Draft Evaluasi Program Final
-
Upload
galih-arif -
Category
Documents
-
view
48 -
download
2
description
Transcript of Draft Evaluasi Program Final
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang
berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh
pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan
Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam
penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan,
masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga
insidens dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di Indonesia
relatif masih sangat tinggi.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan
kesehatan sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber
daya manusia Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut ditetapkanlah
Visi Indonesia Sehat 2015 yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara
Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang
sehat dan dengan perilaku yang sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Negara
kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut diselenggarakan upaya
pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maupun oleh masyarakat
termasuk swasta.
1
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai
media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut
(mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini
diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan
menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan
berbagai faktor yang saling mempengaruhi.
Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi atau
toksinnya, yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/
ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Penyakit menular (Communicable
Disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya agen penyebab yang
mengakibatkan perpindahan atau penularan penyakit dari orang atau hewan yang
terinfeksi, kepada orang atau hewan yang rentan (potential host), baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perantara (vector) atau lingkungan hidup.(1)
Berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, maka Dinas Kesehatan
bertugas mengembangkan segala potensi yang ada untuk menjalin kemitraan dan
kerja sama semua pihak yang terkait serta memfasilitasi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan manajemen program yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana,
tenaga, sarana dan prasarana).
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut
yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan
sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian,
hingga perdarahan spontan.(2) (WHO, 2010).
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun
1953-1954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian
besar negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.(2) (WHO, 2010).
2
Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus demam dengue atau 71,4
kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di
357 dari total 480 kabupaten (Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program
Managers Meeting 2008). Dari total kasus di atas, kasus DBD berjumlah 16.803,
dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001, distribusi usia
penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5 tahun)
14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8%.(3) (DepKes RI, 2008).
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta terdapat 14.071 penderita
DBD pada tahun 2003 dengan CFR 0,42 %. Pada tahun 2004, jumlah penderita
meningkat tajam menjadi 20.640 orang dengan CFR 0,44 % sedangkan tahun 2005
jumlah penderita meningkat menjadi 23.466 orang dengan CFR 0,34%. Pada bulan
Januari-Febuari 2009 DBD telah menyerang 4.290 warga.
Berdasarkan data dari Kelurahan Menteng Dalam penemuan kasus DBD dan
penemuan jentik masih cukup tinggi beberapa wilayah, sehingga peneliti melakukan
penelitian terhadap program mengenai kasus DBD yang terdapat di Kelurahan
Menteng Dalam.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
yang ada, yaitu bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat
Kelurahan Menteng Dalam tentang demam berdarah?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Kelurahan Menteng
Dalam tentang pentingnya pencegahan DBD.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat di Kelurahan
Menteng Dalam terhadap penyakit DBD.
3
b. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap penyakit DBD.
c. Untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di
Kelurahan Menteng Dalam.
d. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam
kegiatan kesehatan di Kelurahan Menteng Dalam.
D. Manfaat Kegiatan
1. Bagi Mahasiswa :
a. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu
kesehatan Masyarakat.
b. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang
ditemukan di dalam program puskesmas.
c. Mengetahui bagaimana merencanakan kegiatan dalam penyelesaian
masalah DBD di Puskesmas Menteng Dalam.
2. Bagi Puskesmas :
a. Membantu Puskesmas dalam mengidentifikasi penyebab dari DBD di
Kelurahan Menteng Dalam
b. Membantu Puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian
terhadap masalah tersebut.
c. Membantu Puskesmas dalam membuat rencana kegiatan dari
pemecahan masalah tentang DBD di Kelurahan Menteng Dalam
E. Metodologi Penulisan
1. Jenis data yang diambil
Data diambil dari data primer dan data sekunder yang didapatkan di
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam. Data primer diperoleh dari wawancara
dengan kepala puskesmas, staf, dan para pemegang program kesehatan
lingkungan serta pengamatan langsung tentang pelaksanaan manajemen, yang
berupa pelaksanaan proses manajemen (P1/ Perencanaan, P2/ Penggerakkan
4
dan Pelaksanaan, serta P3/ Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian). Data
sekunder diperoleh dari SIMPUS (Sistem Informasi Puskesmas) dan laporan
hasil kegiatan bulanan maupun tahunan puskesmas.
Data hasil kegiatan yang diperoleh kemudian dianalisa dengan
membandingkan dengan SPM. Hasil kegiatan dengan pencapaian yang kurang
dari 100% berdasarkan SPM merupakan masalah. Dari berbagai masalah
tersebut dilakukan upaya pemecahan dengan menerapkan metode algoritma
problem solving cycle, yaitu setelah dilakukan identifikasi masalah maka
selanjutnya melakukan penentuan prioritas masalah dengan menggunakan
metode Hanlon Kuantitatif. Kemudian diambil salah satu program bermasalah
yang akan dipecahkan. Langkah selanjutnya dilakukan analisa penyebab
dengan mempergunakan diagram Fish Bone Analysis berdasarkan pendekatan
sistem untuk mencari kemungkinan penyebab. Dari berbagai kemungkinan
penyebab kemudian dilakukan konfirmasi untuk mencari penyebab yang
paling mungkin. Kemudian ditentukan alternatif pemecahan masalah
berdasarkan masalah yang ditentukan. Berdasarkan penyebab masalah yang
paling mungkin tersebut, ditentukan prioritas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode kriteria matriks (MIV/C). Setelah didapatkan
pemecahan masalah terpilih lalu dibuat rencana kegiatan dalam bentuk POA
(Plan Of Action) atau rencana kegiatan. Selanjutnya dilakukan monitoring dan
evaluasi.
2 .Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Lingkup lokasi : Wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam Jakarta
Selatan
b. Lingkup waktu : Data Januari-Maret 2015
c. Lingkup sasaran : Warga RW 13 Kelurahan Menteng Dalam, Jakarta Selatan
d. Lingkup metode : Pengamatan, wawancara dan data sekunder.
5
3. Besar Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini jumlahnya disesuaikan dengan
besar populasi sampel jumlah temuan kasus DBD dan jentik positif yang berada di
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam, Jakarta Selatan
5. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, dimana penelitian dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan
gambaran mengenai suatu keadaan secara objektif.
Rancangan penelitian yang digunakan berupa survey dengan tujuan untuk
membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program dan
hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut
6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam laporan ini adalah warga RW 13 Kelurahan
Menteng Dalam, Jakarta Selatan, di mana pada RW tersebut ditemukan kasus
DBD tertinggi dari bulan Januari-Maret 2015
Kriteria eksklusi dalam laporan ini adalah
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini
mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien
DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-
lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali
kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap
hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan
dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan
merespon kasus ini.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya
kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan
peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga
7
meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968,
menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.(4)
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15
tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu
jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari(4)
Gambar 1. Negara dengan risiko transmisi dengue (WHO, 2011)
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam
berdarah dengue antara lain: demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen
sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran
8
udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis
untuk demam dengue dan demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan
penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue dan demam berdarah dengue di
Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka kematian anak,
endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh area. (4)
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden
tertinggi pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 penduduk, namun pada tahun
2008 menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan
sudah dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni <20 per
100.000 penduduk.
Gambar 2.2 Angka kesakitan dan kematian DBD di Indonesia (Depkes, 2008)
Epidemic sering terjadi di Amerika, Eropa, Australia, dan Asia hingga awal
abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia
Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika
tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada
daerah endemik dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak
dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)
9
Gambar 3. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.(6)
Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti. Merah : area infestasi Aedes aegypti dan epidemic
dengue
Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue.
Epidemik dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di
daerah ekuator dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab rawat inap dan
kematian tertinggi pada anak-anak.(7)
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan
beberapa serotipe. Penyakit ini biasanya menjadi epidemik tiap 2-5 tahun. DHF/DSS
paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun.
Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak
yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi yang darah ibunya
mengandung anti dengue antibodi. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada
musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih
panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.(8)
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan
10
Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat
tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus
tertinggi diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal
dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.(9)
2.3 Definisi
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(8)
2.4 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x10.(7)
Gambar 4. Virus Dengue (Smith, 2002)
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
11
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap
serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.(5)
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering
ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik-
bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki
tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan
pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang,
pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak
terbang 50 meter.
Gambar 5. Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
2.5 Gejala dan Tanda (10-12)
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (380 C-400 C)
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif purpura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
12
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /mm3.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau
tifoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD
bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM
menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,
maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk
bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu
diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium)
dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai
dengan perdarahan seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan
harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita
Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan
adanya hemokonsentrasi, pleura efusi dan asites.
13
Gambar 6. Manifestasi infeksi virus dengue
2.6 Patofisiologi (13)
Kelainan utama pada DBD ialah :
(1) bertambahnya permeabilitas vaskuler yang menyebabkan terjadinya
kebocoran plasma dan terjadinya hipovolemi intravaskuler
(2) gangguan hemostasis (angiopati, trombositopeni dan koagulopati).
Pemulihan volume cairan intravaskuler secara dini dan adekuat akan
memberikan hasil yang baik. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya renjatan
dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler seminata (KID). Pada saat terjadi
kebocoran plasma, albumin, air dan elektrolit keluar dari kompartemen
intravaskuler ke dalam kompartemen ekstravaskuler. Dengan adanya protein
dalam kompartemen ekstravaskuler, tekanan osmotik cairan ekstravaskuler
meningkat dan perbedaan (gradien) tekanan osmotik intra dan ekstravaskuler
menurun dengan akibat penarikan masuk air dan elektrolit pada sisi kapiler venus
menurun. Berkurangnya cairan yang masuk kembali ke kompartemen
intravaskuler menyebabkan terjadinya hipovolemi intravaskuler,
hemokonsentrasi, viskositas darah meningkat, aliran darah menurun, perfusi
jaringan berkurang dan mungkin terjadi renjatan dengan komplikasi yang berat
14
yaitu KID yang dapat menyebabkan perdarahan hebat. Dilain pihak berkurangnya
cairan yang masuk kembali ke dalam kompartemen intravaskuler menyebabkan
terkumpulnya cairan di kompartemen ekstravaskuler yang dapat bermanifestasi
sebagai cairan pleura, asites dan cairan pada dinding organ di perut. Pada fase
penyembuhan permeabilitas dinding vaskuler membaik, kebocoran plasma
berhenti, akan tetapi sebagian albumin atau protein masih ada di kompartemen
ekstravaskuler dan perbedaan tekanan intra dan ekstra vaskuler belum kembali
normal sehingga masih mungkin terjadi balans negatif antara cairan yang keluar
dan yang masuk kembali ke dalam kompartemen intravaskuler. Pada saat semua
sisa protein atau albumin ekstravaskuler telah di metabolisme, maka perbedaan
tekanan osmotik intra dan ekstra vaskuler menjadi normal kembali. Cairan
ekstravaskuler (efusi pleura, asites dll) diresorpsi kembali dan menghilang.
Gambar 7. Patofisiologi dan patogenesis Demam Berdarah Dengue
2.7.Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan
kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis).(11)
15
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 – 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mucosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah
Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (100.000/µ atau kurang)
2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia, dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
Dikenal beberapa jenis uji serologi yang dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, misalnya :
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF Test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization Test = NT Test)
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
5. IgG Elisa
16
2.8 Diagnosis Banding (8)
Diagnosis banding demam berdarah dengue adalah :
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau infeksi parasit seperti : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis,
demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia dan
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain
2. Demam chikungunya. Pada demam chikungunya penularannya mirip dengan
influenza. Dibanding dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
yang mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu
disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering ditemukan
nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama
dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
3. Penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis meningokokus juga
menimbulkan petekie dan ekimosis. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Terdapat
leukositosis disertai dominasi sel PMN (pada hitung jenis Shift to the left).
Laju endap darah dapat membedakan infeksi bakteri dengan infeksi virus.
Pada meningitis meningokokus jelas terdapat rangsang meningeal dan
kelainan cairan serebrospinalis.
4. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit.
Pada hari-hari pertama, ITP sulit dibedakan dengan DBD, tetapi demam pada
ITP cepat menghilang, tidak ada leukopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak
dijumpai pergeseran kekanan pada pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan,
trombosit lebih cepat naik daripada pada ITP.
5. Leukemia dan anemia aplastik juga terdapat perdarahan. Demam pada
leukemia tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas leukemia. Pada
anemia aplastik, anak sangat anemis, demam timbul karena infeksi sekunder.
17
Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia. Pada pasien dengan
perdarahan yang hebat, foto torak dan kadar protein dapat sangat membantu.
Pada DBD dapat ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemiasebagai tanda
perembesan plasma.
2.9 Derajat Penyakit DBD
Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan sangat erat kaitannya
dengan pengelolaan dan prognosis, maka WHO (1997) membagi DBD dalam 4
derajat setelah kriteria laboratorik terpenuhi yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue (10)
DD/DBD Derajat * Gejala Laboratorium Serologi
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
Artralgia.
