pertemuan secara rutin, monitoring, evaluasi, pelaporan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan program/kegiatan.

    Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPT/ PSPM); Bendahara Pengeluaran; Bendahara Penerima; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Pemegang Uang Muka (PUM); Pelaksana Utama (Pelma) Kegiatan; Panitia Pengadaan Barang/Jasa beserta Pejabat Penerima Barang/Jasa; Pelaksana Kegiatan; dan staf pembantu lainnya melaksanakan tugas sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Kepala Badan/Dinas/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi, atau Kepala Badan/Dinas/Kantor/ Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota.

  • 22

    BAB V PEMBIAYAAN

    Kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan dapat menggunakan dana dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, swadaya masyarakat, swasta, atau lembaga internasional. Dana dari APBN berupa Bansos Untuk Bencana dikelola oleh: (1) Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan Provinsi dalam bentuk Dana Dekonsentrasi; dan (2) Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan Kabupaten/Kota (satker) dalam Dana Tugas Pembantuan (TP).

    Secara umum, dana Bansos Untuk Bencana yang dialokasikan di provinsi, dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan kronis hasil analisis SKPG yang ditunjukkan dengan warna merah (rawan) dan kuning (waspada) serta menanggulangi terjadinya rawan pangan transien berat dan ringan berdasarkan kejadian dan informasi dari daerah atau lokasi kejadian. Khusus bagi kabupaten/kota yang tidak memperoleh alokasi dana Bansos Untuk Bencana, dapat menggunakan dana Bansos Untuk Bencana yang dialokasikan dalam Dana Dekonsentrasi.

    A. Mekanisme Pencairan Dana Bansos Untuk Bencana

    Mengingat dana PDRP dialokasikan dalam bentuk Bansos, maka mekanisme pencairan dana mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Umum Pengelolaan Dana Bantuan Sosial untuk Pertanian Tahun Anggaran 2012 (Gambar 4), sebagai berikut:

    1. Penugasan pemerintah melalui Menteri Pertanian kepada Gubernur berupa dana dekonsentrasi dan Bupati/Walikota berupa dana TP.

    2. Atas usulan Gubernur atau Bupati/Walikota, Menteri Pertanian menetapkan Kepala Badan/Kantor/Dinas/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi/kabupaten/kota selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

    3. Gubernur atau Bupati membentuk Tim/Pokja Pangan dan Gizi Provinsi atau Kabupaten/Kota, untuk bertugas melakukan analisis situasi pangan dan gizi, yang hasilnya disampaikan melalui pertemuan koordinasi kepada Kepala Badan/Kantor/Dinas/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota.

  • 23

    4. Berdasarkan hasil analisis SKPG, Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota, membentuk Tim Investigasi Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan melibatkan lintas subsektor dan sektor, untuk melakukan investigasi atau pemantauan langsung ke lokasi yang terindikasi rawan pangan. Tim Investigasi melaporkan hasil analisis investigasi kepada Ketua DKP Provinsi atau Kabupaten/Kota melalui Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan intervensi, atau masukan kepada Tim/Pokja Pangan dan Gizi Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam melakukan monitoring dan evaluasi ke lokasi daerah rawan pangan apabila tidak perlu dilakukan intervensi.

    5. Tim investigasi melakukan investigasi kepada sasaran yang diindikasikan mengalami rawan pangan.

    6. Sasaran yang terindikasi rawan pangan hasil investigasi Tim/Pokja Pangan dan Gizi Provinsi atau Kabupaten/Kota, dengan jumlah minimal 5 KK membuat Berita Acara Penetapan Sasaran yang terindikasi Rawan Pangan yang diketahui oleh Kepala Desa dan Tim Investigasi (Lampiran 7). Selanjutnya sasaran berkonsultasi dengan Tim Investigasi Provinsi atau Kabupaten/Kota, baik secara teknis maupun ekonomi, untuk menyusun Rencana Kebutuhan Kelompok (RKK) seperti pada Lampiran 8. RKK diajukan kepada Ketua Tim Investigasi Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk mendapat persetujuan. Ketua DKP Provinsi atau Kabupaten/Kota melalui Kepala Badan/Dinas/unit kerja/Kantor yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/ Kota, menindaklanjuti RKK untuk melakukan intervensi kepada sasaran, dengan memberikan rekomendasi pencairan dana.

