Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman … 2012...na merupakan faktor yang tidak di-nikmati...

3
B erdirinya Bank Mua- malat tahun 1992 me- nandai dimulainya dual banking system di Indonesia. Namun de- mikian, dua dekade kemudian pangsa pasar industri per- bankan syariah baru menembus ang- ka 3,80 persen, padahal sebelumnya ditargetkan pangsa pasar lima persen akan dicapai pada akhir tahun 2008. Artinya, terlepas dari tingkat pertum- buhan yang selalu jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan industri per- bankan konvensional, tetap belum cukup tinggi untuk memberi makna terhadap istilah dual banking. Besar- nya dugaan potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk perkembangan per- bankan syariah menyebabkan tim- bulnya pertanyaan mengapa pertum- buhan pangsa pasar ini sangat lambat dan apa yang dapat dilakukan untuk mempercepatnya? Mengapa dinamika industri? Harus diakui bahwa keberpi- hakan pemerintah dalam bentuk du- kungan regulasi dan penempatan da- na merupakan faktor yang tidak di- nikmati oleh perbankan syariah Indo- nesia (Vayanos et al., 2008). Semen- tara pada sisi lain, tantangan ke de- pan untuk mempercepat peningkatan penguasaan pasar diperkirakan tidak semakin mudah (Fahmi, 2010). Selain harus bersaing ketat dengan sesama bank syariah, perbankan sya- riah juga berhadapan dengan nasabah yang mempunyai permintaan yang semakin elastis karena masih menjadi nasabah perbankan konvensional. Dengan kata lain, market boundary industri perbankan syariah menjadi meluas, karena masih juga harus ber- saing dengan perbankan konvension- al. Dalam hal ini, diduga banyak per- bankan syariah akan tertinggal dalam hal kemampuan memberikan pela- yanan atau fleksibilitas dalam meme- nuhi berbagai kebutuhan nasabah yang ‘mengambang’ tersebut. Oleh karena itu diantara faktor kunci untuk mengakselerasi pertum- buhan industri perbankan syariah adalah meningkatkan keberpihakan pemerintah dan melakukan edukasi kepada konsumen akan keunggulan perbankan syariah. Sayangnya, ke- berpihakan pemerintah merupakan faktor eksternal yang tidak sepenuh- nya berada dalam kendali industri. Sementara edukasi masyarakat me- rupakan pekerjaan jangka panjang yang membutuhkan kerjasama yang solid diantara pelaku industri per- bankan syariah. Dengan demikian, industri perbankan syariah harus menggarap lebih serius faktor inter- nal industri yang dapat dimodifikasi untuk merespon berbagai perkem- bangan eksternal dalam rangka un- tuk mencapai tujuan. Disinilah di- namika struktur pasar perbankan syariah dan perilaku masing-masing bank maupun perbankan secara industri menjadi sangat menentukan kinerja industri secara keseluruhan. Paradigma Structure-Conduct- Performance (SCP) merupakan salah satu pendekatan dalam ekonomi in- dustri yang banyak digunakan untuk menganalisa dinamika suatu industri. Namun untuk dapat menggunakan pendekatan ini secara valid, terlebih dahulu harus jelas batasan pasar dari industri yang akan dianalisa. Setelah batasan pasar jelas, barulah analisis persaingan yang terjadi dalam indus- tri dapat dianalisa. Persaingan bank syariah Disertasi penulis (Fahmi, 2012) memperlihatkan bahwa industri per- bankan syariah saat ini tidak dapat dipisahkan secara tegas dengan indus- tri perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari masih signifikannya pengaruh perubahan tingkat bunga bank konvensional terhadap nilai da- na pihak ketiga pada perbankan sya- riah. Gambar 1 memperlihatkan terja- dinya co-movement antara tingkat bu- nga dengan rate of return perbankan syariah. Besarnya proporsi pembiaya- an dengan dasar marjin tetap seperti murabahah diduga menjadi penyebab terjadinya co-movement ini demi men- jaga dayasaing bank syariah. Dalam hal ini, semakin besar desakan agar bank syariah memperbesar porsi pem- biayaan yang berbasis bagi hasil se- perti mudharabah dan musyarakah untuk meminimumkan pengaruh ting- kat bunga atau mempertegas batas antara industri perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Sa- yangnya laju pertumbuhan pembi- ayaan yang dianggap lebih sesuai dengan fitrah perbankan syariah ini tumbuh sangat lambat (Gambar 2). Karena industri perbankan syariah belum dapat dipisahkan secara tegas dengan perbankan konvensional, ma- ka sudah dapat diduga persaingan di dalam industri perbankan syariah akan sangat tinggi walaupun struktur pasarnya sangat terkonsentrasi pada dua bank besar. Hasil disertasi penulis membuktikan bahwa industri per- bankan syariah menghadapi persaing- an yang sangat tinggi (persaingan mo- nopolistik) dengan H-stat Panzar dan Rosse yang mendekati satu (0.92). Yang belum jelas dalam persaingan yang tinggi ini adalah motivasinya, apakah karena tingkat contestability yang tinggi atau karena tuntutan syariah yang mengharuskan perusahaan tetap bersaing secara sempurna terlepas dari struktur pasar yang terjadi. Struktur pasar Selain faktor makroekonomi yang merupakan faktor eksternal, disertasi penulis membuktikan bahwa dinami- ka industri dan keberpihakan pemer- intah berpengaruh signifikan ter- hadap pertumbuhan industri yang diproksi dengan nilai aset. Struktur pasar yang terkonsentrasi, seperti ditunjukkan oleh tingginya rasio kon- sentrasi dua bank terbesar, walaupun tidak sampai mengganggu persaingan yang sehat ternyata ditemukan ber- pengaruh negatif terhadap pertum- buhan industri perbankan syariah. Hal ini berimplikasi perlunya mema- cu pertumbuhan industri yang sema- kin memperkecil kesenjangan antara bank syariah besar dengan bank yang lebih kecil atau growth with equity. Kemampuan BRI Syariah yang relatif baru menjadi BUS namun secara cepat meningkatkan pangsa pasar sehingga menjadi bank syariah terbe- sar ketiga merupakan salah satu fenomena yang sejalan dengan imp- likasi ini dan perlu dipatokduga oleh bank-bank syariah lainnya. Keberpihakan pemerintah dalam bentuk disahkannya UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah secara sig- nifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bank syariah. Sejak di- berlakukannya UU tersebut, data memperlihatkan pertumbuhan jumlah bank, khususnya Bank Umum Syariah (BUS) yang signifikan. Hanya dalam waktu empat tahun sejak diberlaku- kannya UU, jumlah BUS meningkat hanya tiga sebelum tahun 2008 men- jadi empat kali lipatnya. Hasil kajian ini semakin memperkuat dugaan be- gitu signifikannya pengaruh keberpi- hakan pemerintah terhadap pertum- buhan industri. Oleh karena itu peme- rintah diharapkan lebih proaktif lagi memberikan lingkungan yang kon- dusif dan dukungan yang lebih nyata terhadap industri perbankan syariah. Beberapa implikasi Salah satu penghambat pertum- buhan industri perbankan syariah adalah masih dominannya masya- rakat yang tidak bersifat syariah loy- alist. Kelompok masyarakat yang se- perti ini umumnya sudah digarap habis oleh bank syariah yang ada, sehingga persaingan telah bergeser kepada kelompok masyarakat yang lebih rasional, dalam arti mereka akan memilih bank yang dapat mem- berikan pelayanan (termasuk return) yang lebih baik. Untuk kelompok yang mengambang seperti ini, bank syariah harus bersaing tidak hanya dengan sesamanya tetapi juga dengan bank konvensional yang telah mem- punyai pengalaman panjang dan jangkauan jaringan yang lebih luas. Karena bersaing dengan bank kon- vensional bukan merupakan hal yang mudah, maka sangat strategis bagi industri untuk meningkatkan upaya untuk melakukan edukasi masyarakat akan keunggulan bank syariah. Upaya edukasi ini tidak akan optimal jika dis- erahkan kepada masing-masing bank. Perlu kerjasama yang erat di tingkat industri agar proses edukasi dapat ber- jalan secara lebih maksimal. Bentuk edukasi tidak hanya promosi, tetapi juga kerja sama busi- ness to business dalam melahirkan berbagai produk inovatif dan mem- perluas jangkauan kepada masya- rakat. Pada saat yang sama berbagai praktik yang mengganggu diferensi- asi bank syariah dengan bank kon- vensional, seperti terus menurunkan gejala co-movement antara tingkat bunga dan bagi hasil, juga perlu diu- payakan di tingkat industri agar proses edukasi lebih efektif. Hal lain yang dapat didukung pada tingkat industri adalah memperbesar pool SDM melalui pengembangan SDM sendiri atau mengalokasikan dana yang cukup, dibandingkan menga- mankan kepentingan jangka pendek dengan melakukan saling bajak SDM yang telah jadi. Wallaahu a’lam. 23 REPUBLIKA KAMIS, 29 MARET 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA S alah satu topik penting dalam kajian eko- nomi Islam adalah terkait dengan kebijakan publik syariah. Hal ini dikarenakan oleh sa- ngat strategisnya peran pemerintah di da- lam menata dan mengelola perekonomian, apakah perekonomian akan bergerak pada arah kesejah- teraan dan kemakmuran yang berkeadilan, atau se- baliknya, bergerak pada semakin memburuknya tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyara- kat. Maka, pembahasan mengenai ulil amri dalam ajaran Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Secara syar’i, tujuan kebijakan publik adalah me- lahirkan kemaslahatan ekonomi masyarakat. Ke- maslahatan ini memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi manfaat dan dimensi berkah. Dimensi man- faat merujuk pada economic benefit yang dinikmati seluruh lapisan masyarakat secara merata dan ber- keadilan. Sementara dimensi berkah merujuk pada kualitas dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Munculnya ketenangan, ketenteraman, dan keaman- an sosial merupakan bagian dari indikator keber- kahan ekonomi, di samping peningkatan moralitas dan kualitas ketaatan masyarakat terhadap keten- tuan Allah SWT. Inilah visi utama kesejahteraan, se- bagaimana yang Allah nyatakan dalam QS 106 : 3-4. Maka, kalau pembangunan ekonomi semata-mata hanya meningkatkan pendapatan namun melahirkan kerusakan moral, maka pembangunan itu pada ha- kekatnya telah menciptakan ketidakberkahan. Berarti ada sesuatu yang salah dan perlu diperbaiki. Agar tujuan kebijakan publik ini bisa terealisas- ikan dengan baik, maka ada dua pilar utama kebi- jakan yang harus dipenuhi. Pertama, pilar kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan maqashid as- syariah. Kedua, kebijakan yang berlandaskan pada prinsip keadilan. Pilar maqashid Sebagaimana telah diketahui bersama, elemen maqashid syariah itu menurut Imam Asy Syatibi ada lima. Yaitu hifzud diin (proteksi agama), hifzun nafs (proteksi diri/jiwa), hifzun nasl (proteksi ketu- runan), hifzul ‘aql (proteksi akal), dan hifzul maal (proteksi harta). Seluruh desain kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan kelima unsur maqashid ini, karena jika itu terjadi, maka hasil atau output dari kebijakan itu pastilah melahirkan kemadharatan ekonomi yang sangat besar. Pertama, kebijakan yang berorientasi pada hifzud diin akan memberikan ruang kepada masya- rakat untuk menunaikan kewajiban agamanya de- ngan baik. Karena itu, jika masih ada larangan un- tuk menunaikan ibadah shalat selama jam kerja, atau membatasi hak warga untuk menunaikan kewajiban zakat, maka itu bertentangan dengan elemen proteksi agama ini. Kemudian, yang kedua, kebijakan yang berorientasi pada hifzun nafs akan mengantarkan pada perlindungan dan jaminan sosial masyarakat. Kebutuhan primer masyarakat harus terpenuhi. Karena itu, pemerintah akan se- lalu memikirkan jangan sampai ada warganya yang harus meregang kehilangan nyawa hanya karena ketiadaan uang untuk membeli makanan, atau kesulitan mengakses layanan kesehatan. Ketiga, kebijakan yang berorientasi pada hifzun nasl berarti pemerintah selalu memikirkan nasib generasi mendatang. Jangan sampai generasi mendatang menanggung akibat buruk dari kebi- jakan saat ini. Karena itu, pemerintah akan mem- inimalisir kebijakan pembangunan ekonomi yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebi- han, atau meninggalkan generasi mendatang de- ngan beban hutang yang sangat berat. Sementara yang keempat, kebijakan yang berorientasi pada hifzul ‘aql akan melahirkan pe- merintahan yang selalu waspada terhadap kebe- radaan industri yang bisa merusak akal manusia dan menjadi sumber utama kejahatan, seperti industri minuman keras dan penyalahgunaan narkoba. Terakhir, kebijakan yang berbasis pada hifzul maal akan mendorong pemerintah untuk menciptakan pemerataan penguasaan kekayaan, jangan sampai terjadi penumpukan aset di tangan segelintir kelompok, atau jangan sampai sumber- daya alam negara dikuasai dan dimonopoli oleh kepentingan asing. Pilar keadilan Pilar yang kedua adalah keadilan. Cermin kead- ilan ini sangat sederhana, yaitu ketika pemerintah menjadikan “simpul terlemah” dari masyarakat sebagai basis perumusan kebijakan. Hal ini seba- gaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau mengatakan : “kelompok masya- rakat yang di mata kalian dianggap kuat, maka di mataku mereka sesungguhnya sangat lemah. Se- baliknya, kelompok masyarakat yang di mata kalian dianggap lemah (hina), maka di mataku sesung- guhnya sangat kuat.” Artinya, orientasi Umar adalah pada kelompok yang paling tidak berdaya. Seluruh konsentrasi kekuasaan Umar diarahkan untuk membela kepentingan mereka. Logika Umar sangat sederhana, jika kelompok lemah terbela dan terberdayakan dengan baik, maka kelompok elit masyarakat pasti akan menikmati pula kemajuan ekonomi yang ada. Semuanya akan terangkat nasibnya. Namun jika basis kebijakan itu adalah bagaimana “melayani kepentingan” kelompok elit masyarakat, maka belum tentu kelompok lemah (dhuafa) akan dapat menikmati kue pembangunan ekonomi. Inilah yang kita butuhkan saat ini, yaitu negara dan pemerintah yang peduli dan membela sepe- nuhnya kepentingan masyarakat lemah. Parame- ternya sederhana, yaitu ketika seluruh perangkat kebijakan dan peraturan, baik undang-undang maupun aturan turunannya, beserta implemen- tasinya di lapangan, betul-betul menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap kepentingan kaum lemah negeri ini. Wallahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Pilar Kebijakan Publik Syariah Dr Idqan Fahmi Dosen IE-FEM dan Program Pasacasarjana Manajemen dan Bisnis IPB TSAQOFI Percepatan Pertumbuhan BANK SYARIAH Gambar 1: Perbandingan pergerakan Rate of Return perbankan syariah dengan pergerakan tingkat bunga perbankan syariah koversiaonal prioade tahun 2005-2010 Gambar 2: Kecenderungan persentase pembiayaan berdasarkan skema tahun 2005-2010