Leukopenia,
Trombositopenia,
Tidak ditemukan bukti
kebocoran plasma
Dengue Positif
DBD I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet positif.
Trombositopenia (<100.000/ul), bukti
ada kebocoran plasma
DBD II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Trombositopenia (<100.000/ul), bukti
ada kebocoran plasma
DBD III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg atau kurang ) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
Trombositopenia (<100.000/ul), bukti
ada kebocoran plasma
DBD IV Syok berat ( profound shock ), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Trombositopenia (<100.000/ul), bukti
ada kebocoran plasma
* DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD).
18
2.10 Pencegahan (12)
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
1. Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
2. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
3. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
4. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu atau ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
1. Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
2. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
19
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.
Perlunya 3-M (11)
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh
nyamuk Aedes aegypti, terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar
menyembunyikan suaranya dengan membuat gerakan sayap yang halus sehingga
nyaris tak terdengar. Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan
untuk mematangkan telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya darah
manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk hidup lainnya.
Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya, Aedes
aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan demikianlah,
telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi larva yang kemudian
mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air tersebut. Karena itu tidak
heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan
air, terutama yang kotor.
Karena itu, penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk
Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor.
Karena itu, pengontrolan dengue bisa dilakukan dengan pengontrolan nyamuk Aedes
aegypti. Pengontrolan nyamuk bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama adalah
membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun dengan ovitrap, yakni dengan bak
perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan
berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan,
20
sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka
pendek, cara ini masih bisa digunakan.
Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus
dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis manusia tidak
akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti
untuk mengatasi masalah malaria. Namun, pengembangan cara ini masih memerlukan
puluhan tahun untuk bisa diaplikasikan.
Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan efisien
melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur abate di tempat
penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang
memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan jentik nyamuk
Aedes aegypti. Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita
saat ini.
2.11 Penatalaksanaan(12)
Setiap pasien tersangka demam dengue atau demam berdarah dengue sebaiknya
dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, seyogyanya pada kamar yang
bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau demam
berdarah dengue tanpa penyulit adalah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2
liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar
ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simptomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, dan
inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin,
atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
21
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu keadaan umum memburuk, hati makin membesar, masa perdarahan
memanjang karena trombositopenia, hematokrit meninggi pada pemeriksaan
berkala.
Dalam hal ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan. Serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam
pada hari – hari pertama pengamatan, selanjutnya 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan cairan intravaskular
ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan
intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, ringer laktat atau bila terdapat
renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan
kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan
permulaan tetesan adalah 20 ml/kg berat badan, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan cara diguyur, dan
bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau
dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml/kg berat badan. Dalam hal
ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat.
Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam
setelah renjatan teratasi.
22
Transfusi darah dilakukan pada :
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan kadar Hb dan
Ht.
Pemberian kortikosteroid dilakukan telah terbukti tidak terdapat perbedaan
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan
yang lama (prolonged shock), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama
perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu
diberikan.
2.12 Kriteria memulangkan pasien DBD : (10,11)
Berikut adalah hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum memulangkan pasien
dengan DBD, yaitu pasien tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, secara klinis tampak perbaikan, hematokrit stabil, apabila syok
maka dapat dipulangkan setelah tiga hari syok teratasi dan klinis baik, jumlah
trombosit > 50.000/µl, dan tidak dijumpai distress pernapasan akibat efusi pleura
atau asidosis.
2.13 Komplikasi (11)
Komplikasi dari penyakit DBD adalah :
1. Dengue syok sindrom, terjadi karena peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang mendadak. Dengan akibat terjadinya perembesan
plasma dan elektrolit melalui endotel. Dinding pembuluh darah dan masuk ke
dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa.
23
2. Ensefalopati, karena edema otak sebagai akibat meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah otak.
3. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dapat terjadi pada penderita
DHF baik yang disertai renjatan maupun yang tidak.
4. Efusi pleura. Meningkatnya hematokrit bahwa syok terjadi akibat bocornya
plasma ke jaringan ekstravaskuler sehingga menyebabkan terjadinya
timbulnya cairan pada pleura.
2.14 Prognosis
Prognosis tergantung dari saat diagnosis. Prognosis menjadi semakin buruk
bila ditemukan komplikasi. Pada orang dewasa prognosis dan perjalanan penyakit
lebih ringan dari anak-anak.
24
BAB III
DATA UMUM DAN DATA KHUSUS PUSKESMAS TEBET BARAT
3.1. DATA UMUM PUSKESMAS KELURAHAN TEBET BARAT
3.1.1 DATA WILAYAH KERJA
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Tebet Barat adalah :
Utara : Jalan tebet dalam 1
Selatan : Saluran air/ jalur Hijau Kelurahan Tebet Barat
Barat : Jalan Prof Soepomoe SH dan Dr Saharjdoe
Timur : Jalan Let. Jend. MT Haryono
Kelurahan Tebet Barat merupakan salah satu dari 7 kelurahan yang ada di
Kecamatan Tebet yang terletak di Jakarta Selatan.
Kondisi wilayah pada umumnya menengah keatas :
Daerah rawan banjir : RT. 005 s/d 013 RW 07, RT14 s/d
17 RW 01
Daerah kumuh/miskin : RW. 07 dan RW.01
Daerah rawan DBD : RW 01,02,03,04,05,06,07
Luas wilayah kerja Puskesmas Tebet Barat adalah sebesar 171,60 Ha. Dari
jumlah keseluruhan wilayah sebagian besar merupakan pemukiman
penduduk dengan 75% digunakan untuk perumahan dan pekarangan, 15%
untuk perkantoran, dan 3% untuk tanah wakaf dan makam serta 7%
digunakan untuk lain-lain.
25
2. Keadaan Penduduk (Tahun 2014)
Jumlah penduduk : 25.474. jiwa
Jumlah laki-laki : 12.728 jiwa
Jumlah perempuan : 12.746 jiwa
Jumlah KK : 8474 KK
Kepadatan Penduduk : 1,48 jiwa/km2
JUMLAH PENDUDUK KELURAHAN TEBET BARAT
TAHUN 2014
RWWNI WNA
JUMLAH
LK PR JML LK PR JML
1 2.169 2.471 4.640 0 0 0 4.640
2 1.106 1.112 2.218 0 0 0 2.218
3 1.502 1.568 3.070 0 0 0 3.070
4 1.797 1.574 3.371 0 5 5 3.371
5 1.631 1.703 3.334 3 0 3 3.334
6 1.324 1.481 2.805 0 0 0 2.805
7 2.087 1.583 3.670 0 0 0 3.670
8 1.109 1.249 2.358 0 0 0 2.358
JUMLAH 12.725 12.741 25.466
3
5
8 25.474
Sasaran Kesehatan
26
KETERANGAN JUMLAH
Bayi
Balita
Remaja
WUS
PUS
188 anak
1.019 anak
1.895 orang
8.436 orang
4.121 orang
Pada wilayah kerja Puskesmas Tebet Barat didapatkan jumah bayi
sebanyak 188 bayi, balita sebanyak 1.019 anak, remaja sebanyak 1.895 orang, wanita
usia subur sebanyak 8.436 orang, dan pria usia subur sebanyak 4.121 orang sebagai
sasaran kesehatan.
Tabel 4. Data Pemeluk Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tebet
Barat
Agama Jumlah Persentase
Islam
Kristen protestan
Katolik
Budha
Hindu
Kong Hu Chu
29.305
1.175
1.002
535
672
210
89,07%
3,57%
3,04%
1,63%
2,04%
0,65%
Total 32.899 100 %
27
Sumber : Data statistik Kelurahan Tebet Barat tahun 2014
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tebet Barat mayoritas beragama
Islam.
Sarana Pendidikan :
TK : 11
SD / SLB/MI : 8 / 1 / 1
SLTP / Mts : 2 / 1
SLTA / SMK / MA : 3 /2 / -
:
Data Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tebet Barat
(Tahun 2014)
KETERANGAN JUMLAH
Pegawai Negeri Sipil
TNI
Pensiunan
Swasta
Pedagang
Buruh
Lain-lain
3.250 jiwa
42 jiwa
2.805 jiwa
7.118 jiwa
2.270. Jiwa
1.200 jiwa
1.700 jiwa
Sumber : Data statistik Kelurahan Tebet Barat tahun 2014
28
Dapat dilihat dari data mata pencaharian penduduk, total penduduk
yang memiliki pencaharian adalah 18.835 dari jumlah pendudduk 25.474.
Berdasarkan data diatas disimpulkan terdapat 6.639 penduduk tidak
memiliki mata pencaharian. Dapat dilihat mata pencaharian penduduk
tertinggi adalah di bidang swata dan yang terendah adalah pada bidang
TNI.
Fasilitas Kesehatan di Tebet Barat
No. URAIAN JUMLAH NO. IJIN
1 Apotik 15 ADA
2 Laboraturium 1 ADA
3 Rumah sakit swasta 1 ADA
4 Praktek dokter umum 10 ADA
5 Praktek dokter gigi 16 ADA
6 Praktek dokter spesialis 6 ADA
7 Klinik praktek bersama 2 ADA
8 Klinik 24 jam 1 ADA
29
9 Posyandu 13 ADA
3.1.2 GAMBARAN UMUM KHUSUS PUSKESMAS TEBET BARAT
Sejarah Puskesmas
Puskesmas Kel. Tebet Barat berdiri sejak tahun 1962
dahulunya sebagai balai pengobatan masyarakat kemudian
berkembang menjadi Puskesmas tingkat Kec. Tebet yang akhirnya
ditutup.
Puskesmas tingkat Kecamatan Tebet pindah ke Jl. Prof Dr. Soepomo
54.
Tahun 1989 Puskesmas ini dibuka kembali hingga sekarang
bernama Puskesmas Kelurahan Tebet Barat dipimpin oleh seorang
dokter umum, yang disebut Kepala Puskesmas Kelurahan Tebet
Barat dengan alamat Jl. Tebet Barat Dalam IX/64 Rt. 06/04
Kelurahan Tebet Barat Kecamatan Tebet Jakarta Selatan.
Tabel 8.
No. Kualifikasi/Jenis Tenaga Jumlah1 Bidan 22 Perawat 23 Administrasi 24 Dokter umum 256
Dokter gigi Cleaning service
13
30
7 Apoteker 1Jumlah 13
Gedung Puskesmas Kel Tebet Barat dibangun tahun 1962.
Dan direhab tahun 2009.
a. Luas Tanah = 504 m2
b. Luas Bangunan = 309 m2
c. Listrik = 7700 watt
d. Sarana Air = Mesin Jet Pump
Keadaan Fasilitas Puskesmas :
LANTAI I
- Loket - Ruang Tunggu Pasien
- Kamar Poli Umum - Ruang Tindakan
- Kamar Poli Gigi - Ruang Sterilisasi
- Kamar Poli KIA / KB - Ruang Dapur
LANTAI II
- Kamar Obat - Kamar Mandi
- Gudang Obat - Ruang TU
- Ruang Rapat - Gudang
31
3. Sarana Medis
N
o
Fasilitas Jumlah lokasi
1 Motor 2
Pkm kel tebet barat
2 Komputer 3
Loket, TU, Kamar
Obat lt 2
3 Hipone 8
Semua Ruangan
pkm kel tebet barat
4 Kamera CCTV 4
Halaman,Ruang
tunggu Pasien lt 1,
dan ruang tunggu
obat lt 2
5 Monitor CCTV 1
Loket/TU
6 Televisi 2
Ruang tunggu
pasien lt 1, kamar
obat
3.1.3DATA 10 BESAR PENYAKIT TERBANYAK DI PUEKESMAS
TEBET BARAT .
NO KODE JENIS PENYAKIT JUMLAH
1 J00 ISPA 2498
32
2 M13 OTHER ARTHRITIS 1721
3 F48 NEOROTIK 1110
4 I10 HIPERTENSI 1061
5 88 GASTRITIS 727
6 J03 TONSILITIS 705
7 L30 DERMATITIS 456
8 E11 DIABETES MELITUS 390
9 L08 INFEKSI KULIT 327
10 H10 CONJUNGTIVITIS 314
JUMLAH 9310
3.2 DATA KHUSU PUSKESMAS KELURAHAN TEBET BARAT
3.2.1 Visi dan misi Puskesmas kelurahan Tebet barat
VISI
Menjadi Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan terpadu,
bermutu, Profesional dan menjangkau sejumlah lapisan masyarakat
MISI
1. Mengembangkan Pelayanan kesehatan yang meliputi
kegiatan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan program sesuai
standarv mutu
3. Meningkatkn kualitas SDM melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan karyawan
33
4. Memberikan pelayanan kesehatanyang terjangkau untuk
seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan ras,
agama dan sosial ekonomi
5. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan sistem informasi
kesehatan secara komputerisasi
3.2.2 PROGRAM POKOK PUSKESMAS
No PROGRAM KEGIATAN PRIORITAS RINCIAN KEGIATAN ANGG. 2014
III.1 Yankes a.Pelayanan poli
umum
a.1. Pelayanan UMUM
a.2. Pelayanan GIGI
a.3. Pelayanan KIA
a.4. Pelayanan KB
III.2 Kesmas a.Pencegahan dan
pemberantasan
penyakit menular
a.1.pengembangan Program
Imunisasi (PPI)
a.2.Pemberantasan Penyakit
Menular
a.3.Penyakit bersumber
Binatang (P2B2)
b.Penyehatan lingk
& kes kerja
b.1.Pembin.depo air isi ulang
b.2.Kesling Usaha dan Kes.