    7. Berdasarkan hasil investigasi Tim/Pokja Pangan dan Gizi Provinsi atau. Kabupaten/Kota, apabila diperoleh sasaran rawan pangan tersebar di berbagai desa dalam satu kecamatan atau tersebar di beberapa kabupaten dan jumlahnya sasaran kurang dari 5 KK, maka Tim/Pokja SKPG Provinsi atau Kabupaten dapat melakukan pencairan dana melalui Pihak Ketiga yang disesuai dengan aturan yang berlaku.

  • 24

    8. RKK yang disetujui Tim Investigasi Provinsi atau Kabupaten/Kota, ditindaklajuti oleh sasaran penerima dengan:

    (a) membuka rekening pada bank terdekat di wilayahnya, apabila sasaran kesulitan membuka rekening, dapat menggunakan rekening salah satu wakil dari sasaran penerima manfaat; dan

    (b) mengajukan ke Kepala Badan/Kantor/ Dinas/Unit kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/ Kota.

    9. Kepala Badan/Dinas/Kantor/ Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/ Kota yang juga sebagai KPA, mempelajari usulan RKK dan laporan hasil investigasi, dan merekomendasikan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di unit kerjanya, untuk memproses pencairan sesuai ketentuan.

    10. PPK Badan/Dinas/Kantor/Unit kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota:

    (a) Membuat Surat Perjanjian Kerjasama dengan salah satu wakil dari sasaran penerima manfaat (Lampiran 11); dan

    (b) Membuat Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS), dan diajukan ke Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk mendapat persetujuan, dengan melampirkan:

    (1) Keputusan Bupati/Walikota atau Kepala Dinas/Badan yang menangani ketahanan pangan atau pejabat yang ditunjuk tentang Penetapan Sasaran Penerima Manfaat.

    (2) Rekapitulasi RKK seperti pada Lampiran 8. dengan mencantumkan nama-nama sasaran penerima manfaat.

    (3) Kuitansi yang sudah ditandatangani oleh salah satu wakil sasaran penerima manfaat dan diketahui/disetujui oleh PPK Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan seperti terdapat pada Lampiran 9.

  • 25

    (4) Surat Perjanjian Kerjasama antara pejabat pembuat komitmen dengan salah satu wakil sasaran penerima tentang pemanfaatan dana bantuan sosial kepada sasaran penerima seperti pada Lampiran 11.

    (c) Mengajukan SPPL-LS yang disetujui KPA Provinsi atau Kabupaten/ Kota kepada Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (P4).

    11. P4 Provinsi atau Kabupaten/Kota:

    (a) Menguji SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) Provinsi atau Kabupaten/Kota;

    (b) Memberikan rekomendasi kepada Bendahara Pengeluaran Satker di Provinsi atau Satker di Kabupaten/Kota.

    12. Bendahara Pengeluaran Satker di Provinsi atau Satker di Kabupaten/Kota mengajukan SPM-LS kepada Kantor Penerimaan Pengeluaran Negara (KPPN) Provinsi atau Kabupaten/Kota.

    13. KPPN Provinsi atau Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana Bansos ke rekening sasaran.

    14. Dana Bansos yang telah ditransfer ke bank, dapat dicairkan secara keseluruhan ke rekening sasaran penerima manfaat sesuai RKK. Jika pencairan dana dilakukan melalui pihak ketiga, untuk pengadaan fisik Bansos dana yang telah ada di bank dicairkan secara keseluruhan ke rekening pihak ketiga.