Transcript of Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman … 2012...na merupakan faktor yang tidak di-nikmati...

Page 1: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman … 2012...na merupakan faktor yang tidak di-nikmati oleh perbankan syariah Indo-nesia (Vayanos et al., 2008). Semen-tara pada sisi lain,

Berdirinya Bank Mua -ma lat tahun 1992 me -nan dai dimulainyadual banking system diIn donesia. Namun de -mikian, dua dekade

ke mudian pangsa pasar industri per -bank an syariah baru menembus ang -ka 3,80 persen, padahal sebelumnyaditargetkan pangsa pasar lima persenakan dicapai pada akhir tahun 2008.Artinya, terlepas dari tingkat pertum-buhan yang selalu jauh lebih tinggidaripada pertumbuhan industri per-bankan konvensional, tetap belumcukup tinggi untuk memberi maknater hadap istilah dual banking. Be sar -nya dugaan potensi yang dimiliki olehIndonesia untuk perkem bang an per-bankan syariah menyebabkan tim-bulnya pertanyaan mengapa pertum-buhan pangsa pasar ini sangat lambatdan apa yang dapat dilakukan untukmempercepatnya?

Mengapa dinamika industri? Harus diakui bahwa keberpi-

hakan pemerintah dalam bentuk du -kungan regulasi dan penempatan da -na merupakan faktor yang tidak d i -nik mati oleh perbankan syariah Indo -nesia (Vayanos et al., 2008). Semen -tara pada sisi lain, tantangan ke de -pan untuk mempercepat peningkatanpenguasaan pasar diperkirakan tidaksemakin mudah (Fahmi, 2010).

Selain harus bersaing ketat de ngansesama bank syariah, perbank an sya -riah juga berhadapan dengan nasabahyang mempunyai permin taan yangsemakin elastis karena ma sih menjadinasabah perbankan konvensional.Dengan kata lain, market boun daryindustri perbankan syariah menjadimeluas, karena masih juga harus ber-saing dengan perbankan konvension-al. Dalam hal ini, diduga banyak per-bankan syariah akan ter ting gal dalamhal kemampuan memberikan pela -yanan atau fleksibilitas dalam meme -nuhi berbagai kebutu han nasabahyang ‘mengambang’ tersebut.

Oleh karena itu diantara faktorkunci untuk mengakselerasi pertum-buhan industri perbankan syariahadalah meningkatkan keberpihakanpemerintah dan melakukan edukasikepada konsumen akan keunggulanperbankan syariah. Sayangnya, ke -ber pihakan pemerintah merupakanfaktor eksternal yang tidak sepenuh-nya berada dalam kendali industri.Se mentara edukasi masyarakat me -ru pakan pekerjaan jangka panjangyang membutuhkan kerjasama yangsolid diantara pelaku industri per-bankan syariah. Dengan demikian,industri perbankan syariah harusmenggarap lebih serius faktor inter-nal industri yang dapat dimodifikasiuntuk merespon berbagai perkem-bangan eksternal dalam rangka un -tuk mencapai tujuan. Disinilah di -namika struktur pasar perbankansyariah dan perilaku masing-masingbank maupun perbankan secaraindustri menjadi sangat menentukankinerja industri secara keseluruhan.

Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan salahsatu pendekatan dalam ekonomi in -dus tri yang banyak digunakan untukmenganalisa dinamika suatu industri.

Namun untuk dapat menggunakanpendekatan ini secara valid, terlebihdahulu harus jelas batasan pasar dariindustri yang akan diana lisa. Setelahbatasan pasar jelas, barulah analisispersaingan yang ter jadi dalam indus-tri dapat dianalisa.

Persaingan bank syariahDisertasi penulis (Fahmi, 2012)

memperlihatkan bahwa industri per-bankan syariah saat ini tidak dapatdi pisahkan secara tegas dengan in dus -tri perbankan konvensional. Hal inidapat dilihat dari masih signi fikannyapengaruh perubahan ting kat bungabank konvensional terha dap nilai da -na pihak ketiga pada perbankan sya -riah. Gambar 1 memperlihatkan terja -dinya co-movement an tara tingkat bu -nga dengan rate of re turn perbankansya riah. Besarnya pro porsi pembiaya -an dengan dasar marjin tetap sepertimurabahah di duga menjadi penyebabterjadinya co-movement ini demi men -jaga dayasaing bank syariah. Dalamhal ini, se makin besar desakan agarbank sya riah memperbesar porsi pem-biayaan yang berbasis bagi hasil se -perti mudharabah dan musyarakahun tuk me mi nimumkan pengaruh ting -kat bu nga atau mempertegas batasantara industri perbankan syariahdengan perbankan konvensional. Sa -yangnya laju pertumbuhan pembi-ayaan yang dianggap lebih sesuaidengan fitrah perbankan syariah initumbuh sangat lambat (Gambar 2).

Karena industri perbankan sya riahbelum dapat dipisahkan secara te gasdengan perbankan konvensio nal, ma -ka sudah dapat diduga per saing an dida lam industri perbankan sya riahakan sangat tinggi walaupun strukturpa sarnya sangat terkonsentrasi padadua bank besar. Hasil disertasi penulismembuktikan bahwa industri per -bank an syariah menghadapi persaing -an yang sangat tinggi (persaingan mo -nopolistik) dengan H-stat Panzar danRosse yang mende ka ti satu (0.92). Yangbelum jelas da lam per saingan yangtinggi ini adalah mo tivasinya, apakahkarena tingkat con tes tability yangtinggi atau karena tun tutan syariahyang mengharuskan per usahaan tetapbersaing secara sempurna terlepas daristruktur pasar yang terjadi.