Kerja
c.Peningkatan Gizi c.1.SKDN
c.2.Status Gizi
34
c.3.Vit A
d.Perawatan Kesehatan
Masyarakat
d.1.Kegiatan Perkesmas
d.2.Follow Up Kasus
e.Penyuluhan Kesehatan e.1.Penyuluhan didalam dan
luar Gedung
f.Uks f.1.Pembinaan Sekolah
f.2.skrining Sekolah
f.3.Imunisasi pada anak sekolah
f.4.Dokter Kecil
g.Lansia g.1.Lansia yang dibina
g.2.Kegiatan Lansia
g.3.Penyakit Pada Lansia
III.3
Siaga kes
a.Peningkatan siaga kes a.1.Posko kebakaran
III.4 Perbaikan kebijakan & manajemen
a.Penyelenggaraan
BPJS Kesehatan
a.1.Verifikasi data BPJS
a.2.Pelayanan BPJS
b.Penerapan,
pemeliharaan
SMM
b.1.AMI
b.2.Tinjauan manajemen
b.3.Audit surveilans
c.Pemeliharaan sarana &
prasarana
c.1.Pemeliharaan jaringan net
c.2.Kalibrasi alat
3.2.3 STRUKTUR ORGANISASI DAN DESKRIPSI KERJA PUSKESMAS
TEBET BARAT
35
G. DESKRIPSI KERJA
1. Dokter/ Kepala Puskesmas
Tugas pokok : Mengusahakan agar fungsi puskesmas terselenggara dengan
baik.
Fungsi :
a. Sebagai seorang manager :
Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen di Puskesmas.
Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral secara
vertikal dan horizontal.
Menerima konsultasi dari semua kegiatan di Puskesmas.
b. Sebagai seorang dokter :
Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita
Merujuk kasus yang tidak bisa diatasi
Melakukan penyuluhan kesehatan kepada penderita dan masyarakat
2. Dokter Umum
Tugas pokok: Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja
Puskesmas dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas.
b. Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas
c. Memberikan bimbingan, edukasi dan motivasi kepada penderita dan
masyarakat.
d. Membantu membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran masyarakat.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
3. Dokter Gigi
36
Tugas Pokok: Mengusahakan agar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
wilayah kerja Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas.
b. Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah kerja
Puskesmas secara teratur.
c. Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas.
d. Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas.
e. Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran serta masyarakat.
f. Memberikan penyuluhan kesehatan.
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
4. Tata Usaha
Tugas pokok :
a. Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas.
b. Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk.
Fungsi :
a. Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi.
b. Mengumpulkan laporan berkala setiap tugas Puskesmas.
c. Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas.
d. Melakukan laporan berkala ketatausahaan.
5. Petugas Perkesmas
Tugas Pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan
Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan
baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan Perkesmas baik di dalam maupun luar gedung.
b. Menyiapkan blanko-blanko dan pencatatan untuk kegiatan Perkesmas.
c. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
37
d. Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas.
e. Melakukan pendataan sasaran secara periodik.
6. Petugas Pengobatan
Tugas pokok :
a. Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas.
b. Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas delegasi
dari dokter.
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan.
d. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
f. Melakukan kegiatan Puskesmas.
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan Pustu.
7. Petugas P2M
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja
Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas.
b. Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular.
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular.
d. Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan.
e. Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas
delegasi dari dokter.
f. Melakukan kunjungan rumah.
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang terkait
P2P.
h. Memberikan penyuluhan kesehatan.
i. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
38
8. Petugas KIA
Tugas Pokok: Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja
Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, dan anak.
b. Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi.
c. Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil.
d. Melakukan pembinaan dukun bayi.
e. Melakukan pembinaan kepada bidan desa.
f. Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang terkait
dengan KIA.
g. Melakukan penyuluhan kesehatan.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
i. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi.
9. Petugas Gizi
Tugas pokok: Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di
wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemberian makanan tambahan.
b. Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus kurang
gizi.
c. Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan gizi.
d. Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
f. Melakukan pembagian vitamin A secara periodik.
g. Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik.
h. Melakukan pembinaan Posyandu.
i. Melakukan rujukan kasus gizi.
10. Pelayanan Imunisasi
39
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan imunisasi di lapangan dan Puskesmas.
b. Melakukan penyuluhan kepada pasien tentang imunisasi.
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
d. Menyelenggarakan dan memonitor Cold Chain dari imunisasi.
e. Menyediakan persediaan vaksin secara teratur.
f. Melakukan sweeping untuk daerah-daerah yang cakupannya kurang.
g. Memberikan penyuluhan kesehatan.
11. Petugas Apotek
Tugas pokok: Menerima resep, memeriksa, meracik dan membungkus dan
memberikan obat.
Fungsi :
a. Melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan obat yang meliputi
peresepan, pembungkusan dan pemberian obat pada pasien.
b. Membantu pelaksanaan kegiatan petugas gudang obat.
c. Membantu dalam penyimpanan obat dan administrasi dari obat di
apotek.
d. Melakukan pencatatan dan pelaporan obat.
e. Mengatur kebersihan dan kerapihan kamar obat.
12. Petugas Pendaftaran
Tugas Pokok: Melakukan proses pelayanan di loket pendaftaran pada semua
pengunjung Puskesmas.
Fungsi :
a. Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan.
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran.
c. Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien.
d. Mencatat semua kunjungan pasien pada buku.
40
e. Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari
tersebut.
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
13. Petugas Gudang Obat
Tugas Pokok: Mengelola obat-obat yang ada di puskesmas.
Fungsi :
a. Membantu dokter atau kepala puskesmas dalam pengelolaan obat di
puskesmas.
b. Mempersiapkan pengadaan obat di puskesmas.
c. Mengatur penyimpanan obat.
d. Mengatur administrasi obat dan mengatur distribusi obat.
e. Menyediakan obat untuk Puskesling, Pustu, dan Poliklinik Kesehatan
Desa (PKD).
Mengatur dan menjaga kerapihan, kebersihan dan pencahayaan dalam obat
3.3 PROGRAM POKOK PUSKESMAS KELURAHAN TEBET BARAT
3.3.1 UPAYA KESEHATAN WAJIB PUSKESMAS TEBET BARAT
Program Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam
Program Rincian KegiatanPromosi kesehatan
Kesehatan ibu dan anak
Peningkatan Gizi
Kesehatan Lingkungan
Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
a. Penyuluhan kesehatan
a. Pelayanan poli KIA dan KBb.Pengembangan program imunisasi
a.SKDNb.Status gizic.Vitamin A
a. Pembinaan depo air isi ulangb. Kesling usaha dan kesehatan kerja
a. Pemberantasan penyakit menularb.Penyakit bersumber binatang
41
Pengobatan a. Poli umumb. Poli gigi
Sedangkan upaya kesehatan pengembangan yang ada di Puskesmas Menteng
Dalam mencakup program usaha kesehatan sekolah yang termasuk pembinaan
dan skrining sekolah serta program dokter kecil, pembinaan lansia, posyandu
lansia dan kegiatan lansia, pengobatan kesehatan jiwa dan kesehatan mata.
6. Jenis Pelayanan Dalam Gedung
Jenis pelayanan di dalam gedung yang ada di Puskesmas Menteng Dalam
adalah:
a. BP (Balai Pengobatan)
b. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
c. Pengobatan gigi
d. Apotik
3.3.2 UPAYA KESEHATAN PENGEMBAGAN
1. Upaya Kesehatan Sekolah
Pelayanan kesehatan masyarakat yang diupayakan oleh Puskesmas Kelurahan
Menteng Dalam salah satunya ialah melalui jalur pendekatan orang tua murid, murid,
dan sekolah UKS. Pembinaan kemampuan pemeliharaan kesehatan sejak usia dini
sangat penting untuk menanamkan perilaku hidup sehat yang akan dibawa sampai
usia dewasa.
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam I melaksanakan kegiatan ini meliputi:
a. Pembinaan Sekolah
Tabel 20. Tabel Hasil Kegiatan Pembinaan Sekolah Tahun 2014
42
NO SEKOLAHJUMLAH JUMLAH YANG
DIBINA PENCAPAIAN
SEKOLAH
1 PAUD 10 10 100%
2 TK 10 10 100%
3 SD/MI 16 16 100%
4 SLTP/MTS 6 6 100%
5 SMU/SMK 4 4 100%
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
b. Skrining Sekolah
Tabel 21. Tabel Hasil Kegiatan Skrining Sekolah Tahun 2014
NO SEKOLAHJUMLAH JUMLAH YANG
DIBINAPENCAPAIAN
SEKOLAH
1 PAUD 10 10 100%
2 TK 10 10 100%
3 SD/MI 16 16 100%
4 SLTP/MTS 6 6 100%
5 SMU/SMK 4 4 100%
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
c. Imunisasi Pada Anak Sekolah
Tabel 22. Tabel Hasil Kegiatan Imunisasi Pada Anak Sekolah Tahun 2014
JENIS IMUNISASI JUMLAH MURID CAKUPAN %
CAMPAK KLS 1 688 639 92.88
DT 1 631 604 95.72
Td kls 2 625 599 95.84
Td kls 3 625 580 95.87
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
43
d. Dokter Kecil
Tabel 23. Tabel Hasil Kegiatan Dokter Kecil Tahun 2014
NO SEKOLAH JUMLAHJUMLAH DOKTER KECIL
REGENERASI DOKTER KECIL
1 SD/MI 12 48 -
2 SLTP 4 10 -
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
2. Upaya Kesehatan Jiwa
Pelaksanaan dilakukan menurut kebutuhan masyarakat pada waktu tertentu
oleh tenaga kesehatan dan dibantu oleh kader kesehatan melalui Posyandu dengan
kegiatan berupa konseling dan upaya promosi kesehatan jiwa.
Tabel 24. Tabel Jenis Penyakit Jiwa Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam Tahun 2014
NO Nama Penyakit Jumlah Kunjungan
1 Gangguan jiwa 50
2 Epilepsi 29
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
3. Upaya Kesehatan Lansia
Tabel 25. Hasil kegiatan lansia di Kelurahan Menteng Dalam Tahun 2014
Jenis Kegiatan Jumlah/tahun
Senam aerobik/SKJ
Penyuluhan
Pelayanan Kesehatan
Pembinaan Mental
Rekreasi
8x/tahun
24x/tahun
15x/tahun
23x/tahun
1x/tahun
4. Upaya Kesehatan Mata
Tabel 26. Tabel Jenis Penyakit Mata Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam Tahun 2014
NO NAMA PENYAKIT JUMLAH KUNJUNGAN1 Katarak 422 Konjungtivitis 356
JUMLAH 398
44
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
D. DERAJAT KESEHATAN
Derajat kesehatan dapat dilihat dari jumlah kematian ibu dan anak. Pada bulan
Januari-Maret 2015, di Puskesmas Menteng Dalam tidak terdapat kematian ibu dan
kematian bayi.
Untuk target kegiatan Puskesmas Menteng Dalam sebagian besar telah
mencapai target bahkan ada yang melebihi target, namun terdapat beberapa kegiatan
yang belum mencapai target.
Keadaan gizi di wilayah kerja Puskesmas Menteng Dalam dapat dilihat pada
tabel 8 berikut, dengan jumlah anak yang berusia 1-5 tahun sebanyak 2.258
(Puskesmas Menteng Dalam, data Januari-Maret 2015.
Tabel 11. Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Menteng Dalam
No Status Gizi Balita Jumlah Persentase
1. Gizi Baik 2247 99,51%
2. Gizi Buruk 7 0,31%
3. Gizi Kurang 4 0,18%
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Menteng Dalam Januari-Maret 2015
Gambaran di atas menunjukkan sebagian besar status gizi balita dan anak usia hingga
5 tahun adalah baik, yaitu sebanyak 99,51 %. Gizi kurang sejumlah 0,18 % dan gizi buruk
0,31 %.
E. VISI, MISI, DAN STRATEGI PUSKESMAS MENTENG DALAM
1. Visi Puskesmas Menteng Dalam
45
“Menjadi puskesmas dengan pelayanan kesehatan terpadu, bermutu
dan professional, serta menjagkau seluruh lapisan masyarakat.”