    15. Salah satu wakil sasaran penerima atau pihak ketiga yang menerima anggaran, melaporkan pencairan, penyaluran, dan pemanfaatan dana Bansos kepada Kepala Badan/Kantor/Dinas/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota selaku KPA sesuai Berita Acara (Lampiran 10).

    B. Pemanfaatan Dana Bansos Untuk Bencana

    1. Selain dalam bentuk uang yang langsung diserahkan kepada sasaran, dana Bansos untuk bencana juga dapat diberikan dalam bentuk barang. Pemanfaatan dalam bentuk barang mengacu pada Keppres Nomor 54 Tahun

  • 26

    2010, yang dilakukan melalui pihak ketiga. Mekanisme pengadaan barang dengan pihak ketiga, secara ringkas sebagai berikut:

    a. Pengadaan barang dilakukan oleh pihak ketiga yang memenuhi persyaratan teknis/administrasi.

    b. Barang yang akan diadakan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sesuai hasil investigasi, dapat berupa pangan dan atau non pangan.

    c. Segera didistribusikan secara langsung kepada sasaran penerima disertai bukti Berita Acara Serah Terima (Lampiran 10).

    2. Dana Bansos yang telah cair dapat dimanfaatkan oleh sasaran, peruntukannya sesuai dengan RKK yang telah disusun. Bagi sasaran penerima pada kondisi rawan pangan transien, dana Bansos dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan.

    3. Untuk kabupaten/kota yang telah menggunakan dana TP Bansos Untuk Bencana dan masih membutuhkan dana untuk mengatasi rawan pangan transien berat, dapat memberikan laporan dan informasi ke provinsi untuk mengajukan permohonan bantuan dana dekonsentrasi sesuai klasifikasi kerawanan pangan.

    4. Intervensi bagi kondisi rawan pangan kronis dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber dana dari APBN, APBD, masyarakat, swasta, dan bantuan internasional.

  • 27

    10

    11

    6

    8

    9

    1

    2

    7

    12

    Hasil Analisis SKPG

    3

    4

    5

    13

    Membuka rekening di Bank

    Pencairan dana dari

    rekening

    6

    10

    Gambar 4. Mekanisme Pengelolaan Dana Bantuan Sosial

    Bank

    terdekat

    Bendaharawan Pengeluaran KPPN

    Kabupaten

    Menteri Pertanian

    Penguji dan Penerbit SPM

    Pejabat Pembuat

    Komitmen (PPK)

    Kepala Badan/ Kantor/Dinas/Unit

    Kerja yg menangani ketahanan pangan

    Provinsi/Kabupaten/Kota selaku KPA

    Gubernur/ Bupati/Walikota

    Sasaran Penerima

    Tim Investigasi

    Tim/ Pokja

    Pangan dan Gizi

  • 28

    BAB VI MONITORING, EVALUASI, PENGENDALIAN,

    PENGAWASAN, DAN PELAPORAN

    A. Monitoring

    Untuk mengetahui efektivitas penanganan rawan pangan di suatu wilayah melalui intervensi, dapat dilakukan melalui monitoring secara bertahap dan berkelanjutan.

    Unit kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi atau kabupaten/kota, mengkompilasi laporan-laporan hasil monitoring dinas terkait, dan melaporkannya kepada Kepala Daerah dan Pusat. Laporan disampaikan secara berkala setiap bulan dengan format laporan seperti Lampiran 1.

    Pemantauan dalam kerangka SPI dilakukan secara berkelanjutan sejak perencanaan hingga tahap akhir kegiatan, pada: aspek yang mendukung kelancaran pelaksanaan program/kegiatan, ketertiban laporan keuangan, dan pengamanan aset. Hasil pemantauan digunakan sebagai bahan evaluasi terpisah (pengujian sendiri/review), dan tindak lanjut hasil audit (perbaikan kegiatan berdasarkan rekomendasi auditor).