Struktur pasar Selain faktor makroekonomi yang

merupakan faktor eksternal, disertasipenulis membuktikan bahwa dinami-ka industri dan keberpihakan pemer-intah berpengaruh signifikan ter-hadap pertumbuhan industri yangdiproksi dengan nilai aset. Strukturpasar yang terkonsentrasi, sepertiditunjukkan oleh tingginya rasio kon-sentrasi dua bank terbesar, walaupuntidak sampai mengganggu persainganyang sehat ternyata ditemukan ber -penga ruh negatif terhadap pertum-buhan industri perbankan syariah.Hal ini berimplikasi perlunya me ma -cu pertumbuhan industri yang se ma -kin memperkecil kesenjangan antarabank syariah besar dengan bank yanglebih kecil atau growth with equity.Kemampuan BRI Syariah yang relatifbaru menjadi BUS namun secaracepat meningkatkan pangsa pasarsehingga menjadi bank syariah terbe-

sar ketiga merupakan salah satufenomena yang sejalan dengan imp-likasi ini dan perlu dipatokduga olehbank-bank syariah lainnya.

Keberpihakan pemerintah dalambentuk disahkannya UU No. 21/2008tentang Perbankan Syariah secara sig-nifikan berpengaruh positif terhadappertumbuhan bank syariah. Sejak di -berlakukannya UU tersebut, datamem perlihatkan pertumbuhan jumlahbank, khususnya Bank Umum Syariah(BUS) yang signifikan. Ha nya dalamwaktu empat tahun sejak diberlaku -kan nya UU, jumlah BUS meningkathanya tiga sebelum tahun 2008 men - jadi empat kali lipatnya. Hasil kajianini semakin memperkuat du ga an be -gitu signifikannya pengaruh ke ber pi -hakan pemerintah terhadap per tum -buh an industri. Oleh karena itu pe me -rintah diharapkan lebih proaktif lagimemberikan ling kungan yang kon -dusif dan dukungan yang lebih nya taterhadap industri perbankan syariah.

Beberapa implikasi Salah satu penghambat pertum-

buhan industri perbankan syariahadalah masih dominannya masya -rakat yang tidak bersifat syariah loy-alist. Kelompok masyarakat yang se -perti ini umumnya sudah digaraphabis oleh bank syariah yang ada,sehingga persaingan telah bergeserkepada kelompok masyarakat yanglebih rasional, dalam arti merekaakan memilih bank yang dapat mem-berikan pelayanan (termasuk return)

yang lebih baik. Untuk kelompokyang mengambang seperti ini, banksyariah harus bersaing tidak hanyadengan sesamanya tetapi juga denganbank konvensional yang telah mem-punyai pengalaman panjang danjangkauan jaringan yang lebih luas.

Karena bersaing dengan bank kon-vensional bukan merupakan hal yangmudah, maka sangat strategis bagiindustri untuk meningkatkan upa yauntuk melakukan edukasi ma s ya rakatakan keunggulan bank sya riah. Upayaedukasi ini tidak akan op timal jika dis-erahkan kepada ma sing-masing bank.Perlu kerjasama yang erat di tingkatindustri agar proses edukasi dapat ber-jalan secara lebih maksimal.

Bentuk edukasi tidak hanyapromosi, tetapi juga kerja sama busi-ness to bu siness dalam melahir kanberbagai produk inovatif dan mem -perluas jang kauan kepada masya -rakat. Pada saat yang sama berbagaipraktik yang mengganggu diferensi-asi bank syariah dengan bank kon-vensional, seperti terus menurunkangejala co-movement antara tingkatbunga dan bagi hasil, juga perlu diu-payakan di tingkat industri agarproses edukasi lebih efektif. Hal lainyang dapat didukung pada tingkatindustri adalah memperbesar poolSDM melalui pengembangan SDMsendiri atau mengalokasikan danayang cukup, dibandingkan menga-mankan kepentingan jangka pendekdengan melakukan saling bajak SDMyang telah jadi. Wallaahu a’lam. �

23REPUBLIKA KAMIS, 29 MARET 2012JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

S alah satu topik penting dalam kajian eko -nomi Islam adalah terkait dengan kebijakanpublik syariah. Hal ini dikarenakan oleh sa -ngat strategisnya peran pemerintah di da -

lam menata dan mengelola perekonomian, apa kahper ekonomian akan bergerak pada arah ke se jah -tera an dan kemakmuran yang berkeadilan, atau se -baliknya, bergerak pada semakin mem buruk nyating kat kesejahteraan dan kemakmuran masya ra -kat. Maka, pembahasan mengenai ulil amri da lamajaran Islam mendapat perhatian yang sangat besar.

Secara syar’i, tujuan kebijakan publik adalah me -la hirkan kemaslahatan ekonomi mas ya rakat. Ke -mas lahatan ini memiliki dua dimensi uta ma, yaitudi mensi manfaat dan dimensi berkah. Di mensi man -faat merujuk pada economic benefit yang dinikmatise luruh lapisan masyarakat secara merata dan ber -ke adilan. Sementara dimensi ber kah merujuk padakua litas dari pembangunan eko nomi itu sendiri.Munculnya ketenangan, ketente ra man, dan keaman -an sosial merupakan bagian dari indikator ke ber -kah an ekonomi, di samping peningkatan morali tasdan kualitas ketaatan ma sya rakat terhadap ke ten -tu an Allah SWT. Inilah visi uta ma kesejahteraan, se - ba gaimana yang Allah nya takan dalam QS 106 : 3-4.Maka, kalau pemba ngun an ekonomi semata-ma taha nya me ning katkan pendapatan namun me lahirkanke rusakan moral, maka pembangunan itu pada ha -ke katnya telah menciptakan ketidakber kahan.Berarti ada sesuatu yang salah dan perlu diperbaiki.

Agar tujuan kebijakan publik ini bisa terealisas-ikan dengan baik, maka ada dua pilar utama kebi-jakan yang harus dipenuhi. Pertama, pilar kebijakanyang berorientasi pada pemenuhan maqashid as-syariah. Kedua, kebijakan yang berlandaskan padaprinsip keadilan.

Pilar maqashidSebagaimana telah diketahui bersama, elemen

maqashid syariah itu menurut Imam Asy Syatibi

ada lima. Yaitu hifzud diin (proteksi agama), hifzunnafs (proteksi diri/jiwa), hifzun nasl (proteksi ketu-runan), hifzul ‘aql (proteksi akal), dan hifzul maal(proteksi harta). Seluruh desain kebijakan publiktidak boleh bertentangan dengan kelima unsurmaqashid ini, karena jika itu terjadi, maka hasilatau output dari kebijakan itu pastilah melahirkankemadharatan ekonomi yang sangat besar.

Pertama, kebijakan yang berorientasi padahifzud diin akan memberikan ruang kepada masya -rakat untuk menunaikan kewajiban agamanya de -ngan baik. Karena itu, jika masih ada larangan un -tuk menunaikan ibadah shalat selama jam kerja,atau membatasi hak warga untuk me nunaikankewajiban zakat, maka itu bertentangan denganelemen proteksi agama ini. Kemudian, yang kedua,kebijakan yang berorientasi pada hifzun nafs akanmengantarkan pada perlindungan dan ja min ansosial masyarakat. Kebutuhan primer masya rakatha rus terpenuhi. Karena itu, pemerintah akan se -lalu memikirkan jangan sampai ada warganya yangharus meregang kehilangan nyawa hanya karenaketiadaan uang untuk membeli makanan, ataukesulitan mengakses layanan kesehatan.

Ketiga, kebijakan yang berorientasi pada hifzunnasl berarti pemerintah selalu memikirkan nasibgenerasi mendatang. Jangan sampai generasimendatang menanggung akibat buruk dari kebi-jakan saat ini. Karena itu, pemerintah akan mem-inimalisir kebijakan pembangunan ekonomi yangmengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebi-han, atau meninggalkan generasi mendatang de -ngan beban hutang yang sangat berat.

Sementara yang keempat, kebijakan yangberorientasi pada hifzul ‘aql akan melahirkan pe -merintahan yang selalu waspada terhadap kebe -rada an industri yang bisa merusak akal manusiadan menjadi sumber utama kejahatan, sepertiindustri minuman keras dan penyalahgunaannarkoba. Terakhir, kebijakan yang berbasis pada

hifzul maal akan mendorong pemerintah untukmenciptakan pemerataan penguasaan kekayaan,jangan sampai terjadi penumpukan aset di tangansegelintir kelompok, atau jangan sampai sumber-daya alam negara dikuasai dan dimonopoli olehkepentingan asing.

Pilar keadilanPilar yang kedua adalah keadilan. Cermin kead-

ilan ini sangat sederhana, yaitu ketika pemerintahmenjadikan “simpul terlemah” dari masyarakatsebagai basis perumusan kebijakan. Hal ini seba-gaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar binKhattab ra. Beliau mengatakan : “kelompok masya -rakat yang di mata kalian dianggap kuat, maka dima taku mereka sesungguhnya sangat lemah. Se -baliknya, kelompok masyarakat yang di mata kaliandianggap lemah (hina), maka di mataku sesung-guhnya sangat kuat.” Artinya, orientasi Umaradalah pada kelompok yang paling tidak berdaya.Seluruh konsentrasi kekuasaan Umar diarahkanuntuk membela kepentingan mereka.

Logika Umar sangat sederhana, jika kelompoklemah terbela dan terberdayakan dengan baik,maka kelompok elit masyarakat pasti akanmenikmati pula kemajuan ekonomi yang ada.Semuanya akan terangkat nasibnya. Namun jikabasis kebijakan itu adalah bagaimana “melayanikepentingan” kelompok elit masyarakat, makabelum tentu kelompok lemah (dhuafa) akan dapatmenikmati kue pembangunan ekonomi.

