Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

280
Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk.

Transcript of Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

Page 1: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk.

Page 2: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

Negara hukum tak lain adalah negara yang berkonstltusi.

Sehlngga salah satll indikasi kebernegaraan yang balk

adalah kepatuhannya pada konstitusi. Dengannya selu­

ruh pengaturan kenegaraan ditata guna menghadirkan

keadllan dan kesejahteraan. Menuju itu, buku ini memuat

seJumlah aspek dasar dalam bahasan-bahasan Hukum

rata Negara Indonesia: Perspektif Keilmuan Hukum Tata

Negara Dasar-Dasar Hukum Ta a Negara. Lembaga­

Lembaga Negara. Wilayah Negara dan Otonoml Daerahl

Warga Negara dan Hak Asasi Manusia, Partai Palltik dan

Pemilu.

ISBN:978-bD2-1b42-98-b

SETARA PRESS JI. JovO\uko M 110 No. 41 Mt'IJOS8,i Mala09 l \. p.I+62lJ41-57J650 .. fax (-62)341-188010 . Email: M!.sksi.lfl lill'l'><3: all.com (Perla n)

IntIaQS_m.a!ar~ hoo.com (PtnYsara ) w:.w.lOlran blishing.(om

9786021642986

Page 3: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

i

Hukum Tata NegaraPasca Perubahan UUD NRI 1945

......

Page 4: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

i i

Page 5: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

iii

Hukum Tata NegaraPasca Perubahan UUD NRI 1945

......

Penulis:Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H.

Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H.Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, S.H., M.H.

I Nengah Suantra, S.H., M.H.Komang Pradnyana Sudibya, S.H., M.Si.

Made Nurmawati, S.H., M.H.Ni Luh Gede Astariyani, S.H., M.H.

Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, S.H., M.H.Nyoman Mas Aryani, S.H., M.H.

Editor:Bagus Hermanto

Setara PressMalang 2016

Page 6: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

i v

HUKUM TATA NEGARAPASCA PERUBAHAN UUD NRI 1945

Copyright © Agustus, 2016

Pertama kali diterbitkan di Indonesia dalam Bahasa Indonesia oleh Setara Press. HakCipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak baiksebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Ukuran: 15,5cm X 23cm; Hal: xviii + 260

Penulis:Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H.Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H.Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, S.H., M.H.I Nengah Suantra, S.H., M.H.Komang Pradnyana Sudibya, S.H., M.Si.Made Nurmawati, S.H., M.H.Ni Luh Gede Astariyani, S.H., M.H.Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, S.H., M.H.Nyoman Mas Aryani, S.H., M.H.

Editor:Bagus Hermanto

ISBN: 978-602-1642-98-6

Cover: Dino Sanggrha IrnandaLay Out: Kamilia Sukmawati

Penerbit:Setara PressKelompok Intrans PublishingWisma KalimetroJl. Joyosuko Metro 42 Malang, JatimTelp. 0341-573650, Fax. 0341-573650Email Redaksi: [email protected] Marketing: [email protected]: www.intranspublishing.comAnggota IKAPI

Distributor:Cita Intrans Selaras

Page 7: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

v

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadapan Hyang Widhi/Tuhan Yang MahaKuasa, penyusunan bahan buku ajar Mata Kuliah Hukum TataNegara untuk Program S1 Ilmu Hukum Universitas Udayana telahterwujud dalam bentuknya seperti di tangan pembaca.

Dinamika perkembangan Hukum Tata Negara Indonesia sangatdinamis sehingga membutuhkan banyak waktu untuk menye-suaikan dengan hukum positif yang sedang berlaku. Kami merasa-kan keterbatasan ini, sehingga substansi pokok yang dipilih adalahbersifat teori dan asas-asas, sementara untuk pengembangannyadalam praktik perkuliahan dan diskusi akan mengikuti perkem-bangan nyata setiap saat.

Atas tersusunnya buku ajar Hukum Tata Negara ini, kamidibantu banyak pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikanterima kasih kepada yang terhormat:1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana atas

semangat dan dorongannya.2. Ketua dan Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara Fakultas

Hukum Universitas Udayana.3. Rekan-rekan sejawat Anggota Bagian Hukum Tata Negara.

Page 8: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

v i

Semoga usaha ini dapat memberi manfaat. Atas segala ke-kurangannya kami mohon maaf. Saran dan kritik untuk penyem-purnaannya akan diterima dengan senang hati.

Denpasar, 11 Maret 2016Tim Penyusun

Page 9: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

vii

Pengantar AhliProf. Dr. Drs. Yohanes Usfunan, S.H., M.H.

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas HukumUniversitas Udayana

Patut diberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atassumbangan pemikiran yang diberikan rekan-rekan sejawat daribagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayanayang sangat berarti dalam pengembangan ilmu hukum padaumumnya dan Hukum Tata Negara khususnya.

Karya ilmiah semacam ini sudah barang tentu bertujuanmemberikan pemahaman teoritik, konseptual, serta justifikasi yuridiskonstitusional mengenai obyek-obyek kajian para mahasiswaFakultas Hukum dan pembaca. Selain itu, buku Hukum Tata NegaraPasca Perubahan Undang Undang Dasar 1945 ini juga untukmembantu mahasiswa dan pembaca lainnya karena literatur ilmiahdalam bentuk buku jumlahnya masih belum memadai. Apalagikarya-karya ilmiah dalam bidang hukum Tata Negara PascaPerubahan Undang Undang Dasar 1945 sampai dengan buku inidipublikasikan jumlahnya masih terbatas. Terbitnya buku HukumTata Negara Pasca Perubahan Undang Undang Dasar 1945, sangat

......

Page 10: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

viii

bermanfaat sebagai bahan acuan bagi dosen Hukum Tata Negaradan mahasiswa peserta mata kuliah Hukum Tata Negara dalamproses belajar dan mengajar.

Metode yang digunakan dalam pengkajian dan penulisan bukuini adalah metode normatif dengan menggunakan bahan-bahanhukum primer seperti Undang Undang Dasar 1945 Pasca perubahanserta peraturan perundang-undangan sebagai titik tolak, di sampingbahan-bahan bacaan sebagai bahan hukum sekunder yangfungsinya untuk melakukan klarifikasi dan justifikasi ilmiah. Olehsebab itu, pendekatan-pendekatan yang digunakan adalah pende-katan Undang-undang “Statute Approach”, pendekatan konsep“conceptual Approach” dan pendekatan historis “historical Approach”.

Buku yang terdiri dari enam bab ini, pada setiap babnya teruraipokok-pokok bahasan yang sangat penting bagi mahasiswa danmasyarakat pembaca dalam memahami hakekat masing-masingsubstansi. Diawali dengan pemahaman-pemahaman dasar mengenaiistilah, definisi obyek, ruang lingkup dan metode Hukum Tata Negara.Sumber-sumber dan asas-asas Hukum Tata Negara dan perkem-bangan ketatanegaraan penguraiannya ditempatkan dalam Bab Idan Bab II. Pemaparan tersebut merupakan materi dasar yang harusdipahami mahasiswa maupun pembaca lainnya sebelum mendalamibahasan-bahasan berikutnya.

Materi tentang isi hukum akan dapat dipahami dengan baikapabila telah mendalami bagian sumber-sumber Hukum Tata Negara.Kecuali itu, asas-asas Hukum Tata Negara berfungsi untuk melaku-kan justifikasi dan klarifikasi ilmiah. Sedangkan sejarah ketata-negaraan yang penguraiannya secara periodik, sejak tahun 1945sampai sekarang, bermanfaat untuk memberikan pemahaman historis.

Selain menggali tentang sumber-sumber Hukum Tata Negara,Buku ini juga menyinggung tentang lembaga-lemga negara. Dalamrangka merealisasikan cita-cita perjuangan bangsa, sebagaimanaterkandung dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, makaeksistensi lembaga-lembaga Negara di Republik ini sangat diperlu-kan. Hal tersebut sesuai Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yangmenentukan bahwa; “....kemudian daripada itu untuk membentuksuatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

Page 11: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

i x

memajukan kesejahteraan umum, berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”. Dengan demikian, amanatPembukaan UUD 1945 tentang pemerintahan Negara Indonesiadalam buku ini, pemaparannya dalam Bab III tentang lembaga-lembaga negara baik dalam bidang legislatif, eksekutif maupunyudisial. Fokus pemaparan tersebut menyangkut kedudukan,distribusi wewenang, fungsi dan tugas masing-masing lembaganegara serta hubungan antar lembaga Negara tersebut. Distribusiwewenang pada ketiga kekuasaan tersebut bermanfaat untuk:1. Menghindari kemungkinan tumpang tindih wewenang,2. Menghindari pemusatan wewenang pada suatu lembaga Negara,3. Memudahkan koordinasi.

Hal selanjutnya yang tidak tertinggal untuk dibahas dalambuku ini adalah wilayah negara sebagai syarat dari diakuinyakedaulatan sebuah negara, Konvensi Montevideo Tahun 1933 yangmerupakan hasil dari Konferensi Pan Amerika menentukan syarat-syarat berdirinya negara antara lain:1. Penduduk yang tetap.2. Wilayah tertentu.3. Pemerintah.4. Pengakuan Internasional.

Wilayah negara yang merupakan syarat kedua dalam konvensitersebut, merupakan salah satu pokok bahasan dalam Bab IV, selaintentang otonomi daerah. Wilayah negara merupakan kriteria yangsangat penting, karena tanpanya eksistensi negara kemingkinansulit dipertahankan.

Wilayah Negara Indonesia secara konstitusional sebagai suatunegara kepulauan (archipelago State) dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan Undang-Undang. Hakikat otonomidaerah merupakan salah satu dari sekian hak, wewenang dan ke-wajiban yang dimiliki daerah untuk mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahan, dan kepentingan masyarakat. Dengandemikian, daerah berwenang membuat kebijakan-kebijakan dalamrangka memberi pelayanan, meningkatkan peran serta, prakarsadan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan

Page 12: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

x

kesejahteraan rakyat. Prinsip-prinsip otonomi daerah dan hal-halsubstansial lainnya ini juga terurai secara detail dalam bab IV.

Selanjutnya, Bab V buku ini mencoba mendetilkan seputar hakdasar dan kewarganegaraan. Hak Dasar yang merupakan terje-mahan dari istilah Bahasa Inggris, basic right sebetulnya merupakansinonim dari istilah Bahasa Inggris, Belanda, Jerman dan Perancisseperti Fundamental Human Rights, Grond Rechten, Grund Recjte dan DroitFundamentaux. Penggunaan istilah Hak Dasar merupakan kelazimandalam kepustakaan Hukum Tata Negara, sebelum istilah Hak AsasiManusia (HAM) yang lebih dikenal dalam perpustakaan ilmu politikdilegitimasi penggunaannya dalam hukum positif. Oleh sebab itu,penggunaan istilah hak dasar sebetulnya hanya sebagai suatukebiasaan saja.

Deskripsi mengenai cakupan hak dasar meliputi hak sipil, politik,ekonomi sosial dan budaya yang diatur dalam UUD 1945 danhukum positif justifikasi akademik yang bersangkut paut denganhak dasar nampak dalam penggunaan pandangan beberapa sarjana.Selain itu, deskripsi mengenai kewarganegaraan fokusnya pada asas-asas yang berkaitan dengan cara memperoleh kewarganegaraaan,hak untuk memilih kewarganegaraan serta beberapa prinsip lainyang berfungsi sebagai pegangan bagi seseorang dalam menentukanstatus kewarganegaraannya.

Bab terahir, bab VI, dalam buku ini mecoba mengetengahkantentang partai politik dan pemilihan umum yang terkategori dalamHak Asasi Manusia (HAM) generasi pertama. Partai politik sebagaisalah satu wadah kebebasan berkumpul berfungsi mengembangkandemokrasi dan demokratisasi dalam negara. Tujuan partai politikadalah memperoleh kekuasaan guna mengisi jabatan politik secarakonstitusional dan yuridis. Oleh sebab itu, penjabarannya bertaliandengan esensi, fungsi, sistem kepartaian yang dijustifikasi denganteori-teori dan pengaturan menurut hukum positif.

Pemilihan umum adalah sarana demokrasi dalam rangka memilihwakil-wakil rakyat yang akan ditempatkan pada lembaga-lembagaperwakilan rakyat, guna memperjuangkan kepentingan rakyat. Pen-jabaran pemilihan umum dalam bab ini menyangkut esensi, sistemdan penyelenggaraannya semenjak pemilihan pertama tahun 1955.

Page 13: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

x i

Akhirnya, saya menyampaikan selamat kepada para anggotatim penyusun buku ini, dan khususnya saudara Ketua BagianHukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. IGede Yusa, S.H., M.H. yang telah berhasil mempersembahkan bukuilmiah ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakatpembaca, dan upaya pengembangan Hukum Tata Negara.

Denpasar, 4 Februari 2016

Prof. Dr. Drs. Yohanes Usfunan, S.H., M.H.Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Page 14: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xii

Pengantar Penerbit

Keterhubungan antara hukum sebagai aturan yang mem-berikan cakupan dan batasan bagi tindakan-tindakan masyarakatdan politik sebagai sebuah aktivitas/tindakan yang bergerak dalamdimensi otoritas dan kekuasaan tampak dalam kajian akademismerupakan bahasan dari Hukum Tata Negara. Seluruh aktivitaspolitik berikut institusi yang menaunginya ditata berdasarkankemungkinannya untuk sampai pada tujuan semula negara di-dirikan. Namun bagaimanapun juga, dalam proses penataantersebut (aturan kelembagaan dan alat perlengkapan lainnya) mestiterstimulasi oleh kepentingan-kepentingan politik seperti misikelompok tertentu atas dasar primordialisme agama, etnis atau rastertentu ataupun bahkan kelompok politik (partai politik) yanghendak merebut posisi strategis negara.

Maka, dapat kita lihat sejarah perubahan sistem tata negara(pemerintahan) Indonesia bergantung situasi politik yang melatari-nya, walaupun dalam posisi tertentu telah ditetapkan di awal, sepertilandasan ideologis bangsa yang mengokohkan Pancasila sebagaisistem nilai kebangsaan Negara Indonesia, bentuk negara sebagai

Page 15: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xiii

Negara Kesatuan Republik, sebagaimana ditegaskan oleh UUD 1945Pasal 1 ayat (1) “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yangberbentuk Republik”. Juga soal posisi kedaulatan dalam konsepsikenegaraan yang diletakkan pada rakyat, yakni kelanjutan Pasal 1ayat (2) “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakanmenurut undang-undang” penegasan ini menunjukkan bahwarakyat sebagai entitas utama negara memiliki posisi etis tertingginegara. Namun konteks pengaturan tersebut tidak berjalan asalberdaulat namun semua mekanisme kenegaraan diatur berdasar atashukum, bukan otoritas kekuasaan tertentu, yakni ayat (3) padaPasal 1 “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ayat ini turutmenegaskan posisi republik ini sebagai negara yang diatur berdasarhukum sebagai konsensus publik bukan negara yang diatur olehkuasa (otoritas) kelompok tertentu.

Tata negara diatur sedemikian rupa merurut tantangan-tantangan dan kesadaran yang muncul juga fenomena rezim yangberlaku. Misalnya, walaupun aspek kelembagaan ada, Orde Barumampu mengooptasi seluruh suara lembaga-lembaga negaraberdasar selera kepentingan politiknya, dengan kekuatan militersebagai pengdongkraknya. Sentralisasi kebijakan adalah modelnya.Berbeda dengan reformasi yang dilandasi semangat transparansidan balancing kekuasaan, meletakkan sejumlah batasan-batasankewenangan lembaga negara (dari lembaga tertinggi negara menujulembaga tinggi negara) juga mengubah model pengaturan posisiseperti dicabutnya dwifungsi ABRI. Berikut pula menjamurnyasejumlah lembaga-lembaga yudikatif negara seperti MahkamahKonstitusi, dan lembaga-lembaga komisioner seperti Komisi Pem-berantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia(Komnas HAM), dan beberapa lembaga lainnya. Tak lupa yang jugaamat penting dari hasil reformasi adalah pemerintahan daerahdengan gagasan otonomi daerah.

Namun jalan penataan kelembagaan berdasar semangat reformasibelumlah solusi pasti kebangkitan nasional, karena masih amatkeruh ditaburi etika dan budaya politik yang koruptif, dan produk-produk kebijakan ekonomi yang mengokohkan industri-industribesar sehingga rakyat tetap saja terpinggirkan dalam banyak akses-akses sosial, politik dan ekonomi.

Page 16: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xiv

Tegasnya, memahami hukum tata negara tidak hanya sebatasmemahami fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara namunjuga melihatnya sebagai arena kepentingan yang mesti ditinjauselalu agar tetap berada pada rel konstitusi sebagai peruwujudanrasa keadilan dan keinginan akan kesejahteraan rakyat.

Buku ini dapat menjadi referensi pembaca guna memahami tatanegara Indonesia berikut isu-isu ideologis yang melatarinya. SelamatMembaca!

Page 17: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xv

Daftar Isi

Kata Pengantar __ vPengantar Ahli __ viiPengantar Penerbit __ xii

Bagian Pertama: Perspektif Keilmuan Hukum Tata Negara __ 1A. Istilah dan Pengertian Hukum Tata Negara __ 1B. Obyek dan Ruang Lingkup Hukum Tata Negara __ 3C. Metode dan Penafsiran dalam Hukum Tata Negara __ 13

1. Metode dalam Hukum Tata Negara __ 132. Penafsiran dalam Hukum Tata Negara __ 17

Daftar Bacaan __ 24

Bagian Kedua: Dasar-Dasar Hukum Tata Negara __ 27A. Sumber-sumber Hukum Hukum Tata Negara __ 27

1. Pengertian dan Istilah Sumber Hukum __ 272. Sumber Hukum Tata Negara __ 293. Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia __ 30

B. Asas-asas Hukum Tata Negara __ 511. Asas Kekeluargaan __ 512. Asas Kedaulatan Rakyat __ 53

Page 18: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xvi

3. Asas Pembagian Kekuasaan __ 554. Asas Negara Hukum __ 58

C. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia __ 591. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1945-1949 __ 592. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1949-1950 __ 663. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950-1959 __ 684. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1959-Sekarang __ 69

Daftar Bacaan __ 83

Bagian Ketiga: Lembaga-Lembaga Negara __ 85A. Pengertian Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara __ 85B. Mengidentifikasi Lembaga-Lembaga Negara pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 __ 961. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan __ 962. Penanaman dan Dasar Huku Atribusi Wewenang dalam

Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 __ 97C. Tata Cara Pembentukan, Susunan, dan Kedudukan Lembaga-

Lembaga Negara Pasca Perubahan Undang-Undang DasarTahun 1945 __ 1001. Majelis Permusyawaratan Rakyat __ 1002. Dewan Perwakilan Rakyat __ 1113. Dewan Perwakilan Daerah __ 1264. Lembaga Kepresidenan dan Wakil Presiden __ 1375. Kekuasaan Kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi) __ 1396. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) __ 144

D. Hubungan Antar Lembaga Negara __ 1451. Hubungan Antara Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah __ 1452. Hubungan Antara Majelis Permusyawaratan Rakyat dan

Presiden __ 1463. Hubungan Antara Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden __ 147

Page 19: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xvii

4. Hubungan Antara Presiden dan Dewan PertimbanganAgung __ 149

5. Hubungan Presiden dan Kementerian Negara __ 1496. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah

Agung __ 1507. Hubungan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Badan

Pemeriksa Keuangan __ 150E. Kesimpulan __ 151Daftar Bacaan __ 151

Bagian Keempat: Wilayah Negara dan Otonomi Daerah __ 157A. Wilayah Negara __ 157B. Otonomi Daerah __ 161

1. Prinsip Negara Kesatuan __ 1612. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah __ 1643. Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 hingga Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 __ 169Daftar Bacaan __ 188

Bagian Kelima: Warga Negara dan Hak Asasi Manusia __ 190A. Warga Negara dan orang Asing __ 190B. Asas-asas Kewarganegaraan __ 191C. Sejarah Perkembangan Peraturan Perundang-undangan

tentang Kewarganegaraan di Indonesia __ 1911. Pada Awal Kemerdekaan Indonesia __ 1912. Dalam Kenferensi Meja Bundar __ 1923. Di Bawah UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia __ 1934. Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarga-

negaraan Republik Indonesia LNRI Tahun 2006 No. 63 __ 194D. Hak-hak Dasar Warga Negara/Hak Konstitusional Warga

Negara __ 209

Page 20: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

xviii

1. Khusus untuk Warga Negara __ 2092. Hak Asasi Manusia __ 210

Daftar Bacaan __ 214

Bagian Keenam: Partai Politik dan Pemillihan Umum __ 215A. Konsep Kekuasaan Negara dan Pembagian Kekuasaan Negara

dalam Tinjauan Ketatanegaraan __ 215B. Partai Politik __ 218

1. Definisi Partai Politik __ 2182. Perbedaan Parpol dengan Gerakan dan Kelompok Kepen-

tingan atau Kelompok Penekan __ 2203. Fungsi Partai Politik __ 2214. Klasifikasi Sistem Kepartaian __ 2235. Sejarah Pengaturan Kepartaian di Indonesia __ 226

C. Pemilihan Umum1. Masalah Perwakilan __ 2342. Sistem Pemilihan Umum __ 2423. Sejarah Perkembangan Sistem Pemilihan Umum di Indo-

nesia __ 245D. Kesimpulan __ 252Daftar Bacaan __ 253

Page 21: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

1

Hukum Tata Negara

A. Istilah dan Pengertian Hukum Tata NegaraIstilah Hukum Tata Negara (HTN) merupakan padanan dari

istilah dalam Bahasa Belanda Staatsrecht, dalam Bahasa InggrisConstitutional Law, dalam Bahasa Jerman Verfassungsrecht, atau dalamBahasa Perancis Droit Constitutionel.

Mengenai pengertian Hukum Tata Negara, E.C.S Wade dan G.Godfrey Phillips (selanjutnya disebut Wade dan Phillips) mengata-kan bahwa:

“There is no hard and fast definition of constitutional law. According toone very wide definition, constitutional law is that part of the law whichrelates to the system of government of the country.”

Oleh karena itu, menurut mereka:“It is more convenient to define constitutional law as meaning those lawswhich regulate the structure of the principle organs of govern-ment andtheir relationship to each other and to the citizen, and determine their mainfunctions.1”

Sementara itu, M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengutip,beberapa definisi sampai pada simpulan, bahwa Hukum Tata Negaraadalah:

Perspektif Keilmuan HukumTata Negara

Bagian Pertama

1 E.C.S. Wade and G. Godfrey Phillips, 1977, Constitutional and Administrative Law,Ninth Edition, Bungay, Suffolk, Great Britain: Richard Clay (The Chaucer Press) Ltd., hlm. 5.

Page 22: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

2

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

“Sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalamgaris vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negaradan hak-hak azasinya.2”

Hampir sama dengan definisi ini, R.G. Kartasapoetra menge-mukakan bahwa Hukum Tata Negara adalah:

“Sebagai sekumpulan hukum yang mengatur tentang ke-organisasian suatu negara, atau tentang hubungan antar alatperlengkapan negara dalam garis koordinasi vertikal dan hori-zontal, tentang kedudukan warga negara pada negara itubeserta hak-hak asasinya.3”

Definisi-definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa belumada kesatuan pendapat mengenai pengertian Hukum Tata Negara.Ada suatu pengertian yang luas mengenai Hukum Tata Negara,namun tidak mendalam. Dalam pengertian tersebut dikatakanbahwa Hukum Tata Negara merupakan bagian dari hukum me-ngenai sistem pemerintahan suatu negara. Sebaliknya, ada penger-tian yang sempit dari Hukum Tata Negara, seperti dikemukakanoleh Maurice Duverger. Dalam definisinya Maurice mengemukakanbahwa Hukum Tata Negara hanya peraturan mengenai lembaga-lembaga politik (lembaga-lembaga negara) dan fungsi-fungsinya,mengenai kedudukan warga negara tidak dinyatakan secara eksplisit.Dalam kaitan ini, Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa sebagaidoktrin ilmu pengetahuan hukum, Hukum Tata Negara lazimnyadipahami sebagai bidang ilmu hukum tersendiri yang mengenaistruktur ketatanegaraan dalam arti statis, mekanisme hubunganantara kelembagaan negara, dan hubungan antara negara denganwarga negara. Dalam arti luas, Hukum Tata Negara mencakup pulaHukum Administrasi Negara (HAN) sebagai aspek Hukum TataNegara dalam arti dinamis. Selanjutnya dikatakan bahwa untukmembedakan antara bidang Hukum Tata Negara yang bersifatumum, dalam arti tidak terbatas kepada satu negara dengan bidangHukum Tata Negara dari suatu negara, maka Hukum Tata Negara

2 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,Cetakan Ketujuh, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UniversitasIndonesia dan CV. Sinar Bakti, hlm. 29.

3 R.G. Kartasapoetra, 1987, Sistematika Hukum Tata Negara, Cetakan Pertama, Jakarta:PT. Bina Aksara, hlm. 3.

Page 23: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

3

Hukum Tata Negara

Indonesia dibedakan antara Hukum Tata Negara Umum danHukum Tata Negara Positif. Hukum Tata Negara Umum disebutpula Pengantar Hukum Tata Negara yakni mengenai teori-teoriketatanegaraan secara umum, sedangkan Hukum Tata NegaraPositif hanya membahas konstitusi yang berlaku di Indonesia saja.Di samping itu, menurut Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negaramemiliki pula cabang ilmu khusus yang melakukan kajianperbandingan antar berbagai konstitusi, yaitu Hukum Tata NegaraPerbandingan atau Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara.4

Dengan demikian, Hukum Tata Negara dapat diartikan secaraluas, secara sempit, dalam arti umum, dan dalam arti hukum positif.Dalam hal ini, Hukum Tata Negara yang dimaksudkan adalahHukum Tata Negara dalam arti sempit, sebab Hukum AdministrasiNegara, sebagai salah satu bidang Hukum Tata Negara, sudahmerupakan satu mata kuliah tersendiri. Namun, mencakup HukumTata Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif, sebab bidangtelaah tidak hanya mengenai konstitusi di Indonesia, melainkanjuga disertai dengan teori-teori ketatanegaraan secara umum. Olehkarena itu, Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengenai organisasi negara, lembaga-lembaganegara, kekuasaannya, hubungannya satu dengan yang lain, danhubungan negara dengan warga negaranya.

B. Obyek dan Ruang Lingkup Hukum Tata NegaraBerdasarkan pada pengertian Hukum Tata Negara seperti

tersebut di atas, dapat diketahui bahwa obyek Hukum Tata Negaraadalah negara, yaitu negara dalam arti konkret negara tertentu ataunegara yang terikat oleh kurun waktu dan tempat. Sedangkanmengenai ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara adalahmengenai organisasi negara yang mencakup mengenai lembaga-lembaga negara, hubungannya satu dengan yang lain, dankekuasaannya. Di samping itu, juga mengenai warga negara (dalamhal ini termasuk hak asasi manusia atau HAM), dan wilayah negara.

Dalam kaitan dengan ruang lingkup kajian Hukum TataNegara, Logemann dalam bukunya Het Staatsrecht van Indonesie,

4 Jimly Asshiddiqie, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, CetakanPertama, Jakarta: Ind. Hill-Co, (selanjutnya disebut Jimly Asshiddiqie I), hlm. 1 dan 2.

Page 24: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

4

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

seperti dikutip oleh Usep Ranawidjaja, mengatakan bahwa HukumTata Negara adalah hukum mengenai organisasi (tata susunan)negara yang mencakup dua bidang pokok, yaitu: hukum mengenaikepribadian hukum dari jabatan-jabatan; dan hukum mengenailingkungan kekuasaan negara yaitu lingkungan manusia tertentu,lingkungan wilayah tertentu dan lingkungan waktu tertentu.Mengenai kepribadian hukum dari jabatan-jabatan. Logemanndalam bukunya College-aantekeningen over het Staatsrecht van NederlandsIndie mengatakan bahwa hal itu merupakan obyek kajian HukumTata Negara (dalam arti sempit) yakni mengenai:5

1) jabatan-jabatan apa yang terdapat dalam susunan negara;2) siapa yang mengadakan jabatan;3) cara pengisian jabatan dengan pejabat;4) tugas jabatan;5) wewenang jabatan;6) hubungan antarjabatan; serta7) batas-batas dari tugas-tugas organisasi negara.

Sedangkan menurut Usep Ranawidjaja, Hukum Tata Negaramengatur persoalan-persoalan ketatanegaraan, yaitu:6

1) Struktur umum dari organisasi negara yang terdiri dari bentuknegara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, corakpemerintahan (diktator atau demokrasi), sistem pemencarankekuasaan negara (desentralisasi), garis-garis besar tentangorganisasi pelaksana (perundang-undangan, pemerintahan,peradilan), wilayah negara, hubungan antara negara denganrakyat, cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan (hakpolitiknya), dasar negara, ciri-ciri lahir dari kepribadian negaraRepublik Indonesia (lagu kebangsaan, bahasa nasional, lambang,bendera dan sebagainya).

2) Badan-badan ketatanegaraan yang memunyai kedudukan di dalamorganisasi negara. Mengenai hal ini, penyelidikan mencakupcara pembentukan, susunannya, tugas dan wewenangnya, cara

5 Usep Ranawijaya, 1983, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Jakarta:Ghalia Indonesia, hlm. 13-14.

6 Ibid, hlm. 29-30.

Page 25: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

5

Hukum Tata Negara

bekerjanya masing-masing, hubungannya satu dengan yanglain, dan masa jabatannya.

3) Pengaturan kehidupan politik rakyat. Substansi ini mencakup partaipolitik, hubungan antara kekuatan-kekuatan politik dengan badan-badan negara, kekuatan politik dan pemilihan umum, arti dankedudukan golongan kepentingan dan golongan penekan, pen-cerminan pendapat, dan cara kerja sama antar kekuatan-kekuatanpolitik (koalisi, oposisi, kerja sama atas dasar kerukunan).

4) Sejarah perkembangan ketatanegaraan sebagai latar belakang darikeadaan yang berlaku.

Dengan demikian, ada empat hal pokok ruang lingkup HukumTata Negara yaitu struktur umum organisasi negara, badan-badanketatanegaraan, pengaturan kehidupan politik rakyat, dan sejarahperkembangan ketatanegaraan suatu negara.

Sementara itu, Bagir Manan dan Kuntana Magnar dalambukunya Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia menge-mukakan bahwa yang juga merupakan masalah Hukum TataNegara Indonesia adalah “bentuk dan teknik perancangan peraturanperundang-undangan7”.

Berbeda dengan beberapa pandangan tersebut di atas, Ni’matulHuda lebih menekankan pada segi kajian teoritis dan yuridis terhadapkonstitusi Indonesia sebagai obyek kajian Hukum Tata Negara. Olehkarena itu, ruang lingkup kajiannya mencakup mengenai gagasancita negara dalam UUD NRI 1945; analisis yuridis terhadap naskahUUD NRI 1945, konstituante dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959; hukumdarurat negara di Indonesia; masa jabatan, peralihan kekuasaan danpertanggungjawaban presiden; kedudukan, peranan, dan pertang-gungjawaban wakil presiden; jaminan hak asasi manusia dalamkonstitusi Indonesia; hak uji materiil terhadap undang-undang;reformasi konstitusi Indonesia; susunan dan kedudukan MPR, DPR,dan DPRD; dan konvensi ketatanegaraan di Indonesia.8

7 H. Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1993, Beberapa Masalah Hukum Tata NegaraIndonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Bandung Alumni, (selanjutnya disebut H.Bagir Manan dan Kuntana Magnar I), hlm. 1-121.

8 Ni’matul Huda, (selanjutnya disebut Ni’Matul Huda I) 1999, Hukum Tata Negara:Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi Indonesia, Cetakan Pertama, Yogyakarta:Pusat Studi Hukum FH Ull Yogyakarta. Selanjutnya disebut Ni’matul Huda I, hlm. 1-179.

Page 26: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

6

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Hal di atas menunjukkan adanya perbedaan perspektif dalammelakukan kajian terhadap masalah Hukum Tata Negara, dan halitu bersifat situasional dan kondisional, yang mengekspresikanadanya kesulitan dalam menentukan batasan yang tegas mengenairuang lingkup Hukum Tata Negara. Hal itu sangat disadari olehPadmo Wahjono yang mengatakan bahwa sulit untuk menentukanmateri Hukum Tata Negara sebab banyak hal yang belum membakusebagai “tata negara” karena masalah ketatanegaraan Indonesiamasih dalam proses perkembangan. Oleh karena itu, diidentifikasiada 16 masalah pokok ketatanegaraan sebagai ruang lingkup kajianHukum Tata Negara yang terdapat di dalam UUD 1945, yaitu: pem-bentukan lembaga negara, pembentukan UUD dan GBHN, kepe-mimpinan nasional, fungsi legislatif, fungsi eksekutif, fungsi yudi-katif, fungsi kepenasehatan, fungsi pengaturan keuangan negara,fungsi pemeriksaan keuangan negara, fungsi kepolisian, fungsihubungan luar negeri, masalah hak asasi, kewarganegaraan,otonomi daerah, kelembagaan negara dan wawasan nusantara.9

Paralel dengan pandangan Padmo Wahjono, Bagir Mananmengatakan bahwa kesulitan menulis dan mempelajari Hukum TataNegara (sebagai hukum positif) karena bidang hukum ini sangatdinamis, sangat mudah diadakan perubahan. Ini dialami oleh In-donesia, di mana pernah berlaku tiga Undang-Undang Dasar dalamempat periode. Bahkan, UUD 1945 mengalami empat kali perubahandalam kurun waktu tahun 1999 hingga tahun 2002. Perubahandilakukan terhadap hal-hal yang sangat pokok, bahkan sampaimenghapuskan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan sebaliknyamengintrodusir lembaga-lembaga negara baru seperti MahkamahKonstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). Akibatnya, buku-bukuHukum Tata Negara di Indonesia mudah sekali “usang” dan me-nuntut pembaharuan yang cepat. Berbeda halnya dengan negara-negara yang sistem ketatanegaraannya sudah mapan seperti AmerikaSerikat, Inggris, Belanda, Jepang, India, Malaysia, dan Singapura,walaupun terjadi perubahan terhadap konstitusi, tetapi tidak me-nyangkut dasar-dasar sistem ketatanegaraanya. Undang-Undangdi bidang ketatanegaraan jarang mengalami perubahan. Perubahan

9 Padmo Wahjono, 1984, Beberapa Masalah Ketatanegaraan Indonesia, CetakanPertama, Jakarta: CV. Rajawali, hlm. 1-8.

Page 27: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

7

Hukum Tata Negara

sering ditimbulkan oleh yurisprudensi ketatanegaraan terutamamelalui putusan judicial review.10

Mengenai perkembangan studi Hukum Tata Negara ini, JimlyAsshiddiqie mengatakan bahwa studi Hukum Tata Negara di mana-mana berkembang sangat pesat. Di Amerika maupun Eropa, per-kembangannya sudah sangat jauh. Studi Hukum Tata Negara tidakterbatas hanya pada memahami bunyi teks konstitusi, melainkansudah menggunakan analisis Ilmu Politik, analisis-analisis sosialdan ekonomi untuk memahami obyek studi Hukum Tata Negara.Menurut Jimly Asshiddiqie, studi Hukum Tata Negara di Indonesiasepatutnya memperhatikan perkembangan itu, termasuk mengait-kannya dengan penerapan konstitusi di dalam praktik. Bahkan,karena konstitusi merupakan hukum dasar yang melandasi semuabidang hukum, maka studi Hukum Tata Negara juga perlu mem-pertimbangkan kajian-kajian dasar mengenai semua bidang hukumitu. Artinya, bahwa studi Hukum Tata Negara perlu dikembangkanke dalam wilayah-wilayah nonkonvensional seperti hukum pertam-bangan dan industri, hukum lingkungan, hukum yang menyangkuthak-hak perempuan, hukum perkawinan, hukum agama, hukumkesehatan, hukum tanah, hukum ekonomi dan perdagangan, danlain-lain, terutama dalam kaitannya dengan UUD 1945 sebagaisumber Hukum Tata Negara.11

Dengan demikian, maka studi Hukum Tata Negara Indonesiaterpusat pada substansi dan penerapan UUD NRI 1945 di dalamkenyataan, serta berkembang pada semua bidang hukum, sejauhmengenai prinsip-prinsip konstitusional yang melandasi penerapan-nya dalam praktik. Di atas sudah dikemukakan bahwa UUD NRI1945 sudah diubah empat kali. Jika diidentifikasi masalah ketata-negaraan yang terdapat di dalamnya, maka dapat dikategorikansebagai berikut:1) Struktur umum organisasi negara, meliputi: bentuk negara dan

pemerintahan (pasal 1 ayat (1)); Sistem ketatanegaraan-negarahukum yang demokratis (pasal 1 ayat (2) dan (3)); Wilayah

10 Ni’matul Huda; 2003, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap DinamikaPerubahan UUD 1945, Cetakan I, Yogyakarta: FH UII Press, (selanjutnya disebut Ni’matulHuda II), hlm. ix-x.

11 Jimly Asshiddiqie I; Op.Cit., hlm. 7-8.

Page 28: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

8

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

negara dan otonomi daerah (Bab VI, pasal 18, 18A, 18B dan BabIXA, Pasal 25 A); Warga negara dan HAM (Bab X dan XA); danfaktor-faktor pemersatu bangsa: pemilihan Umum (Bab VIIB,Bendera, Bahasa dan Lambang negara serta Lagu Kebangsaan(Bab XV).

2) Lembaga-lembaga Negara: Majelis Permusyawaratan Rakyat (BabII), Presiden, Wakil Presiden dan Menteri-menteri (Bab III danBab V), Dewan Perwakilan Rakyat (Bab VII), Dewan PerwakilanDaerah (Bab VIIA), Komisi Pemilihan Umum (Bab VIIB, Pasal22E), Bank Sentral (Bab VIII, Pasal 23D), Badan PemeriksaKeuangan (Bab VIIIA), Mahkamah Agung (Bab IX, Pasal 24 ayat2 dan Pasal 24A), Komisi Yudisial (Bab IX, Pasal 24B), danMahkamah Konstitusi (Bab IX, Pasal 24C), Tentara NasionalIndonesia (Bab XI, Pasal 30 ayat (3)), dan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia (Bab XI, Pasal 30 ayat (4)).

3) Hal Keuangan negara (Bab VIII)4) Pertahanan dan keamanan negara (Bab XII).5) Pendidikan dan kebudayaan (Bab XIII).6) Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial (Bab XIV).

Paparan di atas menunjukkan bahwa ruang lingkup kajianHukum Tata Negara bermuara pada Undang-Undang Dasar (UUDNRI 1945). Hal itu karena di dalam UUD NRI 1945 terdapat mengenaitipe negara; struktur organisasi negara; lembaga-lembaga negara,kekuasaan, dan hubungan antar lembaga-lembaga negara; warganegara beserta hak-hak dan kewajibannya; wilayah negara dan asas-asas kenegaraan. Di samping itu, juga mengatur mengenai per-ekonomian dan kesejahteraan sosial, serta mengenai pertahanandan keamanan. Bahkan, Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwasebagian besar kaidah-kaidah Hukum Tata Negara terdapat di dalamUndang-Undang Dasar. Hal ini terkait dengan kedudukan Undang-Undang Dasar dalam suatu negara yaitu sebagai the supreme law ofthe land, bahkan sebagai the highest authority.12

12 L.M. Friedman, 2001, “American Law: An Introduction”, 2nd Edition, terjemahanWishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Cetakan Pertama, Jakarta: PT.Tatanusa, hlm. 251.

Page 29: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

9

Hukum Tata Negara

Dalam pengertian ini, maka siapapun dan segala cabang peme-rintahan baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif, bahkan, termasukpolisi yang sedang berpatroli, tidak dapat mengabaikan Undang-Undang Dasar sebab bahasa dan aturannya adalah hukum. Namundemikian, ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara tidak terpakupada teks UUD NRI 1945 secara dogmatis, melainkan juga mengenaiaplikasinya dan pengembangannya ke semua bidang hukum.Dengan demikian, Hukum Tata Negara norma-normanya sebagianbesar untuk tidak mengatakan seluruhnya terdapat di dalamUndang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar itu sendiri merupa-kan hukum dasar negara yang menjadi induk atau master of the rulebagi semua bidang hukum dalam negara.

Hukum Tata Negara memiliki hubungan dengan ilmu-ilmukenegaraan lainnya seperti Ilmu Negara, Ilmu Politik, HukumAdministrasi Negara (HAN), Hukum Tata Negara Perbandingan,dan Hukum Internasional (HI).

Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoritis kepada HukumTata Negara positif, sedangkan Hukum Tata Negara merupakankonkretisasi dari teori-teori Ilmu Negara.13 Ilmu Negara sebagai ilmuyang bersifat teoritis memberikan pengetahuan dasar mengenaipengertian-pengertian pokok dan asas-asas pokok tentang negarapada umumnya. Misalnya, Ilmu Negara menyediakan teori-teorimengenai bentuk negara dan pemerintah: pengertian, jenis-jenis,kualifikasi, dan sebagainya untuk lebih mudah memahami mengenaibentuk negara dan bentuk pemerintahan suatu negara tertentu yangdipelajari oleh Hukum Tata Negara.

Hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik pertama kalidikemukakan oleh J. Barent dalam bukunya De Wetenschap derPolitiek. Hubungan antara kedua cabang ilmu kenegaraan itudiungkapkan dengan suatu perumpamaan, het vices omhet geraamtevan de staat. Maksudnya adalah bahwa Hukum Tata Negara sebagaikerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik sebagai daging yangmelekat di sekitarnya.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menerangkan bahwapertautan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik disebabkan Ilmu

13 Azhary, 1983, Ilmu Negara: Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg CetakanKeempat, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 12.

Page 30: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

10

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Politik diperlukan untuk mengetahui latar belakang dari suatuperundang-undangan. Di samping itu, keputusan-keputusan politikmerupakan peristiwa yang banyak pengaruhnya terhadap HukumTata Negara.14 Bahkan, studi Hukum Tata Negara tidak mungkindapat dipisahkan dari politik.15

Mengenai hubungan Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara, Van Vollenhoven dalam bukunya Omtreck vanhet Administratiefrecht mengemukakan bahwa:

“Staatsorganen zander Staatsrecht is vluegellan, want hun bevoegdheidonbreek of is onzeker. Staatsorganen zonder Administratiefrecht isvluegelvrij, want zij kunnen hun bevoegdheid niet zo toepassen als ziizelfit Hefts willen.”

Maksudnya, badan-badan negara tanpa Hukum Tata Negaraitu lumpuh bagaikan tanpa sayap, karena badan-badan negara itutidak memiliki wewenang. Sebaliknya, badan-badan negara tanpaadanya Hukum Administrasi Negara menjadi bebas tanpa batas,sebab dapat berbuat menurut kehendaknya. Dengan demikian,Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara memunyaihubungan yang bersifat komplementer dan interdependen. Olehkarena itu, keduanya sukar untuk dipisahkan. Hal itu disadari pulaoleh Wade dan Phillips. Ia mengatakan:

“There is no precise demarcation between Constitutional and Administra-tive Law in Britain ...A rough distinction may be drawn by suggesting that ConstitutionalLaw is mainly concerned with the structure of the primary organs ofgovernment, whereas Administrative Law is concerned with the work ofofficial agencies in providing services and in regulating the activities ofcitizens. Because Administrative Law is directly affected by the constitu-tional structure of government, ...”16

Di negara-negara Eropa kontinental, ada paham yang mem-bedakan secara prinsipiil antara Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara, seperti dianut oleh Van Vollenhoven (padamulanya), Logemann dan Stellinga. Sebaliknya, ada pula pahamyang mengatakan bahwa antara Hukum Tata Negara dan Hukum

14 Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm. 33 dan 34.15 Jimly Asshiddiqie I, Op.Cit, hlm. 8.16 Wade and Phillips, Op.Cit., hlm. 6-7.

Page 31: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

11

Hukum Tata Negara

Administrasi Negara tidak ada perbedaan prinsip. Paham kedua inidianut oleh aliran Relativisme (Vegting dan Wiarda) dan aliranHistoris Utilitis (van der Pot, Kranenburg, van Poelje dan de Vries).

Di atas sudah dikemukakan bahwa salah satu bidang HukumTata Negara yang khusus melakukan kajian perbandingan antarkonstitusi-konstitusi adalah Hukum Tata Negara Perbandingan.Sri Soemantri mengatakan bahwa dalam memelajari Hukum TataNegara (positif) sering kali tidak dapat dilepaskan dari penggunaanperbandingan-perbandingan dengan Hukum Tata Negara lainnya.Sebagai contoh, dikemukakan mengenai pasal 7 UUD 1945 (pra-perubahan) yang menimbulkan pertanyaan mengenai berapa kaliseseorang dapat dipilih kembali sebagai presiden. Saat itu, PenjelasanUUD 1945 sama sekali tidak memberikan jawabannya. Oleh karenaitu, untuk dapat memberikan arti yang tepat pada ketentuan pasal7 itu, diperlukan metode perbandingan. Dalam hal ini, perbandingandapat dilakukan dengan Hukum Tata Negara Amerika Serikat, dimana seseorang bisa menjadi presiden hanya dua kali masa jabatan(dua kali empat tahun sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 KonstitusiAmerika Serikat).17 Hasil perbandingan seperti itu tampaknya di-akomodasi di dalam Perubahan Pertama UUD 1945, sehinggakemudian Pasal 7 menentukan “Presiden dan Wakil Presiden me-megang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilihkembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masajabatan.” Pada Perubahan Ketiga UUD 1945, diintrodusir suatunorma baru, yakni mengenai mekanisme pemberhentian presidendalam masa jabatan melalui impeachment process (Pasal 7B UUD 1945).Model ini semula dikenal di dalam Hukum Tata Negara AmerikaSerikat (Pasal 2 ayat 4 Konstitusi Amerika Serikat). Oleh karena itu,untuk memahami ketentuan Pasal 7B itu, ada baiknya jika dilakukanperbandingan dengan Hukum Tata Negara Amerika Serikat. Dengandemikian, penggunaan metode perbandingan dalam Hukum TataNegara sangat penting untuk dikembangkan, paling tidak untukdua hal: pertama, dalam rangka mengembangkan teori Hukum TataNegara yang bersifat umum dan kedua, dalam rangka lebih men-dalami dan mengembangkan studi Hukum Tata Negara Positif.18

17 Sri Soemantri, 1971, Himpunan Kuliah Perbandingan (Antar) Hukum Tata Negara,Bandung: Alumni (selanjutnya disebut Sri Soemantri I), hlm. 6-7.

18 Jimly Asshiddiqie I, Op.Cit., hlm. 4.

Page 32: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

12

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Akhirnya, di sini akan ditunjukkan mengenai hubungan antaraHukum Tata Negara dan Hukum Internasional. Dalam kaitan ini,C. Parry dalam bukunya “Manual of Public International Law” sepertidikutip oleh Wade dan Phillips mengatakan bahwa:

“International Law thus deals with the external relations of a state withother states; Constitutional Law deals with the legal structure of the stateand internal relations with its citizens and others present on its territory.Both are concerned with the problem of regulating by legal process andvalues the great power which modern states wield. In principle, the sys-tems of National and International Law operate at two distinct levels, butone important branch of Constitutional Law is the National Law relatingto a governments power to enter into treaties with other states and thus tocreate new international obligations ...”19

(Hukum Internasional berkaitan dengan hubungan luar negerisuatu negara dengan negara-negara lain; Hukum Tata Negaramengatur mengenai hubungan negara dengan warga negaranyadan pihak-pihak lain di dalam wilayah negara. Keduanya mem-perhatikan mengenai masalah pengaturan nilai-nilai dan proseshukum kekuasaan besar yang dimiliki negara modern. Padaprinsipnya, sistem hukum nasional dan Hukum Internasionalberlaku pada level yang berbeda, tetapi satu cabang pentingHukum Tata Negara adalah hukum nasional yang berhubungandengan kekuasaan pemerintah untuk mengadakan perjanjianinternasional atau traktat dengan negara-negara lain yangmenimbulkan kewajiban-kewajiban internasional baru).

Dengan demikian, menurut pandangan di atas, walaupun antaraHukum Internasional dan Hukum Tata Negara berlaku dalam levelyang berbeda, namun keduanya memiliki hubungan. Urusanhubungan antarnegara menjadi bidang pengaturan Hukum Inter-nasional, namun kapasitas pemerintah untuk dapat mengadakanhubungan antarnegara itu ditentukan di dalam Hukum Tata Negara.Oleh karena itu, pandangan tersebut dapat dikelompokkan ke dalampaham dualisme mengenai hubungan antara Hukum Tata Negaradan Hukum Internasional.

Sementara itu, para penganut selbst-limitation theorie, yang di-introdusir oleh penganut paham monisme, terutama yang terkenalyakni Georg Jellinek dan Zorn berpendapat bahwa Hukum Inter-nasional itu tidak lain dari pada Hukum Tata Negara yang mengatur

19 Wade and Phillips, Op.Cit., hlm. 7.

Page 33: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

13

Hukum Tata Negara

hubungan luar suatu negara (auszeres Staatsrecht). Hukum Inter-nasional bukan suatu yang lebih tinggi yang memunyai kekuatanmengikat di luar kemauan negara.20

Kedua pandangan di atas menunjukkan bahwa Hukum TataNegara dan Hukum Internasional memiliki hubungan yang salingmembutuhkan di mana Hukum Tata Negara memiliki fungsi-fungsiyang bermanfaat bagi penerapan Hukum Internasional. Sebaliknya,Hukum Internasional pun memiliki fungsi-fungsi penting bagipenerapan Hukum Tata Negara. Dalam UUD NRI 1945, ditentukanmengenai kekuasaan presiden untuk mengadakan hubunganinternasional antara lain dengan mengadakan perjanjian inter-nasional dan hubungan diplomatik atau konsuler.21 Mengenai halini, kualifikasi dan mekanismenya di samping diatur di dalamUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentangHubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, jugaditentukan di dalam Hukum Internasional, terutama di dalam ViennaConvention on the Law of Treaties 1969, Vienna Convention on DiplomaticRelations 1961, dan Vienna Convention on Consular Relations 1963.22

Berdasarkan pada paparan obyek dan ruang lingkup HukumTata Negara seperti tersebut di atas, maka pada buku ini studi HukumTata Negara mencakup beberapa substansi pokok yakni perspektifkeilmuan Hukum Tata Negara; dasar-dasar Hukum Tata Negara;lembaga-lembaga Negara; wilayah negara dan otonomi daerah;warga negara; partai politik; kesejahteraan sosial dan ekonomi sertapertahanan dan keamanan negara.

C. Metode dan Penafsiran dalam Hukum Tata Negara1. Metode dalam Hukum Tata Negara

Djokosoetono mengatakan bahwa metode memunyai empat artiyaitu metode dalam arti ilmu pengetahuan, dalam arti sebagai carabekerja, dalam arti pendekatan dan dalam arti tujuan. Para penulisHukum Tata Negara menggunakan metode dalam arti cara bekerja

20 Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Pengantar Hukum Internasional, Buku I : BagianUmum, Cetakan Kedua, Bandung : Binacipta, hlm. 46-47.

21 Pasal 11 dan 13 UUD 1945.22 Konvensi Wina 1961 dan Konvensi Wina 1969 tersebut sudah diratifikasi dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982.

Page 34: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

14

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

dan pendekatan. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengguna-kan kata pendekatan.23 Dikatakan bahwa dalam menyelidiki per-soalan Hukum Tata Negara, di samping menggunakan pendekatanyuridis formal yang lazim dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum,juga perlu menggunakan metode filsafat, metode kemasyarakatan(sosiologis), dan metode sejarah (historis). Sebab ruang lingkupkajian Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada bangunan-bangunan hukumnya saja, melainkan juga meliputi asas-asas danpengertian-pengertiannya yang merupakan dasar bagi terwujudnyabangunan-bangunan hukum itu. Sebagai contoh dikemukakansalah satunya ialah mengenai kaitan antara Pancasila dengan asaskekeluargaan, musyawarah, dan Ketetapan MPR/MPRS. Namundemikian, mereka mengingatkan bahwa cara pendekatan yang laindari pada yuridis formal dapat digunakan sebagai alat pembantu,dengan ketentuan jangan sampai penulis terlibat dalam suatu metodesyncretismus.

Sama halnya dengan Harmaily Ibrahim dan M. Kusnardi, UsepRanawijaya juga menggunakan metode dalam arti pendekatan.Dikatakan bahwa Hukum Tata Negara tidak dapat dimengerti denganhanya semata-mata melihat dan mempelajari bentuk-bentuk peru-musan kaidah hukum yang dapat diketahui dari hasil perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi dan penemuan ilmu penge-tahuan, melainkan juga harus mendekati persoalan Hukum TataNegara dari segi sejarah, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalammasyarakat dan perbandingan dengan tertib hukum negara-negaralainnya.24

Dalam Hukum Tata Negara, pada mulanya tidak disadari untukmengadakan metode tertentu. Usaha pertama yang secara sadaruntuk mengadakan suatu metode tertentu dilakukan oleh PaulLaband dari aliran Deutsche Publizisten Schule (Mazab Hukum PublikJerman). Dalam bukunya yang berjudul “Das Staatsrecht des DeutzenReiches”, diintrodusir metode yuridis dogmatis (1876-1882). Menurutmetode yuridis dogmatis, pengkajian masalah Hukum Tata Negaradilakukan dengan memahami berbagai peraturan ketatanegaraan,mulai dari Undang-Undang Dasar hingga peraturan perundang-

23 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim; Op.Cit, hlm. 20-21.24 Usep Ranawijaya; Op.Cit, hlm. 33-34.

Page 35: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

15

Hukum Tata Negara

undangan yang terendah. Jika suatu persoalan tidak ada pengaturan-nya dalam peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut, maka haltersebut bukan masalah Hukum Tata Negara.

Metode yuridis dogmatis dalam kenyataannya tidak sesuaidengan perkembangan ketatanegaraan. Kekurangan metode iniditunjukkan oleh Struycken, yang mengatakan bahwa Hukum TataNegara tidak cukup hanya menyelidiki Undang-Undang Dasar danUndang-Undang. Di luar itu, masih terdapat berbagai peraturanHukum Tata Negara lainnya, yang walaupun tidak tertulis, namunmemunyai kekuatan hukum sama dengan UUD, misalnya conven-tions (kebiasaan ketatanegaraan atau kelaziman ketatanegaraan ataukonvensi ketatanegaraan). Kelemahan metode yuridis dogmatis jugaditunjukkan oleh Thoma dari aliran Sociological Jurisprudence dalambukunya “Handbuch des Deutzen Staatsrecht.25 Menurut Thoma, denganmetode historis yuridis pemahaman terhadap masalah Hukum TataNegara tidak cukup dengan memahami lembaga-lembaga ketata-negaraan yang terdapat di dalam peraturan-peraturan ketata-negaraan melainkan juga harus memahami aspek sosiologis danpolitis yang menjadi latar belakang perkembangan lembaga-lembagaketatanegaraan tersebut. Tetapi, menurut van der Pot dalam bukunya“Handboek van Nederland Staatsrecht”, metode historis yuridis menye-babkan penyelidik bersifat subyektif dan tidak dapat mengungkap-kan latar belakang yang sebenarnya dari masalah yang dikaji.

Oleh karena itu, dalam perkembangan Hukum Tata Negara,dikenal pula metode historis sistematis (historische systematischemethode) yang dikembangkan oleh S.W. Couwenberg dalam bukunyaModern Constitutioneelrecht Emancipate van de Mens. Dengan metode ini,permasalahan didekati dari sudut historis dan dianalisa secarasistematis untuk mendapatkan pengertian yang tepat, baik mengenaiteori maupun peraturan ketatanegaraan. Hal itu hanya dapatdipahami secara tepat berdasarkan kondisi-kondisi historis yangmelahirkannya. Setiap konsep maupun ide, betapapun abstraknya,terikat pada situasi tertentu. Oleh karena itu, pemahamannya secaratepat tidak dapat dilepaskan dari situasi yang melahirkannya.26

25 Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro, 1983, Asas-asas Hukum Tata Negara,Cetakan Pertama, Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 34.