    B. Evaluasi

    Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan Penanganan Daerah Rawan Pangan, meliputi: evaluasi pelaksanaan, evaluasi pencapaian tujuan, dan evaluasi dampak. Melalui evaluasi akan terdeteksi keberhasilan pelaksanaan dan pemanfaatan bantuan. Evaluasi dilakukan oleh Tim/Pokja Pangan dan Gizi provinsi dan kabupaten.

    C. Pengendalian dan Pengawasan

    Pengendalian dan pengawasan dilakukan untuk: (1) mengantisipasi terjadinya penyimpangan terhadap pelaksanaan kegiatan, sehingga kegiatan dapat sesuai dengan tujuan dan sasaran; dan (2) alat kontrol, sehingga jika terjadi penyimpangan atau kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan pedoman umum, dapat segera diarahkan sesuai pedoman umum, tujuan, dan sasaran.

    Pengendalian dan pengawasan dilakukan di setiap tahap kegiatan yang dianggap sebagai titik kritis. Aktivitas pengendalian dalam SPI diarahkan untuk

  • 29

    memberikan kepastian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi dan menangani risiko. Aktivitas pengendalian dilakukan pada saat kegiatan berlangsung. Contoh aktivitas pengendalian dalam SPI pada kegiatan penanganan daerah rawan pangan seperti matriks berikut.

    Tabel 2. Contoh aktivitas Pengendalian dalam SPI pada Kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan

    Tahap Kegiatan Kemungkinan Risiko Kegiatan Pengendalian

    1. Sosialisasi kegiatan kurang

    Pelaksanaan Kegiatan tidak optimal, karena pemahaman dan persepsi aparat dan pelaksana tidak sama.

    Setiap kegiatan harus ada laporan pelaksanaan sosialisasi

    2. Tim SKPG lintas sektor tidak berjalan sesuai fungsinya

    Pelaksanaan kegiatan tidak optimal karena tidak ada analisis bulanan situasi pangan dan gizi

    Melaporkan pelaksanaan analisis setiap bulan (Laporan hasil SKPG)

    3. Tim Investigasi tidak dibentuk

    Pemanfaatan dana tidak tepat sasaran karena tidak ada tim yang melaksanakan investigasi atau pemantauan lebih dalam ke lapangan

    Mengarahkan pembentukan tim investigasi apabila ditemukan indikasi kejadian rawan pangan (SK Tim Investigasi)

    4. Tim investigasi tidak melaksanakan tugas sesuai fungsi

    - Pelaksanaan kegiatan tidak optimal karena tidak ada rekomendasi hasil investigasi

    - Pemantauan lapangan yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan intervensi dan pencairan dana

    Mengarahkan tim untuk melakukan pemantauan ke lapangan (Laporan hasil investigasi pemantauan ke daerah yang terindikasi rawan pangan)

    5. Rekomendasi pencairan tidak tersedia

    Pencairan dana untuk intervensi tidak dapat berjalan

    Mengarahkan untuk menyusun surat rekomendasi pencairan

  • 30

    Tahap Kegiatan Kemungkinan Risiko Kegiatan Pengendalian dana PDRP

    6. Pencairan dana tidak dilakukan

    Intervensi kondisi rawan tidak dapat dilaksanakan

    (a) Melakukan hubungan komunikasi langsung dengan unit kerja ketahanan pangan provinsi dan kabupaten/kota;

    (b) Menyampaikan surat tentang percepatan pencairan dana PDRP kepada unit kerja ketahanan pangan provinsi atau kabupaten/kota;

    (c) Mengarahkan agar setiap pencairan dana dilaporkan kepada Pusat dalam bentuk SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana)

    7. Pemanfaatan dana tidak sesuai peruntukkan

    Kondisi rawan pangan tidak teratasi

    Pemantauan langsung ke lapangan atau mengarahkan agar setiap pembelian barang disertai bukti pembelian (kuintansi atau nota pembelian)