Melalui visi ini diharapkan masyarakat kelurahan Menteng Dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang terpadu dan mencakup seluruh
lapisan masyarakat dan juga telah mencapai tingkat kesehatan tertentu
dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga derajat
kesehatan di wilayah Menteng Dalam dapat meningkat.
2. Misi Puskesmas Menteng Dalam
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau untuk seluruh lapisan
masyarakat tanpa membedakan ras, agama, dan sosial ekonomi
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan serta kesejahteraan karyawan
d. Meningkatkan kualitas pelayanan dan program sesuai standar mutu
F. MANAJEMEN PUSKESMAS
Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang berkerja secara
sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien
(KepMenkes RI No.128/MENKES/SK/2004).
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam sebagai sarana pelayanan
kesehatan di wilayah Kecamatan Tebet bertanggung jawab melaksanakan
pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan medis.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh puskesmas
membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen puskesmas
yang dikenal yakni P1, P2, dan P3.
Manajemen Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam dijalankan dengan
melakukan tahap-tahap kegiatan, sebagai berikut :
46
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan di Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam dilaksanakan
melalui kegiatan antara lain :
a. Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam dalam menjalankan programnya
mengacu pada POA (Perencanaan) yang telah dibuat beberapa bulan
sebelumnya lalu dikonsultasikan dengan lintas vertikal Puskesmas
Kecamatan Tebet. Penyusunan perencanaan anggaran yang dibutuhkan
disesuaikan dengan kegiatan tahun yang akan datang seperti kegiatan
rutin, sarana dan prasarana, operasional, dan program analisis masalah
serta sumber daya yang ada. Rencana anggaran program dapat datang
dari Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam atau langsung dari
Puskesmas Kecamatan Tebet.
b. Program yang akan dijalankan tersebut diambil dari analisa program
yang telah dijalankan pada tahun sebelumnya, yang disusun oleh
masing-masing unit yang ada di Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam
yang dibahas sesuai dengan rancangan awal, rincian, dan volume
kegiatan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi
pelaksanaan mengacu pada kesepakatan rencana kerja yang dibahas
pada lokakarya mini awal tahun.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Komunikasi internal pelaksanaan semua program yang ada
dikomunikasikan seluruhnya antara bawahan dan atasan maupun unit yang
terkait dalam sehari-harinya bila dianggap perlu atau sedikitnya 1 kali dalam 1
bulan pada waktu minilokakarya.
3. Actuating (Penggerakkan/Pelaksanaan)
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam melaksanakan operasional
kegiatannya dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :
a. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara harian, bulanan, dan
47
tahunan sesuai kebutuhan dan permintaan.
b. Kegiatan pelayanan kesehatan kepada pasien yang berkunjung ke
puskesmas setiap hari pada unit-unit BP Umum, BP Gigi, KIA, KB.
c. Kegiatan kesehatan masyarakat (Public Health Services) direalisasikan
sebagai kegiatan operasional di lapangan dengan pendekatan secara
aktif kepada masyarakat.
d. Pengelolaan, penerimaan, pemakaian dan penyimpanan obat, vaksin
dan bahan medis lainnya dilaksanakan dengan prosedur logistik yang
masih sederhana.
e. Pemanfaatan dan perawatan alat medis dan non medis serta
keberhasilan dan kerapihan ruangan dilaksanakan oleh seluruh staf
puskesmas.
4. Controlling (Pengawasan/Pengendalian)
Pemantauan pelaksanaan kegiatan pelayanan di Puskesmas Kelurahan
Menteng Dalam ditangani oleh Kepala Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam
yang bertanggung jawab langsung setiap kegiatan kepada Kepala Puskesmas
Kecamatan Tebet sesuai dengan unit masing-masing pegawai.
Pengendalian program dilakukan oleh Kepala Puskesmas Kecamatan
Tebet beserta staf/seksi dalam waktu 3 bulan sekali dan oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Selatan beserta staf/seksi 6 bulan sekali.
Pengendalian tersebut dilaksanakan yang mengacu pada :
a. Pencatatan dan pelaporan (tiap bulan, triwulan, dan tahunan)
b. Supervisi dan pertemuan tiap 3 bulan untuk presentasi hasil kegiatan
tingkat Sudinkes Jakarta Selatan.
c. KLB
Evaluasi kinerja pegawai/ organisasi dilakukan untuk meningkatkan
produktifitas dan kinerja pegawai sesuai dengan tugas pokok yang diemban
masing-masing, untuk menciptakan pegawai yang profesional, akuntabel, dan
48
berorientasi terhadap pelayanan prima kepada masyarakat. Evaluasi kinerja
bertitik tolak pada adanya keseimbangan proporsi antara hasil kerja dengan
perilaku kerja dengan periode bulanan dan tahunan.
H. DESKRIPSI KERJA
14. Dokter/ Kepala Puskesmas
Tugas pokok : Mengusahakan agar fungsi puskesmas terselenggara dengan
baik.
Fungsi :
a. Sebagai seorang manager :
Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen di Puskesmas.
Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral secara
vertikal dan horizontal.
Menerima konsultasi dari semua kegiatan di Puskesmas.
b. Sebagai seorang dokter :
Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita
Merujuk kasus yang tidak bisa diatasi
Melakukan penyuluhan kesehatan kepada penderita dan masyarakat
15. Dokter Umum
Tugas pokok: Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja
Puskesmas dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas.
b. Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas
c. Memberikan bimbingan, edukasi dan motivasi kepada penderita dan
masyarakat.
d. Membantu membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran masyarakat.
49
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
16. Dokter Gigi
Tugas Pokok: Mengusahakan agar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
wilayah kerja Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas.
b. Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah kerja
Puskesmas secara teratur.
c. Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas.
d. Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas.
e. Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran serta masyarakat.
f. Memberikan penyuluhan kesehatan.
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
17. Tata Usaha
Tugas pokok :
c. Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas.
d. Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk.
Fungsi :
e. Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi.
f. Mengumpulkan laporan berkala setiap tugas Puskesmas.
g. Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas.
h. Melakukan laporan berkala ketatausahaan.
18. Petugas Perkesmas
Tugas Pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan
Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan
baik.
Fungsi :
50
f. Melaksanakan kegiatan Perkesmas baik di dalam maupun luar gedung.
g. Menyiapkan blanko-blanko dan pencatatan untuk kegiatan Perkesmas.
h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
i. Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas.
j. Melakukan pendataan sasaran secara periodik.
19. Petugas Pengobatan
Tugas pokok :
a. Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas.
b. Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas delegasi
dari dokter.
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan.
d. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
f. Melakukan kegiatan Puskesmas.
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan Pustu.
20. Petugas P2M
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja
Puskesmas.
Fungsi :
j. Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas.
k. Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular.
l. Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular.
m. Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan.
n. Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas
delegasi dari dokter.
o. Melakukan kunjungan rumah.
51
p. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang terkait
P2P.
q. Memberikan penyuluhan kesehatan.
r. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
21. Petugas KIA
Tugas Pokok: Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja
Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, dan anak.
b. Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi.
c. Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil.
d. Melakukan pembinaan dukun bayi.
e. Melakukan pembinaan kepada bidan desa.
f. Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang terkait
dengan KIA.
g. Melakukan penyuluhan kesehatan.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
i. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi.
22. Petugas Gizi
Tugas pokok: Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di
wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemberian makanan tambahan.
b. Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus kurang
gizi.
c. Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan gizi.
d. Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
f. Melakukan pembagian vitamin A secara periodik.
52
g. Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik.
h. Melakukan pembinaan Posyandu.
i. Melakukan rujukan kasus gizi.
23. Pelayanan Imunisasi
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan imunisasi di lapangan dan Puskesmas.
b. Melakukan penyuluhan kepada pasien tentang imunisasi.
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
d. Menyelenggarakan dan memonitor Cold Chain dari imunisasi.
e. Menyediakan persediaan vaksin secara teratur.
f. Melakukan sweeping untuk daerah-daerah yang cakupannya kurang.
g. Memberikan penyuluhan kesehatan.
24. Petugas Apotek
Tugas pokok: Menerima resep, memeriksa, meracik dan membungkus dan
memberikan obat.
Fungsi :
a. Melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan obat yang meliputi
peresepan, pembungkusan dan pemberian obat pada pasien.
b. Membantu pelaksanaan kegiatan petugas gudang obat.
c. Membantu dalam penyimpanan obat dan administrasi dari obat di
apotek.
d. Melakukan pencatatan dan pelaporan obat.
e. Mengatur kebersihan dan kerapihan kamar obat.
25. Petugas Pendaftaran
Tugas Pokok: Melakukan proses pelayanan di loket pendaftaran pada semua
pengunjung Puskesmas.
Fungsi :
a. Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan.
53
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran.
c. Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien.
d. Mencatat semua kunjungan pasien pada buku.
e. Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari
tersebut.
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
26. Petugas Gudang Obat
Tugas Pokok: Mengelola obat-obat yang ada di puskesmas.
Fungsi :
f. Membantu dokter atau kepala puskesmas dalam pengelolaan obat di
puskesmas.
g. Mempersiapkan pengadaan obat di puskesmas.
h. Mengatur penyimpanan obat.
i. Mengatur administrasi obat dan mengatur distribusi obat.
j. Menyediakan obat untuk Puskesling, Pustu, dan Poliklinik Kesehatan
Desa (PKD).
54
Kepala Puskesmas drg. Yunidar Harahap
Dr. Hery Sumantyo, MPH
Bagian TU & Keuangan
Yani
Unit Penggerak Pembangunan
Kesehatan
Unit Pemberdayaan
Masyarakat dan Keluarga
Kesling: Br. KarminP2M: Zr. Nur AiniUKS: Zr. Nur AiniPerkesmas: Zr. Nur Aini
PromKes: AsriPeningkatan Gizi: Asri
Unit Pelayanan Kesehatan
Rawat JalanPoli Umum: dr. Jellyni YaniPoli Gigi: drg.Yunidar HarahapKIA/KB:Bd. Kholilah Bd. Farah
Kelompok Jabatan Fungsional
k. Mengatur dan menjaga kerapihan, kebersihan dan pencahayaan dalam
obat
55
Gambar 8. Struktur organisasi Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam
I. Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas
1. Promosi Kesehatan
Pelayanan dikelola oleh 1 orang tenaga kesehatan, serta adanya
pembinaan dan pengembangan peran serta aktif masyarakat
Dalam pembinaan dan pengembangan peran serta aktif masyarakat,
yang dinilai adalah:
a. Jumlah posyandu yang dinilai seluruhnya
Jumlah seluruhnya ada 11 posyandu, kegiatan posyandu terdiri dari 5
program yaitu KIA/KB, gizi, imunisasi, penyuluhan dan
penanggulangan diare.
b. Pembinaan dan penyelenggaraan penyuluhan kesehatan.
Tabel 12. Hasil Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Di Dalam dan Di Luar Gedung Tahun 2014
NO PROGRAM FREKUENSIPENGUNJUNG DALAM GEDUNG
PENGUNJUNG LUAR GEDUNG
1 KIA 19 335 479
2 KB 17 248 309
3 GIZI 18 273 371
4 IMUNISASI 12 182 324
5 DIARE 12 154 284
6 DEMAM BERDARAH 12 150 695
7 AIDS 12 55 0
8 HEPATITIS 0 0 2
9 ISPA 12 81 130
10 ROKOK & NARKOTIK 0 0 2
11 OBAT BERBAHAYA 0 0 0
12 KANKER 12 84 90
13PENYAKIT DEGENERATIF 8 198 210
14 AIR & KES. LING 0 76 161
15 TBC 12 177 0
16 KUSTA 0 0 0
17 KES. GI-LUT 14 205 265
18 KES. MATA 0 10 0
19 KES. JIWA 11 72 30
20 KES. KERJA 0 0 0
21 CACINGAN 0 0 40
22 LAIN-LAIN 14 568 383
JUMLAH 185 2345 3753Sumber: Koord. Penyuluhan Kes. Masy. Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
56
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya kesehatan lingkungan
Upaya kesehatan lingkungan ini bertujuan agar berubahnya,
terkendalinya atau hilangnya semua unsur fisik dan lingkungan
yang terdapat di masyarakat dimana dapat memberikan pengaruh
jelek terhadap kesehatan.