Inilah yang kita butuhkan saat ini, yaitu negaradan pemerintah yang peduli dan membela se pe -nuhnya kepentingan masyarakat lemah. Parame -ternya sederhana, yaitu ketika seluruh perangkatke bijakan dan peraturan, baik undang-undangmau pun aturan turunannya, beserta implemen-tasinya di lapangan, betul-betul menunjukkankeberpihakan yang nyata terhadap kepentingankaum lemah negeri ini. Wallahu a’lam. �

Dr Irfan Syauqi BeikKetua Prodi Ekonomi Syariah

FEM IPB

PilarKebijakan

Publik Syariah

Dr Idqan FahmiDosen IE-FEM dan ProgramPasacasarjana Manajemen

dan Bisnis IPB

TSAQOFI

Percepatan PertumbuhanBANK SYARIAH

Gambar 1: Perbandingan pergerakan Rate of Return perbankan syariahdengan pergerakan tingkat bunga perbankan syariah koversiaonal prioadetahun 2005-2010

Gambar 2: Kecenderungan persentase pembiayaan berdasarkan skematahun 2005-2010

Page 2: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman … 2012...na merupakan faktor yang tidak di-nikmati oleh perbankan syariah Indo-nesia (Vayanos et al., 2008). Semen-tara pada sisi lain,

M eskipun sektor pertanianmemiliki kedudukan pen tingbagi perekonomian In do -nesia, sebagian besar pe tani

hidup dalam kondisi yang memprihatin-kan. Jumlah buruh tani (landless far -mers) semakin meningkat, dan petaniyang terkategori penduduk miskin sa -ngat besar prosentasenya. Data tahun2009 menjelaskan bahwa 99,88 persenUMKM terkategori sebagai usaha mikro,dimana sebagian besar berada pada sek -tor pertanian. Usaha mikro sendiri meru-pakan usaha yang cukup sulit berkem-bang sehingga perlu upaya pemberdaya-an, jika tidak, akan menuju kehancuran.

Salah satu masalah besar petani ter -kait dengan rendahnya posisi tawar yangmengakibatkan rendahnya tingkat pen-dapatan usaha dan lemahnya pemu pu -kan modal usaha mereka. Sementara ak -ses pembiayaan terhadap lembaga per - bankan sulit dimiliki para petani ke cil.Keterpaksaan untuk meminjam da na da rirentenir akan menjadi awal ben ca nakesulitan finansial yang semakin buruk.

Adanya kebutuhan untuk membentukbank pertanian di Indonesia telah lamamengemuka. Namun disadari hal terse-but tidak mudah direalisasikan, khusus-nya karena kesulitan membangun aksespembiayaan bagi jutaan pe tani kecil yangtersebar di seluruh ne geri. Oleh karena-nya, pengembangan lem baga keuanganmikro (LKM) di pedesaan menjadi alter-natif. Lessons learned dari berbagainegara maju dan berkembang lain me -ngarahkan perlunya pembangunan LKMyang efektif melalui ge rak an koperasi,terutama koperasi syariah.

Mengapa koperasi syariah? LKM yang berbasis koperasi syariah

merupakan unit usaha yang dikembang-kan suatu kelompok masyarakat agarse cara bersama mampu menolong dirime reka sendiri dalam memenuhi kebu-tuhan finansial. LKM syariah ini sekali-

gus mengintegrasikan upaya pemupu-kan modal finansial dengan modal so -sial (social capital). Semakin kuat soli-ditas anggota akan semakin kuat modalso sial yang pada gilirannya akan ber-pengaruh positif terhadap penguatanmodal finansial LKM.

Soliditas anggota koperasi dapat di -perkuat melalui penerapan Tujuh Prin -sip Koperasi, yang diantaranya adalah;peningkatan kontribusi anggota, keman-dirian, pelaksanaan pendidikan dan pela-tihan, serta adanya pengembangan ker-jasama antar koperasi. Memang un tukmembangun soliditas anggota tidak lahmudah, terutama pada tahapan awal. Na -mun jika sudah terbentuk akan men jadikekuatan yang sangat dahsyat bagi pen-gembangan kesejahteraan ang gota kope-rasi. Pengalaman koperasi per tani an diJerman yang dipelopori oleh FW Raif -feisen pada awal abad 19, saat ini telahberwujud menjadi salah satu ke kuatanperbankan terbesar di Eropa. De mikianpula dengan Rabo Bank yang di kem bang -kan para petani di negara Kincir Angin.

Bagaimana dengan pengalaman diIndonesia? Sebenarnya model Raiffeisensudah pernah dipelopori oleh Raden AriaWiriatmadja pada tahun 1895 di Pur wo -ker to. Koperasi simpan pinjam itu ke mu -dian bekembang menjadi Bank Ko pe r asiTani dan Nelayan (BKTN), tapi se karangtelah berubah nama menjadi BRI.

Mengapa koperasi pertanian di In -donesia tidak berkembang dengan baik?Hal ini tidak lepas dari beberapa faktor;pertama, karena adanya stigma negatifterhadap kelembagaan koperasi akibatmisused KUD pada era Orde Baru. Ke -dua, fungsi pembinaan koperasi perta -ni an tidak jelas ada dimana. Kemen te -rian pertanian tidak memiliki tupoksiuntuk pengembangan koperasi, semen-tara Kemenegkop UKM memiliki banyakketerbatasan untuk mengembangkanko perasi pertanian. Ketiga, semakinber kurangnya kepeloporan dari masya-

rakat Indonesia dalam pengembanganko perasi, khususnya dari kalangan ge -nerasi muda. Keempat, DEKOPIN seba -gai organisasi Apex gerakan koperasi diIndonesia, dikarenakan banyak faktormasih belum berperan optimal. Alhasil,masyarakat Indonesia banyak yang raguterhadap keampuhan gerakan koperasidalam membantu pembiayaan petani.

Strategi pengembangan International Co-operative Alliance

(ICA) mendefinisikan koperasi sebagai“perkumpulan otonom dari orang-orangyang bergabung secara sukarela untukmemenuhi kebutuhan dan aspirasi eko -nomi, sosial dan budaya mereka yangsa ma melalui perusahaan yang dimilikidan diawasi secara demokratis”. Definisiini menegaskan dual identitas anggota,di mana anggota adalah para pemilik se -kaligus pelanggan dari usaha koperasi.Definisi ini jauh berbeda de ngan definisiyang tertera pada UU No.25/1992 ten -tang perkoperasian, yang menyebabkandalam banyak hal pengembangan kope-rasi di Indonesia menjadi salah arah,salah urus dan salah hasil.

Terkait definisi ICA tersebut, sebe-narnya dapat dikembangkan strategipengembangan LKM syariah (LKMS) ber -basis koperasi. Salah satunya adalah de -ngan pelaksanaan program Pengem -bang an Usaha Agribisnis Perdesaan(PUAP) oleh Kementerian Pertanian.Prog ram ini bertujuan untuk mengem -bang kan unit simpan pinjam (USP) padasetiap gabungan kelompoktani (Gapok -tan) di tingkat desa. Sebagai stimulan,se tiap Gapoktan diberi dana bantuan se -be sar 100 juta rupiah. Tujuan pengem -bang an USP ini tidak lepas dari upayame nyelamatkan petani dari jeratan ren-tenir dengan memberikan akses pembia -yaan yang mudah dan murah. USP harusdi arahkan pada penerapan prinsip sya -riah (menjadi LKMS), mengingat sistembagi hasil telah menjadi tradisi yang dija-

lankan masyarakat petani di Indonesia.Selain itu, adanya LKMS Gapoktan

akan membantu petani dalam menge-lola cash flow keuangannya. Umumnyapenerimaan petani dari usahatani ber-sifat musiman, sehingga petani harusbersabar tanpa pemasukan selamabeberapa bulan atau bahkan setahun.Namun pada saat panen, petani meng -alami kelebihan likuiditas. Jika tidakter sedia tempat menyimpan yang amandi tingkat desa, akan sangat mudah pe -tani terjebak pola hidup konsumtif ka -rena tergoda berbagai iklan di televisi.

Terbentuknya LKMS yang kredibeldan terpercaya di Gapoktan akan sangatmembantu para petani dalam mengelolamodal usahanya. Misalnya, jika ada 200petani dalam satu Gapoktan, pada saatpanen mereka menyimpan sebagianbesar uang hasil panennya ke USP Ga - poktan, maka dana simpanan ang gotasebesar 1-2 milyar bukanlah suatu yangsulit untuk dihimpun. Dengan akumulasidana tersebut, LKMS Gapoktan akanmenjadi kuat, sehingga praktik rentenirdi wilayah perdesaan akan de nganmudah diatasi. Namun demikian untukmewujudkan LKMS Gapoktan yang kre-dibel dan amanah diperlukan pro sespembinaan yang sistematis, baik bagipengurus maupun anggota Gapoktan.

Gapoktan plus LKMS-nya dapatdikatakan sebagai sebuah koperasi yangbelum berbadan hukum. Dalam prosespengembangan kelembagaan, Gapoktandapat menggunakan badan hukum ko -perasi. Selanjutnya melalui kerjasamaantara Gapoktan, dapat dibentuk kope-rasi sekunder baik di tingkat kabupaten,propinsi dan nasional. Hal ini akan me -mudahkan proses ta’awun antar Ga pok -tan dalam melayani permintaan pem -bia ya an anggota. Akankah koperasi Ga -pok tan di Indonesia akan mampu men-jelma sebagaimana Raiffei sen Bankatau Rabo Bank di Eropa? Wallahua’lam. �

Lukman Mohammad Baga

Kepala Pusat Studi Bisnisdan Ekonomi Syariah

(CIBEST) IPB

Koperasi Syariah sebagai LKM Pertanian TAMKINIA

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA 25REPUBLIKA KAMIS, 29 MARET 2012

Sebagaimana diketahuibersama, tujuan perda-gangan dalam arti yangsangat sederhana ada -lah untuk memperolehlaba atau keuntungan.

Dalam ilmu ekonomi, sebuah industridalam menjalankan produksinya dia-sumsikan bertujuan untuk memak-simalkan keuntungan (laba/profit)dengan cara dan sumber-sumberyang halal. Demikian pula dengantransaksi bisnis dalam skala mikro,dimana sebuah perusahaan atauindustri dapat memilih dan menen-tukan komposisi tenaga kerja, modal,barang-barang pendukung prosesproduksi, dan penentuan jumlahoutput, yang kesemuanya itu akandipengaruhi oleh harga, tingkatupah, capital, maupun barang baku,di mana keseluruhan kebutuhan in -put ini akan diselaraskan olehbesarnya pendapatan dari perolehanoutput.