    D. Pelaporan

    Laporan hasil pelaksanaan Penanganan Daerah Rawan Pangan disampaikan kepada pimpinan daerah sebagai bahan masukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi terjadinya kondisi rawan pangan, disertai langkah-langkah penanganan. Laporan hasil pelaksanaan Penanganan Daerah

  • 31

    Rawan Pangan disampaikan kepada Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, untuk digunakan sebagai evaluasi pelaksanaan kegiatan dan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan pelaksanaan program pada tahun-tahun berikutnya.

    Pelaporan terpaut SPI, merupakan Informasi dan Komunikasi yang dilakukan melalui:

    1. Pencatatan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Pelaksana pada setiap tahap kegiatan secara tepat, cepat, dan akurat.

    2. Pelaporan hasil kegiatan oleh Pelaksana pada setiap tahap kegiatan, dapat dimengerti, relevan, dipercaya, dan tepat waktu, tentang: (a) apa yang telah terjadi (what); (b) dimana kejadiannya (where); (c) kapan terjadinya (when); (d) mengapa hal itu terjadi (why); (e) siapa yang terlibat dalam kejadian (who); dan (f) bagaimana hal tersebut terjadi (how).

    3. Informasi mengenai upaya-upaya yang sudah dilakukan dalam mencapai tujuan program dan kegiatan.

  • 32

    BAB VII PENUTUP

    Pedoman Pelaksanaan Penanganan Daerah Rawan Pangan dimaksudkan sebagai bahan acuan untuk menyamakan gerak pelaksanaan kegiatan penanganan daerah rawan pangan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya di provinsi dan kabupaten, masing-masing provinsi dan kabupaten/kota pelaksana kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan agar menjabarkan lebih lanjut kedalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) sesuai dengan kondisi dan situasi daerahnya selama tidak bertentangan dengan isi pedoman ini.

    Jakarta, Januari 2012 Kepala Badan Ketahanan Pangan

    Achmad Suryana

  • 33

    Lampiran 1. Laporan Monitoring Bansos Untuk Bencana

    Kabupaten/Kota : Provinsi :

    No. Lokasi Jumlah

    Penerima

    Jenis Intervensi Volume Sumber Bantuan

    Keterangan Pangan

    Non Pangan

    Rencana Realisasi

  • 34

    Lampiran 2. Format Investigasi untuk Menentukan Sasaran Intervensi

    Kabupaten : Kecamatan : No. Komponen Dasar Hasil Investigasi

    1 Wilayah sasaran

    Misal: Desa X, Desa Y

    2 Sasaran

    Misal: Nelayan atau petani atau buruh

    3 Jumlah (total atau dirinci berdasarkan lokasi dan grup)

    Misal: Total 2000 penduduk di 500 desa x, 600 desa y

    4 Jenis bantuan yang diperlukan

  • 35

    Lampiran 3. Format Rekomendasi Tanggap Darurat

    Kecamatan : Desa :

    Uraian Intervensi

    Pangan Intervensi

    Non Pangan Volume

    Waktu Pelaksanaan

    Pelaksana

    Produksi Pangan

    1 2 3

    1 2 3

    Distribusi Pangan

    1 2 3

    1 2 3

    Kesehatan 1 2 3

    1 2 3

  • 36

    Lampiran 4. Format Investigasi Rawan Pangan Kronis

    No Nama Desa

    Penyebab Utama Rawan Pangan

    Jumlah KK Bantuan

    Total Rawan pangan

    Yang dibutuhkan

    Vol-ume

    Yang telah

    diterima

    Volu-me

  • 37

    Lampiran 5. Format Investigasi Dampak Bencana

    Kabupaten : Kecamatan : Desa :

    No Komponen Dasar Pengamatan Penyebab Kesimpulan A Sosial Ekonomi

    1 Jumlah KK yang kehilangan mata pencaharian 1. Petani 2. Nelayan 3. Pedagang 4. Buruh 5. Lainnya.............

    2 Harga bahan pangan pokok (Rp/Kg) 1........................ 2........................

    Normal Rp...... Saat Ini Rp.....