26 Philipus M. Hadjon, dkk, 1986, Peranan Hukum Tata Negara sebagai Stabilisatordan Dinamisator Kehidupan Masyarakat, Makalah Seminar Ilmiah, Jember : FakultasHukum Universitas Jember, hlm. 2-3.

Page 36: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

16

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa metode historis sistematismenggantikan metode historis yuridis yang sudah ditinggalkan olehnegara asalnya. Sebab, metode ini hanya berorientasi pada masalampau dan hanya menerima apa adanya saja serta tidak mengadakananalisa lebih lanjut terhadap masalah yang ditelaahnya. Sedangkan,metode historis sistematis dengan tajam mengadakan analisa danpenilaian terhadap suatu masalah dan berusaha mencari relevansimasalah tersebut terhadap perkembangan ketatanegaraan. Dengandemikian, metode ini berorientasi pada masa lampau, masa sekarangdan masa depan. Satu contoh yang dikemukakan ialah mengenaipemahaman terhadap Dekrit presiden 5 Juli 1959.

Di negara Republik Indonesia, dikembangkan suatu metodeHukum Tata Negara, yaitu metode yuridis historis sosiologis atauyuridis historis fungsional oleh Djokosoetono. Willy Voll menegas-kan bahwa metode ini memenuhi syarat ilmu pengetahuan moderndan dapat memberikan kejelasan yang tepat tentang negara modern.Di samping itu, dengan metode yuridis historis fungsional dapatdiketahui adanya wewenang khusus atau fungsi khusus daripresiden. Dicontohkannya mengenai pembentukan KomandoOperasional Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB).

Sementara itu, Sri Soemantri dalam bukunya “Prosedur dan SistemPerubahan Konstitusi” menggunakan pendekatan historik-yuridik-komparatif dan analitik dalam melakukan penelitian dan pem-bahasan terhadap “Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusidalam Undang-undang Dasar 1945.27

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pada awalnyakajian-kajian dalam Hukum Tata Negara dilakukan secara dogmatisyakni dilakukan hanya terhadap ketentuan-ketentuan konstitusisecara tekstual. Kemudian, kajian secara dogmatis tersebut ditinggal-kan, melainkan dilakukan eksplanasi analisis mengenai studiHukum Tata Negara dengan menggunakan pendekatan historis,sosial, politik, komparatif, filosofis, dan bahkan pendekatan ekonomi.

27 Sri Soemantri, 1979, Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusidalam Batang Tubuh UUD 1945, Bandung : Alumni (selanjutnya disebut Sri Soemantn II)hlm. 7-8.

Page 37: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

17

Hukum Tata Negara

2. Penafsiran dalam Hukum Tata NegaraPenafsiran (interpretasi) merupakan salah satu langkah dalam

penerapan hukum,28 yang dimaksudkan untuk menentukan maknayang tepat bagi suatu peraturan perundang-undangan. Dalam studiilmu hukum adanya penafsiran tidak dapat dihindari. Hal itu ber-kaitan dengan adanya kata-kata di dalam peraturan perundang-undangan yang menimbulkan arti ganda dan ketidakpastianhukum.29 Di samping itu, juga karena ide dan semangat yangterdapat di dalam peraturan perundang-undangan ketika peraturanperundang-undangan itu dibentuk dapat mengalami perubahansesuai dengan perkembangan waktu dan situasi sebagai akibat darituntutan perkembangan masyarakat.

Dalam studi Hukum Tata Negara, kebutuhan untuk meng-adakan penafsiran itu timbul karena naskah konstitusi (UUD 1945)tidak memuat semua ketentuan normatif yang diperlukan untukmenata kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Apalagi setelahkonstitusi itu mengalami perjalanan waktu cukup lama sejak di-rumuskan, berbagai peristiwa kenegaraan terjadi dan timbul perkem-bangan politik dan sosial yang semakin kompleks, yang mungkinbelum diprediksikan pada waktu konstitusi itu disusun.

Oleh karena itu, di dalam Hukum Tata Negara, mutlak diperlu-kan penafsiran. Namun demikian, hal itu dilakukan dengan meng-gunakan metode dan teknik-teknik tertentu yang dapat dipertang-gungjawabkan secara rasional dan ilmiah, sehingga usaha untukmenegakkan konstitusi sesuai dengan tuntutan perkembangansosial-politik yang ada, tetapi tetap sesuai dengan semangat rumusankonstitusi yang lazim digunakan sebagai pegangan normatif dalammenata kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Di samping itu,aspek otoritatif juga harus jelas, sehingga penafsiran tidak dilakukansecara sewenang-wenang, melainkan memiliki legitimasi konstitu-sional. Dengan demikian, dalam hal ini, kajian terhadap penafsirandalam Hukum Tata Negara ditekankan pada segi metode penafsirandan segi otoritas yang berwenang untuk melakukan penafsiran.

28 Roscoe Pound menyebutkan ada tiga langkah dalam penerapan hukum yaitu memilihsuatu aturan hukum, menafsirkan aturan hukum, dan menyatakan berlaku aturan hukumitu. Dalam Roscoe Pound, 1975, An introduction to the Philosophy of Law, Yale UniversityPress, hlm. 48.

29 L.B. Curzon, 1979, Jurisprudence, First Published, Macdonald & Evans Ltd, hlm. 153-255.

Page 38: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

18

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dalam Hukum Tata Negara, selain menggunakan metodepenafsiran yang sudah umum dikenal di dalam Ilmu Hukum30, dalampenafsiran konstitusi digunakan metode penafsiran kontemporeryang digandengkan dengan metode penafsiran historis. Hal itudimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak hukum danhak politik rakyat. Di samping itu, sudah saatnya hakim meng-gunakan penafsiran antisipatif sebagai upaya memberantas ke-jahatan yang merugikan kepentingan sosial ekonomi rakyat.Sebaliknya, dalam usaha meningkatkan kualitas demokrasi,sehingga penggunaan teori penafsiran predestinata oleh pemerintahsudah saatnya diakhiri.31

Dalam kaitannya dengan penafsiran konstitusi, dalam HukumTata Negara Amerika (Constitutional Law), kebanyakan teori mewarnaimengenai dasar pembenar Supreme Court untuk menafsirkankonstitusi. Menurut Robert A. Burt, ada empat mazhab yang mem-berikan pandangan berbeda dalam menentukan titik tolak hakimmenafsirkan konstitusi.32 Mazhab Originalis (The Originalists) yangberpendapat bahwa maksud yang sesungguhnya dari pembentukkonstitusi yang dapat dibenarkan sebagai dasar melakukan penaf-siran terhadap konstitusi. Ini dibantah oleh Mazhab Interpretasionis(The Interpretationists) bahwa sulit dan bahkan mungkin tidak dapatdiketahui maksud dari pembentuk konstitusi. Oleh karena itu, hakimdalam melakukan interpretasi berdasarkan pada nilai-nilai funda-mental (fundamental values) yang terdapat dalam kebudayaan Amerikaseperti kebajikan, moralitas, kebenaran, dan integritas. SedangkanMazhab Prosessis (The Process School) berpandangan bahwa funda-mental values itu tidak tepat dijadikan dasar untuk menyatakan hukumtidak berlaku. Tetapi, hanya jaminan yang cukup terbuka bagisemua pesaing untuk mempengaruhi lembaga-lembaga politik yang

30 Berbagai jenis penafsiran yang dikenal dalam Ilmu Hukum yaitu penafsiran autentik,gramatika, sejarah hukum, sejarah perundang-undangan, sistematik, sosiologis, teologis,fungsional, futuristik, penafsiran interdisipliner, dan multidisipliner. Dalam Yudha BhaktiArdhiwisastra, 2000, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-1,Bandung : Alumni, hlm. 12. Bandingkan Jimly Asshidiqie, Op.Cit, hlm. 17-18.

31 I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka SosialisasiHukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalanjabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Uni-versitas Udayana 10 April 1996, hlm. 20.

32 Robert A. Burt, 1995, The Constitution in Conflict, First Edition Second Printing,Cambridge, Massachusetts London Harward University Press, hlm. 9-10.

Page 39: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

19

Hukum Tata Negara

merupakan legitimasi uji yudisial (judicial review). Berbeda denganpendapat ketiga mazhab tersebut, Mazhab Teori Hukum Kritis (TheCritical Legal Theory School) mengatakan bahwa pertanyaan “Whatgives legitimacy to the Supreme Court’s interpretation of constitutional issues?”merupakan pertanyaan yang tidak perlu diindahkan. Kebanyakankata-kata yang tidak berguna sebagai kedok atas realita sosial yangtidak prinsipil, yang tidak lain hanya tuntutan atas ligitimasipelaksanaan kekuasaan. Sementara itu, Burt mengatakan bahwaketiga mazhab sebelumnya menyatakan pemecahan masalahpenafsiran konstitusi melalui rute-rute yang tidak konsisten satudengan yang lain. Sedangkan mazhab keempat terhadap pertanyaanitu their answer is nothing.33

Jimly Asshidiqie dengan mengacu pada pandangan John HartEly mengatakan bahwa berbagai pendapat yang berkembangmengenai penafsiran konstitusi itu pada pokoknya dapat dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu pertama, kelompok originalist ataufoundationalist yang konservatif; dan kedua, kelompok kontektualismenilai-nilai dasar yang mengutamakan upaya menemukan nilai-nilaidasar yang melandasi perumusan suatu konstitusi.34

Kelompok pertama mengandalkan pada kekuatan bahasa ataubahkan cenderung menafsirkan konstitusi secara letterlijk atauharfiah dalam memahami teks konstitusi. Pandangan yang dianutoleh Raoul Berger itu sangat ketat menuntut ketaatan mutlak kepadateks konstitusi. Semua tindakan hakim harus berdasarkan padaperintah tekstual konstitusi. Pandangan yang cenderung merujuksecara ketat kepada suasana kebatinan ketika konstitusi itu dirumus-kan oleh para perancangnya, menurut Jimly Asshidiqie dikatakancukup berpengaruh di kalangan ahli Hukum Tata Negara diAmerika Serikat. Hal itu disebabkan pandangan itu lebih sederhanadan memang memunyai daya tarik untuk dikembangkan.

Pandangan originalis ini dikembangkan oleh Hanna FenichelPitkin dan Richard Epstein, yang berusaha untuk tidak terjebak kedalam cara-cara dogmatis yang kaku. Mereka mengakui penerapanhukum secara luas asalkan tidak bertentangan dengan semangat

33 Ibid, hlm. 10.34 Jimly Asshiddiqie I, Op.Cit, hlm. 35.

Page 40: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

20

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

konstitusi yang orisinil. Mereka tidak lagi menekankan pada ke-sesuaian suatu tindakan hukum dengan teks konstitusi, melainkanmenekankan prinsip agar tindakan hukum itu tidak bertentangansaja dengan konstitusi sudah cukup. Di samping itu, semangat paraperumus konstitusi harus dipahami sesuai dengan perkembangansemangat zaman. Menurut Jimly Asshidiqie, mereka dapat digolong-kan sebagai originalisme umum yang berhasil merespon secara kritisterhadap kemunculan paham originalisme sempit. Tetapi, merekatetap berpatokan pada pentingnya merujuk kepada semangat paraperumus konstitusi dalam menyelesaikan setiap kasus ketata-negaraan yang muncul.35

Kelompok kedua merupakan kebalikan dari kelompok pertama,yang lebih mengutamakan pada nilai-nilai fundamental yangterkandung di dalam teks konstitusi dengan mengaitkan denganmoralitas konvensional sekarang, bukan pada bunyi teks yang ter-tulis dari konstitusi. Harry Wellington yang menganut pandanganini menekankan bahwa dalam melakukan penafsiran terhadap tekskonstitusi haruslah berdasarkan pada standar moralitas yang secarakonvensional berlaku ketika konstitusi dirumuskan. Dalam menye-lesaikan setiap kasus hukum, pengadilan harus berdasarkan padapandangan moral tertentu sehingga putusannya akan dilandasi olehprinsip-prinsip yang umum bentuknya dan universal penerapan-nya. Pandangan Wellington dikembangkan oleh Michael Perry yangmengatakan bahwa kewenangan pengadilan terbatas pada tugasuntuk memastikan dan menegakkan conventional morality. Perrymenegaskan bahwa jika seorang hakim mengetahui bahwa pen-dapatnya sendiri berbeda dengan moral yang umum, maka ia harusbertanggung jawab untuk menghormati pandangan moral publik itu.

Dari perbedaan pandangan kelompok pertama dan kedua itu,timbul suatu usaha ke arah konvergensi seperti yang dilakukanantara lain oleh Roberto Mangabiera Unger dan Sanford Levinson.Unger menawarkan pemecahan ekstrim dengan mengintrodusirteori experimental democracy, sedangkan Levinson mengajukangagasan konstitusi sebagai civil religion yakni konstitusi merupakankonsep keimanan atau kepercayaan dalam masyarakat. Mereka sama-sama berusaha untuk meliberalisasikan hak-hak untuk menafsirkan

35 Jimly Asshiddiqie I, Op.Cit, hlm. 45.

Page 41: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

21

Hukum Tata Negara

konstitusi. Mereka berpendapat bahwa usaha untuk menafsirkankonstitusi tidak hanya dapat diserahkan kepada petinggi hukumdan kalangan akademisi saja, melainkan kepada setiap orang perludiberikan kesempatan untuk menafsirkan konstitusi sesuai denganhak-haknya yang paling dasar yang dijamin oleh konstitusi itusendiri. Namun, Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa John HartEly-lah sebenarnya yang berhasil menemukan pemecahan terhadapkesimpangsiuran ilmiah dalam teori mengenai penafsiran konstitusi.36

Dalam Hukum Tata Negara Indonesia, selain uji yudisial dikenalpula adanya uji legislatif (legislative review), seperti ditentukan didalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 (selanjutnya disebut: Tap MPR No. III/MPR/2000) tentang“Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan”37

dan UUD 1945 (pasca Perubahan Ketiga).Uji yudisial merupakan suatu cara untuk melakukan pengujian

yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) terhadap produk hukumyang ditetapkan oleh cabang kekuasaan legislatif, eksekutif maupunyudikatif. Itu merupakan penerapan prinsip checks and balancesberdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara. Di dalam UUD1945, ditentukan ada dua badan pelaksana kekuasaan kehakimanyang memiliki wewenang itu, yakni Mahkamah Agung (MA) danMahkamah Konstitusi (MK), namun dengan kewenangan yangberbeda. Makhamah Agung berwenang untuk menguji peraturanperundang-undangan di bawah Undang-undang (UU) terhadapUndang-undang (UU). Pengaturan kewenangan Makhamah Agungitu terdapat pula di dalam Tap MPR Nomor III/MPR/2000, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung38, dan Undang-undang

36 Jimly Asshiddiqie I, Op.Cit, hlm. 51-52.37 Menurut pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang “Peninjauan Terhadap

Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara danKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1960 sampai denganTahun 2002", maka Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 dinyatakan tetap berlaku hinggaterbentuknya Undang-Undang yang dimaksudkan oleh pasal 22A UUD 1945.

38 Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, pasal 5 ayat (2) Tap MPR No. III/MPR/2000, pasal 11ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004, pasal 31Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 serta Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 48 Tahun 2009.

Page 42: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

22

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi berwenang untukmenguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dalamhal ini, Mahkamah Konstitusi merupakan badan peradilan tingkatpertama dan terakhir dan putusannya bersifat final.39

Uji legislatif merupakan pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh parlemen (legislatif), bukan olehhakim. Dalam UUD 1945, wewenang itu dilakukan oleh DewanPerwakilan Rakyat (DPR) terhadap peraturan pemerintah penggantiundang-undang (Perpu). Setiap Perpu yang ditetapkan oleh Presidenharus diajukan ke DPR untuk dilakukan uji legislatif, sehingga DPRakan memutuskan disetujui atau ditolak terhadap Perpu itu.40 Disamping itu, ada pula uji legislatif yang dilakukan oleh MPR. Namun,wewenang itu tidak ditentukan di dalam UUD 1945, melainkan didalam pasal 5 ayat (1) Tap. MPR Nomor III/MPR/2000 bahwa, MPRberwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD dan Tap MPR.Pengujian yang dilakukan oleh MPR itu tidak dapat disebut sebagaiuji yudisial, melainkan sebagai uji legislatif. Walaupun ketentuanitu sah adanya, tetapi ada pandangan pesimis bahwa ketentuan itutidak akan mungkin dapat dilaksanakan karena isinya salah total.41

Pandangan demikian dapat dimaklumi karena, fungsi pengujianUndang-Undang merupakan fungsi yang bersifat permanen danrutin, sedangkan MPR tidak memiliki forum seperti itu.

Wewenang MPR (S) untuk menguji produk-produk legislatifdi luar produk MPR (S) pernah ditetapkan berdasarkan KetetapanMPRS Nomor XIX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPRS Nomor XXXIX/MPRS/1968 tentang “Peninjauan Kembali Produk-produk LegislatifNegara di Luar Produk-produk MPRS yang Tidak Sesuai denganUndang-Undang Dasar 1945.” Produk legislatif yang akan ditinjaukembali adalah semua Penetapan Presiden (Penpres) dan PeraturanPresiden (Perpres) yang dikeluarkan sejak Dekrit Presiden 5 Juli

39 Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor4 Tahun 2004, pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011.

40 Pasal 22 UUD 1945.41 Jimly Asshiddiqie, “Judicial Review: Kajian atas Putusan Permohonan Hak Uji

Material terhadap PP No. 19 Tahun 2000 tentang TGPTPK”, dalam Dictum: Jurnal KajianPutusan Pengadilan, Edisi 1, 2002, Jakarta Le IP. (selanjutnya disebut Dictum), hlm. 33.

Page 43: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

23

Hukum Tata Negara

1959 serta Undang-Undang dan Perpu yang bertentangan denganUUD 1945. MPRS menugaskan kepada Pemerintah bersama-samadengan DPR Gotong Royong untuk melaksanakan tugas itu. Dalamkaitan ini, maka diklasifikasikan bahwa Penpres dan Perpres yangisi dan tujuannya sesuai dengan kehendak rakyat dituangkanmenjadi Undang-Undang. Sebaliknya, yang tidak sesuai dengansuara hati nurani rakyat dinyatakan tidak berlaku. Peninjauankembali itu harus selesai dalam jangka waktu dua tahun sejakdikeluarkannya Ketetapan MPRS tersebut.

Wewenang MPR untuk menguji Ketetapan MPR sudah pernahdiatur dan dilaksanakan pada Sidang Umum MPR Tahun 1973.Dalam Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1973 tentang Peraturan TataTertib MPR, ditentukan salah satu wewenang MPR yaitu “memberi-kan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap Putusan-putusanMajelis”.42 MPR Tahun 1973 melakukan peninjauan terhadapKetetapan-ketetapan MPRS RI dan memutuskan bahwa, pertama,menyatakan tidak berlaku dan mencabut beberapa Ketetapan MPRS;kedua, menyatakan tidak berlaku beberapa Ketetapan MPRS karenamaterinya sudah tertampung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara(GBHN); ketiga, menyatakan tetap berlaku dan perlu disempurnakanbeberapa Ketetapan MPRS.43 Pada Tahun 2003, MPR melakukanpengujian terhadap Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dari Tahun1960 hingga Tahun 2002. Hasil pengujian menunjukkan bahwapertama, delapan Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dicabut dandinyatakan tidak berlaku; kedua, tiga Ketetapan MPRS dan KetetapanMPR dinyatakan tetap berlaku dengan kualifikasinya masing-masing; ketiga, delapan Ketetapan MPR dinyatakan tetap berlakusampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum(pemilu) Tahun 2004; keempat, 11 Ketetapan MPRS dan KetetapanMPR dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang; kelima, lima Ketetapan MPR dinyatakan masih berlaku

42 Wewenang ini secara terus menerus ditetapkan kembali dengan Ketetapan MPRNomor I/MPR/1978, Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983, Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1999 tentang Perubahan Kelima Atas Ketetapan MPR No. l/MPR/1983, KetetapanMPR Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI, dan terakhir denganKetetapan MPR Nomor II/MPR/2003 tentang Perubahan Kelima Atas Ketetapan MPRNomor II/MPR/1999.

43 Pasal 1, 2, dan 3 Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-produk yang berupa Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

Page 44: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

24

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru olehMPR hasil Pemilu 2004; keenam, ada 104 Ketetapan MPRS danKetetapan MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakanhukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut,maupun telah selesai dilaksanakan.44

Paparan di atas menunjukkan bahwa penafsiran dalam HukumTata Negara selain menggunakan metode dan teknik penafsiran yangumumnya digunakan di dalam studi ilmu hukum, juga terdapatberbagai aliran dalam penafsiran konstitusi seperti aliran originalis,interpretasionis, nilai-nilai dasar, dan teori hukum kritis. DalamHukum Tata Negara Indonesia, dikenal adanya uji yudisial dan ujilegislatif. Uji yudisial merupakan wewenang kekuasaan kehakimanyang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung,sedangkan uji legislatif dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyatdan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

DAFTAR BACAAN

Asshiddiqie, Jimly, “Judicial Review: Kajian atas Putusan PermohonanHak Uji Material terhadap PP No. 19 Tahun 2000 tentang TGPTPK”,dalam Dictum: Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, Edisi 1, 2002,Jakarta Le IP.

Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara,Cetakan Pertama, Jakarta: Ind. Hill-Co.

Azhary, 1983, Ilmu Negara: Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg,Cetakan Keempat, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bhakti Ardhiwisastra, Yudha, 2000, Penafsiran dan Konstruksi Hukum,Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Bandung: Alumni.

Burt, Robert A., 1995, The Constitution in Conflict, First Edition SecondPrinting Cambridge, Massachusetts London Harward Uni-versity Press.

44 Pasal 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang PeninjauanTerhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementaradan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 SampaiDengan 2002.

......

Page 45: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

25

Hukum Tata Negara

Busroh, Abu Daud dan Abu Bakar Busro; 1983, Asas-asas HukumTata Negara, Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Curzon, L.B.; 1979, Jurisprudence, First Published, Macdonald &Evans Ltd.

E.C.S, Wade and G. Godfrey Phillips, 1977, Constitutional and Adminis-trative Law, Ninth Edition, Bungay, Suffolk, Great Britain: RichardClay (The Chaucer Press) Ltd.

Friedman, L.M., 2001, “American Law: An Introduction”, 2nd Edition,terjemahan Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Tatanusa.

Hadjon, Philipus M. dkk., 1986, Peranan Hukum Tata Negara sebagaiStabilisator dan Dinamisator Kehidupan Masyarakat, Makalah Semi-nar Ilmiah, Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember.

Huda, Ni’matul, 1999, Hukum Tata Negara: Kajian Teoritis dan YuridisTerhadap Konstitusi Indonesia, Cetakan Pertama, Yogyakarta:Pusat Studi Hukum FH UII Yogyakarta.

Huda, Ni’matul, 2003, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian TerhadapDinamika Perubahan UUD 1945, Cetakan I, Yogyakarta: FH UIIPress.

Kartasapoetra, R.G., 1987, Sistematika Hukum Tata Negara, CetakanPertama, Jakarta: PT. Bina Aksara.

Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum TataNegara Indonesia, Cetakan Ketujuh, Jakarta: Pusat Studi HukumTata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV.Sinar Bakti.

Kusumaatmadja, Mochtar, 1978, Pengantar Hukum Internasional, BukuI: Bagian Umum, Cetakan Kedua, Bandung: Binacipta.

Manan, H. Bagir. dan Kuntana Magnar, 1993, Beberapa MasalahHukum Tata Negara Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama,Bandung: Alumni.

Pound, Roscoe, 1975, An Introduction to the Philosophy of Law, YaleUniversity Press.

Ranawijaya, Usep, 1983, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasamya, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 46: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

26

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Soemantri, Sri, 1971, Himpunan Kuliah Perbandingan (Antar) HukumTata Negara, Bandung: Alumni.

Soemantri, Sri, 1979, Persepsi Terhadap Prosedur dan Sistem PerubahanKonstitusi dalam Batang Tubuh UUD 1945, Bandung: Alumni.

Wahjono, Padmo, 1984, Beberapa Masalah Ketatanegaraan Indonesia,Cetakan Pertama, Jakarta: CV. Rajawali.

Page 47: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

27

Hukum Tata Negara

A. Sumber-sumber Hukum Hukum Tata Negara1. Pengertian dan Istilah Sumber Hukum

Menelaah dan memelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian karena istilah sumber hukum mengandung berbagaipengertian tanpa kehati-hatian dan kecermatan, maka apa yangdimaksud sumber hukum dapat menimbulkan kekeliruan. Dalamhubungan ini, Paton,1 menyatakan bahwa sumber hukum menuruttinjauan sejarah, berbeda dengan pengertian sumber hukummenurut tinjauan filsafat, sumber hukum menurut tinjauan agamaberbeda dengan pengertian menurut tinjauan ilmu hukum.I. Sumber hukum menurut tinjauan sejarah: Pertama, stelsel

hukum apakah yang memainkan peranan pada waktu hukumyang sedang berlaku sekarang. Kedua, kitab-kitab hukummanakah yang telah diperhatikan pembuat undang-undangpada waktu menetapkan hukum yang berlaku sekarang.

II. Sumber hukum menurut tinjauan filsafat: Pertama, sumberuntuk atau menentukan isi hukum. Kedua, sumber untukmenentukan kekuatan mengikat suatu kaidah hukum.

Dasar-Dasar HukumTata Negara

Bagian Kedua

1 Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Bandung: Armico, hlm. 10. Ibid,hlm. 10.

Page 48: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

28

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

III. Sumber hukum menurut tinjauan agama adalah ketentuanAllah yang diwahyukan kepada manusia melalui Rasulnya.

Bagi seorang ahli hukum, sumber hukum dapat dibagi dalamdua pengertian2 yaitu:1) Sumber hukum dalam arti formil adalah sumber hukum yang

dikenal dari segi bentuknya, karena bentuknya itu menyebab-kan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati selama hukumitu belum mem[unyai bentuk, mungkin hukum itu baru me-rupakan perasaan hukum dalam masyarakat atau baru me-rupakan cita-cita hukum, dan oleh karena itu belum memunyaikekuatan mengikat.

2) Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yangmenentukan isi hukum sumber hukum dalam arti materiil inidiberlakukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum, danmenentukan isi hukum.

Yang penting dari kedua sumber hukum itu adalah sumberhukum dalam arti formal hal ini disebabkan hukum itu berlakudan mengikat apabila sudah memunyai bentuk. Baru bila dirasaperlu akan asal-usul hukum itu, maka akan dicari dalam sumberhukum dalam arti materiil.

Menurut Usep Ranawijay,3 perkataan sumber hukum sebenar-nya memunyai dua arti yakni:1) Sumber hukum dalam arti sebagai penyebab timbulnya atau

lahirnya aturan hukum. Sumber hukum sebagai penyebabadanya hukum adalah tidak lain dari pada keyakinan hukumdari orang-orang yang melakukan peranan menentukan tentangapa yang harus jadi hukum dalam negara. Sumber hukum dalamarti demikian dalam bahasa Belanda dikenal dengan nama“welbron”, bagi hukum tatanegara Indonesia sumber hukumdemikian kuranglah penting karena lebih pada tempatnya untukdiselidiki oleh ilmu politik.

2) Sumber hukum sebagai bentuk perumusan kaidah-kaidahhukum tatanegara yang terdapat dalam masyarakat dari mana

2 Ibid, hlm. 9.3 Usep Ranawijaya, 1960, Tjatatan Kuliah HTN, Bandung : Fa Pustaka Star, hlm. 14.

Page 49: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

29

Hukum Tata Negara

kita dapat mengetahui apa yang menjadi hukum. Sumber hukumdalam arti bentuk atau dalam arti formil dalam bahasa Belandadikenal dengan nama “kenborn”, sumber hukum dalam arti inilahyang perlu diketahui dan diselidiki bagi hukum tatanegara In-donesia.

Menurut Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang SumberHukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan RepublikIndonesia adalah sumber hukum yang dijadikan bahan untukpenyusunan peraturan perundang-undangan.

2. Sumber Hukum Tata NegaraPengertian sumber Hukum Tata Negara secara etimologis

berasal dari istilah “sumber” dan “Hukum Tata Negara”. Sumberberarti tempat/sumber asal usul hukum positif yang dijadikan bahanuntuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Sumber hukumterdiri dari sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. SedangkanHukum Tata Negara, menurut Logemann adalah hukum yang meng-atur organisasi negara. Jadi, sumber Hukum Tata Negara adalahsumber/asal-usul dari mana Hukum Tata Negara itu berasal, apakahdari hukum tertulis dan/atau tidak tertulis.

Sumber Hukum Tata Negara menurut Bagir Manan terdiri atasdua yaitu:1) Sumber hukum dalam arti materiil. Adalah sumber hukum yang

menentukan sisi hukum HTN, yang termasuk misalnya: Dasardan pandangan hidup. Kekuatan politik yang berpengaruh padasaat perumusan Hukum Tata Negara.

2) Sumber hukum Tata Negara Formal adalah sumber hukum yangdilihat dari segi bentuknya terdiri atas:a) Hukum perundang-undangan ketatanegaraanb) Traktatc) Doktrind) Konvensie) Hukum Adat Ketatanegaraan.

Page 50: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

30

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Menurut Joeniarto4, istilah sumber hukum digunakan dalamtiga pengertian, yakni:1) Sumber hukum dalam penggunaan pengertian sebagai asalnya

hukum positif ialah: berupa keputusan dari yang berwenanguntuk mengambil keputusan mengenai soal yang bersangkutan.Keputusan itu diberikan oleh yang berwenang untuk itu, iniberarti harus didasarkan atas adanya kewenangan hukum yangdiberikan tata hukum positif yang bersangkutan. Keputusanpenguasa yang berwenang ini dapat berbentuk:a) Peraturan. Peraturan menurut Attamimi adalah semua

peraturan hukum yang dibuat oleh semua tingkat lembagadalam bentuk tertentu dan prosedur tertentu.

b) Ketetapan. Lebih dikenal dengan ketetapan administrasi yaituperubahan hukum pemerintah atau penguasa berdasarkanwewenang yang diberikan, misalnya ijin, dispensasi.

2) Sumber hukum dalam penggunaan pengertian sebagai bentuk-bentuk hukum di mana sekaligus merupakan tempat diketemu-kannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif-nya dan ini wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atauketetapan-ketetapan tertulis atau tidak tertulis.

3) Sumber hukum dalam pengertian sebagai hal yang seharusnyamenjadi isi hukum positif, dengan perkataan sumber hukum disini diartikan sebagai hal-hal yang seharusnya dijadikan per-timbangan oleh penguasa yang berwenang di dalam menentukanisi hukum.

3. Sumber-sumber Hukum Tata Negara IndonesiaSumber hukum dalam Hukum Tata Negara terbagi atas sumber

hukum materiil dan sumber hukum formil.

a. Sumber Hukum MateriilDalam Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, dikenal istilah

“Sumber dari segala Sumber Hukum”, yang merupakan sumberhukum dari segala sumber hukum adalah Pancasila, yang menjadipandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum dan cita-cita

4 Joeniarto, tt. Selayang Pandang Sumber-sumber HTN Indonesia, Yogyakarta: Liberty(selanjutnya disebut Joeniarto I) hlm. 1-13.

Page 51: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

31

Hukum Tata Negara

moral, kejiwaan serta watak dari rakyat negara yang bersangkutan.Ketetapan tersebut diubah dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 menurut pasal 1 ayat 3 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000,sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulisdalam Pembukaan UUD NRI 1945.

Pancasila merupakan Sumber Hukum Materiil dalam HukumTata Negara Indonesia di mana perwujudannya sebagai sumbersegala sumber hukum yakni melalui :5

1) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.2) Dekrit Presiden 5 Juli 1959.3) UUD 1945.4) Surat Perintah Sebelas Maret.1) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia merdekadan membentuk negara Republik Indonesia, yang merupakantindakan pertama bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Pancasila. Dari segi hukum, bangsa Indonesia mulaimenyusun, mengatur negaranya sendiri, serta akan menentukanhukumnya sendiri. Jadi, proklamasi merupakan dasar hukumdalam tata hukum Indonesia, sehingga proklamasi dikatakansebagai “Norma Pertama”. Dasarnya adalah kenyataan sejarahdan penerimaan seluruh rakyat serta kesanggupan untukmempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan.

2) Dekrit Presiden 5 Juli 1959Dekrit Presiden adalah merupakan dasar berlakunya kembali

UUD 1945, Dekrit keluar atas dasar hukum darurat negara(Staatsnoodrecht). Adapun isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni:a) Pembubaran Konstituante.b) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS

1950.c) Pembentukan MPRS dan DPAS.Hukum darurat negara dibedakan atas 2 yaitu:a. Hukum darurat Negara yang obyektif/kontitusional (objectief

staatsnoodrecht), ialah hukum yang mengatur kemungkinan

5 Joeniarto I, op.cit, hlm. 18.

Page 52: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

32

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

penguasa untuk mengambil tindakan dalam keadaan darurat.Adapun tindakan yang diambil tersebut berdasarkan atasperaturan yang sudah ada sebelumnya. Obyektif berartisyarat suatu keadaan bahaya telah ditentukan terlebih dahulubaik tindakan serta akibatnya.

b. Hukum darurat negara subyektif/inkonstitusional (subjectiefstaatsnoodrecht), ialah tindakan penguasa tidak didasarkan atasperaturan yang sudah ada tetapi didasarkan atas penilaianpenguasa sendiri. Contohnya dengan keluarnya DekritPresiden 5 Juli 1959.

3) UUD NRI 1945Merupakan Undang-Undang Dasar pertama bagi bangsa In-

donesia di mana, apabila ditelaah pasal-pasalnya merupakanperwujudan dari Pancasila perwujudannya antara lain dalampasal-pasal berikut.1) Sila Pertama pada Pasal 9, 29 ayat (1) dan (2).2) Sila Kedua pada Pasal 27, 28, 29 ayat (2), 30, 31 dan 34.3) Sila Ketiga pada Pasal 1 ayat (l), 18, 26, 31 ayat (2), 32, 35 dan 36.4) Sila Keempat pada Pasal 1 ayat (2), 2 ayat (1), 3, 5 ayat (1), 6,

18, 23, 27 ayat (1).5) Sila Kelima pada Pasal 27 ayat (2), 29 ayat (2), 31, 33 dan 34.

4) Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)Pada Bagian I Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966

disebutkan Supersemar sebagai dasar dan sumber hukum bagiLetjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan guna meng-amankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Dengan Supersemar memberikan landasan bagi pengembanganuntuk mengambil langkah mewujudkan negara berdasarkanPancasila.

b. Sumber Hukum FormalBagir Manan dan Kuntana Magnar6 memberikan pengertian

peraturan perundang-undangan ialah setiap putusan tertulis yangdibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat

6 Bagir Manan dan Kuntara Magnar, 1987, Peranan Peraturan Perundang-undangandalam Pembinaan Hukum Nasional, Armico, hlm. 13.

Page 53: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

33

Hukum Tata Negara

yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tatacara yang berlaku.

Sumber Hukum Tata Negara formal menurut Bagir Manan yakni:7

1) Hukum Perundang-undangan Ketatanegaraan.2) Hukum Adat Ketatanegaraan.3) Kebiasaan.4) Yurisprudensi.5) Hukum Perjanjian Internasional.6) Doktrin Ketatanegaraan.

Dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 yang mengubahKetetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 juncto Ketetapan MPR NomorV/MPR/1973, maka sumber hukum formal HTN sebagai berikut:1) Undang-Undang Dasar 1945;2) Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat RI;3) Undang-Undang;4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);5) Peraturan Pemerintah;6) Keputusan Presiden;7) Peraturan Daerah.

Berikut uraian dari Sumber-Sumber Hukum Formal ber-dasarkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, tetapi dalamperkembangannya sudah berubah baik melalui Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 dan Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011, melalui visualisasi tabelsebagai berikut.

7 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto; 2001, Sumber HTN Formal, di Indonesia,Bandung: Citra Aditya, hlm. 7.

Page 54: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

34

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

1) Undang-Undang Dasar 1945UUD merupakan dokumen hukum yang mengandung

aturan-aturan ketentuan-ketentuan yang pokok-pokok ataudasar-dasar mengenai ketatanegaraan dari pada suatu negarayang lazim kepadanya diberikan sifat luhur dan kekal dan apabilaakan mengadakan perubahan hanya boleh dilakukan denganprosedur yang berat dibandingkan dengan cara pembuatan atauperubahan bentuk-bentuk beraturan dan ketetapan lainnya.

Di samping istilah UUD, lazim pula digunakan istilah konsti-tusi atau Undang-undang yang mengkonstitusi. Istilah konstitusitidak hanya untuk menunjuk pada satu pengertian saja namundalam praktik sering digunakan dalam beberapa pengertian per-tama konstitusi dalam arti sempit dan arti luas kedua konstitusidalam arti formal dan arti materiil. Pertama, konstitusi dalamarti luas sering digunakan keseluruhan aturan mengenai ketata-negaraan yang terdiri dari aturan-aturan dan ketentuan-keten-tuan yang termuat dalam peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan yang tertulis ataupun bentuk aturan-aturan atauketentuan-ketentuan yang tidak tertulis, konstitusi dalam artisempit dipergunakan untuk menunjuk pada sebuah dokumenyang memuat aturan-aturan dan ketentuan pokok-pokokmengenai ketatanegaraan yang lazim diberikan sifat kekal danluhur dan perubahan hanya boleh dilakukan melalui proseduryang berat. Kedua, konstitusi dalam arti materiil dimaksudkankonstitusi yang benar-benar berlaku dalam kenyataan sehari-hari dan dalam arti formal konstitusi yang dalam kenyataannya

Page 55: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

35

Hukum Tata Negara

tidak berlaku atau tidak dipatuhi dan tidak dilaksanakan sepertiyang telah ditentukan.8

Lasalle9 membagi konstitusi dalam 2 pengertian, yakni:1) konstitusi merupakan hubungan kekuasaan yang terdapat

dalam masyarakat, misalnya presiden, raja, masyarakat, danlain-lain.

2) konstitusi merupakan apa yang ditulis di atas kertas mengenailembaga negara dan prinsip pemerintah dari suatu negaraserta paham kodifikasi.

Nilai konstitusi terdiri atas tiga jenis, yaitu pertama nilai nomi-nal ialah konstitusi meskipun telah diterima oleh suatu bangsa,namun kenyataannya tidak berlaku secara sempurna, kedua nilainormatif di mana konstitusi telah diterima sebagai norma tertinggidalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketiga nilai semantikmeskipun konstitusi telah diterima oleh suatu bangsa tetapidalam praktik hanya sekedar memberi bentuk guna pelaksanaankekuasaan politik.

Undang-Undang Dasar 1945 yang mulai berlaku tanggal 18Agustus 1945 terdiri atas 3 bagian, yakni:1) Pembukaan, merupakan penuangan jiwa Proklamasi 1945

yaitu Pancasila.2) Batang Tubuh, yang terdiri atas 16 bab, 37 pasal II Aturan

Peralihan dan 4 pasal aturan tambahan.3) Penjelasan, yang memuat dasar-dasar penyelenggaraan

negara yang memuat 7 prinsip.

UUD 1945 telah dua kali mengalami perubahan yaitu per-ubahan pertama ditetapkan tanggal 19 Oktober 1999 terdiri dari9 (sembilan) perubahan pasal yaitu pasal 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17,20 dan 21. Perubahan kedua ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000terdiri dari 9 (sembilan) perubahan pasal, yaitu pasal 18, 19, 20,22, 25, 26, 27, 28, 30 dan pasal 36.

8 Parlin M. Mangunsong; 1992, Konvensi Ketatanegaraan Sebagai Sarana PerubahanUUD, Bandung : Alumni, hlm. 16.

9 Andi Mustari Pide; 1999, Pengantar HTN, Jakarta: Gaya Media Pratama, hlm. 16.

Page 56: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

36

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum utama karenasetiap bentuk hukum yang menjadi sumber Hukum Tata Negaraharus bersumberkan pada UUD dalam segala persoalan ketata-negaraan penyelesaiannya haruslah terlebih dahulu mengacupada UUD dan dari UUD NRI 1945 mengalir ketentuan-ketentuan pelaksana yang menurut tingkatannya masing-masing merupakan sumber hukum formil.

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RIIstilah Ketetapan MPR sebenarnya tidak terdapat dalam UUD

NRI 1945, tetapi didasarkan pada Surat Presiden tanggal 20Agustus 1959 no. 2262/HK 71959 yang ditujukan kepada DPR,istilah ketetapan mulai dipakai pada sidang MPR. DalamKetetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPRNomor V/MPR/1973 menguatkan kedudukan Ketetapan MPRdan diletakkan pada hierarki yang kedua. Berdasarkan KetetapanMPR Nomor I/MPR/1978 (Pasal 100), bentuk-bentuk keputusanMPR yakni:(1) Keputusan MPR ialah keputusan yang isinya mengikat ke

dalam anggota majelis(2) Ketetapan MPR ialah putusan majelis yang memunyai

kekuatan mengikat ke dalam dan keluar.

Perbedaan yuridis Ketetapan MPR di dalam Ketetapan MPRNo.II/MPR/1999, Ketetapan MPRMPR No.II/MPR/2000 danKetetapan MPR No.III/MPR/2000.

Page 57: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

37

Hukum Tata Negara

*Sumber: Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto10

3) Undang-UndangUndang-undang adalah produk hukum yang dibuat oleh

DPR bersama dengan Presiden. Undang-undang ini dibuat dalamrangka melaksanakan Undang-Undang dasar 1945 sertaketetapan MPR.11

Undang-undang sebagai sumber hukum dapat dilihat danUUD 45 dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1). Undang-undang sebagai pelaksana UUD 1945 contohnya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Partai Politik adalahpelaksanaan dari Pasal 28 UUD 1945. Undang-undang sebagaipelaksana ketetapan MPR adalah Undang-Undang Nomor 3Tahun 1999 tentang Pemilu adalah pelaksanaan dari KetetapanMPR Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan TambahanAtas Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilu.

Perkataan Undang-undang memunyai dua pengertian yaitudalam arti material dan arti formil. Dalam arti material, yangdimaksud dengan undang-undang ialah semua peraturan

10 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, 2001, Sumber HTN Formal Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 45.

11 Lihat Pasal 3 ayat (3) Ketetapan MPR No. III/MPR/2000

Page 58: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

38

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(dengan tidak memperhatikan bentuknya) yang memunyaikekuatan mengikat pada masyarakat. Sedangkan dalam artiformal, ialah menunjuk kepada satu bentuk peraturan tertentuyang dibuat oleh pembentuk undang-undang seperti yang telahdijelaskan dalam sistem UUD 1945 dibuat oleh Presiden denganpersetujuan DPR.

Menurut Pasal 22A UUD 1945, di mana mengatur ketentuanlebih lanjut tentang tata cara pembentukan Undang-Undangyang diatur dalam Undang-Undang. Undang-Undang Nomor10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengaturtentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Prosespembentukan Undang-Undang meliputi:(1) Tahap persiapan pembentukan Undang-Undang, yang diatur

dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 23 Undang-UndangNomor 10 Tahun 2004, serta dalam Pasal 16 sampai denganPasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

(2) Tahap penyusunan Undang-undang yang baru dimuncul-kan dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 51 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011.

(3) Tahap pembahasan Undang-Undang, yang diatur dalamPasal 32 sampai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor10 Tahun 2004, serta dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

(4) Tahap pengesahan Undang-Undang, yang diatur dalam Pasal37 sampai dengan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 10 Tahun2004, lihat juga dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 12Tahun 2011.

Undang-undang terbagi dalam:(1) Undang-undang organik adalah Undang-undang yang

dibuat karena perintah langsung UUD 1945.(2) Undang-undang pokok adalah Undang-undang yang hanya

memuat hal-hal pokok saja.

Page 59: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

39

Hukum Tata Negara

Undang-undang berdasarkan sumber hukumnya menurutSoehino:(a) Undang-undang yang dibuat berdasarkan UUD.(b)Undang-undang yang dibuat berdasarkan Ketetapan MPR.(c) Undang-undang yang dibuat berdasarkan Undang-undang/

Ketetapan MPR.

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)Perpu merupakan bentuk peraturan atau ketetapan yang

dibuat oleh Presiden sendiri berdasarkan kewenangan pasal 22UUD 1945 jo. Pasal 3 ayat (4) Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, yaitu dalam ihwal kepentingan yang memaksa, yang kalauditetapkan dalam bentuk Undang-undang akan membutuhkanwaktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang genting ituharus segera dapat diatasi sehingga kepada Presiden diberi hakuntuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, dengan syarat bahwa Presiden harus meminta perse-tujuan DPR dalam sidang berikutnya. Kalau DPR menyetujui-nya, maka Perpu itu dijadikan Undang-undang. Sebaliknya kalauDPR menolaknya, maka Presiden harus mencabut Perpu tersebut.

Perpu menurut Maria Farida Indrati Soeprapto12 adalah suatuperaturan pemerintah yang bertindak sebagai Undang-Undangatau dengan kata lain Peraturan Pemerintah yang diberi kewe-nangan sama dengan Undang-Undang. Jadi di sini, Perpu tersebutsebenarnya Genus dan Peraturan Pemerintah sehingga dalampraktik Peraturan Pemerintah ada 2 jenis, yakni:(1) Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh presiden untuk

melaksanakan Undang-Undang.(2) Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh presiden untuk

menggantikan Undang-Undang guna mengatasi keadaanyang mendesak.

Dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, letak Perpu adadi antara Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ini berarti

12 Maria Farida Indrati Soeprapto, 1998, llmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar danPembentukannya, Yogyakarta : Kanisius, hlm. 96.

Page 60: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

40

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Perpu tidak sama dengan Peraturan Pemerintah dikarenakansebagai berikut:13

(1) Dari “nama” dan “badan Pembuatnya” sepihak, maka jelasproduk legislatif, sehingga tidak sama dengan Undang-Undang.

(2) Tidak sama dengan Peraturan Pemerintah, karena memilikisifat istimewa hukum publik yaitu keharusan memintapersetujuan DPR.

Ketentuan tentang tata cara mempersiapkan Perpu diaturlebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Pasal 29 RancanganUndang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).

5) Peraturan PemerintahPeraturan pemerintah ialah bentuk peraturan yang menurut

UUD NRI 1945 dapat dibuat oleh Presiden untuk melaksanakanlebih lanjut suatu undang-undang sebagaimana mestinya.Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankanUndang-undang sebagaimana mestinya demikian bunyi Pasal5 ayat (2) UUD NRI 1945. Jadi dari ketentuan tersebut, PeraturanPemerintah diadakan untuk melaksanakan undang-undang,sehingga tidak mungkin ada Peraturan Pemerintah sebelum adaundang-undang.

Menurut Hamid S. Attamimi, ada beberapa syarat yang harusdipenuhi dalam menetapkan Peraturan Pemerintah, yakni:(1) Harus ada UU yang dilaksanakan, jadi PP tidak dapat

dibentuk tanpa UU yang sebagai induknya.(2) Tidak dapat mencantumkan sanksi bila UU induknya tidak

mencantumkan.(3) Tidak dapat merubah/mengurangi ketentuan UU yang

bersangkutan.(4) Untuk menjalankan ketentuan UU, PP dapat dibentuk meski

UU tidak meminta dengan tegas.(5) Berisi peraturan dan/atau Penetapan.

13 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, op.cit, hlm. 72.

Page 61: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

41

Hukum Tata Negara

6) Keputusan PresidenKeputusan Presiden merupakan peraturan perundang-

undangan yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan ketentuanpasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi: “Presiden RepublikIndonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurutUndang-Undang Dasar.”

Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dinegara Republik Indonesia, Presiden adalah pemegang kekuasaaneksekutif dan sekaligus pemegang kekuasaan legislatif. MenurutGeorg Jellinek14, pemerintah dalam arti formal mengandung ke-kuasaan mengatur dan kekuatan memutus sedangkan pemerin-tahan dalam arti material mengandung unsur melaksanakan.Dengan kekuasaan mengatur, terlihat dari jalur legislatifPresiden harus mendapatkan “persetujuan DPR” yaitu dalammembentuk suatu undang-undang, sedangkan apabila Presidenmengatur melalui kekuasaan eksekutif dengan membentuk suatukeputusan Presiden berupa pengaturan pelaksanaan administrasinegara dan administrasi pemerintahan. Keputusan Presidendimaksud untuk melaksanakan ketentuan UUD NRI 1945,Ketetapan MPR, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

Keputusan Presiden tidak selalu merupakan keputusan yangberlaku sekali selesai (einmahlig) tetapi sering kali lebih banyakmerupakan keputusan yang mengatur dan berlaku terus(dauerhafhig).

Saat ini, sudah dikenal bentuk Peraturan Presiden dalamUndang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011.

7) Peraturan DaerahPeraturan Daerah merupakan peraturan perundang-

undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salahsatu unsur Pemerintah Daerah yang berwenang membuatperaturan daerah. Jenis peraturan perundang-undangan daerahterdiri dari pertama Peraturan Daerah yang ditetapkan KepalaDaerah dengan persetujuan DPRD dalam rangka penyeleng-

14 Ibid, hlm. 99-100.

Page 62: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

42

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

garaan Otonomi Daerah dan Penjabaran lebih lanjut dariperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi berdasarkanPasal 69 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, bahwasanya Keputusan Kepala Daerahadalah keputusan yang ditetapkan sebagai Kepala Daerah bukansebagai Kepala Daerah bukan sebagai kepala wilayah.

Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal18 ayat (6) UUD 1945, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal3 ayat (7) dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 70, ditentukanbahwa Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan denganKepentingan Umum, Peraturan Daerah yang lain dan PeraturanPerundang-undangan yang lebih tinggi. Hal tersebut juga diaturdalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, hal-halyang dimuat dalam Peraturan Daerah yakni:(1) Sistem Rumah Tangga.(2) Hal-hal yang ditentukan dengan tegas dalam UU Pemerin-

tahan daerah.(3) Urusan pemerintah yang diserahkan oleh pemerintah yang

lebih tinggi tingkatannya.

Peraturan Daerah bertujuan untuk melaksanakan aturanhukum dan menampung kondisi khusus daerah yang ber-sangkutan Peraturan Daerah menurut Pasal 3 (7) KetetapanMPR Nomor III/MPR/2000 terdiri atas:(1) Peraturan Daerah Provinsi yang dibuat oleh DPR daerah

Provinsi bersama Gubernur, demikian pula diatur dalam pasal18 (d), Pasal 29 (d, f) UU No. 22 tahun 1999.

(2) Peraturan Daerah Kabupaten/kota dibuat oleh DewanPerwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota, demikian pula diatur dalam Pasal 18 (d), Pasal 19(d, f) UU No. 22 Tahun 1999.

(3) Peraturan desa yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilandesa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan

Page 63: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

43

Hukum Tata Negara

peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturandaerah kabupaten kota yang bersangkutan.

Pembentukan Peraturan Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12Tahun 2011, yaitu Undang-Undang tentang pembentukanperaturan perundang-undangan, di mana proses pembentukanPeraturan Daerah meliputi:(1) Tahap persiapan pembentukan Peraturan Daerah, yang

diatur dalam pasal 26 sampai dengan pasal 31 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, maupun dalam pasal 32sampai dengan pasal 38 Undang-undang Nomor 12 Tahun2011 untuk persiapan pembentukan Peraturan DaerahProvinsi, dan dari pasal 39 sampai dengan pasal 41 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 untuk persiapan pemben-tukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Tahap penyusunan Peraturan Daerah yang telah dimuatdalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 Undang-undangNomor 12 Tahun 2011 berkenaan dengan penyusunan Per-aturan Daerah Provinsi, serta Pasal 63 Undang-undangNomor 12 Tahun 2011 atas penyusunan Peraturan DaerahKabupaten/Kota.

(3) Tahap pembahasan Peraturan Daerah yang diatur dalamPasal 40 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor10 Tahun 2004, maupun pada Pasal 75 sampai dengan Pasal76 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 berkaitan denganpembahasan Peraturan Daerah Provinsi, serta Pasal 77Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 atas pembahasanPeraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(4) Tahap penetapan Peraturan Daerah, yang diatur dalam Pasal37 sampai dengan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 10 Tahun2004, maupun pada Pasal 78 sampai dengan Pasal 79 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 berkaitan dengan penetapanPeraturan Daerah Provinsi, serta Pasal 80 Undang-undangNomor 12 Tahun 2011 atas penetapan Peraturan DaerahKabupaten/ Kota.

Page 64: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

44

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

8) Traktat (Perjanjian) Sebagai Sumber Hukum Tata NegaraPerjanjian antar negara di dalam Ilmu Hukum sering juga

dikatakan sebagai sumber hukum. Isi perjanjian karena meng-ikat pihak-pihak negara termasuk para warga negara. Maka,aturan-aturan dan ketentuan-ketentuannya merupakan pulahukum positif dari negara yang bersangkutan masing-masing.Dengan demikian, apabila menyangkut bidang tata negara akanmerupakan bagian hukum tata negara yang penting.

UUD NRI 1945 Pasal 11 mensyaratkan bahwa Presiden denganpersetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian danperjanjian dengan Negara lain. Bentuknya tidak selalu tertuliskarena kemungkinan terjadi bahwa perjanjian itu hanya diadakandengan pertukaran nota atau surat saja. Dalam Kamus HukumInternasional, tidak dibedakan traktat dan perjanjian. MenurutBellefroid,15 kedua hal itu memunyai arti yang berbeda. Trakratadalah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu sedangkanperjanjian tidak selalu terikat pada bentuk tertentu. Dalam Pasal1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 yaitu Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional. Perjanjian Internasionaladalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diaturdalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis sertamenimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Halini menegaskan pada asas Pacta Sunt Servanda yang berartiperjanjian antara pihak-pihak harus ditaati.

Tata cara mengikatkan diri dalam perjanjian diatur dalam Pasal3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:(1) Penandatanganan.(2) Pengesahan.(3) Pertukaran dokumen perjanjian/nota politik.(4) Cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam

perjanjian internasional.

Sedangkan tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian diaturdalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000

15 Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit, hlm. 57.

Page 65: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

45

Hukum Tata Negara

melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah,penerimaan dan penandatanganan.

Pengesahan perjanjian Internasional oleh pemerintah RepublikIndonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjianinternasional tersebut. Pengesahannya dilakukan melaluiUndang-Undang atau Keputusan Presiden (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000). Dilakukan dengan Undang-Undang apabila Perjanjian Internasional berkenaan dengan:(1) Masalah politik, perdamaian dan pertahanan keamanan.(2) Masalah perubahan wilayah/penetapan wilayah.(3) Masalah kedaulatan hak berdaulat negara.(4) Menyangkut HAM dan Lingkungan Hidup.(5) Pembentukan Kaedah Hukum baru.(6) Menyangkut pinjaman atau hibah.

Bila di luar dari materi tersebut, maka pengesahannya dalambentuk Keppres. Traktat berakhir karena telah dicapainya tujuan,habis masa berlaku, musnah salah satu pihak dalam perjanjian,diadakan perjanjian baru yang membatalkan perjanjian lama,dipenuhinya syarat-syarat mengakhiri perjanjian.

9) DoktrinSumber lain yang juga merupakan sumber Hukum Tata

Negara ialah ajaran seorang pakar atau pendapat sarjana yangsudah dapat diakui dan diuji kebenarannya. Di Indonesia, ajarantentang negara Integralistik yang dikemukakan oleh tokohSoepomo16 sebagai seorang ahli hukum berpengaruh besar atasUUD 1945. Notonagoro juga berkontribusi besar dalam mem-berikan landasan mengenai Pembukaan (Pancasila termasuk didalamnya) di dalam UUD 1945 sebagai kaedah fundamentalnegara (grundnorm). Pembukaan merupakan kesatuan denganBatang Tubuh dan tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, Pem-bukaan tidak boleh diubah oleh siapapun termasuk MPR. BilaPembukaan diubah, berarti Pembubaran negara Proklamasi.Walaupun, pendapat tersebut tidak lepas dari pengaruh ajaranHans Nawiasky.