Jenis kegiatan:
1. Pembinaan depo air isi ulang
Terdapat 14 Depo isi ulang di wilayah Kelurahan Menteng
Dalam, sebagian belum mempunyai izin usaha
2. Kesling usaha dan kesehatan kerja
Hasil pemeriksaan/ pengamatan TPS tahun 2014
Tabel 13. Tabel Hasil kegiatan Status Kesehatan Lingkungan
Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
NO Hasil Pemeriksaan Pengamatan
Jumlah Target Yang diperiksa
Yang memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
1 Pengamatan TPS
3 3 3 3 -
2 Kesling Pemukiman
5322 5322 5322 4987 335
3 Pemeriksaan TTU
45 45 45 39 6
4 Pemeriksaan TPM
5 5 5 4 1
5 Pembinaan industri kecil
1/100% 1/100% 1/50% 1/100% -
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
3. Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
Pelayanan KIA buka setiap hari, dikelola oleh dua orang bidan Puskesmas,
dilakukan setiap hari Senin-Jumat. Sedangkan pelayanan KB buka setiap
57
hari, khusus pelayanan KB IUD setiap hari Kamis. Pelayanan imunisasi
untuk bayi dilakukan setiap hari Selasa, untuk bayi yang berhalangan
maka dilakukan di posyandu.
a. KIA
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
menyusui, bayi dan anak balita serta anak pra sekolah. Tujuan dari
program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup
sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan
keluarganya menuju NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin
proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi
peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
b. KB
Upaya Keluarga Berencana (KB) adalah perencanaan kehamilan, jarak
antara kehamilan diperpanjang dan kelahiran selanjutnya dapat dicegah
apabila jumlah anak telah mencapai yang dikehendaki. Tujuan KB
dapat dibagi 2, yaitu:
i. Tujuan umumYaitu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKBS).
ii. Tujuan khususYaitu meningkatnya kesadaran keluarga/masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi, menurunnya jumlah angka kelahiran bayi, meningkatnya kesehatan keluarga masyarakat dengan cara penjarangan kelahiran.
c. Imunisasi
Indikatornya adalah jumlah bayi yang mendapat imunisasi BCG, DPT1,
DPT 3, Polio I, Polio IV, Campak, hepatitis B 1, hepatitis B total.
58
Tabel 14. Tabel Hasil Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak Januari –Maret 2015
IndikatorTarget (%)
Sasaran 1 tahun
Sasaran bulan berjalan (Jan-Mar 2015)
CakupanPencapaian (%)Kegiatan %
Cakupan kunjungan ibu hamil K – 4 95 3236 809 184 22.74 23.94
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 648 162 66 40.74 50.93
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90 2928 732 162 22.13 24.59
Cakupan KB aktif 70 27780 6945 1329 19.14 27.34
Cakupan pelayanan nifas 90 2924 731 136 18.60 20.67
Cakupan neonatus dan komplikasi yang ditangani 80 420 105 2 1.90 2.38
Cakupan kunjungan bayi 90 2788 697 155 22.24 24.71
1.IMUNISASI BAYI
a. HB0 80 2768 692 159 22.98 28.72
b. BCG 95 2768 692 158 22.83 24.03
c. Polio 1 95 2768 692 151 21.82 22.97
d. DPT/HB-Hib (1) 95 2768 692 162 23.41 24.64
e. DPT-HB total (1) 95 2768 692 162 23.41 24.64
f. Polio 2 90 2768 692 164 23.70 26.33
g. DPT/HB- Hib (2) 95 2768 692 162 23.41 24.64
h. DPT/HB total (2) 95 2768 692 162 23.41 24.64
i. Polio 3 90 2768 692 160 23.12 25.69
j. DPT/HB-Hib (3) 95 2768 692 161 23.27 24.49
k. DPT/HB-total (3) 95 2768 692 161 23.27 24.49
l. Polio 4 90 2768 692 161 23.27 25.85
m. Campak 90 2768 692 160 23.12 25.69
2. IMUNISASI BATITA
a. DPT/HB/Hib 90 620 155 74 47.74 53.05
b. Campak 90 620 155 68 43.87 48.75
59
Sumber:Laporan Bulanan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2015
4. Perbaikan Gizi Masyarakat
Pelayanan dikelola oleh nutrisionis di bagian gizi yang dibuka setiap hari
Senin-Jumat. Tujuan dari program ini adalah untuk menurunkan angka
penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah, terutama pada anak balita dan wanita. Upaya yang
dilakukan pada pelayanan gizi terutama diarahkan untuk menanggulangi 4
masalah gizi utama yaitu kurang kalori protein, kurang vitamin A, gangguan
akibat kekurangan yodium, dan anemia gizi.
Jenis kegiatan:
a. SKDN
Indikatornya: - Balita yang datang dan ditimbang(D/S)
- Balita yang naik berat badannya(N/D)
- Balita BGM
b. Status gizi
Tabel 15. Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Periode Januari – Maret 2015
NO STATUS GIZI BALITA JUMLAH PERSENTASE (%)
1 Gizi baik 2247 99,51
2 Gizi buruk 7 0,31
3 Gizi kurang 4 0,18
Sumber:Laporan Bulanan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2015
c. Pemberian Vitamin AIndikatornya:
- Cakupan bayi (6-11 bulan) diberi kapsul vitamin A dosis tinggi 1x/tahun.
- Cakupan anak balita (12-59 bulan) yang diberi kapsul vitamin A 2x/thn.
- Cakupan bumil yang diberi 90 tablet Fe.
- Balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
60
Tabel 16. Tabel hasil kegiatan Gizi
Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam Januari – Maret 2015
IndikatorTarget (%)
Sasaran 1 tahun
Sasaran bulan berjalan (Jan-Mar 2015)
CakupanPencapaian (%)Kegiatan %
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 60 15 13 86.67 86.67
Sumber:Laporan Bulanan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2015
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2PM)
Pelayanan buka setiap hari yang dikelola oleh 3 orang tenaga kesehatan
dengan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Tujuan dari
program P2PM ini adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
mencegah akibat buruk lebih lanjut penyakit serta menkonsolir penyakit yang
telah dapat dikendalikan.
Kegiatan dari P2PM adalah :
d. P2 TB Paru
Indikatornya : - Cakupan suspect TB paru
- Penderita BTA + (case detection rate)
- Angka konversi (convertion rate)
- Angka kesembuhan (cure rate) = (jumlah penderita
BTA +
sembuh /jumlah penderita BTA + diobati) x 100%
e. P2 ISPA
Indikatornya : cakupan pneumonia balita yang ditangani.
f. P2 Diare
Indikatornya : balita dengan diare yang ditangani
e. P2 DBD
61
Indikatornya : penderita DBD yang ditangani sesuai standar
Tabel 17. Tabel Hasil Kegiatan Penanggulangan Penyakit Menular Januari – Maret 2015
IndikatorTarget (%)
Sasaran 1 tahun
Sasaran bulan berjalan (Jan-Mar 2015)
Cakupan
Pencapaian (%)Kegiatan
%
Penemuan pasien baru TB BTA (+) 100 104 26 7 26.92 26.92
Penemuan penderita pneumonia balita 100 226 57 22 38.60 38.60
Penemuan penderita diare 100 1728 432 209 48.38 48.38
Penderita DBD yang tertangani 100% 14 1 7.14 7.14
Sumber:Laporan Bulanan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2015
6. Upaya Pengobatan
A. Pengobatan
Upaya pengobatan adalah upaya untuk menghilangkan penyakit dan
gejalanya, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara dan teknologi
yang khusus untuk keperluan tersebut.
Tujuan dari upaya pengobatan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Umum, yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat.
b. Khusus, dapat dibagi menjadi 4 tujuan, yaitu:
1. Menghentikan proses perjalanan penyakit yang diderita seseorang.
2. Mengurangi penderitaan seseorang karena sakit.
3. Mencegah dan mengurangi kecacatan.
4. Meneruskan penderita ke fasilitas yang lebih baik.
Adapun kegiatan pokok dalam program pengobatan, yaitu:
1. Melakukan diagnosa sedini mungkin.
2. Melakukan tindakan pengobatan.
62
3. Melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu.
4. Melaksanakan pertolongan pertama pada trauma (kecelakaan),
keracunan dan lain-lain.
Pada program pengobatan, keberhasilan program dapat dilihat dengan
menilai jumlah kasus yang ada. Kunjungan ini dapat dibagi menjadi 3 kriteria
yang merupakan indikator kinerja kerja pada program pengobatan, yaitu:
1. Kasus baru: pernyataan diagnosa pertama kali oleh dokter/paramedis
bahwa seseorang menderita penyakit tertentu..
2. Kasus lama: kunjungan ketiga dan seterusnya suatu kasus (lama) penyakit
yang masih dalam periode penyakit yang bersangkutan. Untuk penyakit
menahun adalah kunjungan pertama kali dalam tahun berikutnya namun
masih dalam suatu periode penyakit yang bersangkutan.
3. Kunjungan kasus lama: kunjungan ketiga dan seterusnya suatu kasus
(lama) penyakit yang masih dalam periode penyakit yang bersangkutan.
Untuk penyakit menahun adalah kunjungan kedua dan seterusnya pada
tahun berikutnya Frekuensi kunjungan adalah rata-rata jumlah kunjungan
setiap kasus ke Puskesmas dan jaringannya sampai sembuh.
Tabel 18. Tabel Hasil Kegiatan Jangkauan Pengobatan Rawat Jalan Tahun 2014
POLI JUMLAH
BPU 18123
BPG 923
KIA 1275
KB 2497
KIR 100
MAYAT 72
TOTAL 22990
Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2014
63
Tabel 19. Tabel Hasil Kegiatan Jangkauan Pengobatan Rawat Jalan Januari-Maret 2015
POLI JUMLAH
BPU 4894
BPG 113
Sumber:Laporan Bulanan Puskesmas Menteng Dalam Tahun 2015
B. Pelayanan Pengobatan Puskesmas Menteng Dalam
1. Rawat Jalan
a. Poliklinik Umum
Pelayanan buka setiap hari kecuali hari libur, dikelola oleh 1 orang
tenaga dokter dan 2 orang tenaga paramedis yang bertugas setiap hari
pukul 07.30 hingga 16.00 WIB.
b. Poliklinik Gigi
Pelayanan dokter gigi setiap hari Senin sampai Jumat, dilakukan setiap
hari, yang dikelola oleh 1 orang dokter gigi.
C
BAB V
ANALISIS MASALAH
A. Kerangka Pikir Masalah
Masalah adalah suatu kesenjangan antara keadaan yang diharapkan
dengan keadaan yang dihasilkan atau didapatkan, sehingga menimbulkan
rasa tidak puas dan keinginan untuk memecahkannya.
Suatu masalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
64
1. Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel
2. Dapat diukur
3. Dapat diatasi
Dengan demikian untuk memutuskan adanya masalah diperlukan tiga
syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
1. Adanya kesenjangan
2. Adanya rasa tidak puas
3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah tersebut
1. Identifikasi/ Inventarisasi masalah
Masalah diperoleh dari hasil pengumpulan data yang diperoleh dari
laporan bulanan Puskesmas menteng dalam, didapatkan ada beberapa
program yang pencapaiannya tidak mencapai target yang dicapai.
2. Penentuan prioritas masalah
Program-program di Puskesmas Kelurahan Menteng Dalam yang
pencapaiannya tidak mencapai target, diolah dengan menggunakan
metode Hanlon kuantitatif sehingga didapatkan prioritas masalah.
3. Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau
kepustakaan dengan wawancara (in-depth interview) dengan pemegang
program dan warga di kawasan RW dengan jumlah kasus DBD tertinggi
65
selama Januari-Maret 2015. Metode yang digunakan dalam penentuan
penyebab masalah pada laporan ini adalah metode fish bone analysis.
4. Memilih penyebab yang paling mungkin
Cara menganalisis penyebab masalah digunakan pendekatan sistem
yang meliputi input (man, money, material, methode, machine), proses
(perencenaan, penggerakan dan pelaksanaan, pengawasan, penilaian,
pengendalian), serta environment sehingga dapat ditemukan dan
disimpulkan hal-hal yang menyebabkan munculnya permasalahan
5. Menentukan alternatif pemecahan masalah
Untuk menentukan alternatif pemecahan masalah diuraikan
kelebihan dan kekurangan masing-masing indikator dari pendekatan
sistem
6. Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka
selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah.
Penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan
menggunakan kriteria matrix dengan rumus M x I x V / C
7. Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA
(Plan of Action atau Rencana Kegiatan) selama tahun 2015.
B. Identifikasi/ Inventarisasi masalah
Setelah ditemukan masalah kegiatan.program (dengan menentukan hasil
kegiatan, dalam SPM, yang pencapaiannya < 100%), langkah selanjutnya adalah
menentukan prioritas masalah.
Masalah yang ditemukan sbb :
Tabel 27. Daftar masalah yang tidak memenuhi target
No Program
1. Penemuan pasien baru TB BTA (+)
2. Penemuan penderita pneumonia balita
66
3.
4.
Penemuan penderita diare
Penderita DBD yang tertangani
C. Menentukan Prioritas Masalah
Untuk penentuan prioritas masalah dengan menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif.
Kriteria dalam Hanlon Kuantitatif sbb :
Kriteria A: Besarnya masalah
Kriteria B: Kegawatan masalah
Kriteria C: Kemudahan dalam penganggunalan
Kriteria D: Faktor PEARL
Kriteria A: Besarnya masalah
Besarnya masalah dapat ditentukan melalui langkah-langkah berikut:
Langkah 1:
Menentukan besar masalah dengan cara menghitung selisih presentasi pencapaian
hasil kegiatan dengan pencapaian 100%.