    3 Jumlah aset yang hilang/rusak 1. Rumah 2. Ternak 3. ............................

    B Sarana dan Prasarana 1 Pertanian

    1............................. 2.............................

    Kondisi:

    2 Transportasi 1.............................. 2...........................

    Kondisi:

    3 Kesehatan 1...........................

    Kondisi

  • 38

    No Komponen Dasar Pengamatan Penyebab Kesimpulan 2........................

    4 Fasilitas Perdagangan 1. Pasar 2. Kios 3. ....................

    Kondisi

    C Ketersediaan Pangan 1 Luas Kerusakan Usahatani

    1. Padi 2. Palawija 3. Perkebunan 4. Tambak 5. Karamba 6. ................

    2 Jumlah Cadangan Pangan 3 Jumlah Pemasukan Bahan

    Pangan

    4 Bantuan Yang dibutuhkan 1......................... 2.......................... Yang telah diterima 1......................... 2............................

    Volume

    Keterangan:

  • 39

    Lampiran 6. Format Rekomendasi

    Kabupaten : Kecamatan : Desa :

    Penanganan Intervensi Pangan

    Intervensi Non Pangan

    Volume Waktu

    Pelaksanaan Pelaksana

    Jangka Pendek 1 2 3

    1 2 3

    Jangka Menengah

    1 2 3

    1 2 3

    Jangka Panjang

    1 2 3

    1 2 3

  • 40

    Lampiran 7. Format Berita Acara Penetapan Sasaran Terindikasi Rawan Pangan

    BERITA ACARA PENETAPAN SASARAN YANG TERINDIKASI RAWAN PANGAN

    DESA____KECAMATAN____KABUPATEN/KOTA____PROPINSI____ Pada hari ini..tanggal.., bulan...... 2012 telah dilakukan investigasi kepada masyarakat yang terindikasi rawan pangan, dan telah ditetapkan nama yang tercantum di bawah ini sebagai sasaran yang terindikasi rawan pangan :

    1. ________________________________ 2. ________________________________ 3. ________________________________ 4. ________________________________ 5. ________________________________ 6. ________________________________ 7. ________________________________ 8. ________________________________ 9. ________________________________ 10. ________________________________ dst.

    Demikian berita acara ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

    Mengetahui:

    Ketua Tim Investigasi Kepala Desa

    (_____________________) Nip.

    (______________________)

  • 41

    Lampiran 8. Format Rekapitulasi Rencana Kebutuhan Kelompok Sasaran Rekapitulasi RKK/RUB : .. Desa/Kelurahan : .. Kecamatan : .. Kabupaten/Kota : .. Provinsi : ..

    REKAPITULASI RENCANA KEBUTUHAN KELOMPOK SASARAN

    .. Kepada Yth :

    Kuasa Pengguna Anggaran Provinsi atau Kab/Kota ............

    Sesuai dengan Surat Keputusan *).. No. tanggal.................................................. tentang penetapan sasaran dengan ini kami mengajukan permohonan Dana Bantuan Sosial untuk Bencana senilai Rp(terbilang) sesuai Rencana Kebutuhan Kelompok Sasaran (RKK) terlampir dengan rekapitulasi kegiatan sebagai berikut :

    No Nama Kebutuhan (pangan dan non pangan)

    Jumlah Biaya (Rupiah)

    1 2 3 1. 2.

    Dst.

    Jumlah Selanjutnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama Nomortanggal.., Dana Bantuan Sosial untuk Bencana tersebut agar dipindahbukukan ke rekening atas nama..No. Rekening.pada cabang/unit Bank...di MENYETUJUI Ketua Tim Investigasi Wakil Penerima Sasaran, ................................ ............................ Nip.