Teori tersebut dapat diterima da -lam konsep fiqh muamalah yang me -miliki kaidah baku dan bersifat flek-sibel. Baku dalam artian bersifatdog ma tis (mengandung perintah danla rangan), fleksibel dalam artian se -suatu dapat dilaksanakan selamatidak ada bukti larangan dari Alqur -an maupun sunnah. Artinya, segalabentuk ajaran ilmu ekonomi yangsudah ada bukan berarti tidak sesuaidengan Islam, dan sebaliknya, bukanpula berarti semuanya telah sesuaidengan ketentuan Islam.

Demikian pula halnya denganpermasalahan laba atau keuntunganyang dihasilkan dalam sebuah tran -saksi jual beli. Pertanyaannya, lantasapa yang membedakan antara eko -no mi Islam (dalam perspektif fiqhmuamalah) dengan ekonomi konven -sio nal yang mendominasi ekonomiglo bal saat ini? Paling tidak kitadapat memulai dari terminologi, ori-entasi, serta epistimologi yang me -lan dasi kedua konsep laba tersebut.

Definisi jual beli dan labaDalam Islam, jual beli secara eti-

mologis berasal dari kata al bay’udan syir� yang berarti mengambilsesuatu dan memberi sesuatu. Secaratermi no logis, para fuqaha mem-berikan definisi jual beli dalambanyak pe ngertian yang mengacupada satu ke simpulan, bahwa jualbeli adalah “Me nukar suatu bendaseimbang dengan harta benda yanglain yang keduanya boleh (ditashar-rufkan) dikendalikan dengan ijabqabul menurut cara yang dihalalkanoleh syara’”. Istilah ini memberikanpengertian jual beli dalam artiekonomi, yaitu adanya pertukarankomoditas de ngan nilai kompensasitertentu.

Akan tetapi bila melihat kepadaAlquran, jual beli atau perdaganganmencakup pengertian yang eskatol-ogis. Kata jual beli bukan hanyadigunakan untuk menunjukkanaktivitas bisnis pertukarang barangatau pro duk tertentu. Jual beli dapatberarti “keyakinan, keta’atan, berin-faq dan jih�d f� sab�ill�h,” (QS. ashShaff [61]: (10-12), al Baqarah [2]:254, at Ta�bah [5]: 111) . (Jusmaliani,2008: 26).

Jual beli yang memiliki maknaeskatologis ini tentunya memberikangambaran nyata akan hakikat dantujuan jual beli dalam Islam, sekali-

gus memberikan jawaban akan artiatau makna dari laba yang menjaditujuan jual beli itu sendiri. Sehinggadapat dipahami bahwa laba yangmenjadi tujuan utama jual beli tidakhanya memiliki terminologi ekonomisebagai selisih antara total penjualandengan total biaya, akan tetapi lebihkomprehensif dari itu, laba dapatberarti hasil dari bersabar, mensu-cikan diri, beriman, berdakwah, ber-ittib, berinfaq, dan merupakan hid -yah dari Allah (lihat QS al La�l: 5-7;QS ays Syams: 9; QS ali Imr�n: 200;QS al Baqarah : 5; dan QS al ‘Ar�f:157). Semua terakumulasikan dalamjan nah dan kebahagian kekal diakhirat. Inilah makna jual beli sertalaba yang menjadi orientasi dasarkonsep laba dalam ekonomi Islam.

Sedangkan dalam ekonomi kon-vensional, baik yang berpaham kap-italis, sosialis, maupun negara kese-jahteraan (walfare state), hampir di -pastikan definisi jual beli hanyaditin jau dari sudut pandang eko -nomi. Bisnis atau jual beli hanyalahupaya dari perilaku seorang pen-gusaha da lam mengambil keputusanatau kebijakan dalam memproduksib a rang dan jasa untuk meraih ting -kat keuntungan dan kebutuhan. Ke -un tungan atau profit bagi produsen,sedangkan kebutuhan dalam artikepuasan di tingkat konsumen.

Perbedaan filosofisSudut pandang yang berbeda

akan arti maupun orientasi bisnis danlaba diantara ekonomi Islam dankon vensional, sesungguhnya bertolakdari pemahaman ideologis dan carapan dang yang berbeda tentang kon -sep ekonomi dan asumsi tentangmanusia dalam meraih keuntungan.Jual beli dalam Islam dilandasi de -ngan nilai kesatuan (ketauhidan),keseimbangan, kebebasan, dan tang-gung jawab.

Jual beli dalam Islam akan selaluselaras dengan fitrah tujuan pen cipta -an manusia, yaitu bernilai iba dah. Tu -juan utama ekonomi Islam adalah me -realisasikan tujuan manu sia untukmen capai kebahagiaan du nia dan ak -hirat (fal�h), serta kehidupan yang baikdan terhormat (al-h�yah al-tayyibah).

Prinsip keridhoan, ta’�wun,kemudahan, dan transparansi, dalamjual beli Islam mencegah usaha-usaha eksploitasi kekayaan danpengambilan keuntungan dari keru-gian pihak lain. Konsep laba dalamIslam, secara teoritis dan realita tidakhanya ber asas kan pada logikasemata-mata, akan tetapi jugaberasaskan pada nilai-nilai moraldan etika serta tetap berpedomankepada petunjuk-petunjuk AllahSWT. Seorang hamba Allah dalammengkonsumsi suatu barangan tidaksemata-mata bertujuan me mak -simumkan kepuasan, tetapi sela lumemperhatikan apakah barang ituhalal atau haram, israf atau tidak,tabzir atau tidak, memudaratkanmasyarakat atau tidak, dan lain-lain.

Sedangkan teori laba dalam kon-vensional dibangun di atas filosofimaterialisme dan sekulerisme. Ilmuekonomi konvensional sangat meme -gang teguh asumsi bahwa tindakanindividu adalah rasional.Rasionalitas yang dimaksud adalahtindakan individu yang bertumpupada kepentingan diri sendiri (selfinterest) yang menjadi satu-satunyatujuan bagi seluruh aktivitas.

Manusia diasumsikan hanya ber -sifat materi semata, tanpa kecende -rungan-kecenderungan spiritual.Me reka tidak pernah memperhatikanmasalah-masalah yang semestinyaharus dijadikan pijakan oleh masya -rakat, seperti ketinggian moral dansifat-sifat terpuji sebagai dasar bagiinteraksinya.

Sumber labaDari perbedaan terminologi,

orien tasi serta landasan ideologi dian tara keduanya, tentunya berdam -pak pada kriteria penilaian sumberdari laba itu sendiri. Dengan prinsipdan tujuan bisnis yang telah ditetap-kan dalam kaidah muamalah, labadalam Islam tidak hanya berpatokanpada bagaimana memaksimalkannilai kuantitas laba tersebut, akantetapi juga menyelaraskannyadengan nilai kualitas yang diharap-kan secara fitrah kemanusiaan danIslam.

Namun demikian, tidak semuayang dipandang dapat memenuhikebutuhan manusia serta ada man -faat di dalamnya, dapat diperjualbe-likan atau dikonsumsi oleh manusia.Laba yang merupakan hasil darisebuah proses transaksi jual beli atau

bisnis harus dinilai dari kualitasnya,bukan hanya sekedar kuantitasnya.

Prinsip ini sesuai dengan kaidah“al jaz�’u min jinsil al ‘amal”, bahwabalasan itu tergantung dari perbu-atannya. Maka setiap laba yang diha -sil kan melalui sumber yang diha ram -kan atau proses transaksi bisnis yangilegal, tidak diakui oleh syariah. Halini bisa dilihat melaui model-modelbisnis yang dikembangkan olehRasulullah dalam meraih laba yangbenilai materil serta keberkahan.

Untuk mendapatkan laba yangbersih dari unsur riba dan kecuran-gan, Islam menentukan prinsip dasardalam mekanisme transaksinya.Prin sip saling ridho dalam bertran -saksi adalah merupakan proses yangterjadi ketika barang yang akandijual jelas kepemilikannya, tidaktermasuk barang yang diharamkan,serta jelas pula penetapan harganya.Prinsip kemudahan atau ta’awundalam bertransaksi menunjukkanlaba yang diperoleh bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi sangpenjual (self oriented), akan tetapijuga diharapkan dapat memberikanmanfaat kepada sesama dan menu-tupi kebutuhan masyarakat. Wallahua’lam. �

Kegiatan ekonomi me -ru pakan bagian dariupa ya manusia dalamme menuhi kebutu han - nya, termasuk jual-be li. Dalam transaksi

jual beli, adakalanya seorang konsu -men membutuhkan barang yang be -lum dimiliki penjual, sehingga terja -dilah sebuah transaksi pemesananbarang dengan spesifikasi tertentu.Namun terkadang dalam memenuhipesanan tersebut, para produsen punmemerlukan dana produksi terlebihdahulu. Sehingga pesanan tersebutterjadi dengan sistem dibayar dimu -ka. Dalam Islam pemesanan barangdengan pembayaran dimuka, denganspesifikasi tertentu dan penyerahanbarang dikemudian hari disebut de -ngan salam.

Dalam kaitannya dengan akadsalam ini, ada tiga jenis akad salamyang dapat dipraktikkan dalam sis -tim keuangan kita. Pertama, modelakad salam tunggal hakiki, dimanalembaga keuangan benar-benar mela -kukan pembelian barang dan kemu-dian terjun langsung dalam bisnispenjualan barang tersebut. Kedua,model akad salam tunggal hukmi(formal), dimana lembaga keuanganti dak benar-benar bermaksud mem -beli barang, karena setelah itu lem -baga keuangan menjualnya kembalikepada penjual pertama dengan akadBay’ Murabahah Bisaman Ajil, ataumenyuruh menjualnya ke pihak laindengan akad Wakalah. Ketiga, modelakad salam paralel, dimana lembagakeuangan melakukan dua akad salamsecara simultan, yakni akad salamdengan nasabah yang membutuhkanbarang dan akad salam dengan nasa -bah yang membutuhkan dana untukmemproduksi barang.

Transaksi dengan sistem salam initelah dikenal sejak zaman Rasulullah

hijrah ke Madinah. Rasulullah men-dapati penduduk Madinah sudahmeng gunakan transaksi salam ini pa -da komoditas buah-buahan denganjang ka waktu satu atau dua tahun. Ra -sulullah bersabda “Barang siapa mela -ku kan salam, hendaknya ia me la ku -kan nya dengan takaran yang je las dantim bangan yang jelas pula, un tuk jang -ka waktu yang diketahui.” (HR.Bukhari Muslim). Hadits tersebutmen jadi dasar yang kuat adanya tran -saksi salam dalam praktek jual beli.