Program-program yang belum mencapai target :
Tabel 28. Program-program yang belum mencapai target
No Program Pencapaian Besarnya masalah
1. Penemuan pasien baru TB BTA (+) 26,92% 73,08%
2. Penemuan penderita pneumonia balita 38,60% 61,40%
3. Penemuan penderita diare 48,38% 51,62%
4. Penderita DBD yang tertangani 7,14% 92,86%
Langkah 2:
Menentukan kolom/kelas interval dengan Rumus Sturgess :
67
k = 1 + 3,3 Log n
Keterangan:
k = jumlah kolom/kelas
n = jumlah masalah
masukkan ke rumus : k = 1 + 3.3 log n
= 1 + 3,3 log 4
= 1+3,3 0,60
= 2,98 ~ 3
Langkah 3 :
Menentukan interval kelas dengan menghitung selisih besarnya masalah terbesar
dengan terkecil kemudian di bagi kelas/kolom.
Nilai besar masalah : terbesar
terkecil
Interval :nilai terbesar – nilai terkecil
k
: 92,86 – 51,62 = 13,75
3
Langkah 4. Menentukan skala interval dan nilai tiap interval sesuai jumlah
kolom/kelas:
Tabel 29. Pembagian Interval Kelas
Kolom/Kelas Skala Interval Nilai
Skala 1 51,62 – 65,37 1
68
Skala 2 65,38 – 79,12 2
Skala 3 79,13 – 92,86 3
Langkah 3 : Menentukan nilai tiap masalah sesuai dengan kelasnya
Tabel 30. Penentuan nilai tiap masalah berdasarkan kelas
No Masalah 51,62 – 65,37 (1)
65,38 – 79,12 (2)
79,13 – 92,86(3)
Nilai
1234
Penemuan pasien baru TB BTA (+)Penemuan penderita pneumonia balitaPenemuan penderita diarePenderita DBD yang tertangani
XX
X
X
2113
Kriteria B: Kegawatan masalah
Kriteria ini dilakukan dengan cara menentukan keganasan, tingkat urgensi,
dan tingkat penyebaran/ meluasnya tiap masalah dengan sistem skoring dengan
skor 1 – 5.
Tingkat urgensi dinilai sbb:
Sangat mendesak : 5
Mendesak : 4
Cukup mendesak : 3
Kurang mendesak : 2
Tidak mendesak : 1
Keseriusan dinilai sbb:
Sangat serius : 5
Serius : 4
69
Cukup serius : 3
Kurang serius : 2
Tidak serius : 1
Tingkat penyebaran/meluasnya masalah dinilai sbb:
Sangat mudah menyebar/meluas : 5
Mudah menyebar/meluas : 4
Cukup menyebar/meluas : 3
Sulit menyebar/meluas : 2
Tidak menyebar/meluas : 1
Tabel 31. Penilaian masalah berdasarkan kegawatan
NO MASALAH U S G JUMLAH
1 Penemuan pasien baru TB BTA (+) 4 5 5 14
2 Penemuan penderita pneumonia balita 4 5 5 14
3
4
Penemuan penderita diare
Penderita DBD yang tertangani
4
3
5
5
4
5
13
13
Kriteria C: Kemudahan dalam penanggulangan
Kemudahan dalam penganggulangan masalah diukur dengan sistem
skoring dengan nilai 1 – 5 dimana:
Sangat mudah : 5
Mudah : 4
Cukup mudah : 3
Sulit : 2
Sangat sulit : 1
70
Tabel 32. Penilaian masalah berdasarkan kemudahan dalam penganggulangan
No Masalah Nilai
1. Penemuan pasien baru TB BTA (+) 3
2. Penemuan penderita pneumonia balita 3
3.
4.
Penemuan penderita diare
Penderita DBD yang tertangani
4
Kriteria D. PEARL faktor
Kelompok kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan
dapat atau tidak nya suatu program dilaksanakan, faktor-faktor tersebut adalah:
Kesesuaian (Propriety)
Secara Ekonomis murah (Economic)
Dapat diterima (Acceptability)
Tersedianya sumber (Resources availability)
Legalitas terjamin (Legality)
Tabel 33. Kriteria D (PEARL FAKTOR)
MasalahP E A R L
Hasil
Kali
Penemuan pasien baru TB BTA
(+)1 1 1 1 1 1
Penemuan penderita pneumonia
balita1 1 1 1 1 1
Penemuan penderita diare 1 1 1 1 1 1
Penderita DBD yang tertangani 1 1 1 1 1 1
71
Penilaian prioritas masalah
Setelah nilai dari kriteria A,B,C dan D didapat, hasil tersebut dimasukan
dalam formula nilai prioritas dasar (NPD), serta nilai prioritas total (NPT) untuk
menentukan prioritas masalah yang dihadapi:
NPD = (A+B) x C
NPT = (A+B) x C x D
Tabel 34. Urutan prioritas berdasarkan perhitungan Hanlon kuantitatif
No Masalah A B C D NPD NPTUrutan
Prioritas
1 Penemuan pasien baru
TB BTA (+)
2 14 3 1 48 48 III
2 Penemuan penderita
pneumonia balita
1 14 3 1 45 45 IV
3 Penemuan penderita
diare
1 13 4 1 56 56 II
4 Penderita DBD yang
tertangani
3 15 4 1 72 72 I
D. Urutan Prioritas Masalah :
1. Penderita DBD yang tertangani
2. Penemuan penderita diare
3. Penemuan pasien baru TB BTA (+)
4. Penemuan penderita pneumonia balita
72
BAB V
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
A. Kegiatan/Indikator Kegiatan yang Bermasalah
Berdasarkan prioritas masalah yang sudah dibahas pada bab sebelumnya,
maka ditemukan masalah dengan urutan prioritas pertama (utama) adalah cakupan
penderita DBD yang tertangani. Setelah dilakukan wawancara dan diskusi dengan
Kepala Puskesmas dan pemegang program di Puskesmas Kel. Menteng Dalam,
didapatkan bahwa kasus DBD di kelurahan Menteng Dalam tertinggi di wilayah
Kecamatan Tebet walaupun program sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi
kasus DBD yang ditangani di puskesmas masih tergolong rendah, dibandingkan
dengan jumlah data kasus DBD yang ditemukan di lingkungan, sehingga untuk
mencegah tingginya kasus DBD di wilayah Menteng Dalam terus menerus, maka
dalam penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana cara menurunkan angka
kasus DBD secara promotif dan preventif.
73
B. Analisis Penyebab Masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan wawancara (in-depth interview) dengan pemegang program dan warga di
kawasan RW dengan jumlah kasus DBD tertinggi selama Januari-Maret 2015.
Berdasarkan hasil wawancara dengan warga di Kelurahan Menteng Dalam
mengenai pengetahuan tentang gejala DBD sudah dinilai cukup baik hal ini dapat
dilihat dari hasil wawancara :
“Kalau demam berdarah kan ada ini ya, di kulitnya ada bercak merah ya, tapi
yang nggak timbul di bawah lapisan kulit ya. Rata dengan kulit. Kalau DBD,
demamnya naik terus turun, justru itu yang bahaya.”
Masyarakat kelurahan Menteng Dalam juga mengetahui penyebab DBD,
bentuk, serta dimana saja dapat ditemukan jentik DBD, hal ini dapat dilihat dari
hasil wawancara yang dikutip sebagai berikut,
“disebabkan oleh nyamuk ya, nyamuk aedes aegypti. Tempatnya dikamar mandi,
dispenser, di kaleng bekas misalnya ada air hujan disana juga ada tuh.”
Dan dari hasil wawancara didapatkan juga bahwa masyarakat di Kelurahan
Menteng Dalam sudah mengerti apa yang harus dilakukan apabila terkena DBD :
“Kalau panas 3 hari gak sembuh-sembuh, Saya langsung bawa ke dokter”
Masyarakat Kelurahan Menteng Dalam sudah mengetahui dan bagaimana sikap
mereka dalam mencegah terjadinya kasus DBD agar tidak terjadi peningkatan
kembali :
“Saya semprot rumah pakai baygon dua kali sehari, terus bak mandi dikuras dua
hari sekali.”
Masyarakat Kelurahan Menteng Dalam rata-rata sudah mengerti mengenai
program 3M yang selalu digalakkan puskesmas serta petugas kesehatan di
Kelurahan Menteng Dalam, dimana hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara :
“Menguras, mengubur, satu lagi apa tuh menutup ya” Namun dalam praktik
sehari-hari masyarakat tidak semua unsur 3M dilakukan oleh warga hal ini dapat
dilihat dari hasil wawancara:
“(T) : Kalau yang suka dibilang dikuras, dikubur, ditutup, itu tahu, pak?
(R) : Tahu, dikerjain itu. Itu, bak yang air kelamaan saya kuras, kan embernya
74
suka hitam, saya kasih pembersih WC tuh biar nggak hitam dindingnya” Namun
dalam hal program pencegahan DBD yang dilakukan di Kelurahan Menteng
dalam tidak semua terlaksana dengan baik hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara yang menyatakan untuk program fogging sudah jarang dilakukan di
Kelurahan Menteng Dalam:
“Sudah 6 bulan ini tidak, sebelumnya biasanya rutin .”
Berdasarkan wawancara dengan pemegang program kesehatan lingkungan
di puskesmas, didapatkan kesimpulan bahwa terdapat beberapa program yang
dijalankan, seperti: PSN, kerja bakti, Penyuluhan jumantik, pemberian abate,
pengadaan fogging/pengasapan, dan kerja sama dengan klinik sekitar untuk
melakukan PSN.
Program yang paling menonjol adalah PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk). Program ini rutin dilakukan setiap hari Jumat dengan lokasi yang
berganti-gantian dari RW 1- RW 15. Program tersebut melibatkan jumantik dari
masing-masing RT beserta pihak puskesmas yang turut mengontrol jalannya PSN
tersebut. Mereka berkunjung ke rumah-rumah untuk memeriksakan apakah di
rumah tersebut ada jentik nyamuk demam berdarah atau tidak. Untuk pelatihan
dan penyegaran tidak rutin dilakukan. Selama ini koordinator jumantiklah yang
memegang peranan untuk memberikan pengarahan bagaimana memeriksa jentik
yang benar serta melaporkannya. Informasi tersebut disampaikan oleh pemegang
program:
“PSN itu pemberantasan sarang nyamuk yang selama ini kita lakukan
secara rutin setiap hari Jumat, 1x seminggu. Itu jadwal kita keliling dari
RW 1 ke RW lainnya sampai ke RW 15, lalu balik lagi ke RW 1. Kalau
kontrol sendiri kita tiap Jumat ikut turun. Jadi sistem kontrolnya lintas
sektoral, dari RT-RW, kecamatan, bahkan terkadang dari sudin ikut
turun.”
Kerja bakti juga dilakukan terutama di RW yang angka DBD tinggi yaitu
salah satunya RW 13. Warga sepakat untuk melakukan kerja bakti setiap minggu
1X. menurut laporan dari pak RT, kerja bakti rutin dilakukan dan memberi
75
dampak yang cukup baik dalam menekan angka DBD dari bulan ke bulan selama
tahun 2015 ini. Seperti yang disampaikan oleh pemegang program:
“Iya, kerja bakti setiap minggu. Lalu kedua, dihalo-haloin lewat masjid
dan musholla. Yang ketiga diadakan penyuluhan mandiri.”
Pada bulan Agustus 2015 akan diadakan penyegaran pada seluruh
jumantik sekaligus memberikan pengarahan bagaimana melakukan PSN yang
benar. Ada beberapa jumantik yang sudah dilantik namun mundur dan digantikan
oleh jumantik baru, koordinator jumantik lah yang selama ini berperan untuk
melatih dan mengarahkan para jumantik yang baru. Untuk penyuluhan ke warga
sendiri memiliki kendala dana dan tempat. Jadi penyuluhan yang dilakukan
kepada jumantik juga sekaligus dibuka untuk beberapa warga atau tokoh
masyarakat. Diharapkan setiap masyarakat di wilayah tersebut memiliki kesadaran
juga akan kesehatan lingkungan.
“Hhhmm jadi ya kita akan adakan refreshing kepada ibu-ibu jumantik di
bulan Agustus nanti. Kita akan adakan penyuluhan untuk mengingatkan
kembali bagaimana PSN yang benar.”
Pemberian abate gratis, namun masih kurangnya kesadaran masyarakat
untuk menggunakan abate, terlihat dari masih banyaknya abate yang tersisa di
puskesmas. Dan pemberian abate kebanyakan hanya diberikan jika sudah bertemu
kasus positif saja atau yang PE positif. Berikut yang disampaikan oleh pemegang
program:
“Setiap PSN selalu diberitahukan jika ada warga yang memerlukan abate,
silahkan ambil ke puskesmas dan itu gratis.”