    MENGETAHUI/MENYETUJUI, Pejabat Pembuat KomitmenProvinsi atau Kabupaten/Kota

    ...........................

    Nip. *) Kepala Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja atau pejabat yang ditunjuk.

  • 42

    Lampiran 9. Format Kuitansi Dana Bantuan Sosial Untuk Bencana NPWP : MAK : T.A :

    KUITANSI

    No : ..

    Sudah Terima dari : Kuasa Pengguna Anggaran .... Provinsi atau Kabupaten/Kota..

    Uang sebanyak Untuk pembayaran : Dana Bantuan Sosial untuk Bencana.

    di Desa/Kelurahan..... Kecamatan Kabupaten/Kota Sesuai Surat Perjanjian Kerjasama No.tanggal.

    Terbilang Rp.

    ...........,.2012 Setuju dibayar, Yang menerima, a.n. Kuasa Pengguna Anggaran Wakil Sasaran PenerimaProvinsi atau Kabupaten/Kota..

    Materai Rp.6.000,-

    .... .... Nip.

    Tgl. Bendaharawan,

    ....

    Nip.

    *) Format kuitansi ini dapat disesuaikan untuk kegiatan pada DIPA Pusat dan DIPA Provinsi

  • 43

    Lampiran 10. Berita Acara Penerimaan Dana Bansos Untuk Bencana

    BERITA ACARA PENERIMAAN DANA BANTUAN SOSIAL UNTUK BENCANA

    DESA____KECAMATAN____KABUPATEN/KOTA____PROPINSI____

    Pada hari...tanggal...bulan...tahun... Telah diterima Dana Bantuan Sosial untuk Bencana dengan jumlah Rp_________________. (dengan huruf).

    Dana tersebut telah diterima oleh Sasaran Penerima Manfaat, dengan rincian sebagai berikut :

    No Nama Sasaran Penerima

    Jumlah yang diterima

    Tanda tangan

    Rp Pangan/non pangan

    1 2 3 4 1. 2. 3.

    Dst.

    Jumlah

    Wakil Penerima Manfaat,

    (______________________)

  • 44

    Lampiran 11. Format Perjanjian Kerjasama antara PPK Provinsi atau Kab./Kota dengan Wakil Sasaran Penerima Dana Bansos Untuk Bencana

    SURAT PERJANJIAN KERJASAMA

    Nomor : ................................ Antara

    PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN PROVINSI atau KABUPATEN/KOTA .............. *)

    dengan WAKIL SASARAN PENERIMA DANA BANTUAN SOSIAL UNTUK

    BENCANA

    Tentang PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA BANTUAN SOSIAL

    UNTUK BENCANA KEGIATAN PENANGANAN DAERAH RAWAN PANGAN

    Pada hari ini,....tanggal.....bulan.....tahun dua ribu duabelas bertempat di Kantor...Jalan..., kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. ..........: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)...., dalam hal ini bertindak untuk

    dan atas nama Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).....DIPA Tahun Anggaran 2012 No.....tanggal...yang berkedudukan di jalan....yang untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

    2. ...........: Wakil Sasaran Penerima..., dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama sasaran penerima.....yang berkedudukan di Desa/Kelurahan...Kecamatan... Kabupaten/Kota...Propinsi.....yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

    Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama yang mengikat dan berakibat hukum bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan pemanfaatan Dana Bantuan Sosial untuk Bencana, dengan ketentuan sebagai berikut :

  • 45

    Pasal 1 DASAR PELAKSANAAN

    1. Keputusan Presiden No...Tahun...., tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

    2. Pedoman/Petunjuk Teknis tentang Kegiatan..... Tahun Anggaran 2012 yang diterbitkan oleh Dirjen/Kepala Badan...., Kementerian Pertanian;