Tantangan salamPada saat ini kondisi pembiayaan

dengan akad salam memang belummen dapat perhatian dari kalanganin dustri perbankan syariah. Dari ta -hun 2005-2011, tidak ada satupunBUS maupun UUS yang mengguna -kan pembiayaan dengan akad sa lam.Pem biayaan dengan akad salamhanya sedikit mendapat perhatiandari Bank Pembiayaan Rakyat Sya -riah (BPRS), itu pun dengan jumlahpembiayaan terbesar hanya mencapaiRp 216 juta rupiah saja. Bahkan padaakhir Desember 2011, pembiayaanmenurun hingga Rp 20 juta rupiah.

Melihat kondisi di atas, ada beber-apa hambatan yang menyebabkanma sih rendahnya pembiayaan salam.Paling tidak, penulis melihat ada tigaalas an utamanya. Pertama, dari sisina sabah. Masih banyak nasabah, ter -uta ma petani, masih banyak yang be -lum ‘tahu’ dan ‘sadar’ akan keberada -an akad salam. Bahkan banyak dian -tara mereka yang jarang atau tidakpernah berinteraksi dengan lembagakeuangan. Hal ini boleh jadi disebab -kan oleh masih rendahnya tingkatpendidikan petani yang mayoritasberpendidikan rendah, yang kemudi-an diperparah oleh masih minimnyaedukasi terhadap mereka tentangkonsep keuangan syariah.

Kedua, dari sisi lembaga keuang -an, terutama bank syariah. Problemyang dihadapi oleh bank syariahadalah pada ‘penjualan kembali’ ko -mo ditas pertanian. Sebagai lembagakeuangan, bank syariah tentu saja‘tidak membutuhkan’ komoditas, se -hingga mereka harus mencari pembeliyang akan membeli hasil produksi pe -tani. Akibatnya, kebanyakan dari akadsalam yang digunakan adalah salamparalel. Hal tersebut ditambah denganmasih minimnya pengetahuan bankirsyariah terhadap produk pertanian.

Ketiga, untuk membiayai pertan-ian, kebanyakan para praktisi meng-gunakan akad-akad lain yang lebih‘mudah’ bagi mereka, seperti muraba-hah untuk pengadaan pupuk maupunpengadaan sarana produksi pertanian(saprotan) lainnya. Namun demikian,proporsi pembiayaan pertanian de -ngan akad selain salam pun masihren dah, dimana data secara nasionalmenunjukkan angka yang masihkurang dari 10 persen.

Padahal akad salam ini diyakiniakan membantu peningkatan usahamikro. Dengan akad salam para pe -laku ekonomi sektor mikro akan lebihleluasa menjalankan usahanya. Me -reka tidak akan terbebani oleh bunga

pinjaman yang harus mereka ambilkarena meminjam modal kepadarentenir. Sehingga produktivitasmere ka pun akan meningkat karenatidak ada potongan bunga dari modal.

Langkah solusiAgar pembiayaan salam ini bisa

meningkat proporsinya, perlu ada be -berapa langkah yang diambil. Per -tama, perlu peningkatan edukasi kon -sep pembiayaan syariah kepada parapetani di satu sisi, dan edukasi ten tangpotensi dan produk unggulan pertani -an kepada kalangan praktisi di sisilain. Kedua, perlu dibangun link danja ringan yang akan meng hubungkanantara sisi supply pertanian (petani)dengan sisi demand pertanian (pem -beli), dengan bank sya riah sebagai in -termediasinya. Dengan potensi alamyang besar, tentu hal ini sangat mung -kin dilakukan. Ketiga, pemerintah ha -rus memberikan insentif kepada banksyariah untuk mau terlibat da lampembiayaan pertanian secara le bihdalam. Insentif ini bisa berupa sub sidibagi hasil atau marjin profit yangharus dibayarkan petani, atau insentifpajak bagi bank syariah yang me -ningkatkan proporsi pembiayaan per -taniannya. Wallahu a’lam. �

REPUBLIKA KAMIS, 29 MARET 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA24

S ektor pertanian sebagai tum -puan pembangunan perdesa-an, (bahkan di ranah pemban-gunan perekonomian nasional)

tetap diposisikan sebagai sektor terpen-ting. Tidak dapat dipungkiri bahwa sek -tor pertanian memainkan peran strate-gis dengan argumen: (a) potensi sum -ber dayanya besar dan beragam, (b)pang sa terhadap pendapatan nasionalcukup besar, (c) sumber devisa, (d) be -sarnya penduduk yang bekerja di sektorini, (e) peranan dalam penyediaan pa -ngan dan (f) menjadi basis pertumbuhanekonomi perdesaan.

Karakteristik kegiatan perekonomi-an di pedesaan didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pe -laku utama para petani, buruh tani, pe -dagang hasil bumi, pengolah hasil per -ta nian, kios saprodi, serta industri ru -mah tangga. Umumnya pelaku usahaska la mikro kecil masih dihadapkan pa -da permasalahan klasik yaitu terbatas-nya ketersediaan modal. Sebagai unsuresensial dalam mendukung peningkatanproduksi dan taraf hidup masyarakat,keterbatasan modal tentu saja dapatmembatasi ruang gerak sektor pertani-an dan pedesaan (Hamid, 1986).

Peluang pembiayaan Dengan karakeristik usaha yang ber-

sifat mikro dan kecil, pelaku usaha di

sektor peratanian tidak memerlukanmodal yang terlalu besar. Namun, de -ngan kebutuhan modal yang tidak sebe-rapa besar ini barangkali menyebabkankurang tertariknya lembaga perbankanuntuk mendanai usaha ini karena trans-action cost-nya sangat tinggi. Disampingitu, persyaratan 5 C sangat ketat dite -rap kan oleh perbankan seringkali tidakda pat dipenuhi oleh pelaku usaha mik -ro/kecil yang jamaknya memeang me -ne rapkan manajemen usaha sangatsederhana. Keengganan perbankan jugadipicu oleh image yang sudah terlanjutmelekat pada sektor pertanian, sebagaijenis usaha yang sarat dengan risiko.

Keterbatasan usaha kecil dan mikrodalam mengakses lembaga perbankanformal merupakan potensi pasar yangsangat besar yang bisa menjadi ladangga rapan Lembaga Keuangan Mikro(LKM), termasuk Baitul Mal wa Tamwil(BMT). Apalagi dalam 10 tahun terakhirperkembangan BMT begitu pesat, diper-kirakan sudah lebih dari 4000 unit de -ngan sekitar 3 juta nasabah.

Dengan spi rit nilai islam untukta’awun, keberadaan BMT dapat disi-nergikan dengan peluang kebutuhanpembiayaan kaum “duafa” para pelakuusaha mikro/kecil di sektor pertaniandan pedesaan. Dengan aset yang sudahmenembus Rp 3 triliun, BMT diharapkansemakin intensif menggarap usaha

mikro dan kecil.Dalam konteks pembangunan eko -

nomi pedesaan yang masih didominasioleh sektor pertanian, potensi yang da -pat diperankan BMT dalam memacupertumbuhan ekonomi sangat besar.Setidaknya ada lima alasan: Pertama,BMT umumnya berada atau minimal de -kat dengan kawasan pedesaan sehinggalebih mudah diakses oleh petani/pelakuekonomi di desa. Kedua, petani lebihmenyukai proses yang singkat dan tanpabanyak prosedur. Ketiga, platfond kebu-tuhan modal tidak terlalu besar sehing-ga sesuai dengan kemampuan finansialBMT. Keempat, dekatnya lokasi BMT danpe tani memungkinkan pengelola me -ma hami betul karakteristik petani/usa-hanya sehingga dapat mengucurkanpembiaayaan secara tepat waktu danjumlah; dan Kelima, Adanya keterkaitansocio-cultural serta hubungan yang ber-sifat personal-emosional diharapkandapat mengurangi sifat moral hazard.

Tantangan dan optimalisasi Perkembangan BMT yang cukup pe -

sat menandakan bahwa BMT telah dite-rima sebagai mitra bisnis pelaku usa hamikro kecil. Namun demikian, kon disiini menjadi sinyal akan semakin besar-nya tantangan yang dihadapi baik secarainternal maupun eksternal. Tantanganinternal paling berat soal kepatuhan

syariah (syariah compliance). Godaanmemburu rente dengan mengorbankanprinsip syar’i harus dibuang jauh-jauh.Disamping itu mempertahankan idea-lisme, profesionalisme pengelolaan,pengembangan sumber daya manusia,dan membangun kerjasama antar BMTjuga tidak boleh diremehkan.

Di sisi lain, tantangan eksternal yangmesti mendapat perhatian diantaranyadinamika makroekonomi maupun sek -tor finansial, dominansi pelaku usahabesar, serta legalitas dan regulasi untukBMT.

Untuk mengoptimalkan peran BMTdalam pembiayaan usaha mikro/kecil disektor pertanian, beberapa agenda per-baikan yang dapat dilakukan diantaranya:(1) penetapan status/badan hukum yangjelas bagi BMT sehingga dapat mening-katkan kepercayaan masyarakat, (2)peningkatan kualitas SDM (diklat) ter -masuk di dalamnya ada content pe ma -haman terhadap usaha di sektor per ta -nian (3) senantiasa istiqomah mene rap -kan nilai-nilai islam dalam berbisnis, (4)pemantapan jaringan kerjasama antarBMT, (5) Meraih dukungan masyarakatmelalui kinerja BMT yang prima danmembangun imagesecara ma’ruf bahwaBMT siap membantu dalam pemberdaya-an potensi usaha mikro/kecil, serta (6)perlu pengawasan dan pembinaan BMTsecara berkelanjutan Waallahu a’lam. �

AshariPeneliti PSEKP KementerianPertanian dan Alumnus IPB

Potensi BMT dalam Menggerakkan Sektor PertanianRESENSI

Prawito HudoroMahasiswa S1 Ekonomi

Syariah FEM IPB

Laily Dwi ArsyiantiDosen Ekonomi Syariah

FEM IPB

Fachri FachrudinMahasiswa S2 Ekonomi IslamUniversitas Ibn KhaldunBogor dan Peneliti Tamu FEM IPB

Dr Irfan Syauqi BeikDosen IE – FEM IPB dan

Ketua DPP IAEI

FILOSOFI LABA dalam Perspektif Syariah

AKAD 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Akad Mudharabah 3.124 4.062 5.578 6.205 6.597 8.631 20.229

Akad Musyarakah 1.898 2.335 4.406 7.411 10.412 14.624 18.960

Akad Murabahah 9.487 12.624 16.553 22.486 26.321 37.508 56.365

Akad Salam 0 0 0 0 0 0 0

Akad Istishna 282 337 351 369 423 347 32.839

Akad Ijarah 316 836 516 765 1.305 2.341 3.839

Akad Qaradh 125 250 540 959 1.829 4.73112.3913.