Fogging/pengasapan dilakukan jika ditemukan PE positit lebih dari 2
rumah dalam 20 rumah yang diperiksa di wilayah yang sama, serta minimal 2
kasus demam yang tidak diketahui penyebabnya dalam radius 100 meter di
wilayah tersebut. Barulah hal tersebut memenuhi kriteria untuk dilakukan
fogging. Selain itu, pengasapan juga dilakukan jika ditemukan Kejadian Luar
Biasa (KLB) yaitu ada warga yang meninggal akibat DBD. Pengasapan akan
76
dilakukan di 1 RW tersebut. Jadi, pengasapan tidak rutin dilakukan, hanya
dilakukan apabila ditemukan 2 kriteria di atas. Seperti yang disampaikan oleh
pemegan program sebagai berikut:
“Jadi bisa ditarik kesimpulan ada 3 kategori. Yang pertama, bila PE
positif 2 atau lebih dalam 20 rumah di suatu wilayah, tanpa ada penderita
panas 2 atau lebih dalam radius 100 meter, itu dikatakan positif DBD.
Kategori 2, PE positif 2 atau lebih, disertai penderita panas 2 atau lebih.
Itu dikatakan PE positif. Yang ketiga jika ada kasus KLB. Nah, yang perlu
dilakukan fogging yaitu kategori 2 dan 3.”
Kerja sama dengan pihak lain juga dilakukan, yaitu kerja sama dengan
klinik mandiri yang ada di wilayah menteng dalam. Klinik-klinik tersebut diajak
untuk terlibat dalam program PSN di wilayah sekitar tempat klinik mereka berdiri.
Namun tidak ada kontrol yang jelas dan sanksi yang diberikan apabila klinik
tersebut tidak mengikuti kegiatan PSN.
“Iya dong.. Ada kerja sama lain juga yaitu kerja sama dengan klinik yang
ada di wilayah menteng dalam. Jadi kita libatkan mereka juga untuk ikut
setiap kali PSN.”
Menurut pemegang program sendiri, kasus DBD di wilayah kelurahan
menteng dalam ini masih tinggi diakibatkan karena populasi penduduk yang
tinggi dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, khususnya di RW 13 yang
memiliki angka DBD paling tinggi. Kurangnya kesadaran hidup bersih dan
kepedulian warga terhadap kasus DBD juga turut berperan besar dalam tingginya
kasus DBD di kelurahan menteng dalam bila dibandingkan dengan kelurahan
yang lain. Hal ini dicontohkan dari kuotasi sebagai berikut:
“Ada beberapa hal. Yang pertama penduduk kita sendiri. Yang kedua,
pola hidup mereka, masyarakat kita masih rendah sehingga saat
dilakukan PSN, masih banyak ditemukan kasus positif jentik. Namun jika
kita bandingkan dengan tahun sebelumnya 2014, angka kejadian DBD ini
sudah mengalami penurunan yang cukup baik. Kalau dilihat di awal tahun
2014 angka DBDnya terus menerus tinggi. Jika dibandingkan dengan
77
MASALAH
PROSES
LINGKUNGAN
P1
P2
P3
INPUT
MONEYMAN
MACHINE
METHODE
MATERIAL
tahun ini sudah mengalami penurunan, walaupun memang jika
dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan yang lain, kita masih yang
tertinggi. Namun harapannya ke depan akan turun jumlah kasus
DBDnya.”
Bila disimpulkan dari hasil wawancara dengan pemegang program,
program-program yang direncanakan oleh pihak puskesmas dalam rangka
menekan angka DBD sudah cukup baik. Namun diperlukan controlling yang lebih
ketat dan terorganisir dengan baik, dan tentunya diperlukan kerja sama yang lebih
baik lagi antara pihak puskesmas, para jumantik, tokoh-tokoh masyarakat dan
juga masyarakat sendiri.
Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab masalah dapat
dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada kerangka
pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar di bawah ini :
Gambar 8. Diagram Fish Bone 5
C. Inventarisasi Penyebab Masalah
Terdapat beberapa hal yang mendasari timbulnya kesenjangan antara
target hasil yang ditetapkan dengan hasil nyata yang dicapai dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
penyebab masalah adalah dengan membuat diagram fish bone. Cara menganalisis
penyebab masalah digunakan pendekatan sistem yang meliputi input, proses,
78
output, outcome, serta environment sehingga dapat ditemukan dan disimpulkan
hal-hal yang menyebabkan munculnya permasalahan.
Tabel 35. Analisis kemungkinan penyebab masalah rendahnya cakupan penderita DBD
yang tertangani ditinjau dari faktor Input
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN
MAN
(Tenaga Kerja & Masyarakat)
Tersedianya pemegang program kesehatan lingkungan
Tersedianya kader kesehatan lingkungan yang berjumlah orang
Kebanyakan masyarakat sudah mengetahui tentang pengertian dan gejala DBD
Keterbatasan tenaga kerja untuk melakukan kunjungan rumah ke rumah dan penjaringan kasus
Kurangnya kedisplinan masyarakat untuk melakukan pencegahan DBD seperti mengambil abate yang sudah disediakan gratis di Puskesmas
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mebersihkan lingkungan
MONEY
(Pembiayaan)
Tersedianya anggaran dana untuk pelatihan kader kesehatan lingkungan
Keterbatasan anggaran dana untuk menyelenggarakan penyuluhan
Keterbatasan dana transportasi petugas kesehatan dalam rangka kunjungan rumah (door to door)
METHOD
(Metode)
Adanya kegiatan aktif dari petugas jumantik setiap hari Jumat tiap minggunya untuk melakukan pemeriksaan dan pemberantasan jentik dalam program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
Tidak dilakukannya PSN selama bulan Ramadhan
Tidak dilakukan penjelasan tentang cara melakukan PSN mandiri tanpa perlu bantuan petugas di rumah warga
Tidak dilakukannya PSN mandiri di rumah warga
Kurangnya pembinaan kader
79
kesehatan lingkungan
MATERIAL
(Perlengkapan)
Tersedianya abate dan penyemprotan nyamuk (fogging)
Kurangnya sarana transportasi petugas kesehatan lingkungan untuk melakukan penyuluhan
MACHINE
(Peralatan)
Tersedianya buku pencatatan untuk pelaporan kegiatan PSN dan jumlah jentik yang ditemukan
Tersedia buku pencatatan kasus DBD yang ditemukan
Kurangnya sarana laboratorium untuk mendeteksi kasus DBD
Tabel 36. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Cakupan Rendahnya Penderita DBD
yang Tertangani Ditinjau dari Faktor Proses dan Lingkungan
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1(Perencanaan)
Jadwal kunjungan PSN ke tiap RW teratur setiap hari Jumat.
Adanya rencana untuk melakukan penyegaran dalam bentuk penyuluhan kepada para jumantik dan tenaga kesehatan
Kurangnya perencanaan pelatihan petugas kesehatan dan jumantik.
Tidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan kepada warga.
P2(Penggerakan & Pelaksanaan)
Kunjungan PSN tetap dilaksanakan oleh jumantik di masing-masing RW.
Tersedianya abate di puskesmas dan dapat diperoleh secara gratis
Tersedianya fasilitas fogging jika ditemukan kasus DBD yang memenuhi kriteria dari pemerintah.
Diadakan kerjabakti 1 minggu sekali di RW 13 (RW dengan kasus DBD tertinggi sepanjang tahun 2015)
Jadwal PSN sesuai dengan rencana, berjalan tepat waktu
Sering terdapat pergantian jumantik yang dapat menghambat sistem koordinasi
Kurangnya penyuluhan khusus mengenai DBD kepada warga.
Kinerja kader dalam menjaring temuan PE (+) kurang.
Kurangnya keaktifan para jumantik dalam memberikan edukasi kepada warga untuk mengambil abate di puskesmas.
Kurangnya kesadaran warga untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah serta melakukan kegiatan 3M
P3(Penilaian, Pengawasan, & Pengedalian)
Terdapat sistem pencatatan dan pelaporan tentang hasil PSN
Pihak puskesmas (pemegang program) ikut turun memantau kinerja para jumantik dalam melakukan PSN.
Dilakukan evaluasi setiap bulan untuk mengetahui jumlah kasus DBD dan jumlah PE (+).
Kurang dilakukan evaluasi terhadap kinerja kader dan jumantik.
Belum ada indikator objektif yang menyatakan suatu masyarakat tanggap DBD.
Tidak adanya jadwal rutin untuk melaksanakan fogging. Fogging baru dilakukan apabila sudah ditemukan kasus.
80
Tidak ada sanksi yang jelas kepada pemilik apabila pada saat PSN ditemukan jentik berulang kali di tempat yang sama
Lingkungan Adanya kerjasama dengan klinik mandiri di wilayah kelurahan menteng dalam dalam penyelenggaran PSN
Terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan dari wilayah tempat tinggal masyarakat.
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan DBD.
Kerjabakti hanya diadakan di RW yang tertinggi kasus DBDnya
Kurang terkontrolnya keteraturan pengadaan kerjabakti.
Kurangnya sosialisasi mengenai abate yang dapat diperoleh secara gratis di puskesmas
Terdapat kali tepat di belakang pemukiman padat penduduk di RW 13 yang penuh dengan sampah
81
82Gambar 4. Diagram Fish Bone Berdasarkan Pendekatan Sistem
P2
MAN
MATERIAL
MACHINE
METHOD
Keterbatasan tenaga kerja untuk melakukan kunjungan rumah dan penjaringan kasus
Kurangnya kedisplinan masyarakat untuk melakukan pencegahan DBD seperti mengambil abate yang sudah disediakan gratis di PuskesmasKurangnya kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan
Tidak dilakukannya PSN selama bulan Ramadhan dan tidak ada pengetahuan dan penerapan tentang PSN mandiriKurangnya pembinaan kader kesehatan lingkungan
Kurangnya sarana laboratorium untuk mendeteksi DBD
Kurangnya sarana transportasi petugas kesehatan
lingkungan untuk melakukan penyuluhan
Kurangnya perencanaan pelatihan petugas kesehatan dan jumantik.
Tidak ada jadwal rutin untuk
penyuluhan kepada warga.
PROSES
P3
P1
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan DBD.
Kerjabakti hanya diadakan di RW yang tertinggi kasus DBDnya Kurang terkontrolnya keteraturan pengadaan kerjabakti. Kurangnya sosialisasi mengenai abate yang dapat diperoleh
secara gratis di puskesmas Terdapat kali tepat di belakang pemukiman padat penduduk di
RW 13 yang penuh dengan sampah
Kurang dilakukan evaluasi terhadap kinerja kader dan jumantik.
Belum ada indikator objektif yang menyatakan suatu masyarakat tanggap DBD.
Tidak adanya jadwal rutin untuk melaksanakan fogging. Fogging baru dilakukan apabila sudah ditemukan kasus.
Tidak ada sanksi yang jelas kepada pemilik apabila pada saat PSN ditemukan jentik berulang kali di tempat yang sama
LINGKUNGAN
Sering terdapat pergantian jumantik yang dapat menghambat sistem koordinasi
Kurangnya penyuluhan khusus mengenai DBD kepada warga.
Kinerja kader dalam menjaring temuan PE (+) kurang. Kurangnya keaktifan para jumantik dalam memberikan
edukasi kepada warga untuk mengambil abate di puskesmas.