16 Nyoman Dekker, 1993, HTN Republik Indonesia, IKIP Malang, hlm. 8.

Page 66: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

46

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

10) Kebiasaan Ketatanegaraan (Convention)Istilah konvensi atau convention of the constitution pertama kali

dipergunakan oleh A.V. Dicey.17 Dalam Kamus Istilah Hukum,sering diberi pengertian sebagai arti hukum kebiasaan yang tidaktertulis di bidang ketatanegaraan.

Menurut Ismail Suny,18 konvensi ketatanegaraan diartikansebagai perbuatan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulangsehingga dapat diterima dan ditaati dalam praktik ketatanegaraansuatu negara, walaupun perbuatan tersebut bukan hukum.

Menurut A.V. Dicey, ketentuan ketatanegaraan Inggris terdiriatas dua ketentuan yaitu:(1) Pertama, ketentuan-ketentuan yang digolongkan sebagai

kaidah hukum yaitu kaidah hukum tata negara. Termasuk kedalam kaidah-kaidah hukum tata negara ialah semua keten-tuan yang penataannya dapat dipaksakan oleh atau melaluipengadilan.

(2) Kedua, ketentuan-ketentuan yang tidak termasuk kaidah hukumyaitu konvensi ketatanegaraan atau akhlak moral ketata-negaraan. Meskipun mengatur cara pemegang kekuasaan,tetapi konvensi jenis ini tidak digolongkan kaidah hukumkarena penataannya tidak dipaksakan oleh pengadilan. DiInggris, kebiasaan memunyai kekuatan mengikat secara hukumapabila tidak bertentangan dengan peraturan perundanganyang berlaku, prinsip-prinsip dasar Common Law, telah adajangka waktu yang panjang, telah dilaksanakan secara damai,dipandang masyarakat sebagai suatu kewajiban, diakui sebagaisuatu yang mengikat bagi mereka yang kena, layak dan tidakbertentangan dengan hak yang dapat menimbulkan ketidak-adilan kepentingan di luar kebiasaan.

Fungsi konvensi menurut Jennings19 ada dua. Pertama, ber-fungsi memelihara agar peraturan hukum ketatanegaraan dapatmengikuti perubahan masyarakat dan perubahan pandangan

17 Ni’matul Huda, 1999, op.cit, hlm. 196.18 Ismail Suny, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru (selanjutnya

disebut Ismail Suny I), hlm. 31-46.19 Bagir Manan, 1987, op.cit, hlm. 41.

Page 67: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

47

Hukum Tata Negara

dalam bidang politik. Kedua, berfungsi agar penyelenggara negaradapat menjalankan pemerintahannya.

Adapun dari bentuknya, menurut Wheare, konvensi dapatterjadi dalam tiga bentuk, yaitu: Pertama, konvensi menghapusbeberapa ketentuan dalam UUD. Kedua, konvensi mengalihkankekuasaan yang telah ditetapkan UUD. Ketiga, melengkapi UUDatau peraturan hukum ketatanegaraan yang telah ada.

Ketaatan terhadap konvensi ketatanegaraan, menurut Dicey,didasarkan atas dua hal, yaitu: Pertama, the fear of impeachment.Namun menurut Dicey, Impeachment bukanlah faktor yangmemaksa karena impeachment bukanlah konvensi melainkanperaturan hukum. Perbedaannya hanya pelanggarannya diadilioleh suatu peradilan khusus sedangkan konvensi sebagai kaidahetika tidak dapat dipaksakan melalui peradilan, di mana lembagayang ada dalam sejarah karena sudah ditinggalkan di Inggris.Menurut Bagir Manan, pendapat Dicey tersebut sangat sempitbagaimana dengan negara-negara yang mengenal lembaga Im-peachment. Kedua menaati konvensi berdasarkan pendapat umum,hal ini disebabkan banyak aturan tingkah laku yang didukungoleh pendapat umum tapi dilanggar setiap hari karena tidak puas.Dicey berkesimpulan bahwa penaatan konvensi adalah “the forceof law” karena pelanggaran terhadap prinsip dasar konstitusidan konvensi hampir selalu membawa secara langsung pelanggarke dalam pertikaian dengan pengadilan dan hukum negara,sehingga daya paksa hukumnya yang menjadi dasar penaatankonvensi. Menurut Sri Soemantri, ditaati atau tidaknya konvensididasarkan atas kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

Jenis-jenis konvensi, menurut pandangan Ismail Suny20 men-sitir pendapat E.C.S. Wade dan E. Godfrey Philips, bahwa “.....convention are a mixture is em-press agreement”, maka terdapat tigajenis konvensi, yaitu 1) custom; 2) expedi-ency; 3) express agreement.(1) Pertama, custom (kebiasaan), di mana contoh yang paling jelas

berdasarkan praktik kebiasaan ialah penunjukan seorangperdana menteri oleh presiden pada masa berlakunya UUD1945 Pra-Orde Baru. Hal tersebut karena pemimpin-pemimpin

20 Parlin M. Mangunsong; 1992, op.cit, hlm. 50-52.

Page 68: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

48

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

parpol atau dari koalisi partai-partai yang memunyai suaraterbanyak dalam komite nasional pusat. Penunjukan sepertiitu bersamaan atau memiliki kesamaan dengan praktik yangberlaku di Inggris, di mana raja harus mengundang pemimpinpartai atau koalisi partai paling berpengaruh dalam MajelisRendah untuk membentuk kabinet.

(2) Kedua, Expediency (kepatuhan), bahwasanya Ismail Sunymengambil masalah cara penggunaan “prerogatif presiden”dalam penunjukan anggota Komite Nasional Pusat sesudah“perundingan” dengan wakil presiden dan lain-lain pemimpinpolitik yang menonjol, sebagai contoh jenis konvensi yangtergolong kepatuhan sebab tidak ada ketentuan UUD 1945yang mengharuskan terlebih dahulu perundingan antaraPresiden dan Wapres atau lain-lain pemimpin parpol dalampenunjukan anggota Komite Nasional Pusat. Praktik tersebutmemunyai kesesuaian dengan di Inggris; di mana PerdanaMenteri yang dialihkan di Parlemen misalnya dapat mem-bubarkan Parlemen kemudian setelah dikalahkan dalamPemilu dan akhirnya meminta raja untuk membubarkanParlemen untuk yang kedua kalinya dengan harapan dapatmengatasi kebutuhan (dead lock).

(3) Ketiga, Express Agreement (persetujuan yang dinyatakan)Sebagai contoh ialah persetujuan antara Presiden dan BadanPekerja Komite Nasional Pusat. Hal ini sesuai dengan eenvrjwillige zelfbeferking van de presidentrelemacht sebagaimanadimaksud dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14 November1945 yang terjadi dan berlangsung berdasarkan pasal AturanPeralihan dan Tambahan UUD 1945. Terjadi perubahanpertanggungan jawab para Menteri kepada Komite NasionalPusat dan tidak lagi kepada Presiden atau perubahan sistempemerintahan dari presidensial menjadi parlementer, di masaawal berlakunya UUD 1945 merupakan wujud dari pene-rapan konvensi ketatanegaraan Express Agreement. Ialah satukuasa yang memungkinkan keadaan demikian ialah karenatidak ada satu ketentuan konstitusi yang mengharuskaneksekutif bertanggung jawab kepada parlemen, sedangkanpada bagian lain, teks UUD 1945 sendiri juga tidak melarangpraktik pertanggungjawaban seperti itu.

Page 69: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

49

Hukum Tata Negara

Kebiasaan lainnya dalam ketatanegaraan Indonesia, bahwasetiap tanggal 16 Agustus pidato tersebut merupakan laporantahunan yang bersifat informatoris dari presiden yang memuatrencana kebijaksanaan yang akan ditempuh pada tahun yangakan datang. Di samping itu pula, pidato yang diucapkan sebagaiketerangan pemerintah tentang Rancangan Anggaran Pendapatandan Belanja Negara pada minggu pertama bukan Januari.Konvensi-konvensi di Inggris banyak sekali dan dibedakan darihukum konstitusi karena tidak dapat dipaksakan atau diakuioleh badan-badan peradilan. Konvensi-konvensi itu antara lainkebiasaan (customs), praktik (practices), asas (maxims) atau per-aturan lain; kabinet yang mendapat dukungan kepercayaan dariMajelis Rendah (house of commons) akan meletakkan jabatannya,raja harus mengesahkan setiap rancangan undang-undang (bill),Majelis Tinggi (House of Lords) tidak akan mengajukan suaturancangan Undang-undang Keuangan.

Kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RepublikIndonesia, selain alasan-alasan di atas, didorong pula oleh alasanlainnya yakni melalui (1) konvensi merupakan sub sistem konsti-tusi yang selalu ada pada setiap negara, tanpa melihat sistemkonstitusi yang dianut, (2) Republik Indonesia adalah negarayang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satusarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat, serta(3) Pada saat ini, telah terdapat praktik ketatanegaraan yangoleh sebagian pengamat dipandang sebagai konvensi.

11) Hukum Adat KetatanegaraanHukum adat ketatanegaraan adalah hukum di bidang ketata-

negaraan yang tumbuh dan berkembang di dalam kehidupansehari-hari dari rakyat yang diakui berlaku oleh penguasa, baikyang dari zaman dahulu (masa penjajahan dan sebelumnya)maupun yang timbul dan berkembang di dalam masa kemerde-kaan21. Hukum Tata Negara adat yang berasal dari zamandahulu misalnya sebagai berikut:(1) Ketentuan-ketentuan hukum mengenai swapraja.(2) Meliputi kedudukan, struktur pemerintahan, organisasi

jabatan yang ada di dalamnya, dan hal-hal lainnya.

21 Usep Ranawijaya, op.cit, hlm. 22.

Page 70: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

50

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(3) Mengenai persekutuan hukum kenegaraan asli meliputi desa,kuria, gampong, dan lainnya.

(4) Mengenai Peradilan Agama.

Hukum Tata Negara adat yang timbul di masa kemerdekaan,misalnya sebagai berikut.(1) Ketentuan hukum mengenai pengaturan swapraja yang de

facto tidak diakui adanya oleh penguasa (Swapraja Surakarta,Swapraja di Sumatera).

(2) Ketentuan hukum mengenai persekutuan hukum kenegaraanasli (desa, dan lain sebagainya).

(3) Di dalam kota-kota besar yang kehidupannya tidak sesuailagi dengan kaidah Inlandse Gemeente Ordonantie atau hukumadat dahulu (misalnya tentang hak ulayat, pemilihan danpenetapan pejabat, tanah bengkok, penghasilan, dan lainnya).

Hukum Tata Negara adat modern mengenai sistem pemerin-tahan dapat dikemukakan sebagai contohnya, yakni pada masaberlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yaitu padapasal 85 UUDS 1950, di mana keputusan presiden juga mengenaikekuasaan atas angkatan perang harus ditandatangani pula olehmenteri yang bersangkutan. Akan tetapi, hukum tata negaraadat sudah menjadikan presiden sekarang sebagai panglimatertinggi angkatan perang.

Perbedaan antara Hukum Adat Ketatanegaraan dan Konvensi,yakni sebagai berikut:(1) Hukum Adat Ketatanegaraan adalah hukum asli bangsa

Indonesia di bidang ketatanegaraan yang tumbuh, berkem-bang dan dipertahankan masyarakat melalui putusan penguasaadat. Hukum adat Ketatanegaraan semakin berkurang peranan-nya, namun dalam beberapa hal masih tampak pada penye-lenggaraan pemerintahan desa seperti rembug desa. Hukumadat ketatanegaraan berangsur-angsur diganti oleh hukumperundang-undangan dan konvensi.

(2) Konvensi (Kebiasaan Ketatanegaraan) adalah hukum yangtumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara, untuk me-lengkapi, menyempurnakan, dan menghidupkan (men-

Page 71: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

51

Hukum Tata Negara

dinamisasikan) kaidah-kaidah hukum perundang-undanganatau hukum adat ketatanegaraan.

B. Asas-Asas Hukum Tata Negara1. Asas Kekeluargaan

Asas kekeluargaan terdapat di dalam Pasal 33 dan penjelasanUUD 1945. Ide mengenai asas kekeluargaan dicantumkan dalamUUD 1945 berasal dari Prof. Soepomo dalam pidatonya tanggal 31Mei 1945 ketika diadakan Sidang BPUPKI di Jakarta. StaatsideIntegralistik dari bangsa Indonesia terlihat dari sifat tata negaraIndonesia ialah pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat danpara pejabat negara senantiasa wajib memegang teguh persatuankeseimbangan dalam masyarakat. Menurut H.M. Koesnoe, dalambahasa Jawa asas ini disebut asas kerakyatan atau asas kebersamaan,kebrayatan dalam bahasa Indonesia menjadi kerakyatan.22

Ide asas kekeluargaan kemudian diusulkan dalam perencanaanUUD RI oleh Prof. Mr. Soepomo dalam sidang BPUPKI tanggal 31Mei 1945. Ide tersebut kemudian berhasil dituangkan dalam UUD1945. Perumusan asas kekeluargaan dapat dilihat baik dalam Pem-bukaan maupun dalam Batang Tubuh UUD 1945. Dalam Pembukaan:Alenia Pertama : “... kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa ...”.Alenia Kedua : “...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan ...”.Alenia Ketiga : “... dengan didorong oleh keinginan luhur ...”.Alenia Keempat : “... membentuk suatu Pemerintah Negara Indo-

nesia yang melindungi ...”.

Dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945, yakni pada Pasal 33 ayat(1) yang tegas-tegas menyatakan asas kekeluargaan. Dalam pasalitu disebutkan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasarkan asas kekeluargaan”.

Menurut pengertian negara integralistik, sebagai bangsa yangteratur, sebagai persatuan rakyat yang tersusun, maka pada dasarnyatidak akan ada dualisme antara staat dan individu”. Tidak akan adapertentangan antara susunan “staat” dan susunan hukum individu.

22 A.S.S. Tambunan; 2002, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Popuris Publishers,hlm. 96.

Page 72: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

52

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dalam pelaksanaannya, semangat kekeluargaan itu dapatdiketahui pula pada hal-hal seperti berikut: (1) Cara pengambilankeputusan yang dilakukan dalam lembaga Majelis-Permusya-waratan rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) danlembaga-lembaga lainnya. (2) Hubungan kerja sama antara Presidendan DPR dalam rangka penyusunan Undang-undang. Penjelasan-nya sebagai berikut:

1) Cara Pengambilan keputusanCara pengambilan keputusan bersumber pada sila ke-4

Pancasila yang tertuang pada pembukaan alenia keempat:“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalampermusyawaratan perwakilan”. Cara seperti ini disebut musya-warah mufakat yang berarti kepuasan yang diambil adalah hasilkesepakatan bersama. Atau dengan kata lain, mufakat berartipersetujuan bulat atau kesepakatan bersama.

Menyadari bahwa kemungkinan mufakat akan mengalamikesukaran karena heterogennya masyarakat Indonesia, makaalternatif lain untuk megambil keputusan seperti dirumuskandalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 37, yaitu bahwaMajelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan dengan suaraterbanyak. Adapun dalam Hukum Tata Negara, ada jenis-jeniskeputusan suara terbanyak sebagai berikut.(a) Suara terbanyak sederhana (simple mayority). Keputusan

diperoleh apabila yang setuju lebih banyak dari yang tidaksetuju dan yang setuju sekurang-kurangnya 1/2 + 1.

(b)Suara terbanyak mutlak (absolute mayority). Suara yang setujujauh lebih banyak dari pada yang tidak setuju.

(c) Suara terbanyak ditentukan (qualified mayority). UUD atauUU atau peraturan tata tertib suatu lembaga negara menen-tukan bahwa keputusan adalah sah apabila memenuhisyarat-syarat yang ditentukan.

(d)Suara terbanyak relatif. Ini bisa terjadi jika dalam pemilihanpresiden dan wakil presiden calon yang dijauhkan lebih daridua orang sehingga salah seorang akan mendapat suararelatif lebih banyak dari yang lainnya.

Page 73: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

53

Hukum Tata Negara

Kedua cara tersebut masing-masing memunyai kebaikan dankeburukan yang dapat disimak di bawah ini.- Musyawarah Mufakat.

Kebaikan : Semua pihak merasa terlibat, dihargai pen-dapatnya, keputusan yang diambil adalahbagian dari kepentingannya.

Keburukan : Pemecahan masalah memakan waktu lama,dapat terjadi dictator minoritas di mana pihakminoritas yang tidak setuju memungkinkandapat memaksakan pengambilan keputusan.

- Suara Terbanyak.Kebaikan : Memakan waktu yang relatif lebih pendek.Keburukan : Timbul Diktator Mayoritas. Pihak mayoritas

memaksakan kehendaknya sehingga golonganminoritas tidak memunyai kesempatan bilagolongan minoritas tidak setuju.

2) Hubungan Kerja Sama antara Presiden dan DPRDalam pembentukan Undang-Undang, sebagaimana diatur

dalam Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 20 UUD NRI 1945 (Hubungankerja sama itu tampak di mana wakil pemerintah akan selalubermusyawarah dengan DPR dalam proses pembicaraanpenyusunan Undang-Undang).

2. Asas Kedaulatan RakyatIstilah kedaulatan dipergunakan dalam berbagai pengertian.

Pengertian berdaulat ditujukan pada negara-negara yang berhakmenentukan urusannya sendiri, baik masalah-masalah dalam negerimaupun masalah-masalah luar negeri tanpa ada campur tangannegara lain. Pengertian kedaulatan adalah wewenang yang tertinggiyang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara.23

Kata ini merupakan terjemahan dari Sovereignty (Inggris), Souvereiniteit(Belanda), souvereinete (Prancis), suvranus (Italia) dan dalam bahasaLatin dikenal dengan istilah Supranus yang berarti “yang tertinggi”.Jean Bodin dalam bukunya “Six Livre de la Republika” adalah yang

23 Ismail Suny, tt., Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, Aksara Baru (selanjutnyadisebut Ismail Suny II), hlm. 3.

Page 74: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

54

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

pertama-tama mengartikan bahwa kedaulatan adalah tidak dipecah-pecah, asli, permanen dan sempurna atau tidak terbatas.

Tak terbatas artinya tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggiyang dapat membatasi kekuasaan tersebut permanen berarti abaditetap sepanjang negara itu ada. Konsep itu disebut juga konsepnegara monistis.24

Dalam Ilmu Negara, masalah kedaulatan yang memper-masalahkan legitimasi sumber kekuasaan negara, melahirkan teorikedaulatan yaitu teori kedaulatan Tuhan dengan penganut ThomasAquinas dan Agustinus, kedaulatan negara penganutnya Jean Bodindan Jellinek, Kedaulatan Hukum penganutnya Krabbe dan kedaulatanRakyat dipelopori oleh J.J. Rousseau. Menurut J.J. Rousseau dalampemikiran tentang asal muasal negara, manusia dalam keadaanalamiah, dalam keadaan ada negara (in state of nature) asalnya baik.Akan tetapi dalam keadaan alam bebas, manusia yang asalnya baikitu rusak oleh peradaban, karena itu dalam keadaan alam bebasorang memerlukan jaminan keselamatan. Lantas mereka menye-lenggarakan perjanjian masyarakat untuk membentuk negara dalambukunya “du contract social”. Dalam perjanjian masyarakat, rakyattidak menyerahkan kekuasaan kepada penguasa, tetapi kepadarakyat sendiri sebagai satu keseluruhan. Penguasa menjalankankekuasaan bukan karena haknya sendiri.

Dalam UUDNRI 1945, asas ini dinyatakan secara tegas dalam:a) Pembukaan, yakni pada rumusan “...Negara Republik Indonesia

berkedaulatan Rakyat ....kerakyatan yang dipimpin oleh .... per-musyawaratan perwakilan ....”.

b) Batang Tubuh yakni di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Pra-Amandemen yang berbunyi,”Kedaulatan berada di tangan rakyatdan dilaksanakan menurut UUD”. Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi,”MPR terdiri atas anggota....” maupun pasal-pasal yang lain sepertiPasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22C,Pasal 23 ayat (1), Pasal 28, serta Pasal 37.

Hubungan asas kedaulatan dengan pemilu terlihat dari artikedaulatan yang berarti wewenang untuk menentukan wewenangyang berada di bawahnya sehingga dalam asas kedaulatan rakyat,

24 Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, op.cit, hlm. 112-113.

Page 75: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

55

Hukum Tata Negara

rakyatlah yang berdaulat dan menentukan segala wewenang dalamNegara. Asas kedaulatan rakyat disebut juga asas demokrasi.25

Terdapat dua bentuk demokrasi, yakni demokrasi langsung dandemokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Adapunsyarat-syarat dari representative government under the Rule of Law yakni:(1) Proteksi konstitusional.(2) Pengadilan-pengadilan yang bebas dan tidak memihak.(3) Pemilihan-pemilihan yang bebas.(4) Kebebasan menyatakan pendapat.(5) Kebebasan berserikat dan tugas oposisi.(6) Pendidikan civics.

3. Asas Pembagian KekuasaanPembagian kekuasaan berbeda dengan pemisahan kekuasaan.

Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan terpisah tanpa adahubungan antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan pembagianberarti kekuasaan terbagi atas beberapa bagian, tetapi tidak terpisahdan mempuyai hubungan antara satu dengan yang lainnya. Pencetusteori pemisahan kekuasaan adalah John Locke dalam bukunya “TwoTreaties on Civil Government” yang memisahkan antara legislatif,eksekutif dan federatif. Diilhami pendapat John Locke, Montesquieudalam bukunya “L’ esprit des Lois” mengemukakan bahwa dalamsetiap pemerintahan, terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu eksekutif,legislatif dan yudikatif.26

Dalam praktik ketatanegaraan, tidak mungkin untuk melaksa-nakan ajaran trias politica murni. Prof. Ivor Jennings, dalam bukunya“The Law and the Constitution”, membedakan pengertian pemisahankekuasaan dalam:I. Pemisahan Kekuasaan dalam arti material. Yakni pemisahan dalam

arti pembagian kekuasaan dengan mempertahankan secara tegaspembagian tugas-tugas ketatanegaraan antara eksekutif, legislatifdan yudikatif. Hal ini disebut pemisahan kekuasaan (Separationof Power).

25 Ismail Suny, 1992, Sistem Pemilu Yang Menjamin Hak-Hak Demokrasi WargaNegara (selanjutnya disebut Ismail Sunny III), hlm. 2.

26 Ismail Suny, op.cit, hlm. 8.

Page 76: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

56

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

II. Pemisahan Kekuasaan dalam arti formal. Yakni pembagiankekuasaan yang tidak dipertahankan dengan tegas. Inilah yangdisebut Pembagian kekuasaan (Division of power).

Setelah amandemen UUD 1945, Indonesia memiliki kecende-rungan menganut “pemisahan kekuasaan” dengan diintroduksi-kannya asas checks and balances system. Amerika Serikat menganutasas pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif,namun pemisahan kekuasaan ini hanya berlaku pada situasi khusus,yakni jika Veto Presiden ditolak oleh Kongres. Namun secara konsti-tusional, Kongres dapat membuat Undang-Undang tanpa perse-tujuan Presiden. Akan tetapi, dalam keadaan biasa, Presiden dapatmencampuri urusan Kongres. Dalam hal Undang-Undang yangtelah disetujui oleh Kongres tetapi Presiden tidak melaksanakannya,Presiden dapat mengajukan veto terhadap Undang-Undang tersebut.Pada umumnya, kongres selalu memperhatikan veto dari presiden.Padahal, kongres memiliki kekuasaan penuh untuk menentukanapakah veto presiden diterima atau ditolak. Inilah sistem peng-awasan dan keseimbangan (checks and balances system) dalamkonstitusi Amerika Serikat, antara legislatif, yudikatif, eksekutifyang saling mengimbangi dan saling mengawasi.27

Di Indonesia, asas pemisahan kekuasaan dengan sistem checksand balances berarti bahwa kekuasaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga negara oleh pembuat Undang-Undang Dasar dipandangsebagai balances (keseimbangan), dan sebaliknya kewajiban penerimakekuasaan untuk mempertanggungjawabkan kepada pemberikekuasaan dipandang sebagai checks (pengawasan). Oleh karena itu,hubungan antara pemberi kekuasaan dan penerima kekuasaanterdapat hubungan pengawasan badan pemberi kekuasaan terhadapbadan penerima kekuasaan.28

Dalam UUD NRI 1945, hal itu tampak pada:a. Dalam proses pembuatan Undang-Undang, yaitu tampak pada

Pasal 5 Ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, ”Presiden memegangkekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR”, juga Pasal 20Ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi,”DPR memegang kekuasaan

27 L.M. Friedman, op.cit, hlm. 188-189.28 Suwoto Mulyosudarmo; Peralihan Kekuasaan Kajian Retoris Yuridis terhadap Pidato

Nawaksara, Gramedia, Jakarta, (selanjutnya disebut Suwoto Mulyosudarmo I) hlm. 26.

Page 77: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

57

Hukum Tata Negara

membentuk Undang-undang”, dan Pasal 21 UUD NRI 1945 yangberbunyi,”Anggota DPR berhak mengajukan usulan rancanganUndang-Undang”.

b. Pemberhentian presiden, yaitu pada Pasal 4 ayat (1) UUD NRI1945 yang berbunyi,”Presiden memegang kekuasaan pemerintahanmenurut Undang-Undang Dasar” (kewenangan atributif) me-nunjukan bukan pelimpahan oleh MPR, sehingga presiden tidakdapat diberhentikan oleh MPR, namun ada perkecualian apabiladipandang melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan Pasal7A UUD NRI 1945 yang berbunyi,”Presiden dan /Wakil Presidendapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPRbaik apabila telah terbukti melakukan pelanggaran hukum....” danmenurut Pasal 24C Ayat (2) pendapat DPR tersebut harus di-sampaikan dahulu kepada Mahkamah Konstitusi serta meka-nisme pemberhentian harus berdasarkan Pasal 7B UUD NRI 1945.

c. Pengangkatan Menteri, bahwasanya Undang-Undang Dasarmenganut sistem presidensial di mana Presiden memunyaikekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri.Pasal 17 ayat (2) UUD NRI 1945 berbunyi,”Menteri-Menteri itudiangkat dan diberhentikan oleh Presiden.”

d. Pengujian terhadap Undang-Undang yang nampak dalam Pasal24C ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusiberwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannyabersifat final untuk menguji UU terhadap UUD....”

Selain itu, setelah amandemen UUD 1945, kekuasaan Negaradilaksanakan:a. Kekuasaan eksekutif yang dilaksanakan oleh Presiden. Pasal 4

ayat (l) UUD NRI 1945 berbunyi,”Presiden RI memegang kekuasaanpemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

b. Kekuasaan Legislatif yang dilaksanakan oleh Presiden dan DPR.Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945 berbunyi,”Presiden memegangkekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR”,Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “DPR memegangkekuasaan membentuk Undang-Undang” dan Pasal 21 UUD NRI1945 yang berbunyi, “Anggota DPR berhak mengajukan usulanrancangan Undang-Undang”.

Page 78: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

58

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

4. Asas Negara HukumNegara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang

menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakansyarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup bagai warga negaranya.Dalam sejarah ketatanegaraan, selanjutnya dikenal negara hukumsempit sebagai ajaran dari Immanuel Kant dan Fichte.

Negara hukum liberal atau negara hukum dalam arti sempitdikenal dua (2) unsur, yakni:a. Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.b. Pemisahan kekuasaan.

Pada negara hukum formil, unsur-unsurnya bertambah men-jadi empat unsur yakni:a. Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.b. Pemisahan kekuasaan.c. Setiap tindakan pemerintah didasarkan atas Undang-Undang.d. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri.

The Rule of Law dikenalkan oleh A.V. Dicey, yang meliputi 3 unsur,yakni:a. Supremasi hukum.b. Persamaan kedudukan dan hukum bagi setiap orang.c. Konstitusi bukan sumber Hak Asasi Manusia jika Hak Asasi

Manusia dituangkan dalam konstitusi hanya sebagai penegasan.

Negara hukum dicirikan tiga hal, yakni:a. Pengakuan dan perlindungan HAM yang mengandung persamaan

dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.c. Legalitas dalam segala bentuknya.

UUD 1945 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negarahukum. Hal itu terlihat dalam:a. Pembukaan UUD NRI 1945 yakni Alenia Pertama yang ber-

bunyi,”Bahwa sesungguhnya .... perikeadilan”. Alenia Kedua yangberbunyi,”Dan perjuangan pergerakan ....adil dan makmur.”, serta

Page 79: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

59

Hukum Tata Negara

Alenia Keempat yang berbunyi,”Kata keadilan sosial dan ke-manusiaan yang adil dan beradab”.

b. Dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945 yakni dalam Pasal 1 ayat(3), Pasal 4, Pasal 9, Pasal 24, Pasal 27, serta Pasal 28.

C. Sejarah Ketatanegaraan IndonesiaPembahasan tentang sejarah ketatanegaraan dapat dilakukan

berdasarkan beberapa cara, antara lain; berdasarkan periodeberlakunya UUD (Konstitusi), pergantian Orde, pergantian peme-rintahan dan lain sebagainya.

Dalam tulisan ini, sejarah ketatanegaraan Indonesia didasarkanpada periode berlakunya UUD, yaitu; Periode Tahun l945 - Tahun1949 (UUD 1945), Tahun 1949 - Tahun 1950 (KRIS), Tahun 1950 -Tahun 1959 (UUDS), Tahun 1959 - sekarang (berlakunya kembaliUUD 1945, yang terbagi menjadi 3 masa yakni Tahun 1959 - Tahun1966, Tahun 1966 - Tahun 1999 dan Tahun 1999 - sekarang. Pem-bagian dalam 3 masa ini adalah berkaitan dengan pergantianpemerintahan dan terjadinya amandemen terhadap UUD 1945).

1. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1945-1949a. Perencanaan dan Pengesahan UUD 1945

Sehari setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 18Agustus 1945, ditetapkanlah UUD Negara Republik Indonesia,yang lebih dikenal dengan nama UUD 1945. Persiapan penyu-sunan UUD 1945 telah dilakukan sejak bulan Mei 1945 dengandibentuknya “Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemer-dekaan Indonesia” (BPUPKI), atau dalam Bahasa Jepang disebutdengan Dokuritsu Zyunby Tyoosakai29 pada tanggal 29 April 1945.Badan ini diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat danR. Pandji Soeroso dan Itjibangase sebagai wakil ketua. Badan inidibentuk oleh pemerintah balatentara Jepang sehubungan dengankesanggupan pihak Jepang untuk dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Setelah badan ini dilantik oleh panglima tentara Jepang (SaikoSjikikan), kemudian pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 diadakan

29 Nugroho Notosusanto; 1981, Naskah Proklamasi yang Autentik, Jakarta : PN BalaiPustaka, hlm. 18.

Page 80: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

60

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

sidang pertama untuk mendengarkan pandangan umum darianggota. Pada sidang pertama ini, pokok pembicaraan adalahtentang Dasar Negara Indonesia. Pada hari pertama sidangtanggal 29 Mei 1945, Moh. Yamin mengucapkan pidato mengenai“Asas dan Dasar Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri atasPeri kebangsaan, Peri kemanusiaan, Peri Ketuhanan, PeriKerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat.30 Kemudian pada tanggal31 Mei 1945, pembicaraan dilanjutkan untuk membahas DasarNegara Indonesia, Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia.Pada sidang ini Moh. Yamin juga berpidato mengenai “daerah-daerah Negara Indonesia.31 Pada hari terakhir tanggal 1 Juni1945, Ir. Soekarno berpidato mengenai “dasar Indonesia Merdeka”atau Philosopische Grondslag atau Weltanschauung dari pada Indo-nesia merdeka, yang terdiri dari:1) Kebangsaan Indonesia;2) Internasionalisme atau perikemanusiaan;3) Mufakat atau demokrasi;4) Kesejahteraan sosial.5) Dan prinsip yang kelima menurut Ir. Soekarno, hendaknya

menyusun Indonesia merdeka dengan “bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa”. Kelima prinsip tersebut disebut denganPancasila. Panca artinya lima dan sila artinya asas atau dasar.Di atas kelima asas atau dasar itulah, kita mendirikan negaraIndonesia kekal dan abadi.32

Pada akhir sidang pertama, dibentuk panitia kecil yang ber-anggotakan 9 orang yaitu; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,Abikusno Tjokrosujoso Abdulkaharmuzakir, H.A. Salim, Mr.Achmad Soebardjo, Wachid Hasjim dan Mr. Moh. Yamin untukmerumuskan pandangan umum dan pendapat para anggota.Panitia ini pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskanPiagam Jakarta. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakanmelawan kapitalisme, imperialisme dan fasisme (Belanda dan

30 Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, tanggal 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, SekretariatNegara Republik Indonesia, 1992 hlm. 7.

31 Ibid; hlm. 39.32 Abdullah Zaini; 1991, Pengantar Hukum Tata Negara, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, hlm. 113.

Page 81: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

61

Hukum Tata Negara

sekutu-sekutunya serta Jepang), serta memuat dasar pem-bentukan negara RI.33

Pada masa sidang kedua tanggal 10-16 Juli 1945, oleh panitiakecil piagam tersebut dilaporkan ke BPUPKI, dan sidangkemudian membentuk panitia hukum dasar yang diketuai olehIr. Soekarno dan beranggotakan 19 orang. Panitia ini kemudianmembentuk panitia kecil perancang UUD (ic. pembukaan) yangberanggotakan 7 orang yaitu: Prof. Dr. Mr. Soepomo, Mr.Wongsonegoro, AA. Maramis, A. Soebardjo, R.P. Singgih, H.Agus Salim dan Dr. Sukiman. Pada tanggal 16 Juli 1945 hasilrumusan dari panitia kecil tersebut disahkan oleh BPUPKI,termasuk pembukaan UUD 1945 yang isinya berdasarkanPiagam Jakarta.

Dengan selesainya tugas dari BPUPKI, pada tanggal 8 Agustus1945 dibentuklah Panitia Penyelidik Persiapan Kemerdekaan In-donesia (PPKI) atau dalam Bahasa Jepang disebut “DokuritsuZyunbi Inkai”, yang dipimpin oleh Soekarno dan Moh. Hattaselaku wakil ketua. Tugas dari panitia ini adalah mempersiapkansegala sesuatu sehubungan dengan kemerdekaan Indonesia.

PPKI tidak dapat melaksanakan tugasnya akibat di bomatomnya Hirosima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Septem-ber 1945 oleh sekutu, yang berakibat Jepang menyerah tanpasyarat kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.

Akibat peristiwa tersebut, pada tanggal 17 Agustus 1945Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia kemudian dibentuk sehari setelahproklamasi kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.PPKI dalam rapatnya kemudian mengesahkan UUD 1945 yangterdiri dari Pembukaan (Preambule) dan Batang Tubuh, belumada penjelasan. Penjelasan yang terdapat dalam Berita NegaraRI tahun II No. 7 merupakan susunan dari Prof. Dr. Mr.Soepomo yang pernah dikemukakan pada tanggal 15 Juli didepan sidang BPUIPKI.34

33 Ibid, hlm. 113.34 Abdullah Zaini; op.cit, hlm. 117.

Page 82: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

62

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Sesuai dengan asas negara hukum (Rechtstaat), maka UUD1945 tersebut merupakan hukum dasar tertulis dari negara RI(Lois fundamentals). Dilihat dari sejarah pembentukannya, UUD1945 merupakan hasil revolusi Bangsa Indonesia yang mencapaititik kulminasinya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Proklamasi ditinjau dari segi yuridis merupakan satu-satunyasumber dari segala peraturan hukum nasional atau menurutJoeniarto35 disebut sebagai Norma Pertama. Dinyatakannya kemer-dekaan Bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tatahukum sebelumnya, yaitu tata hukum Hindia Belanda maupunJepang. Dengan kata lain, Bangsa Indonesia telah mendirikantatanan hukum baru yaitu tata hukum Indonesia, yang ber-isikan tata hukum nasional yang akan ditentukan dan dilaksa-nakan sendiri oleh Bangsa Indonesia.

Muncul pertanyaan, apakah UUD 1945 yang disusun olehBPUPKI dan disahkan oleh PPKI merupakan UUD yang sah?Mengingat kedua badan tersebut bukanlah lembaga pembentukUUD. Terhadap masalah tersebut, Ismail Suny berpendapat bahwasahnya UUD 1945 harus dipertimbangkan dengan menunjukpada berhasilnya revolusi Indonesia. Jadi, karena revolusi In-donesia berhasil, maka apa yang telah dihasilkan oleh revolusiitu UUD 1945 adalah sah.36 Demikian pula dengan pendapatIvor Jennings dalam bukunya “The Constitution” yang menyata-kan bahwa revolusi yang berhasil menciptakan konstitusi baru.37

b. Sifat UUD 1945Oleh pembentuknya, UUD 1945 dimaksudkan bersifat

“sementara”. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal IIIayat (2) Aturan Tambahan yang menyebutkan: “dalam enambulan sesudah MPR dibentuk, majelis itu bersidang untuk mene-tapkan UUD”. Demikian pula ketentuan dalam Pasal 3 yang me-nyatakan bahwa salah satu tugas MPR adalah menetapkan UUD.

35 Joeniarto; 1983, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta : Bina Aksara,(selanjutnya disebut Juniarto II) hlm. 39.

36 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim; op.cit, hlm. 90.37 Ibid; hlm. 90.

Page 83: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

63

Hukum Tata Negara

c. Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan.Bila dilihat ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945, maka

tampak bahwa yang memegang kekuasaan yang tertinggi dansebagai pelaku kedaulatan rakyat adalah MPR (Pasal 1 ayat 2).Sebagian kekuasaan itu oleh MPR disalurkan kepada lembaga-lembaga lain yang ada di bawahnya (Opdracht Van Bevogheid).38

Dengan demikian, maka lembaga-lembaga lain seperti DPR,Presiden, BPK, DPA dan MA berada di bawah majelis (Untergeordnet).

Presiden dan DPR menerima mandat dari majelis di bidangeksekutif, legislatif dan legislative control, di mana presiden danDPR harus mampu bekerja sama, terutama dalam melaksanakankekuasaan pembentukan UU (Pasal 5 ay at 1 jo Pasal 20 ayat 1UUD 45). Presiden sebagai pelaksana kekuasaan pemerintahanharus benar-benar memperhatikan suara DPR, meskipunpresiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan juga DPRtidak dapat memberhentikan presiden (ic. menteri-menterinegara), sesuai dengan sistem presidensiil yang dianut oleh UUD45. Meskipun demikian, dewan berhak meminta kepada majelisuntuk diadakannya sidang istimewa jika presiden dianggapmelanggar haluan negara (Penjelasan Umum UUD 45).

Dalam praktik ketatanegaraan, kekuasaan presiden pada masaini sangat luas, karena selain memegang kekuasaan pemerin-tahan negara tertinggi juga memegang kekuasaan terhadaplembaga MPR, DPR dan DPA selama lembaga tersebut belumterbentuk. Selain itu di bidang eksekutif sesuai dengan ketentuanPasal 4 ayat 2 jo Pasal 17 presiden dibantu oleh wakil presiden,menteri, dan di bidang pelaksanaan kekuasaan MPR, DPR danDPA dibantu oleh KNIP (Pasal IV Aturan Peralihan UUD ’45).Yang menunjuk menteri dan anggota KNIP adalah Presiden.Sehingga di sini presiden dengan bantuan KNIP berhak mene-tapkan haluan negara, UU dan memberikan pertimbangan(nasehat), sehingga di sini tampak bahwa kekuasaan presidendapat dikatakan sebagai Constitutional Dictatorship.39

38 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih; 1980, Susunan Pembagian Kekuasaan menurutSistem UUD 1945, Jakarta: Djaya Pirusa, hlm. 33.

39 Abdullah Zaini; Op. Cit, hlm. 127.

Page 84: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

64

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Selain itu pada tanggal 16 Oktober 1945, dikeluarkan MaklumatWakil Presiden No. X dan Maklumat Presiden tanggal 14Nopember 1945, di mana dengan maklumat tersebut telah terjadiperubahan sistem pemerintahan dari sistem kabinet presidensialke sistem parlementer. Di sini, kabinet dipimpin oleh wakilpresiden selaku Perdana Menteri. Menteri negara diangkat dandiberhentikan oleh presiden. Namun mereka bertanggung jawabkepada BP KNIP.

Setelah kekalahan Jepang melawan sekutu Belanda berke-inginan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Belanda meng-konsolidir kekuatan militernya di Indonesia dan melakukan politik“Devide et impera” atau “Verdeel en heers”, yang artinya memecahbelah untuk tetap berkuasa.40 Belanda mencoba untuk mendiri-kan negara-negara bagian seperti negara Sumatera Timur, NegaraIndonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur dan se-bagainya. Kenyataan bahwa ketika Belanda masuk kembali keIndonesia sudah merupakan negara yang merdeka, memaksaBelanda untuk mengadakan perundingan-perundingan antara lain:1) Persetujuan Linggarjati

Ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, yang isinyaantara lain:a) Belanda mengakui pemerintahan Republik Indonesia

berkuasa de facto atas Jawa, Madura dan Sumatera.b) Kedua pemerintah akan bekerja sama untuk dalam waktu

singkat membentuk suatu negara federasi yang berdaulatdan demokratis bernama “Republik Indonesia Serikat”. RISakan terdiri dari negara Republik Indonesia (Jawa, Maduradan Sumatera), Kalimantan dan Negara Indonesia Timur.

c) Republik Indonesia Serikat akan bergabung denganBelanda dalam bentuk “Uni” dan sebagai kepala uniadalah Ratu Belanda.

d) Pembentukan RIS dan uni diusahakan terlaksana sebelumtanggal 1 Januari 1949.

40 Wirjono Projodikoro; 1989, Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta:Dian Rakyat, hlm. 23.

Page 85: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

65

Hukum Tata Negara

Persetujuan ini belum dapat terlaksana, karena padaTanggal 20 Juli 1947 Belanda melaksanakan “Aksi Militer I”(perang kemerdekaan I) terhadap Republik Indonesiasehingga berhasil menduduki beberapa kota besar sepertiJawa, Madura dan sumatera.

Atas desakan Dewan Keamanan PBB pada Tanggal 4Agustus 1947, pemerintah Belanda menjalankan perintahgencatan senjata. Selanjutnya Tanggal 17 Januari 1948 dikapal “Renville” ditandatangani persetujuan Renville.

2) Persetujuan RenvilleIsi dari persetujuan Renville antara lain:

a) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesiasampai kedaulatan diserahkan kepada Republik Indone-sia Serikat, yang harus segera dibentuk.

b) Sebelum RIS dibentuk Belanda dapat serahkan sebagiandari kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.

c) RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat akanmenjadi peserta yang sejajar dengan Kerajaan Belandadalam Uni Nederland-Indonesia dengan Ratu Belandasebagai kepala Uni.

d) Republik Indonesia akan menjadi Negara Bagian dari RIS.41

Persetujuan ini pun tidak dapat dilaksanakan oleh Belanda,dan pada Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan “AksiMiliter II” dan berhasil menduduki ibukota Republik Indo-nesia Yogyakarta serta menahan Presiden Soekarno dan WakilPresiden Moh. Hatta serta beberapa pejabat negara lainnya.Atas tindakan Belanda menimbulkan reaksi di forum inter-nasional, dan karena itu kemudian Dewan Keamanan PBB padaTanggal 28 Januari 1949 mengeluarkan resolusi yang berisi:a) Supaya dilakukan “Cease Fire” (pemberhentian tembak

menembak).b) Supaya pemimpin-pemimpin RI segera dibebaskan dan

kembali ke Jogjakarta.

41 Ibid, hlm. 26

Page 86: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

66

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dalam rangka itu kemudian di bawah pimpinan Cochrandari Komisi Jasa-jasa baik PBB pada Tanggal 14 April 1949diadakan perundingan antara Dr. Van Royen dari pihakBelanda dan Mohamad Roem, SH dari pihak Indonesia. PadaTanggal 7 Mei 1949 tercapailah “Persetjuan Roem Van Royen”.Isi persetujuan tersebut antara lain:a) RI akan menghentikan perang gerilya. Bekerja sama

keamanan,b) Belanda menyetujui pengembalian pemerintah RI ke

Jogyakarta,c) Menghentikan operasi militer dan membebaskan

pemimpin-pemimpin RI, serta selekasnya mengadakanKonferensi meja Bundar.

3) Konferensi Meja Bundar (KMB)Pada tanggal 23 agustus 1949 - 2 Nopember 1949 kemudian

diadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag, yang diikutioleh Belanda, Republik Indone-sia, BFO (Byeenkomst voorVederal Overleg) yang diawasi oleh UNCI (United NationsCommission for Indonesia). Selama berlangsungnya KMB olehdelegasi-delegasi RI dan BFO telah membentuk PanitiaPerancang konstitusi RIS yang bertugas untuk merancangnaskah konstitusi RIS. Hasilnya dirumuskan dalam PiagamPersetujuan delegasi RI dan BFO tentang Konstitusi Semen-tara RIS. Naskah tersebut kemudian disetujui oleh Peme-rintah Belanda, Pemerintah RI, BFO dan juga oleh KNIP danlembaga-lembaga perwakilan rakyat dari BFO, yang mulaiberlaku pada tanggal 27 Desember 1949.

2. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1949-1950Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri tanggal 27 Desember

1949 dan sesuai dengan perjanjian KMB, maka negara RI hanyamerupakan salah satu negara bagian RIS. Demikian pula, UUD 1945hanya berlaku untuk negara bagian RI, dan wilayahnya sesuaidengan ketentuan Pasal 2 KRIS adalah daerah yang disebut dalamPersetujuan Renville 17 Januari 1948.

Menurut ketentuan Pasal 186 KRIS, konstitusi ini masih bersifat“sementara”, yang akan diganti dengan konstitusi yang bersifat

Page 87: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

67

Hukum Tata Negara

tetap hasil pembentukan konstituante bersama-sama denganpemerintah. Tetapi, ketika lembaga tersebut belum dapat dibentuk,KRIS telah dirubah dengan UU Federal No. 7 Tahun 1950 menurutketentuan Pasal 190, Pasal 127 a dan Pasal 192 ayat (2) KRIS.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 1 KRIS, maka “RIS yangmerdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis danberbentuk federasi”. Berbeda dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (1),bentuknya adalah “kesatuan” dengan bentuk pemerintahan“Republik”.

Kekuasaan negara RIS dilakukan oleh pemerintah bersama-samadengan DPR dan Senat (Pasal 1 ayat 2 KRIS). Yang dimaksud denganpemerintah adalah presiden dan seorang/beberapa orang menteri,yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umummereka (Pasal 68 ayat 1 dan 2 KRIS). Dengan demikian, maka peme-rintah, DPR dan Senat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi.Sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh KRIS, presidenialah Kepala Negara, ia tidak memimpin pemerintahan (eksekutif).Yang memimpin pemerintahan adalah Perdana Menteri bersama-sama dengan Dewan Menteri. Dalam penyelenggaraan pemerin-tahan Negara, kedudukan presiden tidak dapat diganggu gugat,menteri-menteri yang bertanggung jawab atas seluruh kebijak-sanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupunmasing-masing untuk bagiannya (departemen) sendiri-sendiri (Pasal118 KRIS), sehingga kedudukan menteri-menteri di sini adalahtergantung kepada DPR.

Dengan ketentuan tersebut di atas, maka jelas KRIS menganutsistem pertanggungjawaban menteri atau lazim disebut dengan“sistem parlementer”. Hal ini sesuai dengan Sistem Representativeand Responsible Government.

Lembaga Perwakilan Rakyat menurut KRIS menganut sistembicameral yang terdiri dari Majelis Tinggi dan Majelis Rendah. MajelisTinggi dilakukan oleh senat dan Majelis Rendah oleh DPR.Keanggotaan Senat terdiri dari wakil negara bagian (masing-masing2 orang), sedangkan DPR mewakili seluruh rakyat Indonesia (Pasal99-111 KRIS).

Kekuasaan perundang-undangan federal menurut Pasal 127KRIS dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan

Page 88: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

68

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Senat. Pengesahan suatu perundang-undangan selain ditanda-tangani oleh presiden juga ditandatangani oleh menteri yang harusbertanggung jawab terhadap materi UU tersebut sebagai contrasign.

Bentuk negara federasi dan sistem parlementer yang dianut KRIStidak sesuai dengan jiwa proklamasi maupun kehendak sebagianbesar rakyat di beberapa daerah/negara bagian. Hal ini terbukti denganterjadinya penggabungan beberapa daerah/negara bagian dengannegara RI. Penggabungan tersebut memang dimungkinkan berdasar-kan ketentuan Pasal 44 KRIS yang menyatakan bahwa suatu negarabagian atau daerah bagian dari RIS dapat menggabungkan diridengan negara bagian lainnya yang harus dilakukan sesuai denganUU Federal dan berdasarkan kehendak rakyat.

Untuk mengatasi hal tersebut, kemudian diadakan persetujuanantara pemerintah RI dengan RIS untuk merubah bentuk NegaraFederal menjadi bentuk Negara Kesatuan.

3. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950 - 1959Dengan UU Federal No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan KRIS

menjadi UUDS RI (Lembaran Negara RIS No. 56 Tahun 1950), makaKRIS berubah menjadi UUDS. Secara formil, UUDS 1950 adalahmerupakan perubahan dari KRIS 1949, namun pada hakikatnyamerupakan penggantian dari KRIS. Istilah perubahan dipakai karenaberdasarkan Pasal 190 dan 191 KRIS, dinyatakan bahwa untukmerubah konstitusi hanya dapat dirubah dengan UU Federal,sedangkan untuk mengganti harus dilakukan oleh lembaga konsti-tuante (Pasal 186 KRIS). UU Fed-eral No. 7 Tahun 1950 terdiri atas2 pasal, yaitu:a. Berisi ketentuan perubahan KRIS menjadi UUDS dengan diikuti

naskah UUDS selengkapnya.b. 1) Tentang UUDS berlaku Tanggal 17 Agustus 1950, 2) Aturan

Peralihan bahwa alat-alat perlengkapan negara sebelumpengundangan undang-undang ini tetap berlaku.

Dengan UUDS, maka bentuk negara federal berubah menjadinegara kesatuan (Pasal 1 ayat 1). UUDS sifatnya adalah sementara.Hal ini dapat dilihat dari Pasal 134 UUDS yang menentukan bahwa:konstituante bersama-sama pemerintah selekasnya menetapkanUUD RI.

Page 89: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

69

Hukum Tata Negara

Sebagai realisasi Pasal 134 tersebut kemudian dilaksanakanpemilu untuk memilih anggota DPR pada bulan September 1955dan memilih anggota konstituante pada bulan Desember 1955.Konstituante yang diberi tugas untuk menetapkan UUD yang tetap,setelah bersidang selama kurang lebih 2,5 tahun tidak mampumenyelesaikan tugasnya. Hal ini disebabkan karena konstituantetidak pernah mencapai quorum, 2/3 dari jumlah anggota sepertiyang ditentukan.42

Karena keadaan tersebut, kemudian pada tanggal 5 Juli 1959,Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden, yang isinya adalah:Pembubaran Konstituante, UUD 1945 berlaku kembali untukseluruh wilayah RI dan tidak berlakunya UUDS dan pembentukanMPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya. Dasarhukum keluarnya Dekrit Presiden ini tidak akan dijumpai dalamperaturan perundang-undangan yang ada, tetapi keluar didasarkanpada “‘Staatsnoodrecht” (Hukum/Hak Darurat Negara), yaitu hukumyang memberi hak kepada penguasa untuk mengambil tindakanatau keputusan yang penting demi kesatuan bangsa dan kese-lamatan negara. Staatsnoodrecht ada yang bersifat obyektif dan subyektif.Dikatakan obyektif, bila tindakan penguasa didasarkan pada per-aturan perundang-undangan yang sudah ada sebelumnya. Sedang-kan yang subyektif bilamana tindakan penguasa tidak didasarkanpada peraturan yang sudah ada, tetapi didasarkan pertimbangansubyektif dari penguasa sendiri. Dasar dari penguasa untuk melaksa-nakan Hukum Darurat Negara yang ekstra konstitusional adalahpada asas Salus Populi Suprema Lex (kepentingan rakyat merupakanhukum yang tertinggi).43 Dekrit Presiden tersebut kemudian dikuat-kan dengan TAP MPRS XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan PeraturanPerundang-undangan Republik Indonesia.

4. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1959 - sekarangSejalan dengan perkembangan ketatanegaraan yang terjadi,

maka periode berlakunya UUD 1945 pada masa ini akan dibagimenjadi tiga bagian yaitu:

42 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim; Op. Cit, hlm. 96.43 Ni’MatuI Huda, Op. Cit, hlm. 52.

Page 90: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

70

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

1) Masa antara 1959 -1966.UUD 1945 yang berlaku kembali atas dasar Dekrit Presiden 5

Juli 1959 terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh (16 Bab, 37Pasal, 4 Aturan Peralihan dan 2 aturan Tambahan) serta Pen-jelasan. Sebagaimana halnya dengan UUD 1945 yang pertamakali berlaku tanggal 18 Agustus 1945, maka UUD 1945 yangberlaku kembali dengan dekrit ini juga masih bersifat “semen-tara”, karena tidak ditetapkan oleh MPR sekalipun kemudiantelah dibenarkan oleh TAP MPRS XX/MPRS/ 1966 jo TAP MPRV/MPR/1973.44 Dekrit itu sendiri hanya menetapkan bahwa UUD’45 berlaku bagi seluruh Bangsa Indonesia. Jadi dengan demi-kian, berlaku pulalah ketentuan Pasal 3 dan ayat 2 AturanTambahan UUD’45, yang berdasarkan kedua pasal tersebut makaUUD 1945 masih bersifat sementara.45

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka asas ketata-negaraan dan sistem pemerintahan mengalami perubahan, yaitudari asas Demokrasi Liberal menjadi asas Demokrasi Terpimpin,dan dari sistem parlementer menjadi sistem presidensiil. Tentangasas demokrasi terpimpin, presiden dalam sidang konstituantetanggal 22 April 1959 menegaskan bahwa Demokrasi Terpimpinadalah demokrasi yang didasarkan atas “kerakyatan” yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan. Jadi, inti dari demokrasi terpimpin adalah permusya-waratan, tetapi suatu permusyawaratan yang “dipimpin olehhikmat kebijaksanaan”, bukan oleh perdebatan dan penyiasatanyang diakhiri dengan pengadaan kekuatan dan perhitungansuara pro dan kontra.46

Dengan sistem presidensiil yang dianut oleh UUD 1945, makapresiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif (pemerintahan)tertinggi (concentration of power and responsibility upon president),yang dalam melaksanakan kekuasaannya dibantu oleh seorangwakil presiden dan menteri-menteri (Pasal 4 dan 17 UUD 1945).

Dalam praktik ketatanegaraan yang terjadi sejak DekritPresiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya peristiwa G30 S, UUD

44 Abdullah Zaini, Op. Cit, hlm. 16645 JCT Simorangkir, 1983, Hukum dan Konstitusi, Inti Idayu Press, Jakarta, hlm. 846 Abdullah Zaini, Op. Cit, hlm. 167

Page 91: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

71

Hukum Tata Negara

1945 belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Banyakpenyimpangan (deviasi) yang terjadi baik dari segi kelembagaannegara, sistem pemerintahan maupun dari segi hukum.