Lainnya 0 0 0 0 0 0 0

Total 15.232 20.445 27.944 38.195 4.886 68.181102.655

Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI

Tantangan Pembiayaan Salam

UNTUK PERTANIAN

Tabel 1: Proporsi Pembiayaan BUS/UUS berdasarkan Akad (Milyar Rupiah)

AKAD 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Akad Mudharabah 24.237 26.351 41.714 42.952 52.781 65.471 75.801

Akad Musyarakah 40.065 65.342 90.483 113.379 144.969 217.954 246.796

Akad Murabahah 337.566 505.633 716.240 1.011.743 1.269.900 1.621.526 154.949

Akad Salam 90 30 0 38 105 45 20

Akad Istishna 1.844 1.361 13.467 24.683 32.766 27.598 23.673

Akad Ijarah 6.816 6.783 3.661 5.518 7.803 13.499 13.815

Akad Qaradh 6.666 9.969 19.038 40.308 50.018 63.000 72.095

Multijasa 0 0 6.106 17.988 28.578 51.344 89.230

Total 417.282 615.469 890.709 1.256.610 1.586.919 2.060.437 2.675.930

Sumber : Statistik Perbankan Syariah BI

Tabel 2: Proporsi Pembiayaan BPRS berdasarkan Akad (Juta Rupiah)

VARIABEL URAIAN

Dimensi laba tidak hanya memiliki terminologi ekonomi sebagai selisih antara total penjualan dengan total biaya, akan tetapi lebih komprehensif dari itu, laba dapat berarti hasil dari bersabar, mensucikan diri, beriman, berdakwah, berittib, berinfaq, dan merupakan hidyah dari Allah

Landasan � nilai kesatuan (ketauhidan), keseimbangan, kebejual beli dan laba basan, dan tanggung jawab

� secara teoritis dan realita tidak hanya berasaskanpada logika semata-mata, akan tetapi juga berasaskan pada nilai-nilai moral dan etika sertatetap berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Allah SWT

Sumber laba � Segala aktivitas bisnis yang tidak bertentangan dengan aturan Allah

� setiap laba yang dihasilkan melalui sumber yangdiharamkan atau proses transaksi bisnis yang ilegal, tidak diakui oleh syariah

� Optimalisasi kuantitas dan kualitas profit sesuaifitrah kemanusiaan dan agama

Tabel 1: Ringkasan Filosofi Laba dalam Islam

Amin Madani/REPUBLIKA

Wihdan Hidayat/REPUBLIKA

Page 3: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman … 2012...na merupakan faktor yang tidak di-nikmati oleh perbankan syariah Indo-nesia (Vayanos et al., 2008). Semen-tara pada sisi lain,

REPUBLIKA KAMIS, 29 MARET 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA26

D ari beberapa forum pengajian kami seringdihadapkan pada per tanyaan apakah perban-kan dan lembaga keuangan syariah terbebasdari krisis. Beberapa pihak menilai bahwa

bank syariah akan bebas dari krisis. Berikut adalahulasan kami.

Beberapa alasan umum yang dikemukakan bahwabank syariah akan bebas krisis. Pertama,

bank dan lembaga keuangan syariah mes ti terkaitlangsung dengan sektor riil ––diistilahkan ‚Main Street‘vs ‚Wall Street‘ –– serta aktifitas transaksi syariah tidakmendukung ekspansi yang berlebihan dan membatasitindakan spekulatif di sektor finansial. Kedua, persyaratanetik mengarahkan bank dan lembaga ke uang an syariahmenjauhi risiko dan leveraged transaction seperti adanyarisk sha ring serta mengharuskan adanya underlying assetdalam setiap transaksinya. Pemba tasan ini berperansebagai perisai ekstra da lam manajemen risiko. Ke tiga,ketentu an syariah mengha ram kan penjualan atau sewaatas sesuatu yang tidak dimiliki, se hingga melarangpraktek spe kulasi short selling dalam sistem keuang an.Dengan kata lain, prinsip-prinsip sya riah menyo kong disi-plin dan tanggung jawab dalam aktifitas keuangan sebagaipra syarat yang dibutuhkan dalam stabilitas keuangan.

Akan tetapi pandangan yang menya takan bahwa per-bankan dan lembaga keuangan syariah dapat sepenuh-nya be bas krisis boleh jadi keliru. Bahkan dalam situasiketika prinsip-prinsip syariah di pegang sekalipun, sistemkeuangan sya riah tidak kebal terhadap segala risikoatau bebas dari krisis secara sempurna. Se kedar untukmengingatkan para penggiat dan praktisi keuangansyariah hen dak nya tidak perlu overconfidence serta tetapwaspada terhadap euforia yang terjadi.

Beberapa alasan baik secara teoritis dan empirisdapat menunjukkan hal ini. Pertama, secara teori,sumber utama krisis keuangan biasanya adalah akibatterjadinya kelebihan pembiayaan oleh perbankan yangdilakukan secara tidak hati-hati. Namun apakah bisadijamin bahwa bank dan lembaga keuangan syariahtidak tergiur melakukan ekspansi kredit apalagi ketikamelihat suatu sektor sedang booming? Kasus gagalbayar Dubai World akibat ekspansi berlebihan mener-bitkan surat utang syariah kiranya dapat dijadikan pela-jaran akan hal ini. Kita pun tidak bisa menyalahkansepenuhnya kepada institusi keuangan termasuk yang

berlabel atau berskema syariah karena mereka puningin memaksimalkan keuntungan.

Kedua, keterkaitan erat keuangan syariah dengansektor bukan berarti bank syariah bebas risiko karenasektor riil ju ga dapat mengalami fluktuasi. Gun cang andi sektor riil sunnatullah dan dapat terjadi kapanpunsehingga mau tak mau kinerja bank syariah pada akhir-nya akan terkena dampaknya pula. Belum lagi risiko-risiko lain seperti penurunan perdagangan, risiko sukubunga dan nilai tukar. Beberapa studi empiris menun-jukkan bahwa akibat krisis global bank syariah terkenadampak dari penurunan kinerja sektor riil akibat depre-siasi asset (terutama asset properti), penurunan pem-biayaan perdagangan (trade finance) akibat penurunanperdagangan dunia, penurunan dalam sindikasi sukuk,dan sebagainya.

Studi Parashar dan Venkatesh (2010) juga menun-jukkan bahwa walaupun secara umum selama 2006-2009 perbankan syariah berkinerja lebih baik daripadaperbankan konvensional, sebagai dam pak krisis keu-angan global, penurunan kinerja bank-bank syariahjustru lebih buruk daripada bank konvensional dalamhal capital ratio, leverage dan return on average equity.Sedangkan bank konvensional mengalami kinerja lebihburuk dari bank syariah dalam return on average assetand liquidity.

Adalah benar bahwa risiko di sektor riil menurundalam beberapa dekade terakhir, sebaliknya risiko disektor finansial terus meningkat, namun hal ini bukanberarti risiko lembaga keuangan syariah juga menurun.Temuan ini justru menunjukan bahwa pembiayaan ter-hadap sektor riil dapat menimbulkan risiko sistemikbila ekspansi investasi cenderung spekulatif, terlebihketika perekonomian sedang membaik atau booming.Pembia yaan yang terlampau agresif disertai manajemenrisiko yang tidak prudent akan menjadi sumber krisisdi masa mendatang.

Pertimbangan ini memberi pelajaran pentingnyamanajemen risiko yang lebih hati-hati dan mempersi-apkan infrastruktur penyangga dalam mendukungsistem keuangan syariah dalam menjamin standar pen-gawasan yang lebih hati-hati terkait manajemen risiko,tatakelola perbankan syariah, disiplin aturan dantransparansi pasar.

Pelajaran penting dari ulasan di atas adalah bahwa

lembaga keuangan sya riah, dengan segala keunggulanyang ditawarkannya, tidaklah hidup dalam plastik yangsteril. Tuntutan zaman mengharuskan ia berinteraksidengan berbagai pihak (baik nasabah, supplier pen-dukung operasionalnya, perusahaan induk dan seba-gainya) dengan segala macam konsekuensinya. Proyek-proyek nya yang dibiayai oleh bank dan lembaga keuan-gan syariah tetap terpengaruh oleh dinamika apapunyang akan terjadi. Pembiayaan dari bank syariah bukanberarti bebas risiko, terlebih lagi dengan pragmatismepraktik-praktik perbankan syariah di lapangan yangmemungkinkan menyalahi prinsip transaksi dan ma -qas hid syariah. Bank syariah juga manusia. Wallahua’lam. �

BUKANTAFSIR

Dr Iman SugemaDosen IE FEM IPB

M Iqbal IrfanyDosen IE-FEM IPB

Bank Syariah dan Krisis

akan pula menjadi pedoman perhi-tungan bank syariah. Selain itu,meng ingat saat ini aplikasi ataukonsep prak tek/operasional perbank -an syariah masih relatif mengacupada perbankan konvensional, makamodel penentuan harga produk (ter-masuk variabel-variabel independenyang mempengaruhinya) jugadiperkirakan tidak jauh berbeda.

Oleh karena itu, jawaban atas kri -tisi ini tentu sangat penting untuk di -dapatkan. Jawaban atas masalah inibo leh jadi menjadi salah satu ele menkunci pembuka wawasan baru ataubahkan logika baru dalam ber fikirlebih lanjut seperti apa sepatutnya sis -tem keuangan dalam Islam itu men -jadi. Atau setidaknya keberadaan refe -rence rate yang bukan bunga atau ribauntuk pricing produk bank sya ri ah.Jika memang riba sebaik tidak di rujuksebagai harga produk, variabel apayang tepat dijadikan rujukan?