Kurangnya kesadaran warga untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah serta melakukan kegiatan 3M
Cakupan penderita DBD tertangani selama Jan-Mar 2015 di Puskesmas Menteng Dalam sebesar 7,14% dengan target dinas 100 %
INPUT
MONEYKeterbatasan anggaran dana untuk menyelenggarakan penyuluhan, dana
transportasi petugas kesehatan dalam rangka kunjungan rumah (door to door)
D. Rekapitulasi Analisa Penyebab Masalah
1. Kurangnya tenaga kerja untuk melakukan penjaringan kasus door-to-door dan
kunjungan rumah ke warga
2. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk membersihkan lingkungan
3. Kurangnya kesadaran warga untuk melakukan pencegahan DBD secara mandiri
4. Tidak berjalannya PSN sebagai metode penjaringan jentik nyamuk di wilayah
warga pada bulan Ramadhan
5. Tidak dilakukannya penjelasan cara melakukan PSN mandiri di rumah masing-
masing warga
6. Kurangnya pembinaan pada kader jumantik tentang kesehatan lingkungan
7. Keterbatasan dana untuk melakukan pemantauan door-to-door pada wilayah
yang tinggi kasus DBD
8. Kurangnya perencanaan pihak puskesmas pada pelatihan petugas kesehatan dan
kader jumantik tentang pentingnya deteksi dini DBD dan pencegahan
9. Tidak adanya jadwal rutin untuk melakukan penyuluhan pada warga
10. Kurangnya koordinasi pada pergantian kader jumantik
11. Kurangnya kinerja kader dalam menjaring kasus dengan pengendalian
epidemiologi positif
12. Kader yang kurang aktif memberikan edukasi kepada warga untuk mengambil
abate di puskesmas
13. Kurangnya penerapan pencegahan DBD seperti 3M pada warga
14. Kurang dilakukannya evaluasi kinerja kader dan jumantik
15. Tidak adanya penjadwalan khusus untuk fogging dan tidak adanya sanksi apabila
ditemukan jentik berulang kali di satu rumah
16. Kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD
17. Program kerja bakti tidak dilakukan secara merata pada seluruh wilayah, hanya di
wilayah dengan jumlah kasus tertinggi saja
18. Terdapat kali yang penuh sampah di lokasi tertinggi kasus DBD
E. Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah
Setelah dilakukan konfirmasi kepada koordinator Kesehatan Lingkungan, maka
didapatkan penyebab yang paling mungkin sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk membersihkan lingkungan
83
2. Kurangnya kesadaran warga untuk melakukan pencegahan DBD secara mandiri
3. Tidak dilakukannya penjelasan cara melakukan PSN mandiri di rumah masing-
masing warga
4. Tidak adanya jadwal rutin untuk melakukan penyuluhan pada warga
5. Kurangnya koordinasi pada pergantian kader jumantik
6. Kurangnya kinerja kader dalam menjaring kasus dengan pengendalian
epidemiologi positif
7. Tidak adanya penjadwalan khusus untuk fogging dan tidak adanya sanksi apabila
ditemukan jentik berulang kali di satu rumah
8. Program kerja bakti tidak dilakukan secara merata pada seluruh wilayah, hanya di
wilayah dengan jumlah kasus tertinggi saja
9. Terdapat kali yang penuh sampah di lokasi tertinggi kasus DBD
84
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah diperoleh daftar masalah, maka langkah selanjutnya ialah menyusun
alternatif pemecahan penyebab masalah. Alternatif pemecahan masalah tersebut di atas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 37. Alternatif Pemecahan Masalah
NO
Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
1. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk membersihkan lingkungan
Pengadaan lomba terbersih antar RW Penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan lingkungan
dan pola hidup sehat2. Kurangnya kesadaran warga untuk
melakukan pencegahan DBD secara mandiri termasuk 3M
Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai pengendalian dan pencegahan DBD
Memasang poster dan baliho mengenai pencegahan DBD di tempat-tempat umum
Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan gratis oleh puskesmas di wilayah setempat
3. Tidak dilakukannya penjelasan cara melakukan PSN mandiri di rumah masing-masing warga
Melakukan penyuluhan mengenai PSN mandiri bagi seluruh warga
4. Tidak adanya jadwal rutin untuk melakukan penyuluhan pada warga
Menjadwalkan penyuluhan rutin mengenai DBD 1 bulan 1X dari RW satu ke RW lainnya
5. Kurangnya koordinasi pada pergantian kader jumantik
Membuat prosedur pergantian jumantik dan diterapkan setiap kali ada pergantian
Pemberian reward kepada jumantik yang sudah menjalani tugasnya minimal 1 tahun
6. Kurangnya kinerja kader dalam menjaring kasus dengan pengendalian epidemiologi positif
Evaluasi kinerja kader dan jumantik tiap 3 bulan Pengadaan kegiatan penyegaran (refreshment) kepada para
jumantik berupa penyuluhan mengenai prosedur PSN dan gejala-gejala DBD
7. Tidak adanya penjadwalan khusus untuk fogging dan tidak adanya sanksi apabila ditemukan jentik berulang kali di satu rumah
Menjadwalkan fogging/penyemprotan 1 bulan sekali khususnya di wilayah dengan kasus DBD terbanyak
Memberikan sanksi bagi warga yang di rumahnya ditemukan jentik >2X
8. Program kerja bakti tidak dilakukan secara merata pada seluruh wilayah, hanya di wilayah dengan jumlah kasus tertinggi saja
Menggalakkan program kerja bakti di seluruh RW secara rutin
Bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat untuk memberi motivasi kepada warganya untuk melakukan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
85
9. Terdapat kali yang penuh sampah di lokasi tertinggi kasus DBD
Edukasi kepada warga untuk menjaga kebersihan kali dengan tidak membuang sampah ke kali dan membersihkan kali secara rutin
B. Penentuan Pemecahan Masalah
Dari hasil analisis pemecahan masalah didapatkan alternatif pemecahan
masalah sebagai berikut:
1. Mengadakan lomba terbersih antar RW2. Penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan lingkungan dan pola
hidup sehat3. Penggalakkan program kerja bakti membersihkan lingkungan di
masing-masing RW4. Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai pengendalian dan
pencegahan DBD5. Memasang poster dan baliho mengenai pencegahan DBD di tempat-
tempat umum6. Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan
gratis oleh puskesmas di wilayah setempat7. Melakukan penyuluhan mengenai PSN mandiri bagi seluruh warga8. Menjadwalkan penyuluhan rutin mengenai DBD 1 bulan 1x dari RW
satu ke RW lainnya9. Membuat prosedur pergantian kader jumantik dan diterapkan setiap
kali ada pergantian10. Pemberian reward kepada jumantik yang sudah menjalani tugasnya
minimal 1 tahun11. Evaluasi kinerja kader dan jumantik tiap 3 bulan12. Pengadaan kegiatan penyegaran (refreshment) kepada para kader
jumantik berupa penyuluhan mengenai prosedur PSN dan gejala-gejala DBD
13. Menjadwalkan fogging/penyemprotan 1 bulan sekali khususnya di wilayah dengan kasus DBD terbanyak
14. Memberikan sanksi bagi warga yang di rumahnya ditemukan jentik >2x
15. Menggalakkan program kerja bakti di seluruh RW secara rutin16. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat untuk memberi
motivasi kepada warganya untuk melakukan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
17. Edukasi kepada warga untuk menjaga kebersihan kali dengan tidak membuang sampah ke kali dan membersihkan kali secara rutin
86
Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk membersihkan lingkungan
Pengadaan lomba terbersih antar RW
Penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan lingkungan dan pola hidup sehat
Kurangnya kesadaran warga untuk melakukan pencegahan DBD secara mandiri termasuk 3M
Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai pengendalian dan pencegahan DBD
Memasang poster dan baliho mengenai pencegahan DBD di tempat-tempat umum
Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan gratis oleh puskesmas di wilayah setempat
Tidak dilakukannya penjelasan cara melakukan PSN mandiri di rumah masing-masing wargaMelakukan penyuluhan mengenai PSN mandiri bagi seluruh warga
Tidak adanya jadwal rutin untuk melakukan penyuluhan pada wargaMenjadwalkan penyuluhan rutin mengenai DBD 1 bulan 1X dari RW satu ke RW lainnya
Kurangnya koordinasi pada pergantian kader jumantik
Membuat prosedur pergantian jumantik dan diterapkan setiap kali ada pergantian
Pemberian reward kepada jumantik yang sudah menjalani tugasnya minimal 1 tahun
Kurangnya kinerja kader dalam menjaring kasus dengan pengendalian epidemiologi positif
Evaluasi kinerja kader dan jumantik tiap 3 bulan
Pengadaan kegiatan penyegaran (refreshment) kepada para jumantik berupa penyuluhan mengenai prosedur PSN dan gejala-gejala DBD
Tidak adanya penjadwalan khusus untuk fogging dan tidak adanya sanksi apabila ditemukan jentik berulang kali di satu rumah
Menjadwalkan fogging/penyemprotan 1 bulan sekali khususnya di wilayah dengan kasus DBD terbanyak
Memberikan sanksi bagi warga yang di rumahnya ditemukan jentik >2X
Program kerja bakti tidak dilakukan secara merata pada seluruh wilayah, hanya di wilayah dengan jumlah kasus tertinggi saja
Menggalakkan program kerja bakti di seluruh RW secara rutin
Bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat untuk memberi motivasi kepada warganya untuk melakukan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
Terdapat kali yang penuh sampah di lokasi tertinggi kasus DBDEdukasi kepada warga untuk menjaga kebersihan kali dengan tidak membuang sampah ke kali dan membersihkan kali secara rutinC. Penentuan Pemecahan Masalah Dengan Kriteria Matriks
87
PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH
I. Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai PSN mandiri,
pengendalian dan pencegahan DBD, kebesihan lingkungan, dan pola
hidup sehat 1 bulan 1X dari RW satu ke RW lainnya
II. Penggalakan program kerjabakti membersihkan lingkungan di masing-
masing RW secara rutin dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat
setempat untuk memberi motivasi kepada warganya untuk melakukan
kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
III. Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan gratis
oleh puskesmas di wilayah setempat
IV. Memberikan sanksi bagi warga yang di rumahnya ditemukan jentik >2X
V. Pengadaan lomba terbersih antar RW
VI. Menjadwalkan fogging/penyemprotan 1 bulan sekali khususnya di wilayah
dengan kasus DBD terbanyak
VII. Pengadaan kegiatan penyegaran (refreshment) kepada para jumantik
berupa penyuluhan mengenai prosedur PSN dan gejala-gejala DBD
sekaligus melakukan evaluasi
VIII. Pemberian reward kepada jumantik yang sudah menjalani tugasnya
minimal 1 tahun
IX. Membuat prosedur pergantian jumantik dan diterapkan setiap kali ada
pergantian
X. Edukasi kepada warga untuk menjaga kebersihan kali dengan tidak
membuang sampah ke kali dan membersihkan kali secara rutin
XI. Memasang poster dan baliho mengenai pencegahan DBD di tempat-tempat
umum
88
KegiatanJan Feb
Mar
Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
89
Tabel 40.Gann Chart tahun 2015
No. Kegiatan Tujuan Sasaran TempatPenanggung
jawabPelaksana Waktu Dana Metode
Kriteria Keberhasilan
1 Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai PSN mandiri, pengendalian dan pencegahan DBD, kebesihan lingkungan, dan pola hidup sehat 1 bulan 1X dari RW satu ke RW lainnya
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan mengenai pentingnya pencegahan DBD
Masyarakat Puskesmas, Aula Masjid setempat
Kepala puskesmas
Koordinator Kesling, Dokter, dan Kader
Tiap 1 bulan, mulai Agustus 2015
Dana operasional Puskesmas
Pemberian materi kepada masyarakat mengenai DBD memenuhi syarat
Proses:Terlaksananya pembinaan dan penyuluhan sesuai jadwalHasil :Meningkatnya pengetahuan para masyarakat mengenai DBD serta mulai dilakukannya PSN mandiri di masing-masing rumah warga
2. Penggalakan program kerjabakti membersihkan lingkungan di masing-masing RW secara rutin dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat untuk memberi motivasi kepada warganya untuk melakukan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
Meningkatkan kebersihan di lingkungan tempat tinggal warga untuk mencegah potensi terjadinya DBD
Kader dan masyarakat
Aula masjid setempat, kunjungan ke masing-masing RW
Kepala puskesmas
Petugas Kesehatan lingkungan dan Kader
Tiap bulan, mulai Agustus 2015
Dana operasional kesehatan
Mengingatkan kerja bakti di lingkungan dengan cara menyiarkan info kerja bakti lewat TOA masjid setempat, tiap adanya pertemuan RT
Proses:- Terlaksananya program kerja bakti secara berkalaHasil:Meningkatnya tingkat kebersihan lingkungan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran lingkungan bersih untuk mencegah terjadinya kasus DBD dan penularan DBD
3.
4.
Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan gratis oleh puskesmas di wilayah setempat
Memberikan sanksi bagi warga yang di
Menurunkan angka penemuan jentik positif di wilayah tersebut
Meningkatkan kesadaran
Seluruh masyarakat
Masyarakat
Aula Puskesmas
Rumah masing-
Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas
Koordinator program Kesehatan Lingkungan
Koordinator program
Tiap hari
Tiap bulan,
Dana operasional puskesmas
Dana operasional
Membuat poster yang memberikan informasi bahwa abate bisa diperoleh di puskesmas secara cuma-cumaMemberitahukan lewat pengeras suara saat pasien menunggu di aula puskesmas bahwa abate tersedia di puskesmasMemberikan sanksi berupa
Proses:Tedistribusinya abate ke masyarakat dengan baikHasil:Penemuan jentik nyamuk menurun
Proses: Terlaksananya PSN
No
1
Mengadakan penyuluhan secara berkala mengenai PSN mandiri, pengendalian dan pencegahan DBD, kebersihan lingkungan, dan pola hidup sehat 1 bulan 1X dari RW satu ke RW lainnya
2
Penggalakan program kerja bakti membersihkan lingkungan di masing-masing RW secara rutin dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat untuk memberi motivasi kepada warganya untuk melakukan kerja bakti dan menjaga kebersihan lingkungan
3
Sosialisasi kepada warga untuk mengambil abate yang disediakan gratis oleh puskesmas di wilayah setempat
4
Memberikan sanksi bagi warga yang di rumahnya ditemukan jentik >2X
5Pengadaan lomba terbersih antar RW
90
D. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tabel 39. Plan of Action Peningkatan Cakupan suspek TB di Puskesmas Borobudur