Dilihat dari segi kelembagaan negara, maka lembaga tertinggiatau tinggi negara kedudukannya tidak neben atau tidak sejajar,tetapi undergeordnet dengan presiden. Hal ini terlihat darididudukkannya ketua dan wakil ketua lembaga tertinggi/tingginegara sebagai pembantu presiden dengan jabatan menteri.Contohnya adalah pengangkatan anggota DPR GR oleh presidendengan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960, di mana ketuadan wakil ketua Dewan masing-masing menjabat sebagai MenteriKoordinator dan Menteri.

Dalam sistem pemerintahan, kekuasaan presiden sangat besar,di samping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan jugasebagai Pemimpin Besar Revolusi yang memegang kekuasaanseumur hidup, sebagaimana diatur dalam TAP MPRS III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi IndonesiaBung Karno menjadi presiden republik Indonesia seumur hidup.Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945. Di bidanghukum, banyak hal yang seharusnya diatur/dibentuk denganundang-undang tetapi dibentuk dengan Penetapan Presiden;Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.

Jadi secara konstitusional, maka seharusnya kekuasaan negaratidak terletak di tangan “presiden”, tetapi MPR sebagai pemegangkedaulatan rakyat, namun dalam praktik ketatanegaraan UUD1945 yang menjadi landasan konstitusional dikesampingkan.Dalam kondisi seperti tersebut, kemudian muncul pemberon-takan G30 S, yang membawa korban beberapa jenderal, aparaturnegara dan masyarakat Indonesia.

Presiden/Kepala Negara/Pemimpin Besar Revolusi tidakmampu mengendalikan stabilitas politik dan keamanan, sehinggakemudian meletuslah TRI TURA (Tiga Tuntutan Rakyat) dariangkatan 1966 yang isinya:(1) Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945.(2) Pembubaran PKI dan(3) Penurunan harga barang.

Page 92: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

72

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

2) Masa antara 1966 - 1999Untuk mengatasi keamanan negara dan kesatuan bangsa

pada saat itu, kemudian oleh Presiden Soekarno dikeluarkanlahSurat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) Tahun 1966, yangmemberi wewenang kepada Jenderal Soeharto, PanglimaKomando Staf Angkatan Darat untuk mengendalikan situasi.Supersemar kemudian dikukuhkan dengan TAP MPRS IX/MPRS/1966. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1967 dengan TAPMPRS XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan IR. Soekarno,dan kemudian mengangkat pemegang Ketetapan MPRS IX/MPRS/1966 sebagai pejabat presiden. Soeharto diangkat sebagaipejabat presiden berdasarkan TAP MPRS No.XLIX/MPRS/1968.47

Untuk melakukan penertiban terhadap produk peraturanperundang-undangan, kemudian dikeluarkan TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR GR MengenaiSumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang terdiri dari:(1) UUD 1945;(2) Ketetapan MPRS/MPR;(3) UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);(4) Peraturan Pemerintah;(5) Keputusan Presiden; dan(6) Peraturan pelaksana lainnya, seperti:

a. Peraturan Menteri;b. Instruksi Menteri;c. dan lain-lainnya.

Dalam sejarah berlakunya UUD 1945, kemudian pada Tanggal3 Juli 1971 diadakan Pemilihan Umum yang pertama, danberhasil membentuk MPR, DPR, dan DPRD yang definitif sesuaiketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 18 UUD1945. Kemudian pada Bulan Maret 1973, MPR mengangkatJenderal Soeharto sebagai presiden, dan untuk selanjutnya dalam5 kali pemilihan presiden, MPR terus menerus memilih Jenderal

47 Abdullah Zaini, Op. Cit, hlm. 183

Page 93: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

73

Hukum Tata Negara

Soeharto sebagai calon tunggal.48 Terakhir, Soeharto dipilih dandiangkat sebagai presiden pada pemilu yang ke-6 era Orde Baru,yaitu pada bulan Maret 1998.

Pada masa pemerintahan Soeharto, dikeluarkan UU yangmengatur mengenai lembaga negara, antara lain: UU No. 5Tahun 1973 tentang BPK, UU No. 16 Tahun 1969 tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan pada masaSoeharto berkuasa, terjadi pula deviasi, baik di bidang politikmaupun hukum. Antara lain dengan pelemahan fungsi MPR,yang diawali dengan adanya konsensus nasional Tahun 1967sebagai hasil kesepakatan partai politik dan Golongan Karya,yang disahkan dengan Keputusan pimpinan DPR-GR tanggal16 Desember 1967 dengan adanya anggota MPR yang diangkatdi samping melalui pemilu. Isi Keputusan tersebut antara lain:(1) Adanya anggota MPR/DPR yang diangkat, disamping yang

dipilih melalui pemilu,(2) Yang diangkat adalah perwakilan ABRI dan Non ABRI, untuk

Non ABRI harus non massa,(3) Jumlah anggota yang diangkat untuk MPR adalah 1/2 dari

jumlah seluruh anggota DPR.49

Konsensus tersebut merupakan titik awal pelemahan anggotaMPR melalui penentuan komposisinya.

Puncak restrukturisasi politik adalah keluarnya serangkaianUU politik, yaitu UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu, UUNo. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golkar, UU No. 8Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. UU No. 1 Tahun1985 dengan tegas mencantumkan harus adanya pengangkatanjumlah anggota MPR/ DPR. Paket UU inilah yang menurutNi’Matul Huda merupakan sumber masalah politik di tanah air,yaitu berkaitan dengan masalah komposisi keanggotaan MPR,DPR dan DPRD. Keanggotaan lembaga tersebut ada yang dipilih

48 Harun Al Rasyid, 1998, Pengisian Jabatan Presiden, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,hlm. 197

49 Bondan Gunawan S, 2000, Indonesia Menggapai Demokrasi, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, hlm. 33

Page 94: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

74

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

melalui pemilu dan ada yang diangkat dengan kriteria yangtidak jelas. Anggota MPR yang diangkat50 (ABRI, Utusan Daerahdan Golongan) jauh lebih banyak dibandingkan yang dipilih,sehingga pengangkatan tersebut lebih banyak tergantung dariselera presiden. Hal tersebut menyebabkan posisi MPR sebagailembaga tertinggi negara berada di bawah presiden/eksekutif,bukan sebaliknya. MPR menjadi lembaga elastis yang lebihbanyak menyuarakan kepentingan penguasa.51

Penyimpangan lainnya adalah berkaitan dengan perubahanUUD 1945, di mana UUD 1945 dianggap final dan merupakankarya agung The Founding Fathers yang harus dilaksanakanBangsa Indonesia. UUD tidak dapat dirubah, karena merubahUUD negara akan kacau dan merubah UUD berarti membubar-kan negara proklamasi 17 Agustus 1945. Keinginan untuk tidakmerubah tampak dari ketentuan Pasal 115 TAP MPR I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib MPR/DPR yang menyatakanbahwa;” majelis tidak akan merubah UUD 1945 dan Pancasiladan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahanterhadapnya serta akan melaksanakan secara murni dan kon-sekwen”. Peraturan tersebut sangat kontradiktif dengan semangatPasal 37 UUD 1945 dan terlalu dipaksakan.52 Hal tersebutdipertegas lagi dalam TAP MPR IV/MPR/1983 tentang Referen-dum, di mana untuk merubah UUD 1945 harus dilakukan ref-erendum. Ketetapan ini dimaksudkan agar Pasal 37 UUD 1945tidak mudah digunakan. Jadi, pada era pemerintahan SoehartoAsas Kedaulatan Rakyat sebagaimana ditentukan dalam UUD1945 tidak pernah dilaksanakan, yang dilaksanakan adalahkedaulatan penguasa.53

Akibat pendekatan kekerasan yang dilakukan dan terpuruk-nya ekonomi Indonesia sejak 1977, gelombang aksi mahasiswayang menghendaki mundurnya Soeharto sebagai presiden

50 Menurut UU No. 2 Tahun 1985 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR danDPRD, jumlah anggota MPR dua kali lipat jumlah anggota DPR, jumlah anggota DPR500 orang (400 dipilih dan 100 diangkat). Sisanya yang 500 orang diangkat oleh Presidendari unsur ABRI, Utusan Daerah dan Utusan Golongan.

51 Ni’Matul Huda, Op. Cit, hlm. 16352 Ibid, hlm. 14653 A. Ramlan Surbakti, 1998, Reformasi Kekuasaan Presiden, Gramedia, Jakarta, hlm. 84

Page 95: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

75

Hukum Tata Negara

kemudian terjadi. Akibatnya pada Tanggal 21 Mei 1998, Soehartoyang sudah memegang jabatan selama 7 periode mengundurkandiri sebagai presiden dan digantikan oleh BJ. Habbie yangsebelumnya menjabat sebagai wakil presiden.

3) Masa 1998 - sekarangPemerintahan pada masa Habibie disebut sebagai pemerin-

tahan Transisional, yang menurut Mulyoto Mulyosudarmoterdapat dua pemahaman tentang pemerintahan transisi. Pertama,pemerintahan transisi digunakan untuk merujuk “pemerin-tahan sementara” yang masa jabatannya dibatasi sampai ter-bentuknya pemerintahan baru hasil pemilu. Kedua, pemerin-tahan transisi merupakan pemerintahan yang otoriter dan sentra-listik menjadi pemerintahan yang desentralistik dan demokratis.54

Pada masa Habibie, terjadi perubahan ketatanegaraan yanglebih demokratis, yakni dengan keluarnya beberapa ketetapanyang penting, Undang-undang serta dilakukannya amandemenI (pertama) terhadap UUD 1945. Dalam bidang politik, dikeluar-kan undang-undang yang menggantikan undang-undangsebelumnya, yaitu: UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik,UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu dan UU No. 4 Tahun1999 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dengankeluarnya undang-undang tersebut, maka terdapat sejumlahperubahan yakni; Pertama, dari sistem politik kepartaian, di manajumlah partai yang ikut pemilu tidak lagi terbatas PDI. PPPdan Golkar tetapi multi partai. Kedua, diakhirinya peran militersecara bertahap di MPR. Ketiga, asas tunggal Pancasila dalampartai tidak berlaku lagi. Masing-masing partai bebas menentu-kan asas yang dipakai. Keempat, pemilu dilaksanakan oleh KomisiPemilihan Umum (KPU).

Setelah terbentuknya MPR hasil pemilu 1999, kemudiandilakukan perubahan pertama terhadap UUD 1945 dalamsidangnya tanggal 14-21 Oktober 1999. Beberapa pasal yangdiamandemen antara lain: Pasal 5 ayat 1, Pasal 7, 9, 13 ayat 2,14, 15, 17 ayat 2 dan 3, 20 serta Pasal 21.

54 Suwoto Mulyosudarmo, 3 Juli 1999, Dinamika Hukum Tata Negara di EraPemerintahan Transisi (Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas AirLangga), Surabaya (selanjutnya disebut Suwoto Mulyosudarmo II).

Page 96: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

76

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Perubahan terhadap Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 adalahberkaitan dengan kekuasaan pembentukan UU. Bila sebelumamandemen kekuasaan membentuk UU ada pada presiden, makakemudian beralih kepada DPR. RUU tersebut dibahas olehpresiden bersama dengan DPR untuk mendapat persetujuanbersama, dan jika tidak mendapat persetujuan bersama, maka tidakboleh diajukan dalam persidangan masa itu (pasal 20 ayat 2 dan3 amandemen I UUD 1945). Yang mengesahkan RUU tersebutadalah presiden (Pasal 20 ayat 4). Masalahnya kemudian adalahjika RUU tersebut ternyata kemudian tidak disahkan olehpresiden, maka bagaimana status RUU tersebut, apakah lang-sung menjadi UU atau batal?55 Bila dahulu sebelum amandemen,maka RUU tersebut tidak boleh diajukan dalam persidanganDPR masa itu (Pasal 21 ayat 2). Dengan amandemen, maka ke-tentuan tersebut dihapus. Amandemen juga dilakukan terhadapPasal 7 yaitu berkaitan dengan pembatasan masa jabatanpersiden, yakni maksimal hanya untuk dua kali masa jabatan.Sedangkan dalam Pasal 9 yaitu menyangkut sumpah presiden,ditambah satu ketentuan lagi yaitu bahwa jika MPR/DPR tidakmengadakan sidang, maka presiden dan atau wakil presidenbersumpah/berjanji di hadapan pimpinan MPR dengan disaksi-kan oleh pimpinan MA. Pasal 13 berkaitan dengan pengang-katan/penerimaan duta bila dahulu sepenuhnya adalah merupa-kan hak presiden selaku kepala negara, maka dengan amandemenpresiden harus memperhatikan pertimbangan DPR. Demikianpula dengan ketentuan Pasal 14 ayat 2 dalam hal pemberianAmnesti dan Abolisi. Sedangkan dalam hal pemberian Grasi danRehabilitasi, harus memperhatikan pertimbangan MA.

Sidang Umum MPR bulan Oktober 1999 mengakhiri pulamasa pemerintahan BJ. Habibie yakni dengan ditolaknya pidatopertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR denganTAP MPR III/MPR/1999. Kemudian dalam Sidang Umum MPRtanggal 20 dan 21 Oktober 1999, Bangsa Indonesia menorehkansejarah penting bagi perkembangan demokrasi, yakni dengan

55 Dalam Amandemen ke-II UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus2000, hal tersebut sudah diatur dengan dicantumkannya Pasal 20 ayat (5) yangmenyebutkan bahwa, Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkanoleh Presiden dalam jangka waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebutsah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Page 97: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

77

Hukum Tata Negara

terpilihnya presiden dan wakil presiden yaitu AbdurrahmanWahid dan Megawati Soekarno Putri melalui voting sebagaimanadiamanatkan dalam Pasal 6 ayat 2 UUD 1945. Pengangkatantersebut kemudian dikukuhkan dengan TAP MPR VII/MPR/1999dan TAP MPR VIII/MPR/1999. Dalam sidang tahunannyatanggal 7-18 Agustus 2000, MPR melakukan amandemen ke-IIterhadap UUD 1945 yang meliputi perubahan dan atau penam-bahan yaitu; Bab VI tentang Pemerintahan Daerah, mencakupPasal 18, 18A, 18 B; Bab VII tentang DPR, mencakup Pasal 19,20 ayat 5, 20A, 22 A dan 22 B;: Bab IX tentang Wilayah Negara,mencakup Pasal 25 E; Bab X tentang Warga: Negara danPenduduk, mencakup Pasal 26 ayat 2 dan 3, Pasal 27 ayat 3; BabXII tentang HAM, mencakup Pasal 28 A-J dan Bab XII tentangBendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,mencakup Pasal 36 A-C.

Beberapa hal penting berkaitan dengan amandemen tersebutdi atas adalah ketentuan Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah,di mana dengan tegas ditentukan bahwa daerah Indonesia ter-bagi atas daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota serta diakuinyadan dihormatinya satuan-satuan pemerintah daerah yangbersifat khusus dan istimewa.

Perubahan terhadap Pasal 19 ayat 1, berkaitan dengan penyu-sunan anggota DPR di mana dalam amandemen, ditentukanbahwa “anggota DPR dipilih melalui pemilu”. Jadi tidak lagidikenal adanya mekanisme pengangkatan sebagaimana yangterjadi sebelumnya.

Dalam amandemen ke-III Pasal 20 ,ditambah satu ayat lagiyaitu ayat (5), yang menentukan bahwa bilamana RUU yang telahdisetujui bersama tidak disahkan oleh presiden, maka dalam jangkawaktu 3 bulan sejak RUU tersebut disetujui, sah menjadi UU.

Selama pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid, tuntutanreformasi berjalan lambat dan gejolak disintegrasi bangsa diberbagai daerah belum berhasil diatasi, terakhir adalah terjadinyaskandal Bulloggate dan Bruneigate,56 yang berakibat DPR me-

56 Skandal Bulloggate adalah tentang penggunaan uang Yayasan Dana Yanatera Bullogsejumlah Rp. 35 Milyar, di mana Presiden diduga berperan dalam pencairan dana tersebutuntuk diberikan kepada Suwondo. Sedangkan Bruneigate adalah tentang pemberianbantuan dari pemerintah Brunei Darussalam kepada pemerintah RI.

Page 98: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

78

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

ngeluarkan Memorandum I57 pada tanggal 1 Februari Tahun 2001dan diikuti dengan Memorandum II pada Tanggal 30 April 2001.58

Kewenangan DPR mengeluarkan Memorandum tersebutdidasarkan pada TAP MPR No.III/MPR/1978 tentang Kedudukandan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara, di mana dalamPasal 7 ayat (2) disebutkan: Apabila DPR menganggap presidenmelanggar Haluan Negara, maka DPR menyampaikan memo-randum untuk mengingatkan presiden. Kemudian dalam Pasal7 ayat (3) disebutkan: Apabila dalam waktu 3 bulan presidentidak memperhatikan Memorandum DPR tersebut pada ayat (2),maka DPR akan menyampaikan Memorandum kedua. Jika dalamwaktu 1 bulan Memorandum II tidak diindahkan, DPR dapatmeminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk memintapertanggungjawaban presiden.

Konflik antara presiden dan DPR terus berlanjut, dan presidenpada Tanggal 22 Juli 2001 mengeluarkan Maklumat yang berisi:1) Pembekuan MPR/DPR,2) Mengembalikan kedaulatan rakyat dan melaksanakan pemilu

dalam waktu satu tahun,3) Membekukan Partai Golkar.

Keluarnya Maklumat tersebut menimbulkan reaksi dari ber-bagai kalangan, dan akhirnya atas permintaan MPR, MA menge-luarkan fatwa mengenai substansi maklumat tersebut, yaitubahwa: Maklumat tersebut bertentangan dengan konstitusi (pen-jelasan). Demikian pula, presiden tidak berwenang membubar-kan Golkar karena yang berwenang adalah MA sesuai denganketentuan dalam UU tentang Parpol. Dari segi kelembagaan,tindakan presiden juga tidak tepat, karena MPR adalah merupa-

57 Memorandum I DPR dituangkan dalam Surat Keputusan DPR No 36 Tahun 2001,yang berisi: a. Presiden diduga terlibat dalam kasus Bullogate dan Bruneigate, b. Melakukankebohongan publik, c. Inkonsistensi dalam memberikan pernyataan, d. Sungguh-sungguhmelanggar Haluan Negara, e. Melanggar Pasal 9 UUD 1945 tentang Sumpah JabatanPresiden, dan f. Melanggar TAP MPR No. XI/MPR/1998 (Ball Post 28 Maret 2001)

58 Memorandum II DPR Dituangkan dalam Surat Keputusan DPR No. 47/IV/2001yang berisi: a. Presiden telah melanggar GBHN, b. Dalam waktu 3 bulan, presiden tidakmemperhatikan Memorandum I, dan c. Memberikan waktu 1 bulan kepada presidenmenanggapi hal tersebut.

Page 99: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

79

Hukum Tata Negara

kan lembaga tertinggi negara sehingga tidak dapat dibubarkanoleh lembaga tinggi negara lainnya.

Akhirnya melalui Sidang Istimewa tanggal 22 Juli 2001, MPRmencabut mandatnya dan mengangkat Megawati SoekarnoPutri sebagai presiden RI ke-V dan Hamzah Haz sebagai wakilPresiden. Kemudian pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001,MPR mengeluarkan 12 Ketetapan dan melakukan amandemenke III terhadap UUD 1945. Dalam amandemen ke III ini, beberapapasal yang dirubah atau ditambah adalah; Pasal 1 ayat (2 dan3), 3 ayat (1, 3 dan 4), 6 ayat ( 1 dan 2), 6A ayat ( 1, 2, 3 dan 5),7A, 7B ayat (1, 2, 3, 5, 6 dan 7), 7C, 8 ayat (1 dan 2), 11 ayat (2dan 3), 17 ayat (4), 22C ayat (1, 2, 3 dan 4), 22D ayat (1, 2, 3 dan4), 22E ayat (1, 2, 3, 4, 5 dan 6), 23 ayat ( 1, 2 dan 3), 23A, 23C ,23E ayat (1, 2 dan 3), 23F ayat (1 dan 2), 23G ayat (1 dan 2), 24ayat (1 dan 2), 24A ayat (1, 2, 3, 4 dan 5), 24B ayat (1, 2, 3 dan 4)dan Pasal 24C ayat (1, 2, 3, 4, 5 dan 6).

Perubahan yang penting dalam amandemen ke-III ini antaralain berkaitan dengan Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa:“kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurutUUD”. Jadi tidak lagi dilaksanakan oleh MPR. Demikian puladalam ayat 2-nya yang menegaskan bahwa “Indonesia adalahnegara hukum”. Berdasarkan amandemen ke III ini, makaperubahan yang mendasar terjadi pada lembaga MPR, yangdahulu adalah merupakan lembaga tertinggi negara sekarangkedudukannya sama dengan lembaga lainnya. Selain itu, diaturpula beberapa lembaga baru seperti DPD (Pasal 22 C dan D),Komisi Yudisial (Pasal 24 B), Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C), dan sebagainya.

Kemudian pada Agustus 2002 dalam sidang tahunannya,MPR melakukan amandemen yang ke IV terhadap UUD 1945.Perubahan dan atau penambahan meliputi Pasal 2 ayat (1), 6Aayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16, 23B , 23D, 24 ayat (3), BAB XIII,Pasal 31 ayat (1, 2, 3 dan 4), 37 ayat (1, 2, 3, 4 dan 5), AturanPeralihan Pasal 1, 11 dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II.

Dalam amandemen ke IV ini, salah satu perubahannya adalah:mencakup susunan lembaga MPR, di mana keanggotaannyaterdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu,

Page 100: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

80

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

serta dihapuskannya lembaga DPA. Dengan amandemen ini jugaditegaskan bahwa UUD 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal (Aturan Tambahan Pasal II), sehingga penjelasan tidaktermasuk lagi sebagai bagian dari UUD 1945.

Dengan diamandemennya UUD 1945 tersebut, makakemudian dikeluarkan peraturan perundang-undangan sebagaiperaturan pelaksana dari UUD 1945, yaitu antara lain; UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 31 Tahun2003 tentang Partai Politik, UU No. 22 Tahun 2003 tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU No.23 Tahun 2003 tentang pemilihan Umum Presiden dan WakilPresiden, UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusidan sebagainya.

Pemilu Legislatif Tahun 2004 yang dilaksanakan pada Tanggal5 April 2004 telah berhasil memilih anggota MPR, DPR, DPDdan DPRD. Pemilu Tahun 2004 ini menghasilkan 10 partai yangmendapat suara terbanyak dari 24 partai politik yang ikutpemilu. Partai tersebut antara lain: Partai Demokrasi Indo-nesiaPerjuangan (PDIP) memperoleh suara (18,53%), Partai Golkar(21,58%), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) (10,57 %), PPP(8,15%), Partai Demokrat (7,45%), PAN (6,44%), PBB (2,62%),PER (2,44%) dan PDS (2,13%).59

Dengan perolehan suara tersebut, maka konsekuensinyapada pemilu selanjutnya yaitu tahun 2009, partai yang berhakikut pemilu adalah 7 partai yang memperoleh suara terbanyak.60

Pemilu 2004 ini menunjukkan terjadinya perubahan dominasidan pemerataan kekuatan, misalnya PDIP dan Golkar hanyamenguasai 20% dan 23% kursi. Hal tersebut disebabkan karena:61

59 Imade Leo Wiratma, Perkembangan Politik Triwulan Kedua (April-Juni) 2004; DariPemilu Legislatif menuju Pemilu Presiden, Analisis CSIS Mencermati Hasil Pemilu2004, Vol 33, No. 2 Juni 2004

60 Dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu disebutkan bahwauntuk dapat mengikuti Pemilu berikutnya, Partai Politik Peserta Pemilu harus a. mem-peroleh sekurang-kurangnya 3% jumlah kursi DPR, b. Memperoleh sekurang-kurangnya4% jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 jumlahProvinsi seluruh Indonesia, c. Memperoleh sekurang-kurangnya 4% jumlah kursi DPRDKabupaten/Kota yang tersebar di 1/2 jumlah Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia.

61 Anies Rasyid Baswedan, Sirkulasi Suara dalam Pemilu 2004, Analisis CSIS, Ibid,hlm. 175

Page 101: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

81

Hukum Tata Negara

1) Pertambahan kursi di DPR, dari 500 pada pemilu Tahun 1999menjadi 550 kursi, sehingga ada 50 kursi tambahan yangdiperebutkan.

2) Dikosongkannya kursi ABRI di DPR. Hal ini berarti ada 38kursi yang diperebutkan dalam pemilu 2004.

3) Merosotnya perolehan suara PDIP dalam yang kehilangan44 kursi di DPR. Hal ini berarti bahwa ada 132 kursi yangakan diperebutkan.

Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif Tahun 2004 tersebut,maka pada Tanggal 5 Juli Tahun 2004 kemudian dilakukanPemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung olehrakyat dan ini merupakan hal yang baru bagi Bangsa Indone-sia karena sebelumnya pemilihan presiden dan wakil presidendilakukan oleh MPR.62 Dalam Pemilu Tahun 2004 ini, CalonPresiden (capres) dan Calon wakil Presiden diusulkan oleh partaipolitik/gabungan partai politik pemenang pemilu (Pasal 6A ayat(2) UUD 1945) jo Pasal 25 UU No. 23 Tahun 2003 tentang PemiluPresiden dan Wakil Presiden. Kemudian berdasarkan ketentuanPeralihan Pasal 101 UU No. 23 Tahun 2003, maka untuk pemiluTahun 2004 partai politik/gabungan partai politik yang berhakmengajukan capres dan cawapres adalah yang memenuhi per-syaratan perolehan suara pada pemilu anggota DPR sekurang-kurangnya 3% dari jumlah kursi DPR atau 5% dari perolehansuara sah secara nasional hasil pemilu anggota DPR Tahun 2004.

Atas dasar ketentuan tersebut, maka pada awalnya terdapat6 pasangan capres dan cawapres yaitu: (a). Wiranto danSalahudin Wahid dari Golkar, (b) Megawati dan Hasyim Muzadidari PDIP, (c) Amien Rais dan Siswono Yudhohusodo dari PAN,(d) Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla dari PartaiDemokrat, (e) Hamzah Haz dan Agum Gumelar dari PPP dan(f) Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Marwah Daud Ibrahimdari PKB. Namun pasangan Gus Dur dan Marwah Daud Ibrahimdinyatakan gugur oleh KPU karena tidak memenuhi persyaratan.

62 Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 amandemen ke-3 menyatakan bahwa, Presiden danwakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Page 102: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

82

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Gugurnya pasangan ini akibat terganjal ketentuan Pasal 6huruf d UU No. 23 Tahun 2003 yang menyatakan: “mampu secararohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibansebagai presiden dan wakil presiden”,63 Dan SK KPU No. 31 Tahun2004 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kemampuan Rohani danJasmani Calon Presiden dan Wakil Presiden yang dalam salahsatu klausulnya menyebutkan bahwa :”Capres atau cawapresmemenuhi syarat apabila tidak ditemukan distabilitas dalamkesehatan jasmani, termasuk di dalamnya perihal penglihatan”.64

Pada pemilu putaran pertama yang diselenggarakan padatanggal 5 Juli 2004 tersebut, ternyata dari 5 pasangan capresdan cawapres tidak ada pasangan yang memenuhi syarat perolehsuara untuk dapat dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.65

Karena itu kemudian atas dasar Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 joPasal 66 UU No. 23 Tahun 2003, maka 2 pasangan calon yangmemperoleh suara terbanyak pertama dan kedua yang akan majupada pemilu putaran kedua. Hasil pemilu putaran pertama inimembawa pasangan Megawati soekarno Putri dan Kiai HasyimMuzadi serta pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan JusufKalla maju pada pemilu putaran kedua.

Pemilu putaran kedua yang dilaksanakan pada Tanggal 5Oktober 2004, memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono danJusuf Kalla sebagai presiden wakil presiden RI periode Tahun2004-2009. Hal tersebut berdasarkan Keputusan KPU No. 28/MK/KPU/2004 tentang Penetapan hasil rekapitulasi pemilu. KPUmemutuskan dan menetapkan bahwa pasangan Megawati-Hasyim Muzadi memperoleh suara sebanyak 44.990.704, sedang-kan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla memperoleh suarasebanyak 69.266.350.66 Pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono

63 Made Leo Wiratma, Op. Cit, hlm. 15064 Akibat SK KPU tersebut PKB kemudian minta fatwa ke MK, namun ditolak karena

MK tidak berwenang mengeluarkan fatwa atas SK KPU, selain itu pula judicial reviewterhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU adalah merupakan kewenanganMA. MA pun kemudian menolak uji materiil yang diajukan oleh Gus Dur bersama PKB(baca lebih jauh Made Leo Wiratma, analisis CSIS, Ibid, hlm. 151)

65 Pasal 6 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa pasangan capres dan cawapresyang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya20% suara di setiap Provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Provinsi diIndonesia, dilantik menjadi; presiden dan wakil presiden.

66 Bali Post, Tanggal 21 Oktober 2004, hlm. 1.

Page 103: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

83

Hukum Tata Negara

dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden dilakukandalam Rapat Paripurna MPR pada Tanggal 20 Oktober 2004.

DAFTAR BACAAN

Al Rasyid, Harun. 1998. Pengisian Jabatan Presiden, Pustaka UtamaGrafiti, Jakarta.

Dekker, Nyoman. 1993. HTN Republik Indonesia, IKIP MalangEkatjahjana, Widodo dan Totok Sudaryanto. 2001. Sumber HTN

Formal, di Indonesia, Bandung: Citra Aditya.Gunawan S, Bondan. 2000. Indonesia Menggapai Demokrasi, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta.Joeniarto. tt. Selayang Pandang Sumber-sumber HTN Indonesia,

Yogyakarta: Liberty.Juniarto. 1983. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta Bina

Aksara.Kusnardi. Moh. dan Bintan R. Saragih. 1980, Susunan Pembagian

Kekuasaan menurut Sistem UUD 1945, Jakarta: Djaya Pirusa.M. Mangunsong, Parlin. 1992. Konvensi Ketatanegaraan Sebagai Sarana

Perubahan UUD, Bandung: AlumniManan, Bagir dan Kuntanan Magnar. 1987. Peranan peraturan

Perundang-undangan dalam pembinaan Hukum Nasional, Armico,Manan, Bagir. 1987. Konvensi Ketatanegaraan, Bandung: Armico.Maria Farida Indrati Soeprapto. 1998, llmu Perundang-Undangan

Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Jakarta: Kanisius.Mulyosudarmo, Suwoto. Peralihan Kekuasaan Kajian Retoris Yuridis

terhadap Pidato Nawaksara, Gramedia, JakartaMulyosudarmo, Suwoto. 3 Juli 1999. Dinamika Hukum Tata Negara

di Era Pemerintahan Transisi (Pidato Pengukuhan Guru BesarFakultas Hukum Universitas Air Langga), Surabaya.

Notosusanto, Nugroho. 1981. Naskah Proklamasi yang Autentik,Jakarta: PN Balai Pustaka.

Pide, Andi Mustari. 1999. Pengantar HTN, Jakarta: Gaya MediaPratama,

......

Page 104: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

84

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Projodikoro, Wiryono. 1989. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indo-nesia, Jakarta: Dian Rakyat.

Simorangkir, JCT. 1983. Hukum dan Konstitusi, Inti Idayu Press,Jakarta.

Sunny, Ismail. Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, AksaraSunny, Ismail. 1983. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara

Baru.Sunny, Ismail. 1992. Sistem Pemilu Yang Menjamin Hak-Hak Demokrasi

Warga Negara.Surbakti, A., Ramlan. 1998. Reformasi Kekuasaan Presiden, Gramedia,

Jakarta.Tambunan. A.S.S. 2002, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945,

Popuris PublishersZaini, Abdullah. 1991. Pengantar Hukum Tata Negara, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

ArtikelBali Post, Tanggal 21 Oktober 2004.Leo Wiratma, I Made, Perkembangan Politik Triwulan Kedua (April-Juni

2004; Dari Pemilu Legislatif menuju Pemilu Presiden, Analisis CSISMencermati Hasil Pemilu 2004, Vol 33, No. 2 Juni 2004.

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992 Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, tanggal 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.

Page 105: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

85

Hukum Tata Negara

Lembaga-Lembaga Negara

Bagian Ketiga

A. Pengertian Sistem Pemerintahan dan Lembaga NegaraSebagaimana telah diuraikan dalam kajian mata kuliah Ilmu

Negara1 terkait dengan pokok bahasan bentuk Negara, bentukpemerintahan serta sistem pemerintahan di dunia, serta berdasarkanpenelusuran bahan hukum dibidang Hukum Tata Negara yangberkaitan dengan sistem pemerintahan dan lembaga negara, makadapat ditemukan konsep dan pengertian mendasar dari sistempemerintahan dan lembaga-lembaga negara.

Pertama, di dalam bahan hukum primer yakni pada bagianPenjelasan Undang-Undang Dasar Tahun 19452, yakni penjelasandari Undang-undang Dasar Indonesia sebelum perubahan, di-tegaskan berkaitan dengan tujuh kunci pokok sistem pemerintahanNegara atau yang dalam nomenklaturnya disebut sebagai “Sistem

1 Baca dalam Abu Dauh Busroh, 2010, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cetakan Ketujuh,Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 125-135.

2 Berkaitan dengan pembahasan pada bab ini, dapat dikaitkan dengan tujuh kuncipokok sistem pemerintahan Nasional di Indonesia sebagaimana telah dirumuskan olehSoepomo dan beberapa tokoh nasional lainnya yang merumuskan Penjelasan Undang-undang Dasar Tahun 1945, dimana mulanya sebagai bagian terpisah dari Naskah Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan RepublikIndonesia pada 18 Agustus 1945. Lihat dalam Sekretariat Negara, 1995, Risalah SidangBPUPKI dan PPKI Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, h. 126-145.

Page 106: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

86

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar...”3

sebagai rujukan mendasar membahas dimensi sistem pemerintahandi Indonesia pada masa sebelum amandemen Undang-undangDasar Tahun 1945, yang meliputi hal-hal berikut ini:4

1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat),tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).

2) Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atassistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme(kekuasaan yang tidak terbatas).

3) Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusya-waratan Rakyat (Die gezamte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis),sebagaimana dirumuskan pada Penjelasan Undang-undangDasar, disebutkan maknanya ialah5 kedaulatan rakyat dipegangoleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat,sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgandes Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-UndangDasar dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Majelisini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara(Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaannegara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankanhaluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkanoleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertundukdan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia ialah “mandataris”dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis.Presiden tidak “neben” (sejajar, tambahan dari penulis), akan tetapi“untergeordnet” (pada hierarkis, tambahan dari penulis) kepadaMajelis. Perlu dicatat, bahwa terhadap sistem kekuasaan negaratertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat,sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 padaPasal 1 Ayat (2) ditentukan bahwa,”Kedaulatan adalah di tanganrakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

3 Lihat dan baca dalam Bagian Penjelasan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dalamMajelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Undang-undang Dasar Negara Republik Indo-nesia, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan RakyatIndonesia, h. 39. Untuk selanjutnya disebut sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat I.

4 Undang-undang Dasar ‘45 Amandemen ke-4 Tahun 2002; 2002, Semarang : PenerbitAneka Ilmu, hlm. 38-39. Baca juga Chairul Anwar, 1999, Konstitusi dan KelembagaanNegara, Jakarta: Penerbit CV. Novindo Pustaka Mandiri, hlm. 104-105.

5 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 40-41.

Page 107: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

87

Hukum Tata Negara

Rakyat”6, namun kemudian pasca Amandemen, bunyi dari Pasal1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 menjadi,”Kedaulatan adalah di tangan rakyat dandilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.7

4) Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan negara yang tertinggidi bawah Majelis. Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat,Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggidan di dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dantanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of powerand responsibility upon the President)8.

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan PerwakilanRakyat. Artinya, di samping Presiden ada Dewan PerwakilanRakyat. Hal ini mengindikasikaan adanya kedudukan sederajatantara Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Presidenharus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untukmembentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk mene-tapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama denganDewan Perwakilan Rakyat. Akan tetapi, Presiden tidak ber-tanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya,kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada DewanPerwakilan Rakyat9.

6) Menteri negara ialah pembantu Presiden. Menteri negara tidakbertangung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya,Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menterinegara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepadaDewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung daripada Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Merekaialah pembantu Presiden10.

7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas bermakna meskipunKepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Per-wakilan Rakyat, Kepala Negara bukan “diktator”, artinyakekuasaan tidak tak terbatas11.

6 Undang-undang Dasar’45 Amandemen Ke-4 Tahun 2002, op.cit., hlm. 2.7 Ibid.8 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 41.9 Ibid.10 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 41-42.11 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 42-43.

Page 108: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

88

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Kedua, dalam bahan hukum sekunder, Mohammad Mahfud MD12

memaparkan bahwa sistem Pemerintahan landasannya adalah pem-bagian kekuasaan negara. Di samping itu, materi Konstitusi tentangwewenang dan bekerjanya lembaga-lembaga negara juga disebutsebagai sistem pemerintahan negara. Dipandang dari sudut penataankekuasaan negara, selanjutnya ditegaskan bahwa sejarah pembagiankekuasaan negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan.

Mohammad Mahfud MD menjelaskan bahwa wacana mengenaipemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan telah berkembangsejak dahulu. Di tahun 1690-an, John Locke menulis ajaran mengenaipemisahan kekuasaan (separation of power) dalam bukunya “TwoTreaties on Civil Government”13. Menurut John Locke, kekuasaan Negarameliputi 3 (tiga) kekuasaan, yakni kekuasaan legislatif, kekuasaaneksekutif dan kekuasaan federatif yang masing-masing terpisah satusama lain. Kekuasaan legislatif ialah membuat Undang-undang,kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan Undang-undangdan di dalamnya termasuk kekuasaan pengadilan.14 Oleh karenanya,dalam konteks ini, John Locke memandang mengadili itu sebagai“Uitvoering” yakni pelaksanaan Undang-undang, sedangkan ke-kuasaan federatif adalah kekuasaan yang berhubungan dengankeamanan negara dalam kaitan hubungan luar negeri.15

Setengah abad kemudian, Montesquieu menulis sebuah bukuyang berjudul “L’ Esprit Des Lois”. Dalam Bab keenam buku tersebut,diuraikan tentang tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baikdari segi fungsinya maupun dari segi organnya. Montesquieumemandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan dari ke-kuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan federatif termasuk dalamkekuasaan eksekutif.16

Dalam rangka menelusuri dan menjelaskan penataan kekuasaannegara di Indonesia, kedua teori tersebut dapat dipakai untuk meng-klarifikasi apakah di Indonesia dianut teori pemisahan kekuasaanataukah teori pembagian kekuasaan. Mohammad Mahfud MD me-

12 Moh. Mahfud MD, 2001, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta:Rineka Cipta, h. 65-67.

13 Baca dalam Abu Daud Busroh, op.cit., h. 45-55.14 Hans Kelsen, 1945, General Theory of Law and State, New York: Russel & Russel,

hlm. 225.15 Miriam Budiardjo, 1981, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 152.16 Ismail Suny, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Bina Cipta, hlm. 6.

Page 109: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

89

Hukum Tata Negara

ngemukakan bahwa ditinjau dari segi cara bekerja dan berhu-bungan, ketiga kekuasaan negara tersebut dapat disebut sebagaisistem pemerintahan negara. Dengan demikian yang dimaksudsistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerjaantara lembaga-lembaga negara.17

Philipus Mandiri Hadjon18 berpendapat bahwa sistem Pemerin-tahan Indonesia sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945 merupakan sistem yang “unik”. Dikatakan “unik” dikarenakansistem yang dianut Indonesia tidak ada duanya di dunia, meskipuntidak diingkari bahwa dalam beberapa hal terdapat kesamaan dan ke-miripannya dengan sistem dan praktik ketatanegaraan di negara lain.

Adapun setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun194519, ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalahsistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud telah meng”amin”-kan apa yang telah disepakati sebagai lima kesepakatan dasar dalamamandemen atas Undang-undang Dasar Tahun 1945 tersebut20.Penegasan tersebut menyatakan bahwa Presiden dipilih langsungoleh rakyat, masa jabatan Presiden yang pasti dan Presiden tidakdapat dijatuhkan di tengah-tengah masa jabatannya21.

17 Moh. Mahfud MD, op.cit., hlm. 74.18 Philipus M. Hadjon, 1987, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi

Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan,Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, hlm. ix.

19 Terjadi empat kali amandemen terhadap Undang-undang Dasar Tahun 1945 yangkemudian dituangkan ke dalam Lembaran Negara, masing-masing yakni AmandemenPertama dituangkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor11, Amandemen Kedua dituangkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2006 Nomor 12, Amandemen Ketiga dituangkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2006 Nomor 13, serta Amandemen Keempat dituangkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 14. Baca lebih lanjutdalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, op.cit., h. i-vii.

20 Baca Majelis Permusyawaratan Rakyat, op.cit., h. v-vii.21 Lihat Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945, mengenai Presiden

dipilih langsung oleh rakyat dalam rumusan Pasal 6A Ayat (1), masa jabatan Presiden yangpasti melalui rumusan Pasal 7 serta dasar dan mekanisme pemberhentian Presiden danWakil Presiden melalui rumusan Pasal 7 A yang berbunyi,”Presiden dan/atau WakilPresiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyatatas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaranhukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana beratlainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagaiPresiden dan/atau Wakil Presiden“ serta Pasal 7 B Ayat (1) yang berbunyi,”UsulPemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan PerwakilanRakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukanpermintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutuspendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telahmelakukan pelanggaran hukum berupa Pengkhianatan terhadap negara, korupsi,penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa

Page 110: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

90

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Perlu dicatat, demi mendapatkan pemahaman yang utuh danmenyeluruh, maka patut ditelusuri sejarah perumusan dan pem-bahasan Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia22, proses perdebatan pada Panitia Ad Hoc I Majelis Per-musyawaratan Rakyat Republik Indonesia23 dalam melakukan per-ubahan terhadap batang tubuh dan penjelasan Undang-UndangDasar Tahun 1945, dan bilamana dinilai perlu dapat juga digunakanpendekatan perbandingan Hukum Tata Negara untuk mendapathasil yang lebih tajam dan maksimal24.

Ditinjau dari sejarah ketatanegaraan sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tidak terdapat ketentuan yang menen-tukan penggunaan nomeklatur lembaga negara. Istilah lembaganegara tersebut mulai dikenal sejak ditetapkannya Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MajelisPermusyawaratan Rakyat/1978 dengan menggunakan istilahLembaga Tertinggi Negara untuk Majelis Permusyawaratan Rakyatdan Lembaga Tinggi Negara untuk penyebutan Dewan PerwakilanRakyat, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan,Dewan Pertimbangan Agung dan Mahkamah Agung.25 Sedangkandalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, digunakan istilah“alat-alat perlengkapan Federal” dan dalam Undang-Undang DasarSementara 1950 digunakan istilah “alat-alat perlengkapan Negara”.Dalam kedua konstitusi tersebut26, disebutkan secara rinci siapa sajaalat-alat perlengkapan Negara yang dimaksud.

Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atauWakil Presiden“. Baca lebih lanjut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2006 Nomor 13 dan Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 116-118.

22 Lihat lebih lanjut dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, op.cit., h. iii-vi.23 Baca dalam Jimly Asshidiqie, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi

Revisi, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 275-279. Untuk selanjutnya disebut sebagaiJimly Asshidiqie I.

24 I Dewa Gede Atmadja, 2006, Hukum Konstitusi: Hukum Konstitusi, PerubahanKonstitusi Sudut Pandang Perbandingan, Denpasar: Bali Aga, hlm. 1-3.

25 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MajelisPermusyawaratan Rakyat/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata kerja LembagaTertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara, merupakan salahKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masuk ke dalam katagori Ketetapanyang dicabut melalui Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-nesia 2003. Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Nomor I/Majelis Permusyawaratan Rakyat/2003, CetakanKesepuluh, Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, hlm. 15-17.Untuk selanjutnya disebut sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat II.

26 Lihat dalam Bab III Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 dan Pasal 44 Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Baca dalam Joeniarto, 1986, Sejarah KetatanegaraanIndonesia, Jakarta: Bina Aksara, hlm. 45-57.

Page 111: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

91

Hukum Tata Negara

Dipandang dari tujuan pembentukannya, lembaga negara me-rupakan perwujudan dari kedaulatan berada di tangan rakyat dandilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kemudian, dibentuk-lah dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 lembaga-lembaganegara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, Mahkamah Agung,Badan Pemeriksa Keuangan dan lembaga negara yang lainnya. Dankepada lembaga-lembaga negara tersebut27, diberikan fungsi, ke-dudukan dan wewenang pemerintahan yang meliputi berbagai segi.

Lembaga negara sebelum dan setelah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terdapat perbedaaan. Ada beberapa yangdihapus dan ada pula beberapa lembaga negara baru yang dibentuk.

Adapun sebelum Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di-amandemen28, dipandang dari kedudukannya, terdapat lembagatertinggi negara yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembagatinggi negara yakni meliputi Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden,Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Dewan Per-timbangan Agung.

Pasca Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diamandemen, MajelisPermusyawaratan Rakyat berubah kedudukannya sebagai lembaganegara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus-kan29, secara khusus melalui perubahan keempat Undang-UndangDasar Tahun 1945, adapun ketentuan Pasal 16 sebelum amandemenmengalami perubahan menjadi rumusan perbandingan sebagai berikut:

BAB IVDEWAN PERTIMBANGAN AGUNG30

Pasal 161) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan

undang-undang.

27 Ide pemikirannya diambil dari H. Abubakar Busro dan Abu Daud Busroh, 1984,Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 36 dan paparannya disesuaikandengan perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

28 Baca dalam Joeniarto, op.cit., h. 47-50.29 Periksa Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, mengenai penghapusan

Dewan Pertimbangan Agung, pembentukan Dewan Pertimbangan Daerah dan MahkamahKonstitusi, serta kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga negaradan tidak lagi sebagai lembaga negara tertinggi. Baca dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2006 Nomor 12, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006Nomor 13 dan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 14.

30 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 14.

Page 112: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

92

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaanPresiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.

BAB IVDEWAN PERTIMBANGAN AGUNG ****) (Dihapuskan)31

Pasal 16Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugasmemberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yangselanjutnya diatur dalam Undang-Undang32.

Di samping itu, dalam perubahan Undang-Undang DasarTahun 1945 juga terdapat pembentukan lembaga negara baru yakniDewan Perwakilan Daerah sebagaimana dirumuskan dalam BabVII A tentang Dewan Perwakilan Daerah pada Pasal 22C dan 22DUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB VIIA***)33

DEWAN PERWAKILAN DAERAHPasal 22C1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi

melalui pemilihan umum. ***)2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi

jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan PerwakilanDaerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DewanPerwakilan Rakyat. ***)

3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalamsetahun. ***)

4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diaturdengan undang- undang. ***)

31 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 132.32 Pasal 16 Ayat (2) tersebut telah dituangkan ke dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, diundangkanpada tanggal 28 Desember 2006, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2006 Nomor 108 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4670, lihat dan bandingkan dengan rumusan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1Angka (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tersebut.

33 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 140-141.

Page 113: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

93

Hukum Tata Negara

Pasal 22 D34

1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada DewanPerwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitandengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pemben-tukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaansumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yangberkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***)

2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusatdan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungandaerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomilainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; sertamemberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyatatas rancangan undang-undang anggaran pendapatan danbelanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitandengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)

3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan ataspelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pem-bentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubunganpusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan danbelanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampai-kan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyatsebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)

4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan darijabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalamundang-undang. ***)

Dalam perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pula,terdapat penambahan pada Kekuasaan Kehakiman Nasional yaitudengan munculnya Mahkamah Konstitusi sebagaimana dirumuskandalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 24 Ayat (2) danPasal 24C Ayat (1) sampai (6) Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

34 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., h. 141-142.

Page 114: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

94

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

BAB IXKEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 2435

2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalamlingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuahMahkamah Konstitusi”.

Pasal 24C36

1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertamadan terakhir yang putusannya bersifat final untuk mengujiundang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutussengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannyadiberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaranpartai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihanumum. ***)

2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapatDewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-UndangDasar. ***)

3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggotahakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukanmasing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orangoleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)

4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari danoleh hakim konstitusi. ***)

5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yangtidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ke-tatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. ***)

6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukumacara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusidiatur dengan undang-undang. ***)

35 Lihat Undang-undang Dasar ’45 Amandemen ke-4 Tahun 2002, op.cit., hlm. 20.36 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 148-150.

Page 115: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

95

Hukum Tata Negara

Masalah pokok yang dibahas dalam bab ini yakni mengenailembaga-lembaga negara menurut Perubahan Undang-UndangDasar Tahun 194537. Penataan kekuasaan Negara di Indonesia baiksebelum maupun pasca Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945 “sarat akan diskusi dan pembahasan” dan “menjadi wacana baru”.

Disebut “sarat akan diskusi dan pembahasan”, dikarenakan di-pandang dari pembagian kekuasaan negara beserta lembaga-lembaganegaranya sebelum maupun sesudah Undang-Undang Dasar Tahun1945 diamandemen, tidaklah mengikuti ajaran pemisahan kekuasaandari Montesquieu38 yang lazim dikenal melalui ajaran “Trias politica”,tidak pula mengikuti pola dan praktik Amerika Serikat, dan tidak pulamengikuti pola dan praktik negara-negara Eropa khususnya Belandayang pernah menjajah Indonesia39. Terlebih lagi, penataan lembaga-lembaga Negara setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945, menjadi wacana baru yang kemudian menjadi hal substansialdalam kajian ketatanegaraan.

Dikatakan “menjadi wacana baru” akibat dari adanya lembaganegara yang dihapus dan terdapat pembentukan lembaga negarayang baru40. Sehingga, sangat tepat pembahasan mengenai lembaga-lembaga negara ini diangkat, khususnya dalam konteks sebagaibahan perkuliahan.

Di Indonesia, runtuhnya kekuasaan Orde Baru41berdampak padaruntuhnya sakralisasi pandangan terhadap Undang-Undang DasarTahun 1945 yang didesak dan dimotori oleh paradigma pemikiranreformasi. Hal ini menjadikan Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melakukan per-ubahan dan penyempurnaan terhadap batang tubuh Undang-Undang Dasar 194542.

37 Lihat dalam Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 189-191.38 Baca dalam Ismail Suny, Loc.cit.39 Philipus M. Hadjon, Loc.cit.40 Baca Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun

1945 dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 1-275. Disamping itu, beberapaliteratur terkait seperti halnya Ni’matul Huda, 2008, Undang-undang Dasar 1945 danGagasan Amandemen Ulang, Cetakan Pertama, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 1-25.

41 Lihat dalam Denny Indrayana, 2011, Indonesia Optimis, Cetakan Pertama, Jakarta:Kompas Gramedia Group, hlm. 1-5.

42 Dalam Jimly Asshidiqie I, op.cit., hlm. 275-276.

Page 116: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

96

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Salah satu wacana penting yang patut ditindaklanjuti setelahperubahan Undang-undang Dasar 1945, bahwa ketatanegaraannegara Republik Indonesia telah berubah. Perubahan Ketatanegaraantersebut akan membawa implikasi pada perubahan atas paradigmaberpikir dan praktik ketatanegaraan di Indonesia, khususnya yangberkaitan dengan lembaga-lembaga negara pasca perubahanUndang-Undang Dasar Tahun 1945.

B. Mengidentifikasi Lembaga-lembaga Negara pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga

negara pasca Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dapatdilakukan pendekatan melalui beberapa sudut pandang berikut ini:

1. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian KekuasaanTeori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian ke-

kuasaan adalah “teori pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan olehMontesquieu43 dan “teori pembagian kekuasaan” yang dipopulerkanoleh Hans Kelsen44. Kedua teori tersebut merupakan cikal bakal pem-bentukan lembaga negara (atau dengan nama lain penyebutannya)lahirnya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ditinjau darisegi fungsinya, ketiga lembaga negara tersebut berfungsi melaksana-kan kedaulatan rakyat.

Di Indonesia, ketiga kategori lembaga negara tersebut dikenaldalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 194545, terdapat BabIII mengenai kekuasaan Pemerintahan Negara, yang lazim disebutsebagai kekuasaan eksekutif, Bab VII mengenai Dewan PerwakilanRakyat, yang lazim disebut sebagai kekuasaan legislatif, serta BabIX mengenai Kekuasaan Kehakiman yang lazim dikenal sebagaikekuasaan yudikatif.

Dalam konteks perkembangan ketatanegaraan Indonesia pascaperubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, secara eksplisitditentukan lebih dari 3 (tiga) mengenai lembaga negara, malahandengan penyebutan atau penamaan yang berbeda.

43 Ismail Suny, Loc.cit.44 Baca dalam Hans Kelsen, op.cit., hlm. 250-253.45 Lihat Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 121-149.

Page 117: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

97

Hukum Tata Negara

2. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi Wewenang dalamPerubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945Berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai

lembaga-lembaga negara dalam Perubahan Undang-Undang DasarTahun 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut46 :a) Majelis Permusyawaratan Rakyat, dengan dasar hukum atribusi

wewenang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945meliputi Pasal 3 Ayat (1) dan (2), Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (7), danPasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

b) Presiden, dengan dasar hukum atribusi wewenang dalam Per-ubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 meliputi Pasal 4 Ayat(1), Pasal 5 Ayat (1), dan (2), Pasal 10, Pasal 11 Ayat (1), Pasal 12,Pasal 13 Ayat (1), pasal 14 Ayat (1), dan (2), Pasal 15, Pasal 16,Pasal 17 Ayat (2), Pasal 20 Ayat (2), dan (4), Pasal 22 Ayat (1),Pasal 23 Ayat (2), Pasal 23F Ayat (1), Pasal 24A Ayat (3), Pasal24B Ayat (3), dan Pasal 24C Ayat (3) Undang-Undang DasarTahun 1945.

c) Dewan Perwakilan Rakyat, dengan dasar hukum atribusi wewe-nang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 me-liputi Pasal 20 Ayat (1) dan (2), Pasal 22 Ayat (2), Pasal 22D Ayat (1)dan (2), Pasal 23 Ayat (2), Pasal 20A Ayat (1) dan Pasal 22D Ayat(3), Pasal 22F Ayat (1), Pasal 22E Ayat (2) dan (3), Pasal 24BAyat (3), Pasal 24A Ayat (3), Pasal 24C Ayat (3), Pasal 13 Ayat(3) dan (4), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

d) Dewan Perwakilan Daerah, dengan dasar hukum atribusi wewe-nang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 me-liputi Pasal 22D Ayat (1), (2), (3) dan Pasal 22F Ayat (l) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

e) Mahkamah Agung, dengan dasar hukum atribusi wewenangdalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 meliputiPasal 24 Ayat (2), Pasal 24 A Ayat (1), dan Pasal 24 C Ayat (3)Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

46 Lihat dan bandingkan dalam Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 189-253.

Page 118: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

98

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

f) Mahkamah Konstitusi, dengan dasar hukum atribusi wewenangdalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 padaPasal 24C Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

g) Komisi Yudisial, dengan dasar hukum atribusi wewenang dalamPerubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 24AAyat (3), dan Pasal 24B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

h) Badan Pemeriksa Keuangan, dengan dasar hukum Atribusi wewe-nang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 padaPasal 23E Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

i) Pemerintah Daerah, dengan dasar hukum atribusi wewenangdalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal18 ayat (2), ayat (5), ayat (6) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

j) Komisi Pemilihan Umum, dengan dasar hukum atribusi wewe-nang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 padaPasal 22E ayat (l), (2), dan (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

k) Bank Sentral, dengan dasar hukum atribusi wewenang dalamPerubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 23D Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

l) Tentara Nasional Indonesia, dengan dasar hukum atribusiwewenang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945 pada Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

m) Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan dasar hukum atri-busi wewenang dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945 pada Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

n) Dewan Pertimbangan, dengan dasar hukum atribusi wewenangdalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal16 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Terminologi atau istilah yang digunakan dalam PerubahanUndang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk menyebut lembaga-lembaga negara47 tersebut tidak seragam. Sebagai lembaga-lembaganegara disebutkan yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan WakilPresiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah

47 Jimly Asshidiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara PascaReformasi, Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 1-69. Untuk selanjutnya disebutsebagai Jimly Asshidiqie II. Baca juga Jimly Asshidiqie I, op.cit., hlm. 11-76, 281-342.