Reference rate sektor riilMari kita telusuri logika praktek

keuangan syariah untuk bisa sampaipada variabel yang tepat itu. Denganabsennya riba, maka keuntungan(profit) bisnis relatif hanya akanberasal dari aktifitas ekonomi pro-duktif, baik yang berasal dari jual-beli, sewa menyewa atau jasa. Akti -fitas investasi memang juga mem-berikan keuntungan berupa bagi-hasil tetapi bagi hasil itu tentu ber -gantung pada aktifitas utama danpertamanya yaitu jual-beli, sewamenyewa atau jasa. Karena memangaktifitas investasi merupakan aktifi-tas ekonomi turunan dari aktifitasutama tadi. Oleh sebab itulah produkkeuangan atau perbankan syariahjuga merujuk pada aktifitas usahaberbasis jual-beli, sewa-menyewa,jasa dan investasi.

Jika aktifitas bisnis itu yangmenjadi basis produk keuangan danperbankan syariah, maka penentuanharga dari produk-produk perbankansyariah sepatutnya merujuk padatingkat keuntungan umum yang adapada aktifitas produktif tersebut. Se -hingga secara spesifik, harga pro dukpembiayaan sektor properti banksyariah tentu sebaiknya bersandarpada tingkat keuntungan yang umumada di sektor properti, begitu pula sek -tor lainnya, dengan tentu mempertim-bangkan pula faktor lain se per ti wila -yah geografis dan biaya ope rasional.Singkatnya, perbankan sya riahmemerlukan sebuah rujukan atau ref-erence rate berupa indeks sektor riilyang akurat yang mencerminkantingkat keuntungan dari sektor-sektorusaha produktif ekonomi.

Keberadaan reference rate inipada hakikatnya bukan hanya bergu -na bagi industri perbankan syariah

untuk menjadi salah satu pertimban-gan atau rujukan dalam perhitunganpenetapan harga produk-produkmereka, tetapi juga menjadi variabelyang membuat pasar sektor riil akansemakin transparan, yang bergunadalam optimalisasi alokasi sumberdaya, efisiensi pasar dan akselerasiaktifitas ekonomi. Bahkan keber-adaannya akan membantu pula da -lam penetapan kebijakan-kebijakanpublik seperti kebijakan pasar danperpajakan.

Jika indeks return sektor riiltersedia secara akurat berdasarkansektoral, sub-sektor atau sampaidengan komoditasnya dan diketahuipula sebaran geografisnya, tentuindeks ini akan memberikan infor-masi yang kaya, bukan hanya ber -guna bagi pelaku bisnis swasta (baikunit usaha maupun lembaga keuan-gan) tetapi juga berguna bagi pihakpemerintah, dari pemerintah pusatsampai dengan daerah.

Bayangkan reference rate tersedialengkap seperti itu, kemanfaatan apayang mungkin didapatkan perbankansyariah? dengan adanya reference ratesecara lengkap tersebut, bank syariahmampu menilai lebih akurat projeksektor riil dan daerah mana yanglebih menguntungkan, memahamikarakteristik dan sebaran risiko padaberbagai sektor, sub-sektor dankomoditas atau bahkan risiko padasebaran secara geografis. menetapkantingkat harga yang sesuai dengankemampuan pasar dan karakteristikbiaya yang dimiliki untuk mencapaioptimalisasi penyaluran pembiayaan,

serta dengan lebih akurat menye-suaikan strategi bisnis berdasarkantingkat imbal hasil di pasar dan daer-ahnya. Lebih lanjut ketersediaan ref-erence rate ini akan mendorong per-bankan untuk mengambil keuntun-gan lebih besar dengan melakukantransaksi pembiayaan berdasarkanproduk berbasis bagi-hasil.

Berdasarkan karakter operasionaldan ditinjau secara kronologisnya,proses pricing produk bank syariahakan berbeda dengan bank konven-sional. Proses pricing produk banksyariah berawal dari sisi pembiayaan(financing/asset), ketika diketahuiberapa hasil dari satu projek pembi-ayaan maka hasil tersebut menen-tukan berapa besar nisbah yangditawarkan kepada nasabah di sisipendanaan (funding/liability). Se -hing ga pricing baik produk pembi-ayaan dan pendanaan bank syariahakan mengacu pada kinerja atau hasilusaha projek di sektor riil. Sementaraitu, proses yang terjadi di bank kon-vensional berawal dari sisi pen-danaan, ketika ditentukan berapatingkat kewajiban yang harus diba-yarkan kepada nasabah maka tingkatkewajiban itu akan menjadi rujukanberapa tingkat harga yang dikenakanpada produk kredit.

Untuk meyakinkan masyarakatdan meningkatkan kredibilitas indus-tri perbankan syariah serta memban-tu dan memenuhi kebutuhan industridalam proses bisnisnya, khususnyadalam pricing produk mereka, saatini Bank Indonesia sedang mencobamendapatkan reference rate yang

lebih baik dengan melakukan penyu -sunan kajian indeksasi return sektorriil sebagai benchmark pricing bagiproduk perbankan syariah. Kajian inimenggunakan pendekatan CashRecovery Rate (CRR) sebagai ukuranimbal hasil sektor riil. CRR diperke-nalkan oleh Ijiri sebagai satu ukuranprofitabilitas empiris dari suatuperusahaan (lihat Salamon (1982),Stark (1989), Baber dan Kang (1996),dan Taylor (1999)). Ijiri dalam Gordondan Hamer (1988) dan Salamon(1982) mendefinisikan CRR sebagairasio pemulihan arus kas selama satuperiode terhadap investasi yang ter -jadi selama periode tersebut. Secaraumum CRR menampilkan perban -ding an (ratio) tingkat pendapatandengan biaya yang dikeluarkan dariperusahaan di sektor riil.

Tujuan kajian ini bukan hanya se -kedar mendapat tingkat return sektorriil secara umum, tetapi juga untukmengetahui secara detil ting katreturn di setiap sektor eko nomi yangada (jika data memadai sebenarnyadapat juga diketahui tingkat returnper-komoditi di sub-sektor ekonomi),sebaran tingkat return sektoral terse-but berdasarkan wilayah/daerah danmengetahui tingkat return berdasar -kan akad pembiayaannya. Denganketerbatasan data yang ada, saat iniperhitungan CRR dilakukan meng-gunakan data laporan keuangan dariperusahaan yang listed di bursa pasarmodal (perusahaan publik) dan per -usahaan yang menjadi nasabah bank(baik bak syariah maupun bank kon-vensional).

Tantangan indeksasiTantangan dari upaya memu-

nculkan data referensi tingkat returnsektor riil bagi pricing produk per-bankan syariah, tentu tertumpu padaketersediaan data yang selalu up-to-date dan akurat serta pengadaannyayang tersistem dengan cukup baik.Keberadaan data tingkat imbal hasilsektor riil juga dapat menjadi infor-masi penting bagi investor untukmemutuskan kepentingan bisnismereka atau semua pelaku pasar disektor riil. Reference rate ini jugaakan sangat berguna bagi regulator,baik dalam men-set kebijakan disektor moneter maupun sektor fiskaldalam rangka menjaga keseimbangansektor keuangan dan sektor riil untukmencapai stabilitas ekonomi. Padatahap penggunaannya, reference rateini hanya menjadi pedoman, rujukanatau informasi pasar yang sifatnyatidak dipaksakan pada pelaku pasar.Meski reference rate ini ditujukanuntuk mampu men-drive pemben-tukan harga di pasar, harga produktetap diserahkan pada dinamika dankesepakatan pasar. Wallahu a’lam. �

Ali SaktiPengamat Perbankan Syariahdan Peneliti Tamu FEM IPB

Urgensi Indeks Return

SEKTOR RIILTabel 1: Telaah Literatur tentang Cash Recovery Rate

Sumber : Laporan Akhir Indeks Sektor Riil sebagai Acuan Imbal Hasil Perbankan Syariah: Sektor Pertanian dan Pertambangan, kerjasama BI & Tim FE UI Jakarta, tahun 2010

Salah satu pertanyaankritis yang sering dia-jukan untuk per-bankan syariah adalahkeabsahan syariahnyaakibat penentuan

harga pro duk yang diyakini masihmengacu pada tingkat suku bunga.Bagaimana mungkin disebut syariahjika harga produk syariah ditetap-kan atau dihitung merujuk padariba? Bagaimana kita dapat membe-narkan logika ge rakan yang inginmemusnahkan root of evil dalampraktek keuangan yaitu riba, sepa-njang riba masih digunakan sebagairujukan harga produk? Bukankahselama ada yang memakai, selamaitu pula riba akan selalu ada?

Berdasarkan teori mikroekono-mi, prilaku produksi (supply) sangatdipengaruhi oleh prilaku konsumsi(demand). Dan sepertinya ini masihberlaku dalam pasar perbankan na -sio nal. Prilaku praktisi perbankansa ngat memperhitungkan prilakunasabahnya di pasar. Dan sepertiapa prilaku praktisi perbankansyariah dalam pembentukan hargaproduknya (product pricing), tentuakan bergantung pada prilaku pasardari potensi nasabahnya.

Karakteristik pasar perbankannasional masih cair antara syariahdan konvensional. Hal ini dikare-nakan beberapa faktor: pertama,perbankan syariah masih tergolongbaru sehingga pasar (masyarakat)masih kekurangan informasi terkaitdengan operasional dan produkbank-bank syariah. Kedua, pema-haman tentang keunggulan konsepsyariah belum tersosialisasikandengan baik pada masyarakat luas.Ketiga, adanya persepsi yangmenilai bank syariah hanya diver-sifikasi jasa pelayanan keuangansektor perbankan.

Faktor-faktor di atas membuatpasar perbankan syariah didominasioleh nasabah mengambang (floatingcustomers). Dengan begitu, per -bank an syariah saat ini tidak hanyasa ling berkompetisi antar bank sya -riah, tetapi juga harus berkompetiside ngan bank-bank konvensional.Keti ka bank konvensional masihmenguasai struktur perbankannasional, ma ka strategi bisnis banksyariah ten tu akan mempertim-bangkan pri laku bank konvensional,mengingat po tensi nasabah yang adalebih familiar dengan perbankankonvensional. Ter kait denganproduct pricing bank sya riah, ber -dasarkan kondisi tadi bank syariahharus mempertimbang kan productpricing bank konvensional.

Faktor-faktor yang menjadi re -feren si dan variabel perhitunganpro duk bank konvensional tentu