    3. DIPA..., Nomor:...tanggal....2012 4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :.......tanggal........, tentang Penyaluran

    Dana Bantuan Sosial untuk Pertanian Tahun Anggaran 2012; 5. Surat Keputusan Kepala Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja atau pejabat yang

    ditunjuk......, Nomor :...tanggal...., tentang Penetapan Sasaran, dengan melampirkan hasil investigasi dari Tim/Pokja SKPG

    Pasal 2 LINGKUP PEKERJAAN

    PIHAK PERTAMA memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah setuju untuk menerima dan memanfaatkan Dana Bantuan Sosial untuk Bencana tersebut sesuai dengan Rencana Kebutuhan Kelompok Sasaran sebagaimana terlampir.

    Pasal 3 SUMBER DAN JUMLAH DANA

    Sumber dan jumlah Dana Bantuan Sosial untuk Bencana yang diterima oleh PIHAK KEDUA adalah : 1. Sumber dana sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan

    Anggaran (DIPA)...........Nomor : .......... tanggal............ 2. Jumlah dana yang disepakati kedua belah pihak sebesar Rp.....(dengan

    huruf)

    Pasal 4 PEMBAYARAN

    Pembayaran Dana Bantuan Sosial untuk Bencana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) Surat Perjanjian Kerjasama ini akan dilakukan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA setelah perjanjian kerjasama ini ditandatangani, dilaksanakan melalui Surat Perintah Membayar (SPM) yang disampaikan oleh

  • 46

    KPA kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara............, dengan cara pembayaran langsung ke rekening pada Bank......... No Rek :..............atas nama............

    Pasal 5 SANKSI

    Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan pemanfaatan Dana Bantuan Sosial untuk Bencana kepada sasaran sesuai dengan Pasal 2, maka PIHAK PERTAMA berhak secara sepihak mencabut seluruh dana yang diterima PIHAK KEDUA yang mengakibatkan surat perjanjian kerjasama batal.

    Pasal 6 PERSELISIHAN

    1. Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sehubungan dengan surat perjanjian kerjasama ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah untuk memperoleh mufakat;

    2. Apabila dengan cara musyawarah belum dapat dicapai suatu penyelesaian, maka kedua belah pihak menyerahkan perselisihan ini kepada Pengadilan Negeri...., sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    3. Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum adalah mengikat kedua belah pihak.

    Pasal 7

    FORCE MAJEURE 1. Jika timbul keadaan memaksa (force majeur) yaitu hal-hal yang diluar

    kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga tertundanya pelaksanaan kegiatan, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada PPK/KPA dengan tembusan kepada Tim Teknis dalam waktu 4x24 jam kepada PIHAK PERTAMA;

    2. Keadaan memaksa (force majeur) yang dimaksud pasal 7 ayat (1) adalah : a. Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir besar, kebakaran

    yang bukan disebabkan kelalaian PIHAK KEDUA; b. Peperangan; c. Perubahan kebijakan moneter berdasarkan Peraturan Pemerintah.

  • 47

    Pasal 8 LAIN-LAIN

    1. Bea materai yang timbul karena pembuatan surat perjanjian kerjasama ini menjadi beban PIHAK KEDUA;

    2. Segala lampiran yang melengkapi surat perjanjian kerjasama ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama;

    3. Perubahan atas surat perjanjian kerjasama ini tidak berlaku kecuali terlebih dahulu harus dengan persetujuan kedua belah pihak.

    Pasal 9

    PENUTUP Surat perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa adanya paksaan dari manapun dan dibuat rangkap 6 (enam) yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk digunakan sebagaimana mestinya. PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA Wakil Sasaran Penerima Pejabat Pembuat Komitmen ................................ Kabupaten/Kota .................. Materai Rp.6.000,- ................................ ............................ Nip.

    *) Format ini dapat disesuaikan untuk kegiatan pada DIPA Pusat dan DIPA Provinsi