Page 119: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

99

Hukum Tata Negara

Konstitusi dan ada pula Komisi Yudisial. Selain itu, ada pula disebutPemerintahan Daerah, Kepolisian Republik Indonesia, TentaraNasional Indonesia, Komisi Pemilihan Umum dan Bank Sentral.

Bila dikaji lebih mendalam, maka dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terdapat lembaga yang menggunakannomenklatur atau nama komisi, yaitu Komisi Yudisial dan KomisiPemilihan Umum. Adapun diluar ketentuan Undang-Undang Dasar,keberadaan lembaga komisi yang merupakan lembaga-lembagapembantu (state auxiliary agencies), yang dibentuk berdasarkanUndang-undang maupun Peraturan lainnya di bawah Undang-undang48. Pembentukan lembaga-lembaga yang disebut komisi inisangat pesat perkembangannya sejak reformasi. Lembaga-lembagatersebut diposisikan setingkat lembaga negara, idealnya bersifat“independen” dan secara khusus ditujukan untuk menjalankanfungsi dan kewenangan tertentu.49

Dalam kenyataannya, di Indonesia telah dibentuk beberapakomisi50, yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), KomisiPenyiaran (KPI), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU),Komisi Nasional untuk Anak (Komnas Anak), Komisi NasionalPerempuan (Komnas Perempuan), Komisi Ombudsman Nasional(KON), Komisi untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi KepolisianNasional (Kompolnas), Komisi untuk Perlindungan Saksi danKorban serta Komisi Hukum Nasional (KHN).

Dalam waktu mendatang51, diperkirakan masih akan ada lagibeberapa Komisi yang akan dibentuk, seperti Komisi PengawasKejaksaan dan Komisi untuk Kebebasan Informasi.

Adapun hingga saat ini52, komisi yang telah dibubarkan adalahKomisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) danKomisi Konstitusi.

48 Baca dalam Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 277-279.49 Periksa Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-

undangan Nasional yang terkait. Agar lebih jelas pemahamannya bandingkan denganFirmansyah Arifin et.al., Hasil Penelitian Sementara tentang Lembaga Negara, 2004,Jakarta dan Firmansyah Arifin, Hukum dan Kuasa Konstitusi: Catatan-catatan untukPembahasan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Cetakan Pertama, Jakarta:Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2004, hlm. 13-43.

50 Lihat dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 13-15.51 Lihat dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 17.52 Lihat dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 18.

Page 120: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

100

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

C. Tata Cara Pembentukan, Susunan, dan Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Pasca Perubahan Undang-undang DasarTahun 1945

1. Majelis Permusyawaratan RakyatDitinjau dari segi tata cara pembentukannya dikaitkan dengan

dasar hukumnya yakni pada Bab II tentang Majelis Permusya-waratan Rakyat Pasal 2 dan Pasal 3 Perubahan Undang-UndangDasar Tahun 1945 dan perundang-undangan nasional yakni dikait-kan beberapa peraturan perundang-undangan pasca Amandemenatas Pasal 2 dan Pasal 3 tersebut, yakni melalui Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 22 Tahun 200353, kemudian diubah dalamUndang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 200954, danterakhir dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17Tahun 201455, Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana di-rumuskan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) dari ketigaperaturan perundang-undangan tersebut yakni,”...Majelis Permusya-waratan Rakyat yang selanjutnya disingkat Majelis PermusyawaratanRakyat adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945...”yang dikaitkan dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan lembaga Negarayang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggotaDewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umumdan diatur lebih lanjut dengan Undang-undang56.

Dengan ketentuan baru ini, Jimly Asshiddiqie mengemukakanbahwa eksistensi utusan golongan dihapus dari sistem perwakilan

53 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-wakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 31Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor92 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310.

54 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043.

55 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.

56 Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihatdalam Undang-undang Dasar ’45 Amandemen ke-4 Tahun 2002, Loc.cit.

Page 121: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

101

Hukum Tata Negara

yang berpilar tiga tersebut pra Amandemen, yakni perwakilan politikmelalui sistem kepartaian di Dewan Perwakilan Rakyat (PoliticalRepresentatives), perwakilan daerah atau utusan daerah (RegionalRepresentatives), dan perwakilan golongan fungsional berupa utusandaerah (Functional Representatives) seperti yang diadopsi dalam naskahasli Undang-Undang Dasar 194557.

Adapun susunan dan keanggotaan Majelis PermusyawaratanRakyat dapat dikaji dari rumusan Pasal 2 Ayat (1) Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan lembagaNegara yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dananggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihanumum dan diatur lebih lanjut dengan Undang-undang58, demikianpula dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2003 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyatterdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Per-wakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, selanjutnyadalam Pasal 3 dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor22 Tahun 2003 ditentukan bahwa Keanggotaan Majelis Permusya-waratan Rakyat diresmikan dengan Keputusan Presiden59.

Kemudian pula ditegaskan kembali dalam Pasal 2 dan Pasal 3Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 danterakhir dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014 yang menentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyatterdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota DewanPerwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum danMajelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga permusya-waratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara sertaPasal 6 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 dan Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor17 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Keanggotaan MajelisPermusyawaratan Rakyat diresmikan dengan Keputusan Presiden.

57 Jimly Asshiddiqie, 2002, Konsolidasi Naskah Undang-undang Dasar 1945 SetelahPerubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitaslndonesia, (selanjutnya disebut Jimly Asshidqie III), hlm. 3.

58 Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihatdalam Undang-undang Dasar ’45 Amandemen ke-4 Tahun 2002, Loc.cit.

59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, tentang Susduk,Bandung: Penerbit “Citra Umbara”, 2003, hlm. 4.

Page 122: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

102

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Kemudian berkaitan dengan pimpinan Majelis PermusyawaratanRakyat, baik pada Pasal 7 Ayat (1) dalam Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003 disebutkan bahwa pimpinan MajelisPermusyawaratan Rakyat terdiri atas seorang Ketua dan tiga orangwakil ketua yang mencerminkan unsur Dewan Perwakilan Rakyatdan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih dari dan oleh anggotaMajelis Permusyawaratan Rakyat dalam Sidang Paripurna MajelisPermusyawaratan Rakyat.

Kemudian dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009, disebutkan bahwa pimpinan MajelisPermusyawaratan Rakyat terdiri atas 1 (satu) orang ketua yangberasal dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 4 (empat) orangwakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal darianggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 2 (dua) orang wakil ketuaberasal dari anggota Dewan Perwakilan Daerah, yang ditetapkandalam sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, serta Pasal15 Ayat (1), (2) dan (5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor17 Tahun 2014, disebutkan bahwa Pimpinan Majelis Permusya-waratan Rakyat terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orangwakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat dipilih dari dan oleh anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat dalam satu paket yang bersifat tetap yang berasaldari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidangparipurna, yang dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calonpimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dipilih secaramusyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurnaMajelis Permusyawaratan Rakyat.

Berkaitan dengan tugas Pimpinan Majelis PermusyawaratanRakyat, disebutkan dalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003 menentukan bahwa tugas PimpinanMajelis Permusyawaratan Rakyat adalah sebagai berikut.a) Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil keputusan.b) Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja

antara ketua dan wakil ketua.c) Menjadi juru bicara Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Page 123: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

103

Hukum Tata Negara

d) Melaksanakan dan memasyarakatkan putusan Majelis Per-musyawaratan Rakyat.

e) Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan lembaganegara lainnya sesuai dengan putusan Majelis PermusyawaratanRakyat.

f) Mewakili Majelis Permusyawaratan Rakyat dan/atau alatperlengkapan Majelis Permusyawaratan Rakyat di Pengadilan.

g) Melaksanakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyatberkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggotasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h) Menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaananggaran Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan

i) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam sidangParipurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sedangkan dalam Pasal 15 Undang-undang Republik Indone-sia Nomor 27 Tahun 2009 menentukan bahwa tugas PimpinanMajelis Permusyawaratan Rakyat adalah sebagai berikut.a) memimpin sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dan

menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;b) menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja

antara ketua dan wakil ketua;c) menjadi juru bicara Majelis Permusyawaratan Rakyat;d) melaksanakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat;e) mengoordinasikan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

f) mewakili Majelis Permusyawaratan Rakyat di pengadilan;g) menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran Majelis

Permusyawaratan Rakyat; danh) menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam sidang pari-

purna Majelis Permusyawaratan Rakyat pada akhir masa jabatan.

Serta dalam Pasal 16 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014 menentukan bahwa tugas Pimpinan MajelisPermusyawaratan Rakyat adalah sebagai berikut:

Page 124: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

104

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a) memimpin sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dan me-nyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;

b) menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerjaantara ketua dan wakil ketua;

c) menjadi juru bicara Majelis Permusyawaratan Rakyat;d) melaksanakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat;e) mengoordinasikan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

untuk memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara KesatuanRepublik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

f) mewakili Majelis Permusyawaratan Rakyat di pengadilan;g) menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran Majelis Per-

musyawaratan Rakyat; danh) menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam sidang pari-

purna Majelis Permusyawaratan Rakyat pada akhir masa jabatan.

Dalam Pasal 8 Ayat (2) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, Pasal 15 Ayat (2) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009, dan Pasal 16 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tersebut, ditegas-kan bahwa mengenai tugas dan tata cara pelaksanaan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan TataTertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dirumuskan dalamPasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003,Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009,serta Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, yang menentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyatmerupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukansebagai lembaga negara.

Kemudian, berkaitan dengan tugas dan wewenang Majelis Per-musyawaratan Rakyat, berdasarkan ketentuan Pasal 3 PerubahanUndang-Undang Dasar Tahun 194560 serta Pasal 11 Undang-Undang

60 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 121.

Page 125: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

105

Hukum Tata Negara

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, ditegaskan bahwaMajelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai tugas dan wewe-nang sebagai berikut.a) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;b) Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil Pemilihan

umum, dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat;c) Memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan

putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presidendan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presidendan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampai-kan penjelasan di dalam Sidang Paripurna Majelis Permusya-waratan Rakyat;

d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presidenmangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakankewajibannya dalam masa jabatannya;

e) Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presidenapabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masajabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;

f) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhentisecara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calonPresiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh Partai politikatau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan WakilPresiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalampemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;

g) Menetapkan Peraturan Tata Tertib dan Kode etik Majelis Per-musyawaratan Rakyat.

Sedangkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009, disebutkan bahwa tugas dan wewe-nang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat yakni sebagai berikut:a) mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;b) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;c) memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat untuk mem-

berhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa

Page 126: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

106

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwaPresiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaranhukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan terceladan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidaklagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

d) melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presidenmangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukankewajibannya dalam masa jabatannya;

e) memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan olehPresiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalammasa jabatannya; dan

f) memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajiban-nya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua)pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan olehpartai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonPresiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertamadan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhirmasa jabatannya.

Pasal 5 merupakan tata cara pelaksanaan dari Pasal 4 sebagai-mana telah dirumuskan berikut ini.1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana di-

maksud dalam Pasal 4, Majelis Permusyawaratan Rakyat me-nyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Dalam menyusun program dan kegiatan Majelis Permusya-waratan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk me-menuhi kebutuhannya, Majelis Permusyawaratan Rakyat dapatmenyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepadaPemerintah untuk dibahas bersama.

3) Pengelolaan anggaran Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SekretariatJenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan keten-tuan peraturan perundang-undangan.

Page 127: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

107

Hukum Tata Negara

4) Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan pertanggung-jawaban pengelolaan anggaran Majelis PermusyawaratanRakyat dalam peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Majelis Permusyawaratan Rakyat melaporkan pengelolaananggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaluiSekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat kepadapublik pada akhir tahun anggaran.

Sedangkan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2014, disebutkan bahwa wewenang MajelisPermusyawaratan Rakyat secara terpisah dijabarkan sebagai berikut.a) mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;b) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;c) memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat untuk member-

hentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan-nya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presidendan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukumberupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atauterbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagimemenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

d) melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presidenmangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukankewajibannya dalam masa jabatannya;

e) memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan olehPresiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalammasa jabatannya; dan

f) memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajiban-nya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua)pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkanoleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangancalon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyakpertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampaiberakhir masa jabatannya.

Page 128: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

108

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Sedangkan Pasal 5 terkait dengan tugas dari Majelis Permusya-waratan Rakyat yakni sebagai berikut.a) memasyarakatkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;b) memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik In-donesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

c) mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan

d) menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Hak dan kewajiban Majelis Permusyawaratan Rakyat ditegas-kan dalam Pasal 12 Ayat (1) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003. Bahwa dalam melaksanakan tugas danwewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 pada undang-undang tersebut, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat mem-punyai hak sebagai berikut.a) Mengajukan usul perubahan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar;b) Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;c) Memilih dan dipilih;d) Membela diri;e) Imunitas;f) Protokoler; dang) Keuangan dan administratif.

Pada Pasal 12 Ayat (2) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, ditegaskan bahwa tata cara penggunaanhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam PeraturanTata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dalam Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor22 Tahun 2003, ditentukan bahwa anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut:.a) Mengamalkan Pancasila;b) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

nesia tahun 1945 dan Peraturan Perundang-undangan;

Page 129: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

109

Hukum Tata Negara

c) Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia danKerukunan Nasional;

d) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok, dan golongan; dan

e) Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Sedangkan hak dan kewajiban Majelis PermusyawaratanRakyat kembali ditegaskan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009, anggota MajelisPermusyawaratan Rakyat mempunyai hak sebagai berikut:.a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;c. memilih dan dipilih;d. membela diri;e. imunitas;f. protokoler; dang. keuangan dan administratif.

Dalam Pasal 10 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009, ditentukan bahwa anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut.a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

nesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan; dane. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Sedangkan hak dan kewajiban Majelis Permusyawaratan Rakyatkembali ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2014 bahwa anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat mempunyai hak sebagai berikut.

Page 130: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

110

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;c. memilih dan dipilih;d. membela diri;e. imunitas;f. protokoler; dang. keuangan dan administratif.

Dalam Pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009, ditentukan bahwa anggota Majelis Permusya-waratan Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut:a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

nesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;c. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik In-donesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional danmenjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok, dan golongan; dan

f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Hubungan antara Majelis Permusyawaratan Rakyat denganLembaga Negara selain Dewan Perwakilan Rakyat dan DewanPerwakilan Daerah adalah hubungan dengan Presiden dan WakilPresiden, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden, member-hentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannyamenurut Undang-Undang Dasar serta memilih Wakil Presidendalam hal kekosongan jabatan Wakil Presiden61.

Sedangkan, hubungan antara Majelis Permusyawaratan Rakyatdengan Mahkamah Konstitusi dalam kaitan Putusan MahkamahKonstitusi atas dugaan Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden/

61 Lihat dalam Pasal 7A, Pasal 7B dan Pasal 8 Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 114-120.

Page 131: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

111

Hukum Tata Negara

Wakil Presiden telah melanggar hukum atau telah tidak lagi meme-nuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden seperti yang ditentukandalam Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 194562 termasukperaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang DasarTahun 1945, yakni peraturan perundang-undangan terkaitMahkamah Konstitusi Republik Indonesia63.

Prof. Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa dalam kontekshubungan seperti itu, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pascaamandemen menempatkan bahwa kekuasaan legislatif berada diMajelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyatjuga berbeda dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Per-wakilan Daerah secara personal. Selain itu, Majelis Permusya-waratan Rakyat bersifat permanen dan berdiri sendiri disampingpimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan PerwakilanDaerah. Sistem parlemen dengan gaya tersebut merupakan “trika-meralisme”64. Dalam konteks ini, Indonesia adalah negara pertamadi dunia yang menggunakan sistem parlemen seperti model tersebut.

2. Dewan Perwakilan RakyatDitinjau dari segi tata cara pembentukannya Bab VII tentang

Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21,Pasal 22, Pasal 22A dan Pasal 22B pada Perubahan Undang-Undang

62 Lihat Pasal 24C ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm.148.

63 Dalam Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2003, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, sebagaimana telah diubah dalamUndang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada 20 Juli2011, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226 dan terakhir melaluiPeraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor4 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2013, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 167 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5456. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 24Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada 15 Januari 2014, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493.

64 Jimly Asshiddiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, MahkamahKonstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 138-141. Lihat juga Firmansyah Arifin, et.al., op.cit., hlm. 20.

Page 132: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

112

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor22 Tahun 200365 yang kemudian diubah dalam Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 27 Tahun 200966, dan terakhir dalamUndang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 201467 yangtelah diubah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor42 Tahun 201468, dinyatakan bahwa anggota Dewan PerwakilanRakyat dipilih melalui Pemilihan Umum dan susunan DewanPerwakilan Rakyat diatur dengan Undang-Undang.

Adapun susunan dan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyatdapat dikaji dari rumusan Pasal 19 Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, Pasal 67 danPasal 74 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009,serta Pasal 67, Pasal 68 dan Pasal 76 Undang-undang Republik In-donesia Nomor 17 Tahun 2014, bahwa Dewan Perwakilan Rakyatmerupakan lembaga Negara yang terdiri atas anggota partai politikpeserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihanumum, yang berjumlah lima ratus lima puluh orang pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 dan menjadi

65 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-wakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 31Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor92 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310.

66 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Per-wakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumumkan ke dalamLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5043.

67 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Per-musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014, diumumkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.

68 Adapun substansi perubahannya terkait dengan Pasal 74 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5),serta Ayat (6) yang dihapus, Pasal 97 Ayat (2) yang diubah bunyinya, Pasal 98 Ayat (7),Ayat (8) dan Ayat (9) dihapus, Pasal 104 Ayat (2) yang diubah bunyinya, Pasal 109 Ayat (2)yang juga diubah bunyinya, Pasal 115 Ayat (2) yang juga diubah bunyinya, Pasal 121Ayat (2) yang juga diubah bunyinya, Pasal 152 Ayat (2) yang juga diubah bunyinya,diantara Pasal 425 dengan Pasal 426 disisipkan Pasal 425 A dalam Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2014. Lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkanpada tanggal 15 Desember 2014, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2014 Nomor 383 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5650.

Page 133: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

113

Hukum Tata Negara

lima ratus enam puluh dalam Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009 dan Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014, yang kemudian diresmikan keanggotaannyadengan Keputusan Presiden, serta berdomisili di ibukota negaraRepublik Indonesia.

Kemudian, berkaitan dengan pimpinan Dewan PerwakilanRakyat, pada Pasal 21 Ayat (1) dalam Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003 disebutkan bahwa pimpinanDewan Perwakilan Rakyat terdiri atas seorang ketua dan tiga orangwakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota Dewan PerwakilanRakyat dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.

Sedangkan dalam Pasal 82 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009, disebutkan bahwa pimpinan DewanPerwakilan Rakyat terdiri atas seorang ketua dan empat orang wakilketua yang ditentukan dalam Ayat (2) hingga Ayat (5) bahwa yangberasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi ter-banyak pertama langsung menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyatdan bagi partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyakkedua hingga kelima menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014, tugas Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat disebutkan padaPasal 84 bahwa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atasseorang ketua dan empat orang wakil ketua yang dipilih dari danoleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian ditentukan dalamAyat (2) bahwa pimpinan dipilih dari anggota Dewan PerwakilanRakyat dalam satu paket yang bersifat tetap yang berasal dari fraksidan diumumkan di dalam sidang paripurna Dewan PerwakilanRakyat sebagaimana disebutkan Ayat (3). Kemudian setiap fraksihanya dapat mengajukan 1 (satu) bakal calon pimpinan saja, dantidak seperti halnya dirumuskan dalam Pasal 82 Ayat (1) hinggaAyat (5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009,bahwa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berasal dari partai politikberdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak pertama langsungmenjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan bagi partai politikberdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak kedua hingga kelimamenjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Page 134: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

114

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Berkaitan dengan tugas Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat,disebutkan dalam Pasal 22 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003 bahwa tugas Pimpinan DewanPerwakilan Rakyat adalah sebagai berikut:a) Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil keputusan;b) Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja

antara ketua dan wakil ketua;c) Menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat;d) Melaksanakan dan memasyarakatkan putusan Dewan Per-

wakilan Rakyat;e) Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga

negara lainnya sesuai dengan putusan Dewan Perwakilan Rakyat;f) Mewakili Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau alat kelengkapan

Dewan Perwakilan Rakyat di Pengadilan;g) Melaksanakan putusan Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan

dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

h) Menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaananggaran Dewan Perwakilan Rakyat; dan

i) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam sidangParipurna Dewan Perwakilan Rakyat.

Sedangkan tugas Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yangdisebutkan dalam Pasal 22 Ayat (1) Undang-undang Republik In-donesia Nomor 27 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:a. memimpin sidang Dewan Perwakilan Rakyat dan menyimpulkan

hasil sidang untuk diambil keputusan;b. menyusun rencana kerja pimpinan;c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan

agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DewanPerwakilan Rakyat;

d. menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat;e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan Dewan Per-

wakilan Rakyat;

Page 135: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

115

Hukum Tata Negara

f. mewakili Dewan Perwakilan Rakyat dalam berhubungan denganlembaga negara lainnya;

g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaganegara lainnya sesuai dengan keputusan Dewan PerwakilanRakyat;

h. mewakili Dewan Perwakilan Rakyat di pengadilan;i. melaksanakan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan

dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

j. menyusun rencana anggaran Dewan Perwakilan Rakyat bersamaBadan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukandalam rapat paripurna; dan

k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DewanPerwakilan Rakyat yang khusus diadakan untuk itu.

Adapun tugas pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menurutUndang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 dapatdisimak pada Pasal 86 Ayat (1) sebagai berikut:a. memimpin sidang Dewan Perwakilan Rakyat dan menyimpulkan

hasil sidang untuk diambil keputusan;b. menyusun rencana kerja pimpinan;c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan

agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DewanPerwakilan Rakyat;

d. menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Rakyat;e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan Dewan Per-

wakilan Rakyat;f. mewakili Dewan Perwakilan Rakyat dalam berhubungan dengan

lembaga negara lainnya;g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga

negara lainnya sesuai dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;h. mewakili Dewan Perwakilan Rakyat di pengadilan;i. melaksanakan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan

dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

Page 136: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

116

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

j . menyusun rencana anggaran Dewan Perwakilan Rakyat bersamaBadan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukandalam rapat paripurna; dan

k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DewanPerwakilan Rakyat yang khusus diadakan untuk itu.

Dalam ketiga peraturan perundang-undangan tersebut, yakniUndang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 Pasal22 Ayat (2), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 Pasal 84 Ayat (2), dan Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014 Pasal 86 Ayat (2), ditegaskan mengenai tugasdan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebihlanjut diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat dirumuskan dalam Pasal24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003,Pasal 68 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009,serta Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014 yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat merupa-kan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaganegara. Sedangkan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimanadirumuskan dalam Pasal 25 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, Pasal 69 dan Pasal 70 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009, serta Pasal 69 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 ditentukan bahwaDewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi legislasi, anggarandan pengawasan. Ditambahkan pula penegasan baik pada Pasal 69Ayat (2) dan Pasal 70 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009 maupun Pasal 69 Ayat (2) serta Pasal 70 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 perihal ketigafungsi tersebut dan tujuannya dalam kerangka representasi rakyat.

Kemudian, tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyatberdasarkan ketentuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 20, Pasal 21,Pasal 22, Pasal 22A dan Pasal 23F Perubahan Undang-Undang DasarTahun 194569 serta Pasal 26 Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

69 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 131-133.

Page 137: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

117

Hukum Tata Negara

a. Membentuk Undang-undang yang dibahas dengan Presidenuntuk mendapat persetujuan bersama;

b. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahpengganti Undang-undang;

c. Menerima dan membahas usulan rancangan Undang-undangyang diajukan Dewan Perwakilan Daerah yang berkaitan denganbidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;

d. Memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah atasrancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara dan rancangan Undang-undang yang berkaitan denganpajak, pendidikan, dan agama;

e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersamaPresiden dengan memperhatikan pertimbangan DewanPerwakilan Daerah;

f. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sertakebijakan pemerintah;

g. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yangdiajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah terhadap pelaksanaanUndang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dandaerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajakpendidikan, dan agama;

h. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan mem-perhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

i. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas per-tanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan olehBadan Pemeriksa Keuangan;

j. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatandan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

k. Memberikan persetujuan calon hakim Agung yang diusulkanKomisi yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim Agung olehPresiden;

l. Memilih tiga orang calon anggota hakim Konstitusi danmengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;

Page 138: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

118

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

m. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkatduta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikanpertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;

n. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakanperang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negaralain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yangmenimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupanrakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/ataupembentuk undang-undang;

o. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjutiaspirasi masyarakat; dan

p. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukandalam Undang-undang.

Sedangkan, tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyatdalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009dikaitkan dengan Pasal 72 dalam undang-undang tersebut,dirumuskan sebagai berikut:a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden

untuk mendapat persetujuan bersama;b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yangdiajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;

c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DewanPerwakilan Daerah berkaitan dengan otonomi daerah, hubunganpusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta peng-gabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan per-imbangan keuangan pusat dan daerah;

d. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksuddalam huruf c bersama Presiden dan Dewan Perwakilan Daerahsebelum diambil persetujuan bersama antara Dewan PerwakilanDaerah dan Presiden;

e. membahas rancangan undang-undang yang diajukan olehPresiden atau Dewan Perwakilan Daerah yang berkaitan denganotonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukandan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber

Page 139: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

119

Hukum Tata Negara

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangankeuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DewanPerwakilan Daerah sebelum diambil persetujuan bersama antaraDewan Perwakilan Rakyat dan Presiden;

f. memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah atasrancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan danBelanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitandengan pajak, pendidikan, dan agama;

g. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertim-bangan Dewan Perwakilan Daerah dan memberikan persetujuanatas rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatandan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden;

h. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undangdan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

i. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang di-sampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah terhadap pelaksanaanundang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dandaerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomilainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,pajak, pendidikan, dan agama;

j. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakanperang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain,serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbul-kan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yangterkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskanperubahan atau pembentukan undang-undang;

k. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberianamnesti dan abolisi;

l. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal meng-angkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;

m. memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan mem-perhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

n. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas penge-lolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikanoleh Badan Pemeriksa Keuangan;

Page 140: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

120

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

o. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatandan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

p. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkanKomisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung olehPresiden;

q. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannyakepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden;

r. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan asetnegara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yangberakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkaitdengan beban keuangan negara;

s. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjutiaspirasi masyarakat; dan

t. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalamundang-undang.

Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor17 Tahun 2014, terkait dengan tugas dan wewenang disebutkansecara terpisah, yang dapat disimak dari kutipan Pasal 71 terkaitwewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut.a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden

untuk mendapat persetujuan bersama;b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yangdiajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;

c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan olehPresiden atau Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan denganotonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan danpemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangankeuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DewanPerwakilan Daerah sebelum diambil persetujuan bersama antaraDewan Perwakilan Rakyat dan Presiden;

d. memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah atasrancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan

Page 141: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

121

Hukum Tata Negara

Belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitandengan pajak, pendidikan, dan agama;

e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan per-timbangan Dewan Perwakilan Daerah dan memberikan perse-tujuan atas rancangan undang-undang tentang Anggaran Pen-dapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Presiden;

f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yangdisampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah atas pelaksanaanundang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dandaerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomilainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,pajak, pendidikan, dan agama;

g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakanperang dan membuat perdamaian dengan negara lain;

h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentuyang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupanrakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/ataumengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;

i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberianamnesti dan abolisi;

j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal meng-angkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;

k. memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memper-hatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;

l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatandan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkanKomisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung olehPresiden; dan

n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannyakepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

Kemudian, dalam Pasal 72 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014 disebutkan perihal tugas dari Dewan Per-wakilan Rakyat, sebagaimana kutipan berikut:

Page 142: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

122

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan pro-gram legislasi nasional;

b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancanganundang-undang;

c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan olehDewan Perwakilan Daerah berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran sertapenggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dansumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan denganperimbangan keuangan pusat dan daerah;

d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan kebijakanpemerintah;

e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas penge-lolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikanoleh Badan Pemeriksa Keuangan;

f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan asetnegara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yangberakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkaitdengan beban keuangan negara;

g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjutiaspirasi masyarakat; dan

h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

Adapaun hak dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat ditegas-kan dalam Pasal 27 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2003, Pasal 77 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009, dan Pasal 79 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014, bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewe-nangnya, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak sebagai berikut.a. interpelasi;b. angket; danc. menyatakan pendapat.

Ditegaskan pada Pasal 12 Ayat (2) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003 bahwa tata cara penggunaan hak

Page 143: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

123

Hukum Tata Negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan TataTertib Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan tata cara penggunaanhak anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud padaayat (1) tersebut dalam Pasal 77 Ayat (2)70, Ayat (3)71 dan Ayat (4)72

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009.Demikian halnya, bila dikaji dalam peraturan perundang-

undangan terbaru terkait Dewan Perwakilan Rakyat yakni padaPasal 79 Ayat (2)73, Ayat (3)74 maupun pada Pasal 79 Ayat (4)75 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014. Secara terperinci,ketiga hak tersebut juga dijabarkan baik pada Bagian KesepuluhPelaksanaan Hak Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 173 sampai dengan

70 Lihat dalam Pasal 77 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 yang berbunyi,”Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalahhak Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenaikebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara“.

71 Lihat dalam Pasal 77 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 yang berbunyi,”Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalahhak Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaansuatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegarayang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan“.

72 Lihat dalam Pasal 77 Ayat (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 yang berbunyi,”Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c adalah hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyatakan pendapat atas: a. kebijakanPemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di duniainternasional; b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau c. dugaan bahwa Presidendan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatanterhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatantercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagaiPresiden dan/atau Wakil Presiden.“.

73 Lihat dalam Pasal 79 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014 yang berbunyi,”Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalahhak Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenaikebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara“.

74 Lihat dalam Pasal 79 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2014 yang berbunyi,”Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalahhak Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaansuatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegarayang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan“.

75 Lihat dalam Pasal 79 Ayat (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun2014 yang berbunyi, ”Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c adalah hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyatakan pendapat atas: a. kebijakanPemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di duniainternasional; b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau c. dugaan bahwa Presidendan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatanterhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatantercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagaiPresiden dan/atau Wakil Presiden.“.

Page 144: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

124

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Pasal 176 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 tentang Hak Interpelasi, kemudian Pasal 177 sampai denganPasal 183 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun2009 tentang Hak Angket serta Pasal 184 sampai dengan Pasal 189Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentangHak Menyatakan Pendapat, dan pada Pasal 194 sampai dengan Pasal198 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014mengenai Hak Interpelasi, Pasal 199 sampai dengan Pasal 209Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentangHak Angket, serta Pasal 210 sampai dengan Pasal 216 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 khusus mengenai HakMenyatakan Pendapat.

Kemudian, dalam Pasal 28 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, Pasal 78 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009, maupun Pasal 80 Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2014, ditentukan bahwa anggota DewanPerwakilan Rakyat mempunyai hak anggota yang dapat disimakdalam kutipan berikut:a. mengajukan rancangan Undang-undang;b. mengajukan pertanyaan;c. menyampaikan usul dan pendapat;d. memilih dan dipilih;e. membela diri;f. imunitas;g. protokoler; danh. keuangan dan administratif.

Serta dalam Pasal 29 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, ditentukan bahwa anggota Dewan Per-wakilan Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut:a. mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan;d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;

Page 145: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

125

Hukum Tata Negara

e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;f. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti

aspirasi masyarakat;g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan;h. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis

kepada pemilih dan daerah pemilihannya;i. menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat; danj. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga

yang terkait.

Sedangkan dalam Pasal 79 Undang-undang Republik Indone-sia Nomor 27 Tahun 2009 maupun pada Pasal 81 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, ditentukan bahwa anggotaDewan Perwakilan Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut:a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

nesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan;e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerin-

tahan negara;g. menaati tata tertib dan kode etik;h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga

lain;i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui

kunjungan kerja secara berkala;j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan

masyarakat; dank. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis

kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Page 146: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

126

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Maka, dapat disimpulkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyatsebagai representasi politik (political representatives)76 dari rakyat In-donesia tidaklah dapat bergelut hanya dengan sebuah peraturanperundang-undangan, namun dengan dinamika yang ada, makaterjadi perubahan peraturan perundang-undangan atas kelem-bagaannya pula.

3. Dewan Perwakilan DaerahTata cara pembentukan Dewan Perwakilan Daerah yang

merupakan salah satu Lembaga Negara baru pasca AmandemenUndang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194577,dapat dillihat pada Bab VII A tentang Dewan Perwakilan Daerahpada Pasal 22C dan Pasal 22D Perubahan Undang-Undang DasarTahun 1945. Di samping itu, terdapat peraturan perundang-undangan nasional terkait dengan Dewan Perwakilan Daerah, yaknimelalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun200378, yang kemudian diubah dalam Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 200979, dan terakhir dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 201480.

Adapun dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945 maupun pada Undang-Undang Republik Indo-nesia Nomor 22 Tahun 200381, Undang-undang Republik Indonesia

76 Lihat dalam Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 189-192.77 Baca dalam Mahkamah Konstitusi, 2010, Naskah KoMajelis Permusyawaratan

Rakyatehensif Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Buku II Lembaga Perwakilan, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat Jenderal danKepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hlm. 13-16.

78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal31 Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003Nomor 92 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310.

79 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Per-musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumumkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043.

80 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Per-musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014, diumumkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.

81 Baca lebih lanjut terkait dengan Bab IV Dewan Perwakilan Daerah pada Pasal 32dan Pasal 33 pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 Susunandan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Page 147: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

127

Hukum Tata Negara

Nomor 27 Tahun 200982, serta Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 201483 dinyatakan bahwa Anggota Dewan Per-wakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui Pemilihan Umum.Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap Provinsi jumlahnyasama. Jumlah seluruh Dewan Perwakilan Daerah tidak lebih darisepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu,ditentukan pula bahwa Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikit-nya sekali dalam setahun. Segala hal perihal susunan dan kedudu-kan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan Undang-Undang84.

Adapun susunan dan keanggotaan Dewan Perwakilan Daerahdapat dikaji dari rumusan Pasal 22C Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 40Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, Pasal222 dan Pasal 227 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27Tahun 2009, serta Pasal 246, Pasal 247 dan Pasal 252 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014. Disebutkan bahwaDewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga Negara yang terdiriatas wakil-wakil daerah Provinsi yang dipilih melalui pemilihanumum, dimana Anggota Dewan Perwakilan Daerah tersebut berasaldari setiap Provinsi ditetapkan sebanyak empat orang, dimanajumlah seluruh Anggota Dewan Perwakilan Daerah tidak melebihidari 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,yang kemudian keanggotaannya diresmikan dengan KeputusanPresiden, berdomisili di daerah pemilihannya dan selama bersidangbertempat tinggal di ibukota negara Republik Indonesia, dan denganmasa jabatan 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DewanPerwakilan Daerah yang baru mengucapkan sumpah/janji85.

82 Baca lebih lanjut dalam Bab IV Dewan Perwakilan Daerah pada Pasal 221 dan Pasal227 dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

83 Baca lebih lanjut dalam Bab IV Dewan Perwakilan Daerah pada Pasal 246 dan Pasal252 dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

84 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 139.85 Perihal masa jabatan telah ditegaskan dalam ditambahkan dalam Pasal 227 Ayat (5)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 maupun Pasal 252 Ayat (5)Undang-undang Republik Indonesia. Baca lebih lanjut dalam Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, di-undangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 123 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 148: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

128

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Berkaitan dengan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, di-sebutkan dalam Pasal 37 Undang-undang Republik Indonesia Nomor22 Tahun 2003 bahwa:1) Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah terdiri atas seorang ketua

dan sebanyak-banyaknya dua orang wakil ketua yang dipilihdari dan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam SidangParipurna Dewan Perwakilan Daerah.

2) Selama Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana di-maksud pada ayat (1) belum terbentuk, Dewan Perwakilan Daerahdipimpin oleh Pimpinan Sementara Dewan Perwakilan Daerah.

3) Pimpinan Sementara Dewan Perwakilan Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang ketua sementara danseorang wakil ketua sementara yang diambilkan dari anggotatertua dan anggota termuda usianya.

4) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda usianyasebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, sebagai peng-gantinya adalah anggota tertua dan/atau anggota termudaberikutnya.

5) Ketua dan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah diresmikandengan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah.

Sedangkan dalam Pasal 235 Undang-undang Republik Indone-sia Nomor 27 Tahun 2009, maupun Pasal 260 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, disebutkan bahwa:1) Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah terdiri atas 1 (satu) orang

ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan olehanggota Dewan Perwakilan Daerah dalam sidang paripurnaDewan Perwakilan Daerah.

2) Dalam hal pimpinan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, Dewan Perwakilan Daerahdipimpin oleh pimpinan sementara Dewan Perwakilan Daerah.

3) Pimpinan sementara Dewan Perwakilan Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang ketua semen-

Nomor 5043 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.

Page 149: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

129

Hukum Tata Negara

tara dan 1 (satu) orang wakil ketua sementara yang merupakananggota tertua dan anggota termuda usianya.

4) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda sebagai-mana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinyaadalah anggota tertua dan/atau anggota termuda berikutnya.

5) Ketua dan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah diresmikandengan keputusan Dewan Perwakilan Daerah.

6) Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah sebelum memangkujabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 229 (dalam Undang-undang Nomor27 Tahun 2009) atau Pasal 258 (dalam Undang-undang Nomor17 Tahun 2014) yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

Kemudian, mengenai tata cara pemilihan Pimpinan DewanPerwakilan Daerah, hal itu diatur dalam Peraturan Tata Tertib DewanPerwakilan Daerah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 37 Ayat(6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003,Pasal 235 Ayat (7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27Tahun 2009, dan Pasal 260 Ayat (7) Undang-undang Republik In-donesia Nomor 17 Tahun 2014.

Adapun tugas pimpinan Dewan Perwakilan Daerah sebagai-mana disebutkan dalam Pasal 38 Ayat (1) dalam Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 yakni sebagai berikut:a) Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil keputusan;b) menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja

antara ketua dan wakil ketua;c) menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Daerah;d) melaksanakan dan memasyarakatkan putusan Dewan Per-

wakilan Daerah;e) mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga

negara lainnya sesuai dengan putusan Dewan Perwakilan Daerah;f) mewakili Dewan Perwakilan Daerah dan/atau alat kelengkapan

Dewan Perwakilan Daerah di Pengadilan;g) melaksanakan putusan Dewan Perwakilan Daerah berkenaan

dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

Page 150: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

130

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

h) menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaananggaran Dewan Perwakilan Daerah; dan

i) pelaksanaan tugasnya dalam Sidang Paripurna Dewan Per-wakilan Daerah.

Dalam Pasal 236 Ayat (1) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009 dan Pasal 261 Ayat (1) Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, disebutkan bahwa tugaspimpinan Dewan Perwakilan Daerah yakni sebagai berikut:a) memimpin sidang Dewan Perwakilan Daerah dan menyimpul-

kan hasil sidang untuk diambil keputusan;b) menyusun rencana kerja pimpinan;c) menjadi juru bicara Dewan Perwakilan Daerah;d) melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan Dewan Per-

wakilan Daerah;e) mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga

negara lainnya sesuai dengan keputusan Dewan Perwakilan Daerah;f) mewakili Dewan Perwakilan Daerah di pengadilan;g) melaksanakan keputusan Dewan Perwakilan Daerah berkenaan

dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

h) menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran Dewan Per-wakilan Daerah; dan

i) menyampaikan laporan kinerja dalam sidang paripurna DewanPerwakilan Daerah yang khusus diadakan untuk itu.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata cara pelaksa-naannya diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan PerwakilanDaerah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 38 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, Pasal 236 Ayat(2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009, danPasal 261 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17Tahun 2014.

Berkaitan dengan kedudukan dari Dewan Perwakilan Daerah,ditentukan dalam Pasal 40 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 22 Tahun 2003, Pasal 222 Undang-undang Republik Indo-

Page 151: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

131

Hukum Tata Negara

nesia Nomor 27 Tahun 2009, maupun Pasal 247 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, bahwa Dewan Per-wakilan Daerah merupakan lembaga perwakilan daerah yangberkedudukan sebagai lembaga negara.

Berkaitan dengan fungsi Dewan Perwakilan Daerah, ditentukandalam Pasal 41 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2003 bahwa Dewan Perwakilan Daerah mempunyai fungsisebagai berikut:a. pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan

pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu;b. pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang tertentu.

Dalam Pasal 223 Ayat (1) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009 maupun dalam Pasal 248 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, disebutkan perihalfungsi dari Dewan Perwakilan Daerah sebagai berikut:a. pengajuan usul kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomidaerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan peme-karan serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber dayaalam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitandengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang ber-kaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, penge-lolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

c. pemberian pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atasrancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan danbelanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitandengan pajak, pendidikan, dan agama; dan

d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenaiotonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungandaerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber dayaalam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan AnggaranPendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama.

Page 152: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

132

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Keseluruhan fungsi Dewan Perwakilan Daerah tersebut di-tujukan dalam kerangka perwakilan daerah sebagaimana dirumus-kan dalam Pasal 223 Ayat (2) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009 dan Pasal 248 Ayat (2) Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014.

Terkait dengan tugas dan wewenang Dewan PerwakilanDaerah, hal ini ditentukan dalam Pasal 42 Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 22 Tahun 2003:1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-undang yang berkaitandengan Otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pem-bentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, penge-lolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya sertayang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2) Dewan Perwakilan Daerah mengusulkan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada DewanPerwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat mengundangDewan Perwakilan Daerah untuk membahas sesuai tata tertibDewan Perwakilan Rakyat.

3) Pembahasan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dilakukan sebelum Dewan Perwakilan Rakyat mem-bahas Rancangan Undang-undang dimaksud pada ayat (1)dengan Pemerintah.

Dalam Pasal 224 Ayat (1) Undang-undang Republik IndonesiaNomor 27 Tahun 2009 dan Pasal 249 Ayat (1) Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, tugas dan wewenangDewan Perwakilan Daerah ditentukan sebagai berikut:a) dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran sertapenggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dansumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan denganperimbangan keuangan pusat dan daerah;

b) ikut membahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presidenrancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagai-mana dimaksud dalam huruf a;

Page 153: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

133

Hukum Tata Negara

c) ikut membahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presidenrancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atauDewan Perwakilan Rakyat, yang berkaitan dengan hal sebagai-mana dimaksud dalam huruf a;

d) memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyatatas rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatandan Belanja Negara dan rancangan undang-undang yang ber-kaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

e) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undangmengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan peng-gabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaansumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksa-naan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pen-didikan, dan agama;

f) menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, penge-lolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,pelaksanaan undang-undang Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara, pajak, pendidikan, dan agama kepada Dewan PerwakilanRakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

g) menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BadanPemeriksa Keuangan sebagai bahan membuat pertimbangankepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan danBelanja Negara;

h) memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyatdalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; dan

i) ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yangberkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, peng-elolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sertayang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Adapaun hak Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana ditentu-kan dalam Pasal 48 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

Page 154: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

134

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a. mengajukan Rancangan Undang-undang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) kepada DewanPerwakilan Rakyat;

b. ikut membahas Rancangan Undang-undang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 43 ayat (1).

Sedangkan dalam Pasal 231 Ayat (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 27 Tahun 2009 maupun dalam Pasal 256 Ayat (1)Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, hakDewan Perwakilan Daerah adalah sebagai berikut:a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukandan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yangberkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitandengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pem-bentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaansumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sertaperimbangan keuangan pusat dan daerah;

c. memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyatdalam pembahasan rancangan undang-undang tentang anggaranpendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undangyang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

d. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang me-ngenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan peng-gabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaansumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksa-naan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pen-didikan, dan agama.

Sedangkan, hak yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota DewanPerwakilan Daerah dalam Pasal 49 Undang-undang Republik Indo-nesia Nomor 22 Tahun 2003, yakni:.a. menyampaikan usul dan pendapat;b. memilih dan dipilih;c. membela diri;

Page 155: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

135

Hukum Tata Negara

d. imunitas;e. protokoler; danf. keuangan dan administratif.

Dalam Pasal 232 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009, dan Pasal 257 Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2014, disebutkan perihal hak yang dimiliki olehtiap-tiap anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana rumusanberikut ini:a. bertanya;b. menyampaikan usul dan pendapat;c. memilih dan dipilih;d. membela diri;e. imunitas;f. protokoler; dang. keuangan dan administratif.

Terkait dengan kewajiban yang dimiliki oleh tiap-tiap anggotaDewan Perwakilan Daerah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal50 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003, yakni:a. mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-undang Dasar negara RI tahun 1945 dan

mentaati segala peraturan perundang-undangan;c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan;d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

keutuhan negara kesatuan RI;e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;f. menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti

aspirasi masyarakat dan daerah;g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan;h. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis

kepada pemilih dan daerah pemilihannya;

Page 156: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

136

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

i. menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib Dewan PerwakilanDaerah; dan

j. menjaga etika dan moral adat daerah yang diwakilinya.

Dalam Pasal 233 Undang-undang Republik Indonesia Nomor27 Tahun 2009, maupun dalam Pasal 258 Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2014, terjadi perubahan frasa mengenaikewajiban dari anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagai berikut.a) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;b) melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

nesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;c) mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;d) mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, golongan, dan daerah;e) menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerin-

tahan negara;f) menaati tata tertib dan kode etik;g) menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan

lembaga lain;h) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan

masyarakat; dani) memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis

kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya.

Terakhir, Dewan Perwakilan Daerah sebagai Perwakilan atauRepresentasi Daerah di tingkat nasional atau “Regional Represen-tatives”86, merupakan lembaga Negara yang baru yang merupakanbagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat dan diatur dengandasar hukum Bab VII A Dewan Perwakilan Daerah pada Pasal 24Cdan Pasal 24D serta Undang-undang tentang Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

86 Lihat dalam Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 193.

Page 157: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

137

Hukum Tata Negara

4. Lembaga Kepresidenan dan Wakil PresidenDari awal kemerdekaan, lembaga kepresidenan di Indonesia

menjadi satu-satunya lembaga Negara yang pembentukannya tidakdiatur dengan Undang-undang tertentu dan hanya dalam batangtubuh Undang-undang Dasar sebelum terjadinya Amandementerhadap Undang-undang Dasar Tahun 194587. Oleh karena itu,lembaga kepresiden lazim disebut sebagai masa “executive heavy”88.

Setelah amandemen atas Undang-undang Dasar Tahun 1945,mulai terjadi perubahan yang sangat mendasar terkait dengan lembagakepresidenan, yang lazim disebut sebagai pergeseran kekuasaaneksekutif yang “executive heavy” menjadi “legislative heavy”89.

Pertama, dalam Amandemen Pertama atas Undang-undangDasar Tahun 1945, disebutkan terjadi perubahan atas pasal-pasaldengan fokus pada lembaga kepresidenan yakni melalui perubahanpada Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14,Pasal 15, maupun Pasal 17 Ayat (2) dan (3) Undang-undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 194590, yang berfokus padapergeseran “executive heavy” menjadi “legislative heavy” dan mulaidiadopsinya konsep “checks and balances systems” dalam sistemketatanegaraan di Indonesia91.

Kemudian, dalam Amandemen Ketiga atas Undang-undangDasar Tahun 194592, disebutkan pula perihal perubahan pasal-pasalterkait lembaga kepresidenan, diantaranya Pasal 6 Ayat (1) dan (2),Pasal 6A Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) dan Ayat (5), Pasal 7A,Pasal 7B Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), Ayat (6), danAyat (7), Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan Ayat(3), serta Pasal 17 Ayat (4) Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

87 Hanya dirumuskan terkait lembaga kepresidenan hanya pada Bab III KekuasaanPemerintahan Negara pada Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2),Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal13, Pasal 14, hingga Pasal 15 Undang-undang Dasar Tahun 1945. Baca lebih lanjut dalamMajelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 20-24.

88 Baca dalam Jimly Asshidiqie III, op.cit., hlm. 25-55.89 Baca lebih dalam Ni’matul Huda, op.cit., hlm. 225-235.90 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 59-66.91 Baca dalam Jimly Asshidiqie IV, op.cit., hlm. 289-293.92 Baca lebih lanjut dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 83-102.

Page 158: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

138

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dalam hal ini, penting untuk mengkaji bagaimana dalam Aman-demen tersebut, terjadi perubahan terkait cara pengisian jabatankepresidenan. Dimana dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945,lembaga kepresidenan menjadi satu-satunya lembaga Negara yangtidak dipilih secara langsung namun melalui Majelis Permusya-waratan Rakyat93. Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun1945, ditentukan dalam Pasal 6 Ayat (1)94 bahwa Calon Presidendan Calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejakkelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lainkarena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, sertamampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dankewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Adapun syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang diatur lebihlanjut melalui Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden danWakil Presiden pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor23 Tahun 200395 maupun Undang-undang Republik Indonesia Nomor42 Tahun 200896 menjadi hukum positif terkait pemilihan Presidendan Wakil Presiden.

Berkaitan dengan kedudukan, tugas dan wewenangnya, LembagaKepresidenan dipimpin oleh seorang Presiden dan seorang WakilPresiden. Pada masa sesudah amandemen Undang-undang DasarTahun 1945, terdapat pembedaan kedudukannya (dalam hal inikedudukan Presiden), dimana Presiden berkedudukan sebagaiKepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan.

93 Baca dalam Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Cetakan Pertama, Jakarta:Gramedia Widiasarana, hlm. 35-60.

94 Lihat dan bandingkan dengan Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945Pra-Amandemen dan baca lebih lanjut penjelasannya dalam Jimly Asshidiqie, 2010,Komentar atas Pasal-pasal Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 138-140.

95 Baca dalam Pasal II Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003. Lihat lebih lanjut dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presidendan Wakil Presiden, diundangkan pada 31 Juli 2003, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93.

96 Baca lebih lanjut dalam Bab III Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presidendan Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pasal 5 Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkan pada24 November 2008, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 176 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.

Page 159: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

139

Hukum Tata Negara

Di samping kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagaiKepala Negara, Presiden Republik Indonesia juga berhak meng-ajukan Rancangan Undang-Undang, membahas rancangan undang-undang bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat, mengesahkan,mengundangkan Undang-Undang dalam Lembaran Negara danbeberapa kewenangan di bidang legislatif. Dalam hal ini, berdasarkanpaparan di atas, maka kekuasaan Presiden dapat dikelompokkanmenjadi empat yakni kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintahan,kekuasaan di bidang Perundang-undangan, kekuasaan di bidangYudisial, dan pula kekuasaan dalam hubungan luar negeri.97

Dilihat dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa betapabesar kekuasaan seorang Presiden menurut Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, meskipun telah terjadi pergeseran dari“executive heavy” menjadi “legislative heavy” setelah terjadi Amandemenatas Undang-undang Dasar Tahun 194598.

5. Kekuasaan Kehakiman (Mahkamah Agung dan MahkamahKonstitusi)Berkaitan dengan kekuasaan kehakiman99 di Indonesia, terdapat

dua kekuasaan kehakiman yakni Mahkamah Agung dan MahkamahKonstitusi. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut terkait kedua lembagaNegara tersebut.

a. Mahkamah AgungAdapun dasar hukumnya dapat ditelusuri pada Bab IX Ke-

kuasaan Kehakiman dalam Pasal 24 Ayat (1), Pasal 24 Ayat (2), danPasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, yang intinya menentukan bahwa Kekuasaan kehakiman In-donesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan Per-

97 Baca sebagai perbandingan dalam Bagir Manan, op.cit., hlm. 115, lihat pula SriSoemantri, 1979, Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalamBatang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Bandung : Alumni, hlm. 113, dan Philipus M.Hadjon, op.cit., hlm. 42-43.

98 Sebagai perbandingan, baca dalam Pasal 4, Pasal 10 sampai dengan 15 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Baca lebih lanjut dalam MajelisPermusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 121, 130-131.

99 Adapun dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 Ayat (1) Undang-undangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa,”Kekuasaankehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilanguna menegakkan hukum dan keadilan“. Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I,op.cit., hlm. 145.

Page 160: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

140

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

adilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usahanegara, di samping oleh sebuah Mahkamah Konstitusi100.

Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-undang101. Dalam Mahkamah Agung, para Hakim Agung harusmemiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,profesional, dan berpengalaman di bidang hukum102.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakimanjunto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung103, sebagaimana telah diubah denganUndang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004104 danterakhir, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun2009105, Mahkamah Agung tidak hanya melaksanakan fungsi Per-adilan saja, namun berbagai fungsi lainnya yakni fungsi peradilan,fungsi mengatur, fungsi penasihat, fungsi pengawasan dan fungsiadministratif.106 Dalam konteks “negara hukum”, memang diperlu-kan adanya Mahkamah Agung sebagai badan atau lembaga yang

100 Adapun Pasal 24 Ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang berbunyi,”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi“. Baca dalam MajelisPermusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 145-146.

101 Baca dalam Pasal 24A Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang berbunyi,”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang“. Lihatlebih lanjut dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 146.

102 Baca lebih lanjut dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 146-147.103 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung, diumumkan ke dalam Lembaran Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1985 Nomor 73 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316.

104 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atasUndang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, diumumkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359.

105 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang PerubahanKedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, diundang-kan 12 Januari 2009, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958.

106 Philipus M. Hadjon, op.cit, hlm. 59.

Page 161: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

141

Hukum Tata Negara

mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, di samping sebagaiperadilan kasasi, mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan bawahandan melakukan hak uji material peraturan perundang-undangandi bawah Undang-undang.

Bagir Manan memaparkan bahwa Mahkamah Agung me-rupakan badan kekuasaan kehakiman tertinggi atau badanpengadilan negara tertinggi. Sebagai penyelenggara negara,Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara seperti Presiden,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan BadanPemeriksa Keuangan (pada masa sebelum Undang-undang DasarTahun 1945 diamandemenkan).

Dari segi hubungan kelembagaan (institusional), MahkamahAgung hanya memiliki hubungan kelembagaan dengan Presidendan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan lembaga negara yang lain,hanya ada hubungan kepenasihatan. Perlu dicatat, hubungantersebut ada yang bersifat searah dan ada yang dua arah. Adapunhubungan dengan Presiden bersifat dua arah, dimana dari Presidenhubungan berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentianHakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung kepada Presidenterdapat hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat ataupertimbangan hukum kepada Presiden. Demikian juga, hubunganMahkamah Agung dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang bersifatdua arah, dimana dari Dewan Perwakilan Rakyat terdapat hubunganberkaitan dengan pencalonan Hakim Agung, sedangkan dariMahkamah Agung berkaitan dengan kepenasihatan.107

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa Mahkamah Agungmemiliki peranan yang penting dan fundamental dalam lingkupkekuasaan kehakiman nasional di Indonesia dengan pengembanganhal-hal yang terkait dengan Mahkamah Agung dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupunUndang-undang terkait dengan Mahkamah Agung.

b) Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi merupakan lembaga Negara yang baru

dimunculkan pasca terjadinya Amandemen atas Undang-undang

107 Bagir Manan, 1995, Memahami Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 Secara Historis,dalam H. Mashudi dan Kuntana Magnar, ed.al., Pertumbuhan dan Perkembangan KonstitusiSuatu Negara, Bandung: Mandar Maju, hlm. 33-34.

Page 162: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

142

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945108. Secara eksplisit,disebutkan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu KekuasaanKehakiman di Indonesia dan secara jelas disebutkan pada Pasal 24Ayat (2)109 serta Pasal 24C Ayat (1) sampai dengan Ayat (6) padaUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang diatur secarategas dalam Pasal 24C Ayat (1) Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945110 yakni mengadili pada tingkatpertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk mengujiUndang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutussengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannyadiberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran PartaiPolitik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum,serta wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan PerwakilanRakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau WakilPresiden menurut Undang-undang Dasar.

Adapun Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan Oranganggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yangdiajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tigaOrang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga Orang oleh Presiden.Dimana ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi dipilih daridan oleh Hakim Konstitusi111.

Dicatatkan pula bahwa Hakim Konstitusi harus memiliki inte-gritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yangmenguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkapsebagai pejabat negara. Pengangkatan dan pemberhentian HakimKonstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang MahkamahKonstitusi diatur dengan Undang-Undang112.

108 Baca dalam Mahkamah Konstitusi, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, CetakanPertama, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 5-9.

109 Adapun Pasal 24A Ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesiaberbunyi sebagai berikut, ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi“. Baca dalam Majelis Permusya-waratan Rakyat I, op.cit., hlm. 145-146.

110 Baca lebih lanjut dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 147-148.111 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 148.112 Baca lebih lanjut dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkanpada tanggal 13 Agustus 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4316, Undang-

Page 163: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

143

Hukum Tata Negara

Dalam tinjauan sejarah ketatanegaraan di Indonesia, ide awalmunculnya pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah sejakdilontarkannya usul Yamin dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada Juli 1945 yakni agarMahkamah Agung “Balai Agung” diberikan wewenang membandingUndang-Undang, tetapi usul Yamin tersebut ditolak oleh Soepomodengan alasan Undang-undang Dasar yang dibentuk tidak meng-anut “Trias Politika” dan jumlah Sarjana Hukum pada saat itujumlahnya sedikit113.

Kemudian, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi ini ber-kembang terus. Sekitar tahun 1980-an, muncul ide pengujian Konsti-tusionalitas Undang-Undang yang diajukan oleh para SarjanaHukum terutama dari Pengacara. Namun, usul pengujian konsti-tusionalitas Undang-Undang seperti usul IKADIN ditolak denganalasan tidak tepat berdasarkan Undang-undang Dasar 1945114.

Kemudian dikaitkan dengan tujuan pembentukannya, pem-bentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi oleh pemikiran: pertama,Perubahan struktur Ketatanegaraan dari “sistem Supremasi MajelisPermusyawaratan Rakyat” ke pemisahan kekuasaan berdasarkanprinsip “Checks and Balances System” dimana mekanisme demokrasidapat dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”, serta kedua,Penegasan dan penguatan prinsip negara hukum di mana “rule ofthe Constitution and Constitutional democracy” diutamakan serta ingindijalankan secara nyata dengan cara melakukan pengawalan terhadapUndang-undang Dasar melalui Mahkamah Konstitusi115.

undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undangNomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 20 Juli2011, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang PerubahanKedua atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, di-undangkan pada tanggal 17 Oktober 2013, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2013 Nomor 167 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5456, dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentangPenetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik IndonesiaNomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 24 Tahun2003 tentang Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493.

113 Muhammad Yamin, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I,Jakarta: Yayasan Prapanca, hlm. 341-342.

114 Jimly Asshidiqie, 2005, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,Jakarta: Konpress, (untuk selanjutnya disebut sebagai Jimly Asshidiqie III), hlm. 1.

115 Baca dalam Mahkamah Konstitusi, op.cit., hlm. 7-8.

Page 164: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

144

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Bila dibandingkan dengan negara lain, maka ditemukan istilahsebagai berikut, pertama, dalam sistem Perancis disebut DewanKonstitusi, sedangkan dalam sistem Jerman dikenal MahkamahKonstitusi. Kedua, dalam tradisi “Common Law” dan sistem KonstitusiAmerika Serikat, lembaga Mahkamah Konstitusi yang tersendiritidak dikenal, tetapi fungsinya langsung ditangani oleh MahkamahAgung yang disebut “the Guardian of American Constitution”. Di EropaKontinental disebut demikian adalah Mahkamah Konstitusi. Sertaketiga, di negara-negara komunis dan negara lainnya yang menganutsistem supremasi Parlemen, Mahkamah Konstitusi juga tidak dikenal.Sistem komunis ataupun tradisi Inggris dan Belanda menganutdoktrin “king or queen in Parliament.116

6. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)Berbicara terkait dengan Badan Pemeriksa Keuangan memiliki

Kekuasaan Eksaminatif yang telah diamanatkan dalam Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan pada Pasal 23E sampaidengan Pasal 23G Undang-undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945117.

Adapun tujuan adanya Badan Pemeriksa Keuangan yakni untukmemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangannegara yang diadakan melalui satu Badan Pemeriksa Keuangan yangbebas dan mandiri. Dalam hal ini, hasil pemeriksaan keuangan negaradiserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai denganUndang-undang. Kemudian, hasil pemeriksaan tersebut ditindak-lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai denganUndang-undang118.

Adapun anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh DewanPerwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan DewanPerwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Dalam hal ini119,Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota,dimana baik pimpinan maupun anggota dari Badan Pemeriksa Ke-uangan berkedudukan di ibukota Negara, dan memiliki perwakilan

116 Baca dalam Jimly Asshiddiqie III; op.cit, hlm. 2.117 Baca lebih lanjut dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 144-145.118 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 144.119 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 145.

Page 165: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

145

Hukum Tata Negara

di setiap Provinsi, yang mana segala ketentuan lainnya lebih lanjut me-ngenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Undang-Undang.

Menurut Philipus M. Hadjon, Badan Pemeriksa Keuangan negaramerupakan kelanjutan dari badan semacam itu yang pernah adapada zaman Hindia Belanda120. Dimana Prof. Soepomo pada rapatPanitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatakan: “... ada lagisatoe badan keuangan (rekenkamer) yang mengontrol keuangan negara...”121.Perlu diketahui, pada zaman Hindia Belanda, terdapat AlgemeneReken Kamer yang semula adalah alat eksekutif dengan tugas meng-urus pembukuan. Badan ini pertama kali di Hindia Belanda didirikanoleh Herman William Daendels dengan nama “Generate Reken Kamer”.Dan kemudian, dengan ditetapkan “Indische Comtabilitaits Wet” padaTahun 1864, Parlemen Belanda menyerahkan tugas untuk meng-adakan pemeriksaan dan penelitian tentang pelaksanaan anggarannegara yang telah ditentukan, maka didirikanlah “Algemene RekenKamer” yang terlepas dari pengaruh kekuasaan eksekutif.122

Hingga kemudian, terbentuklah Badan Pemeriksa Keuanganpasca ditetapkannya Undang-undang Dasar Tahun 1945 pada 18Agustus 1945, yang melanjutkan tugas badan “Algemene RekenKamer” tersebut, dan kemudian pasca Amandemen Undang-undangDasar Tahun 1945, terdapat penegasan hukum dalam Bab VIII Atentang Badan Pemeriksa Keuangan123.

D. Hubungan Antar Lembaga Negara1. Hubungan antara Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan DaerahAdapun pasca perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945,

kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah sebagaiLembaga Negara, tidak lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara124.

Bilamana dilihat dari perspektif kedudukan Majelis Permusya-waratan Rakyat sebagai Lembaga Negara, pasca Perubahan Undang-

120 Baca Philipus M. Hadjon, op.cit, hlm. 54.121 Lihat dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, Risalah Sidang BPUPKI

dan PPKI Tanggal 29 Mei-18 Agustus 1945, Cetakan Pertama, Jakarta : Sekretariat NegaraRepublik Indonesia, hlm. 125-128.

122 Baca lebih lanjut dalam Sri Soemantri, op.cit., hlm. 158-159.123 Baca dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 125-135.124 Lihat dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 35-55, 105-110.

Page 166: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

146

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Undang Dasar Tahun 1945, maka seharusnya tugas dan wewenang-nya sejajar dengan Lembaga Negara yang lainnya.

Akan tetapi, bila dipandang dari segi Pasal 3 Ayat (1), Pasal 3Ayat (2) dan Pasal 3 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, maka tugas dan wewenang Majelis Per-musyawaratan Rakyat sesungguhnya masih seperti yang dahuludengan alasan bahwasanya Majelis Permusyawaratan Rakyatberwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar,melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden serta hanya dapat mem-berhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan-nya menurut Undang-Undang Dasar, dan hanya berkurang ke-kuasaannya yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagimemilih Presiden dan Wakil Presiden, dan memberikan “mandat”kepada Presiden. Oleh karena ditegaskan bahwa kedaulatan adalahberada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-UndangDasar serta Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangansecara langsung oleh Rakyat.

2. Hubungan antara Majelis Permusyawaratan Rakyat dan PresidenAdapun hubungan antara Majelis Permusyawaratan Rakyat

dengan Presiden dalam Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, yakni sebagai berikut125.a) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau

Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat (2) Perubahan Undang-undangDasar 1945)

b) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presidenbersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atauDewan Perwakilan Rakyat (Baca sumpah atau Janji Presidendan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat (1) Perubahan Undang-undangDasar 1945).

c) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan PerwakilanRakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan WakilPresiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengansungguh-sungguh di hadapan Pimpinan Majelis Permusya-

125 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 120-129.

Page 167: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

147

Hukum Tata Negara

waratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan MahkamahAgung (Pasal 9 Ayat (2) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

d) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikanPresiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannyamenurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 Ayat (3) PerubahanUndang-undang Dasar 1945).

e) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalammasa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usulDewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melaku-kan pelanggaran hukum berupa pelanggaran pengkhianatanterhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana beratlainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidaklagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden(Pasal 7A Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

3. Hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan PresidenAdapun hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi nasional sebagai-mana dikutip dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945 sebagai berikut126:a) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk

Undang-Undang. (Pasal 20 Ayat (1) Perubahan Undang-undangDasar 1945).

b) Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-undangkepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 Ayat (1) PerubahanUndang-undang Dasar 1945).

c) Setiap Rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Per-wakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan ber-sama (Pasal 20 Ayat (2) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

d) Presiden mengesahkan Rancangan Undang-undang yang telahdisetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang. (Pasal 20Ayat (4) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

e) Dalam hal Rancangan Undang-undang yang telah disetujuibersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga

126 Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 136-137.

Page 168: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

148

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

puluh hari, semenjak Rancangan Undang-undang tersebutdisetujui, Rancangan Undang-undang tersebut sah menjadiUndang-Undang dan wajib diundangkan.

f) Rancangan Undang-undang anggaran pendapatan dan belanjanegara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DewanPerwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan DewanPerwakilan Rakyat. (Pasal 23 Ayat (2) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

g) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui RancanganUndang-undang pendapatan dan belanja negara yang diusulkanoleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatandan Belanja Negara tahun yang lalu. (Pasal 23 Ayat (3) Per-ubahan Undang-undang Dasar 1945).

h) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang. (pasal 22 Ayat (1) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

i) Peraturan Pemerintah tersebut harus mendapat persetujuanDewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan masa itu. (Pasal22 Ayat (2) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

j) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintahitu harus dicabut. (Pasal 22 Ayat (3) Perubahan Undang-undangDasar 1945).

k) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat me-nyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengannegara lain. (Pasal 11 Ayat (1) Perubahan Undang-undangDasar 1945).

l) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yangmenimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupanrakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/ataumengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undangharus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal11 Ayat (2) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

m) Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatkeadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang. (Pasal 12Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

Page 169: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

149

Hukum Tata Negara

n) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertim-bangan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 13 Ayat (2) PerubahanUndang-undang Dasar 1945).

o) Presiden menerima penempatan duta negara lain denganmemperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal13 Ayat (2), (3) Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

p) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikanpertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 14 Ayat (2)Perubahan Undang-undang Dasar 1945).

4. Hubungan antara Presiden dan Dewan Pertimbangan AgungAdapun sebelum Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diaman-

demen, ditentukan dalam Bab IV Dewan Pertimbangan Agung padaPasal 16 Undang-undang Dasar Tahun 1945 bahwa Dewan iniberkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhakmengajukan usul kepada Pemerintah127.

Kemudian, setelah terjadi Amandemen atas Undang-UndangDasar Tahun 1945, dimana Bab IV Dewan Pertimbangan Agungdihapus128, maka Dewan Pertimbangan Agung dihapuskan sebagaisalah satu lembaga Negara di Indonesia, dan kemudian fungsinyadigantikan dengan adanya suatu Dewan Pertimbangan yangdibentuk oleh Presiden, dan memiliki tugas memberikan nasihatdan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalamUndang-Undang.

5. Hubungan Presiden dan Kementerian NegaraDalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 sebelum diaman-

demen129, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkatdan diberhentikan oleh Presiden. Dalam hal membantu Presiden,menteri-menteri tersebut memimpin departemen pemerintahan.

Kemudian setelah Undang-undang Dasar 1945 diubah130, terjadiperubahan hanya pada Pasal 17 Ayat (3) Undang-undang Dasar

127 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 23.128 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 104-118, 132.129 Baca dalam Bab V Kementerian Negara pada Pasal 17 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat

(3) Undang-undang Dasar Tahun 1945. Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I,op.cit., hlm. 24.

130 Baca dalam Bab V Kementerian Negara pada Pasal 17 Ayat (1), Pasal 17 Ayat (2),Pasal 17 Ayat (3), dan Pasal 17 Ayat (4) Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945. Lihat dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 132-133.

Page 170: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

150

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi, “Setiap menterimembidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”. Dalam hal ini,dipertegas pula bahwa pembentukan, pengubahan dan pembubarankementerian negara diatur dalam Undang-undang131.

6. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah AgungAdapun menurut Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih,

hubungan antara Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah Agungterdapat dalam konteks melakukan peradilan, mengadakan peng-awasan tertinggi atas jalannya peradilan, serta dalam konteksmemberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Presiden tentangpermohonan grasi132. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 Ayat(1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945133,Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikanpertimbangan Mahkamah Agung.

7. Hubungan Dewan Perwakilan Rakyat dengan BadanPemeriksa KeuanganDalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat denganBadan Pemeriksa Keuangan terdapat dalam konteks hasil peme-riksaan keuangan negara yang diserahkan kepada Dewan Per-wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah, sesuai dengan Undang-Undang, dimana hasilpemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh Lembaga Perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-Undang134.

Kemudian, menurut Mohammad Kusnardi dan Bintan R.Saragih135, dalam bukunya Susunan Pembagian Kekuasaan MenurutSistem Undang-undang Dasar 1945, dikemukakan bahwa hubunganDewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan meliputi

131 Adapun perihal Penjabaran Pasal 17 Ayat (4) Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 telah dirumuskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, diundangkan pada 6 November 2008,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916.

132 Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih, 1994, Susunan Pembagian KekuasaanMenurut Sistem Undang-undang Dasar 1945, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara,hlm. 174.

133 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 22.134 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat I, op.cit., hlm. 144.135 Baca dalam Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih, op.cit., hlm. 175.

Page 171: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

151

Hukum Tata Negara

perihal mengikuti dan memeriksa penggunaan anggaran belanja olehpemerintah, memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyatmengenai hasil pemeriksaannya sebelum pemerintah memberikannota keuangan beserta rancangan anggaran belanja tahun berikut-nya, serta berdasarkan penilaian tersebut Dewan Perwakilan Rakyatmemberikan pertimbangan-pertimbangan penetapan rancangananggaran belanja negara tahun berikutnya, dan memberikan pen-jelasan tambahan tentang laporan penilaian tersebut serta mem-berikan nasihat-nasihat teknis kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

E. KesimpulanBerdasarkan pemaparan di atas, makin jelaslah bahwa dalam

konteks Lembaga Negara di Indonesia dari awal kemerdekaan hinggapada masa Reformasi ini, terjadi perubahan yang signifikan meng-ingat perkembangan dan dinamika ketatanegaraan sebagai ekses dariAmandemen atas Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan mengarahpada terciptanya politik hukum nasional dengan pembentukan per-aturan perundang-undangan terkait dengan tugas, fungsi, konsep,peranan dan wewenang, kedudukan, susunan, maupun konstruksidari keseluruhan Lembaga Negara di Indonesia.

DAFTAR BACAAN

Sumber LiteraturAnonymous, 2002, Undang-undang Dasar ‘45 Amandemen ke-4 Tahun

2002; Semarang : Penerbit Aneka Ilmu.__________, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2003, tentang Susduk, Bandung: Penerbit “Citra Umbara”, 2003.Anwar, Chairul, 1999, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Jakarta :

Penerbit CV. Novindo Pustaka Mandiri.Asshiddiqie, Jimly, 2002, Konsolidasi Naskah Undang-undang Dasar 1945

Setelah Perubahan Keempat, Jakarta : Pusat Studi Hukum TataNegara, Fakultas Hukum Universitas lndonesia.

__________, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia,Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata NegaraUniversitas Indonesia, Jakarta.

......

Page 172: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

152

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

__________, 2005, Model-Model Pengujian Konstitusional di BerbagaiNegara, Jakarta: Konpress.

__________, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara PascaReformasi, Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika.

__________, 2010, Komentar atas Pasal-pasal Undang-undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Cetakan Pertama, Jakarta:Sinar Grafika.

__________, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi Revisi,Jakarta: Rajawali Grafindo Press.

Atmadja, I Dewa Gede, 2006, Hukum Konstitusi : Hukum Konstitusi, Per-ubahan Konstitusi Sudut Pandang Perbandingan, Denpasar : Bali Aga.

Budiardjo, Miriam, 1981, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT.Gramedia.

Busro, H. Abubakar, dan Abu Daud Busroh, 1984, Hukum TataNegara, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Busroh, Abu Dauh, 2010, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cetakan Ketujuh,Jakarta: Sinar Grafika.

Hadjon, Philipus M., 1987, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-LembagaTinggi Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Suatu AnalisaHukum dan Kenegaraan, Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu.

Huda, Ni’matul, 2008, Undang-undang Dasar 1945 dan Gagasan Aman-demen Ulang, Cetakan Pertama, Jakarta : Rajawali Grafindo Press.

__________, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta:Rajawali Grafindo Press.

Indrayana, Denny, 2011, Indonesia Optimis, Cetakan Pertama, Jakarta:Kompas Gramedia Group.

Joeniarto, 1986, Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta : Bina Aksara.Kelsen, Hans, 1945, General Theory of Law and State, New York: Russel

& Russel.Koesnardi, Mohammad, dan Bintan R. Saragih, 1994, Susunan Pem-

bagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-undang Dasar 1945, Jakarta:Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia.

Mahkamah Konstitusi, 2010, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku II Lembaga

Page 173: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

153

Hukum Tata Negara

Perwakilan, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat Jenderal danKepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

__________, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Cetakan Pertama,Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MahkamahKonstitusi.

Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Sekretariat JenderalMajelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia.

__________, 2011, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Sekretariat JenderalMajelis Permusyawaratan Rakyat.

Manan, Bagir, 1995, Memahami Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945Secara Historis, dalam H. Mashudi dan Kuntana Magnar, ed.al.,Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Bandung:Mandar Maju.

__________, 1999, Lembaga Kepresidenan, Cetakan Pertama, Jakarta:Gramedia Widiasarana.

MD, Moh. Mahfud, 2001, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia,Jakarta: Rineka Cipta.

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, Risalah Sidang BPUPKIdan PPKI Tanggal 29 Mei 1945 sampai 18 Agustus 1945, Jakarta:Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Suny, Ismail, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Bina Cipta.Soemantri, Sri, 1979, Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan

Konstitusi dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945,Bandung: Alumni.

Yamin, Muhammad, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar1945, Jilid I, Jakarta: Yayasan Prapanca.

Jurnal, Makalah dan Karya Tulis Ilmiah TerkaitArifin, Firmansyah et.al., Hasil Penelitian Sementara tentang Lembaga

Negara, 2004, Jakarta.Arifin, Firmansyah, Hukum dan Kuasa Konstitusi: Catatan-catatan untuk

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi,Cetakan Pertama, Jakarta: Konsorsium Reformasi HukumNasional (KRHN), 2004.

Page 174: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

154

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Peraturan Perundang-undangan TerkaitUndang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949.Undang-Undang Dasar Sementara 1950.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Nomor III/Majelis Permusyawaratan Rakyat/1978 tentangKedudukan dan Hubungan Tata kerja Lembaga Tertinggi Negaradengan /atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentangMahkamah Agung, diumumkan ke dalam Lembaran LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentangSusunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal31 Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 92 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4310.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentangPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkanpada 31 Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 13 Agustus2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 2003 Nomor 98 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4316.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2006 tentangDewan Pertimbangan Presiden, diundangkan pada tanggal

Page 175: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

155

Hukum Tata Negara

28 Desember 2006, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2006 Nomor 108 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4670.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentangKementerian Negara, diundangkan pada 6 November 2008,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008 Nomor 166 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4916.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentangPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkanpada 24 November 2008, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentangPerubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung, diundangkan 12 Januari 2009,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4958.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 123 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5043.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentangPerubahan atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi, diundangkan pada 20 Juli 2011, di-umumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 70 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5226.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentangPenetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang PerubahanKedua atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Page 176: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

156

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Mahkamah Konstitusi, diundangkan pada 15 Januari 2014,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2014 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5493.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2014 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5568.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentangPerubahan atas Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Per-wakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 15Desember 2014, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650.

Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang PerubahanKedua atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi, diundangkan pada tanggal 17 Oktober2013, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 167 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5456.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 11.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 12.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 13.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 14.

Page 177: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

157

Hukum Tata Negara

A. Wilayah NegaraDalam UUD 1945, tidak ada satu pasal pun menyinggung soal

luas wilayah Negara proklamasi. Dalam sidang-sidang BPUPKIpernah ada pembahasan tentang wilayah Negara dan ditentukanada tiga pilihan yang diajukan, yaitu:1. Wilayah Hindia Belanda;2. Wialyah Majapahit dahulu Hindia Belanda + Malaysia,

Kalimantan Utara, Papua, dan Timor Portugis; dan3. Hindia Belanda + Malaysia dikurangi Papua.

Dalam pembahasan ini bahkan sempat diadakan pemungutansuara, dimana yang menyetujui usul I 19 orang, usul II 39 orangdanusul III, 6 orang. Sejarah kemudian menunjukan lain. Bahwaberdasarkan rapat PPKI 19 Agustus 1945 hanya meliputi usul I.

PPKI (pendiri Negara) berpendapat bahwa di dalam UUD tidakdisinggung soal luas wilayah Negara, karena soal mengklaim suatuwilayah menjadi wilayah Negara seharusnya mendengar dahulupersetujuan rakyatnya. Kalau rakyat di wilayah itu menyetujui,maka mereka akan bergabung dengan Republik Indonesia. Dalamrapat BPUPKI 10 Juli 1945, Soekarno dan Hatta mengemukakan

Wilayah Negaradan Otonomi Daerah

Bagian Keempat

Page 178: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

158

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

pendapatnya bahwa di dalam UUD tidak perlu diadakan ketentuanmengenai batas-batas Negara.

Dalam Rapat PPKI 18 Agustus 1945, Sukarno mengusulkanpedoman wilayah Negara RI adalah “daerah Hindia Belandadahulu” dan ini kemudian diterima oleh PPKI .1

Pada rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945, ditentukan mengenaipembagian wilayah Negara RI atas delapan (8) Provinsi, yaitu:1) Provinsi Jawa Barat2) Provinsi Jawa Tengah3) Provinsi Jawa Timur4) Provinsi Sumatera5) Provinsi Borneo (Kalimantan)6) Provinsi Sulawesi7) Provinsi Maluku8) Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara).

Perjalanan Proklamasi Negara Republik Indonesia tanggal 17Agustus 1945, mengalami banyak rintangan dan tantangan, denganmasuknya kembali Belanda (membonceng Tentara Sekutu)menancapkan pengaruhnya, sehingga sampai terbentuknya NegaraRepulik Indonesia Serikat melalui Konprensi Meja Bundar, makawilayah negara RIS belum meliputi wilayah Irian Barat. Dalam Pasal2 Konstitusi RIS menentukan:

Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia,yaitu daerah bersama:a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut statusquo

seperti dalam perjanjian Renville tanggal 17 Januari 1948; NegaraIndonesia Timur, Negara Pasundan, termasuk Distrik FederalJakarta; Negara Jawa Timur; Negara Madura; Negara SumateraTimur, dengan pengertian bahwa statusquo Asahan Selatan danLabuhan Batu berhubungan dengan Sumatera Timur tetapberlaku; Negara Sumatera Selatan.

b. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri: Jawa Tengah,Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Barat ( Daerah Istimewa),

1 Joeniartho,SH. 1982. Sejarah Ketatanegaraan Repulik Indonesia.Jakarta: PenerbitAksara; 131

Page 179: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

159

Hukum Tata Negara

Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara danKalimantan Timur. A dab b ialah daerah-daerah bagian dengankemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatanfederasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang ditetapkanKonstitusi ini dan lagi

c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian.2

Dari sejarah ketatanegaraan, muncul tuntutan untuk mem-bentuk Negara Kesatuan di samping terjadi penggabungan wilayah-wilayah dengan Negara Republik Indonesia, sehingga Wilayah RIShanya terdiri dari 3 negara Bagian yakni: Negara Sumatera Timur,Negara Indonesia Timur dan sisanya adalah Negara Republik In-donesia. Tuntutan ini kemudian diwujudkan dengan menbentukNegara Kesatuan di bawah UUDS 1950 Tanggal 17 Agustus 1950,melalui perubahan Konstitusi RIS dengan UU No.7 Tahun 1950.Pasal 2 UUDS 1950 menentukan: “Republik Indonesia meliputiseluruh Daerah Indonesia”. Dalam Penjelasan Pasal 2, ditentukanyang dimaksud dengan “daerah Indonesia” ialah daerah HindiaBelanda dahulu. Dengan demikian termasuk Irian Barat. NegaraRI tetap menuntut bahwa Irian Barat adalah wilayah RI, dan tidakmengakui kekuasaan Belanda di Irian Barat.

Tuntutan untuk memasukkan kembali “wilayah Hindia Belandadahulu”, yaitu termasuk Irian Barat terus dilakukan dengan gencar.Belanda selalu mengelak untuk menggagalkan perundinganmengenai wilayah Irian Barat. Bahkan pihak Belanda menginginkanterbentuknya “Negara Papua” yang memiliki hak untuk menentu-kan nasib sendiri, yang sesungguhnya untuk melindungi kepen-tingan Belanda di Irian Barat.

Pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno denganpidatonya “Penemuan Kembali Revolusi kita” (Manifesto PolitikRepublik Indonesia), mengingatkan kembali tujuan revolusi bangsaIndonesia. Tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta dikumandang-kan “Tri Komando Rakyat (Trikora)”, yang isinya:1. Gagalkan Negara Papua;2. Kibarkan Bendera Merah Putih , di Irian Barat3. Bersiap-siaplah untuk mobilisasi Umum.

2 Ibid; 132

Page 180: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

160

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dengan adanya Tri Komando Rakyat dan adanya bukti-buktikesungguhan serta kesanggupan bangsa Indonesia mempertahan-kan Irian Barat, maka Belanda bersedia untuk mengadakanperjanjian, yang dikenal dengan Perjanjian New York tanggal 15Agustus 1962.

Adapun isi pokoknya: Belanda bersedia mengakhiri pemerin-tahannya di Irian Barat sejak 1 Oktober 1962, dengan melalui peme-rintahan peralihan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan peme-rinthan akan diserahkan kepada Republik Indonesia tanggal 1 Mei1963. Selain itu sebelum akhir tahun 1963, dengan bantuan Perseri-katan Bangsa-Bangsa, Indonesia akan memberikan kesempatankepada penduduk Irian Barat untuk mengadakan pemilihan yangbebas apakah mereka tetap bergabung dengan Republik Indonesiaatau memutuskan hubungan dengan Republik Indonesia.

Faktanya kemudian, hasil referendum penduduk Irian Baratbergabung dengan Republik Indonesia.3 Dengan demikian, makasecara de facto dan de jure, wilayah Republik Indonesia adalahmeliputi seluruh Wilayah Hindia Belanda.

Bila ingin melihat batas-batas wilayah secara jelas, maka harusmelihat dahulu perjanjian-perjanjian yang diadakan antaraKerajaan Belanda dengan Inggris dan Kerajaan Portugis yang masihberlaku, berdasarkan Pasal 5 Persetujuan Perpindahan Kekuasaansebagai berikut: “Segala hak dan kewajiban Kerajaan Belanda yangdisebabkan karena perjanjian–perjanjian dan persetujuan inter-nasional menjadi kewajiban Negara Republik Indonesia Serikatsekedar perjanjian-perjanjian dan perjnjian-perjanjian itu berlakuatas daerah hukum RIS”.

Mengenai wilayah batas laut territorial, pada awalnya adalah 3mil laut (kurang lebih 5 Km) dari pantai, dengan dasar pertimbanganjarak tembak meriam pada saat itu. (Territoriale zee en Maritime KringenOrdonnantie 1939). Teori ini kemudian ditinggalkan karena sangatmerugikan Negara-negara Kepulauan (Archipelago) dan juga biladikaitkan dengan perkembangan tehnologi. Maka kemudiandikeluarkan PERPU No.4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia,yang menentukan batas laut territorial Indonesia sejauh 12 mil laut

3 Ibid; 134-135.

Page 181: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

161

Hukum Tata Negara

dari pantai-pantai terluar kepulauan Indonesia.4 Di samping itu juga,ada hak untuk Negara melakukan eksploitasi kekayaan laut seluas200 mil dari batas laut teritorial.

B. Otonomi DaerahDalam Pembahasan mengenai Otonomi Daerah, akan dibagi

dalam sub-sub bahasan sebagai berikut: 1. Prinsip Negara Kesatuan,2.Asas-asas penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, 3. OtonomiDaerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004.

1. Prinsip Negara KesatuanPasal 1(1) UUD NRI 1945 menentukan: “Negara Indonesia ialah

Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.”Di Indonesia, dalam UUD yang pernah berlaku apakah bentuk

negara itu ditujukan pada bentuk republik/monarkhi atau padakesatuan/ federasi, memang ada kerancuan, tetapi menurut UUD1945 sebelum dan sesudah amandemen menentukan bentuk negaraditujukan pada republik. Sementara untuk kesatuan atau serikat/federasi ditujukan pada bentuk susunan negara. Joeniartho meng-gunakan istilah “bentuk susunan negara” untuk menunjukkannegara kesatuan/ federasi.5 Pendapat yang sama juga dianut olehMoh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang menyatakan bahwa“susunan negara” ditujukan untuk negara kesatuan atau federasi,sedangkan “bentuk Negara” ditujukan paba bentuk republik ataumonarkhi.

Ciri negara kesatuan dapat dilihat dengan membandingkannyadengan negara serikat. Moh Koesnardi dan Harmaily Ibrahimdengan menggunakan kriteria yang digunakan oleh CF Strong dankriteria dari KC Where sebagai berikut.6

Pada negara serikat, negara bagian mempunyai kewenanganuntuk membuat UUD nya sendiri, di samping adanya UUD Federal.Sedangkan dalam negara kesatuan hanya ada satu UUD, provinsi

4 Untuk memahami wilayah perairan Indonesia baca: Pasek Diantha,I Made,SH,MS,1993. Seri Hukum Laut Internasional. Analisis Negara Kepulauan Dan Landas KontinenDalam Perspektif Indonesia: Denpasar: Penerbit CV.Kayumas Agung.

5 Joeniartho,1967. Seri Ilmu Hukum Tatanegara: Pemerintah Lokal. Yogyakarta.Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, h.8

6 Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim. 1981. Cet. IV. Pengantar Hukum TatanegaraIndonesia.Jakarta. FH UI, h 166.

Page 182: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

162

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

tidak memiliki wewenang membentuk atau memiliki undang undangdasarnya sendiri. Kriteria ini digunakan oleh KC Where.

Pada negara federasi wewenang pemerintahan federal ditentukansecara rinci, sedangkan kekuasaan/kewenangan sisa atau residu power-nya ada pada negara bagian. Sebaliknya, pada negara kesatuan residupower nya ada pada pemerintah federal. Ukuran ini pada umumnyadapat diterima, tetapi kemungkinan dalam prakteknya berbedatergantung pada konstitusi tiap-tiap negara. CF Strong membericontoh Kanada sebagai negara serikat, tetapi residu power-nya adapada negara-negara bagian.7 Di Indonesia sendiri di bawah UU No.22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah justru menunjukkan halyang sebaliknya. Berdasarkan Pasal 7 sampai Pasal 12 PP No. 25Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagaiDaerah Otonum dirinci secara tegas, residu power-nya ada padaKabupaten/ Kota, walaupun Indonesia negara kesatuan. Tetapi UUNo.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dicabut dandiganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kriteria lain untuk membedakan suatu negara kesatuan danfederasi adalah pada kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalamnegara. Menurut Jean Bodin8, kedaulatan adalah wewenang tertinggiyang tidak dibatasi oleh hukum dari penguasa atau warga negaradan orang-orang lain dalam wilayahnya. Kedaulatan adalah atributdari negara, negara tanpa kedaulatan bukanlah negara. Ciri-cirikhusus yang merupakan bagian pelengkap dari kedaulatan menurutJean Bodin adalah:1) Membuat undang-undang/hukum untuk warga negara tanpa

dibatasi oleh sesuatu kekuasaan lain yang sederajat atau yanglebih rendah

2) Wewenang membuat uang, memaklumkan perang, menentukanbadan-badan peradilan, wewenang pengawasan dan lain-lain.

Sarjana Jerman menyebutnya dengan kompetenz-kompetenz dandalam bahasa Perancis disebut de la competence de la competence, yaitu

7 Ibid, h. 169-170, juga bandingkan dengan Padmo Wahjono..1966.Diktat IlmuNegara.Jakarta Fakultas Hukum UI, h.147

8 Jhr.Dr.JJ von Schmid. Groot Denker Over Staats En Rechts (van Plato tot Kant).Terjemahan oleh Wiranto, R. Djamaluddin Dt Singomangkuto dan Djamadi. 1980. denganjudul: Ahli-Ahli Pemikir Besar Tentang Negara dan Hukum.Cet V. Jakarta: PTPembangunan, h 109

Page 183: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

163

Hukum Tata Negara

wewenang yang menentukan segala wewenang yang ada di dalamnegara atau kekuasaan untuk menentukan segala hukum yang adadalam negara.9 Pada negara kesatuan, kedaulatan bersifat bulat dantunggal atau monistis yang dipegang oleh Pemerintah Pusat,sedangkan pada federasi kedaulatan yang dianut adalah kedaulatanyang bersifat pluralistik, artinya dapat dibagi-bagi yaitu sebagianpada pemerintah federal dan sebagian pada negara-negara bagian.10

Kriteria ini tampak lebih jelas untuk dapat membedakan antaranegara yang bersusunan kesatuan dan federasi yang mirip dengankriteria KC Where di atas.

Prinsip Negara Kesatuan dalam UUD 1945 sebelu di amandemenditentukan dengan regas dalam Pasal 1 ayat (1) dan dipertegas lagidalam penjelasan Pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut:

“Oleh karena Negara Indonesia itu suatu”eenheidstaat”, makaIndonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannyayang bersifat” staat”juga.Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah-daerah provinsidan daerah provinsi akan bi bagi-bagi pula dalam daerah-daerahyang lebih kecil.Daerah ini bersifat otonum (streek dan locale rechtgemeenschaps)atau bersifat administrative belaka, semua menurut aturanyang ditetapkan dengan undang-undang”.

Prinsip ini tetap dipegang dalam UUD NRI 1945, dimanaPenjelasan UUD 1945 dihapus dan substansinya dituangkan dalamBatang Tubuh UUD BAB VI PEMERINTAH DAERAH sebagai berikut.

Pasal 18(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyaipemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kotamengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurutasas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kotamemiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

9 Padmo Wahjono, 1976 Op-Cit, 16210 Ibid, h256

Page 184: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

164

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai KepalaPemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secarademokratis

(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecualiurusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukansebagai urusan Pemerintah Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah danperaturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dantugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerahdiatur dalam undang-undang.

Pasal 18A(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerahprovinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dankabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang denganmemperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumberdaya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusatdan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adildan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18B(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerin-

tahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yangdiatur dengan Undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masya-rakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masihhidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalamundang-undang.

2. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan di DaerahLogemann menyatakan bahwa negara adalah organisasi jabatan-

jabatan, struktur jabatan dalam sebuah negara memiliki hubunganhorizontal maupun vertikal. Pembagian jabatan secara horizontalakan melahirkan sistem pemerintahan, sedangkan pembagianjabatan secara vertical berkaitan erat dengan hubungan pemerintah

Page 185: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

165

Hukum Tata Negara

pusat dengan pemerintahan di daerah, sehingga akan menyangkutsistem pemerintahan di daerah. Hubungan vertikal ini diselenggara-kan dengan asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asasmedebewind atau tugas pembantuan.

Asas desentralisasi adalah: lawan dari asas sentralisasi. Asassentralisasi suatu asas yang memusatkan seluruh kebijakan negaraatau kewenangan mengatur ada pada pemerintah pusat sampai padamasalah sekecil-kecilnya. Tidak ada penyerahan wewenang untukmengatur pada aparatur di daerah. Sebaliknya, pada asas desentrali-sasi yang artinya tidak sentralisasi, berarti ada penyerahan wewe-nang untuk mengatur berdasarkan inisiatif aparat pemerintahdaerah. Kewenangan untuk mengatur inilah disebut dengan otonomi.Desentralisasi berarti ada penyerahan wewenang kepada aparatdaerah daerah otonum, yang intinya adalah pembagian kekuasaan.Daerah otonom (Gemeente) merupakan suatu persekutuanpenduduk yang disatukan oleh hubungan setempat atau sedaerah,yang memiliki ciri-ciri:1) Adanya wilayah atau lingkungan yang lebih kecil dari pada

negara.2) Adanya penduduk yang mencukupi3) Adanya kepentingan-kepentingan yang coraknya sukar

dibedakan dengan kepentingan negara4) Adanya organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan

kepentingan-kepentingan itu5) Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang di-

perlukan.11

Kata otonomi berasal dari kata Latin auto = sendiri, nomoi =undang-undang, sehingga otonomi daerah berarti membuatundang-undang sendiri. Pengertian ini terlalu sempit, karena dalamkenyataanya pemerintah daerah tidak hanya membuat undang-undang atau menjalankan fungsi legislative saja, melainkanmenjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan (eksekutip)daerah. Dilihat dari sejarah perkembangan pemerintahan daerah,istilah daerah otonom disebut dengan daerah swatantra dalam UUNo.1 Tahun 1957 dan UU No. 18 Tahun 1965, atau swapraja dalam

11 J Wajong.1975. Azas dan Tujuan Pemerintahan Daerah. Jakarta. Penerbit Jambatan; h 8

Page 186: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

166

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

UU No. 22 Tahun 1948, yang berarti menyelenggarakan pemerin-tahan sendiri. Tetapi kemudian dalam UU No. 5 Tahun 1974 danUU No.22 Tahun 1999 menggunakan nama daerah otonom., denganUU No. 32 Tahun 2004 disebut Provinsi dan daerah yang lebihkecil disebut Kabupaten/Kota.

Asas dekonsentrasi adalah lawan dari asas konsentrasi. Asaskonsentrasi berarti seluruh penyelenggaraan administrasi pemerin-tahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat yang berkedudukandi ibukota negara. Semua diselenggarakan di pusat. Sedangkandekonsentrasi artinya tidak konsentrasi, yang berarti dalam menye-lenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menempatkan pejabat-pejabatnya di daerah yang bertugas sebagai tangan pemerintah pusatdi daerah. Inti dari dekonsentrasi adalah pelimpahan tugas penye-lenggaraan atau administrasi saja, bukan penyerahan wewenang.

Asas medebewind atau tugas pembantuan adalah suatu asasyang memungkinkan pemerintah pusat untuk meminta bantuanaparat pemerintah daerah otonom untuk mengurus atau melaksa-nakan urusan pemerintah pusat di daerah. Dengan demikian, peme-rintah daerah otonom hanya bertugas melaksanakan sesuai denganperintah atau petunjuk pemerintah pusat.

Untuk lebih jelas dapat membedakan antara asas desentralisasidengan dekonsentrasi dan medebewind, dapat dilihat dari perbedaanciri-ciri masing-masing sebagai berikut.12

Ciri-ciri asas desentralisasi:1) Adanya penyerahan wewenang untuk mengatur dan mengurus

urusan-urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri(hak otonomi).

2) Aparatur yang diserahi wewenang itu adalah aparatur peme-rintah daerah otonom.

3) Penyelenggaraan urusan-urusan otonom itu dilakukan atasdasar inisiatif sendiri atau kebijakan pemerintah daerah otonom.

4) Hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah otonomadalah hubungan pengawasan.

5) Sumber pembiayaan urusan otonom itu adalah keuangandaerah otonom itu sendiri yang dituangkan dalam AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

12 Joeniartho.1967. Op-Cit , h 15-27

Page 187: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

167

Hukum Tata Negara

Ciri-ciri asas Dekonsentrasi:1) Urusan yang diselenggarakan adalah urusan pemerintah pusat

di daerah.2) Aparat yang menyelenggarakan urusan itu adalah pejabat

pemerintah pusat yang ada di daerah.3) Sifat penyelenggaraan itu hanya menjalankan kebijaksanaan

pemerintah pusat, inisiatip ada pada pemerintah pusat. Aparatdi daerah hanya bersifat administrative belaka.

4) Hubungan antara pemerintah pusat dengan aparat di daerahadalah hubungan menjalankan perintah.

5) Sumber pembiayaanya adalah dari pemerintah pusat (APBN)

Ciri-ciri Medebewind/ Tugas Pembantuan:1) Urusan yang diselenggarakan adalah urusan pemerintah pusat.2) Yang ditugaskan adalah pemerintah daerah otonom.3) Dalam penyelenggaraan urusan itu berdasarkan petunjuk

pemerintah pusat.4) Hubungan antara yang memberi tugas dan yang ditugaskan

adalah hubungan menjalankan pemerintah.5) Sumber pembiayaan urusan tersebut berasal dari yang memberi

tugas, dan yang ditugasi berkewajiban memberi pertanggung-jawaban.

Ketiga asas penyelenggaraan pemerintahan secara vertikal iniselalu ada terutama dalam negara yang memiliki wilayah yang luas,termasuk di Indonesia sejak kemerdekaan sampai sekarang. Yangkemungkinan berbeda-beda adalah: pada substansi wewenang yangdiserahkan kepada pemerintah daerah otonom. Hal ini berkaitandengan otonomi daerah.

Berikut ini dibahas mengenai ajaran tentang pengisian otonomidaerah. Ada tiga macam ajaran otonomi daerah yaitu ajaranotonomi materiil, ajaran otonomi formil dan ajaran otonomi riilatau otonomi nyata.

Ajaran Otonomi MateriilAjaran ini pada pokoknya bertitik tolak pada pandangan bahwa

ada perbedaan kakekat yang prinsipil antara tugas yang dilakukan

Page 188: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

168

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

oleh pemerintah pusat dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahdaerah otonom. Urusan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintahpusat dan yang dapat dikerjakan oleh daerah otonom secara materiilsangat berbeda.13 Urusan-urusan yang diserahkan pada daerahotonom harus dirinci dengan tegas dalam undang-undang pem-bentukan daerah otonom tersebut, sehingga tidak mungkin untukditambah atau dikurangi.

Ajaran Otonomi FormilAjaran ini adalah kebalikan dari ajaran otonomi materiil yang

didasarkan pada pandangan bahwa tidak ada perbedaan hakikiantara urusan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat denganurusan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dareahotonum, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapatsaja melakukan urusan itu, tetapi atas dasar pertimbangan dayaguna dan hasil guna, maka urusan-urusan tertentu diserahkankepada daerah otonom, dengan menekankan bahwa urusan ituharus dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undanganyang jelas. Jadi, pertimbangan utama ditekankan pada efisiensi danefektivitas pemerintahan, kemungkinan untuk menambah ataumengurangi urusan yang diserahkan kepada daerah otonom tetapada berdasarkan pertimbangan efisiensi dan efektivitasnya.14

Ajaran Otonomi Riil atau Otonomi NyataAjaran ini menekankan pada suatu prinsip bahwa pemberian

otonomi kepada daerah otonum didasarkan atas pertimbangankondisi nyata, kebutuhan serta kemampuan daerah otonom untukmenyelenggarakan urusan tertentu, di samping pertimbanganefisiensi dan efektivitas. Penerapan ajaran ini ditempuh dengan carapemberian urusan pangkal pada saat terbentuknya daerah otonumtersebut, kemudian berdasarkan pertimbangan-pertimbangankeadaan dan kebutuhan nyata, urusan itu dapat ditambah atauditarik kembali oleh pemerintah pusat.

Prinsip Otonomi nyata sudah dianut dalam:- UU No. 1 Tahun 1957 dengan otonomi yang seluas-luasnya.- UU No.5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi nyata dan ber-

tanggung jawab

13 Joeniartho. 1967. Op-Cit, h 30 dan bandingkan pula Koesnardi Cs.1980, Op-cit, h 25414 Joeniartho.1967. Op-Cit; h 31

Page 189: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

169

Hukum Tata Negara

- UU No. 22 Tahun 1999 dengan prinsip otonomi luas, nyata danbertanggung jawab

- UU No. 32 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.

3. Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 hingga Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015Undang-undang yang merupakan implementasi dari Perintah

Pasal 18 dan 18 A UUD NRI 1945 adalah UU No. 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah menentukan:(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahanyang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusanPemerintah,

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadikewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnyauntuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahanberdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. politik luar negeri;b. pertahanan;c. keamanan;d. yustisi;e. moneter dan fiskal nasional; danf. agama.

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimanadimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiriatau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepadaperangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapatmenugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerin-tahan desa.

Dilihat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1, 2 dan 3) UU No.32Tahun 2004, sering kali orang menafsirkan bahwa urusan peme-rintahan yang lain merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.

Page 190: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

170

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Prinsip Otonomi yang seluas-luasnya dibuka asal PemerintahDaerah mampu melaksanakan sesuai dengan prinsip yangditentukan dalam Pasal 11 UU No.32 Tahun 2004.(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan cri-

teria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mem-perhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) merupakan pelaksanaan, hubungan kewenanganantara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabu-paten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait,tergantung, dan sinergis sebagai satu system pemerintahan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahandaerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimanadimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusanpilihan.

(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang, bersifat wajibyang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakansecara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.Sementara untuk urusan pemerintahan selain 6 urusan Peme-rintahan pemerintah memiliki kewenangan menentukan urusanpemerintahan seperti yang diatur dalam Pasal 10 ayat (5) UUNo.32 Tahun 2004.

(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenanganPemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksudpada ayat (3), Pemerintah dapat:a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada

Gubernur selaku wakil Pemerintah; atauc. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah

dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugaspembantuan.

Kemudian, muncul perubahan pasca gejolak dimasyarakat,dengan kemunculan Undang-undang Republik Indonesia Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyangkutpelaksanaan Pasal 18 khususnya Bab Pemerintahan Daerah dalamUUD NRI 1945 melalui pasal-pasal berikut:

Page 191: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

171

Hukum Tata Negara

BAB IVURUSAN PEMERINTAHAN

Bagian KesatuKlasifikasi Urusan Pemerintahan

Pasal 9(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,

urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahanumum

(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadikewenangan Pemerintah Pusat.

(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud padaayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Peme-rintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerahmenjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

(5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenanganPresiden sebagai kepala pemerintahan.

Bagian KeduaUrusan Pemerintahan Absolut

Pasal 10(1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (2) meliputi:a. politik luar negeri;b. pertahanan;c. keamanan;d. yustisi;e. moneter dan fiskal nasional; danf. agama.

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolutsebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat:

Page 192: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

172

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a. melaksanakan sendiri; ataub. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada

di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusatberdasarkan asas Dekonsentrasi.

Bagian KetigaUrusan Pemerintahan Konkuren

Pasal 11(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam

Pasal ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atasUrusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

(2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat(1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan denganPelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak ber-kaitan dengan Pelayanan Dasar.

(3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan PelayananDasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah UrusanPemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakanPelayanan Dasar.

Pasal 12(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:a. pendidikan;b. kesehatan;c. pekerjaan umum dan penataan ruang;d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masya-

rakat; danf. sosial.

(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan denganPelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat(2) meliputi:a. tenaga kerja;b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;

Page 193: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

173

Hukum Tata Negara

c. pangan;d. pertanahan;e. lingkungan hidup;f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;i. perhubungan;j. komunikasi dan informatika;k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;l. penanaman modal;m. kepemudaan dan olah raga;n. statistik;o. persandian;p. kebudayaan;q. perpustakaan; danr. kearsipan.

(3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalamPasal 11 ayat (1) meliputi:a. kelautan dan perikanan;b. pariwisata;c. pertanian;d. kehutanan;e. energi dan sumber daya mineral;f. perdagangan;g. perindustrian; danh. transmigrasi.

Pasal 13(1) Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah

Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsipakuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentinganstrategis nasional.

Page 194: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

174

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(2) Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteriaUrusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan PemerintahPusat adalah:a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi

atau lintas negara;b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah

provinsi atau lintas negara;c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya

lintas Daerah provinsi atau lintas negara;d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/ataue. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi ke-

pentingan nasional.(3) Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerahprovinsi adalah:a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabu-

paten/kota;b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah

kabupaten/kota;c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya

lintas Daerah kabupaten/kota; dan/ataud. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.(4) Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerahkabupaten/kota adalah:a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabu-

paten/kota;b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah

kabupaten/kota;c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya

hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/ataud. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Page 195: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

175

Hukum Tata Negara

Pasal 14(1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan,

kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antaraPemerintah Pusat dan Daerah provinsi.

(2) Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutanraya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

(3) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineralsebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan denganpengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenanganPemerintah Pusat.

(4) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineralsebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan denganpemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

(5) Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil men-dapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahansebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6) Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk peng-hitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan yang beradadalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

(7) Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksudpada ayat (6) kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagisama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dariDaerah yang berbatasan.

Pasal 15(1) Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah

Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kotatercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari Undang-Undang ini.

(2) Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalamLampiran Undang-Undang ini menjadi kewenangan tiaptingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya meng-gunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahankonkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Page 196: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

176

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud padaayat (2) ditetapkan dengan peraturan presiden.

(4) Perubahan terhadap pembagian urusan pemerintahan konkurenantara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerahkabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidakberakibat terhadap pengalihan urusan pemerintahan konkurenpada tingkatan atau susunan pemerintahan yang lain ditetapkandengan peraturan pemerintah.

(5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukansepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dan kriteria pem-bagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksuddalam Pasal 13.

Pasal 16(1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan peme-

rintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat(3) berwenang untuk:a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam

rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; danb. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pe-

nyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewe-nangan Daerah.

(2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaipedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan kon-kuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yangmenjadi kewenangan Daerah.

(3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintahnonkementerian.

(4) Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga peme-rintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait.

(5) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua)

Page 197: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

177

Hukum Tata Negara

tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksa-naan urusan pemerintahan konkuren diundangkan.

Pasal 17(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk me-

nyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewe-nangan Daerah.

(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar,prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penye-lenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenanganDaerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteriasebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat mem-batalkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksuddalam Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkannorma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerin-tahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yangmenjadi kewenangan Daerah.

Pasal 18(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksa-

naan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan denganPelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).

(2) Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajibyang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksudpada ayat (1) berpedoman pada standar pelayanan minimal yangditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimaldiatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 19(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat diselenggarakan:a. sendiri oleh Pemerintah Pusat;b. dengan cara melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat atau kepada Instansi Vertikal yang ada diDaerah berdasarkan asas Dekonsentrasi; atau

Page 198: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

178

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

c. dengan cara menugasi Daerah berdasarkan asas TugasPembantuan.

(2) Instansi Vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bdibentuk setelah mendapat persetujuan dari gubernur sebagaiwakil Pemerintah Pusat.

(3) Pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusanpemerintahan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal olehkementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkandalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 tidak memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai wakilPemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Penugasan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkanasas Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c ditetapkan dengan peraturan menteri/kepala lembagapemerintah nonkementerian.

(5) Peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementeriansebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan setelah ber-koordinasi dengan Menteri.

Pasal 20(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan

Daerah provinsi diselenggarakan:a. sendiri oleh Daerah provinsi;b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan

asas Tugas Pembantuan; atauc. dengan cara menugasi Desa.

(2) Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kotaberdasarkan asas Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b dan kepada Desa sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan peraturan gubernursesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenanganDaerah kabupaten/kota diselenggarakan sendiri oleh Daerahkabupaten/kota atau dapat ditugaskan sebagian pelaksanaannyakepada Desa.

Page 199: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

179

Hukum Tata Negara

(4) Penugasan oleh Daerah kabupaten/kota kepada Desa sebagai-mana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan peraturanbupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahankonkuren diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 22(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah dalam melaksa-

nakan Tugas Pembantuan.(2) Kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

terkait dengan pengaturan mengenai pelaksanaan TugasPembantuan di Daerahnya.

(3) Anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan disediakanoleh yang menugasi.

(4) Dokumen anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuandisampaikan oleh kepala daerah penerima Tugas Pembantuankepada DPRD bersamaan dengan penyampaian rancanganAPBD dalam dokumen yang terpisah.

(5) Laporan pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan disampaikanoleh kepala daerah penerima Tugas Pembantuan kepada DPRDbersamaan dengan penyampaian laporan keuangan PemerintahDaerah dalam dokumen yang terpisah.

Pasal 23Ketentuan lebih lanjut mengenai Dekonsentrasi dan TugasPembantuan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 24(1) Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian bersama

Pemerintah Daerah melakukan pemetaan Urusan PemerintahanWajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan UrusanPemerintahan Pilihan yang diprioritaskan oleh setiap Daerahprovinsi dan Daerah kabupaten/kota.

(2) Hasil pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidakberkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan

Page 200: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

180

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan denganperaturan menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.

(3) Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitandengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan untuk menentukan intensitas Urusan PemerintahanWajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar berdasarkanjumlah penduduk, besarnya APBD, dan luas wilayah.

(4) Pemetaan Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan untuk menentukan Daerah yang mem-punyai Urusan Pemerintahan Pilihan berdasarkan potensi,proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan.

(5) Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitandengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihansebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Daerahdalam penetapan kelembagaan, perencanaan, dan penganggarandalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadikewenangan Daerah.

(6) Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitandengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihansebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh kemen-terian atau lembaga pemerintah nonkementerian sebagai dasaruntuk pembinaan kepada Daerah dalam pelaksanaan UrusanPemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan PelayananDasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan secara nasional.

(7) Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitandengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan sertapembinaan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (6) dikoordinasikan oleh Menteri.

Bagian KeempatUrusan Pemerintahan Umum

Pasal 25(1) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (5) meliputi:a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional

dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila,

Page 201: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

181

Hukum Tata Negara

pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika sertapemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara KesatuanRepublik Indonesia;

b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat

beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkanstabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;

d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.

e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahanyang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbuldengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia,pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensiserta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan;

f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Panca-sila; dan

g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukanmerupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan olehInstansi Vertikal.

(3) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayahkerja masing-masing.

(4) Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimanadimaksud pada ayat (2), gubernur dan bupati/wali kota dibantuoleh Instansi Vertikal.

(5) Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernurbertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernursebagai wakil Pemerintah Pusat.

(6) Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusanpemerintahan umum dibiayai dari APBN.

Page 202: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

182

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(7) Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahanumum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tingkatKecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan peme-rintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampaidengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.

Kemudian, mengalami perubahan pasca dikeluarkannyaPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun2014 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga muncullah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapanatas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Secara khusus, terjadi kembali perubahan atas Undang-undangNomor 2 Tahun 2015 sehingga kembali diubah dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaknisebagai berikut.

Mengenai pembagian kewenangan antara Pemerintah (Pusat),Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dijabarkan lebih lanjut dalam Per-aturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabu-paten/Kota (LNRI Tahun 2007 Nomor 82). Pemerintah Pusat sebagaipemerintahan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia,tetap memiliki kewenangan menentukan seperti ketentuan Pasal 10ayat (5) UU No.32 Tahun 2004.

Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yangmenjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunanpemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsitersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi,melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat (Pasal1 angka 5 PP 38/2007). Urusan pemerintahan terdiri atas urusanpemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah(politik luar negeri; pertahanan dan keamanan; yustisi; moneter

Page 203: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

183

Hukum Tata Negara

dan fiskal nasional; dan Agama) dan urusan pemerintahan yangdibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan(Pasal 2 ayat 1 PP 38/2007). Urusan pemerintahan yang dibagi ber-sama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan adalah terdiriatas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:1. pendidikan;2. kesehatan;3. pekerjaan umum;4. perumahan;5. penataan ruang;6. perencanaan pembangunan;7. perhubungan;8. lingkungan hidup;9. pertanahan;10. kependudukan dan catatan sipil;11. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;12. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;13. sosial;14. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;15. koperasi dan usaha kecil dan menengah;16. penanaman modal;17. kebudayaan dan pariwisata;18. kepemudaan dan olah raga;19. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;20. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasikeuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;21. pemberdayaan masyarakat dan desa;22. statistik;23. kearsipan;24. perpustakaan;25. komunikasi dan informatika;26. pertanian dan ketahanan pangan;

Page 204: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

184

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

27. kehutanan;28. energi dan sumber daya mineral;29. kelautan dan perikanan;30. perdagangan31. perindustrian

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan peme-rintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomidan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya,dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia se-bagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945. (Pasal 1 angka 2 PP 38/2007). Ciri utamanegara kesatuan adalah kekuasaan tertinggi ada pada pemerintahpusat, walaupun ada asas desentraslisasi tampaknya sangat terbatas.

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditentukan urusan wajib bagiPemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten sebagai berikut:Pasal 12(1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai

dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

(2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernurdisertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang di-dekonsentrasikan.

Pasal 13(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat;d. penyediaan sarana dan prasarana umum;e. penanganan bidang kesehatan;f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya

manusia potensial;

Page 205: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

185

Hukum Tata Negara

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah

termasuk lintas kabupaten/kota;j. pengendalian lingkungan hidup;k. pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas

kabupaten/kota;o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat

dilaksanakan oleh kabupaten/kota;danp. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.(2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi

urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Pasal 14(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskalakabupaten/kota meliputi:a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan,b. pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat;d. penyediaan sarana dan prasarana umum;e. penanganan bidang kesehatan;f. penyelenggaraan pendidikan;g. penanggulangan masalah sosial;h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;j. pengendalian lingkungan hidup;

Page 206: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

186

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

k. pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan, dancatatan sipil;

l. pelayanan administrasi umum pemerintahan;m. pelayanan administrasi penanaman modal;n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dano. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan ber-potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuaidengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yangbersangkutan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan,ayat (2)diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dari penelusuran pelaksanaan prinsip desentralisasi, maka wewe-nang penyelenggaraan pendidikan antara Pemerintah, Provinsi danKabupaten Kota diatur dalam Lampiran Peraturan PemerintahNomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahandi bidang Pendidikan. Di bawah ini, dikutip contoh bagaimanapembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Provinsidan Kabupaten, khususnya sub Bidang Penentuan kebijakan pen-didikan sebagai berikut:

Page 207: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

187

Hukum Tata Negara

Tabel 1. Contoh Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota

Page 208: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

188

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Sumber: Kutipan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan di bidang Pendidikan

Dari kutipan di atas, tampak bahwa kebijakan UrusanPemerintahan yang didesentralisasikan ke Provinsi dan KabupatenKota hanya sebagian urusan-urusan tertentu, kebijakan ada padaPemerintah Pusat. Untuk pengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan Dasar dan Menengah adalah Kabupaten/ Kota.

Ketentuan Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah terutama bunyi ayat 1, 2 dan 3, sering menimbulkan ke-keliruan bahwa Urusan Pemerintahan yang diurus oleh PemerintahPusat hanya 6 urusan sajadan yang lainnya diserahkan pada daerahOtonom karena dianut prinsip otonomi yang seluas-luasnya,kenyataannya bahwa semua kebijakan, norma, standar dari setiapurusan pemerintahan merupakan wewenang pemerintah Pusat.

DAFTAR BACAAN

Joeniartho. 1967. Seri Ilmu Hukum Tatanegara: Pemerintah Lokal.Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.

Joeniartho. 1982. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta:Penerbit Aksara;

Koesnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. 1981. Cet. IV. PengantarHukum Tatanegara Indonesia. Jakarta. FH UI,

Padmo Wahjono. 1966. Diktat Ilmu Negara. Jakarta FakultasHukum UI.

......

Page 209: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

189

Hukum Tata Negara

Pasek Diantha, I Made. 1993. Seri Hukum Laut Internasional. AnalisisNegara Kepulauan Dan Landas Kontinen Dalam Perspektif Indone-sia. Denpasar: Penerbit CV.Kayumas Agung.

Schmid. Jhr.Dr.JJ von. Groot Denker Over Staats En Rechts (vanPlato tot Kant). Terjemahan oleh Wiranto, R. Djamaluddin DtSingomangkuto dan Djamadi. 1980 dengan judul: Ahli-AhliPemikir Besar Tentang Negara dan Hukum.Cet V. Jakarta: PTPembangunan.

Wajong, J.1975. Azas dan Tujuan Pemerintahan Daerah. Jakarta. PenerbitDjambatan.

Page 210: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

190

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Warga Negaradan Hak Asasi Manusia

Bagian Kelima

A. Warga Negara dan Orang AsingSetiap Negara pasti memiliki warga negara, atau rakyat, di

samping wilayah dan pemerintahan. Warga Negara adalah istilahyuridis sementara rakyat adalah istilah politik, baik yang tinggal didalam negeri maupun di luar negeri. Ada juga istilah pendudukyang mengandung arti lebih luas yaitu meliputi warganegara danorang asing. Penduduk Indonesia meliputi warga Negara Indone-sia maupun orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Kewajiban warga negara berbeda dengan orang asing di Indo-nesia antara lain:Warga Negara:a. memiliki hak dan kewajiban membela negarab. memiliki hak pilih aktif dan pasif dalam pemilihan umumc. hak di bidang hukum publik tertentu, seperti hak menjadi Pegawai

negeri sipil/militer, anggota partai politik dan sebagainya.d. Bebas mencari pekerjaan di Indonesia

Orang Asing:a. hak untuk memperoleh perlindungan terhadap keamanan diri

selama di Indonesia kebebasan beribadah dan memeluk agama

Page 211: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

191

Hukum Tata Negara

b. kewajiban mentaati hukum yang berlaku di Indonesiac. Wajib memiliki ijin masuk/dan tinggal di Indonesiad. Wajib melaporkan diri dan memiliki surat-surat keimigrasiane. Bila bekerja di Indonesia harus memiliki ijin kerja dengan

prosedur khusus.1

B. Asas-asas KewarganegaraanCara untuk menentukan seseorang menjadi warga negara suatu

Negara bisa berdasarkan atas asas ius soli dan asas ius sanguinis. IusSoli adalah cara memperoleh kewargaannegaraan berdasarkantempat di mana ia dilahirkan, sedangkan Ius Sanguinis adalah dalammenentukan kewarganegaraan berdasarkan keturunan darah, bilaorang tuanya warganegara Indonesia, maka ia juga akan menjadiwarga negara Indonesia. Sementara hak seseorang untuk menen-tukan kewarganegaraan ada dua macam yaitu Hak Opsi: hak untukmemilih menjadi warganegara suatu negara dan Hak Repudiasi:hak untuk menolak menjadi warga negara suatu negara. Bilaseseorang menjadi warga negara dua negara atau lebih disebutBipatride, sedangkan seseorang tanpa kewarganegaraan suatunegara disebut Apatride.

C. Sejarah Perkembangan Peraturan Perundang-undangantentang Kewarganegaraan di Indonesia

1. Pada Awal Kemerdekaan IndonesiaTgl 18 Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 dan Pasal 26

menentukan sebagai berikut:(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indone-

sia asli dan bangsa-bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2) Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan diatur denganundang-undang.

Penjelasan Pasal 26 menentukan: Bagi mereka yang keturunanasing dapat menjadi warga Negara dengan akan diatur denganUndang-undang selama mereka mengakui Indonesia sebagai tanahairnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia.

1 Lihat lbih detail dalam Sudargo Gautama;1987. Warganegara dan Orang Asing.Bandung: Penerbit Alumni; hlm. 73-103

Page 212: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

192

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Untuk mengaturnya lebih lanjut, maka dikeluarkan UU No. 3Tahun 1946, tgl 10 April 1946 (sebagaimana telah diubah denganUU No. 6 dan 8 Tahun 1947). UU ini menganut asas ius soli, yangdapat dilihat dari ketentuan Pasal 1:a. Warga Negara Indonesia ialah orang yang asli dalam daerah

Indonesia;b. Orang peranakan yang lahir dan bertempat tinggal di Indone-

sia paling sedikit untuk 5 tahun terakhir dan berturut-turutserta berumur 21 tahun adalah warganegara Indonesia kecualikalau ia berkeberatan menjadi warga Negara Indonesia.

Jadi, seseorang yang tanpa mengajukan keberatan/penolakan(hak repudiasi), praktis menjadi warga Negara Indonesia. Jangkawaktu penolakan adalah satu tahun dan dengan Undang-UndangNo. 8 Tahun 1947 diberikan perpanjangan sampai 10 April 1948.

2. Dalam Konferensi Meja BundarAda persetujuan mengenai pembagian kewarganegaraan antara

Negara RIS dan Kerajaan Belanda. Tiga hal yang penting yaitu:1) Orang Belanda yang tetap memegang teguh kewarganegaraan

Belanda, bagi keturunannya yang lahir atau bertempat tinggaldi Indonesia sekurang-kurangnya enam bulan sebelum tanggal27 Desember 1949, dalam waktu dua tahun setelah penyerahankedaulatan dapat menyatakan memilih kewarganegaraan Indo-nesia. Di sini, keturunan Belanda itu diberi kesempatan untukmemilih kewarganegaraan Indonesia (hak opsi).

2) Orang-orang yang tergolong sebagai kawula Belanda darigolongan Indonesia asli, yang berada di Indonesia kecuali merekayang berada di Suriname atau Antillen Belanda dan dilahirkandi wilayah Kerajaan Belanda, yang kemudian dapat memilihkewarganegaraan Indonesia.

3) Orang-orang yang menurut sistem hukum Hindia Belanda dulutermasuk golongan Timur Asing, kawulanegara Belanda ke-turunan asing yang bukan berstatus orang Belanda (GolonganArab dan China), maka terhadap mereka terdapat dua ke-mungkinan, yaitu jika bertempat tinggal di Belanda mereka tetapberkewarganegaraan Belanda, sedangkan yang tinggal di Indo-

Page 213: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

193

Hukum Tata Negara

nesia menjadi warga Negara Indonesia. Mereka yang dinyatakansebagai warga Negara Indonesia dapat menyatakan penolakan-nya dalam jangka waktu dua tahun. Jadi bagi mereka, ada pilihanuntuk menolak kewarganegaraan (hak Repudiasi).2

Atas dasar UU No. 3 Tahun 1946 maupun persetujuan pem-bagian kewarganegaraan tetap mengandung ketidak-tegasan, karenabanyak yang tidak mengajukan keberatan, dan khusus untuk orangChina tidak praktis menjadi warganegara Indonesia, karena undang-undang Kewarganegaraan China menganut asa Ius Sanguinis,yang akan menimbulkan Bipatride bagi orang-orang China.

Untuk mengatasi masalah ini, maka diadakan perjanjian antaraIndonesia dan China yang dikenal dengan Perjanjian Sonario-Choupada tanggal 22 April 1955 yang kemudian dituangkan dalamUndang-undang No. 2 Tahun 1958. Isi pokoknya menentukan bagiorang-orang China diwajibkan melakukan pilihan dengan tegasdan secara tertulis apakah akan tetap menjadi warganegara Indo-nesia. Kesempatan memilih itu adalah dua tahun sejak 22 April 1955.3

UU No. 2 Tahun 1958 kemudian oleh pemerintah Orde Barudicabut dan diganti dengan UU No. 4 Tahun 1969 yang menegaskanbahwa bagi mereka yang menurut perjanjian Dwi Kewarga-negaraan Indonesia-China telah menjadi warga Negara Indonesia,tetap menjadi warganegara Indonesia demikian pula dengan anak-anaknya yang telah dewasa. Selanjutnya mereka tunduk padaUndang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI.

3. Di Bawah UU No. 62 Tahun 1958 tentang KewarganegaraanRepublik IndonesiaUU No. 62 Tahun 1958 ini diundangkan tanggal 1 Agustus

1958 sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUDS1950. Ada beberapa hal pokok yang diatur sebagai berikut.1) Mengenai asas kewarganegaraan, menitikberatkan pada asas Ius

Sanguinis. Dasar pertimbangannya adalah: keturunan dipakaisuatu dasar adalah lazim, sudah sewajarnya suatu negaramenganggap anak-anak dari warganegaranya adalah sebagai

2 Kusnardi dan Harmaily Ibrahim;1981. Pengantar Hukum Tatanegara Indonesia.Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Tatanegara UI dan CV. Sinar Bhakti; hlm. 299

3 Ibid; hlm. 301

Page 214: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

194

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

warga negara di manapun ia dilahirkan. Pasal 1 hurup b, c, ddan e: seorang anak adalah warga Negara Indonesia karenaorangtuanya atau salah satu orang tuanya berkewarganegaraanIndonesia. Di samping itu, Ius Soli juga digunakan sebagai ke-kecualian, yaitu khusus untuk anak-anak yang lahir di wilayahIndonesia yang orang tuanya tidak diketahui, atau orang tuanyaApatride (tanpa kewarganegaraan) atau yang belum mendapatkewarganegaraan dari Negara orangtuanya. (Pasal 1 huruff,g,h,dan i.)

2) Mencegah adanya Apatride dan Bipatride.a. Untuk orang asing yang ingin menjadi WNI dengan jalan

naturalisasi, ia benar-benar harus melepaskan kewarga-negaraan asalnya.

b. Seorang anak yang lahir dari ibu WNI dengan orang asing,kemudian bercerai atau dilahirkan di luar nikah mengikutikewarganegaraan ayahnya, setelah berusia 18 tahun dapatmengajukan permohonan untuk menjadi dengan syaratsetelah menjadi WNI yang bersangkutan tidak mempunyaikewarganegaraan lainnya.

c. Bagi wanita WNI yang kawin dengan WNA baru dapatmeninggalkan kewarganegaraan Indonesia apabila jelasbahwa Negara suaminya memungkinkan baginya untukmendapat kewarganegaraan.

3) Penyebab kehilangan kewarganegaraan RI:a. karena mendapat kewarganegaraan negara lain;b. menjadi pegawai atau tentara negara lain tanpa ijin dari

presiden;c. perempuan Indonesia karena kawin dengan laki-laki warga

negara lain (catatan periksa UU No. 62 Tahun 1958).

4. Undang Undang RI No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarga-negaraan Republik Indonesia LNRI Tahun 2006 Nomor 63Undang Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut di atas secara

filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan per-kembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia.4

4 Periksa Penjelasan Umum Undang-undang RI No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarga-negaraan Republik Indonesia L N R I Tahun 2006 Nomor 63 TLNRI NOMOR 4634

Page 215: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

195

Hukum Tata Negara

- Secara filosofis, undang-undang tersebut masih mengandungketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan falsafahPancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurangmenjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarganegara, serta kurang memberikan perlindungan terhadapperempuan dan anak-anak.

- Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan undang-undang tersebut adalah Undang Undang Dasar SementaraTahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang UndangDasar 1945. Dalam perkembangannya, Undang Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalamiperubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hakasasi manusia dan hak warga negara.

- Secara sosiologis, Undang Undang tersebut sudah tidak sesuailagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indone-sia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulanglobal yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dankedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanyakesetaraan dan keadilan gender.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentukundang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaanPasal 26 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warganegara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakanamanat Undang Dasar sebagaimana tersebut di atas, Undang-undang ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atauuniversal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran. Adapunasas-asas yang dianut dalam undang-undang ini sebagai berikut:1) Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan

kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukanberdasarkan negara tempat kelahiran.

2) Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yangmenentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negaratempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anaksesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Page 216: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

196

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

3) Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukansatu kewarganegaraan bagi setiap orang.

4) Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yangmenentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuaidengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarga-negaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan(apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anakdalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.

Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadidasar penyusunan undang-undang tentang KewarganegaraanRepublik Indonesia, yakni:1) Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan

bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepen-tingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankankedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-citadan tujuannya sendiri.

2) Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukanbahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuhkepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapunbaik di dalam maupun di luar negeri.

3) Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asasyang menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesiamendapatkan perlakuan yang lama di dalam hukum danpemerintahan.

4) Asas kehenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraanseseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertaisubstansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertang-gungjawabkan kebenarannya.

5) Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakanperlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan denganwarga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jeniskelamin dan gender.

6) Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusiaadalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungandengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan

Page 217: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

197

Hukum Tata Negara

memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warganegara pada khususnya.

7) Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalamsegala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harusdilakukan secara terbuka.

8) Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorangyang memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan RepublikIndonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indone-sia agar masyarakat mengetahuinya.

Pokok materi muatan yang diatur dalam undang-undang inimeliputi:a) siapa yang menjadi warga Negara Indonesia;b) syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan Republik

Indonesia;c) kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia;d) syarat dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan

Republik Indonesia;e) ketentuan pidana.

Dalam undang-undang ini, pengaturan mengenai anak yanglahir di luar perkawinan yang sah semata-mata hanya untuk mem-berikan perlindungan terhadap anak tentang status kewarga-negaraannya saja.

Oleh karena hukum yang sedang berlaku, maka UU No. 12tahun 2006 dikutip pasal-pasalnya dengan lengkap sebagai berikut:

1) Siapa Warga Negara IndonesiaWarga Negara Indonesia menurut Undang Undang No. 12

Tahun 2006, adalah:

Pasal 4a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indo-nesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlakusudah menjadi Warga Negara Indonesia;

b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayahdan ibu warga Negara Indonesia;

Page 218: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

198

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayahwarga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayahwarga negara asing dan ibu warga Negara Indonesia;

e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibuwarga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyaikewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak mem-berikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;

f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) harisetelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sahdan ayahnya warga Negara Indonesia;

g. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibuwarga Negara Indonesia;

h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibuwarga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga NegaraIndonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukansebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun ataubelum kawin;

i. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang padawaktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya

j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negaraRepublik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabilaayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidakdiketahui keberadaannya;

l. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indone-sia dari seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yangkarena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkanmemberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan per-mohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunyameninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau me-nyatakan janji setia.

Page 219: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

199

Hukum Tata Negara

Pasal 5(1) Anak warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan

yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belumkawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraanasing tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia.

(2) Anak warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima)tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asingberdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai wargaNegara Indonesia.

Pasal 4(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap

anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d,huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarga-negaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atausudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salahsatu kewarganegaraannya.

(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikankepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimanaditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahunatau sudah kawin.

Dari petikan pasal-pasal di atas, tampak sekali perubahan politikhukum yang lebih mengutamakan pengharusutamakan gender danperlindungan terhadap anak-anak anak-anak hasil perkawinancampuran antara warga negara Indonesia dengan warga negaraasing dan mencegah kewarganegaraan ganda dan tanpa ke-warganegaraan.

Contoh perlindungan terhadap anak oleh Undang UndangNomor 12 Tahun 2006 adalah pemberian status kewarganegaraanganda terbatas kepada anak hasil perkawinan campuran sampaidengan batas usia 18 tahun dan setelah sampai batas usia tersebut,ia diwajibkan memilih salah satu kewarganegaraannya, apakah

Page 220: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

200

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesianya ataukahmemilih kewarganegaraan asing.

2) Syarat dan Tatacara Memperoleh Kewarganegaraan RepublikIndonesia.

Pasal 8Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melaluipewarganegaraan

Pasal 9(1) Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon

jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat

tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh)tahun tidak berturut-turut;

c. sehat jasmani dan rohani;d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara

Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945;

e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidanayang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;

f. Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2)ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejakpermohonan diterima oleh menteri dan diberitahukan kepadapemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejakKeputusan presiden ditetapkan.

g. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;danh. membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.

(2) Penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) harus disertai alasan dan diberitahukanoleh menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga)bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh menteri.

Page 221: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

201

Hukum Tata Negara

Pasal 14(1) Keputusan presiden mengenai pengabulan terhadap permo-

honan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggalpemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

(2) Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan presidendikirim kepada pemohon, pejabat memanggil pemohon untukmengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

(3) Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh pejabat untukmengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktuyang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpaalasan yang sah, Keputusan presiden tersebut batal demi hukum.

(4) Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah ataumenyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagaiakibat kelalaian pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpahatau menyatakan janji setia di hadapan pejabat lain yangditunjuk menteri.

Pasal 10(1) Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh

pemohon secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertasbermaterai cukup kepada presiden melalui menteri.

(2) Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disampaikan kepada pejabat.

Pasal 11Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalamPasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada presiden dalam waktupaling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonanditerima.

Pasal 12(1) Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 13(1) Presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarga-

negaraan.

Page 222: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

202

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(2) Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana di-maksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acarapelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.

(4) Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggalpengucapan sumpah atau pernyataan janji setia,

(5) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikanberita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setiakepada menteri.

Pasal 14(1) Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permo-

honan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggalpemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

(2) Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presidendikirim kepada pemohon, pejabat memanggil pemohon untukmengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

(3) Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh pejabat untukmengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktuyang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpaalasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.

(4) Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah ataumenyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagaiakibat kelalaian pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpahatau menyatakan janji setia di hadapan pejabat lain yangditunjuk Menteri.

Pasal 15(1) Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat,jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia,tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;

(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acarapelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.

(3) Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal peng-ucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana

Page 223: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

203

Hukum Tata Negara

dimaksud pada ayat (1) menyampaikan berita acara pengucapansumpah atau pernyataan janji setia kepada menteri.

Pasal 16Sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalamPasal 14 ayat (1) adalah: Yang mengucapkan sumpah, lafalsumpahnya sebagai berikut:

Demi Allah/demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpahmelepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing,mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan RepublikIndonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengansungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yangdibebankan negara kepada saya sebagai warga Negara Indo-nesia dengan tulus dan ikhlas.

Yang menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:Saya berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada ke-kuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Ke-satuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan mem-belanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankankewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai wargaNegara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.

Pasal 17Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pe-mohon wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasianatas namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu paling lambat14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengucapansumpah atau pernyataan janji setia

Pasal 18(1) Salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan sebagai-

mana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan berita acara peng-ucapan sumpah atau pernyataan janji setia dari Pejabat sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) menjadi bukti sahKewarganegaraan Republik Indonesia seseorang yang mem-peroleh kewarganegaraan.

(2) Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperolehkewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalamBerita Negara Republik Indonesia.

Page 224: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

204

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Pasal 19(1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga

Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan RepublikIndonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara di hadapan Pejabat.

(2) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanapabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayahnegara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahunberturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidakberturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraantersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.

(3) Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarga-negaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh kewarga-negaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yangbersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai denganperaturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikanpernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesia sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Per-aturan Menteri.

Pasal 20Orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republik Indonesiaatau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarga-negaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperolehpertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibat-kan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

Pasal 21(1) Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum

kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Negara RepublikIndonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarga-negaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarga-negaraan Republik Indonesia.

(2) Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (Lima) tahunyang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai

Page 225: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

205

Hukum Tata Negara

anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarga-negaraan Republik Indonesia.

(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) memperoleh kewarganegaraan ganda, anak tersebut harusmenyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 22Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan mem-peroleh Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Per-aturan Pemerintah.

3) Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 23Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jikayang bersangkutan:a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,

sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatanuntuk itu;

c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden ataspermohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18(delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal diluar negeri, dan dengan dinyatakan hilang KewarganegaraanRepublik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;

d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dariPresiden;

e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatandalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WargaNegara Indonesia;

f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setiakepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

Page 226: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

206

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negaraasing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarga-negaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau

i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesiaselama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinasnegara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidakmenyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga NegaraIndonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir,dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidakmengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara In-donesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahkerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahalPerwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukansecara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yangbersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Pasal 24Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidakberlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan di negaralain yang mengharuskan mengikuti wajib militer.

Pasal 25(1) Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang

ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yangmempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengananak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

(2) Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorangibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yangtidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampaidengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atausudah kawin.

(3) Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia karenamemperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putusperkawinannya, tidak dengan sendirinya berlaku terhadapanaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas)tahun atau sudah kawin.

(4) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadapanak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat

Page 227: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

207

Hukum Tata Negara

(3) berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harusmenyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 26(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-

laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan RepublikIndonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarga-negaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibatperkawinan tersebut.

(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perem-puan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan RepublikIndonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarga-negaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibatperkawinan tersebut.

(3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-lakisebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadiWarga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataanmengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan RepublikIndonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuanatau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibat-kan kewarganegaraan ganda.

(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapatdiajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga)tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Pasal 27Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikatperkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status ke-warganegaraan dari istri atau suami

Pasal 28Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indo-nesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsuatau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenaiorangnya oleh instansi yang berwenang dinyatakan batal kewarga-negaraannya.

Page 228: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

208

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Pasal 29Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan Kewarga-negaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 30Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara ke-hilangan dan pembatalan kewarganegaraan diatur dalam PeraturanPemerintah.

Soal kehilangan kewarganegaraan adalah perwujudan asaskepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa per-aturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasionalIndonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagainegara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.

3) Syarat dan Tatacara Memperoleh Kembali KewarganegaraanRepublik Indonesia

Pasal 31Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesiadapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedurpewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampaidengan Pasal 18 dan Pasal 22.

Pasal 32(1) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 hurufi, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembaliKewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukanpermohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedursebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.

(2) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)(3) Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia,

permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indo-nesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.Permohonan untuk memperoleh kembali KewarganegaraanRepublik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejakputusnya perkawinan.

Page 229: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

209

Hukum Tata Negara

(4) Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksudpada ayat (2) meneruskan permohonan tersebut kepada Menteridalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerimapermohonan.

Pasal 33Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembaliKewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3(tiga) bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggalditerimanya permohonan.

Pasal 34Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembaliKewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara RepublikIndonesia.

Pasal 35Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara mem-peroleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalamPeraturan Pemerintah.

D. Hak-hak Dasar Warga Negara/Hak Konstitusional Warga NegaraDi atas telah dibahas perbedaan hak dan kewajiban warga

negara dan orang asing. Dalam UUD NRI 1945 dari Pasal 26 sampaiPasal 34, diatur hak-hak warga negara dan hak asasi manusia.Membaca setiap pasal haruslah cermat. Hak asasi manusia berlakuuntuk semua manusia baik warga negara maupun orang asing,sementara untuk warga negara berlaku hanya pada warga negara.Hal itu bisa untuk dipilah sebagai berikut.

1. Khusus untuk Warga Negara

Pasal 27(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerin-tahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupanyang layak negara.

Page 230: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

210

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Pasal 28D(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan

Pasal 30(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

pertahanan dan keamanan negara

Pasal 31(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.

Pasal 34(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidakmampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

2. Hak Asasi Manusia

Pasal 28Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran denganlisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang.

Pasal 28ASetiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidupdan kehidupannya.

Pasal 28B(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah.(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dandiskriminasi.

Pasal 28C(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan mem-peroleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

Page 231: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

211

Hukum Tata Negara

budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demikesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memper-juangkan haknya secara kolektif untuk membangun masya-rakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 28D(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samadihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan danperlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang samadalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilihpekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggaldi wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakanpikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, danmengeluarkan pendapat.

Pasal 28FSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperolehinformasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial-nya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakansegala jenis saluran yang tersedia

Pasal 28G(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah ke-kuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dariancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatuyang merupakan hak asasi.

Page 232: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

212

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuanyang merendahkan derajat martabat manusia dan berhakmemperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehatserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khususuntuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama gunamencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkanpengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yangbermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak miliktersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang olehsiapa pun.

Pasal 28I(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diper-budak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlakusurut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangidalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskri-minatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlin-dungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormatiselaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasimanusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak assi manusia sesuaidengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksa-naan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalamperaturan perundangan-undangan.

Page 233: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

213

Hukum Tata Negara

Pasal 28J(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain

dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuanserta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untukmemenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbanganmoral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalamsuatu masyarakat demokratis.

Pasal 29(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadatmenurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 34(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Semua hak asasi yang dimuat dalam pasal-pasal mengenai warganegara maupun hak asasi manusia di atas merupakan hak dasaratau hak konstitusional warga negara. Penjabaran dari hak-hakdasar ini juga tesirat dalam pelbagai peraturan perundangan dibawah UUD NRI 1945. Setiap warga negara memiliki hak untukmempertahankan hak-hak konstitusionalnya ini dengan melakukanpermohonan pengujian undang-undang bila hak-hak ini dilanggaroleh pembuat undang-undang.

Page 234: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

214

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

DAFTAR BACAAN

Gautama, Sudargo; 1987. Warganegara dan Orang Asing. Bandung:Penerbit Alumni.

Kusnardi dan Harmaily Ibrahim; 1981. Pengantar Hukum TatanegaraIndonesia. Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Tatanegara UIdan CV. Sinar Bhakti.

Undang Undang RI No. 12 Tahun 2006 tentang KewarganegaraanRepublik Indonesia L N R I Tahun 2006 Nomor 63 TLNRINOMOR 4634.

UUD NRI 1945.

Page 235: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

215

Hukum Tata Negara

Partai Politikdan Pemilihan Umum

Bagian Keenam

A. Konsep Kekuasaan Negara dan Pembagian Kekuasaan Negaradalam Tinjauan KetatanegaraanNegara dilihat dari sudut kekuasaan atau politik merupakan

suatu sistem kekuasaan. Pengertian kekuasaan adalah suatu ke-mampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhitingkah laku seseorang atau kelompok orang lain sedemikian rupasehingga tingkah laku seseorang atau kelompok orang tersebutmenjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yangmemiliki kemampuan itu1. Gejala kekuasaan itu adalah gejala yanglumrah terdapat pada setiap masyarakat.

Menurut K.F Flechthiem, yang dimaksud dengan kekuasaanadalah2:

“Kekuasaan adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan, dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihaklain untuk tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”.

1 Baca dalam Abu Daud Busroh, 2010, Ilmu Negara, Cetakan Ketujuh, Jakarta : SinarGrafika, hlm. 134-135.

2 Baca lebih lanjut dalam Miriam Budiardjo, 1981, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta :Gramedia, hlm. 155-156.

Page 236: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

216

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Sedangkan, RM. Mac Iver memberikan definisi kekuasaan darisegi konsep kekuasaan sosial sebagai berikut3:

“Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikantingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan cara mem-beri perintah maupun tidak langsung dengan mempergunakanalat dan cara yang tersedia”.

Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhikebijakan umum (pemerintah), baik dalam proses terbentuknyamaupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegangkekuasaan itu sendiri. Dalam hal ini, kekuasaan pada dasarnyaadalah suatu hubungan yang didasarkan atas ketidaksamaan,dimana kekuasaan dalam negara selalu berbentuk piramida, yangdiakibatkan oleh adanya kenyataan bahwa kekuasaan yang satulebih unggul dari kekuasaan yang lain, dan kekuasaan yangunggul selalu mengsubordinasi kekuasaan- kekuasaan lain4.

Adapun sumber-sumber kekuasaan bisa didasarkan padakekuasaan fisik, kedudukan atau jabatan, kekayaan, kepercayaan,sementara bentuk lain kekuasaan sering dikenal istilah-istilah tertentudiantaranya pengaruh, dominasi, hubungan atau relasi, kontroldan lain-lain yang mirip dengan itu.

Ciri-ciri dari kekuasaan Negara adalah:5

- Adanya unsur kekuatan memaksa, misalnya memungut pajak,menghukum mati orang, memenjarakan orang dan perihal lainsebagainya.

- Negara memiliki monopoli kekuasaan dalam menetapkan tujuanbersama dalam masyarakat, termasuk melarang suatu keyakinanatau paham tertentu seperti komunisme ataupun tergabungdalam Partai Komunis Indonesia6.

- Sifat kekuasaan Negara mencakup semua orang tanpa kecuali,dimana setiap peraturan negara berlaku bagi semua orang.

3 Lihat Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 157.4 Baca dalam Abu Daud Busroh, op.cit., hlm. 136-137.5 Simak lebih lanjut dalam I Made Sucipta, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan, Jilid

I, Edisi Revisi, Singaraja: Petada Pasi Grafika, (selanjutnya disebut sebagai I Made SuciptaI), hlm. 19-21.

6 Ketentuan tersebut ditegaskan melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PartaiKomunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NegaraRepublik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk

Page 237: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

217

Hukum Tata Negara

Struktur Kekuasaan Negara dapat dibagi menjadi dua bagianbesar, yakni:7

- Suprastruktur politik adalah struktur di atas permukaan yangkeberadaannya ditentukan dalam Konstitusi Negara seperti halnyaMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Presiden, Mahkamah Agung, sampai pada Kepala Desa yangmerupakan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan. Sehinggasering juga disebut sebagai Struktur formal atau sebagai strukturpemerintahan.

- Infrastruktur politik adalah struktur di bawah permukaan yangkeberadaannya ada dalam masyarakat. Komponennya antaralain yakni Partai-partai politik, Kelompok Kepentingan (interestgroups), Kelompok Penekan (Pressure groups), Alat komunikasipolitik (media massa atau mass media), Tokoh-tokoh Politik(Political figure).

Dalam hal ini, hubungan antara suprastruktur politik dan infra-struktur politik saling mempengaruhi8, dimana suprastruktur politikmengatur infrastruktur politik melalui peraturan perundang-undangan atau kebijakan lainnya, sementara infrastruktur politiksangat mempengaruhi berjalannya suprastruktur politik, terutamadalam konteks negara demokrasi. Adapun hubungan yang palingnyata yakni pada adanya lembaga pemilihan umum yang diseleng-garakan secara periodik.

Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme,yang dalam hal ini tergolong Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia Nomr I/MPR/2003 yakni Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesiasebagaimana dimaksud pada Pasal tersebut dinyatakan tetap berlaku. Baca dalam MajelisPermusyawaratan Rakyat, 2011, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia Nomor I/MPR/2003, Cetakan Kesepuluh, Jakarta : Sekretariat Jenderal MajelisPermusyawaratan Rakyat, hlm. 8-9, 37-46.

7 Baca dalam I Made Sucipta, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan, Jilid II, Edisi Revisi,Singaraja: Petada Pasi Grafika, (selanjutnya disebut sebagai I Made Sucipta II), hlm. 35-39.

8 Dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 158.

Page 238: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

218

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Gambar 1. Struktur kekuasaan negara

Dari uraian tersebut di atas, nampak bahwa partai politik beradapada struktur kemasyarakatan dan pemilihan umum merupakanjembatan antara suprastruktur politik dengan infrastruktur politik.

B. Partai Politik1) Definisi Partai Politik

Partai politik pada dasarnya merupakan suatu kelompok yangterorganisir, dimana para anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilaidan cita-cita yang sama, dengan tujuan untuk memperoleh ke-kuasaan politik dengan merebut jabatan-jabatan politik secarakonstitusional lewat pemilihan umum9.

Menurut Carl J. Friederich10, partai politik adalah sekelompokmanusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut ataumempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinanpartainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepadaanggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.

Kemudian menurut R.H. Soltau11, yang dimaksud dengan partaipolitik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak ter-organisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang“dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih” bertujuan

9 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 160.10 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 160-161.11 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 161.

Page 239: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

219

Hukum Tata Negara

untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaanumum mereka.

Sedangkan, Sigmund Newmann12 memberikan definisi partaipolitik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusahauntuk menguasai kekuaaan pemerintahan serta merebut dukunganrakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Menurut I Dewa Gede Atmadja13, partai politik adalah organisasiyang dibentuk secara sukarela oleh sekelompok warga negaraberdasarkan persamaan ideologi, cita-cita atau persamaan orientasipada program.

Ditinjau dari perspektif peraturan perundang-undangan, BabI Ketentuan Umum Pasal 1 Angka (1) Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 2 Tahun 199914 menyebutkan “Dalam undang-undang ini, yang dimaksud dengan Partai adalah setiap organisasi yangdibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasarpersamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanyamaupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.

Sedangkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 200215 berbunyi”PartaiPolitik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negaraRepublik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dancita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa,dan negara melalui pemilihan umum”.

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Angka (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 200816 sebagaimana

12 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 161-162.13 Baca lebih lanjut dalam I Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara, Dimensi Historis

Ketatanegaraan, Malang : Setara Press, (selanjutnya disebut sebagai I Dewa Gede AtmadjaI), hlm. 118-119.

14 Baca lebih lanjut dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999tentang Partai Politik, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3809.

15 Lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 tentangPartai Politik, diundangkan pada 27 Desember 2002, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4251.

16 Baca Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang PartaiPolitik, diundangkan pada 4 Januari 2008, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 2 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4801.

Page 240: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

220

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

diubah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun201117 disebutkan bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang bersifatnasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secarasukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkandan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

2) Perbedaan Parpol dengan Gerakan dan Kelompok Kepen-tingan atau Kelompok PenekanSuatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin

mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik.Terkadang bahkan ingin menciptakan suatu tatanan masyarakatyang baru sama sekali dengan memakai cara-cara politik. Dibandingkanpartai politik, gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas dan bersifatfundamental, dan kadang-kadang bersifat ideologis. Gerakan dalammemperjuangkan tujuannya biasanya tidak melalui pemilihan umum18.

Kelompok Penekan sebenarnya adalah sama dengan KelompokKepentingan, perbedaannya terletak dalam cara memperjuangkankepentingannya lebih keras/gencar dengan melancarkan tekanankepada pemerintah agar mendapat keputusan yang menguntung-kan atau menghindarkan keputusan yang merugikan kepentingankelompoknya19.

17 Hal-hal perubahan mencakup Pasal 1 Angka (7), ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat(5) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a) dan ayat(1b) serta pada ayat (4) ditambahkan 4 (empat) huruf yakni huruf g, huruf h, huruf i, danhuruf m, ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e diubah,ketentuan Pasal 4 Ayat (1) diubah, ketentuan Pasal 5 diubah, ketentuan Pasal 16 Ayat (2)diubah, Diantara Pasal 19 ayat (3) dan ayat (4) Pasal 19 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat(3a), ketentuan Pasal 23 Ayat (2) diubah, ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c dan huruf dserta ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat(1a), ketentuan Pasal 32 diubah, ketentuan Pasal 33 Ayat (1) diubah, diantara Pasal 34 ayat(3) dan ayat (4) Pasal 34 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b) serta ayat (4)diubah, di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A, ketentuanPasal 35 ayat (1) huruf c diubah, ketentuan Pasal 39 diubah, ketentuan Pasal 45 diubah,ketentuan Pasal 47 Ayat (1) diubah, Ketentuan Pasal 51 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4)diubah, ayat (3) dihapus, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat(1a), ayat (1b), dan ayat (1c). Baca dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang PartaiPolitik, diundangkan pada 15 Januari 2011, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5189.

18 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 158-159.19 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 159-160.

Page 241: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

221

Hukum Tata Negara

Perbedaan Kelompok Kepentingan dengan Partai Politik adalahdalam melancarkan pengaruhnya, kelompok kepentingan tidak ber-usaha merebut jabatan-jabatan politik bagi anggotanya, melainkancukup hanya mempengaruhi beberapa partai politik, pejabat peme-rintah, menteri-menteri agar kepentingannya mendapat perhatian20.

3) Fungsi Partai PolitikAdapun 4 (empat) fungsi utama partai politik dalam negara

yakni sebagai berikut21:1) Partai sebagai sarana komunikasi politik dimana partai politik

bertugas sebagai alat komunikasi dua arah, yakni menyalurkanaspirasi anggotanya kepada pemerintah dan sebaliknya meng-informasikan segala kebijaksanaan yang telah diambil pemerintahkepada para anggotanya. Proses penyaluran aspirasi melaluilangkah penggabungan aspirasi (interest aggregation), kemudiandiolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur (interestarticulation). Hasil perumusan kepentingan ini kemudian di-sampaikan kepada pemerintah.

2) Partai Politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik (Instru-ment of political socialization). Sosialisasi politik merupakan suatuproses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasimengenai suatu fenomena politik, yang umumnya berlaku dalammasyarakat dimana ia berada. Proses ini berjalan secara ber-angsur-angsur dari masa anak-anak sampai dewasa, melaluimana orang-orang mentransfer norma-norma dan nilai-nilai darigenerasi ke generasi berikutnya. Partai politik inilah sebagaisalah satu sarana.

3) Partai Politik sebagai sarana recruitment politik. Partai politik ber-fungsi mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktifdalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Caranya yakni me-lalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Melalui proses seleksiakan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa di kemudian hari.

4) Partai Politik sebagai sarana manajemen konflik. Dalam suatunegara demokrasi, perbedaan pendapat adalah wajar terjadi. Jika

20 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 160.21 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 163.

Page 242: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

222

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

sampai terjadi konflik dalam masyarakat, partai politik ber-kewajiban menengahi atau menyelesaikan konflik.

Mengenai perlunya partai politik di dalam negara, ada duakelompok pendapat. Ada yang menyatakan sangat perlu dan adayang mengatakan tidak perlu.22

Woodrow Wilson (mantan Presiden AS), A.D. Lindsay, R.M.Mac Iver, Joseph Schumpeter dan Maurice Duverger menilai eksis-tensi atau keberadaan Partai Politik secara teoritis sangat diperlukan.Mereka mengemukakan alasan sebagai berikut:23

(1) Partai politik membuka seluas-luasnya bagi rakyat untuk ber-partisipasi dalam kegiatan politik dan pemerintahan.

(2) Paratai Politik dapat mewujudkan pemerintahan yang bertang-gung jawab (Responsible government).

(3) Partai Politik dapat memperjuangkan kepentingan umum.(4) Partai Politik dapat mencegah kesewenang-wenangan perilaku

atau tindakan pemerintah.

Sedangkan M. Ostrogorsky, James Bryce, Robert Crowley, danPuffet, tidak setuju pada eksistensi partai politik dengan alasansebagai berikut:24

1) Kata “partai” berarti sebagian (part), sehingga adanya partaipolitik cenderung menjurus ke arah separatisme, artinya daerahpemilihan masyarakat (electorate) dipisah-pisahkan, dan loyalitasrakyat terhadap negara menjadi terbelah.

2) Partai Politik sebagai organisasi cenderung bersifat hirarkhis,birokratis dan berdisiplin sempit.

3) Partai politik dalam merealisasi ideologi politiknya memerlukandana yang biasanya diperoleh dari donatur (investor) sebagaiimbalannya partai memberikan komitmen-komitmen (janji-janji)tetentu, sehingga sering menimbulkan manipulasi dan korupsi.

22 I Dewa Gede Atmadja, tanpa tahun, Rangkuman Studi Ilmu Politik (Diktat), Denpasar:Fakultas Hukum Universitas Udayana, (selanjutnya disebut sebagai I Dewa Gede AtmadjaII), hlm. 77.

23 Lihat lebih lanjut dalam A.S.S. Tambunan, 1976, Undang-Undang RI, No.3 Tahun1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, Latar Belakang, Beserta ProsesPembentukannya; Bandung: Binacipta, hlm. 4.

24 I Dewa Gede Atmadja, 1989, Partai Politik Dan Golongan Karya Dalam LintasanPerundang-Undangan, Denpasar: Penerbit Setia Kawan, (selanjutnya disebut sebagai IDewa Gede Atmadja III), hlm. 24.

Page 243: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

223

Hukum Tata Negara

4) Partai politik dalam mengurus dan mengendalikan partainyamemerlukan tenaga dan pegawai-pegawai tetap (full timer).Apabila partainya menang dalam pemilihan umum, maka tenagatetap itu biasanya melakukan transaksi politik (politic transaction).

Akan tetapi, dalam negara modern, partai poliik dipandangsebagai salah satu pilar demokrasi dalam rangka pemilihan umum,maka eksistensi partai politik dipandang suatu keniscayaan.

4. Klasifikasi Sistem KepartaianPengelompokan partai politik ada bermacam-macam kriteria.

Ada 3 (tiga) macam kriteria untuk mengadakan klasifikasi, yaknisebagai berikut25:1) Klasifikasi menurut jumlah dan fungsi anggotanya; terdapat

partai massa dan partai kader.- Partai Massa yakni partai yang selalu mendasarkan kekuatan-

nya pada jumlah anggotanya. Hubungan antara anggotasangat longgar, disiplin dan kualitas anggota partai tidakatau kurang mendapat perhatian dan pembinaan.

- Partai Kader yakni partai yang mementingkan kualitas,loyalitas dan disiplin anggotanya. Karena itu, untuk menjadianggota partai perlu seleksi yang ketat, dan adanya sanksiyang tegas terhadap anggotanya dari pimpinan partai yangmenyimpang dari garis kebijakan partai serta disiplin partaisangat tegas dan konsekuen, dimana jumlah anggota tidakdijadikan target partai.

2) Klasifikasi berdasarkan sifat dan orientasi partai; dimana partaidapat dibedakan atas 3 (tiga) macam sebagai berikut:26

- Partai Lindungan (Patronage Party).Umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor. Maksudutama adalah memenangkan pemilihan umum dengan men-cari dukungan dan kesetiaan anggotanya terutama men-jelang pemilihan umum.

25 Lihat dalam Miriam Budiardjo, op.cit. hlm. 166-170.26 Baca dalam I Made Sucipta I, op.cit., hlm. 144-145.

Page 244: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

224

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

- Partai asas/Ideologi.Biasanya mempunyai pandangan hidup (ideologi) yangdigariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman padadoktrin dan disiplin partai yang kuat dan mengikat. Dengandemikian, hubungan antar anggota sangat kuat/erat danideologinya sangat kuat.

- Partai program.Merupakan partai yang berorientasi pada program-programyang konkret untuk diperjuangkan menjadi program nasional.

Diakui bahwa klasifikasi atas dasar 1) dan 2) di atas tidak me-muaskan karena bisa saja satu partai politik sekaligus merupa-kan partai kader dan partai massa, dan orientasi merupakanpartai kader selakigus partai program.

3) Klasifikasi atas dasar Jumlah Partai yang berpengaruh dalamBadan Perwakilan, bahwa menurut Maurice Duverger, terdiriatas tiga (3) sistem, yakni sebagai berikut:27

- Sistem satu partai atau Partai Tunggal/Mono Partai.Dalam sistem ini, konsentrasi kekuasaan ada pada satu partaiyang berkuasa secara dominan. Bilamana ada partai politiklain, sifatnya non kompetitif (tidak boleh bersaing secara bebas).Sistem ini biasanya dianut oleh negara-negara komunis.

- Sistem dua Partai/Dwi Partai.Sistem ini diartikan sebagai adanya dua partai atau lebih, tetapidengan peranan dominan dari dua partai. Contohnya Inggrisdan Amerika Serikat. Di Inggris ada 3 partai yakni PartaiBuruh, Partai Konservatif dan Partai Liberal. Namun yangdominan adalah partai Buruh dan Konservatif. Sistem dwipartai akan lebih menjamin stabilitas pemerintahan, karenafungsi partai dalam Badan Perwakilan adalah sangat jelas.Partai yang menang dalam pemilihan Umum akan men-duduki pemerintahan, dan partai yang kalah akan menjadioposisi yang loyal. Menurut Miriam Budiardjo, sistem dwipartai akan berjalan dengan baik bila didukung oleh adanya

27 Baca dalam I Made Sucipta I, op.cit., hlm. 145-147.

Page 245: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

225

Hukum Tata Negara

Komposisi Masyarakat yang homogen (social homogeneity),Konsensus dalam masyarakat mengenai asas dan tujuansosial yang pokok adalah kuat, dan adanya kontinuitassejarah. Di samping itu, sistem dwi partai pada umumnyadiperkuat dengan sistem pemilihan distrik (single member con-stituency) karena cenderung menghambat tumbuh danberkembangnya partai kecil.

- Sistem Multi Partai.Dalam sistem multi partai, ada lebih dari dua partai politikyang berpengaruh di badan perwakilan rakyat. Sistem initumbuh dalam masyarakat yang komposisinya heterogen.Perbedaan ras, suku, agama sangat kuat sehingga kelompok-kelompok dalam masyarakat cenderung mengikatkan diripada ikatan-ikatan terbatas (primordial), dan menyalurkanaspirasinya lewat ikatan-ikatan terbatas tersebut. Contohnyadi Indonesia. Sistem multi partai apabila digandengkandengan sistem pemerintahan parlementer akan cenderungmenyebabkan ketidakstabilan pemerintahan karena eksekutifmerupakan pemerintahan koalisi (gabungan lebih dari satupartai) untuk memperoleh dukungan mayoritas di parlemen.Pemerintah koalisi ini mudah pecah bila ada sedikit saja per-bedaan pendapat antara partai yang berkoalisi. Di sampingitu, tugas partai dalam parlemen menjadi tidak jelas karenasuatu saat ia menjadi partai pemerintah dan saat koalisi pecahia berubah menjadi partai oposisi. Contoh nyata dapat dilihatdari pengalaman Indonesia dari Tahun 1950-1959, di bawahUndang-undang Dasar Sementara Tahun 1950, dalam jangkawaktu 9 (sembilan) tahun ada tujuh kali pergantian kabinet,yang membuktikan eksekutif menjadi labil28. Sistem multipartai akan terus berkembang bila didukung oleh sistempemilihan proporsional, karena memberi kemungkinankepada partai kecil terus hidup, walaupun hanya memperolehsedikit sekali kursi di dalam parlemen.

28 Baca dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1975, 30 Tahun IndonesiaMerdeka, 1950-1964, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm. 65-70.

Page 246: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

226

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

5. Sejarah Pengaturan Kepartaian di IndonesiaAdapun sejarah pengaturan partai politik di Indonesia dapat

dikelompokkan dalam penjabaran berikut ini29:

a) Masa Penjajahan30

Partai politik dibentuk berdasarkan adanya gerakan ethischepolitiek dengan memberikan kesempatan di wilayah jajahanmembentuk dewan perwakilan rakyat (Volksraad) Tahun 1939. Partaipolitik dibentuk dan melakukan perjuangan lewat Volksraad adalahsebagai berikut:- Indonesiche Nationale Groep dipimpin Moh. Yamin.- Fraksi National di bawah Husni Thamrin.- Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera di bawah Pimpinan

Parwoto.

Di luar Volksraad pula, terdapat usaha-usaha untuk meng-gabungkan partai politik dengan membentuk beberapa organisasipolitik sebagai berikut:- GAPI (Gabungan Partai Politik) yang merupakan gabungan dari

partai partai politik yang beraliran nasional, tahun 1939.- MIAI (Majelis Islam Ala’a Indonesia), yang merupakan gabungan

partai-partai yang beraliran Islam, tahun 1937.- MRI (Majelis Rakyat Indonesia) adalah gabungan partai dari

organisasi buruh.

Massa penjajahan Jepang, partai politik dilarang, hanya golongan-golongan Islam diberi kebebasan membentuk Partai Masyumi(Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Namun, secara keseluruhan padamasa ini, ditandai dengan adanya sistem kepartaian yang menganutpola sistem Multi Partai.

29 Baca dalam Mahfud MD., 2009, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Pertama,Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 135-245.

30 Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 171.

Page 247: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

227

Hukum Tata Negara

b) Masa Kemerdekaan Indonesia, yang dapat diklasifikasimenjadi bagian berikut ini:

- Masa Maklumat Pemerintah Republik Indonesia pada 3Nopember 194531.

Masa ini merupakan cikal-bakal Partai Politik di Indonesiasesudah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yangdiwarnai oleh dua pemikiran pendiri negara (founding fathers),yakni pertama, pemikiran Bung Karno, yang mengajukan gagasanpola “partai tunggal” (mono party system) yakni “partai pelopor”,dengan ditetapkannya Partai Nasional Indonesia sebagai satu-satunya partai politik yang berperan menggerakkan potensirakyat, memperkukuh persatuan, dan pelopor menegakkan ke-merdekaan, serta kedua, Sutan Sjahrir (Bung Sjahrir), gagasan-nya yakni adanya pola “banyak partai” (multiparty systems), denganargumentasi, bahwa partai politik yang ideal untuk meng-gerakkan rakyat dalam relevansi demokrasi adalah partai politikrevolusioner, berideologi, rapi terorganisasi secara modern, danefisien. Dengan demikian, bagi Bung Sjahrir, yang dibutuhkanIndonesia adalah “partai kader” bukan “partai massa”32.

Dari kedua pemikiran tokoh pendiri negara (founding fathers)tersebut, gagasan Sutan Sjahrir dipandang lebih cocok bagi negarademokrasi, sehingga pemerintah menganjurkan berdirinyaparati-partai politik, dengan Maklumat Pemerintah No.X (bacaeks) yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,Drs. Moh.Hatta (Bung Hatta), sehingga lebih dikenal dengansebutan Maklumat Wakil Presiden No. X. (3 November 1945), yaknisebagai dasar hukum sistem multi partai bagi Negara Indonesia.

Maklumat ini merupakan pengumuman dari pemerintah yangberisi usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat(BP-KNIP) untuk mendirikan partai-partai politik dengan alasanpartai politik akan dapat memperkuat barisan mempertahankankemerdekaan Indonesia. Adapun isi dari maklumat tersebutadalah sebagai berikut:

31 Baca I Dewa Gede Atmadja III, op.cit., hlm. 84.32 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja I, op.cit., hlm. 119, dan lihat lebih lanjut dalam

Rusli Karim, 1983, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: CV. Rajawali, hlm. 43.

Page 248: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

228

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

1) Pemerintah menyukai pembentukan partai-partai politik;2) Pemerintah berharap partai-partai itu terbentuk sebelum

pemilihan Badan Perwakilan Rakyat.Himbuan ini memunculkan 10 partai politik, yakni Masyumi,

Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Jelata, Partai Kristen Indo-nesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, PartaiSosialis Indonesia, Partai Katolik Republik Indonesia, PersatuanRakyat Marhaen Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia33.Dengan demikian, lahirlah pola sistem kepartaian di Indonesiayang multipartai.

- Masa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang PemilihanUmum.

Menurut penelitian Herbert Feith, terjadinya perkembanganatas sistem kepartaian di Indonesia yang multi partai sebagai-mana yang digagas oleh Bung Sjahrir pada masa ini diwarnaioleh lima aliran, yakni sebagai berikut34:1) Tradisi Jawa, diantaranya diwakili Partai Indonesia Raya (PIR-

Wongsonegoro).2) Islam, diwakili Partai Majelis Syuro Indonesia (Masyumi) dan

Partai Nahdhatul Ulama (NU).3) Nasionalisme radikal, diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI)

dan Partai Rakyat Nasional (PRN).4) Komunis, diwakili oleh Partai Komunis Indonesia (melakukan

pemberontakan Madiun pada 18 September 1948 dan 30 Sep-tember 1965 yang lazim dikenal sebagai Gerakan 30 Septem-ber/Partai Komunis Indonesia atau G 30 S/PKI).

5) Sosial demokrat, yang diwakili oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Pada masa ini pula, muncul Undang-undang Republik Indo-nesia Nomor 7 Tahun 195335 yang berkaitan dengan pelaksanaan

33 Baca dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1975, 30 Tahun IndonesiaMerdeka, 1945-1949, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm. 35-37.

34 Baca dalam Alfian, 1978, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta : PT.Gramedia, hlm. 8-10.

35 Baca lebih lanjut dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1953tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante,diundangkan pada 7 April 1953, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 1953 Nomor 29.

Page 249: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

229

Hukum Tata Negara

Pemilihan Umum Tahun 1955. Pada undang-undang tersebut,diadakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota DewanPerwakilan Rakyat pada 29 September 1955 serta memilih AnggotaKonstituante pada 18 Desember 1955. Jumlah Partai Politik yangmengikuti Pemilihan Umum tersebut adalah 24 partai politikuntuk merebut 272 kursi. Pada akhir Pemilihan Umum, per-olehan suara terbesar diraih oleh empat besar, yakni PartaiNasional Indonesia dengan 57 kursi, Masyumi dengan 57 kursi,Nahdatul Ulama dengan 47 kursi, serta Partai Komunis Indo-nesia dengan 32 kursi, dan sisa kursi sebesar 75 kursi diperebut-kan partai-partai kecil lainnya, dan kemudian dilantik pada 1Maret 1956 untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta pada10 November 1956 untuk anggota Dewan Konstituante yangbekerja hingga pada munculnya Dekrit Presiden Republik In-donesia pada 5 Juli 1959.

- Masa Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia, terjadinya kegagalan

Badan Konstituante menetapkan Undang-undang Dasar barumemicu keluarnya Dekrit Presiden Republik Indonesia pada 5Juli 195936, dan terjadi perubahan ketatanegaraan dari Undang-undang Dasar Sementara 1950 dengan memberlakukan Undang-undang Dasar Tahun 1945, yang dikenal dengan sistemDemokrasi Terpimpin. Selang beberapa minggu, Presiden JangMulia (PJM) Dr. (H.C.) Ir. Soekarno mengeluarkan PenetapanPresiden (Penpres) Nomor 7 Tahun 195937 yang intinya men-cakup perihal berikut ini:- Partai politik harus menerima asas Negara Kesatuan Republik

Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945.- Dalam Anggaran Dasar Partai harus dicantumkan dengan

tegas partai politik menerima dan mempertahankan Pancasila.- Partai Politik harus menegaskan bahwa program kerjanya

adalah Manifesto Politik Pidato Presiden 17 Agustus 1959sebagai penjelasan dari dikeluarkannya Dekrit Presiden.38

36 Baca dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1959 tentangDekrit Presiden Republik Indonesia, diundangkan pada 5 Juli 1959, diumumkan ke dalamLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 150.

37 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1959 tentang Syarat-syaratPenyederhanaan Kepartaian. Baca lebih lanjut dalam Mahfud MD., op.cit., hlm. 175-177.

38 Lihat dalam Lampiran pada I Dewa Gede Atmadja III, op.cit., hlm. 64-120.

Page 250: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

230

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Kemudian di masa ini39, Pemerintah Republik Indonesiamengundangkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indo-nesia Nomor 13 Tahun 196040, yang kemudian diperkuat denganKeputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 440Tahun 196141. Dalam kedua peraturan tersebut, diakui 10 (sepuluh)partai politik yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR) yakni Partai Nasional Indonesia(PNI), Nahdhatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI),Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik RepublikIndonesia (PKRI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), PartaiIslam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai MusyawarahRakyat Banyak (Murba), Partai Indonesia (Partindo), sertaGolongan Karya, yang merupakan wakil golongan fungsionalyakni tani, buruh, Angkata Bersenjata Republik Indonesia, AlimUlama, Wanita, Cendekiawan, Koperasi, Pengusaha nasional,Veteran, Wartawan, serta Angkatan 1945.

Sedangkan partai-partai yang dibubarkan pada masa ini di-antaranya Partai Masyumi dengan Keputusan Presiden RepublikIndonesia Nomor 200 Tahun 196042 serta Partai Sosialis Indone-sia (PSI) dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor201 Tahun 196043. Di samping itu, terdapat beberapa partai politiklainnya yang ditolak dengan Keputusan Presiden Republik In-donesia Nomor 129 Tahun 196144 tgl 14 April 1961 diantaranyaPartai Syarikat Islam Indonesia Abikusno Tjokrosuyoso, PartaiRakyat Nasional Bebas Lalung Dalo, Partai Rakyat Indonesia,dan Partai Rakyat Nasionalis Djodi Gondokoesoemo.

Hal tersebut masih terjadi hingga terjadi konstelasi per-politikan nasional pada Tahun 1965 dengan terjadinya Pem-

39 Baca lebih lanjut dalam Jimly Asshidiqie, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 408-412.

40 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan,Pengawasan, dan Pembubaran Partai.

41 Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 440 Tahun 1961 tentangPengakuan Partai-partai Politik.

42 Baca Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 200 Tahun 1960, diundangkanpada 17 Agustus 1960. Baca dalam Mahfud MD., op.cit., hlm. 180-181.

43 Baca Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 201 Tahun 1960, diundangkanpada 17 Agustus 1960. Baca dalam Mahfud MD., op.cit., hlm. 181.

44 Baca Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1961, diundangkanpada 14 April 1961. Baca dalam Jimly Asshidiqie, op.cit., hlm. 410-411.

Page 251: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

231

Hukum Tata Negara

berontakan Gerakan 30 September 1965, dan kemudian muncul-nya Surat Perintah Sebelas Maret Tahun 1966 hingga padaruntuhnya masa Orde Lama di Indonesia, dengan kebangkitanmasa Orde Baru di Indonesia.

- Masa Pemilihan Umum Tahun 1971Dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret Tahun 1966,

Letjen. (TNI) Soeharto sebagai pelaksana presidium kabinetmengeluarkan Keputusan Tanggal 12 Maret 1966 yakni denganmembubarkan Partai Komunis Indonesia beserta ormas-ormasnya, yang kemudian, pembubaran ini diperkuat denganKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara NomorXXV/MPRS/196645 tentang Pembubaran Partai Komunis Indo-nesia dan Ormas-Ormasnya, serta larangan penyebarluasanajaran Marxisme–Leninisme, sehingga muncul semboyan dimasa Orde Baru yakni”melaksanakan Undang-undang Dasar 1945secara murni dan konsekuen”.

Kemudian, dikeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan khususnya Undang-undang Republik IndonesiaNomor 15 Tahun 196946 serta Undang-undang Republik Indo-nesia Nomor 16 Tahun 196947, dan diadakanlah Pemilihan Umumpada tanggal 3 Juli 1971 yang diikuti oleh sepuluh (10) PartaiPolitik, yaitu Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia(Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Syarikat Is-lam Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), PartaiKatolik Republik Indonesia (PKRI), Partai Islam PersatuanTarbiyah Islamiyah (Perti), Partai Musyawarah Rakyat Banyak(Murba), Ikatan Pendukung Indonesia (IPKI), serta GolonganKarya (Golkar).

Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan UmumTahun 1971 kemudian melakukan fusi/penggabungan dalamfraksi-fraksi, yakni adanya Fraksi Persatuan Pembangunan yangterdiri atas Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai

45 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, Loc.cit.46 Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan

Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.47 Simak Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan

dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

Page 252: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

232

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Syarikat Islam Indonesia, Partai Islam Persatuan TarbiyahIslamiyah; Fraksi Demokrasi Indonesia yang terdiri PartaiNasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai KatolikRepublik Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, IkatanPendukung Kemerdekaan Indonesia; serta Fraksi KaryaPembangunan yakni Golongan Karya, dan adanya dua FraksiFungsional yang melalui pengangkatan yaitu Fraksi AngkatanBersenjata Republik Indonesia, dan Fraksi Utusan Daerah48.- Masa Undang-undang Partai Politik dan Golongan Karya

pada Tahun 1975-1998.Fusi ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Undang-

undang Nomor 3 Tahun 197549, yang menyederhanakan jumlahpartai (organisasi sosial politik) menjadi tiga, yakni Partai Demo-krasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan dan GolonganKarya. Ketiga Organisasi Sosial Politik ini selain harus menerimaPancasila dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai asas, jugamasih diakui asas ciri partai politik yakni Partai PersatuanPembangunan berasaskan Islam, Partai Demokrasi Indonesiaberasaskan Nasionalisme serta Keadilan Sosial, dan GolonganKarya yang berasaskan Kerakyatan untuk kesejahteraanbangsa dan keadilan sosial. Namun, asas ciri ini dihapusdengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun198550, serta dengan Undang-undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 198551, yang hanya mengenal asas Pancasilasebagai satu-satunya asas partai politik dan organisasi ke-masyarakatan, dan partai diarahkan menjadi partai program,sehingga dengan kondisi demikian, telah berhasil diadakanpemilihan umum legislatif setiap lima tahun sekali secaraperiodik, yaitu tahun 1971, tahun 1977, tahun 198252, tahun

48 Baca dalam Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1975, 30 Tahun Indonesia Merdeka,1965-1974, Cetakan Pertama, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 65-73.

49 Lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975 tentangPartai Politik dan Golongan Karya.

50 Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahanatas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

51 Baca Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985 tentang OrganisasiKemasyarakatan.

52 Terjadi perubahan pengaturan diantaranya dengan Undang-Undang No.2 Tahun1980 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 1969 Tentang PemilihanUmum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat Sebagaimana TelahDiubah Dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1975.

Page 253: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

233

Hukum Tata Negara

198753, tahun 1992, dan terakhir pada tahun 199754 denganhasil pemilihan umum yang senantiasa didominasi olehGolongan Karya, hingga pada masa Orde Baru runtuh padapertengahan Mei 1998.

- Masa Reformasi pada Tahun 1998 sampai saat iniDiawali oleh krisis moneter, Indonesia dilanda krisis keper-

cayaan (moral) terhadap pemerintahan dalam arti luas ber-samaan dengan isu penegakan hak asasi manusia dan penegakanhukum. Khusus terhadap kehidupan partai politik, dikeluarkanUndang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 199955

tentang Partai Politik, Undang-undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 199956 dan Undang-undang Republik Indone-sia Nomor 4 Tahun 199957.

Perlu dicatat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3Tahun 1999 tersebut menjadi kunci utama untuk membuka kembalikebebasan membentuk Partai politik dan boleh mencantumkan asasciri masing-masing partai, sehingga akhirnya muncul sistem banyakpartai, dan pada Pemilihan Umum Tahun 1999 terdapat 48 Partaipeserta Pemilihan Umum, demikian juga berdasarkan Undang-

53 Diantaranya diatur dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1985Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan UmumAnggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Sebagaimana Telah Diubah DenganUndang-Undang No.4 Tahun 1975 Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2Tahun 1980, Undang-Undang No.2 Tahun 1985 Tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomer 16 Tahun 1969 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagaimana TelahDiubah Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1980, serta Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

54 Diatur dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995 tentangPerubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan KedudukanMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah, Terakhir Undang-undangNomor 2 Tahun 1985

55 Baca dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 Tentang PartaiPolitik, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3809.

56 Lihat lebih lanjut dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999Tentang Pemilihan Umum, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalamLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 23 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3810.

57 Lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1999 TentangTentang Susduk MPR, DPR dan DPRD, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3811.

Page 254: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

234

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

undang Nomor 31 Tahun 200258, berkurang secara signifikansebanyak 24 partai, dari 80 partai politik yang mendaftar, karenaditentukan syarat-syarat partai politik yang dapat menjadi pesertapemilihan umum yang ikut serta dalam Pemilihan Umum LegislatifTahun 2004.59

Kondisi tersebut masih berlangsung dengan adanya rezimUndang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, danmenghasilkan peserta Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 men-jadi 36 partai politik dan 6 partai lokal di Nangroe Aceh Darussalam60.

Menjelang Pemilihan Umum Tahun 2014, terjadi perubahan atasUndang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, sehinggamenghasilkan peserta Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 menjadihanya 12 partai politik dan 4 partai lokal di Nangroe Aceh Darussalam.

Perlu dicatat, bahwa kondisi sistem multi partai di masa Reformasitersebut muncul karena masyarakat Indonesia sangat heterogen,mereka cenderung melakukan ikatan-ikatan terbatas/primordial, baikberdasarkan kelompok/golongan, agama, ras maupun kedaerahan.

C. Pemilihan Umum1) Masalah Perwakilan

Demokrasi menurut J.J. Rousseau dalam bukunya “Du ContractSocial” adalah suatu demokrasi langsung di mana pemerintahandiselenggarakan berdasarkan kehendak umum (volonte generale) atausebagian besar dari warga negara. Dalam praktik, ajaran Rousseauini sulit diterapkan karena luasnya wilayah negara, banyaknyapenduduk dengan kepentingan yang beragam, sangat menyulitkanuntuk penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan demokrasilangsung tersebut, dan jalan keluarnya adalah melalui sistem per-wakilan61. Negara Swiss mencoba menerapkan ajaran Rousseau

58 Baca lebih lanjut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 TentangPartai Politik, diundangkan pada 27 Desember 2002, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4251.

59 Komisi Pemilihan Umum, 2003, Partai Politik Peserta Pemilu 2004 Perjalanan danProfilnya. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, Desember 2003, hlm. 4-5.

60 Baca dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentangOtonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi NanggroeAceh Darussalam serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh.

61 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja I, op.cit., hlm. 96-97, 108.

Page 255: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

235

Hukum Tata Negara

dengan sistem referendum. Pada umumnya, negara-negara diseluruh dunia menganut sistem perwakilan.

Adapun pengertian Pemerintahan dengan sistem perwakilanmenurut Konferensi International Commission of Jurist di Bangkok 1965adalah sebagai berikut62:

“Representative Government is a government deriving its power and au-thority from the people, which power and authority are exercised throughrepresentative freely chosen and responsible to them”.

Yang dialihbahasakan yakni menjadi, “Pemerintahan Perwakilanadalah pemerintahan yang memperoleh kekuasaan dan kewenangan darirakyat, dimana kewenangan dan kekuasaan itu diperoleh melalui perwakilanyang dipilih secara bebas dan bertanggung jawab kepada pemilihnya”.

Adapun syarat-syarat Pemerintahan dengan sistem perwakilantersebut harus mencakup perihal berikut ini63:1) Proteksi Konstitusional.2) Pengadilan-pengadilan yang bebas dan tidak memihak.3) Pemilihan-pemilihan yang bebas.4) Kebebasan menyatakan pendapat.5) Kebebasan berserikat dan tugas oposisi.6) Harus ada pendidikan civics.

Dan bila ditinjau dari rumusan dalam Pasal 35 Undang-undangDasar Sementara Tahun 1950, berbunyi,”Kemauan rakyat adalah dasarkekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala danjujur dan dilakukan berdasarkan hak pilih yang bersifat umum, kebersamaan,serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yangjuga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.”64

Adapun konsekuensi dari Representative Government adalahsebagai berikut65:

62 Baca dalam Kaelan, 2014, Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Revisi, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, hlm. 92-93.

63 Baca dalam Ismail Suny, 1978, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta : AksaraBaru, hlm. 19-24.

64 Baca Ismail Suny, op.cit., hlm. 21.65 Lihat lebih lanjut dalam Sri Soemantri, 1971, Himpunan Kuliah Perbandingan (Antar)

Hukum Tata Negara, Bandung : Alumni, hlm. 33-34.

Page 256: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

236

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

1) Keharusan adanya lembaga perwakilan rakyat.2) Keharusan adanya seleksi, baik melalui pemilihan umum yang

bebas dan rahasia, maupun dengan cara lain.3) Keharusan adanya partai politik.4) Keharusan adanya lembaga yang mempunyai tugas pelaksa-

naan dan bertanggung jawab kepada rakyat melalui badanperwakilan rakyat.

Berikut adalah uraian mengenai hubungan antara “si wakil”dengan “yang diwakili” dengan beberapa teori di bawah ini66.

1) Teori MandatMenurut teori mandat, si wakil dianggap duduk di lembaga

perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat, sehingga disebutmandataris, seperti yang diajarkan oleh Rousseau. Teori mandatberkembang menjadi tiga, yakni67:a) Mandat Imperatif, dimana si wakil bertugas dan bertindak di

lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikanoleh yang diwakili, si wakil tidak boleh bertindak di luar instruksitersebut dan apabila ada hal-hal yang baru yang tidak terdapatdalam instruksi tersebut, maka si wakil harus mendapat instruksibaru dari yang diwakilinya, sehingga ia baru dapat melaksana-kannya. Kelamahan mandat jenis ini yakni dapat menghambattugas lembaga perwakilan.

b) Mandat Bebas. Ajaran ini dianut oleh Abbe Sieyes (Perancis)dan Black Stone (Inggris). Dalam hal ini, si wakil dapat bertindakbebas tanpa tergantung dari instruksi yang diwakilinya. SiWakil adalah orang-orang terpercaya dan terpilih serta memilikikesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga siwakil dapat bertindak atas nama yang diwakilinya.

c) Mandat Representatif, dimana si wakil dianggap bergabungdengan badan perwakilan (Parlemen). Rakyat memilih dan mem-berikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga si wakilsebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya, apalagi

66 Baca dalam Abu Daud Busroh, 2013, Ilmu Negara, Cetakan Kelima, Jakarta : SinarGrafika, hlm. 147-148.

67 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja, op.cit., hlm. 109.

Page 257: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

237

Hukum Tata Negara

pertangungjawabannya. Lembaga perwakilan inilah yangbertanggung jawab kepada rakyat.

2) Teori OrganIni dianut oleh Von Gierke dan juga Jellinek dan Paul Laband.

Menurut teori ini, negara merupakan organisme yang mempunyaialat-alat perlengkapan dengan fungsinya masing-masing dan salingtergantung satu dengan lainnya. Setelah rakyat memilih lembagaperwakilan rakyat, maka rakyat tidak perlu mencampuri lembagatersebut, dan lembaga itu bebas berfungsi sesuai dengan wewenangyang diberikan Undang-Undang Dasar68. Masalah hubungan wakildengan yang diwakili tidak perlu dipersoalkan dari segi hukum.

3) Teori Sosiologis dari RiekerRieker menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupa-

kan bangunan politis, tetapi merupakan bangunan sosial (masya-rakat). Si pemilih akan memilih wakilnya yang benar-benar ahli dalambidang kenegaraan dan yang akan benar-benar mewakili kepen-tingan si pemilih sehingga terbentuk lembaga perwakilan darikepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat69. Lembagaperwakilan akan mencerminkan lapisan-lapisan kepentingan dalammasyarakat.

4) Teori Hukum Objektif dari Leon Duguit70.Menurut teori ini, dasar dari pada hubungan antara rakyat

dengan parlemen adalah solidaritas. Wakil rakyat dapat melaksana-kan tugas kenegaraannya atas nama rakyat, sedangkan rakyat tidakdapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukungwakilnya dalam menentukan kewenangan pemerintahan. Jadi,terdapat pembagian kerja. Keinginan untuk berkelompok yang disebutsolidaritas merupakan dasar hukum objektif yang timbul. Hukumobjektif inilah yang membentuk lembaga perwakilan sebagai suatubangunan hukum. Akibatnya, sebagai berikut:

68 Baca dalam Abu Daud Busroh II, op.cit., hlm. 149 dan I Dewa Gede Atmadja,op.cit., hlm. 110.

69 Lihat dalam Abu Daud Busroh II, op.cit., hlm. 159-150 dan I Dewa Gede Atmadja,op.cit., hlm. 110-111.

70 Baca dalam Abu Daud Busroh II, op.cit., hlm. 150.

Page 258: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

238

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a) rakyat atau kelompok yang diwakili harus ikut serta dalam pem-bentukan badan perwakilan dan cara terbaik adalah melaluipemilihan umum yang menjamin adanya solidaritas sosial.

b) Kedudukan hukum antara pemilih dan yang dipilih adalahsemata-mata berdasarkan hukum objektif. Jadi, tidak ada per-soalan hak-hak dari masing-masing. Mereka harus menjalankankewajibannya sesuai dengan hasrat mereka untuk berkelompokdalam Negara atas dasar solidaritas sosial.

c) Si wakil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harusmenyesuaikan tindakannya dengan kehendak pemilihnya bukankarena adanya hukum objektif yang didasarkan pada solidaritassosial yang mengikat, melainkan karena rasa solidaritasnya.

5) Teori Gilbert AbcarianGilbert Abcarian, dalam bukunya “Contemporary Political System”

(1970), melihat bahwa ada empat tipe hubungan antara “si wakil”dengan “yang diwakili” dari segi kebebasan bertindak “si wakil”dalam lembaga perwakilan. 4 (empat) tipe hubungan tersebut yakni:71

1. Tipe Wali, dimana “si wakil” bertindak sebagai “wali” (trustee).Dalam hubungan ini, “si wakil” bebas bertindak atau mengambilkeputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu ber-konsultasi dengan yang diwakilinya (konstituen).

2. Tipe Utusan, dimana “si wakil” bertindak sebagai utusan (delegate).Dalam hubungan ini, “si wakil” tidak memiliki kebebasan ber-tindak, karena “si wakil” hanya merupakan duta, sehingga iaharus selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakili-nya dalam melaksanakan atau menjalankan fungsi lembagaperwakilan. Jadi, tipe utusan atau delegasi ini identik dengan“teori mandat”.

3. Tipe Politico, dimana “si wakil” bertindak kadang-kadang sebagaiwali (trustee) dan ada kalanya sebagai utusan (delegate).Tindakannya tergantung dari isu (materi) yang dibahas.

4. Tipe Partisan, dimana “si wakil” bertindak sebagai “partisan”.Dalam hubungan ini, “si wakil” tidak memiliki kebebasan ber-

71 Baca dalam Bintan R. Saragih, 1988, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum diIndonesia; Jakarta : Gaya Media Pratama, hlm. 85.

Page 259: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

239

Hukum Tata Negara

tindak dalam menjalankan fungsi lembaga perwakilan, tetapiterikat pada instruksi atau pada program partainya. Dengandemikian, setelah “si wakil” dipilih oleh pemilih atau konstituen-nya (“yang diwakilinya”), maka lepaslah hubungannya denganpemilihnya tersebut, dan mulailah hubungannya dengan partai(organisai) yang mencalonkanya dalam pemilihan umum.Tampaknya di Indonesia “tipe partisan” inilah yang dianutdalam hubungan antara “si wakil” dengan “yang diwakili”,sehingga lembaga perwakilan yakni DPR (Dewan PerwakilanRakyat) diidentikkan dengan “Lembaga Perwakilan Partai” .

6) Teori Prof. Dr. A. HoogerwerfHoogewerf, dalam bukunya “Politikologi” (terjemahan), menge-

mukakan “hubungan antara “si wakil” dengan “yang diwakili”dipandang atas dasar apa dan mewakili siapa “si wakil” tersebutbertindak dalam lembaga perwakilan. Atas dasar itu, Hoogewerfmengemukakan 5 (lima) model hubungan antara “si wakil” dan“yang diwakili”, yakni sebagai berikut:72

a. Si wakil bertindak sebagai atas nama yang diwakilinya, disebut“model delegate”. Dalam model ini, “si wakil bertindak atas “perintahseorang kuasa usaha” yang harus menjalankan perintah dari“yang diwakili”.

b. Si wakil bertindak sebagai “orang yang diberi kuasa”, yang disebut“model trustee”. Dalam model ini, “si wakil” bertindak sebagaiorang yang memperoleh kuasa penuh dari yag diwakilinya, se-hingga ia dapat bertindak atau mengambil keputusan berdasar-kan pendirian atau pendapatnya sendiri.

c. “Model politicos”. Dalam model ini, “si wakil” bertindak, kadang-kadang sebagai delegasi, menyuarakan instruksi “yang diwakili”,dan kadang-kadang bertindak sebagai kuasa penuh. Hal ini ter-gantung dari isu yang dibicarakan dalam lembaga perwakilan,yakni apabila isunya menyangkut “kebutuhan primer”, sepertisandang, pangan dan papan, “si wakil” bertindak sebagai delegasi,sedangkan di luar itu “si wakil” bertindak sebagai kuasa penuh.

d. “Model kesatuan”, dimana dalam model ini, “si wakil” dipandangsebagai anggota parlemen secara utuh atau merupakan satu

72 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja I, op.cit., hlm. 112-114.

Page 260: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

240

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

kesatuan wakil-wakil rakyat. Jadi, bertindak atas nama lembagaperwakilan atau Parlemen.

e. Model diversifikasi, dimana dalam model ini “si Wakil” dipandangsebagai wakil kelompok teritorial, sosial, tertentu atau wakilpartai politik.

Demikian pendapat-pendapat teoritisi mengenai hubunganantara wakil dengan yang diwakili. Materi ini relevan dengan masalahapakah perlu hak recall atau tidak bagi fraksi/parpol di Dewan Per-wakilan Rakyat.73 Demikian juga, analisis terhadap fakta bahwaseorang wakil rakyat sering dipaksa menandatangani kontrakpolitik oleh sekolompok massa, seperti fenomena menjelangpelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat Daerah hasil Pemilihan Umum tahun 2004.

Perlu dicatat, dari model diversifikasi Hoogewerf tersebut, dapatdikatakan bahwa “karakter” atau sifat khas dari lembaga perwakilan74

mencakup: Pertama, perwakilan Politik (political representation). Di sini,“si wakil” direkrut atau dicalonkan oleh paratai politik melaluipemilihan umum. Kelemahan dari “perwakilan poliik” ini biasanyayang terpilih hanyalah mereka yang memiliki “popularitas” politik-nya, bukan karena keahlian atau penguasaannya di bidang teknispemerintahan. Dengan demikian, si wakil sulit untuk terpilih melalui“perwakilan politik”. Mengatasi kelemahan ini, muncul sifatperwakilan yang kedua, yakni perwakilan fungsional (functional atauoccupational representation). Dalam perwakilan fungsional, “si wakil”direkrut biasanya melalui pengangkatan berdasarkan pada fungsi/jabatan atau keahlian dalam masyarakat. Ketiga, perwakilan daerahyang biasanya dalam negara federal atau negara kesatauan yangwilayah atau teitorialnya luas, seperti Indonesia. “Si wakil” terpilihdalam pemilihan umum mewakili daerahnya. Contohnya pada DPD(Dewan Perwakilan Daerah), maupun di Amerika Serikat denganadanya Senat, mewakili “Negara-Negara Bagian”.

Kemudian, macam-macam lembaga perwakilan pada umumnyaada dua (2), yaitu sistem monocameral dan sistem bicameral. Umumnya,negara monarchi dan negara serikat menganut sistem bicameral se-

73 Baca Abu Daud Busroh, op.cit., hlm. 147-168.74 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja, op.cit., hlm. 113-114.

Page 261: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

241

Hukum Tata Negara

dangkan negara kesatuan menganut sistem monocameral. Di Indo-nesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan UmumTahun 2004, Tahun 2009 serta Tahun 2014 menganut sistem yangcenderung bicameral, yang ditunjukkan dari adanya Dewan Per-wakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat75.

Adapun mengenai fungsi Lembaga perwakilan, menurutMiriam Budiardjo76, terdapat dua fungsi yakni:- Menentukan policy atau kebijaksanaan, misalnya dengan

membuat Undang-undang, hak Amandemen, hak inisiatif, hakbudget dan meratifikasi traktat.

- Mengontrol atau mengawasi badan eksekutif, dengan hak inter-pelasi, hak bertanya, hak angket, hak bertanya, hak amandemen.

Sedangkan menurut Abu Daud Busroh, terdapat tiga fungsiyakni mencakup fungsi legislasi, fungsi pengawasan, serta fungsisebagai sarana pendidikan politik.

Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih77, menyebutkanpada umumnya lembaga perwakilan memiliki 3 (tiga) fungsi, yakni:1) Fungsi perundang-undangan, dalam arti membentuk:

- Undang-Undang Pemilihan Umum, Undang-Undang Pajakdan sebagainya.

- Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN).

- Ratifikasi terhadap perjajian-perjanjian internsional.2) Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan adalah fungsi yang dijalankan oleh Parlemenuntuk mengawasi eksekutif, agar berfungsi menurut undang-undang yang dibentuk oleh Parlemen. Dalam konteks melaksa-nakan fungsi pengawasan ini, Parlemen diberi beberapa hak,antara lain hak bertanya, hak interpelasi (meminta keterangan),

75 Walaupun istilah tersebut tidak tepat, dimana terdapat istilah “trikameralisme”, “sistemmonokameral bercirikan bikameral” dalam ketatanegaraan Indonesia. Baca dalam JimlyAsshidiqie, 2010, Konsolidasi dan Perkembangan Lembaga-lembaga Negara, CetakanPertama, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 112-114 dan Ni’matul Huda, 2008, UUD 1945 & GagasanAmandemen Ulang, Cetakan Pertama, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 145-150.

76 Baca dalam Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 151-152.77 Lihat dalam Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih, 1993, Ilmu Negara,

Jakarta: Gaya Media Pertama, hlm. 258-263.

Page 262: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

242

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

hak angket (mengadakan penyelidikan), hak mengajukan mositdak percaya (dalam sistem pemerintahan parlementer), dan“impeachment” dalam sistem pemerintahan presidensial, sepertiAmerika Serikat dan Indonesia, maupun hak amendemen yaknihak melakukan perubahan atas Undang-undang.

3) Sarana pendidikan politikFungsi pendidikan politik yaitu melalui pembhasan kebijakanPemerintah di Dewan Perwakilan Rakyat, dan dimuat, ditulisoleh media massa. Rakyat mengikuti persoalan yang me-nyangkut kepentingan umum dan menilai menurut kemampuanmasing-masing dan secara tidak langsung mereka dididik ke arahwarga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya78. FungsiDewan Perwakilan Rakyat sebagai satu lembaga perwakilanrakyat, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945, mencakup fungsi legislasi (membentuk danmembahas Rancangan Undang-Undang bersama Presiden),fungsi pengawasan (melakukan pengawsan terhadap tindakandan kebijakan pemerintah); dan fungsi anggaran berkaitandengan hak budget, Dewan Perwakilan Rakyat berhak menolakatau menerima atau menolak rancangan Undang-UndangAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukanPresiden/Pemerintah.

2) Sistem Pemilihan UmumPemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-

wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Sistempemilihan ini sangat dipengaruhi oleh cara pandang terhadapindividu atau masyarakat dalam negara. Apakah mereka dipandangsebagai individu yang bebas untuk memilih wakilnya atau dipilihsebagai wakil rakyat atau mereka dipandang sebagai satu kesatuankelompok sehingga tidak dapat menentukan pilihan atau men-calonkan diri untuk dipilih. Atas kriteria ini, maka dikenal dua sistempemilihan yakni sebagai berikut79:

78 Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih, op.cit., hlm. 261-262.79 Baca dalam Jimly Asshidiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi

Pertama, Jakarta: Rajawali Grafindo Press, hlm. 415-417.

Page 263: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

243

Hukum Tata Negara

1) Sistem pemilihan Mekanis, yang memandang rakyat sebagaimassa individu-individu yang sama sebagai satu kesatuanotonom dan negara/masyarakat dipandang sebagai komplekshubungan-hubungan antar individu. Setiap individu memilikihak dipilih dan memilih aktif yang mengeluarkan satu suaradalam setiap pemilihan. Sifat perwakilan yang dihasilkan adalahperwakilan politik.

2) Sistem pemilihan Organis, yang menempatkan masyarakatsebagai satu kesatuan individu-individu yang hidup bersamadalam berbagai macam kesatuan hidup berdasarkan: hubungangenealogis, fungsi ekonomi, industri, lapisan-lapisan sosial seperti:buruh, cendekiawan, pengusaha, dsb. Kesatuan-kesatuan hidupinilah yang mengendalikan hak memilih dan dipilih, atau meng-utus wakil-wakilnya yang duduk di badan perwakilan rakyat.Prosedurnya biasanya melalui pengangkatan, sehingga sifat per-wakilan yang dihasilkan adalah perwakilan fungsional.80 Carapandang ini pun berkaitan dengan soal apakah perlu atau tidakadanya partai politik dalam negara. Menurut sistem pemilihanmekanis, maka partai politik mutlak diperlukan dan perlu adanyapemilihan umum.

Pada umumnya, negara demokrasi menganut sistem pemilihanmekanis, atau kombinasi kedua sistem ini, seperti Parlemen Inggrisyang bersifat bicameral dimana House of Lord diisi dengan peng-angkatan dan House of Common diisi lewat pemilihan umum81.

Dan bilamana melihat sistem pemilihan mekanis, maka dapatdikaji bahwa terdapat dua macam cara yakni sebagai berikut:1) Sistem perwakilan distrik/Majority/Single member constituency,

dilakukan dengan cara sebagai berikut82.a. Wilayah Negara dibagi-bagi dalam daerah pemilihan yang

disebut distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama denganjumlah anggota badan perwakilan rakyat. Misalnya di badan

80 Mohammad Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar Hukum TatanegaraIndonesia. Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Tatanegara Universitas Indonesia danCV Sinar Bhakti; hlm. 332-334.

81 Baca Mohammad Koesnardi dan Bintan R. Saragih, op.cit., hlm. 239-240.82 Lihat lebih lanjut dalam I Dewa Gede Atmadja, op.cit., hlm. 120-121 dan Jimly

Asshidiqie II, op.cit., hlm. 417-418.

Page 264: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

244

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

perwakilan ada 500 kursi, maka wilayah Negara akan dibagi-bagi menjadi 500 distrik pemilihan.

b. Setiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suaramayoritas. Misalnya dalam setiap distrik, jumlah pemilihadalah 100 orang, dan jumlah calon yang dipilih adalah 5dengan perolehan suara masing-masing: A = 40, B = 35, C =15, D = 7, E = 3, maka yang mewakili distrik adalah A dengansuara mayoritas di antara para calon yang lain.

Disamping itu, terdapat beberapa dampak dalam sistemperwakilan distrik, yakni sebagai berikut:a. Orang yang dipilih belum tentu mewakili suara mayoritas

dari wilayah distrik itu, terutama bila calon yang dipilih lebihdari dua orang. Oleh karena itu, bilamana dianut sistem pemi-lihan distrik, maka lambat-laun akan mendorong lahirnyasistem dwi partai dalam Negara, karena partai-partai kecil akansangat kehilangan harapan untuk mendudukkan wakilnyadi badan perwakilan rakyat.

b. Biasanya, orang yang terpilih itu pasti sangat dikenal danmemiliki hubungan yang sangat dekat dengan pemilihnya,sehingga ia akan dituntut memperjuangkan aspirasi pemilih-nya, sehingga kemungkinan akan ada akibat bahwa si wakilhanya memperjuangkan kepentingan daerahnya dan kurangmemperhatikan kepentingan nasional.

2) Sistem perwakilan ProporsionalSistem perwakilan proporsional83 adalah sistem perwakilandimana prosentase kursi di badan perwakilan rakyat yangdibagikan kepada partai politik berdasarkan prosentase jumlahsuara yang diperoleh oleh tiap-tiap partai politik. Negara me-rupakan satu wilayah pemilihan. Perolehan suara partai politikdihitung secara nasional dan dibagi berdasarkan prosentase suara.Contohnya, jumlah suara pemilih yang sah adalah 4.000.000,sementara jumlah kursi yang diperebutkan adalah 400 buah,maka nilai sebuah kursi adalah 10.000 pemilih.

83 Baca dalam I Dewa Gede Atmadja, op.cit., hlm. 121-122 dan Jimly Asshidiqie II,op.cit., hlm. 418-419.

Page 265: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

245

Hukum Tata Negara

Dampak secara umum dari sistem pemilihan proporsional yaknisebagai berikut:1) Setiap suara di wilayah pemilihan tetap dihitung secara

nasional, sehingga tidak ada suara yang hilang.2) Sistem ini disukai oleh partai-partai kecil, karena masih ada

harapan kemungkinan dapat merebut kursi di lembagaperwakilan rakyat walaupun hanya satu kursi. Sehinggasistem pemilihan proporsional cenderung mendorongtumbuhnya sistem multi partai.

3) Perhitungan suaranya berbelit-belit.4) Rakyat bukan memilih orang, melainkan partai politik.

Sementara sistem distrik rakyat memilih orang.Sistem proposional ada berbagai macam variasi dalam pelaksa-naannya. Contohnya di Indonesia dalam Pemilihan UmumTahun 2004, Tahun 2009, serta Tahun 2014, dengan penjabaran-nya bahwa Negara merupakan satu daerah pemilihan, yang kemu-dian dibagi-bagi dalam wilayah pemilihan dan di tiap wilayahpemilihan disediakan beberapa kursi sesuai dengan jumlahpenduduknya84. Misalnya, daerah pemilihan anggota DewanPerwakilan Rakyat adalah seluruh Indonesia sebanyak 400 kursi,kemudian di tiap Provinsi disediakan X atau Y kursi berdasarkantingkat kepadatan penduduk, sehingga nilai sebuah kursi ber-variasi di tiap Provinsi, sehingga jumlah kursi untuk seluruh Indo-nesia, yang 400 kursi tersebut tetap. Misalnya, untuk ProvinsiBali, nilai satu kursi Dewan Perwakilan Rakyat yakni 150.000suara, sedangkan di Provinsi Papua Barat hanya 100.000 suara.

3. Sejarah Perkembangan Sistem Pemilihan Umum di IndonesiaUntuk memahami sistem pemilihan umum di Indonesia, maka

dapat dikaji dari segi perjalanan sejarah perkembangan PemilihanUmum di Indonesia dalam tinjauan sejarah ketatanegaraan Indo-nesia, dengan mempelajari lebih mendalam undang-undangpemilihan umum yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilihanumum. Berikut adalah uraian perjalanan sejarah perkembangansistem pemilihan umum dari masa ke masa.

84 Baca dalam Jimly Asshidiqie II, op.cit., hlm. 420.

Page 266: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

246

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

a) Masa Awal Kemerdekaan, Demokrasi Liberal hingga Orde LamaPada masa ini, Pemilihan Umum pertama diadakan pada Tahun

1955 dengan dasar hukum yakni pada Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 7 Tahun 195385 juncto Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 2 Tahun 195686, dengan sumber konstitusinyayakni pada Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 3587 Undang-Undang DasarSementara Tahun 1950, dimana Pemilihan umum tersebut diseleng-garakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat danBadan Konstituante dengan menggunakan sistem pemilihan umumsistem Proporsional88.

Berdasarkan Pasal 35 Undang-undang Dasar Sementara Tahun1950 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1953juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1956tersebut, maka asas Pemilihan Umum Tahun 1955 yang diseleng-garakan 29 September 1955 untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyatdan 15 Desember 1955 untuk memilih Badan Konstituante tersebut,yakni Umum dan berkesamaan, langsung, bebas dan rahasia.89

b. Masa Orde BaruPada masa ini, Pemilihan Umum yang Kedua dilaksanakan pada

Tahun 1971. Namun bila ditelusuri lebih lanjut dalam Undang-undang Dasar yang berlaku yakni Undang-undang Dasar Tahun1945 yang bersifat singkat90, sehingga soal pemilihan umum tidakdiatur dalamnya.

85 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1953 tentang PemilihanAnggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

86 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1956 tentang PengubahanUndang-undang Pemilihan Umum (Undang-Undang No. 7 Tahun 1953, Lembaran-NegaraNo. 29 Tahun 1953).

87 Pasal 35 Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang berbunyi,“Kemauandari rakyat adalah sumber dari kekuasaan penguasa, kemauan ini dinyatakan dalam pemilihanberkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum danberkesamaan serta pemungutan suara yang rahasia atau pun menurut cara yang menjaminkebebasan mengeluarkan pendapat …“. Baca dalam Mohammad Koesnardi dan HarmailyIbrahim, op.cit., hlm. 342.

88 Baca dalam ketentuan Pasal 134 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7Tahun 1953. Baca lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

89 Mohammad Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., hlm. 343.90 Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Cetakan Kesepuluh, Jakarta : Sekretariat Jenderal MajelisPermusyawaratan Rakyat, hlm. 3-4.

Page 267: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

247

Hukum Tata Negara

Pemilihan Umum Tahun 1971 tersebut dilaksanakan denganembrio hukumnya berdasarkan Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XLII/MPRS/196891, maka pemilihan umum dilaksanakan selambat-lambatnyatanggal 5 Juli 1971, sehingga Presiden (Pemerintah) dan DewanPerwakilan Rakyat Gotong Royong pada saat itu menetapkanUndang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 196992 danUndang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 196993, yangkemudian, melalui Pemilihan Umum 1971 diikuti oleh 10 partaipolitik, dengan asas pemilihan umum adalah Langsung, Umum,Bebas dan Rahasia, adapun asas kebersamaan tidak dicantumkankarena adanya pengangkatan tadi, dan kemudian membentuksusunan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari 460 orang, ada100 orang diisi dengan pengangkatan, khususnya bagi golonganAngkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sedangkan, komposisianggota Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah 460 anggotaDewan Perwakilan Rakyat dan 530 orang Utusan Golongan Karyaserta 130 Utusan Daerah yang melalui pengangkatan. KomposisiMajelis Permusyawaratan Rakyat adalah 360 yang dipilih dan 770orang melalui pengangkatan (perwakilan fungsional)94.

Kemudian dalam Pemilihan Umum ketiga pada Tahun 1977,dengan infrasruktur politik terjadi penggabungan, fraksi di MajelisPermusyawaratan Rakyat dan juga fusi partai politik. Hanya adakemudian dua partai politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan satu GolonganKarya, sehingga peserta pemilu hanya ketiga organisasi sosial politiktersebut berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor

91 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia NomorXLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara Republik Indonesia Nomor XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum termasukKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang tidak perlu dilakukan tindakan hukumlebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesaidilaksanakan. Baca dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003, Cetakan Kesepuluh, Jakarta : SekretariatJenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, hlm. 22.

92 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggotaBadan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.

93 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

94 Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 204.

Page 268: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

248

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

3 Tahun 197595 maupun Undang-undang Republik Indonesia Nomor4 tahun 197596.

Demikian berlangsung sampai Pemilihan Umum Keempat padaTahun 198297. Setelah itu, sempat diadakan perubahan terhadapUndang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975 danUndang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1975 denganmengeluarkan lima paket Undang-undang di bidang Politik Tahun198598, terutama berkaitan dengan asas partai politik hanya mengenalasas Pancasila dan asas ciri dihapuskan, dimana hal tersebut berlakuuntuk Pemilihan Umum kelima pada Tahun 1987 sampai Pemilukeempat pada Tahun 1992 dan terakhir dalam Pemilihan Umumketujuh pada Tahun 199799 hingga berakhirnya masa Orde Baru,dimana dengan asas pemilihan umum adalah langsung, umum,bebas dan rahasia, dengan sistem perwakilan proporsional dansistem pengangkatan (perwakilan fungsional).

c. Masa ReformasiPada masa ini, Pemilihan Umum Pertama di masa ini dan

kedelapan sejak pertama kalinya, diadakan pada Tahun 1999 sebagaikelanjutan dari perjuangan reformasi di Indonesia sejak tahun 1997.Dan dalam rangka tuntutan reformasi kemudian disusun tiga paketundang-undang di bidang politik100, yakni melalui Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999101, Undang-undang

95 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.96 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1975 tentang Perubahan Undang-undang Nomor

16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

97 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1980 Tentang Perubahan AtasUndang-Undang No.15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota BadanPermusyawaratan/Perwakilan Rakyat Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-UndangNo.4 Tahun 1975.

98 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan atasUndang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, Undang-Undang No.1 Tahun 1985 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 1969Tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/PerwakilanSebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1975 dan Undang-Undang No.2 Tahun 1980.

99 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perubahan atasUndang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagai-mana Telah Beberapa Kali Diubah, Terakhir dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1985.

100 Di samping adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik IndonesiaNomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.

101 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik,diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik

Page 269: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

249

Hukum Tata Negara

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999102 dan Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 4 Tahun 1999103, sesuai dengan jiwaundang-undang ini kemudian muncul banyak partai politik denganasas cirinya masing-masing, dan setelah melalui proses verifikasi diDepartemen Dalam Negeri, peserta Pemilihan Umum Tahun 1999yakni 48 partai politik, dan pasca pemilihan, menghasilkan komposisianggota Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih adalah 462 orangdan yang diangkat sebanyak 38 orang dari Angkatan BersenjataRepublik Indonesia. Sementara itu, komposisi Anggota MajelisPermusyawaratan Rakyat adalah 500 anggota Dewan PerwakilanRakyat ditambah Utusan Daerah sebanyak 135 orang serta UtusanGolongan sebanyak 65 orang dengan total keseluruhan berjumlah700 orang, dengan sistem pemilihannya adalah sistem perwakilanproposional dan pengangkatan.

Kemudian melalui Amandemen Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, pelaksanaan Pemilihan Umumkesembilan yakni pada Tahun 2004 memiliki keistimewaan tersendiri,dimana dalam pemilihan umum Tahun 2004 tersebut, terdapat peng-aturan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 tentang Pemilihan Umum dalam Bab VII B pada Pasal22 E Ayat (1) sampai Ayat (6) sebagaimana kutipan berikut104.

BAB VII B ***)PEMILIHAN UMUM ***)

1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,rahasia jujur dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggotaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presidendan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)

Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3809.

102 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum,diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 23 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3810.

103 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Tentang SusdukMPR, DPR dan DPRD, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3811.

104 Baca dalam Jimly Asshidiqie, 2010, Komentar atas Pasal-pasal Undang-undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 110-115.

Page 270: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

250

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Per-wakilam Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerahadalah partai politik. ***)

4) Peserta pemilihan Umum untuk memilih anggota DewanPerwakilan Daerah adalah perseorangan. ***)

5) Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihanumum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. ***)

6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur denganundang-undang. ***)

Disamping itu, Pemilihan Umum Tahun 2004 dilaksanakandengan adanya empat undang-undang di bidang politik, yakniUndang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002105,Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003106,Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003107 sertaUndang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003108, dandalam hal ini, maka sistem pemilihan yang dianut yakni sistempemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah melalui sistem pemilihan Proporsional dengan daftarterbuka, sementara untuk Dewan Perwakilan Daerah menganutsistem Distrik berwakil banyak. Sedangkan untuk memilih presidendan wakil presiden menganut sistem pemilihan perorangan dimanapaket calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik.

Kemudian, Pemilihan Umum Tahun 2009 dilaksanakan denganadanya empat undang-undang di bidang politik, yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Nomor 2008109, Undang-undang

105 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik,diundangkan pada 27 Desember 2002, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4251.

106 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 Tentang PemilihanUmum, diundangkan pada 11 Maret 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 37 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4277.

107 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 31 Juli 2003,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310.

108 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang PemilihanUmum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkan pada 31 Juli 2003, diumumkan ke dalamLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93.

109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik,diundangkan pada 4 Januari 2008, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 2008 Nomor 1 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801.

Page 271: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

251

Hukum Tata Negara

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007110, Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009111 serta Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008112, dan dalam hal ini,maka sistem pemilihan yang dianut masih sama yakni sistem pemi-lihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah melalui sistem pemilihan Proporsional dengan daftarterbuka, sementara untuk Dewan Perwakilan Daerah menganutsistem Distrik berwakil banyak. Sedangkan untuk memilih presidendan wakil presiden menganut sistem pemilihan perorangan dimanapaket calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik.

Dan terakhir yakni pada Pemilihan Umum Tahun 2014, yangdilaksanakan dengan adanya beberapa undang-undang di bidangpolitik, yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Nomor2008 juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun2011113, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun2011114, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014115

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik In-donesia Nomor 42 Tahun 2014116 serta Undang-undang Republik

110 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang PenyelenggaraPemilihan Umum, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 59 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721.

111 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumumkan kedalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043.

112 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang PemilihanUmum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkan pada 24 November 2008, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.

113 Baca dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang PartaiPolitik, diundangkan pada 4 Januari 2008, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 1 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4801 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 TentangPerubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, diundangkanpada 15 Januari 2011, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2011 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189.

114 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Tentang PenyelenggaraPemilihan Umum, diundangkan pada 16 Oktober 2011, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5246.

115 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.

116 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahanatas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Page 272: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

252

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Indonesia Nomor 42 Tahun 2008117, dan dalam hal ini, maka sistempemilihan yang dianut juga masih sama dengan dua pemilihansebelumnya yakni Tahun 2004 serta Tahun 2009, yakni sistem pemi-lihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah melalui sistem pemilihan Proporsional dengan daftarterbuka, sementara untuk Dewan Perwakilan Daerah menganutsistem Distrik berwakil banyak. Sedangkan untuk memilih presidendan wakil presiden menganut sistem pemilihan perorangan dimanapaket calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik.

Dari keseluruhan pemilihan umum tersebut di Indonesia, tidakterdapat perbedaan substansial berkaitan dengan pelaksanaanpemilihan umum, hanya terdapat perbedaan dalam hal jumlah partaipolitik, maupun pihak yang dipilih, serta pelaksana Pemilihan Umumdari masa ke masa dalam tinjauan ketatanegaraan Indonesia.

D. KesimpulanDemikian telah dijabarkan berkaitan dengan garis besar tentang

kekuasaan negara, partai politik dan sistem pemilihan umum diIndonesia. Seperti telah disinggung sebelumnya, konsep pemerin-tahan dengan sistem perwakilan menuntut adanya konsep sistempemilihan mekanis dengan sistem perwakilan proporsional ada ber-bagai variasi, demikian juga penerapan sistem distrik dengan ber-wakil banyak adalah satu contoh variasinya. Untuk mengenal lebihmendalam tentang kekuasaan Negara, partai politik maupunpemilihan umum pada masa tertentu, tentunya haruslah ditelitisetiap undang-undang maupun pandangan doktrin ketatanegaraanterkait dengan konsep kekuasaan negara, partai politik maupunpemilihan umum, khususnya bilamana merujuk pada undang-undang tentunya haruslah mengikuti dinamika ketatanegaraanIndonesia yang dinilai paling cepat berubah.

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada 15 Desember 2014, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650.

117 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang PemilihanUmum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkan pada 24 November 2008, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.

Page 273: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

253

Hukum Tata Negara

DAFTAR BACAAN

Sumber LiteraturAlfian, 1978, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta : PT.

Gramedia.Asshidiqie, Jimly, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi

Pertama, Jakarta : Rajawali Grafindo Press.__________, 2010, Konsolidasi dan Perkembangan Lembaga-lembaga

Negara, Cetakan Pertama, Jakarta : Sinar Grafika.__________, 2010, Komentar atas Pasal-pasal Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Cetakan Pertama, Jakarta :Sinar Grafika.

__________, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Edisi Revisi,Jakarta : Rajawali Grafindo Press.

Atmadja, I Dewa Gede, 1989, Partai Politik Dan Golongan Karya DalamLintasan Perundang-Undangan, Denpasar: Penerbit Setia Kawan.

__________, tanpa tahun, Rangkuman Studi Ilmu Politik (Diktat),Denpasar : Fakultas Hukum Universitas Udayana.

__________, 2012, Ilmu Negara, Dimensi Historis Ketatanegaraan,Malang: Setara Press.

Budiardjo, Miriam, 1981, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia.Busroh, Abu Daud, 2010, Ilmu Negara, Cetakan Ketujuh, Jakarta : Sinar

Grafika.__________, 2013, Ilmu Negara, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika.Huda, Ni’matul, 2008, UUD 1945 & Gagasan Amandemen Ulang,

Cetakan Pertama, Jakarta : Rajawali Grafindo Press.Kaelan, 2014, Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Revisi, Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.Karim, Rusli, 1983, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Potret

Pasang Surut, Jakarta : CV. Rajawali.Koesnardi, Mohammad, dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar

Hukum Tatanegara Indonesia. Jakarta: Penerbit Pusat StudiHukum Tatanegara Universitas Indonesia dan CV Sinar Bhakti.

Koesnardi, Mohammad dan Bintan R. Saragih, 1993, Ilmu Negara,Jakarta : Gaya Media Pertama.

Page 274: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

254

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Komisi Pemilihan Umum, 2003, Partai Politik Peserta Pemilu 2004Perjalanan dan Profilnya. Jakarta : Komisi Pemilihan Umum,Desember 2003.

Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Cetakan Kesepuluh, Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat, 2011, Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Nomor I/MPR/2003, Cetakan Kesepuluh, Jakarta :Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat.

MD., Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Pertama,Jakarta : Rajawali Grafindo Press.

Saragih, Bintan R., 1988, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum diIndonesia; Jakarta: Gaya Media Pratama.

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1975, 30 Tahun IndonesiaMerdeka, 1945-1949, Cetakan Pertama, Jakarta : SekretariatNegara Republik Indonesia.

__________, 1975, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, CetakanPertama, Jakarta : Sekretariat Negara Republik Indonesia.

__________, 1975, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1965-1974, CetakanPertama, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Sucipta, I Made, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan, Jilid I, Edisi Revisi,Singaraja: Petada Pasi Grafika.

__________, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan, Jilid II, Edisi Revisi,Singaraja: Petada Pasi Grafika.

Soemantri, Sri, 1971, Himpunan Kuliah Perbandingan (Antar) HukumTata Negara, Bandung : Alumni.

Suny, Ismail, 1978, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta : Aksara Baru.Tambunan, A.S.S., 1976, Undang-Undang RI, No.3 Tahun 1975 tentang

Partai Politik dan Golongan Karya, Latar Belakang, Beserta ProsesPembentukannya; Bandung : Binacipta.

Peraturan Perundang-undangan TerkaitUndang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Page 275: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

255

Hukum Tata Negara

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1953 tentangPemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan DewanKonstituante, diundangkan pada 7 April 1953, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953Nomor 29.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1956 tentangPengubahan Undang-undang Pemilihan Umum (Undang-Undang No. 7 Tahun 1953, Lembaran-Negara No. 29 Tahun 1953).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1969 tentangPemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1969 tentangSusunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975 tentangPartai Politik dan Golongan Karya.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1975 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Ke-dudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-wakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985 tentangPerubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentangPartai Politik dan Golongan Karya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985 tentangOrganisasi Kemasyarakatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1980 TentangPerubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 1969 TentangPemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat Sebagaimana Telah Diubah DenganUndang-Undang No.4 Tahun 1975.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1985 TentangPerubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 1969 TentangPemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1975 Dan Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 2 Tahun 1980.

Page 276: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

256

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Undang-Undang No.2 Tahun 1985 Tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomer 16 Tahun 1969 Tentang Susunan DanKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-wakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahSebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor3 Tahun 1980.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1985 tentangPerubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentangPartai Politik dan Golongan Karya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995 tentangPerubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969tentang Susunan dan Kedudukan Majelis PermusyawaratanRakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah,Terakhir Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentangPartai Politik, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 3809.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 TentangPemilihan Umum, diundangkan pada 1 Februari 1999,diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1999 Nomor 23 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3810.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1999 TentangTentang Susduk MPR, DPR dan DPRD, diundangkan pada 1Februari 1999, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24 dan TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3811.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentangOtonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagaiProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 TentangPartai Politik, diundangkan pada 27 Desember 2002, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Page 277: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

257

Hukum Tata Negara

2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4251.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 TentangPemilihan Umum, diundangkan pada 11 Maret 2003, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2003 Nomor 37 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4277.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentangSusunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, diundangkan pada tanggal31 Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 92 dan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4310.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentangPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkanpada 31 Juli 2003, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 TentangPenyelenggara Pemilihan Umum, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 TentangPartai Politik, diundangkan pada 4 Januari 2008, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 1 dan Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4801.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentangPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diundangkanpada 24 November 2008, diumumkan ke dalam LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176 danTambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Page 278: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

258

Pasca Perubahan UUD NRI 1945

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 123 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5043.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 TentangPerubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentangPartai Politik, diundangkan pada 15 Januari 2011, diumumkanke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-sia Nomor 5189.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 TentangPenyelenggara Pemilihan Umum, diundangkan pada 16 Oktober2011, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 2011 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5246.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, diundangkan pada tanggal 5 Agustus 2014, diumum-kan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2014 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5568.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara RepublikIndonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PartaiKomunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarangdi Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi PartaiKomunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untukMenyebarkan atau Mengembangkan Faham atau AjaranKomunis/Marxisme-Leninisme.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara RepublikIndonesia Nomor XLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Kete-tapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara RepublikIndonesia Nomor XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik IndonesiaNomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas

Page 279: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

259

Hukum Tata Negara

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-nesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik IndonesiaNomor I/MPR/2003.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1959tentang Dekrit Presiden Republik Indonesia, diundangkanpada 5 Juli 1959, diumumkan ke dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1959 Nomor 150.

Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1959tentang Syarat-syarat Penyederhanaan Kepartaian.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1960tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 200 Tahun 1960,diundangkan pada 17 Agustus 1960.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 201 Tahun 1960,diundangkan pada 17 Agustus 1960.

Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 440 Tahun1961 tentang Pengakuan Partai-partai Politik.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1961,diundangkan pada 14 April 1961.

Page 280: Dr. I Gede Yusa, S. ., M.H. dkk. - UNUD

260

Pasca Perubahan UUD NRI 1945